PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP KINERJA USAHA KECILportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/1113/1/1...
Transcript of PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP KINERJA USAHA KECILportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/1113/1/1...
JURNAL WIDYA EKONOMIKAPenerbit: Kopertis Wilayah 3 Jakarta, edisi Juli-Desember 2005
Halaman:48-56, Issn:0251-2800,Terakreditasi SK Dirjen Dikti Depdiknas, no. 22/Dikti/Kep/2002
PENGARUH KEMITRAAN
TERHADAP KINERJA USAHA KECIL
(SURVEI PADA USAHA KECIL TERNAK SAPI PERAH DI JAWA
BARAT)
Anik Tri Suwarni*
Abstract: This research aims was to get empirica evidence and clarification ofphenomenon about the influence of internal and external macro business environmenton the strategic relationship and business performance.Unit of research population aredairy cattle farmers which joined in west Java milk co-operation as a form of strategicrelationships that is alliances strategic especialy. Research method was survey usingsimple random sampling technique, and interview as data collecting method. Type ofresearch was verificative with Structural Equation Modelling as hypothesis test tool.The result of statistic test explained that internal and external macro businessenvironment simultaneously affected business performance through strategicrelationship were 75%. Research Implication in science development is that to achievehigh business performance for small business unit which facing turbulence anddiversity between internal and external macro business environment can be done byinterweave strategic relationship and to be straight each other firstly by togetherrecognizing their internal and external macro business environment
Keywords: Strategic Management Process, Small Business, Internal and Externalmacro business Environmant Analysis, Relationship Strategic, Business Performance.
2
I. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG DAN MASALAH PENELTIAN
Usaha kecil banyak mengandung kelemahan pada faktor internal, oleh
karenanya strategi bisnis yang disarankan oleh para ahli strategis untuk mendapatkan
sinergi adalah dengan melakukan hubungan kemitraan ( dalam manajemen strategik
dikenal sebagai “strategic relationship”).
Sebagaimana diidentifikasi oleh Riana ( Infokop:2002) banyak kelemahan
yang dihadapi usaha kecil dan menengah pada umumnya termasuk usaha kecil ternak
ternak sapi perah. Kelemahan tersebut antara lain terletak pada faktor SDM dan
manajemen, sumber modal, teknologi, asosiasi pembina UKM dalam hal ini koperasi
susu primer, komitmen pemerintah serta kurangnya koordinasi dan pengendalian.
Wujud dari kelemahan tersebut antara lain sebagaimana laporan hasil
perjalanan dinas Ditjen Peternakan Deptan dalam rangka analiasa pola dan system
budidaya sapi perah tahun anggaran 2002 ke Jawa Timur, menginformasikan bahwa
terdapat kondisi- kondisi; (1) Peternak masih perlu ditingkatkan: kemampuan
manajemen ternaknya, komitmen bisnis untuk tidak memalsukan mutu susu segar,
wawasan agribisnis, motivasi untuk pengembangan usaha ternaknya, perluasan
sumber modal. (2)Ternak: kualitas genetik rendah, produktivitas rendah; tingginya
penyakit mastitis dan brucellosis. (3) Pakan: perlunya ditingkatkan pemanfaatan
lahan untuk penanaman hijauan makanan ternak (HMT) dan mutu konsentrat buatan
KUD serta terlalu tingginya harga. (4) Sarana dan prasarana: kurang mendukung
kegiatan pembinaan dan pelayanan.
3
Berbagai kelemahan tersebut pada akhirnya memperlambat pertumbuhan
kinerja usaha ternak sapi perah berupa rendahnya pertumbuhan populasi sapi perah
(Noer Sutrisno: 2002), dan rendahnya produktifitas yang berujung pada rendahnya
penghasilan para peternak dan seterusnya menjadi lingkaran yang tidak berujung
(vicious circle).
Sejak tahun 1978 pemerintah telah berusaha menjembatani meningkatnya
hubungan kemitraan antar peternak sapi perah dengan berbagai bantuan dan fasilitas,
namun demikian hasilnya masih menunjukkan adanya berbagai hambatan untuk
berkembang.
Pemahaman tentang manajemen strategis dianggap penting untuk mencapai
kinerja usaha yang tinggi, tidak terkecuali bagi usaha kecil ternak sapi perah. Menurut
Weleen dan Hunger (2002), hasil penelitian yang dilakukan pada perusahaan-
perusahaan yang merencakan dan melaksanakan manajemen strategik, mayoritas
menghasilkan laba lebih besar dibanding perusahaan tanpa perencanaan manajemen
strategik yang tepat. Proses perencanaan strategis mengandung makna implisit
adanya motivasi untuk mencapai tujuan secara lebih baik dengan melihat kekuatan
dari dalam dan peluang yang dapat dimanfaatkan dari faktor eksternal. Pelaksanaan
strategi mengacu pada rencana strategi yang telah ditetapkan, dengan
menjabarkannya pada program, anggaran dan prosedur. Strategi kemitraan
memerlukan perencanaan dan pedoman pelaksanaan yang lebih kompleks, karena
menyangkut hubungan dengan pihak mitra. Fungsi pengendalian strategi pada
hubungan kemitraan diharapkan mampu mengkontrol terbentuknya sinergi yang
dapat meningkatkan kinerja antar mitra.
