PENGUJIAN SISTEM PELAPORAN DAN RESPON ORGANISASI …
Transcript of PENGUJIAN SISTEM PELAPORAN DAN RESPON ORGANISASI …
PENGUJIAN SISTEM PELAPORAN DAN RESPON ORGANISASI
TERHADAP NIAT WHISTLEBLOWING
COVER
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Guna Memenuhi Sebagian dari
Persyaratan-persyaratan untuk Mencapai
Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh
Frandyo Izak Muskita
NIM: 232015128
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
SALATIGA
2019
ii
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT
iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES
iv
PENJELASAN UNTUK KARYA TIDAK DIUNGGAH
v
LEMBAR PENGESAHAN
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI
vii
MOTTO
“Jawab Yesus: "Bukankah sudah Kukatakan kepadamu: Jikalau engkau
percaya engkau akan melihat kemuliaan Allah?”
(Yohanes 11:40)
“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan
kepadaku.”
(Filipi 4:13)
“Beginnings are usually scary, and endings are usually sad, but its everything
in between that makes it all worth living”
(Bob Marley)
viii
KATA PENGANTAR
Berawal dari ketertarikan penulis terhadap berbagai fenomena kecurangan yang terjadi
dalam berbagai organisasi di Indonesia, mendorong penulis untuk membuat penelitian
mengenai fenomena-fenomena tersebut. Banyak fenomena kecurangan yang terjadi pada
instansi pemerintahan, perusahaan maupun Lembaga lainnya. Sehingga tugas akhir ini
diangkat dengan judul “Pengujian Keefektifan Sistem Pelaporan dan Respon Organisasi
terhadap Niat Whistleblowing ” yang disusun guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Akuntansi pada Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas
Kristen Satya Wacana Salatiga.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna dan
masih terdapat kekurangan yang mungkin ditemukan. Namun, penulis berharap agar hasil
penelitian ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi bagi pihak-pihak yang
berkepentingan, serta dapat memberikan dorongan bagi peneliti lain untuk melakukan
pengembangan penelitian serupa dikemudian hari.
Salatiga, 17 september 2019
Penulis
ix
ABSTRACT
Whistleblowing is disclosure of individual or organizational fraud committed by
members of the organization related to the practice of fraud in the organization. The
organization's reporting and response system is related to whistleblowing intentions and is a
whistleblower's consideration in conducting whistleblowing. This study was conducted to
examine the causality relationship between the reporting system and the organizational
response given to whistlebowing intentions. This research was conducted with laboratory
studies at two universities in Central Java by using 88 students majoring in accounting as
respondents in this study, and produced 73 data that could be used. The research design uses
2x2 between subjects and manipulates the reporting system and organizational responses. The
result showed that subjects who experienced an online reporting system and got the response
system of a whistleblower to tend to have higher intentions in carrying out whistleblowing.
Still, subjects who used the offline reporting system and did not get the response system of a
whistleblower would tend to be lower in their intention to do whistleblowing.
Keywords: Reporting System, Organizational Response, Whistlebowing Intention
x
SARIPATI
Whistleblowing merupakan pengungkapan kecurangan individu atau organisasi yang
dilakukan oleh anggota organisasi terkait praktik kecurangan dalam organisasi. Sistem
pelaporan dan respon organisasi berhubungan dengan niat whistleblowing dan menjadi
pertimbangan whistleblower dalam melakukan whistleblowing. Penelitian ini dilakukan untuk
menguji hubungan kausalitas antara sistem pelaporan dan respon organisasi yang diberikan
terhadap niat whistlebowing. Penelitian ini dilakukan dengan studi laboratorium pada dua
Universitas di Jawa Tengah dengan menggunakan 88 mahasiswa jurusan akuntansi sebagai
responden dalam penelitian ini, dan menghasilkan 73 data yang dapat digunakan. Desain
penelitian menggunakan 2x2 between subject dan memanipulasi sistem pelaporan dan respon
organisasi. Hasil menunjukkan bahwa subjek yang menggunakan sistem pelaporan online dan
mendapatkan respon organisasi cenderung lebih tinggi niatnya dalam melakukan
whistleblowing. Sedangkan subjek yang menggunakan sistem pelaporan offline dan tidak
mendapatkan respon organisasi cenderung lebih rendah niatnya dalam melakukan
whistleblowing.
Kata Kunci: Sistem Pelaporan, Respon Organisasi, Niat Whistlebowing
xi
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
karunia-Nya yang tak terhingga serta pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
proses perkuliahan dan penulisan tugas akhir ini dengan baik. Penulis menyadari bahwa banyak
sekali pihak yang telah membantu, mendoakan serta memberikan motivasi dan saran kepada
penulis selama menyelesaikan proses perkuliahan dan penulisan tugas akhir ini. Untuk itu
penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Orang tua tercinta, Jopy Joel Marthinus Muskita dan Mercya Lory venka Muskita, serta
saudara saya Yondry Muskita, Jovanka Hendriks, Yanviera Hendriks, Karla Muskita,
serta seluruh keluarga besar yang senantiasa mendukung, memberi semangat, inspirasi,
doa dan bantuan material kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
2. Prof. Dr. Intiyas Utami, SE., M.Si., Ak., Ca., CMA, QIA selaku dosen pembimbing
tugas akhir maupun rancangan tugas akhir. Terima kasih atas waktu dan ilmu yang telah
diberikan serta kesabaran dalam membimbing penulis sejak penulisan rancangan tugas
akhir hingga terselesaikannya tugas akhir ini.
3. Bapak David Adechandra Ashedica Pesudo, SE., M.Ak. dan Bapak Paskah Ika
Nugroho. SE., selaku penguji rancangan tugas akhir yang telah memberikan banyak
saran dan kritik yang sangat berguna bagi penulis.
4. Seluruh dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UKSW yang banyak memberikan
pengalaman dan pelajaran berharga dari awal hingga akhir proses perkuliahan.
5. Seluruh staf Fakultas Ekonomika dan Bisnis UKSW yang telah membantu penulis
dalam kelancaran perijinan penelitian ini.
6. Sahabat-sahabat terbaik yang sudah memberikan semangat, motivasi dan kesempatan
untuk bisa berbagi pengalaman dalam suka maupun duka dari awal hingga akhir masa
perkuliahan (Titin, Roberth, Jeaxel, Valensya, Bill, Hero, Dimas, Angga, Maxwell,
Jarot, Dancot, Monces, Piping, Nya, Risa, Meme, Lani, Camel, Uti, Imma).
7. Seluruh teman-teman anak bimbingan Prof Intiyas Utami yang telah memberikan
bantuan selama proses penulisan tugas akhir.
8. Seluruh teman-teman seperjuangan angkatan 2015 yang meluangkan waktu untuk
berbagi ilmu, memberikan dukungan dan semangat.
9. Bapak Prof. Vincent Didiek Aryanto MBA, Ph.D serta pihak dekanat Universitas Dian
Nuswantoro Semarang yang telah memberikan ijin penulis dalam pengambilan data
untuk menyelesaikan tugas akhir.
xii
10. Seluruh responden dalam hal ini mahasiswa yang sudah mau meluangkan waktu dan
bersedia mengisi modul eksperimen.
11. Serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
mendoakan dan mendukung penulis selama masa perkuliahan dan penyelesaian tugas
akhir.
Penulis tidak dapat membalas setiap kebaikan, doa dan dukungan yang telah diberikan
kepada penulis. Penulis hanya bisa berterima kasih yang sebesar-besarnya dan berdoa kiranya
Tuhan Yang Maha Esa menyertai setiap langkah hidup mereka. Akhir kata, dengan segala
kerendahan hati semoga penelitian ini dapat berguna bagi semua pihak.
