MEMILIH ALTERNATIF PENGELOLAAN *) TAMAN NASIONAL … · 3 Kabupaten Wakatobi Bersamaan dengan...

15
1 MEMILIH ALTERNATIF PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI YANG EFEKTIF *) Summary Determination of Wakatobi National Park with the Decree of the Minister of Forestry Number 7651/Kpts- II/2002. Many experts call the Wakatobi Islands coral reef is one of the beautiful in the world. The Wakatobi become autonomous district with Law Number 29 of 2003 could be changes to the national park management system. Through descriptive analysis by considering the rationality, predicted the future, the potential of bio-ecological, social, economic, cultural communities, and consideration of District autonomous, then the prediction is poured on this article using the strategy's effectiveness scenario. Expectation, this analysis considered the results usefull for realizing the effectiveness of the management area at the time will come. Sejarah Taman Nasional Wakatobi Kawasan gugusan pulau-pulau atau kepulauan Tukang Besi yang dikenal luas bernama Wakatobi diambil dari singkatan nama pulau-pulau besar yang menyusun, yaitu; Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko. Wakatobi dan perairan di sekitarnya telah kukuh ditetapkan sebagai Taman Nasional melalui tahapan yang amat panjang, yaitu sebagai berikut : 1. Bermula dari Survei Penilaian Potensi Sumberdaya Alam Laut Wakatobi yang dilaksanakan Tim Ditjen PHPA bersama WWF (World Wild Life Fund) pada bulan September 1989, dan beberapa kegiatan penelitian Tim Operasi Wallacea, ekspedisi Tim Universitas Indonesia; penelitian Tim Kelautan dari P 3 O-LIPI; 2. Rekomendasi Penetapan Kawasan Konservasi Laut di Kepulauan Tukang Besi/Wakatobi (Surat Sekwilda Tk. II Buton No. 523.3/1255 tanggal 3 Juni 1991); 3. Dukungan Rekomendasi Bupati KDH Tk. II Buton No. 522.51/3226 tanggal 3 Oktober 1993 dan Rekomendasi Gubernur KDH Tk. I Sulawesi Tenggara No. 522.51/2548 tanggal 7 Maret 1994. 4. Penunjukan Kawasan Perairan Kepulauan Wakatobi di Kabupaten Dati II Buton, Propinsi Sulawesi Tenggara seluas ± 306.690 ha sebagai Taman Wisata Alam Laut (marine conservation area) SK. Menhut No. 462/KPTS-II/1995 tanggal 4 September 1995); 5. Penunjukan Kepulauan Wakatobi dan perairan sekitarnya seluas 1.390.000 ha sebagai Taman Nasional pada tanggal 30 Juli 1996 berdasarkan Keputusan Menhut No.393/Kpts-VI/1996; 6. TN Kepulauan Wakatobi ditetapkan sebagai Unit Taman Nasional berdasarkan Keputusan Menhut No.185/Kpts-II/1997 tanggal 31 Maret 1997 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional (BTN) dan Unit Taman Nasional;. *) 1. Hasil penugasan diklat SECEM-2008. 2. Oleh : Wahju Rudianto (Kepala Balai TN Wakatobi), dan Priyambudi Santoso (Widyaiswara Kehutanan).

Transcript of MEMILIH ALTERNATIF PENGELOLAAN *) TAMAN NASIONAL … · 3 Kabupaten Wakatobi Bersamaan dengan...

Page 1: MEMILIH ALTERNATIF PENGELOLAAN *) TAMAN NASIONAL … · 3 Kabupaten Wakatobi Bersamaan dengan jalannya perkembangan pengelolaan kawasan Taman Nasional Wakatobi, pada tahun 2003 terdapat

1

MEMILIH ALTERNATIF PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI YANG EFEKTIF*)

Summary Determination of Wakatobi National Park with the Decree of the Minister of Forestry Number 7651/Kpts-II/2002. Many experts call the Wakatobi Islands coral reef is one of the beautiful in the world. The Wakatobi become autonomous district with Law Number 29 of 2003 could be changes to the national park management system. Through descriptive analysis by considering the rationality, predicted the future, the potential of bio-ecological, social, economic, cultural communities, and consideration of District autonomous, then the prediction is poured on this article using the strategy's effectiveness scenario. Expectation, this analysis considered the results usefull for realizing the effectiveness of the management area at the time will come.

Sejarah Taman Nasional Wakatobi

Kawasan gugusan pulau-pulau atau kepulauan Tukang Besi yang dikenal luas

bernama Wakatobi diambil dari singkatan nama pulau-pulau besar yang menyusun,

yaitu; Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko. Wakatobi dan perairan di

sekitarnya telah kukuh ditetapkan sebagai Taman Nasional melalui tahapan yang

amat panjang, yaitu sebagai berikut :

1. Bermula dari Survei Penilaian Potensi Sumberdaya Alam Laut Wakatobi yang

dilaksanakan Tim Ditjen PHPA bersama WWF (World Wild Life Fund) pada bulan

September 1989, dan beberapa kegiatan penelitian Tim Operasi Wallacea,

ekspedisi Tim Universitas Indonesia; penelitian Tim Kelautan dari P3O-LIPI;

2. Rekomendasi Penetapan Kawasan Konservasi Laut di Kepulauan Tukang

Besi/Wakatobi (Surat Sekwilda Tk. II Buton No. 523.3/1255 tanggal 3 Juni 1991);

3. Dukungan Rekomendasi Bupati KDH Tk. II Buton No. 522.51/3226 tanggal 3

Oktober 1993 dan Rekomendasi Gubernur KDH Tk. I Sulawesi Tenggara No.

522.51/2548 tanggal 7 Maret 1994.

