PENGARUH LAMA PENGERINGAN TERHADAP MUTU TEH …eprints.unram.ac.id/8003/1/Artikel ilmiah- Desi...
Transcript of PENGARUH LAMA PENGERINGAN TERHADAP MUTU TEH …eprints.unram.ac.id/8003/1/Artikel ilmiah- Desi...
i
PENGARUH LAMA PENGERINGAN TERHADAP MUTU TEH BUNGA KENANGA (Cananga odorata)
ARTIKEL ILMIAH
OLEH
DESI NOVIANA
J1A014022
FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2018
1
2
11
PENGARUH LAMA PENGERINGAN TERHADAP MUTU TEH BUNGA KENANGA (Cananga odorata)
THE EFFECTS OF DRYING TIME ON THE QUALITY OF CANANGA FLOWER TEA
(Cananga odorata)
Desi Noviana1*), Mohammad Abbas Zaini2), dan Ahmad Alamsyah2)
1)Mahasiswa Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, FATEPA, UNRAM 2) Staf Pengajar Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, FATEPA, UNRAM
Jl. Majapahit No. 58 Mataram *Email: [email protected]
ABSTRACT
The aim of this research was conducted the effect of drying time on the quality of ylang tea which include moisture content, ash content,water soluble ash content, ash content is not water soluble, extract content on moisture content, color and organoleptic (flavor, flavor and color) in ylang
tea (Cananga odorata). This study was designed using Completely Randomized Design (RAL) with 5 treatments and 3 replications. The results of the observation were analyzed using ANOVA (Analysis of
Variance) diversity analysis using Co-stat Software and analyzed further by Ploynomial Orthogonal at 5% level. The treatment consisted of one factor, ie drying time 45, 60, 75, 90 and 105 minutes with the same temperature 45oC. The results showed that the drying time in making the ylang flower tea
gave significantly different effect on moisture content, ash content,water soluble ash content, ash content is not water soluble, extract content on water content, °Hue and lightness (L) values. This research has shown that drying for 105 minutes produces ylang flower tea with the best quality with
moisture content 23.94%, ash content 5.3%, water soluble ash content 1.89%, ash content is not water soluble 63.89%, extract content on moisture content 22.02%, and value of °hue 102.05 (Yellow), value L 41.94 with taste (H) likes and (S) not bitter, aroma (H) very like and (S) very
flavored ylang flowers and color (H) very like and (S) very golden yellow. Keywords: ylang, drying, tea.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama pengeringan terhadap mutu teh
bunga kenanga yang meliputi kadar air, kadar abu total, kadar abu larut air dan abu tidak larut dalam air, kadar ekstrak larut dalam air, warna dan organoleptik (rasa, aroma dan warna) teh bunga kenanga (Cananga odorata). Penelitian ini dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan. Hasil pengamatan dianalisis menggunakan analisis keragaman ANOVA (Analysis of Variance) menggunakan Software Co-stat serta menggunakan uji lanjut Polynomial Ortogonal pada taraf 5%. Perlakuan terdiri sari satu faktor yaitu lama
pengeringan 45, 60, 75 dan 90 dan 105 menit dengan suhu yang sama yaitu 45 oC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama pengeringan dalam pembuatan teh bunga kenanga memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar air, kadar abu total, kadar abu larut dan
abu tidak larut dalam air, kadar ekstrak larut dalam air,nilai oHue dan lightness (L). Hasill penelitian ini menunjukkan bahwa pengeringan selama 105 menit menghasilkan teh bunga kamboja dengan mutu terbaik yaitu kadar air 23,94%, kadar abu total 5,3%, kadar abu tidak larut air 1,89%, kadar
abu larut air 63,89%, kadar ekstrak larut dalam air 22,02%, dan nilai oHue 102,05 (Yellow), nilai L 41,94 dengan rasa (H) suka dan (S) tidak pahit, aroma (H) sangat suka dan (S) sangat beraroma bunga kenanga dan warna (H) sangat suka dan (S) sangat kuning keemasan.
Kata Kunci : kenanga, pengeringan, teh.
3
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara beriklim
tropis kaya akan beraneka ragam flora, berbagai
jenis tanaman yang memiliki banyak manfaat
dapat tumbuh dengan mudah. Menurut Syukur
(2002), ada 40.000 jenis flora di dunia, 30.000
diantaranya tumbuh di Indonesia. Flora yang
telah dibudayakan telah lebih dari 94% jenis
digunakan sebagai tanaman yang berkhasiat
untuk menjaga kesehatan serta menyembuhkan
berbagai penyakit. Tanaman tersebut juga dapat
dimanfaatkan sebagai bahan dasar kosmetik
alami yang telah menjadi kebutuhan untuk
mengatasi berbagai gangguan kulit. Salah
satunya adalah bunga kenanga.
Tanaman kenanga (Cananga odorata)
merupakan salah satu jenis tanaman penghasil
minyak atsiri. Tanaman kenanga termasuk
keluarga Annonaceae yang dapat tumbuh
dengan baik di seluruh Indonesia dengan
ketinggian 1.200 m di atas permukaan laut.
Bunga berbentuk bintang berwarna hijau pada
waktu masih muda dan berwarna kuning setelah
masak, berbau harum, berada tunggal atau
berkelompok pada tangkai bunga. Bunga yang
warnanya sudah mulai kuning atau kuning benar
dapat didistilasi untuk menghasilkan minyak
atsiri (Pujiarti, 2015).
Senyawa yang ditemukan dalam bunga
kenanga antara lain saponin, flavonoid, serta
senyawa minyak atsiri yang mengandung
senyawa polifenol, β-kariofilen, α-terpineol, β-
linalool, farnesol, metil benzoat, germakren-D,
dan benzil benzoat (Sacchetti dkk, 2006).
Dengan kandungan yang dimiliki memungkinkan
tanaman ini dapat dijadikan teh herbal. Namun,
di Indonesia pemanfaatan terhadap bunga
kenanga sebagai teh belum banyak dilakukan.
Salah satu penyebabnya adalah karena tanaman
ini lebih dikenal sebagai tanaman dengan
kandungan minyak atsiri yang cukup tinggi
sehingga pemanfaatannya lebih cenderung
dijadikan sebagai bahan kosmetik, obat-obatan
maupun pengharum ruangan.
Di lapangan, bunga kenanga banyak
tumbuh dan disandingkan dengan bunga
kamboja karena bau yang harum dan sering
dijadikan sebagai bahan pelengkap dalam acara-
acara hari besar maupun ritual-ritual tertentu.
Jika dilihat secara fisik, kedua jenis bunga ini
memliki beberapa kemiripan diantaranya dari
segi batang yang bercabang, daun yang
berwarna hjau hingga biji yang sama-sama
berwarna coklat dan sangat kecil. Namun jika
dilihat dari bentuk bunga terdapat perbedaan
dimana pada tanaman kamboja, bunga
berbentuk seperti mahkota sedangkan pada
bunga kenanga lebih mirip seperti bintang.