Salatiga, 16 September 2019
Frandyo Izak
xiii
DAFTAR ISI
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ......................................................................................... ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES ............................................................................ iii
PENJELASAN UNTUK KARYA TIDAK DIUNGGAH ....................................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI ....................................................... vi
MOTTO .................................................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... viii
ABSTRACT ............................................................................................................................. ix
SARIPATI ................................................................................................................................ x
UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................................................. xi
DAFTAR ISI......................................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .................................................................................................................. xv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................. xv
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1
KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS ..................................................... 3
KAJIAN PUSTAKA ............................................................................................................ 3
Theory of Planned Behavior (TPB) ..................................................................................... 3
Whistleblowing .................................................................................................................. 4
Respon Organisasi terhadap Whistleblower .................................................................. 4
Niat Whistleblowing .......................................................................................................... 5
PERUMUSAN HIPOTESIS ............................................................................................... 6
Hubungan antara Sistem Pelaporan dengan Niat Whistleblowing .............................. 6
Hubungan antara Respon Organisasi dengan Niat Whistleblowing............................ 7
xiv
Hubungan antara Sistem Pelaporan dan Respon Organisasi terhadap Niat
Whistleblowing .................................................................................................................. 8
METODA PENELITIAN ........................................................................................................ 8
Tugas dan Prosedur Eksperimen ....................................................................................... 9
Teknik Analisis ................................................................................................................... 10
HASIL PENELITIAN ........................................................................................................... 11
Gambaran Umum Eksperimen ........................................................................................ 11
Pengecekan Manipulasi ..................................................................................................... 12
Pengujian Randomisasi ..................................................................................................... 13
Uji Hipotesis 1 .................................................................................................................... 14
Hubungan Sistem Pelaporan dengan Niat Whistlelowing .......................................... 14
Uji Hipotesis 2 .................................................................................................................... 16
Hubungan Respon Organisasi dengan Niat Whistleblowing ...................................... 16
Uji Hipotesis 3 .................................................................................................................... 17
Interaksi antara Sistem Pelaporan dan respon organiasi terhadap Niat
Whistleblowing. ............................................................................................................... 17
SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN ................................................................. 20
Simpulan ............................................................................................................................. 20
Keterbatasan Penelitian dan Saran untuk Penelitian Mendatang ................................ 20
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 21
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Matriks Eksperimen Penelitian .................................................................................. 9
Tabel 2 Profil Subjek ............................................................................................................ 11
Tabel 3 Hasil Uji One Way Anova ........................................................................................ 14
Tabel 4 Hasil Pengujian Hipotesis 1 ..................................................................................... 15
Tabel 5 Hasil Pengujian Hipotesis 2 ..................................................................................... 16
Tabel 6 Test of Between Subjects Effect pada Data Hipotesis 3 .......................................... 18
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Diagram Plot atas Interaksi Sistem Pelaporan dan Respon Organisasi................19
1
PENGUJIAN SISTEM PELAPORAN DAN RESPON ORGANISASI TERHADAP
NIAT WHISTLEBLOWING
PENDAHULUAN
Seringkali di dalam berjalannya kegiatan entitas perusahaan, terdapat tindakan-
tindakan yang berhubungan dengan kecurangan. Tindakan-tindakan tersebut dapat menjadi
ancaman untuk perusahaan yang biasanya berasal baik dari internal ataupun eksternal
perusahaan. Akan tetapi dalam mencegah berbagai tindakan kecurangan tersebut dan
mengurangi kemungkinan kesalahan, perusahaan dapat mengantisipasi dengan berbagai cara,
diantaranya dengan penerapannya whistleblowing melalui sistem pelaporan yang melibatkan
semua jajaran staf dan karyawan dalam perusahaan tersebut setelah perusahan sendiri meyakini
bahwa sistem tersebut telah tersosialisasi dengan baik dalam perusahaan (Zarefar dan Arfan,
2017), meskipun pada umumnya pengungkapan kecurangan yang terjadi di perusahaan banyak
diungkapkan oleh auditor internal maupun eksternal dan juga pembuat kebijakan (Putri, 2012),
namun terkadang belum tentu menjamin tindakan kecurangan dapat terdeteksi melalui sistem
yang di terapkan.
Terdapat beberapa kasus yang diungkapkan melalui sistem whistleblowing, diantaranya
skandal perusahaan Worldcom. Worldcom merupakan perusahaan di bidang telekomunikasi
yang terpercaya dan terbesar kedua di Amerika Serikat. Namun Worldcom mulai mengalami
penurunan pada awal tahun 2001, sehingga berdampak buruk dan membuat CFO serta auditor
senior harus mengubah laporan keuangan perusahaan. Hal ini menimbulkan kecurigaan oleh
beberapa karyawan di bagian internal perusahaan dengan laporan keuangan perusahaan yang
tidak sesuai. Kecurigaan itu semakin nampak ketika CFO Worldcom memberi perintah untuk
salah seorang karyawan agar tidak menceritakan yang sebenarnya telah terjadi. Akhirnya lewat
kecurigaan tersebut mereka bekerja sama dan mencoba mengaudit laporan keuangan
perusahaan. Pada bulan Mei 2002, mereka berhasil menemukan keganjalan pada laporan
keuangan perusahaan, kemudian di publikasikan dan membuat Worldcom menyatakan
bangkrut.
Selain kasus tersebut terdapat kasus yang cukup mencengangkan yaitu kasus-kasus
yang juga terjadi di Indonesia, diantaranya adalah kasus Susno Duaji yang mengungkapkan
adanya mafia pajak di instansinya. Kasus ini melibatkan Gayus Tambunan seorang staf
Direktorat Jenderal Pajak. Kasus yang dialami adalah pencucian uang dan korupsi dalam upaya
pembebasan Susno Duaji dari dakwaan pencucian uang. Contoh kasus whistleblowing lainnya
2
yang telah terjadi di Indonesia adalah Agus Condro dalam pemilihan Deputi Senior Bank
Indonesia dan Yohanes Wowuruntu dalam kasus Sistem Administrasi Badan Hukum, melalui
hal tersebut untuk meningkatkan keefektifan whistleblowing, seorang pelapor seharusnya
mendapatkan respon. Sarbanes-Oxley Act 2002, Section 301 & 806, dirancang secara khusus
untuk mendorong whistleblowing dan memberikan respon bagi karyawan yang melaporkankan
adanya kejanggalan atas masalah yang terjadi pada bagian akuntansi ataupun audit. Regulasi
ini sangat diperlukan karena kenyataannya menunjukkan bahwa masalah yang telah terjadi
diungkap oleh karyawan dan bukan auditor sebagai pihak yang memiliki otoritas.
Sistem whistleblowing yang efektif merupakan sistem yang memiliki lima aspek yaitu
manusia dan etis budaya, kebijakan, perlindungan hukum, struktur organisasi serta proses dan
prosedur (Nurhidayat dan Kusumasari, 2018). Saat ini sudah terdapat beberapa organisasi
pemerintahan maupun swasta yang menerapkan sistem pelaporan whistleblowing. Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah mengembangkan sistem pelaporan pengaduan
berbasis internet bernama KPK-Whistleblower System. Lembaga pemerintahan seperti LKPP
juga telah menerapkan sistem pengadaan barang dan jasa atau di kenal dengan WBS-
Pemerintah. Hal tersebut bertujuan untuk memfasilitasi keluhan pengadaan barang dan jasa
dalam lembaga pemerintahan.
Sistem pelaporan yang baik adalah sistem yang dapat dengan mudah diakses dan
mampu dapat menjaga identitas para whistleblower (Near dan Miceli, 1995). Dalam sistem
pelaporan whistleblowing sendiri terdapat beberapa jenis antara lain online dan offline. Sistem
pelaporan secara online sendiri mudah untuk dipakai dan cepat dalam melakukan sebuah
pelaporan kecurangan, salah satunya dengan menggunakan hotlines. Layanan hotline
memungkinkan pelaporan anonim dari kesalahan, yang membantu menurunkan persepsi risiko
pembalasan sebagai konsekuensi dari whistleblowing. Sistem pelaporan secara offline
memakan waktu yang cukup banyak karena harus mengikuti struktur dan seorang
whistleblower harus melakukan pertemuan agar dapat menjelaskan kecurangan yang terjadi
pada organisasi tersebut. Dalam melakukan pelaporan tidak banyak orang yang akan
melakukan whistleblowing apabila dirinya mendapatkan ancaman dan tidak mendapatkan
jaminan keselamatan atas dirinya maupun keluarganya. Maka dari itu perlunya UU yang
mengatur tentang perlindungan bagi whistleblower, harus adanya respon positif serta keadilan
dalam suatu organisasi maupun perusahaan.
Dozier dan Miceli, (1985) menegaskan bahwa respon positif oranisasi melalui
pandangan whistleblower adalah faktor yang paling penting dalam pengambilan keputusan
3
ketika melakukan whistleblowing. Respon yang diberikan dalam bentuk insentif serta jaminan
bahwa perusahaan mendukung perilaku etis akan menimbulkan persepsi bagi whistleblower
bahwa laporan yang disampaikan akan menghasilkan resolusi, namun faktor utama dalam
keputusan untuk whistleblowing adalah harapan apakah laporan akan menghentikan kegiatan
yang dapat merugikan organisasi (Salsabil et al, 2017).
