PERBANDINGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA YANG …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/EKA DIAN LESTARI...
Transcript of PERBANDINGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA YANG …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/EKA DIAN LESTARI...
PERBANDINGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA YANG MENGGUNAKAN MODEL KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD
TOGETHER (NHT) DENGAN TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) DI KELAS VIII SMP NEGERI B SRIKATON
TAHUN PELAJARAN 2013/2014
Oleh Eka Dian Lestari1, Yulianti2, Yetri Ningsih3
ABSTRACT This thesis titled "Comparative Study Results Using Mathematical Model Type Cooperative Numbered Heads Together (NHT) with Type Think Pair Share (TPS) At Class VIII students of SMP Negeri B Srikaton academic year 2013/2014". This is a research problem "Which is better between mathematics learning outcomes of students who take the model of cooperative learning with Type Numbered Head Together (NHT) and students who take the learning to the type of Think Pair Share (TPS) in class VIII SMP Negeri B Srikaton school year 2013 / 2014? ". The purpose of this study was to find out which is better between mathematics learning outcomes of students who take the learning Cooperative model Type Numbered Head Together (NHT) and students who take the learning to the type of Think Pair Share (TPS) in class VIII SMP Negeri B Srikaton school year 2013/2014. This research is a comparative study is to provide treatment in the form of learning with NHT and the SMT models. The population is all students of class VIII SMP Negeri B Srikaton school year 2013/2014, amounting to 220 students and as a sample is a class VIII.3 and VIII.4 classes taken using simple random sampling technique. VIII.3 class given by NHT while learning classroom learning with models VIII.4 granted TPS. Collecting data in this study was done by using a test. Data were analyzed using t-test at the significant level α = 0.05 and df = 62, obtained t> t table (2.15> 1.67). It can be concluded that the mathematics learning outcomes of students who take cooperative learning model NHT better than the students who take the type of cooperative learning model TPS in class VIII SMP B Srikaton school year 2013/2014. Keywords: Comparison, NHT, TPS, Math. A. Pendahuluan
Pendidikan adalah suatu proses bimbingan, tuntunan atau pimpinan yang
didalamnya mengandung unsur-unsur seperti pendidik, anak didik dan tujuan
pendidikan itu sendiri (Hasbulah, 2013:5). Pendidik sebagai pelaksana sistem
pembelajaran selalu berupaya membuat proses pembelajaran yang lebih menarik
dan disukai oleh peserta didik. Namun, dalam kenyataannya masih banyak
kritikan yang ditujukan kepada pendidik mengenai praktik pembelajaran
disekolah, terutama dalam pembelajaran matematika.
Berdasarkan studi pendahuluan di kelas VIII SMP B Srikaton masih
banyak hasil belajar matematika siswa yang belum mencapai KKM, dimana KKM
yang telah ditetapkan sekolah untuk mata pelajaran matematika kelas VIII adalah
75, sedangkan hasil belajar siswa kelas VIII yang belum tuntas ada 120 siswa
(54,54%) dan yang tuntas ada 100 siswa (45,45%). Selain itu, rata-rata nilai
ulangan harian dari 220 siswa tersebut hanya mencapai 56,40. Dengan
pertimbangan hal tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa proses belajar-
mengajar perlu dibenahi . Selain itu, diperlukan suatu model pembelajaran yang
tepat dan dapat menjebatani pembelajaran matematika dengan keinginan peserta
didik.
Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together
(NHT) dan tipe Think Pair Share (TPS). Persamaan dari model ini adalah sama-
sama dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Perbedaan dari model
ini adalah terletak pada langkah-langkahnya yaitu pada tipe NHT terdiri dari fase
penomoran, mengajukan pertanyaan, berpikir bersama, dan menjawab sedangkan
pada model TPS terdiri dari fase berpikir, berpasangan, dan berbagi (Trianto,
2010:81).