4. Penunjukan Kawasan Perairan Kepulauan Wakatobi di Kabupaten Dati II Buton,

Propinsi Sulawesi Tenggara seluas ± 306.690 ha sebagai Taman Wisata Alam

Laut (≈marine conservation area) SK. Menhut No. 462/KPTS-II/1995 tanggal 4

September 1995);

5. Penunjukan Kepulauan Wakatobi dan perairan sekitarnya seluas 1.390.000 ha

sebagai Taman Nasional pada tanggal 30 Juli 1996 berdasarkan Keputusan

Menhut No.393/Kpts-VI/1996;

6. TN Kepulauan Wakatobi ditetapkan sebagai Unit Taman Nasional berdasarkan

Keputusan Menhut No.185/Kpts-II/1997 tanggal 31 Maret 1997 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional (BTN) dan Unit Taman Nasional;.

*) 1. Hasil penugasan diklat SECEM-2008. 2. Oleh : Wahju Rudianto (Kepala Balai TN Wakatobi), dan Priyambudi Santoso (Widyaiswara Kehutanan).

Page 2: MEMILIH ALTERNATIF PENGELOLAAN *) TAMAN NASIONAL … · 3 Kabupaten Wakatobi Bersamaan dengan jalannya perkembangan pengelolaan kawasan Taman Nasional Wakatobi, pada tahun 2003 terdapat

2

7. Penetapan Kepulauan Wakatobi dan perairan sekitarnya seluas 1.390.000 ha

sebagai Taman Nasional (SK. Menhut No.7651/Kpts-II/2002);

8. Perubahan nama Taman Nasional Kepulauan Wakatobi menjadi Taman Nasional

Wakatobi, Peraturan Menhut No. P.29/Menhut-II/2006 tentang Organisasi dan

Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional.

Pemetaan batas dan penetapan kawasan Taman Nasional Wakatobi (TNW) telah

dilakukan dengan Keputusan Menhut No.7651/Kpts-II/2002. Batas luar berupa garis-

garis pada peta dengan menghubungkan titik-titik pada koordinat sebagai berikut :

a) Titik 1, koordinat geografis 05011’57” LS dan 123020’00” BT;

b) Titik 2, koordinat geografis 05012’04” LS dan 123038’56” BT;

c) Titik 3, koordinat geografis 05012’04” LS dan 123039’01” BT;

d) Titik 4, koordinat geografis 05012’04” LS dan 123050’00” BT; dan

e) Titik 5, koordinat geografis 06036’04” LS dan 123020’00” BT.

Garis-garis batas mengacu koordinat geografis pada Titik Referensi/acuan yang

digunakan sebagai referensi menentukan posisi titik awal, yaitu :

a) TN-3201, terletak di P. Wangi-Wangi (05021’28’’ LS; 123033’24’’ BT);

b) TN-3202, terletak di Selatan P. Kaledupa (05034;12’’ LS; 12304618’’ BT);

c) TN-3203, terletak di ujung Selatan P. Binongko (06000’42 LS; 124002’31’’ BT);

d) TN-3204, terletak di P. Moromaho (06007’54” LS; 124035’59” BT); dan

e) TN-3205, terletak di P. Runduma (05019’27” LS; 124019’21” BT).

Luas kawasan TNW 1.390.000 ha kenyataannya tumpang-tindih atau menjadi bagian

yang berada di dalam wilayah Kabupaten Wakatobi yang luasnya ± 1.920.000 ha.

WANGI-WANGI

KALEDUPA

TOMIA

BINONGKO

Karang Kapota

Karang Kaledupa

Cowo-cowo

Karang KoromahaKentiole

Karang Koka

Moromaho

Ndaa

Wakatobi Marine National Park

0 5 10 15 202.5

Kilometers

°Legend

Source: Nautical chart No. 317 Dishidros TNI AL 1984

AtollsPlatform reefs

CORAL REEFS and LAGOON

Fringing reefsBarrier reefs

Runduma

Karang Runduma

SeamountsPark boundary

Beaches Lagoon

Gambar : 1. Peta Kawasan Taman Nasional Wakatobi.

Page 3: MEMILIH ALTERNATIF PENGELOLAAN *) TAMAN NASIONAL … · 3 Kabupaten Wakatobi Bersamaan dengan jalannya perkembangan pengelolaan kawasan Taman Nasional Wakatobi, pada tahun 2003 terdapat

3

Kabupaten Wakatobi

Bersamaan dengan jalannya perkembangan pengelolaan kawasan Taman Nasional

Wakatobi, pada tahun 2003 terdapat persetujuan pembentukan Kabupaten Wakatobi

sebagaimana Keputusan DPRD Kabupaten Buton No.14/DPRD/2002 tanggal 3 Juli

2002. Setelah itu terbit UU No.29 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten

Bombana, Kabupaten Wakatobi, dan Kabupaten Kolaka Utara di Provinsi Sulawesi

Tenggara. Pemekaran ini sebagai implementasi pelaksanaan otonomi daerah, dalam

upaya mewujudkan perkembangan aspirasi masyarakat dan meningkatkan pelayanan

kepada masyarakat di berbagai bidang. Menurut Pemprop Sulawesi Tenggara (2009)

Kabupaten Waktobi memiliki luas wilayah ± 19.200 km2, terdiri dari daratan ± 823

km2 (3 %), dan perairan ± 18.377 km2 (97 %). Secara geografis terletak di selatan

garis khatulistiwa, membentang ± 160 km dari utara ke selatan antara 5º12’ – 6º25’

LS dan sepanjang ± 120 km dari timur ke barat antara 123º20’ – 124º39’ BT.

Penduduknya pada tahun 2007 tercatat 99.492 jiwa terdiri atas laki-laki 48.199 jiwa

dan perempuan 51.293 jiwa, dengan pertumbuhannya rata-rata mencapai 1,73% per

tahun dan kepadatan rata-rata 119 jiwa/km2. Penyelenggaraan Pemerintahan

Kabupaten Wakatobi secara resmi dimulai pada tanggal 9 Januari 2004 yang ditandai

dengan pelantikan Bupati dan Wakilnya untuk masa bhakti 2006 – 2011.