Kaplan dan Schultz (2007) menguji keefektifan jalur pelaporan secara anonymous
untuk mendorong individu melaporkan kecurangan, pelaporan tersebut juga sangat membantu
jika mendapatkan kemudahan melalui sistem pelaporan secara online dan offline (Bierstaker et
al, 2006). Sistem ini juga masih sangat efektif untuk mendorong individu melaporkan
wrongdoing apabila berada dalam sebuah perusahaan (Lowry et al, 2013). Akan tetapi (Sagara,
2013) menemukan bahwa pelaporan whistleblowing oleh internal auditor lewat sikap
profesionalisme yang dilihat dari sisi kemandirian belum tentu akan dilakukan secara
anonymous baik online maupun offline. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji
hubungan kausalitas antara sistem pelaporan whistleblowing secara anonymous baik online
maupun offline dan respon organisasi terhadap whistleblower dengan kondisi apakah
organasasi / perusahaan memberikan respon ataupun tidak dalam niat melakukan
whistleblowing. Penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan pertimbangan dalam
menerapkan perlindungan bagi whistleblower, yang membedakan penelitian ini dengan
sebelumnya yaitu adanya tambahan variabel mengenai respon organisasi terhadap
pengungkapan whistleblowing. Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan
bukti empiris bahwa sistem pelaporan whistleblowing dan respon organisasi diperlukan untuk
mendorong niat whistleblowing ketika terjadi kecurangan dalam organisasi tempat ia bekerja.
KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
KAJIAN PUSTAKA
Theory of Planned Behavior (TPB)
Park dan Blenkinsopp (2009) menyatakan bahwa TPB dapat menjadi teori umum yang
cocok untuk niat whistleblowing, karena menunjukkan tiga faktor kunci penyebab
whistleblowing, yaitu: sikap, norma subjektif, dan persepsi kontrol perilaku. Alleyne et al.
(2013) mengatakan, sikap adalah penilaian seseorang tentang tingkat persetujuan atau
penolakan atas perilaku tertentu. Norma subjektif merupakan tekanan sosial yang timbul dan
dapat mempengaruhi persepsi perilaku tertentu. Kontrol perilaku merupakan persepsi kekuatan
4
faktor-faktor yang dapat mempermudah atau mempersulit melakukan perilaku tertentu (Bird et
al, 2018).
Whistleblowing
Whistleblowing dapat dipahami sebagai sistem pelaporan dari karyawan yang
melaporkan kepada pihak internal atau eksternal tentang hal-hal ilegal di lingkungan kerja dan
berharap adanya respon dari pihak perusahaan untuk menindaklanjuti masalah tersebut.
Keenan (1990) mengungkapkan bahwa whistleblowing sebagai laporan oleh anggota
organisasi atas praktik-praktik tidak bermoral tanpa sepengetahuan pimpinan kepada pihak
yang mempunyai wewenang di dalam organisasi yang dapat menimbulkan efek tindakan
perbaikan. Orang yang melaporkan maupun mengungkapkan kecurangan disebut dengan
whistleblower. Hal penting untuk menjadi whistleblower adalah adanya bukti indikasi dan
informasi yang jelas atas pelanggaran yang akan dilaporkan sehingga kemudian dapat
ditindaklanjuti oleh pihak yang berwenang (Lestari dan Yaya, 2017).
(AICPA, 2007) menjelaskan bahwa sistem whistleblowing yang berfungsi adalah
saluran di mana karyawan merasa aman untuk melaporkan kesalahan dan satu aspek utama
bagi karyawan untuk merasa aman adalah ketika proses whistleblowing bersifat anonym.
Melakukan pengungkapan kecurangan menggunakan saluran beridentitas mengalami
hambatan karena adanya tindakan balasan yang akan diterima oleh pengungkap kecurangan
(Utami et al, 2017). Sistem pelaporan whistleblowing yang efektif adalah cara anonym bagi
karyawan untuk melaporkan pelanggaran. Oleh karena itu, bagian utama dari sistem
whistleblowing adalah bagian dari anonimitas, yang memberikan whistleblower integritas yang
diperlukan untuk merasa cukup aman untuk menginformasikan tentang kesalahan (Widi dan
Utami, 2015).
Respon Organisasi terhadap Whistleblower
Whistleblower merupakan pihak internal dari organisasi itu sendiri, ataupun pihak
eksternal (pelanggan, pemasok, masyarakat) yang memberikan laporan serta bukti yang jelas
atas terjadinya pelanggaran, sehingga dapat ditindaklanjuti serta mengubah praktik kecurangan
didalam organisasi (Sagara, 2013). Tindakan whistleblower kadang juga mempertimbangkan
respon dari organisasi tempat ia bekerja. Taylor dan Curtis (2013) menjelaskan bahwa respon
yang diberikan akan mendorong keberanian seseorang dalam melakukan whistleblowing
karena ada tanggapan serta hal-hal yang menjamin keselamatan seorang pelapor baik secara
kerahasiaan indentitas ataupun melalui perlindungan hukum.
5
Sistem pelaporan kecurangan yang baik dapat memberikan respon serta fasilitas
terhadap whistleblower, antara lain fasilitas jalur pelaporan (telepon, surat, email),
perlindungan terhadap tindakan pembalasan maupun tekanan, penundaan kenaikan pangkat,
pemecatan, gugatan hukum, sampai tindakan fisik. Sistem yang dapat menjamin hal-hal diatas
sangat mempengaruhi pandangan seseorang terhadap perushaan tempat ia bekerja karena
kenyamanan dan kemanan menjadi faktor penting dalam dunia pekerjaan (Setyawati et al,
2015). Jaminan bagi whistleblower juga dapat diterima melalui perlindungan hukum oleh
pengacara, akan tetapi seorang pelapor harus mempertimbangkan jalur perlindungan ini karena
dapat menghabiskan banyak biaya untuk mendapatkan bantuan tersebut.
Whistleblower biasanya melaporkan kecurangan dalam upaya untuk mengakhiri
kesalahan (Near dan Miceli, 2016) whistleblower juga harus memiliki keberanian dan
keyakinan karena tindakan ini memang penuh risiko. Banyak sekali risiko yang harus dihadapi
seorang whistleblower berkaitan dengan kehidupan pribadi dan pekerjaannya. Tidak jarang
seorang whistleblower mendapat ancaman-ancaman dan teror pembunuhan dari orang-orang
yang merasa dirugikan dan tidak menyukai keberadaannya (Hanif dan Odiatma, 2017). Dengan
demikian seorang whistleblower membutuhkan respon organisasi agar whistleblower merasa
aman dan dapat mewujudkan niatnya dalam melakukan pelaporan kecurangan.
Niat Whistleblowing
Dalam melakukan whistleblowing, seseorang harus mempunyai niat yang kuat terlebih
dahulu, karena whistleblowing bukanlah hal yang mudah, banyak resiko yang mungkin dapat
mengancam karir hingga keselamatan whistleblower. Niat whistleblowing dapat tercipta
dengan adanya respon serta jaminan bagi seorang pelapor saat melakukan pelaporan
kecurangan. Chiu (2003) sistem whistleblowing sangat efektif dalam mengungkap kecurangan
akan tetapi seorang whistleblower harus lebih mendasarkan keberanaian dan niat dalam
pribadinya serta mempertimbangkan jaminan yang diberikan oleh organisasi seperti dukungan
pengawas, kebijakan informal, sistem opendoor, sistem hadiah, hotline telepon dan prosedur
pengungkapan rahasia formal.
Whistleblowing merupakan monitor yang handal dalam mendeteksi kecurangan yang
terjadi (Alleyne et al, 2013). Niat whistleblowing mengacu pada kemampuan untuk menilai
perilaku seseorang dan orang lain sebagai benar atau salah (Li et al, 2014). Seseorang yang
mengetahui dan ingin mengungkapkan kecurangan yang terjadi dapat memberikan dampak
positif untuk organisasi maupun pihak eksternal. Near dan Miceli (2016) mengungkapkan
6
bahwa rata-rata whistleblower lebih nyaman melaporkan kecurangan secara internal daripada
eksternal. Dengan melaporkan secara internal terlebih dahulu, organisasi dapat mengambil
tindakan korektif sehingga dapat menangani tindak kecurangan yang terjadi.
