Pedoman Belanda Untuk Pengelolaan Krisis Hipertensi.doc

22
Pedoman Belanda Mengenai Penatalaksanaan Krisis Hipertensi-Revisi 2010 B.J.H. van den Born 1* , J.J. Beutler 2 , C.A.J.M. Gaillard 3 , A. de Gooijer 4 , A.H. van den Meiracker 5 , A.A. Kroon 6 1 Department of Internal & Vascular Medicine, Academic Medical Centre, Amsterdam, the Netherlands, 2 Jeroen Bosch Hospital, 3 Department of Internal Medicine, Meander Medical Centre, Department of Nephrology, VU University Medical Centre, 4 Maxima Medical Centre, 5 Erasmus Medical Centre, 6 Maastricht University Medical Centre, *corresponding author: tel.: +31 (0)20 566 42 80, fax. +31 (0)20-691 96 58, e-mail: [email protected] ABSTRAK Krisis Hipertensi dibagi menjadi hipertensi urgensi dan hipertensi emergensi. Keadaan ini merupakan suatu keadaan yang heterogen dari gangguan hipertensi akut menurut target organ yang dilibatkan. Meskipun adanya pilihan pengobatan hipertensi yang baik, namun kejadian krisis hipertensi masih tetap terjadi. Di Belanda jumlah pasien yang menggunakan terapi pengganti ginjal yang disebabkan oleh krisis hipertensi telah meningkat dalam dua dekade terakhir. Pada tahun 2003, pedoman pertama belanda mengenai krisis hipertensi telah dirilis untuk memungkinkan pendekatan berbasis bukti standar terhadap pasien dengan krisis hipertensi. Dalam tulisan ini, kami memberikan gambaran penatalaksanaan terbaru krisis hipertensi dan mendiskusikan beberapa perubahan penting yang dimasukkan dalam revisi 2010. Perubahan ini termasuk modifikasi terminologi dari keganasan hipertensi menjadi krisis hipertensi dengan retinopati dan reklasifikasi krisis hipertensi dengan retinopati ke dalam hipertensi emergensi sebagai pengganti dari urgensi. Mengenai pengobatan hipertensi emergensi, nicardipine sebagai

description

f

Transcript of Pedoman Belanda Untuk Pengelolaan Krisis Hipertensi.doc

Page 1: Pedoman Belanda Untuk Pengelolaan Krisis Hipertensi.doc

Pedoman Belanda Mengenai Penatalaksanaan Krisis Hipertensi-Revisi 2010

B.J.H. van den Born1*, J.J. Beutler2, C.A.J.M. Gaillard3, A. de Gooijer4, A.H. van den Meiracker5, A.A. Kroon6

1Department of Internal & Vascular Medicine, Academic Medical Centre, Amsterdam, the Netherlands, 2Jeroen Bosch Hospital, 3Department of Internal Medicine, Meander Medical Centre, Department of Nephrology, VU University Medical Centre, 4Maxima Medical Centre, 5Erasmus

Medical Centre, 6Maastricht University Medical Centre, *corresponding author: tel.: +31 (0)20 566 42 80, fax. +31 (0)20-691 96 58, e-mail: [email protected]

ABSTRAKKrisis Hipertensi dibagi menjadi

hipertensi urgensi dan hipertensi emergensi. Keadaan ini merupakan suatu keadaan yang heterogen dari gangguan hipertensi akut menurut target organ yang dilibatkan. Meskipun adanya pilihan pengobatan hipertensi yang baik, namun kejadian krisis hipertensi masih tetap terjadi. Di Belanda jumlah pasien yang menggunakan terapi pengganti ginjal yang disebabkan oleh krisis hipertensi telah meningkat dalam dua dekade terakhir. Pada tahun 2003, pedoman pertama belanda mengenai krisis hipertensi telah dirilis untuk memungkinkan pendekatan berbasis bukti standar terhadap pasien dengan krisis hipertensi. Dalam tulisan ini, kami memberikan gambaran penatalaksanaan terbaru krisis hipertensi dan mendiskusikan beberapa perubahan penting yang dimasukkan dalam revisi 2010. Perubahan ini termasuk modifikasi terminologi dari keganasan hipertensi menjadi krisis hipertensi dengan retinopati dan reklasifikasi krisis hipertensi dengan retinopati ke dalam hipertensi emergensi sebagai pengganti dari urgensi. Mengenai pengobatan hipertensi emergensi, nicardipine sebagai pengganti nitroprusside atau labetalol lebih direkomendasikan untuk penatalaksanaan hipertensi perioperatif, padahal labetalol telah menjadi obat pilihan untuk pengobatan hipertensi pada pra-eklampsia. Untuk pengobatan hipertensi

urgensi, pemberian oral nifedipin sebagai pengganti dari kaptopril lebih direkomendasikan sebagai terapi lini pertama. Selain itu, manajemen hipertensi emergensi menurut jenis target organ yang terlibat telah ditambahkan. Upaya untuk meningkatkan kesadaran dan pengobatan hipertensi dalam populasi pada umumnya dapat menurunkan kejadian krisis hipertensi dan komplikasinya.

Kata Kunci: Krisis hipertensi, pedoman, penatalaksanaan, hipertensi emergensi, hipertensi urgensi, insufisiensi renal.

PENDAHULUANKrisis hipertensi adalah kelompok

gangguan hipertensi heterogen yang ditandai dengan hipertensi yang parah dan adanya kerusakan organ target secara akut. Sebagai hasil dari kemungkinan pengobatan hipertensi yang lebih baik dalam populasi umum mungkin akan menurunkan insidensi krisis hipertensi. Namun kejadian krisis hipertensi masih relatif tinggi di Belanda, terutama di kalangan muda dan dewasa setengah tua populasi Sahara Afrika.1 Hal ini juga dibuktikan dengan jumlah pasien yang membutuhkan terapi penggantian ginjal karena 'hipertensi maligna'. Antara tahun 1990 dan 2000, didapatkan 205 pasien menggunakan terapi pengganti ginjal di Belanda (1,6% dari jumlah pasien yang menggunakan terapi penggantian ginjal)

Page 2: Pedoman Belanda Untuk Pengelolaan Krisis Hipertensi.doc

karena hipertensi maligna dibandingkan dengan 289 pasien (1,7%) antara tahun 2000 dan 2010.2 Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi relatif gagal ginjal yang disebabkan hipertensi maligna tetap tidak berubah. Jumlah pasien dengan kegagalan ginjal sebagai akibat dari hipertensi maligna telah meningkat sebesar 40% dalam dua dekade terakhir. Hasil dari pengamatan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa hipertensi tidak terdeteksi dalam setengah dari pasien dengan krisis hipertensi. Hal ini mengindikasikan bahwa kesadaran dan pengobatan hipertensi masih perlu ditingkatkan, terutama di kalangan muda dan dewasa setengah tua pada populasi sub-Sahara Afrika. Selanjutnya, untuk melanjutkan upaya dalam meningkatkan pengendalian hipertensi, prevalensi krisis hipertensi yang relatif tinggi menunjukkan bahwa pengenalan dan penatalaksanaan krisis hipertensi merupakan suatu hal yang penting.