Pariwisata bahari yang didukung oleh adanya TNW merupakan aktivitas yang

dikembangkan. Keunggulan aset yang memiliki potensi penting ini, terutama terumbu

karang dan berbagai biota laut yang beraneka ragam dengan nilai estetika dan

konservasi yang tinggi. Ini menjadikan kawasan sangat comfortable untuk aktivitas

wisata selam seperti; surfing, snorkeling, dan memancing. Menurut jurnalis selam

Perancis Jaques-Yves Cousteau, Wakatobi sebagai tempat penyelaman terindah di

dunia (Wakatobi is the finest diving site in the world). Malah banyak pakar kelautan

yang pernah melakukan penelitian menyebut bahwa terumbu karang di Kepulauan

Wakatobi merupakan salah satu terindah di dunia (The world's most beautiful reefs).

Kondisi Fisik

1. P. Wangi-wangi, bagian selatan bertopografi datar hingga curam. Kedalaman

perairan berkisar 5 – 1.884 m. Tipe pasang surut campuran semi diurnal

terendah ± 500 m dari garis pantai, khususnya bagian selatan. Bagian barat,

utara dan timur kondisi pantai relatif curam. Kecepatan arus perairan P. Wangi-

Page 4: MEMILIH ALTERNATIF PENGELOLAAN *) TAMAN NASIONAL … · 3 Kabupaten Wakatobi Bersamaan dengan jalannya perkembangan pengelolaan kawasan Taman Nasional Wakatobi, pada tahun 2003 terdapat

4

Wangi 0,09 – 0,6 m/detik. Musim timur gelombang sangat kuat dipengaruhi angin

Laut Banda, sedang musim barat tidak terlalu besar karena terhalang P. Buton.

Gambar : 2. Peta Wilayah Kabupaten Wakatobi (Sumber: Lampiran UU No.29 tahun 2003).

2. P. Kaledupa, bagian utara bertopografi datar. Kedalaman perairan 2 m – 1.404

m. Pantai curam di bagian selatan dan timur dengan kedalaman 35 m – 414 m.

Perairan terdalam di antara Pulau dengan karang Kaledupa sekitar 1.404 m. Tipe

pasang surut cenderung semi diurnal terendah sejauh ± 500 m dari garis pantai.

Kecepatan arus perairan berkisar 0,07 m/detik – 0,20 m/detik. Musim barat

gelombang tidak terlalu besar karena arah angin terhalang P. Wangi-Wangi dan P.

Buton. Beberapa bagian utara hingga ke timur terlindung gelombang musim barat

dan timur, karena karang penghalang P. Hoga, P. Lentea dan P. Darawa.

3. P. Tomia, umumnya bertopografi datar hingga curam. Kedalaman perairan 0 m –

1.404 m. Topografi landai di bagian selatan P.Tomia, P. Tolandono, dan P.

Lentea Selatan, kedalaman maksimum 280 m, sedang yang curam/bertubir di

bagian utara kedalaman 500 m. Pasang surut semi diurnal terendah ± 500 m.

Arus intertidal umumnya lemah, kecuali di perairan selat kuat. Pada musim barat

gelombang tidak terlalu kuat karena terhalang P.Buton.

4. P. Binongko, umumnya bertopografi curam, kedalaman perairan 181 m – 721

m. Bagian selatan mencapai 1.573 m. Kedalaman perairan pulau-pulau di

Kecamatan Binongko berkisar 18 m – 500 m, dan ± 198 m – 500 m di P. Kontiole

dan P. Cowo-Cowo. Perairan P. Moromaho ± 252 m – 500 m. Perairan Karang

Page 5: MEMILIH ALTERNATIF PENGELOLAAN *) TAMAN NASIONAL … · 3 Kabupaten Wakatobi Bersamaan dengan jalannya perkembangan pengelolaan kawasan Taman Nasional Wakatobi, pada tahun 2003 terdapat

5

Koko relatif dangkal. Tipe pasang surut semi diurnal. Kecepatan arus berkisar

0.10 – 0.19 m/detik. Sekitar perairan Binongko terdapat arus turbulen.

Potensi Sumberdaya Hayati 1. Terumbu Karang perairan Wakatobi berada di pusat segitiga karang dunia (the

heart of coral triangle centre), yaitu wilayah yang memiliki keanekaragaman terumbu

karang dan keanekaragaman hayati laut lainnya tertinggi di dunia, yang meliputi

Phillipina, Indonesia sampai Kepulauan Solomon.

Penafsiran citra Landsat 2003, diketahui luas terumbu di Wakatobi 54.500 ha. Di

P. Wangi-Wangi lebar terumbu 120 m dan 2,8 km. Untuk P. Kaledupa dan P. Hoga,

lebar 60 m dan 5,2 km. P. Tomia rataan terumbunya mencapai 1,2 km untuk jarak

terjauh dan 130 m terdekat. Kompleks atol Kaledupa mempunyai lebar terumbu 4,5

km dan 14,6 km. Panjang atol Kaledupa ± 48 km. Karang Kaledupa merupakan atol

memanjang ke Tenggara dan Barat Laut 49,26 km dan lebar 9.75 km (atol tunggal

terpanjang di Asia Pasifik). Ada 396 spesies karang Scleractinia hermatipic terbagi 68

genus, 15 famili, serta rataan setiap stasiun pengamatan berkeragaman 124 spesies.

2. Ikan, berdasar Indeks Keragaman Ikan Karang (RPTNW, 2008) menunjukkan ± 942

spesies di wilayah Wakatobi. Peringkat ini menempatkan Wakatobi pada kategori

keanekaragaman hayati sama dengan Teluk Milne di Papua Nugini dan di Komodo.

Famili paling beragam spesiesnya a.l.: wrasse (Labridae), damsel (Pomacentridae),

kerapu (Serranidae), kepe-kepe (Chaetodontidae), surgeon (Acanthuridae), kakatua

(Scaridae), cardinal (Apogonidae), kakap (Lutjanidae), squirrel (Holocentridae), dan

angel (Pomacanthidae). Sepuluh famili ini meliputi hampir 70% total hewan tercatat.

Gambar 3. Pusat Segitiga Karang Dunia (Sumber : Marthen Welly, 2008).

