Peran dan posisi_media_di_dalam_pemberantasan_terorisme-libre

23
Universitas Pertahanan Indonesia 1 Peran Dan Posisi Media Dalam Pemeberantasan Terorisme Meka Ediyanto Asymmetric Warfare Indonesian Defense University Jl. Salemba Raya, No.14. Jakarta Pusat [email protected] Abstract : Media to be one of the means that can influence policy, strategy, and tactics in counter-terrorism program. State actors and non-state actors is dependent upon the function of the media in achieving their own interests. For terrorists, the media is one important factor in supporting the implementation of its actions, while the use of the media by the government is used to gain legitimacy, mobilize support, disseminate information about the measures taken; and means of communication between the leaders of the country. Keywords : Media, Information, Counter-Terrorism. 1. Pendahuluan Terorisme tidak selalu menentang globalisasi, namun, terorisme juga memanfaatkan globalisasi untuk kepentingannya. Jaringan terorisme memanfaatkan teknologi dan komunikasi untuk menyebarkan ideologi dan aksinya. Penyampaian pesan dan pemberitaan dapat dengan cepat terkirim ke masyarakat global maupun kelompoknya melalui media massa, baik media elektronika maupun media cetak. Salah satu tujuan dari kelompok teroris dalam pemanfaatan media massa adalah dampak secara luas dalam penyebaran pesan atas rasa takut, ancaman, ideologi, perekrutan dan mengembangkan sel-sel terornya. Peran media menjadi hal yang penting sebagai respon dalam mengahadapi ancaman asimetris, oleh karena opinion leadernya yang sangat strategis dan efektif yang dapat mempengaruhi, baik situasi nasional, regional maupun internasional diberbagai bidang. Kekuatan media dapat dijadikan alat untuk merubah persepsi, opini dan kontrol sosial yang mengarah kepada

Transcript of Peran dan posisi_media_di_dalam_pemberantasan_terorisme-libre

Page 1: Peran dan posisi_media_di_dalam_pemberantasan_terorisme-libre

Universitas Pertahanan Indonesia

1

Peran Dan Posisi Media Dalam Pemeberantasan Terorisme

Meka Ediyanto Asymmetric Warfare

Indonesian Defense University Jl. Salemba Raya, No.14. Jakarta Pusat

[email protected]

Abstract : Media to be one of the means that can influence policy, strategy, and tactics in counter-terrorism program. State actors and non-state actors is dependent upon the function of the media in achieving their own interests. For terrorists, the media is one important factor in supporting the implementation of its actions, while the use of the media by the government is used to gain legitimacy, mobilize support, disseminate information about the measures taken; and means of communication between the leaders of the country. Keywords : Media, Information, Counter-Terrorism.

1. Pendahuluan

Terorisme tidak selalu menentang globalisasi, namun, terorisme juga

memanfaatkan globalisasi untuk kepentingannya. Jaringan terorisme

memanfaatkan teknologi dan komunikasi untuk menyebarkan ideologi dan

aksinya. Penyampaian pesan dan pemberitaan dapat dengan cepat terkirim

ke masyarakat global maupun kelompoknya melalui media massa, baik media

elektronika maupun media cetak. Salah satu tujuan dari kelompok teroris

dalam pemanfaatan media massa adalah dampak secara luas dalam

penyebaran pesan atas rasa takut, ancaman, ideologi, perekrutan dan

mengembangkan sel-sel terornya.

Peran media menjadi hal yang penting sebagai respon dalam

mengahadapi ancaman asimetris, oleh karena opinion leadernya yang sangat

strategis dan efektif yang dapat mempengaruhi, baik situasi nasional, regional

maupun internasional diberbagai bidang. Kekuatan media dapat dijadikan alat

untuk merubah persepsi, opini dan kontrol sosial yang mengarah kepada

Page 2: Peran dan posisi_media_di_dalam_pemberantasan_terorisme-libre

Universitas Pertahanan Indonesia

2

kebijakan publik. Persepsi dan nilai-nilai yang disampaikan oleh media massa

sering kali dianggap sebagai persepsi masyarakat keseluruhan. Semakin

sering berita tersebut munculkan, maka akan semakin besar pengaruh yang

akan didapatkan. Melalui berita-berita yang disiarkan, secara tidak langsung

telah memberikan referensi kepada masyarakat untuk mempengaruhi

keputusan politik, termasuk dalam hal pemberantasan terorisme.

Tulisan ini akan membahas dan menganalisis bagaimana peran dan

posisi media dalam pemberantasan terorisme. Tujuan penulisan ini adalah

menganalisis peran dan posisi media dalam pemberantasan terorisme.

Pembahasan dalam tulisan ini terfokus pada; (1) Pengertian; (2) Landasan

Teori; (3) Peran media dalam aktivitas terorisme; dan (4) Peran dan Posisi

media dalam pemeberantasan terorisme di Amerika Serikat (bahan

perbandingan) ; serta (5) Peran dan Posisi media dalam pemeberantasan

terorisme.

2. Pembahasan

Mengatasi akar terorisme yang bermotif ideologis, doktrinal, serta

penyebarannya yang bervariasi, memerlukan berbagai macam cara dengan

melibatkan banyak peran dari berbagai pihak elemen kekuatan nasional

terkait. Elemen-Elemen kekuatan nasional itu, harus saling bersinergi dalam

menginterpretasikan teks-teks, percetakan, penerbit, media, baik cetak

maupun online dan lain-lain. Masing-masing bergerak di medan ahlinya

sehingga terbentuk kekuatan integral secara komprehensif, tanpa hal

tersebut, maka, pemberantasan terorisme baik dari dalam maupun dari luar

negeri sulit terwujud dalam konsep peperangan asismetris 1 , seperti

penggunaan kekuatan media. Oleh karena itu, dalam menganalisis

bagaimana peran dan posisi media dalam pemberantasan teroris, maka perlu

1 Rod Thornton. 2007. Asymmetric Warfare. UK: Polity Press. Hal. 1.

Page 3: Peran dan posisi_media_di_dalam_pemberantasan_terorisme-libre

Universitas Pertahanan Indonesia

3

memahami bagaimana peran dan posisi media bagi aktivitas teroris itu sendiri

dan perbandingannya dengan negara lain.

2.1 Pengertian

Berikut penulis menguraikan beberapa pengertian terkait peran dan posisi

media dalam pemberantasan terorisme, yaitu terorisme, media massa, dan

informasi.

