Outlook Komoditas Bun

215
OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN PERKEBUNAN Pusat Data Dan Informasi Pertanian Kementerian Pertanian 2010 ISSN 1907-1507

Transcript of Outlook Komoditas Bun

Page 1: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian i

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN PERKEBUNAN

Pusat Data Dan Informasi Pertanian

Kementerian Pertanian 2010

ISSN 1907-1507

Page 2: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

ii Pusat Data dan Informasi Pertanian

Page 3: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian iii

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN PERKEBUNAN ISSN : 1907-1507 Ukuran Buku : 10,12 inci x 7,17 inci (B5) Jumlah Halaman : 189 halaman Penasehat : Dr. Ir. Edi Abdurachman, MSc Penyunting : Ir. Yasid Taufik, MM Ir. Leli Nuryati, MSc. Ir. Efi Respati, MSi. Naskah : Ir. Efi Respati, MSi Ir. Sabarella, MSi Ir. Anna Astrid Susanti, MSi Ir. Noviati, MSi Puji Nantoro, SSi, MM Ir. Ekanantari Megawaty M, SP Design dan Layout : Ir. Efi Respati, M.Si. Roydatul Zikria, S.Si Dyah Indarti, SE Diterbitkan oleh : Pusat Data dan Informasi Pertanian Kementerian Pertanian 2010

Page 4: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

iv Pusat Data dan Informasi Pertanian

Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya

Page 5: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian v

KATA PENGANTAR

Guna mengemban visi dan misinya, Pusat Data dan Informasi Pertanian mempublikasikan data sektor pertanian serta hasil analisis datanya. Salah satu hasil analisis yang telah dipublikasikan secara reguler adalah Outlook Komoditas Perkebunan.

Publikasi Outlook Komoditas Perkebunan Tahun 2010 menyajikan keragaan data series komoditas perkebunan secara nasional dan internasional selama 10-20 tahun terakhir serta dilengkapi dengan hasil analisis proyeksi penawaran dan permintaan domestik untuk masing-masing komoditas dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2012. Pada tahun 2010 ini, analisis outlook komoditas perkebunan mencakup 7 (tujuh) komoditas yakni kelapa sawit, kelapa, kakao, cengkeh, tembakau, nilam dan tebu.

Publikasi ini disajikan tidak hanya dalam bentuk hard copy namun juga dalam bentuk soft copy (CD) dan dapat dengan mudah diperoleh atau diakses melalui website Pusdatin yaitu http://www.deptan.go.id/pusdatin/.

Dengan diterbitkannya publikasi ini diharapkan para pembaca dapat memperoleh gambaran tentang keragaan dan proyeksi masing-masing komoditas strategis pertanian secara lebih lengkap dan menyeluruh.

Kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan publikasi ini, kami ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Kritik dan saran dari segenap pembaca sangat diharapkan guna dijadikan dasar penyempurnaan dan perbaikan untuk penerbitan publikasi berikutnya.

Jakarta, September 2010 Kepala Pusat Data dan Informasi Pertanian,

Dr. Ir. Edi Abdurachman, MS.

NIP.19550517.197901.1.001

Page 6: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

vi Pusat Data dan Informasi Pertanian

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ........................................................................... v

DAFTAR ISI ................................................................................... vi

DAFTAR TABEL ............................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ........................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................xix

BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................... 1

1.1. LATAR BELAKANG .............................................................. 1

1.2. METODOLOGI ................................................................... 2

BAB II. KELAPA SAWIT ...................................................................... 5

2.1. PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKTIVITAS DAN PRODUKSI

KELAPA SAWIT INDONESIA ................................................... 6

2.2. PERKEMBANGAN KONSUMSI KELAPA SAWIT DI INDONESIA ............ 11

2.3. PERKEMBANGAN HARGA KELAPA SAWIT DI INDONESIA ................. 12

2.4. PERKEMBANGAN EKSPOR-IMPOR KELAPA SAWIT DI INDONESIA ...... 13

2.5. PERKEMBANGAN LUAS TANAMAN MENGHASILKAN DAN PRODUKSI

KELAPA SAWIT DUNIA ...................................................... 15

2.6. PERKEMBANGAN EKSPOR – IMPOR KELAPA SAWIT DUNIA ............. 17

2.7. PROYEKSI PENAWARAN KELAPA SAWIT 2010-2012..................... 19

2.8. PROYEKSI PERMINTAAN MINYAK SAWIT 2010-2012 .................... 20

2.9. PROYEKSI SURPLUS/DEFISIT MINYAK SAWIT 2010-2012 ............... 21

LAMPIRAN ........................................................................... 22

BAB III. KELAPA ............................................................................. 31

3.1. PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS

KELAPA INDONESIA ......................................................... 32

3.2. PERKEMBANGAN KONSUMSI KELAPA DI INDONESIA .................... 36

3.3. PERKEMBANGAN HARGA KELAPA DI INDONESIA ........................ 38

3.4. PERKEMBANGAN EKSPOR-IMPOR KELAPA INDONESIA .................. 39

ISSN 1907-1507

Page 7: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian vii

3.5. PERKEMBANGAN LUAS TANAMAN MENGHASILKAN, PRODUKSI

DAN PRODUKTIVITAS KELAPA DUNIA ..................................... 41

3.6. PERKEMBANGAN EKSPOR-IMPOR KELAPA DUNIA ........................ 44

3.7. PERKEMBANGAN HARGA KELAPA DUNIA.................................. 46

3.8. PROYEKSI PENAWARAN KELAPA 2010-2012 .............................. 47

3.9. PROYEKSI PERMINTAAN KELAPA 2010-2012.............................. 48

3.10. PROYEKSI SURPLUS/DEFISIT KELAPA 2010-2012 ........................ 49

LAMPIRAN ............................................................................ 50

BAB IV. KAKAO ............................................................................ 59

4.1. PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS

KAKAO DI INDONESIA ........................................................ 59

4.2. KONSUMSI KAKAO DI INDONESIA ........................................... 64

4.3. PERKEMBANGAN HARGA KAKAO DI INDONESIA .......................... 65

4.4. PERKEMBANGAN EKSPOR-IMPOR KAKAO INDONESIA .................... 66

4.5. PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS KAKAO

DUNIA ......................................................................... 70

4.6. PERKEMBANGAN HARGA PRODUSEN KAKAO DUNIA ..................... 73

4.7. PERKEMBANGAN EKSPOR-IMPOR KAKAO DUNIA ......................... 74

4.8. PROYEKSI PENAWARAN KAKAO 2010-2012 ............................... 76

4.9. PROYEKSI PERMINTAAN KAKAO 2008-2010 .............................. 77

4.10. PROYEKSI SURPLUS/DEFISIT KAKAO 2010-2012 ......................... 78

LAMPIRAN ............................................................................ 80

BAB V. CENGKEH ........................................................................... 91

5.1. PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS

CENGKEH DI INDONESIA .................................................... 93

5.2. PERKEMBANGAN KONSUMSI CENGKEH DI INDONESIA .................. 98

5.3. PERKEMBANGAN HARGA CENGKEH DI INDONESIA ....................... 99

5.4. PERKEMBANGAN EKSPOR – IMPOR CENGKEH DI INDONESIA ......... 100

5.5. PERKEMBANGAN LUAS AREAL TANAMAN MENGHASILKAN, PRODUKSI,

DAN PRODUKTIVITAS CENGKEH DUNIA ................................. 102

5.6. PERKEMBANGAN HARGA CENGKEH DUNIA ............................. 105

5.7. PERKEMBANGAN EKSPOR – IMPOR CENGKEH DUNIA .................. 106

Page 8: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

viii Pusat Data dan Informasi Pertanian

5.8. PROYEKSI PENAWARAN CENGKEH 2009-2012 .......................... 107

5.9. PROYEKSI PERMINTAAN CENGKEH 2009-2012 ......................... 108

5.10. PROYEKSI SURPLUS/DEFISIT KOMODITAS CENGKEH 2009-2012 ..... 109

LAMPIRAN .......................................................................... 111

BAB VI. TEMBAKAU ........................................................................ 123

6.1. PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKTIVITAS DAN PRODUKSI

TEMBAKAU INDONESIA .................................................... 123

6.2. PERKEMBANGAN HARGA KONSUMEN TEMBAKAU DI INDONESIA ..... 127

6.3. PERKEMBANGAN KONSUMSI TEMBAKAU DAN ROKOK INDONESIA ... 128

6.4. PERKEMBANGAN EKSPOR-IMPOR TEMBAKAU PRIMER DAN

MANUFAKTUR INDONESIA ................................................. 130

6.5. PERKEMBANGAN LUAS AREAL DAN PRODUKSI TEMBAKAU DUNIA ... 132

6.6. PERKEMBANGAN HARGA PRODUSEN TEMBAKAU DUNIA .............. 135

6.7. PERKEMBANGAN EKSPOR-IMPOR TEMBAKAU DUNIA .................. 135

6.8. PROYEKSI PENAWARAN TEMBAKAU 2010-2012 ........................ 137

6.9. PROYEKSI PERMINTAAN TEMBAKAU 2010-2012 ........................ 139

6.10. PROYEKSI SURPLUS/DEFISIT TEMBAKAU 2010-2012 .................. 140

LAMPIRAN .......................................................................... 141

BAB VII. NILAM ............................................................................. 151

7.1. PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS

NILAM DI INDONESIA ...................................................... 151

7.2. PERKEMBANGAN KONSUMSI NILAM DI INDONESIA ..................... 156

7.3. PERKEMBANGAN HARGA NILAM DI INDONESIA ......................... 157

7.4. PERKEMBANGAN EKSPOR-IMPOR NILAM INDONESIA .................. 158

7.5. PROYEKSI PENAWARAN NILAM 2009-2011 .............................. 159

7.6. PROYEKSI PERMINTAAN NILAM 2009-2011 ............................. 160

7.7. PROYEKSI SURPLUS/DEFISIT NILAM 2009-2011 ........................ 161

LAMPIRAN .......................................................................... 163

BAB VIII. TEBU ............................................................................. 169

8.1. PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKTIVITAS DAN PRODUKSI

TEBU DI INDONESIA ........................................................ 170

8.2. PERKEMBANGAN KONSUMSI GULA DI INDONESIA.......................177

Page 9: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian ix

8.3. PERKEMBANGAN HARGA GULA DI INDONESIA..........................178

8.4. PERKEMBANGAN EKSPOR-IMPOR GULA INDONESIA ................... 179

8.5. PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKTIVITAS DAN PRODUKSI TEBU

DUNIA ....................................................................... 180

8.6. PROYEKSI PENAWARAN GULA 2010-2012 .............................. 184

8.7. PROYEKSI PERMINTAAN GULA 2010-2012 .............................. 185

8.8. PROYEKSI SURPLUS/DEFISIT GULA ...................................... 186

LAMPIRAN .......................................................................... 188

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 195

Page 10: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

x Pusat Data dan Informasi Pertanian

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Perkembangan produktivitas kelapa sawit menurut status

pengusahaan, 2003-2009. .................................................. 10

Tabel 2.2. Proyeksi produksi minyak sawit Indonesia, 2009-2012 ................ 20

Tabel 2.3. Proyeksi volume ekspor minyak sawit dan penggunaan minyak

goreng sawit dalam negeri di Indonesia, 2010-2012 ................... 21

Tabel 2.4. Proyeksi surplus/defisit minyak sawit Indonesia, 2010-2012 ........ 21

Tabel 3.1. Rata-rata laju pertumbuhan dan kontribusi luas areal dan

produksi kelapa di Indonesia, 1970-2009 ................................ 33

Tabel 3.2. Perkembangan produktivitas kelapa di Indonesia menurut

status pengusahaan, 2004-2009 ........................................... 36

Tabel 3.3. Hasil analisis fungsi respon produksi kelapa ............................ 47

Tabel 3.4. Hasil proyeksi produksi kelapa di Indonesia, 2010-2012 .............. 48

Tabel 3.5. Proyeksi permintaan kopra/minyak kelapa di Indonesia,

2010-2012 .................................................................... 49

Tabel 3.6. Proyeksi surplus/defisit kelapa (kopra) di Indonesia 2010-2012 .... 49

Tabel 4.1. Perkembangan luas areal kakao Indonesia berdasarkan status

pengusahaannya, 2005-2009 ............................................... 60

Tabel 4.2. Perkembangan produktivitas kakao Indonesia berdasarkan

status pengusahaannya, 2003-2009 ...................................... 62

Tabel 4.3. Perkembangan produksi biji kakao kering Indonesia

berdasarkan status pengusahaannya, 2005-2009 ....................... 63

Tabel 4.4. Neraca perdagangan total kakao Indonesia, 1996-2009 ............... 69

Tabel 4.5. Nilai statistik model produksi kakao dalam negeri .................... 76

Tabel 4.6. Proyeksi produksi kakao Indonesia, 2008-2010 ......................... 77

Tabel 4.7. Proyeksi total permintaan kakao Indonesia, 2008-2010 ............... 78

Tabel 4.8. Proyeksi surplus/defisit kakao Indonesia, 2008-2010 .................. 79

Page 11: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian xi

Tabel 5.1. Kontribusi rata-rata luas areal dan produksi cengkeh di

Indonesia menurut status pengusahaan, 1967-2009 ................... 94

Tabel 5.2. Hasil proyeksi produksi cengkeh di Indonesia, 2010-2012 .......... 108

Tabel 5.3. Hasil proyeksi konsumsi domestik cengkeh di Indonesia,

2009-2011 .................................................................. 109

Tabel 5.4. Proyeksi surplus/defisit cengkeh di Indonesia, tahun 2009-2012 .. 110

Tabel 6.1. Perkembangan produktivitas tembakau Indonesia, 2006-2009 .... 127

Tabel 6.2. Perkembangan harga konsumen pedesaan tembakau Indonesia,

2000-2006 .................................................................. 128

Tabel 6.3. Hasil analisis fungsi respon produksi tembakau di Indonesia ...... 138

Tabel 6.4. Hasil proyeksi produksi tembakau Indonesia, 2010-2012 ........... 138

Tabel 6.5. Hasil proyeksi permintaan untuk industri tembakau Indonesia,

2010-2012 .................................................................. 140

Tabel 6.6. Proyeksi surplus/defisit tembakau Indonesia, 2010-2012 .......... 140

Tabel 7.1. Rata-rata laju pertumbuhan dan kontribusi luas areal dan

produksi nilam di Indonesia ............................................. 153

Tabel 7.2. Hasil proyeksi produksi nilam di Indonesia, 2009-2011 ............. 160

Tabel 7.3. Hasil proyeksi permintaan nilam di Indonesia, 2009-2011 ......... 161

Tabel 7.4. Proyeksi surplus/defisit nilam di Indonesia, 2009-2011 ............. 162

Tabel 8.1. Perkembangan produktivitas tebu di Indonesia berdasarkan,

status pengusahaan, 1969-2009 ......................................... 173

Tabel 8.2. Perkembangan rata-rata produksi gula hablur di Indonesia,

berdasarkan status pengusahaan, 1969-2009 ......................... 175

Tabel 8.3. Hasil proyeksi fungsi penawaran gula di Indonesia .................. 184

Tabel 8.4. Proyeksi produksi gula Indonesia, 2010-2012 ......................... 185

Tabel 8.5. Hasil proyeksi fungsi permintaan gula di Indonesia .................. 185

Tabel 8.6. Proyeksi permintaan gula Indonesia, 2010-2012 ..................... 186

Tabel 8.7. Proyeksi surplus/defisit gula Indonesia, 2010-2012 ................. 187

Page 12: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

xii Pusat Data dan Informasi Pertanian

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Perkembangan luas areal kelapa sawit menurut status

pengusahaan di Indonesia, 1970 - 2009 ................................ 6

Gambar 2.2. Kontribusi luas areal kelapa sawit menurut status

pengusahaan di Indonesia, (rata-rata 1998-2009) .................... 7

Gambar 2.3. Perkembangan produksi minyak sawit menurut status

pengusahaan di Indonesia, 1970-2009 .................................. 8

Gambar 2.4. Kontribusi rata-rata produksi minyak sawit menurut status

pengusahaan, (rata-rata 1998-2009) .................................... 8

Gambar 2.5. Provinsi sentra produksi minyak sawit di Indonesia,

(rata-rata 2005-2009) ..................................................... 9

Gambar 2.6. Perkembangan produktivitas kelapa sawit di Indonesia,

2003-2009 .................................................................. 10

Gambar 2.7. Perkembangan ketersediaan minyak sawit/minyak goreng

Indonesia menurut Neraca Bahan Makanan, 1999-2007 ............ 11

Gambar 2.8. Perkembangan harga produsen TBS dan harga perdagangan

besar minyak sawit Indonesia, 2000-2008 ............................ 12

Gambar 2.9. Perkembangan volume ekspor-impor kelapa sawit Indonesia,

1996-2009 .................................................................. 13

Gambar 2.10. Perkembangan ekspor, impor dan neraca perdagangan

kelapa sawit Indonesia, 1996-2009 ..................................... 14

Gambar 2.11. Perkembangan harga ekspor-impor kelapa sawit Indonesia,

1996-2009 .................................................................. 14

Gambar 2.12. Perkembangan luas areal dan produksi tandan buah segar

kelapa sawit dunia, 1961-2008 ......................................... 15

Gambar 2.13. Negara dengan luas areal kelapa sawit terbesar di dunia,

(rata-rata 2004-2008) .................................................... 15

Gambar 2.14. Negara produsen kelapa sawit terbesar dunia,

(rata-rata 2004-2008) .................................................... 17

Page 13: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian xiii

Gambar 2.15. Negara eksportir minyak sawit terbesar dunia,

(rata-rata 2003-2007) .................................................... 18

Gambar 2.16. Negara importir kelapa sawit terbesar dunia,

(rata-rata 2003-2007) .................................................... 19

Gambar 3.1. Perkembangan luas areal kelapa di Indonesia menurut status

pengusahaan, 1970-2009 ................................................ 32

Gambar 3.2. Perkembangan produksi kelapa di Indonesia, 1970-2009 ........... 34

Gambar 3.3. Kontribusi sentra produksi kelapa di Indonesia, 2005-2009 ........ 35

Gambar 3.4. Perkembangan produktivitas kelapa di Indonesia, 2004-2009 ..... 35

Gambar 3.5. Perkembangan konsumsi kelapa butiran dan minyak kelapa di

Indonesia, 1981-2008 ..................................................... 37

Gambar 3.6. Perkembangan total penggunaan kelapa (kopra) di Indonesia,

1990-2007 .................................................................. 38

Gambar 3.7. Perkembangan harga kelapa di tingkat produsen dan

konsumen di Indonesia, 1983-2008..................................... 39

Gambar 3.8. Perkembangan volume ekspor kelapa Indonesia, 2000-2009 ...... 40

Gambar 3.9. Perkembangan volume impor kelapa Indonesia, 2000-2009 ....... 40

Gambar 3.10. Perkembangan luas tanaman menghasilkan kelapa dunia,

1970-2008 .................................................................. 41

Gambar 3.11. Perkembangan produksi kelapa dunia, 1970-2008 ................... 42

Gambar 3.12. Negara-negara produsen kelapa terbesar di dunia,

(rata-rata 2004-2008) .................................................... 42

Gambar 3.13. Perkembangan produktivitas kelapa dunia, 1970-2008 ............. 43

Gambar 3.14. Negara dengan produktivitas kelapa terbesar di dunia,

2004-2008 .................................................................. 44

Gambar 3.15. Negara eksportir minyak kelapa terbesar di dunia, 2003-2007 .... 45

Gambar 3.16. Negara importir minyak kelapa terbesar di dunia, 2003-2007 ..... 45

Gambar 3.17. Negara dengan harga kelapa tingkat produsen terbesar di

dunia, 2003-2007 ......................................................... 46

Page 14: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

xiv Pusat Data dan Informasi Pertanian

Gambar 4.1. Perkembangan luas areal kakao Indonesia berdasarkan status

pengusahaannya, 2005-2009 ............................................ 60

Gambar 4.2. Perkembangan produktivitas kakao Indonesia berdasarkan

status pengusahaannya, 2003-2009 .................................... 61

Gambar 4.3. Perkembangan produksi biji kakao kering Indonesia

berdasarkan status pengusahaannya, 1967-2009 .................... 62

Gambar 4.4. Kontribusi PR, PBN dan PBS terhadap produksi kakao

Indonesia (rata-rata 2005-2009) ........................................ 63

Gambar 4.5. Provinsi sentra produksi kakao PR (rata-rata 2005-2009) .......... 64

Gambar 4.6. Perkembangan konsumsi kakao di Indonesia, 1981-2008 ........... 65

Gambar 4.7. Perkembangan harga domestik biji kakao kering, 1992-2008 ...... 66

Gambar 4.8. Perkembangan volume dan nilai ekspor total kakao

Indonesia, 1996-2009 ..................................................... 67

Gambar 4.9. Kontribusi nilai ekspor kakao menurut bentuk hasilnya

(rata-rata 2005-2009) .................................................... 67

Gambar 4.10. Perkembangan volume dan nilai impor kakao Indonesia,

1996-2009 .................................................................. 68

Gambar 4.11. Perkembangan nilai ekspor, impor dan neraca perdagangan

kakao Indonesia, 1996-2009 ............................................. 69

Gambar 4.12. Perkembangan luas areal dan produksi kakao dunia,

1961-2008 .................................................................. 70

Gambar 4.13. Negara dengan luas areal kakao terbesar di dunia

(rata-rata 2004-2008) .................................................... 71

Gambar 4.14. Negara produsen kakao terbesar di dunia

(rata-rata 2004-2008) .................................................... 72

Gambar 4.15. Negara dengan produktivitas kakao terbesar dunia

(rata-rata 2004-2008) .................................................... 72

Gambar 4.16. Perkembangan harga produsen biji kakao kering dunia,

1991-2007 .................................................................. 73

Gambar 4.17. Negara dengan harga produsen kakao terbesar dunia,

(rata-rata 2003-2007) .................................................... 74

Page 15: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian xv

Gambar 4.18. Negara pengekspor kakao terbesar dunia

(rata-rata 2003-2007) .................................................... 75

Gambar 4.19. Negara importir kakao terbesar dunia (rata-rata 2003-2007) ..... 75

Gambar 5.1. Perkembangan luas areal cengkeh PR di Indonesia, 1967-2009 ... 94

Gambar 5.2. Perkembangan luas areal cengkeh di Indonesia, 1971-2009 ....... 95

Gambar 5.3. Perkembangan produksi cengkeh di Indonesia, 1967-2009 ......... 96

Gambar 5.4. Kontribusi produksi cengkeh PR di provinsi sentra

(rata-rata 2005-2009) .................................................... 97

Gambar 5.5. Perkembangan produktivitas cengkeh di Indonesia,

1970-2009 .................................................................. 98

Gambar 5.6. Perkembangan konsumsi domestik cengkeh di Indonesia,

1970-2008 .................................................................. 99

Gambar 5.7. Perkembangan harga cengkeh di pasar domestik dan pasar

dunia, 1987-2008 ....................................................... 100

Gambar 5.8. Perkembangan volume ekspor impor cengkeh di Indonesia,

1996-2008 ................................................................ 101

Gambar 5.9. Perkembangan nilai ekspor impor cengkeh di Indonesia,

1996-2008 ................................................................ 101

Gambar 5.10. Perkembangan luas areal tanaman menghasilkan cengkeh

dunia dan Indonesia, 1967-2008 ...................................... 102

Gambar 5.11. Negara-negara dengan luas TM cengkeh terbesar dunia,

(rata-rata 2004-2008) .................................................. 103

Gambar 5.12. Perkembangan produksi cengkeh dunia, 1961-2008 ............... 104

Gambar 5.13. Negara-negara produsen cengkeh terbesar dunia, 2004-2008 ... 104

Gambar 5.14. Negara-negara dengan rata-rata produktivitas cengkeh

tertinggi dunia, 2004-2008 ............................................ 105

Gambar 5.15. Negara-negara dengan harga produsen cengkeh tertinggi

dunia (rata-rata 2004-2008) ........................................... 105

Gambar 5.16. Negara eksportir cengkeh terbesar di dunia

(rata-rata 2004-2008) .................................................. 106

Page 16: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

xvi Pusat Data dan Informasi Pertanian

Gambar 5.17. Negara importir cengkeh terbesar di dunia

(rata-rata 2004-2008) .................................................. 107

Gambar 6.1. Perkembangan luas areal tembakau menurut status

pengusahaannya, 1971-2009 .......................................... 124

Gambar 6.2. Kontribusi luas areal tembakau di Indonesia menurut status

pengusahaan (rata-rata 2005-2009) .................................. 124

Gambar 6.3. Perkembangan produksi tembakau menurut status

pengusahaan, 1971-2009............................................... 125

Gambar 6.4. Kontribusi sentra produksi tembakau PR di Indonesia

(rata-rata 2006-2009) .................................................. 126

Gambar 6.5. Rata-rata produktivitas tembakau Indonesia menurut status

pengusahaan, 2006-2009............................................... 126

Gambar 6.6. Perkembangan harga konsumen tembakau di Indonesia,

2000-2008 ................................................................ 128

Gambar 6.7. Perkembangan konsumsi tembakau di Indonesia, 1987-2008 .... 129

Gambar 6.8. Perkembangan konsumsi rokok di Indonesia, 1987-2008 ......... 129

Gambar 6.9. Perkembangan volume dan harga ekspor - impor tembakau

primer, 1996-2009 ...................................................... 130

Gambar 6.10. Perkembangan volume dan harga ekspor – impor tembakau

manufaktur, 1996-2009 ................................................ 131

Gambar 6.11. Perkembangan luas areal tembakau dunia, 1961-2008 ........... 132

Gambar 6.12. Negara dengan luas area tembakau terbesar di dunia,

2004-2008 ................................................................ 133

Gambar 6.13. Perkembangan produksi tembakau dunia, 1961-2008 ............. 134

Gambar 6.14. Sepuluh negara produsen tembakau dunia, 2004-2008 ........... 134

Gambar 6.15. Perkembangan rata-rata harga produsen tembakau dunia,

1991-2007 ................................................................ 135

Gambar 6.16. Perkembangan volume ekspor dan impor tembakau dunia,

1961-2007 ................................................................ 136

Gambar 6.17. Negara pengekspor tembakau terbesar dunia

(rata-rata 2003-2007) .................................................. 136

Page 17: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian xvii

Gambar 6.18. Negara pengimpor tembakau terbesar dunia

(rata-rata 2003-2007) .................................................. 137

Gambar 7.1. Perkembangan luas areal nilam di Indonesia, 1989-2008 ........ 152

Gambar 7.2. Perkembangan produksi minyak nilam di Indonesia,

1989-2008 ................................................................ 154

Gambar 7.3. Provinsi sentra produksi minyak nilam di Indonesia

(rata-rata 2004-2008) .................................................. 154

Gambar 7.4. Perkembangan produktivitas nilam di Indonesia

(rata-rata 2004-2008) .................................................. 155

Gambar 7.5. Perkembangan konsumsi minyak nilam di Indonesia,

1989-2008 ................................................................ 156

Gambar 7.6. Perkembangan harga ekspor minyak nilam di Indonesia,

1989-2006 ................................................................ 157

Gambar 7.7. Perkembangan volume ekspor minyak nilam dan daun nilam

di Indonesia, 1989-2006................................................ 159

Gambar 8.1. Perkembangan luas areal tebu di Indonesia, 1969 - 2009 ........ 170

Gambar 8.2. Perkembangan luas areal tebu Indonesia berdasarkan status

pengusahaan,1969-2009 ............................................... 171

Gambar 8.3. Perkembangan produktivitas tebu di Indonesia, 1969-2009 ..... 172

Gambar 8.4. Perkembangan produktivitas tebu di Indonesia berdasarkan

status pengusahaan, 1969-2009) ..................................... 173

Gambar 8.5. Perkembangan produksi gula hablur di Indonesia,1969-2009 .... 174

Gambar 8.6. Perkembangan produksi gula hablur berdasarkan status,

pengusahaan, 1969-2005 .............................................. 174

Gambar 8.7. Provinsi sentra produksi tebu Perkebunan Rakyat, 2006-2010 .. 176

Gambar 8.8. Provinsi sentra produksi tebu Nasional, 2009 ...................... 177

Gambar 8.9. Perkembangan konsumsi gula oleh rumah tangga di

Indonesia, 1990-2009 ................................................... 178

Gambar 8.10. Perkembangan harga gula pasir dalam negeri, 1997-2009 ...... 179

Gambar 8.11. Perkembangan volume ekspor dan impor gula di Indonesia,

1969-2009 ................................................................ 179

Page 18: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

xviii Pusat Data dan Informasi Pertanian

Gambar 8.12. Perkembangan luas areal tebu dunia, 1970-2008 .................. 181

Gambar 8.13. Perkembangan produktivitas tebu dunia, 1970-2008 ............. 181

Gambar 8.14. Perkembangan produksi tebu dunia, 1970-2008 .................. 182

Gambar 8.15. Negara dengan luas areal tebu terbesar di dunia, 2004-2008 ... 182

Gambar 8.16. Negara produsen tebu terbesar dunia, 2004-2008 ................. 183

Gambar 8.17. Perkembangan penawaran dan permintaan gula Indonesia,

1990-2012 ................................................................ 186

Page 19: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian xix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 2.1. Perkembangan luas areal kelapa sawit (palm oil) Indonesia

menurut status pengusahaan, 1970-2009. .......................... 22

Lampiran 2.2. Perkembangan produksi minyak sawit (crude palm oil/CPO)

Indonesia menurut status pengusahaan, 1970-2009 .............. 23

Lampiran 2.3. Provinsi sentra produksi kelapa sawit Indonesia, 2005-2009 .... 24

Lampiran 2.4. Penggunaan dan ketersediaan untuk konsumsi minyak sawit

Indonesia, 1990-2007 .................................................. 24

Lampiran 2.5. Perkembangan harga produsen tandan buah segar dan

minyak sawit (CPO) Indonesia, 2000-2008 .......................... 25

Lampiran 2.6. Perkembangan ekspor – impor, neraca perdagangan serta

harga minyak sawit Indonesia, 1996-2009 .......................... 26

Lampiran 2.7. Perkembangan luas tanaman menghasilkan, yield dan

produksi kelapa sawit dunia, 1961-2008 ............................ 27

Lampiran 2.8. Negara dengan luas tanaman menghasilkan kelapa sawit

terbesar di dunia, 2004-2008 ......................................... 28

Lampiran 2.9 Negara produsen kelapa sawit terbesar dunia, 2004-2008....... 28

Lampiran 2.10. Negara eksportir minyak sawit terbesar dunia, 2003-2007 ...... 29

Lampiran 2.11. Negara importir minyak sawit terbesar dunia, 2003-2007 ....... 29

Lampiran 3.1. Perkembangan luas areal kelapa di Indonesia menurut

status pengusahaannya, 1970 - 2009. ............................... 50

Lampiran 3.2. Perkembangan produksi kelapa di Indonesia menurut status

pengusahaannya, 1970 - 2009 ........................................ 51

Lampiran 3.3. Provinsi sentra produksi kelapa di Indonesia, 2005-2009 ........ 52

Lampiran 3.4. Perkembangan konsumsi kelapa dan minyak kelapa di

Indonesia, 1981-2008 .................................................. 53

Lampiran 3.5. Penggunaan dan ketersediaan konsumsi kopra di Indonesia,

1990-2007 ................................................................ 54

Lampiran 3.6. Perkembangan harga kelapa di tingkat produsen dan

konsumen di Indonesia, 1983-2008 .................................. 55

Page 20: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

xx Pusat Data dan Informasi Pertanian

Lampiran 3.7. Perkembangan ekspor-impor kelapa Indonesia, 2000-2009 ...... 56

Lampiran 3.8. Perkembangan luas tanaman menghasilkan, produksi dan

produktivitas kelapa dunia, 1970-2008 ............................. 57

Lampiran 3.9. Negara produsen kelapa terbesar di dunia, 2004-2008 ........... 58

Lampiran 4.1. Perkembangan luas areal kakao Indonesia menurut status

pengusahaan, 1967-2009 .............................................. 80

Lampiran 4.2. Perkembangan produksi kakao Indonesia menurut status

pengusahaan, 1967-2009 .............................................. 81

Lampiran 4.3. Perkembangan produksi kakao PR di provinsi sentra di

Indonesia, 2005-2009 .................................................. 82

Lampiran 4.4. Perkembangan konsumsi coklat instan dan coklat bubuk di

Indonesia , 1981-2008 .................................................. 82

Lampiran 4.5. Perkembangan harga domestik kakao Indonesia, 1992-2007 .... 83

Lampiran 4.6. Perkembangan volume dan nilai ekspor total kakao

Indonesia, 1996-2009 .................................................. 84

Lampiran 4.7. Perkembangan volume dan nilai impor total kakao

Indonesia, 1996-2009 .................................................. 85

Lampiran 4.8. Perkembangan luas areal, produktivitas dan produksi kakao

dunia, 1961-2008 ....................................................... 86

Lampiran 4.9. Negara dengan luas areal kakao terbesar dunia, 2004-2008 .... 87

Lampiran 4.10. Negara produsen kakao terbesar dunia, 2004-2008 ............... 87

Lampiran 4.11. Negara dengan produktivitas kakao terbesar dunia,

2004-2008 ................................................................ 88

Lampiran 4.12. Negara dengan harga produsen kakao terbesar dunia,

2003-2007 ................................................................ 88

Lampiran 4.13. Negara eksportir kakao terbesar dunia, 2003-2007 ............... 89

Lampiran 4.14. Negara importir kakao terbesar dunia, 2003-2007 ................ 89

Lampiran 5.1. Luas areal cengkeh di Indonesia berdasarkan status

pengusahaan, 1967-2009 ............................................ 111

Page 21: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian xxi

Lampiran 5.2. Produksi cengkeh di Indonesia berdasarkan status

pengusahaan, 1967-2009 ............................................ 112

Lampiran 5.3. Perkembangan produksi cengkeh di provinsi sentra di

Indonesia, 2005-2009 ................................................ 113

Lampiran 5.4. Produktivitas cengkeh di Indonesia, 2005-2009 ................. 114

Lampiran 5.5. Perkembangan produksi, ekspor, impor, dan konsumsi

cengkeh Indonesia, 1970-2008 ..................................... 115

Lampiran 5.6. Perkembangan harga cengkeh di pasar dalam negeri dan

pasar dunia, 1987-2008 .............................................. 116

Lampiran 5.7. Perkembangan ekspor-impor dan neraca perdagangan

cengkeh di Indonesia, 1996-2009 .................................. 117

Lampiran 5.8. Luas tanaman menghasilkan, produksi, dan produktivitas

cengkeh dunia, 1961-2008 .......................................... 118

Lampiran 5.9. Negara dengan luas areal cengkeh terbesar di dunia,

2004-2008 .............................................................. 119

Lampiran 5.10. Negara produsen cengkeh terbesar di dunia, 2004-2008 ....... 119

Lampiran 5.11. Negara-negara dengan rata-rata produktivitas cengkeh

tertinggi di dunia, 2004-2008 ....................................... 120

Lampiran 5.12. Harga produsen cengkeh terbesar di dunia, 2004-2008 ........ 120

Lampiran 5.13. Negara eksportir cengkeh terbesar di dunia, 2004-2007 ....... 121

Lampiran 5.14. Negara importir cengkeh terbesar di dunia, 2004-2007 ........ 121

Lampiran 6.1. Perkembangan luas areal tembakau Indonesia menurut

status pengusahaan, 1971-2009 .................................... 141

Lampiran 6.2. Perkembangan produksi tembakau Indonesia menurut

status pengusahaan, 1971-2009 .................................... 142

Lampiran 6.3. Perkembangan produksi tembakau di provinsi sentra di

Indonesia, 2006-2009 ................................................ 143

Lampiran 6.4. Perkembangan harga konsumen pedesaan tembakau di

Indonesia menurut provinsi, 2004-2008 ........................... 144

Lampiran 6.5. Perkembangan konsumsi tembakau dan rokok di Indonesia,

1987-2008 .............................................................. 145

Page 22: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

xxii Pusat Data dan Informasi Pertanian

Lampiran 6.6. Perkembangan ekspor-impor tembakau primer, 1996-2009 ... 145

Lampiran 6.7. Perkembangan ekspor-impor tembakau manufaktur, 1996-

2009..................................................................... 146

Lampiran 6.8. Perkembangan produksi dan luas areal tembakau dunia,

1961-2008 .............................................................. 147

Lampiran 6.9. Negara dengan luas areal tembakau terbesar dunia,

2004-2008 .............................................................. 148

Lampiran 6.10. Negara produsen tembakau terbesar dunia, 2004-2008 ........ 148

Lampiran 6.11. Negara dengan harga produsen tembakau terbesar dunia,

2003-2007 .............................................................. 149

Lampiran 6.12. Perkembangan ekspor-impor tembakau dunia, 1961-2007..... 150

Lampiran 7.1. Perkembangan luas areal nilam di Indonesia menurut jenis

pengusahaan, 1989-2008 ............................................ 163

Lampiran 7.2. Perkembangan produksi minyak nilam di Indonesia menurut

status pengusahaan, 1989-2008 .................................... 164

Lampiran 7.3. Perkembangan produksi minyak nilam di provinsi sentra

Indonesia, 2004-2008 ................................................ 165

Lampiran 7.4. Perkembangan total konsumsi minyak nilam di Indonesia,

1989-2008 .............................................................. 166

Lampiran 7.5. Perkembangan harga ekspor minyak nilam di Indonesia,

1989-2006 .............................................................. 167

Lampiran 7.6. Perkembangan ekspor-impor nilam di Indonesia, 1989-2006 .. 168

Lampiran 7.1. Perkembangan luas areal nilam di Indonesia menurut jenis

pengusahaan, 1989-2008 ............................................ 163

Lampiran 7.2. Perkembangan produksi minyak nilam di Indonesia menurut

status pengusahaan, 1989-2008 .................................... 164

Lampiran 7.3. Perkembangan produksi minyak nilam di provinsi sentra

Indonesia, 2004-2008 ................................................ 165

Lampiran 7.4. Perkembangan total konsumsi minyak nilam di Indonesia,

1989-2008 .............................................................. 166

Page 23: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian xxiii

Lampiran 7.5. Perkembangan harga ekspor minyak nilam di Indonesia,

1989-2006 .............................................................. 167

Lampiran 7.6. Perkembangan ekspor-impor nilam di Indonesia, 1989-2006 .. 168

Lampiran 8.1. Perkembangan luas areal tebu di Indonesia berdasarkan

status pengusahaan, 1969-2009 .................................... 188

Lampiran 8.2. Perkembangan produksi gula hablur di Indonesia

berdasarkan status pengusahaan, 1969-2009 .................... 189

Lampiran 8.3. Perkembangan produktivitas tebu di Indonesia berdasarkan

status pengusahaan, 1969-2009 .................................... 190

Lampiran 8.4. Produksi gula Perkebunan Rakyat di provinsi sentra di

Indonesia, 2006-2010 ................................................ 191

Lampiran 8.5. Perkembangan ekspor dan impor tebu Indonesia,1969-2009 .. 192

Lampiran 8.6. Perkembangan luas areal, produktivitas dan produksi tebu

dunia, 1970-2008 ..................................................... 193

Lampiran 8.7. Negara dengan luas areal tebu terbesar di dunia,

2004-2008 .............................................................. 194

Lampiran 8.8. Negara produsen tebu terbesar di dunia, 2004-2008 ........... 194

Page 24: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 1

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Perkebunan sebagai bagian integral dari sektor pertanian merupakan salah

satu sub sektor yang mempunyai peranan penting dan strategis dalam

pembangunan nasional. Peranannya terlihat nyata dalam penerimaan devisa

negara melalui ekspor, penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan

konsumsi dalam negeri, bahan baku berbagai industri dalam negeri, perolehan

nilai tambah dan daya saing serta optimalisasi pengelolaan sumberdaya alam

secara berkelanjutan. Peranan sub sektor perkebunan bagi perekonomian

nasional tercermin dari realisasi pencapaian PDB yang mencapai Rp. 112,52

trilyun (atas dasar harga berlaku) pada tahun 2009. Sementara, peranan ekspor

komoditas perkebunan pada tahun 2009 memberikan sumbangan surplus neraca

perdagangan bagi sektor pertanian sebesar US$ 17,63 milyar dimana sub sektor

lainnya mengalami defisit.

Dalam rangka meningkatkan peran sub sektor perkebunan, Kementerian

Pertanian telah menyusun rencana strategis beserta program dan kebijakan

pembangunan yang terkait secara langsung maupun tidak langsung dengan

pengembangan masing-masing komoditas perkebunan. Dalam penyusunan

rencana strategis ketersediaan data dan informasi yang berkualitas maka sangat

dibutuhkan agar kebijakan yang diputuskan menjadi efektif.

Dalam mengemban visi dan misinya, Pusat Data dan Informasi Pertanian

(Pusdatin) senantiasa menyediakan data dan informasi yang diperlukan oleh

berbagai pihak yang berkecimpung dalam sektor pertanian, seperti penentu

kebijakan, asosiasi, akademisi maupun masyarakat umum lainnya. Salah satu

produk informasi yang secara reguler dihasilkan oleh Pusdatin adalah Analisis

Outlook Perkebunan, yang didalamnya mengulas keragaan data nasional dan

situasi global disertai dengan proyeksi penawaran dan permintaan masing-masing

komoditas.

Page 25: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

2 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Pada tahun 2010, analisis outlook komoditas perkebunan mencakup 7

(tujuh) komoditas yakni kelapa sawit, kelapa, kakao, cengkeh, tembakau, nilam

dan tebu.

1.2. METODOLOGI

Sumber Data dan Informasi

Outlook Komoditas Perkebunan tahun 2010 disusun berdasarkan data dan

informasi yang diperoleh dari data primer yang bersumber dari daerah, instansi

terkait di lingkup Kementerian Pertanian dan instansi di luar Kementerian

Pertanian seperti Badan Pusat Statistik (BPS) dan Food and Agriculture

Organization (FAO).

Metode Analisis

Metode yang digunakan dalam penyusunan Outlook Komoditas Perkebunan

adalah sebagai berikut:

a. Analisis keragaan atau perkembangan komoditas perkebunan dilakukan

berdasarkan ketersediaan data series yang yang mencakup indikator luas

areal dan luas panen, produktivitas, produksi, konsumsi, ekspor-impor serta

harga di tingkat produsen maupun konsumen dengan analisis deskriptif

sederhana. Analisis keragaan dilakukan baik untuk data series nasional

maupun dunia.

b. Analisis Penawaran

Analisis penawaran komoditas perkebunan dilakukan berdasarkan

analisis fungsi produksi. Penelusuran model untuk analisis fungsi produksi

tersebut dilakukan dengan pendekatan model Regresi Berganda (Multivariate

Regression).

Secara teoritis bentuk umum dari model ini adalah :

ε

ε

++=

+++++=

∑=

n

jjj

nn

Xbb

XbXbXbbY

10

22110 ...

Page 26: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 3

dimana : Y = Peubah respons/tak bebas

Xn = Peubah penjelas/bebas

n = 1,2,…

b0 = nilai konstanta

bn = koefisien arah regresi atau parameter model regresi untuk

peubah xn

ε = sisaan

Produksi pada periode ke-t diduga merupakan fungsi dari produksi pada

periode sebelumnya, luas areal periode sebelumnya, harga ekspor dan

pengaruh inflasi.

Dengan memperhatikan ketersediaan data, analisis penawaran

dilakukan berdasarkan data produksi dalam periode tahunan. Untuk peubah-

peubah bebas yang tidak tersedia datanya dalam periode waktu yang

bersesuaian maka dilakukan proyeksi terlebih dahulu dengan menggunakan

model analisis trend (trend analysis) atau model pemulusan eksponensial

berganda (double exponential smoothing).

c. Analisis Permintaan

Analisis permintaan komoditas perkebunan merupakan analisis

permintaan langsung masyarakat terhadap komoditas perkebunan yang

dikonsumsi oleh rumah tangga konsumen dalam bentuk tanpa diolah maupun

telah diolah, maupun permintaan untuk kepentingan ekspor.

Sama halnya seperti pada analisis penawaran, analisis permintaan juga

menggunakan Model Regresi Berganda menggunakan peubah penjelas, namun

karena keterbatasan ketersediaan data, analisis permintaan untuk beberapa

komoditas menggunakan model analisis trend (trend analysis) atau model

pemulusan eksponensial berganda (double exponential smoothing). Periode

series data yang digunakan adalah tahunan. Pada komoditas tertentu dimana

sebagian besar produksinya digunakan untuk bahan baku industry pengolahan,

maka analisis permintaan didekati dengan cara melihat proporsi permintaan

untuk industry pengolahan menggunakan bantuan Tabel I-O BPS.

Page 27: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

4 Pusat Data dan Informasi Pertanian

d. Kelayakan Model

Ketepatan sebuah model regresi dapat dilihat dari Uji-F, Uji-t dan

koefisien determinasi (R2).

Koefisien determinasi diartikan sebagai besarnya keragaman dari

peubah tak bebas (Y) yang dapat dijelaskan oleh peubah–peubah bebas (X).

Koefisien determinasi dihitung dengan menggunakan persamaan:

TotalSSegresiRSSR =2

dimana : SS Regresi adalah jumlah kuadrat regresi

SS Total adalah jumlah kuadrat total

Sementara, untuk model data deret waktu baik analisis tren maupun

model pemulusan eksponensial berganda (double exponential smoothing),

ukuran kelayakan model dilihat berdasarkan kecilnya nilai kesalahan yakni

menggunakan statistik MAPE (mean absolute percentage error) atau

kesalahan persentase absolut rata-rata yang diformulasikan sbb.:

dengan, Xt adalah data aktual dan Ft adalah nilai ramalan.

Page 28: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 5

BAB II. KELAPA SAWIT

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai

peran cukup penting dalam perekonomian Indonesia, karena merupakan

komoditas andalan ekspor sehingga menjadi penghasil devisa negara di luar

minyak dan gas. Selain peluang ekspor yang semakin terbuka, pasar dalam

negeri juga masih cukup besar. Pasar yang banyak menyerap produk minyak

sawit (CPO) dan minyak inti sawit (PKO) adalah industri fraksinasi/ranifasi

(terutama insdustri minyak goreng), lemak khusus (cocoa butter substitute),

margarin/shortening, oleochemical dan sabun mandi (BPS, 2006). Disamping

produk konvensional, minyak kelapa sawit juga merupakan salah satu bahan yang

dapat dijadikan sumber bahan bakar/energi (biodisel) yang terbarukan untuk

menggantikan bahan bakar yang berasal dari minyak bumi yang semakin tipis

persediaannya (Ditjen Perkebunan, 2006).

Perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu sektor unggulan bagi

Indonesia, hal ini dikarenakan kondisi geografis wilayah Indonesia memang sangat

cocok untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit. Pada tahun 2009, luas

areal kelapa sawit di Indonesia mencapai 7,51 juta hektar dengan produksi

sebesar 18,64 juta ton minyak sawit dan 3,47 juta ton inti sawit. Sementara,

bila dilihat dari luas areal kelapa sawit berdasarkan status pengusahaan rata-rata

tahun 1998-2009 sebanyak 52,23% diusahakan oleh Perkebunan Besar Swasta

(PBS), 36,70% diusahakan oleh Perkebunn Rakyat (PR) dan 11,07% diusahakan

oleh Perkebunan Besar Negara (PBN).

Pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia menjadi sangat

berkembang pesat dikarenakan:

1. Kebutuhan minyak nabati dunia cukup besar dan akan terus meningkat,

sebagai akibat jumlah penduduk maupun tingkat konsumsi per kapita yang

masih rendah.

2. Di antara berbagai jenis tanaman penghasil minyak nabati, kelapa sawit

tanaman dengan potensi produksi minyak tertinggi.

Page 29: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

6 Pusat Data dan Informasi Pertanian

3. Semakin berkembangnya jenis-jenis industri hulu pabrik kelapa sawit maupun

industri hilir oleokimia dan oleomakanan (oleochemical dan oleofoods),

hingga industri konversi minyak sawit sebagai bahan bakar biodiesel.

Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan

minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu

pengembangan areal perkebunan kelapa sawit, hingga tahun 2008, sekitar 41,39%

produksi minyak sawit dunia dihasilkan oleh Indonesia sebagai negara produsen

dunia minyak sawit kedua setelah Malaysia.

2.1. PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKTIVITAS DAN PRODUKSI KELAPA SAWIT INDONESIA

Secara umum pola perkembangan luas areal kelapa sawit di Indonesia pada

periode tahun 1970–2009 cenderung mengalami peningkatan dengan rata-rata

pertumbuhan sebesar 11,12% (Gambar 2.1). Berdasarkan atas status

pengusahaannya, maka luas areal kelapa sawit sangat berfluktuasi namun

cenderung terus mengalami peningkatan untuk luas areal PR dan PBS masing-

masing sebesar 34,53% dan 14,18%, sedangkan pola pertumbuhan luas areal

kelapa sawit PBN hanya sebesar 4,75% (Lampiran 2.1).