Page 6: MEMILIH ALTERNATIF PENGELOLAAN *) TAMAN NASIONAL … · 3 Kabupaten Wakatobi Bersamaan dengan jalannya perkembangan pengelolaan kawasan Taman Nasional Wakatobi, pada tahun 2003 terdapat

6

Hasil survei “Rapid Ecological Assessment” lebih 80% ada di peringkat 2 - 3 dari

range 6 keanekaragaman hayati (luarbiasa = 1 s/d paling rendah = 6).

3. Keanekaragaman Lamun, jika dibanding dengan 12 jenis tumbuhan lamun

Indonesia, maka kekayaan lamun di Wakatobi tergolong tinggi (9 jenis). Padang

lamun di perairan Wakatobi didominasi oleh Thalassodendron ciliatum, prosentase

tutupan 66%, dan kerapatan 738,2 tegakan/m2.

4. Keanekaragaman Cetaceans, berdasarkan hasil monitoring Balai TNW-WWF-TNC

sampai tahun 2006 tercatat 12 jenis cetacean di kawasan TNW yang terdiri dari 8

jenis paus dan 5 jenis lumba-lumba (RPTNW, 2008).

5. Keanekaragaman Penyu, monitoring BTNW-WWF-TNC tahun 2006 ( RPTNW,

2008) tercatat jenis penyu dijumpai di Kepulauan Wakatobi 2 jenis, yaitu penyu sisik

(Eretmochelys imbricata) dan penyu hijau (Chelonia mydas). Ada 5 lokasi peneluran

penyu hijau yaitu Pulau Runduma, P. Anano, P. Kentiole, P. Tuwu-Tuwu (Cowo-Cowo)

dan P. Moromaho.

6. Keanekaragaman Mangrove, tercatat 22 jenis dari 13 famili mangrove sejati,

antara lain : Rhizophora stylosa, Sonneratia alba, Osbornia octodonta, Ceriops tagal,

Xylocarpus moluccensis, Scyphiphora hydrophyllacea, Bruguiera gymnorrhiza,

Avicennia marina, Pemphis acidula, dan Avicennia officinalis. Kondisi mangrove ini

sedang sampai baik. Luasan areal mangrove tertinggi di P. Kaledupa. Mangrove di P.

Wangi-Wangi, Kaledupa dan Tomia kondisinya sudah mengalami tekanan masyarakat

lokal. Sedang di P. Binongko kondisi mangrove relatif terjaga, karena umumnya

berstatus hutan adat (“Sara”).

7. Spesies Hewan Dilindungi, di kawasan perairan TNW terdapat beberapa jenis

hewan dilindungi, antara lain Penyu sisik (Eretmochelys imbricata), Penyu hijau

(Chelonia mydas), Lumba-lumba (Delphinus delphis, Stenella longilotris, Tursiops

truncatus), ikan napoleon (Cheilinus undulatus), Kima (Tridacna sp), Lola (Trochus

sp), Ketam kelapa (Birgus latro). Di TNW kepiting kenari dijumpai relatif melimpah

pada bulan November sampai Februari.

Potensi Permasalahan Kawasan

Situasi-kondisi factual dan actual yang potensial dihadapi oleh Balai TNW dalam

mengelola kawasan yang efektif, antara lain dipengaruhi oleh :

1. Tumpang tindih (overlapping) kawasan. Pemekaran Wakatobi jadi kabupaten

otonom adalah mandat UU No. 29 tahun 2003. Ini dapat berimplikasi serius terhadap

perubahan sistem manajemen TNW. Secara yuridis, keberadaan Taman Nasional

yang kongruen dengan Kabupaten Waktobi merupakan satu fenomena unik dan

Page 7: MEMILIH ALTERNATIF PENGELOLAAN *) TAMAN NASIONAL … · 3 Kabupaten Wakatobi Bersamaan dengan jalannya perkembangan pengelolaan kawasan Taman Nasional Wakatobi, pada tahun 2003 terdapat

7

menarik, sekaligus menjadi salah satu pertimbangan penting terhadap kemungkinan

perubahan sistem pengelolaannya.

Di dalam TNW terdapat ruang-ruang ekologi yang jadi tumpuan pengembangan

daerah serta wilayah sosial-ekonomi bagi mata pencaharian masyarakat setempat,

sehingga perlu pengaturan ruang yang win-win solution. Secara tradisional

masyarakat juga memiliki social coherency tinggi, khususnya kearifan lokal dalam

pemanfaatan sumberdaya alam di sekitar mereka, seperti tuba dikatutuang. Ini

merupakan social capital yang dapat diakomodasikan dalam sistem pengelolaan TNW

ke depan. Pendekatan pengelolaan sumberdaya berbasis bioregion merupakan

keterpaduan antara ekologi dan ekonomi dalam mempromosikan pemanfaatan dan

pengembangan bentang alam (sea-landscapes) yang secara keseluruhan berorientasi

pada kepentingan masyarakat dan konservasi sumberdaya alam di setiap region.

2. Keberadaan laut-dalam (bathymetri). Kontur kedalaman laut yang ada di dalam

TNW sangat bervariasi, terdiri dari laut dangkal sampai laut dalam 0 m – 4.000 m.

Keberadaan laut dalam pada suatu taman nasional menyebabkan dis-efisiensi

pengelolaan, karena laut dalam tersebut sangat sulit dalam pengelolaannya

(khususnya di Indonesia), karena pemenuhan sarana prasarana dan kemampuan

sumberdaya manusia pengelola masih sukar untuk dipenuhi.

3. Letak pulau-pulau yang tersebar. Gugus kepulauan Wakatobi terdiri dari 39

pulau, letaknya tersebar, dan terdapat beberapa pulau terletak paling jauh, terpisah

dengan pulau-pulau kecil lainnya. Kondisi kepulauan tersebut mempersulit

pengelolaan, karena membutuhkan waktu, tenaga dan biaya yang besar untuk

menjangkau dan mengamankan seluruh kawasan.

