Met a Fisika

download Met a Fisika

of 39

Transcript of Met a Fisika

Metafisika dlm First Order Criteriology Honderich dalam Oxford Companion to

Philosophy (1998: 255) membagi wilayah filsafat ke dalam tiga tingkatan. First Order Criteriology meliputi: metafisika, epistemologi, aksiologi, dan logika. Second order criteriology meliputi: etika, filsafat ilmu, filsafat bahasa, filsafat pikiran. Third order criteriology meliputi: filsafat hukum, filsafat pendidikan, filsafat sejarah, dll.

Arti Metafisika Metafisika berasal dari kata Yunani meta ta

physika, sesuatu di luar hal-hal fisik. Istilah metafisika diketemukan Andronicus pada tahun 70 SM ketika menghimpun karyakarya Aristoteles, dan menemukan suatu bidang di luar bidang fisika atau disiplin ilmu lain. Metafisika secara tradisional didefinisikan sebagai pengetahuan tentang Pengada (Being). (Runes, 1979: 196).

Definisi Metafisika Metafisika;upaya untuk menjawab problem ttg

realitas yg lebih umum, komprehensif, atau lebih fundamental drpd ilmu (White, 1987: 1).

Metafisika;upaya utk merumuskan fakta yg paling

umum dan luas ttg dunia termasuk penyebutan kategori yg paling dasar dan hub. di antara kategori tersebut. (Alston: 1964: 1).

Klasifikasi Metafisika (C.Wolff) Metaphysica Generalis (ontologi); ilmu

tentang yg ada atau pengada. Metaphysica Specialis terdiri atas: 1. Antropologi; menelaah ttg hakikat manusia, terutama hub. jiwa & raga. 2. Kosmologi; menelaah ttg asal usul & hakikat alam semesta. 3. Theologi; Kajian ttg Tuhan secara rasional.

Antropologi FilsafatiKonsep Mono-Pluralisme NotonagoroHakikat Kodrat Mns

Susunan KodratSifat Kodrat Kedudukan Kodrat

Mns

Kosmologi Filsafati Filsafat alam yg berusaha mencari asal

(arche) alam semesta. Cth: Thales berpendapat air sbg arche. Filsafat alam yg menyelidiki gerak (motion) di

alam semesta sbg penyebab adanya perubahan (change)

Dalil Pembuktian TuhanDalil ontologis (Anselmus): segala sesuatu di dunia ini tdk ada yg sempurna, melainkan hanya memperlihatkan tingkatan-tingkatan (gradasi). Oki, tentu ada satu yg paling sempurna yg mengatasi semua ketidak sempurnaan itu, yakni The Perfect Being.

Dalil Kosmologis (Aristoteles)Keteraturan alam semesta ini ditentukan oleh gerak (motion). Gerak merupakan penyebab terjadinya perubahan (change) di alam semesta. Akhirnya akal manusia tiba pada suatu titik yg ultimate yaitu, sumber penyebab dr semua gerak, yaitu Unmoved Mover, Penggerak yg tdk digerakkan.

Dalil Kosmologis AristotelesUn moved Mover

ultimate Change

Motion

Dalil Teleologis (William Paley)Benda-benda di ruang alam semesta itu memiliki gerak yg bertujuan (teleos), shg alam semesta ini merupakan karya seni terbesar yg membuktikan adanya A Greater Intelligent Designer.

Dalil Teleologis William PaleyBenda-benda Di Ruang alam Gerak Bertujuan (Teleos)

A Greater Intelligent Designer

Alam sbg Karya seni terbesar

Dalil Etis (I.Kant)Dalam diri setiap manusia ada dua kecenderungan yg bersifat niscaya, yaitu keinginan utk hdp bahagia (happiness) dan berbuat baik. Kedua kecenderungan itu akan dpt terwujud dlm kehidupan manusia apabila dijamin oleh 3 postulat, yaitu kebebasan kehendak (freewill), keabadian jiwa (immortality), dan Tuhan (God) sebagai penjamin hukum moral (Law Giver).

Dalil I. KantHasrat Manusia

Happiness

Goodness (Categorical Imperatives)

3 Postulat: Freewill, immortality, God as Law Giver

Filsuf Penentang Metafisika.David Hume: Metafisika itu cara berpikir yang menyesatkan (sophistry) dan khayalan (illusion). Sebaiknya karya metafisika itu dimusnahkan, karena tidak mengandung isi apa-apa. Metafisika bukanlah sesuatu yang dapat dipersepsi oleh indera manusia, sehingga merupakan sesuatu yang senseless.

Alfred Jules Ayer Metafisika adalah parasit dalam kehidupan ilmiah

yang dapat menghalangi kemajuan ilmu pengetahuan, OKI metafisika harus dieliminasi dari dunia ilmiah. Problem yang diajukan dalam bidang metafisika

adalah problem semu (pseudo-problems), artinya permasalahan yang tidak memungkinkan untuk dijawab.

Ludwig Wittgenstein

Metafisika itu bersifat the Mystically, hal-hal yang tak dapat diungkapkan (inexpressible) ke dalam bahasa yang bersifat logis. Ada 3 persoalan metafisika, yaitu: (1) Subject does not belong to the world; rather it is a limit of the world. (2). Death is not an event in life, we do not live to experience death. (3). God does not reveal Himself in the world. Kesimpulan: Sst yang tak dapat diungkapkan secara logis sebaiknya didiamkan saja. (What we cannot speak about, we must pass over in silence!)