Pedoman 2003 tentang pengelolaan krisis hipertensi telah diterbitkan dengan tujuan untuk memberikan pendekatan standar berbasis bukti untuk pengobatan pasien dengan krisis hipertensi di Belanda.3 Akhir-akhir ini pedoman 2003 mengenai krisis hipertensi telah diupdate. Tujuan tulisan ini adalah untuk memberikan gambaran penatalaksanaan krisis hipertensi dan membahas beberapa perubahan penting yang terdapat pada revisi 2010.

METODEPada tahun 2008, Asosiasi Ahli

Penyakit Dalam Belanda membentuk kelompok kerja untuk memperbarui pedoman 2003 tentang krisis hipertensi. Sebuah pencarian sistematis artikel tentang pengelolaan krisis hipertensi dilakukan menggunakan Medline dan Cochrane Database. Literature kualitatif dinilai menggunakan metode standar.4 Hasil tinjauan kepustakaan telah dibahas dalam tiga kelompok pertemuan. Setelah konsensus internal, konsep pedoman dikirim untuk

dilakukan review secara internal dan eksternal. Hasil akhir telah disetujui oleh Asosiasi Ahli Penyakit Dalam Belanda pada tanggal 18 November 2010.

DEFINISI KRISIS HIPERTENSIDalam literatur, krisis hipertensi

secara seragam dibedakan menjadi hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi.5 Hipertensi emergensi mengacu pada suatu keadaan dimana terjadi hipertensi yang tidak terkontrol dengan kerusakan organ target secara akut meliputi otak, jantung, ginjal, retina, dan pembuluh darah, sedangkan hipertensi urgensi digunakan untuk menunjukkan adanya hipertensi yang tidak terkontrol tanpa adanya bukti kerusakan organ akut. Diagnosis hipertensi urgensi dapat dianggap sebagai diagnosis eksklusi. Meskipun pada umumnya diakui bahwa tingkat tekanan darah yang meningkat dari waktu ke waktu dapat meningkatkan resiko kerusakan organ akut. Krisis hipertensi biasanya terjadi ketika tekanan darah diastolik lebih dari 120-130 mmHg dan sistolik 200-220 mmHg. Pada pasien tanpa hipertensi kronis, seperti perempuan dengan pra-eklampsia, hipertensi emergensi dapat berkembang pada tekanan darah yang jauh lebih rendah. Hipertensi yang parah didefinisikan sebagai tekanan darah antara 180/110 mmHg dan 220/130 mmHg tanpa gejala atau kerusakan organ target secara akut, tidak dianggap sebagai hipertensi urgensi dan diperlakukan sebagai faktor risiko untuk penyakit kardiovaskular.

HIPERTENSI EMERGENSIDiagnosis hipertensi emergensi

didasarkan pada adanya kerusakan akut pada otak, ginjal, retina, jantung, dan pembuluh darah. Hipertensi emergensi sebaiknya diberikan pengobatan secara intravena di Rumah Sakit yang memiliki fasilitas untuk memantau keadaan hemodinamik secara terus menerus seperti ICU. Pasien dengan hipertensi urgensi biasanya dapat diobati dengan obat oral. Jenis pengobatan dan target

Page 3: Pedoman Belanda Untuk Pengelolaan Krisis Hipertensi.doc

tekanan darah pada hipertensi emergensi tergantung pada kerusakan organ yang dilibatkan. Sebagai contoh, krisis hipertensi dengan gagal jantung kongestif akut membutuhkan penurunan tekanan darah yang mendekati normal (mean arterial pressure [MAP] 60-100 mmHg). Sebaliknya, pada pasien dengan stroke iskemik akut, pengobatan biasanya dilakukan secara bertahap. Ringkasan mengenai pengobatan hipertensi emergensi berdasarkan terjadinya kerusakan organ dapat dilihat pada table 1. Daftar obat yang direkomendasikan yang digunakan untuk terapi hipertensi emergensi dapat dilihat pada table 2.

Krisis Hipertensi dengan RetinopatiKemungkinan, jenis yang paling

umum dari hipertensi emergensi adalah krisis hipertensi retinopati grade III atau IV, di mana pada retinopati grade III dijumpai suatu perdarahan berbentuk api bilateral atau disebut dengan cotton wool spots dan retinopati grade IV dijumpai adanya papilloedema. Selain retinopati, hemolisis mikroangiopati dan disfungsi ginjal sering dijumpai.6 Gejala dan komplikasi krisis hipertensi dengan retinopati yang paling sering terjadi dapat dilihat pada tabel 3. Labetalol, yang merupakan kombinasi dari obat yang menghambat adrenergik α dan β, lebih direkomendasikan untuk pengobatan krisis hipertensi dengan retinopati jika dibandingkan dengan nitropusid. Hal ini karena labetalol tetap menjaga aliran darah serebral tetap utuh saat digunakan untuk menurunkan tekanan darah.7 Karena labetalol memiliki waktu paruh yang panjang (5,5 jam), maka hipotensi mungkin terjadi setelah genjatan labetalol. Dalam kebanyakan kasus, tekanan darah dapat dikembalikan dengan pemberian normal saline secara intravena. Nitroprusside, nicardipine dan urapidil, merupakan kombinasi dari α1-selective adrenoceptor dan 5HT agonist, dapat digunakan sebagai pilihan alternatif untuk hipertensi emergensi.