Adapun dari hasil survey yang dilakukan, dari
segi rasa diketahui bahwa kamboja memiliki rasa
yang pahit sedangkan kenanga memiliki rasa
yang manis.
Di NTB sendiri, kedua bunga ini lebih mudah
ditemukan. Sebab, budidaya yang tidak terlalu
susah terlebih bunga kamboja sendiri lebih
banyak tumbuh liar misalnya seperti di kuburan.
Karenanya, selain dikembangkan sebagai produk
kecantikan, pengharum ruangan maupun
pelengkap dalam acara ritual. Sebagian orang
tertarik meneliti kandungan atau komposisi kimia
yang bermanfaat bagi kesehatan dalam bunga
ini. Sebelumnya juga telah dilakukan penelitian
oleh Safitra (2018) terhadap teh bunga kamboja
didasarkan pada pengaruh lama pengeringan
dan dari hasil yang diperoleh menunjukkan
kandungan antioksidan mampu mencapai 90%.
4
Namun, untuk bunga kenanga sendiri sebagai
produk teh belum pernah ada penelitian terkait
lama pengeringan sehingga untuk mutu dan
kandungan teh bunga ini belum banyak
diketahui.
Teh adalah minuman penyegar dengan
aroma harum dan rasa yang khas, mengandung
tannin dan polifenol yang dibuat dengan cara
menyeduh daun, pucuk daun, atau tangkai daun
yang dikeringkan dari tanaman Camellia sinensis
dengan air panas. Selama ini minuman penyegar
atau yang lebih dikenal dengan “Teh” biasanya
berasal dari daun teh (Camellia sinensis), akan
tetapi seiring dengan perkembangan teknologi,
semakin meningkatnya permintaan masyarakat,
dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan
kesehatan maka banyak dikembangkan teh yang
terbuat dari selain daun teh (Camellia sinensis)
yang disebut dengan teh herbal. Teh herbal
adalah minuman yang mengandung herbal
berkhasiat untuk kesehatan (Winarsi, 2007). Teh
herbal terbuat dari bebungaan, bebijian,
dedaunan, atau akar dari beragam tanaman.
Proses pengolahan teh meliputi proses pelayuan,
fermentasi dan pengeringan. Ketiga proses ini
akan mempengaruhi mutu teh yang dihasilkan
terutama aromanya. Manfaat yang dihasilkan
minuman teh adalah memberikan rasa segar dan
dapat memulihkan kesehatan badan. Khasiat
yang dimiliki oleh minuman teh berasal dari
kandungan kimia yang terdapat dalam daun teh.
Bahan teh dapat berasal dari bunga rosella,
bunga sepatu, daun kopi, daun sirsak, kulit jeruk
purut dan lainnya. Adapun bahan herbal yang
digunakan dalam penelitian ini adalah bunga
kenanga kering.
Proses pengolahan teh yang berbahan non-
camellia sinensis meliputi proses proses pelayuan
dan pengeringan. Menurut Yamin (2017),
pengeringan adalah suatu metode untuk
mengeluarkan atau menghilangkan sebagian
besar air dari suatu bahan melalui penerapan
energi panas. Pengeringan dapat mengurangi
kadar air bahan sehingga menghambat
pertumbuhan bakteri dan jamur, serta
mengurangi aktivitas enzim yang dapat merusak
bahan, sehingga dapat memperpanjang daya
simpan dan pengawetan. Jika air dihilangkan
dapat mempengaruhi kondisi fisik bahan dan
menyebabkan perubahan, warna, tekstur, dan
aroma bahan pangan.
Pengeringan dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti suhu dan lama pengeringan.
Pengeringan dengan suhu tinggi dan waktu yang
cukup lama dapat menurunkan aktivitas
antioksidan pada bahan yang dikeringkan. Selain
itu, suhu tinggi dapat mengakibatkan teh
hangus, sedangkan suhu rendah menyebabkan
proses fermentasi masih bisa berlansung. Selain
itu, waktu pengeringan yang terlalu lama akan
mengkibatkan teh menjadi rapuh, sedangkan
waktu pengeringan yang terlalu cepat
menyebabkan kadar air masih tinggi. Beberapa
penelitian sebelumnya lebih terfokus pada daun-
daunan dengan kualitas teh yang cukup baik
pada suhu dan lama pengeringan berbeda-beda.
Namun, untuk produk teh bunga-bungaan
seperti bunga kenanga belum banyak dilakukan
sehingga tidak banyak diketahui sejauh mana
tingkat mutu terbaik yang mampu dihasilkan.
Adapun sebelumnya telah dilakukan penelitian
oleh Safitra (2018) pada teh bunga kamboja
yang menunjukkan bahwa suhu 50 oC dengan
lama pengeringan 60 menit mampu
menghasilkan mutu teh yang cukup baik meliputi
kadar air 8,01%, kadar abu 6,50%, nilai oHue
5
70,90 (Yellow Red), nilai L 41,96 dengan rasa
(H) agak suka dan (S) agak berasa bunga
kamboja, aroma (H) agak suka dan (S) agak
beraroma bunga kamboja dan warna (H) suka
dan (S) kuning keemasan. Oleh karenanya, perlu
juga dilakukan pengkajian terkait “Pengaruh
Lama Pengeringan Terhadap Mutu Teh Bunga
Kenanga (Cananga Odorata)” agar dapat
menghasilkan produk teh dengan mutu terbaik.
METODOLOGI
Bahan dan Alat
Bahan – bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah bunga kenanga yang
diperoleh di Desa Senteluk, Kecamatan Batu
Layar, Kabupaten Lombok Barat, air putih, dan
aquades.
Alat-alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah timbangan digital,
timbangan analitik, labu ukur, pipet tetes, labu
takar, Oven, loyang, baskom, gelas piala,
gunting, tissue, erlenmeyer, nampan, cawan
porselin, botol timbang, desikator, Colorimeter
(MSEZ User Manual), cawan petri, aluminium foil,
gelas plastik, kertas saring, rak tabung reaksi,
kertas label, sarung tangan, stopwatch, vortex,
sendok, tanur, sarung tangan, sendok kecil,
bolpoin dan kertas quisioner.
Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode eksperimental yang
dilaksanakan di Laboratorium. Rancangan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
rancanagan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas
5 aras dengan faktor tunggal yaitu pengaruh
variasi lama pengeringan (P) dengan syhu yang
sama yaitu 45 oC. Perlakuannya adalah sebagai
berikut:
P1 = Pengeringan selama 45 menit
P2 = Pengeringan selama 60 menit
P3 = Pengeringan selama 75 menit
P4 = Pengeringan selama 90 menit
P5 = Pengeringan selama 105 menit
Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali
ulangan sehingga diperoleh 15 sampel
percobaan. Data hasil pengamatan dianalisis
menggunakan analisis keragaman (Analysis of
Variance) pada taraf 5% menggunakan software
Co-Stat. Bila terdapat perbedaan nyata antar
perlakuan, maka diuji lanjut dengan uji Beda
Kecenderungan atau Metode Ortogonal
Polinomial (MOP) pada taraf 5% sedangkan
adanya perbedaan nyata antar perlakuan pada
uji organoleptik, maka data diuji lanjut
menggunakan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada
taraf yang sama (Hanafiah, 2014).
Pelaksanaan Penelitian
Proses pembuatan teh bunga kenanga
meliputi beberapa tahapan yaitu persiapan
bahan baku yaitu bunga kenanga, sortasi,
pencucian, penirisan, pelayuan, penimbangan
awal, penimbangan akhir, pengeringan,
pengemasan dan penyeduhan.
Parameter Analisis
Parameter yang diamati dalam penelitian
ini adalah kualitas teh daun kersen meliputi sifat
fisik, kimia dan organoleptik. Sifat kimia meliputi
kadar air aktivitas antioksidan dan kadar abu.
Sifat fisik meliputi kadar ekstrak dalam air.
Sedangkan sifat organoleptik meliputirasa, aroma
dan warna dengan menggunakan metode
hedonik (kesukaan) dan skoring.
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Mutu Kimia
Data hasil pengamatan dan hasil analisis
keragaman (ANOVA) pengaruh lama
pengeringan terhadap mutu kimia untuk
parameter kadar air, kadar abu total, kadar abu
larut air dan abu tidak larut air dapat dilihat pada
tabel 1.
Keterangan: S = Signifikan (berbeda nyata)
NS = Non Signifikan (tidak berbeda nyata
Hasil analisis keragaman pada tabel 1
menunjukkan bahwa perlakuan lama
pengeringan memberikan pengaruh berbeda
nyata terhadap mutu kimia teh bunga
kenanga sehingga dilakukan uji lanjut dengan
uji polinomial ortogonal pada taraf 5%.
2. Kadar Air
Kadar air sangat mempengaruhi mutu
teh kering, pada produk teh kering akan
mempengaruhi umur simpan, dimana apabila teh
kering mengandung cukup banyak kadar air akan
mengakibatkan teh cepat lembab dan mudah
rusak (Herawati dan Nurawan, 2006). Hasil uji
lanjut polynomial ortogonal dapat diketahui pola
kecendrungan perlakuan lama pengeringan
terhadap kadar air teh bunga kenanga yang
dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik Pengaruh Lama Pengeringan
Terhadap Kadar Air Teh Bunga Kenanga
Gambar 1 menunjukkan bahwa
perlakuan lama pengeringan yang berbeda-
beda memberikan pengaruh berbeda nyata
terhadap kadar air teh bunga kenanga.
Semakin lama proses pengeringan maka
semakin rendah kadar air yang dihasilkan.
Terbukti dari hasil penelitian, purata kadar air
tertinggi diperoleh pada perlakuan lama
pengeringan 45 menit yaitu 54,94% dan
terendah pada perlakuan 105 menit yaitu
sebesar 23,93%. Berdasarkan nilai rata-rata
yang diperoleh pada setiap perlakuan, semakin
lama waktu pengeringan yang digunakan maka
kadar air bahan semakin rendah dan
menurunkan bobot bahan yang dikeringkan.
Menurut Winarno (1997), semakin lama proses
pengeringn yang dilakukan, maka panas yang
diterima oleh bahan akan lebih banyak
sehingga jumlah air yang diuapkan dalam
bahan pangan tersebut semakin banyak dan
kadar air yang terukur menjadi rendah.
Pernyataan tersebut sesuai dengan penelitian
Hely (2018), bahwa dengan meningkatkan
lama pengeringan selama 3 jam akan
menurukan kadar air sebesar 3,05% pada teh
daun kersen.
54.94
46.98
33.07 30.10
23,93
y = -7.8876x + 61.472 R² = 0.9546
0.00
20.00
40.00
60.00
0 2 4 6
Kad
ar A
ir (
%)
Perlakuan
Kadar Air
KadarAir
Parameter Signifikansi
Kadar Air S
Kadar Abu Total S
Kadar Abu Tidak Larut Air S
Kadar Abu Larut Air S
7
Namun jika dilihat dari setiap
perlakuan diketahui bahwa kandungan air
bahan masih cukup tinggi. Hal ini belum sesuai
dengan SNI (1995), yang mempersyaratkan
kadar air produk teh memiliki nilai maksilmal
8%. Diduga hal ini disebabkan oleh suhu yang
tidak terlalu tinggi dan proses pengeringan
yang tidak terlalu lama membuat kondisi
permukaan bahan menuju keseimbangan
dengan udara pengering, sehingga tidak
banyak terjadi perubahan kadar air dari daun
teh yang dikeringkan. Selain itu, selama proses
pelayuan pemaparan bahan belum terlalu
merata dan suhupelayuan yang digunakan
berupa suhu ruang yang tidak konstan
sehingga menyebabkan penurunan kadar air
pada proses tersebut tidak terlalu maksimal.
Kadar air setiap sampel tidak akan selalu sama,
hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
kelembaban, perlakuan yang diberikan
terhadap bahan, serta besar atau kecilnya
penguapan.
3. Kadar Abu Total
Abu adalah zat anorganik sisa hasil
pembakaran suatu bahan pangan. Kadar abu
merupakan parameter untuk menunjukkan nilai
kandungan bahan anorganik (mineral) yang ada
di dalam suatu bahan atau produk. Semakin
tinggi nilai kadar abu maka semakin banyak
kandungan bahan anorganik di dalam produk
tersebut. Komponen bahan anorganik di dalam
suatu bahan sangat bervariasi baik jenis
maupun jumlahnya (Roni, 2008). Hasil uji lanjut
polynomial ortogonal dapat diketahui pola
kecendrungan perlakuan lama pengeringan
terhadap kadar abu total teh bunga kenanga
dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Grafik Perlakuan Lama Pengeringan
Terhadap Kadar Abu Total Teh Bunga
Kenanga
Gambar 2 menunjukkan bahwa
perlakuan lama pengeringan yang berbeda-beda
memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap
kadar air teh bunga kenanga. Berdasarkan hasil
penelitian, purata abu total tertinggi diperoleh
pada perlakuan 105 menit yaitu 5,30% dan
terendah pada perlakuan lama pengeringan 45
menit yakni sebesar 3,96%. Hal tersebut diduga
terjadi karena kandungan air bahan yang
teruapkan lebih banyak sehingga mineral-mineral
yang tertinggal pada bahan meningkat. Kadar
abu menunjukkan residu bahan yang tersisa
setelah bahan di destruksi dan menggambarkan
banyaknya mineral yang tidak terbakar menjadi
zat yang tidak dapat menguap. Semakin tinggi
kadar abu menunjukkan semakin tinggi mineral
yang dikandung dalam bahan makanan tersebut.