4
Survei awal, peneliti lakukan kepada 18 peternak sapi perah di tiga lokasi
peternakan (Kunak Leuwiliang, KPS Bogor, dan KPBS Pengalengan) di Jawa Barat,
untuk melihat apakah proses manajemen strategik dilaksanakan dengan baik
walaupun secara informal. Hasil survei awal menginformasikan bahwa 56 %
responden menyadari akan pentingnya mengukur kekuatan dan kelemahan internal
dan merasa perlu melihat peluang dan ancaman, serta mereka mengetahui adanya
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga koperasi sebagai pedoman kerjasama,
tetapi mereka kurang memahami isi dan pelaksanaannya. Sisanya 44 % kurang
menyadari pentingnya mengukur faktor internal dan eksternal, tidak mengetahui apa
yang dimaksud Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta kegunaannya.
Mayoritas peternak ( lebih dari 75%) menjalankan usahanya secara tradisional dan
kurang visioner.
Secara teoritis upaya mencapai tujuan usaha jangka panjang merupakan
proses manajemen stratejik yang terdiri dari tahapan;1) penetapan misi dan tujuan
perusahaan, 2) analisis internal dan eksternal perusahaan, 3) perumusan strategi, 4)
implementasi dan kontrol strategi ( Hunger dan Wheelen, 2000; Pearce dan
Robinson, 1997; Jauch dan Glueck,1997; Suwarsono, 1996; Bowman, 1993).
Selanjutnya baik Craven (2003), Hitt, Ireland dan Hoskisson (1997) maupun Wheelen
dan Hunger (2002) mengatakan bahwa proses manajemen startejik tidak selalu
dilaksanakan secara formal, karena pada perusahaan-perusahaan kecil khususnya,
manajer yang juga pemilik perusahaan; bersama dengan para pegawainya biasa
membicarakan permasalahan perusahaan dan mencari pemecahannya bagi
keberhasilan usaha di masa datang dalam pembicaraan non formal sehari-hari.
5
Analisis lingkungan internal dan lingkungan eksternal diduga merupakan
langkah awal yang penting untuk mewujudkan atau bahkan membangun/memperbaiki
visi dan misi perusahaan, karena menunjukkan adanya kesungguhan pengusaha
mencapai tujuan usaha mereka dengan mempertimbangkan kekuatan maupun
kelemahan yang dimiliki serta besarnya peluang maupun ancaman yang dihadapi.
Untuk mencapai tujuan usahanya, sebuah bisnis tak terkecuali usaha ternak
sapi perah harus memilih strategi yang sesuai dengan kondisi lingkungan internal dan
eksternalnya, apakah dengan strategi bersaing atau dengan strategi tidak bersaing.
Sebagaimana dikatakan Kay dan Edward ( 1994:1-115) bahwa manajemen
merupakan faktor penting dalam mencapai keberhasilan sebuah usaha, dan tugas
utama manajer adalah mencapai tujuan usahanya tak terkecuali pada usaha pertanian
dan peternakan.
Strategi tidak bersaing dilakukan dengan menjalin hubungan jangka panjang
atau “hubungan stratejik” (strategic relationship”) yang dikenal dengan istilah
“Hubungan Kemitraan” selanjutnya dalam penelitian ini disebut sebagai
“Kemitraan”. Sebagaimana dikatakan oleh Cravens (2003:204) unit usaha yang
memiliki kesenjangan lingkungan internal untuk mencapai tujuannya dan mengalami
perubahan yang cepat serta keragaman (turbulence and divercity) pada lingkungan
eksternalnya, dapat mencapai kinerja usaha yang tinggi dengan melakukan
kemitraan. Karena kemitraan yang saling menguntungkan dan dilaksanakan sesuai
pedoman yang telah disepakati akan mampu merubah persaingan menjadi
persekutuan dan mampu meningkatkan kinerja usaha jangka panjang yang
berkesinambungan. Pengukuran kinerja yang lengkap dapat mengacu pada tinjauan
6
Kaplan dan Norton dengan pendekatan balance scorecard, yang melihat empat
persepsi yaitu pembelajaran dan pertumbuhan, proses bisnis internal, pelanggan, dan
finansial.