Gambar 2.1. Perkembangan luas areal kelapa sawit menurut status pengusahaan

di Indonesia,1970–2009

Page 30: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 7

Gambar 2.2. Konstribusi luas areal kelapa sawit menurut status pengusahaan di

Indonesia, (rata-rata 1998 – 2009)

Jika ditinjau kontribusi rata-rata luas areal kelapa sawit di Indonesia tahun

1998 – 2009, terlihat bahwa PBS berkontribusi sebesar 52,23% terhadap luas areal

kelapa sawit Indonesia, sedangkan PR dan PBN masing-masing berkontribusi

sebesar 36,70% dan 11,07% (Gambar 2.2).

Selama periode tahun 1970-2009, perkembangan luas areal perkebunan

kelapa sawit Indonesia meningkat cukup tinggi dari 133,30 ribu hektar pada

tahun 1970 menjadi 7,51 juta hektar tahun 2009 atau meningkat rata-rata 11,12%

per tahun. Apabila dilihat dari status pengusahaannya maka rata-rata

pertumbuhan per tahun setelah krisis ekonomi di Indonesia tahun 1998-2009

semakin menurun yaitu PR hanya sebesar 11,83%, PBN sebesar 1,89% dan PBS

sebesar 8,34% (Lampiran 2.1).

Seiring dengan peningkatan luas areal kelapa sawit, maka produksi kelapa

sawit Indonesia dalam wujud produksi minyak sawit selama tahun 1970-2009 juga

cenderung meningkat. Jika pada tahun 1970 produksi minyak sawit Indonesia

hanya sebesar 216,8 ribu ton maka pada tahun 2009 meningkat menjadi 18,64

juta ton atau tumbuh rata-rata sebesar 12,47% per tahun (Gambar 2.3).

Page 31: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

8 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Gambar 2.3. Perkembangan produksi minyak sawit menurut status pengusahaan

di Indonesia, 1970-2009

Berdasarkan status pengusahaan selama kurun waktu 1970 – 2009, produksi

minyak sawit yang berasal dari PR meningkat dengan rata-rata pertumbuhan

sebesar 63,88%, PBS meningkat sebesar 14,67% dan PBN meningkat sebesar

7,47%. Peningkatan produksi minyak sawit PR terutama terjadi pada tahun 1982,

1985, 1987 dan 1990 yang meningkat di atas 100%, namun setelah tahun 1997,

yaitu tahun 1998 – 2009 hanya tumbuh sebesar 16,11% per tahun (Lampiran 2.2).

Gambar 2.4. Kontribusi rata-rata produksi minyak sawit menurut status

pengusahaan, (rata-rata 1998 – 2009)

Seiring dengan besarnya luas areal, maka produksi minyak sawit Indonesia

didominasi juga oleh produksi yang berasal dari PBS. Kontribusi rata-rata

Page 32: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 9

produksi minyak sawit PBS selama periode tahun 1998 – 2009 sebesar 51,36%

terhadap rata-rata produksi minyak sawit Indonesia, sedangkan kontribusi PR dan

PBN masing-masing sebesar 34,23% dan 14,41% (Gambar 2.4).

Sentra produksi minyak sawit Indonesia terutama berasal dari 7 (tujuh)

provinsi yang memberikan kontribusi sebesar 81,80% terhadap produksi minyak

sawit Indonesia, seperti yang disajikan pada Gambar 2.5. Provinsi Riau dan

Sumatera Utara merupakan provinsi sentra produksi terbesar yang berkontribusi

masing-masing sebesar 28,52% dan 17,77%, disusul berturut-turut provinsi

Sumsel, Kalteng, Jambi, Kalbar dan Sumbar masing-masing sebesar 10,19%,

7,92%, 7,04%, 5,44%, dan 4,94%.

Gambar 2.5. Provinsi sentra produksi minyak sawit di Indonesia,

(rata-rata 2005 - 2009)

Perkembangan produktivitas kelapa sawit di Indonesia selama tahun 2003

– 2009 menunjukkan pola yang sama untuk ketiga status pengusahaan. Rata-rata

produktivitas kelapa sawit Indonesia selama periode tahun 2003 – 2009 adalah

sebesar 3,27 ton per hektar, dimana rata-rata produktivitas minyak sawit

terbesar pada PBS sebesar 3,59 ton per hektar disusul PBN sebesar 3,48 ton per

hektar dan PR sebesar 2,97 ton per hektar (Gambar 2.6 ).

Page 33: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

10 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Gambar 2.6. Perkembangan produktivitas kelapa sawit di Indonesia, 2003– 2009

Rata-rata pertumbuhan produktivitas kelapa sawit tersaji secara lengkap

pada Tabel 2.1. Produktivitas kelapa sawit Indonesia tahun 2003 - 2009 secara

keseluruhan naik sebesar 3,00% per tahun, yang dirinci, pertumbuhan

produktivitas PR sebesar 2,97% per tahun, PBN sebesar 2,91% per tahun,

sedangkan PBS terlihat sangat fluktuatif dan cenderung menurun sebesar 0,93%

per tahun. Meskipun demikian, realisasi produktivitas kelapa sawit PBS tertinggi

dibandingkan dengan PR dan PBN paling yakni mencapai 3,59 ton per hektar

bahkan pada tahun 2009 mencapai 3,72 ton per hektar.

Tabel 2.1. Perkembangan produktivitas kelapa sawit Indonesia menurut status

pengusahaan, 2003 – 2009

PR 1) PBN 2) PBS 3)Perkebunan

Indonesia

2003 2.75 3.25 4.29 3.05

2004 2.49 -9.33 3.16 -2.83 3.03 -29.26 2.83 -6.98

2005 2.69 7.75 3.31 4.64 3.05 0.38 2.93 3.27

2006 3.13 16.51 3.62 9.32 3.74 22.87 3.50 19.57

2007 3.21 2.39 3.37 -6.94 3.86 3.11 3.63 3.89

2008 3.33 3.84 3.82 13.49 3.42 -11.25 3.42 -5.78

2009 *) 3.16 -4.99 3.81 -0.24 3.72 8.56 3.56 4.03

2003-2009 2.97 2.69 3.48 2.91 3.59 -0.93 3.27 3.00Sumber: Ditjen PerkebunanKeterangan : *) Angka Sementara 2) PR = Perkebunan Rakyat

3) PBN = Perkebunan Besar Negara 4) PBS = Perkebunan Besar Swasta

Rata-rata

Tahun Produktivitas (Ton/Ha)

Pertumb. (%)

Pertumb. (%)

Pertumb. (%)

Pertumb. (%)

Page 34: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 11

2.2. PERKEMBANGAN KONSUMSI KELAPA SAWIT DI INDONESIA

Ditinjau dari sisi ketersediaan kelapa sawit berdasarkan perhitungan Neraca

Bahan Makanan (NBM), kelapa sawit di Indonesia umumnya digunakan sebagai

bahan untuk diolah menjadi minyak sawit/minyak goreng yang dirinci sebagai

bahan makanan dan diolah non makanan (Lampiran 2.4). Pada tahun 1990-2007

rata-rata ketersediaan minyak sawit/minyak goreng sebagai bahan makanan

mencapai 1.928 ribu ton per tahun atau 98,36% dari total penggunaan, sedangkan

diolah non makanan rata-rata sebesar 23 ribu ton per tahun atau 1,19% dari total

penggunaan dan tercecer sebesar 36 ribu ton per tahun atau 1,83%. Untuk

mengurangi persentase tercecer perlu dilakukan pengelolaan yang baik pada saat

panen dan pasca panen maupun proses pengolahan dan distribusi ke konsumen.

Pemakaian minyak sawit/minyak goreng di dalam negeri sebagai bahan

makanan terlihat menurun pada tahun 2005 (Gambar 2.7). Pada tahun 2004

penggunaan minyak sawit/minyak goreng untuk bahan makanan sebesar 1.969

ribu ton, pada tahun 2005 menurun menjadi 920 ribu ton dan kemudian

meningkat kembali hingga menjadi 3.081 ribu ton pada tahun 2007.

Gambar 2.7. Perkembangan ketersediaan minyak sawit/minyak goreng Indonesia

menurut Neraca Bahan Makanan, 1999-2007

Page 35: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

12 Pusat Data dan Informasi Pertanian

2.3. PERKEMBANGAN HARGA KELAPA SAWIT DI INDONESIA

Perkembangan harga tandan buah segar (TBS) di tingkat produsen dan

harga minyak sawit di perdagangan besar selama tahun 2000–2008 memiliki pola

yang berbeda. Harga minyak sawit di perdagangan besar terus mengalami

peningkatan dengan rata-rata peningkatan sebesar 13,05% per tahun. Sedangkan

harga TBS relatif berfluktuasi, namun cenderung meningkat dengan rata-rata

sebesar 18,83% per tahun. Harga TBS pada tahun 2001 dan 2005 mengalami

penurunan masing-masing sebesar 15,59% dan 12,90%, sedangkan peningkatan

harga yang cukup tajam terjadi pada tahun 2002, 2003 dan 2007 masing-masing

naik sebesar 30,66%, 26,57% dan 61,43% (Gambar 2.8).

Besarnya konversi dari TBS ke minyak sawit dalam buku Pembakuan

Statistik Perkebunan tahun 2007 adalah 18 – 26%, yang berarti 100 kg TBS

menjadi 18-26 kg minyak sawit atau perbandingan kurang lebih 5 : 1. Namun jika

dilihat perbandingan harga rata-rata TBS sebesar Rp 504.099,-/ton sedangkan

harga rata-rata minyak sawit sebesar Rp 4.551.507,-/ton atau dengan

perbandingan 1 : 9, hal ini terlihat adanya nilai tambah yang cukup besar dari

komoditas kelapa sawit yaitu wujud produksi saat panen sampai menjadi wujud

produksi yang diperdagangkan. Keragaan harga kelapa sawit secara rinci disajikan

pada Lampiran 2.5.

Gambar 2.8. Perkembangan harga produsen TBS dan harga perdagangan besar

minyak sawit Indonesia, 2000–2008

Page 36: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 13

2.4. PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR KELAPA SAWIT DI INDONESIA

Ekspor- impor kelapa sawit Indonesia dilakukan dalam wujud minyak sawit,

minyak inti sawit dan wujud lainnya. Perkembangan volume ekspor kelapa sawit

pada periode 1996–2009 cenderung terus meningkat, yaitu dari 2,62 juta ton

tahun 1996 menjadi 21,67 juta ton tahun 2009 atau mengalami pertumbuhan per

tahun sebesar 21,30% per tahun, sementara rata-rata pertumbuhan volume impor

kelapa sawit meningkat sebesar 14,85% per tahun (Gambar 2.9). Besarnya volume

ekspor dibandingkan dengan volume impor yang cukup besar menjadikan

Indonesia selalu mengalami surplus kelapa sawit yang dapat menyumbang devisa

negara.

Gambar 2.9. Perkembangan volume ekspor - impor kelapa sawit Indonesia,

1996–2009

Perkembangan surplus neraca perdagangan kelapa sawit Indonesia tahun

1996 – 2009 terus mengalami peningkatan dengan rata-rata sebesar 26,81%

(Gambar 2.10). Pada tahun 1996, surplus neraca perdagangan kelapa sawit

sebesar US$ 1,05 milyar, dan pada tahun 2009 telah mencapai US$ 11,71 milyar.

Perkembangan ekspor, impor dan neraca perdagangan kelapa sawit Indonesia

tahun 1996 - 2009 secara rinci disajikan pada Lampiran 2.6.

Page 37: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

14 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Gambar 2.10. Perkembangan ekspor, impor dan neraca perdagangan kelapa

sawit Indonesia, 1996–2009

Sementara itu bila dilihat perbandingan antara harga ekspor dan harga

impor kelapa sawit tahun 1996 – 2009 terlihat cenderung selalu lebih tinggi harga

impornya, kecuali pada tahun 1999 (Gambar 2.11). Selisih antara harga ekspor

terhadap harga impor terbesar terjadi pada tahun 2005 dan 2007 yaitu masing-

masing mencapai US$ 519,28 dan US$ 912,43 per ton. Harga ekspor dan impor

kelapa sawit Indonesia dari tahun 1996 – 2009 secara rinci disajikan pada

Lampiran 2.6.

Gambar 2.11. Perkembangan harga ekspor - impor kelapa sawit Indonesia,

1996–2009

Page 38: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 15

2.5. PERKEMBANGAN LUAS TANAMAN MENGHASILKAN DAN PRODUKSI KELAPA SAWIT DUNIA

Berdasarkan data yang bersumber dari FAO, secara umum perkembangan

luas tanaman menghasilkan kelapa sawit dunia selama periode tahun 1961–2008

cenderung meningkat dengan rata-rata peningkatan sebesar 3,09% per tahun

(Gambar 2.12). Peningkatan luas tanaman menghasilkan kelapa sawit yang cukup

besar terjadi pada tahun 1979 dan 1984 yaitu masing-masing meningkat sebesar

11,75% dan 10,50% (Lampiran 2.7).

Gambar 2.12. Perkembangan luas areal dan produksi tandan buah segar kelapa

sawit dunia, 1961–2008

Gambar 2.13. Negara dengan luas areal kelapa sawit terbesar di dunia,

(rata-rata 2004-2008)

Page 39: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

16 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Berdasarkan data rata-rata luas tanaman menghasilkan kelapa sawit tahun

2004-2008 yang bersumber dari FAO, terdapat 3 negara produsen kelapa sawit

terbesar di dunia yang memberikan kontribusi hingga 85,60% terhadap total luas

tanaman menghasilkan kelapa sawit dunia. Indonesia merupakan negara dengan

luas tanaman menghasilkan terbesar di dunia dengan rata-rata tahun 2004 – 2008

sebesar 4,57 juta hektar atau 34,18% dari total luas tanaman menghasilkan

kelapa sawit dunia. Selanjutnya disusul Malaysia dengan kontribusi sebesar

27,34% atau rata-rata luas sebesar 3,65 juta hektar dan Nigeria dengan kontribusi

sebesar 24,08% atau rata-rata luas sebesar 3,22 juta hektar. Sementara negara

Thailand, Ghana dan Guinea masing-masing berkontribusi kurang dari 3%

(Gambar 2.13 dan Lampiran 2.8).

Perkembangan produksi tandan buah segar kelapa sawit dunia tahun 1961–

2008 menunjukkan pola yang hampir sama dengan perkembangan luas tanaman

menghasilkan. Rata-rata pertumbuhan produksi tandan buah segar kelapa sawit

dunia sebesar 6,08% per tahun (Gambar 2.12 dan Lampiran 2.7).

Berdasarkan data rata-rata produksi tandan buah segar kelapa sawit tahun

2004-2008 yang bersumber dari FAO, terdapat 2 negara produsen kelapa sawit

terbesar di dunia yang memberikan kontribusi hingga 81,43% terhadap total

produksi kelapa sawit dunia. Malaysia merupakan negara produsen kelapa sawit

terbesar di dunia dengan pencapaian produksi rata-rata tahun 2004 – 2008

sebesar 77,24 juta ton TBS atau 41,17% dari total produksi kelapa sawit dunia.

Selanjutnya adalah Indonesia dengan kontribusi sebesar 40,26% atau rata-rata

produksi sebesar 75,54 juta ton TBS (Gambar 2.14). Sementara itu, Nigeria

meskipun luas arealnya memberikan kontribusi yang hampir sejajar dengan kedua

negara terbesar namun dari sisi produksi hanya berkontribusi sebesar 4,53% atau

8,5 juta ton TBS. Dua negara lainnya yakni Thailand dan Colombia hanya

berkontribusi masing-masing sebesar 3,32% dan 1,70%. Produksi tandan buah

segar kelapa sawit dari negara produsen terbesar dunia secara rinci tersaji pada

Lampiran 2.9.

Page 40: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 17

Gambar 2.14. Negara produsen kelapa sawit terbesar dunia,

(rata-rata 2004-2008)

2.6. PERKEMBANGAN EKSPOR - IMPOR KELAPA SAWIT DUNIA

Perkembangan volume ekspor dan impor kelapa sawit dunia dalam bentuk

minyak sawit menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun.

Berdasarkan data FAO, pada tahun 2003–2007 terdapat dua negara eksportir

minyak sawit terbesar di dunia yang secara kumulatif memberikan kontribusi

sebesar 86,88% terhadap total volume ekspor minyak sawit di dunia. Malaysia

merupakan negara eksportir minyak sawit terbesar di dunia dengan rata-rata

volume ekspor mencapai 12,86 juta ton per tahun atau memberikan kontribusi

sebesar 50,46% dan peringkat kedua ditempati oleh Indonesia yang memberikan

kontribusi 36,42% dengan rata-rata volume ekspor 9,28 juta ton per tahun.

Sementara, Netherland dan Papua New Guinea masing-masing hanya

berkontribusi sebesar 3,25% dan 1,33% terhadap total volume ekspor dunia

(Lampiran 2.10).

Page 41: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

18 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Gambar 2.15. Negara eksportir minyak sawit terbesar dunia,

(rata-rata 2003-2007)

Berdasarkan data FAO, pada tahun 2003–2007 terdapat delapan negara

importir kelapa sawit terbesar di dunia yang secara kumulatif memberikan

kontribusi sebesar 54,37% terhadap total volume impor kelapa sawit di dunia.

China merupakan negara importir kelapa sawit terbesar di dunia dengan rata-rata

volume impor mencapai 4,46 juta ton per tahun atau memberikan kontribusi

sebesar 17,62%, disusul oleh India dengan realisasi impor sebesar 3,25 juta ton

atau berkontribusi sebesar 12,81%. Peringkat ke-3 dan ke-4 ditempati oleh

Pakistan dan Belanda yang masing-masing memberikan kontribusi 5,84% (1,48

juta ton per tahun) dan 5,72% (1,45 juta ton per tahun). Negara-negara importir

kelapa sawit terbesar lainnya adalah Bangladesh, Jerman, Inggris dan Malaysia

dengan realisasi impor dibawah 1 juta ton. Indonesia berada pada urutan ke-113

dengan realisasi hanya sebesar 6,3 ribu ton per tahun. Sementara, Malaysia

meskipun merupakan negara eksportir terbesar kelapa sawit di dunia ternyata

juga menjadi negara importir kelapa sawit pada urutan ke-8 karena volume

impor mencapai 578,3 ribu ton. Negara importir kelapa sawit di dunia secara

rinci tersaji pada Lampiran 2.11.

Page 42: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 19

Gambar 2.16. Negara importir kelapa sawit terbesar dunia, (rata-rata 2003-2007)

2.7. PROYEKSI PENAWARAN KELAPA SAWIT 2010 – 2012

Penawaran kelapa sawit merupakan representasi dari produksi. Pemodelan

produksi kelapa sawit nasional dalam analisis ini dalam wujud produksi minyak

sawit. Produksi minyak sawit sebagian besar diperuntukan bagi kepentingan

ekspor, sehingga dalam menyusun model proyeksi penawaran pada awalnya

digunakan data harga ekspor dan luas areal, namun demikian peubah tersebut

secara statistik tidak signifikan mempengaruhi model produksi. Oleh karenanya,

proyeksi penawaran dilakukan dengan menggunakan model deret waktu dari data

produksi minyak sawit secara langsung dan diperoleh model terbaik adalah model

tren kuadratik. Model tersebut kemudian digunakan untuk memproyeksi produksi

minyak sawit hingga tahun 2012 seperti tersaji pada Tabel 2.2.

Dengan menggunakan model tren kuadratik, maka produksi minyak sawit di

Indonesia tahun 2010 – 2012 diperkirakan mengalami peningkatan dengan rata-

rata per tahun sebesar 8,07%, yaitu meningkat sebesar 9,27% di tahun 2010, yaitu

dari 18,64 juta ton pada tahun 2009 menjadi 20,37 juta ton tahun 2010 (Tabel

2.2). Selanjutnya pada tahun 2011 dan 2012 diperkirakan akan naik masing-

masing menjadi 21,92 juta ton dan 23,52 juta ton.

Page 43: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

20 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Tabel 2.2. Proyeksi produksi minyak sawit Indonesia, 2009-2012

Tahun Produksi (Ton) Pertumbuhan (%)

20091) 18.640.881

2010 20.369.032 9,27

2011 21.916.549 7,60

2012 23.523.775 7,33 Rata-rata Pertumbuhan (%)

2010 – 2012 8,07

Keterangan : Tahun 20091) Angka Sementara dari Ditjen Perkebunan Tahun 2010 – 2012 Angka hasil proyeksi

2.8. PROYEKSI PERMINTAAN MINYAK SAWIT 2010 – 2012

Permintaan minyak sawit terdiri atas permintaan untuk ekspor dan

penggunaan dalam negeri, dimana sebagian besar permintaan diperuntukkan bagi

kepentingan ekspor. Selama periode tahun 1996 hingga 2009, total ekspor

minyak sawit Indonesia mencapai sekitar 73% dari total produksi dan penggunaan

dalam negeri minyak goreng berdasarkan data Neraca Bahan Makanan sekitar 17%

dari total produksi. Berdasarkan kenyataan tersebut maka pemodelan permintaan

minyak sawit dilakukan dengan menggunakan model deret waktu dari data

volume ekspor dan penggunaan dalam negeri minyak goreng. Berdasarkan hasil

penelusuran model dihasilkan model terbaik adalah tren kuadratik untuk peubah

volume ekspor dan penggunaan minyak goreng. Dengan menggunakan model

tersebut maka proyeksi permintaan total minyak sawit disajikan pada Tabel 2.3.

Selama periode tahun 2010 – 2012, permintaan minyak sawit diproyeksikan

akan naik sebesar 7,34%. Kenaikan ini lebih disebabkan oleh kenaikan volume

ekspor sebesar 8,96%, sementara penggunaan dalam negeri turun sebesar 0,28%.

Pada tahun 2010 total permintaan minyak sawit diproyeksikan 18,82 juta ton,

kemudian naik menjadi 19,75 juta ton pada tahun 2011 dan 21,40 juta ton pada

tahun 2012.

Page 44: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 21

Tabel 2.3. Proyeksi volume ekspor minyak sawit dan penggunaan minyak goreng sawit dalam negeri di Indonesia, 2010 – 2012

Tahun Volume Ekspor (Ton)

Penggunaan minyak goreng

sawit (Ton)

Total Permintaan

(Ton)

2009*) 14.163.417 3.152.730 17.316.147

2010 15.490.990 3.327.800 18.818.790

2011 16.877.746 2.869.050 19.746.796

2012 18.323.684 3.081.260 21.404.944 Rata-rata

Pertumbuhan (%)

8,96 -0,28 7,34

Keterangan: Tahun 2009*) : Angka Sementara Ditjen Perkebunan Tahun 2010 – 2012 : Angka hasil proyeksi

2.9. PROYEKSI SURPLUS/DEFISIT MINYAK SAWIT 2010 – 2012

Selama periode 2010 – 2012, surplus produksi minyak sawit diproyeksikan

akan semakin besar yaitu dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 18,81%. Pada

tahun 2010, surplus produksi minyak sawit Indonesia mencapai 1,55 juta ton dan

meningkat menjadi 2,17 juta ton pada tahun 2011, kemudian akan mengalami

peningkatan kembali pada tahun 2012 menjadi 2,12 juta ton (Tabel 2.4). Surplus

tersebut diduga digunakan dalam industri dalam negeri yang menggunakan bahan

dari minyak sawit selain industri pembuatan minyak goreng.

Tabel 2.4. Proyeksi surplus/defisit minyak sawit Indonesia, 2010-2012

Tahun Produksi (Ton)

Permintaan (Ton)

Surplus/Defisit (Ton)

2010 20.369.032 18.818.790 1.550.242

2011 21.916.549 19.746.796 2.169.753

2012 23.523.775 21.404.944 2.118.831

Rata-rata Pertumbuhan (%) 18,81

Page 45: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

22 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Lampiran 2.1. Perkembangan luas areal kelapa sawit (palm oil) Indonesia menurut status pengusahaan, 1970 – 2009

(Ha) Pertumb. (%) (Ha) Pertumb. (%) (Ha) Pertumb. (%) (Ha) Pertumb. (%)

1970 0 86,640 46,658 133,298

1971 0 91,153 5.21 47,950 2.77 139,103 4.35

1972 0 96,562 5.93 55,497 15.74 152,059 9.31

1973 0 98,033 1.52 59,747 7.66 157,780 3.76

1974 0 117,513 19.87 64,223 7.49 181,736 15.18

1975 0 120,940 2.92 67,885 5.70 188,825 3.90

1976 0 141,333 16.86 69,772 2.78 211,105 11.80

1977 0 148,775 5.27 71,626 2.66 220,401 4.40

1978 0 163,465 9.87 86,651 20.98 250,116 13.48

1979 3,125 176,408 7.92 81,406 -6.05 260,939 4.33

1980 6,175 97.60 199,538 13.11 88,847 9.14 294,560 12.88

1981 5,695 -7.77 213,264 6.88 100,008 12.56 318,967 8.29

1982 8,537 49.90 224,440 5.24 96,924 -3.08 329,901 3.43

1983 37,043 333.91 261,339 16.44 107,264 10.67 405,646 22.96

1984 40,552 9.47 340,511 30.29 130,958 22.09 512,021 26.22

1985 118,564 192.38 335,195 -1.56 143,603 9.66 597,362 16.67

1986 129,904 9.56 332,694 -0.75 144,182 0.40 606,780 1.58

1987 203,047 56.31 365,575 9.88 160,040 11.00 728,662 20.09

1988 196,279 -3.33 373,409 2.14 293,171 83.19 862,859 18.42

1989 223,832 14.04 366,028 -1.98 383,668 30.87 973,528 12.83

1990 291,338 30.16 372,246 1.70 463,093 20.70 1,126,677 15.73

1991 384,594 32.01 395,183 6.16 531,219 14.71 1,310,996 16.36

1992 439,468 14.27 389,761 -1.37 638,241 20.15 1,467,470 11.94

1993 502,332 14.30 380,746 -2.31 730,109 14.39 1,613,187 9.93

1994 572,544 13.98 386,309 1.46 845,296 15.78 1,804,149 11.84

1995 658,536 15.02 404,732 4.77 961,718 13.77 2,024,986 12.24

1996 738,887 12.20 426,804 5.45 1,083,823 12.70 2,249,514 11.09

1997 813,175 10.05 517,064 21.15 1,592,057 46.89 2,922,296 29.91

1998 890,506 9.51 556,640 7.65 2,113,050 32.72 3,560,196 21.83

1999 1,041,046 16.90 576,999 3.66 2,283,757 8.08 3,901,802 9.60

2000 1,166,758 12.08 588,125 1.93 2,403,194 5.23 4,158,077 6.57

2001 1,561,031 33.79 609,947 3.71 2,542,457 5.79 4,713,435 13.36

2002 1,808,424 15.85 631,566 3.54 2,627,068 3.33 5,067,058 7.50

2003 1,854,394 2.54 662,803 4.95 2,766,360 5.30 5,283,557 4.27

2004 2,220,338 19.73 605,865 -8.59 2,458,520 -11.13 5,284,723 0.02

2005 2,356,895 6.15 529,854 -12.55 2,567,068 4.42 5,453,817 3.20

2006 2,549,572 8.18 687,428 29.74 3,357,914 30.81 6,594,914 20.92

2007 2,752,172 7.95 606,248 -11.81 3,408,416 1.50 6,766,836 2.61

2008 2,881,898 4.71 602,963 -0.54 3,878,986 13.81 7,363,847 8.82

2009 *) 3,013,973 4.58 608,580 0.93 3,885,470 0.17 7,508,023 1.96

1970-2009 *) 34.53 4.75 14.18 11.12

1970-1997 49.67 7.11 15.01 12.33

1998-2009 *) 11.83 1.89 8.34 8.39

1970-2009 *) 34.24 15.95 49.81 100

1970-1997 24.38 34.14 41.49 1001998-2009 *) 36.70 11.07 52.23 100Sumber : Ditjen. PerkebunanKeterangan: *) Angka Sementara 1) PR = Perkebunan Rakyat

2) PBN = Perkebunan Besar Negara 3) PBS = Perkebunan Besar Swasta

Tahun

Rata-rata laju pertumbuhan (%)

Kontribusi luas areal terhadap nasional (%)

PR 1) PBN 2) PBS 3) Nasional

Page 46: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 23

Lampiran 2.2. Perkembangan produksi minyak sawit (crude palm oil/CPO) Indonesia menurut status pengusahaan, 1970 – 2009

(Ton) Pertumb. (%) (Ton) Pertumb. (%) (Ton) Pertumb. (%) (Ton) Pertumb. (%)

1970 0 147,003 69,824 216,827

1971 0 170,304 15.85 79,653 14.08 249,957 15.28

1972 0 189,261 11.13 80,203 0.69 269,464 7.80

1973 0 207,448 9.61 82,229 2.53 289,677 7.50

1974 0 243,641 17.45 104,035 26.52 347,676 20.02

1975 0 271,171 11.30 126,082 21.19 397,253 14.26

1976 0 286,096 5.50 144,910 14.93 431,006 8.50

1977 0 336,891 17.75 120,716 -16.70 457,607 6.17

1978 0 336,224 -0.20 165,060 36.73 501,284 9.54

1979 760 438,756 30.50 201,724 22.21 641,240 27.92

1980 770 1.32 498,858 13.70 221,544 9.83 721,172 12.47

1981 1,045 35.71 533,399 6.92 265,616 19.89 800,060 10.94

1982 2,955 182.78 598,653 12.23 285,212 7.38 886,820 10.84

1983 3,454 16.89 710,431 18.67 269,102 -5.65 982,987 10.84

1984 4,031 16.71 814,015 14.58 329,144 22.31 1,147,190 16.70

1985 43,016 967.13 861,173 5.79 339,241 3.07 1,243,430 8.39

1986 53,504 24.38 912,306 5.94 384,919 13.46 1,350,729 8.63

1987 165,162 208.69 988,480 8.35 352,413 -8.44 1,506,055 11.50

1988 156,148 -5.46 1,102,692 11.55 454,495 28.97 1,713,335 13.76

1989 183,689 17.64 1,184,226 7.39 597,039 31.36 1,964,954 14.69

1990 376,950 105.21 1,247,156 5.31 788,506 32.07 2,412,612 22.78

1991 413,319 9.65 1,360,963 9.13 883,918 12.10 2,658,200 10.18

1992 699,605 69.27 1,489,745 9.46 1,076,900 21.83 3,266,250 22.87

1993 582,021 -16.81 1,469,156 -1.38 1,370,272 27.24 3,421,449 4.75

1994 839,334 44.21 1,571,501 6.97 1,597,227 16.56 4,008,062 17.15

1995 1,001,443 19.31 1,613,848 2.69 1,864,379 16.73 4,479,670 11.77

1996 1,135,547 13.39 1,706,852 5.76 2,058,259 10.40 4,900,658 9.40

1997 1,282,823 12.97 1,586,879 -7.03 2,578,806 25.29 5,448,508 11.18

1998 1,344,569 4.81 1,501,747 -5.36 3,084,099 19.59 5,930,415 8.84

1999 1,547,811 15.12 1,468,949 -2.18 3,438,830 11.50 6,455,590 8.86

2000 1,905,653 23.12 1,460,954 -0.54 5,633,901 63.83 9,000,508 39.42

2001 2,798,032 46.83 1,519,289 3.99 4,079,151 -27.60 8,396,472 -6.71

2002 3,426,740 22.47 1,607,734 5.82 4,589,871 12.52 9,624,345 14.62

2003 3,517,324 2.64 1,750,651 8.89 5,172,859 12.70 10,440,834 8.48

2004 3,847,157 9.38 1,617,706 -7.59 5,365,526 3.72 10,830,389 3.73

2005 4,500,769 16.99 1,449,254 -10.41 5,911,592 10.18 11,861,615 9.52

2006 5,783,088 28.49 2,313,729 59.65 9,254,031 56.54 17,350,848 46.28

2007 6,358,389 9.95 2,117,035 -8.50 9,189,301 -0.70 17,664,725 1.81

2008 6,923,042 8.88 1,938,134 -8.45 8,678,612 -5.56 17,539,788 -0.71

2009 *) 7,247,979 4.69 1,961,813 1.22 9,431,089 8.67 18,640,881 6.28

1970-2009 *) 63.88 7.47 14.67 12.47

1970-1997 95.72 9.44 15.06 12.81

1998-2009 *) 16.11 3.04 13.78 11.70

1970-2009 *) 29.48 22.88 47.63 100.00

1970-1997 14.87 48.97 36.16 100.001998-2009 *) 34.23 14.41 51.36 100.00Sumber : Ditjen. PerkebunanKeterangan: *) Angka Sementara 1) PR = Perkebunan Rakyat

Tahun

Rata-rata laju pertumbuhan (%)

Kontribusi produksi terhadap nasional (%)

2) PBN = Perkebunan Besar Negara 3) PBS = Perkebunan Besar Swasta

PR 1) PBN 2) PBS 3) Nasional

Page 47: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

24 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Lampiran 2.3. Provinsi sentra produksi kelapa sawit Indonesia, 2005 – 2009

2005 2006 2007 2008 2009 *) Rata-rata

1 Riau 2,370,465 4,685,660 5,117,730 5,764,203 5,751,461 4,737,904 28.52 28.52

2 Sumatera Utara 2,511,587 3,244,922 3,083,389 2,738,279 3,179,507 2,951,537 17.77 46.29

3 Sumatera Selatan 1,439,974 1,616,161 1,809,949 1,753,212 1,841,242 1,692,108 10.19 56.48

4 Kalimantan Tengah 908,301 1,383,317 1,387,696 1,449,294 1,445,992 1,314,920 7.92 71.43

5 Jambi 930,265 1,281,636 1,194,354 1,203,430 1,233,538 1,168,645 7.04 63.51

6 Kalimantan Barat 761,963 1,050,450 1,005,100 845,409 851,603 902,905 5.44 76.86

7 Sumatera Barat 662,877 925,155 824,406 794,167 893,640 820,049 4.94 81.80

8 Lainnya 2,276,183 3,163,547 3,242,101 2,991,794 3,443,898 3,023,505 18.20 100.00

Indonesia 11,861,615 17,350,848 17,664,725 17,539,788 18,640,881 16,611,571 100.00

Sumber : Ditjen Perkebunan diolah Pusdatin

Keterangan : *) Angka sementara

No ProvinsiProduksi (Ton)

Share (%)Share

kumulatif (%)

Lampiran 2.4. Penggunaan dan ketersediaan untuk konsumsi minyak sawit Indonesia, 1990 – 2007

(Kg/kapita/th) (000 orang)1990 1,055 1,055 5.92 178,170

1991 993 993 5.48 181,094

1992 1,334 1,334 7.23 184,491

1993 1,431 1,431 7.63 187,589

1994 1,517 1,517 7.96 190,538

1995 2,090 2,090 10.8 193,486

1996 16 2,150 2,166 10.92 196,807

1997 16 1,614 1,630 8.08 199,837

1998 2,262 2,262 11.15 202,873

1999 24 27 1,722 1,773 8.49 205,915

2000 30 35 2,209 2,274 10.73 208,489

2001 36 42 2,635 2,713 12.64 209,776

2002 32 37 2,309 2,378 10.94 211,063

2003 36 41 2,597 2,675 12.15 213,722

2004 27 31 1,969 2,027 9.1 216,415

2005 13 15 920 948 4.18 219,852

2006 13 45 2,819 2,877 12.65 222,747

2007*) 13 49 3,081 3,143 13.66 225,642 Rata-rata

23 36 1,928 1,960 9.43

Share (%) 1.19 1.83 98.36 100.00 Sumber : Neraca Bahan Makanan Indonesia, Badan Ketahanan Pangan-Departemen Pertanian

Keterangan : *) Angka Sementara

TahunDiolah

untuk non Tercecer

Bahan makanan

Total penggunaan

ketersediaan untuk konsumsi

Jumlah Penduduk

(000 Ton)

Page 48: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 25

Lampiran 2.5. Perkembangan harga produsen tandan buah segar dan minyak sawit (CPO) Indonesia, 2000 – 2008

2000 349,879 3,217,150

2001 295,333 -15.59 3,242,250 0.78

2002 385,875 30.66 4,212,690 29.93

2003 488,417 26.57 4,267,930 1.31

2004 573,127 17.34 4,584,302 7.41

2005 499,201 -12.90 4,825,600 5.26

2006 551,186 10.41 4,701,113 -2.58

2007 889,771 61.43 7,361,021 56.58

2008 1,180,705 32.70 7,783,393 5.74

2000-2008 579,277 18.83 4,910,605 13.05

Sumber : BPS dan Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin

Rata-rata dan laju pertumbuhan (%)

TahunHarga Produsen TBS (Rp/Ton)

Pertumbuhan (%)

Harga Perdagangan Besar Minyak

Sawit (Rp/Ton)

Pertumbuhan (%)

Page 49: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

26 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Lampiran 2.6. Perkembangan ekspor – impor, neraca perdagangan serta harga minyak sawit Indonesia, 1996 – 2009

Neraca

Tahun Volume Nilai Volume Nilai Nilai

( Ton) (000 US$) ( Ton) (000 US$) (000 US$)

1996 2,619,318 1,121,838 115,975 72,198 1,049,640 428 623 -194.24

1997 4,138,780 1,784,322 86,087 59,780 1,724,542 431 694 -263.29

1998 2,512,631 969,985 18,029 11,704 958,281 386 649 -263.13

1999 4,729,849 1,497,160 11,879 1,858 1,495,302 317 156 160.12

2000 5,519,500 1,357,628 7,448 4,531 1,353,097 246 608 -362.38

2001 6,297,107 1,250,995 5,223 2,626 1,248,369 199 503 -304.11

2002 7,894,074 2,388,032 11,912 4,702 2,383,330 303 395 -92.22

2003 7,821,443 2,764,474 5,613 3,778 2,760,696 353 673 -319.63

2004 10,967,882 4,030,764 8,459 6,772 4,023,992 368 801 -433.06

2005 13,131,029 4,430,921 13,945 11,947 4,418,974 337 857 -519.28

2006 15,386,946 5,551,160 17,100 11,088 5,540,072 361 648 -287.65

2007 15,200,733 9,078,283 4,662 7,038 9,071,245 597 1,510 -912.43

2008 18,141,004 14,110,229 11,721 13,106 14,097,123 778 1,118 -340.29

2009 21,669,489 11,728,840 24,273 16,522 11,712,318 541 681 -139.43

1996-2009 21.30 26.18 14.85 15.67 26.81 5.22 24.55

1996-2003 23.17 22.46 (18.70) (2.93) 23.63 (0.03) 35.68

2004-2009 14.90 27.46 54.65 29.00 27.48 12.82 10.09 Sumber : BPS diolah Pusdatin

Keterangan : Angka negatif pada selisih berarti harga impor lebih tinggi dibandingkan harga ekspor

Selisih (US$/ton)Ekspor Impor

Rata-rata laju pertumbuhan (%)

Ekspor Impor Harga (US$/ton)

Page 50: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 27

Lampiran 2.7. Perkembangan luas tanaman menghasilkan, yield dan produksi kelapa sawit dunia, 1961 - 2008

(Ha) Pertumb. (%) (Ton/Ha) Pertumb. (%) (Ton) Pertumb. (%)

1961 3,621,037 3.77 13,636,250 1962 3,422,412 -5.49 3.87 2.77 13,245,466 -2.871963 3,517,630 2.78 3.86 -0.25 13,579,681 2.521964 3,540,825 0.66 3.84 -0.58 13,589,323 0.071965 3,617,385 2.16 3.81 -0.66 13,791,506 1.491966 3,523,670 -2.59 3.89 1.92 13,691,499 -0.731967 3,081,995 -12.53 4.27 9.77 13,145,568 -3.991968 3,185,274 3.35 4.42 3.60 14,074,539 7.071969 3,295,732 3.47 4.48 1.43 14,770,861 4.951970 3,263,027 -0.99 4.64 3.44 15,127,942 2.421971 3,311,979 1.50 4.93 6.28 16,318,727 7.871972 3,210,852 -3.05 5.19 5.40 16,674,448 2.181973 3,263,026 1.62 5.31 2.21 17,320,637 3.881974 3,498,230 7.21 5.57 5.00 19,498,488 12.571975 3,535,854 1.08 5.93 6.31 20,952,218 7.461976 3,593,114 1.62 5.91 -0.18 21,252,831 1.431977 3,722,319 3.60 5.99 1.20 22,281,025 4.841978 3,718,311 -0.11 6.67 11.42 24,798,566 11.301979 4,155,088 11.75 6.57 -1.43 27,316,222 10.151980 4,276,828 2.93 6.98 6.20 29,858,675 9.311981 4,077,535 -4.66 7.60 8.90 31,000,047 3.821982 4,190,963 2.78 8.53 12.22 35,756,699 15.341983 4,225,265 0.82 7.88 -7.64 33,295,322 -6.881984 4,668,824 10.50 8.65 9.81 40,399,328 21.341985 4,898,899 4.93 8.82 1.97 43,223,956 6.991986 5,146,653 5.06 9.12 3.32 46,917,489 8.551987 5,301,514 3.01 9.07 -0.49 48,090,189 2.501988 5,567,146 5.01 9.51 4.86 52,956,114 10.121989 5,827,284 4.67 10.10 6.18 58,856,609 11.141990 6,085,211 4.43 10.01 -0.91 60,902,077 3.481991 6,469,739 6.32 9.78 -2.26 63,287,310 3.921992 6,788,751 4.93 9.85 0.72 66,886,584 5.691993 7,149,830 5.32 10.99 11.55 78,581,976 17.491994 7,505,871 4.98 10.82 -1.55 81,215,495 3.351995 7,957,565 6.02 11.07 2.33 88,106,230 8.481996 8,383,285 5.35 11.10 0.28 93,083,525 5.651997 8,686,011 3.61 11.42 2.88 99,226,963 6.601998 9,015,419 3.79 10.94 -4.24 98,618,825 -0.611999 9,345,985 3.67 12.24 11.88 114,385,331 15.992000 9,962,994 6.60 12.09 -1.23 120,440,185 5.292001 10,536,037 5.75 12.22 1.05 128,710,851 6.872002 11,263,471 6.90 12.02 -1.60 135,395,160 5.192003 11,641,788 3.36 12.88 7.19 150,000,849 10.792004 12,265,017 5.35 13.31 3.30 163,239,840 8.832005 12,872,827 4.96 14.13 6.19 181,941,422 11.462006 13,247,130 2.91 14.72 4.12 194,952,684 7.152007 13,863,026 4.65 13.89 -5.64 192,503,168 -1.262008 14,585,811 5.21 14.08 1.39 205,361,525 6.68

1961-2008 3.09 2.95 6.08 Keterangan : *) Produksi Tandan Buah Segar (TBS)

Sumber : FAO, diolah Pusdatin

Rata-rata pertumbuhan (%)

TahunLuas TM Produktivitas Produksi

Page 51: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

28 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Lampiran 2.8. Negara dengan luas tanaman menghasilkan kelapa sawit terbesar di dunia, 2004 – 2008

Kumulatif

2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata Share (%)

1 Indonesia 3,823 4,055 4,961 4,881 5,122 4,568 34.18 34.18

2 Malaysia 3,402 3,552 3,678 3,741 3,900 3,655 27.34 61.52

3 Nigeria 3,320 3,350 3,075 3,150 3,200 3,219 24.08 85.60

4 Thailand 309 324 380 435 450 380 2.84 88.44

5 Ghana 318 325 333 300 300 315 2.36 90.80

6 Guinea 310 310 310 310 310 310 2.32 93.12

7 Lainnya 783 957 511 1,046 1,304 920 6.88 100.00

Dunia 12,265 12,873 13,247 13,863 14,586 13,367 100.00

Sumber: FAO, diolah Pusdatin

No NegaraLuas Tanaman Menghasilkan (000 Ha)

Share (%)

Lampiran 2.9. Negara produsen kelapa sawit terbesar dunia, 2004 - 2008

2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata

1 Malaysia 69,881 74,800 79,400 79,100 83,000 77,236 41.17 41.17

2 Indonesia 60,426 74,000 80,250 78,000 85,000 75,535 40.26 81.43

3 Nigeria 8,700 8,500 8,300 8,500 8,500 8,500 4.53 85.97

4 Thailand 5,182 5,003 6,715 6,390 7,873 6,232 3.32 89.29

5 Colombia 3,107 3,273 3,200 3,200 3,200 3,196 1.70 90.99

6 Negara Lainnya 15,945 16,366 17,088 17,313 17,789 16,900 9.01 100.00

Dunia 163,240 181,941 194,953 192,503 205,362 187,600 100.00

Sumber: FAO, diolah Pusdatin

No NegaraProduksi TBS (000 Ton)

Share (%)Share

Kumulatif (%)

Page 52: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 29

Lampiran 2.10. Negara eksportir minyak sawit terbesar dunia, 2003 - 2007

2003 2004 2005 2006 2007 Rata-rata

1 Malaysia 12,079,129 11,793,588 13,192,535 14,202,672 13,011,131 12,855,811 50.46 50.46

2 Indonesia 6,386,410 8,661,647 10,376,190 12,100,922 8,875,419 9,280,118 36.42 86.88

3 Netherlands 533,618 624,865 698,843 1,027,438 1,251,807 827,314 3.25 90.12

4 Papua New Guinea 326900 339000 295200 362300 368300 338,340 1.33 91.45

5 Negara Lainnya 1,761,434 2,132,813 2,201,748 2,257,858 2,536,489 2,178,068 8.55 100.00

Dunia 21,087,491 23,551,913 26,764,516 29,951,190 26,043,146 25,479,651 100.00

Sumber: FAO diolah Pusdatin

Share (%)Kumulatif share (%)

NegaraVolume Ekspor (Ton)

No

Lampiran 2.11. Negara importir minyak sawit terbesar dunia, 2003 - 2007

2003 2004 2005 2006 2007

1 China 3,422,999 3,980,868 4,468,210 5,220,161 5,223,369 4,463,121 17.62 17.62

2 India 4,026,436 3,472,518 2,449,184 2,766,382 3,514,900 3,245,884 12.81 30.44

3 Pakistan 1,210,881 1,279,966 1,531,194 1,663,231 1,710,437 1,479,142 5.84 36.28

4 Netherlands 1,076,643 1,378,826 1,721,369 1,832,217 1,237,817 1,449,374 5.72 42.00

5 Bangladesh 498,100 644,400 608,379 1,507,124 1,728,006 997,202 3.94 52.09

6 Germany 636,565 821,987 949,792 963,886 1,076,393 889,725 3.51 45.51

7 United Kingdom 782,188 706,083 668,841 692,513 491,944 668,314 2.64 48.15

8 Malaysia 367,999 822,154 486,338 779,037 435,845 578,275 2.28 54.37

9 Negara Lainnya 8,441,697 10,201,285 11,905,899 14,120,960 13,120,494 11,558,067 45.63 100.00

Dunia 20,463,508 23,308,087 24,789,206 29,545,511 28,539,205 25,329,103 100.00

Sumber: FAO diolah Pusdatin

Share kumulatif

(%)Negara

Volume Impor (Ton)No Rata-rata

Share (%)

Page 53: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 31

BAB III. KELAPA

Kelapa (Cocos nucifera) merupakan tanaman perkebunan/industri berupa

pohon batang lurus dari famili Palmae. Kelapa ini banyak terdapat di negara-

negara Asia yang menghasilkan 52.127.000 ton (85,32%) produksi dunia dalam

bentuk kelapa segar dengan luas ± 9.361.000 ha (2008). Indonesia merupakan

negara penghasil kelapa terluas dunia pada urutan ke-2 menurut data rata-rata

FAO 2004-2008 yang tersebar di Riau, Sulut, Jatim, Jateng, Jabar, Sulteng,

Sulsel, Lampung, Jambi dan Maluku, tapi produksinya paling tinggi di dunia

yaitu sebesar 18,16 juta ton.

Kelapa dijuluki pohon kehidupan, karena setiap bagian tanaman dapat

dimanfaatkan seperti berikut: (1) sabut: coir fiber, keset, sapu, matras, bahan

pembuat spring bed; (2) tempurung: charcoal, carbon aktif dan kerajinan

tangan; (3)daging buah: kopra, minyak kelapa, coconut cream, santan, kelapa

parutan kering(desiccated coconut); (4) air kelapa: cuka, Nata de Coco; (5)

batang kelapa: bahan bangunan untuk kerangka atau atap; (6) daun kelapa: Lidi

untuk sapu, barang anyaman (dekorasi pesta atau Mayang); (7) nira kelapa: gula

merah (Anonim, 2007).

Bahkan dengan perkembangan teknologi saat ini, pohon kelapa bisa

digunakan sebagai bahan tenaga listrik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

penggunaan minyak kelapa mampu menghasilkan daya listrik sebesar 1

megawatt. Betapa luar biasa hal tersebut. Dari daya sebesar itu, listrik tersebut

bisa di distribusikan pada kurang lebih 100 rumah dengan kapasitas pemakaian 3

lampu, televisi dan satu atau dua peralatan elektronik lainnya. Hal ini merupakan

penemuan hebat pada dewasa ini (Jaliouz, 2009).

Alasan utama yang membuat kelapa menjadi komoditi komersial adalah

karena semua bagian kelapa dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Dari

analisis budidaya terlihat bahwa investasi yang besar dapat menguntungkan

hanya dalam waktu kurang dari 6 tahun, belum termasuk keuntungan lain yang

Page 54: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

32 Pusat Data dan Informasi Pertanian

didapat selain dari buah. Oleh karena itu, budidaya tanaman kelapa merupakan

salah satu alternatif yang sangat menguntungkan (Anonim, 2007).

