“MENJARAH” PULAU GAMBUT: KONFLIK DAN KETEGANGAN DI …

26
“MENJARAH” PULAU GAMBUT: KONFLIK DAN KETEGANGAN DI PULAU PADANG M. Nazir Salim * Abstract: Abstract: Abstract: Abstract: Abstract: The article was saimed at describing the conflicts between the community, peasants at Pulau Padang, Meranti Islands Regency, and PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). The conflict started from the policy of The Minister of Forestry which allowed concession of HTI to RAPP at Pulau Padang. The problem was the permission itself as it took not only the area of farming lands but also the areas of settlement. The other problem was the environment itself. This was a result of RAPP. Various researches showed that Pulau Padang had thick peat. However, the permission for RAPP was to build industries and canals needing a lot of water. This would damage the environment whereas the peat ought to be protected. If tis is done, the serious damage of ecosystem at Pulau Padang will take place. Keywor eywor eywor eywor eywords ds ds ds ds: Pulau Padang, RAPP, agrarian conflicts, peasants’ struggle. Intisari: Intisari: Intisari: Intisari: Intisari: Artikel ini mencoba melihat konflik antara warga dan petani Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti dengan PT RAPP (Riau Andalan Pulp and Paper). Konflik bermula dari kebijakan Menteri Kehutanan yang memberikan izin konsesi HTI kepada RAPP di Pulau Padang. Izin itu dipermasalahkan karena luasan wilayahnya yang mengambil lahan warga, bukan saja lahan pertanian, namun juga pemukiman. Persoalan lain adalah isu lingkungan yang akan menjadi perhatian warga jika RAPP beroperasi di wilayah tersebut. Berbagai kajian menunjukkan bahwa Pulau Padang merupakan wilayah tanah gambut dengan ketebalan yang cukup tinggi, sementara izin konsesi RAPP untuk tanaman industri membutuhkan banyak air dan pembangunan kanal-kanal, selain tentunya tanah gambut dilindungi undang-undang. Jika hal itu dilakukan maka ancaman kekeringan dan kerusakan ekosistem di Pulau Padang menjadi serius. Kata kunci Kata kunci Kata kunci Kata kunci Kata kunci: Pulau Padang, RAPP, konflik agraria, dan perjuangan petani. A. Pengantar Konflik sumber daya alam di Indonesia khu- susnya di Sumatera terus mengalami pening- katan. Beberapa catatan menunjukkan angka yang terus bertambah, bahkan cenderung meng- khawatirkan karena satu persoalan belum terselesaikan kemudian muncul kembali konflik baru, sehingga dari tahun ke tahun trend-nya megalami kenaikan. Apa sebenarnya yang men- jadi inti persoalannya? Banyak pakar melihat konflik agraria terlalu akut 1 sehingga sulit untuk diselesaikan dengan sistem parsial yakni dengan menyelesaikan masing-masing konflik dan per wilayah. Metode demikian terlalu menghabiskan energi dan tak akan sebanding antara jumlah penyelesaian konflik dengan tumbuhnya kon- flik itu sendiri. Konflik yang terjadi di daerah mayoritas akibat tumpang tindih lahan dan aturan, 2 penguasaan sumber agraria yang * Staf Pengajar Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional, Peneliti Agraria. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Mitra Bestari (Laksmi Savitri) yang memberikan beberapa kritik dan masukan. Kepada Ahmad Zazali, Direktur Scale Up, Pekanbaru, Riau yang membantu penulis dengan mengirimkan data hasil Mediasi di Pulau Padang, dan beliau menjadi salah satu anggota tim yang dibentuk oleh Pemerintah.. 1 Dianto Bachriadi dan Gunawan Wiradi, 2011. Enam Dekade Ketimpangan. Jakarta: Bina Desa, ARC, KPA. 2 Gamma Galudra, Gamal Pasya, Martua Sirait, Chip Fay, (peny.) 2006. Rapid Land Tenure Assessment: Panduan Ringkas bagi Praktisi. Bogor: World Agroforestry Cen- tre, hlm 8.

Transcript of “MENJARAH” PULAU GAMBUT: KONFLIK DAN KETEGANGAN DI …

Page 1: “MENJARAH” PULAU GAMBUT: KONFLIK DAN KETEGANGAN DI …

“MENJARAH” PULAU GAMBUT:KONFLIK DAN KETEGANGAN DI PULAU PADANG

M. Nazir Salim*

Abstract: Abstract: Abstract: Abstract: Abstract: The article was saimed at describing the conflicts between the community, peasants at Pulau Padang, MerantiIslands Regency, and PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). The conflict started from the policy of The Minister of Forestrywhich allowed concession of HTI to RAPP at Pulau Padang. The problem was the permission itself as it took not only the areaof farming lands but also the areas of settlement. The other problem was the environment itself. This was a result of RAPP.Various researches showed that Pulau Padang had thick peat. However, the permission for RAPP was to build industries andcanals needing a lot of water. This would damage the environment whereas the peat ought to be protected. If tis is done, theserious damage of ecosystem at Pulau Padang will take place.KKKKKeyworeyworeyworeyworeywordsdsdsdsds: Pulau Padang, RAPP, agrarian conflicts, peasants’ struggle.

Intisari: Intisari: Intisari: Intisari: Intisari: Artikel ini mencoba melihat konflik antara warga dan petani Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti dengan PTRAPP (Riau Andalan Pulp and Paper). Konflik bermula dari kebijakan Menteri Kehutanan yang memberikan izin konsesi HTIkepada RAPP di Pulau Padang. Izin itu dipermasalahkan karena luasan wilayahnya yang mengambil lahan warga, bukan saja lahanpertanian, namun juga pemukiman. Persoalan lain adalah isu lingkungan yang akan menjadi perhatian warga jika RAPP beroperasidi wilayah tersebut. Berbagai kajian menunjukkan bahwa Pulau Padang merupakan wilayah tanah gambut dengan ketebalan yangcukup tinggi, sementara izin konsesi RAPP untuk tanaman industri membutuhkan banyak air dan pembangunan kanal-kanal, selaintentunya tanah gambut dilindungi undang-undang. Jika hal itu dilakukan maka ancaman kekeringan dan kerusakan ekosistem diPulau Padang menjadi serius.Kata kunciKata kunciKata kunciKata kunciKata kunci: Pulau Padang, RAPP, konflik agraria, dan perjuangan petani.

A. Pengantar

Konflik sumber daya alam di Indonesia khu-susnya di Sumatera terus mengalami pening-katan. Beberapa catatan menunjukkan angkayang terus bertambah, bahkan cenderung meng-khawatirkan karena satu persoalan belumterselesaikan kemudian muncul kembali konflikbaru, sehingga dari tahun ke tahun trend-nya

megalami kenaikan. Apa sebenarnya yang men-jadi inti persoalannya? Banyak pakar melihatkonflik agraria terlalu akut1 sehingga sulit untukdiselesaikan dengan sistem parsial yakni denganmenyelesaikan masing-masing konflik dan perwilayah. Metode demikian terlalu menghabiskanenergi dan tak akan sebanding antara jumlahpenyelesaian konflik dengan tumbuhnya kon-flik itu sendiri. Konflik yang terjadi di daerahmayoritas akibat tumpang tindih lahan danaturan,2 penguasaan sumber agraria yang

* Staf Pengajar Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional,Peneliti Agraria. Penulis mengucapkan terimakasih kepadaMitra Bestari (Laksmi Savitri) yang memberikan beberapakritik dan masukan. Kepada Ahmad Zazali, Direktur ScaleUp, Pekanbaru, Riau yang membantu penulis denganmengirimkan data hasil Mediasi di Pulau Padang, dan beliaumenjadi salah satu anggota tim yang dibentuk olehPemerintah..

1 Dianto Bachriadi dan Gunawan Wiradi, 2011. EnamDekade Ketimpangan. Jakarta: Bina Desa, ARC, KPA.

2 Gamma Galudra, Gamal Pasya, Martua Sirait, ChipFay, (peny.) 2006. Rapid Land Tenure Assessment: PanduanRingkas bagi Praktisi. Bogor: World Agroforestry Cen-tre, hlm 8.

Page 2: “MENJARAH” PULAU GAMBUT: KONFLIK DAN KETEGANGAN DI …

97M. Nazir Salim: “Menjarah” Pulau Gambut.....: 96-121

timpang, pemanfaatan yang tidak adil, distribusihasil yang tidak merata, serta policy negara yangtidak berpihak kepada rakyat. Realitas itu men-jadi bara api dalam setiap semak-semak perke-bunan dan hutan-hutan yang ada.

Hasil penelitian yang dipimpin oleh DR.Prudensius Maring, MA, Prof. DR. Afrizal dkk.di empat provinsi di Sumatera (Sumatera Se-latan, Jambi, Riau, dan Sumatera Barat) menun-jukkan persoalan yang sama, sama dalampengertian sepanjang bentangan Pulau Suma-tera konflik agraria menimpa kelompok yangsama, tumpang tindih lahan yang sejenis, korbanyang luas, dan peminggiran oleh pelaku usahadan negara secara masif. Catatan empat provinsiitu menunjukkan akar masalah yang hampirsama, yakni: 1. Tumpang-tindih kebijakan peme-rintah tentang pengelolaan SDA; 2. Ekspansipenguasaan lahan untuk kepentingan HTI/HPHdan perkebunan; 3. Kegagalan pengaturan tata-ruang secara adil; 4. Ekspansi penguasaan lahanberbasis adat oleh pemerintah dan perusahaan;5. Ketidakadilan tatakelola sumberdaya alam olehpemerintah dan perusahaan; 6. Kegagalan pem-bangunan ekonomi berbasis masyarakat.3

Berkaca dari realitas itu, banyak kritik diaju-kan kepada berbagai pihak yang bertanggungjawab tehadap berbagai konflik tersebut. Apasebenarnya peran negara dalam konteks itu danapa yang telah dan akan dilakukan? Sepanjangpemahaman yang tersebar secara luas, kesanyang selama ini muncul adalah membiarkan haltersebut, membiarkan masyarakat menemukanjalan penyelesaiannya. Tentu berbahaya bagi

kondisi kebangsaan saat masyarakat tertimpaberbagai persoalan sementara negara seolahmembiarkan. Beberapa waktu lalu sempat ber-kumpul beberapa akademisi, NGO, dan penggiatstudi agraria yang mencoba untuk mendorongnegara berperan lebih serius dalam melihatpersoalan tersebut. Upaya-upaya extra ordinarymenurut para akademisi diperlukan agar bangsaini bisa bangkit dari keterpurukan persolan kon-flik agraria. Salah satu yang dianggap palingpenting adalah mendorong penguatan kinerjalembaga yang bertanggung jawab terhadappersoalan-persoalan menyangkut agraria.

Di luar enam akar persoalan di atas, konflikterus mengalami peningkatan akibat perluasanlahan yang tidak memperhatikan ekologi, tataruang, dan tata wilayah. Pemerintah gagalmengatur dan menertibkan para pengusaha yangterus mengajukan izin pembukaan lahan tanpamempertimbangkan aturan hukum yang berla-ku. Bukan rahasia lagi bahwa kong kalikong anta-ra penguasa dan pengusaha terus berjalan, baikpada kasus pembukaan lahan perkebunan4 mau-pun kehutanan, dan celakanya hukum tidakmampu menyentuh mereka. Pemerintah sudahmencanangkan 2013 zero konflik lahan antarapengusaha dengan masyarakat, akan tetapi upayaitu tampaknya jauh panggang dari api, sebabkegiatan hulu yang menjadi persoalan mendasarmasih terus diproduksi, yakni pemberian izinpengelolaan dan perluasan pembukaan lahan,baik untuk kepentingan perkebunan maupuntanaman industri.

Untuk kasus Riau, hal yang sama sebagaima-na laporan penelitian Prudensius Maring dkk.,akar konf lik terjadi akibat tumpang tindihkebijakan, perluasan HTI/HPH, dan kegagalannegara berlaku adil terhadap semua warganya.

3 DR. Prudensius Maring, MA, Prof. DR. Afrizal,MA, Jomi Suhendri S., SH, Dr. Ir. Rosyani, M.Si, dkk.2011. “Studi Pemahaman dan Praktik AlternatifPenyelesaian Sengketa oleh Kelembagaan Mediasi KonflikSumberdaya Alam di Provinsi Riau, Jambi, Sumatera Barat,dan Sumatera Selatan”, (Laporan Penelitian), Pekanbaru:Scale Up (Kemitraan Pembangunan Sosial Berkelanjutan),hlm. 65.

4 Anton Lucas dan Carol Warren, 2007. “The State,the People, and Their Mediators: The Struggle OverAgrarian Law Reform in Post-New Order Indonesia”.Indonesia, Edisi 76.

Page 3: “MENJARAH” PULAU GAMBUT: KONFLIK DAN KETEGANGAN DI …

98 Bhumi No. 37 Tahun 12, April 2013

Pada sisi ini, munculnya konflik berbarengandengan munculnya kegagalan penataan ruang,seperti yang terjadi pada kasus Pulau Padang(Kabupaten Kepulauan Meranti) antara wargadengan RAPP (Riang Andalan Pulp and Paper).Negara tidak cermat menempatkan sebuah wila-yah dalam izin konsesi HTI tanpa memper-hatikan tata ruang. Bagaimana mungkin sebuahwilayah yang puluhan bahkan ratusan tahundidiami oleh warga dengan begitu saja tidakdianggap, seolah tidak ada penghuninya. Wajarapabila kemudian muncul persoalan yangbiayanya sangat mahal.