2.1.1 Terorisme

Defenisi tentang terorisme yang diungkapkan oleh A.M. Hendropriyono

terkait tentang kecemasan yang ekstrim di masyarakat yang pada gilirannya

dapat mengancam ketahanan nasional suatu bangsa 2 . Hendropriyono 3

menambahkan bahwa dalam pengembangan jejaringnya yang menggunakan

pendekatan network theory of organization (teori jaringan organisasi) teroris

berfokus pada interaksi links, nodes, key nodes dan cluster sebagaimana

diuraikan di atas, yang memiliki pondasi kuat pada bahasa perlokusi,

modernisasi dan sekularisasi dalam konsep pencerahan, dinamika

organizationally networked yang lebih berorientasi pada goal oriented dari

pada role oriented, tidak selalu top down dalam pengambilan keputusan, dan

keleluasaan pada jaringan.

2.1.2 Media Massa

Media massa merupakan elemen integral dan penting dari masyarakat

lokal, nasional, regional, maupun global untuk menyediakan berbagai

kebutuhan informasi bagi masyarakat dan merupakan hak asasi manusia

yang harus dijunjung tinggi oleh semua bangsa. Dalam mengantisipasi

ancaman asimetris yang dilancarkan melalui media massa dapat mengacu

kepada bahasan mengenai Kebijakan Strategis Penyelenggaraan Pertahanan 2 Hendropriyono A.M.Terorisme, Fundamentalis Kristen, Yahudi, Islam. Jakarta: PT Kompas

Media Nusantara. Hal 341. 2009. 3 ibid.

Page 4: Peran dan posisi_media_di_dalam_pemberantasan_terorisme-libre

Universitas Pertahanan Indonesia

4

Negara khususnya pada sub bahasan menghadapi ancaman nirmiliter

berdimensi Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial Budaya, Teknologi dan

Informasi, serta Keselamatan Umum. Hal dimaksud menuntut adanya

sinergitas antara Lembaga Pemerintah, Dewan media, dan Media Nasional

serta masyarakat dalam rangka pertahanan dan keamanan negara.

2.1.3 Informasi

Menurut Kementerian Pertahanan RI, Informasi adalah suatu atau

sekumpulan data, termasuk namun tidak terbatas pada angka, huruf, tanda,

rancangan, sketsa, gambar, tulisan, kode, kode akses, simbol, peta, foto,

pertukaran data elektronik (electronic data interchange), surat electronik

(electronic mail), pesan text (texting messages), telegram teleks, telecopy dan

yang sejenisnya, suara, video, atau perforasi yang telah diolah, sehingga

memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya, baik

dalam wujud elektronik maupun non elektronik. 4 Sedangkan keberadaan

Informasi itu sendiri dapat menjadi sasaran ancaman berdasarkan lingkungan

Informasi.5

Arus informasi ini menyebabkan sistem informasi dapat mempengaruhi

situasi dalam pengambilan keputusan, dan kemampuan ini dapat

dimanfaatkan dan digunakan secara agresif. Ledakan informasi dan

kecepatan sistem komunikasi yang dapat, menyimpan, memodifikasi, dan

menyebarkannya dapat mempengaruhi berbagai bidang. Oleh karena itu,

pemerintah dapat mengambil tindakan untuk mengontrol, memanfaatkan dan

menggunakan kemampuan sistem informasi dengan baik didalam bentuk

pemberantasan terorisme. Informasi yang lengkap, akurat, dan cepat menjadi

dasar pembuatan kebijakan atau untuk menyusun strategi dan taktik dalam

pemberantasan terorisme.

4 Kemenhan RI. Kajian Organisasi Pertahanan Siber. Jakarta : Dirjen Pothan. 2013.

5 Sumari, Arwin. Sumari. Konsep Pengembangan Organisasi TNI AU Dalam Era Perang

Informasi Ditinjau Dari perspektif Operasi Informasi. 2006.

Page 5: Peran dan posisi_media_di_dalam_pemberantasan_terorisme-libre

Universitas Pertahanan Indonesia

5

2.2 Landasan Teori

Berdasarkan resolusi majelis umum PBB 6 mengungkapkan bahwa

penanggulangan terorisme dilakukan dengan berbagai strategi antara lain

adalah pencegahan kondisi kondusif dalam penyebaran terorisme,

langkah-langkah mencegah dan memberantas terorisme, pengembangan

kapasitas negara dan memperkuat peran sistem pertahanan dalam mencegah

serta pemberantasan terorisme. Penjelasan dimaksud diatas dapat dijadikan

pedoman bagaimana upaya pemberantasan terorisme dilakukan melalui

peran dan posisi media. Sejalan dengan hal tersebut, Counter Terrorism

Implementation Task Force (CTITF) menyatakan bahwa tindakan (dapat

berupa kebijakan dan program) yang bertujuan untuk mengatasi beberapa

kondisi yang dapat mendorong beberapa orang ke jalan dengan terorisme.

Hal tersebut berarti membutuhkan adanya program secara nasional tentang

upaya counter terrorism.

Pepatah terkenal Alvin Toffler mengatakan barang siapa menguasai

informasi maka akan menguasai dunia dengan faktor mind (pikiran,

pengetahuan) dalam terra incognita (daerah yang tidak dikenal). Pepatah

tersebut diperkuat oleh kemajuan teknologi yang semakin krusial dan

berdampak luas serta digunakan sebagai kekuatan.7 Mengamati pentingnya

informasi, seperti melalui media, Lorenzo Vidino dan James Brandon terkait

pemberantasan terorisme mengungkapkan upaya pencegahannya, sebagai

berikut: (1) melaksanakan pencegahan secara umum pada masyarakat

terhadap ide-ide dan pengaruh teroris, mempromosikan prinsip-prinsip

toleran, moderat dan demokratis, serta mencegah meningkatnya kerawanan

radikalisme. (2) mengintervensi individu yang telah mengadopsi ideologi

teroris, atau yang sudah melakukan aksi terorisme.

Dalam konteks Indonesia, pembahasan media massa terkait

6 Resolusi majelis umum PBB No.60/288 tahun 2008 tentang Global Counter Terrorisme

Strategy. 7 Arreguin-Toft, Ivan. 2001. How the Weak Win Wars, dalam Jurnal International Security.

Vol.26, No 1.

