Makalah Project Based Learning

17
MAKALAH PROJECT BASED LEARNING (PJBL) “Hipertiroid, Hipotiroid, Cushing Syndrome” Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah blok Sistem Endokrin Disusun Oleh: Irfan Marsuq Wahyu (135070201111002) Dwi Kurnia Sari (135070201111003) Puput Lifvaria Panta (135070201111004) Adelita Dwi Aprilia (135070201111005) Wahyuni (135070201111006) Ratna Juwita (135070201111007) Zahirotul Ilmi (135070201111008) Ni Putu Ika P. (135070201111009) Ni Luh Saptya W. (135070201111028) Kadek Essidiana U. (135070201111029) Luluk Wulandari (135070201111030) Zaifullah Ipung (135070218113021) Kelompok 5

description

Makalah Project Based Learning

Transcript of Makalah Project Based Learning

MAKALAH PROJECT BASED LEARNING (PJBL) “Hipertiroid, Hipotiroid, Cushing Syndrome”

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah blok Sistem Endokrin

Disusun Oleh:

Irfan Marsuq Wahyu (135070201111002)Dwi Kurnia Sari (135070201111003)Puput Lifvaria Panta (135070201111004)Adelita Dwi Aprilia (135070201111005)Wahyuni (135070201111006)Ratna Juwita (135070201111007)Zahirotul Ilmi (135070201111008)Ni Putu Ika P. (135070201111009)Ni Luh Saptya W. (135070201111028)Kadek Essidiana U. (135070201111029)Luluk Wulandari (135070201111030)Zaifullah Ipung (135070218113021)

Kelompok 5

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS BRAWIJAYA

Jalan Veteran MalangSeptember 2015

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kortisol merupakan g

Diabetes insipidus mempunyai angka kejadian 3: 100.000 populasi umum, jika tidak

diobati akan dapat mengancam jiwa. Meskipun jarang terjadi, kasus diabetes insipidus

harus segera diidentifikasi dan diperbaiki. Oleh karena itu, penulis membuat makalah ini

agar bermanfaat untuk memberikan edukasi kepada masyarakat khususnya pembaca

makalah ini yang membahas diabetes insipidus serta asuhan keperawatan yang tepat untuk

mengatasi masalah ini. (Price, 2005)

1.2.Batasan Topik

1.2.1. Definisi Cushing Syndrome

1.2.2. Etiologi Cushing Syndrome

1.2.3. Faktor Risiko Cushing Syndrome

1.2.4. Epidemiologi Cushing Syndrome

1.2.5. Klasifikasi Cushing Syndrome

1.2.6. Manifestasi klinis Cushing Syndrome

1.2.7. Patofisiologi Cushing Syndrome

1.2.8. Pemeriksaan diagnostik Cushing Syndrome

1.2.9. Penatalaksanaan medis Cushing Syndrome

1.2.10. Komplikasi Cushing Syndrome

1.2.11. Diagnosa Keperawatan

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. DEFINISI CUSHING SYNDROME

Sindrom cushing merupakan kumpulan abnormalitas klinis yang disebabkan

oleh keberadaan hormone korteks adrenal (khususnya kortisol) dalam jumlah berlebih

atau kortikosteroid yang berkaitan, dan hormone androgen serta aldosteron (dalam

tahap lebih rendah). (Kowalak,2011)

Sindrom Cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek metabolik

gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Kadar yang

tinggi ini dapat terjadi secara spontan atau karena pemberian dosis farmakologik

senyawa –senyawa glukokortikoid. (Sylvia A. Price; Patofisiologi, Hal. 1088).

Sindrom Cushing adalah keadaan yang disebabkan oleh hiperadrenokortikisme,

lebih sering ditemukan pada perempuan, akibat adanya neoplasma di korteks

adrenal/hipofisis anterior, atau akibat asupan glukokortikoid jangka panjang untuk

kepentingan teraupetik.(Dorland)

2.2.ETIOLOGI CUSHING SYNDROME

Sindrom Cushing dapat disebabkan oleh pemberian glukortikoid jangka panjang

dalam dosis farmakologik (latrogen) atau oleh sekresi kortisol yang berlebihan

akibat gangguan aksis hipotalamus-hipofise-adrenal (spontan). Pada sindrom cusing

spontan, hiperfungsi korteks adrenal terjadi sebagai akibat ransangan belebihan

oleh ACTH atau sebagai akibat patologi adrenal yang mengakibatkan produksi

kortisol abnormal. (Sylvia A. Price; Patofisiologi, hal 1240)

Sindrom Cushing disebabkan oleh sekresi kortisol atau kortikosteron yang

berlebihan, kelebihan stimulasi ACTH mengakibatkan hyperplasia korteks anal ginjal

berupa adenoma maupun carcinoma yang tidak tergantung ACTH juga

mengakibatkan sindrom Cushing. Demikian juga hiperaktivitas hipofisis, atau tumor

lain yang mengeluarkan ACTH. Syndrome Cushing yang disebabkan tumor hipofisis

disebut penyakit Cushing. (buku ajar ilmu bedah, R. Syamsuhidayat, hal 945).