Sejak 2007-2009, kasus konflik di Sumaterapada umumnya adalah persoalan konf likperkebunan. Beberapa catatan menunjukkanpembukaan lahan sawit yang begitu besar—Riaumemiliki lahan sawit terbesar di Indonesia5—membuat semakin tingginya konflik perebutanlahan antara pengusaha dengan warga. Hal ituterjadi tidak saja menabrak lahan masyarakattetapi juga berusaha meminggirkan mereka.Akan tetapi, pada tahun 2010-2012 terjadi peru-bahan pola konflik, dari perkebunan ke hutanproduksi. Kisah konflik dan perebutan lahanmengalami pergeseran dari perkebunan kehutan produksi/Hutan Tanaman Industri (HTI).Digeser dalam pengertian kuantitas konflik diHTI jauh lebih tinggi dibanding pada lahanperkebunan. Namun, hal itu tidak berarti konflikpada lahan perkebunan berkurang atau menge-cil. Data yang dihimpun oleh Scale Up menun-jukkan angka yang cukup menarik:

Diagram 1. Perbandingan dan distribusikonflik berdasarkan status lahan, 2010

Diagram 2. Perbandingan jumlah konflik padalahan hutan produksi dengan lahan

perkebunan di Riau, 2011/2012

Sumber diagram 1-2: Laporan Tahunan (ExecutiveSummary). “Konflik Sumberdaya Alam diRiau Tahun 2008, 2009, 2010, 2011”.Pekanbaru: Scale Up (Sustainable SocialDevelopment Partnership), 2012.

Tahun 2010 konflik pada lahan hutan produk-si mengalami peningkatan yang cukup tinggidibanding pada tahun sebelumnya. Sejak 2010persebaran konflik hutan produksi dengan ma-syarakat mulai menyebar hampir ke seluruhkabupaten di Riau. Peningkatan itu terjadi kare-na ekspansi lahan beberapa perusahaan besarsemakin tak terbendung. Lebih dari 260 ribuhektar lahan konflik terjadi di hutan produksi,sementara konflik di lahan perkebunan danhutan lindung relatif lebih rendah. Data di atasmenunjukkan, semakin besar konf lik danbanyaknya kelompok yang memiliki interes,maka semakin rumit diselesaikan karena berba-gai elemen dan kepentingan masuk di dalamnya.Faktanya, pertumbuhan konflik dari tahun keta-hun bukan justru mengecil, baik dari sisi jumlahlahan maupun pihak yang berkonflik.

Pada kasus Pulau Padang, persoalan menda-sar adalah munculnya kegelisahan banyak warga

5 Marcus Colchester, Norman Jiwan, Andiko, dkk.2006. Tanah yang Dijanjikan: Minyak Sawit dan Pem-bebasan Tanah di Indonesia, Implikasi terhadap MasyarakatLokal dan Masyarakat Adat. Jakarta: Forest People Prog-ramme dan Perkumpulan Sawit Watch, hlm. 26.

230.492

Hutan Produksi

Hutan lindung.konservasi

Perkebunan/HPL

28.000 84.079

Page 4: “MENJARAH” PULAU GAMBUT: KONFLIK DAN KETEGANGAN DI …

99M. Nazir Salim: “Menjarah” Pulau Gambut.....: 96-121

akan status tanah yang mereka miliki secara adatakibat keluarnya SK Menhut No. 327 Tahun 2009dan terancamnya ekosistem yang berpengaruhlangsung terhadap kelangsungan kehidupanmasyarakat banyak. Lahan gambut sangat rentandengan status air, saat musim penghujan akandatang banjir dan saat musim panas tiba ia akankehilangan air dalam situasi serius. Artinya ke-beradaan RAPP yang akan membuka lahan hutandi sekitarnya akan menjadi ancaman serius da-lam jangka panjang, yakni ancaman air laut ma-suk kedarat dan ancaman kekeringan saat musimpanas. Tentu dalam konteks land tenure akansegera muncul sebagai bagian dari konsekuen-sinya. Ketika isu terus bergulir, kecurigaan ma-syarakat pada masing-masing kelompok mulaiterlihat karena ada pihak-pihak yang menolakdan ada pihak-pihak yang menerima keberadaanRAPP. Hal itu akan mempersulit posisi wargakelas bawah bagaimana ia akan bertahan danmenghadapi situasi yang serba tidak pasti.

Dari beberapa gambaran di atas, dalam artikelini penulis ingin melihat struktur yang ada dalampermainan besar bernama konflik Hutan Ta-naman Industri yang di dalamnya melibatkanbanyak pihak. Dari struktur itu penulis inginmelihat proses-proses berlangsung yang meng-hasilkan posisi masyarakat pada sisi yang lemah,kedua ingin melihat sejauh mana secara luasperubahan struktur dan kebijakan yang mun-cul berimplikasi langsung terhadap masyarakatPulau Padang.

Untuk mengkaji persoalan konflik di PulauPadang yang terjadi antara masyarakat denganRAPP, penulis mencoba melakukan penelusurandata secara maksimal dengan berbagai metode.Saat berkunjung ke Riau pada tahun 2010 dan2012, penulis sempat melakukan beberapa kaliwawancara terbatas, sekalipun wawancara itutidak untuk kepentingan langsung esai ini, akantetapi beberapa data sangat terkait dengan perso-alan Pulau Padang. Wawancara dilakukan dengan

beberapa warga dan beberapa anggota dewansetempat. Dokumen Scale Up, sebuah LSM diRiau yang bergerak di bidang konservasi alamdan isu-isu lingkungan telah kami dapatkan.Melalui koresponden saya mendapatkan bebera-pa data yang mereka miliki. Tentu saja ada jugabanyak data dukungan dari media online. Bebe-rapa data online yang saya dapatkan sempat sayakomunikasikan dengan beberapa sumber yangsaya temui, baik kebetulan mereka datang keYogyakarta maupun komunikasi via online.

Dalam melakukan penelusuran data-dataPulau Padang, penulis menemukan beberapatulisan yang secara prinsip tidak pernah ditemu-kan tulisan yang utuh tentang kasus konflik yangsedang berlangsung di Pulau Padang. Akan teta-pi, beberapa tulisan yang muncul adalah kajianlegal opini dan analisis konflik SDA secara luas,begitu juga data-data online yang muncul adalahberita-berita menyangkut persoalan PulauPadang.6 Beberapa penulis seperti Imade Ali,Sutarno, dan Teguh Yuwono, mencoba melihatpersoalan Pulau Padang dengan pendekatankronologis. Pendekatan ini sangat menarik kare-na melihat persoalan dari sudut pandang gerakdari waktu ke waktu apa yang terjadi di PulauPadang. Kajian ini penulis tempatkan sebagaibahan rujukan dan pembanding dalam melihatbeberapa hal, termasuk merujuk kajian padaSurat Keputusan Menteri Kehutanan No. 356/Menhut-II/2004 Tanggal 1 November 2004 danSK Menteri Kehutanan No. 327, 2009. AnugerahPerkasa, wartawan harian Bisnis Indonesia telahmelakukan investigasi ke Pulau Padang yangmenghasilkan 4 tulisan bersambung. Ia mencobamenampilkan secara utuh namun singkat dari

6 Salah satu kajian legal opini dilakukan oleh TimJikalahari yang mencoba embedah SK Menhut 327, tentangizin konsesi HTI di Pulau Padang. Tim Jikalahari, 2011.“Hutan Rawa Gambut dan Permasalahan SK 327/MENHUT-II/2009”. Pekanbaru: Jikalahari, 2011.

Page 5: “MENJARAH” PULAU GAMBUT: KONFLIK DAN KETEGANGAN DI …

100 Bhumi No. 37 Tahun 12, April 2013

pergerakan masyarakat Pulau Padang pada awal2010 sampai usaha melakukan bakar diri di Ja-karta.7

Tulisan lain yang secara khusus dan kompre-hensif dalam melihat Pulau Padang belum penu-lis temukan, akan tetapi beberapa tulisan analisisdata yang dikeluarkan oleh Scale Up, Jikalahari,Mongabay, STR (Sarikat Tani Riau) cukup mem-bantu penulis dalam merekonstruksi beberapapersoalan menyangkut kasus konflik wargadengan RAPP. Dalam skala luas untuk melihatkonflik, kajian Prudensius Maring dkk. cukupmemberikan pemahaman yang kompleks bagai-mana konflik agraria terjadi di Pulau Sumatera.Kajian ini memberikan keyakinan penulis bahwapenyelesaian konflik agraria tidak bisa dilakukansecara parsial sebagaimana selama ini dianut olehpemerintah, namun harus diselesaikan dari hu-lu. Kebijakan negara dalam melihat persoalansumber daya agraria di Sumatera adalah katakunci bagaimana konflik bisa diselesaikan.Dengan mengkaji 4 provinsi di Sumatera, la-poran penelitian ini membuat sebuah analisismenarik, dengan menempatkan kebijakan hulusebagai persoalan krusial munculnya konflik didaerah dan uniknya, empat provinsi dinilai me-miliki akar persoalan yang sama.8 Tulisan penting

lainnya adalah blog pribadi aktivis petani PulauPadang, M. Riduan. Sebagai pimpinan STR ca-bang Meranti yang juga pimpinan aksi, iabanyak melakukan pendokumentasian danmenulis dalam blog pribadinya. Sekalipun ca-tatannya singkat, hal itu sangat membantumemahami penggalan cerita dari kasus PulauPadang.9 Di atas semua itu, penulis ingin melihatpersoalan Pulau Padang dari sisi struktur keku-asaan yang menyebabkan munculnya konflik diPulau Padang, tentu juga melihat proses-prosesyang terjadi di sana. Dengan melihat strukturdan pola bangunan kekuasaan kapital, kasusPulau Padang menurut hemat penulis adalahbagian kecil dari persoalan konflik sumberdayaagraria di Indonesia.

Dalam teori klasik, konflik dilihat sebagaibagian dari paradigma penyelesaian persoalan,kelompok ini meyakini konflik akan menghasil-kan sebuah perubahan. Beberapa teori ini seringmengemuka bahwa konflik akan menunjukkanujungnya yakni berupa instrumen lahirnya sebu-ah perubahan sekalipun dengan cara yang “revo-lusioner.” Ralf Dahrendorf melihat masyarakatdalam dua wajah, yakni konflik dan konsensus,dalam kondisi ini kedua wajah itu saling meleng-kapi. Ia meyakini konflik akan melahirkan kon-sensus.10 Jarang dalam sistem masyarakat yangnormal tak ada konflik yang tidak bisa dikonsen-suskan. Dalam konteks ini, ilmu sosial selalu me-lihat konflik adalah gejala yang terjadi di masya-rakat dan dijadikan indikator untuk memahamiapa yang menjadi keinginannya. Tanpa menun-jukkan kemauannya maka sulit untuk dipahamiperilaku dan struktur yang ada.

Berbeda dengan Karl Marx dalam melihatmasyarakat, ia meyakini masyarakat sudah ter-

7 Anugerah Perkasa, 2012. “Tragedi Pulau Padang:Dari Lukit hingga Tebet Dalam (1-4)”. www.bisnis.com,13-14 Agustus 2012. Diakses pada tanggal 23 Oktober 2012.Gerakan menuju titik ekstrim ini akibat eskkalasi danketegangan yang tidak terdekteksi sehingga menuju padatitik polarisasi, petani berubah menjadi ekstrim dalamtindakan-tindakannya. Doug McAdam, Sidney Tarrow,Charles Tilly, 2004. Dynamics of Contention. CambridgeUniversity Press.

8 DR. Prudensius Maring, op.cit., hlm. 65-66. Lihatjuga Johny Setiawan Mundung, Muhammad Ansor,Muhammad Darwis, Khery Sudeska, Laporan Penelitian“Analisa Konflik Pertanahan di Provinsi Riau AntaraMasyarakat dengan Perusahaan (Studi Tentang PT RAPP,PT IKPP, PT CPI dan PT Duta Palma 2003-2007)”,Pekanbaru: Tim Litbang Data FKPMR, 2007. Didownloaddari: www.scaleup.or.id.

9 http://riduanmeranti.blogspot.com/#uds-search-results.

10 Ritzer, George & J. Goodman, Douglas. 2004. TeoriSosiologi Modern. Edisi keenam. Jakarta: Prenada Media.

Page 6: “MENJARAH” PULAU GAMBUT: KONFLIK DAN KETEGANGAN DI …

101M. Nazir Salim: “Menjarah” Pulau Gambut.....: 96-121

bentuk dalam struktur kelas sosial, dan kelassosial secara sadar sudah memiliki potensi dankonflik itu sendiri, ia melekat pada strukturbasisnya, sehingga konflik dengan sadar bisadipahami sebagai bagian dari aktivitas masyarakat.Teori Marx11 relatif bisa digunakan dalam melihatsegala jenis konflik yang terjadi di masyarakatkarena konflik dengan mudah bisa dideteksidengan melihat kelas, ketimpangan, dan ketidak-adilan dalam sistem masyarakat, sekalipun kelastidak mesti selalu berlawanan, sebab kelas ka-dang memiliki logikanya sendiri. Marx disan-dingkan dengan Charles Tilly12 dengan teorinyacollective action tampaknya mudah melihat stuk-tur yang muncul dalam lingkup konflik.

Kasus Pulau Padang akan mudah dijelaskandengan pendekatan collective action karenabegitu banyaknya interest yang muncul dalamranah tersebut. Tilly meyakini common interestmenjadi poin penting dalam melihat konflik,dan apa yang menjadi fenomena konflik sumberdaya alam bisa kita balik yang memiliki kepen-tingan adalah para pelaku-pelaku yang meman-faatkan sumber daya alam. Saya mencobamembandingkan dengan teori Tilly dkk lainnyayang jauh lebih rumit. Dalam beberapa case diPulau Padang sangat mungkin dan menarikuntuk lebih jauh dielaborasi dengan pendekatanDynamic of Contention.13 Pendekatan ini me-mang lebih kompleks, karena memiliki prasyaratdan beberapa proses: pembentukan identitas,eskalasi, polarisasi, mobilisasi, dan pembentukanaktor. Proses itu memang hampir semua terjadi

di Pulau Padang, namun tidak semasifsebagaimana pada kasus-kasus besar sepertiSambas, Poso, Ambon.

Polarisasi di Pulau Padang benar terjadi me-nuju titik ekstrim dalam beberapa kasus, namuntidak meluas, bahkan menurut saya mengalami“kegagalan” sebagai upaya menuju target, namunmobilisasi yang masif dari semua sikap acuh olehwarga berhasil digerakkan, dalam konteks inibisa dilihat sebagai “keberhasilan”. Begitu jugahalnya ketika kelompok tak terorganisir saat inimenjadi jauh lebih terorganisir, termasuk pem-bentukan aktor.