Page 6: Peran dan posisi_media_di_dalam_pemberantasan_terorisme-libre

Universitas Pertahanan Indonesia

6

pemberantasan terorisme dapat digunakan beberapa Undang-Undang

Republik Indonesia sebagai dasar, antara lain adalah UUD 1945 Pasal 27

ayat (3) yang menyatakan kewajiban warga negara dalam upaya bela negara,

dan pasal 30 ayat 1 tentang kewajiban warga negara dalam upaya

pertahanan dan keamanan negara. Selain itu, juga terdapat pada

Undang-Undang Dasar tahun 1945 pasal 28 (F) tentang hak warga negara,

Undang-Undang No.34 tentang TNI, Pasal 7 ayat (1) dan (2), Undang-Undang

No.11 tentang ITE Pasal 2, dan Peraturan Dewan Media Nomor 6 Tahun 2008

Pasal 3 dan 6, UU No. 40 Tahun 1999 pasal 15 ayat (2c) dan (2d), Pasal 5

ayat (1) dan (2), Pasal 4 ayat (1-5), UU No 32 Pasal 5 (i), dan Pasal 36 (4)

serta UU No. 11 Pasal 28 Ayat (1) dan Pasal 38 Ayat (2). Beberapa

penjelasan diatas dapat dijadikan landasan dalam menganalisis peran dan

posisi media dalam pemberantasan terorisme.

2.3 Peran Media Dalam Aktivitas Terorisme

Perlu diingat bahwa bagaimana teroris mampu bertahan dalam jangka

waktu yang sangat lama. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, salah

satunya adalah pemanfaatan netwar atau jaringan perang sebagai strategi

yang tepat dan melalui rekrutmen yang mampu meningkatkan kemampuan

teknologi informasi dan potensi radikal. Media bagi teroris adalah

simbiosis-mutualisme (hubungan yang saling menguntungkan antara dua

organisme).8 Media massa dan teroris memiliki kepentingan yang sama,

teroris menyusun dan memanfaatkan strategi media mereka, sementara di

lain pihak, media menempatkan kepentingannya pada aktivitas kelompok

teroris. Hubungan teroris dan media merupakan bagian dari konsepsi umum

operasi informasi yang meliputi : agitasi, propaganda, Indoktrinasi, dan fokus

secara internal maupun eksternal operasi informasi teroris. Melalui penjelasan

diatas, maka, penulis menganalisa peran media dalam aktivitas terorisme

8 Hendropriyono, A.M. Terorisme, Fundamentalis Kristen, Yahudi, Islam. Jakarta: PT Kompas

Media Nusantara. Hal 218. 2009.

Page 7: Peran dan posisi_media_di_dalam_pemberantasan_terorisme-libre

Universitas Pertahanan Indonesia

7

terkait bidang informasi, sumber daya manusia, pendanaan (financing), politik,

diplomasi, dan legitimasi, serta militer.

2.3.1 Informasi

Kelompok teroris menyadari bahwa peran media terkait informasi sangat

penting dalam perjuangannya melawan hegemoni dan universalisasi.9 Oleh

karena, banyak hal yang dapat dilakukan melalui media, antara lain tindakan

atau gangguan atau serangan yang mampu merusak atau segala sesuatu

yang merugikan, sehingga mengancam kerahasiaan (confidentiality),

integritas (integrity) dan ketersedian (availability) sistem dan informasi 10

melalui propaganda dan bentuk lainnya. Propaganda melalui media massa

telah disadari sebagai kekuatan yang efektif dan dapat dimanfaatkan oleh

kelompok teroris sebagai kekuatan dalam menyebarkan pesan paham

perjuangan politiknya.

Muwaffaq Al-Jamal, Kepala Pusat Informasi Hizbullah mengatakan bahwa

informasi adalah salah satu senjata yang paling penting dan bagian tidak

terpisahkan dari setiap perang atau pertempuran dengan musuh. Hal tersebut

diperkuat oleh pernyataan Abd. Al-Rahman Al-Rasyid, Juru Bicara Al-qaeda

bahwa kelompoknya telah berhasil menyebarluaskan makna penting dari

kejadian serangan 911 kesluruh dunia. Alasan kuat pemanfaatan media

massa dalam mencapai tujuan dan kepentingan bagi kelompok teroris adalah

mengelola penafsiran serangan mereka, makna, dan simbolisme, baik dalam

menyebarkan informasi, pemberitaan tentang kebijakan dan strategi, maupun

langkah-langkah yang diambil oleh pimpinan kelompok teroris serta

memperkenalkan tujuan dan motif yang mereka lakukan.

Strategi dan taktik yang digunakan oleh teroris melalui peran media

digunakan untuk menyampaikan pesan ketidakadilan dan ancaman psikologis

dalam penyebaran ketakutan kepada masyarakat secara luas. Dalam 9 A. Safril Mubah, “Teroris Versus Globalisasi, Perlawanan Jaringan Jamaah Islamiyah

terhadap Hegemoni Amerika”, (Surabaya: PT. Revka Petra Media), 9. 2012. 10

Hutchinson,B and Warren, M. Information Warfare. Oxford : Butterworth-Heinemann. 2001.

Page 8: Peran dan posisi_media_di_dalam_pemberantasan_terorisme-libre

Universitas Pertahanan Indonesia

8

menyebarkan pesan radikal orang-orang yang dipilih tidak harus

meninggalkan negara asal mereka, namun dapat dilakukan dengan bantuan

orang lain yang telah bepergian ke luar negeri untuk melaksanakan pelatihan

dan indoktrinasi. Disamping itu, media juga merupakan salah satu sarana

komunikasi antara pimpinan kelompok teoris yang tersebar diberbagai daerah

atau negara dilakukan melalui media massa.11

Peranan yang sangat vital didalam menjalankan organisasi terorisme

yang bekerja pada tataran psikologi untuk menghasilkan pengaruh yang

bersifat negatif terhadap pihak lawan dalam skala strategis. Oleh karena itu,

kelompok teroris sangat berhati-hati dan sangat selektif dalam menentukan

siapa yang akan memegang kepercayaaan penting sebagai Juru Bicara.

