Lap D
-
Upload
suryadi-voo -
Category
Documents
-
view
222 -
download
0
Transcript of Lap D
-
7/29/2019 Lap D
1/38
SKENARIO D
Mrs .Neny , 62 years old female complains of two episodes of urinary incontinence. On
both occasions she was unable to reach a bathroom in time to prevent loss of urine. The
first episode occurred when she was in her car and the second while she was in a shopping
mall. She is reluctant to go out because of this urge incontinence. She has no menstrual
periode since she was 50.Within in the last month , her husband died and ever since she
stayed with a housemaid.
Physical examination found the body weight is 75 kg, height is 156 cm, the blood
pressure is 150/80 mmHg, apical-radial pulse deficit, body temperature is 36,50C, there is
no exertional dyspnea, fatigue, and headace. Laboratory finding is within normal limit.
Lumbal densitometry is -3,0 and femoral densitometry is -2,7. Geriatric Depression Scale
(GDS) 6. MMSE Score is 26.
Mrs. Neny so far was in treatment of catopril 12,5 mg,two times daily
KLARIFIKASI ISTILAH :
1. Urinary incontinence :Ketidakmampuan untuk
mengendalikan pembuangan urin
2. Urge incontinence : Pengeluaran urin secara involunter akibat peregangan
orifisium vesika urinary.
3. Apical-radial pulse deficit : denyut nadi yang tidak sama antara apex kordis
dengan ateri radialis (atrial fibrilasi), biasanya jumlah denyut jantung lebih besar
daripada jumlah denyut nadi.
4. Exertional dyspnea : sesak napas yang muncul karena melakukan aktivitas
5. Headache : sakit kepala
6. Fatigue : lemah ; kehilangan tenaga
7. Densitometry : penentuan berbagai variasi ketebalan melalui perbandingan dengan
bahan lain atau standar tertentu.
8. GDS (Geriatric Depression Scale) :skala untuk menilai depresi pada geriatri
9. MMSE (Mini Mental State Examination) : tes yang digunakan untuk meilai
kerusakan kognitif pada orang tua.
10. Catopril : Obat anti hipertensi golongan ACE inhibitor
1
-
7/29/2019 Lap D
2/38
IDENTIFIKASI MASALAH :
1. Ny. Neni 62 tahun mengeluh incontinensia urin dua kali, pertama di mobil, kedua
di mall
2. Ia enggan keluar rumah karena masalah urge incontinence.
3. Menopause usia 50 tahun
4. Suaminya meninggal 1 bulan yang lalu, sejak itu dia tinggal dengan PRT.
5. Pemeriksaan Fisik : BB : 75kg, TB : 156cm, TD : 150/80mmHg, , apical-radial
pulse deficit, T: 36,50C, tidak ada exertional dyspnea, fatigue, and headace.
6. Pemeriksaan tambahan: Lab: normal, Lumbal densitometry is -3,0 and femoral
densitometry is -2,7. GDS :6, MMSE : 26.
7. Riwayat pengobatan : dalam waktu yang lama menggunakan captopril 12,5 mg 2
kali sehari.
ANALISIS MASALAH :
1. Bagaimana fisiologi berkemih ? Sintesis.
2. Apa etiologi inkontinensia urin?
Akut : DRIP atau DIAPPers
Persisten : tergantung tipe, lebih lengkap di sintesis
3. Apa hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan?
- Usia tua merupakan faktor predisposisi terjadinya inkontinensia urin.
- Inkontinensia urin lebih banyak diderita oleh wanita daripada pria.
4. Apa etiologi dan mekanisme urge incontinence ? sintesis
5. Apa makna incontinensia urin membuat enggan keluar rumah ?
Inkontinensia urin menyebabkan masalah psikososial
6. Apa hubungan menopause dan keluhan yang dialami ?
2
-
7/29/2019 Lap D
3/38
Pada wanita menopause terjadi penurunan drastis hormone estrogen. Penurunan
hormone estrogen ini menyebabkan penurunan kerja osteoblast dan menaikan
kerja osteoclast yang membuat tulang menjadi rapuh. Penurunan estrogen juga
berdampak pada menurunnya tahanan pada uretra dan muara kandung kemih yang
bisa bedampak terjadinya inkontinensia urin.
7. Apa hubungan suami meninggal 1 bulan yang lalu dan tinggal bersama pembantu
dengan keluhan sekarang?
Dari hasil GDS didapat bahawa ibu ini suspect depresi ringan, sehingga
membuatnya jarang keluar rumah dan jarang beraktivitas hal ini ditambah dengan
adanya pembantu.
Seperti yang kita ketahui, keluarnya cairan tubuh manusia melaui 2 jalan utama n
melalui keringat, karena kurangnya aktifitas maka pengeluaran cairan hanya
melalui urin karena diamsusikan bahwa dengan berkurangnya aktifitas maka
berkurang pula keringat yang dikeluarkan.