Untuk mengetahui perkembangan komoditas kelapa dan prospeknya,

berikut ini disajikan keragaan komoditas kelapa serta proyeksi penawaran dan

permintaannya untuk beberapa tahun ke depan.

3.1. PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS KELAPA INDONESIA

Pada periode tahun 1970-2009 luas areal perkebunan kelapa di Indonesia

menunjukkan pola peningkatan yang cukup konsisten (Gambar 3.1). Pola

perkembangan luas areal kelapa Indonesia menyerupai pola perkembangan luas

areal perkebunan kelapa rakyat karena sekitar 98% areal pertanaman kelapa

diusahakan oleh rakyat (PR) sedangkan sisanya diusahakan oleh perkebunan besar

negara (PBN) dan perkebunan besar swasta (PBS). Pada kurun waktu tersebut

rata-rata pertumbuhan luas areal kelapa di Indonesia sebesar 1,95% per tahun.

Peningkatan luas areal kelapa yang cukup tinggi umumnya terjadi sebelum tahun

1997 (sebelum terjadinya krisis moneter), dengan rata-rata pertumbuhan sebesar

2,68% per tahun. Setelah tahun tersebut luas areal kelapa masih meningkat

tetapi lebih lambat, yaitu rata-rata sebesar 0,33% per tahun (Tabel 3.1).

Gambar 3.1. Perkembangan luas areal kelapa di Indonesia menurut status

pengusahaan, 1970-2009*)

Page 55: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 33

Berdasarkan jenis pengusahaannya, perkembangan luas areal kelapa PR

juga lebih stabil dibandingkan luas areal kelapa yang diusahakan oleh PBN dan

PBS. Pada tahun 1970-1997 pertumbuhan luas areal kelapa PR rata-rata sebesar

2,58% per tahun, PBN sebesar 7,06% per tahun dan PBS sebesar 15,68% per tahun.

Setelah tahun 1997 pertumbuhan luas areal kelapa PR melambat menjadi sebesar

0,47% per tahun, sedangkan luas areal kelapa PBN dan PBS turun masing-masing

sebesar 13,34% per tahun dan 1,35% per tahun.

Perkembangan luas areal kelapa di Indonesia menurut jenis

pengusahaannya secara rinci disajikan dalam Lampiran 3.1.

Tabel 3.1. Rata-rata laju pertumbuhan dan kontribusi luas areal dan produksi kelapa di Indonesia, 1970 – 2009*)

PR1) PBN2) PBS3) Total PR1) PBN2) PBS3) Total

Pertumbuhan (%)

1970-2009 1.93 0.78 10.44 1.95 2.61 10.14 18.00 2.66

1970-1997 2.58 7.06 15.68 2.68 3.02 19.31 24.07 3.13

1998-2009 0.47 -13.34 -1.35 0.33 1.68 -10.47 4.32 1.59

Kontribusi (%)

1970-2009 97.69 0.46 1.84 100.00 98.09 0.37 1.55 100.00

1970-1997 97.62 0.60 1.79 100.00 98.51 0.47 1.02 100.00

1998-2009 97.83 0.23 1.94 100.00 97.48 0.21 2.31 100.00

Luas Areal ProduksiTahun

Sumber: Ditjen Perkebunan, diolah Pusdatin

Keterangan : 1) Perkebunan Rakyat 2) Perkebunan Besar Negara 3) Perkebunan Besar Swasta

Tahun 2009 : Angka Sementara

Pada periode tahun 1970-2009 sebagian besar luas areal perkebunan kelapa

di Indonesia dikuasai oleh PR dengan persentase mencapai 98,09% dari total luas

areal kelapa di Indonesia (Tabel 3.1). Pertumbuhan luas areal perkebunan kelapa

rakyat setelah tahun 1997 cenderung melambat, tetapi kontribusinya

Page 56: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

34 Pusat Data dan Informasi Pertanian

menunjukkan sedikit kenaikan dibandingkan periode sebelumnya, karena luas

areal kelapa PBN mengalami penurunan.

Perkembangan produksi kelapa (dalam bentuk “kopra”) di Indonesia pada

periode 1970-2009 menunjukkan kecenderungan meningkat (Gambar 3.2).

Berdasarkan status pengusahaan, produksi kelapa Indonesia didominasi oleh

kelapa hasil PR, sehingga pola perkembangan produksi kelapa Indonesia serupa

dengan pola perkembangan produksi kelapa PR. Produksi kelapa Indonesia pada

tahun 1970 sebesar 1,2 juta ton, kemudian meningkat menjadi 3,25 juta ton

pada tahun 2009 atau rata-rata meningkat sebesar 2,66% per tahun (Tabel 3.1).

Pada periode yang sama produksi kelapa PR rata-rata mengalami peningkatan

2,61% per tahun dengan kontribusi sebesar 98,09% terhadap total produksi kelapa

Indonesia. Sementara itu PBN dan PBS masing-masing memberikan kontribusi

sebesar 0,37% dan 1,55%. Secara rinci perkembangan produksi kelapa disajikan

pada Lampiran 3.2.

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

1970

1973

1976

1979

1982

1985

1988

1991

1994

1997

2000

2003

2006

2009

*)(000 Ha)

PR PBN PBS Indonesia

Gambar 3.2. Perkembangan produksi kelapa di Indonesia, 1970-2009

Berdasarkan data rata-rata produksi kelapa Indonesia lima tahun terakhir

(2005-2009), sentra produksi kelapa Indonesia terdapat di 11 provinsi dengan

kontribusi kumulatif mencapai 70,16%. Provinsi sentra produksi kelapa terbesar

di Indonesia adalah Riau yang memberikan kontribusi rata-rata sebesar 17,05%

atau sebesar 542,37 ribu ton, diikuti oleh Sulawesi Utara, Jawa Timur dan Maluku

Page 57: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 35

Utara dengan kontribusi masing-masing sebesar 8,44%, 7,49% dan 7,08%. Provinsi-

provinsi lainnya rata-rata memberikan kontribusi kurang dari 7% (Gambar 3.3).

Provinsi sentra produksi kelapa di Indonesia dan kontribusinya disajikan secara

rinci pada Lampiran 3.3.

17,05

8,44

7,497,08

6,545,62

4,62

3,713,68

3,022,93

29,84

Riau Sulut Jatim MalutSulteng Jateng Jabar LampungJambi Sumut Sulsel Lainnya

Gambar 3.3. Kontribusi sentra produksi kelapa di Indonesia, 2005-2009*)

1,091,11

1,12

1,14

1,17 1,16

1,02

1,04

1,06

1,08

1,10

1,12

1,14

1,16

1,18

2004 2005 2006 2007 2008 2009*)

(Ton/Ha)

Gambar 3.4. Perkembangan produktivitas kelapa di Indonesia, 2004-2009

Perkembangan produktivitas kelapa di Indonesia (dalam bentuk “kopra”)

selama tahun 2004-2009 secara umum berfluktuasi (Gambar 3.4). Pada tahun

2004 produktivitas kelapa Indonesia sebesar 1,09 ton/ha, naik menjadi 1,17

ton/ha pada tahun 2008 tetapi kemudian turun kembali menjadi 1,16 ton/ha

Page 58: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

36 Pusat Data dan Informasi Pertanian

pada tahun 2009. Rata-rata produktivitas kelapa pada kurun waktu 2004-2009

sebesar 1,13 ton/ha dengan laju pertumbuhan sebesar 1,22% (Tabel 3.2).

Tabel 3.2. Perkembangan produktivitas kelapa di Indonesia menurut status

pengusahaan, 2004-2009

PRPertumb.

(%)PBN

Pertumb. (%)

PBSPertumb.

(%)Indonesia

Pertumb. (%)

2004 1.09 1.11 1.03 1.09

2005 1.11 1.34 0.84 -23.85 1.36 31.92 1.11 1.09

2006 1.12 0.58 0.67 -21.08 1.02 -24.66 1.12 1.27

2007 1.14 2.35 0.79 18.21 1.34 30.83 1.14 2.30

2008 1.16 1.98 1.47 86.68 1.45 8.26 1.17 2.10

2009*) 1.16 -0.68 1.47 0.16 1.48 2.40 1.16 -0.63

Rata-rata 1.13 1.11 1.06 12.02 1.28 9.75 1.13 1.22

Produktivitas (Ton/Ha)Tahun

Sumber: Ditjen Perkebunan, diolah Pusdatin

Keterangan : 1) Perkebunan Rakyat 2) Perkebunan Besar Negara 3) Perkebunan Besar Swasta

Tahun 2009 : Angka Sementara

Dari sisi status pengusahaannya, produktivitas kelapa PR relatif lebih stabil

dan lebih tinggi dibandingkan produktivitas kelapa PBN. Produktivitas kelapa

Indonesia terbaik ada di jenis pengusahaan PBS dengan rata-rata produktivitas

sebesar 1,28 ton/ha. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya produksi kelapa

dalam negeri masih dapat ditingkatkan dengan upaya budidaya yang lebih

intensif.

3.2. PERKEMBANGAN KONSUMSI KELAPA DI INDONESIA

Konsumsi kelapa di Indonesia dihitung dalam bentuk kelapa butiran dan

minyak kelapa. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), pada

periode tahun 1981-2008 terjadi penurunan konsumsi kelapa baik dalam bentuk

kelapa butiran maupun minyak kelapa (Gambar 3.5).

Page 59: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 37

Selama periode tersebut konsumsi kelapa butiran mengalami penurunan

rata-rata sebesar 1,96% per tahun. Jika tahun 1981 konsumsi kelapa butiran

mencapai 16 butir per kapita, maka pada tahun 2007 turun menjadi 10 butir per

kapita (Lampiran 3.4). Konsumsi kelapa butiran terendah terjadi pada tahun 1999

sebesar 9 butir per kapita. Sementara itu konsumsi minyak kelapa per kapita juga

turun dari 4,00 liter pada tahun 1981 menjadi 2,24 liter pada tahun 2008. Rata-

rata penurunan konsumsi minyak kelapa mencapai 3,19% per tahun. Penurunan

konsumsi minyak kelapa ini dimungkinkan dengan berkembangnya kebun kelapa

sawit sehingga produk minyak goreng lebih banyak menggunakan bahan baku dari

kelapa sawit.

0,00

0,05

0,10

0,15

0,20

0,25

0,30

0,35

0,40

1981 1987 1993 1999 2003 2005 2007

(Per Kapita/Minggu)

Kelapa (Butir) M. Kelapa (Liter)

Gambar 3.5. Perkembangan konsumsi kelapa butiran dan minyak kelapa di Indonesia, 1981-2008

Dari hasil perhitungan Neraca Bahan Makanan (NBM) periode tahun 1990-

2007, ketersediaan kelapa di Indonesia berdasarkan total penggunaan kelapa

dalam bentuk kopra menjadi minyak goreng cenderung berfluktuasi (Gambar

3.6). Total penggunaan kelapa (kopra) tertinggi terjadi pada tahun 1992 sebesar

705 ribu ton, sedangkan total penggunaan kelapa terendah terjadi saat awal

krisis ekonomi tahun 1997 sebesar 85 ribu ton. Kelapa tersebut sebagian besar

digunakan sebagai bahan makanan (97,44%), sedangkan sisanya digunakan dalam

Page 60: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

38 Pusat Data dan Informasi Pertanian

industri pengolahan (1,86%) dan tercecer (0,70%). Penggunaan dan ketersediaan

kelapa (kopra) di Indonesia disajikan pada Lampiran 3.5.

0

100

200

300

400

500

600

700

80019

90

1991

1992

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

*)

(000 Ton)

Gambar 3.6. Perkembangan total penggunaan kelapa (kopra) di Indonesia,

1990-2007*)

3.3. PERKEMBANGAN HARGA KELAPA DI INDONESIA

Secara umum perkembangan harga kelapa di tingkat produsen dan

konsumen di Indonesia tahun 1983-2008 mempunyai kecenderungan meningkat

(Gambar 3.7). Pada tahun 1983-1997 rata-rata kenaikan harga kelapa di tingkat

produsen mencapai 9,70% per tahun, namun kenaikan harga di tingkat konsumen

lebih lambat, yaitu rata-rata mencapai 8,45% per tahun (Lampiran 3.6). Lonjakan

harga kelapa sangat signifikan terjadi pada awal krisis moneter (1998), baik

untuk harga di tingkat produsen maupun konsumen. Setelah tahun 1998 rata-rata

kenaikan harga kelapa di tingkat konsumen lebih tinggi dibandingkan kenaikan

harga di tingkat produsen. Rata-rata kenaikan harga kelapa di tingkat konsumen

tahun 1998-2008 sebesar 26,70% per tahun, sedangkan di tingkat produsen

sebesar 22,23% per tahun. Hal ini mengakibatkan disparitas harga produsen dan

harga konsumen semakin lebar. Harga kelapa tahun 2008 di tingkat konsumen

sebesar Rp 2.246,- per butir dan di tingkat produsen sebesar Rp 1.613,- per butir

Page 61: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 39

sehingga disparitas meningkat hingga Rp. 633,33,- per butir. Secara rinci

perkembangan harga kelapa di Indonesia disajikan pada Lampiran 3.6.

0,00

500,00

1.000,00

1.500,00

2.000,00

2.500,00

1983

1985

1987

1989

1991

1993

1995

1997

1999

2001

2003

2005

2007

(Rp/Butir)

Produsen Konsumen

Gambar 3.7. Perkembangan harga kelapa di tingkat produsen dan konsumen

di Indonesia, 1983-2008

3.4. PERKEMBANGAN EKSPOR-IMPOR KELAPA INDONESIA

Perkembangan ekspor kelapa Indonesia selama periode tahun 2000-2009

cenderung berfluktuasi (Gambar 3.8). Pada tahun 2000 volume ekspor kelapa

Indonesia mencapai 1,27 juta ton atau setara dengan US$ 393,63 juta, namun

mengalami penurunan cukup drastis hingga 40,50% pada tahun 2001. Ekspor

kelapa Indonesia tertinggi terjadi pada tahun 2007 dengan volume sebesar 1,26

juta ton dan nilai sebesar US$ 674,32 juta. Meskipun volume sedikit menurun dari

tahun sebelumnya, yakni sebesar 1,08 juta ton pada tahun 2008, namun nilainya

lebih tinggi yaitu sebesar US$ 900,92 juta (Lampiran 3.7).

Sementara itu, impor kelapa Indonesia secara absolut jauh lebih kecil

dibandingkan ekspornya dan cenderung berfluktuasi (Gambar 3.9). Pada tahun

2000 volume impor kelapa Indonesia hanya sebesar 620 ton senilai US$ 948 ribu,

meningkat menjadi 3.868 ton pada tahun 2009 dengan nilai impor sebesar US$

2,30 juta. Volume impor tertinggi dicapai pada tahun 2006 sebesar 13.220 ton

senilai US$ 6,37 juta.

Page 62: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

40 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Neraca perdagangan komoditas kelapa Indonesia selama tahun 2000-2009

menunjukkan posisi surplus, yang terus mengalami peningkatan sebesar 19,26%

per tahun. Surplus neraca perdagangan kelapa Indonesia terbesar terjadi pada

tahun 2008 sebesar US$ 899,24 juta (Lampiran 3.7).

Gambar 3.8. Perkembangan volume ekspor kelapa Indonesia, 2000-2009

Gambar 3.9. Perkembangan volume impor kelapa Indonesia, 2000-2009

Page 63: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 41

3.5. PERKEMBANGAN LUAS TANAMAN MENGHASILKAN, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS KELAPA DUNIA

Perkembangan luas tanaman menghasilkan kelapa dunia pada tahun 1970-

2008 secara umum menunjukkan peningkatan (Gambar 3.10). Meskipun terjadi

penurunan luas pada tahun-tahun tertentu, dalam periode tersebut luas tanaman

menghasilkan kelapa rata-rata meningkat sebesar 1,39% per tahun. Pada tahun

1970 total luas tanaman menghasilkan kelapa di dunia sebesar 6,69 juta ha dan

pada tahun 2008 telah terjadi peningkatan menjadi 11,21 juta ha. Luas tanaman

menghasilkan tertinggi dicapai pada tahun 1999 sebesar 11,49 juta ha. Pada

tahun 2000 terjadi penurunan luas tanaman menghasilkan kelapa sebesar 7,82%,

setelah tahun tersebut luas tanaman menghasilkan kelapa cenderung lebih stabil

dan tidak mengalami banyak perubahan. Secara rinci perkembangan luas

tanaman menghasilkan kelapa disajikan pada Lampiran 3.8.

Gambar 3.10. Perkembangan luas tanaman menghasilkan kelapa dunia, 1970-2008

Sejalan dengan perkembangan luas tanaman menghasilkan, perkembangan

produksi kelapa dunia (dalam bentuk “kelapa segar”) selama tahun 1970-2008

juga menunjukkan kecenderungan meningkat tetapi lebih berfluktuasi (Gambar

3.11). Pada periode tersebut terjadi peningkatan produksi kelapa dunia rata-rata

Page 64: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

42 Pusat Data dan Informasi Pertanian

sebesar 2,37% per tahun. Jika pada tahun 1970 produksi kelapa dunia sebesar

26,32 juta ton maka tahun 2008 telah mencapai 61,09 juta ton. Total produksi

kelapa dunia tertinggi dicapai tahun 2008, yaitu sebesar 61,09 juta ton.

Perkembangan produksi kelapa di dunia secara rinci disajikan pada Lampiran 3.8.

Gambar 3.11. Perkembangan produksi kelapa dunia, 1970-2008

Gambar 3.12. Negara-negara produsen kelapa terbesar di dunia,

(rata-rata 2004-2008)

Negara produsen kelapa tertinggi di dunia (bentuk ‘kelapa segar’)

berdasarkan data rata-rata lima tahun terakhir (tahun 2004-2008), didominasi

Page 65: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 43

oleh Indonesia, Philipina dan India. Ketiga negara produsen kelapa tersebut

memberikan kontribusi sebesar 73,53% terhadap total produksi kelapa dunia.

Indonesia menduduki peringkat pertama dengan rata-rata produksi tahun 2004-

2008 sebesar 18,16 juta ton per tahun atau memberikan kontribusi sebesar

31,15% terhadap total produksi kelapa dunia (Gambar 3.12). Philipina dengan

kontribusi sebesar 25,50 % berada di peringkat kedua, diikuti oleh India dengan

kontribusi sebesar 16,88%. Negara-negara produsen kelapa lainnya mempunyai

rata-rata kontribusi kurang dari 6% per tahun. Beberapa negara produsen kelapa

terbesar di dunia disajikan pada Lampiran 3.9.

Perkembangan produktivitas kelapa (dalam bentuk “kelapa segar”) selama

periode tahun 1970-2008 menunjukan pola berfluktuasi cenderung meningkat

(Gambar 3.13). Laju pertumbuhan produktivitas kelapa dunia pada periode

tersebut sebesar 1,00% per tahun dimana produktivitas kelapa tertinggi berhasil

dicapai pada tahun 2008 sebesar 5,45 ton/ha (Lampiran 3.8).

3,00

3,50

4,00

4,50

5,00

5,50

6,00

1970

1972

1974

1976

1978

1980

1982

1984

1986

1988

1990

1992

1994

1996

1998

2000

2002

2004

2006

2008

(Ton/Ha)

Gambar 3.13. Perkembangan produktivitas kelapa dunia, 1970-2008

Menurut FAO, terdapat empat negara dengan tingkat produktivitas kelapa

rata-rata terbesar di dunia, yaitu Peru, Puerto Rico, El Salvador dan Brazil.

Keempat negara tersebut mempunyai tingkat produktivitas kelapa lebih dari 10

ton/ha. Peru berada di peringkat pertama dengan tingkat produktivitas kelapa

mencapai 145.523 hg/ha atau 14,52 ton/ha. Puerto Rico berada di peringkat

Page 66: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

44 Pusat Data dan Informasi Pertanian

kedua dengan tingkat produktivitas mencapai 13,31 ton/ha, diikuti oleh El

Salvador dan Brazil dengan tingkat produktivitas masing-masing sebesar 12,40

ton/ha dan 10,45 ton/ha. (Gambar 3.14). Sementara itu Indonesia berada di

peringkat ke-19 dengan rata-rata produktivitas kelapa segar sebesar 6,50 ton/ha.

Gambar 3.14. Negara dengan produktivitas kelapa terbesar di dunia, 2004-2008

3.6. PERKEMBANGAN EKSPOR-IMPOR KELAPA DUNIA

Kegiatan perdagangan kelapa internasional dilakukan dalam beberapa

bentuk, seperti kelapa segar, kopra, minyak kelapa, dan lain-lain. Dari bentuk-

bentuk produksi tersebut, perdagangan minyak kelapa lebih dominan di tingkat

internasional, baik dari sisi volume maupun nilainya. Ekspor minyak kelapa

selama periode tahun 2003-2007 didominasi oleh empat negara, yaitu Philipina,

Indonesia, Malaysia dan Belanda (Gambar 3.15). Keempat negara tersebut

memberikan kontribusi ekspor minyak kelapa dunia sebesar 91,31 persen

terhadap total ekspor dunia. Rata-rata volume ekspor minyak kelapa dari

Philipina mencapai 1,05 juta ton per tahun, berkontribusi 48,90 persen serta

merupakan negara eksportir minyak kelapa terbesar dunia. Indonesia menduduki

posisi kedua dengan rata-rata volume ekspor minyak kelapa 0,57 juta ton per

tahun, berkontribusi 26,37 persen. Urutan ketiga dan keempat adalah Malaysia

Page 67: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 45

dan Belanda dengan rata-rata volume ekspor masing-masing 0,19 juta ton per

tahun dan 0,15 juta ton per tahun.

1,05 juta ton (48,90%)

0,57 juta ton (26,37%)

0,19 juta ton (8,91%)0,15 juta ton

(7,13%)0,19 juta ton

(8,69%)

Philippines Indonesia Malaysia Netherlands Lainnya

Gambar 3.15. Negara eksportir minyak kelapa terbesar di dunia, 2003-2007

0,43 juta ton (19,05%)

0,38 juta ton (16,81%)

0,32 juta ton (14,15%)

0,22 juta ton (9,56%)

0,14 juta ton (6,33%)

0,11 juta ton (4,88%)

0,66 juta ton (29,22%)

USA Netherlands Germany MalaysiaChina Russian Lainnya

Gambar 3.16. Negara importir minyak kelapa terbesar di dunia, 2003-2007

Sementara, impor minyak kelapa dilakukan oleh hampir semua negara di

dunia. Negara importir minyak kelapa terbesar adalah Amerika Serikat dengan

rata-rata volume impor tahun 2003-2007 sebesar 0,43 juta ton per tahun

(Gambar 3.16). Peringkat kedua diduduki oleh Belanda dengan rata-rata volume

impor sebesar 0,38 juta ton per tahun. Peringkat berikutnya adalah Jerman,

Malaysia, China dan Rusia dengan rata-rata volume impor masing-masing sebesar

Page 68: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

46 Pusat Data dan Informasi Pertanian

0,32 juta ton, 0,22 juta ton, 0,14 juta ton dan 0,11juta ton. Indonesia berada di

peringkat ke-28 dengan rata-rata volume impor minyak kelapa sebesar 0,007 juta

ton.

3.7. PERKEMBANGAN HARGA KELAPA DUNIA

Perdagangan kelapa memiliki wujud produksi cukup beragam seperti kelapa

segar atau kelapa butiran, kopra, dan sebagainya. Berdasarkan data FAO 2003-

2007, harga rata-rata kelapa dunia di tingkat produsen dalam wujud ‘kelapa

segar’ tertinggi terjadi di negara Barbados seharga US$ 1.030,76/ton (Gambar

3.17). Diikuti posisi berikutnya adalah negara Trindad dan Tobago, Cuba, Cook

Island, Saint Lucia dan Nigeria dengan harga masing-masing US$ 714,37/ton, US$

708,40/ton, US$ 627,17/ton, US$ 524,29/ton dan US$ 515,34/ton.

Selain negara-negara yang telah tersebut, harga ‘kelapa segar’dunia

dibawah $ 500/ton. Harga rata-rata ‘kelapa segar’ Indonesia di dunia dihargai

US$ 95,68/ton.

1.030,76

714,37 708,40627,16

524,29 515,34

0,00

200,00

400,00

600,00

800,00

1.000,00

1.200,00

Barbados Trinidad and

Tobago

Cuba Cook Islands

Saint Lucia Nigeria

(US$/Ton)

Gambar 3.17. Negara dengan Harga Kelapa tingkat Produsen terbesar di

dunia, 2003-2007

Page 69: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 47

3.8. PROYEKSI PENAWARAN KELAPA 2010-2012

Proyeksi penawaran kelapa didasarkan pada proyeksi produksi kelapa.

Fungsi respon produksi kelapa hasil pengolahan data series tahunan disajikan

pada Tabel 3.3. Hasil analisis fungsi respon produksi kelapa Indonesia dengan

menggunakan model analisis regresi berganda menunjukkan bahwa pada tingkat

kesalahan α = 5% produksi kelapa di Indonesia (dalam bentuk “kopra”) secara

nyata dipengaruhi oleh peubah produksi kelapa periode sebelumnya dan harga

kelapa periode sebelumnya. Koefisien determinasi (R2) dari fungsi respon ini

sangat baik, yaitu sebesar 98,2%. Hal ini berarti bahwa 98,2% keragaman produksi

kelapa dalam bentuk kopra dapat dijelaskan oleh keragaman peubah-peubah

bebas yang digunakan di dalam model.

Tabel 3.3. Hasil analisis fungsi respon produksi kelapa

Produksi kelapa secara nyata dan positif dipengaruhi oleh produksi kelapa

periode sebelumnya dengan koefisien regresi sebesar 0,9077. Ini berarti bahwa

setiap kenaikan produksi tahun sebelumnya sebesar 10% akan menyebabkan

peningkatan produksi tahun berikutnya sebesar 9,08%. Produksi kelapa juga

dipengaruhi oleh harga riil kelapa periode sebelumnya dengan koefisien regresi

sebesar 0,0532 yang menunjukkan bahwa peningkatan harga kelapa tahun

sebelumnya sebesar 10% akan berdampak pada peningkatan produksi kelapa

(dalam bentuk “kopra”) sebesar 0,05%.

Peubah Koefisien p_Value

Constanta 1,2757 0,005

Ln Produksi kelapa periode (t-1) 0,9077 0,000

Ln Harga riil kelapa periode (t-1) 0,0532 0,033

R2 = 98,2% ; p(F-Stat) = 0,000

Page 70: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

48 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Berdasarkan fungsi respon produksi kelapa tersebut di atas, diperkirakan

produksi kelapa di Indonesia tahun 2010 akan meningkat menjadi 3.330,39 ribu

ton (Tabel 3.4). Pada tahun 2011 dan 2012 produksi kelapa masih akan

mengalami peningkatan. Dengan rata-rata peningkatan 1,45% per tahun, maka

produksi kelapa tahun 2011 diperkirakan sebesar 3.362,00 ribu ton dan tahun

2012 sebesar 3.390,28 ribu ton.

Tabel 3.4. Hasil proyeksi produksi kelapa di Indonesia, 2010-2012

Tahun Produksi Kelapa

(Ton) Pertumbuhan

(%)

2009*) 3.247.383

2010 3.330.385 2,56

2011 3.361.999 0,95

2012 3.390.275 0,84

Rata-rata Pertumbuhan (% / th.)

1,45

Keterangan : *) Angka Sementara, Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2010 – 2012 Angka hasil proyeksi

3.9. PROYEKSI PERMINTAAN KELAPA 2010-2012

Kelapa di Indonesia (dalam bentuk “kopra”) terutama digunakan sebagai

bahan baku untuk minyak kelapa. Proyeksi permintaan kopra/minyak kelapa

dilakukan dengan menggunakan model trend kuadratik berdasarkan series data

Neraca Bahan Makanan (NBM). Hasil proyeksi menunjukkan adanya penurunan

konsumsi kopra/minyak kelapa selama periode tahun 2010-2012 dengan rata-rata

penurunan sebesar 3,86% per tahun. Secara absolut konsumsi kopra/minyak

kelapa diperkirakan akan menurun menjadi 276.180 ton pada tahun 2010 dan

masih akan menurun hingga mencapai 255.283 ton pada tahun 2012.

Kecenderungan menurunnya konsumsi kopra dalam negeri tampaknya bahan baku

Page 71: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 49

minyak goreng mulai didominasi oleh kelapa sawit. Sementara itu juga cukup

gencar disosialisasikan diversifikasi produk kelapa.

Tabel 3.5. Proyeksi permintaan kopra/minyak kelapa di Indonesia, 2010-2012

Tahun Konsumsi Kopra/Minyak

Kelapa (Ton) Pertumbuhan

(%)

2010 276.180

2011 265.702 -3,79

2012 255.283 -3,92

Rata-rata Pertumbuhan (%/th.) -3,86

3.10. PROYEKSI SURPLUS/DEFISIT KELAPA 2010-2012

Berdasarkan hasil proyeksi penawaran dan permintaan kelapa di Indonesia

maka diproyeksikan terjadi surplus kelapa (dalam bentuk “kopra). Tahun 2010

surplus kelapa diperkirakan mencapai 3,05 juta ton, meningkat menjadi 3,10 juta

ton (tahun 2011) dan 3,13 juta ton (tahun 2012). Surplus produksi kelapa (dalam

bentuk kopra) ini merupakan alokasi untuk ekspor kopra Indonesia (Tabel 3.6).

Tabel 3.6. Proyeksi surplus/defisit kelapa (kopra) di Indonesia, 2010-2012

Tahun Produksi Kelapa

(Ton)

Konsumsi Kopra/ Minyak Kelapa

(Ton)

Surplus/Defisit (Ton)

2010 3.330.385 276.180 3.054.205

2011 3.361.999 265.702 3.096.297

2012 3.390.275 255.283 3.134.992

Page 72: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

50 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Lampiran 3.1. Perkembangan luas areal kelapa di Indonesia menurut status pengusahaannya,1970- 2009

(Ha)Pertumb.

(%)(Ha)

Pertumb. (%)

(Ha)Pertumb.

(%)(Ha)

Pertumb. (%)

1970 1,789,262 5,928 10,521 1,805,711 1971 1,870,564 4.54 6,435 8.55 11,180 6.26 1,888,179 4.571972 1,889,682 1.02 6,982 8.50 11,556 3.36 1,908,220 1.061973 1,989,618 5.29 6,969 -0.19 12,384 7.17 2,008,971 5.281974 2,108,591 5.98 6,691 -3.99 15,282 23.40 2,130,564 6.051975 2,193,097 4.01 7,694 14.99 16,274 6.49 2,217,065 4.061976 2,304,790 5.09 9,243 20.13 14,800 -9.06 2,328,833 5.041977 2,393,112 3.83 10,182 10.16 58,072 292.38 2,461,366 5.691978 2,454,115 2.55 9,234 -9.31 42,212 -27.31 2,505,561 1.801979 2,520,938 2.72 10,405 12.68 48,230 14.26 2,579,573 2.951980 2,622,206 4.02 15,050 44.64 43,167 -10.50 2,680,423 3.911981 2,752,386 4.96 15,075 0.17 57,401 32.97 2,824,862 5.391982 2,808,989 2.06 13,411 -11.04 29,764 -48.15 2,852,164 0.971983 2,890,681 2.91 16,683 24.40 39,346 32.19 2,946,710 3.311984 2,958,170 2.33 14,197 -14.90 39,113 -0.59 3,011,480 2.201985 2,994,442 1.23 14,642 3.13 40,916 4.61 3,050,000 1.281986 3,056,575 2.07 14,271 -2.53 41,682 1.87 3,112,528 2.051987 3,084,688 0.92 17,964 25.88 50,492 21.14 3,153,144 1.301988 3,147,382 2.03 15,807 -12.01 62,299 23.38 3,225,488 2.291989 3,186,754 1.25 23,927 51.37 72,908 17.03 3,283,589 1.801990 3,308,037 3.81 25,032 4.62 60,853 -16.53 3,393,922 3.361991 3,459,225 4.57 33,350 33.23 80,745 32.69 3,573,320 5.291992 3,482,817 0.68 33,287 -0.19 82,461 2.13 3,598,565 0.711993 3,507,992 0.72 32,687 -1.80 95,176 15.42 3,635,855 1.041994 3,543,924 1.02 31,754 -2.85 105,702 11.06 3,681,380 1.251995 3,584,477 1.14 28,884 -9.04 110,495 4.53 3,723,856 1.151996 3,603,878 0.54 28,395 -1.69 103,783 -6.07 3,736,056 0.331997 3,548,017 -1.55 27,711 -2.41 92,505 -10.87 3,668,233 -1.821998 3,579,872 0.90 25,466 -8.10 100,636 8.79 3,705,974 1.031999 3,585,743 0.16 15,313 -39.87 78,320 -22.17 3,679,376 -0.722000 3,601,698 0.44 13,891 -9.29 75,825 -3.19 3,691,414 0.332001 3,818,946 6.03 8,006 -42.37 70,515 -7.00 3,897,467 5.582002 3,806,032 -0.34 7,070 -11.69 71,848 1.89 3,884,950 -0.322003 3,785,343 -0.54 5,838 -17.43 121,949 69.73 3,913,130 0.732004 3,723,879 -1.62 4,883 -16.36 68,242 -44.04 3,797,004 -2.972005 3,735,838 0.32 6,127 25.48 61,649 -9.66 3,803,614 0.172006 3,720,490 -0.41 5,668 -7.49 62,734 1.76 3,788,892 -0.392007 3,720,533 0.001 5,507 -2.84 61,948 -1.25 3,787,989 -0.022008 3,724,118 0.10 3,822 -30.60 55,134 -11.00 3,783,074 -0.13

2009*) 3,748,135 0.64 3,840 0.47 55,081 -0.10 3,807,056 0.63

1970-2009 1.93 0.78 10.44 1.951970-1997 2.58 7.06 15.68 2.681998-2009 0.47 -13.34 -1.35 0.33Sumber : Ditjen. PerkebunanKeterangan: *) Angka Sementara 1) PR = Perkebunan Rakyat

Tahun

2) PBN = Perkebunan Besar Negara 3) PBS = Perkebunan Besar Swasta

Rata-rata pertumbuhan (%)

PR 1) PBN 2) PBS 3) Jumlah

Page 73: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 51

Lampiran 3.2. Perkembangan produksi kelapa di Indonesia menurut status pengusahaannya,1970 – 2009

(Ton)Pertumb.

(%)(Ton)

Pertumb. (%)

(Ton)Pertumb.

(%)(Ton)

Pertumb. (%)

1970 1,198,863 1,749 2,290 1,202,902 1971 1,273,935 6.26 2,068 18.24 3,576 56.16 1,279,579 6.371972 1,248,739 -1.98 3,007 45.41 4,205 17.59 1,255,951 -1.851973 1,274,441 2.06 1,626 -45.93 3,859 -8.23 1,279,926 1.911974 1,335,441 4.79 1,495 -8.06 6,475 67.79 1,343,411 4.961975 1,380,929 3.41 3,169 111.97 5,545 -14.36 1,389,643 3.441976 1,526,577 10.55 3,253 2.65 4,811 -13.24 1,534,641 10.431977 1,541,996 1.01 3,230 -0.71 21,231 341.30 1,566,457 2.071978 1,553,763 0.76 3,527 9.20 20,952 -1.31 1,578,242 0.751979 1,596,191 2.73 3,612 2.41 22,284 6.36 1,622,087 2.781980 1,629,726 2.10 3,701 2.46 32,646 46.50 1,666,073 2.711981 1,764,567 8.27 3,887 5.03 24,468 -25.05 1,792,922 7.611982 1,587,177 -10.05 4,457 14.66 11,411 -53.36 1,603,045 -10.591983 1,590,173 0.19 3,443 -22.75 14,022 22.88 1,607,638 0.291984 1,737,263 9.25 2,430 -29.42 10,795 -23.01 1,750,488 8.891985 1,905,241 9.67 4,147 70.66 11,043 2.30 1,920,431 9.711986 1,950,290 2.36 7,628 83.94 16,724 51.44 1,974,642 2.821987 2,054,514 5.34 24,359 219.34 19,671 17.62 2,098,544 6.271988 2,116,975 3.04 9,471 -61.12 17,541 -10.83 2,143,987 2.171989 2,192,851 3.58 13,072 38.02 15,434 -12.01 2,221,357 3.611990 2,297,832 4.79 14,890 13.91 18,848 22.12 2,331,570 4.961991 2,431,616 5.82 20,538 37.93 26,162 38.81 2,478,316 6.291992 2,425,452 -0.25 20,785 1.20 29,047 11.03 2,475,284 -0.121993 2,557,908 5.46 17,852 -14.11 30,143 3.77 2,605,903 5.281994 2,601,424 1.70 21,043 17.87 26,567 -11.86 2,649,034 1.661995 2,661,641 2.31 15,127 -28.11 27,518 3.58 2,704,286 2.091996 2,686,768 0.94 19,370 28.05 54,748 98.95 2,760,886 2.091997 2,619,926 -2.49 21,020 8.52 62,992 15.06 2,703,938 -2.061998 2,690,204 2.68 22,018 4.75 65,905 4.62 2,778,127 2.741999 2,903,716 7.94 12,205 -44.57 78,701 19.42 2,994,622 7.792000 2,951,005 1.63 9,038 -25.95 84,485 7.35 3,044,528 1.672001 3,068,997 4.00 8,272 -8.48 85,749 1.50 3,163,018 3.892002 3,010,894 -1.89 4,815 -41.79 82,787 -3.45 3,098,496 -2.042003 3,136,360 4.17 2,629 -45.40 115,865 39.96 3,254,854 5.052004 3,000,839 -4.32 4,489 70.75 49,183 -57.55 3,054,511 -6.162005 3,052,461 1.72 3,659 -18.49 40,724 -17.20 3,096,844 1.392006 3,061,408 0.29 2,897 -20.83 66,853 64.16 3,131,158 1.112007 3,122,995 2.01 2,935 1.31 67,337 0.72 3,193,266 1.982008 3,176,004 1.70 3,000 2.21 60,668 -9.90 3,239,673 1.45

2009*) 3,182,333 0.20 3,024 0.80 62,026 2.24 3,247,383 0.24

1970-2009 2.61 10.14 18.00 2.661970-1997 3.02 19.31 24.07 3.131998-2009 1.68 -10.47 4.32 1.59

Sumber : Ditjen. PerkebunanKeterangan: *) Angka Sementara 1) PR = Perkebunan Rakyat

Ujud produksi adalah kopra

Tahun

2) PBN = Perkebunan Besar Negara 3) PBS = Perkebunan Besar Swasta

Rata-rata pertumbuhan (%)

PR 1) PBN 2) PBS 3) Jumlah

Page 74: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

52 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Lampiran 3.3. Provinsi sentra produksi kelapa di Indonesia, 2005 – 2009

2005 2006 2007 2008 2009*) Rata-rata

1 Riau 488,689 555,842 567,088 553,462 546,773 542,371 17.05 17.05

2 Sulawesi Utara 246,377 251,743 287,461 263,346 293,002 268,386 8.44 25.48

3 Jawa Timur 236,499 222,857 233,172 248,259 250,491 238,256 7.49 32.97

4 Maluku Utara 222,229 218,301 197,378 244,586 244,591 225,417 7.08 40.06

5 Sulawesi Tengah 177,345 187,297 189,268 209,139 276,633 207,936 6.54 46.59

6 Jawa Tengah 182,874 175,144 179,657 175,847 180,299 178,764 5.62 52.21

7 Jawa Barat 161,972 147,507 139,280 150,818 134,697 146,855 4.62 56.83

8 Lampung 120,557 120,259 118,971 118,668 112,219 118,135 3.71 60.54

9 Jambi 126,746 119,191 114,752 110,548 113,427 116,933 3.68 64.21

10 Sumatera Utara 98,816 101,525 82,352 99,502 97,821 96,003 3.02 67.23

11 Sulawesi Selatan 99,491 87,705 87,228 95,783 96,058 93,253 2.93 70.16

12 Lainnya 935,251 943,776 996,659 969,716 901,372 949,355 29.84 100.00

Indonesia 3096846 3131147 3193266 3239674 3247383 3,181,663

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin

Keterangan : *) Angka Sementara

No. ProvinsiProduksi (Ton)

Share (%)Share

kumulatif (%)

Page 75: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 53

Lampiran 3.4. Perkembangan konsumsi kelapa dan minyak kelapa di Indonesia, 1981 – 2008

(Butir) Pertumb. (%) (Liter) Pertumb. (%)

1981 15.964 4.004

1984 15.236 -1.52 1.716 -19.05

1987 16.484 2.73 3.172 28.28

1990 17.368 1.79 3.744 6.01

1993 15.652 -3.29 4.316 5.09

1996 12.532 -6.64 4.940 4.82

1999 9.464 -8.16 3.796 -7.72

2002 11.960 8.79 4.732 8.22

2003 12.636 5.65 4.420 -6.59

2004 11.284 -10.70 4.004 -9.41

2005 11.752 4.15 4.056 1.30

2006 10.400 -11.50 3.900 -3.85

2007 11.232 8.00 2.912 -25.33

2008 9.568 -14.81 2.236 -23.21

1981-2008 -1.96 -3.19Sumber : Badan Pusat Statistik (SUSENAS), diolah Pusdatin

Rata-rata pertumbuhan (%)

Kelapa Minyak KelapaKonsumsi/kapita/tahun

Tahun

Page 76: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

54 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Lampiran 3.5. Penggunaan dan ketersediaan konsumsi kopra di Indonesia, 1990 – 2007

1990 0 0 457 457 2.56 178,170 0.00 0.00 100.00

1991 0 0 465 465 2.57 181,094 0.00 0.00 100.00

1992 0 0 705 705 3.82 184,491 0.00 0.00 100.00

1993 0 0 474 474 2.53 187,589 0.00 0.00 100.00

1994 0 0 330 330 1.73 190,538 0.00 0.00 100.00

1995 0 0 609 609 3.15 193,486 0.00 0.00 100.00

1996 9 0 403 412 2.05 196,807 2.18 0.00 97.82

1997 9 0 76 85 0.38 199,837 10.59 0.00 89.41

1998 9 0 338 347 1.66 202,873 2.59 0.00 97.41

1999 9 0 362 371 1.76 205,915 2.43 0.00 97.57

2000 2 3 191 196 0.93 208,489 1.02 1.53 97.45

2001 4 9 560 573 2.68 209,776 0.70 1.57 97.73

2002 4 7 465 476 2.20 211,063 0.84 1.47 97.69

2003 5 10 605 620 2.83 213,722 0.78 1.56 97.66

2004 4 9 537 550 2.48 216,382 0.73 1.64 97.64

2005 1 3 161 165 0.73 219,852 0.61 1.82 97.58

2006 11 6 372 389 1.67 222,747 2.83 1.54 95.63

2007*) 11 2 122 135 0.54 225,643 8.15 1.48 90.37Rata-rata 4.32 2.70 402 409 2.02 202,693 1.86 0.70 97.44

Sumber : Badan Ketahanan Pangan (NBM) Keterangan : *) Angka Sementara Bentuk konsumsi : Kopra

Jumlah Penduduk

Tengah Tahun (000 Orang)

TotalIndustri

PengolahanTercecer

Bahan Makanan

Share thd. Total Penggunaan (%)Ketersediaan Konsumsi per

Kapita (Kg/Kap/Th)

Tahun

Penggunaan (000 Ton)

Industri Pengolahan

TercecerBahan

Makanan

Page 77: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 55

Lampiran 3.6. Perkembangan harga kelapa di tingkat produsen dan konsumen di Indonesia, 1983 – 2008

(Rp/Butir) Pertumb.(%) (Rp/Butir) Pertumb.(%)

1983 116.80 142.37 25.57

1984 201.31 72.35 227.79 60.00 26.48

1985 116.04 -42.36 132.86 -41.67 16.82

1986 121.19 4.44 139.06 4.67 17.87

1987 126.31 4.22 146.40 5.28 20.09

1988 144.96 14.76 171.85 17.38 26.89

1989 163.55 12.83 193.69 12.71 30.14

1990 140.05 -14.37 168.93 -12.78 28.88

1991 146.59 4.67 177.49 5.07 30.90

1992 180.34 23.02 216.27 21.85 35.93

1993 180.00 -0.19 221.61 2.47 41.61

1994 184.65 2.58 237.00 6.94 52.35

1995 268.53 45.43 328.15 38.46 59.62

1996 299.05 11.37 345.14 5.18 46.09

1997 290.10 -2.99 319.90 -7.31 29.80

1998 677.78 133.64 835.14 161.06 157.37

1999 942.68 39.08 1,156.26 38.45 213.57

2000 685.98 -27.23 761.66 -34.13 75.68

2001 705.90 2.90 888.45 16.65 182.54

2002 945.92 34.00 998.21 12.35 52.29

2003 826.34 -12.64 903.92 -9.45 77.58

2004 901.25 9.06 1,024.36 13.32 123.11

2005 894.85 -0.71 1,028.45 0.40 133.60

2006 1,079.86 20.67 1,102.58 7.21 22.72

2007 1,188.10 10.02 1,385.17 25.63 197.07

2008 1,612.93 35.76 2,246.16 62.16 633.23

1983-2008 15.21 16.48

1983-1997 9.70 8.45

1998-2008 22.23 26.70Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Pusdatin

TahunHarga Produsen Harga Konsumen Margin

(Rp/Butir)

Rata-rata pertumbuhan (%)

Page 78: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

56 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Lampiran 3.7. Perkembangan ekspor-impor kelapa Indonesia, 2000 – 2009

TahunVolume (Ton)

Pertumb. (%)

Nilai (000 US$)

Pertumb. (%)

Volume (Ton)

Pertumb. (%)

Nilai (000 US$)

Pertumb. (%)

2000 1,265,501 393,629 620 948 392,680

2001 752,990 -40.50 178,814 -54.57 305 -50.76 299 -68.53 178,516

2002 899,849 19.50 240,625 34.57 2,453 703.94 852 185.41 239,773

2003 773,119 -14.08 221,608 -7.90 11,708 377.27 4,623 442.58 216,986

2004 823,316 6.49 329,687 48.77 2,309 -80.28 1,867 -59.61 327,819

2005 1,246,962 51.46 513,735 55.83 7,392 220.09 4,016 115.11 509,718

2006 978,113 -21.56 363,081 -29.33 13,220 78.85 6,369 58.59 356,712

2007 1,264,840 29.31 674,316 85.72 7,836 -40.73 3,739 -41.30 670,578

2008 1,080,981 -14.54 900,917 33.60 2,761 -64.77 1,676 -55.18 899,242

2009 957,517 -11.42 489,885 -45.62 3,868 40.10 2,296 37.05 487,589

0.52 13.45 131.52 68.23 13.68

Ekspor Impor

Rata-rata pertumbuhan (%)

2000-2009

Neraca (000 US$)

Page 79: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 57

Lampiran 3.8. Perkembangan luas tanaman menghasilkan, produksi dan produktivitas kelapa dunia, 1970-2008

(Ha) Pertumb. (%) (Ton) Pertumb. (%) (Ton/Ha) Pertumb. (%)

1970 6,691,748 26,318,803 3.931971 6,987,986 4.43 28,660,007 8.90 4.10 4.281972 7,076,587 1.27 30,080,115 4.96 4.25 3.641973 7,121,515 0.63 27,998,001 -6.92 3.93 -7.511974 7,300,583 2.51 26,666,560 -4.76 3.65 -7.091975 7,401,591 1.38 30,744,652 15.29 4.15 13.721976 7,739,009 4.56 33,619,173 9.35 4.34 4.581977 7,991,187 3.26 32,122,505 -4.45 4.02 -7.471978 8,193,589 2.53 32,789,390 2.08 4.00 -0.451979 8,544,768 4.29 31,320,667 -4.48 3.67 -8.411980 8,752,394 2.43 32,247,761 2.96 3.68 0.521981 8,914,097 1.85 34,070,472 5.65 3.82 3.741982 9,065,593 1.70 33,493,906 -1.69 3.69 -3.341983 9,015,068 -0.56 32,548,461 -2.82 3.61 -2.281984 9,124,975 1.22 31,466,538 -3.32 3.45 -4.491985 9,396,118 2.97 35,941,618 14.22 3.83 10.931986 9,617,909 2.36 38,974,685 8.44 4.05 5.941987 9,790,041 1.79 38,734,382 -0.62 3.96 -2.361988 9,899,711 1.12 37,288,974 -3.73 3.77 -4.801989 9,883,665 -0.16 38,315,806 2.75 3.88 2.921990 10,022,934 1.41 42,477,367 10.86 4.24 9.321991 10,052,691 0.30 40,683,319 -4.22 4.05 -4.511992 10,086,504 0.34 42,742,846 5.06 4.24 4.711993 10,361,079 2.72 46,071,494 7.79 4.45 4.931994 10,576,961 2.08 47,243,372 2.54 4.47 0.451995 10,635,595 0.55 48,964,064 3.64 4.60 3.071996 10,739,684 0.98 48,640,180 -0.66 4.53 -1.621997 10,834,952 0.89 50,078,192 2.96 4.62 2.051998 11,133,866 2.76 49,011,494 -2.13 4.40 -4.761999 11,493,421 3.23 49,889,888 1.79 4.34 -1.392000 10,594,814 -7.82 50,795,371 1.81 4.79 10.452001 10,852,211 2.43 51,416,643 1.22 4.74 -1.182002 10,763,878 -0.81 53,467,623 3.99 4.97 4.842003 10,793,846 0.28 54,121,420 1.22 5.01 0.942004 10,798,514 0.04 54,899,903 1.44 5.08 1.392005 10,801,264 0.03 57,303,364 4.38 5.31 4.352006 10,846,190 0.42 57,534,695 0.40 5.30 -0.012007 11,139,112 2.70 60,617,566 5.36 5.44 2.592008 11,208,072 0.62 61,094,243 0.79 5.45 0.17

1.39 2.37 1.00Sumber : FAO

Tahun

Rata-rata pertumbuhan (%)

1970-2008

Luas TM Produksi Produktivitas

Page 80: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

58 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Lampiran 3.9. Negara produsen kelapa terbesar di dunia, 2004-2008

2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata

1 Indonesia 16,285 18,250 17,125 19,625 19,500 18,157 31.15 31.15

2 Philippines 14,366 14,825 14,958 14,853 15,320 14,864 25.50 56.65

3 India 8,380 8,829 10,190 10,894 10,894 9,837 16.88 73.53

4 Brazil 3,117 3,119 2,978 2,831 2,759 2,961 5.08 78.61

5 Sri Lanka 1,969 1,912 2,116 2,181 2,200 2,075 3.56 82.17

6 Thailand 2,126 1,871 1,815 1,722 1,722 1,851 3.18 85.34

7 Negara Lainnya 8,657 8,498 8,352 8,512 8,700 8,544 14.66 100.00

Dunia 54,900 57,303 57,535 60,618 61,094 58,290

Sumber : FAO

No NegaraProduksi (000 Ton)

Share (%)Share

kumulatif (%)

Page 81: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 59

BAB IV. KAKAO

Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan sub sektor perkebunan dari 15

komoditas komoditas unggulan nasional yang dicanangkan untuk dikembangkan

secara besar-besaran di Indonesia. Ekspor kakao mampu memberikan kontribusi

dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Komoditas ini bisa menempati peringkat

keempat dalam upaya menyumbang devisa negara setelah komoditas kelapa sawit,

karet dan kelapa.