Dari latar belakang penelitian diatas dapat dirumuskan masalah yang ingin
dicari jawabannya dalam penelitian ini, yaitu; seberapa jauh analisis pengusaha ternak
(peternak) sapi perah di Jawa Barat atas “lingkungan internal” dan “lingkungan
eksternal makro” bisnisnya berpengaruh secara simultan terhadap “kinerja usaha”
melalui “kemitraan” yang dijalin diantara mereka. Dengan demikian penelitian ini
bertujuan untuk mendapatkan jawaban empiris tentang seberapa besar lingkungan
internal dan eksternal makro bisnis berpengaruh secara simultan terhadap kinerja
usaha melalui strategi kemitraan. Ruang lingkup penelitian mencakup proses
manajemen strategis terutama bagaimana usaha kecil ternak sapi perah di Jawa Barat
melakukan pengamatan lingkungan, merumuskan strategi serta bagaimana hasil
evaluasi dan pengendalian strategi dalam bentuk kinerja usaha.
1.2. METODOLOGI
Objek dalam penelitian ini adalah hubungan antar variabel dalam proses
manajemen stratejik bagi unit usaha ternak sapi perah yang berada di Jawa Barat,
terutama pengaruh simultan antara analisis “lingkungan internal” (X1), “lingkungan
eksternal makro” (X2), “Kemitraan” (Y1) dan “Kinerja Usaha” (Y2). Metode
pengumpulan data dilakukan dengan survey atas sampel yang diambil secara acak
sederhana (simple random sampling) pada usaha ternak yang menjalin hubungan
kemitraan dalam koperasi susu di Jawa Barat. Sedangkan metode analisis data untuk
melihat besarnya pengaruh antar variabel, dilakukan dengan menyusun model
7
terstruktur hubungan antar variabel secara konseptual yang disebut dengan Structural
Equation Modelling (SEM) dengan pengolahan data menggunakan software Lisrel.
Populasi dalam penelitian meliputi unit usaha ternak sapi perah milik
perorangan yang menjadi anggota koperasi di Jawa Barat, selanjutnya disebut
sebagai peternak. Total peternak yang menjadi anggota populasi berdasar data GKSI
tahun 2003 berjumlah 24.222 orang, tersebar dalam 26 KUD/ Koperasi Susu yang ada
di Jawa Barat.
Menurut Kelloway (1996) yang mengacu pada Bosma (1983) ukuran sampel
minimum yang dianggap mewakili data dan memenuhi syarat bagi model analisis
SEM adalah 200 responden, baik untuk estimasi tiap parameter maupun untuk tes
kesesuaian model. Tabachnick dan Fidell (1996 dalam Kelloway 1996) mengacu
pada apa yang disampaikan Bentler dan Chaw bahwa rasio ukuran sampel untuk tiap
parameter adalah antara 5:1 sampai 10:1. Sedangkan Schumacker dan Lomax
(1996:20) mengatakan bahwa untuk memenuhi akurasi hasil estimasi dan syarat
keterwakilan populasi, diperlukan sample yang besar. Beberapa buku teks statistik
menggunakan “rule of thumb” antara 10 sampai 20 subjek untuk tiap variabel.
Mengacu pada pendapat para ahli diatas, penelitian ini menetapkan jumlah sampel
sebanyak 200 responden.
II. ISI
2.1. TINJAUAN PUSTAKA
8
Proses manajemen strategis bersifat dinamis. Input yang relevan dan akurat
dari analisis lingkungan internal dan dari analisis lingkungan eksternal diperlukan
untuk perumusan dan penerapan strategi yang efektif dan efisien. Langkah strategis
yang efektif dan efisien merupakan prasyarat untuk penampakan strategi yang dapat
menghasilkan laba diatas rata-rata.
Pengamatan lingkungan internal dengan pendekatan analisis fungsional akan
menunjukkan bahwa sumberdaya fungsional tidak hanya melibatkan faktor-faktor
finansial, fisik, dan SDM perusahaan di setiap bidang, tetapi juga menunjukkan
kesanggupan para personil ditiap fungsi untuk merumuskan dan
mengimplementasikan berbagai strategi dan kebijakan-kebijakan fungsional untuk
mencapai tujuan dibawah bimbingan pimpinan perusahaan. Apabila sumberdaya-
sumberdaya tersebut dialokasikan dan digunakan dengan benar, dapat berfungsi
sebagai kekuatan perusahaan untuk mendukung keputusan-keputusan strategis (
Wheelen dan Hunger, 2002:87). Menurut Thompson and Strickland (1996:2) Strategy
merupakan rencana permainan manajemen untuk memperkuat posisi organisasi,
memuaskan pelanggan dan mencapai kinerja yang diinginkan perusahaan. Proses
management stratejik mulai dari pemilihan visi dan misi perusahaan sampai dengan
evaluasi kinerja diangkat dari pendapat beberapa penulis sebagai berikut;
Javidan (1996) menginformasikan bahwa ada hubungan positif antara visi
dan inspirasi; dan inspirasi dapat menimbulkan motivasi. Sedangkan Thompson and
Strickland (1996:3) mengatakan bahwa proses pelaksanaan strategi merupakan tugas
manajerial yang saling mengaitkan antara penetapan visi dan bagaimana
meresapkankan misi kedalam tujuan dan kinerja yang bisa diukur dengan memilih,
9
mengelola dan melaksanakan strategi yang telah dipilih. Hitt, Ireland dan Hoskisson
(1997: 77) mengatakan bahwa analisis lingkungan internal dan eksternal dilakukan
dengan 1) mempelajari lingkungan eksternal, perusahaan mengidentifikasi “apa yang
mungkin mereka pilih untuk dikerjakan”, 2) mempelajari lingkungan internal,
perusahaan mentukan “apa yang bisa mereka kerjakan”
Sebagaimana dikatakan oleh Pearce dan Robinson (1997:227) bahwa
penilaian internal yang mendalam sangat penting bagi pengembangan strategi agar
berhasil mencapai tujuan. Strategi yang terumuskan dengan baik menghasilkan
kesesuaian yang tepat antara peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan dengan
kekuatan dan kelemahan perusahaan.