Semakin lama pengeringan maka kadar
abu pada teh bunga kenanga yang dihasilkan
akan semakin meningkat dan semakin tinggi
kadar abu bahan maka semakin tinggi pula
mineral yang terkandung dalam bahan
tersebut. Berdasarkan hasil penelitian ini
didapatkan hasil kadar air berbanding terbalik
dengan kadar abu, jika kadar air suatu bahan
rendah maka komposisi kimia lain dari bahan
tersebut akan meningkat termasuk kadar abu.
3.96 4.08 4.38
4.95 5.30
y = 0.3553x + 3.4691 R² = 0.9569
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
P1 P2 P3 P4 P5
Kad
ar A
bu
To
tal (
%)
Perlakuan
Kadar Abu
Kadar AbuLinear (Kadar Abu)
8
Menurut Hely (2018), apabila kadar air dari
suatu bahan tinggi maka komposisi kimia dari
suatu bahan tersebut akan menurun termasuk
kadar abu. Substansi mineral bertanggung jawab
atas perubahan koloid dan langsung
berpengaruh pada metabolisme sel. Kandungan
mineral dalam daun teh cukup banyak. Dimana
mineral berfungsi sebagai pembentuk enzim
didalam tubuh, termasuk antioksidan. Hasil yang
diperoleh juga sejalan dengan penelitian Safitra
(2018), bahwa perlakuan lama pengeringan 90
menit menghasilkan kadar abu total tertinggi
sebesar 9,41% dan kadar abu terendah
diperoleh pada perlakuan lama pengeringan 30
menit yaitu sebesar 5,64%.
3. Kadar Abu Tidak Larut Air
Kadar abu tidak larut air menunjukkan
jumlah zat yang tertinggal bila suatu sampel
bahan makanan dibakar sempurna di dalam
suatu tungku pengabuan, kemudian dilarutkan
dalam air dan sebagian zat tidak dapat larut
sehingga tertinggal sebagai residu karena tidak
mampu terlewatkan pada kertas saring.
Penentuan kadar abu tak larut berhubungan erat
dengan kandungan mineral yang terdapat dalam
suatu bahan, kemurnian serta kebersihan bahan
tersebut. Hasil uji lanjut polynomial ortogonal
dapat diketahui pola kecendrungan perlakuan
lama pengeringan terhadap kadar abu tidak larut
air teh bunga kenanga dapat dilihat pada
Gambar 3.
Gambar 3. Grafik Perlakuan Lama Pengeringan
Terhadap Kadar Abu Tidak Larut Air Teh Bunga Kenanga
Gambar 3 menunjukkan perlakuan lama
pengeringan terhadap kadar abu tidak larut air
teh bunga kenanga dimana kadar abu tidak larut
terendah terdapat pada perlakuan lama
pengeringan 45 menit sebesar 1,43% dan
tertinggi pada lama pengeringan 105 menit yaitu
sebesar 1,89%. Semakin lama proses
pengeringan, maka semakin sedikit abu tak larut
air yang dihasilkan. Hal ini disebabkan semakin
lama pengabuan yang diberikan akan membakar
seluruh zat organic dan menguapkan zat-zat lain
yang terkandung didalamnya. Namun, hasil yang
diperoleh menunjukkan semakin lama
pemanasan maka semakin tinggi kadar abu tak
larut air yang dihasilkan. Hal ini diduga
disebabkan karena tingginya mineral anorganik
yang terdapat di dalam bahan sehingga ketika
dilakukan proses pengabuan, masih banyak sisa
mineral terdapat sisa mineral hasil pembakaran
yang tidak mampu terlewatkan pada kertas
saring.
Menurut Bokuchava (1969) dalam Yulia
(2006) bahwa kandungan atau komposisi teh
berbeda-beda menurut tipe, klon, musim dan
kondisi lingkungan pertumbuhannya. Kenanga
merupakan tumbuhan yang memiliki kandungan
1.43 1.53 1.65 1.82 1.89
y = 0.1198x + 1.3058 R² = 0.9892
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
0 1 2 3 4 5
Ka
da
r A
bu
Tid
ak
La
rut
Air
(%
)
Perlakuan
Abu tidak larut air
Abu tidaklarut air
Linear(Abu tidaklarut air)
9
mineral berupa zat besi, fosfor, kalium, mangan,
kromium, sodium, potasium, tembaga,
magnesium dan sebagainya.(Kelman dan
Tanner, 1990). Sedangkan teh memiliki
kandungan mineral besi, seng, potasium, fosfor,
tembaga, magnesium, fluoride, kalium, kalsium,
mangan, natrium, dan lain sebagainya
(Rohdiana, 2007). Hasil yang diperoleh belum
memenuhi syarat mutu teh menurut SNI yang
menyatakan bahwa kadar abu tidak larut air
dalam teh maksimal 1,0%.
4. Kadar Abu Larut Air
Abu larut air menunjukkan jumlah zat
yang ikut terlewatkan pada kertas saring dan
larut pada saat dilarutkan bersama air. Hasil uji
lanjut polynomial ortogonal dapat diketahui pola
kecendrungan perlakuan lama pengeringan
terhadap kadar abu larut air teh bunga kenanga
dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Grafik perlakuan lama pengeringan
terhadap kadar abu larut air teh bunga kenanga
Gambar 4 menunjukkan perlakuan lama
pengeringan terhadap kadar abu larut air. Dari
hasil purata menunjukkkan kadar abu larut air
tertinggi terdapat pada perlakuan lama
pengeringan 90 menit yaitu 70,94% dan
terendah pada perlakuan lama pengeringan 45
menit sebesar 54,16%. Hal ini diduga
disebabkan karena terdapat sisa mineral organik
hasil pembakaran yang ikut bersama hasil
pengabuan, sehingga ketika dilarutkan bersama
air maka akan ikut menjadi larutan. Beberapa
jenis mineral organik, misalnya garam dari asam
malat, oxalate, asetat., pektat dan lain-lain.
Semakin lama pengeringan, maka akan
meningkatkan jumlah abu larut air dalam bahan.
Hal ini diduga semakin lama pengeringan akan
menghasilkan sisa pengabuan yang semakin
sedikit sehingga ketika dilewatkan dalam kertas
saring akan lebih banyak jumlah abu yang ikut
terlarut. Hal ini sesuai dengan persyaratan mutu
teh menurut SNI (1995) yang menyatakan kadar
abu larut dalam air minimal 45%.