Hipertensi EnsefalopatiKejadian hipertensi ensefalopati yaitu

sekitar 10-15% dari seluruh pasien dengan krisis hipertensi dan hipertensi retinopati.8

Hipertensi ensefalopati ditandai dengan penurunan tingkat kesadaran, delirium, agitasi, pingsan, kejang atau kebutaan kortikal yang disertai dengan peningkatan tekanan darah. Tanda-tanda neurologis fokal sangat jarang ditemukan pada hipertensi ensefalopati dan harus dicurigai adanya stroke iskemik atau perdarahan serebral. Untuk memastikan hipertensi emergensi, diagnosis tambahan seperti CT atau MRI otak mungkin diperlukan. Edema serebral dapat digambarkan sebagai daerah dengan densitas sinyal yang meningkat pada MRI dengan pencitraan T2 weighted atau FLAIR, atau sebagai daerah hipodens pada CT atau MRI dengan T1 weighted.9, 10 Daerah ini biasanya terletak di daerah posterior otak. Hal ini mungkin disebabkan oleh hampir tidak adanya persarafan dari sistem saraf simpatik di area pasokan arteri vertebralis yang mengakibatkan penurunan tekanan darah dibandingkan dengan daerah pasokan dari arteri karotis. Hipertensi ensefalopati juga dikenal sebagai salah satu penyebab reversible posterior leucoencephalopathy syndrome (RPLS).10 Selain hipertensi, RPLS juga dikaitkan dengan thrombotic thrombocytopenic purpura (TTP), carotid endarteriectomy hyperperfusion syndrome, Terapi sitotoksik (misalnya siklosporin dan tacrolimus) dan pemberian obat antiangiogenik dan proapoptosis, seperti bevacizumab dan bortezomib. Dalam keadaan tersebut juga didapatkan adanya hipertensi. Oleh karena itu, penyebab sindrom ini tampaknya multifaktorial termasuk hipertensi, peningkatan mendadak perfusi serebral dan kerusakan endotel. Lesi serebral pada white matter yang diamati pada MRI kebanyakan bersifat reversibel dengan penurunan tekanan darah dan menghindari faktor resiko (misalnya dengan terapi sitotoksik atau antiangiogenik).

Page 4: Pedoman Belanda Untuk Pengelolaan Krisis Hipertensi.doc

Tabel 1 Rekomendasi pengobatan hipertensi emergensi sesuai dengan kerusakan organ yang dilibatkan

 Kisaran waktu dan target TD

Terapi lini pertama

Terapi alternatif

Unit yang direkomendasikan

Krisis hipertensi dengan retinopati, mikroangiopati, atau insufisiensi renal akut

Beberapa jam, MAP -20 s/d -25%

Labetalol

Nitroprusid, nicardipin, urapidil Medium care/ICU/CCU

Hipertensi ensefalopatiTiba-tiba, MAP -20 s/d -25% Labetalol

Nicardipin, nitroprusid

ICU/medium care/stroke unit

Diseksi aorta akutTiba-tiba, TD sist < 110 mmHg

Nitroprusid dan esmolol Labetalol ICU

Edema paru akutTiba-tiba, MAP 60 s/d 100 mmHg

Nitroprusid (dengan loop diuretik)

Nitrogliserin, urapidil (dengan loop diuretik) CCU/ICU

Iskemik / Infark MiokardTiba-tiba, MAP 60 s/d 100 mmHg Nitrogliserin Labetalol CCU

Stroke iskemik akut dan TD > 220/120 mmHg* 1 jam, MAP -15 % Labetalol

Nicardipin, nitroprusid Stroke unit/ICU

Perdarahan serebral dengan TD sistolik > 180 mmHg dan MAP > 130 mmHg

1 jam, TD sistolik < 180 mmHg dan MAP < 130 mmHG Labetalol

Nicardipin, nitroprusid Stroke unit/ICU

Stroke iskemik akut dengan indikasi terapi trombolitik dan TD > 185/110 mmHg† 1 jam, MAP -15% Labetalol

Nicardipin, nitroprusid Stroke unit/ICU

Intoksikasi kokain / XTC Beberapa jam

Pentolamin (selanjutnya dengan benzodiazepin) Nitroprusid Medium care/ICU

Krisis adrenergik yang dikaitkan dengan pheochromocytoma atau hiperaktivitas otonom Tiba-tiba Pentolamin

Nitroprusid, urapidil Medium care/ICU

Hipertensi peri dan post-operatif        selama atau setelah coronary bypass graft Tiba-tiba Nicardipin

Urapidil, nitrogliserin Recovery/ICU

Selama atau setelah kraniotomi Tiba-tiba Nicardipin labetalol Recovery/ICU

Pre-eklamsia / eklamsia‡Tiba-tiba, TD < 160/105 mmHg

Labetalol (Selanjutnya magnesium sulfat dan obat antihipertensi oral)

Ketanserin, nicardipin Medium care/ICU

MAP = mean arterial pressure, *untuk pengobatan pasien dengan stroke kita mengacu pada pedoman Nasional mengenai pengobatan terapi diagnosis, dan perawatan pasien stroke, CBO 2008. †hiperaktivitas otonom mengacu pada situasi dimana hipertensi dikaitkan dengan katekolamin endogen yang berlebih. Hiperaktivitas otonom yang diamati dalam kasus-kasus asupan clonidine, makanan atau obat yang berinteraksi dengan monoamine oksidase (MAO), sindrom Guillain-Barré, cedera tulang belakang dan kontusio serebral. ‡untuk pengelolaan pasien dengan pre- eklampsia berat, kita merujuk pada guideline Hypertensive Disorders in Pregnancy of the Dutch Society of Obstetrics and Gynaecology (NVOG).

Tabel 2 Daftar obat intravena untuk pengobatan hipertensi emergensi

Page 5: Pedoman Belanda Untuk Pengelolaan Krisis Hipertensi.doc

Obat Onset kerja

Waktu paruh

Dosis Kontraindikasi dan efek samping

Esmolol 1-2 menit 10-30 menit 0.5-1 mg/kg bolus; 50-300 mg/kg/minInfus intravena

AV block St 1 dan 2, gagal jantung sistolik, PPOK (relatif); bradikardia

Phentolamine 1-2 menit 3-5 menit 1-5 mg, ulangi setelah 5-15 min. sampai target TD tercapai; 0.5-1.0 mg/jam lanjutan infus

Takiaritmia, angina pektoris

Ketanserin 1-2 menit 30-60 menit 5 mg bolus, ulangi setelah 5 min(max 30 mg); 2-6 mg/jam lanjutan infus

Prolonged QT interval, AV block St 1 dan 2; bradikardia, hipokalaemia

Labetalol 5-10 menit 3-6 jam 0.25-0.5 mg/kg; 2-4 mg/min sampai targetTD tercapai, setelah 5-20 mg/jam