Selain itu, penyebab sindrom cushing meliputi:

Kelainan hormone hipofisis anterior (kortikotropin)

Sekresi kortikotropin yang bersifat otonom dan ektopik oleh tumor di luar kelenjar

hipofisis (biasanya bersifat malignan, kerap kali berupa karsinoma oat cell pada

paru-paru)

Pemberian kortikosteroid yang berlebihan, termasuk pemakaian yang lama

(Kowalak, 2011)

2.3.FAKTOR RESIKO CUSHING SYNDROME

1. Orang yang mengkonsumsi kortikosteroid (seperti prednison) yang berlebihan,

termasuk pemakaian yang lama. (Kowalak, 2001)

Sindrom cushing terjadi pada orang yang harus menggunakan kortikosteroid

dosis tinggi karena keadaan medis serius. Gejala-gejalanya bisa kadangkala terjadi

bahkan jika kortikosteroid dihirup, seperti untuk asma, atau digunakan khususnya

untuk sebuah kondisi kulit (Sylvia, 2006).

kortikosteroid yang berlebihan juga mempengaruhi distribusi jaringan

adiposa yang terkumpuk didaerah sentral tubuh yang menyebabkan obesitas, wajah

bulan (moon face), memadatnya fosa supraklavikularis dan tonjolan servikodorsal

(punuk kerbau). Obesitas trunkus dengan ektremitas atas dan bawah yang kurus

akibat atropi otot memberikan penampilan klasik berupa cushingoid. (Sylvia, 2006).

Gukokortikoid mempunyai efek minimal pada kadar elektrolit serum. Akan

tetapi, kalau diberikan atau dihasilkan dalam kadar yang terlalu besar, dapat

menyebabkan retensi natrium dan pembuangan kalium, mengakibatkan edema,

hipokalemia dan alkalosis metabolik. (Sylvia, 2006).

2. Orang dengan gangguan primer kelenjar adrenal, dimana kelenjar adrenal

memproduksi kortisol secara berlebihan diluar stimulus dari ACTH. Biasanya terjadi

akibat adanya tumor jinak pada korteks adrenal (adenoma). Selain itu dapat juga

tumor ganas pada kelenjar adrenal (adrenocortical carcinoma).

3. Orang yang mengkonsumsi alkohol secara berlebihan. Sindrom chusing alkoholik

yaitu produksi alkohol berlebih, dimana akohol mampu menaikkan kadar kortisol.

2.4.EPIDEMIOLOGI CUSHING SYNDROME

Sindrom Cushing (disebabkan oleh pengobatan dengan kortikosteroid) adalah

bentuk paling umum dari sindrom cushing. Berdasarkan penelitian dan survey terhadap

rumah sakit di Indonesia tentang penyakit Cushing Sindrom pada tahun 2000-2001, hasil

menyebutkan bahwa kejadian Cushing Sindrom terjadi pada 200 orang dewasa berusia

antara 20-30 tahun. Pada kelompok usia 20-30 tahun, resiko terkena Cushing Sindrom

mencapai 10 persen. Dalam penelitian secara global didapat hasil sedikitnya 1 dari tiap 5

orang populasi dunia berkemungkinan terkena kelainan ini tanpa membedakan jenis

kelamin. Namun sumber lain mengatakan rasio kejadian antara wanita dan pria untuk

sindrom cushing adalah sekitar 3:1 berhubungan dengan tumor adrenal atau pituitary.