8. Apa interpretasi pemeriksaan fisik dan hubungan dengan kasus?
Pemeriksaan Kasus Nilainormal Interpretasi
BB & TB BB : 75 Kg
TB : 156 cm
Hitung BMI =
BB / TB2
= 75
(1,56)2
= 30,81 kg/m2
Obese II
TD 150/80
mmHg
120/80 mmHg Hipertensisistolikterisolasi (HST)
Pulse Apical-
radial pulse
deficit
- Terjadiperbedaaniramaantaranadi yang
diperiksa di apical (jantung) dan radial
menandakanaritmiaFibrilasiAtrial
Suhutubuh 36,5 C 36,5-37,5 C Normotermi
Exertionaldyspnea - - Tidakadaggnparu
Fatigue - - Normal
Headache - - Normal
Penjelasan :
1. Obesitas
Kategori
3
-
7/29/2019 Lap D
4/38
< 18,5 Underweight
18,5 22,9 Normal
23- 24,9 Overweight
25-29,9 Obese I
> 30 Obese II
Tabel :klasifikasi BMI menurut WHO
a. Denganmeningkatnyausia terjadi massalemak total serta berkurangnya
massa tubuh kering dan massa tulang. Di sisi lain, denganbertambahnyausia
aktivitastubuh
-
7/29/2019 Lap D
5/38
elastisitaspembuluhdarahperiferakibat proses menua
meningkatkanresistensipembuluhdarahperifer hipertensisistolik .( buku ajar
geriatric UI, ed ke-4)
3. Atrial fibrilasi
Penyebab :
a. Pembesaran atrium akibatlesipadakatubjantung yang mencegah atrium
mengosongkanisinyasecaraadekutakedalamventrikel, ataukarenakegagalanventrikel
yang diakibatkanolehpembendungandarah yang banyakdidalam atrium.
b. Dinding atrium yang berdilatasi merupakan kondisi ideal untuk menyebabkan
jalur konduksi yang panjang demikian juga dengan konduksi yang lambat, yang
keduanya merupakan factor predisposisifibrilasi atrium. (Fisiologi kedokteran Guiton
& Hall)
9. Apa interpretasi pemeriksaan tambahan ?
Pemeriksaan Nilai normal Interpretasi
Laboratorium Normal
Lumbal densitometry : - 3, 0 -1 Osteoporosis
Femoral densitometry : -2, 7
GDS : 6 0-4 Depresi ringan
MMSE : 26 24-30 Tidak ada gangguankognitif
TDS
Kekakuan aorta
TDD
Vol aorta
Semakin besar
perbedaan TDS dan
TDD makin besar
risikokomplikasi
Seiring
waktu
Proses menua, Kehilanganelasti
sitasarteri
5
-
7/29/2019 Lap D
6/38
Ringkasan :
Klasifikasi menurut WHO :
Klasifikasi T-score
Normal -1
Osteopenia Antara -1 dan -2,5
Osteoporosis -2,5
Osteoporosis berat -2,5 dan fraktur fragilitas
Geriatric Depression Scale (GDS)
- Score 0-4 : normal
- Score 5-8 : mild depression
- Score 9-11 : moderate depression
- Score 12-15 : severe depression
Jawaban tidak 5 (khususnya nomor 1, 5, 7, 11, 13) menunjukkan bahwa
seseorang mengalami depresi.
.
6
-
7/29/2019 Lap D
7/38
Cara pemeriksaan
Diagnosis osteoporosis ditentukandenganmengukurdensitasmassatulang (BMD).
Bagian- bagiantulang yang diukur :
a Tulangbelakang (L1- L4)
b Panggul : femoral neck, total femoral neck, dantrokanter.
Lenganbawah (33%radius), bila :
1. Tulangbelakang dan/ataupanggultidakbisadiukur
2. Hiperparatiroideisme
3. Sangatobese
Indikasi pemeriksaan densitometri tulang :
a. Wanita dengan defisiensi estrogen, untuk menilai penurunan densitas massa
tulang dan keputusan pemberian terapi pengganti hormonal.
7
-
7/29/2019 Lap D
8/38
b. Penderita dengan abnormalitas tulang belakang atau secara radiologik
didapatkan osteopenia, untuk mendiagnosis osteoporosis spinal dan
menentukan langkah diagnosis dan terapi selanjutnya.
c. Penderita yang memperoleh glukokortikoid jangka panjang, untuk
mendiagnosis penurunan densitas massa tulang dan penentuan langkah
terapi selanjutnya.
d. Pada penderita dengan hiperparatiroidisme primer asimtomatik, untuk
menilai penurunan densitas massa tulang dan menentukan tindakan
pembedahan pada paratiroid.
e. Evaluasi penderita-penderita :
- Tidak responsif terhadap terapi yang diberikan
- Penurunan densitas massa tulang yang cepat.
f. Evaluasi penderita-penderita dengan risiko tinggi osteoporosis :
- Amenore
- Hiperparatiroidisme sekunder
- Anoreksi nervosa
- Alkoholisme
- Terapi antikonvulsan
- Fraktur multipel traumatik.
Pemeriksaan densitometri tulang biasanya digunakan untuk mengukur densitas massa
tulang pada daerah lumbal, femur proksimal, lengan bawah distal dan seluruh tubuh.
Secara rutin, untuk diagnosis osteoporosis, cukup diperiksa densitometri lumbal dan
femur proksimal. Bila terdapat keterbatasan biaya, dapat dipertimbangkan pemeriksaan
hanya pada 1 daerah, yaitu daerah lumbal untuk wanita yang berumur kurang dari 60
tahun, atau daerah femur proksimal pada wanita yang berumur lebih dari 60 tahun atau
pada laki-laki.
10. Apa interpretasi penggunaan captopril dan apa hubungannya dengan keluhan Ny.
Neni?
Captopril merupakan golongan ACE inhibitor. Merupakan obat anti hipertensi
yang bisa ikut berkontribusi dalam inkontinensia urin.