PERUMUSAN HIPOTESIS
Hubungan antara Sistem Pelaporan dengan Niat Whistleblowing
Sistem pelaporan dirancang untuk berbagai macam kecurangan diantaranya
melaporkan kecurangan dalam sebuah organisasi. Kaplan dan Schultz (2007) meneliti masalah
yang terkait dengan pembentukan niat pelaporan ke saluran pelaporan internal tertentu.
Kehadiran saluran pelaporan internal secara anonim baik online maupun offline memengaruhi
niat seseorang untuk melaporkan. Bierstaker et al, (2006) menjelaskan bahwa persepsi
seseorang akan meyakini dirinya untuk melaporkan tindak kecurangan jika cara pelaporannya
dapat cepat untuk dilakukan dan indentitasnya juga dapat dirahasiakan. Sampai saat ini belum
diketahui apakah ketersediaan saluran pelaporan anoym baik online maupun offline secara
sistematis mempengaruhi niat pelaporan seseorang. Kami percaya bahwa anggota organisasi
akan cenderung menggunakan saluran pelaporan anonym ketika saluran pelaporan non-
anonym tersedia.
Kaplan dan Schultz (2007) mengatakan bahwa dari perspektif organisasi untuk sistem
pelaporan internal yang baik adalah anonym. Sistem pelaporan anonym menawarkan peluang
untuk meningkatkan integritas pelaporan dan untuk memungkinkan sistem pelaporan yang
lebih efektif untuk melakukan pelaporan tindakan kecurangan yang terjadi dalam organisasi
(Salsabil et al, 2017). Bierstaker et al, (2006) menjelaskan bahwa sistem pelaporan secara
online sendiri mudah untuk dipakai dan cepat dalam melakukan sebuah pelaporan kecurangan,
salah satunya dengan menggunakan hotlines. Layanan hotline memungkinkan pelaporan
anonym dari kesalahan, yang membantu menurunkan persepsi risiko pembalasan sebagai
konsekuensi dari whistleblowing. Sehingga ketika sistem pelaporan di dalam suatu organisasi
dapat menjamin kerahasiaan seorang pelapor bahwa sistem pelaporan yang baik adalah secara
anonym dan dapat dilakukan secara online maka niat seorang pelapor akan lebih tinggi
dibandingkan sistem non-anonym walaupun secara online. Dengan demikian dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut.
H1: Subjek dalam kondisi sistem pelaporan online memiliki niat whistleblowing
lebih tinggi dibandingkan subjek dalam kondisi sistem pelaporan offline.
7
Hubungan antara Respon Organisasi dengan Niat Whistleblowing
Gray (2004) menjelaskan bahwa whistleblower dapat menangkap dan memfokuskan
perhatian orang lain. Konotasi lainnya adalah memberikan tanda agar suatu tindakan harus
dihentikan seperti ketika seorang whistleblower melakukan pelaporan untuk menghentikan
perilaku yang dianggap berbahaya bagi perusahaan. Dalam melakukan whistleblowing seorang
whistleblower juga mempertaruhkan respon dari organisasi khususnya oleh pimpinan tertinggi
karena, dalam sampel dari 3.288 pegawai pemerintah, 53 persen dari semua tidak aktif,
pengamat menyatakan bahwa mereka tidak melaporkan kesalahan yang diamati karena tidak
ada keyakinan adanya respon organisasi untuk menindaklanjuti laporan tersebut (Taylor dan
Curtis, 2013).
Whistleblower memiliki perlindungan hukum ketika atasan melakukan pemecatan atau
sebaliknya memperlakukan mereka dengan tidak pantas sebagai pembalasan karena
melaporkan masalah baik secara internal, kepada manajemen eksekutif, atau secara eksternal,
kepada pers atau otoritas penegak hukum. Whistleblower biasanya mengungkapkan
kekhawatiran mereka secara eksternal hanya setelah mereka tidak menerima respon korektif
secara internal (Jalil, 2014). Whistleblower terkadang dilihat sebagai tindakan yang kurang etis
akan tetapi, ada juga yang beranggapan bahwa whistleblowing sebagai suatu bentuk tindakan
yang dapat meningkatkan keamanan suatu organisasi, dan bahkan patut diberi penghargaan
(Putri, 2012).
Whistleblowing memiliki peran penting dalam kemajuan suatu organisasi karena
memikirkan jangka panjang dengan memperhatikan misi dan keberhasilan organisasi mereka
(Kassa dan Utami, 2019). Whistleblower mempunyai hak mendapatkan respon positif
organisasi seperti perlindungan hukum yang lebih baik dan begitu juga publik. Tidak adanya
respon organisasi adalah disinsentif utama bagi karyawan yang bersangkutan untuk bertindak
melindungi publik dengan melaporkan kecurangan yang terjadi. Meng dan Fook (2011)
menjelaskan bahwa respon positif secara langsung maupun harus berada pada jalur
perlindungan hukum terhadap whistleblower mempengaruhi niat whistleblowing dalam suatu
organisasi. Dengan demikian niat untuk melakukan whistleblower semakin tinggi jika
mendapatkan perlindungan hukum. Dengan demikian dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut.
8
H2: Subjek dalam kondisi mendapatkan respon organisasi memiliki niat
whistleblowing lebih tinggi dibandingkan subjek dalam kondisi tidak
mendapatkan respon organisasi
Hubungan antara Sistem Pelaporan dan Respon Organisasi terhadap Niat
Whistleblowing
Seorang karyawan yang menyadari kesalahan di dalam manajemen perusahaan, ia
memiliki dua pilihan yaitu melaporkan kesalahan yang ada atau tidak menghiraukannya karena
pada umumnya dalam situasi melaporkan ataupn tidak, individu pasti akan merasa terbebani
(Nugraha, 2017). Ketika individu ingin melaporkan suatu kesalahan di dalam organisasi ia
harus memiliki keinginan yang kuat sehingga dapat memotivasi individu dalam melakukan
tindakan atau disebut sebagai niat. Hanif dan Odiatma (2017) memaparkan bahwa individu
akan memikirkan apakah sistem pelaporan di dalam organisasi sudah efektif dalam memberi
respons ataupun tidak. Dengan demikian dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.
H3: Terdapat interaksi antara sistem pelaporan dan respon organisasi terhadap niat
whistleblowing
METODA PENELITIAN
Riset ini menggunakan eksperimen 2x2 between subjects, dengan variabel niat
whistleblowing sebagai variabel independen serta variabel sistem pelaporan dan respons
organisasi terhadap whistleblower sebagai variabel dependen. Subjek dalam penelitian ini yaitu
mahasiswa akuntansi yang sedang mengambil mata kuliah pengauditan. Penelitian ini memilih
mahasiswa sebagai subjek eksperimen karena mahasiswa memiliki tingkat konsentrasi yang
tinggi dan memiliki kemampuan dalam menganalisis kasus dengan baik (Carini et al, 2003).
Mahasiswa yang mengambil mata kuliah pengauditan adalah mahasiswa yang berada pada
tahun kedua semester genap. Mahasiswa yang menjadi subjek eksperimen dianggap sudah
memahami mata kuliah pengauditan, karena penelitian ini dilakukan pada saat perkuliahan di
akhir semester pada dua Universitas terakreditasi A di Jawa Tengah. Perbedaan tempat
penelitian tidak mempengaruhi niat whistleblowing, karena niat whistleblowing berasal dari
dalam diri seseorang (Dozier dan Miceli, 1985).
Penugasan audit dalam penelitian ini berkaitan dengan keinginan karyawan untuk
melaporkan tindak kecurangan yang terjadi pada perusahaan tempatnya bekerja. Dengan
memahami mata kuliah pengauditan, mahasiswa yang berperan sebagai staf akuntan di
9
perusahaan mampu menganalisis penugasannya karena telah diulas dalam materi kecurangan
dalam mata kuliah pengauditan. Contoh penelitian yang menggunakan eksperimen dengan
subjek penelitian mahasiswa yaitu adalah (Widi dan Utami, 2015) yang meneliti tentang
whistleblowing.