Dalam hal ini, terdapat beberapa alasan dan pertimbangan dalam memilih

Juru bicaranya secara sangat selektif, sebagai contoh dilakukan oleh

kelompok Al-qaeda pimpinan Osama bin Laden, sebagai berikut ; (1) Sebagai

jabatan strategis dan sebagian besar pernah hidup dan besar di negara yang

menjadi target serangan serta mengetahui dan memahami wilayah sasaran

yang akan dituju; (2) Sebagai jabatan penting dan biasanya dipilih dari kerabat

atau teman dekat Osama bin Laden untuk menjadikan media massa sebagai

ajang propoganda ideologi dan politik mereka; (3) Sebagai jabatan yang

krusial dan diseleksi dengan ketat dengan memilih orang-orang tertentu

dengan tingkat pendidikan dan intelijensia yang tinggi, ahli dalam hal

komunikasi massa yang bertujuan untuk menjadi salah satu tokoh yang

mengatur strategi perang media.

2.3.2 Sumber Daya Manusia

Dalam perkembangan sejarah terorisme dipahami adanya sponsorship

untuk melancarkan dan mengatasi keterbatasan sumberdaya yang dimiliki

oleh organisasi teror seiring dengan keinginannya untuk tetap eksis

melaksanakan aksinya. Mickolus mengatakan bahwa secara teori dukungan

11

Manullang A.C. Terorisme dan Perang Intelijen . Jakarta: Manna Zaitun. Hal .240. 2006.

Page 9: Peran dan posisi_media_di_dalam_pemberantasan_terorisme-libre

Universitas Pertahanan Indonesia

9

eksternal diperlukan untuk menjamin kelangsungan hidup sebuah organisasi

teroris karena keterbatasan sumberdaya yang dihasilkannya 12 , termasuk

sumber daya manusia. Salah satu cara mengatasi keterbatasan sumber daya

manusia dimaksud, organisasi teroris memanfaatkan media massa dalam

pemenuhan kebutuhan bagi organisasi teroris, termasuk dalam hal

perektrutan anggota.

Kesadaran kelompok teroris akan strategi penggunaan media massa

sangat menentukan keberhasilannya didalam melaksanakan misi, selain

untuk meningkatkan moral dalam kelompok, juga merupakan strategi dalam

berbagai tingkatan untuk menangani dan mendapatkan khalayak

multi-audiance secara bersamaan dengan tujuan merektut anggota.

Perekrutan anggota teroris diarahkan pada simpatisan dan potensi

radikalisme melalui proses indoktrinasi dan juga dilakukan terhadap ahli-ahli

IT (Information Technology) 13 yang berperan dalam cyberterrorism 14 ,

hacktivism, dan propaganda untuk mengantisipasi dan menangkal ancaman

dan serangan informasi. Propaganda yang dilakukan oleh teroris melalui

media massa membuahkan hasil, terbukti munculnya paham-paham

radikalisme yang sentimen terhadap kebijakan-kebijakan Amerika Serikat

(AS) dan sekutunya diseluruh dunia. Pengikut-pengikut teroris terus tumbuh

dan berkembang, yang membuat perlawanan terus berlansung pasca

serangan WTC, maka dari itu, dapat dikatakan bahwa kelompok teroris

dimaksud dapat mewakili tren baru dalam privatisasi terorisme dengan adanya

media massa.

12

David B. Carter, “A Blessing or a Curse? State Support for Terrorist Groups”, (Princenton: Department of Politics Princeton University, 2011), 5. 13

Dorothy E. Denning. Activism, Hactivism, And Cyberterrorim : The Internet AS A Tool For Influencing Foreign Poplicy. 2001. 14

Gabriel Weimann. Cyberterrorism, How Real Is the Threat?. Wasington, DC. 2004.

Page 10: Peran dan posisi_media_di_dalam_pemberantasan_terorisme-libre

Universitas Pertahanan Indonesia

10

2.3.3 Pendanaan (Financing)

Keuntungan bagi teroris dalam memanfatkan media adalah karena biaya

yang rendah, risiko yang rendah dan mempermudah promosi dalam

menunjukkan diri dan gerakan mereka, serta tujuan mereka dalam hal

pendanaan. Penekanan terhadap sumber dana teroris telah memunculkan

pemikiran teroris akan sumber pendanaan yang baru di era globalisasi yang

menciptidakan peluang bagi kegiatan terlarang mereka. PBB mengatakan

bahwa teroris memiliki pendapatan tahunan sampai triliunan dollar dari

berbagai kegiatan kriminal15, termasuk melalui media massa.

Dalam konteks Indonesia, persoalan pendanaan terorisme seperti

pembelian senjata, pelatihan militer, dan lain-lain kelompok teroris juga

dilakukan dengan salah satu metode melalui media massa, yaitu media

internet yang dikenal dengan cyber fa’i (perampokan melalui dunia maya)

dengan meretas situs investasi online speedline yang berhasil mengumpulkan

dana sebesar Rp. 7 Miliar16 oleh salah satu anggota kelompok terorisme yang

bernama Rizki untuk kepentingan kelompok teroris yang ada di Poso,

meskipun berhasil di gagalkan oleh aparat keamanan. Hal ini, membuktikan

bahwa dalam pendanaan terorisme, kelompok teroris juga sangat tergantung

pada media.

2.3.4 Politik, Diplomasi, dan Legitimasi

Berdasarkan kajian psikologi, norma dan pengaruh interpersonal

memberikan pengaruh terhadap sikap seseorang.17 Oleh karena itu, banyak

aktor politik radikal yang memanfaatkan peluang media untuk melakukan

propaganda kepada masyarakat untuk mempromosikan dan mengaktifkan

terorrisme. Strategi penggunaan media massa oleh teroris dimaksudkan untuk

15

David Larivee. 2005. Bulletin Intelijen. Asosiasi Professor Ekonomi Amerika Serikat. USA ; Akademi Angkatan Udara. 16

Mbai, Ansyaad. Dinamika Baru Jejaring Teror di Indonesia. 2014. 17

Walter Reich (editor), “Origins of Terrorism, Tinjauan Psikologi, Ideologi, Teologi dan Sikap Mental”, (Jakarta: PT Rajagrafindo persada). Hal 9. 2003

Page 11: Peran dan posisi_media_di_dalam_pemberantasan_terorisme-libre

Universitas Pertahanan Indonesia

11

mencari perhatian internasional dan membangkitkan kesadaran lingkungan

masyarakat yang menjadi target maupun yang bukan target mereka serta

mengintimidasi komunitas yang menjadi target. Hal ini, juga telah

memperbesar dampak isolasi tindakan kekerasan politik pada sekelompok

kecil orang pasca perang dingin18 yang bertujuan memperoleh pengakuan,

legitimasi, dukungan politik dalam kelompok mereka. Dari luar kelompok

teroris, media dapat memberikan pengaruh dan Implikasi bagi kekuasaan,

menggalang dukungan dari berbagai pihak, dan menarik simpati dan respek,

baik simpatisan maupun masyarakat yang mendukung aksi yang mereka

lakukan.