Dalam kasus, penggunaan captopril menunjukkan bahwa ia mengalami hipertensi,
dan kemungkinan juga dapat menyebabkan IU.
8
-
7/29/2019 Lap D
9/38
pemberian captopril (dosis dan pemilihan) sudah sesuai untuk mengatasi
hipertensi yang dialami Ny. Neni,, namun captopril (ACE-inhibitor) ini dapat
menginduksi batuk yang kronis sehingga dapat memperparah terjadinya
inkontinensia urin) CAPTOPRIL merupakan factor risko inkontinesia tipe
stress
11. Apa DD kasus ini ?
a. Tipe urgensi
- Ketidakmampuan menunda berkemih setelah sensasi berkemih muncul.
- Manifestasi berupa urgensi, frekuensi, dan nokturia.
b. Tipe stress
- Akibat tekanan intraabdominal yang meningkat seperti batuk, bersin, atau
mengejang
- Terutama terjadi pada perempuan usia lanjut yang mengalami hipermobilitas
uretra dan lemahnya otot dasar panggul akibat seringnya melahirkan, operasi,
dan penurunan oksigen.
- Predisposisi : obesitas, batuk kronik, trauma perineal, melahirkan pervaginam,
terapi radiasi keganasan, menopause.
c. Tipe fungsional
- Terjadi akibat penurunan berat fungsi fisik dan kognitif.
- Pasien tidak dapat mencapai toilet pada yang tepat.
- Biasa terjadi pada demensia berat, gangguan mobilitas, gangguan neurologik,
dan psikologik.
d. Tipe Overflow
- Manifestasinya klinisnya berupa berkemih sedikit, pengosongan kandung kemih
tidak sempurna, dan nokturia.
- Dapat disebabkan obat-obatan.
e. Tipe campuran
- Merupakan kombinasi dari 2 tipe atau lebih.
- Biasanya kombinasi antara tipe stress dan urgensi
9
-
7/29/2019 Lap D
10/38
12. Apa pemeriksaan penunjang lain yang dibutuhkan?
Inkontinensia Urin :
Pemeriksaan urodinamik, untuk mengkaji obstruksi atau gangguan fungsi intrinsik
sfingter uretra.
Stress testing (uji batuk,bersin)
Postvoid residual measurement (Mengukur sisa urin setelah berkemih)
USG saluran kemih
Cystography
Urinalisis
Uji urodinamik sederhana
Laboratorium : Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan kalsium serum
Catatan berkemih (voiding record).
2. Fibrilasi Atrial :
EKG mengetahui irama (verifikasi FA), hipertrofi ventrikel kiri,
iskemia
Foto rontgen toraks
Ekokardiograf melihat kelainan katup, ukuran atrium dan ventrikel,
fungsi ventrikel kiri, obstruksi outflow, dan trombus di atrium kiri.
3. Osteoporosis : Penilaian langsung densitas tulang untuk mengetahui ada/tidaknya
osteoporosis dapat dilakukan secara:
1. Radiologik
2. Radioisotop
3. QCT (Quantitative Computerised Tomography)
4. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
5. Densitometer(X-ray absorpmetry)
6. Serum kalsium, serum vitamin D dan serum prolaktin
13. Apa WD dan bagaimana cara mendiagnosis kasus ini ?
Diagnosis kerja
10
-
7/29/2019 Lap D
11/38
Ny.Neni 62 tahun menopause mengalami inkontinensia urin tipe campuran (urgensi dan
stres) disertai dengan isolated sistolik hipertension, obesitas, osteoporosis, atrial fibrilasi
dan suggestive of depression.
14. Apa etiologi dan faktor resiko kasus ini ? Sintesis
15. Apa epidemiologi kasus ini ? Sintesis
16. Bagaimana patofisiologis kasus ini ? Sintesis
17. Apa manifestasi kinis kasus ini ? Sintesis
18. Apa tatalaksana kasus ini ? Sintesis
19. Bagaimana prognosis kasus ini ?
Secaraumum, prognosis masing-masing diagnosis adalahsebagaiberikut,
Inkontinensia Urin
Prognosisbaik.
HST
Pasien hipertensi yang gemuk mempunyai prognosis lebih baik dibandingkan
pada yang kurus.
FibrilasiAtrial
Prognosis masih baik karena belum terdapat gejala pemberat berupa lemah,
sesak napas terutama saat aktivitas, pusing, gejala yang menunjukan adanya
iskemia atau gagal jantung kongestif.
Osteoporosis
pengubahan pola makan kayakalsium, aktivitas, dansuplementasikalsium dan
lain-lainmendukungprognosisbaik,
Sehinggaprognosis kasus ini adalah :
Quo advitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam :dubia ad bonam
20. Apa komplikasi kasus ini ?
Inkontinensia Urin
Dampak medis
11
-
7/29/2019 Lap D
12/38
Pada pasien yang kurang aktifitas hanya berbaring di tempat tidur dapat
menyebabkan ulkus dikubitus dan dapat meningkatkan resiko infeksi lokal
termasuk osteomyelitis dan sepsis.
Sosial : hilangnya percaya diri, depresi, terganggunya akivitas social dan
seksual, serta menyebabkan ketergantungan
Ekonomi : mengganggu produktivitas, dan biaya yang dikeluarkan akibat
inkontinensia urin
Hipertensi sistolikStroke, demensia vaskularFibrilasi AtrialAritmia jantung , tromboemboli terutama stroke.Osteoporosis terjatuh,Fraktur
21. KDU ? 4
HIPOTESIS :
Ny. Neni 62 tahun mengalami inkontinensia urin tipe , obesitas, atrial fibrilasi, hipertensi
sistolik, menopause, dan osteoporosis.