Wheelen dan Hunger (2002: 54) mengidentifikasi beberapa hasil penelitian
yang menunjukkan hubungan positif antara analisis lingkungan dan laba usaha, yang
pada gilirannya laba usaha merupakan salah satu indikator kinerja usaha menurut
salah satu perspektif balance scorecard, yaitu perspektif keuangan. Demikian juga
David (1998:67) mengatakan bahwa proses manajemen strategis sama pentingnya
bagi perusahaan besar maupun perusahaan kecil. Bahkan bila dilakukan secara
informal atau oleh pemilik bisnis sendiri, proses manajemen strategis secara
signifikan dapat memperkuat pertumbuhan dan kemakmuran. Banyak artikel majalah
dan jurnal memfokuskan pada penerapan konsep manajemen strategis pada bisnis
kecil, yang kesimpulan utamanya mengatakan bahwa kurangnya pengetahuan akan
manajemen strategis merupakan hambatan serius bagi pertumbuhan kebanyakan
usaha kecil. Steinhoff dan Burgess ((1993:19-56) mengatakan bahwa, usaha kecil
memiliki peluang untuk mengembangkan kekayaan/ kemakmuran, apabila disertai
10
motivasi untuk memperoleh: income yang lebih tinggi, kepuasan berkarya, mandiri,
bangga dengan usahanya, ada keinginan untuk menterapkan ide dan pemikiran-
pemikirannya, membangun kemakmuran jangka panjang, maupun keinginan untuk
menyumbang kepentingan kemanusiaan. Rencana stratejik bagi usaha kecil diartikan
sebagai proses dengan mana tujuan jangka panjang yang tercantum dalam pernyataan
misi bisa dicapai.
Hubungan kemitraan akan mencapai sinergi yang tinggi apabila dilaksanakan
sesuai pedoman yang disepakati bersama oleh pihak yang bermitra, dan memenuhi
unsur-unsur: 1) perencanaan, 2) keseimbangan antara kepercayaan dan kepentingan
pribadi, 3) kesadaran akan adanya potensi konflik, 4) penetapan struktur
kepemimpinan, 5) pencapaian fleksibelitas, 6) penyesuaian terhadap perbedaan
budaya, 7)kemudahan transfer teknologi, dan 8) kemauan untuk belajar dari partner (
Collins dan Doorley dalam Cravens; 2000: 222)
Pengertian kemitraan yang searah dengan pengertian Strategic Relationship
mengatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan antara dua
pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih manfaat bersama atau
keuntungan bersama sesuai prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan”
(Hafsah; 2000:10). Melalui aliansi strategis terjadi semacam pooling of resources
atau penggabungan sumber daya, sumberdana, sumber informasi untuk mendapatkan
sinergi. ( Tobi Mutis dalam Hafsah; 2000:xii)
Berkaitan dengan ada atau tidaknya pengaruh hubungan kemitraan dengan
kinerja usaha, hasil penelitian Premaratne, SP (2001) menunjukkan bahwa ada
hubungan positif antara jaringan para pelaku bisnis, jaringan sumberdaya dan kinerja
11
usaha. Arminas (2002) mengatakan bahwa lebih dari 60% perusahaan kecil dan
menengah yang mengukur pengaruh partnership mengatakan bahwa hubungan yang
erat berhasil meningkatkan penghasilan. Thompson (2003) memberi petunjuk cara
yang baik untuk memperbaiki kinerja usaha yaitu dengan mengkaitkan antara
indikator kinerja melalui sistem balance scorecard dan analisis nilai yang dipandang
oleh pihak-pihak yang berkaitan dengan bisnis (stakeholder). Wanatabe (1999)
mengatakan bahwa faktor penting yang mempengaruhi konsumsi susu adalah cita
rasa/ selera dan pandangan konsumen tentang pentingnya kesehatan (kepentingan
pelanggan).