Luas panen dan produksi kakao Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami

peningkatan dan cukup signifikan pada era tahun 1985-an. Perkebunan kakao

Indonesia sebagian besar (hampir 90%) dikelola oleh rakyat. Produksi kakao dalam

negeri sebagian besar dipergunakan untuk ekspor, dimana pada tahun 2009 realisasi

ekspor Indonesia mencapai 560 ribu ton atau setara dengan US$ 1,46 milyar.

Sayangnya, ekspor kakao Indonesia masih didominasi bentuk kakao biji kering tanpa

ada proses pengolahan lebih lanjut sehingga harga ekspor masih relatif rendah.

Tulisan berikut akan mengulas keragaan kakao Indonesia dan dunia serta

proyeksi produksi dan permintaan kakao Indonesia di 2010 - 2012.

4.1. PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS KAKAO DI INDONESIA

Secara umum, perkembangan luas areal kakao Indonesia dari tahun 1967 s.d

tahun 2009 terus mengalami peningkatan, dengan laju pertumbuhan sebesar 13.36%

(Gambar 4.1). Peningkatan yang cukup signifikan terjadi pada luas areal kakao

Perkebunan Rakyat (PR). Pada periode tahun 1987 hingga 2009, luas areal kakao PR

bertambah dengan laju rata-rata sebesar 39,46% per tahun, padahal sebelum

periode tersebut, yakni tahun 1967 hingga 1986 rata-rata pertumbuhan luas areal

kakao PR hanya sebesar 21,56% per tahun. Sebaliknya, luas areal kakao Perkebunan

Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS) tidak mengalami

peningkatan yang cukup signifikan selama periode tahun 1987 – 2009, namun cukup

besar peningkatannya pada periode sebelumnya (1967-1986) yakni masing-masing

sebesar 23,59% dan 37,97% (Tabel 4.1).

Page 82: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

60 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Sementara itu, dalam periode lima tahun terakhir yakni 2005 - 2009, luas areal

kakao PR dan PBN mengalami peningkatan masing-masing sebesar 6,22% dan 10,56%,

sementara luas areal kakao PBS relatif tidak mengalami peningkatan luas areal.

Total luas areal kakao Indonesia pada tahun 2009 adalah sebesar 1,48 juta ha yang

terdiri dari 1,37 juta ha PR, 55,17 ribu ha PBN dan 47,47 ribu ha PBS (Tabel 4.1).

Perkembangan luas areal kakao Indonesia berdasarkan status pengusahaannya dari

tahun 1967 – 2009 secara lengkap tersaji pada Lampiran 4.1.

Gambar 4.1. Perkembangan luas areal kakao berdasarkan status pengusahaannya,

1967 -2009

Tabel 4.1. Perkembangan luas areal kakao Indonesia berdasarkan status pengusahaannya, 2005 – 2009

Tahun Luas (Ha) Pertumb. Luas (Ha) Pertumb. Luas (Ha) Pertumb. Luas (Ha) Pertumb.(%) (%) (%) (%)

2005 1,081,102 38,295 47,649 1,167,0462006 1,219,633 12.81 48,930 27.77 52,257 9.67 1,320,820 13.182007 1,272,781 4.36 57,343 17.19 49,155 -5.94 1,379,279 4.432008 1,326,784 4.24 50,584 -11.79 47,848 -2.66 1,425,216 3.33

2009*) 1,372,705 3.46 55,165 9.06 47,473 -0.78 1,475,343 3.52

6.22 10.56 0.07 6.11Sumber : Ditjen. Perkebunan

Keterangan: *) Angka Sementara 1) PR = Perkebunan Rakyat

2005-2009

2) PBN = Perkebunan Besar Negara 3) PBS = Perkebunan Besar Swasta

PR 1) PBN 2) PBS 3) Indonesia

Rata-rata pertumbuhan (%)

Page 83: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 61

Gambar 4.2. Perkembangan produktivitas kakao Indonesia berdasarkan status

pengusahaannya, 2003-2009

Selama periode tahun 2003 - 2009, perkembangan produktivitas kakao PR sangat

berfluktuatif dan mempunyai kecenderungan menurun dengan rata-rata sebesar

4,31% per tahun. Sementara, pangusahaan kakao oleh PBN dan PBS lebih intensif

dengan pemeliharaan tanaman yang lebih baik yang tercermin dari produktivitas

kakao PBN dan PBS berfluktuatif namun mempunyai kecenderungan meningkat,

masing-masing dengan rata-rata sebesar 0,54% per tahun dan 0,23% per tahun

(Tabel 4.2). Pada periode tahun 2003, produktivitas kakao PR berada di atas

pencapaian produktivitas PBN dan PBS, namun kemudian pada tahun 2004 terjadi

peningkatan produktivitas kakao PBS yang cukup signifikan sehingga melampaui

produktivitas kakao PR. Sementara itu, produktivitas kakao PBN selalu berada di

bawah produktivitas kakao PR dan PBS hingga pada tahun 2006-2007 terjadi

peningkatan produktivitas kakao PBN sehingga pencapaiannya diatas produktivitas

kakao PR dan PBS. Pada tahun 2009 terjadi penurunan produktivitas yang cukup

signifikan di ketiga status pengusahaan dibandingkan tahun sebelumnya yakni

masing-masing 8,61% untuk kakao PR, 0,38% (PBN) dan 1,18% (PBS) (Gambar 4.2).

Page 84: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

62 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Tabel 4.2. Perkembangan produktivitas kakao Indonesia berdasarkan status pengusahaannya, 2003 – 2009

Gambar 4.3. Perkembangan produksi biji kakao kering Indonesia berdasarkan

status pengusahaannya, 1967-2009

Seiring dengan perkembangan luas areal dan produktivitasnya, produksi biji

kakao kering Indonesia juga terus mengalami peningkatan dari tahun 1967 - 2009

dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 18,15% (Lampiran 4.2). Peningkatan produksi

yang cukup signifikan terjadi pada PR periode tahun 1987 - 2009 hingga mencapai

Hasil Pertumb. Hasil Pertumb. Hasil Pertumb.(Kg/Ha) (%) (Kg/Ha) (%) (Kg/Ha) (%)

2003 1,089 845 911

2004 906 -16.79 739 -12.51 1,125 23.48

2005 911 0.55 741 0.18 1,004 -10.75

2006 843 -7.41 880 18.80 961 -4.24

2007 790 -6.32 1,001 13.81 964 0.31

2008 891 12.73 834 -16.67 904 -6.25

2009*) 814 -8.61 831 -0.38 893 -1.18

2003-2009 -4.31 0.54 0.23

Sumber : Ditjen. Perkebunan

Keterangan: *) Angka Sementara 1) PR = Perkebunan Rakyat

2) PBN = Perkebunan Besar Negara 3) PBS = Perkebunan Besar Swasta

TahunPR 1) PBN 2) PBS 3)

Rata-rata pertumbuhan (%)

Page 85: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 63

90,91%, padahal sebelumnya yakni periode tahun 1967 - 1986 produksi biji kakao

kering hanya tumbuh sebesar 43,53%. Sementara itu, produksi biji kakao kering

untuk PBN dan PBS juga terus mengalami peningkatan walaupun dalam kuantitas

yang relatif lebih kecil (Tabel 4.3). Perkembangan produksi biji kakao kering

menurut status pengusahaannya mulai periode tahun 1967 – 2009 secara rinci tersaji

pada Lampiran 4.2.

Tabel 4.3. Perkembangan produksi biji kakao kering Indonesia

berdasarkan status pengusahaannya, 2005-2009

Gambar 4.4. Kontribusi PR, PBN dan PBS terhadap produksi kakao Indonesia

(rata-rata 2005 – 2009)

Tahun Pertumb. Pertumb. Pertumb. Pertumb.(%) (%) (%) (%)

2005 693,701 25,494 29,633 748,828

2006 702,207 1.23 33,795 32.56 33,384 12.66 769,386 2.75

2007 671,370 -4.39 34,643 2.51 33,993 1.82 740,006 -3.82

2008 740,681 10.32 31130 -10.14 31,783 -6.50 803,594 8.59

2009*) 694,783 -6.20 32558 4.59 31,070 -2.24 758,411 -5.62

0.24 7.38 1.43 0.47Sumber : Ditjen. Perkebunan

Keterangan: *) Angka Sementara 1) PR = Perkebunan Rakyat

PR 1) PBN 2) PBS 3) Indonesia

2) PBN = Perkebunan Besar Negara 3) PBS = Perkebunan Besar Swasta

Produksi (Ton)

Produksi (Ton)

Produksi (Ton)

Produksi (Ton)

Rata-rata pertumbuhan (%)

2005-2009

Page 86: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

64 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Berdasarkan data produksi kakao rata-rata selama 5 tahun terakhir (2005-

2009), kontribusi produksi kakao PR mendominasi produksi kakao Indonesia dengan

kontribusi sebesar 91,68%. Sisanya disumbang dari produksi PBN sebesar 4,13% dan

PBS sebesar 4,19% (Gambar 4.4).

Gambar 4.5. Provinsi sentra produksi kakao PR (rata-rata 2005-2009)

Lebih dari 65% produksi kakao nasional berasal dari sumbangan produksi PR di

6 provinsi sentra di Luar Jawa yakni Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi

Barat, Sulawesi Tenggara, Sumatera Utara, dan Kalimantan Timur (Gambar 4.5).

Berdasarkan data rata-rata selama 5 tahun (2005 - 2009), provinsi Sulawesi Tengah

menyumbang 16,63% terhadap produksi kakao nasional. Berikutnya adalah provinsi

Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tenggara yang masing-masing

memberikan kontribusi produksi sebesar 14,28%, 13,45% dan 13,20%. Sedangkan

Sumatera Utara dan Kalimantan Timur menyumbang produksi kakao Indonesia

sebesar 5,55% dan 2,74% (Gambar 4.5 dan Lampiran 4.3).

4.2. KONSUMSI KAKAO DI INDONESIA

Menurut data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang

dipublikasikan oleh BPS, konsumsi kakao Indonesia dibedakan atas konsumsi coklat

instan dan coklat bubuk. Perkembangan konsumsi kedua jenis coklat tersebut dari

tahun 1981 hingga 2008 relatif berfluktuatif namun cenderung mengalami

Page 87: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 65

peningkatan yakni masing-masing sebesar 35,71% untuk konsumsi coklat instan dan

17,31% untuk konsumsi coklat bubuk.

Gambar 4.6. Perkembangan konsumsi kakao di Indonesia, 1981-2008

Konsumsi coklat bubuk sangat berfluktuasi dan tertinggi terjadi pada tahun

1996 yang mencapai 20,8 gr/kapita. Sementara data konsumsi coklat instan hasil

SUSENAS hanya tersedia sejak tahun 1999 hingga 2008. Pada Gambar 4.6 terlihat

bahwa konsumsi coklat instan juga berfluktuasi dan mempunyai kecenderungan

meningkat sejak tahun 2004 hingga akhirnya pada tahun 2005 mencapai 31,2

gr/kapita, namun kemudian berfluktuasi namun cenderungmenurun hingga pada

tahun 2008 hanya mencapai 23,4 gr/kapita (Lampiran 4.4).

4.3. PERKEMBANGAN HARGA KAKAO DI INDONESIA

Perkembangan harga domestik biji kakao kering sejak tahun 1992 hingga 2008

terus mengalami peningkatan, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 24,64%

(Gambar 4.7). Peningkatan harga yang cukup tajam terjadi pada tahun 1998 hingga

mencapai 203,65% seperti tersaji pada Lampiran 4.5. Hal ini antara lain sebagai

dampak dari meningkatnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Pada tahun

1992 harga biji kakao kering hanya sebesar Rp. 1.373,- per kg kemudian meningkat

pada tahun 2008 yang tercacat pada level Rp. 16.357,-/kg.

Page 88: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

66 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Gambar 4.7. Perkembangan harga domestik biji kakao kering,

1992 – 2008

4.4. PERKEMBANGAN EKSPOR-IMPOR KAKAO INDONESIA

Kakao merupakan salah satu andalan ekspor Indonesia, dimana Indonesia

menempati urutan ke-3 sebagai negara pengeksor kakao terbesar di dunia. Volume

dan nilai ekspor total kakao Indonesia dari tahun 1996-2009 relatif berfluktuasi

namun mempunyai kecenderungan meningkat dengan rata-rata pertumbuhan

sebesar 5,93% (volume) dan 13,72% (nilai) (Gambar 4.8). Pada tahun 1997, 2001 dan

2007, terjadi penurunan volume ekspor kakao Indonesia namun nilai ekspornya

menunjukkan peningkatan. Hal ini mengindikasikan terjadinya peningkatan harga

ekspor kakao Indonesia. Sebaliknya, pada tahun 1999, 2000 dan 2004 terjadi

kenaikan volume ekspor kakao Indonesia namun nilai ekspornya menurun, hal ini

menunjukkan adanya penurunan harga ekspor kakao pada tahun-tahun tersebut.

Pada tahun 2009, realisasi ekspor total kakao Indonesia sebesar 559,80 ribu ton atau

setara dengan US$ 1,46 milyar (Lampiran 4.6).

Page 89: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 67

Gambar 4.8. Perkembangan volume dan nilai ekspor total kakao Indonesia,

1996 – 2009

Bentuk hasil kakao yang banyak diekspor oleh Indonesia adalah biji kakao

kering tanpa mengalami pengolahan apapun. Rata-rata selama lima tahun terakhir

(2005-2009), ekspor biji kakao kering mencapai lebih dari 70% dari total ekspor

kakao Indonesia. Disusul kemudian bentuk mentega, lemak dan minyak kakao

sebesar 21,67%, bubuk kakao sebesar 3,34%, pasta kakao sebesar 1,41% dan bentuk

lainnya sebesar 2,20%. Realisasi ekspor biji kakao kering pada tahun 2009 mencapai

461,19 ribu ton atau setara dengan US$ 1,12 milyar (Gambar 4.9). Kenyataan ini

perlu mendapatkan perhatian agar supaya di masa mendatang Indonesia bisa

mengekspor kakao olahan sehingga menghasilkan devisa yang lebih besar lagi.

Gambar 4.9. Kontribusi nilai ekspor kakao menurut bentuk hasilnya

(rata-rata 2005-2009)

Page 90: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

68 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Selain sebagai negara pengekspor kakao dalam volume yang cukup besar,

ternyata selama periode tahun 1996-2009 Indonesia juga melakukan impor kakao

walaupun dalam jumlah yang relatif kecil. Impor kakao dari tahun ke tahun selama

periode tersebut terus mengalami peningkatan sebesar 38,59% (volume) dan nilainya

naik 50,01% (Gambar 4.10). Peningkatan impor total kakao cukup tajam tahun

2001, yakni lebih dari tiga kali lipat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Impor

total kakao Indonesia pada tahun 2009 adalah sebesar 46,93 ribu ton atau setara

dengan US$ 121,39 juta seperti yang tersaji pada Tabel 3.7. Bentuk yang banyak

diimpor oleh Indonesia selama lima tahun teakhir dari 2005 – 2009 selain biji kering

adalah dalam bentuk bubuk coklat bergula dan bubuk coklat tanpa gula, masing-

masing berkontribusi sebesar 55,69%, 17,24% dan 11,69% terhadap total kakao yang

diimpor Indonesia (Lampiran 4.7).

Gambar 4.10. Perkembangan volume dan nilai impor kakao Indonesia,

1996 – 2009

Sebagai negara pengekspor kakao menjadikan neraca perdagangan total kakao

Indonesia dari tahun 1996 - 2009 selalu mengalami surplus. Penurunan surplus

neraca perdagangan kakao terjadi pada tahun 1999, 2000, 2003 dan 2004. Namun

demikian, setelah tahun 2004, surplus neraca perdagangan terus mengalami

peningkatan. Pada tahun 2009, surplus neraca perdagangan total kakao Indonesia

mencapai US$ 1,34 milyar (Gambar 4.11 dan Tabel 4.4).

Page 91: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 69

Gambar 4.11. Perkembangan nilai ekspor, impor dan neraca perdagangan kakao

Indonesia, 1996 – 2009

Tabel 4.4. Neraca perdagangan total kakao Indonesia, 1996 – 2009

Neraca PertumbuhanEkspor Impor (US$ 000) (%)

1996 373,927 2,885 371,042

1997 419,066 4,861 414,205 11.63

1998 502,906 10,628 492,278 18.85

1999 423,273 13,751 409,522 -16.81

2000 341,860 9,387 332,473 -18.81

2001 389,262 40,176 349,086 5.00

2002 701,034 55,492 645,542 84.92

2003 624,234 81,070 543,164 -15.86

2004 549,348 86,003 463,345 -14.70

2005 667,993 85,455 582,538 25.72

2006 855,047 76,031 779,016 33.73

2007 915,145 75,864 839,281 7.74

2008 1,269,022 119,130 1,149,892 37.01

2009 1,459,297 121,390 1,337,907 16.35

1996-2007 11.04Sumber: BPS

Rata-rata pertumbuhan (%)

TahunNilai (US$ 000)

Page 92: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

70 Pusat Data dan Informasi Pertanian

4.5. PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS KAKAO DUNIA

Selama periode tahun 1961 – 2008, total luas areal kakao dunia relatif

berfluktuatif tapi cenderung mengalami peningkatan dengan rata-rata sebesar

1,43%. Peningkatan luas areal kakao ini merupakan kontribusi peningkatan luas areal

di beberapa negara sentra (Gambar 4.12 dan Lampiran 4.8).

Gambar 4.12. Perkembangan luas areal dan produksi kakao dunia, 1961-2008

Berdasarkan data rata-rata luas areal TM tahun 2004 - 2008, Pantai Gading

merupakan negara dengan luas areal kakao terbesar di dunia dengan luas areal

mencapai 2,14 juta ha atau berkontribusi sebesar 25,28% dari total luas areal kakao

dunia, disusul kemudian oleh Ghana dan Nigeria dengan luas areal TM masing-

masing sebesar 1,78 juta ha (21,00%) dan 1,09 juta ha (12,89%). Indonesia

menempati urutan ke-4 sebagai negara dengan luas areal kakao sebesar 1,03 juta ha

atau berkontribusi sebesar 12,22%. Negara berikutnya adalah Brazil, Kamerun dan

Ekuador dengan luas areal TM kakao masing-masing sebesar 639 ribu ha, 480 ribu ha

dan 355 ribu ha. Sementara 3 negara terakhir adalah Republik Dominika, Papua New

Guinea dan Togo, dengan realisasi luas areal TM-nya jauh dibandingkan dengan

negara sebelumnya, yakni di bawah 150 ribu ha (Gambar 4.13 dan Lampiran 4.9).

Page 93: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 71

Gambar 4.13. Negara dengan luas areal kakao terbesar di dunia

(rata-rata 2004-2008)

Seiring dengan peningkatan luas areal TM maka produksi kakao dunia juga

terus mengalami peningkatan dari tahun 1961-2008 dengan rata-rata pertumbuhan

sebesar 3,15%. Pada tahun 2008, tingkat produksi kakao dunia lebih dari 4,3 juta ton

(Gambar 4.13 dan Lampiran 4.8).

Pantai Gading yang memiliki luas areal kakao terbesar di dunia juga sebagai

negara produsen kakao terbesar, dengan tingkat produksi rata-rata 2004-2008

mencapai 1,38 juta ton atau berkontribusi sebesar 33,14% dari total produksi kakao

dunia. Walaupun Indonesia berada pada posisi ke-4 dari sisi luas areal, namun

tingkat produksinya berada pada posisi ke-2 yakni sebesar 717 ribu ton (atau

17,25%). Hal ini disebabkan tingginya tingkat pencapaian produktivitas kakao

Indonesia. Negara produsen kakao terbesar berikutnya adalah Ghana dan Nigeria

dengan tingkat produksi masing-masing sebesar 705 ribu ton (16,95%) dan 468 ribu

ton (11,24%). Kemudian disusul oleh Brazil dan Kamerun dengan tingkat produksi

masing-masing sebesar 205 ribu ton (4,94%) dan 175 ribu ton (4,21%). Negara

produsen berikutnya yakni, Ekuador, Togo, Papua New Guinea dan Rep. Dominika,

dan mempunyai tingkat produksi jauh di bawah tingkat produksi negara sebelumnya

yakni di bawah 100 ribu ton (Gambar 4.14, Lampiran 4.10).

Page 94: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

72 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Gambar 4.14. Negara produsen kakao terbesar di dunia

(rata-rata 2004-2008)

Gambar 4.15. Negara dengan produktivitas kakao terbesar dunia

(rata-rata 2004-2008)

Kondisi iklim dan penggunaan teknologi sangat berpengaruh terhadap

pencapaian produktivitas tanaman. Pantai Gading sebagai negara dengan luas areal

kakao terbesar di dunia tidak dibarengi dengan pencapaian besaran produktivitas

tanaman kakaonya, karena tidak termasuk dalam sepuluh negara dengan

produktivitas terbesar di dunia. Demikian pula pencapaian produktivitas negara

produsen terbesar kakao lainnya juga relatif rendah, karena negara-negara dengan

produktivitas kakao terbesar bukan ditempati oleh negara produsen kakao.

Page 95: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 73

Indonesia menempati urutan ke-10 sebagai negara dengan produktivitas kakao

terbesar dunia yakni sebesar 0,71 ton/ha (Gambar 4.15 dan Lampiran 4.11).

4.6. PERKEMBANGAN HARGA PRODUSEN KAKAO DUNIA

Selama periode tahun 1991-2007, perkembangan harga biji kakao kering

dunia cukup berfluktuatif namun mempunyai kecenderungan mengalami sedikit

peningkatan sebesar 4,24%. Penurunan harga kakao cukup besar terjadi pada tahun

1999 hingga sebesar 15,50% dibandingkan periode tahun sebelumnya (Gambar 4.16).

Gambar 4.16. Perkembangan harga produsen biji kakao kering dunia,

1991-2007

Harga biji kakao kering sangat bervariasi antar satu negara dengan negara

lainnya. Perbedaan harga biji kakao kering ini dipengaruhi oleh banyak faktor

seperti kualitas, ukuran, kebersihan produk, dll. Pada umumnya, harga biji kakao

kering cukup tinggi terjadi bukan di negara sentra produsen kakao. Harga rata-rata

kakao di tingkat produsen selama periode tahun 2003 – 2007 tertinggi terjadi di

Trinidad dan Tobago sebesar US$ 3.854,68 per ton, disusul kemudian di Cuba

sebesar US$ 3.759 per ton, Suriname sebesar US$ 3.476,77 per ton, Saint Lucia

sebesar US$ 2.508,6 per ton, Panama sebesar US$ 2.325,22 per ton, Belize sebesar

US$ 2.301,16 per ton, Togo sebesar US$ 2.115,66 per ton, Cameroon sebesar US$

1.894,28 per ton, Equatorial Guinea sebesar US$ 1.865,66 per ton dan Colombia

sebesar US$ 1.705,60 per ton (Gambar 4.17, Lampiran 4.12).

Page 96: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

74 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Gambar 4.17. Negara dengan harga produsen kakao terbesar dunia,

(rata-rata 2003-2007)

4.7. PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR KAKAO DUNIA

Sebagai negara produsen kakao terbesar di dunia, menjadikan Pantai Gading

sebagai negara ekaportir kakao terbesar dengan realisasi ekspor sebesar 1,2 juta ton

atau setara dengan 21,99% dari total ekspor kakao dunia (rata-rata 2003-2007), yang

disusul kemudian oleh Netherlands dengan realisasi ekspor sebesar 703,45 ribu ton

(12,89%) dan Ghana sebesar 596,28 ribu ton (10,93%). Indonesia menempati urutan

ke-4 sebagai negara pengekspor kakao terbesar di dunia dengan realisasi ekspor

sebesar 459,87 ribu ton (8,43%). Negara berikutnya adalah Nigeria, Kamerun dan

Belanda dengan realisasi ekspor masing-masing sebesar 222,57 ribu ton, 139,86 ribu

ton dan 122,58 ribu ton. Belanda bukan merupakan negara produsen kakao, namun

masuk ke dalam urutan negara pengeskpor terbesar kakao, hal ini mengindikasikan

bahwa Belanda melakukan kegiatan re-ekspor untuk komoditas kakao. Negara

berikutnya adalah Belgia, Ekuador, Papua Nugini dan Republik Dominika, namun

realisasi ekspornya jauh di bawah negera-negara sebelumnya, yakni masing-masing

sebesar 88,60 ribu ton, 64,75 ribu ton, 45,08 ribu ton dan 38,32 ribu ton (Gambar

4.18 dan Lampiran 4.13).

Page 97: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 75

Gambar 4.18. Negara pengekspor kakao terbesar dunia

(rata-rata 2003 – 2007)

Seperti telah diulas di atas, ternyata Belanda melakukan kegiatan re-ekspor

komoditas kakao. Hal ini jelas terlihat dari realisasi impor kakao Belanda sebesar

776,17 ribu ton (rata-rata 2003-2007) sehingga menempati urutan pertama negara

pengimpor kakao terbesar dunia. Negara pengimpor lainnya didominasi oleh negara-

negara maju seperti Amerika Serikat di urutan ke-2 dengan realisasi impor sebesar

710,53 ribu ton, Malaysia sebesar 493,59 ribu ton, Jerman sebesar 425,26 ribu ton,

Perancis sebesar 365,24 ribu ton, Belgia sebesar 330,52 ribu ton dan Inggris sebesar

218,32 ribu ton. Sedangkan, Federasi Rusian Spanyol dan Kanada, termasuk negara

pengimpor kakao berikutnya tetapi tidak terlalu besar yakni masing-masing hanya

dibawah 150 ribu ton (Gambar 4.19 dan Lampiran 4.14).

Gambar 4.19. Negara importir kakao terbesar dunia, rata-rata 2003 – 2007

Page 98: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

76 Pusat Data dan Informasi Pertanian

4.8. PROYEKSI PENAWARAN KAKAO 2010-2012

Berdasarkan hasil penelusuran model, produksi kakao dalam negeri lebih

dipengaruhi oleh luas areal kakao dua tahun sebelumnya, harga ekspor riil kakao biji

kering satu tahun sebelumnya dan trend waktu yang merupakan refleksi dari

perkembangan penerapan teknologi budidaya kakao. Dari model tersebut didapat

statistik koefisien determinasi (R2) sebesar 98,70%. Hal ini menunjukkan kelayakan

model yang digunakan karena keragaman produksi kakao dalam negeri telah

dijelaskan sebesar 98,70% dari keragaman luas areal kakao, harga ekspor dan trend.

Hasil statistik secara lengkap untuk model di atas tersaji pada Tabel 4.5.

Dari Tabel 4.5 menunjukkan bahwa produksi kakao secara positif

dipengaruhi oleh harga ekspor riil sendiri dengan koefisien model sebesar 0.13. Hal

ini menunjukkan bahwa apabila harga ekspor riil kakao naik (turun) sebesar 1% maka

produksi kakao akan naik (turun) sebesar 0.13%. Sementara luas areal kakao dua

tahun sebelumnya juga secara positif sangat berpengaruh terhadap produksi kakao

dengan koefisien model sebesar 1,10. Hal ini menunjukkan bahwa apabila luas areal

kakao dua tahun sebelumnya naik (turun) sebesar 1% maka produksi kakao akan naik

(turun) sebesar 1,10%.

Tabel 4.5. Nilai statistik model produksi kakao dalam negeri

No Peubah Koefisien P Value

1 Intercept -2,60 0.000

2 Luas areal (t-3) 1,10 0.000

3 Harga ekspor riil (t-2) 0.13 0.136

R2 0.987

Dengan menggunakan angka koefisien model tersebut di atas, maka hasil

proyeksi penawaran kakao Indonesia selama periode tahun 2010 hingga 2012 tersaji

pada Tabel 4.6.

Page 99: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 77

Tabel 4.6. Proyeksi produksi kakao Indonesia, 2009 – 2012

No Tahun Produksi (Ton)

Pertumbuhan (%)

1 2009 758.411

2 2010 877.296 15,68

3 2011 849.257 -3,20

4 2012 823.064 -3,08

Rata-rata pertumbuhan (%) 3,13

Keterangan: Tahun 2009 Angka sementara Ditjen Perkebunan Tahun 2010 – 2012 Angka hasil poryeksi

Dari Tabel 4.6 terlihat bahwa produksi kakao Indonesia selama periode tahun

2009 hingga 2012 diproyeksikan akan tumbuh sebesar 3,13% per tahun. Pada tahun

2010, produksi biji kakao kering diproyeksikan mencapai 877,30 ribu ton atau

meningkat sebesar 15,68%, kemudian pada tahun 2011 sedikit mengalami penurunan

hingga menjadi 849,26 ribu ton dan kembali turun pada tahun 2012 menjadi 823,06

ribu ton.

4.9. PROYEKSI PERMINTAAN KAKAO 2010 – 2012

Seperti telah diuraikan di depan bahwa produksi biji kakao kering nasional

dominan diperuntukkan bagi kepentingan ekspor. Selama periode tahun 1969 hingga

2009, ekspor total kakao Indonesia mencapai lebih dari 70% dari total produksinya,

hanya sebagian kecil yang digunakan untuk konsumsi dalam negeri. Hal ini

ditunjukkan juga oleh sangat elastisnya harga ekspor riil kakao dalam

mempengaruhi produksi kakao nasional. Sedangkan yang dikonsumsi langsung oleh

masyarakat hanya sebesar 23,4 gr/kapita coklat instan dan 10,4 gr/kapita coklat

bubuk pada tahun 2008. Sementara itu, menurut Ketua Umum Asosiasi Industri

Kakao Indonesia (AIKI), pada tahun 2006, dari total kapasitas terpasang industri

pengolahan nasional yang mencapai 300 ribu ton, pemanfaatan kapasitas

produksinya baru 50 persen saja, atau sekitar 150 ribu ton. Karena kecilnya angka

Page 100: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

78 Pusat Data dan Informasi Pertanian

konsumsi kakao Indonesia, maka proyeksi permintaan kakao hanya didekati melalui

kebutuhan untuk ekspor dan industri pengolah biji kakao. Dengan menggunakan

analisis double exponential smoothing (pemulusan eksponensial berganda) dengan

konstanta pemulusan alpha sebesar 0,387449 dan gamma sebesar 0,208593 untuk

proyeksi volume ekspor kakao serta asumsi penyerapan industri biji kakao kering

tidak mengalami perubahan selama 3 periode tahun ke depan, maka permintaan

total kakao diproyeksikan seperti yang disajikan pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Proyeksi total permintaan kakao Indonesia, 2010 – 2012

No Tahun Ekspor (Ton)

Industri (Ton)

Total Permintaan (Ton)

1 2010 573.378 150.000 726.378

2 2011 596.503 150.000 746.503

3 2012 616.629 150.000 766.629

Rata-rata pertumbuhan (%)

0,43 0,00 0,73

Selama periode tahun 2010-2012, permintaan kakao diproyeksikan akan naik

sebesar 0,73 %. Kenaikan ini lebih disebabkan oleh kenaikan volume ekspor sebesar

0,43% . Pada tahun 2010, total permintaan biji kakao kering diproyeksikan mencapai

726,38 ribu ton, kemudian naik menjadi 746,50 ribu ton pada tahun 2011 dan

diproyeksikan naik kembali pada tahun 2012 menjadi sebesar 733,63 ribu ton.

4.10. PROYEKSI SURPLUS/ DEFISIT KAKAO 2010 - 2012

Selama periode 2010-2012 diproyeksikan masih akan terjadi surplus produksi

kakao namun ada kecenderungan mengalami penurunan dengan rata-rata

pertumbuhan turun sebesar 38,50% (Tabel 4.8). Pada tahun 2010, surplus produksi

kakao kering Indonesia mencapai 150,92 ribu ton, dan turun menjadi 102,75 ribu ton

Page 101: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 79

pada tahun 2011, kemudian akan mengalami penurunan lagi pada tahun 2012

menjadi sebesar 56,44 ribu ton.

Tabel 4.8. Proyeksi surplus/defisit kakao Indonesia, 2010 – 2012

No Tahun Penawaran (Ton)

Permintaan (Ton)

Surplus/Defisit (Ton)

1 2010 877.296 726.378 150.918

2 2011 849.257 746.503 102.754

3 2012 823.064 766.629 56.435

Rata-rata pertumbuhan (%)

3,13

0,73 -38,50

Page 102: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

80 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Lampiran 4.1. Perkembangan luas areal kakao Indonesia menurut status pengusahaan,1967 – 2009

PR1) % PBN2) % PBS3) % Total %1967 6,342 4,439 2,058 12,8391968 6,362 0.32 4,440 0.02 2,053 -0.24 12,855 0.121969 5,413 -14.92 6,393 43.99 1,254 -38.92 13,060 1.591970 5,156 -4.75 5,722 -10.50 1,232 -1.75 12,110 -7.271971 6,298 22.15 7,034 22.93 1,061 -13.88 14,393 18.851972 9,819 55.91 9,159 30.21 1,152 8.58 20,130 39.861973 4,813 -50.98 9,484 3.55 1,220 5.90 15,517 -22.921974 6,066 26.03 10,917 15.11 580 -52.46 17,563 13.191975 5,733 -5.49 10,453 -4.25 1,312 126.21 17,498 -0.371976 1,848 -67.77 12,162 16.35 1,331 1.45 15,341 -12.331977 7,694 316.34 12,271 0.90 1,830 37.49 21,795 42.071978 8,746 13.67 14,623 19.17 2,390 30.60 25,759 18.191979 10,764 23.07 16,900 15.57 8,046 236.65 35,710 38.631980 13,125 21.93 18,636 10.27 5,321 -33.87 37,082 3.841981 14,869 13.29 20,678 10.96 7,422 39.49 42,969 15.881982 18,000 21.06 23,308 12.72 7,121 -4.06 48,429 12.711983 25,858 43.66 25,132 7.83 8,938 25.52 59,928 23.741984 39,217 51.66 27,667 10.09 11,635 30.17 78,519 31.021985 51,765 32.00 29,198 5.53 11,834 1.71 92,797 18.181986 58,584 13.17 29,994 2.73 9,537 -19.41 98,115 5.731987 114,922 96.17 38,391 28.00 18,513 94.12 171,826 75.131988 165,100 43.66 53,137 38.41 34,867 88.34 253,104 47.301989 212,352 28.62 57,600 8.40 47,753 36.96 317,705 25.521990 252,237 18.78 57,600 0.00 47,653 -0.21 357,490 12.521991 299,998 18.93 64,406 11.82 79,658 67.16 444,062 24.221992 351,911 17.30 62,437 -3.06 81,658 2.51 496,006 11.701993 376,636 7.03 65,525 4.95 93,124 14.04 535,285 7.921994 415,522 10.32 69,760 6.46 111,729 19.98 597,011 11.531995 428,614 3.15 66,021 -5.36 107,484 -3.80 602,119 0.861996 488,815 14.05 63,025 -4.54 103,491 -3.71 655,331 8.841997 308,811 -36.82 62,455 -0.90 85,791 -17.10 457,057 -30.261998 436,576 41.37 58,261 -6.72 77,716 -9.41 572,553 25.271999 534,670 22.47 59,990 2.97 73,055 -6.00 667,715 16.622000 641,133 19.91 52,690 -12.17 56,094 -23.22 749,917 12.312001 710,044 10.75 55,291 4.94 56,114 0.04 821,449 9.542002 798,628 12.48 54,815 -0.86 60,608 8.01 914,051 11.272003 861,099 7.82 49,913 -8.94 53,211 -12.20 964,223 5.492004 1,003,252 16.51 38,668 -22.53 49,040 -7.84 1,090,960 13.142005 1,081,102 7.76 38,295 -0.96 47,649 -2.84 1,167,046 6.972006 1,219,633 12.81 48,930 27.77 52,257 9.67 1,320,820 13.182007 1,272,781 4.36 57,343 17.19 49,155 -5.94 1,379,279 4.432008 1,326,784 4.24 50,584 -11.79 47,848 -2.66 1,425,216 3.332009*) 1,372,705 3.46 55,165 9.06 47,473 -0.78 1,475,343 3.52Rata-rata pertumbuhan (%)

21.32 7.03 14.86 13.3621.56 23.59 37.97 22.0739.46 8.34 27.11 32.98

Sumber : Ditjen. Perkebunan

Keterangan: *) Angka Sementara 1) PR = Perkebunan Rakyat

2) PBN = Perkebunan Besar Negara 3) PBS = Perkebunan Besar Swasta

Luas Areal (Ha)

1967-19861987-2009

Tahun

1967-2009

Page 103: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 81

Lampiran 4.2. Perkembangan produksi kakao Indonesia menurut status pengusahaan, 1967 – 2009

PR % PBN % PBS % Total %1967 527 623 83 1,2331968 453 -14.04 623 0.00 128 54.22 1,204 -2.351969 334 -26.27 922 47.99 507 296.09 1,763 46.431970 487 45.81 1,061 15.08 190 -62.52 1,738 -1.421971 443 -9.03 1,164 9.71 402 111.58 2,009 15.591972 342 -22.80 1,265 8.68 194 -51.74 1,801 -10.351973 510 49.12 1,117 -11.70 186 -4.12 1,813 0.671974 789 54.71 2,382 113.25 20 -89.25 3,191 76.011975 801 1.52 3,074 29.05 46 130.00 3,921 22.881976 842 5.12 2,980 -3.06 87 89.13 3,909 -0.311977 879 4.39 3,825 28.36 112 28.74 4,816 23.201978 950 8.08 4,264 11.48 282 151.79 5,496 14.121979 1,036 9.05 7,411 73.80 185 -34.40 8,632 57.061980 1,058 2.12 8,410 13.48 816 341.08 10,284 19.141981 1,437 35.82 10,429 24.01 1,271 55.76 13,137 27.741982 3,787 163.54 11,464 9.92 2,009 58.06 17,260 31.381983 5,401 42.62 11,738 2.39 2,501 24.49 19,640 13.791984 6,229 15.33 16,561 41.09 3,712 48.42 26,502 34.941985 8,997 44.44 20,512 23.86 4,289 15.54 33,798 27.531986 11,761 30.72 18,288 -10.84 4,278 -0.26 34,327 1.571987 25,841 119.72 17,658 -3.44 6,700 56.62 50,199 46.241988 39,757 53.85 24,112 36.55 15,466 130.84 79,335 58.041989 68,259 71.69 26,975 11.87 15,275 -1.23 110,509 39.291990 97,418 42.72 27,016 0.15 17,913 17.27 142,347 28.811991 119,284 22.45 35,463 31.27 20,152 12.50 174,899 22.871992 145,563 22.03 35,993 1.49 25,591 26.99 207,147 18.441993 187,529 28.83 40,638 12.91 29,892 16.81 258,059 24.581994 198,001 5.58 42,086 3.56 29,894 0.01 269,981 4.621995 231,992 17.17 40,933 -2.74 31,941 6.85 304,866 12.921996 304,013 31.04 36,456 -10.94 33,530 4.97 373,999 22.681997 263,846 -13.21 35,644 -2.23 30,729 -8.35 330,219 -11.711998 369,887 40.19 46,307 29.92 32,733 6.52 448,927 35.951999 304,549 -17.66 37,064 -19.96 25,862 -20.99 367,475 -18.142000 363,628 19.40 34,790 -6.14 22,724 -12.13 421,142 14.602001 476,924 31.16 33,905 -2.54 25,975 14.31 536,804 27.462002 511,379 7.22 34,083 0.52 25,693 -1.09 571,155 6.402003 634,877 24.15 32,075 -5.89 31,864 24.02 698,816 22.352004 636,783 0.30 25,830 -19.47 29,091 -8.70 691,704 -1.022005 693,701 8.94 25,494 -1.30 29,633 1.86 748,828 8.262006 702,207 1.23 33,795 32.56 33,384 12.66 769,386 2.752007 671,370 -4.39 34,643 2.51 33,993 1.82 740,006 -3.822008 740,681 10.32 31,130 -10.14 31,783 -6.50 803,594 8.59

2009*) 694,783 -6.20 32,558 4.59 31,070 -2.24 758,411 -5.62 pertumbuhan (%) 1967-2009 22.78 12.13 34.18 18.151967-1986 43.53 39.85 94.65 40.061987-2009 90.91 37.45 36.08 71.79Sumber : Ditjen. Perkebunan

Keterangan: *) Angka Sementara 1) PR = Perkebunan Rakyat

Produksi (Ton)Tahun

2) PBN = Perkebunan Besar Negara 3) PBS = Perkebunan Besar Swasta

Page 104: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

82 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Lampiran 4.3. Perkembangan produksi kakao PR di provinsi sentra di Indonesia, 2005 – 2009

Lampiran 4.4. Perkembangan konsumsi coklat instan dan coklat bubuk di Indonesia, 1981 – 2008

2005 2006 2007 2008 2009*)

1 Sulteng 152,318 131,842 146,778 151,949 154,844 147,546 16.63 16.63

2 Sulsel 148,259 142,392 119,293 112,037 111,444 126,685 14.28 30.91

3 Sulbar 96,481 112,927 88,436 149,458 149,458 119,352 13.45 44.37

4 Sultra 132,740 124,921 135,113 116,994 75,553 117,064 13.20 57.56

5 Sumut 28,914 32,781 64,782 60,253 59,298 49,206 5.55 63.11

6 Kaltim 25,072 26,774 24,331 23,894 21,446 24,303 2.74 65.85

7 Prop. lain 262,236 262,412 308,051 340,957 341,212 302,974 34.15 100.00

Nasional 693,702 702,207 740,006 803,593 758,411 887,130 100.00

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan

Keterangan : *) Angka Sementara

No PropinsiProduksi (Ton)

Rata-rata (Ton)

Share (%) Share

kumulatif (%)

1981 10.4

1984 5.2 -50.00

1987 5.2 0.00

1990 5.2 0.00

1993 10.4 100.00

1996 20.8 100.00

1999 7.8 5.2 -75.00

2002 15.6 100.00 10.4 100.00

2003 7.8 -50.00 5.2 -50.00

2004 15.6 100.00 10.4 100.00

2005 31.2 100.00 10.4 0.00

2006 15.6 -50.00 10.4 0.00

2007 23.4 50.00 10.4 0.00

2008 23.4 0.00 10.4 0.00

1981-2008 35.71 17.31Sumber: SUSENAS, BPS

Rata-rata pertumbuhan (%)

Tahun

Coklat instan Coklat bubuk

Konsumsi (gr/kapita)

Pertumbuhan (%)

Konsumsi (gr/kapita)

Pertumbuhan (%)

Page 105: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 83

Lampiran 4.5. Perkembangan harga domestik kakao Indonesia, 1992 - 2007

1992 1,373

1993 1,265 -7.87

1994 2,581 104.03

1995 2,021 -21.70

1996 2,281 12.86

1997 2,932 28.54

1998 8,903 203.65

1999 6,673 -25.05

2000 7,411 11.06

2001 7,208 -2.74

2002 8,948 24.14

2003 9,576 7.02

2004 9,579 0.03

2005 9,415 -1.71

2006 10,103 7.31

2007 13,325 31.89

2008 16,357 22.75

1992-2008 24.64Sumber : Ditjen Perkebunan

TahunHarga Domestik

(Rp/Kg)Pertumbuhan (%)

Rata-rata pertumbuhan (%)

Page 106: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

84 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Lampiran 4.6. Perkembangan volume dan nilai ekspor total kakao Indonesia, 1996 – 2009

(Ton) Pertumb. (%) (000 US$) Pertumb. (%)

1996 322,858 373,927

1997 265,949 -17.63 419,066 12.07

1998 334,807 25.89 502,906 20.01

1999 419,874 25.41 423,273 -15.83

2000 424,089 1.00 341,860 -19.23

2001 392,072 -7.55 389,262 13.87

2002 465,622 18.76 701,034 80.09

2003 357,737 -23.17 624,234 -10.96

2004 368,758 3.08 549,348 -12.00

2005 465,162 26.14 667,993 21.60

2006 612,124 31.59 855,047 28.00

2007 495,583 -19.04 915,145 7.03

2008 515,576 4.03 1,269,022 38.67

2009 559,799 8.58 1,459,297 14.99

5.93 13.72

Sumber: BPS

TahunVolume Nilai

Rata-rata pertumbuhan (%)

Page 107: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 85

lampiran 4.7. Perkembangan volume dan nilai impor total kakao Indonesia, 1996 – 2009

(Ton) Pertumb. (%) (000 US$) Pertumb. (%)

1996 2,422 2,885

1997 3,211 32.58 4,861 68.49

1998 6,959 116.72 10,628 118.64

1999 10,450 50.17 13,751 29.38

2000 9,534 -8.77 9,387 -31.73

2001 35,411 271.40 40,176 327.98

2002 33,706 -4.81 55,492 38.12

2003 41,339 22.65 81,070 46.09

2004 51,017 23.41 86,003 6.08

2005 53,865 5.58 85,455 -0.64

2006 47,109 -12.54 76,031 -11.03

2007 41,148 -12.65 75,864 -0.22

2008 53,761 30.65 119,130 57.03

2009 46,929 -12.71 121,390 1.90

38.59 50.01Sumber : BPS

TahunVolume Nilai

Rata-rata pertumbuhan (%)

1996-2009

Page 108: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

86 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Lampiran 4.8. Perkembangan luas areal, produktivitas dan produksi kakao dunia, 1961-2008

(000 Ha) % (kg/ha) % (000 Ton) %1961 4,403.48 337.32 1,186.36 1962 4,468.79 1.48 336.04 -0.38 1,213.11 2.251963 4,516.08 1.06 352.35 4.85 1,280.52 5.561964 4,541.28 0.56 348.29 -1.15 1,544.61 20.621965 4,589.43 1.06 326.74 -6.19 1,228.71 -20.451966 4,076.79 -11.17 343.34 5.08 1,344.41 9.421967 4,217.41 3.45 352.95 2.80 1,390.56 3.431968 4,079.36 -3.27 352.89 -0.02 1,246.63 -10.351969 4,260.16 4.43 359.35 1.83 1,418.92 13.821970 4,358.55 2.31 360.89 0.43 1,543.45 8.781971 4,423.36 1.49 358.31 -0.71 1,638.90 6.181972 4,299.40 -2.80 364.88 1.83 1,510.77 -7.821973 4,316.72 0.40 350.18 -4.03 1,402.11 -7.191974 4,398.85 1.90 368.95 5.36 1,556.48 11.011975 4,360.73 -0.87 369.20 0.07 1,561.67 0.331976 4,309.67 -1.17 354.00 -4.12 1,366.56 -12.491977 4,436.82 2.95 367.40 3.79 1,452.55 6.291978 4,581.60 3.26 373.69 1.71 1,495.42 2.951979 4,632.80 1.12 389.96 4.35 1,659.91 11.001980 4,740.39 2.32 378.37 -2.97 1,670.68 0.651981 4,848.33 2.28 374.47 -1.03 1,735.29 3.871982 4,678.40 -3.51 378.05 0.96 1,615.36 -6.911983 4,658.94 -0.42 361.10 -4.48 1,604.67 -0.661984 4,768.17 2.34 372.17 3.07 1,810.61 12.831985 5,046.03 5.83 380.21 2.16 2,014.02 11.231986 5,247.63 4.00 374.61 -1.47 2,118.41 5.181987 5,275.08 0.52 374.77 0.04 2,055.94 -2.951988 5,655.18 7.21 376.36 0.43 2,563.34 24.681989 5,514.97 -2.48 382.01 1.50 2,641.02 3.031990 5,709.93 3.53 371.23 -2.82 2,532.08 -4.121991 5,684.35 -0.45 363.32 -2.13 2,532.62 0.021992 5,729.88 0.80 375.76 3.42 2,677.32 5.711993 5,752.45 0.39 381.72 1.59 2,673.40 -0.151994 5,759.37 0.12 370.95 -2.82 2,672.36 -0.041995 6,562.75 13.95 380.34 2.53 2,991.19 11.931996 6,469.47 -1.42 391.84 3.02 3,245.00 8.491997 6,497.61 0.43 387.87 -1.02 3,015.56 -7.071998 6,653.28 2.40 395.14 1.88 3,309.91 9.761999 6,549.54 -1.56 382.08 -3.31 2,975.52 -10.102000 7,592.63 15.93 372.30 -2.56 3,371.88 13.322001 7,156.48 -5.74 377.89 1.50 3,108.49 -7.812002 7,009.19 -2.06 394.79 4.47 3,271.49 5.242003 7,729.48 10.28 438.66 11.11 3,578.81 9.392004 8,531.59 10.38 421.85 -3.83 4,017.99 12.272005 8,766.62 2.75 411.71 -2.40 4,054.25 0.902006 8,539.70 -2.59 428.96 4.19 4,275.43 5.462007 8,285.65 -2.97 433.71 1.11 4,150.05 -2.932008 8,185.91 -1.20 433.77 0.01 4,300.21 3.62