KERANGKA KONSEP
12
-
7/29/2019 Lap D
13/38
SINTESIS
Fisiologi Berkemih
Proses berkemih normal merupakan proses dinamis yang memerlukan rangkaian
koordinasi proses fisiologik berurutan yang pada dasarnya dibagi menjadi 2 fase yaitu
fase penyimpanan dan fase pengosongan. Diperlukan keutuhan struktur dan fungsi
komponen saluran kemih bawah, kognitif, fisik, motivasi dan lingkungan.
Proses berkemih normal melibatkan mekanisme dikendalikan dan tanpa kendali.
Sfingter uretra eksternal dan otot dasar panggul berada di bawah kontrol volunter dan
disuplai oleh saraf pudendal, sedangkan otot detrusor kandung kemih dan sfingter uretra
internal berada di bawah kontrol sistem saraf otonom, yang mungkin dimodulasi oleh
korteks otak.
Kandung kemih terdiri dari 4 lapisan, yaitu lapisan serosa, lapisan otot detrusor,
lapisan submukosa, dan lapisan mucosa. Ketika otot detrusor relaksasi, pengisian kandung
kemih terjadi, dan bila otot kandung kemih berkontraksi pengosongan kandung kemih
atau proses berkemih berlangsung. Kontraksi Kandung kemih disebabkan oleh aktivitas
parasimpatis yang dipicu oleh asetilkolin pada receptor muskarinik. Sfingter uretra interna
menyebabakn uretra tertutup, sebagai akibat verja aktivitas saraf simpatis yang dipicu
oleh noradrenalin.
Otot detrusor adalah otot kontraktil yang terdiri atas beberapa lapisan kandung
kemih. Mekanisme detrusor meliputi otot detrusor, saraf pelvis, medula spinalis, dan
pusat saraf yang mengontrol berkemih. Ketika kandung kemih seseorang mulai terisi oleh
urin, rangsang saraf diteruskan melalui saraf pelvisdan medula spinalis ke pusat saraf
kortikal dan subkortikal. Pusat subkortikal (pada ganglio basal dan serebelum)
menyebabkan kandung kemih berelaksasi sehingga dapat mengisi tanpa menyebabkan
seseorang mengalami desakan untuk berkemih. Ketika pengisisan kandung kemih
berlanjut, rasa pengembungan kandung kemih disadari, dan pusat kortikal (pada lobus
frontal|), bekerja menghambat pengeluaran urin. Gangguan pada pusat kortikal dan
subkortikal karena obat atau penyakit dapat mengurangi kemampuan menunda
pengeluaran urin.
Ketika terjadi desakan berkemih, rangsang saraf dari korteks disalurkan melalui
medula spinalis dan syaraf pelvis ke otot detrusor. Aksi kolinergik dari saraf pelvis
13
-
7/29/2019 Lap D
14/38
kemudian menyebabkan otot detrusor berkontraksi sehingga terjadi pengosongan kandung
kemih. Interfensi aktivitas kolinergik saraf pelvis menyebabkan pengurangan
kontraktilitas otot.
Mekanisme dasar proses berkemih diatur oleh refleks-refleks yang berpusat di
medula spinalis segmen sakral yang dikenal sebagai pusat berkemih. Pada fase pengisian
(penyimpanan) kandung kemih, terjadi peningkatan aktivitas saraf ototnom simpatis yang
mengakibatkan penutupan kandung kemih, relaksasi dinding kandung kemih, serta
penghambatan aktivitas saraf parasimpatis dan mempertahankan inervasi somatik pada
otot dasar panggul. Pada fase pengosongan, aktivitas simpatik dan somatik menurun,
sedangkan parasimpatik meningkat sehingga terjadi kontraksi otot detrusor dan
pembukaan leer kandung kemih. Proses refleks ini dipengaruhi oleh sistem saraf yang
lebih tinggi yaitu batang otak, korteks serebri, dan serebelum.
Sensasi pertama ingin berkemih biasanya timbul pada saat volume kandung kemih
mencapai antara 150-350 ml. Kapasitas kandung kemih normal bervariasi sekitar 300-600
ml. Umumnya kandung kemih dapat menampung urin sampai lebih kurang 500 ml tanpa
terjadi kebocoran.
Perubahan-perubahan fisiologik terkait proses menua pada saluran kemih bawah
Kandung kemih Perubahan morfologis
Trabekulasi
Fibrosis
Saraf otonom
Pembentukan divertikula
Perubahan fisiologis
Kapasitas
Kemampuan menahan kencing
Kontraksi involunter
Volume residu pasca berkemih
Uretra Perubahan morfologis
Komponene seluler
Deposit kolagen
Perubahan fisiologis
14
-
7/29/2019 Lap D
15/38
Tekanan penutupan
Tekanan akhiran keluar
Prostat Hiperplasi
Vagina Componen selular
Mucosa atrofi
Dasar panggul Deposit kolagen
Rasio jeringan ikat-otot
Otot melemah
INKONTINENSIA URIN
Definisi
Inkontinenensia urin adalah pengeluaran urin tanpa disadari dalam jumlah dan frekuensi
yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan dan atau sosial.
Epidemiologi
Di masyarakat barat, sebagian besar studi epidemiologis mengindikasikan prevalensi
sebesar 25-55%. Kisaran yang luas ini diatribusikan ke varietas luas yang sama dengan
metodologi investigasinya, karakteristik populasinya, dan definisi inkontinensia sendiri.