Dengan demikian diduga bahwa ada pengaruh antara variabel analisis
“lingkungan internal” dan “lingkungan eksternal makro” terhadap “kinerja usaha”
pada unit usaha yang lemah faktor internalnya dan turbulensi serta diversitas
lingkungan eksternal makro (dalam hal ini usaha ternak sapi perah di Jawa Barat)
melalui “kemitraan” yang dilaksanakan sesuai dengan pedoman.
2.2. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Profil usaha ternak sapi perah di Jawa Barat menggambarkan masih besarnya
peluang yang bisa diraih untuk memenuhi kebutuhan pasar akan pasokan susu segar
dari dalam negeri. Karena minuman dan makanan berbahan baku susu merupakan
salah satu produk olahan bergizi yang sepenuhnya ditopang hasil pertanian
khususnya peternakan. Pertanian dalam hal ini peternakan yang kokoh sebagai
pemasok utama industri diharapkan akan merupakan salah satu pilar bangunan
ekonomi yang kuat.
12
GKSI sebagai organisasi yang mewadahi kerjasama antar peternak susu se
Indonesia menunjukkan visi, misi, dan langkah strategis sebagai berikut;
Visi: “Terwujudnya industri persusuan dan industri pendukungnya yang berbasis
Sumber Daya Lokal yang tangguh dalam wadah Koperasi”
Misi: “Melaksanakan tahapan industri persusuan mulai dari pra produksi, produksi,
dan paska produksi secara professional”
Strategi Jangka pendek:”berkembangnya usaha dan asset Koperasi/ KUD yang
ditandai dengan peningkatan modal, produksi susu dan populasi sapi perah”.
Strategi Jangka panjang: “meningkatnya pendapatan peternak”
Dari profil GKSI diperoleh data pertumbuhan konsumsi dan produksi susu,
populasi sapi dari tahun 1993 sampai 1999 rata-rata secara berturut turut adalah 4%,
2%, -4% (data tahun 1997-1998), serta rasio susu segar dalam negeri (SSDN)
dengan susu segar impor adalah 1 dibanding 3 (data tahun 1999).
Perjalanan susu segar dari peternak sapi perah sampai pada industri
pengolahan susu (IPS) merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai dari penyediaan
pasokan susu segar oleh peternak sapi perah baik peternak kecil perorangan, peternak
sedang maupun peternak besar yang berbadan hukum. Pola hubungan kemitraan antar
peternak dalam koperasi susu primer, antar koperasi susu primer dalam koperasi
sekunder dan antar koperasi primer maupun sekunder dengan industri pengolahan
susu ditunjukkan pada gambar 1.
Perkembangan koperasi/KUD Persusuan di Jawa Barat per 31 Agustus 2000
menunjukkan bahwa terdapat 26 Koperasi/ KUD dengan 24.222 peternak, 68.711
ekor ternak sapi perah dengan rata-rata kepemilikan sapi perah 2 sampai 3 ekor per
13
peternak. Jumlah susu yang ditampung KUD 11.764.255 liter/ hari, dari jumlah yang
ditampung tersebut sebanyak 11.252.307 dijual ke IPS dan sebanyak 502.637 liter
setelah dikemas dijual langsung kepada konsumen (Kanwil Koperasi dan PKM Jawa
Barat, 16 Sept. 2000).
Hubungan antar variabel (gambar 2) yang dibangun berdasar dugaan deduktif
dalam pemodelan persamaan terstruktur (Structural Equation Modeling/ SEM),
secara konseptual menunjukkan bahwa variabel Kemitraan (Y1) dipengaruhi oleh
variabel Lingkungan Internal (X1), sebagai substruktur 1. Dalam analisis data dengan
software lisrel hubungan tersebut diberi lambang 1.1. Variabel Kemitraan (Y1)
dipengaruhi oleh variabel Lingkungan eksternal makro (X2), sebagai substruktur 2,
diberi lambang 1.2. Variabel Kinerja Usaha (Y2) dipengaruhi oleh variabel Kemitraan
(Y1), diberi lambang 2.1. Variabel X1 terdiri dari 6 sub variabel yaitu; Persepsi
analisis internal (X1.1), keuangan (X.1.2), Pemasaran (X1.3), Produksi (X1.4), organisasi
dan SDM (X1.5), Penelitian dan Pengembangan (X1.6).
anggota:
Peternak ke 1
Peternak ke 2
Peternak ke n
KUDke 1
Peternak ke 1
Peternak ke 2
Peternak ke n
Peternak ke 1
Peternak ke 2
Peternak ke n
KUDke n
KUDke 2 GKSI Forum IPS
Usahabesarke 1
Usahabesarke 2
Usahabesarke 3
Usahabesarke…
Usahabesarke 13
2624.222 1 1 13
14
Gambar 1 : Kerangka Pola Jaringan Kemitraan antara Peternak, KUD Susu, GKSI dan ForumIPS
Sumber : GKSI Profile, Statistik Peternakan dan KLUI BPS, dimodifikasi.