Secara umum, pengukuran kadar abu
bertujuan untuk mengetahui besarnya
kandungan mineral yang terdapat dalam
makanan/pangan. Selain itu, kadar abu dari
suatu bahan biasanya menunjukkan kadar
mineral, kemurnian, serta kebersihan suatu
bahan yang dihasilkan. Kandungan abu juga
dapat digunakan untuk memperkirakan
kandungan dan keaslian bahan yang digunakan
(Amaliana, 2015).
5. Mutu Fisik
Data hasil pengamatan dan hasil analisis
keragaman (ANOVA) pengaruh lama
pengeringan terhadap mutu fisik untuk
parameter kadar ekstrak larut aur dan uji warna
dapat dilihat pada tabel 5.
Parameter Signifikansi
Kadar Ekstrak Larut Air S
Uji Warna oHue S
Nilai L S Keterangan: S = Signifikan (berbeda nyata) NS = Non Signifikan (tidak berbeda nyata)
54.16
59.04
63.07
70.94
63.96
y = 3.1516x + 52.78 R² = 0.6411
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
0 1 2 3 4 5
Ka
da
r A
bu
La
rut
Air
(%
)
Perlakuan
Abu Larut Air
10
6. Kadar Ekstrak Larut Air
Kadar ekstrak larut air menunjukkan
jumlah kandungan senyawa dalam bahan yang
dapat terekstrak di dalam air maupun pelarut
tertentu. Berdasarkan data hasil pengamatan
dan analisis keragaman bahwa perlakuan lama
pengeringan memberikan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap kadar ekstrak dalam air.
Hasil uji lanjut polynomial ortogonal dapat
diketahui pola kecendrungan perlakuan lama
pengeringan terhadap kadar air teh bunga
kenanga yang dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Grafik perlakuan lama pengeringan terhadap kadar ekstrak larut air teh bunga kenanga
Gambar 6 menunjukkan bahwa lama
pengeringan memberikan pengaruh berbeda
nyata terhadap kadar ekstrak dalam air teh
bunga kenanga. Berdasarkan purata yang
diperoleh, kadar ekstrak dalam air yang
didapatkan dalam grafik dengan nilai tertinggi
yaitu pada perlakuan lama pengeringan 45 menit
menghasilkan nilai kadar ekstrak dalam air yaitu
24% dan terendah pada perlakuan lama
pengeringan 90 menit yaitu 19,22%. Kadar
ekstrak dalam air pada teh bunga kenanga
berpengaruh terhadap lama pengeringan.
Semakin lama proses pengeringan maka kadar
ekstrak dalam air teh daun kenanga akan
semakin berkurang.
Prinsip yang bekerja pada proses
ekstraksi adalah difusi, yaitu perbedaan
konsentrasi antara larutan didalam sel dan
konsentrasi cairan ekstraksi diluar sel. Bahan
pelarut mengalir dari luar (konsentrasi tinggi) ke
dalam sel (konsentrasi rendah) yang
menyebabkan protoplasma membengkak
sehingga kandungan senyawa metabolit
sekunder yang berada di dalam sel akan
mengalir atau berdifusi keluar sel (Achmadi 1992
dalam Agustiningrum 2004). Prinsip ini secara
tidak langsung dapat mengakibatkan perbedaan
banyaknya filtrat yang dihasilkan dari
perendaman dan penyaringan setiap sampel.
Perbedaan ini terjadi karena adanya perbedaan
keterikatan antara pelarut dengan jaringan sel
setiap sampel berbeda.
7. Warna (Colorimeter)
Pengujian warna dapat dilakukan
dengan salah satu alat yang ada di laboratorium
sepertia alat colorimeter. Alat tersebut akan
mengidentifikasi warna dengan tiga tingkatan
warna yaitu nilai L (kecerahan), a (merah), b
(kekuningan pada suatu produk, dan dengan
nilai a dan b dapat ditentukan nilai oHue
(degradasi warna yang tertangkap oleh mata).
Nilai a merupakan warna kromatik antara +0
sampai +100 dengan intentitas warna merah
dan -0 sampai -100 intensitas warna hijau.
Sedangkan nilai b merupakan warna kromatik
+0 sampai +100 intensitas warna kuning dan -0
sampai -80 dengan intensitas warna biru
(Soekarto,1981 dalam Rusnayanti, 2018). Nilai L
merupakan nilai yang diberikan terhadap
kecerahan suatu produk dengan menunjukkan
angka-angka mulai dari angka 0 sampai 100.
Nilai 0 merupakan warna hitam dan nilai 100
merupakan warna putih, sehingga semakin
24.00
22.95
19.94
19.22
22.02
y = -0.7682x + 23.929 R² = 0.3644
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
P1 P2 P3 P4 P5
eks
trak
laru
t ai
r %
Perlakuan
Kadar Ekstrak Larut Air
11
tinggi kisaran nilai L yang dihasilkan maka
semakin cerah warna produk tersebut. Nilai
oHue mewakili panjang gelombang dominan
yang akan akan menentukan warna suatu
bahan (Winarno, 2004). Hasil uji lanjut
polynomial ortogonal dapat diketahui pola
kecendrungan perlakuan lama pengeringan
terhadap warna teh bunga kenanga yang dapat
dilihat pada Gambar 6.
Gambar 7. Grafik Pengaruh Lama
Pengeringan Terhadap Nilai °Hue dan Nilai L pada Bunga Kenanga
Berdasarkan Gambar 7 diatas dapat
dilihat bahwa nilai oHue memiliki kisaran 90,98
– 102,05 yang menunjukkan warna yellow
(Huntching, 1999 dalam Hidayati, 2007).
Tingkat kecerahan (lightness) paling tinggi
diperoleh pada perlakuan lama pengeringan 45
menit yaitu sebesar 48,06 dan terendah terdapat
pada perlakuan lama pengeringan 105 menit
yaitu sebesar 41,94. Semakin kecil nilai lightness
maka kecerahannya semakin berkurang, hal
tersebut disebabkan oleh perubahan warna teh
yang semakin cokelat. Hal tersebut berhubungan
dengan perlakuan oksidasi enzimatis, karena
oksidasi enzimatis ini berperan dalam merubah
kandungan senyawa tanin menjadi teaflavin dan
tearubigin. Hasil ini menunjukkan bahwa
perlakuan lama pengeringan 45 menit memiliki
warna yellow dengan tingkat kecerahan paling
tinggi. Sehingga dapat dikatakan bahwa
semakin lama pengeringan yang dilakukan
maka semakin tinggi tingkat kecerahan
produk yang dihasilkan. Nilai oHue yang
terdapat pada teh bunga kenanga
menunjukkan nilai yang berbeda pada setiap
perlakuan seiring dengan perlakuan yang
diberikan. Nilai oHue menunjukkan bahwa
warna teh memiliki warna yang semakin
menuju ke warna kuning seiring dengan
perlakuan yang diberikan, karena dengan
adanya proses oksidasi enzimatis dan pelayuan
yang semakin lama akan memberikan
perubahan senyawa tanin yang akan berakibat
pada pembentukan rasa, aroma dan warna.