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Manakah yang lebih
baik antara hasil belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan
model Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) dan siswa yang
mengikuti pembelajaran dengan tipe Think Pair Share (TPS) di kelas VIII SMP
Negeri B Srikaton tahun pelajaran 2013/2014?”. Adapun tujuan dalam penelitian
ini adalah untuk mengetahui manakah yang lebih baik antara hasil belajar
matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model Kooperatif Tipe
Numbered Head Together (NHT) dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan
tipe Think Pair Share (TPS) di kelas VIII SMP Negeri B Srikaton tahun pelajaran
2013/2014. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah (1) memberikan
pengalaman belajar dengan suasana baru yang menyenangkan bagi siswa
sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa; (2) Informasi bagi guru-guru
bidang studi matematika dalam memilih dan menggunakan tipe-tipe model
pembelajaran kooperatif yang tepat dalam meningkatkan prestasi siswa di bidang
studi matematika; (3)Bagi instansi pendidikan atau sekolah dapat memperoleh
informasi dalam perbaikan mutu pendidikan secara umum; (4) Bagi pengembang
ilmu dapat menjadi informasi, bahan perbandingan dan dapat dikembangkan
dalam penelitian di masa yang akan datang.
B. Landasan Teori
Trianto (2010:82) menyatakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT
merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada
struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan
sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional.
Menurut Lie (2002:60), model pembelajaran kooperatif tipe NHT
merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa
untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling
tepat. Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat
kerjasama mereka. Teknik ini bisa di gunakan dalam semua mata pelajaran dan
untuk semua tingkatan usia anak didik. Adapun Nainggolan (6 Oktober 2013)
mengartikan model pembelajaran kooperatif tipe NHT sebagai suatu model
pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari,
mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya
dipresentasikan di depan kelas.
Adapun langkah-langkah model Pembelajaran Numbered Head
Together (NHT) pada penelitian ini adalah (1) Guru membagi siswa dalam
beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari empat sampai lima orang.
Masing-masing siswa dalam kelompok di beri nomor yang berbeda.(Penomoran) ;
(2) Guru mengajukan pertanyaan berkaitan dengan materi yang di
ajarkan.(Mengajukan pertanyaan); (3) Setiap kelompok di minta berdiskusi untuk
mencari jawaban atas pertanyaan yang di berikan oleh guru.(Berfikir bersama);
(4) Guru memanggil nomor tertentu untuk menjawab pertanyaan yang di berikan
pertanyaan dan menjelaskanya keseluruh kelompok dalam kelas
tersebut.(Menjawab)
Model NHT mempunyai kelebihan dan kekurangan dalam proses pembelajaran
Menurut Ariffansyah (28 Mei 2013), kelebihan dari model NHT adalah (1)
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling sharing ide-ide dan
mempertimbangkan jawaban yang paling tepat; (2) Meningkatkan semangat kerja
sama siswa; (3) Dapat digunakan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas.
Sedangkan kelemahan dari model NHT menurut Ariffansyah (28 Mei 2013) yaitu
sebagai berikut (1) Tidak terlalu cocok untuk jumlah siswa yang banyak karena
membutuhkan waktu yang lama; (2) Tidak semua anggota kelompok dipanggil
oleh guru. Karena kemungkinan waktu yang terbatas.
Menurut Ibrahim dkk (2000:3) menyebutkan bahwa model TPS
merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi
pola interaksi siswa. TPS menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam
kelompok kecil (2-6 anggota) dan lebih dirincikan oleh penghargaan kooperatif,
dari pada penghargaan individual. Lie (2002: 57), berpendapat bahwa Think-Pair-
Share adalah pembelajaran yang memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri
dan bekerjasama dengan orang lain. Dalam hal ini, guru sangat berperan penting
untuk membimbing siswa melakukan diskusi, sehingga terciptanya suasana
belajar yang lebih hidup, aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
Langkah-langkah dalam model TPS adalah sebagai berikut (1)Guru
mengajukan pertanyaan kepada siswa, setiap siswa memikirkan jawaban atas
pertanyaan tersebut.(Berfikir); (2) Siswa di minta untuk berpasangan, setiap
pasangan berdiskusi mengenai ide yang telah difikirkan.(Berpasangan); (3)Guru
meminta pasangan-pasangan untuk berbagi hasil dari diskusi dengan pasangannya
kepada seluruh kelas berupa hasil laporan atau presentasi.(Berbagi).