AV block St 1 dan 2; , gagal jantung sistolik, PPOK (relatif); bradikardia

Nicardipine 5-15 menit 30-40 menit 5-15 mg/h as continuous infusion, startingdose 5 mg/h, increase every 15-30 min with2.5 mg until goal BP, thereafter decrease to3 mg/h

Liver failure

Nitroglycerine 1-5 menit 3-5 menit 5-200 mg/min, ditingkatkan 5 mg/min tiap 5 min

Nitroprusside Segera 1-2 menit 0.3-10 mg/kg/min, ditingkatkan 0.5 mg /kg/min setiap 5 min sampai target TD tercapai

Liver/kidney failure (relatif); intoksikasi sianida

Urapidil 3-5 menit 4-6 jam 12.5-25 mg bolus; 5-40 mg/jam infus intravena

Tabel 3 Gejala dan komplikasi pada pasien dengan krisis hipertensi dan retinopati

PersentaseNyeri kepala 63Gangguan penglihatan 59Gejala GIT (mual, muntah, penurunan BB)

49

Gagal jantung 30Gejala neurologis (ensefalopati) 17Hipertropi ventrikel kiri 86Penurunan fungsi ginjal berat (creatinine >300 mmol/l)

33

Penurunan fungsi ginjal ringan sampai sedang (115-300 mmol/l)

46

Anemia hemolitik mikroangiopati 28

Pada pasien dengan hipertensi ensefalopati, pengobatan antihipertensi harus dimulai segera untuk menurunkan tekanan darah dengan cara yang terkontrol untuk mencegah kerusakan neurologis lebih lanjut dan kerusakan otak yang ireversibel. Seperti krisis hipertensi dengan retinopati, labetalol lebih direkomendasikan karena aliran darah

serebral yang lebih baik dibandingkan dengan nitroprusside.7 Pada kasus kejang (sementara) terapi antikonvulsan harus diberikan.11 Jika kerusakan neurologis terjadi pada awal fase penurunan tekanan darah, pendarahan otak atau stroke iskemik harus dipertimbangkan. Dalam kasus ini penurunan tekanan darah lebih lanjut dapat mempengaruhi saraf. Penyebab lain dari kerusakan neurologis adalah hipoperfusi serebral yang disebabkan oleh penurunan tekanan darah yang berlebihan, toksisitas nitroprusside dan hidrosefalus obstruktif karena kompresi dari aqueduct serebral sebagai akibat dari edema.

Iskemik atau Infark Miokard AkutPada pasien dengan krisis hipertensi,

peningkatan afterload dan kebutuhan oksigen miokard dapat menyebabkan iskemia miokard. Suplai oksigen dapat lebih buruk oleh adanya hipertrofi ventrikel kiri yang menurunkan cadangan aliran koroner.12 Pada pasien ini, terapi harus ditujukan pada

Page 6: Pedoman Belanda Untuk Pengelolaan Krisis Hipertensi.doc

penurunan tekanan darah tanpa menyebabkan takikardia karena ini mengurangi waktu pengisian diastolik dan meningkatkan kebutuhan oksigen miokard. Nitrogliserin atau labetalol dengan aman dapat mengurangi tekanan darah pada pasien dengan hipertensi dan iskemik miokard akut.13, 14 Penambahan β blokade mungkin diindikasikan untuk pasien yang menggunakan nitrogliserin, terutama jika terjadi takikardia. Dibandingkan dengan nitrogliserin, sodium nitroprusside menurunkan aliran darah regional pada pasien dengan kelainan koroner dan adanya kerusakan miokard setelah infark miokard akut.14-16 Urapidil dapat digunakan sebagai alternatif manajemen krisis hipertensi dengan iskemia miokard.17, 18

Gagal Jantung Kongestif AkutPada pasien dengan krisis hipertensi

dan gagal jantung kongestif akut, nitroprusside merupakan obat pilihan utama oleh karena kemampuannya untuk segera menurunkan preload dan afterload. Nitrogliserin dapat menjadi alternatif yang baik, meskipun dosis lebih dari 200 mg / menit mungkin diperlukan untuk mencapai efek yang diinginkan dalam menurunkan tekanan darah. Dibandingkan dengan nitrogliserin, urapidil dapat menurunkan tekanan darah lebih baik dan peningkatan kandungan oksigen arteri tanpa diikuti takikardi.19 Pemberian loop diuretik dapat menurunkan volume afterload dan menurunkan tekanan darah.

Stroke Iskemik Akut dan Perdarahan Serebral

Untuk membatasi risiko komplikasi hipertensi akut pada pasien dengan stroke iskemik, tekanan darah diturunkan jika tekanan darah tetap > 220/120 mmHg pada fase akut. Dalam upaya mempertahankan perfusi penumbra dan untuk mencegah hipoperfusi daerah otak yang mengalami gangguan autoregulasi serebral, tujuannya adalah untuk menurunkan MAP tidak lebih

dari 15% .20,21 Dalam hal stroke iskemik akut yang dapat diobati dengan terapi trombolitik, dibutuhkan penurunan tekanan darah kurang dari <185/110 mmHg. Dalam konsensus perdarahan serebral akut menyatakan bahwa tekanan darah sistolik harus diturunkan sampai <180 mmHg dan MAP <130 mmHg.22

Apakah strategi penurunan tekanan darah yang berlebihan dalam fase akut pendarahan otak dapat memperbaiki hasil, saat ini sedang dipelajari di Intensive Blood Pressure Reduction in Acute Cerebral Haemorrhage Trial (INTERACT2). Percobaan ini dimulai pada 2008 dan diharapkan akan selesai pada Desember 2011. Untuk pengelolaan hipertensi pada stroke iskemik akut dan perdarahan serebral, labetalol adalah obat pilihan utama. Jika labetalol merupakan kontraindikasi, maka nitroprusside dan nicardipine dapat digunakan sebagai alternatif.

Diseksi Aorta AkutPasien dengan diseksi aorta akut harus

segera dilakukan terapi penurunan tekanan darah yaitu dengan target tekanan darah sistolik antara 100-110 mmHg atau lebih rendah selama masih bisa ditoleransi untuk mencegah ruptur aorta. Untuk menurunkan tekanan darah sistolik yang cepat, kombinasi nitroprusside dan esmolol yang merupakan agen penghambat β digunakan secara intravena atau metoprolol intravena lebih direkomendasikan.23, 24 Secara alternatif, injeksi bolus labetalol dapat digunakan. Namun labetalol memiliki kekurangan yaitu panjangnya waktu paruh sehingga tidak dapat mengkoreksi tekanan darah secara cepat.