Tugas dan Prosedur Eksperimen
Subjek dibagi menjadi 4 grup secara acak dengan perlakuan sistem pelaporan online,
sitem pelaporan offline, mendapatkan respon, serta tidak mendapatkan respon dari organisasi
Matriks desain penelitian dijelaskan pada Tabel 1.
Tabel 1 Matriks Eksperimen Penelitian
Niat Whistleblowing Sistem Pelaporan Whistleblowing
Online offline
Respon Organisasi Ya Grup 1 Grup 2
Tidak Grup 3 Grup 4
Dalam penelitian ini Subjek berperan sebagai karyawan staf keuangan PT Toshiba yang
sedang melakukan penyusuan laporan keuangan akhir tahun. Salah satu karyawan staf
marketing meminta bantuan staf keuangan tersebut untuk memanipulasi hasil penjualan yang
nantinya dimasukan dalam laporan keuangan akhir tahun. Namun karyawan staf keuangan
tersebut ragu untuk melakukan kecurangan tersebut. Subjek yang berperan sebagai karyawan
dihadapkan pada permintaan untuk melakukan kecurangan berupa pemanipulasian data; serta
peraturan perusahaan yang ditetapkan untuk pelaku kecurangan yang begitu ketat. Karyawan
memiliki kesempatan untuk melapor kecurangan kepada pemimpin perusahaan.
Subjek memiliki fasilitas pelaporan baik secara online maupun offline, sesuai dengan
modul yang diterima. Subjek yang mendapat fasilitas pelaporan secara online memiliki fasilitas
pelaporan online yang disebut dengan Whistleblowing System (WBS) PT Toshiba. Subjek yang
berfasilitaskan pelaporan anonim secara offline, melaporkan tindakan kecurangan dengan cara
mendatangi langsung pemimpin perusahaan, melalui telepon, maupun menggunakan surat
yang ditujukan kepada pemimpin perusahaan. Subjek juga nantinya mendapat respon dari
perushaan jika dapat dibuktikan kebenaran kecurangan tersebut, namun jika tidak dapat
dibuktikan maka pemimpin perusahaan tidak akan memberikan respon kepada pelapor.
10
Pada awal penugasan audit, subjek dibagi 4 grup secara acak yang terdiri dari grup 1
(sistem pelaporn online – adanya respon postif organisasi), grup 2 (sistem pelaporn offline –
adanya respon positif organisasi), grup 3 (sistem pelaporn online – tidak adanya respon) dan
grup 4 (sistem pelaporn offline – tidak adanya respon). Dalam pelaksanaanya subjek mendapat
modul berbeda-beda secara acak dan dijelasakan tatacara pengisian modul serta penjelasan
informasi tiap modul, agar tidak terjadi kesalahpahaman. Tahap kedua, subjek diberikan waktu
untuk mengisi data secara lengkap, dengan tujuan untuk pengujian demografi yang mungkin
akan mempengaruhi pengambilan keputusan.
Tahap ketiga, subjek diminta untuk menjawab beberapa pertanyaan umum dalam
bidang audit. Terdapat beberapa pertanyaan umum dalam bidang audit karena tindakan
whistleblowing merupakan salah satu materi yang dipelajari dalam bidang audit. Tahap
keempat, subjek diberi informasi tentang profil perusahaan tempat mereka bekerja. Subjek
berperan sebagai karyawan yang sedang mempertimbangkan niat untuk melaporkan kasus
manipulasi data penjualan lewat sistem yang dipakai serta respon yang akan diberikan oleh
pimpinan perusahaan. Kemudian subjek menerima lima pertanyaan pengecekan manipulasi
atas pemahaman tugas dan perannya sebagai karyawan yang sedang dalam pertimbangan
pengambilan keputusan. Tahap kelima, modul yang sudah berisikan jawaban akan
dikumpulkan. Tahap keenam adalah debriefing yang berguna untuk mengembalikan kondisi
subjek ke dalam keadaan awal.
Teknik Analisis
Tahap pertama yang dilakukan adalah pengujian atas pengecekan manipulasi, dengan
tujuan untuk mengetahui subjek yang lolos dan tidak lolos dalam pengecekan manipulasi
tersebut. Selanjutnya adalah pengujian deskriptif subjek dan pengujian keefetifan randomisasi
dengan One Way Analysis of Variance (ANOVA). Tujuan pengujian randomisasi berguna untuk
memberi keyakinan bahwa hanya manipulasi yang berpengaruh terhadap keputusan subjek
untuk melakukan whistleblowing, bukan karena perbedaan karakteristik demografi.
Randomisasi efektif bila tidak ada perbedaan keputusan subjek dalam melakukan
whistleblowing antar subjek berdasarkan karakteristik demografi. Pengujian hipotesis pertama
dan kedua diolah dengan menggunakan uji Independent-Sample T-test. Pengujian hipotesis tiga
menggunakan two way Anova untuk melihat adanya interaksi atau tidaknya antar dua variabel
bebas. Hipotesis diterima jika probabilitas di bawah 0,05 artinya terdapat perbedaan signifikan
11
dalam keputusan subjek untuk melakukan whistleblowing antara grup pembanding dengan
grup yang dibandingkan.
HASIL PENELITIAN
Gambaran Umum Eksperimen
Eksperimen dilakukan pada dua Universitas terakreditasi A di Jawa tengah yang
ditujukan kepada mahasiswa yang sedang mengambil mata kuliah pengauditan. Subjek yang
telah mendapatkan perlakuan dan lolos dari lima pertanyaan manipulasi atas peran, tugas dan
atas manipulasi yang diberikan sebanyak 73 dari total 88 mahasiswa. Karakteristik masing-
masing subjek terdiri atas empat kategori yaitu jenis kelamin, umur, indeks prestasi kumulatif,
dan semester.Adapun profil subjek yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini ditunjukkan
dalam Tabel 2.
Tabel 1 Profil Subjek
Keterangan Total Presentase
Jenis Kelamin:
Wanita 62 84,9%
Pria 11 15,1%
Umur:
19-21 73 100%
Indeks Prestasi Kumulatif (IPK):
2,50-2,99 1 1,4%
3,00-3,50 44 60.3%
≥3,5 28 38,3%
Semester:
<5 20 27,4%
≥5 53 72,6%
12
Tabel 2 memberikan informasi bahwa total subjek baik pria maupun wanita berjumlah
73 orang. Mayoritas subjek pada penelitian ini sedang menempuh masa studi semester kedua
tahun ajaran 2018/2019 yang dimana subjek sedang mempelajari matakuliah audit. Terhitung
bahwa 1 orang memiliki IPK dengan rentang 2,50 – 2,99; sejumlah 44 orang memiliki IPK
3,00 – 3,50; sedangkan 28 orang memiliki IPK lebih dari 3,50. Rata-rata usia subjek dalam
penelitian ini berumur 19-21 tahun.
Dalam penelitian ini subjek berperan sebagai seorang staf akuntan keuangan PT
Toshiba, yang bertugas untuk menyusun laporan keuangan yang dipertanggungjawabkan
kepada pemimpin perusahaan. Akan tetapi dalam penyusunan laporan tersebut terdapat tindak
kejahatan oleh staf marketing, karena kegagalan pencapaian target penjualan yang terjadi di
tahun tersebut, membuat staf marketing meminta agar data penjualan dapat di manipulasi,
dengan peringatan, jika tidak dilakukan ia dapat melakukan tindak kejahatan, namun di sisi
lain ketika kecurangan itu diketahui pemimpimpin perusahaan maka subjek akan diberi sanksi
yang berat sesuai peraturan yang telah ditetapkan. Pada awal penugasan, subjek diberi
pertanyaan pengecekan manipulasi dengan memberikan penilaian apakah subjek akan
melakukan pelaporan kecurangan jika terjadi kasus manipulasi data penjualan di tahun
tersebut, sesuai dengan sistem pelaporan yang diberikan baik online maupun offline serta
respon pemimpin perusahaan kepada subjek tersebut.
Pengecekan Manipulasi
Pengecekan manipulasi sistem pelaporan dan respon organisasi dengan melihat hasil 5
pertanyaan yang diberikan pada manipulasi yang diberikan. Pengecekan manipulasi atas sistem
pelaporan dan respon organisasi dilakukan untuk menentukan subjek yang lolos untuk diuji.