Menurut Putra (28 Mei 2013) ada beberapa kelebihan dan kekurangan
dari model pembelajaran kooperatif tipe TPS, kelebihannya adalah (1)
Memungkinkan siswa berkerja sendiri dan berkerja sama dengn orang lain; (2)
Mengoptimalkan partisipasi siswa; (3) Memberi kesempatan sedikitnya delapan
kali lebih banyak kepada setiap siswa untuk menunjukkan partisipasi mereka
kepada orang lain; (4) Bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan
kelas.Sedangkan kelemahan dari model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah
(1) Membutuhkan koordinasi secara bersamaan dari berbagai aktivitas; (2)
Membutuhkan perhatian khusus dalam penggunaan ruangan kelas; (3) Peralihan
dari seluruh kelas ke kelompok kecil dapat menyita waktu pengajaran yang
berharga. Untuk itu guru harus dapat membuat perencanaan yang seksama
sehingga dapat meminimalkan jumlah waktu yang terbuang.
C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen.
Gay (dalam Emzir, 2012:64) mengemukakan bahwa ”penelitian eksperimental
merupakan satu-satunya metode penelitian yang dapat menguji secara benar
hipotesis menyangkut hubungan kausal (sebab akibat)”. Jenis penelitiannya
adalah komparatif, yang berarti menguji parametris populasi yang berbentuk
perbandingan melalui ukuran sampel yang juga berbentuk perbandingan. Desain
eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain control group
pretest-posttest design. Variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian ini terdiri
dari dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Dalam penelitian ini
yang menjadi variabel bebas (X) adalah model pembelajaran kooperatif tipe NHT
dan tipe TPS, sedangkan yang menjadi variabel terikat (Y) adalah hasil belajar
matematika dengan pembelajaran NHT dan TPS. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri B Srikaton tahun pelajaran
2013/2014, sebanyak 220 orang, yang terdiri dari tujuh kelas dan sebagai sampel
adalah kelas VIII.3 dengan jumlah siswa sebanyak 32 orang sebagai kelas
eksperimen pertama yang diberi perlakuan menggunakan pembelajaran dengan
model NHT dan kelas VIII.4 dengan jumlah siswa sebanyak 32 orang sebagai
kelas eksperimen kedua yang diberi perlakuan menggunakan pembelajaran
dengan model TPS. Tekanik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
teknik tes. Tes dilakukan sebanyak dua kali pada kedua kelas eksperimen yaitu
sebelum perlakuan (pre-test) dan sesudah perlakuan (post-test) pada materi yang
diajarkan. Tes yang diberikan berbentuk soal uraian sebanyak 8 (delapan) soal,
dengan materi tes yaitu bangun ruang sisi datar. Data yang terkumpul dianalisis
dengan uji-t dengan taraf kepercayaan α=0,05.
D. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Hasil Penelitian Penelitian ini di laksanakan pada tanggal 20 April sampai 31 Mei 2014 di
SMP Negeri B Srikaton tahun pelajaran 2013/2014. Sebelum pelaksanaan
penelitian ini di mulai, terlebih dahulu peneliti melakukan uji coba instrument di
kelas IX pada tanggal 29 Maret 2014 yang berguna untuk mengetahui validitas,
reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda soal yang akan di gunakan.
Dalam pelaksanaannya, peneliti melakukan lima kali pertemuan yaitu dengan
rincian satu kali mengadakan tes kemampuan awal (pre-test), tiga kali
mengadakan pembelajaran atau pemberian perlakuan dan satu kali mengadakan
tes kemampuan akhir (post-test) kelas VIII3 sebagai kelas eksperimen 1 dengan
model NHT dengan jumlah siswa sebanyak 32 orang dan kelas VIII4 sebagai kelas
eksperimen 2 dengan model TPS dengan jumlah siswa sebanyak 32 orang. Jadi,
jumlah sampel yang di gunakan sebagai data sebanyak 64 siswa.
Pelaksanaan penelitian ini dimulai dengan pemberian tes awal (pre-test)
yang bergunan untuk mengetahui kemampuan awal siswa pada materi bagun
ruang sisi datar. Kemampuan awal siswa merupakan kemampuan yang di miliki
oleh siswa sebelum mengikuti pembelajaran yang akan di berikan. Pre-test
dilaksanakan pada tanggal 12 mei 2014 di kelas VIII3 sebagai kelas eksperimen 1
dengan model NHT dengan jumlah siswa sebanyak 32 orang dan kelas VIII4
sebagai kelas eksperimen 2 dengan model TPS dengan jumlah siswa sebanyak 32
orang. Berdasarkan hasil perhitungan (lampiran C), nilai pre-test, rekapitulasi
nilai rata-rata (푥̅) dan simpangan baku (푠) dari hasil pre-test dapat di lihat pada
tabel 1.