Filsuf Pembela MetafisikaPlotinos: Semua pengada beremanasi dari to Hen (yang satu) melalui proses spontan dan mutlak. To Hen beremanasi pada Nous (kesadaran), melimpah pada Psykhe (jiwa), akhirnya melimpah pada materi sebagai bentuk yang paling rendah, yaitu Meion.

TEORI EMANASI PLOTINOSTO HEN

NOUSKONTEMPLASI

EMANASI

PSYKHE

MEION

Karl Jaspers Metafisika mrpkn upaya memahami Chiffer; simbol yg

mengantarai eksistensi dan transendensi. Manusia adalah chiffer paling unggul, krn banyak dimensi kenyataan bertemu dlm diri mns. Manusia mrpkn suatu mikrokosmos, pusat kenyataan; alam, sejarah, kesadaran, dan kebebasan ada dlm diri mns. Metafisika: berarti membaca chiffer, transendensi, keilahian, sbg kehadiran tersembunyi. Chiffer adalah jejak, cermin, gema atau bayangan transendensi.

Eksistensi Manusia J.P. Sartre

Manfaat Metafisika Bagi Pengembangan Ilmu1.Kontribusi metafisika terletak pd awal terbentuknya paradigma ilmiah, ketika kumpulan kepercayaan belum lengkap pengumpulan faktanya, maka ia harus dipasok dr luar, antara lain: metafisika, sains yg lain, kejadian personal dan histories. (Kuhn) 2.Metafisika mengajarkan cara berpikir yang serius, terutama dlm menjawab problem yg bersifat enigmatik (teka-teki), shg melahirkan sikap dan rasa ingin tahu yg mendalam. (Kennick)

Manfaat Metafisika3. Metafisika mengajarkan sikap open-ended, shg hasil sebuah ilmu selalu terbuka untuk temuan & kreativitas baru. (Kuhn) 4. Perdebatan dalam metafisika melahirkan berbagai aliran, mainstream, spt: monisme, dualisme, pluralisme, shg memicu proses ramifikasi, berupa lahirnya percabangan ilmu (Kennick) 5. Metafisika menuntut orisinalitas berpikir, krn setiap metafisikus menyodorkan cara berpikir yg cenderung subjektif dan menciptakan terminologi filsafat yg khas. Situasi semacam ini diperlukan utk pengembangan ilmu dalam rangka menerapkan heuristika. (van Peursen)

Manfaat Metafisika

6. Metafisika mengajarkan pd peminat filsafat utk mencari prinsip pertama (First principle) sbg kebenaran yg paling akhir. Kepastian ilmiah dlm metode skeptis Descartes hanya dapat diperoleh jika kita menggunakan metode deduksi yang bertitik tolak dari premis yg paling kuat (Cogito Ergo Sum).

Skeptis-Metodis Rene Descartes

COGITO ERGO SUM

FIRST PRINCIPLE

SKEPTIS METODIS

DEDUKSI

GENERAL KNOWLEDGE

GENUINE KNOWLEDGE

Manfaat Metafisika

7. Manusia yg bebas sebagai kunci bagi akhir Pengada,artinya manusia memiliki kebebasan utk merealisasikan dirinya sekaligus bertanggungjawab bagi diri, sesama, dan dunia. Penghayatan atas kebebasan di satu pihak dan tanggung jawab di pihak lain merupakan sebuah kontribusi penting bagi pengembangan ilmu yg sarat dengan nilai (not value-free). (Bakker)

Manfaat Metafisika

8.Metafisika mengandung potensi utk menjalin komunikasi antara pengada yg satu dengan pengada yg lain. Aplikasi dlm ilmu berupa komunikasi antar ilmuwan mutlak dibutuhkan, tidak hanya antar ilmuwan sejenis, tetapi juga antar disiplin ilmu, sehingga memperkaya pemahaman atas realitas keilmuwan. (Bakker)

Hubungan Metafisika dng Epist., Aksiologi, dan Logika1. Hub. metafisika dng epistemologi terletak pd kebenaran

(truth) sbg titik omega bagi pencapaian pengetahuan. 2. Hub. metafisika dng aksiologi terletak pd nilai (axios, value) sbg kualitas yg inheren pd suatu objek. Objeknya mungkin dpt diiindera, namun kualitasnya itu sendiri bersifat metafisik. 3. Hub. metafisika dng logika bersifat simbiosis mutualistik. Di satu pihak metafisika memerlukan logika utk membangun argumentasi yg meyakinkan, di pihak lain simbol dan prinsip-prinsip logika itu sendiri merupakan wajah metafisika, karena sifatnya yg abstrak.

Hub. Metafisika dng EpistemologiKebenaran

Metafisika

Reality

knowledge

Epistemologi

Hub. Metafisika dng AksiologiNilai

Metafisika

Aksiologi

Hub. Metafisika dng Logika

Simbol-simbol

METAFISIKA

Logika

Argumentasi

metafisika itu cabang filsafat. filsafat itu cabang ilmu yang lebih luas dari sains, so bisa dibilang "BUKAN ILMIAH" dengan definisi bahwa sesuatu yang ilmiah itu bagian dari sains, yaitu bersifat empiris dan bisa dilakukan eksperimen menggunakan metode ilmiah. misalnya untuk fisika teori yang bener2 teori (karena tdk mungkin dilakukan eksperimen dengan peralatan yg ada di bumi, misalnya), sifat empirisnya tertuang dalam representasi matematikanya dan eksperimennya berupa penurunan rumus, dll. contoh hal2 yg berhubungan dg metafisika misalnya: apakah benda2 yg kita lihat sekeliling kita itu bener2 nyata atau hanya permainan pikiran/otak kita saja? apakah kita sekarang itu sama dengan kita yang kemaren? 2 hari yang lalu? kan molekul2 tubuh kita berganti2 (peluruhan) setiap waktunya. intinya pertanyaan2nya filosofis tapi tentang objek fisik. studi tentang Tuhan, penciptaan dll juga termasuk metafisika, jadi bisa dibilang creationism, intelligent design, scientology, dll masuk ke metafisika. kalo jaman dulu, para ilmuwan biasanya merangkap filsuf juga spt whitehead, bertrand russell, kant, dll dan di jaman newton misalnya, sains itu disebut natural philosophy misalnya bukunya saja disebut Philosophiae Naturalis Principia Mathematica, yg kalo diterjemahin ke bhs sekarang sih "prinsip2 matematika dalam sains".