B. Melihat Pulau Padang dari Dekat

“Masyarakat Pulau Padang yang tadinya pragmatis,tidak tahu tentang politik, kini mengalamipeningkatan kualitas kesadaran yang sangat luarbiasa. Aksi massa menjadi sebuah topik yang dibi-carakan di mana-mana. Orang-orang di sepanjangjalan yang saya temui, selalu menanyakan kepadaRidwan agenda-agenda aksi dan berapa banyakperwakilan yang harus mereka kirim. Di jalan itupula, Ridwan mengatakan, di Pulau Padang orangkini punya semboyan, “Hidup adalah mati, merdekaadalah perang”.14

“Tak bergeming aksi jahit mulut beberapa waktulalu, baik di Riau maupun di depan Gedung DPRakhir tahun lalu, kali ini warga Pulau Padang, Ka-bupaten Meranti, Provinsi Riau, kembali melakukanaksi nekat cukup menggegerkan, yaitu aksi bakardiri.Aksi bakar diri ini, tidak lain tuntutannya agar menye-lamatkan Pulau Padang. Aksi tersebut merupakanpenolakan terhadap pemerintah agar segeramencabut SK 327 Menhut/2009 di mana peme-rintah khususnya Menteri Kehutanan segera men-cabut izin jalan aktivitas PT RAPP yang dianggapnyasecara tidak langsung dapat mengancam kehidupanmasyarakat Pulau Padang.

11 Franz Magnis-Suseno, 1999. Pemikiran Karl Marx:Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme, Jakarta:Gramedia.

12 Charles Tilly, 2004. Social Movement, 1768-2004,London: Paradigm Publisher, lihat juga R.Z. Leiriza, 2004.“Charles Tilly dan Studi tentang Revolusi”, Jurnal Sejarah,Vol. 6.

13 Doug McAdam, Sidney Tarrow, Charles Tilly,2004. Op.cit.

14 Tutut Herlina, 2012. “Berkorban demi Pulau Padang(1)”, Sinar Harapan, Selasa, 25 September 2012. Lihat jugahttp://www.shnews.co/detile-8396-berkorban-demi-pulau-padang-1.html.

Page 7: “MENJARAH” PULAU GAMBUT: KONFLIK DAN KETEGANGAN DI …

102 Bhumi No. 37 Tahun 12, April 2013

“Aksi bakar diri adalah tindakan yang suci dan haruskami lakukan setelah aksi jahit mulut beberapa waktulalu agar pemerintah belajar mendengar,” ujar KetuaUmum Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Riau(STR), M Ridwan kepada SH, di Pekanbaru, Senin(18/6). Ia menegaskan, sejak awal telah disampaikanbahwa pemerintah harus mampu menyelamatkanPulau Padang. Aksi bakar diri ini merupakan puncakkekecewaan masyarakat terhadap pemerintah yangtidak berani mengevaluasi kebijakan SK Menhut No327 Tahun 2009 yang dinilai salah”.15

Diagram di bawah ini sengaja penulis hadir-kan untuk melihat peta persoalan mendasarmengapa konflik begitu mudah muncul danbagaimana menjelaskan akar persoalannya. Se-sungguhnya, konflik bukan suatu barang antikyang penting untuk dipelihara, tapi harus disi-kapi sebagai bagian dari sistem budaya dan kerjadalam masyarakat. Konflik di Riau menyebarbegitu cepat dari satu ruang ke ruang yang lain,dari satu lahan menuju lahan-lahan lain. Di sisilain kebijakan untuk menciptakan zero konflikatau mengurangi konflik sangat minim, sehing-ga konflik terus menjalar. Ada sepuluh kabu-paten yang menjadi titik konflik di Riau baik kon-f lik di lahan perkebunan maupun di hutanproduksi.

Diagram 3. Konflik di sektor hutan produksi(Hutan Tanaman Industri) di Riau

berdasarkan kabupaten/kota, 2011/2012

Diagram 4. Konflik di sektor perkebunan diRiau berdasarkan kabupaten/kota, 2011/2012

Diagram 5. Perbandingan total luasankonflik sumberdaya alam di Riau tahun

2007, 2008, 2009, 2010, 2011

Sumber diagram 4-5: Laporan Tahunan (ExecutiveSummary). “Konflik Sumberdaya Alam diRiau Tahun 2008, 2009, 2010, 2011”.Pekanbaru: Scale Up (Sustainable SocialDevelopment Partnership), 2012.

Jika diperhatikan data di atas, pada tahun 2011konf lik di hutan produksi di seluruh Riaumelibatkan 262,877 hektar, sementara konflikpada lahan perkebunan (sawit) telah melibatkan39.246 hektar. Catatan ini coba saya tampilkandalam satu tahun untuk melihat tingginya lajukonflik pada lahan hutan produksi. Yang mena-rik, jumlah konflik di lahan hutan produksi meli-batkan begitu besar perusahaan. Menjadi peman-dangan umum bahwa pembukaan hutan di Riausecara besar-besaran telah berdampak serius padasaat ini dimana semua perusahaan pulp and pa-per telah “menggunduli” hutan-hutan Riau. Da-lam laporan yang sama, ada sekitar 30 perusa-haan yang berhubungan dengan bubur kertas,dari 30 itu mereka telah berebut kayu-kayu Riaudan ruang bekas penebangan kayu. Pada ruang

15 Uparlin Maharadja, 2012. “Warga Pulau Padang AksiBakar Diri di Depan Istana”, Sinar Harapan, Selasa, 19Juni 2012. Lihat juga http://www.shnews.co.

Page 8: “MENJARAH” PULAU GAMBUT: KONFLIK DAN KETEGANGAN DI …

103M. Nazir Salim: “Menjarah” Pulau Gambut.....: 96-121

inilah mereka saling berlomba memperluas izinusahanya untuk memenuhi kebutuhan bahanbaku industrinya. Realitasnya, apa yang dikerja-kan mereka telah menimbulkan persoalan seriusdan sumber konflik bagi masyarakat Riau.

Kasus Pulau Padang dalam pandangan pene-liti bukanlah suatu yang baru, bahkan terjadi diberbagai tempat, akan tetapi setiap wilayah memi-liki tipologi yang berbeda. Persoalan PulauPadang termasuk sebuah kasus yang cukup besardan menjadi isu nasional, bahkan menjadiperhatian bagi NGO internasioal. Hal itu terjadikarena melibatkan puluhan ribu warga tem-patan, melibatkan sebuah perusahaan raksasa,dan juga dalam berbagai analisis melibatkanbanyak elite birokrasi yang terlibat dalam berba-gai kepentingan. Di sisi lain, Pulau Padang meru-pakan kawasan lahan gambut yang seharusnyadilindungi, sehingga menjadi perhatian banyakpihak.

Tabael 1. Daftar Nama perusahaan dan luas(Ha) konflik antara masyarakat dengan

perusahaan selama tahun 2011

Diagram 6. Distribusi konflik berdasarkangroup perusahaan di Riau

Sumber Tabel 1 dan Diagram 6: Laporan Tahunan(Executive Summary). “Konflik Sumber-daya Alam di Riau Tahun 2008, 2009, 2010,2011”. Pekanbaru: Scale Up (SustainableSocial Development Partnership), 2012.

Sebagai sebuah perusahaan besar, APRIL(Asia Pacif ic Resources International Ltd.) yangmemiliki 7 anggota perusahaan telah lamabercokol di wilayah Riau dan RAPP merupakansalah satu yang terbesar. Perusahaan ini membu-tuhkan banyak dukungan bahan baku untukkeberlangsungan produksinya. Di mata orangRiau dan NGO yang bergerak dalam hal konser-vasi sekaligus pemerhati lingkungan, perusahaanini sangat akrab dengan isu konflik dan perusa-kan lingkungan. Hal itu dibuktikan juga dengandiagram di atas, April group menjadi “juara”dalam hal urusan konflik dengan warga yangmelibatkan lahan seluas 203.870 hektar. Posisiini menurut data Scale Up, tidak terlalu menge-jutkan karena sepak terjang RAPP hampir meratadi seluruh wilayah kabupaten kota di Riau. Untukkasus RAPP di Pulau Padang sendiri merupakanyang terbesar di seluruh Riau (hampir 70.000hektar), dan lebih dari separo lahan konflik ter-sebut terdapat di Pulau Padang (41.205 hektar).

1. Meranti dan Pulau Padang

Kutipan laporan investigatif wartawan SinarHarapan di atas tidak berlebihan apalagi bom-bastis, namun syarat menggambarkan perju-angan warga Pulau Padang yang hingga kini be-lum menemukan nasib baiknya. Warga PulauPadang yang sudah beberapa tahun terakhir ini

Page 9: “MENJARAH” PULAU GAMBUT: KONFLIK DAN KETEGANGAN DI …

104 Bhumi No. 37 Tahun 12, April 2013

bergerak melawan korporasi sudah merenggangnyawa demi menyelamatkan apa yang diyakini,meyelamatkan apa yang selama ini menjadi sum-ber penghidupan warga selama puluhan tahun.Sebuah perusahaan raksasa bernama Riau An-dalan Pulp and Paper (RAPP),16 perusahaanbubur kertas telah mengusik keheningan wargayang jauh dari hiruk pikuk modernitas dan per-kotaan. Sebuah pulau yang tidak terlalu besardan tidak memiliki kekayaan alam yang banyak,hanya seonggok gambut tebal dengan segalapenghidupan warga dan aktif itas perkebunankaretnya.17

Secara administratif, Pulau Padang di bawahsebuah kabupaten baru bernama KepulauanMeranti (akronim dari Merbau, Rangsang, danTebing Tinggi). Meranti merupakan kabupatendengan tiga pulau kecil, Pulau Padang, PulauRangsang, dan Pulau Tebing Tinggi. Kabupaten

ini sebelum 2009 berada di bawah administratifKabupaten Bengkalis, dan sejak 2009 menjelmamenjadi kabupaten sendiri. Meranti18 terdiri atas7 kecamatan, dan total penduduk pada 2011 seki-tar 233.024 jiwa. Mayoritas masyarakat Merantitinggal di pedesaan dan bekerja pada perke-bunan karet, sagu, sawit, dan bertani sayur-sayuran. Sementara ibukota kabupaten beradadi Selatpanjang yang banyak dihuni oleh parapedagang Tionghoa, Padang, Melayu, dan Jawa.Selatpanjang adalah nama yang cukup dikenalkarena wilayah ini merupakan sebuah kota da-gang transit Pesisir Timur Sumatera, ia menjadipenghubung antara Pulau Batam-Tanjung BalaiKarimun dan Pekanbaru, dan juga Bengkalisdan Dumai. Sebagai kota dagang transit, kotaini cukup ramai dikunjungi oleh wilayah pinggirseperti Rangsang Barat dan Timur, Kep. Merbau,Belitung, Tanjung Samak, Guntung, dll. Hirukpikuk kota ini cukup ramai di pagi hari hinggasekitar pukul 14.00, sorenya tidak terlalu banyakaktif itas ekonomi, karena jalur laut yang diguna-kan wilayah penyangga hanya sampai siang.Pukul 14.00 puluhan kapal-kapal yang merapatdi dermaga-dermaga kecil di Selatpanjang sudahkembali lagi ke daerahnya masing-masing.Mayoritas lahan tiga pulau ini adalah lahan gam-but dengan ketebalan yang cukup tinggi, bahkandi Pulau Padang lahan gambut mencapai 9-12meter.19 Dalam Peraturan Menteri Kehutanan,kawasan gambut dengan kedalaman > 3 metermasuk kawasan yang harus dilindungi, tidakdiperuntukkan HTI, karena akan merusak eko-

16 PT Riau Andalan Pulp and Paper (PT RAPP),perusahaan milik Asia Pacific Resources Internationa Lim-ited (APRIL) ini didirikan tahun 1992. Kantor pusat PTRAPP berada di Pangkalan Kerinci, Kecamatan Langgam,Kabupaten Pelalawan. RAPP merupakan kelompok RajaGaruda Mas (RGM) milik konglomerat Sukanto Tanotodan kelompok Sinarmas milik taipan Eka Tjipta Widjajadari Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP).

17 Pulau Padang merupakan wilayah yang tak begituluas, sekitar 110 ribu hektar, didiami 14 desa (1 kelurahandan 13 desa), di bawah Kecamatan Merbau, dengan ibukotaKecamatan Teluk Belitung. Penduduk Kecamatan inisejumlah 47.370 jiwa, dan luas total wilayahnya 1.348,91 KM2.Terdiri atas Kelurahan Teluk Belitung, Desa Bagan Meli-bur, Bandul, Dedap, Kudap, Lukit, Mekar Sari, Mengkirau,Mengkopot, Meranti Bunting, Pelantai, Selat Akar, Tan-jung Kulim, dan Desa Tanjung Padang. Mayoritas pendu-duk Pulau Padang dari suku Melayu dan Jawa. Penghasilansehari-hari sebagai petani karet, kelapa, kopi, kapas, coklat,dan persawahan (padi), lihat www.merantikab.go.id. Di pulauini terdapat satu tokoh yang cukup populer, IntsiawatiAyus yang duduk di pusat sebagai anggota DewanPerwakilan Daerah utusan Provinsi Riau. Putri kelahiranTeluk Belitung ini terpilih sebagai angora DPD padaperiode 2009-2014. Saat kasus Pulau Padang mencuat, beliaujuga tampil diberbagai kesempatan yang membela parapetani Pulau Padang.

18 Sebelum 2013, Kabupaten Meranti terdiri atasKecamatan Tebing Tinggi Barat, Tebing Tinggi, Rangsang,Rangsang Barat, Merbau, Tebing Tinggi Timur, PulauMerbau. Kecamatan Pulau Merbau meliputi seluruh PulauMerbau sedangkan Kecamatan Merbau wilayahnya meliputiseluruh Pulau Padang.

19 Haryanto, 1989. “Studi Pendahuluan StrukturVegetasi Hutan Gambut di Pulau Padang, Provinsi Riau”.Media Konservasi Vol. II (4), Desember 1989.