Tabel 1
Nilai Rata-rata (풙) dan Simpangan Baku (풔) Hasil Pre-test
Kelas Nilai Rata-rata (풙) Simpangan Baku (풔) Eksperimen 1 (NHT) 33,00 10,53 Eksperimen 2 (TPS) 34,38 9,55
Berdasarkan tabel 1 di atas menunjukan bahwa nilai rata-rata dan
simpangan baku kelas eksperimen 1 ( NHT) berturut-turut 33,00 dan 10,53.
Sedangkan untuk kelas eksperimen 2 (TPS) adalah 34,38 dan 9,55. Jadi, dapat di
simpulkan bahwa kemampuan awal siswa kelas eksperimen 1 dengan model NHT
dan kelas eksperimen 2 dengan model TPS tidak terdapat perbedaan yang begitu
besar.
Pada akhir penelitian ini di lakukan tes akhir (post-test) yang bertujuan
untuk mengetahui kemampuan akhir siswa. Post-test dilaksanakan pada tanggal
31 mei 2014 di kelas VIII3 sebagai kelas eksperimen 1 dengan model NHT dengan
jumlah siswa sebanyak 32 orang dan kelas VIII4 sebagai kelas eksperimen 2
dengan model TPS dengan jumlah siswa sebanyak 32 orang. Berdasarkan hasil
perhitungan (Lampiran C ), rekapitulasi nilai rata-rata (푥̅) dan simpangan baku
(풔) dari hasil post-test dapat di lihat pada tabel 2
Tabel 2 Nilai Rata-rata (풙) dan Simpangan Baku (풔) Hasil Post-test
Kelas Nilai Rata-rata (풙) Simpangan Baku (풔)
Eksperimen 1 (NHT) 75,78 9,97 Eksperimen 2 (TPS) 70,59 9,37
Berdasarkan tabel 2 di atas menunjukkan bahwa kelas eksperimen 1 yang
di ajarkan dengan menggunakan model NHT memiliki nilai rata-rata sebesar
75,78 dan simpangan baku sebesar 9,97. Sedangkan untuk kelas eksperimen 2
yang di ajarkan dengan menggunakan model TPS memiliki nilai rata-rata sebesar
70,59 dan simpangan baku sebesar 9,37. Jadi, dapat di simpulkan bahwa nilai
rata-rata hasil belajar siswa kelas eksperimen 1 (NHT) lebih besar dari pada kelas
eksperimen 2 (TPS). Perbandingan nilai rata-rata hasil pre-test dan post-test dapat
di lihat pada grafik 2
Grafik 2
Grafik Nilai Rata-rata Hasil Pre-Test dan Post-Test
33,00
75,78
34,38
70,59
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
Pre-Test Post-Test
Eksperimen 1 (NHT)Eksperimen 2 (TPS)
2. Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan selama empat minggu, bahwa
penggunaan model pembelajaran NHT dan TPS dapat dijadikan alternatif strategi
yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar untuk membandingkan hasil
belajar siswa terhadap dua model tersebut. Pada penelitian ini, peneliti mengajar
pada dua kelas yaitu kelas VIII3 yang berjumlah 32 siswa sebagai kelas
eksperimen 1 dengan model pembelajaran NHT dan kelas VIII4 yang berjumlah
32 siswa sebagai kelas eksperimen 2 dengan model pembelajaran TPS.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa tidak ada perbedaan yang
signifisikan nilai rata-rata kemampuan awal siswa kedua kelas yaitu kelas
eksperimen NHT dan kelas eksperimen TPS sebelum diberikan perlakuan. Hal ini
ditunjukkan dari nilai rata-rata pre-test siswa kelas eksperimen 1 (NHT) sebesar
33,00 dan pada kelas eksperimen 2 (TPS) sebesar 34,38. Selain itu, hal tersebut
juga dibuktikan dari hasil pengujian hipotesis yang mana nilai –ttabel <thitung< ttabel
(-2,01<-0,57<2,01)
Pada saat dilaksanakan tes awal (pre-test), masih terdapat kesalahan pada
jawaban siswa baik di kelas eksperimen NHT maupun kelas eksperimen TPS.