Variabel X2 dibentuk oleh subvariabel Persepsi terhadap analisis eksternal
(X2.7) teknologi (X2.8), lingkungan: Ekonomi (X2.9), Politik/ Hukum (X2.10) serta
Budaya (X2.11). Variabel Y1dibentuk oleh subvariabel motivasi bermitra (Y1.1),
persepsi penyusunan pedoman (Y1.2) dan persepsi pelaksanaan pedoman (Y1.3).
sedangkan variabel Y2 dibentuk oleh subvariabel; perspektif keuangan (Y2.4),
perspektif pelanggan (Y2.5), perspektif proses bisnis internal (Y2.6) dan perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan (Y2.7).
Tabel 1: Hasil Estimasi dengan Program Lisrel untuk Pengaruh
simultan antar Variabel LI (X1), LEM (X2), HS(Y1) dan KU(Y2)
Parameter Estimasi Parameter R2 t-value
1.1 + 1.2 + 2.10,50 +0,44 + 0,54 0,25 + 0,1936 + 0,2916 =
0,7512,59; 11,07; 6,86
Tabel 1. memperlihatkan hasil estimasi parameter berupa nilai koefisien jalur
R2 dan t value untuk tiap substruktur yang diuji. Hasil uji statistik menunjukkan
pengaruh simultan antar variabel sebesar 75% yaitu (0,25 + 0,1936 + 0,2916 =
0,75). Tingginya thitung secara partial antara variabel “ Lingkungan Internal” dan
15
“Lingkungan Eksternal Makro” terhadap “Hubungan Kemitraan ” dan antara
“Hubungan Kemitraan” terhadap “Kinerja Usaha”, menunjukkan seberapa
pentingnya kegiatan melakukan analisis internal dan eksternal makro sebagai
landasan untuk mencapai kinerja usaha melalui hubungan kemitraan.
Kemampuan menjelaskan hubungan variabel “lingkungan internal”(X1)
terhadap indikator-indikatornya yang paling dominan adalah terhadap indikator
“produksi” (X1.4) yaitu sebesar 72,25%, indikator “penelitian dan pengembangan”
(X1.6) sebesar 67,24%, indikator pemasaran (X1.3) 60,84%. Sedangkan terhadap
indikator Organisasi/SDM (X1.5) hanya dapat dijelaskan 50,41%, indikator
“keuangan/permodalan” (X1.2) sebesar 27,04% dan “pentingnya Analisis Internal”
(X1.1) sebesar 1,6 %.
Kemampuan menjelaskan hubungan antara variabel “lingkungan
eksternal”(X2) terhadap indikator-indikatornya tergolong rendah, yaitu berturut-turut
terhadap indikator “Pandangan peternak akan pentingnya melakukan analisis
Eksternal” (X2.7) sebesar 47,61 %, terhadap indikator “Kekuatan politik dan hukum”
(X2.10) sebesar 27,04%, dan indikator “Kekuatan Ekonomi” (X2.9), sebesar 17,
64%, indikator “Teknologi” (X2.8) sebesar 7,84%, terakhir indikator “kekuatan
Sosial budaya” (X2.11), sebesar 5,76%.
Kemampuan variabel kemitraan dalam menjelaskan indikatornya yang paling
dominan adalah terhadap indikator “persepsi penyusunan pedoman” (Y1.2) 81,00% ,
sedangkan indikator “motivasi bermitra” (Y1.1) dan “persepsi pelaksanaan
kemitraan” (Y1.3) keduanya dapat dijelaskan oleh variabel kemitraan sebesar 50,41%.
16
Variabel kinerja usaha dapat menjelakan hubungannya dengan indikatornya,
masing-masing sebesar “perspektif keuangan” (Y2.4) 100 %, perspektif pertumbuhan
dan pembelajaran (Y2.7) 70,56%, perspektif bisnis internal (Y2.6) 50,41% dan
perspektif pelanggan (Y2.5) 39,69%.
Gambar 2: Diagram Jalur Structural Equation Modeling (SEM) atau Model PersamaanStruktural Pengaruh Simultan Lingkungan Internal dan Lingkungan EksternalMakro terhadap Kinerja Usaha melalui Hubungan Kemitraan.