2.5.KLASIFIKASI CUSHING SYNDROME

Sindrom cushing dapat dibagi menjadi dua jenis:

Dependen ACTH

Peningkatan kadar kortisol tergantung pada ACTH dan tidak dapat menekan sekresi

ACTH dari hipofisis. Pada tipe ini hipersekresi glukokortikoid disebabkan oleh hipersekresi

ACTH. Yang temasuk dalam syndrome ini adalah

a. Hiperfungsi korteks adrenal non tumor

Diantara jenis dependen ACTH, hiperfungsi korteks adrenal mungkin disebabkan oleh

sekresi ACTH oleh kelenjar hipofisis yang abnormal. Karena tipe ini mula-mula dijelaskan

oleh Harsey Cushing pada tahun 1932, maka keadaan ini juga disebut sebagai penyakit

cushing.

b. Sindrom ACTH ektopik

Sejumlah besar neoplasma dapat menyebabkan sekresi ektopik ACTH. Neoplasma-

neoplasma ini biasanya berkembang dari jaringan-jaringan yang berasal dari lapisan

neuroektadermal selama perkembangan embrional. Karsinoma sel oat paru, karsinoid

bronchus, timoma, dan tumor sel-sel pulau dipankreas, merupakan contoh-contoh yang

paling sering ditemukan. Beberapa tumor ini mampu menyekresi CRH ektopik. Pada

keadaan ini, CRH ektopik merangsang sekresi ACTH hipofisis, yang menyebabkan

terjadinya sekresi kortisol secara berlebihan oleh korteks adrenal. Pada kebanyakan

pasien tidak menunjukkan gambaran sindrom cushing yang khas ,gejala klinis dapat di

tandai dengan penyakit yang cepat menjadi berat,penurunan berat badan,edema dan

pigmentasi

Independen ACTH

Peningkatan kadar kortisol tidak tergantung ACTH (autonom) dan dapat menekan

sekresi ACTH dari hipofisis. Pada tipe ini ditemukan peningkatan glukokortikoid dalam darah

sedangkan kadar ACTH menurun karena mengalami penekanan. Yang termasuk dalam

sindrom ini adalah:

a. Hyperplasia korteks adrenal autonom

Sekunder terhadap kelebihan produksi ACTH hipofisis, yaitu berupa disfungsi

hipothalamik-hipofisa dan mikro dan makroadenoma yang menghasilkan ACTH hipofisis.

b. Hiperfungsi korteks adrenal tumor (adenoma dan karsinoma)

Hiperfungsi korteks adrenal dapat terjadi tanpa tergantung pada kontrol ACTH

seperti pada tumor atau hyperplasia korteks adrenal nodular bilateral dengan

kemampuannya untuk menyekresi kortisol secara autonomi dalam korteks adrenal.

Tumor korteks adrenal yang akhirnya menjadi sindrom cushing dapat jinak (adenoma)

atau ganas (karsinoma). Adenoma korteks adrenal dapat menyebabkan sindroma

cushing yang berat, namun biasanya berkembang secara lambat, dan gejala dapat

timbul bertahun-tahun selama diagnosis ditegakkan. Sebaliknya, karsinoma

adrenokortikal berkembang cepat dan dapat menyebabkan metastasis serta kematian.

Kadangkala tumor yang tidak bersifat kanker (adenoma) terjadi pada kelenjar

adrenalin, yang menyebabkan kelenjar adrenalin menghasilkan kortikosteroid secara

berlebihan. Adrenal adenomas sangat umum. Setengah orang mengalaminya pada usia

70. hanya bagian kecil pada adenomas menghasilkan hormon berlebihan, meskipun

begitu tumor yang tidak bersifat kanker pada kelenjar adrenalin sangat langka. (Price,

2005)

2.6.PATOFISIOLOGI CUSHING SYNDROME

(terlampir)

2.7.MANIFESTASI KLINIS CUSHING SYNDROME

1. Henti pertumbuhan, obesitas, perubahan musculoskeletal, dan intoleransi glukosa

2. Gambaran klasik pada orang dewasa dengan Sindrom Chusing menunjukkan

obesitas sentral, dengan lemak “buffalo hump” di leher dan area supraklavikula,

trunkus yang besar, dan ekstremitas yang secara relative lebih kurus. Kulit menipis,

rapuh, mudah mengalami trauma; ekimosis dan perkembangan striae.

3. Kelemahan dan lemas; terjadi gangguan tidur karena terjadi perubahan sekresi

kortisol diurnal

4. Katabolisme protein yang berlebihan dengan kehilangan masa otot dan

osteoporosis; kifosis, sakit pinggang, dan fraktur kompresi vertebra.

5. Terjadi retensi natrium dan air, menunjang terjadinya hipertensi dan gagal jantung

kongestif.