Oleh karena itu, nilai yang diperoleh siswa saat dilaksanakan tes awal (pre-tes)
masih sangat rendah. Hal ini diakibatkan karena siswa memang belum pernah
diberikan materi tentang bangun ruang sisi datar.
Setelah pemberian tes awal (pre-test) ada kelas eksperimen 1 yaitu kelas
VIII3, selanjutnya diberikan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT sebanyak tiga kali pertemuan. Sedangkan pada kelas
eksperimen 2 yaitu kelas VIII4 diberikan perlakuan dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe TPS. Pada pertemuan pertama pembelajaran di kelas
VIII3, siswa diberikan penjelasan tentang penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT dan dibagi kedalam kelompok-kelompok kecil sebanyak
delapan kelompok, setiap kelompok terdiri dari empat siswa yang heterogen.
Kelompok heterogen ini dibentuk berdasarkan kemampuan siswa dan jenis
kelamin. Untuk kemampuan siswa diambil dari hasil pre-test yang sebelumnya
diurutkan terlebih dahulu dari yang tertinggi sampai terendah. Setiap kelompok
terdiri dari satu orang yang bernilai tinggi, dua orang bernilai sedang, dan satu
orang bernilai rendah. Sedangkan untuk jenis kelamin terdiri dua sampai tiga
orang laki-laki dan perempuan setiap kelompoknya. Pada materi ini materi yang
di bahas adalah bangun ruang sisi datar berbentuk kubus dan balok. Namun, pada
pertemuan pertama ini masih ada sebagian siswa yang mengalami kesulitan untuk
menerapkan dan mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT. Pada saat diskusi, siswa yang mempunyai
kemampuan yang kurang masih malu dan minder untuk belajar dan bekerja sama
dalam satu kelompok. Sedangkan saat menjawab tugas, siswa merasa kurang
percaya diri untuk mengangkat tangan pada saat nomor kepalanya dipanggil dan
mewakili kelompoknya dalam memprestasikan hasil diskusi mereka. Hal ini di
karenakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT masih bersifat baru bagi
siswa dan diperlukan penyesuaian terlebih dahulu.
Pada pertemuan kedua materi yang dibahas adalah bangun ruang sisi datar
berbentuk prisma. Pada pertemuan ini siswa mulai tertarik belajar dalam
kelompok. Hal tersebut terlihat pada saat pembelajaran berlangsung, seluruh
siswa mulai mengikuti tahapan pembelajaran dengan model NHT seperti
pemasangan nomor kepala, pembentukan kelompok, berdiskusi dan menerima
tugas. Selain itu, siswa lebih aktif karena merasa dilibatkan dalam belajar, dimana
setiap siswa berusaha untuk mencari jawaban dari tugas yang telah diberikan.
Siswa yang mempunyai kemampuan kurang tidak merasa malu lagi belajar
dengan teman lainya karena secara tidak langsung termotivasi dan mendapatkan
dorongan dari teman satu kelompoknya.
Kemudian pada pertemuan ketiga, siswa sudah mulai terbiasa berdiskusi
dan berkerja sama dalam kelompok serta saling bertukar ide untuk mencari
jawaban yang paling benar. Sebaliknya, siswa yang mempunyai kemampuan lebih
dapat berperan sebagai tutor sebaya bagi temanya guna mempertajam pemahaman
yang mereka miliki. Pada pertemuan ini materi yang di bahas adalah limas. Pada
saat salah satu nomor di panggil untuk menjawab dan memprensentasikan hasil
diskusi, setiap siswa dalam kelompok sudah siap dan merasa lebih percaya diri
untuk mengangkat tangan dan mewakili kelompok dalam mempresentasikan hasil
diskusi mereka. Jika jawaban tersebut salah atau berbeda, maka kelompok lain
siap untuk memperbaiki dan membandingkan hasil diskusi mereka. Bagi
kelompok atau siswa yang dapat menjawab tugas dengan benar akan mendapatkan
penghargaan berupa kata-kata pujian guna memberikan semangat dalam belajar.