Page 10: “MENJARAH” PULAU GAMBUT: KONFLIK DAN KETEGANGAN DI …

105M. Nazir Salim: “Menjarah” Pulau Gambut.....: 96-121

sistem dan berpotensi merusak kawasan terse-but.20

Pulau Padang sebelumnya tidak dikenal, dansejak 2009 menjadi sebuah berita nasional akibatpenolakan warganya atas tindakan PT. RAPP“mengekploitasi” lahan gambutnya. Sebagaimanaramai diberitakan, RAPP mendapat konsesi dariDepartemen Kehutanan di pulau tersebut seluas41.205 hektar. Artinya lebih dari 40 persen wilayahPulau Padang dikonsesikan kepada RAPP, kare-na luas pulau itu hanya sekitar 110 ribu hektar.Anehnya, Departemen Kehutanan begitu sajamemberikan izin kepada RAPP dan menabrakhampir semua wilayah (kampung) yang diting-gali penduduk sejak puluhan tahun. Alasan bah-wa menurut peta milik Departemen Kehutananbahwa Pulau Padang tidak berpenduduk sangatmenyakiti hati warga Pulau Padang, dan karenaitulah warga menjadi lebih berani, radikal, bah-kan bertindak ekstrim di luar kebiasaan manusiaMelayu21 pada umumnya, yakni aksi menjahitmulut di depan gedung DPRD Riau dan DPRpusat serta nekat mau membakar diri. Akantetapi upaya itu dapat digagalkan oleh polisi kare-na enam petani yang menyelinap ke Jakarta ber-hasil masuk radar intelijen polisi sehingga selamadi Jakarta gerak gerik mereka diawasi oleh aparatkemanan.22

Diagram 7. Distribusi total luas lahan konfliksumberdaya alam berdasarkan kabupaten/kota

di Riau, 2011/2012

Sumber: Laporan Tahunan (Executive Summary).“Konflik Sumberdaya Alam di Riau Tahun2008, 2009, 2010, 2011”. Pekanbaru: ScaleUp (Sustainable Social Development Part-nership), 2012.

Dari diagram di atas terlihat dengan jelasbahwa konflik agraria yang terjadi saat ini di Riauyang terbesar terjadi di Kabupaten Merantidengan melibatkan lahan seluas 69.890 hektar,kemudian Kotamadya Dumai 50.000 hektar,Pelalawan 44.957 hektar. Di Meranti konflikmelibatkan 3 kecamatan, dan konflik terbesarterjadi di Kecamatan Merbau (Pulau Padang),kemudian Kecamatan Rangsang, dan KecamatanTebing Tinggi. Konflik ditiga kecamatan tersebutsemua menyangkut konflik hutan untuk kepen-tingan industri pulp and paper, bukan konflikperkebunan sebagaimana selama ini mendomi-nasi. Ditiga kecamatan ini juga terdapat perke-bunan yang cukup luas, terutama KecamatanTebing Tinggi, yakni perkebunan sagu, karenasagu menjadi salah satu makanan pokok seba-gian masyarakat Meranti.

2. Apa yang Terdengar dan Terlihat diPulau Padang

Sejauh ini, RAPP sebagai sebuah perusahaanbesar telah lama bercokol di Riau (berdiri sejak1992). Menurut catatan Scale Up, sebuah NGOyang peduli dengan isu deforestasi di Riau,APRIL grup mendominasi persoalan konflik HTIdi Riau. Dalam laporan tahunannya, sepanjang

20 Teguh Yuwono, tt. (tanpa tahun). “Konflik IzinIUPHHK-HT PT. RAAP di Pulau Padang: Potret BuramPenataan Ruang & Kelola Hutan di Indonesia”.

21 Dalam khasanah gerakan sosial Indonesia, orangMelayu tidak memiliki sejarah kenekatan seperti yang telahditunjukkan oleh warga Pulau Padang. Mayoritas pendudukpulau ini beragama Islam dan banyak pula warga di pulau iniyang tradisi agamanya berbasis madrasah, pesantren (NU)dan mayoritas tradisi agamanya cukup kuat. Usaha untukmelakukan bakar diri yang juga berarti bunuh diri bagi tradisiNU nyaris tidak dikenal, namun hal itu pernah akan dilakukanoleh sekelompok petani di Pulau Padang, lihat AnugerahPerkasa, op.cit.

22 Anugerah Perkasa, op.cit.

Page 11: “MENJARAH” PULAU GAMBUT: KONFLIK DAN KETEGANGAN DI …

106 Bhumi No. 37 Tahun 12, April 2013

lima tahun terakhir area konsesi perusahaan ter-sebut paling banyak bersengketa di Riau denganmelibatkan lahan seluas 84.400 hektar, diikutioleh PT. Smatera Riang Lestari 57.100 hektar.23

Sebelum kasus Pulau Padang muncul, RAPPmelalui mitranya (PT. Lestari Unggul Makmur)juga mendapat izin konsesi di Pulau TebingTinggi seluas 10.390 hektar dan Pulau Rangsangmelalui PT. Sumatera Riang Lestari memperoleh18.890 hektar. Pulau Rangsang terletak persis diutara Pulau Tebing Tinggi (Selatpanjang) ibukotaKabupaten Meranti. Izin di Pulau Rangsang danTebing Tinggi sebenarnya juga sempat menjadipersoalan, akan tetapi warga tidak berhasil meno-lak secara massal, sehingga proyek jalan terusdan mitra RAPP tetap nyaman berada di pulautersebut.24

Mengapa RAPP begitu perkasa di Riau? Seja-rah tidak bisa begitu saja kita lepaskan, bahwaRAPP telah begitu lama menguasai wilayah dara-tan Riau dan kepulauanya. Sebagai sebuah peru-sahaan bubur kertas yang mensuplai kertas-kertas terbaik dunia, RAPP membutuhkan bahanbaku begitu banyak, bahkan tidak pernah akancukup sekalipun menggunduli semua hutan diSumatera. Kebutuhan kertas Indonesia dan du-nia begitu tinggi sementara suplai bahan bakutidak sebanding dengan laju kebutuhannya,maka jalan pintas dilakukan oleh banyak peru-sahaan. Kemandirian Perusahaan untuk mema-sok bahan baku sendiri tidak pernah tejadi kare-

na tidak menciptakan sistem penanaman HutanTanaman Industri sejak awal, dan mereka jugasadar proses penanaman kayu membutuhkanwaktu 8 tahun untuk siap dipanen.

Indonesia memiliki sekitar 80 perusahaanyang bergerak di bidang pulp and papers, denganmenghasilkan sekitar 6.3 juta ton pertahun. SinarMas melalui bendera usaha Asia Pulp & Paper(APP) menguasai pangsa pasar terbesarnya. Dibawah grup APP, ada 7 anak perusahaan yakniPT. Pabrik kertas Tjiwi Kimia, PT. Indah Kiat Pulp& Paper, PT. Pindo Deli Pulp and Papers Mills,PT. Lontar Papyrus Pulp & Paper Industry, PT.The Univenus, PT Ekamas Fortuna, dan PT. Pu-rinusa Ekapersada. Total kapasitas 7 perusahaanitu menghasilkan 2,68 juta ton per tahun, atau42 persen dari kapasitas nasional. Sementaraurutan kedua diduduki oleh RAPP di bawahgrup Raja Garuda Mas yang juga memiliki peru-sahaan besar di Samosir (Sumatera Utara)dengan bendera PT. Toba Pulp Lestari (TPL).RAPP menghasilkan 2,21 juta ton pertahun atausekitar 35 persen dari kapasitas produksi na-sional. Jika digabungkan dua perusahaan raksasaitu menghasilkan kapasitas produksi 77 persendari kapasitas produksi yang dihasilkan Indone-sia. Dengan kapasitas itu, Indonesia merupakanpemasok kertas terbesar ke-12 di dunia dan terbe-sar ke-4 di Asia setelah Cina, Jepang, dan Korea.25

Menurut Wahana Lingkungan Hidup(Walhi), APP dengan tujuh perusahaan besarnyasetiap tahun membutuhkan bahan baku kayusekitar 27,71 juta meter kubik. Sementara RAPPsetiap tahun membutuhkan 9,468 juta meterkubik. Perusahaan tersebut baru bisa memasoksendiri sebatas 5,465 juta meter kubik. Artinyaada kekurangan bahan baku yang begitu banyak(minus 31.713 juta meter kubik) dan hutan alam

23 Laporan Tahunan (Executive Summary), 2012.“Konflik Sumberdaya Alam di Riau Tahun 2008, 2009, 2010,2011”. Pekanbaru: Scale Up (Sustainable Social Develop-ment Partnership), lihat juga M. Riduan, “Ketika SKMenhut MS Kaban No 327 di tentang oleh Rakyat, NamunPemerintah Tetap Memaksakan Kehendaknya...!”, http://riduanmeranti.blogspot.com/2011/05/ketika-sk-menhut-ms-kaban-no-327-di.html

24 Menurut data Scale Up updating Juni 2012, terdapat69.890 hektar konflik lahan di Kabupaten Meranti yangterjadi di Pulau Padang dan Pulau Rangsang. Keduanyakonflik lahan antara warga dengan RAPP, ibid.

25 Data diolah dari http://www.balithut-kuok.org/index.php/home/56-industri-pulp-dan-kertas-belum-mandiri. Diakses pada tanggal 4 Maret 2013.

Page 12: “MENJARAH” PULAU GAMBUT: KONFLIK DAN KETEGANGAN DI …

107M. Nazir Salim: “Menjarah” Pulau Gambut.....: 96-121

menjadi sasarannya. Diperkirakan 70 persenkekurangan bahan baku diambilkan dari hutanalam, artinya, mereka melakukan pembabatanhutan secara masif demi untuk memenuhi kebu-tuhan bahan baku bubur kertas.26

Dengan data di atas, jelas, yang dihasilkanoleh perusahaan raksasa itu tidak mampu diatasaisendiri oleh perusahaan dalam memenuhi kebu-tuhan pokoknya (bahan baku), bahkan, mayo-ritas bahan baku diperoleh dari luar perusahaan.Artinya kebutuhan bahan baku diambil darihutan alam Indonesia. Tidak heran jika hutanSumatera mengalami deforestasi secara masifdalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Situasiini sebenarnya sudah dengan jelas tercium olehdunia internasional atas pelanggaran-pelang-garan yang dilakukan, karena dengan mengam-bil hutan alam akan merusak ekosistem dan ta-tanan sosial masyarakat tempatan, bahkan dam-paknya lebih luas dari yang diperkirakan. Indi-kasi lain, kertas dari Indonesia sekalipun diteri-ma di pasaran internasional tetap dinilai berbedadengan memberlakukan pajak lebih tinggidibanding negara-negara pensuplai kertas lain-nya. Bahkan sejak akhir 2012, beberapa negaraklien dari RAPP dan APP pergi akibat tidakseriusnya kedua perusahaan tersebut menjadi-kan sebuah perusahaan yang ramah terhadaplingkungan. Sertif ikasi SVLK (Sistem Verif ikasiLegalitas Kayu) tidak dimiliki sehingga produkkedua perusahaan tersebut mengalami kesulitanmemasuki pasar Eropa. Anehnya, kini APP sudahmengantongi 9 SVLK padahal mereka tidak mela-kukan upaya-upaya aman dan ramah ling-kungan terhadap usaha bubur kertasnya, bahkanmereka masih melakukan perambahan danpengrusakan hutan alam.27

Menurut Nazir Foead, Direktur KonservasiWWF-Indonesia, “saat ini, APRIL grup meru-pakan pelaku pembukaan hutan alam terbesardiantara produsen pulp lain di Indonesia”. Dalamcatatan lain, laporan Eyes on the Forest menye-butkan, “APRIL merupakan pelaku terbesaruntuk perusakan hutan di Riau. Perusahaan inimenebang sedikitnya 140.000 hektar hutantropis, sebagian besar terletak di lahan gambutsebagaimana terjadi pada 2008-2011. Dalamperiode itu, APRIL bertanggung jawab atashilangnya hampir sepertiga hutan alam di Riau”.28

Pada peta berikut terlihat dengan jelas batashutan alam yang masih tersisa dan hutan alamyang dihabiskan oleh perusahaan-perusahaandalam rangka penebangan untuk kepentinganindustri kertas.

Gambar “merah” pada peta berikut menun-jukkan deforestasi yang terjadi sejak 2009-2012.Angka itu jauh lebih tinggi dari laju deforestasiantara 2005-2007, padahal pada tahun 2011 lewatInpres No. 10, 2011 pemerintah memberlakukanpenundaan izin baru di hutan primer dan lahangambut (moratorium),29 namun justru pem-babatan hutan mengalami laju deforestasi begitucepat. Dalam catatan Jikalahari—sebuah NGOyang fokus pada penyelamatan hutan Riau—”tigatahun terakhir (pada 2009-2012), Riau kehi-langan hutan alam sebesar 0,5 juta hektare,dengan laju deforestasi sebesar 188 ribu hektarepertahun”. Ironisnya, 73,5 persen kehancuran itu

26 Ibid.27 Aji Wihardandi, 2012. “Asia Pulp and Paper Terus

Lolos Uji SVLK Kendati Klien Berlarian”, MongabayIndonesia, www. mongabay.co.id, 19 November 2012.Diakses pada tanggal 5 Maret 2013.

28 Sapariah Saturi, 2013. “WWF Desak APRILHentikan Penghancuran Hutan Alam”.www.mongabay.co.id, 13 Februari 2013. Diakses pada tanggal5 Maret 2013.

29 “Setahun Moratorium Hutan, Apakah hutan danGambut Indonesia Sudah Terlindungi?”. http://www.greenpeace.org/seasia/id/blog/Setahun-Morato-rium Hutan/blog/40230/. Ditulis oleh Yuyun Indradi, Jurukampanye Hutan, 3 Mei, 2012. Diakses pada tanggal 19Maret 2013. Moratorium akan berakhir pada bulan Mei2013, dan pemerintah belum memutuskan memperpajang ataumencabut kesepakatan tersebut.