2.3.5 Militer

Teroris sangat mengandalkan militansi dari anggota kelompoknya dalam

melakukan setiap aksinya. Pendidikan, pelatihan, dan pembinaan terus

dilakukan di berbagai wilayah belahan dunia, termasuk di berbagai wilayah

yang ada di Indonesia. Dengan hadirnya media sebagai alat dan ruang yang

mempermudah berbagai kelompok orang di dunia dalam melakukan

aktivitasnya, maka kelompok terorispun memanfaatkan fasilitas ini dalam

memenuhi kepentingannya. Hal tersebut, mempermudah kelompok teroris

dalam mendapatkan dan mengadopsi strategi asimetris di bidang konflik

militer dalam pelaksanaan tingkat lapangan. Disamping itu, teroris

berkepentingan untuk memberikan pelatihan militansi dari kelompoknya

melalui media massa dengan memberikan informasi tentang pelatihan,

pendidikan, dan pembinaan bagi kelompoknya. Pemahaman hal dimaksud

berdampak pada pola serangan berbasis teknologi yang sedang dipersiapkan

sebagai strategi baru dalam mengatasi pola keamanan yang semakin ketat

bagi kelompok teroris baik dilingkungan nasional maupun dikawasan.

Dari penjelasan diatas tentang peran media dalam aktivitas terorisme

terkait bidang informasi, sumber daya manusia, pendanaan (financing), politik,

18

Grant Wardlaw, Political Terrorism. New York: Cambridge University Press, 14-15.1986,

Page 12: Peran dan posisi_media_di_dalam_pemberantasan_terorisme-libre

Universitas Pertahanan Indonesia

12

diplomasi, dan legitimasi, serta militer, maka penulis mengambil beberapa

kesimpulan bahwa peran media bagi teroris dapat dijabarkan, sebagai berikut

;

a. Penciptaan kondisi terorganisir sebagai publikasi kekuatan dan

kemampuan kelompok teroris untuk memperbesar dampak isolasi

tindakan kekerasan politik pasca perang dingin.

b. Salah satu senjata yang paling penting dan bagian tidak terpisahkan

dari setiap perang untuk mendapatkan dan mengadopsi strategi asimetris

di bidang konflik militer dalam pelaksanaan tingkat lapangan.

c. Media merupakan peluang baru bagi aktor politik radikal untuk

mempromosikan dan mengaktifkan terorrisme.

d. Keuntungan bagi teroris dalam memanfatkan media adalah karena

biaya yang rendah, risiko yang rendah, dan dapat mengelola penafsiran

serangan mereka, makna, simbolisme.

e. Sebagai strategi informasi untuk menangani khalayak yang berbeda

dan mendapatkan tingkat multi-audiance secara bersamaan, serta

mempermudah promosi dalam menunjukkan diri dan gerakan mereka.

f. Menarik simpatisan, perekrutan, meningkatkan moral, mendapatkan

legitimasi atau dukungan politik dalam kelompok dan menggalang

dukungan dari berbagai pihak di luar, serta memberikan pengaruh dan

Implikasi bagi kekuasaan.

g. Menyebarkan informasi dan pemberitaan tentang kebijakan, strategi,

langkah-langkah dan salah satu sarana komunikasi antara pimpinan

kelompok yang tersebar diberbagai daerah atau negara.

Page 13: Peran dan posisi_media_di_dalam_pemberantasan_terorisme-libre

Universitas Pertahanan Indonesia

13

2.4 Peran dan Posisi Media Dalam Pemeberantasan Terorisme di

Amerika Serikat (Bahan Perbandingan).

Terjadinya serangan terhadap gedung World Trade Center (WTC) di New

York, Amerika Serikat (AS) pada tanggal 11 September 2001 yang dikenal

dengan tragedi 911, merupakan keberhasilan misi kelompok teroris melalui

strategi media, mampu merubah pandangan dunia mengenai Strategi

Keamanan Nasional. Hal ini, telah membuka pemikiran berbagai negara atas

pentingnya melakukan upaya pemberantasan terorisme. Hampir setiap

negara memiliki kebijakan, strategi, dan taktik dalam upaya pemberantasan

terorisme, termasuk unsur pelibatan media sesuai dengan regulasi yang

berlaku, baik secara internasional, regional, maupin nasional.

Serangan-serangan melalui media yang telah dilakukan terhadap AS juga

telah membuka pemikiran tentang sebuah paradigma sistem pertahanan bagi

AS. Kebijakan AS melalui The U.S. by the Code of Federal Regulations19,

terkait peran dan posisi media dalam pemberantasan terorisme dapat dimbil

beberapa intisari, sebagai berikut ;

(1) Mencari simpati dunia internasional dalam kampanye pemberantasan

jaringan terorisme dalm program global war on terror.

(2) Melindungi dan menciptakan rasa aman seluruh warga dan

kepentingan di dalam dan di luar negeri sesuai politik luar negeri AS.

(3) Mengantisipasi keamanan di dunia media terkait serangan yang

berdampak pada ancaman besar teradap core value security AS.

19

The U.S. by the Code of Federal Regulations. 2011. Definition of Terrorism, http://www. terrorismfiles.org diakses 20 Januari 2011

Page 14: Peran dan posisi_media_di_dalam_pemberantasan_terorisme-libre

Universitas Pertahanan Indonesia

14

(4) Memanfaatkan media massa sebagai sarana dan unsur sumber daya

nasional untuk melakukan perang informasi dalam program

pemberantasan terorisme.

(5) Menjadikan media sebagai komunikasi strategis dalam Struktur Dewan

Keamanan Nasional dan sebagai elemen kekuatan nasional.

(6) Kerjasama pemerintah federal dan organisasi media dalam melakukan

seminar pelatihan, keterampilan teknis, meningkatkan pemahaman

langkah-langkah dan kesiapan atas serangan teroris.

(7) Meningkatkan kerjasama antara media dan manajemen darurat internal

dengan mengintegrasikan perwakilan media dengan keamanan dalam

negeri untuk meningkatkan kesiapan respon keamanan.