6. Penampilan “moon face” dan kulit berminyak serta berjerawat

7. Peningkatan kerentanan terhadap infeksi

8. Hiperglikemia atau diabetes

9. Penambahan berat badan, penyembuhan luka kecil dan memar lambat

10. Pada wanita semua usia mungkin terjadi virilasi akibat kelebihan androgen:

penampilan sifat maskulin dan penurunan sifat feminine; pertumbuhan banyak

rambut pada wajah, atrofi payudara, penurunan menstruasi, pembesaran klitoris,

dan suara menjadi lebih dalam. Libido menghilang pada pria dan wanita.

11. Terjadi perubahan pada suasana hati dan aktivitas mental; mungkin terjadi psikosis

12. Jika Sindrom Cushing terjadi sebagai akibat tumor hipofisis, maka dapat terjadi

gangguan visual karena tekanan pada khiasma optikus

2.8.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK CUSHING SYNDROME

1. Pemeriksaan kadar ACTH plasma

Pemeriksaan kadar ACTH plasma dapat digunakan untuk membedakan berbagai

penyebab Sindrom Cushing, terutama memisahkan penyebab dependen ACTH dan

independen ACTH. Pada sindrom ACTH ektopik,kadar ACTH bisa jadi meningkat >

110 pmol/L (500pg/mL), dan pada kebanyakan pasien, kadar ACTH berada di atas 40

pmol/L (200pg/mL). Pada sindrom Cushing sebagai akibat mikroadenoma atau

disfungsi hopotalamik pituitari, kadar ACTH berkisar 6-30pmol/L (30-150pg/mL)

[normal : < 14 pmol/L (< 60pg/mL) ] (Bahri,2006).

2. Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium sederhana, didapati limfositofeni, jumlah netrofil

antara 10.000 – 25.000/mm3. eosinofil 50/ mm3 hiperglekemi (Dm pada 10 %

kasus) dan hypokalemia. Hipokalemia, hipokloremi, dan alkalosis metabolik

biasanya ditemukan pada kasus ACTH ektopik (Stephen,2010).

3. Pemeriksaan kadar kortisol

Pemeriksaan kadar kortisol dan“overnight dexamethasone suppression test” yaitu

memberikan 1 mgdexametason pada jam 11 malam, esok harinya diperiksa lagi

kadar kortisol plasma. Pada keadaan normal kadar ini menurun sehubungan dengan

supresi ACTH yang diinduksi kortisol dan involusi zona retikularis yang menghasilkan

androgen (Gordon H, et al. 2005)

4. Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan radiologi untuk memeriksa adrenal adalah pencitraan tomografi

komputer (CT Scan) abdomen. CT Scan bernilai untuk menentukan lokalisasi tumor

adrenal dan untuk mendiagnosis hiperplasia bilateral. CT scan resolusi tinggi pada

kelenjar hipofisis dapat menunjukkan daerah-daerah dengan penurunan atau

peningkatan densitas yang konsisten dengan mikroadenoma pada sekitar 30% dari

penderita-penderita ini. CT scan kelenjar adrenal biasanya menunjukkan

pembesaran adrenal pada pasien dengan sindrom Cushing dependen ACTH dan

massa adrenal pada pasien dengan adenoma atau karsinoma adrenal (Gordon H, et

al. 2005)

2.9.PENATALAKSANAAN MEDIS CUSHING SYNDROME

Menurut Rubenstein,dkk, 2007, penalaksanaan yang dapat dilakukan pada

penderita Cushing Syndrom adalah dengan melakukan hipofisektomi namun

tergantung dari hipofisis penderita. Bila dilakukan adrenalektomi bilateral untuk

mengobati sindrom ini akibat adenoma basophil atau kromofob hipofisis, bisa

terjadi sindrom Nelson disertai hiperpigmentasi akibat β-lipotropin berlebihan

(melanocyte-stimulating hormone (MSH) dan ACTH) yang tak ditekan oleh kadar

kortisol darah yang tinggi.

Jika penyakit adrenal primer, dilakukan adrenalektomi unilateral atau

bilateral dan bila dilakukan dengan bilateral diikuti dengan terapi pengganti

menggunakan kortisol 20-40 mg/hari dan fludrokortison 0,1 mg/hari.

Metirapon adalah inhibitor kompertitif untuk β-hidroksilasi II pada korteks

adrenal dan bisa digunaka untuk membantu mengendalikan gejala umum cushing

sindrom atau menyiapkan pasien untuk melakukan pembedahan. Obat ini

menghambat produksi kortisol sehingga menyebabkan peningkatan kadar ACTH dan

bisa digunakan sebagai tes untuk fungsi hipofisis.