Sebelumnya tanin akan terkondensasi menjadi
teaflavin dan terkondensasi menjadi
tearubigin, kedua senyawa inilah yang akan
membentuk rasa, aroma dan warna.
Warna yang ditimbulkan oleh perubahan
senyawa tanin tersebut adalah warna
kuning, kecokelatan, dan kemerahan (Adina,
2012).
Menurut Susanto dan Saneto (1994)
dalam Martunis (2012), pada proses
pengeringan, semakin tinggi suhu pengeringan
dan semakin lama perlakuan pengeringannya,
maka semakin banyak pigmen dari buah-
buahan yang berubah. Proses pengeringan
menyebabkan warna hijau klorofil pada daun
teroksidasi menjadi coklat. Hal ini juga sesuai
dengan hasil penelitian yang dilakukan yamin,
dkk (2017) yang menyatakan bahwa hasil rata-
rata penilaian panelis terhadap warna seduhan
teh herbal daun ketapang cina tertinggi terdapat
pada perlakuan P2 (pengeringan 130 menit)
3,40 (berwarna kuning), nilai terendah terdapat
pada perlakuan P4 (Pengeringan 170 menit)
48.06 47.02 43.96 43.93
41.94
90.98 92.95 91.99
97.96 102.05
y = -1.5323x + 49.579 R² = 0.9393
y = 2.7136x + 87.046 R² = 0.8405
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
0 2 4 6
War
na
Perlakuan
Uji Warna
L HUE
12
yaitu sebesar 2,04 (kuning kecoklatan). Semakin
lama pengeringan maka warna teh herbal daun
ketapang cina semakin memudar. Warna
seduhan teh herbal daun ketapang cina yang
terbentuk dari warna hjau menjadi warna kuning
dan kuning kecoklatan. Hal ini disebabkan oleh
proses pengeringan yang berperan dalam
pembentukan warna air seduhan the herbal
daun ketapang cina. Memudarnya warna teh
herbal daun ketapang cina disebabkan karena
terjadinya degradasi pigmen-pigmen yang ada
pada daun ketapang cina, terutama pigmen
klorofil yang terdegradasi menjadi feofitin
menyebabkan warna coklat pada teh herbal
daun ketapang cina dan pigmen flavonoida yang
menghasilkan warna kuning.
8. Mutu Sensoris
Uji sensoris dilakukan dengan
menggunakan uji kesukaan (hedonik) dan uji
penerimaan konsumen (skoring). Uji
hedonik bertujuan untuk mengetahui
kesukaan panelis terhadap teh, sedangkan
uji skoring bertujuan untuk mengetahui
tingkat penerimaan konsumen terhadap teh
(Soekarto, 1985). Adapun parameter-
parameter yang diamati antara lain aroma,
warna dan rasa. Signifikansi dari 3 parameter
tersebut dapat dilihat pada tabel 2.
Parameter
Signifikansi
Hedonik Skoring
Aroma NS S
Warna S S
Rasa NS NS
Keterangan : S = Signifikan (berbeda nyata)
NS = Non Signifikan (tidak berbeda nyata)
9. Sensoris Aroma (Hedonic dan Scoring)
Aroma merupakan indikator yang
penting dakam indusrti pangan karena dapat
dengan cepat memberikan hasil penilaian
diterima atau tidakknya produk tersebut. Aroma
meliputi berbagai sifat seperti harum, amis, apek
dan busuk. Aroma berhubungan dengan
senyawa volatile pada suatu bahan, dimana
semakin banyak komponen volatilnya maka
aroma yang dihasilkan pun akan semakin kuat
dan tajam (Kartika, 1988). Hasil analisis
keragaman pada taraf 5% pada tabel 4.5
menunjukkan bahwa pengaruh lama
pengeringan memberikan pengaruh yang
nonsignifikan (tidak berbeda nyata) terhadap
mutu sensoris aroma teh bunga kenanga secara
hedonic dan memberikan pengaruh berbeda
nyata pada mutu sensoris aroma scoring. Hasil
pengujian tingkat kesukaan panelis terhadap
aroma teh bunga kenanga pada masing-masng
perlakuan dapat dilihat pada gambar 8.
Gambar 8. Grafik Hasil Uji Hedonik Dan Scoring Aroma Teh Bunga Kenanga
Berdasarkan Gambar 8 menunjukkan
bahwa lama pengeringan tidak dapat secara
nyata menurunkan tingkat kesukaan panelis
atau hedonik (metode afektif) aroma teh bunga
kenanga, dan memberikan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap tingkat penerimaan
panelis atau skoring (metode deskriptif) pada
3.05 2.9 2.85 2.8 3.1
4.05 4 3.7
3.45
4.55
0
1
2
3
4
5
p1 p2 p3 p4 p5
aro
ma
perlakuan
aromahedonikaromaskoring
13
aroma teh bunga kenanga. Diketahui hasil
metode afektif rata-rata panelis memberikan
dengan nilai tertinggi pada perlakuan lama
pengeringan 105 menit. Hasil metode
deskriptif terhadap aroma bunga kenanga,
panelis memberikan kisaran nilai 3,45 – 4,55
dengan nilai tertinggi pada perlakuan lama
pengeringan 105 menit. Hal ini disebabkan
karena perlakuan lama pengeringan 105 menit
memberikan kesan aroma yang khas bunga
kenanga dengan suhu pengeringan yang tidak
terlalu tinggi yaitu 45oC dan senyawa volatil
yang terandung mudah menguap pada
tekanan dan temperature tertentu dibawah
100oC.
Aroma dihasilkan oleh senyawa-senyawa
volatil yang terdapat pada bahan pangan.
Aroma bisa timbul secara alami maupun karena
proses pengolahan, seperti penyangraian,
pemanggangan dan proses lainnya. Aroma juga
bisa berkurang akibat proses pengolahan
(Barcarolo, dkk.,1996). Perubahan aroma
karena proses menguapnya senyawa-senyawa
volatil, karamelisasi karbohidrat, dekomposisi
protein dan lemak serta koagulasi protein yang
disebabkan oleh pemanasan. Menurut Ciptadi
dan Nasution (1979) menyatakan bahwa
senyawa pembentuk aroma teh terutama
terdiri dari minyak atsiri yang bersifat mudah
menguap dan bersifat mudah direduksi
sehingga dapat menghasilkan aroma harum
pada teh. Semakin lama waktu yang digunakan
untuk proses pengeringan dapat mempengaruhi
warna serta aroma teh. Menurut standar SNI
01-3143-1992 aroma minuman teh yang baik
adalah normal yaitu harum. Pada proses
pengeringan asam galat akan teroksidasi
menjadi senyawa tearubigin (TR). Senyawa
tearubigin bertagung jawab pada aroma harum
(Kim et al. 2011).