4. Degradasi/kerusakan kawasan, antara lain disebabkan oleh :

a. Pencemaran lingkungan, diduga berasal dari limbah rumah tangga dan aktifitas

pelabuhan berupa tumpahan minyak.

b. Kerusakan habitat, dapat dikelompokan atas dua sumber, yakni kerusakan habitat

yang timbul alamiah dan yang disebabkan ulah manusia. Secara alamiah

kerusakan habitat kecil, tetapi kerusakan akibat manusia seperti penggunaan

sianida, bahan peledak, penambangan karang tergolong kritis.

c. Konflik pemanfaatan sumber alam oleh nelayan yang masih menggantungkan

dari penangkapan/pengambilan hasil laut tanpa ada upaya pelestarian

(restocking). Penangkapan ikan dengan purse seine (alat rumpon) dilakukan

masyarakat pendatang sering menimbulkan konflik dengan masyarakat lokal.

Masyarakat lokal hanya menggunakan gill net yang tangkapannya lebih sedikit.

Fenomena ini menimbulkan kecemburuan sosial.

Page 8: MEMILIH ALTERNATIF PENGELOLAAN *) TAMAN NASIONAL … · 3 Kabupaten Wakatobi Bersamaan dengan jalannya perkembangan pengelolaan kawasan Taman Nasional Wakatobi, pada tahun 2003 terdapat

8

d. Abrasi pantai, karena geografis Kecamatan Wangi-Wangi sebagian besar berupa

pulau terbuka baik bagian utara, barat maupun timur, maka ada kecenderungan

signifikan terhadap abrasi pantai. Hal ini disebabkan kuatnya gelombang

menghantam badan pantai tanpa ada penyangga alam, seperti terumbu karang

dan lamun yang telah mengalami eksploitasi.

Kondisi di atas membuat Balai TNW dalam menyelenggarakan pengelolaan kawasan

lebih dominan ke arah perlindungan dan pengamanan kawasan, sehingga

anggaranpun banyak tersedot untuk kegiatan tersebut. Peningkatan fungsi kawasan

sebagai sistem penyangga kehidupan, dalam hal ini fungsi pengawetan dan

pemanfaatan lestari belum sepenuhnya dapat dilaksanakan.

Kerangka Analisis dan Skenario Pengelolaan Taman nasional

Analisa deskriptif dengan pertimbangan rasionalitas, prediksi ke depan, potensi bio-

ekologi, sosial-ekonomi-budaya masyarakat, dan pertimbangan pembangunan

Kabupaten otonom, maka prediksi dituangkan dalam strategi skenario efektifitas sbb.:

Beberapa pertimbangan pemilihan Skenario Pengelolaan dengan integrasi interdisiplin

dalam pengelolaan taman nasional, antara lain :

1. Pertimbangan biologi, yaitu mendudukkan taman nasional untuk proteksi proses-

proses ekologi, suatu biota yang utuh/yang khusus, subset biota tertentu. Tujuan-

tujuan ini membutuhkan pertimbangan-pertimbangan lokasi, ukuran, dan bentuk

geometri kawasan, ketergantungan dan hubungan-hubungan spatialnya dengan

TN Wakatobi

(1996)

PEMKAB WAKATOBI

(2003)

ANALISIS

STRATEGI SKENARIO

KAWASAN TETAP

Argumentasi

Konsekuensi

EFEKTIFITA MANAJEMEN : - Win-win solution - Berkelanjutan - Kesejahteraan masyarakat

KAWASAN BERUBAH

Argumentasi

Konsekuensi

Gambar 4. Kerangka analisis kajian efektifitas pengelolaan TNW

Page 9: MEMILIH ALTERNATIF PENGELOLAAN *) TAMAN NASIONAL … · 3 Kabupaten Wakatobi Bersamaan dengan jalannya perkembangan pengelolaan kawasan Taman Nasional Wakatobi, pada tahun 2003 terdapat

9

daerah sekitarnya, ukuran populasi yang dibutuhkan untuk mempertahankan spesies

kritis, kolonisasi lokal dan dinamika kepunahan biota pada tingkat lebih tinggi,

dinamika ekologi kawasan konservasi, serta ancaman-ancaman yang mungkin timbul

oleh penggunaan lahan di sekitar kawasan.

2. Pertimbangan pengaruh anthropologis, bila mungkin pengelolaan taman

nasional tidak mengganggu budaya lokal, tidak menghalangi pemanfaatan tradisional

berkelanjutan. Sebaliknya, dukungan sosial penduduk lokal terhadap kawasan

konservasi, terhadap pengunjung, dan masyarakat umum diharapkan membuka

peluang berhasilnya pengelolaan.

3. Pertimbangan keterbatasan lahan, pengelolaan taman nasional perlu bekerja

dalam kendala/keterbatasan lahan. Lahan dan produk-produknya akan terus menjadi

sumberdaya terbatas bagi populasi manusia yang terus bertambah. Memposisikan

keutuhan dan integritas kawasan sebagai penyangga kehidupan mutlak diperlukan,

strategi pengelolaan prioritas dalam menghadapi isu lapar lahan yang terus

meningkat, dan antisipasi berbagai isu kepentingan lain dalam jangka pendek. Posisi

tawar mutlak harus dimiliki kawasan konservasi dan dipahami oleh para pihak.

4. Pertimbangan homerange, adanya batas legal dan definitip dengan batas ekologis

dapat ditentukan berdasarkan batas Daerah Aliran Sungai (DAS) atau daerah-daerah

lain yang diperkirakan perlu untuk mempertahankan viabilitas populasi binatang

dengan daerah jelajahnya (home range) yang paling besar.

5. Pertimbangan sebaran pulau dan bentuk kawasan, pertimbangan atas batas

taman nasional, ratio keliling batas/luas suatu kawasan juga penting. Jika ratio ini

besar, seperti kawasan taman nasional yang berukuran kecil, atau yang bentuk

geometrinya memanjang yang secara proporsional memiliki keliling batas lebih

panjang, maka spesies yang membutuhkan habitat tidak terganggu dan jauh dari

tepi, ini akan berbeda dengan yang menderita gangguan efek tepi. Hal tersebut juga

berarti akan lebih banyak memerlukan tindakan manajemen, karenanya lebih banyak

energi, uang, dan waktu diperlukan untuk mempertahankan ciri-ciri suatu kawasan

konservasi.