Terlebih lagi data yang ada sekarang jauh lebih terbatasi oleh fakta bahwa sebagian besar
wanita tidak memperhatikan kondisi tersebut (Hunskaar, 2000). Diperkirakan hanya 1 dari
4 wanita yang mencari bantuan medis mengenai inkontinensia yang mereka alami karena :
malu, akses yang terbatas ke pelayanan kesehatan, atau skrining yang kurang oleh
penyedia layanan kesehatan (Hagstad, 1985).
Kondisi yang paling sering ditemukan adalah SUI, yaitu sekitar 29-75% kasus.
Overaktivitas detrusor mencapai 33% kasus inkontinensia, sedangkan sisanya berupa
bentuk campuran (MUI) (Hunskaar, 2000).
Inkontinensia urin signifikan menurunkan kualitas hidup penderitanya, yang mengarah
pada terganggunya hubungan sosial, distres psikologis karena malu dan frustasi, rawat
inap karena gangguan kulit dan infeksi traktus urinarius, serta perawatan di rumah
(nursing home admission). Wanita tua penderita inkontinensia 2,5 kali lebih mungkin
menjalani nursing home daripada yang kontinensia (Langa, 2002).Etiologi
15
-
7/29/2019 Lap D
16/38
Delirium
Infeksi
Atrophic vaginitis atau urethritis
Farmasi
- Sedatif hipnotik
- Loop diuretics
- Agen anti kolinergik
- Agonis dan antagonis -adrenergik
- Calcium chanel blockers
Kelainan psikologi: depresi
Kelainan endokrin
Mobilitas yang terbatas
Impaksi feses
Faktor risiko
1. Jenis kelamin
2. Usia
Prevalensi inkontinensia meningkat bertahap selama masa dewasa muda. Puncak
yang lebar tampak pada usia pertengahan dan kemudian menetap setelah usia 65 tahun
(Hannestad, 2000).
3. Ras
Dulunya wanita kaukasia diyakini lebih beresiko mengalami inkontinensisa urin
daripada ras lain. Namun sebaliknya, wanita Afrika-Amerika dipercaya berprevalensilebih tinggi pada urge incontinence. Namun laporan tersebut tidak berdasar populasi, dan
dengan demikian perbedaan ras sejatinya bukan merupakan perkiraan yang terbaik.
Sebagian besar studi epidemiologis mengenai inkontinensia urin dilaksanakan dalam
populasi Kaukasian. Data yang ada menyangkut perbedaan ras sangat didasarkan pada
ukuran sampel yang kecil (Bump, 1993). Dari catatan terkini, belum jelas apakah
perbedaan ini biologis, berkaitan dengan penilaian pelayanan kesehatan, atau dipengaruhi
oleh ekspektasi kultural dan ambang toleransi simptom. Dengan demikian, masih
diperlukan studi lebih mendalam mengenai studi non-Kaukasian.
16
-
7/29/2019 Lap D
17/38
4. Obesitas
Beberapa studi epidemiologis menunjukkan bahwa peningkatan body mass index
(BMI) merupakan faktor resiko independen dan signiffikan untuk semua jenis
inkontinensia urin (Table 23-1). Bukti menunjukkan bahwa prevalensi urgeincontinence
dan stress incontinence meningkat berbanding lurus dengan meningkatnya BMI
(Hannestad, 2003). Secara teoritis peningkatan tekanan intraabdominal yang bersamaan
dengan pemingkatan BMI menghasilkan tekanan intravesikal yang secara proporsional
lebih tinggi. Tekanan yang lebih tinggi ini menimbulkan urethral closing pressure dan
menjurus pada inkontinensia (Bai, 2002). Deitel and co-workers (1988) melaporkan
adanya penurunan yang signifikan pada prevalensi stress urinary incontinence, dari 61
menjadi 11%, pada wanita obese seiring dengan penurunan berat bdan setelah
pembedahan bariatrik. Sesuai dengan itu, jika proporsi populasi yang overweight dan
obese lebih besar, diharapkan kita dapat melihat peningkatan prevalensi inkontinensia
urin di Amerika Serikat (Flegal, 2002).
Table 23-1 Faktor Resiko Inkontinensia Urin
Usia
Kehamilan
Kelahiran
Menopause
Histerektomi
Obesitas
Simptom urinari
Gangguan fungsional
Gangguan kognitif
Tekanan abdominal tinggi yang kronis
Batuk kronis
Konstipasi
Resiko okupasional
Merokok
5. Menopause
Studi-studi yang ada belum konsisten menunjukkan adanya peningkatan disfungsi
urin setelah seorang wanita memasuki tahun-tahun postmenopausal (Bump, 1998). Sukar
untuk memisahkan efek hipoestrogenisme dari efek penuaan.
17
-
7/29/2019 Lap D
18/38
Reseptor estrogen afinitas tinggi telah diidentifikasi di uretra, muskulus
pubokoksigeal, dan trigonum bladder, namun jarang ditemukan di bladder (Iosif, 1981).
Dipercaya bahwa perubahan kolagen yang berkaitan dengan hipoestrogen dan reduksi
vaskularisasi serta volume muskulus skeletal secara kolektif berperan pada gangguan
fungsi uretra melalui penurunan resting urethral pressure (Carlile, 1988). Lebih jauh lagi,
defisiensi estrogen yang menimbulkan atrofi urogenital diperkirakan berperan dalam
simptom sensoris urinari yang menyertai menopause (Raz, 1993). Estrogen memang
berperan penting dalam fungsi urinari normal, namun masih kurang jelas apakah estrogen
berguna dalam terapi atau pencegahan inkontinensia (Estrogen Replacement) (Fantl,
1994, 1996).