DASAR TEORI Metafisika merupakan scientifical Oleh Prof Dr. Haji Syaidi Syekh Kadirun Yahya Muhammad Amin Metafisika merupakan scientifical explanation dari ayat-ayat Al-Quran dan Al-Hadist, yg antara lain meneliti sehalus-halusnya dengan eksak satu hal yg maha bernilai yaitu methode mendirikan shalatul khasiin (shalat yg khusyuk). Secara literal meta berarti beyond atau more comprehensive. Maka ilmu metafisika adalah ilmu yg melebihi ilmu fisika. Berbeda dari pengertian ilmu metafisika dalam khasanah western science , ilmu metafisika yg kita maksud di sini adalah ilmu fisika yg dilanjutkan atau di tingkatkan sehingga masuk ke dalam ilmu bilghoibi (ghaib atau rohani). Dengan ilmu metafisika akan terungkap apa itu agama. Kebenaran-kebenaran dan rahasia-rahasia agama yg selama ini dianggap misterius, mistik, ghaib, dan sebagainya akan menjadi nyata, riel, dan dapat dijelaskan secara ilmiah. Hal ini mirip dengan peristiwa-peristiwa kimiawi yg dulunya dianggap misterius, nujum, sulap, untuk menakut-nakuti, dsbnya, dengan ilmu kimia menjadi nyata, riel, dan dapat dijelaskan secara ilmiah. Dengan ilmu metafisika jelas bahwa agama tak lain terdiri dari hukum-hukum yg riel seperti juga alam jagad raya yg tak lain terdiri dari hukum-hukum fisika, kimia, dan biologi. Hanya saja martabat dan dimensi hukum-hukum agama tersebut lebih tinggi dan bersifat absolut serta sempurna. Dengan penjelasan yg masuk akal dan ilmiah maka ajaran-ajaran agama dapat diterangkan secara logis sehingga keimanan meningkat menjadi ilmul-yakin, seterusnya ke aynul-yakin, dan akhirnya haqqul-yakin. Tanpa penjelasan yg logis maka ajaran agama menjadi dogma. Tanpa penjelasan yg logis ajaran agama sekedar di telan tanpa dihayati maksud dan tujuannya . Keimanan yg kokoh dapat menangkal berbagai serangan atheisme. Maka, dengan metafisika ilmiah lah kita bisa menghargai betapa tanpa adanya agama maka manusia tidak mungkin percaya adanya Tuhan. Religion, believe in God has proved to be the greatest blessing ever existed for mankind and humanity in this life and the hereafter (Yahya: 1981). Dalam ilmu fisika, para sarjana fisika yg mempelajari serta melakukan penelitian ilmiah terhadap alam semesta ini dengan mengikuti kaidah-kaidah rukun-rukun dan syarat-syarat serta mengikuti metode yang tepat telah memperoleh buah yg bisa kita sebut pahala. Seperti penelitian-penelitian dalam bidang elektronika telah membuahkan pahala berupa rahmat dari alat-alat elektronik yg memudahkan dan membuat nyaman kehidupan manusia dewasa ini. Demikian pula, bila penelitian dan percobaan diteruskan dan ditingkatkan ke alam metafisika, dengan mengikuti rukun-rukun dan syarat-syarat serta metode yang tepat dapat pula dipetik energi metafisika dari sisi Tuhan yang dapat membuahkan rahmat serta pahala yaitu berupa penghancur semua energy alam metafisika yang batil dan negatif. Demikian pula pahala dan rahmat energy alam metafisika ini dapat pula menghancur leburkan hukum-hukum di alam fisika yg lebih rendah dimensinya. A higher dimension command a lower dimension. Contohnya, keampuhan energy alam metafisika yg disalurkan oleh nabi Musa a.s. mengalahkan alam fisika dengan membelah laut merah sehingga memungkinkan umatnya menyeberang tatkala dikejar oleh bala tentara Firaun. Pahala dan rahmat dari alam metafisika ini dapat pula berupa pembangun dan penjaga alam fisika atau metafisika. Nabi Muhammad s.a.w. misalnya dengan energy Ketuhanan mampu merubah masyarakat Arab dari alam jahiliyah ke alam adabiyah. Dengan kaidah yg sama, semua bencana alam, banjir, gunung meletus, tsunami, gempa bumi, dsbnya dapat pula dikalahkan atau dihindarkan oleh energy alam metafisika, seperti dalam hadist riwayat imam Muslim berikut: Laa taquumus saatu hattaa laa yabqaalaa wajhil ardhi mayyaquulu, Allah, Allah, yg artinya Tidak akan datang kiamat, kecuali jika tidak ada lagi orang yang menyebut, Allah, Allah. Kemudian, sebagai halnya ilmu fisika yg mendapat tempat dalam menerangkan kebesaran kalimat Allah di alam semesta ini sementara ilmu metafisika menjelaskan kebesaran kalimat Allah di alam ghaib, maka ilmu syariah Islam mendapat tempat pula dalam menentukan hukum-hukum ibadah sesuai dengan Al-Quran dan Al-Hadist, sementara ilmu metafisika Islam tidak mengganggu gugat barang sezarahpun soal dan cara beribadah. Ilmu metafisika Islam hanya merupakan penjelasan ilmiah dari ayat-ayat Al-Quran dan Al-Hadist untuk menemukan metode mendirikan shalat yg khusyuk serta berkekalan mengingat Allah dimana dan kapan pun. Shalat adalah tiang agama dan yang paling pertama diperiksa nanti. Allah S.W.T. tidak mau mundur satu noktah pun dari takaran bahwa shalat yg diterima adalah shalat yang khusyuk, seperyti firman-Nya dalam QS:107:4-5: Fawaylul lilmu shalliinalladziina human shalaatihim saahun yang artinya, Maka celakalah bagi orang-orang yg shalat (yaitu) orang-orang yg lalai dalam shalatnya. Dengan demikian perkara mencapai shalatul khaasiin ini merupakan masalah to-be or not to-be. Sebagai hal yg maha penting dan maha pokok, sudah barang tentu metode cara menegakkan shalat yg khusyuk ini ada terdapat dalam Al-Quran. Namun tempatnya berada pada lapisan yang terdalam dari Al-Quran, karena nilainya yg sungguh sangat tinggi. Seperti halnya mutiara yg paling berharga dan tersimpan di dalam kerang yg berada di balik lumpur di dasar laut yg paling dalam. Hanya dengan ilmu tasauf Islam dan ilmu metafisika eksakta lah metoda shalatul khasiin ini dapat diungkapkan dari balik ayat-ayat agung Al-Quran. Bagaimana metode tersebut lebih rincinya, akan di bahas pada episode berikutnya.