Menurut Price, 2005, penatalaksanaan untuk penderita cushing sindrom

dengan dependen ACTH tidak sama, bergantung pada sumber ACTH hipofisis atau

ektopik. Beberapa pendekatan terapi dapat digunakan pada pasien dengan

hiperskresi ACTH hipofisis. Jika dijumpai tumor hipofisis sebaiknya diusahan reseksi

tumor transfenidal. Tetapi jika terdapat bukti hiperfungsi hipofisis namun tumor

tidak dapat ditemukan dapat dilakukannya radiasi kobalt pada kelenjar hipofisis.

Obat-obatan kimiayang mampu menyekat (ketonazol dan aminoglutemid) atau

merusak sel-sel korteks adrenal penghasil kortisol (mitotane) juga mampu

mengontrol kelebihan kortisol. Sedangkan untuk pengobatan ACTH ektopik

berdasarkan pada reaksi neoplasma yang menyekresikan ACTH atau adrenalektoi

atau supresi kimia fungsi adrenal.

2.10. KOMPLIKASI

1. Osteoporosis

Matriks protein tulang menjadi rapuh dan menyebabkan osteoporosis,

sehingga dapat dengan mudah terjadi fraktur patologis. Seseorang dengan

osteoporosis telah kehilangan struktur tulang normal yang membuat tulang kuat.

Massa tulang dan kepadatan tulang menurun, dan tulang-tulang menjadi lemah.

Osteoporosis membuat tulang lebih rentan untuk melanggar. Sebuah patah tulang

pergelangan tangan , patah tulang pinggul , atau fraktur kompresi vertebral adalah

lebih umum pada mereka dengan osteoporosis. Sekitar 35 persen wanita di AS

mengalami osteoporosis.

Gejala osteoporosis

Gejala osteoporosis meliputi kehilangan tinggi, kifosis tulang belakang, nyeri

punggung kronis , sakit pinggul , dan nyeri pergelangan tangan . Gejala patah tulang

meliputi tiba-tiba, nyeri tulang yang parah.

2. Peningkatan kerentanan terhadap infeksi

Hormon ini juga melalui pembentukan protein lipokortin dan fosokortin,

menekan pelepasan histamin, interleukin dan limfokin. Dengan menghambat

fogfolipose, glukokortikoid menekan pembentukan prostaglandin dan leukotrien,

hormon ini menghambat pembentukan anti bodi dan karna itu bekerja sebagai

imunosupresif

3. Hirsutisme

Sindrom Cushing. Sindrom Cushing adalah suatu kondisi yang terjadi ketika

tubuh terkena/terpapar hormon kortisol dalam tingkatan yang tinggi. Hormon

kortisol adalah hormon steroid yang berpengaruh dalam respons tubuh terhadap

stres. Hal ini dapat berkembang ketika kelenjar adrenal, yakni hormon kelenjar

sekresi yang terletak tepat di atas ginjal, membuat kortisol terlalu banyak, atau

dapat terjadi karena konsumsi obat seperti kortisol dalam jangka waktu lama.

Peningkatan kadar kortisol mengganggu keseimbangan hormon seks dalam tubuh,

yang dapat menyebabkan hirsutisme

4. Batu ureter

Jika penderita cushing syndrome sudah terkena masalah penurunan

kekebalan tubuh terhadap infeksi, maka kemungkinan terkena batu ureter juga

semakin besar. Karena bisa terjadi infeksi pada kandung kemih.

2.11 DIAGNOSA KEPERAWATAN

Daftar Pustaka

Kowalak, Jennifer P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC

Dorland, W.A. Newman. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta:EGC

R. Syamsuhidayat. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:EGC

Price, Sylvia Anderson. 1994. Patofisiolgi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:EGC

Baughman, Diance C. 2000. Keperawatan Medikal-bedah: Buku Saku untuk Brunner dan

Suddarth. Jakarta: EGC

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6.

Jakarta: EGC

Stephen J, McPhess, Maxine A. 2010. Current Medical Diagnosis and Treatment.

Chapter 26-Cushing Syndrome. USA : McGraw-Hill

Piliang S, Bahri C. 2006. Hiperkortisolisme. In : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid

III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV FKUI.

Gordon H, et al. 2005. Disorders of the Adrenal Cortex-Cushing syndrome. In:

Kasper D, et al, editors. Harrison Principle Of Internal Medicine Sixteenth

Edition. USA : Mc. Graw-Hill.

Rubenstein, David, dkk. 2007. Lecture Note Kedokteran Klinis, Ed.6. Jakarta : Erlangga