(8) Memperbaiki sistem operasi informasi yang ada dengan mengalami

adaptasi terhadap perkembangan lingkungan yang terjadi.

(9) Mendirikan Badan Informasi Amerika Serikat (USIA) dan diperkuat oleh

organisasi yang terfokus pada komunikasi publik di bawah Departemen

Luar Negeri untuk melakukan dan melancarkan program pemberantasan

terorisme.

(10) Departemen Pertahanan AS membentuk Komando Cyber Amerika

Serikat20 untuk mengantisipasi ancaman melalui dunia maya.

Pengaruh media dalam kebijakan, seperti yang dideskripsikan diatas dapat

digolongkan, sebagai berikut ; (1) Pada tingkat kebijakan, media massa dapat

20

International Strategy For Cyberspace. Prosperity, Security, And Openness In a Networked World . Washington, DC. s2011.

Page 15: Peran dan posisi_media_di_dalam_pemberantasan_terorisme-libre

Universitas Pertahanan Indonesia

15

mempengaruhi agenda nasional. ; (2) Media memiliki kekuatan untuk

menentukan tindakan yang harus dilakukan warga dan pemerintah.

Sedangkan, pendekatan yang digunakan AS terkait ancaman terhadap sistem

teknologi informasi menjadi dua hal, yaitu; (1) Unintentional threats, dan

(2) Intentional threats. Penjelasan diatas membuktikan bahwa AS sebagai

salah satu negara korban terorisme internasional yang sangat reaksioner dan

cepat merespon dalam sikapnya dalam pemberantasan. Upaya-upaya yang

dilakukan menggambarkan bahwa AS memiliki perhatian yang besar terhadap

kemajuan teknologi informasi beserta dampaknya yang disesuaikan dengan

kepentingan nasional AS. Hal ini menjadikan apresiasi tersendiri bagi AS

terkait keseriusan dan intensitas perhatian AS dalam mengelola operasi

informasi terkait media melalui kebijakan yang diambil secara nasional dalam

hal pemberantasan terorisme.

2.5 Peran dan Posisi Media Dalam Pemeberantasan Terorisme.

Pemberantasan terorisme merupakan salah satu ujian yang harus dilalui

oleh masyarakat dan negara saat ini baik di skala nasional maupun

internasional dengan sebuah komitmen dalam kerangka berbangsa dan

bernegara, seperti yang diungkapkan oleh O’Connor :

“ It is during our most challenging and uncertain moments that our nation’s commitment

to due process is most severely tested; and it is in those times that we must preserve our

commitment at home to the principles for which we fight abroad (Hal yang paling

menantang kita dan saat ketidakpastian adalah proses komitmen bangsa kita yang

sedang diuji dan disaat kita harus mempertahankan komitmen kita dirumah dengan

prinsip-prinsip kita melawan di luar negeri)." Justice Sandra Day O’Connor, Hamdi v.

Rumsfeld, 2004)

Penggalan tulisan diatas menggambarkan bahwa di dalam upaya

memerangi dan memberantas terorisme membutuhkan sebuah komitmen

suatu bangsa untuk saling bersinergi dan bekerjasama di dalam menghadapi

Page 16: Peran dan posisi_media_di_dalam_pemberantasan_terorisme-libre

Universitas Pertahanan Indonesia

16

suatu permasalahan. Permasalahn yang muncul di tengah-tengah masyarakat

tersebut akan menguji soliditas masyarakat didalam kerangka bernegara dan

berbangsa dihadapkan diantara kepentingan pribadi dan kepentingan nasional

dalam pemberantasan terorisme. Pemberantasan terrorisme bukanlah

merupakan hal yang mudah, akan tetapi terdapat beberapa pilihan didalam

upaya pemberantasan terorisme. Salah satu upaya tersebut adalah

bagaimana membentuk dan menguatkan ketahanan publik terhadap potensi

ancaman terorisme melalui media massa, karena media sebagai komponen

penting bagi keamanan nasional dalam sistem infrastruktur informasi nasional

modern yang efisien dan juga menciptakan kerentanan baru.

Pemerintah dan civil society sudah seharusnya menciptakan lingkungan

yang kondusif dan berperan penting untuk berkontribusi terhadap media

massa dan transformasi sosial yang berorientasi pada kepentingan publik.

Dengan kata lain, media massa juga harus mampu menjalankan fungsi

penyebaran informasi yang objektif dan berimbang di tengah tekanan yang

diterima. Hal tersebut, dilakukan juga untuk mengantisipasi kemungkinan

terjadinya bentuk ancaman asimetris yang berdampak pada terbentuknya

opini publik yang mengarah kepada sentimen negatif, seperti yang dilakukan

oleh kelompok teroris, sehingga dapat melunturkan atau menghancurkan

legitimasi pemerintah dan dapat mengganggu stabilitas nasional.

Perlu dinamisasi kekuatan dan kemampuan teknologi nasional untuk

mengimbangi tekanan pihak lain yang dapat melemahkan daya tangkal

bangsa dengan menggunakan faktor teknologi. Media sudah teruji dan

memiliki peran sangat strategis dalam pengawasan semua tahapan dan

fenomena yang terjadi di tengah masyarakat termasuk didalam

pemberantasan terorisme. Kemampuan dalam mengemas pemberitaan,

media bersama pemerintah dapat mengambil langkah-langkah aktif untuk

membangun pertahanan dan keamanan nasional dengan komunikasi yang

efektif bagi semua stidakeholders terkait pemberantasan terorisme.

Langkah-langkah pro-aktif dalam pemberdayaan media bertujuan untuk

Page 17: Peran dan posisi_media_di_dalam_pemberantasan_terorisme-libre

Universitas Pertahanan Indonesia

17

merespon tuntutan, mengedukasi, dan mendapatkan dukungan masyarakat

atas kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah.