Page 13: “MENJARAH” PULAU GAMBUT: KONFLIK DAN KETEGANGAN DI …

108 Bhumi No. 37 Tahun 12, April 2013

terjadi pada hutan alam gambut yang seharusnyadilindungi oleh negara. Dengan kondisi itu, saatini hutan alam Riau hanya tersisa 2,005 juta hektaratau 22,5 persen dari luas daratan yang dimilikiRiau.30

Dikalangan aktivis NGO, kegiatan parapengusaha pulp and papers ini begitu kasar kare-na telah mengabaikan berbagai kepatutan kepa-da alam. Pembalakan kayu secara liar di hutanalam lebih disukai pelaku usaha dibandingdengan mengusahakan Hutan Tanaman Indus-tri (HTI). Ironisnya, pembalakan itu dilakukansecara terang-terangan bahkan aksi “legal”dengan menunjuk kontraktor. Akibat tindakanpembalakan liar yang dilakukan oleh perusahaan

kertas, Balai Penelitian Teknologi Serat TanamanHutan mensinyalir, setiap tahun Indonesiakehilangan hutan seluas 27 kilometer persegi,atau setiap 10 detik kita kehilangan hutan alamseluas lapangan bola, dan setara juga dengan 10ribu lapangan futsal setiap hari, sementara negaradirugikan sekitar Rp 45 triliun per tahun.31

Pengalaman penulis di wilayah KabupatenMeranti juga menunjukkan hal demikian, bahwapembalakan liar di hutan-hutan alam memangterjadi secara masif, baik oleh perusahaan besarmaupun pelaku-pelaku kecil yang dilakukan olehmasyarakat. Tentu berbeda dengan apa yangdilakukan masyarakat, mereka menebang kayudan kemudian mengalirkan balok-balok kayu

30 Made Ali, 2013. “Jikalahari: Deforestasi di Riau2012 Setara Kehilangan 10 Ribu Lapangan Futsal Tiap Hari.”:http://www.mongabay.co.id/2013/01/02/jikalahari-catatan-ke jahatan-kehutanan-r iau-sepan jang-20 12/#ixzz3oOpj8kL6. 2 Januari 2013. Diakses pada tanggal 15Maret 2013.

Peta 1: Sisa Tutupan Hutan Alam Riau Sampai Tahun 2012. Sumber: Jikalahari. Diundu dari http://www.mongabay.co.id/2013/01/02/jikalahari-catatan kejahatan-kehutanan-riau-sepanjang-2012/

#ixzz3oOpj8kL6

31 Ibid. lihat juga Made Ali, “Jikalahari: Deforestasi diRiau 2012 Setara Kehilangan 10 Ribu Lapangan Futsal TiapHari”. www.mongabay.co.id/2013/01/02/jikalahari-catatan-ke jahatan-kehutanan-r iau-sepan jang-20 12/#ixzz3oOpj8kL6. 2 Januari 2013. Diakses pada tanggal 10Maret 2013.

Page 14: “MENJARAH” PULAU GAMBUT: KONFLIK DAN KETEGANGAN DI …

109M. Nazir Salim: “Menjarah” Pulau Gambut.....: 96-121

lewat parit (selokan) kecil ke laut dan menjualkepada toke atau cukong hanya untuk meme-nuhi kebutuhan hidup, sementara perusahaanmelakukan penebangan liar untuk mengumpul-kan pundi-pundi keuntungan. Situasi itu sudahmenjadi pemandangan sehari-hari dengan apayang terjadi di selat-selat di Kabupaten Meranti.Hampir setiap hari kapal-kapal mendayu-dayukelelahan karena beban berat menarik kayu yangdirakit begitu panjang. Pemandangan itu jelasbahwa mereka bergerak dengan cara “legal” seka-lipun tindakan hulunya illegal, artinya negarasengaja melakukan pembiaran yang begituserius terhadap deforestasi hutan-hutan di pulautersebut.

Menurut Ngabeni dan Riduan, illegal loggingyang dilakukan oleh masyarakat menemukantahun kejayaannya berkisar antara tahun 1990-1998. Pada tahun-tahun itulah awal munculnyapermintaan kayu secara besar-besara oleh bebe-rapa perusahaan di Riau, sehingga banyak orangdengan sedikit modal bisa melakukan pene-bangan hutan secara luas dan kemudian menju-al kapada pengumpul-pengumpul kayu. Ke-giatan masyarakat ini tidak tersentuh oleh hu-kum karena tidak ada aparat hukum yang maumasuk ke hutan dengan menempuh jalan kakiberjam-jam. Tidak mungkin aparat keamananmasuk hutan dengan berjalan kaki, sementarakondisi jalan setapak yang gembur seperti buburkarena tanah bergambut, sehingga masyarakatdengan tenang melakukan kegiatan tersebut.Akan tetapi setelah itu pemain illegal loggingbertambah banyak dan mereka dengan modalbesar bisa melakukan apa saja, misalnya mem-bangun parit-parit (kanal) yang besar untukmenyalurkan kayu ke laut. Begitu juga alat te-bang pohon sinso32 (chainsaw) yang canggih

telah mereka miliki, sementara masyarakat ma-sih menggunakan cara-cara tradisional, mene-bang dengan kampak (kapak), mengirim kayudengan cara di-gulek (didorong dengan tenagamanusia). Sementara pelaku bermodal akanmembuat parit atau kanal berukuran besar se-hingga dengan mudah kayu dimasukkan kedalam kanal dan mengirim ke laut.33 Gambar dibawah ini memperjelas bagaimana kayu diambildan dikumpulkan dalam jumlah yang banyak,kemudian dialirkan ke kanal menuju sungai ataulaut.

Gambar 1: Tumpukan kayu hasil pembabatan danpembalakan di hutan alam Riau yang siap dialirkan

ke laut. Sumber: antara.go.id

32 Orang daerah meranti menyebut alat tebang pohonyang terbuat dari rantai bermesin (chainsaw) ini dengansebutan umum sinso, gergaji mesin.

33 Hasil diskusi dengan H. Ngabeni, Meranti, 2011,dengan Riduan, Klaten dan Jogja, 16-18 Maret 2013. Prosesumum pengambilan kayu di hutan sebagaimana diceritakanNgabeni, setelah ditebang kemudian kayu dipotong sesuaiukuran kebutuhan, lalu diangkut dengan membuat jalankhusus untuk memindahkan kayu dari satu titi ke titik lain.Setelah terkumpul di pusat-pusat pengumpulan, biasanyadipinggir kali atau orang Meranti menyebut parit yang ber-ukuran kecil (lebar 60cm) ukuran besar (4-20 meter). Dariparit ini kemudian kayu dialirkan ke hilir (sungai/laut), barukemudian dirakit dengan tali dan ditarik dengan kapal menujuke perusahaan ataupun tongkang besar untuk dibawa keperusahaan dalam negeri atau ke luar negeri. Menurutnya,tindakan mereka ini hampir smuanya ilegal, tanpa izin namunmereka sudah saling paham dan menyiapkan uang sogokanmanakala di jalan bertemu dengan aparat hukum. Tak jarangsekali jalan mereka harus menyogok aparat hukum lebihdari 3 kali, dari nilai kecil hanya 1-5 juta sampai puluhan juta.Berdasarkan pengalaman mereka, nyaris tak ada yangtertahan.

Page 15: “MENJARAH” PULAU GAMBUT: KONFLIK DAN KETEGANGAN DI …

110 Bhumi No. 37 Tahun 12, April 2013

3. Pulau Padang: Konflik HutanTanaman Industri

Sebuah perusahaan besar beroperasi di sekitarSungai Siak, Riau. Sebuah sungai yang menurutbanyak ahli sebagai sungai terdalam di Indone-sia. Sungai yang lebarnya hanya sekitar 100anmeter itu merupakan sungai padat lalu lintas,hampir setiap hari sungai ini dilalui kapal-kapalcepat (speedboat) maupun kapal berkecepatansedang dan lambat. Sungai ini menghubungkanantara Pekanbaru Perawang, Siak menuju keButon-Bengkalis, Selatpanjang-TanjungbalaiKarimun-Batam. Puluhan kapal cepat melaluisungai ini karena hanya jalur ini yang palingefektif untuk menuju Pekanbaru sebagai IbukotaProvinsi Riau. Sungai ini menghubungkan pu-lau-pulau kecil yang secara administratif dibawah Riau. Di luar armada kapal cepat yangmelewati sungai ini, juga terdapat kapal-kapalberukuran besar dan sedang yang memuat ber-bagai macam kebutuhan, baik kebutuhanpangan warga pulau yang disuplai dari Medan,Padang, Pekanbaru dan sekitarnya menujuwilayah-wilayah penyangga.

Sebagai ibukota provinsi tentu Pekanbarumenjadi tempat banyak tujuan kepentinganwilayah administratif lainnya karena di Pekan-baru pula terdapat kampus negeri yang cukupbergengsi di Riau, diantaranya UNRI (Universi-tas Negeri Riau) UIN (Universitas Islam Negeri)dan universitas swasta seperti Universitas Lan-cangkuning dan Universitas Islam Riau. Banyakdiantara warga daerah pulau yang menyekolah-kan anaknya ke Pekanbaru, Sungai Siak adalahjalur yang selalu dilewati. Akan tetapi, dalamnyasungai ini juga bisa dimanfaatkan oleh banyakperusahaan besar untuk mengirim kayu dalamjumlah besar. Kapal tengker dan kapal indukbarang biasa melewati sungai ini untuk mem-bawa kayu dan batu bara keperusahaan buburkertas di sekitar Sungai Siak (Indah Kiat) dan keperusahaan lainnya.

Kisah Pulau Padang adalah kisah parapengumpul pundi-pundi keuangan dari daratmelewati laut. Bahan baku diambil dari darat(hutan) kemudian dikumpulkan di pingir kali/parit lalu dialirkan ke sungai menuju laut.Dengan cara ini kayu kemudian diangkut baikdengan metode dirakit dan ditarik dengan kapalatau langsung dimasukkan ke kapal tengker kayudan dibawa ke perusahaan. Dari sanalah semuabermula, dari sanalah semua dimaknai olehwarga Pulau Padang sebagai eskspansi parapengusaha besar menancapkan kukunya kehutan-hutan sekitar warga tinggal. Mereka tidakpernah sadar selama ini kapal-kapal, tongkang,kapal induk barang yang mereka lihat lalu lalangakan menjadi bagian dari sejarah mereka. WargaPulau Padang tentu tidak asing dengan peman-dangan demikian karena mereka akrab dengansungai dan laut. Mereka hidup dengan sistemdan budaya sungai sampai kemudian merekasadar abrasi semakin mengusir mereka dan ber-geser ke darat.

Hal yang dilakukan oleh RAPP di PulauPadang adalah bagian dari paket kritikan aktivisinternasional atas ketidakramahan perusahaanpulp and paper yang beroperasi di Indonesia(Riau) terhadap lingkungan. Organisasi besarinternasional Greenpeace menjadikan Riau seba-gai bagian dari target operasi kampanye, karenadi wilayah ini perusahaan beroperasi tanpamemiliki Sistem Verif ikasi Legalitas Kayu (SVLK).Hal itu terbukti dengan beberapa pejabat terasRiau ditangkap KPK, termasuk mantan KepalaDinas Kehutanan Riau, Asral Rahman atas kasuspenerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil HutanKayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) tahun2001-2006.

Dengan niat baik akan memenuhi pasokanbahan baku untuk industrinya dan mengurangipembabatan hutan alam, APRIL grup menga-jukan izin HTI kepada menteri kehutanan, yangkebetulan salah satu izin tersebut di wilayah

Page 16: “MENJARAH” PULAU GAMBUT: KONFLIK DAN KETEGANGAN DI …

111M. Nazir Salim: “Menjarah” Pulau Gambut.....: 96-121

Pulau Padang. Jauh sebelum izin itu diberikanoleh Menhut, RAPP sudah mengantongi izinpemanfaatan hasil hutan di wilayah tersebut.Dengan izin itu ia telah menghabisi semua kayuyang ada di wilayah Pulau Padang, dan izin beri-kutnya adalah izin HTI. Menjadi ironis karenaniatan baik itu dilakukan setelah sebelumnyamembabat habis Pulau Padang, bahkan izin yangdikantongi RAPP kemudian “mengancam” war-ga sekitar karena izin lahan HTI-nya menabrakmayoritas lahan penduduk, bahkan menabraklahan pemukiman.

Pada tahun 2007, saat Kabupaten Merantimasih di bawah administratif KabupatenBengkalis, Menteri Kehutanan mengeluarkansurat izin HTI untuk wilayah Tebing Tinggi,pulau yang saat ini menjadi Ibukota Meranti. IzinHTI di pulau ini keluar dengan SK Menhut No.217/Menhut-II/2007 Tanggal 31 Mei 2007. Izindikeluarkan untuk Usaha Pemanfaatan HasilHutan Tanaman Industri (UPHHTI) di DesaNipah Sendadu, Sungai Tohor, Tanjung Sari,Lukun, dan Desa Kepau Baru seluas 10.390hektare.34 Warga melakukan penolakan karenawilayah tersebut menjadi konsentrasi pengem-bangan sagu, bahkan Tebing Tinggi merupakanpusat sagu terbaik dan terbesar di Indonesia.Dukungan datang dari banyak pihak, termasukKetua DPRD Riau waktu itu, Chaidir. Alasannyajelas, karena Tebing Tinggi akan difokuskan kepa-da pengembangan sagu di Riau. Akan tetapi protestidak berlangsung lama karena perusahaan yangditunjuk RAPP, PT Lestari Unggul Makmur terusberoperasi. Hal yang sama juga terjadi di PulauRangsang, PT. Sumatera Riang Lestari (SRL)mendapat izin operasi seluas 18.890 hektar.

Juni 2009, Kembali menteri KehutananRepublik Indonesia M.S. Kaban mengeluarkanSK No. 327/Menhut-II/2009 Tanggal 12 Juni 2009.SK ini kemudian menjadi persoalan nasionalhingga hari ini karena mendapat perlawananpaling serius dari pihak warga, bahkan dalambeberapa kajian tentang gerakan sosial atau protesmovement di Riau, SK ini mendapat porsi yangluar biasa dari pemberitaan media. Artinya sejakSK keluar dan masyarakat mengetahui, sejak itupula (akhir 2009) gerakan perlawanan masyara-kat terus muncul. Dalam analisis strategi umpantarik ala pemerintah, SK ini hingga hari ini belumdicabut oleh Menteri Kehutanan meskipunmendapat perlawanan secara masif dari warga,akan tetapi SK ini sudah hilang dari daftar resmiSK yang dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan,artinya SK itu tidak muncul di situs resmiwww.dephut.go.id. Status hukum policy tersebuthingga hari ini adalah moratorium setelahMenhut mendapat tekanan kuat dari berbagaielemen masyarakat, baik masyarakat Meranti-Riau maupun NGO.

Apa sebenarnya isi SK tersebut? Inti dari SKini adalah setelah RAPP mendapat izin pe-manfaatan hutan Pulau Padang, RAPP kemu-dian memanfaatakan lahannya untuk tanamanindustri (HTI). Proses munculnya SK bukanpada tahun 2009, akan tetapi dimulai dari tahun2004, dan SK 2009 bukan merupakan SKtunggal, akan tetapi meliputi beberapa kabupaten,dan Meranti hanya salah satu yang didapatkanoleh RAPP di Riau. RAPP mendapatkan perse-tujuan dari Menhut untuk melakukan beberapakali perubahan pengajuan izin, dari semulahanya 235.140 hektar sesuai Surat KeputusanMenteri Kehutanan No. SK.356/Menhut-II/2004Tanggal 1 November 2004. Berdasarkan permo-honan Direktur Utama PT.RAPP sesuai suratNomor: 02/RAPP-DU/I/04 Tanggal 19 Januari2004, Menteri Kehutanan mengeluarkan kembalikeputusan penting, Surat Keputusan SK No. 327/

34 Sutarno, “Kronologis Penolakan Masyarakat PulauPadang Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan MerantiProv. Riau Terhadap Hutan Tanaman Industri (HTI) PT.RAPP Blok Pulau Padang (SK NO. 327/MENHUT-II/2009 TANGGAL 12 JUNI 2009)”.

Page 17: “MENJARAH” PULAU GAMBUT: KONFLIK DAN KETEGANGAN DI …

112 Bhumi No. 37 Tahun 12, April 2013

Menhut-II/2009 tanggal 12 Juni 2009 denganluas areal 350.165 hektar yang tersebar ke 5 kabu-paten dengan rincian luas masing-masingkabupaten sebagai berikut:

Tabel 2. Peroses perolehan dan perubahan izinPT RAPP di Riau

Sumber: Diolah dari Surat Keputusan MenteriNo.: 356/Menhut-II/2004, DokumenJikalahari,35 dan catatan M. Riduan (STR).

Kedua surat keputusan yang dikeluarkan olehDepartemen Kehutanan tersebut menyangkutlima kabupaten. Kajian ini penulis fokuskan padaKabupaten Kepulauan Meranti dimana antaraSK tahun 2004 dan 2009 tidak mengalami peru-bahan, jumlah luasan izin yang diperoleh tetapsama, 41.205 hektar. Pada kolom ketiga, jumlahluasan lahan yang dikeluarkan pada tahun 2004,kemudian diajukan kembali oleh RAPPP yangdirespon oleh Departemen Kehutanan sehinggamuncul perubahan luasan lahan konsesi yangmenjadi jauh lebih luas. Pada Kabupaten Meran-ti tidak mengalami perubahan, karena Merantihanya menjadi bagian paket usulan baru olehRAPP.

Dari data resmi RAPP ada tiga skenario me-manfaatkan hutan yang akan menjadi tanamanindustri mereka. Logika RAPP dari sisi agendakonservasi sebagaimana mereka janjikan sangatrasional, karena setelah hutan dihabisi “secaralegal”, maka ia harus melakukan penanaman

ulang. Persoalan muncul karena RAPP menar-getkan pembukaan lahan 23.914 hektar hutangambut di Pulau Padang, padahal pulau ini ma-suk kategori pulau sedang, luasnya hanya sekitar110.000 hektar. Hutan gambut yang ditargetkanini kemudian justru mendapat izin konsesi seluas41.205 hektar. Padahal RAPP belum melakukankonservasi justru sudah akan melakukan pena-naman pohon demi kepentingan bahan bakuperusahaan. Dalam laporan Eyes on the Forest,sebuah NGO internasional yang melakukanbanyak investigasi di Sumatera, RAPP belum me-lakukan apa yang menjadi janji dan kewa-jibannya, justru sudah akan menanam untukkepentingan industrinya.36 Pada posisi ini sebe-narnya tidak banyak masalah, namun saat mem-buka peta untuk kepentingan mensosialisasikanizin konsesi dan diketahui oleh masyarakatsecara luas termasuk Sarikat Tani Riau (STR),maka pecahlah persoalan menjadi meluas.

Setelah banyak melakukan berbagai protesdan perlawanan terhadap RAPP, masyarakatPulau Padang pada akhir 2010 melakukan rapatbesar untuk membahas apa yang secara persisterjadi di Pulau Padang. Hadir dalam forumtersebut berbagai elemen masyarakat, petani,tokoh masyarakat, DPD, NGO, Anggota DPRDKab. Meranti, politisi, birokrat, polisi, dan militer.Dalam pembahasan tersebut akhirnya ditemu-kan kejalasan status dan problem yang sedangterjadi di Pulau Padang. Jika kita baca dari ber-bagai laporan media, laporan NGO, dan laporanberbagai aktivis yang tersebar, inti dari problemtersebut adalah:1. Areal konsesi PT. RAPP di Blok Pulau Padang

berada pada areal yang tumpang tindihdengan lahan/kebun warga.

2. Lebih dari separo lahan dan pemukimanwarga Pulau Padang masuk dalam area izinkonsesi.

35 Tim Jikalahari, 2005. “Assessment of Legal As-pects of the Concession Expansion Plan by PT. RAPPin Kampar Peninsula and Padang Island”, Pekanbaru:Jikalahari.

No. Kabupaten Luas perolehanizin, SK 2004

(hektar)

Perubahan,SK 2009(hektar)

Selisih(hektar)

1 Kampar 32.511 30.422 2.0892 Siak 37.400 52.505 15.1053 Pelalawan 89.440 151.254 61.8144 Sengingi 75.789 74.779 1.0105 Kepulauan Meranti

(Pulau Padang,Tebing Tinggi,Rangsang)

41.205 41.205 -

Jumlah Total 235.140 350.165 115.025

36 www.eyesontheforest.or.id.

Page 18: “MENJARAH” PULAU GAMBUT: KONFLIK DAN KETEGANGAN DI …

113M. Nazir Salim: “Menjarah” Pulau Gambut.....: 96-121

3. Dengan dibukanya kanal-kanal akan menye-babkan intrusi air masin ke darat dan penge-ringan lahan yang cukup signif ikan padamusim kemarau yang akan menyebabkanmudah terbakar. Hal ini bisa terjadi karenapulau ini memiliki gambut yang tebal lebihdari 3 meter.

4. Perusahaan belum melakukan kewajibannyasetelah menghabisi hutan Pulau Padang.

5. Dari sisi perijinan, di ketahui bahwa rekomen-dasi oleh pejabat Bengkalis yang dijadikanacuan oleh pemerintah pusat sebagai dasardikeluarkannya SK Menhut 327 2009, samasekali tidak diketahui oleh DPRD KabupatenBengkalis.

6. Tidak memiliki analisis Amdal yang baik, se-hingga tidak memberikan jaminan keamananbagi masyarakat.37

Dalam peta di atas terlihat bahwa blokpenguasaan RAPP di Pulau Padang cukup luas,ia menguasai hampir semua sisi (warna gelap kiriatas) dari keseluruhan pulau. Izin konsesi inikeluar tanpa memperhatikan posisi dan letakpemukiman, sehingga semua ruang hampirterimbas oleh RAPP. Situasi ini membuat panikwarga karena mereka sudah puluhan tahun bah-kan beberapa desa sudah ada di Pulau Padangsejak abad ke-19. Realitas ini tentu menjadikansyok beberapa warga apalagi berbagai isu denganmudah disebarmainkan yang menyebabkansituasi begitu cepat berubah. Pada realitasnya,beberapa wilayah sudah diolah oleh RAPP, se-hingga mudah menyulut amarah warga. Bebe-rapa pekerja dari perusahaan yang ditempatkandi beberapa lokasi menjadi terancam olehpenolakan dan perlawanan warga, bahkan kon-flik sampai pada taraf pembakaran, perusakanalat-alat berat, pemblokiran area, penutupanakses jalur masuk lahan, sabotase kanal-kanal,

37 Disarikan dari berbagai sumber: Media cetak, online,dokumen, dan wawancara dengan anggota DPRD Merantidan masyarakat Pulau Padang.

Peta 2. Peta Industri HTI PT LUM, PT SRL (mitra RAPP), PT RAPP di Kabupaten KepulauanMeranti. Peta oleh Sarikat Tani Riau (STR), diolah kembali oleh penulis. Sumber download: http://

www.mongabay.co.id

Page 19: “MENJARAH” PULAU GAMBUT: KONFLIK DAN KETEGANGAN DI …

114 Bhumi No. 37 Tahun 12, April 2013

teror terhadap pekerja perusahaan, dan keke-rasan lain yang sampai menimbulkan korbanjiwa.38 Menjadi jelas apa yang disnyalir oleh DougMcAdam, Sidney Tarrow, Charles Tilly bahwapolarisasi dengan mudah muncul akibat kebi-jakan tersebut dan masyarakat dalam beberapahal dari semula tidak peduli berubah menjadiekstrim. Ada kelompok aktor yang memobilisasiwarga untuk melakukan protes, dan dari harikehari eskalasinya meningkat.

Dari luasan wilayah konsesi, menurut dataRAPP diakui kalau ia sendiri belum memiliki tatabatas untuk area operasi. Namun RAPP mem-buat sendiri tata batas tanpa kesepakatan denganpemda dan masyarakat. Dalam pernyataan res-minya, Direktorat Pengukuhan dan Penatagu-naan Kawasan Hutan belum dilakukan pembu-atan tata batas, yang ada tata batas buatan PT.RAPP yang dijadikan dasar untuk melakukanoperasi. Berikut tata batas yang dibuat oleh RAPPyang luas totalnya 41.205 Ha, terdiri atas:1. Tanaman Pokok: 27.375 Ha (66 %);2. Tanaman Unggulan: 4.121 Ha (10 %);3. Tanaman Kehidupan: 1.904 Ha (5 %);4. Kawasan Lindung: 4.102 Ha (10 %);5. Sarana prasarana: 808 Ha (2 %);6. Areal Tidak Produktif: 2.895 Ha (7 %) (ter-

masuk di dalamnya areal tambang KondurPetroleum SA, milik Bakrie Group).Setelah mempelajari situasi dan realitas izin

tersebut serta perlawanan masyarakat yang cu-kup kuat, RAPP sempat berkompromi akanmencoba menarik batas seminimal mungkin un-tuk melakukan penarikan dan menghindarkanlahan warga serta pemukiman. Sebab dari izinyang dikantongi dengan jelas diakui oleh RAPPakan menabarak hampir 2/3 lahan penduduk,pemukiman, dan semua area fasilitas warga yangditempati.

Menurut Ma’ruf Syaf ii,39 anggota DPRD Ka-bupaten Meranti, setelah ketahuan izin itu keluardan ternyata menabrak semua lahan penduduk,Bupati Pjs. Kepulauan Meranti Syamsuarmengajukan surat kepada Direktur Jenderal BinaProduksi Kehutanan Nomor 100/Tapem/189tentang Peninjauan Ulang Terhadap SemuaIUPHHK-HTI PT. LUM, PT. SRL dan PT RAPPdi Kabupaten Kepulauan Meranti. Warga men-desak agar bupati melakukan upaya-upayamenolak RAPP di Meranti. Apalagi izin itu keluarbukan atas dasar pertimbangan pemda setempat,lebih menyakitkan komentar menteri Kehutanan(Zulkif li Hassan) mengatakan Pulau Padangadalah Pulau tak berpenghuni, pulau tidakproduktif,40 dan pulau yang lahan gambutnyadi bawah 3 meter. Akibat pernyataan itu pulakemudian banyak pihak melakukan uji legalopini atas SK Menhut dan menyimpulkan apayang menjadi dasar keputusan keluarnya SKsangat lemah bahkan cenderung melawan hu-kum. Karena jelas lahan gambut Pulau Padanglebih dari 3 meter sebagi batas minimal lahanyang harus dilindungi, di sisi lain dari sisi amdaldan kondisi lahan tidak memenuhi syarakatuntuk dijadikan HTI.

Lahan gambut yang tebal akan sulit menahanair jika dijadikan lahan tanaman industri, sebabmereka membutuhkan kanal-kanal yang besardan air yang banyak. Kita tahu bahwa sistempengaliran kayu untuk industri dari hutan dila-kukan dengan cara membuat kanal-kanal (parit)yang besar agar kayu mudah dikirim ke hilir dandiangkut dengan kapal lewat sungai dan laut.Dalam skala besar, proses dari kegiatan ini sangat

38 Wawancara dengan Riduan, masyarakat PulauPadang.

39 Wawancara dengan Ma’ruf Syafii, 21 Agustus 2012,di Tebing Tinggi Barat, Kepulauan Meranti dan 30 Agustus2012 di Yogyakarta.

40 “Pulau Padang Tak Berpenghuni: STR BantahKeras Pernyataan Menhut”, Tribun Pekanbaru, http://pekanbaru.tribunnews.com/2011/05/04/str-bantah-keras-pernyataan-menhut. Diakses pada tangal 21 Maret 2013.