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
ε2
ε1
Lingk.internal
LingEksMakro
KinerjaUsaha
X1.6X1.5X1.2
X2.10
X2.8
X2.9
X2.11
X1.4X1.3X1.1
X2.7
Y2.7
Y2.6
Y2.5
Y2.4
Kemitraan
Y1.4 Y1.4 Y1.4
0,390,730,96 0,27 0,50 0,33
0,20
0,520,78 0,85
0,71
0,82
0,50
0,25
1,00
-0,630,54
0,55
0,69
0,28
0,42
0,85
0,76
0,70
0,870,52
0,24
0,71 0,900,71
0,440,84
-0,71
0,30
0,50
0,60
0,00
0,49 0,15 0,50
0,45
17
1) Dari profil usaha ternak sapi perah menunjukkan bahwa masih sangat besar
peluang pasar SSDN yang bisa dipenuhi oleh para peternak, dan masih sangat
banyak tugas GKSI yang harus dikerjakan untuk meningkatkan daya saing
peternak terhadap produk susu segar dari luar negeri, meningkatkan pemahaman
akan visi dan misi bisnis, serta meningkatkan intensitas kemitraan dengan
berbagai pihak termasuk dengan pemasok bahan pendukung, sumber modal,
pembimbing manajemen, dan pembeli hasil produksi.
2) Pengaruh simultan yang cukup besar dan begitu penting antara variabel
“Lingkungan Internal” dan “Lingkungan Eksternal Makro” terhadap “Kinerja
usaha” melalui “Kemitraan”, menunjukkan bahwa kinerja usaha yang tinggi
dapat dicapai melalui kemitraan yang dilaksanakan sesuai dengan pedoman dan
pentingnya kesadaran yang tinggi untuk memahami kekuatan, peluang dan
tujuan usaha.
3) Secara lebih rinci indikator yang paling besar dijelaskan oleh variabel
lingkungan internal dalam menjalin Kemitraan adalah fungsi produksi diikuti
fungsi penelitian dan pengembangan, yang menunjukkan bahwa lingkungan
internal yang paling perlu diperhatikan untuk mencapai kinerja melalui
Kemitraan adalah kedua variabel tersebut. Selanjutnya diikuti fungsi-fungsi
pemasaran, organisasi/ SDM, keuangan/ Permodalan dan pentingnya melakukan
analisis lingkungan internal. Variabel lingkungan eksternal makro, berturut-
turut besarnya indikator yang membentuk variabel tersebut adalah; Persepsi
terhadap lingkungan eksternal makro, lingkungan politik dan hukum,
lingkungan ekonomi, lingkungan teknologi, dan lingkungan sosial budaya.
18
Sedangkan persepsi penyusunan pedoman adalah sub variabel yang dominan
dijelaskan oleh variabel Kemitraan diikuti oleh subvariabel motivasi menjalin
kemitraan dan persepsi melaksanakan pedoman dengan sama besar. Variabel
Kinerja Usaha yang paling dominan dijelaskan oleh sub variabel perspektif
keuangan, dan berturut-turut diikuti subvariabel perspektif pertumbuhan dan
pembelajaran, perspektif proses bisnis internal dan yang paling sedikit
informasinya adalah perspektif pelanggan.
4) Secara keseluruhan hasil penelitian ini memperkuat teori manajemen stratejik
terutama pada proses perencanaan bisnis bagi unit usaha yang ingin berkinerja
tinggi, tetapi mengalami kesenjangan lingkungan internal dan turbulensi serta
diversitas pada lingkungan eksternal makro, pemilihan strateginya tidak dengan
bersaing yaitu menjalin Kemitraan sesuai dengan pedoman kunci sukses.
5.2. Saran
1) Bagi para pengambil kebijakan baik pemerintah maupun GKSI, perlu meninjau
kembali dan memperbaiki sistem yang mendorong terjalinnya kemitraan dan
bantuan manajemen ternak agar yang mampu mendorong para peternak
mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman sehingga
termotivasi untuk meningkatkan kinerja dan mengembangkan usaha ternaknya
sehingga selanjutnya meningkatkan kesejahteraan, kesehatan dan kecerdasan
bangsa.
2) Bagi pengembangan ilmu manajemen strategik, disarankan kepada para peneliti
berikutnya untuk melakukan penelitian yang mampu mengidentifikasi secara
lebih detil proses pemilihan strategi dan pelaksanaannya, sesuai dengan syarat
19
untuk keberhasilan bagi unit usaha yang mengalami kesenjangan lingkungan
internal dan turbulensi pada lingkungan eksternal- untuk mencapai tujuannya.
Lebih fokus pada pelaksanaan strategi kemitraan, agar dapat menengarai
seberapa sesuai antara kontribusi yang disumbangkan oleh masing-masing
pihak yang menjalin kemitraan dengan sinergi yang mereka peroleh.
3) Secara praktis kepada manajer maupun pemilik yang sekaligus pengelola unit
usaha yang mengalami kesenjangan pada lingkungan internalnya serta
turbulensi dan diversitas pada lingkungan eksternal terutama makro tetapi
berusaha mencapai kinerja tinggi, disarankan untuk melakukan analisis
lingkungan internal dan analisis lingkungan eksternal makro sebagai bahan
pengambilan keputusan untuk menjalin kemitraan. Dengan demikian dapat
mengetahui lebih dalam seberapa kekuatan dan kelemahan internalnya dan
memahami kekuatan apa yang bisa dibagi dengan mitra , sebaliknya kelemahan
mana yang bisa dipenuhi oleh mitranya agar bersama-sama mampu
memanfaatkan peluang dan menghadapi ancaman dari lingkungan eksternal
makro.