Melihat besarnya peran media yang dapat dilakukan terhadap reaksi

masyarakat dan berbagai elemen negara lainnya, maka kolaborasi yang baik

antar pemerintah dan media dalam pemberantasan terorisme dapat dilakukan

dengan tetap memperhatikan aturan-aturan yang berlaku. Dari berbagai

literasi yang ada, maka, peran media dalam pemberantasan terorisme, dapat

diuraikan sebagai berikut ;

a. Mempengaruhi kebijakan, pada tingkat kebijakan, pemberitaan

media dapat mempengaruhi agenda nasional. Hal tersebut, dapat dilihat

pada kesiapan Amerika Serikat dalam 911 yang membuat media di AS

terkonsentrasi pada ancaman dari teroris, seperti memperketat keamanan

seluruh bandara yang ada di AS. Hal ini, membuktikan bahwa media

memiliki kekuatan untuk menentukan kebijakan, karena cakupan media

memiliki dampak langsung terhadap risiko yang ada.

b. Alat Terorisme, serangan teroris untuk mempengaruhi pihak lain

memerlukan partisipasi aktif dari pemberitaan media dalam membuat

keberhasilan strategi yang di terapkan. Mantan Presiden AS, Bush

mengatakan bawa media adalah oksigen bagi terorisme, hal ini menjadi

alasan utama Pejabat AS mengeluarkan seruan untuk menahan diri

dalam pernyataan pasca serangan 911.

c. Pesan sebagai senjata, tidak hanya media menawarkan kesempatan

bagi cakupan teroris untuk menyebarkan pesan mereka kepada sejumlah

besar orang, akan tapi media elektronik modern dapat mengubah berita

menjadi senjata aktual yang menciptidakan bahaya nyata di kalangan

konsumen teroris yang mencoba untuk mengeksploitasi media melalui

perang psikologis atau kecerdasan, seperti Hoax. Hoax (penyebaran

Page 18: Peran dan posisi_media_di_dalam_pemberantasan_terorisme-libre

Universitas Pertahanan Indonesia

18

berita tidak riil) terencana dapat mendorong reaksi spontan, menaikan

tingkat darurat, mendorong potensi untuk membunuh, dan dapat

menyelamatkan nyawa.

d. Alat untuk otoritas kemanan, media bukan hanya dapat

menimbulkan kepanikan, akan tetapi juga berfungsi dalam hal

pencegahan dan pemulihan dengan memberikan informasi secara luas

dan cepat bagi warga dan pemerintah terkait terorisme. Peringatan dan

informasi melalui media yang diperoleh dapat dijadikan informasi penting

sebagai alat bagi otoritas kemanan untuk mengetaui pemberitaan terkait

aktivitas terorisme. Hal tersebut, mempermudah respon otoritas

keamanan dalam mengambil langkah-langkah, meningkatkan kesiapan,

dan tindakan yang dilakukan dalam mengantisipasi kejadian dan

pemulihan keadaan.

2.5.1 Peran dan Posisi Media dengan Tokoh Agama, Tokoh

Masyarakat, dan Tokoh Politik Dalam Pemberantasan Terorisme.

Dalam pemberantasan terorisme pihak media saja tidak cukup untuk

menyeimbangkan dan memurnikan media dari paham radikalisme. Sinergitas

peran dengan berbagai pihak juga sangat diperlukan, termasuk tokoh

masyarakat, tokoh politik, dan tokoh ulama. Peran ulama sangat dibutuhkan

dalam pemberantasan terorisme, yakni untuk menghambat arus radikalisme

agar tidak terlalu deras mengalir ke media, seperti contoh melalui fatwa

kolektif yang dikeluarkan oleh para tokoh agama. Namun, upaya para ulama

tidak akan berdampak signifikan tanpa bantuan media, karena tanpa media

fatwa dan pemikiran moderat dan toleran dimaksud akan terisolasi dan

terbatas. Media sebagai alat penyampaian pesan bagi para ulama dalam

menyebarkan dan menyampaikan fatwa-fatwa yang ada. Media dimaksud

tidak hanya terbatas pada media online, televisi, atau radio saja, akan tetapi

juga dengan media cetak, seperti buku dan lain-lain, oleh sebab buku adalah

Page 19: Peran dan posisi_media_di_dalam_pemberantasan_terorisme-libre

Universitas Pertahanan Indonesia

19

salah satu jalur utama yang dilintasi paham radikalisme untuk mencari

korbannya. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, maka harus terdapat

sinergitas antara pihak-pihak terkait dan menghimpun seluruh ulama untuk

menggelar konferensi bersekala internasional atau nasional.

Khusus untuk konteks Indonesia, harus melibatkan semua pihak mulai

dari pelosok desa hingga kota, baik dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU)

Muhammadiyah, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Majelis Ulama Indonesia

(MUI), FPI (Front Pembela Islam) dan lainnya. Sedangkan terkait dengan

bagaimana teknis penghimpunan dan mekanisme konferensinya dapat

dikonsultasikan dengan para pakarnya secara akademisi, analis, pengamat,

tokoh politik BNPT, POLRI, BIN, Lemsaneg, dan TNI dalam kerangka

bernegara. Dengan menghimpun ulama secara holistik maka kesepakatan

atau fatwa yang diputuskan bersama memiliki kekuatan super dahsyat untuk

menggempur radikalisme, terorisme dan kroni-kroni dari akarnya.

Pada hakikatnya fatwa-fatwa kolektif tersebut harus diimplementasikan

sesuai realitas yang lebih kongkrit. Oleh sebab itu, harus ada tim sukses yang

akan membantu untuk mengimplementasikanya dengan menggunakan peran

media, seperti tokoh masyarakat dan tokoh politik. Dapat dikatakan bahwa

mereka yang terlibat sebagai tim pelaksana di lapangan atau sebagai alat

penyuara yang digunakan oleh para ulama. Dengan demikian implementasi

dari hal dimaksud diatas yang harus dilakukan pihak media di antaranya

adalah ; (1) Menggelar konferensi media; (2) Mempublikasikan secara holistik;

dan (3) Mengimbangi arus radikalisme dan terorisme dengan pemberitaan.

2.5.2 Peran dan Posisi Media dengan Pemerintah dan Aparat

Keamanan Dalam Pemberantasan Terorisme.

Peran media didalam pemberantasan terorisme memiliki dua pengaruh

yang saling bertolak belakang yaitu keberhasilan dan kegagalan didalam

pemberantasan terorisme. Informasi positif dapat membuahkan keberhasilan

didalam sebuah pemberantasan terorisme yang berdampak terhadap

Page 20: Peran dan posisi_media_di_dalam_pemberantasan_terorisme-libre

Universitas Pertahanan Indonesia

20

pengakuan keberhasilan kemampuan negara dalam pemberantasan terorisme

oleh masyarakat regional dan internasional. Sedangkan, informasi yang tidak

tepat dapat menyebabkan kegagalan, persepsi negatif regional dan

internasional serta berkembangnya situasi yang tidak kondusif yang

berdampak terhadap stabilitas nasional. Selain itu, sifat dual-use dunia media,

dapat memberikan keuntungan maupun kerugian baik dari pihak aparat

kemanan maupun pihak lawan. Sifat ini, juga dapat mencegah ancaman

propaganda, disinformasi, dan pemberitaan tidak berimbang dengan

menggunakan white propaganda dalam pemberantasan terorisme. Dengan

penguasaan informasi potensial dapat meninggikan moril dan kewaspadaan

aparat keamanan serta melemahkan moril kelompok teroris.