Manusia terdiri dari unsur jasmani dan ruhani (badan halus) atau metafisis. Jasmani membungkus ruh. Dalam ruh manusia ada unsur ketuhanan. Meski manusia meninggal, ruh ketuhanan tetap ada. Ruh manusia yang meninggal disebut bion-bion ruhani. Istilah lain dari penulis buku ini Astral Ligam atau Astral Matter. Dalam konteks ini, manusia yang hidup bisa menghubungi bion-bion tersebut. Karena manusia yang hidup juga memiliki bionbion, ion-ion. Namun tidak semua manusia yang hidup mampu menjangkau bion-bion di Astral Ligam. Tergantung kekuatan batin seseorang. Butuh konsentrasi kuat dan energi yang besar. Ibaratnya sebuah frekwensi. Jika frekwensi manusia lemah atau rusak, tentu sulit menembus bion-bion ruhani yang telah meninggal. Dalam alam kehidupan ini, pandangan indra kita masih terbatas. Ada beberapa lapisan yang menutupi hakikat dari kenyataan sebenarnya. Katakanlah masih ada hijab-hijab/penghalang untuk menyaksikan kenyataan hakiki. Agar manusia mampu menembus penghalang tersebut maka perlu mengolah spiritualnya. Mengolah kekuakatan spiritual melalui shalat adalah syarat mutlak agar mampu menyingkap kenyataan metafisis. Selain shalat melalui zikir dan doa. Bagaimana hubungan antara shalat dengan alam ketuhanan? Seorang yang shalat, berkonsentrasi menyebut-nyebu nama Allah, berdoa dan dan berzikir maka dalam diri seseorang akan terpancar gelombang-gelombang ruhani menuju alam ketuhanan (Allah). Dalam istilah penulis buku ini yaitu Unio mytica (bersatu dengan tuhan). Adanya gelombang penyatuan ini, maka seseorang akan mampu melihat hakikat kenyataan dan selalu mendapat petunjuk tuhan (hidayah). Manusia yang selalu melakukan aktivitas spiritual, maka gelombang-gelombang ruhaninya akan menjadi sinar ruhani (emanasi). Dalam dirinya akan selalu terpancar gelombang hingga selalu berhubungan dengan tuhan. Orang yang selalu memancarkan dalam dirinya gelombang ketuhanan, melalui kegiatan spiritual misalnya shalat, zikir dan doa akan mendapat hidayah, bimbingan dari Allah, atau sinar ilahi. Jadi jangan heran bila seseorang yang memiliki tingkat spiritual tinggi, mampu menjangkau suatu peristiwa yang akan terjadi. Orang yang shalat khusyu, berarti bion-bion ruhaninya bekerja. Posisi diri dengan alam ketuhanan adalah, dirinya menjadi sebagai alat penerima (ontivanger), sementara alam tuhan memancarkan gelombang aether sebagai alat penyiar (zender), yang mewujudkan sabda-sabda menuju ke arah otak. Inilah yang disebut ilham atau intiusi. Menurut penulis, berdasarkan tinjauan ilmu metafisika, ruhani yang tersusun dari bion-bion, ion-ion dan elekton-elektron adalah anasir-anasir daya listrik. Apalagi anasir-anasir bergerak (dengan olah batin) maka di sekitarnya mewujudkan lapang tenaga (medan daya magnet) penarik atau magnetiche krachtveld yang segera menumbuhkan rasa ketuhanan. Tinggi rendahnya getaran bion-bion ruhani itu tergantung kekhususan shalat seseorang. Jika shalat tidak khusyu, maka tidak akan mampu menerima suara dari alam tuhan (gestord atau feeding). Singkatnya antenanya rendah, gelombangnya lemah. Penyebab ketidakhustuan ini, karena getaran bion-bion ruhaninya masih terikat alam kebendaan (stofflelijk gebeid), atau pusat perhatiannya hanya duniawi saja. Sementara shalat yang benar, bermula dari wudhu yang baik, niat yang suci, tertib, tumakninah, merendah diri dan penuh tawadhu di hadapan Rabbi. Shalat yang khusyu, seolah-olah badan jasmani tidur, sementara alam ruhani tetap sadar. Atau menurut penulis buku ini tidur di dalam sadar. Semua ucapan dan bacaan dalam shalat perlu dilakukan menurut cara dan aturannya. Kenapa? Karena getaran ruhani yang keluar akan menuju kumpulan bion-bion menuju alam ketuhan. Dengan demikian, maka akan terhubunglah alam ruhania dalam diri manusia dengan alam tuhan. Tulisan di atas diringkas dari buku berjudul : Shalat dan Panggilan Arafah, Kajian Metafisika