Subjek yang telah lolos dari 5 pertanyaan pre-test dan pengujian informasi tentang profil
perusahaan sebanyak 88 mahasiswa. Setelah dilakukan pengecekan manipulasi, yang tidak
lolos uji adalah 15 mahasiswa karena diduga responden tidak mengikuti arahan tutor dengan
baik, sehingga data yang diolah selanjutnya sebanyak 73. Pengecekan manipulasi dilakukan
dengan melihat jumlah soal yang dijawab dengan benar oleh subjek.
Dalam kondisi yang terkait pada pertanyaan manipulasi, menawarkan sistem pelaporan
online atau offline dan menanyakan tentang kasus kecurangan apa yang terjadi dalam
organisasinya, siapa pelaku kecurangan, sistem pelaporan apa yang dimiliki, latar belakang
untuk melaporkan ataupun tidak oleh subjek, dan ketika subjek dapat melaporkan ataupun tidak
siapakah yang memberikan respon ataupun tidak terhadap laporan tersebut. Kemudian dari 5
13
pertanyaan manipulasi yang diberikan, terdapat 73 subjek yang lolos dalam pengecekan
manipulasi (subjek dapat menjawab tiga atau lebih dari tiga pertanyaan manipulasi dengan
benar). Berdasarkan hasil pengecekan manipulasi dapat disimpulkan bahwa seluruh subjek
telah menerima treatment manipulation yang sesuai dengan sistem pelaporan dan respon
organisasi. Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat dilanjutkan dengan melakukan pengujian
berikutnya.
Pengujian Randomisasi
Sebelum melakukan pengujian hipotesis, dilakukan pengujian randomisasi atas
karaktersistik demografi profil subjek menggunakan Uji One Way Analysis of Variance
(ANOVA). Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah faktor demografi mempengaruhi
pengambilan keputusan atau tidak. Karakteristik masing-masing subjek terdiri dari empat
kategori, yaitu jenis kelamin, umur, indeks prestasi kumulatif (IPK), dan semester. Keempat
kategori memiliki tingkat nilai significancy (Sig.) lebih besar dari alpha (0,05), sehingga dapat
disimpulkan bahwa keempat indikator tidak mempengaruhi penilaian atas whistleblowing.
Randomisasi dengan demikian dikatakan efektif karena hanya perlakukan yang dapat
mempengaruhi keputusan pelaporan subjek
14
Tabel 3 Hasil Uji One Way ANOVA
Mean Square Sig. Keterangan
Jenis Kelamin:
Between Groups 0,194 0,176 Tidak Berpengaruh
Withing Groups 0,131
Usia:
Between Groups 0,342 0,778 Tidak Berpengaruh
Withing Groups 0,555
Indeks Prestasi Kumulatif (IPK):
Between Groups 0,281 0,039 Tidak Berpengaruh
Withing Groups 0,262
Semester:
Between Groups 0,286 0,165 Tidak Berpengaruh
Withing Groups 0,190
Uji Hipotesis 1
Hubungan Sistem Pelaporan dengan Niat Whistlelowing
Hipotesis 1 pada penelitian ini menyatakan bahwa subjek dalam kondisi sistem
pelaporan online memiliki niat whistleblowing lebih tinggi dibandingkan subjek dalam kondisi
sistem pelaporan offline. Pengujian dilakukan dengan Uji Sample T-test dengan satu populasi
yang terdiri dari grup 1 dan grup 2 mendapatkan perlakuan sistem pelaporan online sedangkan
grup 3 dan grup 4 mendapatkan perlakuan sistem pelaporan offline.
15
Tabel 4 Hasil Pengujian Hipotesis 1
Mean Std Deviation T Sig. (2-tailed)
Sistem
Pelaporan
Online 74,50 24,59 2,646
2,572
0,002 Offline 56,45 25,99
Tabel 4 menjelaskan rata-rata potensi melakukan tindakan whistleblowing pada
perlakuan sistem pelaporan online adalah sebesar 74,50, sedangkan pada perlakuan sistem
pelaporan offline adalah sebesar 56,45. Hasil pengujian statistik menjelaskan nilai Sig.(2-
tailed) equal variances not assumed dalam t-test for Equality of Means adalah sebesar 0,002
lebih kecil dari alpha (0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa signifikan pada tingkat
probabilitas 5%. Hasil Pengujian tersebut menjelaskan bahwa niat whistleblowing semakin
tinggi apabila dalam kondisi sistem pelaporan online jika dibandingkan dengan niat
whistleblowing dalam kondisi sistem pelaporan offline.
Ketika sistem pelaporan secara online disediakan, karyawan meyakini bahwa terdapat
fasilitas perlindungan jika terdapat ancaman karena melaporkan kecurangan yang terjadi di
organisasinya. Fasilitas pelaporan secara online menjadi faktor penting karena diyakini dapat
melindungi identitas serta membuat karyawan lebih nyaman dan mudah dalam menyampaikan
pelaporan tindak kecurangan yang diketahuinya dalam organisasi. Dengan adanya fasilitas
pelaporan secara online yang disediakan oleh organisasi juga membuat karyawan meyakini
bahwa tindakan whistleblowing merupakan tindakan didukung dan dibenarkan oleh Pimpinan
organisasi tersebut. Karyawan kemudian termotivasi untuk mematuhi dan membentuk
tampilan perilaku tertentu. Karyawan dapat meyakini bahwa tindakan whistleblowing melalui
saluran pelaporan online merupakan tindakan yang tepat untuk mencegah terjadinya
kecurangan.
Hasil uji hipotesis ini mendukung hasil penelitian (Lowry et al, 2012) yang
menunjukkan bahwa banyak pihak telah menerapkan sistem pelaporan whistleblowing secara
online. Hasil uji hipotesis ini juga mendukung penelitian (Lowry et al, 2013) yang
menunjukkan bahwa dengan sistem pelaporan anonim secara online mendorong niat
whistleblowing karyawan. Adanya fasilitas pelaporan secara online seseorang tidak perlu
mengorbankan biaya yang besar, waktu, serta dapat mengatasi jarak tempuh yang jauh untuk
16
melaporkan tindak kecurangan, karena pelapor hanya membutuhkan perangkat komunikasi
yang terkoneksi internet. Selain memberikan kemudahan dalam pelaporan kecurangan, saluran
pelaporan secara online ini tentunya juga menjamin keamanan identitas pelapor dari ancaman
retaliasi. Oleh karena itu, whistleblower merasa aman dan leluasa dalam menyampaikan
laporan kecurangan yang telah diketahuinya.
Dalam organisasi lain juga seperti demikian, jika seorang karyawan dalam sebuah
perusahaan mengetahui terjadi kecurangan dalam perusahaannya maka sistem pelaporan online
mendorong niat karyawan tersebut dalam melakukan whistleblowing (Kaplan dan Schultz,
2007). Ketika sistem pelaporan secara online digunakan dalam melaporkan kecurangan karena
mudah, cepat dan identitasnya terjamin maka seorang karyawan dalam niatnya melakukan
whistleblowing akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan sistem pelaporan offline yang
membutuhkan waktu lama agar bisa menyampaikan kecurangan yang terjadi.
Uji Hipotesis 2
Hubungan Respon Organisasi dengan Niat Whistleblowing
Hipotesis 2 dalam penelitian ini menduga bahwa subjek dalam kondisi mendapatkan
respon organisasi memiliki niat whistleblowing lebih tinggi dibandingkan subjek dalam kondisi
tidak mendapatkan sistem pelaporan offline. Pengujian dilakukan dengan Uji Sample T-test
dengan satu populasi yang independen yang terdiri dari grup 1 dan grup 3 mendapatkan respon
organisasi sedangkan grup 2 dan grup 4 tidak mendapatkan respon organisasi.
Tabel 2 Hasil Pengujian Hipotesis 2
Mean Std Deviation T Sig. (2-tailed)
Respon
Organisasi
Ya 77,17 19,39 5,594
5,319
0,024 Tidak 46,66 27,03
Tabel 5 menjelaskan bahwa potensi melakukan tindakan whistleblowing pada
perlakuan mendapatkan respon organisasi dengan rata-rata sebesar 77,17 sedangkan pada
perlakuan tidak mendapatkan respon organisasi adalah sebesar 46,66. Hasil pengujian statistik
menjelaskan nilai Sig.(2-tailed) equal variances not assumed dalam t-test for Equality of
17
Means adalah sebesar 0,024 lebih kecil dari alpha (0,05), sehingga disimpulkan bahwa
signifikan pada tindakan whistleblowing semakin besar dalam kondisi mendapatkan respon
organisasi jika di bandingkan dengan potensi melakukan tindakan whistleblowing dalam
kondisi tidak mendapatkan respon dari organisasi.