Dalam hal ini, pemerintah dapat mengambil langkah-langkah pro-aktif

pemberdayaan media untuk merespon kebutuhan, tuntutan, edukasi, dan

dukungan masyarakat, karena media merupakan bagian integral dari setiap

kebijakan untuk mencapai keunggulan informasi. Kemampuan media untuk

mengemas pemberitaan sudah teruji dan memiliki peran sangat strategis

dalam pengawasan semua tahapan dan fenomena yang terjadi di tengah

masyarakat. Namum, akses media didalam pemberantasan terorisme harus

sejalan dengan pertimbangan terhadap resiko, pedoman dan pemahaman

khusus terhadap perkembangan situasi untuk mengimbangi tekanan pihak lain

yang dapat melemahkan daya tangkal bangsa. Untuk itu, diperlukan

dinamisasi kekuatan dan kemampuan teknologi nasional tanpa

mengenyampingkan hak media dalam memperoleh dan menyampaikan

informasi kepada publik, sehingga dapat menjadi pembelajaran dan

terciptanya jaminan kondisi keamaman masyarakat. Disamping itu,

transparansi media didalam pemberitaan dan penyampaian informasi juga

harus memperhatikan rambu-rambu, kebijakan, dan regulasi yang berlaku,

terutama dalam operasi intelijen karena dilakukan secara tertutup dan terkait

Page 21: Peran dan posisi_media_di_dalam_pemberantasan_terorisme-libre

Universitas Pertahanan Indonesia

21

sistem pertahanan dan keamanan 21 dalam pemberantasan teroris. Oleh

karena itu, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, agar tidak

mengganggu program pemberantasan terorisme, sebagai berikut ; (1)

Infrastruktur pertahanan; (2) Perencanaan, komando dan kendali; dan (3)

Sistem persenjataan.

3. Penutup

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan yang di bahas dalam penulisan sebelumnya,

maka penulis mengambil beberapa intisari dalam menganalisa tentang peran

dan posisi media dalam pemberantasan terorisme, yaitu peran media bagi

pemerintah menjadi sebuah sarana dan alat yang dapat digunakan untuk

memperoleh keuntungan di dalam program pemberantasan terorisme, seperti

dalam beberapa hal sebagai berikut ; (1) Memperoleh pengakuan atau

legitimasi dalam program pemberantasan; (2) Menggalang dukungan dari

berbagai pihak melalui media massa di berbagai wilayah dibelahan dunia; (3)

Menyebarkan informasi dan pemberitaan tentang kebijakan dan strategi serta

langkah-langkah yang diambil; dan (4) Sebagai sarana komunikasi antara

pemimpin negara yang tersebar diberbagai daerah melalui media massa.

3.2 Saran

Dimasa yang akan datang, dalam konteks Indonesia, dalam penulisan ini

terdapat beberapa saran tentang beberapa hal yang dapat kita bangun terkait

peran dan posisi media dalam pemberantasan terorisme yang di bahas diatas,

sebagai berikut ; (1) Menyesuaikan doktrin pertahanan dan kemanan terhadap

ancaman melalui media informasi; (2) Merubah persepsi dan paradigma

bangsa terhadap ancaman terorisme terkait pemberantasan terorisme; (3)

21

Buku Strategi Pertahanan Nasional Tahun 2007.

Page 22: Peran dan posisi_media_di_dalam_pemberantasan_terorisme-libre

Universitas Pertahanan Indonesia

22

Memperkuat peran soft power dalam mendukung hardpower dalam

pemberantasan terorisme; (4) Meningkatkan kemampuan sumber daya

manusia dalam menghadapi ancaman melalui media informasi; dan (5)

Menyesuaikan grand strategi terhadap perkembangan ancaman melalui

media informasi; serta (6) Mengesahkan RUU Keamanan Nasional.

Page 23: Peran dan posisi_media_di_dalam_pemberantasan_terorisme-libre

Universitas Pertahanan Indonesia

23

DAFTAR PUSTAKA : Arreguin-Toft, Ivan. 2001. How the Weak Win Wars, dalam Jurnal

International Security. Vol.26, No 1. Buku Doktrin Pertahanan Negara tahun 2008. Dorothy E. Denning. 2001. Activism, Hactivism, And Cyberterrorim : The

Internet AS A Tool For Influencing Foreign Poplicy. Gabriel Weimann. Cyberterrorism. 2004. How Real Is the Threat?. Wasingon,

DC. Grant Wardlaw. 1986. Political Terrorism, New York: Cambridge University

Press. Hal. 14-15. Hendropriyono, A.M. 2009. Terorisme, Fundamentalis Kristen, Yahudi, Islam.

Jakarta : PT Kompas Media Nusantara. Hal 218, 341. International Strategy For Cyberspace. 2011. Prosperity, Security, And

Openness In a Networked World. Washington, DC. Jeffrey Carr. 2012. Inside Cyber Warfare. Amerika Serikat : O’Reilly Media Inc.

Hal 264. Kemenhan RI. 2013. Kajian Organisasi Pertahanan Siber. Jakarta : Dirjen

Pothan Kemhan RI. Mbai, Ansyaad. 2014. Dinamika Baru Jejaring Teror di Indonesia. Resolusi majelis umum PBB No.60/288 tahun 2008 tentang Global Counter

Terrorisme Strategy. Rod Thornton. 2007. Asymmetric Warfare. UK: Polity Press. Hal. 1. Sumari, Arwin. 2006. Konsep Pengembangan Organisasi TNI AU Dalam Era

Perang Informasi Ditinjau Dari Perspektif Operasi Informasi. Walter Reich (editor). 2003. Origins of Terrorism, Tinjauan Psikologi, Ideologi,

Teologi dan Sikap Mental. Jakarta: PT Rajagrafindo mediaada. Hal 9.