10. Sensoris Warna
Warna merupakan karakteristik yang
menentukan penerimaan atau penolakan suatu
produk oleh konsumen. Kesan pertama yang
didapat dari bahan pangan adalah warna. Hasil
uji hedonik dan skoring warna teh bunga
kenanga dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Grafik Hasil Uji Hedonik Dan
Scoring Warna Teh Bunga Kenanga
Berdasarkan Gambar 9 menunjukkan
bahwa lama pengeringan meningkatkan
pengaruh nyata pada tingkat kesukaan panelis
(metode afektif) dan (metode deskriptif)
terhadap warna teh bunga kenanga. Diketahui
hasil metode afektif rata-rata panelis
memberikan nilai tertinggi pada perlakuan lama
pengeringan 105 menit dengan penilaian warna
sangat kuning keemasan. Hasil metode
deskriptif terhadap warna teh bunga
kenanga, panelis memberikan kisaran nilai
1,8 – 3,55 dengan nilai tertinggi pada
perlakuan lama pengeringan 105 menit dengan
kriteria sangat beraroma bunga kenanga.
Semakin lama proses pengeringan yang
2.9 3.25
2.55 2.6
3.4
2.4 2.95
2.05 1.8
3.55
0
1
2
3
4
5
P1 P2 P3 P4 P5
War
na
Perlakuan
WarnaHedonik
WarnaSkoring
14
dilakukan maka cenderung semakin
meningkat tingkat kesukaan dan
penerimaan panelis terhadap warna teh
bunga kenanga. Waktu pengeringan yang
lama akan membuat warna seduhan teh
bunga kenanga semakin pekat sebab
semakin banyak pigmen klorofil dan karoten
yang teroksidasi larut di dalam air.
Beberapa faktor yang harus diperhatikan
dalam pembuatan minuman teh adalah suhu air
penyeduh dan waktu ekstraksi. Hal ini
dikarenakan faktor-faktor tersebut akan sangat
mempengaruhi warna, rasa dan aroma
minuman teh yang dihasilkan. Proses ekstraksi
teh adalah suatu pemisahan bahan berupa
padatan dengan menggunakan bahan cair
(air) atau pelarut lainnya. Menurut Trisno
(1998), idealnya waktu menyeduh teh
berlangsung selama lima menit dengan suhu
air 800C dan tiga menit dengan suhu air 90
0C.
Hal ini disebabkan karena apabila ekstraksi
terlalu lama akan melarutkan banyak tanin,
sehingga menimbulkan rasa agak sepat yang
berlebihan pada seduhan teh (Winarno 1995).
Menurut standar SNI 01-3143-1992 warna
minuman teh yang baik adalah normal
yaitu cerah.
Proses oksidasi enzimatis mengubah
senyawa katekin menjadi theaflavin dan
selanjutnya terkondensasi menjadi thearubigin.
Semakin lama proses oksidadi enzimatis maka
semakin banyak theaflavin yang terkondensasi
menjadi thearubigin sehingga cairan sel
berwarna lebih gelap. Senyawa theaflavin
memberikan warna merah kekuningan, terang
dan berpengaruh terhadap kejernihan seduhan.
Thearubigin merupakan senyawa yang sulit
larut dalam air dan berperan dalam
menentukan kemantapan warna seduhan teh
yaitu berwarna merah kecoklatan agak gelap
(Arpah,1993).
11. Sensoris Rasa
Rasa berhubungan dengan komponen
bahan yang ditangkap oleh indrera perasa
(lidah). Rasa juga merupakan salah satu
penentu dalam tingkat penerimaan panelis
(Hafezi dkk, 2006). Hasil uji hedonik dan
skoring rasa teh bunga kenanga dapat dilihat
pada Gambar 10.
Gambar 10. Grafik Hasil Uji Hedonik Dan Skoring Rasa Teh Bunga
Kenanga
Berdasarkan Gambar 10 menunjukkan
bahwa lama pengeringan tidak secara
signifikan meningkatkan skala kesukaan panelis
secara hedonik dan skoring terhadap rasa teh
bunga kenanga. Diketahui hasil uji hedonik
(metode afektif) rata-rata panelis memberikan
dengan nilai terendah pada perlakuan lama
pengeringan 75 menit dan tertinggi pada
perlakuan 90 menit. Hasil uji scoring (metode
deskriptif) terhadap rasa teh bunga kenanga,
panelis memberikan kisaran nilai 2,9 - 3,5
dengan nilai terendah pada perlakuan lama
pengeringan 75 menit dan tertinggi pada
perlakuan lama pengeringan 90 menit. Hal ini
2.6 2.6 2.35
2.75 2.6
3.05 3.05 2.9
3.5 3
0
1
2
3
4
5
P1 P2 P3 P4 P5
Ras
a
Perlakuan
RasaHedonik
RasaSkoring
15
disebabkan karena adanya senyawa fenol
yang paling utama ada teh yaitu
tanin/katekin (Danang, 2011).
Menurut Nakagawa (1975) dalam
Ratnaningrum (2018), senyawa yang
berkontribusi untuk karakteristik rasa teh adalah
senyawa polifenol (katekin), asam amino, dan
theine. Katekin adalah tannin yang
menggumpalkan protein sehingga menghasilkan
rasa sepat. Winarno (2004) menyatakan bahwa
rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi
dengan komponen rasa yang lain.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis serta uraian
pembahasan yang terbatas pada lingkup
penelitian ini maka ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Lama pengeringan memberikan pengaruh
yang berbeda nyata terhadap parameter
kimia (kadar air, kadar abu total, abu larut
dan tidak larut air) dan parameter fisik
(kadar ekstrak larut air, nilai oHue dan L).
2. Lama pengeringan memberikan pengaruh
yang tidak berbeda nyata terhadap fisik
organoleptik aroma dan rasa serta
memberikan pengaruh yang berbeda nyata
terhadap warna teh bunga kenanga pada uji
hedonik.
3. Lama pengeringan memberikan pengaruh
yang berbeda nyata terhadap sensoris aroma
dan warna serta tidak memberikan pengaruh
berbeda nyata terhadap rasa teh bunga
kenanga pada uji scoring.
4. Perlakuan terbaik teh bunga kenanga adalah
perlakuan P5 dengan lama pengeringan 105
menit dengan nilai kadar air 23,94%, kadar
abu total 5,3%, kadar abu tidak larut air
1,89%, kadar abu larut air 63,89%, kadar
ekstrak larut air 22,02%, nilai oHue 102,05
(Yellow), nilai L 41,94 (semakin cerah),
dengan rasa (H) suka dan (S) tidak pahit,
aroma (H) sangat suka dan (S) sangat
beraroma bunga kenanga dan warna (H)
sangat suka dan (S) sangat kuning
keemasan.