1.43 0.59 3.15Rata-rata pertumbuhan (%)

Sumber : FAO

TahunLuas Areal Produktivitas Produksi

1961-2007

Page 109: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 87

Lampiran 4.9. Negara dengan luas areal kakao terbesar dunia, 2004-2008

Lampiran 4.10. Negara produsen kakao terbesar dunia, 2004-2008

2004 2005 2006 2007 2008

1 Côte d'Ivoire 2,050,000 2,193,548 2,281,290 2,372,542 1,800,000 2,139,476 25.28 25.28

2 Ghana 2,000,000 1,850,000 1,835,000 1,450,000 1,750,000 1,777,000 21.00 46.28

3 Nigeria 1,062,000 1,062,000 1,104,000 1,110,000 1,115,000 1,090,600 12.89 59.17

4 Indonesia 1,114,200 1,235,213 905,730 923,968 990,052 1,033,833 12.22 71.39

5 Brazil 638,825 625,384 647,135 628,928 655,585 639,171 7.55 78.94

6 Cameroon 490,000 520,000 440,000 450,000 500,000 480,000 5.67 84.62

7 Ecuador 336,358 357,706 350,027 356,658 376,604 355,471 4.20 88.82

8 Dominican Rep. 125,787 153,219 153,219 153,219 153,219 147,733 1.75 90.56

9 PNG 97,000 110,000 120,000 120,000 120,000 113,400 1.34 91.90

10 Togo 35,000 80,000 104,000 104,000 105,000 85,600 1.01 92.91

11 Lainnya 582,417 579,551 599,296 616,339 620,451 599,611 7.09 100.00

DUNIA 8,531,587 8,766,621 8,539,697 8,285,654 8,185,911 8,461,894 100.00

Sumber : FAO

Share (%)Share

kumulatif (%)

No NegaraLuas (Ha)

Rata-rata

2004 2005 2006 2007 2008

1 Côte d'Ivoire 1,407,213 1,360,000 1,372,000 1,384,000 1,370,000 1,378,643 25.28 25.28

2 Indonesia 641,700 642,900 769,386 740,006 792,761 717,351 21.00 46.28

3 Ghana 737,000 740,000 734,000 615,000 700,000 705,200 12.89 59.17

4 Nigeria 412,000 441,000 485,000 500,000 500,000 467,600 12.22 71.39

5 Brazil 196,005 208,620 212,270 201,651 208,386 205,386 7.55 78.94

6 Cameroon 166,754 178,500 164,553 179,239 187,532 175,316 5.67 84.62

7 Ecuador 89,680 93,658 87,561 85,891 94,300 90,218 4.20 88.82

8 Togo 21,700 53,000 73,000 78,000 80,000 61,140 1.75 90.56

9 PNG 38,900 47,800 51,100 47,300 48,800 46,780 1.34 91.90

10 Dominican Rep. 47,985 31,361 45,912 42,154 42,154 41,913 1.01 92.91

11 Lainnya 259,049 257,410 280,651 276,806 276,272 270,038 7.09 100.00

DUNIA 4,017,986 4,054,249 4,275,433 4,150,047 4,300,205 4,159,584 100.00

Sumber : FAO

Produksi (Ton)Rata-rata Share (%)

Share kumulatif

(%)No Negara

Page 110: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

88 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Lampiran 4.11. Negara dengan produktivitas kakao terbesar dunia, 2004-2008

Lampiran 4.12. Negara dengan harga produsen kakao terbesar dunia, 2003-2007

2004 2005 2006 2007 2008

1 Guatemala 1.23 1.46 1.66 1.71 1.71 1.55

2 Malaysia 0.80 0.84 1.02 1.25 1.45 1.07

3 El Salvador 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00

4 Guinea 0.75 0.90 0.98 0.71 0.87 0.84

5 Bolivia 0.82 0.83 0.84 0.86 0.86 0.84

6 Madagascar 0.94 0.78 0.78 0.90 0.75 0.83

7 Honduras 0.80 0.81 0.80 0.78 0.78 0.80

8 Saint Lucia 0.75 0.73 0.75 0.80 0.80 0.77

9 Tanzania, United Rep. of 0.70 0.77 0.75 0.75 0.75 0.74

10 Indonesia 0.58 0.52 0.85 0.80 0.80 0.71

Sumber : FAO

Produktivitas (Ton/Ha)Rata-rataNo Negara

2003 2004 2005 2006 2007

1 Trinidad & Tobago 2,841.58 3,416.85 3,968.14 4,287.68 4,759.14 3,854.68

2 Cuba 3,759.00 3,759.00 3,759.00 3,759.00 3,759.00 3,759.00

3 Suriname 2,583.10 2,953.06 3,490.83 3,926.89 4,429.98 3,476.77

4 Saint Lucia 2,444.44 2,521.41 2,544.63 2,490.48 2,542.04 2,508.60

5 Panama 2,271.00 2,705.50 2,171.10 2,435.90 2,042.60 2,325.22

6 Belize 2,204.50 2,221.55 2,266.50 2,332.50 2,480.75 2,301.16

7 Togo 1,553.09 2,076.02 2,111.58 2,241.64 2,595.97 2,115.66

8 Cameroon 1,256.02 1,631.98 2,007.87 2,114.16 2,461.35 1,894.28

9 Equatorial Guinea 1,290.43 1,549.34 1,787.86 2,157.39 2,543.27 1,865.66

10 Colombia 1,583.12 1,521.07 1,593.09 1,657.03 2,173.68 1,705.60

Sumber : FAO

No NegaraHarga produsen (US$/ton)

Rata-rata

Page 111: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 89

Lampiran 4.13. Negara eksportir kakao terbesar dunia, 2003-2007

Lampiran 4.14. Negara importir kakao terbesar dunia, 2003-2007

2003 2004 2005 2006 2007

1 Côte d'Ivoire 1,180,937 1,303,440 1,260,247 1,176,877 1,079,466 1,200,193 25.25 25.25

2 Netherlands 496,738 800,555 786,189 697,707 736,054 703,449 14.80 40.05

3 Ghana 415,558 720,262 597,887 670,578 577,133 596,284 12.55 52.60

4 Indonesia 357,737 368,758 465,162 612,124 495,583 459,873 9.68 62.28

5 Nigeria 242,580 266,429 281,840 205,341 191,881 237,614 5.00 67.28

6 Malaysia 180,197 242,902 202,543 223,131 262,271 222,209 4.68 71.95

7 Cameroon 149,376 187,507 181,103 186,875 179,625 176,897 3.72 75.67

8 France 151,041 150,832 141,717 157,052 161,887 152,506 3.21 78.88

9 Belgium 80,194 124,816 148,346 142,828 152,050 129,647 2.73 81.61

10 Ecuador 82,662 89,637 100,150 93,355 88,696 90,900 1.91 83.52

11 Lainnya 739,059 715,228 775,954 799,425 885,808 783,095 16.48 100.00

DUNIA 4,076,079 4,970,366 4,941,138 4,965,293 4,810,454 4,752,666 100.00

Sumber : FAO

No NegaraEkspor (Ton)

Rata-rata Share (%)Share

kumulatif (%)

2003 2004 2005 2006 2007

1 Netherlands 702,911 816,663 829,551 735,590 796,136 776,170 15.51 15.51

2 USA 621,290 719,523 841,128 750,990 619,714 710,529 14.20 29.71

3 Malaysia 341,748 856,508 342,068 467,438 460,188 493,590 9.86 39.58

4 Germany 358,386 358,435 417,796 456,448 535,218 425,257 8.50 48.07

5 France 342,640 363,837 355,391 366,468 397,847 365,237 7.30 55.37

6 Belgium 239,961 438,206 308,931 329,415 336,074 330,517 6.61 61.98

7 Uni. Kingdom 206,893 211,828 224,539 203,846 244,489 218,319 4.36 66.34

8 Russian Fed. 116,515 128,920 145,334 147,376 160,754 139,780 2.79 69.13

9 Spain 119,148 127,494 137,365 151,395 163,228 139,726 2.79 71.93

10 Canada 125,934 156,661 120,506 143,096 121,325 133,504 2.67 74.59

11 Lainnya 1,203,408 1,154,394 1,267,087 1,315,465 1,415,882 1,271,247 25.41 100.00

DUNIA 4,378,834 5,332,469 4,989,696 5,067,527 5,250,855 5,003,876 100.00

Sumber : FAO

Share (%)Share

kumulatif (%)

No NegaraImpor (Ton)

Rata-rata

Page 112: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 91

V. CENGKEH

Cengkeh (Syzygium aromaticum, syn. Eugenia aromaticum), dalam

bahasa Inggris disebut cloves, adalah tangkai bunga kering beraroma dari

keluarga pohon Myrtaceae. Cengkeh adalah tanaman asli Indonesia yang banyak

digunakan sebagai bumbu masakan pedas di negara-negara Eropa, dan sebagai

bahan utama rokok kretek khas Indonesia. Cengkeh ditanam terutama di

Indonesia (Kepulauan Banda) dan Madagaskar; selain itu juga dibudidayakan di

Zanzibar, India, dan Sri Lanka. Tumbuhan ini adalah flora identitas Provinsi

Maluku Utara. Pohon cengkeh merupakan tanaman tahunan yang dapat tumbuh

dengan tinggi 10-20 m, mempunyai daun berbentuk lonjong yang berbunga pada

pucuk-pucuknya. Tangkai buah pada awalnya berwarna hijau, dan berwarna

merah jika bunga sudah mekar. Cengkeh akan dipanen jika sudah mencapai

panjang 1,5-2 cm.

Minyak esensial dari cengkeh mempunyai fungsi anestesik dan

antimikrobial. Minyak cengkeh sering digunakan untuk menghilangkan bau nafas

dan untuk menghilangkan sakit gigi. Zat yang terkandung dalam cengkeh yang

bernama eugenol, digunakan dokter gigi untuk menenangkan saraf gigi. Minyak

cengkeh juga digunakan dalam campuran tradisional chōjiyu (1% minyak cengkeh

dalam minyak mineral; "chōji" berarti cengkeh; "yu" berarti minyak) dan

digunakan oleh orang Jepang untuk merawat permukaan pedang mereka

(http://id.wikipedia.org/wiki/Cengkeh, 2 Juni 2010).

Pesatnya industri rokok kretek di Indonesia menyebabkan tanaman

cengkeh yang dulunya merupakan komoditas ekspor berubah posisi menjadi

komoditas impor, sehingga pada tahun 1970 muncul program swasembada

cengkeh melalui perluasan areal. Program swasembada tersebut tercapai pada

tahun 1991, namun dengan melimpahnya produksi cengkeh menyebabkan harga

cengkeh turun terus. Permasalahan harga tersebut membuat pemerintah

mengeluarkan kebijakan mengatur tata niaga cengkeh melalui pembentukan

Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC), sayangnya upaya tersebut

Page 113: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

92 Pusat Data dan Informasi Pertanian

tidak berhasil dan petani menelantarkan areal pertanaman cengkeh (Departemen

Pertanian 2005).

Sekitar tahun 2001-2002 harga cengkeh di pasar dalam negeri melonjak

cukup tajam. Kenyataan ini mengejutkan semua pihak, baik petani maupun

produsen rokok kretek yang merupakan satu-satunya konsumen komoditas 'emas

hijau' itu. Betapa tidak, harga cengkeh yang telah lama terpuruk pada era

monopoli Badan Penyangga Pemasaran Cengkeh (Rp 2.500,-/kg hingga Rp 8.500,-

/kg), tiba-tiba meroket bahkan mencapai Rp 70.000,-/kg. Kondisi ini ternyata

mengungkap dua fakta yang kontradiktif. Di satu sisi produsen rokok kretek

menjerit akibat mahalnya harga cengkeh, di sisi lain, petani sebagai produsen

cengkeh tidak bergembira dengan melambungnya harga tersebut karena bukan

hasil panenan petani. Kemungkinan besar hal ini bisa terjadi karena cengkeh

yang diperdagangkan saat harga mencapai puncaknya, bukan dari hasil panenan

petani melainkan stok timbunan para pedagang besar (Fahmi Ismail, 2002).

Indikasi trend kenaikan harga cengkeh ini antara lain akibat dari :

1. Masih belum ada penambahan areal cengkeh yang cukup signifikan akibat

cengkeh dinilai sudah tidak memiliki nilai tambah, sehingga secara bertahap

akan menurunkan kemampuan pasok bahan baku cengkeh.

2. Terjadinya pertumbuhan jumlah pelaku usaha di industri rokok kretek yang

signifikan pada saat krisis ekonomi (1998), industri ini mampu bertahan dari

terjangan krisis ekonomi bahkan berhasil meraih keuntungan sangat besar di

tengah terpuruknya sebagian industri lainnya. Pada tahun 1999 tidak kurang

dari 70 pabrik yang turut menjadi pemain baru di industri rokok. Hal ini

lambat laun jelas akan menambah total produksi dan berdampak pada

meningkatnya kebutuhan bahan baku rokok kretek terutama tembakau dan

cengkeh.

3. Zanzibar dan Madagaskar sebagai negara produsen cengkeh terbesar di dunia

turut melakukan konversi tanaman menyusul anjloknya harga cengkeh dunia

sehingga hanya bergantung pada pasar cengkeh dunia.

Page 114: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 93

5.1. PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS CENGKEH DI INDONESIA

Total luas areal cengkeh di Indonesia menunjukkan peningkatan pada

periode 1967 - 1987 dengan laju pertumbuhan rata-rata mencapai 11,52% per

tahun. Menginjak tahun 1988 - 2009 terjadi kecenderungan penurunan luas areal

cengkeh dengan rata-rata penurunan sebesar 2,28% per tahun. Namun demikian,

secara umum sejak tahun 1967 - 2009, luas areal cengkeh masih menunjukkan

peningkatan sebesar 4,29% per tahun atau dari 59,56 ribu ha pada tahun 1967

menjadi 459,19 ribu ha pada tahun 2009 (Lampiran 5.1).

Dari status pengusahaannya, luas areal cengkeh di Indonesia sangat

didominasi oleh perkebunan rakyat (PR). Pada periode tahun 1967 - 2009, rata-

rata luas areal cengkeh PR mencapai 94,74% dari total luas areal cengkeh

Indonesia (Tabel 5.1). Selama periode tahun 1967 - 1987, perkembangan luas

areal cengkeh PR menunjukkan peningkatan yang cukup pesat dengan rata-rata

sebesar 11,40%. Hal ini antara lain dikarenakan konsekuensi program

swasembada cengkeh pada tahun 1970, sehingga terjadi peningkatan luas areal

yang cukup signifikan, yaitu dari 59,56 ribu hektar pada tahun 1967 menjadi

722,69 ribu hektar pada tahun 1987 (Lampiran 5.1).

Namun sejak awal tahun 1991 luas areal cengkeh terus menurun hingga

tahun 2000, seperti tersaji pada Gambar 5.1. Hal ini terjadi karena Badan

Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC) yang didirikan oleh pemerintah untuk

mengatur harga cengkeh nasional tidak berhasil, sehingga banyak petani pada

saat itu yang kecewa dan memangkas tanaman cengkehnya.

Page 115: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

94 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Tabel 5.1. Kontribusi rata-rata luas areal dan produksi cengkeh di Indonesia menurut status pengusahaan, 1967-2009

PR PBN PBS Total PR PBN PBS Total

1967-2009*) 94.74 0.69 2.09 100.00 97.13 0.58 2.30 100.00

1967-1987 96.51 1.06 2.43 100.00 98.22 0.57 1.20 100.00

1988-2009*) 97.66 0.46 1.88 100.00 96.72 0.58 2.71 100.00

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin

Tahun 2009 : Angka Sementara

Luas Areal (%) Produksi (%)Tahun

Perkembangan industri rokok kretek pasca krisis ekonomi (1998)

berdampak pada meningkatnya kebutuhan cengkeh serta mulai membaiknya

harga jual cengkeh menyebabkan di beberapa daerah mulai tertarik untuk

melakukan peremajaan tanaman cengkeh yang rusak/mati sehingga menginjak

tahun 2001 mulai nampak adanya perluasan areal meskipun pertumbuhannya

masih sangat lambat. Selama periode 1988 - 2009 total luas areal cengkeh

menurun rata-rata sebesar 2,28% per tahun (Lampiran 5.1).

Gambar 5.1. Perkembangan luas areal cengkeh PR di Indonesia, 1967-2009

Sementara itu, perkembangan luas areal perkebunan besar negara (PBN)

dan perkebunan besar swasta (PBS) pada periode tahun 1967 - 2009 memiliki pola

Page 116: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 95

yang hampir sama dengan PR. Kecenderungan kenaikan luas areal juga terjadi

pada periode tahun 1967 - 1987 dimana perkembangan luas areal PBS lebih

fluktuatif dibandingkan PBN (Gambar 5.2). Pada periode tersebut luas areal PBN

rata-rata meningkat sebesar 11,28% per tahun, sedangkan PBS meningkat sebesar

12,99% per tahun. Namun setelah periode tersebut (1988 - 2009), terjadi

perkembangan luas areal berkebalikan yaitu terjadi penurunan areal yang cukup

besar pada PBN yaitu rata-rata sebesar 16,44% per tahun dan 3,91% untuk PBS,

yang menyebabkan penurunan total areal cengkeh di Indonesia sebesar 2,28% per

tahun (Lampiran 5.1).

Gambar 5.2. Perkembangan luas areal cengkeh di Indonesia, 1971-2009

Sejalan dengan peningkatan luas arealnya, total produksi cengkeh

Indonesia juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yaitu dari 8,82 ribu

ton pada tahun 1967 menjadi 71 ribu ton pada tahun 1987 dengan rata-rata

pertumbuhan sebesar 2,53% per tahun. Produksi cengkeh nasional mencapai

puncaknya pada tahun 1995 hingga mencapai 90 ribu ton. Sayangnya setelah

periode tersebut, terjadi penurunan produksi secara drastis sebagai dampak dari

ketidakpastian harga (Gambar 5.3), yang mengakibatkan petani enggan

memelihara tanamannya sehingga produksi tahun 2000 hanya sebesar 59,88 ribu

ton dan produksi tahun 2001, saat harga mulai membaik mencapai 72,69 ribu ton

(GAPPRI dalam Departemen Pertanian 2005).

Page 117: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

96 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Masalah lain yang dihadapi petani cengkeh selain ketidakpastian harga

adalah masa awal produksi cengkeh yang cukup lama yaitu setelah 5-7 tahun

serta fluktuasi produksi yang cukup tinggi yang dikenal sebagai siklus 2-4 tahun,

artinya produksi yang tinggi pada tahun tertentu diikuti dengan penurunan

produksi 1-2 tahun berikutnya (Departemen Pertanian, 2005).

Gambar 5.3. Perkembangan produksi cengkeh di Indonesia, 1967-2009

Seperti halnya areal cengkeh, produksi cengkeh nasional didominasi oleh

PR dimana pada periode tahun 1967 - 2009 rata-rata produksi PR sebesar 97,13%

terhadap total produksi cengkeh Indonesia. Dengan demikian pola perkembangan

produksi cengkeh nasional merupakan refleksi dari pola perkembangan produksi

cengkeh PR di Indonesia.

Pola perkembangan produksi cengkeh pada perkebunan besar baik PBN

maupun PBS agak berbeda. Pada PBN mulai berproduksi pada tahun 1971 sebesar

1 ton dan mencapai puncak produksi pada tahun 1989 sebesar 1.089 ton. Setelah

tahun tersebut terjadi kecenderungan penurunan produksi hingga hanya

mencapai 316 ton pada tahun 2009. Sementara, pola produksi cengkeh PBS lebih

tinggi dibandingkan PBN yaitu pada tahun 1970 sebesar 76 ton dan tertinggi

terjadi pada tahun 2004 sebesar 6.660 ton, namun setelah itu cenderung turun

hingga 1.816 ton pada tahun 2009 (Lampiran 5.2).

Page 118: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 97

Budidaya komoditas cengkeh menyebar di sebagian besar provinsi di

Indonesia. Berdasarkan data produksi rata-rata tahun 2005-2009 terdapat 10

provinsi sentra produksi cengkeh PR yang mempunyai kontribusi kumulatif hingga

mencapai 83,82%, yaitu provinsi Maluku, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah,

Jawa Timur, Sulawesi Utara,Jawa Tengah, Bali, Jawa Barat, Maluku Utara, dan

Banten. Maluku memberikan kontribusi terbesar terhadap total produksi

Indonesia hingga mencapai 12,33% atau sebesar 9.405 ton. Peringkat kedua

adalah Sulawesi Selatan sebesar 9.077 ton (11,90%), diikuti Sulawesi Tengah

8.657 ton (11,35%), dan Jawa Timur 8.381 ton (10,99 5). Provinsi sentra produksi

lainnya dibawah 10%, sedangkan provinsi-provinsi bukan sentra hanya

memberikan kontribusi kurang dari 3% (Gambar 5.4, Lampiran 5.3).

Gambar 5.4. Kontribusi produksi cengkeh PR di provinsi sentra

(rata-rata 2005-2009)

Secara umum produktivitas cengkeh di Indonesia sangat fluktuatif dan

cenderung menurun (Gambar 5.5), karena lebih dari 90% tanaman cengkeh di

Indonesia adalah milik rakyat yang kurang dipelihara dengan baik. Selama

periode 1970-2009, rata-rata laju pertumbuhan produktivitas cengkeh hanya

sebesar 1,02% per tahun. Produktivitas tertinggi selama periode tersebut terjadi

pada tahun 1980 sebesar 39,96 persen atau 233,20 kg/ha. Pertumbuhan

produktivitas cengkeh Indonesia secara rinci disajikan pada Lampiran 5.4.

Page 119: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

98 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Gambar 5.5. Perkembangan produktivitas cengkeh di Indonesia, 1970-2009

5.2. PERKEMBANGAN KONSUMSI CENGKEH DI INDONESIA

Konsumsi cengkeh di Indonesia dibedakan atas konsumsi rumah tangga dan

konsumsi industri pengolahan. Konsumsi tersebut dipenuhi dari produksi dalam

negeri dan impor. Berdasarkan Tabel Input Output (I/O) 1995, cengkeh sebagian

besar digunakan oleh industri sebagai permintaan antara dengan proporsi 97,67%

dan hasil survei oleh BPS tersebut pada tahun 2000 permintaan antara cengkeh

menurun menjadi 91,56%. Industri olahan utama di Indonesia yang menggunakan

cengkeh sebagai bahan baku adalah industri rokok kretek.

Selama ini, konsumsi cengkeh di Indonesia dipenuhi dari produksi dalam

negeri maupun impor. Perkembangan konsumsi cengkeh selama tahun 1970 -

2008 meskipun berfluktuasi namun cenderung meningkat dengan rata-rata

kenaikan sebesar 10,17% per tahun (Gambar 5.6 dan Lampiran 5.5 ). Hal ini

kemungkinan besar terkait dengan terjadinya pertumbuhan jumlah pelaku usaha

industri rokok kretek di Indonesia. Pada tahun 1970 konsumsi cengkeh domestik

hanya sebesar 14.926 ton dan terus bergerak naik hingga sebesar 89.321 ton pada

tahun 1995. Selanjutnya konsumsi cengkeh domestik turun signifikan menjadi

59.249 ton pada tahun 1996 karena sebagian besar produsen rokok kretek

mengurangi pemakaian cengkeh akibat turunnya produksi dalam negeri. Namun

penurunan angka konsumsi cengkeh domestik tersebut tidak berlangsung lama

hingga terjadinya krisis ekonomi tahun 1998. Pada tahun 1999 konsumsi cengkeh

Page 120: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 99

mengalami kenaikan yang signifikan hingga 73.737 ton. Namun pada tahun-tahun

berikutnya konsumsi cengkeh terus mengalami penurunan hingga mencapai

66.284 ton pada tahun 2008, walaupun sempat mengalami peningkatan konsumsi

pada tahun 2001 sebesar 83.260 ton. Total konsumsi cengkeh domestik pada

tahun 2008 seluruhnya berasal dari produksi dalam negeri yang mencapai angka

70.535 ton dikurangi ekspor sebesar 4.251 ton (Lampiran 5.5).

Gambar 5.6. Perkembangan konsumsi domestik cengkeh di Indonesia, 1970-2008

5.3. PERKEMBANGAN HARGA CENGKEH DI INDONESIA

Harga cengkeh di pasar domestik sejak tahun 1987 terus mengalami

penurunan dari sebesar Rp. 6.440,-/kg hingga menjadi Rp. 3.800,-/kg pada tahun

1997. Hal tersebut karena pemerintah membentuk BPPC pada tahun 1992 sebagai

lembaga pengendali harga. Melalui BPPC, ditetapkan harga pembelian dari

tingkat petani sebesar Rp. 2.000,-/kg – Rp.3.500,-/kg. Namun pada tahun 1998

harga cengkeh di pasar domestik mulai mengalami peningkatan, seiring dengan

meningkatnya kebutuhan cengkeh untuk industri rokok kretek dan tidak

difungsikannya lagi kelembagaan BPPC. Peningkatan harga yang begitu signifikan

terjadi pada tahun 1999 hingga mencapai 169,54% atau sebesar Rp. 20.000,-/kg

dari sebesar Rp. 7.420,-/kg pada tahun 1998. Pada tahun 2003 harga cengkeh

kembali jatuh menjadi Rp. 28.873,-/kg dan pada tahun 2004 harga kembali jatuh

Page 121: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

100 Pusat Data dan Informasi Pertanian

hingga menjadi Rp. 26.570,-/kg. Berdasarkan perkiraan biaya produksi, harga

yang layak di tingkat petani adalah Rp. 30.000,-/kg – Rp. 40.000,-/kg cengkeh

kering. Dengan tingkat harga tersebut petani akan memperoleh 1/3 bagian

keuntungan dari usahataninya (Balittro dalam Departemen Pertanian 2005).

Tahun-tahun selanjutnya harga bergerak naik hingga sebesar 34,86% pada tahun

2008 atau sebesar Rp. 53.005,-/kg . Rata-rata pertumbuhan harga cengkeh di

pasar domestik mengalami peningkatan 38,41% pada periode 1998-2008

(Lampiran 5.6), dan bila dilihat trendnya harga cengkeh di Indonesia terus

mengalami peningkatan hingga tahun 2008 ( Gambar 5.7).

Gambar 5.7. Perkembangan harga cengkeh di pasar domestik dan pasar dunia,

1987-2008

5.4. PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR CENGKEH DI INDONESIA

Komoditas cengkeh memang merupakan salah satu komoditas ekspor

Indonesia, walaupun pada tahun 1999 - 2001 sempat mengalami impor yang

cukup besar (Gambar 5.7). Peningkatan impor yang terjadi pada periode tersebut

disebabkan konsumsi yang juga cukup besar, sementara produksi cengkeh

tidaklah mencukupi konsumsi domestik yang tinggi pada periode tersebut. Namun

sejak tahun 2003, ekspor cengkeh Indonesia kembali meningkat hingga mencapai

15.688 ton, dan pada tahun 2007 - 2009 Indonesia tidak mengimpor cengkeh.

Page 122: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 101

Selama periode tahun 2002-2009, neraca perdagangan cengkeh pada posisi

surplus (Lampiran 5.7).

Gambar 5.8. Perkembangan volume ekspor impor cengkeh di Indonesia, 1996-2008

Perkembangan nilai ekspor maupun nilai impor mempunyai tren yang

hampir sama dengan volumenya (Gambar 5.9). Nilai ekspor tertinggi terjadi pada

tahun 2002 senilai US$ 25,97 juta, sedangkan nilai impor tertinggi pada tahun

1999 sebesar US$ 40,07 juta (Lampiran 5.7).

Gambar 5.9. Perkembangan nilai ekspor-impor cengkeh di Indonesia, 1996-2008

Neraca perdagangan cengkeh Indonesia pada tahun 1996 - 2009

menunjukkan perkembangan yang meningkat, walaupun pada tahun 1999 - 2001

Page 123: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

102 Pusat Data dan Informasi Pertanian

mengalami defisit karena meningkatnya kebutuhan cengkeh untuk industri rokok

kretek di dalam negeri. Defisit tertinggi terjadi pada tahun 1999 hingga

mencapai US$ 38,43 juta. Selama periode 2002 – 2009, neraca perdagangan

cengkeh menunjukkan surplus yang cukup signifikan dan tertinggi terjadi pada

tahun 2007 sebesar US$ 33,62 juta (Lampiran 5.7).

5.5. PERKEMBANGAN LUAS AREAL TANAMAN MENGHASILKAN, PRODUKSI, DAN PRODUKTIVITAS CENGKEH DUNIA

Perkembangan luas areal tanaman menghasilkan (TM) dunia pada periode

tahun 1961 - 1997 sangat menggembirakan dengan rata-rata pertumbuhan 5,86%

per tahun (Lampiran 5.8). Namun bila dilihat dari Gambar 5.10 peningkatan luas

tanaman menghasilkan cengkeh dunia mengalami peningkatan tertinggi pada

tahun 1991 yang mencapai 584.067 hektar dari sebesar 80.800 hektar pada tahun

1967. Pada periode selanjutnya yakni tahun 1998-2008 luas areal tanaman

menghasilkan mengalami penurunan, dengan rata-rata pertumbuhan turun

sebesar 1,38% per tahun. Pertumbuhan yang negatif pada periode ini

menyebabkan rata-rata pertumbuhan areal tanaman menghasilkan cengkeh dunia

sejak tahun 1961 - 2008 hanya sebesar 4,17% per tahun, hingga pada tahun 2008

luas TM cengkeh dunia hanya sebesar 385.030 hektar (Lampiran 5.8).

Gambar 5.10. Perkembangan luas areal tanaman menghasilkan cengkeh dunia

dan Indonesia, 1967-2008

Page 124: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 103

Berdasarkan Gambar 5.10, ternyata perkembangan luas areal TM Indonesia

mempengaruhi perkembangan luas areal TM dunia, dan dilihat dari rata-rata

pertumbuhan areal TM tahun 2004-2008, Indonesia memberikan kontribusi yang

sangat besar yaitu 81,04% atau sebesar 340.891 hektar terhadap total dunia

(Lampiran 5.9). Setelah Indonesia, Madagaskar memberikan kontribusi terbesar

ke dua walaupun hanya sebesar 10,78% atau sebesar 45.362 hektar (Gambar 5.11

dan Lampiran 5.9).

Gambar 5.11. Negara-negara dengan luas TM cengkeh terbesar dunia,

(rata-rata 2004-2008)

Perkembangan total produksi cengkeh dunia cenderung meningkat namun

sangat berfluktuasi dibandingkan perkembangan luas areal TM dunia (Gambar

5.12). Tahun 1961 produksi cengkeh dunia tercatat sebesar 27.770 ton dan

meningkat menjadi 110.264 ton pada tahun 2008. Dengan demikian rata-rata laju

pertumbuhan selama periode 1961-2007 adalah sebesar 5,70% per tahun

(Lampiran 5.8).

Page 125: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

104 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Gambar 5.12. Perkembangan produksi cengkeh dunia , 1961-2008

Secara umum rata-rata produksi cengkeh dunia periode tahun 2004 - 2008

didominasi oleh 5 negara, yaitu Indonesia, Madagaskar, Tanzania, Sri Lanka dan

Comoros. Kelima negara tersebut memberikan kontribusi 98,12% terhadap total

produksi dunia. Rata-rata produksi cengkeh Indonesia mencapai 75.109 ton per

tahun, Madagaskar 11.566 ton, Tanzania 9.940 ton, Sri Lanka 3.346 ton, dan

Comoros 2.840 ton . Indonesia berada pada peringkat pertama dengan kontribusi

produksi rata-rata 71,69% terhadap total produksi cengkeh dunia (Gambar 5.13,

Lampiran 5.10).

Gambar 5.13. Negara-negara produsen cengkeh terbesar dunia , 2004-2008

Ditinjau dari sisi produktivitas (rata-rata 2004 - 2008), China menempati

urutan pertama dengan rata-rata produktivitas cengkeh sebesar 1,07 ton/ha,

Page 126: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 105

diikuti negara Tanzania dengan rata-rata produktivitas 0,78 ton/ha. Urutan

berikutnya adalah Kenya dan Sri Lanka dengan rata-rata produktivitas 0,51

ton/ha dan 0,44 ton/ha. Negara berikutnya mempunyai produktivitas cengkeh

dibawah 0,30 ton/ha termasuk Indonesia yang berada di urutan ke-8 dengan

produktivitas rata-rata sebesar 0,22 ton/ha. Gambar 5.14 dan Lampiran 5.11

menyajikan produktivitas negara-negara penghasil cengkeh dunia.

Gambar 5.14. Negara-negara dengan rata-rata produktivitas cengkeh tertinggi

dunia, 2004-2008

5.6. PERKEMBANGAN HARGA CENGKEH DUNIA

Gambar 5.15. Negara-negara dengan harga produsen cengkeh tertinggi dunia,

(rata-rata 2004-2008)

Page 127: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

106 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Selama periode lima tahun (2004-2008) perkembangan harga produsen

cengkeh dunia cukup fluktuatif, begitu pula yang terjadi untuk Indonesia.

Berdasarkan harga rata-rata selama periode tersebut, Indonesia memiliki harga

cengkeh tertinggi yaitu sebesar US$ 75.109 per ton. Berada diurutan berikutnya

adalah Madagascar dan Tanzania dengan harga rata-rata pada periode tersebut

masing-masing sebesar US$ 11.566 per ton, dan US$ 9.940 per ton. Sementara

negara lainnya dibawah US$ 4.000 per tonnya (Gambar 5.15 dan Lampiran 5.12)

5.7. PERKEMBANGAN EKSPOR-IMPOR CENGKEH DUNIA

Ekspor cengkeh selama lima tahun terakhir didominasi oleh 5 negara, yaitu

Singapore, Madagascar, Indonesia, Sri Lanka dan Brazil. Berdasarkan data dari

FAO, rata-rata ekspor cengkeh Singapore sebesar 11.314 ton per tahun,

Madagascar 10.710 ton, Indonesia 10.527 ton, Sri lanka 4.012 ton, dan Brazil

3.607 ton. Sedangkan ekspor cengkeh dari negara-negara lainnya kurang dari 3,00

ribu ton per tahun (Gambar 5.14 dan Lampiran 5.13). Singapore meskipun bukan

negara produsen cengkeh namun tercacat sebagai negara eksportir terbesar,

dikarenakan melakukan kegiatan re-ekspor cengkeh, sementara madagascar

memang memiliki produktivitas yang lebih tinggi dari Indonesia.

Gambar 5.16. Negara eksportir cengkeh terbesar di dunia, rata-rata 2004-2008

Page 128: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 107

Sementara itu impor cengkeh dilakukan oleh hampir semua negara di

dunia. Negara importir cengkeh terbesar adalah Singapore dengan rata-rata

volume impor sebesar 13.478 ton per tahun. Peringkat kedua adalah India dengan

rata-rata volume impor 11.117 ton per tahun. Peringkat ketiga adalah Arab

sebesar 3.681 per tahun, sedangkan negara-negara lainnya kurang dari 3,00 ribu

ton per tahun, termasuk Indonesia ada diperingkat 59 yang hanya sebesar 3 ton

per tahunnya. Gambar 5.17 dan Lampiran 5.14 menyajikan lima negara importir

terbesar di dunia.

Gambar 5.17. Negara importir cengkeh terbesar di dunia, rata-rata 2004-2008

5.8. PROYEKSI PENAWARAN CENGKEH 2009-2012

Proyeksi penawaran cengkeh berdasarkan pada proyeksi produksi

cengkeh. Dari hasil uji coba model yang dilakukan ternyata produksi cengkeh

hanya dapat diproyeksikan dengan menggunakan model trend kuadratik

(univariate) dengan MAPE ( Mean Absolute Percentage Error) sebesar 12.

Page 129: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

108 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Tabel 5.2. Hasil proyeksi produksi cengkeh di Indonesia, 2010 - 2012

Tahun Produksi (ton) Pertumbuhan (%)

2009*) 76.247

2010 77.457 1,59

2011 78.760 1,68

2012 80.156 1,77

Rata-rata pertumbuhan (% per tahun) 1,68

Keterangan : *) Angka Sementara, Ditjen Perkebunan Tahun 2010-2012 angka hasil proyeksi Pusdatin

Berdasarkan hasil proyeksi di atas, produksi cengkeh di Indonesia periode

tahun 2010 – 2012 diproyeksikan akan terus mengalami peningkatan dengan rata-

rata pertumbuhan pertahun sebesar 1,68%. Pada tahun 2010 produksi cengkeh

diperkirakan akan meningkat sebesar 1,59% menjadi 77.457 ton, dibandingkan

produksi tahun sebelumnya. Produksi ini diperkirakan akan terus meningkat

hingga mencapai 80.156 ton pada tahun 2012 (Tabel 5.2).

5.9. PROYEKSI PERMINTAAN CENGKEH 2009-2012

Proyeksi permintaan cengkeh didasarkan pada proyeksi konsumsi domestik

cengkeh karena sebagian ketersediaan cengkah digunakan untuk memenuhi

kebutuhan dalam negeri, baik untuk konsumsi rumah tangga, industri rokok

kretek, industri minyak cengkeh, atau industri lainnya. Karena keterbatasan

ketersediaan data maka permintaan cengkeh diproyeksikan melalui model trend

kuadratik (univariate) dengan MAPE (Mean Absolute Percentage Error) sebesar

12.

Page 130: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 109

Tabel 5.3. Hasil proyeksi konsumsi domestik cengkeh di Indonesia, 2009-2011

Tahun Konsumsi domestik (Ton) Pertumbuhan (%)

2009*) 63.741

2010 63.367 -0,59

2011 62.993 -0,59

2012 62.619 -0,59

Rat-rata pertumbuhan (% per tahun) -0,59

Keterangan : *) Angka Sementara, Ditjen Perkebunan & BPS Tahun 2010-2012 Angka hasil proyeksi Pusdatin

Dari Tabel 5.3 terlihat bahwa konsumsi domestik cengkeh di Indonesia akan

terus mengalami penurunan hingga tahun 2012 dengan rata-rata penurunan per

tahun sebesar 0,59% hingga mencapai 62.619 ton pada tahun 2012.

Konsumsi cengkeh di Indonesia umumnya digunakan oleh industri rokok

keretek. Sejak tahun 2007 pemerintah Indonesia mulai menabuh genderang

perang terhadap rokok, baik melalui imbauan maupun ketentuan umum. Hingga

pada tahun 2010 pemerintah meningkatkan cukai rokok dalam skala besar, dan

menurunkan volume produk rokok. Akibat dari pembatasan volume produk rokok

tersebut adalah anjloknya konsumsi cengkeh (Koran Tempo).

5.10. PROYEKSI SURPLUS/DEFISIT KOMODITAS CENGKEH 2009-2012

Jika ketersediaan komoditas cengkeh hanya dihitung berdasarkan produksi

dan total konsumsi domestik sebagai gambaran dari total permintaan, maka

selama periode tahun 2010 - 2012 diperkirakan masih akan terjadi surplus

komoditas cengkeh, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 11,93% per tahun.

Surplus tersebut merupakan stok cengkeh di dalam negeri. Diperkirakan surplus

Page 131: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

110 Pusat Data dan Informasi Pertanian

cengkeh akan terus meningkat hingga tahun 2012 menjadi 17.537 ton dari

sebesar 12.506 ton pada tahun 2009 (Tabel 5.4).

Bila dilihat dari rata-rata pertumbuhan per tahun, pertumbuhan

ketersediaan bertambah setiap tahunnya dibanding permintaan yang terus

menurun. Ini menunjukkan bahwa Indonesia akan mengalami surplus cengkeh

yang semakin besar tiap tahunnya. Bila konsumsi domestik cengkeh dianalogkan

kepada pabrik rokok, berarti Indonesia akan berhasil dalam prorgam hidup

sehat tanpa rokok. Penurunan konsumsi cengkeh bukan berarti akan mematikan

kehidupan petani cengkeh di Indonesia, karena fungsi cengkeh bukan hanya

sebagai bahan baku rokok, tetapi dapat dipergunakan sebagai bahan baku obat-

obatan, minyak atsiri dan lainnya.

Tabel 5.4. Proyeksi surplus/defisit cengkeh di Indonesia, tahun 2009-2012

Tahun Ketersediaan (Ton)

Permintaan (Ton)

Surplus/Defisit (Ton)

2009*) 76.247 63.741 12.506

2010 77.457 63.367 14.090

2011 78.760 62.993 15.767

2012 80.156 62.619 17.537

Rata-rata pertumbuhan (%

per tahun) 1,68 -0,59 11,93

Keterangan : *) Angka Sementara, Ditjen Perkebunan & BPS Tahun 2010-2012 angka hasil proyeksi Pusdatin

Page 132: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 111

Lampiran 5.1. Luas areal cengkeh di Indonesia berdasarkan status pengusahaan, 1967-2009

(Ha) Pertumb. (%) P B N Pertumb. (%) P B S Pertumb. (%) Total Pertumb. (%)1967 59,559 - - 59,559 1968 75,751 21.38 - - 75,751 21.381969 68,956 -9.85 - 752 69,708 -8.671970 81,610 15.51 - 777 3.22 82,387 15.391971 100,803 19.04 1,294 100.00 1,323 41.27 103,420 20.341972 109,145 7.64 3,570 63.75 1,630 18.83 114,345 9.551973 139,592 21.81 3,650 2.19 3,124 47.82 146,366 21.881974 171,609 18.66 3,751 2.69 5,176 39.64 180,536 18.931975 208,844 17.83 3,177 -18.07 5,864 11.73 217,885 17.141976 232,067 10.01 3,624 12.33 6,036 2.85 241,727 9.861977 283,988 18.28 3,687 1.71 6,681 9.65 294,356 17.881978 301,045 5.67 4,254 13.33 8,151 18.03 313,450 6.091979 339,418 11.31 5,454 22.00 8,192 0.50 353,064 11.221980 391,445 13.29 5,481 0.49 11,176 26.70 408,102 13.491981 494,815 20.89 5,333 -2.78 16,986 34.20 517,134 21.081982 511,216 3.21 5,236 -1.85 14,417 -17.82 530,869 2.591983 551,717 7.34 4,754 -10.14 16,174 10.86 572,645 7.301984 587,774 6.13 4,996 4.84 15,512 -4.27 608,282 5.861985 642,664 8.54 4,781 -4.50 16,030 3.23 663,475 8.321986 656,414 2.09 5,823 17.89 17,072 6.10 679,309 2.331987 722,689 9.17 5,195 -12.09 14,385 -18.68 742,269 8.481988 672,398 -7.48 4,659 -11.50 15,708 8.42 692,765 -7.151989 681,524 1.34 4,742 1.75 15,726 0.11 701,992 1.311990 672,607 -1.33 3,968 -19.51 16,107 2.37 692,682 -1.341991 650,407 -3.41 3,298 -20.32 14,499 -11.09 668,204 -3.661992 592,446 -9.78 3,086 -6.87 12,818 -13.11 608,350 -9.841993 556,496 -6.46 2,307 -33.77 12,244 -4.69 571,047 -6.531994 520,012 -7.02 2,221 -3.87 12,143 -0.83 534,376 -6.861995 491,563 -5.79 504 -340.67 9,756 -24.47 501,823 -6.491996 479,379 -2.54 1,914 73.67 10,420 6.37 491,713 -2.061997 447,549 -7.11 1,928 0.73 8,065 -29.20 457,542 -7.471998 419,827 -6.60 1,860 -3.66 7,048 -14.43 428,735 -6.721999 407,149 -3.11 1,860 0.00 6,850 -2.89 415,859 -3.102000 407,010 -0.03 1,860 0.00 6,728 -1.81 415,598 -0.062001 420,341 3.17 1,860 0.00 7,099 5.23 429,300 3.192002 421,589 0.30 1,865 0.27 6,758 -5.05 430,212 0.212003 433,885 2.83 1,865 0.00 6,583 -2.66 442,333 2.742004 429,728 -0.97 1,865 0.00 6,660 1.16 438,253 -0.932005 438,771 2.06 1,865 0.00 8,221 18.99 448,857 2.362006 436,091 -0.61 1,865 0.00 6,702 -22.66 444,658 -0.942007 444,683 1.93 1,865 0.00 6,744 0.62 453,292 1.902008 447,702 0.67 1,865 0.00 6,905 2.33 456,472 0.70

2009*) 450,290 0.57 1,903 2.00 7,000 1.36 459,193 0.59

4.25 -4.36 3.70 4.2911.40 11.28 12.99 11.52-2.24 -16.44 -3.91 -2.28

Sumber: Direktorat Jenderal PerkebunanKeterangan : *) Angka Sementara PR= Perkebunan Rakyat PBN= Perkebunan Besar Negara PBS = Perkebunan Besar Swasta

Rata-rata pertumbuhan (%)1967-2009*)1967-1987

1988-2009*)

TahunP R P B N P B S Total

Page 133: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

112 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Lampiran 5.2. Produksi cengkeh di Indonesia berdasarkan status pengusahaan, 1967-2009

(Ton) Pertumb. (%) (Ton) Pertumb. (%) (Ton) Pertumb. (%) (Ton) Pertumb. (%)1967 8,821 - - 8,821 1968 17,156 48.58 - - 17,156 48.581969 11,037 -55.44 - 1 11,038 -55.431970 15,371 28.20 - 76 98.68 15,447 28.541971 11,283 -36.23 1 47 -61.70 11,331 -36.331972 14,963 24.59 3 66.67 164 71.34 15,130 25.111973 27,314 45.22 26 88.46 106 -54.72 27,446 44.871974 14,980 -82.34 1 -2,500.00 17 -523.53 14,998 -83.001975 19,148 21.77 7 85.71 139 87.77 19,294 22.271976 19,855 3.56 27 74.07 150 7.33 20,032 3.681977 39,519 49.76 118 77.12 286 47.55 39,923 49.821978 21,149 -86.86 123 4.07 282 -1.42 21,554 -85.221979 18,174 -16.37 14 -778.57 20 -1,310.00 18,208 -18.381980 33,453 45.67 367 96.19 398 94.97 34,218 46.791981 28,775 -16.26 176 -108.52 401 0.75 29,352 -16.581982 32,412 11.22 217 18.89 180 -122.78 32,809 10.541983 40,401 19.77 824 73.67 603 70.15 41,828 21.561984 47,751 15.39 283 -191.17 854 29.39 48,888 14.441985 40,652 -17.46 301 5.98 1,037 17.65 41,990 -16.431986 48,681 16.49 598 49.67 1,349 23.13 50,628 17.061987 69,679 30.14 312 -91.67 1,011 -33.43 71,002 28.691988 77,909 10.56 1,082 71.16 2,233 54.72 81,224 12.581989 53,066 -46.82 1,089 0.64 2,243 0.45 56,398 -44.021990 64,423 17.63 837 -30.11 1,652 -35.77 66,912 15.711991 77,642 17.03 422 -98.34 2,189 24.53 80,253 16.621992 70,278 -10.48 462 8.66 2,384 8.18 73,124 -9.751993 65,669 -7.02 218 -111.93 1,479 -61.19 67,366 -8.551994 75,812 13.38 192 -13.54 2,375 37.73 78,379 14.051995 87,889 13.74 148 -29.73 1,970 -20.56 90,007 12.921996 57,396 -53.13 320 53.75 1,763 -11.74 59,479 -51.331997 57,492 0.17 316 -1.27 1,384 -27.38 59,192 -0.481998 64,835 11.33 343 7.87 1,999 30.77 67,177 11.891999 51,345 -26.27 364 5.77 1,194 -67.42 52,903 -26.982000 57,926 11.36 343 -6.12 1,609 25.79 59,878 11.652001 70,782 18.16 346 0.87 1,557 -3.34 72,685 17.622002 77,241 8.36 351 1.42 1,417 -9.88 79,009 8.002003 74,518 -3.65 354 0.85 1,599 11.38 76,471 -3.322004 71,794 -3.79 355 0.28 6,660 75.99 78,809 2.972005 76,201 5.78 372 4.57 1,777 -274.79 78,350 -0.592006 60,271 -26.43 196 -89.80 941 -88.84 61,408 -27.592007 79,126 23.83 310 36.77 969 2.89 80,405 23.632008 68,874 -14.89 310 0.00 1,352 28.33 70,536 -13.99