Metafisika; adalah suatu studi tentang sifat dan fungsi teori tentang realita. Hubungannya dengan teori komunikasi, metafisika berkaitan dengan hal-hal sbb : 1) Sifat manusia dan hubungannya secara kontekstual dan individual dengan realita dalam alam semesta; 2) Sifat dan fakta bagi tujuan, perilaku, penyebab, dan aturan; 3) Problem pilihan, khususnya kebebasan versus determinisme pada perilaku manusia. Pentingnya metafisika bagi pembahasan filsafat komunikasi, dikutip pendapat Jujun S Suriasumantri dalam bukunya Filsafat Ilmu mengatakan bahwa metafisika merupakan suatu kajian tentang hakikat keberadaan zat, hakikat pikiran, dan hakikat kaitan zat dengan pikiran. Objek metafisika menurut Aristoteles, ada dua yakni : Ada sebagai yang ada; ilmu pengetahuan mengkaji yang ada itu dalam bentuk semurni-murninya, bahwa suatu benda itu sungguh-sungguh ada dalam arti kata tidak terkena perubahan, atau dapat diserapnya oleh panca indera. Metafisika disebut juga Ontologi. Ada sebagai yang iLLahi; keberadaan yang mutlak, yang tidak bergantung pada yang lain, yakni TUHAN (iLLahi berarti yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera).Epistemologi; merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode dan batasan pengetahuan manusia (a branch of philosophy that investigates the origin, nature, methods and limits of human knowledge). METAFISIKA adalah sebuah kekuatan yang terletak pada kekuatan mental, akal pikiran, hati, jiwa serta semua fisik tubuh manusia, yang mana jika manusia bisa membangkitkan kinerja semua unsur tubuh mereka, maka mereka memiliki kekuatan yang sangat dahsyat. Dalam istilah spiritual lebih dikenal sebagai ilmu ghaib (yang kekuatannya bisa dari unsur luar yakni jin atau qorin/sedulur papat) dan istilah bagi mereka yang berkecimpung di dunia pencak silat dan olah pernafasan, metafisik disebut sebagai tenaga dalam, yakni sebuah inti energi yang terletak pada kekuatan nafas dan pikiran (visualisasi). Jadi pada dasarnya Metafisik, Tenaga Dalam serta Ilmu Ghaib merupakan satu rangkaian, yang intinya mengaktifkan kekuatan/energi yang berasal dari kekuatan Non-Sains. Dan di Majapahitsakti yang diaktifkan adalah unsur cakra dengan membuka 7 cakra utama serta pengendalian khadam, baik dari qorin maupun dari luar yakni Rijalul Ghaib

APAKAH ILMU GHAIB ITU

Ilmu Ghaib adalah ilmu Sirr (rahasia) yakni ilmu yang menyangkut hal-hal diluar akal pikiran. Seperti berjalan dari satu tempat-ketempat lain hanya memerlukan sekian menit padahal naik kendaraan aja memerlukan waktu berjam-jam. Bagi mereka yang hubungan dengan sains dan teknologi mereka menganggap ini adalah mustahil dan kegilaan psikis tapi itulah ghaib mereka tidak bisa dinalar tapi keberadaannya nyata, seperti udara anda menghirup setiap detiknya tapi anda tidak tahu wujud angin itu sendiri seperti apa? tapi anda yakin udara itu ada.