Ketika karyawan dihadapkan dengan sistem whistleblowing serta adanya respon dari
organisasi khususnya oleh pimpinan perusahaan, karyawan meyakini bahwa respon tersebut
merupakan tanggapan serta jaminan kerahasiaan identitas ataupun jaminan hukum yang dapat
memotivasinya sehingga membantu karyawan tersebut untuk melakukan whistleblowing,
karena karyawan cenderung berani melakukan pelaporan jika terdapat tanggapan serta jaminan
untuk dirinya. Dengan adanya sistem pelaporan yang memberikan respon, karyawan dapat
meyakini bahwa tindakan whistleblowing didukung dan dibenarkan oleh organisasi tersebut,
sehingga membentuk tekanan sosial untuk menampilkan perilaku tertentu. Karyawan dapat
meyakini bahwa tindakan whistleblowing dengan pemberian respon serta jaminan merupakan
tindakan yang tepat untuk mencegah terjadinya kecurangan.
Hasil uji hipotesis ini mendukung hasil penelitian (Taylor dan Curtis, 2013); (Meng dan
Fook, 2011) menunjukkan bahwa adanya respon positif bagi whistleblower dapat memotivasi
serta mendorong niat whistleblowing. Seorang karyawan akan berani untuk melangkah maju
untuk melakukan whistleblowing, dikarenakan mereka dapat memperoleh respon organisasi
khususnya oleh pemimpin perusahaan (Gray, 2004). Ketika respon diberikan oleh pemimpin
perushaan kepada seorang whistleblower saat melaporkan kecurangan yang terjadi pada
perusahaan tempanya bekerja, seorang whistleblower akan merasa aman, dan bebas dari segala
bentuk ancaman yang diberikan oleh pihak yang melakukan kecurangan seperti pemecatan,
penurunan jabatan maupun ancaman lainnya. Jadi ketika ada terjadi kecurangan dalam
organisasi maka seorang whistleblower akan melakukan whistleblowing.
Uji Hipotesis 3
Interaksi antara Sistem Pelaporan dan respon organiasi terhadap Niat Whistleblowing.
Hasil pada hipotesis 1 dan hipotesis 2 menjelaskan bahwa kedua variabel bebas yaitu
sistem pelaporan dan respon organisasi menunjukkan hasil yang signifikan mempengaruhi niat
whistleblowing. Hipotesis 3 menduga terdapat interaksi antara dua variabel bebas yaitu sistem
pelaporan dan respon organisasi terhadap niat whistleblowing, untuk mengujinya digunakan
pengujian Two Way Anova kemudian bisa melakukan perbandingan perbedaan mean (rata-rata)
antara kelompok yang telah dibagi pada dua variabel bebas.
18
Tabel 3 Test of Between Subject Effects pada data Hipotesis 3
Source Mean Square Sig.
Corrected Model 3032,501 0,000
Intercept 234221,704 0,000
Sistem Pelaporan 6065,454 0,000
Respon Organisasi 6178,930 0,000
Sistem Pelaporan* respon
organisasi
666,430 0,033
Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai Sig. Corrected Model sebesar 0,000 yang artinya
lebih kecil dari alpha (0,05) memiliki makna semua variabel independen yaitu sistem pelaporan
(SP) dan respon organisasi (RO) serta interaksi sistem pelaporan dan respon organisasi
(SP*RO) secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen,
sehingga model ini dapat dikatakan valid. Intercept menunjukkan nilai Sig.sebesar 0,000 lebih
kecil dari alpha (0,05) yang berarti nilai perubahan variabel dependen tanpa perlu dipengaruhi
oleh variabel independen, sehingga tanpa ada pengaruh variabel independen, variabel
dependen dapat berubah nilainya.
Variabel sistem pelaporan dan respon organisasi menginterprestasikan berpengaruh
secara signifikan terhadap potensi melakukan niat whistleblowing didalam model. Sistem
pelaporan menunjukkan nilai signifikansi 0,000 lebih kecil dari alpha (0,05) dan respon
organisasi menunjukkan nilai signifikansi 0,000 lebih kecil dari alpha (0,05). Kemudian
interaksi sistem pelaporan dan respon organisasi menunjukkan nilai signifikansi 0,033 lebih
kecil dari alpha (0,05) yang artinya bahwa interaksi antara sistem pelaporan dan respon
organisasi dalam model ini berpengaruh secara signifikan terhadap potensi untuk
meningkatkan niat whistleblowing. Interaksi antara sistem pelaporan dan respon organisasi
digambarkan dalam Gambar 1.
19
Gambar 1 Diagram Plot atas Interaksi Sistem Pelaporan dan Respon Organisasi
Gambar 1 menunjukkan bahwa grup pertama dalam kondisi sistem pelaporan online
serta mendapatkan respon organisasi berada pada titik estimated marginal means lebih dari
80,00 dan mempunyai posisi lebih tinggi dibandingkan dengan tiga kondisi lainya. Grup kedua
dengan Kondisi sistem pelaporan offline dan mendapatakan respon organisasi berada di posisi
kedua pada titik estimated marginal means lebih dari 60,00. Grup ketiga dengan Individu
dalam kondisi sistem pelaporan online dan tidak mendapatkkan respon organisasi yang berada
di posisi ketiga pada titik estimated marginal means lebih dari 40,00. Grup keempat dengan
tingkat potensi niat whistleblowing pada individu dalam kondisi sistem pelaporan offline dan
tidak mendapatkan respon organisasi berada pada titik estimated marginal means paling rendah
dibawah 20,00 dibandingkan dengan tiga kondisi lainnya.
Terdapat interaksi antara sistem pelaporan whistleblowing dan respon organisasi
terhadap niat whistleblowing, karena sistem pelaporan khususnya secara online sangat efektif
dalam mengatasi tindak kecurangan dan dapat meningkatkan niat whistleblower untuk melapor
(Bierstaker et al, 2006);(Lowry et al, 2013);(Kaplan dan Schultz, 2007). Respon organisasi
yang diberikan kepada seorang whistleblower juga akan menjadi faktor penting dalam
mendorong niatnya untuk mengungkap kecurangan yang terjadi (Taylor dan Curtis, 2013),
sehingga niat seseorang untuk memerangi kecurangan dapat terealisasikan dengan efektif.
20
Ketika individu mempunyai kemauan untuk mengubah sebuah organisasi agar bebas dari
tindak kecurangan, makai ia akan melaporkan pelanggaran tersebut, meskipun whistleblower
mengetahui resiko dan dampak negatif yang akan terjadi pada dirinya sekarang atau di masa
yang akan datang karena melakukan whistleblowing.
SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN
Simpulan
Penelitian ini menguji sistem pelaporan serta respon organisasi dalam niat melakukan
whistleblowing dengan menggunakan studi eksperimental. Hasil analisis menunjukkan bahwa
pertama, sistem pelaporan secara signifikan berpengaruh terhadap niat whistleblowingi.
Apabila seorang pelapor mendapatkan sistem pelaporan kecurangan secara online, maka
semakin membuat niatnya tinggi dalam melakukan whistleblowing. Adanya sistem pelaporan
secara online membuat seorang pelapor kecurangan dapat dengan mudah melaporkan
kecurangan serta kerahasiaan pelapor tersebut dapat terjaga jadi semakin besar potensi
seseorang dalam niatnya melakukan whistleblowing..
Kedua, respon organisasi berpengaruh signifikan terhadap niat whistleblowing.
Semakin adanya respon positif terhadap karyawan maka akan semakin meyakinkan niat
seorang karyawan dalam melakukan whistleblowing. Ketiga, terdapat interaksi antara sistem
pelaporan dan respon organisasi dalam niat whistleblowing. Hal ini terjadi karena niat
whistleblowing memiliki kemungkinan berasal dari dalam diri seseorang, bukan dari pengaruh
eksternal. Ketika seseorang memiliki kemauan untuk memperbaiki hal-hal yang tidak baik
dalam sebuah organisasi, maka ia akan melaporkan hal tersebut, meskipun ia mengetahui
adanya kemungkinan dampak negatif yang dapat terjadi sekarang atau di masa yang akan
datang.