Krisis AdrenergikKrisis adrenergik mengacu pada

situasi di mana terjadi krisis hipertensi disebabkan oleh faktor endogen (pheochromocytoma, clonidine) atau eksogen (XTC, kokain atau amfetamin) kelebihan katekolamin. Pilihan pengobatanya yaitu phenoxybenzamine, non-kompetitif-blocking, atau phentolamine yang merupakan suatu

Page 7: Pedoman Belanda Untuk Pengelolaan Krisis Hipertensi.doc

obat yang menghambat kompetitif. Selain itu, agen penghambat β dapat ditambahkan jika terjadi takikardi, tetapi hanya diberikan setelah pemberian terapi penghambat β. Selanjutnya phentolamine, baik nitroprusside dan urapidil efektif untuk manajemen perioperatif pada pheochromocytoma.25,26

Labetalol telah dikaitkan dengan hipertensi selama operasi dan karena itu kurang cocok untuk pengobatan pheochromocytoma selama pembedahan.27, 28 Dalam kasus kokain, XTC atau amfetamin lain, obat ansiolitik merupakan indikasi pertama. Phentolamine dapat ditambahkan jika hipertensi terus berlanjut setelah pemberian benzodiazepin.29

Jika iskemia miokard terjadi, nitrogliserin atau verapamil dapat digunakan untuk menginduksi relaksasi pembuluh darah koroner.30, 31 Untuk mencegah trombosis sekunder yang disebabkan oleh iskemia, reperfusi bersamaan dengan pemberian aspirin direkomendasikan.

Hipertensi PerioperatifHipertensi sering mempersulit operasi

baik karena peningkatan aktivasi sistem saraf simpatik (misalnya dari rasa sakit atau iskemia), pemberian agen vasokontriksi, volume ekspansi atau penghentian sementara obat penurun tekanan darah diutamakan pada prosedur perioperatif. Risiko yang terkait dengan hipertensi yang tidak terkontrol tergantung pada jenis operasi, tetapi yang paling menonjol ditujukan pada pasien yang menjalani bedah kardiovaskular memiliki resiko kebocoran pembuluh darah, atau pada pasien yang membutuhkan operasi otak memiliki resiko edema serebral sebagai akibat dari peningkatan tekanan intrakranial. Nicardipine yang merupakan agen penghambat kalsium yang digunakan secara intravena, dianjurkan untuk pengobatan hipertensi pasca operasi setelah operasi jantung dan untuk pengobatan tekanan darah selama operasi otak. Dalam hal takikardia, agen penghambat β dapat ditambahkan untuk mengurangi kebutuhan oksigen miokard.

Krisis Hipertensi pada Kehamilan / Pre-eklamsia

Pada pasien dengan pre-eklampsia berat atau eklampsia, terapi penurunan tekanan darah diberikan setelah pemberian magnesium sulfat dan atau induksi persalinan. Target yang direkomendasikan yaitu menurunkan tekanan darah <160/105 mmHg untuk mencegah komplikasi hipertensi akut (terutama perdarahan serebral) pada ibu. Labetalol adalah obat pilihan jika pengobatan intravena dibutuhkan.32, 33 yang lebih direkomendasikan yaitu labetalol dikombinasikan dengan obat oral penurun tekanan darah yang terdiri dari metildopa dan nifedipin untuk mencegah bradikardia pada janin. Dalam kasus apapun, denyut jantung janin harus dipantau dan dosis labetalol seharusnya tidak melebihi 800 mg/24 jam. Jika labetalol merupakan kontraindikasi atau tidak cukup dalam menurunkan tekanan darah maka nicardipine dapat digunakan sebagai alternatif.

HIPERTENSI URGENSIKrisis hipertensi tanpa gejala

emergensi biasanya dapat diobati dengan obat penurun tekanan darah oral. Meskipun bukti tentang waktu yang dibutuhkan untuk mencapai target tekanan darah dan jenis obat penurun tekanan darah masih terbatas, terdapat bukti bahwa penurunan tekanan darah yang berlebihan seperti dilaporkan dengan tablet nifedipin sublingual, dapat menyebabkan iskemia pada otak, jantung dan ginjal.34 Selain itu, kontrol placebo yang digunakan dalam percobaan telah menunjukkan bahwa tekanan darah menurun secara spontan.

Untuk hipertensi urgensi, pengobatan pilihan adalah nifedipin oral 20 mg. Nifedipin sublingual harus dihindari karena risiko hipotensi yang tidak terkendali. Penghambat kalsium yang lain seperti nifedipine atau amlodipine memiliki onset kerja yang lebih lambat dan oleh karena itu kurang cocok

Page 8: Pedoman Belanda Untuk Pengelolaan Krisis Hipertensi.doc

untuk pengobatan hipertensi urgensi. Pasien harus diamati selama sedikitnya dua jam setelah pemberian nifedipin. Tekanan darah harus diukur dengan interval maksimal 15 menit. Sebelum pulang, tekanan darah harus lebih rendah daripada <180/110 mmHg, tapi setidaknya <200/120 mmHg. Walaupun resikonya mungkin kecil, penurunan gejala atau tekanan darah yang berlebihan dapat diobati dengan normal saline secara intravena.

PEMBAHASANDalam perbandingan dengan pedoman

Belanda 2003 mengenai penatalaksanaan krisis hipertensi, beberapa perubahan telah dibuat. Garis besar perubahan yang paling penting dalam revisi 2010 dapat dilihat pada tabel 4.

Dalam revisi 2010, istilah 'hipertensi maligna' telah diganti dengan 'krisis hipertensi dengan retinopati". Kelompok kerja kami telah memutuskan perubahan terminologi karena kelangsungan hidup pasien dengan hipertensi maligna telah sangat membaik sebagai hasil dari munculnya agen antihipertensi yang efektif dan terapi pengganti ginjal. Jika, di samping adanya retinopati, target organ lain yang dilibatkan dapat dimasukkan untuk memungkinkan deskripsi yang lebih akurat dari jenis emergensi ini yang mungkin juga mencakup hipertensi ensefalopati, hemolisis mikroangiopati, edema paru dan gagal ginjal akut.