Berbeda halnya pada kelas VIII4, pada pertemuan pertama pembelajaran
terlebih dahulu peneliti menginformasikan kepada siswa cara belajar yang akan
ditempuh dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS. Pada
pertemuan ini materi yang dibahas adalah bangun ruang sisi datar berbentuk
kubus dan balok. Pada tahap think, peneliti menemukan adanya ketidaksesuaian
antara waktu yang direncanakan dengan pelaksanaannya karena siswa suka
mengulur-ulur waktu dengan alasan pekerjaannya belum diselesaikan. Selain itu
ada beberapa siswa yang masih bingung dengan pertanyaan yang diberikan. Pada
tahap pair, siswa yang seharusnya menyelesaikan soal dengan berdiskusi bersama
pasangannya tetapi kadang masih suka memanfaatkan kegiatan ini untuk berbicara
di luar materi pelajaran. Banyaknya anggota kelompok hanya 2 siswa yang
sebangku sehingga lebih sedikit ide yang masuk. Pada tahap share, siswa masih
mengalami kesulitan dalam mempresentasikan hasil jawaban bersama
pasangannya. Hal ini terjadi dikarenakan model pembelajaran TPS masih baru
bagi siswa. Disini peneliti berlaku sebagai pengarah jalanya kegiatan belajar agar
dalam setiap tahapnya tidak melebihi waktu yang diberikan dan melakukan
bimbingan kepada setiap siswa untuk berdiskusi.
Pada pertemuan kedua, siswa sudah terlihat aktif, lebih tertarik dan
berminat dalam melakukan kegiatan belajar. Materi yang dibahas dalam
pertemuan ini adalah bangun ruang sisi datar berbentuk prisma. Berbeda halnya
dengan pertemuan pertama, pada tahap think siswa lebih memanfaatkan waktu
dan fokus untuk untuk mengerjakan tugasnya walaupun ada sebagian siswa yang
masih mengulur waktu. Pada tahap pair, setiap pasangan lebih aktif untuk
mencari jawaban terhadap soal yang diberikan. Pada tahap share, siswa terlihat
lebih percaya diri untuk berbagi jawaban dengan pasangan-pasangan yang lain
walaupun ada beberapa jawaban yang menyimpang dan kurang komunikatif. Guru
dalam hal ini berperan sebagai fasilitator, motifator, memberikan umpan balik dan
pujian kepada siswa dan pasangan yang lebih aktif.
Pada pertemuan ketiga, siswa sudah mengerti tentang langkah-langkah
model TPS. Materi yang dibahas pada pertemuan ini adalah bangun ruang sisi
datar berbentuk limas. Proses pembelajaran sudah dipahami oleh siswa serta siswa
sudah mandiri dalam belajar. Siswa lebih cepat dalam mengerjakan tugas yang
diberikan. Semua siswa aktif dalam berdiskusi kepada pasanganya. Selain itu,
siswa lebih berani dan mampu berkomunikasi dengan baik kepada pasangan
maupun kepada seluruh pasangan yang ada pada kelas. Dalam hal ini guru sebagai
moderator, motivator, menjaga agar siswa tidak menyimpang dari materi yang
diajarkan dan membantu siswa yang mengalami kesulitan.
Kegiatan pembelajaran dengan model kooperatif tipe TPS dapat
mendorong siswa untuk lebih aktif dalam belajar. Aktifitas ini dapat terlihat pada
saat siswa berdiskusi. Selain itu siswa lebih berani dalam mengemukakan
pendapat dan mengeluarkan ide baik kepada teman sebangku maupun kepada
seluruh siswa dalam kelas. Pembelajaran dengan model TPS juga dapat melatih
kemandirian siswa, melatih bekerja kelompok, dan memungkinkan siswa aktif
mencari tahu informasi yang diperlukan.