DAFTAR PUSTAKA
------, 1997-1998, UU RI nomor 9 tahun 1995, PP RI nomor 44 tahun 1997tentang Kemitraan, PP RI nomor 32 tahun 1998 tentang Pembinaan danPengembangan Usaha Kecil, Dirjen PUK. Departemen Koperasi danPembinaan Usaha Kecil, Jakarta.
-------, 1996, GKSI Corporate Plan, Agribusiness Patern in Dairy and Dairy Co-Operative Development, Union of Dairy Co-Operatives of Indonesia, Jakarta..
A.Wahab Asyari,2001, Proyeksi Persusuan Masa Depan, Lacto Media, volume IInomor 7, Oktober-November , Jakarta
20
Burnes-Bernard, New-Steve, 1997, Collaboration In Customer-SupplierRelationships: Strategy, Operations and the Function of Rhetoric,International Journal of Purchasing and Material Management- Copyright bythe National Association of Puschasing Management, Inc. London.
Canon, Joseph P and Homburg, Christian, 2001, Buyer-Supplier and Customer firmcosts, Journal of Marketing, New York-USA
Cravens, David W, 1997, Strategic Marketing, Fifth edition, McGraw-HillCompanies, Inc, USA.
Cravens, David W, et.all, 1999, Integrating Contemporary Strategic ManagementPerspectives, Journal of Long Range Planning – Reprint by UMI.
Hitt, Michael A, et all, 1997, Manajemen Strategis, alih bahasa oleh ArmandHediyanto, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Hunger,J.David and Wheelen,Thomas L, 2000, Strategic Management, copyright byAddison-Wesley Publishing Company, Inc, USA
Javidan, Mansour, 1996, Vision and Inspiration: A Study of Iranian Executives,Journal of Transnational Management Development, vol.2(2) 1996, by theHaworth Press, Inc, New York.
Joseph P. Cannon, Christian Hamburg, 2001, Buyer-Supplier Realtionship andCustomer Firm Cost, Journal of Marketing, New York.
Kaplan, Robert S and Norton, David P, 1996, Translating Startegi Into Action TheBalanced Scorecard, Harvard Business School Press, Boston, Massachusetts
Kay, Ronald D, 1981, Farm Management: Planning, Control and Implementing, Int.Studend Edition, McGraw Hill Book Co, Tokyo.
Kay and Edward,William M, 1994, Farm Management, McGraw Hill –Inc,Singapore.
Marbun BN, 1993, Kekuatan dan Kelemahan Usaha Kecil, PT.Pustaka BinamanPressindo, Jakarta.
Noer Sutrisno, 2001, Rekonstruksi Pemahaman Koperasi, Merajut KekuatanEkonomi Rakyat, Intrans, Jakarta.
Noerwyndho, 2000, Peta Persusuan Global 1999-2000, Lacto Media, Edisi PerdanaNovember 2000, Jakarta.
Pearce II, John A and Robinson, Jr Richar B, 1997, Manajemen Stratejik, Alihbahasa oleh Agus Maulana, Binarupa Aksara, Jakarta
Premaratne,S.P, 2001, Network, Resources, and Small Business Growth, (TheExperience in Sri Lanka), Journal of Small Business Management 2001, 39(4)page 363-371.
Riana Panggabean, 2002, Membangun Paradigma Baru dalam MengembangkanUKM, Infokop nomor 21 tahun XVIII-halaman 66-71, Jakarta
Schumacker, Randal E and Lomax, Richard G, 1996, A Biginner’s Guide toStructural Equation Modeling, Lawrence Erlbaum Associates Publishers,Mahwah, New Jersey.
Scott, James C, 1989, Moral Ekonomi Petani- Pergolakan dan Subsistensi di AsiaTenggara, LP3ES, Jakarta.
Thompson, Arthur.A Jr. and Strickland, A.J III, 1996, Strategic Management, NinthEdition, Richard D. Irwin. Inc. Company, USA.
21
Thompson, Lance A, 2003, Improving Business Performance, Strategic FinanceJournal; volume 84, p.32, Montvale.
Van Meighem, Timothy, 1995, Implementing Supplier Partnerships, by PrenticeHall, Englewood Cliffs, New York –USA
Wanatabe, et.all, 1999, Predicting Japanise Dairy Consumption behavior UsingQualitative Survey Data, Journal of Agribusiness, reprint by UMI.
*Penulis adalah Dosen pada Universitas Muhammadiyah Prof.DR.HAMKA, Jakarta.