6. Kelahiran dan kehamilan
Banyak studi menemukan bahwa wanita para memiliki prevalensi inkontinensia
urin lebih besar dibandingkan dengan yang nullipara. Pengaruh dari melahirkan anak
terhadap kejadian inkontinensia dapat timbul dari luka langsung pada otot-otot pelvis dan
perlekatan jaringan ikat. Sebagai tambahan, kerusakan syaraf dari trauma atau ketegangan
yang ada dapat berdampak pada disfungsi otot pelvis (Snooks, 1986). Secara spesifik,
level yang lebih tinggi dari latensi motorik nervus pudendal yang lama setelah melahirkan
nampak pada wanita dengan inkontinensia dibanding dengan wanita yang asimtomatis.
7. Kebiasaan merokok dan penyakit paru kronis
Ada 2 studi epidemiologis yang menunjukkan peningkatan resiko inkontinensia
urin yang signifikan pada wanita usia lebih dari 60 tahun dengan penyakit pulmoner
obstruktif kronis (Brown, 1996; Diokno, 1990). Sama pula pada kebiasaan merokok yang
diidentifikasi sebagai faktor resiko independen inkontinensia urin pada beberapa studi.
Salah satu dari studi tersebut, menyebutkan bahwa baik yang perokok maupun mantan
perokok tercatat memiliki resiko 2-3 kali lipat dibanding dengan yang bukan perokok
(Bump, 1992). Secara teoritis, kenaikan persisten tekanan intraabdominal yang timbul
karena batuk kronis perokok dan sintesis kolagen, dapat diturunkan dengan efek
antiestrogenik merokok.
8. Histerektomi
Studi belum menunjukkan hasil yang konsisten bahwa histerektomi merupakan
faktor resiko berkembangnya inkontnensia urin. Studi yang menunjukkan hubungan
18
-
7/29/2019 Lap D
19/38
tersebut adalah studi retrospektif, kurangnya grup kontrol yang sesuai, dan sering semata-
mata berdasarkan data subyektif (Bump, 1998). Sebaliknya, Studi yang meliputi tes pre
dan post operatif urodinamik mengungkapkan perubahan fungsi bladder yang secara
klinis tidak signifikan. Lebih jauh lagi, bukti tidak mendukung bahwa menghindari
histerektomi yang telah diindikasikan secara klinis ataupun menghindari pelaksanaan
histerektomi supracervical menjadi ukuran untuk mencegah inkontinensia urin (Vervest,
1998; Wake, 1980).
Jenis inkontinensia
1. Inkontinensia Urin Akut Reversibel
Pasien delirium mungkin tidak sadar saat mengompol atau tak dapat pergi ke toilet
sehingga berkemih tidak pada tempatnya. Bila delirium teratasi maka inkontinensia urin
umumnya juga akan teratasi. Setiap kondisi yang menghambat mobilisasi pasien dapat
memicu timbulnya inkontinensia urin fungsional atau memburuknya inkontinensia
persisten, seperti fraktur tulang pinggul, stroke, arthritis dan sebagainya.
Resistensi urin karena obat-obatan, atau obstruksi anatomis dapat pula
menyebabkan inkontinensia urin. Keadaan inflamasi pada vagina dan urethra (vaginitis
dan urethritis) mungkin akan memicu inkontinensia urin. Konstipasi juga sering
menyebabkan inkontinensia akut.
Berbagai kondisi yang menyebabkan poliuria dapat memicu terjadinya
inkontinensia urin, seperti glukosuria atau kalsiuria. Gagal jantung dan insufisiensi vena
dapat menyebabkan edema dan nokturia yang kemudian mencetuskan terjadinya
inkontinensia urin nokturnal. Berbagai macam obat juga dapat mencetuskan terjadinya
inkontinensia urin seperti Calcium Channel Blocker, agonist adrenergic alfa, analgesic
narcotic, psikotropik, antikolinergik dan diuretic.
Untuk mempermudah mengingat penyebab inkontinensia urin akut reversible
dapat dilihat akronim di bawah ini :
D --> Delirium
R--> Restriksi mobilitas, retensi urin
I --> Infeksi, inflamasi, Impaksi
P --> Poliuria, pharmasi
2. Inkontinensia Urin Persisten
19
-
7/29/2019 Lap D
20/38
Inkontinensia urin persisten dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, meliputi anatomi,
patofisiologi dan klinis. Untuk kepentingan praktek klinis, klasifikasi klinis lebih
bermanfaat karena dapat membantu evaluasi dan intervensi klinis.
Urge inkontinensia
- Merupakan penyebab IU tersering pada orang tua, terjadi pada 40-70 % pasien yang
datang dengan keluhan inkontinensia.
- Masalah tersering dalam fase pengisian/penyimpanan urin timbul takkala kandung
kemih gagal utk tetap relaks sampai waktu yang tepat untuk berkemih .