Adapun kesulitan selama proses pembelajaran dengan menggunakan
model kooperatis tipe NHT dan TPS yaitu pada proses diskusi. Pada saat diskusi
ada sebagian siswa yang berbicara diluar materi sehingga suasana kelas menjadi
ribut dan gaduh. Selain itu, ada sebagian siswa yang tidak mau untuk
mempresentasikan hasilnya dan tidak memperhatikan penjelasan peneliti sehingga
waktu yang direncanakan tidak sesuai dengan RPP. Namun peneliti dapat
mengatasi kendala tersebut dengan lebih membatasi dan mengelola waktu dalam
setiap tahapan dalam menggunakan kedua model tersebut. Peneliti juga
memberikan sanksi kepada siswa yang tidak mau bekerja sama dalam
kelompoknya dan memberikan rewaord kepada siswa dan kelompok yang terbaik
sehingga siswa lebih tertib dan tertantang untuk mempelajari materi.
Setelah diberikan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT dan TPS, selanjutnya kedua kelas diberikan tes akhir (post-
test) sebagai tolak ukur keberhasilan pembelajaran yang dilakukan. Berbeda
halnya dengan hasil dari pemberian tes awal (pre-test), hasil tes akhir (post-test)
menunjukan peningkatan yang signifikan yang menunjukan perubahan hasil
belajar siswa baik pada kelas eksperimen NHT maupun kelas eksperimen TPS.
Berdasarkan analisis hasil post-test kelas eksperimen NHT dan kelas
eksperimen TPS, menunjukan bahwa ada perbedaan hasil belajar yang signifikan
anatara kedua kelas tersebut, dimana hasil belajar kelas eksperimen NHT lebih
tinggi dari pada kelas eksperimen TPS. Hal ini ditunjukkan dari nilai rata-rata
post-test siswa kelas eksperimen 1 (NHT) sebesar 75,78 dan pada kelas
eksperimen 2 (TPS) sebesar 70,59. Selain itu, juga dibuktikan dari hasil
pengujian hipotesis yang mana nilai ttabel >thitung (2,15>1,67).
E. Simpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan
bahwa “hasil belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran melalui
model kooperatif tipe NHT lebih baik dari pada siswa yang mengikuti
pembelajaran melalui model kooperatif tipe TPS di kelas VIII SMP B Srikaton
tahun pelajaran 2013/2014”. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji hipotesis
menggunakan uji-t dengan taraf signifikan α = 0,05 hasilnya menunjukan bahwa
nilai thitung > ttabel (2,15>1,67). Selain itu, nilai rata-rata post-test kelas eksperimen
NHT sebesar 75,78 sedangkan eksperimen TPS sebesar 70,59.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di SMP Negeri B. Srikaton,
maka peneliti memberikan saran-saran sebagi berikut (1) Agar disiplin waktu
untuk mengikuti proses belajar mengajar dan senantiasa aktif dengan cara
menerapkan model pembelajaran yang tepat dalam proses belajar mengajar
sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran
matematika; (2) Guru diharapkan menggunakan model pembelajaran yang
bervariasi diantaranya adalah model pembelajaran NHT dan model pembelajaran
TPS. Model tersebut dapat digunakan sebagai salah satu alternatif agar kegiatan
belajar mengajar di kelas lebih efektif, membuat siswa lebih aktif dalam proses
kegiatan belajar serta untuk meningkatkan hasil belajar dikelas; (3) Hasil
penelitian ini dapat dijadikan ide untuk penelitian selanjutnya, karena dengan
penelitian ini dapat menambah wawasan dunia pendidikan; (4) Peneliti dapat
mengetahui secara langsung permasalahan pembelajaran matematika yang ada
dikelas. Selain itu, dapat menambah pengetahuan dan pengalaman.
Daftar Pustaka
Arifansyah, Galih. 2013 . Menerapkan Model Pembelajaran Numbered
HeadsTogether.[online].http://englishwithgalih.blogspot.com/2013/05/menerapkan-model-pembelajaran-numbered.html. [28 Mei 2013]
Emzir. 2012. Metodologi Peneltian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta:
Rajawali Pers. Ibrahim, M. Dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri
Surabaya. Nainggolan, Rista. 2012. Model Pembelajaran NHT dan TPS [online]. http://
ristanainggolan. blogspot .com/ 2012 /11 /model –pembelajaran –nht -dan-tps.html. [6 Oktober 2013].
Putra, Livaris. 2012. Model Pembelajaran Think-Pair-Share. [online].
http://studysuccessful. blogspot.com/2012/08/model-pembelajaran-think-pair-share.html. [28 Mei 2013]
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-progresif: Konsep,
Landasan, dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana.