Modul 3 Hujan

download Modul 3 Hujan

of 34

Transcript of Modul 3 Hujan

  • 5/24/2018 Modul 3 Hujan

    1/34

    Umboro Lasminto III - 1

    MODUL 3

    HUJAN (PRESIPITASI)

    Tujuan Instruksional Khusus modul ini adalah mahasiswa dapat menghitung

    data untuk melengkapi data hujan yang tidak kontinyu, data hujan yang mengalami

    perubahan dengan metode analisa double mass curve, hujan rata-rata dengan metoda :

    arithmatic, Thiessen, Isohyet, hubungan antara intensitas dan tinggi hujan, hubungan

    antara intensitasa dan waktu hujan dengan metoda : Talbot, Sherman, Ishiguro,

    MonoNobe, hubungan antara tinggi dan waktu hujan dengan metoda Haspers dan

    lain-lain.

    Bila udara lembab bergerak ke atas kemudian menjadi dingin sampai melalui

    titik embun, maka uap air didalamnya mengkondensir sampai membentuk butir-butir

    air. Bila proses pendinginan ini terjadi secara besar-besaran, maka butir-butir air akan

    jatuh sebagai Hujan (Presipitasi). Sebenarnya presipitasi yang terjadi dapat juga

    berupa salju, es, dan sebagainya. Derasnya hujan tergantung dari banyaknya uap air di

    dalam udara. Pada umumnya semakin deras hujannya, semakin pendek waktunya,

    oleh karena itu setelah sebagian uap air mengkondensir udara semakin kering maka

    derasnya hujan berubah dengan waktu.

    3.1.Type Hujan

    Hujan dibagi atas tiga type sesuai dengan cara udara naik ke daerah yang lebih dingin.

    Tiga type tersebut adalah :

    a. Hujan Siklonik : yaitu berasal dari naiknya udara yang dipusatkan di daerahdengan tekanan rendah.

    b. Hujan Konvektif : yaitu berasal dari naiknya udara ketempat yang lebih dingin.

  • 5/24/2018 Modul 3 Hujan

    2/34

    Umboro Lasminto III - 2

    c. Hujan Orografik : yaitu berasal dari naiknya udara karena adanya rintanganberupa pegunungan.

    Hujan sangat dipengaruhi oleh iklim dan keadaan topografi daerah, sehingga

    keadaannya sangat berbeda untuk masing-masing daerah. Hujan yang terjadi disuatu

    daerah kadang-kadang sangat sulit ditentukan typenya sehingga data yang demikian

    jarang disebutkan.

    3.2. Data Hujan

    Data hujan yang diperlukan dalam analisa hidrologi biasa meliputi data :

    Curah hujan : adalah tinggi hujan dalam satu hari, bulan atau tahundinyatakan dalam mm, cm atau inchi, misal : 124 mm per hari; 462 mm per

    bulan dan 2158 mm per tahun.

    Waktu hujan : adalah lama terjadinya satu kali hujan (duration of onerainstorm), missal : 12 menit; 42 menit; 2 jam pada satu kejadian hujan.

    Intensitas hujan : adalah banyaknya hujan yang jatuh dalam periode tertentu,misal : 48 mm/jam, dalam 15 menit; 72 mm/jam dalam 30 menit.

    Frekwensi hujan : adalah kemungkinan terjadinya atau dilampauinya suatutinggi hujan tertentu. Misal curah hujan 115 mm per hari akan terjadi atau

    dilampaui sekali dalam 20 tahun; curah hujan 2500 mm per tahun akan

    terjadi atau dilampaui dalam 10 tahun.

    Data tersebut di atas dapat diperoleh dengan memasang alat-alat penakar hujan (rain

    gauge) di daerah pengaliran di tempat-tempat yang memerlukan data.

  • 5/24/2018 Modul 3 Hujan

    3/34

    Umboro Lasminto III - 3

    3.3. Network Stasiun Hujan

    Tempat dimana alat penakar hujan dipasang disebut sebagai Stasiun Hujan,

    yang dapat dipasang tersebar diseluruh daerah aliran. Banyaknya stasiun hujan pada

    suatu daerah aliran tergantung dari kebutuhan dan ketelitian data yang diperlukan,

    demikian juga dengan type penakar hujan yang dipasang. Sebagai perkiraan

    banyaknya alat penakar hujan yang dipasang terhadap luas daerah yang diwakili

    seperti Table 3.1.

    Table 3.1. Jumlah Penakar Hujan pada suatu daerah yang diwakilinya

    Luas(Km2)

    Jumlah stasiun penakar hujan

    26

    260

    1300

    2600

    3200

    7800

    2

    6

    12

    15

    20

    40

    Sumber : Wilson, engineering Hidrologi, Macmilan, 1974 hal 17

    Di Indonesia jaringan stasiun hujan dibangun oleh Direktorat Meteorologi

    yang juga mengumpulkan, mengolah dan juga menyajikan data hujan secara periodik.

    Jaringan stasiun hujan nasional jumlahnya 4000 buah tersebar di seluruh Indonesia

    (Table 3.2).

    Table 3.2. Network stasiun Hujan di Indonesia

    Daerah Jumlah stasiun Km2/stasiun

    Indonesia

    Jawa

    Sumatra

    Kalimantan

    sulawesi

    4339

    3000

    600

    120

    250

    440

    44

    790

    4500

    760Sumber : Sri Murni D, Ir, Hidrologi I, Fak. Tek. U.I., 1976, hal. 6

  • 5/24/2018 Modul 3 Hujan

    4/34

    Umboro Lasminto III - 4

    Pada proyek-proyek pengembangan sumber-sumber air di Indonesia sering

    kali diperlukan data tambahan dan ketelitian data dengan memasang alat penakar

    hujan tambahan di sekitar daerah proyek.

    3.4.Alat Penakar Hujan

    Besarnya tinggi hujan yang jatuh dan dinyatakan dalam satuan mm, cm atau

    inchi pada suatu daerah dapat diketahui dengan cara memasang atau mengoperasikan

    alat penakar hujan di daerah tersebut. Ada dua jenis alat penakar hujan, yaitu

    pencatatan secara manual dan pencatatan secara automatik.

    a) Pencatatan manualAlat penakar hujan dengan pencatatan manual ini terdiri dari suatu tabung dengan

    diameter 8 inchi (20,3 cm) yang dilengkapi dengan corong penerima, tabung

    pengukur yang mempunyai luas penampang 1/10 atau 1/100 kali dari luas

    penampang corong penerima (Gambar 3.1). Perbandingan ini penting artinya

    guna memudahkan ketelitian baca hasil pengukuran. Air hujan yang masuk

    corong penerima terus masuk ketabung

    pengukur. Bila hujan masuk setinggi 0,1

    inchi maka didalam tabung pengukur akan

    terlihat air setinggi 1 inchi. Atau bila

    hujan yang jatuh 0,01 inchi (0,25 mm)

    maka di dalam tabung pengukur akan

    terlihat air setinggi 1 inchi.

    Gambar 3.1. Alat Penakar hujan 8

  • 5/24/2018 Modul 3 Hujan

    5/34

    Umboro Lasminto III - 5

    Data hujan ini akan sulit terbaca kalau tidak digunakan tabung pengukur dengan

    perbandingan luas penampang yang lebih kecil. Pengukuran tinggi air hujan di

    dalam tabung pengukur, dipakai tongkat pengukur atau skala bacaan yang ada

    yang ada pada tabung. Hasil bacaan tinggi air hujan di dalam tabung pengukur

    masih harus dikalikan dengan faktor perbandingan antara luas penampang tabung

    pengukur dan luas corong pengumpul, baru didapat data tinggi hujan yang terjadi.

    Data yang didapat dari pencatatan hujan dengan alat penakar jenis ini adalah data

    hujan harian yaitu tinggi hujan yang terjadi dalam 24 jam (etmal), karena

    pengukuran dilakukan satu kali dalam sehari semalam, biasanya pagi hari. Kalau

    dilakukan pengukuran dua kali pagi dan sore, datanya dicatat sebagai hujan

    harian,yaitu dengan menjumlahkan dua data pengukuran tersebut.

    b) Penakar automatikAlat penakar hujan automatik atau Automatic Rain Gauge adalah alat yang dapat

    mencatat hasil pengukuran hujan secara automatik dalam setiap kejadian hujan.

    Pengoperasian alat ini bisa satu mingguan dengan mengganti kertas grafik

    pencatat yang dipakai.

    Ada tiga type automatic rain gauge yang banyak dipakai yaitu, Weighing Bucket

    Rain Gauge, Tipping Bucket Rain Gauge, Syphon Automatic Rainfall Recorder.

    1. Weighing Bucket Rain GaugeHujan yang jatuh di atas corong akan diteruskan masuk ke dalam bucket yang

    ber alaskan plat form. Penambahan air hujan yang masuk ke dalam bucket

    akan menambah berat sehingga weighing mekanik akan bekerja

    menggerakkan lengan pena pencatat yang akan terlihat hasilnya pada kertas

    grafik yang berputar sesuai dengan waktu. Hasil pencatatan yang ditunjukkan

    merupakan hujan kumulatif terhadap waktu dalam kurva massa hujan.

  • 5/24/2018 Modul 3 Hujan

    6/34

    Umboro Lasminto III - 6

    2. Tipping Bucket Rain GaugeHujan yang jatuh di atas corong akan diteruskan masuk ke dalam bucket yang

    terdiri dari dua sisi menyerupai timbangan. Air hujan mengisi timbangan sisi

    sebelah kiri, maka akan terjadi gerakan pada bucket ini akibat berat air hujan.

    Bila bucket sisi sebelah kiri terisi penuh maka air akan mengalir keluar dari

    bucket dan ganti bucket sisi kanan yang terisi air hujan dari corong. Proses ini

    berjalan terus selama terjadi hujan dan gerakan bucket ini dimonitor oleh

    instrument pencatat elektrik yang hasilnya merupakan data grafik pencatatan

    hujan komulatif terhadap waktu.

    3. Syphon Automatic Rainfall RecorderAlat type ini sering disebut juga dengan Float Recording Gauge, dimana

    pencatatan yang dilakukan pada kertas grafik didasarkan atas naik turunnya

    pelampung dalam bak pengumpul. Hujan yang jatuh di atas corong akan

    diteruskan ke dalam bak pengumpul. Bila hujan bertambah terus maka

    pelampung dalam bak akan naik karena air dalam bak naik. Gerakan

    pelampung ini diikuti oleh goresan pena pencatat pada kertas grafik yang

    berputar sesuai dengan waktu. Bila muka air dalam bak pengumpul sama

    dengan bengkokan pipa siphon maka air dalam bak pengumpul akan tersedot

    keluar melalui pipa siphon dan terjadi pengosongan dalam bak pengumpul.

    Peritiwa pengosongan ini akan akan diikuti oleh penurunan pelampung yang

    berlangsung sangat cepat, terlihat dalam kertas grafik pencatat garis pencatat

    garis vertikal ke bawah.

    Bila hujan masih berlangsung bak pengumpul terisi air hujan lagi dan

    pelampung juga akan naik, proses pencatatan berlangsung kembali sampai

    hujan berhenti.

  • 5/24/2018 Modul 3 Hujan

    7/34

    Umboro Lasminto III - 7

    Pada gambar 3.5 ditunjukkan grafik hasil pencatatan alat penakar hujan

    automatis tipe siphon. Terlihat sampai jam 07.00 hari senin garis pencatatan

    mendatar pada skala 2,5 cm, ini berarti pada bak penampung tidak terjadi

    penambahan air akibat hujan, sehingga pelampung tidak bergerak naik. Jam

    07.00 sampai jam 08.00 terlihat garis pencatatan naik mulai skala 2,5 cm dan

    berhenti pada skala 4,2 cm kemudian mendatar lagi. Pada saat garis pencatatan

    naik berarti ada penambahan air pada bak penampung yang berarti terjadi

    hujan. Tinggi hujan yang tercatat adalah 17 mm dengan lama hujan (duration)

    1 jam.

    Pada hari selasa jam 04.30 terlihat garis pencatatan naik mulai dari skala 8,5

    cm sampai skala 10 cm pada jam 05.10 kemudian turun hampir vertical,

    selanjutnya naik lagi sampai skala 5,4 cm pada jam 08.10 lalu garisnya

    mendatar. Terlihat bahwa pada jam 05.10 muka air pada bak penampung

    mencapai bengkokan pipa siphon sehingga terjadi pengosongan air pada bak

    penampung, ini ditunjukkan dengan turunnya garis pencatatan sampai skala 0

    cm, karena hujan masih berlangsung maka garis pencatatan naik lagi sampai

    hujan berhenti, maka garis pencatatan mendatar lagi.

    Gambar 3.5. Grafik curah hujan otomatis

  • 5/24/2018 Modul 3 Hujan

    8/34

    Umboro Lasminto III - 8

    Dapat disimpulkan bahwa bila garis pencatatan mendatar berarti tidak

    terjadi hujan, sedang bila garis pencatatan naik berarti terjadi hujan dimana

    kemiringan garis pencatatan ini menunjukkan besarnya intensitas hujan dan

    kalau terjadi garis pencatatan menurun berarti pada saat itu terjadi

    pengosongan bak penampung. Data hujan yang diperoleh dari analisa grafik

    pencatatan adalah berupa data hujan jam-jaman dan pola hujan.

    Alat penakar hujan otomatik lain yang ada adalah Aerodynamic Rain Gauge

    dan Penakar Hujan Mekanik seperti pada gambar dibawah ini.

    Gambar 3.6. Alat Penakar Hujan mekanik dan pemasangannya

  • 5/24/2018 Modul 3 Hujan

    9/34

    Umboro Lasminto III - 9

    3.5. Penyajian Data HujanData yang diperoleh dari stasiun penakar hujan adalah tabel data tinggi hujan

    harian atau grafik akumulasi tinggi hujan dari penakar hujan automatis. Data tersebut

    dapat diolah dan disajikan dalam bentuk tabel, diagram dan grafik.

    1. Penyajian dalam bentuk tabelTinggi hujan maupun akumulasi tinggi hujan dari suatu stasiun dapat disajikan

    dalam bentuk tabel, tergantung dari keperluannya. Unit waktu dapat diambil tiap

    jam, tiap hari, tiap 10 harian, tiap bulan, tiap tahun bahkan kadang-kadang tiap 5

    tahunan. Contoh tabel hujan seperti pada Tabel 3.3. dan Tabel 3.4.

    Tabel 3.3. Tabel Hujan Harian Maksimum

    Tahun R (mm) Tahun R (mm)

    1970

    1971

    1972

    19731974

    133

    117

    75

    150154

    1975

    1976

    1977

    19781979

    161

    220

    129

    160120

    Data hujan pada stasiun Bantaran, G. Kelud Jatim

    Tabel 3.4. Tabel Hujan Rata-rata Bulanan (mm)

    tahun J P N A M J J A S O N D Tahunan

    1975

    1976

    19771978

    1979

    1980

    1981

    97

    50

    84127

    46

    119

    27

    160

    40

    9233

    132

    62

    54

    123

    47

    90145

    147

    72

    131

    150

    136

    17598

    138

    226

    198

    204

    155

    72106

    96

    144

    230

    162

    250

    12247

    106

    372

    57

    172

    67

    27126

    46

    16

    -

    183

    22

    6586

    3

    114

    -

    173

    44

    9108

    48

    9

    -

    156

    61

    097

    11

    124

    -

    52

    144

    -60

    96

    75

    -

    67

    68

    155107

    166

    87

    -

    1699

    1084

    -1140

    1035

    1420

    -

    Rata2

    max

    min

    79

    127

    27

    82

    160

    33

    115

    181

    47

    160

    226

    98

    144

    230

    72

    159

    372

    47

    76

    172

    16

    79

    183

    3

    65

    173

    9

    73

    156

    0

    85

    144

    52

    108

    156

    67

    1227 1)

    2290 2)

    471 3)

    Sumber : data hujan pada stasiun Baraka Sulsel- Tidak ada data

    1) Total rata-rata bulanan 2) Hujan tahunan maksimum 3) Hujan tahunan minimum

  • 5/24/2018 Modul 3 Hujan

    10/34

    Umboro Lasminto III - 10

    2. Penyajian dalam bentuk diagramTinggi hujan dari suatu stasiun juga dapat disajikan dalam bentuk diagram yang

    unit waktunya tergantung dari keperluannya. Lengkung massa hujan biasanya

    tidak disajikan dalam bentuk diagram. Gambar 3.6 adalah contoh diagram tinggi

    hujan jam-jaman pada stasiun Jrengek pada daerah aliran KLI Klampis, data untuk

    tanggal 18 Januari 1977.

    Gambar 3.7. Diagram Hujan Bulanan

    Gambar 3.8. Diagram hujan jam-jaman

  • 5/24/2018 Modul 3 Hujan

    11/34

    Umboro Lasminto III - 11

    3. Penyajian dalam bentuk grafikBila pada diagram tinggi hujan ditarik garis ratanya, maka didapat grafik tinggi

    hujan. Pada umumnya grafik tinggi hujan dibuat langsung dengan

    menggambarkan titik-titik tersebut. Dengan cara yang sama lengkung massa hujan

    dapat juga dibuat. Gambar 3.8 adalah contoh grafik tinggi hujan rata-rata bulanan

    dan Gambar 3.9 adalah contoh grafik/lengkung massa dari hujan jam-jaman dari

    Gambar 3.7.

    Gambar 3.9. Grafik hujan rata-rata bulanan

    Gambar 3.10. Grafik massa hujan

  • 5/24/2018 Modul 3 Hujan

    12/34

    Umboro Lasminto III - 12

    3.6. Cukupnya Jumlah Penakar HujanHasil pencatatan tinggi hujan dari penakar hujan adalah merupakan data dasar

    yang digunakan dalam analisa hidrologi. Jumlah penakar hujan dalam suatu daerah

    aliran tergantung dari kebutuhan dan besarnya presentase kesalahan yang tertentu

    untuk hujan rata-rata di daerah aliran. Untuk menentukan cukup tidaknya jumlah

    penakar hujan pada suatu daerah aliran dengan prresentase kesalahan hujan rata-

    ratanya adalah ditentukan, maka dapat ditempuh prosedur sebagai berikut :

    a. Hitung total hujan untuk n penakar hujan (stasiun) :Rtot= R1+ R2+ ..+ Rn (3.1)

    b. Hitung rata-rata aritmatika hujan di daerah aliran :Rm= totR

    n

    1 (3.2)

    c. Hitung jumlah dari kuadrat untuk n data hujan :Rs= R1

    2+ R22+ .+ Rn

    2 (3.3)

    d. Hitung variannya :

    S2=1

    1 2

    n

    Rn

    R tots

    (3.4)

    e. Hitung koefisien variasinya :Cv=

    mR

    S2

    100 (3.5)

    f. Jumlah penakar hujan yang optimum N yang diperlukan untukmemperkirakan hujan rata-rata dengan presentase kesalahan (p) adalah :

    N =

    2

    p

    Cv (p dalam presen) (3.6)

    g. Jumlah penakar hujan yang harus ditambahkan adalah : N n

  • 5/24/2018 Modul 3 Hujan

    13/34

    Umboro Lasminto III - 13

    Dalam suatu daerah aliran terdapat empat stasiun penakar hujan dengan data

    hujan normal tahunan adalah 800, 520, 440 dan 400 mm. Hitung jumlah

    stasiun penakar hujan yang harus ditambahkan dengan batas kesalahan

    untuk hujan rata-rata daerah aliran adalah 12 %.

    Contoh 3.1.

    Penyelesaian :

    Rtot= 800 + 520 + 440 + 400 = 2160 mm

    Rm= x 2160 = 540 mm

    Rs= (800)2+ (520)2+ (440)2+ (400)2= 126000

    ( ) 116640021604

    11 22 ==totRn

    533,323

    97600

    14

    116640012640002 ==

    =S

    4,33540

    533,32100==

    vC

    8,712

    4,332

    =

    =N 8

    jadi jumlah stasiun penakar hujan yang harus ditambahkan di daerah aliran

    adalah : 8 4 = 4 stasiun.

    3.7. Melengkapi Data Hujan yang tidak Kontinyu

    Sering dijumpai dalam data hujan yang disajikan terdapat data yang tidak

    kontinyu dalam tahun pencatatannya. Ketidak-kontinyuan ini kemungkinan

    disebabkan oleh data tidak tercatat atau memang datanya hilang, dimana didalam

    table penyajian data diberi tanda (-).

  • 5/24/2018 Modul 3 Hujan

    14/34

    Umboro Lasminto III - 14

    Ada beberapa cara untuk memperkirakan/melengkapi data hujan yang hilang

    diantaranya:

    1. Cara rata-rata aritmatik :Cara ini dapat digunakan bila selisih hujan rata-rata tahunannya untuk stasiun

    yang datanya hilang dengan stasiun yang datanya komplit (stasiun index)

    kurang dari 10 %. Misalnya X adalah stasiun yang datanya hilang, dan A, B, C

    adalah stasiun index. Maka besarnya data yang harus diisikan untuk

    melengkapi data pada stasiun X adalah :

    ( )CBAx

    RRRR ++=3

    1 (3.7)

    dimana : Rx= tinggi hujan yang diisikan untuk melengkapi data stasiun

    X.

    RA, RB, RC = tinggi hujan pada stasiun A, B, dan C.

    2. Cara rasio normal :Bila selisih hujan rata-rata tahunannya untuk stasiun yang datanya hilang

    dengan stasiun index lebih dari 10 %, maka besarnya data yang harus diisikan

    untuk melengkapi data pada stasiun X adalah :

    ++=

    C

    C

    X

    B

    B

    X

    A

    A

    X

    x R

    N

    NR

    N

    NR

    N

    NR

    3

    1 (3.8)

    dimana :

    Nx = tinggi hujan rata-rata tahunan stasiun X

    NA, NB, NC = tinggi hujan rata-rata tahunan stasiun A, B dan C.

    3. Cara korelasi :Cara ini hanya dipakai untuk analisa hujan tahunan dengan menggambarkan

    korelasi tinggi hujan yang bersamaan waktunya (tahun) dari stasiun index

    dengan stasiun yang datanya hilang. Bila didapat korelasi yang baik maka

  • 5/24/2018 Modul 3 Hujan

    15/34

    Umboro Lasminto III - 15

    tinggi hujan yang diperkirakan untuk mengisi data yang hilang diperoleh. Bila

    tidak didapat korelasi yang baik, sulit memperkirakan tinggi hujan untuk

    mengisi data yang hilang.

    0

    50

    100

    150

    200

    250

    300

    0 50 100 150 200 250 300

    Tinggi hujan s tasiun index

    Tin

    ggihujans

    tasiuny

    angh

    ilang

    datanya

    Gambar 3.11. Contoh metode korelasi

    Dari Gambar 3.10 di atas data mempunyai korelasi baik, untuk mengisi data

    hujan yang hilang tinggal melihat besarnya tinggi hujan pada stasiun index

    pada waktu yang sama dengan data yang harus dilengkapi, kemudian ditarik

    ke garis korelasinya maka didapat tinggi hujan yang diperkirakan untuk

    melengkapi data yang hilang.

    3.8. Mengecek Data Hujan akan Perubahan-perubahanBila sudah tidak ada data hujan yang hilang dari periode pengamatan yang

    ditentukan, maka harus dicek akan kemungkinan stasiun dipindah tempatnya, penakar

    hujan diganti typenya atau lain-lain hal yang akan berpengaruh terhadap hasil

    pencatatannya. Cara yang dipakai untuk mengecek data hujan akan perubahan-

    perubahan adalah Analisa Double Mass Curve.

  • 5/24/2018 Modul 3 Hujan

    16/34

    Umboro Lasminto III - 16

    Analisa tersebut dailakukan dengan menggambarkan korelasi antara akumulasi tinggi

    hujan tahunan dari stasiun yang dicek dengan stasiun index, dan menarik garis

    melalui titik-titik tersebut yang disebut garis korelasi massa hujan. Perubahan

    kemiringan dari garis korelasi memberikan indikasi adanya suatu perubahan (Gambar

    3.12).

    Gambar 3.12. Double Mass Curve

    Pada Gambar 3.12 terlihat bahwa lengkung korelasi berubah secara mendadak ditahun

    1978. Jika yang berubah keadaan meteorologinya, maka stasiun index juga akan

    mengalami perubahan sehingga kemiringan garis korelasi tidak mengalami

    perubahan. Dengan adanya perubahan kemiringan, maka data lama sebelum 1978

    harus disesuaikan dengan data sesudah 1979 dengan perumusan sebagai berikut :

    A

    O

    OA

    I

    IRR =

    dimana :

    RA = hujan yang didapat penyesuaiannya.

    RO = hujan yang harus disesuaikan.

  • 5/24/2018 Modul 3 Hujan

    17/34

    Umboro Lasminto III - 17

    IA = kemiringan lengkung massa dari data sesudah 1978.

    IO = kemiringan lengkung massa dari data sebelum 1978.

    3.9. Variasi HujanTinggi hujan di suatu tempat tiap tahunnya tidak sama. Disamping variasi

    tahunan juga terjadi variasi bulanan, bahkan mungkin terdapat variasi harian.

    a. Variasi tahunanVariasi tahunan dari tinggi hujan dapat dilihat dengan membandingkan

    lengkung massa hujan tahunan dan lengkung massa hujan rata-rata tahunan,

    yaitu massa hujan jika tiap-tiap tahunnya adalah tahun normal.

    Gambar 3.13. Mass Curve tahunan

    Dari Gambar 3.13 terlihat bahwa lengkung massa hujan tahun 1961 dan 1962

    mempunyai kemiringan lebih kecil dari kemiringan lengkung massa hujan

    rata-rata hujan yang berarti tahun 1961 dan 1962 tinggi hujannya lebih rendah

    dari tinggi hujan rata-rata tahunan dan disebuttahun kering.

    Sedang dari tahun 1963 sampai 1965 terlihat bahwa kemiringan lengkung

    massa hujannya lebih besar dari kemiringan lengkung massa hujan rata-rata

  • 5/24/2018 Modul 3 Hujan

    18/34

    Umboro Lasminto III - 18

    tahunannya, yang berarti tahun 1963 sampai 1965 tinggi hujannya lebih besar

    dari tinggi hujan rata-rata tahunannya, dan disebuttahun basah.

    Variasi tahun kering dan tahun basah ini sangatlah tergantung dari cara

    mendapatkan lengkung massa hujan rata-rata tahunnya. Sangatlah berbahaya

    untuk menghitung hujan rata-rata tahunan dari periode pengamatan yang

    terlalu pendek, kemungkinan akan didapat harga rata-rata yang terlalu tinggi

    atau terlalu rendah. Kurang adanya variasi tahunan pada data hujan, maka

    perhitungan-perhitungan diambil harga rata-ratanya, padahal dengan data

    hujan yang periode pengamatannya pendek tidak mungkin ditentukan suatu

    harga rata-rata yang tepat. Untuk mendapatkan harga rata-rata tahunan yang

    tidak jauh berbeda dengan harga rata-rata sejati maka data pengamatan hujan

    tahunan paling sedikit 30 tahun, karena penyimpangan rata-ratanya 2 % dari

    harga rata-rata sejati, dan ini cukup teliti untuk keperluan-keperluan praktis.

    b. Variasi bulananUntuk keperluan pertanian Mohr telah menentukan adanya bulan basah dan

    bulan kering sebagai variasi hujan bulanan. Menurut Mohr variasi bulanan

    adalah sebagai berikut :

    1. Bulan Basah, tinggi hujan lebih banyak dari tinggi air yang diuapkansehingga di dalam tanah masih tersedia air untuk tanaman. Batasannya

    bila tinggi hujan dalam satu bulan lebih besar dari 100 mm.

    2. Bulan Kering, tinggi hujan kurang dari tinggi air yang mungkin dapatdiuapkan. Batasannya bila tinggi hujan dalam satu bulan kurang dari

    60 mm.

  • 5/24/2018 Modul 3 Hujan

    19/34

    Umboro Lasminto III - 19

    3. Bulan Normal, tinggi hujan dalam satu bulan lebih dari 60 mm tetapikurang dari 100 mm. Bulan normal disebut juga sebagai Bulan

    Lembab.

    c. Variasi harianDi Indonesia terlihat juga adanya variasi yang teratur dalam satu hari dengan

    terjadinya konsentrasi hujan yang berbeda-beda tiap jamnya. Variasi teratur

    dalam satu hari yang berlangsung tiap-tiap hari hujan terjadi di daerah-daerah

    lereng gunung yang dapat terjadi hujan karena perbedaan temperatur di atas

    darat dan laut, yang disebabkan oleh penyinaran matahari.

    3.10. Hujan Rata-rata Daerah AliranData hujan yang tercatat disetiap stasiun penakar hujan adalah tinggi hujan

    disekitar stasiun tersebut atau disebut sebagaiPoint Rainfall. Karena stasiun penakar

    hujan tersebar di daerah aliran maka akan banyak data tinggi hujan yang diperoleh

    yang besarnya tidak sama. Didalam analisa hidrologi diperlukan data hujan rata-rata

    di daerah aliran (Catchment Area) yang kadang-kadang dihubungkan dengan

    besarnya aliran yang terjadi.

    Ada tiga cara untuk menghitung hujan rata-rata daerah aliran atau disebut Area

    rainfall dari data Point Rainfall yaitu :

    a. Cara Arithmatic Mean :Biasanya cara ini dipakai pada daerah yang datar dan banyak stasiun penakar

    hujannya dan dengan anggapan, bahwa di daerah tersebut sifat curah hujannya

    adalah merata atau uniform.

    Cara perhitungannya sebagai berikut :

    ( )n

    RRRRn

    R ++++= .....1 321 (3.9)

  • 5/24/2018 Modul 3 Hujan

    20/34

    Umboro Lasminto III - 20

    atau =

    =n

    i

    iR

    nR

    1

    1 (3.10)

    dimana :

    R = tinggi hujan rata-rata daerah aliran (area

    rainfall)

    R1, R2,R3..Rn = tinggi hujan masing stasiun (point rainfall

    n = banyaknya stasiun penakar hujan

    b. Cara Thiessen PolygonCara ini memasukkan factor pengaruh daerah yang diwakili oleh stasiun

    penakar hujan yang disebut sebagai faktor pembobot (weighing factor) atau

    disebut juga sebagai Koefisien Thiessen. Besarnya faktor pembobot,

    tergantung dari luas daerah pengaruh yang diwakili oleh stasiun yang dibatasi

    oleh polygon-polygon yang memotong tegak lurus pada tengah-tengah garis

    penghubung dua stasiun. Dengan demikian setiap stasiun akan terletak

    didalam suatu poligon yang tertutup. Jelasnya poligon-poligon tersebut dapat

    diperoleh sebagai berikut :

    1. Hubungkan masing-masing stasiun dengan garis lurus sehinggamembentuk polygon segitiga.

    2. Buat sumbu-sumbu pada polygon segitiga tersebut sehingga titikpotong sumbu akan membentuk polygon baru.

    3. Polygon baru inilah merupakan batas daerah pengaruh masing-masingstasiun penakar hujan.

  • 5/24/2018 Modul 3 Hujan

    21/34

    Umboro Lasminto III - 21

    Gambar 3.14. Thiessen Polygon

    Dengan menggunakan planimeter, luas daerah pengaruh masing-masing

    stasiun (An) dan luas daerah aliran (A) dapat dihitung. Hujan rata-rata daerah

    aliran dapat dihitung sebagai berikut :

    nn

    33

    22

    11 R

    A

    A........R

    A

    AR

    A

    AR

    A

    AR ++++= (3.11)

    atau :

    =

    =n

    1i

    iiRAA

    1R (3.12)

    dimana : A = luas daerah aliran

    Ai = luas daerah pengaruh stasiun i

    Ri = tinggi hujan pada stasiun i

    c. Cara Isohyet :Isohyet adalah garis yang menunjukkan tempat kedudukan dari harga tinggi

    hujan yang sama. Isohyet ini diperoleh dengan cara interpolasi harga-harga

    tinggi hujan local (Point rainfall). Polygon Thiessen adalah tetap tidak

    tergantung dari harga-harga Point Rainfall, tetapi pola Isohyet berubah dengan

  • 5/24/2018 Modul 3 Hujan

    22/34

    Umboro Lasminto III - 22

    harga-harga Point Rainfall yang tidak tetap, walaupun letak stasiun penakar

    hujannya tetap.

    Gambar 3.15. Isohyet

    Misalkan besarnya Isohyet sudah diperkirakan, maka besarnya hujan antara

    dua Isohyet adalah :

    ( )212,12

    1IIR +=

    Sedang dengan menggunakan planimeter luas antara dua Isohyet (A1,2) dan

    luas daerah aliran (A) dapat dihitung. Hujan rata-rata daerah aliran dapat

    dihitung sebagai berikut :

    1nn,

    1nn,

    2,3

    2,3

    1,2

    1,2R

    A

    A......R

    A

    AR

    A

    AR +

    + +++= (3.13)

    atau :

    =

    ++ =n

    1i

    1ii,1ii, RAA

    1R (3.14)

    dimana :

    Ai, i+1= luas antara Isohyet Iidan Ii+1

  • 5/24/2018 Modul 3 Hujan

    23/34

    Umboro Lasminto III - 23

    Ri, i+1= tinggi hujan rata-rata antara Isohyet Iidan Ii+1

    Sebenarnya masih ada cara lain menghitung Area Rainfall dari Point Rainfall

    seperti yang dikemukakan oleh Melchior, Weduwen dan Haspers yang sering

    dipakai di Indonesia, yaitu dengan menghitung factor reduksi dari suatu

    daerah aliranya terlebih dahulu.

    3.11. Intensitas dan Tinggi HujanData hujan harian, harian maksiimum, biasanya dipublikasikan tidak dalam

    pola intensitasnya, tetapi hanya dalam bentuk tabel. Pola intensitas suatu hujan dapat

    dianalisa dari kemiringan lengkung massa hujan atau lengkung yang didapatkan

    dalam pengukuran hujan otomatis. Kalau hujan dibagi dalam interval waktu, maka

    intensitas tiap-tiap interval dapat dibaca dari kemiringan masing-masing interval

    (Gambar 3.16)

    Gambar 3.16. Grafik pencatatan hujan otomatis

  • 5/24/2018 Modul 3 Hujan

    24/34

    Umboro Lasminto III - 24

    Dari Gambar 3.16 diberikan contoh menganalisa pola intensitas hujan dari grafik

    pencatatan hujan otomatis. Terlihat hujan terjadi mulai jam 16 11dan berhenti jam 17

    00dengan pola seperti pada Tabel 3.5 kolom 1, 2 dan 3.

    Tabel 3.5.Perhitungan Intensitas Hujan

    Jam Interval waktu

    (menit)

    Hujan selama

    Interval (mm)

    Intensitas hujan selama

    Interval (mm/jam)

    1611

    1623

    1629

    1639

    1644

    1650

    1700

    12

    6

    10

    5

    6

    10

    1,8

    2,4

    0,8

    2,0

    3,6

    1,5

    9

    24

    4,8

    24

    36

    9

    49 12,1

    Intensitas adalah kemiringan dari grafik pencatatan hujan otomatis yang tidak lain

    adalah harga tangen, yaitu :

    t

    RI= (3.15)

    dimana : I = intensitas hujan dalam (mm/jam)

    R = hujan selama interval (mm)

    t = interval watktu (jam)

    Dalam Tabel 3.5 pada kolom 4 baris 1, mm/jam9menit12

    mm1,81 ==I

    Dari hasil perhitungan intensitas hujan seperti pada Table 3.5 dapat digambarkan

    diagram pola intensitasnya yang disebut Hyetograp (Gambar 3.17). Melihat pola

  • 5/24/2018 Modul 3 Hujan

    25/34

    Umboro Lasminto III - 25

    Hyetograpnya hujan dibedakan menjadi empat macam yaitu, Uniform pattern,

    Advanced pattern, Intermediate pattern dan Deleyed pattern (Gambar 3.18).

    Gambar 3.17. hyetograph hujan

    Gambar 3.18 Pola Hyetograp

  • 5/24/2018 Modul 3 Hujan

    26/34

    Umboro Lasminto III - 26

    3.12. Intensitas dan Waktu HujanHujan dengan intensitas besar umumnya terjadi dalam waktu yang pendek.

    Hubungan intensitas dan waktu hujan banyak dirumuskan yang pada umumnya

    tergantung dari parameter kondisi setempat.

    Besarnya intensitas curah hujan itu berbeda-beda dan disebabkan oleh waktu

    curah hujan dan frekwensi kejadiannya. Beberapa rumus intensitas hujan yang

    berhubungan dengan hal ini disusun sebagai rumus-rumus empiris yang dapat

    dituliskan sebagai berikut :

    a. Untuk hujan dengan waktu kurang dari dua jam Prof. Talbot (1881)menuliskan perumusan :

    bt

    aI

    += (3.16)

    dimana :

    I = intensitas hujan (mm/jam)

    t = waktu hujan (jam)

    a, b = konstanta yang tergantung keadaan setempat

    b. Untuk hujan dengan waktu lebih dari dua jam Prof. Sherman (1905)menuliskan perumusan :

    nt

    cI = (3.17)

    dimana :

    c, n = konstanta yang tergantung keadaan setempat

    I = Intensitas hujan (mm/jam)

    t = waktu hujan (jam)

    c. Perkembangan perumusan ini dikemukakan pula oleh Dr. Ishigoro (1953)yang ditulis sebagai berikut :

  • 5/24/2018 Modul 3 Hujan

    27/34

    Umboro Lasminto III - 27

    bt

    aI

    += (3.18)

    dimana :

    I, t, a, b = sama dengan persamaan 3.16

    Analisa dari perumusan pada persamaan (3.16); (3.17) dan (3.18) memerlukan

    data hujan dengan waktu mulai dari pendek sampai kurang dari 24 jam (hujan

    jam-jaman). Untuk data hujan harian perumusan di atas tidak bisa digunakan.

    d. Mononobe menuliskan perumusan intensitas untuk hujan harian sebagaiberikut :

    m

    24

    t

    24

    24

    RI

    = (3.19)

    dimana :

    I = intensitas hujan (mm/jam)

    R24 = tinggi hujan maximum dalam 24 jam (mm)

    t = waktu hujan (jam)

    m = konstanta (= 2/3)

    Besarnya tinggi hujan yang dipakai dalam perumusan persamaan di atas selalu

    dihubungkan dengan frekwensinya. Dari persamaan- persamaan di atas untuk

    data tinggi hujan dengan frekwensi tertentu dapat digambarkan grafiknya.

    3.13. Tinggi Hujan dan WaktuDi Indonesia sebagian besar data hujan yang dipublikasikan adalah tinggi

    hujan harian, sedangkan untuk perhitungan analisa hidrologi sering diperlukan tinggi

    hujan dalam waktu kurang dari atau lebih dari satu hari. Di Indonesia dipergunakan

    tiga macam perumusan untuk hujan dengan waktu lebih dari satu hari, kurang dari

    satu hari dan kurang dari satu jam.

  • 5/24/2018 Modul 3 Hujan

    28/34

    Umboro Lasminto III - 28

    a. Tinggi hujan untuk hujan 1 10 hariHaspers telah menyusun suatu rumus yang menggambarkan hubungan antara

    tinggi dan waktu hujan untuk hujan 1 hari sampai 10 hari sebagai berikut :

    ( ) 2066tlog362R

    R100

    24

    +=

    (3.20)

    dimana :

    t = banyaknya hari hujan

    R = tinggi hujan (mm)

    R24 = tinggi hujan dalam 24 jam (mm)

    24R

    R100= dalam prosen

    Contoh 3.2.

    Perkirakan besarnya hujan selama 4 hari dari data hujan R24= 180 mm.

    Penyelesaian :

    hendak diperkirakan besarnya hujan dalam 4 hari maka dapat dituliskan

    sebagai berikut :

    Untuk t = 4 hari, maka24R

    R100= 156 %

    Jadi : R4= R24x 1,56 = 280,8 mm

    b. Tinggi hujan untuk 1 24 jamRumus yang dipakai di Indonesia adalah :

    3,12t

    t11300

    R

    R1002

    24 +=

    (3.21)

    dimana :

    R, R24= dalam mm

  • 5/24/2018 Modul 3 Hujan

    29/34

    Umboro Lasminto III - 29

    t = dalam jam

    24R

    R100= dalam persen

    Contoh 3.3.

    Perkirakan tinggi hujan dalam 4 jam dari data hujan R24= 240 mm.

    Penyelesaian :

    Tinggi hujan dalam 4 jam diperkirakan sebagai berikut :

    untuk t = 4 jam, maka :24R

    R100= 97,7 %

    jadi R4= R24x 0,797 = 191 mm

    perumusan lain juga sering dipakai di Indonesia, adalah untuk menentukan

    distribusi hujan tiap jamnya (methode rasional) dari data hujan harian.

    Perumusannya dapat dituliskan sebagai berikut :

    1. Perhitungan rata-rata hujan sampai jam ke t3

    2

    24

    tt

    5

    5

    RR

    = (3.22)

    2. Perhitungan tinggi hujan pada jam ke t( ) ( )1-tt

    'R1-tRtR =t (3.23)

    dimana :

    Rt = rata-rata hujan sampai jam ke t (mm)

    R24= tinggi hujan dalam 24 jam (mm)

    Rt= tinggi hujan pada jam ke t (mm)

    t = waktu hujan (jam)

  • 5/24/2018 Modul 3 Hujan

    30/34

    Umboro Lasminto III - 30

    Contoh 3.4.

    Perkirakan distribusi tinggi hujan untuk t = 4 jam dari contoh 3.2,

    Penyelesaian :

    Pada jam ke 1 :

    32

    t1

    5

    5

    240R

    = = 140.4 mm

    ( ) 0*1-1140.4*1R' =t = 140.4 mm

    Pada jam ke 2

    32

    t2

    5

    5

    240R

    = = 88.4 mm

    ( ) 140.4*1-288.4*2R' =t = 36.4 mm

    Pada jam ke 3

    32

    t3

    5

    5

    240R

    = = 67.5 mm

    ( ) 88.4*1-367.5*3R' =t = 25.7 mm

    Pada jam ke 4

    32

    t4

    5

    5

    240R

    = = 55.7 mm

    ( ) 67.5*1-455.7*4R' =t = 20.3 mm

    Hasil perhitungan disajikan dalam Tabel 3.6.

    Tabel 3.6 Perhitungan distribusi tinggi hujan

    t (jam) Rt(mm) Rt(mm)

    1

    2

    3

    4

    140.4

    88.4

    67.5

    55.7

    140.4

    36.4

    25.7

    20.3

  • 5/24/2018 Modul 3 Hujan

    31/34

    Umboro Lasminto III - 31

    c. Tinggi hujan untuk hujan 0 1 jamRumus yang dipakai di Indonesia adalah sebagai berikut :

    bR

    RaR

    24

    24

    +

    = (3.24)

    dimana :

    R, R24 = dalam mm

    a, b = konstanta yang untuk hujan dengan waktu tertentu besarnya

    seperti pada Table 3.7.

    Tabel 3.7 Harga a, b dalam persamaan 3.24

    t(menit) a b t (menit) a b

    1

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    5,85

    29,1

    73,8

    138

    228

    351

    524

    21,6

    116

    254

    424

    636

    909

    1272

    35

    40

    45

    50

    55

    59

    774

    1159

    1811

    3131

    7119

    39083

    1781

    2544

    3816

    6360

    13990

    75048

    Contoh 3.5.

    Perkirakan besarnya hujan dengan waktu 30 menit dari data hujan harian R24

    = 140 mm.

    Penyelesaian :

    Untuk t = 30 menit, maka dari Tabel 3.7. diperoleh : a = 524 dan b = 1272

    Jadi : mm521272140

    140*524R =

    +=

  • 5/24/2018 Modul 3 Hujan

    32/34

    Umboro Lasminto III - 32

    Bila harga-harga tinggi hujan harian yang dipakai dalam rumusan hubungan

    antara tinggi hujan dan lama hujan adalah tinggi hujan maximum dengan

    bermacam-macam frekwensi, atau periode ulang (T), maka hubungan-

    hubungan ini dapat digambarkan grafiknya. Selain dari pada itu hubungan

    antara tinggi hujan dan waktu hujan masih dapat juga dikaitkan hubungannya

    dengan luas daerah aliran.

    3.14. Frekwensi HujanFrekwensi hujan adalah kemungkinan terjadi atau dilampainya suatu tinggi

    hujan tertentu dalam massa tertentu pula, yang juga disebut sebagai massa ulang

    (return periode).

    Hujan dengan tinggi tertentu disamai atau dilampaui 5 kali dalam pengamatan

    data selama 50 tahun, ini berarti tinggi hujan tersebut rata-rata mempunyai frekwensi

    atau periode ulang sekali dalam 10 tahun. Bukan berarti setiap 10 tahun sekali

    (interval 10 tahun) akan terjadi tinggi hujan yang sama atau dilampaui, tetapi rata-rata

    dalam 50 tahun terjadi 5 kali peristiwa disamai atau dilampaui. Frekwensi hujan ini

    dapat berupa harga-harga tinggi hujan maksimum atau tinggi hujan minimum.

    Biasanya tinggi hujan yang maksimum dan minimum yang pernah terjadi

    selama pengamatan atau pengukuran bukanlah merupakan tinggi hujan ekstrim

    maksimum ataupun minimum. Lebih-lebih kalau periode pengamatan pendek, hingga

    tidak didapatkan harga-harga tinggi hujan maksimum atau minimum yang

    sebenarnya. Bahkan dengan periode pengamatan yang lamapun harga-harga extrim

    yang sebenarnya tidak juga dapat terukur. Tinggi hujan ekstrim maksimum dan

    minimum ini dapat didekati dengan analisa statistik dari data pengamatan yang

    terkumpul.

  • 5/24/2018 Modul 3 Hujan

    33/34

    Umboro Lasminto III - 33

    3.15. Tinggi Hujan RencanaDalam merencanakan suatu bangunan air atau merancang proyek-proyek

    Pengembangan Sumber-sumber Air (PSA) dipakai suatu tinggi hujan tertentu sebagai

    dasar untuk menentukan dimensi suatu bangunan. Hal ini dilakukan karena hujan

    akan menyebabkan aliran permukaan yang nantinya lewat bangunan yang

    direncanakan, misalnya gorong-gorong pada jalan raya, weir pada daerah irigasi,

    spillway pada dam reservoir air dan lain sebagainya. Hujan yang dipakai dasar design

    bangunan seperti di atas disebut sebagai Tinggi Hujan Rencana.

    Harga tinggi hujan rencana tergantung dari besar kecilnya bahaya dan

    kerugian yang dapat ditimbulkan oleh suatu kegagalan bangunan sehingga resiko

    yang diambil berbeda-beda. Bila kegagalan bangunan akan menyebabkan kerugian

    yang besar maka untuk perencanaan biasanya diambil tinggi hujan rencana yang

    mendekati harga extrim maximum, karena resiko yang kita ambil adalah kecil.

    Sedang kalau kegagalan bangunan hanya menimbulkan kerugian yang tidak begitu

    besar, maka diambil resiko yang lebih besar dengan mengambil tinggi curah hujan

    rencana yang lebuh kecil dari harga ekstrim maksimum.

  • 5/24/2018 Modul 3 Hujan

    34/34

    Umboro Lasminto III - 34

    3.16. Latihan1. Dalam suatu daerah aliran terdapat lima stasiun penakar hujan dengan data hujan

    normal tahunan adalah 700, 620, 430 dan 340 mm. Hitung jumlah stasiun

    penakar hujan yang harus ditambahkan dengan batas kesalahan untuk hujan rata-

    rata daerah aliran adalah 10 %.

    2. Hitunglah perkiraan besarnya hujan selama 3 hari dari sebuah data hujan harianR24= 130 mm.

    3. Perkirakan distribusi tinggi hujan untuk t = 5 jam dari harian R24= 130 mm

    4. Perkirakan besarnya hujan dengan waktu 20 dan 45 menit dari data hujan harian

    R24= 130 mm.