ilsafat, betapapun spekulatifnya, memberi kita berbagai penjelasan tentang misteri puncak (the ultimate mystery) ini. Filsafat ... mengajari kita tentang proses penciptaan, tentang hierarki wujud (hierarchy of being), tentang alam semesta dan posisi manusia di dalamnya, tentang tujuan-hidupnya, dan berbagai pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti iniHaidar Bagir, Buku Saku Filsafat Islam, Mizan, Jakarta, 2005, hlm. 72. Tentang Metafisika Seringkali ketika mendengarkan istilah metafisika sudah terdapat dalam persepsi awal kita mengenai hal-hal yang bersifat supranatural seperti ilmu-ilmu perdukunan dan mental-spiritual. Persepsi tersebut sebenarnya tidak dapat disalahkan, karena dalam arena perebutan makna sebuah istilah, maka sebuah istilah -termasuk metafisika- seiring perubahan waktu dalam konteks sosio-historis jelas mengalami pergeseran makna yang digunakan oleh masyarakat, terutama masyarakat awam. Memang hal-hal supranatural juga termasuk atau tercakup dalam definisi metafisika, namun metafisika tidak dapat diartikan sepenuhnya adalah mengenai supranatural, kian lama agaknya definisi metafisika tidak menunjuk pada objek definitif yang diwakilinya. Hal yang sama seperti ketika sekarang dalam mempelajari filsafat lebih familiar diketahui adanya ontologi, epistemologi, dan aksiologi sebagai batang tubuh atau elemen-elemen fundamental kajian filsafat, dan seakan melupakan metafisika. Lalu apa sebenarnya metafisika, di mana posisinya dalam filsafat, dan apa kegunaannya? Pada mulanya istilah metafisika digunakan di Yunani untuk merujuk pada karya-karya tertentu Aristoteles (384-322 SM). Namun sebenarnya istilah metafisika bukanlah dari Aristoteles, metafisika oleh Aristoteles disebut sebagai filsafat pertama atau theologia, dalam pandangan Aristoteles, metafisika belum begitu jelas dibedakan dengan fisika. Secara etimologis, metafisika berasal dari bahasa Yunani, meta ta fisika yang artinya menurut Louis O. Katsoff adalah hal-hal yang terdapat sesudah fisika. Aristoteles mendefinisikannya sebagai ilmu pengetahuan mengenai yang-ada sebagai yang-ada, yang dilawankan misalnya dengan yang-ada sebagai yang-digerakkan atau yang-ada sebagai yang-jumlahkan. Pada masa sekarang, metafisika dipahami sebagai bagian dari filsafat yang mempelajari dan berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan terdalam tentang hakikat segala sesuatu. Pertanyaan-pertanyaan filosofis tersebut membahas dan tertuju pada beberapa konsep metafisik, dengan kata lain yang lebih tepat agaknya adalah, konsep-konsep di luar hal-hal yang bersifat fisik. Menurut Cristian Wolf (1679-1754), metafisika terbagi menjadi dua jenis. Pertama, metafisika generalis, yakni ilmu yang membahas mengenai yang ada atau pengada atau yang lebih dikenal sebagai ontologi, dan kedua, metafisika spesialis yang terbagi menjadi tiga bagian besar, (1) antropologi, yang menelaah mengenai hakikat manusia, tentang diri dan kedirian, tentang hubungan jiwa dan raga, (2) kosmologi, yang membahas asal-usul alam semesta dan hakikat sebenarnya, dan (3) teologi, membahas mengenai Tuhan secara rasional. Sementara itu Driyarkara menyamakan metafisika dengan ontologi, ia menyatakan bahwa filsafat tentang ada dan sebab-sebab pertama adalah metafisika atau ontologi, yang di samping membahas tentang ada dan sebab-sebab pertama tersebut, juga membahas mengenai apakah kesempurnaan itu, apakah tujuan, apakah sebab-akibat, apa yang merupakan dasar yang terdalam dalam setiap barang yang ada (hylemorfism), intinya adalah, apakah hakikat dari segala sesuatu itu. .

Bahasan yang terdapat dalam metafisika secara umum antara lain meliputi, (1) yang-ada (being), (2) kenyataan (reality), (3) eksistensi (existence), (4) esensi (essence), (5) substansi (substance), (6) materi (matter), (7) bentuk (form), (8) perubahan (change), (9) sebab-akibat (causality), dan (10) hubungan (relation). Salah satu contoh penalaran metafisika tentang Ada adalah yang pernah dilakukan oleh Plotinos sebagai seorang neo-platonis yang diperkirakan lahir di Mesir pada 204 atau 205 SM, dan hampir semua pengetahuan para filsuf tentang kehidupan dan pemikiran Plotinos didapatkan dari buku Vita Plotini yang ditulis oleh Porphyrius, salah seorang muridnya (232-305 SM). Menurut Plotinos, suatu Ada yang sempurna itu tentu mewahyukan atau menyatakan dirinya sendiri dengan melahirkan Ada yang mirip kepadanya. Dalam pandangan ini seluruh kosmos atau semesta alam harus dipandang sebagai rantai, di mana bagian yang atas (lebih sempurna) melahirkan bagian bawahnya yang kalah sempurna. Yang berada paling atas adalah Hyang Eka, Yang Satu dan Satu-satunya, yang oleh Plotinos juga disebut Kebaikan yang mutlak dan kebaikan yang memberi kebaikan kepada yang lain sebagai bagian. Hyang Eka itu kemudian dipahami dan diyakini sebagai sesuatu yang menjadi dasar segala-galanya, tetapi tidak berdasar sendiri atas apapun juga. Dalam penalaran Plotinos mengenai Ada (being) tersebut dapat dilihat bersentuhan juga dengan bahasan teologi, yang membahas Tuhan secara rasional (walaupun spekulatif). Misal lainnya adalah perbincangan mengenai kenyataan (reality). Ketika pertanyaan mengenai hakikat terdalam dari kenyataan diajukan, maka muncul berbagai jawaban atasnya. Louis O. Kattsof (1996) dengan menyatakan terdapat beberapa aliran, antara lain adalah: pertama, realisme. Ia menyatakan bahwa terdapat hal-hal yang tidak bergantung pada pengetahuan dan bahwa hakikat hal-hal tersebut berbeda dari akal yang mengetahuinya, dengan kata lain alam di luar ide atau pengetahuan akal adalah hakikat kenyataan (reality). Realisme berkebalikan dengan idealisme, Kattsof (1996) menyatakan, terdapat hal-hal yang bereksistensi secara intrinsik berhubungan dengan perbuatan mengetahui, dan dalam babak terakhir sama hakikatnya dengan roh. Jadi, misalnya, apakah sebuah meja yang ada di dalam kelas itu jelek atau tidak tergantung dari ide, persepsi, pengetahuan, akal kita dalam mengetahui meja tersebut, ini adalah pandangan idealisme yang sebetulnya lebih tepat disebut ideisme, namun terasa janggal. Sementara realisme menyatakan, jelek atau tidaknya meja di dalam kelas itu tidak tergantung pada pengetahuan kita atasnya, namun tergantung pada kenyataan atau realitas dirinya sendiri. Kedua, naturalisme. William R. Dennes (1944) menyatakan bahwa naturalisme -modern- menyatakan bahwa hakikat kenyataan adalah bersifat kealaman, kategori pokok untuk memberikan keterangan mengenai kenyataan adalah kejadian. Kejadian-kejadian dalam ruang dan waktu merupakan satuan-satuan penyusun kenyataan yang ada, dan senantiasa dapat dialami oleh manusia biasa. Secara umum, naturalisme menyatakan alam ini adalah hakikat terdalam dari kenyataan. Di titik singgung inilah naturalisme yang menegaskan dunia-ini (alam kodrati) dilawankan dengan supernaturalisme yang menegaskan bahwa hakikat kenyataan yang sebenarnya adalah dunia-lain (adi kodrati). Supernaturalisme menganggap bahwa dunia-lain lebih tinggi dan berkuasa dibandingkan dunia-ini. Animisne adalah salah satu contoh dari pemikiran supernaturalisme yang paling tua. Sementara itu dari rahim pandangan naturalisme lahirlah materialisme yang menganggap bahwa roh berasal dari materi, kaum materialisme menyatakan bahwa gejala-gejala alam disebabkan oleh kekuatan yang terdapat dalam alam itu sendiri, yang dapat dipelajari dan dengan demikian dapat kita ketahui. Democritos (460-370 S.M.) adalah salah satu tokoh awal materialisme. Ia mengembangkan paham materialisme dan mengemukakan bahwa unsur dasar dari alam adalah atom. Democritos dengan demikian membedakan dirinya dari realisme dengan mengatakan bahwa obyek dari penginderaan sering dianggap nyata, padahal tidak demikian, hanya atom yang bersifat nyata. Jadi, panas, dingin, warna merupakan terminologi yang manusia berikan arti dari setiap gejala yang ditangkap oleh pancaindra. Dengan demikian, gejala alam dapat didekati dari proses kimia fisika. Pendapat ini merupakan pendapat kaum mekanistik, bahwa gejala alam (termasuk makhluk hidup) hanya merupakan gejala kimia fisika semata. Hal ini ditentang oleh kaum vitalistik, yang merupakan kelompok naturalisme juga. Paham vitalistik sepakat bahwa proses kimia fisika sebagai gejala alam dapat diterapkan, tetapi hanya meliputi unsur dan zat yang mati saja, tidak untuk makhluk hidup