Page 20: “MENJARAH” PULAU GAMBUT: KONFLIK DAN KETEGANGAN DI …

115M. Nazir Salim: “Menjarah” Pulau Gambut.....: 96-121

merusak ekosistem lahan gambut dan menu-runkan posisi tanah secara cepat, dan ending-nya masyarakat yang melakukan kegiatan diperkebunan karet, kopi, palawija, coklat, dankelapa akan kehilangan sumber air. Maka dariitu bupati dengan sadar mengajukan suratpenolakan dan permintaan agar RAPP keluar dariwilayah tersebut demi melindungi warganya.Namun beberapa sumber meragukan niat baikbupati Meranti, karena menurut beberapa harianlokal Pekanbaru, bahwa laporan Pulau Padangtak berpenghuni kepada Menhut justru datangdari bupati itu sendiri. Dalam Analisis sederhana,yang dilakukan oleh bupati dengan memenuhipermintaan warga lebih pada meredam gejolakwarga Meranti agar mengurangi perlawanan danmenjaga agar tidak muncul kegiatan di luarkontrolnya.41

Sejak surat bupati kepada Menhut dikirim-kan, aktivitas penolakan warga untuk menekanpemerintah terus diupayakan, bahkan padabulan Desember 2009, Selatpanjang sebagai pusatibukota selalu dijadikan tempat tujuan demon-strasi menyuarakan aspirasi perlawanan danpenolakan. Mereka tidak saja mendapat du-kungan dari warga Pulau Padang, tetapi jugadari berbagai daerah pinggir lainnya, sepertiRangsang dan Tebing Tinggi Barat. MenurutMa’ruf Syafii, sepanjang Desember 2009 sampaiakhir 2010, puluhan kali anggota DRPD melaku-kan upaya penyelesaian konflik kedua belahpihak, namun masing-masing tidak menemu-kan titik temu. Bahkan beberapa catatan anggotadewan, perwakilan dari RAPP benar-benar tidakmau mengalah dengan kondisi tersebut dantetap mempertahankan SK Menhut 2009 yangmenjadi acuannya.

Dari sisi peta dan struktur gerakan masya-rakat, pada tahun 2009 dan awal 2010, gerakan

petani Pulau Padang masih menemukan mo-mentum untuk terus melakukan perlawanan. Diatas kertas, momentum dukungan bupati dananggota DPRD sangat penting bagi warga, olehkarena itu kesempatan itu terus diupayakan danmencoba untuk menjaringkan keberbagai mitramereka. Salah satu kunci penting dalam gerakanmasyarakat Pulau Padang adalah dukungan paraulama dan kyai, karena kultur masyarakat PulauPadang dan Meranti umumnya begitu tundukkepada para kyai dan tokoh panutan, sehinggajalur itu juga digunakan. Para ulama dan kyaimayoritas mendukung gerakan tersebut karenaposisi mereka juga menjadi bagian dari wilayahyang terdampak akibat izin konsesi RAPP.

Dalam pernyataannya, wakil ketua DPRDKab. Meranti dari Gerindra Tauf ikurahman,dengan tegas akan mendukung gerakan masya-rakat Pulau Padang untuk memperjuangkanhak-haknya. Akan tetapi politisi adalah politisi,tergantung kesempatan dan kemungkinan dankalkulasi mereka, ketika gerakan itu tidakmenguntungkan, maka ia secara perlahan akanberpaling dengan pasti, dengan alasan masihbanyak pekerjaan lain yang harus diselesaikandan berlindung dibalik tidak memiliki wewenanguntuk menolak dan menghentikan aktif itasRAPP di Pulau Padang.

Realitas itu dengan tegas terlihat dari pernya-taan Ma’ruf Syafii dkk. saat berkunjung ke Yog-yakarta 2010. Mereka mengaku kehilangan aksesdan dukungan dari berbagai pihak di Merantiuntuk memperjuangkan Pulau Padang, karenaPulau Padang bukan persoalan sederhana, adastruktur besar yang bermain di wilayah ini dantak mudah untuk disentuh oleh elite-elite lokalyang baru saja dilantik menjadi wakil rakyat.42

41 Ibid.

42 Pada tahun 2009 dan 2010, Ma’ruf Syafii (anggotaDPRD Meranti dari PKB) dan Muhammad Adil (WakilKetua DPRD Meranti dari Hanura) adalah sosok yangdermawan, terlibat aktif memperjuangankan kepentingan

Page 21: “MENJARAH” PULAU GAMBUT: KONFLIK DAN KETEGANGAN DI …

116 Bhumi No. 37 Tahun 12, April 2013

Dalam bahasa sederhana, elite lokal ini inginmengatakan, terlalu banyak pemain illegal log-ging di Meranti yang tidak terlalu suka dengangerakan dan dukungan pemerintah-DPRD kepa-da masyarakat karena akan mengganggu aktif i-tas yang sama pada pelaku-pelaku lain.43 Seti-daknya, ada banyak struktur kekuatan dan mod-al yang bertahun-tahun bermain di Meranti,termasuk mitra RAPP di Tebing Tinggi danPulau Rangsang.44

Dalam pengalaman melakukan mediasidengan masyarakat dan RAPP, posisi dewanterlihat begitu lemah dan RAPP tampak begituconf ident sekaligus menguasai petanya, sehinggaseringkali yang menjadi kesepakatan di ataskertas selalu diabaikan di lapangan.45 Menyang-kut perilaku RAPP ini, tampak ia memiliki deal-deal besar terhadap penguasa di Riau, karenadengan jelas kesepakatan moratorium denganwarga dan Menteri Kehutanan tetap diabaikan,karena saat ini RAPP tetap menjalankan aktif i-tasnya di Pulau Padang sekalipun ada kesepa-katan penghentian sementara semua aktif itaspenggarapan lahan. Beberapa kali perwakilanRAPP berdialog dengan para petani Pulau

Padang, akan tetapi pertemuan tidak dilakukandi Meranti, melainkan dilakukan di Pekanbaru.Dari sisi itu saja, posisi petani sebagai pihak yangmendatangi dan jauh lebih lemah dari anggapanbanyak pihak. Mereka harus mengalah denganmendatangi tempat yang jauh dari kampunghalaman mereka, ke Pekanbaru yang ditempuhsekitar 4-5 jam.

Pada bulan Oktober dan November 2010,Petani Pulau Padang diundang dalam perte-muan yang dilakukan di Hotel Grand Zuri Pe-kanbaru yang menghasilkan kesepakatan lisanantara warga Pulau Padang dengan RAPP, inti-nya masyarakat menuntut “pihak perusahaansebelum beroperasi di Pulau Padang untukmelakukan mapping (pemetaan ulang) danpembuatan tapal batas permanen sebelum RAPPmelakukan operasional di Pulau Padang. Secaralisan pihak perusahaan menyetujui semua tun-tutan masyarakat Pulau Padang yang saat itudiwakili oleh 10 orang petani, namun secaratertulis berbeda dengan apa yang disepakatisecara lisan. Sehingga pihak masyarakat tidakmau menandatangani berita acara dan notulensihasil pertemuan”.46 Pada pertemuan kedua justruRAPP menyampaikan atau sosialisasi bahwaRAPP akan segera beroperasi di Pulau Padang.Kelemahan itu jelas terlihat sebab pada perte-muan kedua RAPP menunjukkan keabsahanizin operasi dari Departemen Kehutanan danbupati mendapat “instruksi” dari Gubernur RiauRusli Zainal untuk memfasilitasi beroperasinyaRAPP di Pulau Padang. Artinya, kekalahan ke-dua gerakan telah mulai tampak di depan mata,sehingga mereka harus mengatur kembali basisperjuangannya dengan para pengusung gerakantersebut.

masyarakat Pulau Padang. Mereka dengan gigih melakukanupaya mediasi dan mencari solusi di dewan. Tak sedikitmereka berkorban waktu, tenaga, dan dana untuk membiayaimasyarakat melakukan lobi-lobi sekaligus ke Jakartamemperjuangankan nasibnya, akan tetapi pada titik tertentu,mereka kehabisan “amunisi” untuk terus mendampngiwarga. Diakuinya anggota dewan tak memiliki kekuatan lobidan modal untuk melawan birokrasi dan raksana bernamaRAPP.

43 Ironisnya, menurut beberapa sumber, pihak-pihakyang menikmati illegal logging adalah para birokrat dan elitepolitik. Artinya memang hutan dijarah untuk kepentinganbeberapa kelompok dan untuk membiayai para politisimenuju kursi dewan.

44 Wawancara dengan Ma’ruf Syafii. Lihat juga laporantahunan (Scale Up), op.cit., hlm. 35.

45 Diskusi dengan Ma’ruf Syafii dan beberapa mantananggota komisi B DPRD Kabupaten Meranti, diYogyakarta, 2010.

46 Made Ali, “Kronologi Kasus Pulau Padang (4)”,http://madealikade. wordpress.com/2012/07/10/kronologis-kasus-pulau-padang-4/.

Page 22: “MENJARAH” PULAU GAMBUT: KONFLIK DAN KETEGANGAN DI …

117M. Nazir Salim: “Menjarah” Pulau Gambut.....: 96-121

Jika kita melihat pada struktur “modal” dankuasa yang bermain di Meranti dan sekitarnya,sedikitnya ada empat kelompok yang memilikiinterest. Pertama, kekuatan modal keturunanTionghoa yang sudah bercokol puluhan tahun.Kelompok ini masuk pada basis kebutuhan dasarmasyarakat Meranti, seperti transportasi daratdan laut, kebutuhan pokok, dan sebagian usahaperkebunan; kedua, kelompok pemain besaryang berafiliasi dengan kekuatan lokal melaku-kan eksploitasi hutan alam dan kayu; ketiga keku-atan asing, hal ini selalu dilihat sebagai parapegusaha Malaysia dan Singapura yang tidakpernah menggunakan langsung tangannya,tetapi memilih jalur aman memainkan relasigelap di bisnis illegal logging dan kebutuhandasar masyarakat Meranti; dan terakhir adalahkekuatan birokrasi dan politisi lokal. Kelompokini bahkan masuk pada semua lini dalam me-mainkan isu sekaligus pelaku kebijakan. Kitamafhum bahwa sejak reformasi, biaya politiksangat tinggi dan para politisi harus mengerah-kan semua modal untuk menuju kursi kekuasa-an. Tiga eleman modal menjadi bagian yang takterpisahkan, sehingga memunculkan persoalanyang menahun sekaligus sebuah kekuatan danisu yang bisa dipelihara dan dimainkan.

Saat RAPP mendapat izin konsesi HTI di PulauPadang, beberapa analis melihat ada peta per-saingan antara perusahaan besar dengan parapemain kecil dan pelaku Illegal Logging yangbertahun-tahun mensuplai beberapa perusahaandi Malaysia.47 Sempat muncul isu bahwa gerakanmasyarakat Pulau Padang di dukung oleh parapelaku illegal logging dan beberapa perusahaanMalaysia. Orang sudah faham bahwa pencuriankayu di Meranti sudah lama terjadi dan pejualankayu illegal ke Malaysia sudah berlangsung

puluhan tahun. Kondisi geograf is wilayah inisangat mendukung, di samping dekat denganMalaysia, pulau-pulau di Meranti sangat banyakanak sungai (jalur tikus) yang begitu mudah bagibeberapa pelaku kejahatan dan pencurian kayuuntuk kabur dari penglihatan dan kejaran aparatkemanan. Tentu kita memahami kemampuanaparat penegak hukum kita dan sadar puladengan perilakunya, sehingga sekalipun tertang-kap, jarang yang tidak dilepas. Dikalanganmereka sudah menjadi rahasia umum, saattertangkap harus menyiapkan segepok rupiahuntuk lepas dari seretan ke meja hijau.

Ekspansi RAPP ke Pulau Padang, Rangsang,dan Tebing Tinggi memperjelas ada beberapapemain di wilayah ini yang kehilangan kesem-patan dan terdesak, khususnya para pelaku ille-gal logging. Wilayah yang selama ini dikenal disekitar sekitar Desa Selatakar, Kudap, Lukit(Pulau Padang) dan Pulau Rangsang Barat-Timur dan sekitarnya adalah wilayah pengua-saan para pengusaha kelas sedang dan kecil yangmensuplai kayu ke Malaysia. Dan kini merekaterdesak oleh perluasan eksploitasi RAPP diwilayah tersebut. Dugaan ini sebenarnya tidakterlalu kabur, karena persoalan illegal loggingantara pelaku-pelaku pembabat hutan alam diRiau telah lama mengirim kayu tersebut ke Ma-laysia.48 Beberapa sarjana Indonesia yang sedangstudi di Malaysia pernah secara serius mendis-kusikan hal tersebut di Malaysia, dan banyakelite-elite Malaysia mengakui hal tersebut, namunMalaysia tidak mau dipersalahkan begitu saja,sebab banyak dari para tentara dan pelaku bisnisIndonesia yang menyeret-nyeret pengusaha

47 “Cukong Malaysia Bekingi Illegal Logging diRiau?”. http.www.okezone.com. 2 Juni 2012. Diakses tanggal11 Maret 2013.

48 Bahkan beberapa anggota DPR sempat mensinyalirhal tersebut sebagai sesuatu yang luar biasa karena Malay-sia yang hutannya jauh lebih sedikit dibanding Indonesiajustru mereka mengekspor kayu lebih besar dibanding In-donesia. Pertanyaannya dari mana kayu itu diperoleh Ma-laysia? Ibid.

Page 23: “MENJARAH” PULAU GAMBUT: KONFLIK DAN KETEGANGAN DI …

118 Bhumi No. 37 Tahun 12, April 2013

Malaysia untuk terlibat dalam perdagangan ilegaltersebut.49

Akhirnya, kita harus melihat Illegal Loggingadalah bagian dari persoalan-persoalan agrariayang muncul ke permukaan sebagai aksesorispersoalan besarnya. Persoalan utama yang men-dasar adalah konflik agraria yang terus menga-lami peningkatan dari tahun ke tahun. Seolahtak menemukan solusi, negara kehilangan ruhuntuk menyelesaikan dan meminimalisir berba-gai persoalan. Dalam catatan banyak pemerhatidan peneliti agraria di Riau, laju konflik seban-ding dengan laju luas wilayah konflik dan jum-lah rumah tangga konflik. Akan tetapi tidaksignif ikan jumlah perusahaan yang terlibatdalam konflik. Artinya, para “pemain” yang ter-libat dalam konflik masih kelompok usaha lamayang selama ini terlibat secara serius di wilayahtersebut. Dalam analisis konflik dan pelaku tidakmenunjukkan perkembangan yang luar biasa,tetapi sungguh menimbulkan dampak yang begi-tu besar. Oleh karena itu tindakan hulu dari akarpersoalan mesti menjadi prioritas dari kebijakanagraria Indonesia ke depan.