Sejalan dengan pedoman lain dan literatur tentang krisis hipertensi, kelompok kerja kami telah memilih untuk mendata pasien dengan krisis hipertensi dan retinopati (dengan atau tanpa tanda-tanda akut kerusakan organ) di bawah keadaan hipertensi emergensi dalam pedoman yang telah direvisi. Terkadang penurunan MAP > 50% pada pasien dengan krisis hipertensi telah dikaitkan dengan peningkatan risiko stroke iskemik dan kematian.35-37 Pada pasien dengan krisis hipertensi dan retinopati sering

mengalami gangguan autoregulasi serebral,38

oleh karena itu, dalam kondisi seperti ini harus dilakukan pengawasan mengenai risiko hipoperfusi serebral saat tekanan darah diturunkan. Selain itu, variasi status volume dan aktivasi sistem renin-angiotensin harus diamati pada pasien dengan krisis hipertensi dan retinopati yang dapat menyebabkan respon penurunan tekanan darah yang tidak terduga.39, 40 Terapi intravena penurunan tekanan darah memungkinkan penurunan tekanan darah yang terkendali dan meminimalkan risiko berkepanjangan dari episode hipotensi. Ini berarti bahwa pasien dengan krisis hipertensi dan retinopati sebaiknya diobati dengan obat intravena dibawah pengawasan hemodinamik secara terus menerus. Krisis hipertensi dengan retinopati sering lebih rumit oleh karena disfungsi ginjal akut yang menunjukkan bahwa lesi retina iskemik adalah tanda lesi iskemik dalam ginjal dan di tempat lain. Pemantauan tekanan darah secara ketat dan waktu yang tepat untuk penurunan tekanan darah yang berlebihan dapat mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut dan memfasilitasi pemulihan fungsi ginjal setelah fase akut.

Tabel 4 Perubahan penting dalam pedoman pengolaan krisis hipertensi revisi 2010

1. Pergantian istilah hipertensi maligna menjadi krisis hipertensi dengan retinopati

2. Klasifikasi krisis hipertensi dengan retinopati di bawah hipertensi emergensi, bukan hipertensi urgensi

3. Lebih direkomendasikan nicardipin sebagai pengganti nitroprusid atau labetalol untuk pengelolaan hipertensi perioperatif

4. Lebih direkomendasikan labetalol sebagai pengganti dihidralazin atau ketanserin untuk pengelolaan pre-eklamsia dan krisis hipertensi pada kehamilan

5. Lebih direkomendasikan nifedipin sebagai pengganti kaptopril untuk pengobatan hipertensi urgensi dan pembatasan agen alternative antihipertensi.

Untuk pengobatan hipertensi perioperatif, jenis operasi dan kerentanan

Page 9: Pedoman Belanda Untuk Pengelolaan Krisis Hipertensi.doc

organ adalah hal penting dalam menentukan obat antihipertensi yang paling cocok. Dalam revisi pedoman pengelolaan hipertensi perioperatif telah disesuaikan dengan jenis dari target organ yang terlibat. Untuk operasi bypass koroner, tekanan darah harus diturunkan tanpa mengorbankan aliran darah miokard. Nicardipine tampaknya memiliki efek yang lebih menguntungkan untuk mempertahankan stroke volume dan perfusi miokard daripada nitroprusside atau nitrogliserin,41,42 sedangkan urapidil dan nicardipine sama-sama efektif dalam mempertahankan fungsi miokard.43 Jika hipertensi mempersulit operasi intracranial, terapi penurunan tekanan darah tidak boleh meningkatkan tekanan intrakranial. Labetalol dan nicardipine sama-sama efektif dalam menurunkan tekanan darah tanpa meningkatkan tekanan intrakranial.44

Sebaliknya, nitroprusside dan urapidil telah dibuktikan dapat meningkatkan tekanan intrakranial selama operasi otak dan karena itu kurang cocok untuk jenis pembedahan.45, 46

Dalam revisi 2010, labetalol telah menjadi pengobatan pilihan jika terapi intravena diperlukan untuk manajemen pre-eklamsia dan krisis hipertensi pada kehamilan. Sebuah studi meta-analisis secara acak telah menunjukkan bahwa penggunaan dihydralazine dikaitkan dengan hasil yang merugikan pada ibu dan bayi dibandingkan dengan labetalol, meskipun memiliki potensial yang sama dalam menurunkan tekanan darah.47 Ketanserin tampaknya kurang efektif dalam menurunkan tekanan darah, meskipun telah dikaitkan dengan resiko HELL syndrome yang lebih rendah.48

Pilihan untuk labetalol sesuai dengan pedoman Belanda bidang Obstetri dan Ginekologi pada hipertensi dalam kehamilan dan panduan NICE di UK.33

Ketika mengobati hipertensi urgensi, lebih direkomendasikan untuk menggunakan agen yang memiliki onset kerja cepat dan respon tekanan darah yang dapat diprediksi dengan efek samping atau kontraindikasi yang

minimal. Nifedipin menurunkan tekanan darah 15-30 menit setelah konsumsi dengan efek maksimal setelah 4-6 jam, sedangkan kaptopril memiliki efek maksimal dua jam setelah pemberian. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa respon tekanan darah terhadap kalsium antagonis dihydropyridine seperti nifedipine relatif independen terhadap status volume.49, 50

Sebaliknya, efek penurunan tekanan darah dari ACE inhibitor (atau penghambat renin-angiotensin) tergantung pada status volume intravaskular dan aktivitas sistem renin-angiotensin.40 Karena nifedipin memiliki respon penurunan tekanan darah yang dapat diprediksi dan terjadi secara bertahap serta memiliki kontraindikasi yang minimal, maka kelompok kerja kami telah merubah rekomendasi, yaitu nifedipin lebih direkomendasikan sebagai pengganti kaptopril untuk pengobatan hipertensi urgensi sedangkan minoxidil dan atenolol telah dihapus sebagai kemungkinan pilihan pengobatan karena memiliki onset kerja yang lambat dan relatif sering terjadi efek samping.