Keterbatasan Penelitian dan Saran untuk Penelitian Mendatang
Keterbatasan dari penelitian ini adalah pada saat eksperimen di lakukan, terdapat
beberapa responden yang tidak mengikuti arahan tutor dengan baik dikarenakan proses
simulasi dilakukan pada akhir perkuliahan, yang menyebabkan responden terburu-buru
sehingga terjadi kesalahan-kesalahan pada saat melakukan simulasi audit terkait pengisian
modul eksperimen. Untuk penelitian berikutnya, ketika melaksanakan eksekusi eksperimen
sebaiknya dapat dilakukan pada awal perkuliahan sehingga responden tidak terburu-buru
dalam mengikuti eksperimen agar hasil eksperimen menjadi lebih akurat.
21
DAFTAR PUSTAKA
AICPA. (2007). American Institute of Certified Public Accountants. New York.
Alleyne, P., Hudaib, M., & Pike, R. (2013). Towards A Conceptual Model of Whistle-Blowing
Intentions Among External Auditors. The British Accounting Review, 45(1), 10–23.
https://doi.org/10.1016/j.bar.2012.12.003
Bierstaker, James L; Brody, Richard G; Pacini, C. (2006). Accountants’ Perceptions Regarding
Fraud Detection and Prevention Methods. Managerial Auditing Journal, 21(5), 520–535.
https://doi.org/10.1108/02686900610667283
Bird, E. L., Panter, J., Baker, G., Jones, T., & Ogilvie, D. (2018). Predicting walking and
cycling behaviour change using an extended Theory of Planned Behaviour. Journal of
Transport and Health, 10(May), 11–27. https://doi.org/10.1016/j.jth.2018.05.014
Carini, R. M., Hayek, J. C., Kuh, G. D., Kennedy, J. M., & Ouimet, J. A. (2003). College
Student Responses to Web and Paper Surveys: Does Mode Matter? Research in Higher
Education, 44(1), 1–19. https://doi.org/10.1023/A:1021363527731
Chiu, R. K. (2003). Ethical Judgment and Whistleblowing Intention: Examining the
Moderating Role of Locus of Control. Journal of Business Ethics, 43(1–2), 65–74.
https://doi.org/10.1023/A:1022911215204
Dozier, J. B., & Miceli, M. P. (1985). Potential Predictors of Whistle-Blowing: A Prosocial
Behavior Perspective. Academy of Management Review, 10(4), 823–836.
https://doi.org/10.5465/AMR.1985.4279105
Gray, J. A. (2004). The Scope of Whistleblower Protection in the State of Maryland : A
Comprehensive Statute Is Needed. Baltimore School of Law Follow, 33(2), 225–256.
https://scholarworks.law.ubalt.edu/ublr/vol33/iss2/4/?utm_source=scholarworks.law.uba
lt.edu%2Fublr%2Fvol33%2Fiss2%2F4&utm_medium=PDF&utm_campaign=PDFCove
rPages
Hanif, R. A., & Odiatma, F. (2017). Pengaruh Personal Cost Reporting, Status Wrong Doer,
dan Tingkat Keseriusan Kesalahan terhadap Whistleblowing Intention. Jurnal Akuntansi
Keuangan Dan Bisnis, 10(1), 11–20. Retrieved from http://jurnal.pcr.ac.id
Jalil, F. Y. (2014). Pengaruh Komitmen Profesional dan Sosialisasi Antisipatif Mahasiswa
Audit terhadap Perilaku Whistleblowing. Jurnal Bisnis Dan Manajemen, 4(2), 198–209.
22
Kaplan, S. E., & Schultz, J. J. (2007). Intentions to Report Questionable Acts: An Examination
of the Influence of Anonymous Reporting Channel, Internal Audit Quality, and Setting.
Journal of Business Ethics, 71(2), 109–124. https://doi.org/10.1007/s10551-006-0021-6
Kassa, S., & Utami, I. (2019). Whistleblowing, ethical dilemma and professional commitment
in village fund administration. Religación. Revista de Ciencias Sociales y Humanidades,
4(17), 682–691.
Keenan, J. P. (1990). Upper-Level Managers and Whistleblowing: Determinants of Perceptions
of Company Encouragement and Information about Where to Blow the Whistle. Journal
of Business and Psychology, 5(2), 223–235.
Lestari, R., & Yaya, R. (2017). Whistleblowing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Niat
Melaksanakannya oleh Aparatur Sipil Negara. Jurnal Akuntansi Keuangan Dan Bisnis,
21(3), 336–350. https://doi.org/10.24912/ja.v21i3.265
Li, J., Zhu, L., & Gummerum, M. (2014). The Relationship between Moral Judgement and
Cooperation in Children with High-Functioning Autism. Scientifitc Reports (Vol. 4).
https://doi.org/10.1038/srep04314
Lowry, P. B., Moody, G. D., Galletta, D. F., & Vance, A. (2013). The Drivers in The Use of
Online Whistle-Blowing Reporting Systems. Journal of Management Information
Systems, 30(1), 153–190. https://doi.org/10.2753/MIS0742-1222300105
Lowry, P. B., Rouibah, K., Moody, G., & Siponen, M. (2012). Towards a cross-cultural model
of online whistle-blowing systems use. Proceedings - Pacific Asia Conference on
Information Systems, PACIS 2012.
Meng, T. P., & Fook, O. S. (2011). Comparative Analysis of Whistleblower Protection
Legislations in England, USA and Malaysia. African Journal of Business Management,
11246–11249.
Near, J. P., & Miceli, M. P. (1995). Effective Whistle-Blowing. Academy of Management
Review, 20(3), 679–708.
Near, J. P., & Miceli, M. P. (2016). After the wrongdoing : What managers should know about
whistleblowing. Business Horizons, 59(1), 105–114.
https://doi.org/10.1016/j.bushor.2015.09.007
Nugraha, T. (2017). Pengaruh Komitmen Profesional, Lingkungan Etika, Sifat Machiavellian
dan Personal Cost terhadap Intensi Whistleblowing dengan Retaliasi sebagai Variabel
23
Moderating: Studi Empiris pada Perusahaaan Perbankan yang berada di Kota Pekanbaru.
JOM Fekon, 4(1), 2030–2044.
Nurhidayat, I., & Kusumasari, B. (2018). Strengthening the Effectiveness of Whistleblowing
System A Study for the Implementation of Anti- Corruption Policy in Indonesia. Journal
of Financial Crime, 25(1), 140–154. https://doi.org/10.1108/JFC-11-2016-0069
Park, H., & Blenkinsopp, J. (2009). Whistleblowing as planned behavior - A survey of south
korean police officers. Journal of Business Ethics, 85(4), 545–556.
https://doi.org/10.1007/s10551-008-9788-y
Putri, C. M. (2012). Pengujian Keefektifan Jalur Pelaporan Pada Structural Model dan Reward
Model dalam Mendorong Whistleblowing: Pendekatan Eksperimen. Simposium Nasional
Akuntansi.
Sagara, Y. (2013). Profesionalisme Internal Auditor dan Intensi melakukan Whisteblowing.
Liquidity, 2(1), 34–44.
Salsabil, S. M., Utami, I., & Hapsari, A. N. S. (2017). Fraud Dan Whistleblowing: Tinjauan
Pengelolaan Dana Organisasi Kemahasiswaan. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan
Indonesia, 12(1), 64–76.
Setyawati, I., Ardiyani, K., & Sutrisno, C. R. (2015). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Niat
untuk Melakukan Whistleblowing Internal (The Factors Influencing Internal
Whistleblowing Intentions). Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, 17(02), 22–33.
Taylor, E. Z., & Curtis, M. B. (2013). Whistleblowing in Audit firms: Organizational Response
and Power Distance. Behavioral Research In Acccounting, 25(2), 21–43.
https://doi.org/10.2308/bria-50415
Utami, I., Jori, A., & Hapsari, A. N. S. (2017). Sudikah Akuntan Mengungkap Aib
Kecurangan? Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 8(3), 458–469.
https://doi.org/10.18202/jamal.2017.12.7066
Widi, E., & Utami, I. (2015). Studi Ekperimental Tekanan Ketaatan dan Personal Cost :
Dampaknya Terhadap Whistleblowing. Jurnal Akuntansi Dan Bisnis, 15(2), 106–119.
Zarefar, A., & Arfan, T. (2017). Efektivitas Whistleblowing System Internal. Jurnal Akuntansi
Keuangan Dan Bisnis, 10(2), 25–33.