C. Kesimpulan

Konflik dan ketegangan dalam persoalanagraria di Riau sejak tahun 2011 mengalamiperubahan. Jika sebelumnya konflik didominasipada lahan perkebunan, khususnya perkebunansawit, kini konflik beralih pada hutan tanamanindustri. Sebenarnya dua lahan itu tidak bisadipisahkan karena sebenarnya mayoritas lahanperkebunan di Riau sebelumnya juga hutan alamyang telah dihabisi. Pada periode 1990-an,pembukaan hutan secara luas dan mengalihkanlahan tersebut ke sawit memunculkan persoalan

yang panjang. Konflik di lahan tersebut banyakyang tidak terselesaikan sampai akhirnya banyakwarga tempatan mengalah karena memang tidakmampu melawan tindakan korporasi. Merekalebih memilih pindah dan beralih profesi karenatidak sanggup untuk bertahan.

Tahun 2000-an hal yang sama kembali terjadipembukaan lahan secara luas terjadi akibat kebi-jakan negara yang mendukung penuh perusa-haan pulp and paper di Riau. Dengan belajarmodel yang terjadi pada tahun 1990-an, tampak-nya persoalan yang sama akan terjadi pada tahun-tahun mendatang. Saat ini, pemerintah mendu-kung secara penuh dengan memberikan izin-izin konsesi kepada perusahaan untuk melaku-kan eksploitasi hutan alam, pada gilirannyasetelah kayunya habis, maka akan banyakmenyusul izin baru, baik untuk lahan perke-bunan maupun tanaman industri.50 Berkaca daripersoalan tersebut, penulis meyakini jika merekagagal memanfaatkan lahan untuk kepentingantanaman industri, maka akan dialihkan keperkebunan dan sawit menjadi prioritas utama.

Gerakan perlawanan petani dan warga PulauPadang sampai pada titik jenuh, karena kekuatanmodal mereka untuk melawan kini sudah“habis”. Apa yang diyakini dalam collective ac-tion-Tilly sebenarnya menunjukkan kejelasn

49 Diskusi dengan Abdul Halim Mahally, KandidiatDoktor di University Kebangsaan Malaysia. Pernyataanini keluar dari beberapa elite Malaysia dalam rangkamenekan perdagangan ilegal kayu-kayu dari Riau.

50 Sempat terjadi moratorium pemberian izin untukpembukaan lahan hutan tanaman industri selama satu tahun,namun pada tahun 2013 kembali dibuka. Pada kaus PulauPadang yang sebelumnya sempat terjadi pengehntiansementara justru kini sudah dibuka kembali, dan RAPPsudah beroperasi kembali di Pulau Padang, lihat KhairulHadi, “Riau akan Semakin Sering Dilanda Banjir danKekeringan”. 10 Mei 2013. www.goriau.com. Diakses padatanggal 14 Mei 2013. Lihat juga hasil mediasi yang dibentukoleh pemerintah, namun tak juga dilaksanakan, “LaporanTim Mediasi Penyelesaian Tuntutan Masyarakat SetempatTerhadap Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu PadaHutan Tanaman (IUPHHK-HT) PT. RAPP di PulauPadang Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau.(SK.736/Menhut-II/2011 tanggal 27 Desember 2011)”, (Ex-ecutive Summary). Dokumen tidak dipublikasikan.

Page 24: “MENJARAH” PULAU GAMBUT: KONFLIK DAN KETEGANGAN DI …

119M. Nazir Salim: “Menjarah” Pulau Gambut.....: 96-121

bahwa gerakan sosial akan melamah seiringdengan lajunya kekuatan-kekuatan yang memi-liki kepentingan dalam suatu objek. RAPPdengan dukungan banyak pihak termasuk didu-ga kelompok jaringan birokrasi dan aparat ke-amanan tak mampu dilawan oleh masyarakatPulau Padang. Sekalipun sebenarnya upaya yangdilakukan sebagaimana gerakan mengarah padameningkatkan eskalasi secara tidak sadarmenuju polarisasi yang ekstrim (Doug McAdam,Sidney Tarrow, Charles Tilly, 2004) denganmemainkan aktor-aktor justru menjadi pembe-nar bagi pihak lawan untuk segera “menghabisi”gerakan mereka.

Selain beberapa tokoh mereka ditangkap olehaparat keamanan dengan tuduhan merusak danperbuatan kriminal, dukungan beberapa pihaklain perlahan mulai mengendur. Hal itu terkaitmodal dan amunisi yang mereka miliki. Berju-ang pada wilayah seperti Pulau Padang membu-tuhkan dukungan dana yang tidak sedikit, kare-na posisi wilayah yang jauh (antarpulau) mem-butuhkan tenaga dan dana yang besar. Kekuatanitu dalam skala tertentu sudah diperkirakan olehRAPP, terbukti mereka terus bergerak melaku-kan pengerjaan lahan, karena mereka meyakiniakan ada titik pasrah dari warga dalam mem-perjuangkannya. Kondisi lengah itulah yangdimanfaatkan untuk melakukan lobi beberapapihak warga Pulau Padang agar dukungan kepa-da RAPP di peroleh. Dan kini beberapa wargamulai mengalami perubahan, ada yang menye-rah, ada yang mencoba berkompromi, dan adapula yang bekerja sama. Realitas ini sebenarnyasangat menyedihakan karena persoalan PulauPadang bukan persoalan warga Meranti semata,tapi persoalan kesetiaan terhadap masa depananak negeri yang peduli terhadap lingkungan-nya. “Kekalahan” warga memang sudah jauhterlihat karena negara tidak berpihak padamereka, di sisi lain terlalu kuat struktur di balikkekuasaan dan penguasaan hutan di Meranti.

Ada banyak pemain yang memiliki interest danmencoba memainkan isu Pulau Padang untukkepentingan kelompok tertentu, selain tentu sajaRAPP berkepentingan untuk mengamankandalam jangka panjang perusahaannya di wilayahRiau.

Daftar Pustaka

Ali, Made, 2012. “Kronologi Kasus Pulau Padang(4)”, http://madealikade.wordpress.com/2012/07/10/ kronologis-kasus-pulau-padang-4/.

____, 2012. “Jikalahari: Deforestasi di Riau 2012Setara Kehilangan 10 Ribu Lapangan FutsalTiap Hari.”: http://www.mongabay.co.id/2013/01/02/jikalahari-catatan kejahatan-k e h u t a n a n - r i a u - s e p a n j a n g - 2 0 1 2 /#ixzz3oOpj8kL6. 2 Januari 2013.

Bachriadi, Dianto dan Gunawan Wiradi, 2011.Enam Dekade Ketimpangan. Jakarta: BinaDesa, ARC, KPA.

Colchester, Marcus, Norman Jiwan, Andiko, dkk.2006. Tanah yang Dijanjikan: Minyak Sawitdan Pembebasan Tanah di Indonesia,Implikasi terhadap Masyarakat Lokal danMasyarakat Adat. Jakarta: Forest PeopleProgramme dan Perkumpulan SawitWatch.

“Cukong Malaysia Bekingi Illegal Logging diRiau?”. http.www.okezone.com. 2 Juni 2012.Diakses tanggal 11 Maret 2013.

Haryanto, 1989. “Studi Pendahuluan StrukturVegetasi Hutan Gambut di Pulau Padang,Provinsi Riau”. Media Konservasi Vol. II (4),Desember 1989.

Galudra,Gamma, Gamal Pasya, Martua Sirait,Chip Fay, (peny.) 2006. Rapid Land TenureAssessment: Panduan Ringkas bagi Praktisi.Bogor: World Agroforestry Centre.

Herlina, Tutut, 2012. “Berkorban demi Pulau Padang(1)”, Sinar Harapan, Selasa, 25 September2012. Lihat juga http://www.shnews.co/detile-8396-berkorban-demi-pulau-padang-1.html.

Page 25: “MENJARAH” PULAU GAMBUT: KONFLIK DAN KETEGANGAN DI …

120 Bhumi No. 37 Tahun 12, April 2013

Indradi, Yuyun, “Setahun Moratorium Hutan,Apakah hutan dan Gambut IndonesiaSudah Terlindungi?”. http://www.greenpeace.org/seasia/id /blog/Setahun-Moratorium Hutan/blog/40230/.

Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.356/MENHUT-II/2004 Tentang PerubahanKeputusan Menteri Kehutanan Nomor 130/KPTS-II/1993 Tanggal 27 Pebruari 1993 JO.Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 137/KPTS-II/1997 Tanggal 10 Maret 1997 TentangPemberian Hak Pengusahaan HutanTanaman Industri di Provinsi Riau KepadaPT. Riau Andalan Pulp and Paper.

Laporan Tahunan (Executive Summary). 2012.“Konflik Sumberdaya Alam di Riau Tahun2008, 2009, 2010, 2011”. Pekanbaru: Scale Up(Sustainable Social Development Partner-ship).

“Laporan Tim Mediasi Penyelesaian TuntutanMasyarakat Setempat Terhadap Ijin UsahaPemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada HutanTanaman (IUPHHK-HT) PT. RAPP di PulauPadang Kabupaten Kepulauan MerantiProvinsi Riau. (SK.736/Menhut-II/2011tanggal 27 Desember 2011)”, (Executive Sum-mary). Dokumen tidak dipublikasikan.

Leiriza, R.Z., 2004. “Charles Tilly dan Studi ten-tang Revolusi”, Jurnal Sejarah, Vol. 6, 2004.

Lucas, Anton dan Carol Warren, 2007. “TheState, the People, and Their Mediators: TheStruggle Over Agrarian Law Reform in Post-New Order Indonesia”. Indonesia, Edisi 76.

McAdam, Doug, Sidney Tarrow, Charles Tilly,2004. Dynamics of Contention. CambridgeUniversity Press.

Magnis-Suseno, Franz, 1999. Pemikiran KarlMarx: Dari Sosialisme Utopis ke PerselisihanRevisionisme, Jakarta: Gramedia.

Maring, Prudensius, Afrizal, Jomi Suhendri S,Rosyani, dkk. 2011. “Studi Pemahaman danPraktik Alternatif Penyelesaian Sengketaoleh Kelembagaan Mediasi Konflik Sum-berdaya Alam di Provinsi Riau, Jambi,Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan”,(Laporan Penelitian), Pekanbaru: Scale Up

(Kemitraan Pembangunan Sosial Berkelan-jutan).

Maharadja, Uparlin, 2012. “Warga Pulau PadangAksi Bakar Diri di Depan Istana”, SinarHarapan, Selasa, 19 Juni 2012. Lihat jugahttp://www.shnews.co.

Mundung, Johny Setiawan, Muhammad Ansor,Muhammad Darwis, Khery Sudeska, 2007.Laporan Penelitian “Analisa Konflik Per-tanahan di Provinsi Riau Antara Masyarakatdengan Perusahaan (Studi Tentang PTRAPP, PT IKPP, PT CPI dan PT Duta Palma2003-2007)”, Pekanbaru: Tim Litbang DataFKPMR.

Perkasa, Anugerah, 2012. “Tragedi Pulau Padang:Dari Lukit hingga Tebet Dalam (1-4)”.www.bisnis.com, 13-14 Agustus 2012. Diaksespada tanggal 23 Oktober 2012).

“Pulau Padang Tak Berpenghuni: STR BantahKeras Pernyataan Menhut”, TribunPekanbaru, http://pekanbaru.tribunnews.com/2011/05/04 /str-bantah-keras-pernya-taan-menhut.

Riduan, M. “Ketika SK Menhut MS Kaban No327 di tentang oleh Rakyat, NamunPemerintah Tetap Memaksakan Kehendak-nya...!”, http://riduanmeranti. blogspot.com/2011/05/ketika-sk-menhut-ms-kaban-no-327-di.html.

Ritzer, George & J. Goodman, Douglas. 2004.Teori Sosiologi Modern. Edisi keenam.Jakarta: Prenada Media.

Saturi, Sapariah, 2013. “WWF Desak APRILHentikan Penghancuran Hutan Alam”.www.mongabay.co.id, 13 Februari 2013.

Sutarno, “Kronologis Penolakan MasyarakatPulau Padang Kecamatan Merbau Kabu-paten Kepulauan Meranti Prov. Riau Ter-hadap Hutan Tanaman Industri (HTI) PT.RAPP Blok Pulau Padang (SK NO. 327/MENHUT-II/2009 TANGGAL 12 JUNI2009)”.

Tilly, Charles, 2004. Social Movement, 1768-2004,London: Paradigm Publisher.

Tim Jikalahari, 2001. “Hutan Rawa Gambut danPermasalahan SK 327/MENHUT-II/2009”.

Page 26: “MENJARAH” PULAU GAMBUT: KONFLIK DAN KETEGANGAN DI …

121M. Nazir Salim: “Menjarah” Pulau Gambut.....: 96-121

Pekanbaru: Jikalahari, 2011. www.jikalahari. org____, 2005. “Assessment of Legal Aspects of the

Concession Expansion Plan by PT. RAPP inKampar Peninsula and Padang Island”,Pekanbaru: Jikalahari. www.jikalahari.org

____, “Investigative Report”, www.jikalahari.orgvan Gelder, Jan Willem, 2005. The f inancing of

the Riau pulp producers Indah Kiat andRAPP. A research paper prepared forJikalahari (Indonesia), 24 October 2005.

Wihardandi, Aji, 2012. “Asia Pulp and Paper TerusLolos Uji SVLK Kendati Klien Berlarian”,Mongabay Indonesia, www. mongabay.

co.id, 19 November 2012.Yuwono, Teguh, tt. “Konflik Izin IUPHHK-HT

PT. RAAP di Pulau Padang:Potret BuramPenataan Ruang & Kelola Hutan di Indo-nesia”.

http://riduanmeranti.blogspot.com/#uds-search-results

http://www.merantikab.go.id.http://www.balithut-kuok.org/index.php/home/

56-industri-pulp-dan-kertas-belum-mandiri.

http://www.eyesontheforest.or.idWawancara: H. Ngabeni, Ma’ruf Syafii, Riduan.