PERSPEKTIFHipertensi urgensi dan emergensi

adalah sekelompok heterogen gangguan hipertensi akut yang membutuhkan pengenalan segera dan manajemen yang tepat untuk membatasi atau mencegah kerusakan organ. Dalam revisi 2010, kelompok kerja kami telah memperbarui berdasarkan bukti dan jika terdapat bukti-bukti yang kurang, maka alasan berbasis pendekatan digunakan untuk pengelolaan krisis hipertensi. Penelitian pada masa depan harus bertujuan untuk lebih menggambarkan perbedaan nilai strategi diagnostik dalam mengidentifikasi pasien yang beresiko dan dengan memeriksa pengelolaan yang optimal pada hipertensi urgensi dan emergensi, khususnya yang berkaitan dengan efektivitas dan keamanan obat oral. Meskipun obat antihipertensi tersedia secara luas, murah dan efektif, namun kejadian krisis hipertensi telah gagal untuk

Page 10: Pedoman Belanda Untuk Pengelolaan Krisis Hipertensi.doc

dikurangi pada masyarakat perkotaan, terutama di kalangan pasien dari sub-Sahara Afrika. Lebih penting lagi, pada tingkat nasional jumlah pasien yang menjalani terapi dialisis sebagai akibat dari krisis hipertensi telah meningkat dalam dua dekade terakhir. Komplikasi ini berpotensi dicegah oleh pengenalan yang tepat waktu dan pengobatan hipertensi, terutama pada orang dewasa muda dan paruh baya yang diperkirakan memiliki risiko kardiovaskular yang rendah. Peningkatan kesadaran dan pengobatan hipertensi pada orang-orang yang diperkirakan memiliki risiko kardiovaskular yang rendah, dapat mengurangi insiden krisis hipertensi dan komplikasinya.

KEPUSTAKAAN1. Van den Born BJ, Koopmans RP,

Groeneveld JO, van Montfrans GA. Ethnic disparities in the incidence, presentation and complications of malignant hypertension. J Hypertens. 2006 Nov;24 (11):2299-304.

2. Stichting Registratie Nierfunctievervanging Nederland (RENINE). 2010.

3. Beutler JJ, Gaillard CA, de Gooijer A, van den Meiracker AH, Jorna ATM, Potter van Loon BJ. Richtlijn Hypertensieve Crisis. Van Zuiden Communications B.V. 2003.

4. Evidence-based Richtlijnontwikkeling. CBO; 2007.

5. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo JL, Jr., et al. Seventh report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. Hypertension. 2003 Dec;42(6):1206-52.

6. van den Born BJ, Honnebier UP, Koopmans RP, van Montfrans GA. Microangiopathic hemolysis and renal failure in malignant hypertension. Hypertension. 2005 Feb;45(2):246-51.

7. Immink RV, van den Born BJ, van Montfrans GA, Kim Y-S, Hollmann MW,van Lieshout JJ. Cerebral and systemic hemodynamics during treatment with sodium nitroprusside and labetalol in malignant hypertension. Hypertension. 2008;52:236-40.

8. Amraoui F, van Montfrans GA, van den Born BJ. Value of retinal examination in hypertensive encephalopathy. J Hum Hypertens. 2009 Oct 29.

9. Schwartz RB, Jones KM, Kalina P, Bajakian RL, Mantello MT, Garada B, et al. Hypertensive encephalopathy: findings on CT, MR imaging, and SPECT imaging in 14 cases. AJR Am J Roentgenol. 1992 Aug;159(2):379-83.

10. Hinchey J, Chaves C, Appignani B, Breen J, Pao L, Wang A, et al. A reversible posterior leukoencephalopathy syndrome. N Engl J Med. 1996 Feb 22;334(8):494-500.

11. Delanty N, Vaughan CJ, French JA. Medical causes of seizures. Lancet. 1998 Aug 1;352(9125):383-90.

12. Scheler S, Motz W, Strauer BE. Mechanism of angina pectoris in patients with systemic hypertension and normal epicardial coronary arteries by arteriogram. Am J Cardiol. 1994 Mar 1;73(7):478-82.

13. Frishman WH, Strom JA, Kirschner M, Poland M, Klein N, Halprin S, et al. Labetalol therapy in patients with

Page 11: Pedoman Belanda Untuk Pengelolaan Krisis Hipertensi.doc

systemic hypertension and angina pectoris: effects of combined alpha and beta adrenoceptor blockade. Am J Cardiol. 1981 Nov;48(5):917-28.

14. Mann T, Cohn PF, Holman LB, Green LH, Markis JE, Phillips DA. Effect of nitroprusside on regional myocardial blood flow in coronary artery disease. Results in 25 patients and comparison with nitroglycerin. Circulation. 1978 Apr;57(4):732-8.

15. Chiariello M, Gold HK, Leinbach RC, Davis MA, Maroko PR. Comparison between the effects of nitroprusside and nitroglycerin on ischemic injury during acute myocardial infarction. Circulation. 1976 Nov;54(5):766-73.

16. Durrer JD, Lie KI, van Capelle FJ, Durrer D. Effect of sodium nitroprusside on mortality in acute myocardial infarction. N Engl J Med. 1982 May 13;306(19):1121-8.

17. Gregorini L, Marco J, Palombo C, Kozakova M, Anguissola GB, Cassagneau B, et al. Postischemic left ventricular dysfunction is abolished by alpha-adrenergic blocking agents. J Am Coll Cardiol. 1998 Apr;31(5):992-1001.

18. Gregorini L, Marco J, Kozakova M, Palombo C, Anguissola GB, Marco I, et al. Alpha-adrenergic blockade improves recovery of myocardial perfusion and function after coronary stenting in patients with acute myocardial infarction. Circulation. 1999 Feb 2;99(4):482-90.

19. Schreiber W, Woisetschlager C, Binder M, Kaff A, Raab H, Hirschl MM. The nitura study--effect of nitroglycerin or urapidil on hemodynamic, metabolic and respiratory parameters in hypertensive

patients with pulmonary edema. Intensive Care Med. 1998 Jun;24(6):557-63.

20. Adams HP, Jr, del Zoppo G, Alberts MJ, Bhatt DL, Brass L, Furlan A, et al. Guidelines for the early management of adults with ischemic stroke: a guideline from the American Heart Association/American Stroke Association Stroke Council, Clinical Cardiology Council, Cardiovascular Radiology and Intervention Council, and the Atherosclerotic Peripheral Vascular Disease and Quality of Care Outcomes in Research Interdisciplinary Working Groups: the American Academy of Neurology affirms the value of this guideline as an educational tool for neurologists. Stroke. 2007 May;38(5):1655-711.

21. Nederlandse Vereniging voor Neurologie. Richtlijn Diagnostiek, behandeling en zorg voor patiënten met een beroerte. Kwaliteitsinstituut voor de Gezondheidszorg CBO 2008.

22. Broderick J, Connolly S, Feldmann E, Hanley D, Kase C, Krieger D, et al. Guidelines for the management of spontaneous intracerebral hemorrhage in adults: 2007 update: a guideline from the American Heart Association/American Stroke Association Stroke Council, High Blood Pressure Research Council, and the Quality of Care and Outcomes in Research Interdisciplinary Working Group. Circulation. 2007 Oct 16;116(16):e391-e413.