6. Pertimbangan hubungan kawasan dengan daerah sekitarnya, harus

mempertimbangkan intervensi manusia, baik langsung maupun tidak langsung, legal

ataupun illegal. Di sini termasuk pemanenan hasil secara legal, pencurian, industri,

pertanian, pertambangan, pembangunan kota dan sub-sub kota. Taman nasional

dapat dirancang untuk meminimumkan beberapa kemungkinan pengaruh dari

penggunaan lahan di sekitarnya dengan menggunakan daerah penyangga.

Selanjutnya, memasukkan keseluruhan unsur alami tertentu yang memungkinkan

pengendalian dan proteksi seluruh unit kawasan konservasi. Misalnya; kawasan

Page 10: MEMILIH ALTERNATIF PENGELOLAAN *) TAMAN NASIONAL … · 3 Kabupaten Wakatobi Bersamaan dengan jalannya perkembangan pengelolaan kawasan Taman Nasional Wakatobi, pada tahun 2003 terdapat

10

taman nasional yang memasukkan seluruh DAS akan lebih baik dari pada hanya

bagian dari DAS keluar dari kawasan, terutama daerah hulu. Kasus pertama,

manajemen taman nasional memiliki kewenangan pengendalian atas kegiatan-

kegiatan dalam seluruh DAS. Kasus kedua, kawasan taman nasional diperburuk oleh

kejadian-kejadian di hulu. Demikian halnya Kawasan Konservasi Laut (KKL) yang

wilayahnya berada di pesisir dan pulau-pulau kecil. Sebuah KKL yang memasukkan

pesisir dan pulau pulau kecil serta perairannya, akan lebih menjamin upaya

konservasi keanekaragaman hayatinya dalam jangka panjang daripada KKL yang tidak

memasukkan pesisir dan pulau pulau kecilnya. Inilah hubungan timbal balik ekologis

antara ekosistem-ekosistem tersebut.

7. Pertimbangan Prinsip Pengelolaan, pengelolaan harus dilaksanakan oleh otoritas

tertinggi dalam suatu negara yang berkuasa terhadap kawasan dengan tetap

memperhatikan kepentingan pemerintah daerah, masyarakat sekitar, dan institusi lain

yang berkepentingan terhadap konservasi jangka panjang. Untuk mencapai tujuan

utama pembangunan maka pengelolaan taman nasional harus tetap mengacu pada

strategi konservasi:

a. Perlindungan terhadap proses-proses ekologi yang essensial dan sistem

penyangga kehidupan,

b. Pengawetan keanakeragaman hayati (genetik, spesies, dan ekosistem), dan

c. Pemanfaatan lestari terhadap sumberdaya alam hayati beserta ekosistemnya.

8. Pertimbangan tujuan utama pembangunan taman nasional, berdasarkan

International Union for Conservation of Nature (IUCN), meliputi :

a. Melindungi kawasan secara alami memiliki nilai kepentingan nasional dan

internasional bertujuan; spiritual, IPTEK, pendidikan, rekreasi maupun wisata.

b. Mempertahankan sealami mungkin keterwakilan fisiografis, komunitas biotik,

sumberdaya genetik dan jenis, dan menjamin stabilitas keragaman ekologis.

c. Mengelola pengunjung untuk tujuan inspirasi, pendidikan, budaya, dan rekreasi

pada kondisi terpeliharanya kawasan secara alami.

d. Mengeliminasi/bahkan menghindarkan tindakan eksploitasi atau pendudukan yang

mengancam tujuan penunjukan dan penetapan kawasan.

e. Memelihara atribut ekologis, geomorfologis, dan keindahan yang menjamin

pencapaian tujuan penunjukan dan penetapannya.

f. Mengakomodasikan kebutuhan masyarakat lokal (indigenous and/or local people),

termasuk pemanfaatan subsisten sepanjang tidak bertentangan dengan tujuan

pengelolaan.

Page 11: MEMILIH ALTERNATIF PENGELOLAAN *) TAMAN NASIONAL … · 3 Kabupaten Wakatobi Bersamaan dengan jalannya perkembangan pengelolaan kawasan Taman Nasional Wakatobi, pada tahun 2003 terdapat

11

9. Pertimbangan kontrol kegiatan masyarakat, beberapa mekanisme yang dapat

diterapkan untuk mengontrol kegiatan masyarakat dalam kegiatan perikanan di dalam

taman nasional, diantaranya:

a. Mengembangkan batas untuk kegiatan tertentu melalui system zonasi, termasuk

wilayah larangan menangkap,

b. Memberikan pembatasan yang ketat terhadap waktu atau musim tertentu setiap

tahun untuk penangkapan spesies tertentu,

c. Mendefinisikan pembatasan ukuran, kapasitas tangkap maksimum yang diijinkan,

dan kuota tangkap,

d. Melarang/membatasi praktik-praktik perikanan yang merusak,

e. Membatasi dan mengendalikan perijinan bagi masyarakat yang memanfaatkan

sumberdaya laut,

f. Membatasi akses sesuai dengan daya dukung kawasan, dan

g. Mengatur jenis-jenis ikan yang boleh ditangkap/dibatasi kuota tangkapnya serta

alat tangkap yang dipergunakannya

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka dirumuskan skenario

Pengelolaan efektif yang di dasarkan pada luasan kawasan, yaitu :

1. Skenario 1 : Luas Kawasan TNW tetap (1,39 juta ha). Dibangun dari asumsi

bahwa hubungan harmonis antara Pemkab Wakatobi, DPRD, masyarakat, LSM dan

Pengelola TNW, dalam arti terjadi sinergi program pembangunan Kabupaten

Wakatobi, kepentingan masyarakat dan para pihak serta kepentingan konservasi yang

direpresentasikan oleh rencana pengelolaan TNW. Argumentasinya adalah:

a. Argumentasi Bio-Ekologi:

1) Kawasan perlindungan dan pertumbuhan biodiversity relatif terpelihara baik

karena terdapat sinergisitas erat antara pengelolaan kawasan daratan dan

pesisir/laut. Hubungan timbal balik ini bersifat saling mempengaruhi sehingga

pengelolaannya tidak dapat dipisahkan.

2) Terjadi secara terus menerus spill over biota (sustainable stock of fisheries) ke

kawasan perairan sekitar Marine Protected Area.

3) Tekanan terhadap pemanfaatan sumberdaya perairan akan lebih terkendali

karena mekanisme kontrol terhadap pemanfaatannya.

4) Luas TNW merupakan keterwakilan ekosistem perairan laut Banda dan Flores,

sehingga keterwakilan keanakaragaman hayati dapat terpenuhi.

5) Ekosistem pulau-pulau kecil tidak terpisahkan dengan perairan sekitarnya.

Ekosistem pulau kecil cukup sensitif dan rentan terhadap tekanan ekologis

6) Perairan TNW merupakan jalur tetap migrasi berbagai jenis Cetacean.

Page 12: MEMILIH ALTERNATIF PENGELOLAAN *) TAMAN NASIONAL … · 3 Kabupaten Wakatobi Bersamaan dengan jalannya perkembangan pengelolaan kawasan Taman Nasional Wakatobi, pada tahun 2003 terdapat

12

b. Argumentasi Sosial-Ekonomi:

1) Kegiatan masyarakat akan lebih menjamin keberlanjutan, seperti; perikanan,

jasa pariwisata bahari dan kegiatan ekonomi produktif lainnya.

2) Secara global Pemerintah mempunyai komitmen kuat terhadap konservasi.

Hal ini akan dapat mempromosikan nilai jasa dari biodiversity TNW.

3) Kesempatan untuk membuktikan bahwa antara konservasi dan pembangunan

ekonomi dapat berjalan seiring dalam pemanfaatan SDA.

4) Kawasan TNW menjadi prasyarat utama mendukung pembangunan

Kabupaten Wakatobi bertumpu pada sektor perikanan dan pariwisata.

c. Argumentasi Aspek Pengelolaan:

1) Terdapat keterpaduan pengelolaan ekosistem darat dengan laut/pesisir.

2) Selain itu ada keterpaduan/sinergisitas pengelolaan kawasan antara Pemkab

Wakatobi dengan Balai TNW, walaupun masih ada konflik antara masyarakat

dengan Pemkab Wakatobi dan BTNW dalam pengelolaan lahan/daratan.

2. Skenario 2 : Luas Kawasan TNW Berubah (dikurangi pulau-pulau yang

berpenduduk). Pengurangan luasan kawasan dengan mengeluarkan wilayah

daratan pulau-pulau berpenduduk. Lazimnya, definisi kawasan konservasi laut tidak

termasuk kawasan daratan atau dengan kawasan daratan yang relatif kecil

dibandingkan kawasan perairannya. Selain itu, kondisi pada saat penunjukan TNW

tahun 1996, pulau-pulau besar di Wakatobi telah berpenduduk hingga 80.000 jiwa

dengan berbagai aktivitas masyarakat, sehingga mengeluarkan kawasan daratan

merupakan satu pilihan yang tepat. Argumentasi yang jadi dasar adalah:

a. Argumentasi Aspek Bio-Ekologi

1) Dasar penunjukan Wakatobi menjadi kawasan konservasi adalah

mempertahankan biodiversitas perairan laut, sehingga kawasan daratan yang

telah berstatus hak milik seharusnya tidak termasuk kawasan.

2) Pada saat penunjukan TNW tidak didukung oleh data sumberdaya yang ada di

daratan, melainkan hanya bertumpu pada kondisi keanekaragaman hayati laut

(Laporan Survai Penilaian Potensi SDA Laut TNW, 1990).

3) Tidak ada keunikan, keaslian dan kealamian yang harus dipertahankan di

darat (kecuali bakau, pantai peneluran penyu dan danau pasang surut).

4) Tetap mempertahankan keberadaan laut dalam yang merupakan wilayah

migrasi mamalia laut, sebagai salah satu objek wisata.

b. Argumentasi Sosio-Ekonomi

1) Saat penunjukan Wakatobi menjadi kawasan konservasi telah ada penduduk

di daratan pulau-pulau dengan kepadatan tinggi, termasuk di daerah pesisir

(BPS Kabupaten Buton 1995, dan zonasi TNW, 2007).

Page 13: MEMILIH ALTERNATIF PENGELOLAAN *) TAMAN NASIONAL … · 3 Kabupaten Wakatobi Bersamaan dengan jalannya perkembangan pengelolaan kawasan Taman Nasional Wakatobi, pada tahun 2003 terdapat

13

2) Masalah land tenurial, karena secara adat masyarakat mengklaim atas

kepemilikan lahan di daratan. Hal ini ditunjukkan oleh adanya kesulitan

Pemkab Wakatobi maupun BTNW mendapatkan lahan untuk lokasi

pembangunan fasilitas pemerintahan dan pengelolaan.

3) Kesempatan masyarakat mengembangkan usaha perekonomian leluasa.

4) Ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya laut sangat tinggi.

c. Argumentasi Aspek Pengelolaan

1) BTNW secara finansial dan Sumberdaya Manusia tidak mampu mengelola

kawasan seluas 1,39 juta ha.

2) Dengan di keluarkan wilayah daratan, maka pengelolaan TNW lebih fokus

pada wilayah pesisir dan laut.

3) Konflik kewenangan dalam pengelolaan wilayah daratan antara BTNW dengan

Pemkab Wakatobi dapat dihindari/dikurangi.

4) Luas kawasan konservasi berkurang, sehingga efektifitas pengelolaannya

dapat lebih ditingkatkan.

5) TNW tidak dapat mengontrol langsung aktivitas yang terjadi di daratan,

karena tidak terdapat ekosistem khas yang jadi bagian dari ekosistem pesisir

dan laut, keculai kawasan mangrove dan tempat peneluran penyu.

3. Skenario 3 : Luas Kawasan TNW Berubah (dikurangi pulau-pulau

berpenduduk dan laut dalam). Pengurangan luasan kawasan TNW dengan

mengeluarkan wilayah daratan berpenduduk dan laut dalam menjadi salah satu

alternatif. Selain pulau-pulau berpenduduk, keberadaan laut dalam yang sangat luas

pada suatu kawasan konservasi laut menjadi salah satu kesulitan dalam pengelolaan.