2009*) 80,158 14.08 316 1.90 1,816 25.55 82,290 14.28

0.53 -84.62 -45.84 0.622.47 -189.34 -86.60 2.53

-1.23 -8.47 -12.48 -1.12Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan

Keterangan : *) Angka Sementara PR= Perkebunan Rakyat

PBN= Perkebunan Besar Negara PBS = Perkebunan Besar Swasta

1967-19871988-2009*)

TahunP R P B N P B S Total

Rata-rata pertumbuhan (%)1967-2009*)

Page 134: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 113

Lampiran 5.3. Perkembangan produksi cengkeh di provinsi sentra di Indonesia, 2005-2009

2005 2006 2007 2008 2009*)

1 Maluku 7,294 7,851 10,588 10,631 10,660 9,405 12.33 12.33

2 Sulawesi Selatan 12,090 13,013 4,840 7,315 8,126 9,077 11.90 24.23

3 Sulawesi Tengah 9,244 8,953 8,690 6,767 9,632 8,657 11.35 35.59

4 Jawa Timur 6,714 7,227 9,185 9,380 9,399 8,381 10.99 46.57

5 Sulawesi Utara 9,187 9,889 11,387 461 6,565 7,498 9.83 56.41

6 Jawa Tengah 4,576 4,926 6,296 5,802 5,813 5,483 7.19 63.59

7 Bali 4,335 4,666 5,094 3,763 5,947 4,761 6.24 69.84

8 Jawa Barat 5,054 5,440 4,723 5,134 519 4,174 5.47 75.31

9 Maluku Utara 3,152 3,392 3,015 4,312 4,321 3,638 4.77 80.08

10 Banten 2,514 3,549 2,719 2,766 2,719 2,853 3.74 83.82

11 Lainnya 12,042 12,723 12,590 12,546 11,785 12,337 16.18 100.00

Total 76,202 81,629 79,127 68,877 75,486 76,264 Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan

Keterangan : *) Angka Sementara PR= Perkebunan Rakyat

PBN= Perkebunan Besar Negara PBS = Perkebunan Besar Swasta

Share (%)Share

kumulatif (%)

Produksi (Ton)No. Provinsi Rata-rata

Page 135: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

114 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Lampiran 5.4. Produktivitas cengkeh di Indonesia, 2005-2009

Tahun Produktivitas Pertumb(Kg/Ha) (%)

1970 358.691971 290.04 -19.141972 279.60 -3.601973 326.11 16.631974 345.88 6.061975 249.21 -27.951976 281.65 13.021977 346.01 22.851978 210.59 -39.141979 166.62 -20.881980 233.20 39.961981 176.47 -24.331982 169.13 -4.161983 172.36 1.911984 213.10 23.641985 154.82 -27.351986 162.57 5.001987 197.98 21.781988 226.87 14.601989 147.61 -34.941990 158.27 7.221991 194.18 22.691992 176.67 -9.021993 183.97 4.131994 203.92 10.851995 225.16 10.411996 184.39 -18.111997 171.46 -7.011998 189.25 10.371999 188.62 -0.332000 200.35 6.212001 210.49 5.062002 227.49 8.082003 286.40 25.892004 217.87 -23.932005 224.82 3.192006 210.93 -6.182007 211.52 0.282008 232.09 9.72

2009*) 269.63 16.18

1970-2009*) 1.021970-1987 -0.921988-2009*) 2.52

Rata-rata Pertumbuhan

Page 136: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 115

Lampiran 5.5. Perkembangan produksi, ekspor, impor, dan konsumsi cengkeh Indonesia, 1970-2008

Pertumbuhan

(%)1970 15,447 521 - 14,926 1971 11,331 31 - 11,300 -24.291972 15,130 156 - 14,974 32.511973 27,446 353 - 27,093 80.931974 14,998 64 - 14,934 -44.881975 19,294 47 28,948 48,195 222.721976 20,032 125 10,291 30,198 -37.341977 39,923 86 3,787 43,624 44.461978 21,554 16 9,791 31,329 -28.181979 18,208 17 10,993 29,184 -6.851980 34,218 39 9,510 43,689 49.701981 29,352 51 14,492 43,793 0.241982 32,809 81 7,998 40,726 -7.001983 41,828 341 3 41,490 1.881984 48,888 1,584 2 47,306 14.021985 41,990 1,071 13,725 54,644 15.511986 50,628 1,818 2,189 50,999 -6.671987 71,002 1,836 1,996 71,162 39.541988 81,224 2,568 6 78,662 10.541989 56,398 1,255 12 55,155 -29.881990 66,912 1,105 8 65,815 19.331991 80,253 1,118 3 79,138 20.241992 73,124 794 6 72,336 -8.601993 67,366 700 5 66,671 -7.831994 78,379 670 3 77,712 16.561995 90,007 690 4 89,321 14.941996 59,479 230 - 59,249 -33.671997 59,192 356 0 58,836 -0.701998 67,177 20,157 1,183 48,203 -18.071999 52,903 1,776 22,610 73,737 52.972000 59,878 4,655 12,866 68,089 -7.662001 72,685 6,324 16,899 83,260 22.282002 79,009 9,399 796 70,406 -15.442003 76,471 15,688 172 60,955 -13.422004 73,837 9,060 9 64,786 6.282005 78,350 7,680 1 70,671 9.082006 61,408 11,270 1 50,139 -29.052007 80,404 14,094 - 66,310 32.252008 70,535 4,251 - 66,284 -0.04

1970-2008 10.171970-1987 20.371988-2008 3.56

Sumber : Ditjen Perkebunan dan BPS, diolah oleh Pusdatin

TahunProduksi

(Ton)Ekspor (Ton)

Impor (Ton)

Konsumsi Domestik (Ton)

Rat-rata Pertumbuhan (%)

Page 137: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

116 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Lampiran 5.6. Perkembangan harga cengkeh di pasar dalam negeri dan pasar dunia, 1987-2008

(Rp/Kg) Pertumb. (%) (Rp/Kg) Pertumb. (%)1987 6,440 2,744

1988 5,720 -11.18 2,886 5.171989 5,010 -12.41 2,823 -2.181990 6,280 25.35 3,508 24.261991 6,160 -1.91 4,130 17.731992 3,660 -40.58 3,022 -26.831993 2,470 -32.51 3,356 11.051994 2,680 8.50 6,309 87.991995 2,720 1.49 5,773 -8.501996 2,820 3.68 498 -91.371997 3,800 34.75 3,538 610.441998 7,420 95.26 5,672 60.321999 20,000 169.54 6,597 16.312000 30,875 54.38 16,695 153.072001 57,698 86.88 17,630 5.602002 54,653 -5.28 24,674 39.952003 28,873 -47.17 13,551 -45.082004 26,570 -7.98 16,570 22.282005 31,791 19.65 19,131 15.462006 35,871 12.83 21,899 14.472007 39,304 9.57 23,191 5.902008 53,005 34.86 1,706 -92.64

18.94 39.21-2.48 62.7838.41 17.78

Sumber: Ditjen Perkebunan

1998-2008

Rata-rata pertumbuhan (%)

TahunDalam Negeri Dunia (harga ekspor)

1987-20081987-1997

Page 138: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 117

Lampiran 5.7. Perkembangan ekspor-impor dan neraca perdagangan cengkeh di Indonesia, 1996-2009

Neraca

Ekspor Impor Ekspor Impor (000 US$)

1996 230 - 48 - 48

1997 356 - 221 - 221

1998 20,157 1,183 14,115 505 13,610

1999 1,776 22,610 1,636 40,067 -38,431

2000 4,655 12,866 8,281 33,430 -25,149

2001 6,324 16,899 10,669 17,365 -6,696

2002 9,399 796 25,973 653 25,320

2003 15,688 172 24,929 151 24,778

2004 9,060 8 16,037 7 16,030

2005 7,680 1 14,916 1 14,915

2006 11,270 1,337 25,533 1 25,532

2007 13,970 - 33,622 - 33,622

2008 4,251 - 7,251 - 7,251

2009 4,994 31 5,498 112 5,386Sumber: BPS, diolah Pusdatin

Volume (Ton) Nilai (000 US$)Tahun

Page 139: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

118 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Lampiran 5.8. Luas tanaman menghasilkan, produksi, dan produktivitas cengkeh dunia, 1961-2008

(Ha) Pertumb. (%) (Ton) Pertumb. (%) (Ton/Ha) Pertumb. (%)

1961 80,800 27,770 0.191962 73,430 -9.12 19,085 -31.27 0.17 -11.401963 86,650 18.00 26,345 38.04 0.19 8.971964 98,695 13.90 29,263 11.08 0.18 -1.921965 88,970 -9.85 26,378 -9.86 0.18 -0.901966 121,130 36.15 35,532 34.70 0.17 -5.241967 98,895 -18.36 39,603 11.46 0.26 52.031968 117,230 18.54 33,831 -14.57 0.21 -19.081969 83,965 -28.38 23,716 -29.90 0.23 9.351970 95,830 14.13 34,373 44.94 0.26 11.091971 101,265 5.67 29,371 -14.55 0.21 -16.641972 123,300 21.76 34,475 17.38 0.21 -2.081973 140,355 13.83 45,771 32.77 0.25 17.531974 127,540 -9.13 44,113 -3.62 0.26 5.091975 153,290 20.19 38,201 -13.40 0.20 -23.801976 158,190 3.20 44,555 16.63 0.22 10.231977 186,705 18.03 64,601 44.99 0.26 17.501978 187,842 0.61 39,558 -38.77 0.20 -22.661979 219,100 16.64 36,506 -7.72 0.19 -5.131980 238,837 9.01 55,697 52.57 0.21 12.351981 274,360 14.87 48,416 -13.07 0.20 -5.631982 282,477 2.96 47,775 -1.32 0.18 -7.321983 325,605 15.27 56,121 17.47 0.20 11.321984 377,975 16.08 80,548 43.53 0.23 11.141985 384,996 1.86 59,605 -26.00 0.19 -18.201986 442,694 14.99 71,968 20.74 0.23 24.541987 414,702 -6.32 82,101 14.08 0.23 -2.281988 472,273 13.88 107,146 30.51 0.26 13.801989 479,045 1.43 70,713 -34.00 0.22 -14.271990 517,882 8.11 81,967 15.92 0.23 5.911991 584,067 12.78 113,415 38.37 0.28 17.881992 506,874 -13.22 89,549 -21.04 0.23 -15.081993 485,665 -4.18 89,348 -0.22 0.25 8.191994 499,865 2.92 101,934 14.09 0.27 7.751995 480,365 -3.90 108,157 6.10 0.28 0.791996 471,277 -1.89 86,898 -19.66 0.30 9.771997 473,919 0.56 81,260 -6.49 0.28 -5.921998 488,189 3.01 92,391 13.70 0.33 15.511999 424,220 -13.10 80,018 -13.39 0.35 7.422000 500,080 17.88 100,189 25.21 0.38 7.752001 512,420 2.47 107,859 7.66 0.39 2.832002 517,025 0.90 117,618 9.05 0.42 7.102003 534,390 3.36 153,048 30.12 0.45 8.232004 505,720 -5.36 110,182 -28.01 0.46 1.842005 467,501 -7.56 105,103 -4.61 0.46 -0.392006 368,384 -21.20 89,287 -15.05 0.47 2.342007 376,520 2.21 108,894 21.96 0.49 3.772008 385,030 2.26 110,364 1.35 0.50 1.88

1961-2008 4.17 5.70 2.891961-1997 5.86 6.11 2.161998-2008 -1.38 4.36 5.30Sumber: FAO, diolah Pusdatin

Rata-rata pertumbuhan (%)

TahunLuas TM Produksi Produktivitas

Page 140: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 119

Lampiran 5.9. Negara dengan luas areal cengkeh terbesar di dunia, 2004-2008

2004 2005 2006 2007 2008

1 Indonesia 390,000 400,000 299,224 303,470 311,760 340,891 81.04 81.04

2 Madagascar 78,910 37,231 36,670 37,000 37,000 45,362 10.78 91.83

3 Tanzania 13,000 13,000 12,500 12,500 12,500 12,700 3.02 94.85

4 Comoros 12,000 5,500 9,000 13,000 13,000 10,500 2.50 97.34

5 Sri Lanka 8,060 7,970 7,740 7,250 7,420 7,688 1.83 99.17

6 Lainnya 3,750 3,800 3,250 3,300 3,350 3,490 0.83 100.00

Dunia 505,720 467,501 368,384 376,520 385,030 420,631

Sumber : FAO diolah Pusdatin

Luas Tanaman Menghasilkan (Ha)No Negara Rata-rata Share (%)

Share kumulatif

(%)

Lampiran 5.10. Negara produsen cengkeh terbesar di dunia, 2004-2008

2004 2005 2006 2007 2008

1 Indonesia 73,837 78,350 62,027 80,404 80,929 75,109 71.69 71.69

2 Madagascar 18,055 9,873 9,900 10,000 10,000 11,566 11.04 82.73

3 Tanzania 9,900 10,200 9,800 9,900 9,900 9,940 9.49 92.22

4 Sri Lanka 3,270 3,260 3,140 3,070 3,990 3,346 3.19 95.41

5 Comoros 3,200 1,500 2,500 3,500 3,500 2,840 2.71 98.12

6 Lainnya 1,920 1,920 1,920 2,020 2,045 1,965 1.88 100.00

Dunia 110,182 105,103 89,287 108,894 110,364 104,766 100.00

Sumber : FAO diolah Pusdatin

Produksi (Ton)No Negara Rata-rata Share (%)

Share kumulatif

(%)

Page 141: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

120 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Lampiran 5.11 Negara-negara dengan rata-rata produktivitas cengkeh tertinggi di dunia, 2004-2008

2004 2005 2006 2007 2008

1 China 1.17 1.08 1.00 1.07 1.03 1.07

2 Tanzania 0.76 0.78 0.78 0.79 0.79 0.78

3 Kenya 0.43 0.43 0.57 0.57 0.57 0.51

4 Sri Lanka 0.41 0.41 0.41 0.42 0.54 0.44

5 Comoros 0.27 0.27 0.28 0.27 0.27 0.27

6 Madagascar 0.23 0.27 0.27 0.27 0.27 0.26

7 Malaysia 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25

8 Indonesia 0.19 0.20 0.21 0.26 0.26 0.22Sumber : FAO diolah Pusdatin

Produktivitas (Ton/Ha)No Negara Rata-rata

Lampiran 5.12. Harga produsen cengkeh terbesar di dunia, 2004-2008

2004 2005 2006 2007 2008

1 Indonesia 73,837 78,350 62,027 80,404 80,929 75,109

2 Madagascar 18,055 9,873 9,900 10,000 10,000 11,566

3 Tanzania 9,900 10,200 9,800 9,900 9,900 9,940

4 Sri Lanka 3,270 3,260 3,140 3,070 3,990 3,346

5 Comoros 3,200 1,500 2,500 3,500 3,500 2,840

6 Kenya 1000 1000 1000 1000 1000 1000

7 China 700 700 700 800 825 745

8 Malaysia 200 200 200 200 200 200

9 Grenada 20 20 20 20 20 20Sumber : FAO diolah Pusdatin

Harga produsen (US$/Ton)No Negara Rata-rata

Page 142: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 121

Lampiran 5.13. Negara eksportir cengkeh terbesar di dunia, 2004-2007

2004 2005 2006 2007

1 Singapore 15,007 11,762 8,347 10,138 11,314 22.40 22.40

2 Madagascar 12,585 6,314 10,358 13,583 10,710 21.21 43.61

3 Indonesia 9,060 7,683 11,270 14,093 10,527 20.85 64.46

4 Sri Lanka 3,428 5,517 2,346 4,756 4,012 7.94 72.40

5 Brazil 6,211 2,107 3,533 2,576 3,607 7.14 79.54

6 Lainnya 11,409 12,073 9,323 8,513 10,330 20.46 100.00

Dunia 57,700 45,456 45,177 53,659 50,498

Sumber : FAO diolah Pusdatin

Share kumulatif

(%)Rata-rata Share (%)

Volume ekspor (Ton)No Negara

Lampiran 5.14. Negara importir cengkeh terbesar di dunia, 2004-2007

2004 2005 2006 2007

1 Singapore 21,416 11,085 10,522 10,890 13,478 29.15 29.15

2 India 6,945 10,775 11,748 14,999 11,117 24.04 53.19

3 Arab 3,773 2,176 4,018 4,756 3,681 7.96 61.15

4 Viet Nam 992 2,504 1,752 3,314 2,141 4.63 65.78

5 Saudi Arabia 1,252 1,979 1,727 2,109 1,767 3.82 69.60

6 Lainnya 14,139 13,700 12,662 15,725 14,057 30.40 100.00

Dunia 48,517 42,219 42,429 51,793 46,240

Sumber : FAO diolah Pusdatin

Volume impor (Ton)No Negara Rata-rata Share (%)

Share kumulatif

(%)

Page 143: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 123

VI. TEMBAKAU

Tembakau (Nicotiana spp., L.) adalah genus tanaman yang berdaun lebar yang

berasal dari daerah Amerika Utara dan Amerika Selatan. Daun dari pohon ini sering

digunakan sebagai bahan baku rokok, baik dengan menggunakan pipa maupun

digulung dalam bentuk rokok atau cerutu. Daun tembakau dapat pula dikunyah atau

dikulum, dan ada pula yang menghisap bubuk tembakau melalui hidung. Tembakau

mengandung zat alkaloid nikotin, sejenis neurotoxin yang sangat ampuh jika

digunakan pada serangga. Zat ini sering digunakan sebagai bahan utama insektisida

(http://id.wikipedia.org/wiki/Tembakau, 22 April 2010).

Tembakau termasuk komoditas yang mempunyai arti penting karena selain

memberikan manfaat ekonomi, manfaat sosialnya pun sangat dirasakan. Peran

tembakau didalam perekonomian Indonesia dapat ditunjukkan terutama oleh

besarnya cukai yang disumbangkan sebagai penerimaan negara dan banyaknya

tenaga kerja yang terserap baik dalam tahap penanaman dan pengolahan tembakau

sebelum diekspor atau dibuat rokok, maupun pada tahap pembuatan rokok.

Penerimaan negara dari tembakau sangat besar yaitu dari cukai dan setiap tahun

terus meningkat pada tahun 2007 sebesar 42 trilyun, tahun 2008 sebesar 50,2

trilyun dan tahun 2009 ditargetkan mencapai 52 trilyun demikian juga pada periode

5 tahun terakhir devisa yang dihasilkan dari eksport tembakau senilai US $ 100.627

(48.278 ton) (http://ditjenbun.deptan.go.id/budtansim/images/pdf/tembakau, 22

April 2010).

Tulisan berikut akan mengulas keragaan komoditas tembakau Indonesia dan

dunia serta proyeksi produksi dan permintaan tembakau Indonesia di tahun-tahun

mendatang.

6.1. PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKTIVITAS DAN PRODUKSI

TEMBAKAU INDONESIA

Secara umum perkembangan luas areal tembakau di Indonesia selama tahun

1971 - 2009 tampak berfluktuatif dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 3,23%

Page 144: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

124 Pusat Data dan Informasi Pertanian

124

(Gambar 6.1.). Total luas areal tembakau menunjukkan peningkatan pada periode

tahun 1971 - 1997 dengan laju pertumbuhan rata-rata mencapai 4,76% per tahun.

Menginjak tahun 1998 - 2009 terjadi kecenderungan penurunan laju pertumbuhan

luas areal tembakau menjadi sebesar 0,07% per tahun (Lampiran 6.1.). Terjadinya

penurunan laju pertumbuhan luas areal tembakau pada periode tahun 1990 - 2009,

dikarenakan tembakau di Indonesia hanya diusahakan oleh Perkebunan Rakyat (PR)

dan Perkebunan Besar Negara (PBN), sementara Perkebunan Besar Swasta (PBS)

tidak melakukan penanaman sama sekali.

Gambar 6.1. Perkembangan luas areal tembakau menurut status pengusahaannya,

1971-2009

Gambar 6.2. Kontribusi luas areal tembakau di Indonesia menurut status

pengusahaan, (rata-rata 2005-2009)

Page 145: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 125

Berdasarkan status pengusahaannya, rata-rata luas areal tembakau tahun 2005

- 2009 didominasi oleh PR sebesar 97,43%, sisanya 2,57% PBN, sementara tidak ada

PBS yang melakukan penanaman tembakau (Gambar 6.2).

Sejalan dengan perkembangan luas arealnya, perkembangan produksi

tembakau di Indonesia juga tampak berfluktuatif. Pada periode tahun 1971 – 2009,

produksi tembakau Indonesia meningkat dengan dengan laju pertumbuhan rata-rata

sebesar 7,43% per tahun (Gambar 6.3). Sementara laju pertumbuhan rata-rata pada

periode tahun 1998 - 2009 mengalami sedikit peningkatan sebesar 1,53% per tahun.

Hal ini dikarenakan, tidak ada kontribusi produksi tembakau yang berasal dari PBS

pada periode tersebut. Namun demikian, secara umum terjadi peningkatan total

produksi tembakau di Indonesia dari 57,35 ribu ton pada tahun 1971 menjadi 176,94

ribu ton pada tahun 2009 (Lampiran 6.2).

Gambar 6.3. Perkembangan produksi tembakau menurut status pengusahaan,

1971-2009

Secara umum produksi tembakau PR pada periode tahun 2006 - 2009

didominasi oleh 4 provinsi, yaitu: Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah,

dan Jawa Barat (Lampiran 6.3.). Keempat provinsi tersebut memberikan kontribusi

sebesar 95,22% terhadap total produksi tembakau Indonesia. Jawa Timur

memberikan kontribusi sebesar 48,40%, Nusa Tenggara Barat 27,83%, Jawa Tengah

15,07%, Jawa Barat 3,92%, dan provinsi lainnya hanya memberikan kontribusi

sebesar 7,78% (Gambar 6.4).

Page 146: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

126 Pusat Data dan Informasi Pertanian

126

Gambar 6.4. Kontrubusi sentra produksi tembakau PR di Indonesia,

(rata-rata 2006-2009)

Berbeda dengan perkembangan luas areal dan produksinya, perkembangan

produktivitas tembakau di Indonesia selama empat tahun terakhir (2006 - 2009)

cenderung memiliki pola yang seragam sesuai dengan jenis pengusahaannya

(Gambar 6.5.). Rata-rata produktivitas untuk PR dan PBN masing-masing sebesar

0,86 ton/ha dan 0,64 ton/ha (Tabel 6.1.).

Gambar 6.5. Rata-rata produktivitas tembakau Indonesia menurut status

pengusahaan, 2006-2009

Page 147: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 127

Tabel 6.1. Perkembangan produktivitas tembakau Indonesia, 2006-2009

Tahun Produktivitas (Ton/Ha)

PR1) PBN2) Nasional

2006 0,85 0,82 0,85

2007 0,84 0,54 0,83

2008 0,86 0,57 0,85

2009*) 0,88 0,65 0,87

Rata-rata 0,86 0,64 0,85 Sumber : Ditjen. Perkebunan Keterangan: *) Angka Sementara 1) Perkebunan Rakyat 2) Perkebunan Besar Negara

6.2. PERKEMBANGAN HARGA KONSUMEN TEMBAKAU DI INDONESIA

Secara umum perkembangan harga tembakau di tingkat konsumen pedesaan

pada periode tahun 2000 - 2008 cenderung meningkat (Gambar 6.6.). Harga

tembakau di tingkat konsumen dimulai dengan harga Rp. 21.499,90,- per kg pada

tahun 2000 dan meningkat pada tahun 2008 menjadi sebesar Rp. 43.768,71,- per kg.

Rata-rata laju pertumbuhan harga tembakau selama periode tahun 2000 - 2008

sebesar 9.51% (Tabel 6.2.).

Pada periode tersebut, harga tembakau di tingkat konsumen untuk setiap

provinsi cukup beragam. Harga rata-rata tingkat konsumen tembakau tertinggi

selama 5 tahun terakhir terjadi di Sumatera Utara yang mencapai Rp. 59.056,- per

kg (rata-rata 2004 - 2008). Berikutnya adalah Sumatera Barat sebesar Rp. 49.840,-

per kg, dan provinsi lainnya berada pada kisaran di bawah Rp. 40.000,- per kg

(Lampiran 6.4).

Page 148: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

128 Pusat Data dan Informasi Pertanian

128

Tabel 6.2. Perkembangan harga konsumen pedesaan tembakau Indonesia, 2000-2006

Tahun Harga

Konsumen Pertumbuhan

(Rp/kg) (%)

2000 21.499,90

2001 24.063,09 11,92

2002 29.546,90 22,79

2003 32.571,65 10,24

2004 31.551,74 -3,13

2005 32.822,84 4,03

2006 35.684,13 8,72

2007 40.188,39 12,62

2008 43.768,71 8,91

Rata-Rata 9,51

Sumber : BPS

Gambar 6.6. Perkembangan harga konsumen tembakau di Indonesia,

2000-2008

6.3. PERKEMBANGAN KONSUMSI TEMBAKAU DAN ROKOK INDONESIA

Konsumsi tembakau segar di Indonesia selama periode tahun 1987 - 2008

berfluktuatif walaupun cenderung turun dengan rata-rata pertumbuhan sebesar

2,19% per tahun. Penurunan konsumsi tembakau cukup besar terjadi pada tahun

Page 149: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 129

1996 bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 29,51% (Gambar 6.7).

Apabila dilihat dari besarannya, konsumsi tembakau segar per kapita relatif kecil

karena cenderung mengkonsumsi dalam bentuk rokok hasil industri. Pada tahun

2008, rata-rata konsumsi tembakau segar hanya sebesar 0,27 kg per kapita.

Gambar 6.7. Perkembangan konsumsi tembakau di Indonesia,

1987-2008

Gambar 6.8. Perkembangan konsumsi rokok di Indonesia, 1987-2008

Sementara itu, konsumsi hasil olahan tembakau yaitu rokok dibedakan atas

rokok kretek filter, rokok kretek tanpa filter dan rokok putih. Selama periode tahun

1987 - 2008, pola konsumsi rokok kretek baik filter, tanpa filter maupun rokok putih

cenderung meningkat dengan rata-rata pertumbuhan masing-masing sebesar 1,97%,

1,21% dan 1,08%. Pada tahun 2008, konsumsi rokok kretek filter sebanyak 316

Page 150: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

130 Pusat Data dan Informasi Pertanian

130

batang per kapita, rokok kretek tanpa filter sebanyak 182 batang per kapita, dan

rokok putih sebanyak 39 batang per kapita (Gambar 6.8).

6.4. PERKEMBANGAN EKSPOR-IMPOR TEMBAKAU PRIMER DAN MANUFAKTUR INDONESIA

Perkembangan volume ekspor dan impor tembakau primer selama periode

tahun 1996 - 2009 relatif berfluktuatif namun cenderung meningkat masing-masing

sebesar 4,29% dan 6,33% per tahun. (Gambar 6.9.). Peningkatan volume ekspor

tembakau primer pada tahun 2009 sebesar 3,73%. Total volume ekspor pada tahun

1996 sebesar 33,24 ribu ton dan pada tahun 2009 meningkat menjadi sebesar 52,14

ribu ton. Sedangkan total volume impor pada tahun 1996 sebesar 45,06 ribu ton dan

pada tahun 2009 meningkat menjadi sebesar 53,20 ribu ton. Secara umum, realisasi

ekspor tembakau primer pada periode tahun 2000 - 2009 berada di atas realisasi

impornya, yang berarti neraca perdagangan internasional tembakau mengalami

surplus.

Gambar 6.9. Perkembangan volume dan harga ekspor – impor tembakau primer,

1996-2009

Demikian pula, perkembangan harga ekspor maupun impor dari periode tahun

1996 - 2009 juga berfluktuatif namun mempunyai kecenderungan meningkat masing-

masing dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 3,81% dan 6,28%. Namun

Page 151: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 131

demikian, pada periode tertentu terjadi peningkatan volume baik ekspor maupun

impor yang tidak dibarengi dengan peningkatan harga ekspor maupun impornya

(Lampiran 6.6.). Dilihat dari harga ekspor dan impor terlihat bahwa pada periode 1996 - 2009,

harga ekspor tembakau Indonesia jauh dibawah harga impor tembakau luar negeri.

Pada tahun 2009, harga ekspor tembakau primer Indonesia mencapai US$ 3.385 per

ton, sementara harga impornya mencapai US$ 5.455 per ton. Hal ini menunjukkan

bahwa kualitas tembakau primer di Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan

kualitas tembakau primer yang ada di luar negeri.

Perkembangan volume ekspor dan impor tembakau manufaktur selama

periode tahun 1996-2009 juga relatif berfluktuatif dan cenderung mengalami

peningkatan untuk volume ekspor dan impor dengan rata-rata sebesar 6,72%, dan

16,67% (Gambar 6.10.). Total volume ekspor pada tahun 1996 sebesar 28,94 ribu

ton dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 57,97 ribu ton. Sedangkan total volume

impor pada tahun 1996 sebesar 4,58 ribu ton pada tahun 2009 juga mengalami

peningkatan menjadi 10,49 ribu ton.

Secara umum, realisasi ekspor tembakau manufaktur (cerutu, sigaret,

tembakau iris, blended tobacco, tembakau dihomogenisasi, ekstrak dan essens

tembakau) juga berada diatas realisasi impornya, atau mengalami surplus neraca

perdagangan.

Gambar 6.10. Perkembangan volume dan harga ekspor - impor tembakau

manufaktur 1996-2009

Page 152: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

132 Pusat Data dan Informasi Pertanian

132

Demikian pula, harga impor tembakau manufaktur Indonesia pada periode

tahun 1996-2009 lebih tinggi dibandingkan dengan harga ekspornya. Hal ini

menunjukkan pula bahwa kualitas tembakau manufaktur dari luar negeri yang masuk

ke Indonesia lebih bagus dibandingkan dengan kualitas tembakau manufaktur

Indonesia yang diekspor ke luar negeri.

6.5. PERKEMBANGAN LUAS AREAL DAN PRODUKSI TEMBAKAU DUNIA

Perkembangan luas areal tembakau dunia selama periode tahun 1961-2008

menunjukkan pola yang cukup berfluktuatif tetapi cenderung sedikit mengalami

peningkatan (Gambar 6.11.), dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 1,07% per

tahun. Sementara, rata-rata pertumbuhan tahun 1961-1995 meningkat sebesar

1,47% per tahun, dan selanjutnya mengalami peningkatan sangat kecil rata-rata

pertumbuhan per tahun untuk periode 1996-2008 hanya sebesar 0,01% per tahun

(Lampiran 6.8.).

Gambar 6.11. Perkembangan luas areal tembakau dunia, 1961-2008

Sementara itu, berdasarkan data rata-rata luas areal tembakau dunia periode

tahun 2004 - 2008, terdapat sepuluh negara yang memberikan kontribusi luas areal

terbesar di dunia (Lampiran 6.9). Sepuluh negara tersebut secara total memberikan

kontribusi kumulatif mendekati 85,71% terhadap total luas areal tembakau di dunia.

China memberikan kontribusi terbesar yaitu sebesar 40,70% (atau 1,28 juta ha),

Page 153: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 133

Brazil sebesar 14,84%, India sebesar 11,72%, dan Indonesia berada di urutan ke-4

dengan memberikan kontribusi sebesar 6,09%, sementara Melawi dan Argentina

masing-masing memberikan kontribusi sebesar 4,40% dan 2,72%. Sedangkan negara-

negara lainnya memberikan kontribusi rata-rata dibawah 2% (Gambar 6.12.).

Gambar 6.12. Negara dengan luas areal tembakau terbesar di dunia,

2004 – 2008

Sejalan dengan perkembangan luas areal tembakau dunia, perkembangan

produksi tembakau dunia juga menunjukkan pola yang berfluktuatif dan cenderung

meningkat selama periode tahun 1961-2008 (Gambar 6.13.). Rata-rata pertumbuhan

produksi untuk periode tahun tersebut adalah sebesar 2,92% per tahun. Rata-rata

pertumbuhan produksi tembakau dunia cukup besar terjadi pada periode tahun 1961

- 1995 yakni sebesar 3,16% per tahun, dan selanjutnya mengalami pertumbuhan

rata-rata per tahun yang melandai untuk periode 1996 - 2008 yakni sebesar 2,29%

per tahun (Lampiran 6.8.).

Page 154: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

134 Pusat Data dan Informasi Pertanian

134

Gambar 6.13. Perkembangan produksi tembakau dunia, 1961-2008

Secara umum produksi tembakau dunia pada periode tahun 2004 - 2008

didominasi oleh sepuluh negara yang memberikan kontribusi kumulatif sebesar

86,61% terhadap total produksi tembakau dunia (Lampiran 6.10.). Negara yang

memberikan kontribusi terbesar yaitu China sebesar 46,89% (atau setara dengan 2,6

juta ton), Brazil sebesar 16,03%, India sebesar 9,65%, dan Indonesia di urutan ke-4

dengan kontribusi sebesar 2,87%. Sementara Argentina dan Melawi masing-masing

memberikan kontribusi sebesar 2,82% dan 2,15%. Sedangkan negara-negara lainnya

hanya memberikan kontribusi dibawah 2% (Gambar 6.14.).

Gambar 6.14. Sepuluh negara produsen tembakau dunia, 2004 - 2008

Page 155: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 135

6.6. PERKEMBANGAN HARGA PRODUSEN TEMBAKAU DUNIA

Berdasarkan data FAO, selama periode tahun 1991-2007 menunjukkan bahwa

rata-rata harga produsen tembakau di dunia cukup berfluktuatif dengan pola yang

cenderung meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 1,55%. Pada periode tahun

1991-2002 laju pertumbuhan harga rata-rata tembakau dunia mengalami penurunan

sebesar 1,39%, namun kemudian meningkat pesat pada periode selanjutnya (2003-

2007) hingga mencapai 8,04% (Gambar 6.15.).

Gambar 6.15. Perkembangan rata-rata harga produsen tembakau dunia,

1991-2007

6.7. PERKEMBANGAN EKSPOR - IMPOR TEMBAKAU DUNIA

Perkembangan volume ekspor dan impor tembakau di dunia periode 1961 -

2007 tampak berfluktuatif namun cenderung meningkat dengan rata-rata

pertumbuhan masing-masing sebesar 6,69% per tahun dan 5,52% per tahun (Gambar

6.16.). Dari Gambar 6.16, terlihat bahwa realisasi impor dunia lebih rendah

dibandingkan dengan realisasi ekspor dunia. Hal ini menunjukkan bahwa lebih

banyak negara-negara yang tidak bisa memenuhi kebutuhan tembakaunya dari

produksi domestiknya. Pada tahun 1961, realisasi ekspor dan impor dunia masing-

masing mencapai 376 ribu ton dan 401 ribu ton, kemudian meningkat menjadi

Page 156: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

136 Pusat Data dan Informasi Pertanian

136

masing-masing sebesar 5,79 juta ton dan 3,97 juta ton pada tahun 2007. Pola

perkembangan nilai ekspor dan impor tembakau seiring dengan pola perkembangan

volume ekspor dan impornya.

Gambar 6.16. Perkembangan volume ekspor dan impor tembakau dunia, 1961-2007

Gambar 6.17. Negara pengekspor tembakau terbesar dunia, (rata-rata 2003-2007)

Sementara itu, apabila dilihat dari realisasi ekspor per negara menunjukkan

bahwa Brazil merupakan negara pengekspor tembakau terbesar di dunia sebesar

1,60 juta ton (rata-rata 2003 - 2007). Negara selanjutnya adalah Melawai, Greece

dan Germany masing-masing dengan realisasi ekspor sebesar 344 ribu ton, 313 ribu

ton dan 309 ribu ton. Sementara, realisasi ekspor tembakau negara selanjutnya

Page 157: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 137

yakni China, Italy, India, Belgium, Argentina dan France hanya berkisar antara 193

ribu ton hingga 283 ribu ton (Gambar 6.17).

Dari sisi impor, terlihat bahwa Germany menempati urutan pertama sebagai

negara pengimpor tembakau terbesar di dunia dengan realisasi sebesar 991 ribu ton

(rata-rata 2003 - 2007). Disusul kemudian oleh China, Japan, Belgium dan France

masing-masing sebesar 379 ribu ton, 323 ribu ton, 286 ribu ton dan 209 ribu ton.

Negara-negara berikutnya yakni Egypt, Indonesia, Greece, Dominican R dan Italy

mempunyai realisasi impor berkisar antara 93 hingga 163 ribu ton (Gambar 6.18).

Gambar 6.18. Negara pengimpor tembakau terbesar dunia, (rata-rata 2003-2007)

6.8. PROYEKSI PENAWARAN TEMBAKAU 2010-2012

Proyeksi penawaran tembakau didasarkan pada proyeksi produksi tembakau.

Proyeksi produksi tembakau dapat dipengaruhi oleh banyak peubah. Berdasarkan

hasil analisis fungsi respons produksi tembakau dengan menggunakan metode

analisis regresi berganda menunjukkan bahwa produksi tembakau dipengaruhi dua

peubah, yaitu luas area tembakau dan harga ekspor tembakau tahun sebelumnya.

Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh koefisien determinasi (R2)

sebesar 80,0%. Hal ini berarti 80,0% keragaman pada produksi tembakau dapat

Page 158: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

138 Pusat Data dan Informasi Pertanian

138

dijelaskan oleh peubah-peubah yang digunakan dalam model, dan hanya sebesar

20,0% dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya (Tabel 6.3).

Tabel 6.3. Hasil analisis fungsi respon produksi tembakau di Indonesia

Peubah Koefisien P Value

Intersep -1,22 0,454

Ln luas area 0,959 0,000

Ln harga riil TSP sebelumnya 0,151 0,000

R2 80,0%

Koefisien dari luas area 0,959 menunjukkan bahwa jika luas area naik (turun)

sebesar 10% maka produksi tembakau akan naik (turun) sebesar 9,59%. Begitu juga

pula dengan koefisien harga ekspor riil tembakau menunjukkan hasil yang positif

sebesar 0,151, artinya bahwa apabila harga ekspor tembakau tahun sebelumnya naik

sebesar 10% akan merangsang petani untuk mengusahakan tanaman tembakau

sehingga akan meningkatkan produksi tembakau sebesar 1,51%.

Tabel 6.4. Hasil proyeksi produksi tembakau Indonesia, 2010-2012

Tahun Produksi (Ton) Pertumbuhan (%)

2009 176.937

2010 174.424 -1,42

2011 177.634 1,84

2012 180.839 1,80

Rata-rata pertumbuhan 0,74

Keterangan: Tahun 2009: Angka Sementara Ditjen Perkebunan Tahun 2010 – 2012 Angka hasil proyeksi

Page 159: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 139

Hasil proyeksi produksi tembakau 2010 - 2012 yang disajikan pada Tabel 6.4.

menunjukkan bahwa pada tahun 2010, produksi tembakau Indonesia diproyeksikan

sebesar 174,42 ribu ton atau turun sebesar 1,42% dari produksi tahun sebelumnya.

Sedangkan pada tahun 2011 dan 2012, produksi tembakau Indonesia diproyeksikan

akan mengalami peningkatan masing-masing sebesar 1,84% dan 1,80%.

6.9. PROYEKSI PERMINTAAN TEMBAKAU 2010-2012

Secara umum, produksi tembakau segar Indonesia lebih terserap untuk

industri rokok dalam negeri. Hal ini bisa dilihat dari kenyataan bahwa konsumsi

tembakau segar Indonesia sangat kecil yakni hanya sebesar 0,74 kg per kapita pada

tahun 2009. Kemudian, berdasarkan atas proporsi output tembakau segar yang

dialokasikan untuk industri rokok menurut Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2005

(BPS) adalah sebesar 75%. Sementara sisanya yakni sebesar 25% digunakan untuk

ekspor dan konsumsi domestik. Berdasarkan kenyataan tersebut diatas, maka

proyeksi permintaan tembakau Indonesia lebih diarahkan untuk kebutuhan industri

rokok dalam negeri. Dengan asumsi bahwa kebutuhan tembakau segar untuk industri

rokok dalam negeri belum mengalami perubahan dari kondisi tahun 2005 maka,

proyeksi permintaan tembakau segar Indonesia tahun 2010-2012 seperti tersaji pada

tabel di bawah ini:

Page 160: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

140 Pusat Data dan Informasi Pertanian

140

Tabel 6.5. Hasil proyeksi permintaan untuk industri tembakau Indonesia, 2010-2012

Tahun Permintaan (Ton) Pertumbuhan (%)

2009 132.703

2010 130.818 -1,42

2011 133.226 1,84

2012 135.629 1,80

Rata-rata pertumbuhan 0,74

Keterangan: Tahun 2009: Angka Sementara Ditjen Perkebunan Tahun 2010 – 2012 Angka hasil proyeksi

6.10. PROYEKSI SURPLUS/DEFISIT TEMBAKAU 2010-2012

Selama periode tahun 2010-2012 diproyeksikan akan terus terjadi surplus

produksi tembakau primer Indonesia dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 1,82%.

Surplus tembakau primer inilah yang dialokasikan untuk ekspor dan konsumsi

domestik, selain yang berasal dari impornya.

Tabel 6.6. Proyeksi Surplus/Defisit Tembakau Indonesia, 2010 – 2012

No Tahun Penawaran (Ton)

Permintaan (Ton)

Surplus/Defisit (Ton)

1 2010 174.424 130.818 43.606

2 2011 177.634 133.226 44.409

3 2012 180.839 135.629 45.210

Rata-rata pertumbuhan (%)

0,74 0,74 1,82

Page 161: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 141

Lampiran 6.1. Perkembangan luas areal tembakau Indonesia menurut status pengusahaan, 1971-2009

1971 122.010 12.605 597 135.212 1972 161.501 32,37 13.863 9,98 146 -75,54 175.510 29,801973 162.782 0,79 12.713 -8,30 228 56,16 175.723 0,121974 158.965 -2,34 13.673 7,55 2.408 956,14 175.046 -0,391975 182.551 14,84 14.074 2,93 2.032 -15,61 198.657 13,491976 184.526 1,08 12.677 -9,93 1.405 -30,86 198.608 -0,021977 173.643 -5,90 12.155 -4,12 2.572 83,06 188.370 -5,151978 164.035 -5,53 8.775 -27,81 2.747 6,80 175.557 -6,801979 193.707 18,09 11.984 36,57 2.777 1,09 208.468 18,751980 127.103 -34,38 12.822 6,99 1.300 -53,19 141.225 -32,261981 189.898 49,40 13.403 4,53 725 -44,23 204.026 44,471982 193.806 2,06 15.495 15,61 725 0,00 210.026 2,941983 194.927 0,58 5.632 -63,65 735 1,38 201.294 -4,161984 150.974 -22,55 5.632 0,00 - 0,00 156.606 -22,201985 282.051 86,82 6.067 7,72 - 0,00 288.118 83,981986 193.583 -31,37 5.259 -13,32 - 0,00 198.842 -30,991987 207.658 7,27 3.774 -28,24 - 0,00 211.432 6,331988 181.420 -12,64 5.952 57,71 60 0,00 187.432 -11,351989 177.557 -2,13 6.177 3,78 60 0,00 183.794 -1,941990 231.284 30,26 4.582 -25,82 - 0,00 235.866 28,331991 210.844 -8,84 3.994 -12,83 - 0,00 214.838 -8,921992 162.685 -22,84 4.162 4,21 - 0,00 166.847 -22,341993 174.798 7,45 3.698 -11,15 - 0,00 178.496 6,981994 189.227 8,25 3.868 4,60 - 0,00 193.095 8,181995 217.469 14,92 3.475 -10,16 - 0,00 220.944 14,421996 222.025 2,10 3.450 -0,72 - 0,00 225.475 2,051997 245.327 10,50 3.550 2,90 - 0,00 248.877 10,381998 161.550 -34,15 3.937 10,90 - 0,00 165.487 -33,511999 163.278 1,07 3.993 1,42 - 0,00 167.271 1,082000 236.000 44,54 3.737 -6,41 - 0,00 239.737 43,322001 256.652 8,75 4.086 9,34 - 0,00 260.738 8,762002 251.994 -1,81 4.087 0,02 - 0,00 256.081 -1,792003 253.484 0,59 3.317 -18,84 - 0,00 256.801 0,282004 197.631 -22,03 3.342 0,75 - 0,00 200.973 -21,742005 193.378 -2,15 4.834 44,64 - 0,00 198.212 -1,372006 167.088 -13,60 5.146 6,45 - 0,00 172.234 -13,112007 192.237 15,05 5.817 13,04 - 0,00 198.054 14,992008 192.062 -0,09 4.565 -21,52 - 0,00 196.627 -0,72

2009*) 197.906 3,04 4.547 -0,39 - 0,00 202.453 2,96Rata-rata pertumbuhan1971 - 20091971 - 19971998 - 2009

3,23

P B N P B S NasionalPertumb.

(%)

Tahun

-0,30 23,29

Pertumb. (%)

Pertumb. (%)

Pertumb. (%)

LUAS AREAL (Ha)

3,62

PR

Sumber: Ditjen PerkebunanKeterangan : *) Angka Sementara

5,323,28 0,00 -0,07-0,07

-1,96 34,05 4,76

Page 162: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

142 Pusat Data dan Informasi Pertanian

142

Lampiran 6.2. Perkembangan produksi tembakau Indonesia menurut status pengusahaan, 1971-2009

1971 48.333 8.662 357 57.352 1972 115.997 140,00 9.742 12,47 819 129,41 126.558 120,671973 66.156 -42,97 10.112 3,80 239 -70,82 76.507 -39,551974 69.075 4,41 7.995 -20,94 1.041 335,56 78.071 2,041975 86.297 24,93 8.080 1,06 1.288 23,73 95.665 22,541976 77.880 -9,75 10.716 32,62 1.202 -6,68 89.798 -6,131977 72.568 -6,82 10.241 -4,43 1.693 40,85 84.502 -5,901978 67.826 -6,53 13.175 28,65 1.465 -13,47 82.466 -2,411979 105.034 54,86 13.755 4,40 1.510 3,07 120.299 45,881980 69.438 -33,89 15.161 10,22 888 -41,19 85.487 -28,941981 99.838 43,78 9.313 -38,57 495 -44,26 109.646 28,261982 96.945 -2,90 9.362 0,53 495 0,00 106.802 -2,591983 100.340 3,50 8.643 -7,68 501 1,21 109.484 2,511984 103.586 3,24 4.239 -50,95 - 0,00 107.825 -1,521985 155.576 50,19 5.189 22,41 - 0,00 160.765 49,101986 96.328 -38,08 4.907 -5,43 - 0,00 101.235 -37,031987 109.742 13,93 2.949 -39,90 - 0,00 112.691 11,321988 112.625 2,63 4.247 44,01 45 0,00 116.917 3,751989 76.765 -31,84 4.169 -1,84 45 0,00 80.979 -30,741990 152.768 99,01 3.664 -12,11 - 0,00 156.432 93,181991 137.039 -10,30 3.244 -11,46 - 0,00 140.283 -10,321992 109.566 -20,05 2.089 -35,60 - 0,00 111.655 -20,411993 118.936 8,55 2.434 16,52 - 0,00 121.370 8,701994 127.730 7,39 2.404 -1,23 - 0,00 130.134 7,221995 137.078 7,32 3.091 28,58 - 0,00 140.169 7,711996 148.435 8,29 2.590 -16,21 - 0,00 151.025 7,741997 206.322 39,00 3.304 27,57 - 0,00 209.626 38,801998 102.174 -50,48 3.406 3,09 - 0,00 105.580 -49,631999 132.174 29,36 3.210 -5,75 - 0,00 135.384 28,232000 201.305 52,30 3.024 -5,79 - 0,00 204.329 50,932001 196.365 -2,45 2.738 -9,46 - 0,00 199.103 -2,562002 189.342 -3,58 2.740 0,07 - 0,00 192.082 -3,532003 198.363 4,76 2.512 -8,32 - 0,00 200.875 4,582004 162.429 -18,12 2.679 6,65 - 0,00 165.108 -17,812005 149.467 -7,98 4.003 49,42 - 0,00 153.470 -7,052006 142.045 -4,97 4.220 5,42 - 0,00 146.265 -4,692007 161.728 13,86 3.123 -26,00 - 0,00 164.851 12,712008 165.423 2,28 2.614 -16,30 - 0,00 168.037 1,93

2009*) 173.994 5,18 2.943 12,59 - 0,00 176.937 5,30

1971 - 20091971 - 19971998 - 2009 1,53

8,63 -0,21 9,41 7,43

Pertumb. (%)

PRODUKSI (Ton)Tahun

P B S NasionalPertumb.

(%)Pertumb.

(%)Pertumb.