23. O’Connor B, Luntley JB. Acute dissection of the thoracic aorta. Esmolol is safer than and as effective as labetalol. BMJ. 1995 Apr 1;310(6983):875.

24. Hoshino T, Ohmae M, Sakai A. Spontaneous resolution of a dissection of

Page 12: Pedoman Belanda Untuk Pengelolaan Krisis Hipertensi.doc

the descending aorta after medical treatment with a beta blocker and a calcium antagonist. Br Heart J. 1987 Jul;58(1):82-4.

25. Verner IR. Sodium nitroprusside: theory and practice. Postgrad Med J. 1974 ep;50(587):576-81.

26. Tauzin-Fin P, Sesay M, Gosse P, Ballanger P. Effects of perioperative alpha1 block on haemodynamic control during laparoscopic surgery for phaeochromocytoma. Br J Anaesth. 2004 Apr;92(4):512-7.

27. Briggs RS, Birtwell AJ, Pohl JE. Hypertensive response to labetalol in phaeochromocytoma. Lancet. 1978 May 13;1(8072):1045-6.

28. Sheaves R, Chew SL, Grossman AB. The dangers of unopposed beta-adrenergic blockade in phaeochromocytoma. Postgrad Med J. 1995 Jan;71(831):58-9.

29. Hollander JE, Carter WA, Hoffman RS. Use of phentolamine for cocaine-induced myocardial ischemia. N Engl J Med. 1992 Jul 30;327(5):361.

30. Brogan WC, III, Lange RA, Kim AS, Moliterno DJ, Hillis LD. Alleviation of cocaine-induced coronary vasoconstriction by nitroglycerin. J Am Coll Cardiol. 1991 Aug;18(2):581-6.

31. Negus BH, Willard JE, Hillis LD, Glamann DB, Landau C, Snyder RW, et al. Alleviation of cocaine-induced coronary vasoconstriction with intravenous verapamil. Am J Cardiol. 1994 Mar 1;73(7):510-3.

32. Duley L, Henderson-Smart DJ, Meher S. Drugs for treatment of very high blood

pressure during pregnancy. Cochrane Database Syst Rev. 2006;(3):CD001449.

33. Hypertensive disorders during pregnancy. National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE); 2010.

34. Grossman E, Messerli FH, Grodzicki T, Kowey P. Should a moratorium be placed on sublingual nifedipine capsules given for hypertensive emergencies and pseudoemergencies? JAMA. 1996 Oct 23;276(16):1328-31.

35. Ledingham JG, Rajagopalan B. Cerebral complications in the treatment of accelerated hypertension. Q J Med. 1979 Jan;48(189):25-41.

36. Haas DC, Streeten DH, Kim RC, Naalbandian AN, Obeid AI. Death from cerebral hypoperfusion during nitroprusside treatment of acute angiotensin-dependent hypertension. Am J Med. 1983 Dec;75(6):1071-6.

37. Mak W, Chan KH, Cheung RT, Ho SL. Hypertensive encephalopathy: BP lowering complicated by posterior circulation ischemic stroke. Neurology. 2004 Sep 28;63(6):1131-2.

38. Immink RV, van den Born BJ, van Montfrans GA, Koopmans RP, Karemaker JM, van Lieshout JJ. Impaired cerebral autoregulation in patients with malignant hypertension. Circulation. 2004 Oct 12;110(15):2241-5.

39. van den Born BJ, Koopmans RP, van Montfrans GA. The renin-angiotensin system in malignant hypertension revisited: plasma renin activity, microangiopathic hemolysis, and renal failure in malignant hypertension. Am J Hypertens. 2007 Aug;20(8):900-6.

Page 13: Pedoman Belanda Untuk Pengelolaan Krisis Hipertensi.doc

40. Hirschl MM, Binder M, Bur A, Herkner H, Woisetschlager C, Bieglmayer C, et al. Impact of the renin-angiotensin-aldosterone system on blood pressure response to intravenous enalaprilat in patients with hypertensive crises. J Hum Hypertens. 1997 Mar;11(3):177-83.

41. David D, Dubois C, Loria Y. Comparison of nicardipine and sodium nitroprusside in the treatment of paroxysmal hypertension following aortocoronary bypass surgery. J Cardiothorac Vasc Anesth. 1991 Aug;5(4):357-61.

42. Bertolissi M, De Monte A, Giordano F. Comparison of intravenous nifedipine and sodium nitroprusside for treatment of acute hypertension after cardiac surgery. Minerva Anestesiol. 1998 Jul;64(7-8):321-8.

43. De Hert SG, Van der Linden PJ, Ten Broecke PW, Sermeus LA, Gillebert TC. Effects of nicardipine and urapidil on length-dependent regulation of myocardial function in coronary artery surgery patients. J Cardiothorac Vasc Anesth. 1999 Dec;13(6):677-83.

44. Kross RA, Ferri E, Leung D, Pratila M, Broad C, Veronesi M, et al. A comparative study between a calcium channel blocker (Nicardipine) and a combined alpha-beta-blocker (Labetalol. for the control of emergence hypertension during craniotomy for tumor surgery. Anesth Analg. 2000 Oct;91(4):904-9.

45. Cottrell JE, Patel K, Turndorf H, Ransohoff J. Intracranial pressure changes induced by sodium nitroprusside in patients with intracranial mass lesions. J Neurosurg. 1978 Mar;48(3):329-31.

46. Singbartl G, Metzger G. Urapidil-induced increase of the intracranial pressure in

head-trauma patients. Intensive Care Med. 1990;16(4):272-4.

47. Magee LA, Cham C, Waterman EJ, Ohlsson A, von Dadelszen P. Hydralazine for treatment of severe hypertension in pregnancy: meta-analysis. BMJ. 2003 Oct 25;327(7421):955-60.

48. Duley L, Henderson-Smart DJ, Meher S. Drugs for treatment of very high blood pressure during pregnancy. Cochrane Database Syst Rev. 2006;3:CD001449.

49. Morgan T, Anderson A. Interaction of slow-channel calcium blocking drugs with sodium restriction, diuretics and angiotensin converting enzyme inhibitors. J Hypertens Suppl. 1988 Dec;6(4):S652-S654.

50. Anderson GH, Jr., Howland T, Domescek R, Streeten DH. Effect of sodium balance and calcium channel blocking drugs on blood pressure responses. Hypertension. 1987 Sep;10(3):239-48.