Argumentasi yang dijadikan dasar penetapan skenario 3 ini adalah:

a. Argumentasi Aspek Bio-Ekologi

1) Dasar penunjukan Wakatobi menjadi kawasan konservasi untuk

mempertahankan biodiversitas perairan laut, sehingga kawasan daratan yang

telah berstatus hak milik seharusnya tidak termasuk kawasan.

2) Pada saat penunjukan TNW tidak didukung oleh data sumberdaya yang ada di

daratan maupun sumberdaya yang berada di laut dalam.

3) Konservasi wilayah laut dalam yang merupakan tempat migrasi mamalia laut

diatur bersama antara Pemkab Wakatobi dengan BTNW.

b. Argumentasi Sosio-Ekonomi

1) Saat penunjukan Wakatobi menjadi kawasan konservasi telah ada penduduk

tinggal di daratan pulau-pulau dengan kepadatan tinggi, termasuk di daerah

pesisir (BPS Kab. Buton 1995, dan zonasi TNW, 2007).

2) Keberadaan laut dalam selama ini merupakan jalur lalulintas kapal.

Page 14: MEMILIH ALTERNATIF PENGELOLAAN *) TAMAN NASIONAL … · 3 Kabupaten Wakatobi Bersamaan dengan jalannya perkembangan pengelolaan kawasan Taman Nasional Wakatobi, pada tahun 2003 terdapat

14

3) Program Pemkab Wakatobi untuk mengalihkan mata pencaharian nelayan

menjadi nelayan pelagis (laut dalam) butuh ruang ekonomi di laut dalam.

c. Argumentasi Aspek Pengelolaan

1) BTNW secara finansial, SDM dan sarpras tidak mampu mendukung

pengelolaan kawasan laut dalam.

2) Dengan dikeluarkan wilayah laut dalam, maka pengelolaan TNW lebih fokus

pada wilayah perairan karang.

Saran Rekomendasi

Berdasarkan pertimbangan analisis dan skenario, serta kondisi faktual lapangan, serta

demi mewujudkan efektifitas pengelolaan kawasan maka skenario 2 dirujuk sebagai

pilihan terbaik. Namun beberapa hal harus diperhatikan berbagai pihak, a.l. :

1. Batas administratif Kabupaten Wakatobi harus didefinisikan terlebih dahulu bersama

para pihak terkait; Badan Pertanahan Nasional, Depdagri-Ditjen OTODA, Dephut dan

UPT di daerah bersama Ditjen Planologi Kehutanan.

2. Perubahan luasan kawasan TNW dilakukan melalui mekanisme evaluasi fungsi, dikaji

Tim Terpadu, bersama UPT Taman Nasional dan Pemerintah Kab. Wakatobi.

3. Implikasi dari butir 2 akan menempatkan penduduk di Kabupaten Wakatobi sebagai

warga negara yang sah/legal setelah memiliki kartu identitas berupa Kartu Tanda

Penduduk, sehingga mereka memiliki hak-hak sipil serta kewajiban legalisasi

kepemilikan lahan mereka. Akumulasi dari sertifikasi kepemilikan lahan di suatu

wilayah administratif merupakan target utama Pemkab Wakatobi dalam menata

wilayahnya untuk selanjutnya dituangkan ke dalam RTRWK Wakatobi

4. Sistem pembangunan dan pembinaan masyarakat yang dilakukan di wilayah Kab.

Wakatobi harus berorientasi pada kaidah konservasi, sehingga dampak yang timbul

terhadap ekosistem pesisir dan laut dapat direduksi. Dengan itu aspek konservasi

harus “melekat” (inheren) pada setiap sektor pembangunan daerah, termasuk

masyarakatnya. Diseminasi nilai-nilai konservasi jadi target penting mempersiapkan

penyelenggaraan roda pembangunan di Kabupaten Wakatobi.

Hasil kajian efektifitas pengelolaan TNW ini jelas belum ideal dan masih deskriptif

analisis, sebab itu untuk penyempurnaannya perlu kajian lebih mendalam dengan

menggunakan perangkat analisis yang komprehensif, misal dengan metode ”scenario

planning” yang prosesnya lebih ”scientific-based decision making”, dan dilakukan

terpadu oleh para pihak, khususnya Dephut dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi.

Namun demikian, kajian ini bisa menggambarkan permasalahan yang ada dalam

rangka pengelolaan kawasan, khususnya yang terkait luas kawasan, gambaran

rekomendasi dan langkah-langkah pelaksanaannya. Semoga tulisan ini menjadi bahan

Page 15: MEMILIH ALTERNATIF PENGELOLAAN *) TAMAN NASIONAL … · 3 Kabupaten Wakatobi Bersamaan dengan jalannya perkembangan pengelolaan kawasan Taman Nasional Wakatobi, pada tahun 2003 terdapat

15

yang bisa lebih mengarahkan sistematika untuk mewujudkan peningkatan efektifitas

pengelolaan TN Wakatobi ke depan.

Referensi Balai Taman Nasional Wakatobi, 2008. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Wakatobi

Periode Tahun 1998 – 2023 (Revisi Tahun 2008). Sekretariat Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 2004. Peraturan Perundang-

undangan Bidang Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Jakarta. Sekretariat Negara RI, 2003. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2003 tentang Pembentukan

Kabupaten Bombana, Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Kolaka Utara di Propinsi Sulawesi Tenggara. Produk Hukum, www.setneg.go.id.

Pemerintah Propinsi Sulawesi Tenggara, 2009. Kabupaten Wakatobi–Sekilas. http://www.sultra.go.id/id/?mod=statik&show=wakatobi, download internet Rabu, 25 Februari 2009. Copyright Pemerintah Propinsi Sulawesi Tenggara, Kendari. [email protected].

Welly Marthen, 2008. Coral Triangle Initiative (CTI). Download Internet-Website TNC. Rabu, 25 Februari 2009. Penulis adalah aktifis pemerhati lingkungan pesisir.