(%)PR P B N

Sumber: Ditjen PerkebunanKeterangan : *) Angka Sementara

Rata-rata pertumbuhan

11,841,68

-0,520,47

13,750,00

10,15

Page 163: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 143

Lampiran 6.3. Perkembangan produksi tembakau di provinsi sentra di Indonesia, 2006 - 2009

2006 2007 2008 2009*)

1 Jawa timur 81,887 78,343 77,852 79,469 79,388 48.40 48.40

2 NTB 31,590 42,793 51,006 57,232 45,655 27.83 76.24

3 Jawa Tengah 18,440 29,679 25,329 25,418 24,717 15.07 91.30

4 Jawa Barat 5,749 6,396 6,769 6,772 6,422 3.92 95.22

5 Lainnya 8,599 7,640 7,081 8,046 7,842 4.78 100.00

Indonesia 146,265 164,851 168,037 176,937 164,023

Sumber: Ditjen Perkebunan

Keterangan : *) Angka Sementara

No Share (%)Share

kumulatif (%)

ProvinsiRata-rata

(Ton)

Produksi (Ton)

Page 164: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

144 Pusat Data dan Informasi Pertanian

144

Lampiran 6.4. Perkembangan harga konsumen pedesaan tembakau di Indonesia menurut provinsi, 2004 – 2008

2004 2005 2006 2007 2008

1 Nanggroe Aceh Darussalam 3,988.19 4,393.06 3,305.56 3,729.17 5,500.00 4,183.19 47.49

2 Sumatera Utara 5,961.11 6,025.00 6,500.00 7,750.00 3,292.00 5,905.62 -57.52

3 Sumatera Barat 5,250.00 5,010.42 4,555.56 4,833.33 5,271.00 4,984.06 9.06

4 Riau 5,000.00 3,715.28 4,666.67 7,041.67 3,938.00 4,872.32 -44.08

5 Sumatera Selatan 2,561.39 2,500.00 2,500.00 2,750.00 2,625.00 2,587.28 -4.55

6 Bengkulu 4,533.33 4,062.50 3,906.25 4,333.33 5,056.00 4,378.28 16.68

7 Lampung 2,500.00 2,445.37 2,700.00 2,764.58 3,000.00 2,681.99 8.52

8 Bangka Belitung - - - - 8,181.00 8,181.00 -

9 Riau Kepulauan - - - - 3,750.00 3,750.00 -

10 Jawa Barat 3,068.02 2,907.41 2,993.06 3,341.00 6,061.00 3,674.10 81.41

11 Jawa tengah 3,661.43 4,129.83 4,268.86 4,351.90 3,870.00 4,056.40 -11.07

12 DI Yogyakarta 3,067.50 3,125.52 3,311.46 3,441.67 3,500.00 3,289.23 1.69

13 Jawa Timur 3,459.69 3,885.44 4,152.33 4,391.14 4,430.00 4,063.72 0.88

14 Banten - - - - 2,500.00 2,500.00 -

15 Bali 3,625.00 4,250.00 6,000.00 4,750.00 4,490.00 4,623.00 -5.47

16 Nusa Tenggara Barat 3,434.72 4,050.00 4,906.25 5,312.50 2,558.00 4,052.29 -51.85

17 Nusa Tenggara Timur 1,041.67 1,000.00 2,000.00 3,000.00 2,818.00 1,971.93 -6.07

18 Kalimantan Barat 2,375.63 3,007.64 2,693.75 3,502.78 3,707.00 3,057.36 5.83

19 Kalimantan Tengah 2,322.22 2,000.00 2,000.00 2,909.72 5,000.00 2,846.39 71.84

20 Kalimantan Selatan 1,825.00 3,275.00 4,000.00 4,000.00 5,759.00 3,771.80 43.98

21 Kalimantan Timur 2,500.00 3,355.56 3,500.00 3,500.00 5,300.00 3,631.11 51.43

22 Sulawesi Utara 3,000.00 2,833.33 3,500.00 5,000.00 3,476.00 3,561.87 -30.48

23 Sulawesi Tengah 2,716.67 2,450.00 2,900.00 2,729.86 4,542.00 3,067.71 66.38

24 Sulawesi Selatan 1,500.00 1,513.89 1,812.71 2,184.03 6,750.00 2,752.13 209.06

25 Sulawesi Tenggara 2,022.26 2,275.00 2,332.64 2,797.78 4,500.00 2,785.54 60.84

26 Gorontalo - - - - 2,750.00 2,750.00 -

27 Sulawesi Barat - - - - 6,400.00 6,400.00 -

28 Maluku - - - - 4,396.00 4,396.00 -

29 Maluku Utara - - - - 3,488.00 3,488.00 -

30 Papua - - - - 4,892.00 4,892.00 -

31 Irian Jaya Barat - - - - 3,883.00 3,883.00 -

NASIONAL 3,155.17 3,282.28 3,568.41 4,018.84 4,376.87 3,680.32 8.91

Sumber : BPS

Harga konsumen pedesaan (Rp/ons)ProvinsiNo

Pertumbuhan (%)

2008 thd 2007

Rata-rata 2004-2008

Page 165: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 145

Lampiran 6.5. Perkembangan konsumsi tembakau dan rokok di Indonesia, 1987 – 2008

1987 0,47 138,32 124,80 56,16

1990 0,38 206,44 122,20 39,00

1993 0,32 241,28 117,52 33,28

1996 0,22 279,76 114,40 31,72

2002 0,25 307,74 194,12 38,01

2003 0,27 312,99 212,11 35,20

2004 0,31 284,13 199,89 35,15

2006 0,30 304,46 167,75 34,48

2007 0,33 287,87 171,03 34,27

2008 0,27 316,47 181,95 38,84

1987-2008 -2,19 1,97 1,21 1,08Sumber: Susenas, BPS

TahunTembakau (kg/kapita)

Rokok kretek filter (batang/kapita)

Rokok kretek tanpa filter (batang/kapita)

Rokok putih (batang/kapita)

Rata-rata pertumbuhan

Lampiran 6.6. Perkembangan ekspor - impor tembakau primer, 1996 – 2009

1996 33,240 85,623 45,060 134,153 2,576 2,977 1997 42,281 104,743 47,108 157,767 2,477 3,349 1998 46,960 147,552 23,219 108,464 3,142 4,671 1999 37,096 91,833 40,914 128,021 2,476 3,129 2000 35,957 71,287 34,248 114,834 1,983 3,353 2001 43,030 91,404 44,346 139,608 2,124 3,148 2002 42,686 76,684 33,289 105,953 1,796 3,183 2003 40,639 62,874 29,579 95,190 1,547 3,218 2004 46,462 90,618 35,171 120,854 1,950 3,436 2005 49,712 107,282 42,031 142,206 2,158 3,383 2006 51,997 102,549 48,287 150,225 1,972 3,111 2007 45,880 120,270 61,687 217,210 2,621 3,521 2008 50,268 133,196 77,302 330,511 2,650 4,276 2009 52,141 176,491 53,198 290,171 3,385 5,455

1996-2009 4.29 8.91 6.33 8.94 3.81 6.28Sumber: BPS diolah Pusdatin

Keterangan: termasuk dalam tembakau primer adalah tembakau bertangkai/bertulang daun

Ekspor (US$/ton)

Tahun Nilai (000 US$)

Volume (Ton)

Volume (Ton)

Nilai (000 US$)

Ekspor Impor Harga

Impor (US$/ton)

Rata-rata pertumbuhan

Page 166: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

146 Pusat Data dan Informasi Pertanian

146

Lampiran 6.7. Perkembangan ekspor - impor tembakau manufaktur, 1996 – 2009

1996 28,942 135,248 4,583 47,034 4,673 10,262 1997 30,362 94,104 4,863 48,120 3,099 9,895 1998 25,246 106,781 2,582 83,337 4,230 32,276 1999 25,309 120,197 7,839 45,466 4,749 5,800 2000 24,703 149,690 8,442 48,660 6,060 5,764 2001 33,367 183,513 11,864 80,527 5,500 6,788 2002 30,808 167,417 13,854 92,830 5,434 6,701 2003 25,969 146,997 8,816 58,031 5,660 6,582 2004 33,693 166,622 7,459 47,956 4,945 6,429 2005 41,892 216,456 6,298 37,869 5,167 6,013 2006 44,854 237,211 6,551 40,747 5,289 6,220 2007 50,112 304,450 8,180 50,583 6,075 6,184 2008 61,350 375,609 10,088 71,405 6,122 7,078 2009 57,966 419,271 10,490 75,599 7,233 7,207

1996-2009 6.72 10.61 16.67 9.29 4.95 12.69Sumber: BPS diolah Pusdatin

Keterangan: termasuk dalam tembakau manufaktur: cerutu dan sigaret, tembakau iris,

blended tobacco, tembakau dihomogenisasi, ekstrak dan essens tembakau.

Ekspor (US$/ton)

Impor (US$/ton)

Volume (Ton)

Nilai (000 US$)

Volume (Ton)

Nilai (000 US$)

Rata-rata pertumbuhan

TahunEkspor Impor Harga

Page 167: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 147

Lampiran 6.8. Perkembangan produksi dan luas areal tembakau dunia, 1961-2008

Tahun Produksi (Ton) Pertumbuhan (%) Luas Area (Ha) Pertumbuhan(%)

1961 1,981,281 2,184,509 1962 2,235,735 12.84 2,311,041 5.791963 2,434,411 8.89 2,552,654 10.451964 2,622,387 7.72 2,456,897 -3.751965 2,660,101 1.44 2,471,539 0.601966 2,812,079 5.71 2,481,092 0.391967 3,019,069 7.36 2,546,413 2.631968 3,020,999 0.06 2,464,379 -3.221969 2,901,027 -3.97 2,496,107 1.291970 2,865,643 -1.22 2,388,652 -4.301971 2,886,045 0.71 2,369,799 -0.791972 3,152,840 9.24 2,508,610 5.861973 3,173,743 0.66 2,485,083 -0.941974 3,350,277 5.56 2,535,567 2.031975 3,352,588 0.07 2,625,117 3.531976 3,437,516 2.53 2,783,199 6.021977 3,562,742 3.64 2,932,245 5.361978 3,911,308 9.78 3,061,922 4.421979 3,616,487 -7.54 2,810,073 -8.231980 3,396,559 -6.08 2,568,475 -8.601981 4,038,796 18.91 2,869,107 11.701982 4,871,421 20.62 3,262,181 13.701983 4,057,380 -16.71 2,977,397 -8.731984 4,489,644 10.65 2,962,386 -0.501985 5,113,179 13.89 3,510,598 18.511986 4,217,850 -17.51 3,160,644 -9.971987 4,474,049 6.07 3,128,828 -1.011988 5,140,728 14.90 3,406,045 8.861989 5,328,504 3.65 3,668,881 7.721990 5,233,328 -1.79 3,494,151 -4.761991 5,650,082 7.96 3,710,156 6.181992 6,452,274 14.20 4,139,204 11.561993 6,531,533 1.23 4,145,339 0.15 1994 4,949,142 -24.23 3,310,696 -20.131995 4,863,176 -1.74 3,252,844 -1.751996 5,848,897 20.27 3,706,280 13.941997 7,177,721 22.72 4,317,674 16.501998 5,202,067 -27.52 3,425,101 -20.671999 5,423,725 4.26 3,345,691 -2.322000 5,303,991 -2.21 3,316,652 -0.872001 4,883,566 -7.93 3,082,922 -7.052002 5,274,090 8.00 3,164,410 2.642003 4,962,567 -5.91 3,091,918 -2.292004 5,428,217 9.38 3,155,162 2.052005 5,696,201 4.94 3,311,051 4.942006 5,684,785 -0.20 3,253,093 -1.752007 5,226,170 -8.07 2,980,573 -8.382008 5,853,587 12.01 3,081,833 3.40

2.92 1.073.16 1.472.29 0.01

Rata-rata Laju Pertumbuhan

Sumber: FAO

1961-20081961-19951996-2008

Page 168: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

148 Pusat Data dan Informasi Pertanian

148

Lampiran 6.9. Negara dengan luas areal tembakau terbesar dunia, 2004 - 2008

Share

2004 2005 2006 2007 2008 (%)

1 China 1,267,796 1,364,312 1,375,877 1,164,503 1,250,703 1,284,638 40.70 40.70

2 Brazil 462,265 493,761 495,706 459,481 431,378 468,518 14.84 55.54

3 India 369,700 366,500 372,800 370,000 370,000 369,800 11.72 67.26

4 Indonesia 200,973 198,212 168,692 194,517 199,031 192,285 6.09 73.35

5 Malawi 136,012 141,527 136,527 118,551 161,626 138,849 4.40 77.75

6 Argentina 66,000 90,000 90,000 92,000 92,000 86,000 2.72 80.48

7 Pakistan 45,600 50,500 56,360 50,861 51,398 50,944 1.61 82.09

8 Korea, D.P.Rep. of 45,000 46,000 46,000 45,000 45,000 45,400 1.44 83.53

9 Italy 33,760 34,372 36,000 35,000 35,000 34,826 1.10 84.63

10 Bulgaria 47,149 40,869 27,369 29,900 25,276 34,113 1.08 85.71

11 Lainnya 480,907 484,998 447,762 420,760 420,421 450,970 14.29 100.00

DUNIA 3,155,162 3,311,051 3,253,093 2,980,573 3,081,833 3,156,342 100.00

Sumber : FAO

Luas areal (Ha)NegaraNo Rata-rata

Share kumulatif

(%)

Lampiran 6.10. Negara produsen tembakau terbesar dunia, 2004 - 2008

Share

2004 2005 2006 2007 2008 (%)

1 China 2,411,490 2,685,743 2,746,193 2,397,152 2,836,725 2,615,461 46.89 46.89

2 Brazil 921,281 889,426 900,381 908,679 850,421 894,038 16.03 62.92

3 India 549,900 549,100 552,200 520,000 520,000 538,240 9.65 72.57

4 Indonesia 165,108 153,470 146,265 164,851 169,668 159,872 2.87 75.44

5 Argentina 118,000 163,528 165,000 170,000 170,000 157,306 2.82 78.26

6 Malawi 106,187 93,598 121,600 118,000 160,238 119,925 2.15 80.41

7 Italy 117,882 115,983 110,000 100,000 100,000 108,773 1.95 82.36

8 Pakistan 86,200 100,500 112,592 103,240 107,765 102,059 1.83 84.19

9 Greece 133,937 125,904 37,386 30,783 28,000 71,202 1.28 85.46

10 Korea, D.P.Rep.of 64,000 65,400 65,000 63,000 63,000 64,080 1.15 86.61

11 Lainnya 754,232 753,549 728,168 650,465 847,770 746,837 13.39 100.00

DUNIA 5,428,217 5,696,201 5,684,785 5,226,170 5,853,587 5,577,792 100.00

Sumber : FAO

No NegaraProduksi (Ton)

Rata-rataShare

kumulatif (%)

Page 169: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 149

Lampiran 6.11. Negara dengan harga produsen tembakau terbesar dunia, 2003 – 2007

2003 2004 2005 2006 2007

1 Japan 15,664 16,915 17,400 16,617 16,439 16,607

2 Switzerland 11,204 12,148 12,029 11,746 12,249 11,875

3 Sri Lanka 6,028 6,521 7,586 10,530 11,234 8,380

4 Puerto Rico 8,185 8,696 7,319 8,873 8,510 8,317

5 Nigeria 5,712 6,893 8,571 9,517 10,848 8,308

6 Bhutan 5,214 6,984 8,081 8,243 10,351 7,774

7 Korea, Republic of 5,824 6,067 6,982 8,145 8,365 7,076

8 Lebanon 6,570 6,790 6,891 7,309 7,325 6,977

9 Trinidad and Tobago 5,718 5,465 5,624 6,076 6,351 5,847

10 Syrian Arab Republic - - - 5,533 6,012 2,309

Sumber : FAO

No NegaraHarga produsen (US$/ton)

Rata-rata

Page 170: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

150 Pusat Data dan Informasi Pertanian

150

Lampiran 6.12. Perkembangan ekspor - impor tembakau dunia, 1961-2007

1961 376 400,737 401 355,828 1962 368 392,616 497 409,713 -2.17 23.921963 454 441,358 507 396,202 23.22 2.071964 477 493,101 544 421,711 5.19 7.321965 455 453,442 556 417,557 -4.68 2.201966 433 430,368 605 449,066 -4.90 8.681967 494 474,903 648 485,131 14.12 7.241968 480 453,015 579 442,005 -2.72 -10.681969 512 483,721 668 495,770 6.51 15.321970 500 471,316 600 435,810 -2.27 -10.171971 543 504,109 706 497,909 8.66 17.631972 654 588,418 813 542,936 20.41 15.171973 740 608,230 910 556,235 13.19 12.011974 1,036 726,255 1,010 561,857 39.92 10.961975 1,142 679,878 1,340 606,483 10.19 32.691976 1,205 697,544 1,471 608,552 5.52 9.751977 1,310 690,943 1,571 596,046 8.72 6.791978 1,536 740,307 1,971 656,553 17.28 25.461979 1,662 761,135 1,951 629,642 8.18 -1.011980 1,647 722,869 2,074 647,206 -0.89 6.311981 1,830 794,023 2,114 687,371 11.09 1.931982 2,019 806,568 2,332 677,015 10.32 10.301983 1,844 782,515 2,319 663,536 -8.63 -0.571984 1,816 833,814 2,282 647,324 -1.54 -1.591985 1,662 803,166 2,391 663,545 -8.50 4.801986 1,798 794,938 2,577 661,047 8.19 7.741987 1,906 821,022 2,687 689,068 5.98 4.271988 1,941 825,181 2,342 646,850 1.86 -12.821989 1,885 834,940 2,534 705,316 -2.86 8.171990 2,236 911,476 2,609 710,720 18.57 2.961991 2,699 964,392 2,861 742,490 20.73 9.671992 2,838 1,025,521 3,311 796,639 5.15 15.721993 2,488 1,104,820 2,836 732,582 -12.34 -14.341994 2,246 1,016,087 3,049 796,591 -9.72 7.521995 2,563 1,059,123 3,024 782,977 14.09 -0.821996 3,316 1,208,970 3,080 808,272 29.40 1.821997 3,590 1,265,277 3,239 811,018 8.27 5.181998 3,278 1,214,349 3,156 775,637 -8.71 -2.571999 3,288 1,315,805 3,093 783,119 0.31 -2.002000 2,906 1,247,195 3,173 864,222 -11.62 2.622001 2,944 1,420,054 3,117 880,864 1.29 -1.792002 3,115 1,496,834 3,313 901,764 5.81 6.302003 3,506 1,514,401 3,412 892,105 12.58 2.992004 4,301 1,724,747 3,855 1,033,278 22.67 12.962005 4,682 1,774,814 3,490 972,032 8.86 -9.472006 4,924 1,771,757 3,645 1,010,205 5.16 4.452007 5,793 1,921,937 3,969 1,035,999 17.65 8.89

Rata-rata laju pertumbuhan (%)1961-2007 6.69 3.69 5.52 2.55 6.69 5.52 1961-1997 7.04 3.47 6.43 2.51 7.04 6.431998-2007 5.40 4.47 2.24 2.66 5.40 2.24

Nilai (000 US$)

Tahun

Sumber : FAO

Ekspor Impor Pertumbuhan (%)

Volume ekspor

Volume impor

Volume (000 ton)

Nilai (000 US$)

Volume (000 ton)

Page 171: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 151

BAB VII. NILAM

Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan salah satu tanaman

penghasil minyak atsiri yang cukup penting, yaitu minyak nilam atau lebih

dikenal dengan nama patchouly oil. Minyak nilam bersama dengan 14 jenis

minyak atsiri lainnya adalah komoditas ekspor penghasil devisa. Minyak nilam

Indonesia sudah dikenal dunia sejak 65 tahun yang lalu, bahkan Indonesia

merupakan pemasok utama minyak nilam dunia (90%). Ekspor nilam Indonesia

berfluktuasi dengan laju peningkatan ekspor sekitar 12% per tahun atau berkisar

antara 700 ton - 2.800 ton minyak nilam per tahun. Sementara itu kebutuhan

dunia berkisar 1.200 ton – 1.500 ton dengan pertumbuhan sebesar 5% per tahun.

Sebagai komoditas ekspor, minyak nilam mempunyai prospek yang cukup

baik, karena permintaan akan minyak nilam sebagai bahan baku industri parfum,

kosmetik, sabun dan lainnya akan terus meningkat. Fungsi minyak nilam dalam

industri parfum adalah untuk memfiksasi bahan pewangi dan mencegah

penguapan sehingga wangi tidak cepat hilang, serta membentuk bau yang khas

dalam suatu campuran (Ketaren dalam Emmyzar dan Yulius, 2004). Hal ini

menyebabkan minyak nilam mutlak diperlukan dalam industri parfum.

Berikut ini akan disajikan perkembangan komoditas nilam di Indonesia serta

prospeknya dalam memenuhi kebutuhan domestik maupun kebutuhan pasar luar

negeri di masa mendatang.

7.1. PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS NILAM DI INDONESIA

Perkembangan luas areal perkebunan nilam di Indonesia pada periode

tahun 1989-2008 menunjukkan kecenderungan meningkat dengan pola

perkembangan yang serupa dengan pola perkembangan luas areal perkebunan

nilam rakyat (Gambar 7.1). Hal ini disebabkan luas areal nilam di Indonesia

didominasi oleh perkebunan rakyat (PR). Pada periode tersebut pertumbuhan

Page 172: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

152 Pusat Data dan Informasi Pertanian

luas areal nilam Indonesia rata-rata mencapai 10,76% per tahun. Krisis moneter

yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997-1998 ternyata berdampak positif pada

perkembangan luas areal nilam, mengingat minyak nilam merupakan komoditas

ekspor. Jika sebelum tahun 1997 terjadi peningkatan luas nilam sebesar 7,70%

per tahun, maka tahun 1998-2008 luas areal nilam meningkat pesat dengan rata-

rata peningkatan sebesar 12,98% (Tabel 7.1). Bahkan pada tahun 2002 terjadi

peningkatan luas areal nilam hingga mencapai 139,79% dibandingkan tahun

sebelumnya.

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

1989

1990

1991

1992

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

*)

(Ha)

PR PBS Indonesia

Gambar 7.1. Perkembangan luas areal nilam di Indonesia, 1989-2008

Berdasarkan status pengusahaannya, nilam hanya diusahakan oleh PR dan

perkebunan besar swasta (PBS), namun setelah tahun 1998 pengusahaan nilam

sepenuhnya dilakukan oleh PR. Pada tahun 1989 - 1997 pertumbuhan luas areal

nilam PR rata-rata sebesar 7,75% per tahun sedangkan luas areal nilam PBS turun

sebesar 14,17% per tahun. Setelah tahun 1997 pertumbuhan luas areal nilam PR

meningkat menjadi 12,98% per tahun.

Rata-rata kontribusi luas areal nilam PR tahun 1989 - 2008 mencapai 99,93%

dari total luas areal nilam di Indonesia, sedangkan sisanya sebesar 0,07%

diusahakan oleh PBS. Setelah tahun 1998 seluruh areal perkebunan nilam

diusahakan oleh PR. Perkembangan luas areal nilam di Indonesia menurut jenis

pengusahaannya secara rinci disajikan dalam Lampiran 7.1.

Page 173: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 153

Tabel 7.1. Rata-rata laju pertumbuhan dan kontribusi luas areal dan produksi nilam di Indonesia

PR PBS Indonesia PR PBS Indonesia

Pertumbuhan (%)

1989-2008 10,78 -11,23 10,76 4,41 - 4,41

1989-1997 7,75 -14,17 7,70 6,71 - 6,71

1998-2008 12,98 -9,09 12,98 2,74 - 2,74

Kontribusi (%)

1989-2008 99,93 0,07 100,00 100,00 0,00 100,00

1989-1997 99,77 0,23 100,00 100,00 0,00 100,00

1998-2008 100,00 0,00 100,00 100,00 0,00 100,00

Luas Areal ProduksiTahun

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin

Seperti halnya perkembangan luas areal nilam, secara umum perkembangan

produksi minyak nilam di Indonesia pada periode 1989 - 2008 juga menunjukkan

kecenderungan meningkat meskipun lebih berfluktuasi (Gambar 7.2). Pola

perkembangan produksi minyak nilam Indonesia serupa dengan pola

perkembangan produksi minyak nilam PR. Produksi minyak nilam Indonesia pada

periode tersebut rata-rata meningkat sebesar 4,41% per tahun (Tabel 7.1).

Berbeda dengan perkembangan luas arealnya, pada tahun 1989 - 1997 (sebelum

krisis moneter) produksi minyak nilam Indonesia meningkat sebesar 6,71%, tetapi

setelah krisis moneter peningkatan produksinya melambat menjadi 2,74% per

tahun. Perkembangan produksi minyak nilam di Indonesia secara rinci disajikan

pada Lampiran 7.2.

Page 174: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

154 Pusat Data dan Informasi Pertanian

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

1989

1990

1991

1992

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

*)

(Ton)

PR Indonesia

Gambar 7.2. Perkembangan produksi minyak nilam di Indonesia, 1989-2008

Berdasarkan data rata-rata produksi minyak nilam Indonesia lima tahun

terakhir (2004 - 2008), sentra produksi minyak nilam Indonesia terdapat di 5

provinsi dengan kontribusi kumulatif mencapai 81,87%.

Gambar 7.3. Provinsi sentra produksi minyak nilam di Indonesia,

(rata-rata 2004-2008)

Sentra produksi minyak nilam terbesar di Indonesia adalah Sumatera Barat

yang memberikan kontribusi rata-rata sebesar 24,46%, diikuti oleh Jawa Tengah

di peringkat kedua dengan kontribusi sebesar 21,20%. Bengkulu dan Sumatera

Utara berada di peringkat ketiga dan keempat dengan kontribusi masing-masing

sebesar 15,39% dan 10,84%. Jawa Barat juga menjadi sentra produksi minyak

Page 175: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 155

nilam namun kontribusinya hanya 9,99%, sedangkan provinsi-provinsi lainnya

rata-rata memberikan kontribusi kurang dari 7% (Gambar 8.3). Provinsi sentra

produksi nilam di Indonesia dan kontribusinya disajikan pada Lampiran 7.3.

Perkembangan produktivitas nilam di Indonesia selama tahun 2004 - 2008

secara umum berfluktuasi (Gambar 7.4). Pada tahun 2004 produktivitas nilam

Indonesia sebesar 103,42 kg/ha, namun tahun berikutnya mengalami penurunan

menjadi 103,11 kg/ha. Tahun 2006 terjadi peningkatan produktivitas nilam yang

cukup signifikan hingga mencapai 107,23 kg/ha. Tingkat produktivitas yang cukup

tinggi tersebut tidak dapat dipertahankan hingga tahun 2007 kembali terjadi

penurunan produktivitas nilam menjadi 72,92 kg/ha. Tahun 2008 tingkat

produktivitas nilam sebesar 83,05 kg/ha. Banyak faktor yang menyebabkan

rendahnya produksi dan mutu nilam Indonesia, selain masalah teknologi,

budidaya yang tidak intensif, bibit yang kurang baik, juga cara penanganan bahan

baku dan penyulingan minyak nilam yang masih jauh dari sempurna.

Mengingat sebagian besar nilam di Indonesia diusahakan oleh rakyat maka

tingkat produktivitas yang dicapai sekarang belum merupakan tingkat

produktivitas yang maksimal. Dengan demikian diperlukan upaya perbaikan agar

produksi minyak nilam dalam negeri dapat ditingkatkan, baik dengan upaya

budidaya yang lebih intensif maupun penangan pasca panen yang lebih baik.

Gambar 7.4. Perkembangan produktivitas nilam di Indonesia,

(rata-rata 2004-2008)

Page 176: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

156 Pusat Data dan Informasi Pertanian

7.2. PERKEMBANGAN KONSUMSI NILAM DI INDONESIA

Karena keterbatasan ketersediaan data maka konsumsi minyak nilam untuk

kebutuhan domestik di Indonesia dihitung berdasarkan pendekatan produksi dan

volume ekspor impor minyak nilam. Konsumsi minyak nilam di Indonesia pada

periode tahun 1989-2008 secara umum berfluktuasi namun menunjukkan

peningkatan (Gambar 7.5). Rata-rata pertumbuhan konsumsi domestik untuk

minyak nilam dalam kurun waktu tersebut mencapai 59,66% per tahun. Konsumsi

tertinggi terjadi pada tahun 1989 sebesar 2.627 ton, namun setelah periode

tersebut terjadi penurunan konsumsi minyak nilam hingga tahun 1996. Saat krisis

moneter tahun 1997 terjadi peningkatan konsumsi minyak nilam di dalam negeri

menjadi sebesar 1.681 ton. Tahun 2006 konsumsi minyak nilam mencapai 1.143

ton. Karena data ekspor dan impor minyak nilam tahun 2007 dan 2008 tidak

tersedia (menjadi satu dengan data ekspor impor minyak atsiri), maka konsumsi

minyak nilam domestik diasumsikan sama dengan produksinya. Perkembangan

konsumsi minyak nilam di Indonesia secara rinci disajikan pada Lampiran 7.4.

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

1989

1990

1991

1992

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

*)

(Ton)

Gambar 7.5. Perkembangan konsumsi minyak nilam di Indonesia, 1989-2008

Page 177: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 157

7.3. PERKEMBANGAN HARGA NILAM DI INDONESIA

Perkembangan harga minyak nilam Indonesia didekati dari perkembangan

harga ekspor minyak nilam Indonesia ke luar negeri. Secara umum harga ekspor

minyak nilam Indonesia mengalami fluktuasi (Gambar 7.6). Pada periode tahun

1989-1997 (sebelum krisis moneter) terjadi kenaikan harga ekspor minyak nilam

Indonesia yang rata-rata mencapai 23,83%. Harga ekspor tertinggi terjadi pada

tahun 1997 sebesar US$ 43,18 per kg. Setelah periode tersebut, harga ekspor

minyak nilam Indonesia mulai bergerak turun dengan rata-rata penurunan

sebesar 6,42%. Pada tahun 2006 harga ekspor minyak nilam Indonesia di pasar

dunia hanya sebesar US$ 15,53 per kg (Lampiran 7.5).

0,005,00

10,0015,0020,0025,0030,0035,0040,0045,0050,00

1989

1990

1991

1992

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

(US$/Kg)

Gambar 7.6. Perkembangan harga ekspor minyak nilam di Indonesia, 1989-2006

Berdasarkan informasi dari Asosiasi Eksportir Minyak Atsiri Indonesia, harga

minyak nilam pada pertengahan tahun 2010 naik menjadi US$ 40 per kilogram

dari US$ 20 per kilogram pada tahun 2009. Kenaikan harga tersebut disebabkan

oleh cuaca yang kurang kondusif sehingga produksi tidak maksimal dan

berdampak pada kenaikan harga minyak nilam (Suprapto dan Elly, 2010).

Menurut Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Bogor, Indonesia

merupakan penghasil minyak nilam terbesar di dunia yang setiap tahunnya

memasok 70%-90% kebutuhan dunia. Namun sayang, maraknya praktek

Page 178: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

158 Pusat Data dan Informasi Pertanian

pencampuran atau pemalsuan dan rendahnya teknologi yang akhirnya

berpengaruh pada kualitas menyebabkan harga jualnya menjadi rendah (Nita,

2007). Oleh karena itu perlu dilakukan pembenahan secara menyeluruh baik

dalam usaha budidaya, penanganan pasca panen maupun pemasaran nilam

Indonesia.

7.4. PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR NILAM INDONESIA

Kegiatan ekspor dan impor nilam Indonesia dilakukan dalam bentuk minyak

nilam dan daun nilam, tetapi ekspor minyak nilam mendominasi perdagangan

Indonesia ke luar negeri. Data ekspor impor nilam hanya tersedia hingga tahun

2006, sedangkan mulai tahun 2007 data yang tersedia adalah data minyak atsiri.

Perkembangan ekspor minyak nilam Indonesia selama periode tahun 1989-

2006 cenderung meningkat, tetapi ekspor daun nilam cenderung turun (Gambar

7.7). Ekspor minyak nilam terendah terjadi saat krisis ekonomi tahun 1997

dengan volume ekspor hanya sebesar 766 ton, tetapi nilai ekspornya melonjak

hingga mencapai US$ 33,07 juta dimana harga ekspor pada tahun tersebut

merupakan harga ekspor tertinggi selama periode 1989-2006 (US$ 43,18/kg).

Ekspor minyak nilam tertinggi terjadi pada tahun 2006 dengan total volume

ekspor mencapai 2.832 ton senilai US$ 43,98 juta. Sementara itu ekspor daun

nilam hanya dilakukan sampai tahun 2004 saja, karena kurangnya permintaan

ekspor nilam dalam bentuk daun kering.

Page 179: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 159

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

1989

1990

1991

1992

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

(Ton)

Minyak Nilam Daun Nilam

Gambar 7.7. Perkembangan volume ekspor minyak nilam dan daun nilam di Indonesia, 1989-2006

Selain ekspor, Indonesia juga melakukan kegiatan impor minyak nilam.

Perkembangan impor minyak nilam menunjukkan kecenderungan meningkat.

Tahun 2006 impor minyak nilam Indonesia mencapai 1.479 ton dengan nilai impor

sebesar US$ 5,95 juta.

Berdasarkan nilai ekspor dan nilai impor diperoleh neraca perdagangan

minyak nilam Indonesia, dimana selama tahun 1989-2006 masih menunjukkan

posisi surplus. Surplus neraca perdagangan nilam terbesar terjadi pada tahun

1998 senilai US$ 52,65 juta, dan semakin menurun hingga tahun 2003. Tahun

2004-2006 surplus neraca perdagangan minyak nilam Indonesia naik kembali, dan

pada tahun 2006 surplus neraca perdagangan minyak nilam mencapai US$ 38,03

juta. Perkembangan ekspor, impor dan neraca perdagangan minyak nilam dan

daun nilam Indonesia selengkapnya disajikan pada Lampiran 7.6.

7.5. PROYEKSI PENAWARAN NILAM 2009-2011

Proyeksi penawaran nilam didasarkan pada proyeksi produksi minyak nilam.

Karena keterbatasan ketersediaan data pendukung, seperti harga produsen,

harga pupuk dan harga obat-obatan, maka digunakan metode deret waktu

dengan pemulusan eksponensial berganda (double exponential smoothing). Pada

Page 180: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

160 Pusat Data dan Informasi Pertanian

konstanta pemulusan alpha (level)=0,244 dan gamma (trend)=0,171 diperoleh

MAPE=32 dengan hasil proyeksi produksi nilam disajikan pada Tabel 7.2.

Produksi nilam di Indonesia pada tahun 2009 diperkirakan akan meningkat

sebesar 10,85% dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan produksi juga akan

terjadi pada tahun 2010 dan 2011 namun tidak signifikan, yaitu sebesar 0,22%.

Dengan demikian produksi nilam di Indonesia tahun 2009 diperkirakan mencapai

1.651,64 ton, tahun 2010 sebesar 1.655,21 ton dan tahun 2011 meningkat

menjadi 1.658,78 ton.

Meskipun diperkirakan akan terjadi peningkatan produksi nilam pada tahun

2009-2011, namun perlu dilakukan juga upaya perbaikan kualitas nilam

Indonesia. Hal ini mengingat masih kurangnya penerapan teknologi oleh petani

dalam budidaya komoditas nilam yang menyebabkan rendahnya produksi dan

produktivitas daun nilam. Selain itu juga diperlukan perbaikan cara penanganan

bahan baku dan proses penyulingan hingga menjadi minyak nilam.

Tabel 7.2. Hasil proyeksi produksi nilam di Indonesia, 2009-2011

Tahun Produksi (Ton) Pertumbuhan (%)

2008*) 1.490,00 2009 1.651,64 10,85

2010 1.655,21 0,22

2011 1.658,78 0,22

Rata-rata pertumbuhan (%/tahun) 3,76 Keterangan : *) Angka Sementara, Direktorat Jenderal Perkebunan

7.6. PROYEKSI PERMINTAAN NILAM 2009-2011

Proyeksi permintaan nilam didasarkan pada proyeksi konsumsi minyak

nilam. Metode estimasi yang digunakan adalah metode pemulusan eksponensial

berganda (double exponential smoothing). Pada konstanta pemulusan alpha

Page 181: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 161

(level)=0,713 dan gamma (trend)=0,108 diperoleh nilai MAPE=118 dengan hasil

proyeksi seperti disajikan pada Tabel 8.3. Untuk periode tahun 2009-2011

konsumsi nilam diproyeksikan akan meningkat rata-rata sebesar 1,75% per tahun.

Secara absolut konsumsi nilam diperkirakan mencapai 1.404,63 ton pada tahun

2009, tahun 2010 naik menjadi 1.429,41 ton dan akan terus meningkat hingga

tahun 2011 sebesar 1.454,19 ton.

Tabel 7.3. Hasil proyeksi permintaan nilam di Indonesia, 2009 - 2011

Tahun Konsumsi

(Ton) Pertumbuhan

(%)

2009 1.404,63

2010 1.429,41 1,76

2011 1.454,19 1,73

Rata-rata pertumbuhan (%/Th.)

1,75

7.7. PROYEKSI SURPLUS/DEFISIT NILAM 2009-2011

Berdasarkan hasil proyeksi penawaran dan permintaan nilam di Indonesia

diperoleh proyeksi surplus/defisit nilam. Peningkatan permintaan nilam tahun

2009-2011 masih mampu diimbangi dengan produksi dalam negeri sehingga

diperkirakan masih akan terjadi surplus hingga tahun 2011. Tahun 2009 surplus

nilam diperkirakan sebesar 247,01 ton, tahun 2010 turun menjadi 225,80 ton dan

tahun 2011 menjadi 204,59 ton (Tabel 7.4).

Page 182: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

162 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Tabel 7.4. Proyeksi surplus/defisit nilam di Indonesia, 2009-2011

Tahun Produksi

(Ton) Konsumsi

(Ton) Surplus/Defisit

(Ton)

2009 1.651,64 1.404,63 247,01

2010 1.655,21 1.429,41 225,80

2011 1.658,78 1.454,19 204,59

Melihat hasil proyeksi surplus/defisit nilam tersebut, sebenarnya masih

terbuka peluang bagi pelaku usaha komoditas nilam untuk mengembangkan usaha

budidaya nilam. Semakin berkembangnya industri yang menggunakan nilam

sebagai salah satu bahan bakunya, seperti industri parfum, kosmetika, dan obat-

obatan, dapat menjadi pasar yang sangat menjanjikan bagi upaya pengembangan

nilam Indonesia. Hal ini juga didukung oleh hasil proyeksi yang menunjukkan

bahwa konsumsi nilam di dalam negeri akan semakin meningkat di masa

mendatang. Kebutuhan minyak nilam untuk pasar dunia yang saat ini rata-rata

mencapai 1.200 ton - 1.500 ton per tahun dengan kecenderungan yang semakin

meningkat (Anonim, 2010) juga merupakan peluang usaha yang sangat

menjanjikan.

Page 183: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 163

Lampiran 7.1. Perkembangan luas areal nilam di Indonesia menurut jenis pengusahaan, 1989-2008

(Ha) Pertumb. (%)

(Ha) Pertumb. (%)

(Ha) Pertumb. (%)

(Ha) Pertumb. (%)

1989 8,745 - - 8,745

1990 6,494 -25.74 - - 84 - 6,578 -24.78

1991 11,385 75.32 - - 84 0.00 11,469 74.35

1992 6,618 -41.87 - - - -100.00 6,618 -42.30

1993 9,060 36.90 - - 5 - 9,065 36.97

1994 9,679 6.83 - - 6 20.00 9,685 6.84

1995 10,511 8.60 - - 4 -33.33 10,515 8.57

1996 10,146 -3.47 - - 4 0.00 10,150 -3.47

1997 10,695 5.41 - - 4 0.00 10,699 5.41

1998 10,601 -0.88 - - 4 0.00 10,605 -0.88

1999 9,052 -14.61 - - - -100.00 9,052 -14.64

2000 12,781 41.20 - - - - 12,781 41.20

2001 9,010 -29.50 - - - - 9,010 -29.50

2002 21,605 139.79 - - - - 21,605 139.79

2003 16,354 -24.30 - - - - 16,354 -24.30

2004 20,179 23.39 - - - - 20,179 23.39

2005 20,455 1.37 - - - - 20,455 1.37

2006 21,716 6.16 - - - - 21,716 6.16

2007 21,440 -1.27 - - - - 21,440 -1.27

2008*) 21,761 1.50 - - - - 21,761 1.50

1989-2008 10.78 - -11.23 10.76

1989-1997 7.75 - -14.17 7.70

1998-2008 12.98 - -9.09 12.98Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan

Keterangan : *) Angka Sementara PR = Perkebunan Rakyat

PBN = Perkebunan Besar Negara PBS = Perkebunan Besar Swasta

Tahun

Rata-rata pertumbuhan (%)

PR PBN PBS Total

Page 184: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

164 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Lampiran 7.2. Perkembangan produksi minyak nilam di Indonesia menurut status pengusahaan, 1989-2008

(Ton)Pertumb.

(%)(Ton)

Pertumb. (%)

(Ton)Pertumb.

(%)(Ton)

Pertumb. (%)

1989 3,312 0 - 3,312

1990 2,860 -13.65 0 - - - 2,860 -13.65

1991 2,762 -3.43 0 - - - 2,762 -3.43

1992 1,062 -61.55 0 - - - 1,062 -61.55

1993 1,742 64.03 0 - - - 1,742 64.03

1994 1,829 4.99 0 - - - 1,829 4.99

1995 1,267 -30.73 0 - - - 1,267 -30.73

1996 1,255 -0.95 0 - - - 1,255 -0.95

1997 2,447 94.98 0 - - - 2,447 94.98

1998 2,323 -5.07 0 - - - 2,323 -5.07

1999 1,743 -24.97 0 - - - 1,743 -24.97

2000 1,106 -36.55 0 - - - 1,106 -36.55

2001 1,054 -4.70 0 - - - 1,054 -4.70

2002 1,449 37.48 0 - - - 1,449 37.48

2003 2,382 64.39 0 - - - 2,382 64.39

2004 1,712 -28.13 0 - - - 1,712 -28.13

2005 1,537 -10.22 0 - - - 1,537 -10.22

2006 2,496 62.39 0 - - - 2,496 62.39

2007 1,152 -53.85 0 - - - 1,152 -53.85

2008*) 1,490 29.34 0 - - - 1,490 29.34

1977-2008 4.41 - - 4.41

1977-1997 6.71 - - 6.71

1998-2008 2.74 - - 2.74Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan

Keterangan : *) Angka Sementara PR = Perkebunan Rakyat

PBN = Perkebunan Besar Negara PBS = Perkebunan Besar Swasta

Tahun

Rata-rata pertumbuhan (%)

PR PBN PBS Total

Page 185: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 165

Lampiran 7.3. Perkembangan produksi minyak nilam di provinsi sentra Indonesia, 2004 - 2008

2004 2005 2006 2007 2008*) Rata-rata

1 Sumatera Barat   404 396 453 300 318 374 24.46 24.46

2 Jawa Tengah 234 330 378 292 388 324 21.20 45.66

3 Bengkulu 584 286 307 - - 235 15.39 61.05

4 Sumatera Utara   233 178 204 98 116 166 10.84 71.88

5 Jawa Barat 55 180 193 155 181 153 9.99 81.87

6 Provinsi Lainnya 202 167 961 307 487 277 18.13 100.00

Indonesia 1,712 1,537 2,496 1,152 1,490 1,530 100.00

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan

Keterangan : *) Angka Sementara

No. ProvinsiProduksi (Ton)

Share (%)Share

kumulatif (%)

Page 186: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

166 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Lampiran 7.4. Perkembangan total konsumsi minyak nilam di Indonesia, 1989 -2008

TahunProduksi

(Ton)Ekspor (Ton)

Impor (Ton)

Total Konsumsi

(Ton)

Pertumb. (%)

1989 3,312 685 - 2627

1990 2,860 873 - 1987 -24.36

1991 2,762 765 - 1997 0.50

1992 1,062 772 - 290 -85.48

1993 1,742 1,166 - 576 98.62

1994 1,829 1,268 - 561 -2.60

1995 1,267 1,111 - 156 -72.19

1996 1,255 1,067 - 188 20.51

1997 2,447 766 - 1681 794.15

1998 2,323 1,356 24 991 -41.05

1999 1,743 1,592 4 155 -84.36

2000 1,106 1,052 8 62 -60.00

2001 1,054 1,189 7 0 -100.00

2002 1,449 1,295 7 161 -

2003 2,382 1,127 2 1257 680.75

2004 1,712 2,074 1,112 750 -40.33

2005 1,537 2,679 477 0 -100.00

2006 2,496 2,832 1,479 1143 -

2007 1,152 - - 1152 0.79

2008*) 1,490 - - 1490 29.34

1989-2008 59.66Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan dan Badan Pusat Statistik, diolah Pusdatin

Keterangan : *) Angka Sementara untuk produksi minyak nilam

Rata-rata pertumbuhan (%/tahun)

Page 187: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 167

Lampiran 7.5. Perkembangan harga ekspor minyak nilam di Indonesia, 1989 – 2006

TahunVolume Ekspor

(Ton)Nilai Ekspor (US$ 000)

Harga Ekspor (US$/Kg)

Pertumbuhan (%)

1989 685 11,662 17.02 1990 873 13,262 15.19 -10.771991 765 9,407 12.30 -19.051992 772 12,839 16.63 35.251993 1,166 20,691 17.75 6.701994 1,268 22,671 17.88 0.761995 1,111 15,027 13.53 -24.351996 1,067 15,707 14.72 8.841997 766 33,073 43.18 193.301998 1,356 53,177 39.22 -9.171999 1,592 22,869 14.36 -63.372000 1,052 16,239 15.44 7.462001 1,189 20,571 17.30 12.082002 1,295 22,526 17.39 0.542003 1,127 19,165 17.01 -2.242004 2,074 27,137 13.08 -23.062005 2,679 43,894 16.38 25.222006 2,832 43,984 15.53 -5.21

1989-2006 7.821989-1997 23.831998-2006 -6.42

Sumber : BPS dan Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin

Rata-rata pertumbuhan (%)

Page 188: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

168 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Lampiran 7.6. Perkembangan ekspor – impor nilam di Indonesia, 1989 – 2006

Volume (Ton)

Nilai (US$ 000)

Volume (Ton)

Nilai (US$ 000)

Volume (Ton)

Nilai (US$ 000)

Volume (Ton)

Nilai (US$ 000)

Volume (Ton)

Nilai (US$ 000)

Volume (Ton)

Nilai (US$ 000)

1989 685 11,662 - - - - - - 685 11,662 - -

1990 873 13,262 - - - - - - 873 13,262 - -

1991 765 9,407 - - - - - - 765 9,407 - -

1992 772 12,839 - - - - - - 772 12,839 - -

1993 1,166 20,691 - - - - - - 1,166 20,691 - -

1994 1,268 22,671 - - - - - - 1,268 22,671 - -

1995 1,111 15,027 - - - - - - 1,111 15,027 - -

1996 1,067 15,707 1 15 - - - - 1,067 15,707 1 15

1997 766 33,073 - - - - - - 766 33,073 - -

1998 1,356 53,177 1,439 53,226 24 524 - - 1,332 52,653 1,439 53,226

1999 1,592 22,869 106 160 4 118 - - 1,588 22,751 106 160

2000 1,052 16,239 122 89 8 123 - - 1,044 16,116 122 89

2001 1,189 20,571 97 52 7 112 - - 1,182 20,459 97 52

2002 1,295 22,526 157 115 7 91 26 52 1,288 22,435 131 63

2003 1,127 19,165 149 99 2 36 - - 1,125 19,129 149 99

2004 2,074 27,137 32 34 1,112 3,814 - - 962 23,323 32 34

2005 2,679 43,894 - - 477 2,654 - - 2,202 41,240 - -

2006 2,832 43,984 - - 1,479 5,954 - - 1,353 38,030 - - Sumber : BPS dan Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin

NERACA PERDAGANGAN

Minyak Nilam Daun NilamTahun

EKSPOR IMPOR

Minyak Nilam Daun Nilam Minyak Nilam Daun Nilam

Page 189: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 169

BAB VIII. TEBU

Tebu adalah salah satu komoditas perkebunan penting yang ditanam

untuk bahan baku utama gula. Hingga saat ini, gula merupakan salah satu

komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia karena disamping sebagai

salah satu kebutuhan pokok masyarakat juga sebagai sumber kalori yang relatif

murah. Berdasarkan penghitungan dari data hasil Susenas, konsumsi gula oleh

rumah tangga cenderung mengalami peningkatan. Penurunan konsumsi terjadi

pada tahun 1998 sebagai akibat dari tingginya peningkatan harga gula di pasar

domestik. Namun periode berikutnya konsumsi gula kembali mengalami

peningkatan.

Sementara itu dari sisi penawaran, meskipun produksi gula nasional

pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 diproyeksikan akan terus meningkat

rata-rata sebesar 2,96% per tahun, namun produksi gula dalam negeri

diperkirakan baru mampu memenuhi tingkat konsumsi gula rumah tangga, tetapi

belum mampu memenuhi kebutuhan industri. Pada tahun 2010 diperkirakan

produksi gula sebesar 3,08 juta ton dan 2012 sebesar 3,1 juta ton.

Kebutuhan gula oleh rumah tangga pada tahun 2010 diperkirakan

sebesar 2,1 juta ton dan tahun 2012 sebesar 2,3 juta ton. Dengan demikian

permintaan oleh rumah tangga masih bias dipenuhi dari produksi dalam negeri.

Namun berdasarkan data ketersediaan untuk industri yang diperoleh dari

ketersediaan total dikurangi konsumsi rumah tangga diperoleh informasi bahwa

rata-rata kebutuhan industri setiap tahunnya berkisar antara 1,6 – 1,7 juta ton.