Metafisika dan Ilmu Pengetahuan Metafisika ternyata mendapat penentangan dari beberapa ilmuwan, antara lain adalah yang menganut paham positivisme logis dengan menyatakan bahwa metafisika tidak bermakna. Alfred J. Ayer menyatakan bahwas sebagian besar perbincangan yang dilakukan oleh para filsuf sejak dahulu sesungguhnya tidak dapat dipertanggungjawabkan dan juga tidak ada gunanya. Problem yang diajukan dalam bidang metafisika adalah problem semu (pseudo-problems), artinya permasalahan yang tidak memungkinkan untuk dijawab. Berkaitan dengan pendapat Ayer tersebut, Katsoff menyatakan bahwa agaknya Ayer berupaya untuk menunjukkan bahwa natutalisme, materialisme, dan lainnya merupakan pandangan yang sesat. Ayer menunjang argumentasinya dengan membuat criterion of verifiability atau keadaan dapat diverifikasi. Penentang lain Ludwig Wittgenstein menyatakan bahwa metafisika bersifat the Mystically, hal-hal yang tak dapat diungkapkan (inexpressible) ke dalam bahasa yang bersifat logis. Wittgenstein menyatakan terdapat tiga persoalan metafisika, (1) subjek, dikatakannya bukan merupakan dunia atau bagian dari dunia, melainkan lebih dapat dikatakan sebagai batas dari dunia, (2) kematian, kematian bukanlah sebuah peristiwa dalam kehidupan, manusia tidak hidup untuk mengalami pengalaman kematian, dan (3) Tuhan, Ia tidak menampakkan diri-Nya di dunia.