DAFTAR PUSTAKA
Alf, R., 2004. Tanaman Perkebunan Teh Camelia
sinensis L..USU-Press, Medan.
Ananda, A. D. 2009. Aktivitas Antioksidan dan
Karakteristik Organoleptik Minuman
Fungsional Teh Hijau (Camellia sinensis)
Rempah Instan. Skripsi. Fakultas
Pertanian IPB. Bogor.
Armoskaite V, Ramanauskiene K, Maruska A,
Razukas A, Dagilyte A, Baranauskas A,
dan Briedis V. 2011. The analysis of
quality and antioxidant activity of green
tea extracts. Journal of Medicinal Plants
Research 5(5) : 811-816.
Arpah, M. 1993. Pengawasan Mutu Pangan. Tarsito.
Bandung
Association of Official Analytical Chemist.2005.
Official Methodsof Analysis. Virginia:
Association of Official Chemist.Inc.
16
Badan Standar Nasional. 1995. Standar Nasional
Indonesia Teh.No.01-3836-1995.
Departemen Perindustrian RI. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2013. Standar
Nasional Teh Kering (SNI 3836-2013).
Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Barcarolo, R. C. 1996. Handbook Of Food Analysis.
New York: Marcel Dekker, Inc.
Chaturvedula VS dan Prakash I. 2011. The
aroma, taste, color and bioactive
constituents of Tea. Journal of Medicinal
Plants Research 5(11) : 21102124.
Desrosier, N.W. 1969. The Technology of Food
Preservation. Diterjemahkan oleh
Muljohardjo, M. 1988. Teknologi
Pengawetan Pangan. Universitas Indonesia
Press. Jakarta.
Fellow, A.P. 2000. Food Procesion Technology,
Principles and Practise. 2nd ed
Woodread. Pub. Lim Cambridge.
England. (Terjemahan Risnanto. W dan
agus Purnomo).
Hanafiah, K. A., 2014. Rancangan Percobaan:
Teori dan Aplikasi. Edisi Ketiga. PT Raja
Grafindo Persada Jakarta. Jakarta.
Harbone, J. B. 1996. Metode Fitokimia
Penunutun cara modern, Menganalisis
Tumbuhan. Edisi II. ITB Bandung.
Hely, E., Zaini, M. A., dan Alamsyah, A. 2018.
Pengaruh Lama Pengeringan Terhadap Sifat
Fisiko Kimia Teh Daun Kersen (Mungitia
calabura L.). Jurnal AGROTEK UMMAT. 5(1)
: 1-9.
Hutching, J.B. 1999. Food colour and Appereance.
Aspen Publisher.Inc.Marylan
Karori SM, Wachira FN, Wanyoko JK, Ngure RM.
2007. Antioxidant capacity of different
types of tea products. African Journal of
Biotechnology 6(19) : 2287-2296.
Kelman, W. M. Dan Tanner, G.J. 1990. Foliar
condensed tannin levels in lotus species
growing on limed and unlimed soils in
South-Eastern Australia. Prosiding. Grassland
Association. 52:51-54.
Madhavi, T. D., A. Yousif, K. Hyun-Ock, and C.
Scaman. 1996. Process for drying
Medicinal Plants.
http://www.wipo.int/pctdb/en/wo.jsp/o=
2000074694. (Diakses tanggal 28 Maret
2018)
Nurawan, A dan Herawati, H. 2006. Peningkatan Nilai
Tambah Produk Teh Hijau Rakyat Di
Kecamatan Cikalong Wetan-Kabupaten
Bandung. Laporan Penelitian. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian. Jawa
Tengah.
Nurkholis, Majid. 2006. "Pembuatan Teh Rendah
Kafein Melalui Proses Ekstraksi Dengan
Pelarut Etil Asetat". Skripsi. Semarang:
Universitas
Purnomo, B. E., F. Hamzah dan V. S. Johan. 2016.
Pemanfaatna Kulit Buah Naga Merah
(Hylocereus polyrhizus) Sebagai Teh
Herbal.Jom Faperta. 3(2): 1-10.
Ratnaningrum, S.P. 2018. Pengaruh Suhu Dan Lama
Pelayuan Terhadap Mutu Teh Hijau Daun
17
Kakao (Theobroma cacao L.). Skripsi.
Universitas Mataram. Mataram.
Redha, A. 2010. Flavonoid, Struktur, Sifat
Antioksidatif dan Peranannya dalam
Sistem Biologis. Tesis. Jurusan Teknologi
Pertanian Politeknik Negeri Pontianak.
Pontianak.
Rohdiana, D. 2007. Petunjuk Teknis Pengolahan Teh.
Pusat Penelitian Teh dan Kina. Gambung.
Roni, M. A. 2008. Formulasi minuman herbal instan
antioksidan dari campuran teh hijau
(Camellia sinensis), Pegagan (Centella
asiatica), dan daun jeruk purut (Cytus
hystrix). Skripsi S1.Institut Pertanian Bogor.
Rusnayanti, Y. 2018. Pengaruh Suhu Dan Lama
Pengeringan Terhadap Mutu Teh Hijau Daun
Kakao (Theobroma cacao L.). Skripsi.
Universitas Mataram. Mataram.
Safitra, H. 2018. Pengaruh Lama Pengeringan
Terhadap Mutu Teh Bunga Kamboja.
Skripsi. Universitas Mataram. Mataram.
Sari, Mei Ambar. 2015. Aktivitas Antioksidan Teh
Daun Alpukat (Persea Americana Mill)
Dengan Variasi Teknik dan Lama
Pengeringan. Universtas Muhammadiyah
Surakarta. Surakarta.
Setijahartini. 1980. Pengeringan. Jurusan
Teknologi Industri. FATETA. ITB. Bogor.
Soemantri, Ratna dan Tantri K. 2011. Kisah dan
Khasiat Teh. PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Wikipedia, 2016.Teh.http://en.wikipedia.org.
(Diakses tanggal 14 Desember 2017).
Winarno, F. G. 1986, Kimia Pangan dan
Gizi. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Winarno, F. G. 1997, Kimia Pangan dan
Gizi. Cet ke-8. Jakarta: Penerbit PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan
Gizi. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan
Gizi. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal
Bebas. Potensi dan Aplikasinnya dalam
Kesehatan. Kanisius. Yogyakarta.
Yamin, M., D. F. Ayu dan F. Hamzah. 2007. Lama
Pengeringan Terhadap Aktivitas Antioksidan
Dan Mutu Teh Herbal Daun Ketepeng Cina
(Cassia alata L.). Jom FAPERTA. 4(2): 1-15.
Yulia, R. 2006. Kandungan Tanin Dan Potensi Anti
Streptococcus Mutans Daun Teh Var.
Assamica Pada Berbagai Tahap Pengolahan.
Skripsi S1. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
18