Dengan demikian maka untuk tiga tahun mendatang diperkirakan Indonesia masih

membutuhkan impor gula sekitar 700 – 800 ribu ton per tahun. Namun demikian,

keragaan ekspor impor gula tidak lepas dari kebijakan pemerintah.

Page 190: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

170 Pusat Data dan Informasi Pertanian

8.1. PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKTIVITAS DAN PRODUKSI TEBU DI INDONESIA

Perkembangan luas areal tebu di Indonesia pada periode tahun 1969-

2009 cenderung mengalami peningkatan yaitu dari 123.036 ha pada tahun 1969

menjadi 443.832 ha pada tahun 2009 atau mengalami peningkatan rata-rata

sebesar 3,53% per tahun. Namun demikian, pada periode 1997-2003 luas areal

tebu di Indonesia cenderung mengalami penurunan, tetapi tahun berikutnya

kembali mengalami peningkatan. Penurunan luas areal tebu yang cukup tinggi

terjadi pada periode tahun 1997 sebesar 13,36% (Gambar 8.1).

Gambar 8.1. Perkembangan luas areal tebu di Indonesia, 1969–2009

Rata-rata peningkatan luas areal tebu tertinggi terjadi pada dekade 1970-

1979 dengan peningkatan luas areal rata-rata per tahun sebesar 11,31%. Pada

dekade berikutnya hanya mengalami peningkatan rata-rata per tahun sebesar

0,63%. Periode 1990-1999, saat terjadi krisis, luas areal tebu mengalami

penurunan rata-rata sebesar 0,25%, tetapi pada dekade terakhir 2000-2009

kembali mengalami peningkatan rata-rata sebesar 2,71% per tahun.

Perkembangan luas areal tebu berdasarkan status pengusahaan pada

periode 1969 – 1979 sebagian besar merupakan kontribusi dari perkebunan besar

negara (PBN) dengan rata-rata kontribusi sebesar 50,21%, diikuti perkebunan

Page 191: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 171

rakyat (PR) sebesar 42,14% dan sisanya merupakan perkebunan besar swasta

(PBS). Tetapi setelah periode tersebut, PR yang justru lebih mendominasi, diikuti

PBN dan PBS. Bahkan pada dekade terakhir, perkebunan besar negara ada

dibawah kontribusi perkebunan besar swasta (Lampiran 8.1).

Pada periode 1980-1989, luas areal PR mampu menyusul dominasi PBN

dengan memberikan kontribusi sebesar 73,81%, sedangkan PBN dan PBS

memberikan kontribusi masing-masing sebesar 20,60% dan 5,59%. Pada dekade

berikutnya yakni tahun 1990-1999 luas areal tebu PR sebesar 63,94% dari

perkebunan tebu nasional, PBN sebesar 23,14% dan PBS naik menjadi 12,15%.

Perkembangan luas areal tebu secara umum untuk setiap status

pengusahaan pada periode 1969-2009 cenderung mengalami peningkatan.

Peningkatan rata-rata tertinggi terjadi pada PBS yaitu sebesar 14,32%.

Selanjutnya diikuti PR dan PBN masing-masing sebesar 5,72% dan 3,30%.

Peningkatan luas areal PBS yang cukup tinggi mampu meningkatkan kontribusi

luas areal tebu pada tahun 1998. Sementara itu luas areal tebu pada PBN sejak

tahun 1991 sudah tidak banyak mengalami peningkatan. Bahkan sejak tahun 2004

sudah berada dibawah luas areal PBS.

Gambar 8.2. Perkembangan luas areal tebu Indonesia berdasarkan status

pengusahaan, 1969 – 2009

Page 192: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

172 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Produktivitas tebu nasional diukur dalam wujud produksi gula hablur.

Perkembangan produktivitas tebu nasional pada kurun waktu 1969–2009 secara

umum terus berfluktuasi. Pada tahun 1969–1979 produktivitas tebu cenderung

mengalami penurunan, tetapi pada periode 1980–1987 cenderung mengalami

peningkatan. Pada periode berikutnya yakni tahun 1988–1998 kembali cenderung

menurun dan pada periode 1999–2009 cenderung mengalami peningkatan

(Gambar 8.3).

Gambar 8.3. Perkembangan produktivitas tebu di Indonesia, 1969 - 2009

Rata-rata produktivitas tebu nasional pada periode 1969–1979 sebesar

6,38 ton/ha gula hablur dengan rata-rata pertumbuhan turun sebesar 5,21%.

Untuk kurun waktu 1980–1989, rata-rata produktivitas sebesar 5,21 ton/ha

dengan pertumbuhan sebesar 6,35%. Untuk periode 1990 – 1999 rata-rata

pertumbuhan produktivitas turun sebesar 1,98% dengan produktivitas rata-rata

sebesar 5,20 ton/ha dan pada periode 2000 – 2009 rata-rata produktivitas tebu

nasional sebesar 5,61 ton/ha dengan rata-rata pertumbuhan naik sebesar 4,19%.

Secara umum pada kurun waktu 1969 – 2009 rata-rata produktivitas tebu nasional

sebesar 5,62 ton/ha dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 0,84% (Lampiran

8.2).

Page 193: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 173

Tabel 8.1. Perkembangan produktivitas tebu di Indonesia berdasarkan status pengusahaan, 1969 – 2009

PR PBN PBS Total PR PBN PBS Total

1969-1979 3,57 8,68 9,72 6,38 1,55 -6,82 63,47 -5,21

1980-1989 5,38 4,72 5,21 5,12 7,36 11,65 9,36 6,35

1990-1999 5,45 4,09 6,04 5,20 -3,64 -0,17 12,13 -1,98

2000-2009*) 5,41 4,46 7,00 5,61 3,91 6,08 5,16 4,19

1969-2009*) 4,94 5,58 7,08 5,62 2,30 2,69 22,53 0,84

Sumber: Ditjen Perkebunan

Keterangan: *) Angka Sementara PR= Perkebunan Rakyat PBN = Perkebunan Besar Negara PBS = Perkebunan Besar Swasta

TahunProduktivitas (Ton/Ha) Pertumbuhan (%)

Berdasarkan status pengusahaannya, selama kurun waktu 1969 – 2009

tebu PR memiliki rata-rata produktivitas terendah yaitu sebesar 4,94 ton/ha

dalam wujud gula hablur. Sementara di PBS mencapai 7,08 ton/ha dan PBN

sebesar 5,58 ton/ha.

Gambar 8.4. Perkembangan produktivitas tebu di Indonesia berdasarkan status

pengusahaan, 1969 - 2009

Page 194: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

174 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Gambar 8.5. Perkembangan produksi gula hablur di Indonesia, 1969 - 2009

Produksi tebu nasional dihitung dalam wujud produksi gula hablur.

Perkembangan produksi gula hablur di Indonesia pada periode tahun 1969 – 2009

cenderung mengalami peningkatan walaupun sempat mengalami guncangan

berupa penurunan produksi pada tahun 1998 dan 1999. Hal tersebut lebih banyak

disebabkan menurunnya luas areal pada periode tersebut dan tak kunjung

meningkatnya produktivitas tebu. Namun demikian, setelah periode tersebut

produksi tebu mulai membaik dan sedikit demi sedikit mengalami peningkatan

seiring dengan peningkatan luas areal dan produktivitasnya.

Gambar 8.6. Perkembangan produksi gula hablur berdasarkan status

pengusahaan, 1969 - 2009

Page 195: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 175

Seperti halnya produksi tebu nasional, perkembangan produksi gula

hablur menurut pengusahaan dari tahun 1969 sampai dengan 2009 juga

cenderung mengalami peningkatan, khususnya untuk PBS (Gambar 8.6). Produksi

gula hablur PR cenderung mengalami peningkatan, khususnya pada periode 1969

– 1994. Setelah periode tersebut, produksi gula hablur yang berasal dari PR

sedikit mengalami penurunan. Walaupun demikian, sejak tahun 2000 produksi

gula hablur dari PR mulai bergerak naik meski secara perlahan. Sedangkan

produksi gula hablur yang berasal dari PBN sejak tahun 1979 sampai sekarang

cenderung stagnan dan tidak mengalami perkembangan yang signifikan. Padahal

pada periode 1969 – 1978 produksi gula hablur yang berasal dari PBN memberi

kontribusi yang dominan bahkan lebih tinggi dari PR.

Pada periode 1969 – 1978 seperti yang disebutkan sebelumnya, produksi

gula hablur dari PBN mendominasi produksi nasional. Namun pada tahun

berikutnya seiring dengan menurunnya produksi gula hablur dari PBN dan

meningkatnya PR maka produksi tebu dari PBN mampu dilampaui PR. Bahkan

sejak tahun 1999 – 2009 sudah dilampaui oleh produksi tebu dari PBS yang saat ini

menempati urutan kedua setelah PR (Lampiran 8.3).

Tabel 8.2. Perkembangan rata-rata produksi gula hablur di Indonesia berdasarkan status pengusahaan, 1969 – 2009

PR PBN PBS Total

1969-1979 304,494 750,844 97,590 1,152,955

1980-1989 1,377,562 293,345 103,937 1,774,844

1990-1999 1,378,883 382,978 317,178 2,079,039

2000-2009*) 1,145,673 360,607 638,264 2,154,514

1969-2009*) 1,033,429 454,356 284,568 1,774,792

Sumber: Ditjen Perkebunan, diolah PusdatinKeterangan: *) Angka Sementara PR= Perkebunan Rakyat PBN = Perkebunan Besar Negara PBS = Perkebunan Besar Swasta

TahunProduksi (Ton)

Page 196: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

176 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Berdasarkan angka rata-rata produksi gula hablur PR per provinsi periode

2006 - 2010 terdapat 8 (delapan) provinsi yang menghasilkan gula hablur bagi

produksi nasional. Jawa Timur merupakan penyumbang produksi tebu PR terbesar

yaitu sebesar 72,57%, disusul oleh Jawa Tengah dan Lampung yang masing-masing

berkontribusi sebesar 16,90% dan 4,60%. Jawa Barat mempunyai kontribusi

sebesar 3,95%, disusul DI Yogyakarta sebesar 1,34%. Sedangkan provinsi lainnya

yakni Sumatera Utara, Sulawesi Selatan dan Sumatera Selatan hanya

menyumbang masing-masing kurang dari 1,00% (Lampiran 8.4).

Gambar 8.7. Provinsi sentra produksi tebu Perkebunan Rakyat, 2006-2010

Berdasarkan produksi gula hablur nasional, meskipun Jawa Timur masih

merupakan penyumbang produksi nasional terbesar tetapi kontribusinya hanya

sebesar 45,87%. Provinsi Lampung yang produksi gula hablur di PR berada di

peringkat ketiga (4,60%), tetapi secara nasional berada peringkat kedua dengan

kontribusi produksi gula hablur nasional sebesar 32,78%. Disusul oleh Jawa

Tengah dan Jawa Barat, yang masing-masing berkontribusi bagi produksi gula

hablur nasional sebesar 9,79% dan 4,37%. Provinsi lainnya masing-masing hanya

menyumbang kurang dari 3,00%.

Page 197: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 177

Gambar 8.8. Provinsi sentra produksi tebu Nasional, 2009

8.2. PERKEMBANGAN KONSUMSI GULA DI INDONESIA

Konsumsi gula nasional oleh rumah tangga per tahun dihitung berdasarkan

konsumsi gula per kapita per minggu dari data hasil Susenas BPS dikalikan dengan

jumlah penduduk pada tahun bersangkutan. Mengingat bahwa Susenas pada

tahun-tahun sebelumnya tidak dilakukan setiap tahun maka pada periode yang

tidak dilakukan survei, terlebih dahulu dilakukan estimasi.

Dari hasil perhitungan tersebut, konsumsi rumah tangga per tahun untuk

komoditas gula pada tahun 1990 sebesar 1,41 juta ton yang secara beruntun terus

meningkat menjadi 1,73 juta ton pada tahun 1996. Selanjutnya pada tahun 1997,

konsumsi gula oleh rumah tangga berkurang menjadi 1,72 juta ton dan berturut-

turut menurun menjadi 1,71 juta ton dan 1,67 juta ton pada tahun 1998 dan

1999. Penurunan tersebut disebabkan turunnya jumlah konsumsi perkapita yang

diperkirakan dipengaruhi oleh peningkatan harga gula di pasar domestik pada

tahun 1998.

Jumlah konsumsi gula oleh rumah tangga kembali naik pada tahun 2000-

2002, tetapi setelah periode tersebut jumlah konsumsi gula oleh rumah tangga

cenderung stabil pada kisaran 1,94 - 1,96 juta ton per tahun sampai dengan

tahun 2006. Pada tahun 2007 konsumsi gula oleh rumah tangga juga mengalami

Page 198: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

178 Pusat Data dan Informasi Pertanian

peningkatan menjadi 2,15 juta ton dan tahun berikutnya sampai dengan tahun

2009 masih berkisar pada jumlah tersebut. Konsumsi gula tersebut di atas adalah

konsumsi gula langsung oleh rumah tangga, sementara kebutuhan gula oleh

industri belum dihitung. Grafik perkembangan konsumsi gula oleh rumah tangga

disajikan pada Gambar 8.9.

Gambar 8.9. Perkembangan konsumsi gula oleh rumah tangga di Indonesia,

1990-2009

8.3. PERKEMBANGAN HARGA GULA DI INDONESIA

Perkembangan harga gula dalam negeri berdasarkan data Kantor

Pemasaran Bersama (KPB) PT. Perkebunan Nusantara selama periode 1997-2009

terus bergerak naik. Harga gula rata-rata pada tahun 1997 sebesar Rp. 1.525,-/kg

dan pada tahun 2009 sudah mencapai Rp. 7.940,-/kg atau lebih dari 5 kali lipat

dibandingkan tahun 1997. Peningkatan harga gula tertinggi terjadi pada saat

krisis moneter yakni tahun 1998 dimana peningkatannya mencapai 79,25%

dibandingkan tahun sebelumnya.

Peningkatan harga gula pada tahun 1998 merupakan efek dari

menurunnya produksi gula nasional dan meningkatkan impor gula. Padahal pada

saat itu nilai tukar rupiah sedang mengalami penurunan. Akibatnya, harga produk

impor menjadi lebih mahal, demikian pula halnya dengan komoditi gula. Hal

Page 199: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 179

inilah yang mengakibatkan harga gula di dalam negeri pada saat itu meningkat

pesat.

Gambar 8.10. Perkembangan harga gula pasir dalam negeri, 1997-2009

8.4. PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR GULA INDONESIA

Gambar 8.11 menyajikan perkembangan volume ekspor dan impor gula

Indonesia pada periode tahun 1969 – 2009 dalam bentuk molase dan dalam

bentuk gula hablur.

Gambar 8.11. Perkembangan volume ekspor dan impor gula di Indonesia,

1969–2009

Page 200: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

180 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Masa surplus volume ekspor impor gula di Indonesia terjadi antara tahun

1969 – 1975 dan 1983 – 1994. Untuk periode lainnya, Indonesia selalu mengalami

defisit volume ekspor-impor. Bahkan pada tahun 1996 – 2007 defisit neraca

perdagangan gula Indonesia semakin besar dengan semakin banyaknya gula impor

di pasaran domestik. Melalui kebijakan pembatasan impor gula, pada tahun 2008

impor gula sudah mulai berkurang. Kebijakan pemerintah dengan memperketat

impor gula mampu mengurangi impor gula nasional. Namun seiring dengan

berkurangnya stok gula pada awal tahun maka dikeluarkan kebijakan penurunan

bea masuk gula melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 150/PMK.011/2009 pada

tanggal 24 September 2009 yang bertujuan meningkatkan volume impor sehingga

pada tahun 2009, impor gula kembali mengalami peningkatan (Purna, Ibnu et all.

2009).

Neraca perdagangan komoditas gula Indonesia (dalam bentuk molase

dan hablur) dari tahun ke tahun sejak 1969 hingga 2009 terus mengalami defisit

dengan pola berfluktuasi. Defisit neraca perdagangan tertinggi terjadi pada

tahun 2007 hingga mencapai US$ 999,62 juta. Pada tahun 2008 melalui kebijakan

pemerintah terhadap impor gula, maka defisit neraca perdagangan gula sudah

mampu ditekan. Namun pada tahun 2009, defisit perdagangan kembali melebar

setelah dikeluarkannya penurunan bea masuk untuk impor gula (Lampiran 8.5).

8.5. PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKTIVITAS DAN PRODUKSI TEBU DUNIA

Perkembangan luas areal tebu dunia pada periode tahun 1970 – 2008

cenderung terus mengalami peningkatan meskipun pada tahun-tahun tertentu

terjadi penurunan (Gambar 8.12). Penurunan tertinggi terjadi pada tahun 1993

yaitu sebesar 4,73% dari 18,15 juta ha menjadi 17,29 juta ha. Rata-rata laju

pertumbuhan luas areal tebu dunia sejak tahun 1970 – 2008 adalah sebesar

2,14%. Berdasarkan data dari FAO, total luas areal tebu dunia pada tahun 2008

Page 201: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 181

mencapai angka 18,57 juta ha. Luas areal tertinggi pada kurun waktu tersebut

terjadi pada tahun 2003 yaitu sebesar 24,37 juta ha (Lampiran 8.6).

Gambar 8.12. Perkembangan luas areal tebu dunia, 1970 – 2008

Laju pertumbuhan produktivitas tebu dunia (dalam bentuk tebu) dari

tahun 1970 hingga 2008 terus mengalami peningkatan, walaupun ada beberapa

penurunan tetapi terlalu tinggi (Gambar 8.13). Laju pertumbuhan produktivitas

tebu dunia selama periode tersebut adalah sebesar 0,73%. Menurut data dari

FAO, produktivitas tebu dunia pada tahun 2008 mencapai 71,51 ton/ha dalam

wujud tebu. Peningkatan produktivitas tebu dunia yang cukup tinggi terjadi pada

tahun 2007 yakni sebesar 4,00% (Lampiran 8.6).

Gambar 8.13. Perkembangan produktivitas tebu dunia, 1970 – 2008

Page 202: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

182 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Perkembangan produksi tebu dunia dari tahun 1970 hingga 2008 terus

mengalami peningkatan, walaupun ada beberapa penurunan tetapi tidak ada

penurunan produksi yang signifikan (Gambar 7.14). Rata-rata pertumbuhan

produksi selama periode tersebut adalah sebesar 2,91%. Menurut data dari FAO,

produksi tebu dunia pada tahun 2005 mencapai 1,74 milyar ton (dalam bentuk

tebu). Peningkatan produksi tebu dunia yang cukup tinggi terjadi pada tahun

2007 yaitu sebesar 14,71% (Lampiran 8.6).

Gambar 8.14. Perkembangan produksi tebu dunia, 1970 - 2008

Berdasarkan data rata-rata luas areal tebu periode 2004 - 2008 dari FAO,

Brazil merupakan negara yang memiliki rata-rata luas areal tebu tahun 2004 -

2008 terbesar di dunia yakni sebesar 6,60 juta ha atau 30,39% dari total luas

areal tebu dunia. Urutan kedua adalah India dengan luas areal tebu rata-rata

mencapai 4,40 juta ha (20,26%). Selanjutnya China menempati urutan ketiga

dengan luas areal mencapai 1,49 juta ha (6,86%), dan urutan berikutnya

ditempati oleh Pakistan dengan luas areal mencapai 1,04 juta ha, kemudian

disusul oleh Thailand dengan luas areal sebesar 1,04 juta ha (Gambar 8.15).

Sementara itu, Indonesia berada pada posisi 11 dibawah Meksiko, Kuba, Afrika

Selatan, Australia dan Kolombia yang menempati posisi 6 sampai 10. Luas areal

tebu beberapa negara di dunia secara rinci disajikan pada Lampiran 8.7.

Page 203: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 183

Gambar 8.15. Negara dengan luas areal tebu terbesar di dunia, 2004 – 2008

Berdasarkan data produksi tebu rata-rata selama 5 tahun terakhir (2004-

2008), Brazil merupakan negara produsen tebu terbesar di dunia, dengan

produksi mencapai 502,84 juta ton (dalam bentuk tebu) atau sebesar 33,76% dari

produksi dunia. Urutan kedua ditempati oleh India dengan produksi tebu

mencapai 291,17 juta ton (19,55%). China menempati urutan ke-3 dengan rata-

rata produksi tebu 5 tahun terakhir sebesar 102,12 juta ton (6,86%). Urutan

keempat dan kelima ditempati oleh Thailand dan Pakistan. Sementara itu

Indonesia berada pada urutan ke-10 dunia dengan produksi tebu 27,31 juta ton.

Produksi tebu di beberapa negara di dunia secara rinci disajikan pada Lampiran

8.8.

Gambar 8.16. Negara produsen tebu terbesar dunia, 2004 – 2008

Page 204: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

184 Pusat Data dan Informasi Pertanian

8.6. PROYEKSI PENAWARAN GULA 2010-2012

Perilaku penawaran dari suatu komoditas dicerminkan oleh respon atau

keputusan produsen terhadap mekanisme pasar dan pengaruh faktor non pasar,

yang dalam hal ini direpresentasikan oleh produksi. Sedangkan perilaku

penawaran komoditas pertanian dicerminkan oleh pengaruh harga pasar dan

kekuatan non harga (teknologi, kondisi krisis, dan sebagainya) terhadap

keputusan petani dalam memproduksi komoditas yang dihasilkan (Syafa’at et al,

2005).

Hasil estimasi perilaku penawaran gula dengan menggunakan data time

series menunjukkan bahwa produksi gula dipengaruhi oleh peubah-peubah luas

areal tanam, harga gula dalam negeri dan harga gula ekspor periode sebelumnya

dengan koefisien determinasi (R2) = 0,782 (Tabel 8.4). Ini berarti bahwa 78,2%

variasi areal tanam tebu dapat dijelaskan oleh variasi peubah-peubah yang

digunakan dalam model.

Tabel 8.3. Hasil proyeksi fungsi penawaran gula di Indonesia

Peubah Koefisien P Value

Luas Areal (t-1) 6,214 0,001

Harga Gula Dalam Negeri (t-1) 142,11 0,000

Harga Ekspor Gula (t-1) 333,4 0,033

Intercept -999.718 0,100

R2 0,782

Berdasarkan hasil analisis fungsi tersebut, produksi gula pada tahun 2010

diproyeksikan akan meningkat menjadi 3,08 juta ton dan menjadi 3,10 juta ton

pada tahun 2012. Rata-rata peningkatan produksi gula nasional diperkirakan

hanya sebesar 2,96%. Proyeksi produksi gula nasional disajikan pada Tabel 8.4.

Page 205: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 185

Tabel 8.4. Proyeksi produksi gula Indonesia, 2010 – 2012

Tahun Produksi (ton)

2010 3.080.704

2011 3.021.158

2012 3.102.584

Pertumbuhan (%) 2,96

8.7. PROYEKSI PERMINTAAN GULA 2010-2012

Hasil proyeksi perilaku permintaan gula untuk konsumsi rumah tangga

dengan menggunakan data time series hasil Susenas, BPS dikalikan dengan

jumlah penduduk menunjukkan bahwa konsumsi gula hanya dipengaruhi oleh tren

(tahun) dengan koefisien determinasi (R2) = 0,932. Hal itu juga berarti faktor

utama yang mempengaruhi jumlah konsumsi gula oleh rumah tangga adalah

pertambahan jumlah penduduk. Nilai koefisien determinasi 0,932 menunjukkan

bahwa 93,2% variasi permintaan gula dapat dijelaskan oleh variasi peubah yang

digunakan dalam model.

Tabel 8.5. Hasil proyeksi fungsi permintaan gula di Indonesia

Peubah Koefisien P Value

Tahun 37.226 0,000

Intercept 0,9621 0,000

R2 0,932

Page 206: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

186 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Berdasarkan hasil analisis fungsi tersebut, permintaan gula untuk

konsumsi rumah tangga pada tahun 2010 diproyeksikan akan meningkat menjadi

2,18 juta ton dan mencapai 2,26 juta ton pada 2012. Rata-rata peningkatan

permintaan gula nasional diperkirakan sebesar 1,75%. Peningkatan permintaan

gula hanya disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk dan dari hasil

analisis tidak dipengaruhi oleh harga gula dalam negeri maupun gula impor.

Proyeksi permintaan gula nasional secara rinci disajikan pada Tabel 8.6.

Tabel 8.6. Proyeksi permintaan gula Indonesia, 2010-2012

Tahun Permintaan Gula (Ton)

2010 2.182.199

2011 2.219.425

2012 2.256.651

Pertumbuhan (%/tahun) 1,75

8.8. PROYEKSI SURPLUS/ DEFISIT GULA

Gambar 8.17. Perkembangan penawaran dan permintaan gula Indonesia,

1990-2012

Page 207: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 187

Perhitungan surplus/defisit gula diperoleh dari produksi dikurangi dengan

konsumsi rumah tangga. Pada tahun 2010 diperkirakan produksi gula nasional

masih mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga dan mengalami surplus

sebesar 898.505 ton. Demikian pula pada tahun 2011 mengalami surplus sebesar

801.733 ton dan pada tahun 2012 mengalami surplus sebesar 845.933 ton (Tabel

8.7).

Tabel 8.7. Proyeksi surplus/defisit gula Indonesia, 2010 – 2012

Tahun Penawaran Permintaan Suplus/Defisit

2010 3.080.704 2.182.199 898.505

2011 3.021.158 2.219.425 801.733

2012 3.102.584 2.256.651 845.933

Kelebihan/surplus penawaran ini hanya berlaku apabila tidak ada

kebutuhan gula untuk industri. Dalam hal ini artinya Indonesia sudah swasembada

gula untuk memenuhi konsumsi rumah tangga. Hanya saja apabila dilihat dari

ketersediaan untuk industri rata-rata selama 5 tahun terakhir, kebutuhan gula

untuk industri setiap tahunnya berkisar antara 1,6 – 1,7 juta ton, sehingga

Indonesia selama 3 tahun ke depan Indonesia masih membutuhkan impor gula

antara 700.000 – 800.000 ton setiap tahun.

Page 208: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

188 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Lampiran 8.1. Perkembangan luas areal tebu di Indonesia berdasarkan status pengusahaan, 1969-2009

PR PBN PBS Total PR PBN PBS Total1969 48.826 67.300 6.910 123.036 1970 45.067 69.607 7.041 121.715 -7,70 3,43 1,90 -1,071971 48.569 74.811 3.004 126.384 7,77 7,48 -57,34 3,841972 71.667 63.807 13.236 148.710 47,56 -14,71 340,61 17,671973 69.541 85.492 14.476 169.509 -2,97 33,99 9,37 13,991974 71.962 90.102 14.711 176.775 3,48 5,39 1,62 4,291975 72.964 89.003 17.861 179.828 1,39 -1,22 21,41 1,731976 92.040 95.583 21.279 208.902 26,14 7,39 19,14 16,171977 118.453 99.644 16.395 234.492 28,70 4,25 -22,95 12,251978 102.213 121.423 24.465 248.101 -13,71 21,86 49,22 5,801979 191.859 126.103 25.534 343.496 87,71 3,85 4,37 38,451980 259.874 37.629 18.560 316.063 35,45 -70,16 -27,31 -7,991981 290.470 36.722 18.996 346.188 11,77 -2,41 2,35 9,531982 303.228 43.043 17.049 363.320 4,39 17,21 -10,25 4,951983 315.649 49.152 19.572 384.373 4,10 14,19 14,80 5,791984 236.810 85.569 19.629 342.008 -24,98 74,09 0,29 -11,021985 225.787 95.079 19.363 340.229 -4,65 11,11 -1,36 -0,521986 238.509 69.168 18.026 325.703 5,63 -27,25 -6,90 -4,271987 241.169 75.926 17.823 334.910 1,12 9,77 -1,13 2,831988 254.669 92.368 18.492 365.529 5,60 21,66 3,75 9,141989 249.933 77.378 30.441 357.752 -1,86 -16,23 64,62 -2,131990 259.877 71.252 32.839 363.968 3,98 -7,92 7,88 1,741991 255.934 96.625 33.745 386.304 -1,52 35,61 2,76 6,141992 262.092 105.905 36.065 404.062 2,41 9,60 6,88 4,601993 280.504 104.460 40.689 425.653 7,03 -1,36 12,82 5,341994 276.581 107.750 44.585 428.736 -1,40 3,15 9,58 0,721995 263.157 120.162 52.718 436.037 -4,85 11,52 18,24 1,701996 304.047 79.269 63.217 446.533 15,54 -34,03 19,92 2,411997 218.201 85.086 53.591 386.878 -28,23 7,34 -15,23 -13,361998 195.048 83.069 98.972 377.089 -10,61 -2,37 84,68 -2,531999 176.733 82.106 83.372 342.211 -9,39 -1,16 -15,76 -9,252000 171.279 64.133 105.248 340.660 -3,09 -21,89 26,24 -0,452001 178.887 87.687 77.867 344.441 4,44 36,73 -26,02 1,112002 196.509 79.975 74.238 350.722 9,85 -8,79 -4,66 1,822003 172.015 87.251 76.459 335.725 -12,46 9,10 2,99 -4,282004 184.283 78.205 82.305 344.793 7,13 -10,37 7,65 2,702005 211.479 80.383 89.924 381.786 14,76 2,78 9,26 10,732006 213.876 87.227 95.338 396.441 1,13 8,51 6,02 3,842007 249.487 81.655 96.657 427.799 16,65 -6,39 1,38 7,912008 252.783 82.222 101.500 436.505 1,32 0,69 5,01 2,04

2009*) 255.313 80.069 108.450 443.832 1,00 -2,62 6,85 1,68

Pertumbuhan (%)Tahun

Luas Areal (Ha)

Sumber : Ditjen Perkebunan *) Angka Sementara

Page 209: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 189

Lampiran 8.2. Perkembangan produksi gula hablur di Indonesia berdasarkan status pengusahaan, 1969-2009

PR PBN PBS Total PR PBN PBS Total1969 205.500 630.000 72.100 907.600 1970 195.846 602.700 73.900 872.446 -4,70 -4,33 2,50 -3,871971 218.700 707.586 122.239 1.048.525 11,67 17,40 65,41 20,181972 213.933 756.195 130.449 1.100.577 -2,18 6,87 6,72 4,961973 203.659 693.089 18.121 914.869 -4,80 -8,35 -86,11 -16,871974 249.647 857.566 127.213 1.234.726 22,58 23,73 602,02 34,961975 221.226 877.703 142.727 1.241.656 -11,38 2,35 12,20 0,561976 266.728 899.715 151.931 1.318.374 20,57 2,51 6,45 6,181977 353.385 923.829 83.159 1.360.373 32,49 2,68 -45,27 3,191978 484.914 940.972 71.082 1.496.968 37,22 1,86 -14,52 10,041979 735.894 369.926 80.570 1.186.390 51,76 -60,69 13,35 -20,751980 893.120 273.355 93.475 1.259.950 21,37 -26,11 16,02 6,201981 913.677 200.436 116.007 1.230.120 2,30 -26,68 24,10 -2,371982 1.373.009 182.041 71.752 1.626.802 50,27 -9,18 -38,15 32,251983 1.240.500 290.597 88.441 1.619.538 -9,65 59,63 23,26 -0,451984 1.397.350 329.713 83.310 1.810.373 12,64 13,46 -5,80 11,781985 1.450.184 343.035 105.590 1.898.809 3,78 4,04 26,74 4,881986 1.567.552 346.130 100.892 2.014.574 8,09 0,90 -4,45 6,101987 1.743.677 322.758 109.439 2.175.874 11,24 -6,75 8,47 8,011988 1.575.083 339.541 89.427 2.004.051 -9,67 5,20 -18,29 -7,901989 1.621.468 305.847 181.033 2.108.348 2,94 -9,92 102,44 5,201990 1.609.041 306.263 204.281 2.119.585 -0,77 0,14 12,84 0,531991 1.612.240 450.561 189.866 2.252.667 0,20 47,12 -7,06 6,281992 1.652.685 475.804 177.995 2.306.484 2,51 5,60 -6,25 2,391993 1.684.614 393.720 251.477 2.329.811 1,93 -17,25 41,28 1,011994 1.673.246 509.047 271.588 2.453.881 -0,67 29,29 8,00 5,331995 1.350.476 422.300 286.800 2.059.576 -19,29 -17,04 5,60 -16,071996 1.512.131 316.660 265.404 2.094.195 11,97 -25,02 -7,46 1,681997 1.196.409 365.313 630.264 2.191.986 -20,88 15,36 137,47 4,671998 759.094 305.332 423.843 1.488.269 -36,55 -16,42 -32,75 -32,101999 738.893 284.782 470.258 1.493.933 -2,66 -6,73 10,95 0,382000 790.573 234.288 665.143 1.690.004 6,99 -17,73 41,44 13,122001 813.538 210.949 600.980 1.725.467 2,90 -9,96 -9,65 2,102002 967.160 297.985 490.509 1.755.354 18,88 41,26 -18,38 1,732003 839.028 370.476 422.414 1.631.918 -13,25 24,33 -13,88 -7,032004 1.028.681 383.892 639.071 2.051.645 22,60 3,62 51,29 25,722005 1.193.653 423.421 624.668 2.241.742 16,04 10,30 -2,25 9,272006 1.226.845 453.234 626.948 2.307.027 2,78 7,04 0,36 2,912007 1.514.529 424.692 684.565 2.623.786 23,45 -6,30 9,19 13,732008 1.536.209 396.186 736.033 2.668.428 1,43 -6,71 7,52 1,70

2009*) 1.546.511 410.948 892.310 2.849.769 0,67 3,73 21,23 6,80

TahunProduksi (ton) Pertumbuhan (%)

Sumber : Ditjen Perkebunan *) Angka Sementara

Page 210: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

190 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Lampiran 8.3. Perkembangan produktivitas tebu di Indonesia berdasarkan status pengusahaan, 1969-2009

PR PBN PBS Total1969 4,21 9,36 10,43 7,38 PR PBN PBS Total1970 4,35 8,66 10,50 7,17 3,25 -7,50 0,59 -2,831971 4,50 9,46 40,69 8,30 3,62 9,24 287,70 15,741972 2,99 11,85 9,86 7,40 -33,71 25,30 -75,78 -10,791973 2,93 8,11 1,25 5,40 -1,89 -31,59 -87,30 -27,071974 3,47 9,52 8,65 6,98 18,46 17,40 590,81 29,411975 3,03 9,86 7,99 6,90 -12,60 3,61 -7,59 -1,151976 2,90 9,41 7,14 6,31 -4,42 -4,55 -10,65 -8,601977 2,98 9,27 5,07 5,80 2,95 -1,50 -28,96 -8,071978 4,74 7,75 2,91 6,03 59,02 -16,41 -42,72 4,001979 3,84 2,93 3,16 3,45 -19,15 -62,15 8,60 -42,761980 3,44 7,26 5,04 3,99 -10,40 147,64 59,61 15,421981 3,15 5,46 6,11 3,55 -8,47 -24,86 21,26 -10,861982 4,53 4,23 4,21 4,48 43,95 -22,52 -31,09 26,011983 3,93 5,91 4,52 4,21 -13,21 39,79 7,37 -5,901984 5,90 3,85 4,24 5,29 50,15 -34,83 -6,08 25,631985 6,42 3,61 5,45 5,58 8,85 -6,37 28,48 5,431986 6,57 5,00 5,60 6,19 2,33 38,70 2,64 10,831987 7,23 4,25 6,14 6,50 10,01 -15,05 9,71 5,041988 6,18 3,68 4,84 5,48 -14,46 -13,53 -21,24 -15,611989 6,49 3,95 5,95 5,89 4,90 7,53 22,97 7,491990 6,19 4,30 6,22 5,82 -4,56 8,75 4,60 -1,181991 6,30 4,66 5,63 5,83 1,74 8,48 -9,55 0,131992 6,31 4,49 4,94 5,71 0,10 -3,65 -12,28 -2,111993 6,01 3,77 6,18 5,47 -4,76 -16,11 25,23 -4,111994 6,05 4,72 6,09 5,72 0,73 25,34 -1,44 4,571995 5,13 3,51 5,44 4,72 -15,17 -25,61 -10,69 -17,471996 4,97 3,99 4,20 4,69 -3,09 13,67 -22,83 -0,711997 5,48 4,29 11,76 5,67 10,25 7,48 180,13 20,811998 3,89 3,68 4,28 3,95 -29,02 -14,39 -63,59 -30,341999 4,18 3,47 5,64 4,37 7,43 -5,64 31,71 10,612000 4,62 3,65 6,32 4,96 10,40 5,32 12,04 13,642001 4,55 2,41 7,72 5,01 -1,47 -34,15 22,13 0,982002 4,92 3,73 6,61 5,00 8,22 54,88 -14,39 -0,092003 4,88 4,25 5,52 4,86 -0,90 13,96 -16,38 -2,882004 5,58 4,91 7,76 5,95 14,44 15,61 40,54 22,412005 5,64 5,27 6,95 5,87 1,11 7,31 -10,54 -1,322006 5,74 5,20 6,58 5,82 1,63 -1,36 -5,33 -0,892007 6,07 5,20 7,08 6,13 5,83 0,10 7,70 5,392008 6,08 4,82 7,25 6,11 0,11 -7,36 2,39 -0,33

2009*) 6,06 5,13 8,23 6,42 -0,33 6,52 13,46 5,03

TahunProduktivitas (Ton/Ha) Pertumbuhan (%)

Produksi (ton)

Sumber : Ditjen Perkebunan *) Angka Sementara

Page 211: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 191

Lampiran 8.4. Produksi gula Perkebunan Rakyat di provinsi sentra di Indonesia, 2006-2010

2006 2007 2008 2009*) 2010**) Rata-rata

1 Jawa Timur 833,291 1,137,690 1,124,414 1,125,731 1,125,797 1,069,385 72.57 72.57

2 Jawa Tengah 252,568 243,633 255,873 246,365 246,518 248,991 16.90 89.46

3 Lampung 67,629 37,400 72,738 80,291 80,765 67,765 4.60 94.06

4 Jawa Barat 56,816 61,035 56,768 56,645 59,702 58,193 3.95 98.01

5 DI Yogyakarta 13,423 15,785 15,648 26,756 26,857 19,694 1.34 99.35

6 Sumatera Utara 2,129 2,764 5,901 5,944 5,963 4,540 0.31 99.65

7 Sulawesi Selatan 3,462 1,793 2,154 5,682 3,273 0.22 99.88

8 Sumatera Selatan 989 563 2,286 2,625 2,631 1,819 0.12 100.00

Indonesia 1,226,845 1,502,332 1,535,421 1,546,511 1,553,915 1,473,659 100.00 Sumber : Ditjen Perkebunan

Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Estimasi

No. ProvinsiProduksi (Ton) Share

(%)

Share kumulatif

(%)

Page 212: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

192 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Lampiran 8.5. Perkembangan ekspor dan impor tebu Indonesia, 1969-2009

NeracaVolume Nilai Volume Nilai Nilai(Ton) (000 US$) (Ton) (000 US$) (000 US$)

1969 166.457 2.367 0 0 2.3671970 134.551 2.257 0 0 2.2571971 279.005 4.114 0 0 4.1141972 255.915 4.608 6.123 1.238 3.3701973 211.725 8.005 49.140 8.032 -271974 194.655 10.970 112.919 25.110 -14.1401975 176.908 9.032 96.809 34.068 -25.0361976 169.084 6.384 207.828 110.611 -104.2271977 67.135 2.197 226.828 106.324 -104.1271978 203.780 8.734 433.055 284.487 -275.7531979 239.896 16.221 295.081 130.139 -113.9181980 224.010 22.906 400.920 163.216 -140.3101981 255.873 20.375 721.019 705.609 -685.2341982 459.654 13.922 687.179 420.682 -406.7601983 619.384 23.045 168.095 133.279 -110.2341984 690.528 26.912 2.917 2.337 24.5751985 577.002 22.341 4.407 3.330 19.0111986 714.712 39.759 79.932 16.405 23.3541987 737.512 36.817 129.838 25.683 11.1341988 521.415 27.203 130.331 35.087 -7.8841989 447.490 19.819 325.930 112.241 -92.4221990 622.645 32.992 280.978 123.350 -90.3581991 386.391 22.495 73.986 26.677 -4.1821992 555.133 48.863 294.226 98.935 -50.0721993 789.025 33.240 181.334 54.177 -20.9371994 799.439 46.346 21.207 6.350 39.9961995 453.906 48.284 578.519 251.710 -203.4261996 185.501 18.028 1.286.080 487.008 -468.9801997 337.421 25.493 673.899 242.464 -216.9711998 173.787 9.673 950.141 319.994 -310.3211999 195.979 8.070 1.583.957 358.820 -350.7502000 136.753 5.926 1.677.611 290.099 -284.1732001 94.572 6.288 1.469.244 254.217 -247.9292002 125.137 8.089 1.113.777 216.341 -208.2522003 81.659 4.613 1.079.592 223.778 -219.1652004 195.571 11.396 1.181.397 269.490 -258.0942005 228.669 19.914 2.033.348 593.301 -573.3872006 554.728 50.391 1.452.956 544.431 -494.0402007 526.685 48.649 3.027.423 1.048.269 -999.6202008 947.402 73.199 1.044.000 363.504 -290.305

2009*) 599.690 80.902 1.660.200 689.275 -608.373

TAHUNImporEkspor

Sumber : Ditjen Perkebunan *) Angka Pusdatin

Page 213: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 193

Lampiran 8.6. Perkembangan luas areal, produktivitas dan produksi tebu dunia, 1970-2008

Luas Panen Produktivitas Produksi

(Ha) (Kg/Ha) (Ton)1970 11.113.307 54,76 608.616.105 1971 11.055.376 52,65 582.105.426 1972 10.871.074 52,35 569.105.570 1973 11.149.211 53,84 600.227.145 1974 11.932.313 54,35 648.516.497 1975 12.198.454 53,76 655.815.792 1976 12.575.275 54,65 687.207.538 1977 13.029.277 56,40 734.858.286 1978 13.690.038 56,57 774.416.858 1979 13.733.150 56,09 770.245.178 1980 13.284.827 55,29 734.489.200 1981 13.686.584 58,42 799.604.214 1982 15.055.213 60,25 907.067.880 1983 15.380.802 58,75 903.684.353 1984 15.635.479 59,47 929.768.246 1985 15.947.852 58,52 933.213.589 1986 15.826.297 59,06 934.719.186 1987 16.310.476 60,72 990.319.251 1988 16.390.040 60,58 992.982.513 1989 16.535.904 61,56 1.017.998.783 1990 17.079.401 61,65 1.052.997.497 1991 17.783.308 61,26 1.089.330.376 1992 18.151.894 61,50 1.116.324.081 1993 17.292.800 59,58 1.030.379.898 1994 17.591.927 61,94 1.089.642.360 1995 18.577.716 63,10 1.172.261.485 1996 19.417.500 62,98 1.222.851.749 1997 19.294.527 64,86 1.251.521.695 1998 19.317.787 66,03 1.275.519.840 1999 19.204.979 66,73 1.281.577.252 2000 19.514.391 64,27 1.254.146.685 2001 19.735.176 64,03 1.263.573.678 2002 20.489.056 64,98 1.331.460.081 2003 20.779.879 66,20 1.375.572.761 2004 20.371.568 65,69 1.338.138.099 2005 19.997.110 65,97 1.319.136.603 2006 20.870.596 67,98 1.418.744.891 2007 23.020.459 70,70 1.627.450.797 2008 24.375.413 71,51 1.743.092.995

Tahun

Sumber : FAO

Page 214: Outlook Komoditas Bun

2010 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN

194 Pusat Data dan Informasi Pertanian

Lampiran 8.7. Negara dengan luas areal tebu terbesar di dunia, 2004-2008

2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata

1 Brazil 5,631,741 5,805,518 6,355,498 7,080,920 8,141,135 6,602,962

2 India 3,938,400 3,661,500 4,201,100 5,150,000 5,055,200 4,401,240

3 China 1,393,089 1,365,777 1,388,980 1,596,643 1,708,520 1,490,602

4 Pakistan 1,074,500 966,400 907,300 1,029,000 1,241,300 1,043,700

5 Thailand 1,111,166 1,067,244 965,333 1,010,287 1,054,439 1,041,694

6 Meksiko 651,911 669,781 679,936 690,441 669,231 672,260

7 Kuba 661,000 517,200 397,100 329,500 380,300 457,020

8 Afrika Selatan 425,000 428,000 420,000 420,000 425,000 423,600

9 Australia 447,644 433,953 415,000 420,000 390,000 421,319

10 Kolombia 399,509 406,060 410,060 410,201 383,388 401,844

11 Indonesia 344,793 382,083 396,441 404,653 415,578 388,710

12 Philipina 388,627 368,944 392,280 382,956 397,991 386,160

13 Amerika Serikat 379,680 373,080 367,780 357,539 374,200 370,456

14 Argentina 281,886 284,639 315,000 355,000 355,000 318,305

15 Vietnam 286,100 266,300 288,100 293,400 271,100 281,000

16 Guatemala 226,000 271,554 233,334 287,000 287,000 260,978

Total 20,371,568 19,997,110 20,870,596 23,020,459 24,375,413 21,727,029 Sumber : FAO

No NegaraLuas Areal (Ha)

Lampiran 8.8. Negara produsen tebu terbesar di dunia, 2004-2008

2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata

1 Brazil 415,205,835 422,956,646 477,410,656 549,707,328 648,921,280 502,840,349

2 India 233,861,800 237,088,400 281,171,800 355,519,700 348,187,900 291,165,920

3 China 91,044,422 87,578,212 93,306,257 113,731,917 124,917,502 102,115,662

4 Thailand 64,995,741 49,586,360 47,658,097 64,365,482 73,501,610 60,021,458

5 Pakistan 53,820,000 47,244,100 44,665,500 54,741,600 63,920,000 52,878,240

6 Meksiko 48,662,244 51,645,544 50,675,820 52,089,356 51,106,900 50,835,973

7 Kolombia 40,000,000 39,849,240 38,450,000 38,500,000 38,500,000 39,059,848

8 Australia 36,993,454 37,822,192 37,128,000 36,397,000 33,973,000 36,462,729

9 Philipina 33,500,000 31,400,000 31,550,000 32,500,000 26,601,400 31,110,280

10 Indonesia 26,750,000 29,300,000 29,200,000 25,300,000 26,000,000 27,310,000

11 Amerika Serikat 26,320,160 24,136,570 27,033,200 27,750,600 27,603,000 26,568,706

12 Argentina 20,950,000 24,400,000 26,450,000 29,950,000 29,950,000 26,340,000

13 Guatemala 20,000,000 23,454,030 18,721,415 25,436,764 25,436,764 22,609,795

14 Afrika Selatan 19,094,760 21,265,000 20,275,430 20,300,000 20,500,000 20,287,038

15 Mesir 16,230,438 16,317,320 16,656,330 17,014,272 16,469,947 16,537,661

16 Lainnya 190,711,249 175,094,994 178,394,392 184,148,785 187,505,700 183,169,018

Total 1,338,140,103 1,319,138,608 1,418,746,897 1,627,452,804 1,743,095,003 1,489,312,677 Sumber : FAO

Produksi (Ton)No Negara

Page 215: Outlook Komoditas Bun

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN - PERKEBUNAN 2010

Pusat Data dan Informasi Pertanian 195

DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2007. Budidaya Kelapa. http://insidewinme.blogspot.com/2007/

11/budidaya-kelapa.html. [Terhubung secara berkala]. Anonim. 2010a. Cengkeh. http://id.wikipedia.org/wiki/Cengkeh [terhubung

berkala].

Anonim. 2010b. Nilam: Tanaman Semak Berminyak Mahal. http://images.toiusd.multiply.multiplycontent.com [terhubung berkala].

Badan Pusat Statisik. 2006. Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2005. BPS, Jakarta.

Bambang Susatyo. 2008. Setelah Rokoh Dihabisi. Koran Tempo 31 Mei 2008.

Departemen Pertanian. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Cengkeh. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.

Departemen Pertanian. 2009. Statistik Perkebunan Kelapa Sawit. Setditjen Perkebunan, Jakarta.

Emmyzar dan Yulius F. 2004. Pola Budidaya untuk Peningkatan Produktivitas dan Mutu Minyak Nilam (Pogostemon cablin Benth). Perkembangan Teknologi TRO VOL. XVI, No. 2, 2004. Bogor, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.

Fahmi, I. 2002. Tak Ada Solusi, Krisis Cengkeh Bisa Delapan Tahun. http://www.bisnis.com/servlet . Terhubung berkala [2 Juni 2010].

Jaliouz, 2009. Kelapa dan Energi. http://www.ristek.go.id/makalah-menteri/index.php/2009/01/27/inovasi-kelapa-dalam-sektor-energi/. [Terhubung secara berkala].

Nita. 2007. Minyak Nilam Sebagai Bahan Parfum.

http://ikm.depperin.go.id/Publikasi [terhubung berkala].

Purna, Ibnu et all. 2009. Kebijakan HPP Beras dan Penurunan Bea Masuk Impor Gula. http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task= view&id=4082&Itemid=29 [terhubung berkala].

Suprapto H. dan Elly SR. 2010. Harga Minyak Atsiri Naik 100%.

http://bisnis.vivanews.com/news [terhubung berkala].