- Pasien dengan detrusor yang overaktif akan merasakan kontraksi detrusor yang lebih
cepat dan lebih kuat sebelum VU terisi penuh
Penyebab:
Non neurogenik
- Inflamasi atau iritasi pada kandung kemih
- Proses menua : Kelemahan otot dasar panggul
- Idiopatik
Neurogenik
- Ssp yg menghambat kontraksi kandung kemih terganggu
- Kelainan neurologik akibat lesi suprapontin (stroke,parkinson)
- Trauma medulla spinalis
- Obat obatan
- Kelainan metabolik spt hipoksemia dan ensefalopati
Stress inkontinensia
-Terjadi akibat gangguan fungsi sfingter uretra sehingga urin keluar dari kandung
kemih manakala tekanan intra abdomen meningkat spt batuk atau bersin .
- Dikaitkan dengan kelemahan ligamen pubouretra dan dinding anterior vagina.
Penyebab:
- Prolaps Hipermobilitas uretra
- Perubahan posisi uretra dan kandung kemih
- Defisiensi intrinsik sfingter (kongenital)
20
-
7/29/2019 Lap D
21/38
- Denervasi akibat obat penghambat adrenagik alfa ,trauma bedah, radiasi .
- Predisposisi : obesitas , batuk kronik , trauma perineal, melahirkan pervaginam
,terapi radiasi keganasan
Overflow bladder
- Terjadi akibat retensi urin pada kandung kemih yg mengalami distensi (peregangan).
- Urin mengisi kandung kemih sampai tercapai kapasitas maksimal kandung kemih,
selanjutnya urin yg tidak dapat tertampung lagi keluar melalui uretra.
Penyebab:
- Menurunnya kontraksi kandung kemih sekunder akibat obat obatan
yg merelaksasi otot detrusor kandung kemih
- Denervasi pada detrusor akibat kelainan neurologis yang
mempengaruhi inervasi kandung kemih
- Obtruksi aliran urin akibat Pembesaran prostat,impaksi feses. Striktur
uretra,kontraksi uretra akibat agonis adrenegik alfa.
- Obtruksi anatomik pada perempuan prolapspelvis dan distorsi uretra
- Neuropati diabetes melitus
Fungsional
- Terjadi pada orang usia lanjut yg tidak mampu atau tidak mau mencapai toilet pada
waktunya
- Faktor penyebab dapat mengeksaserbasi tipe lain
- Memiliki kelainan saluran kemih bagian bawah seperti hiperaktivitas detrusor
Penegakan diagnosis
1. anamnesia tambahan
Adanya inkontinensia, berat ringannya, lamanya, tingkat ketergantungan,
dan adanya prolaps
Pengaruh terhadap hubungan sebelumnya
Terapi sebelumnya, konservatif, medik, dan operasi yang berkaitan dengan
sistem saluran kemih dan saluran cerna (rektum)
Lingkungan sosial, kultur, dan fisik
Status mental
21
-
7/29/2019 Lap D
22/38
Fungsi kognitif
Kecacatan keterbatasan bergerak, gangguan pengluhatan, gangguan
pendengaran
Penyakit-penyakit yang menyertai geriatri
Riwayat pengobatan
Riwayat merokok, minum alkohol, konsumsi kopi
2. pemeriksaan tambahan
Pemeriksaan laboratorium : serum kalsium, vitamin D, kadar gula darah
urinalisis
Pemeriksaan fungsi ginjal
sistometrografi
Stress testing
Post-voidal measurement
Urodynamic
Catatan miksi Minta pasien untuk miksi:
Volume miksi ?
Volume miksi residu, > 100mL adanya
indikasi overflow inkontinensia
Pemeriksaan abdomen Organomegali: menyebabkan tekanan
intraabdomen, indikasistress incontinence
Pemeriksaan Pelvis Apakah tedapat tanda-tanda:
Infeksi
Inflamasi
Atrofi
Divertikula uretra
Bimanual Vaginal discharge?
kontraksi vaginal kontraksi m.
levator ani urin mudah keluar
Rectal toucher Tonus sfingter anal menurun
Impaksi feses
Lesi rectum
22
-
7/29/2019 Lap D
23/38
USG traktus urinarius
Radiograpgy (cystography)
Chest X-ray
ECG
Patofisiologis
Manifestasi Klinis
mengompol, mengalami dampak psikis yaitu enggan untuk keluar rumah dan menarik diri
karena minder.
Tatalaksana
o Modalitas suportif nonspesifik :
- edukasi
23
-
7/29/2019 Lap D
24/38
- memakai subtitusi toilet
- manipulasi lingkungan
- pakaian tertentu dan pads
- modifikasi intake cairan dan obat
o Intervensi behavioral
- bergantung pasien : latihan otot pelvis, bladder training, bladder retraining
- bergantung caregiver : penjadwalan miksi, latihan kebiasaan, prompted voiding, obat-
obatan (relaksan kandung kemih, agonis alfa, antagonis alfa, estrogen, periuretral infeksi,
operasi, peralatan mekanik, kateter)
Tabel 2. Terapi primer untuk berbagai tipe inkontinensia urine
Tipe inkontinensia Terapi primer
Stres
Urgensi
Overflow
Fungsional
- latihan Kegel
- Agonis adrenergik alfa
- Estrogen
- Injeksi periuretral
- Operasi bagian leher
kandung kemih
- Relaksan kandung
kemih
- Estrogen
- Bladder training
- Operasi untuk
menghilangkan sumbatan
- Bladder training- Kateterisasi intermitten
- Kateterisasi menetap
- Intervensi behavioral
- Manipulasi lingkungan
- Pads
Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV Halaman 1397
24
-
7/29/2019 Lap D
25/38
o Pada skenario,diketahui mengalami inkontinensia urine tipe urgensi. Sehingga
penatalaksanaan primer yang dapat dilakukan berdasarkan tabel di atas adalah pemberian
relaksan kandung kemih, estrogen, dan bladder training.