Dengan demikian Wittgenstein menyimpulkan, bahwa sesuatu yang tidak dapat diungkapkan secara logis sebaiknya didiamkan saja (What we cannot speak about, we must pass over in silence).Namun pada kenyataannya banyak ilmuawan besar, terutama Albert Einstein, yang merasakan perlunya membuat formula konsepsi metafisika sebagai konsekuensi dari penemuan ilmiahnya. Manfaat metafisika bagi pengembangan ilmu dikatakan oleh Thomas Kuhn terletak pada awal terbentuknya paradigma ilmiah, yakni ketika kumpulan kepercayaan belum lengkap faktanya, maka ia mesti dipasok dari luar, antara lain adalah ilmu pengetahuan lain, peristiwa sejarah, pengalaman personal, dan metafisika. Misalnya adalah, upaya-upaya untuk memecahkan masalah yang tak dapat dipecahkan oleh paradigma keilmuan yang lama dan selama ini dianggap mampu memecahkan masalah membutuhkan paradigma baru, pemecahan masalah baru, hal ini hanya dapat dipenuhi dari hasil permenungan metafisik yang dalam banyak hal memang bersifat spekulatif dan intutitif, hingga dengan kedalaman kontemplasi serta imajinasi akan dapat membuka kemungkinan-kemungkinan (peluang-peluang) konsepsi teoritis, asumsi, postulat, tesis, dan paradigma baru untuk memecahkan masalah yang ada. Sumbangan metafisika terhadap ilmu pengetahuan tidak dapat disangkal lagi adalah pada fundamental ontologisnya. Sumbangan metafisika pada ilmu pengetahuan adalah persinggungan antara metafisika dan/atau ontologi dengan epistemologi. Dalam metafisika yang mempertanyakan, apakah hakikat terdalam dari kenyataan? yang di antaranya dijawab bahwa hakikat terdalam dari kenyataan adalah materi, maka muncullah paham materialisme. Sedangkan dalam epistemologi yang dimulai dari pertanyaan, bagaimanakah cara kita memperoleh pengetahuan?, yang dijawab salah satunya oleh Descartes, bahwa kita memperoleh pengetahuan melalui akal, maka muncullah rasionalisme. John Locke yang menjawab pertanyaan tersebut bahwa pengetahuan diperoleh dari pengalaman, maka ia telah melahirkan aliran empirisme, dan lainnya. Berbagai perdebatan dalam metafisika mengenai realitas, ada-tiada, dan lainnya sebagaimana telah dikemukakan di depan yang telah melahirkan berbagai pandangan yang berbeda satu sama lain secara otomatis juga melahirkan berbagai aliran pemahaman yang lazim dinyatakan sebagai aliran-aliran filsafat awal. Ketika pemahaman aliran-aliran filsafat tersebut dipertemukan dengan ranah epistemologis atau dihadapkan pada fenomena dinamika perkembangan ilmu pengetahuan akan menghasilkan percabangan disiplin ilmu baru (Kennick).

Metafisika menuntut orisinalitas berpikir yang biasanya muncul melalui kontemplasi atau intuisi berupa kilatan-kilatan mendadak akan sesuatu, hingga menjadikan para metafisikus menyodorkan cara berpikir yang cenderung subjektif dan mencipatakn terminologi filsafat yang khas. Situasi semacam ini dinyatakan oleh Van Peursen sangat diperlukan untuk pengembangan ilmu dalam rangka menerapkan heuristika. Berkaitan dengan pembentukan minat intelektual, maka metafisika mengajarkan mengenai cara berpikir yang serius dan mendalam tentang hakikat-hakikat segala sesuatu yang brersifat enigmatik, hingga pada akhirnya melahirkan sikap ingin tahu (need for curiosity) yang tinggi sebagaimana mestinya dimiliki oleh para intelektual. Metafisika mengajarkan pada peminat filsafat untuk mencari prinsip pertama (first principle) sebagai kebenaran yang paling akhir, misalnya adalah kepastian ilmiah dalam metode skeptis Descartes, ia hanya dapat diperoleh jika kita bertitik tolak dari premis yang paling kuat (Cogito Ergo Sum). Salah satu contoh sebuah karya yang mendasarkan pendapatnya dengan terlebih dahulu melalui penalaran metafisis adalah bukunya Yasraf Amir Piliang (2004), ia menyatakan, bahwa yang dihadapi sekarang bukanlah berhentinya pergerakan sosialbudaya sebagaimana dicirikan oleh diskursus seni posmodern, melainkan semakin meningkatnya percepatan sosial dan kebudayaan, sehingga ia berkembang ke arah titik melampaui sosial dan kebudayaan itu sendiri. Memang sifat-sifat modernitas seperti kemajuan, rasionalitas, dan universalitas sebenarnya belum berakhir. Dengan menyitir Jean Badrillard, semuanya berkembang ke arah hyper, yaitu kondisi ketika setiap sifat atau aktivitas sosial berkembang ke arah titik ekstrim, ke arah kondisi melampaui batas-batas alamiahnya. Wacana sosial dan kebudayaan sekarang menuju pada kondisi hipermodernitas (hypermodernity), yaitu kondisi ketika segala sesuatu bertumbuh lebih cepat, ketika tempo kehidupan menjadi semakin tinggi, ketika setiap wacana bertumbuh ke arah ekstrim. Yasraf menyatakan bahwa dalam millenium ketiga tersebut, terdapat realitas baru kebudayaan. Pertama, dari abad teknologi ke abad citraan; kedua, dari era mekanik ke era mikroelektronik; ketiga, dari realitas ke hiperealitas; keempat, dari order menuju chaos; dan kelima, dari space menuju hyperspace. Dalam membahas itu semua, Yasraf mengemukakan beberapa indikator untuk membahas kondisi tersebut; pertama, bahwa perkembangan sistem teknologi tampaknya akan terus berlanjut dan akan memengaruhi keputusan-keputusan estetik. Ia bahkan berkembang ke arah complex system bahkan ke arah chaos, bersamaan dengan itu akan tercipta pula semacam kompleksitas kebudayaan, baik dalam objek, teknologi, metodologi, dan idiom. Kedua, tekanan ekonomi pasar bebas telah merubah konsep manusia posmodern tentang waktu, diri, individu, keluarga, masyarakat, ruang, waktu, bangsa, dan negara. Ekonomi pasar bebas menuntut bahwa cara-cara fragmentasi budaya, kelenyapan batas, pastiche, kolase yang mencirikan posmodernisme tampaknya akan terus berlanjut pada abad ke-21. Namun, sekali lagi ia akan berhadapan dan dipengaruhi oleh batasan-batasan moral. Ketiga, tekanan moral menyangkut kemanusiaan dan lingkungan yang terus meningkat, termasuk tekanan-tekanan pada objek kebudayaan. Pendapat Yasraf tersebut didahului oleh penalaran metafisis atas realitas. Edi Subkhan, penulis