o Bladder training merupakan salah satu terapi yang efektif di antara terapi
nonfarmakologis lainnya. Tujuan terapi adalah memperpanjang interval berkemih yang
normal dengan teknik distraksi atau teknik relaksasi sehingga frekuensi berkemih adalah
6-7 kali per hari atau 3-4 jam sekali. Namun, untuk melakukan bladder training
diperlukan motivasi yang kuat dari pasien.
oLatihan otot dasar panggul juga merupakan terapi yang efektif untuk inkontinensia
tipe urgensi. Latihan dilakukan 3-5 kali sehari dengan 15 kontraksi dan menahan hingga
10 detik.
oObat-obatan yang dapat diberikan untuk tatalaksana inkontinensia tipe urgensi antara
lain antikolinergik seperti oksibutinin dan tolterodin. Pemberian dosis 4 mg 1 kali sehari
dapat meminimalkan efek samping seperti xerostomia, xeroftalmia, konstipasi, gangguan
penglihatan, sedatif, retensi urine, insomnia, takikardia, ortostatis, kebingungan, dan
delirium. Mekanisme kerjanya adalah dengan merelaksasikan otot kandung kemih
sehingga diharapkan dapat menunda berkemih.
o Pembedahan
Merupakan jalan terakhir bila obat-obatan juga tidak menghentikan inkontinensia urin.
Konsultasi dengan bagian ilmu kebidanan dan bagian bedah urologi
Pada kasus :
1. Untuk inkontinensia urgensi
Terapi perilaku bladder training untuk memperpanjang interval
miksi
Diantar ketika hendak ke toilet
Membuat catatan berkemih
Terapi farmakologis menggunakan muscle relaxant (Flavoxate), chalcium
channel blocker (diltiazem, nifedipine), kombinasi muscle relaxant dan
antikolinergik (oxybutynin, tolterodine, dicyclomine), antidepresan trisiklik
(doxepine, imipramine)
2. Untuk inkontinensia stress
25
-
7/29/2019 Lap D
26/38
Pengurangan berat badan
Latihan otot dasar panggul (Kegel)
Cap device menutupi meatus uretra/kateter kondom/penile clamps
Farmakologis (phenylpropanolamine, pseudoephedrine, estrogen)
Terapi bedah jika terdapat hipermobilitas uretra
Edukasi
Karena ibu neny mengalami obesitas dimana obersitas merupakan faktor predisposisi
terjadinya inkontinensia urin, maka kita perlu menyarankan diet sehat hitung kalori dan
olahraga untuk mengatasi obesitas.Ibu neny juga mengalami osteoporosis, untuk itu kita juga menyarankan makanan tinggi
kalsium (sayur hijau) disertai olahraga untuk kesehatan tulang
OSTEOPOROSIS
DEFINISI
Penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas massa tulang dan
perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang mudah rapuh dan mudah patah
FAKTOR RISIKO
Factor risiko osteoporosis
Umur
Tiap peningkatan 1 dekade, risiko meningkat 1,4 -1,8
Genetik
Etnis
Seks
Riwayat keluarga
Lingkungan
Defisiensi kalsium
Aktivitas fisik kurang
Obat-obatan
Merokok, alcohol
26
-
7/29/2019 Lap D
27/38
Risiko terjatuh yang meningkat
Hormonal dan penyakit kronik
Defisiensi estrogen, androgen
Tirotoksikosis, hiperparatiroidisme primer, hiperkortisolisme
Penyakit kronik
Sifat fisik tulang
Densitas (massa)
Ukuran dan geometri
Mikroarsitektur
Komposiss
Faktor Risiko Fraktur Panggul
TerjatuhPenurunan respons protektif
- Kelainan neuromuscular
- Gangguan penglihatan
- Gangguan keseimbangan
Gangguan penyediaan energy
- Malabsorpsi
Peningkatan fragilitas tulang- Densitas massa tulang rendah
- Hiperparatiroidisme
PATOGENESIS
PENDEKATAN KLINIS
27
-
7/29/2019 Lap D
28/38
1) Anamnesis
- Keluhan utama
- Factor lain: fraktur pada trauma minimal, imobilisasi lama, penurunan tinggi
badan, kurangnya paparan sinar matahari, asupan kalsium, fosfor dan vitamin D,
latihan yang teratur yang bersifat weight-bearing.
- Obat-obatan yang diminum dalam jangka panjang
- Alkohol dan merokok
2) Pemeriksaan Fisik
Pengukuran tinggi dan berat badan, gaya berjalan pasien, deformitas tulang, leg-length
inequality, nyeri spinal dan jaringan parut pada leher
3) Pemeriksaan Biokimia Tulang
Kalsium total dalam serum, ion kalsium, kadar fosfor serum, kalsium urin, fosfat urin,
osteokalsin serum, piridolin urin dan bila perlu hormone paratiroid dan vitamin D
4) Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologic untuk menilai massa tulang sangat tidak sensitive. Gambaran
radiologic yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekular
yang lusen. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran
picture-frame vertebra.
a. Vertebra
Gambaran osteoporosis pada foto polos akan menjadi lebih radiolusen tetapi baru
terdeteksi setelah penurunan massa tulang sekitar 30%.
b. Femur proksimal
Bagian ujung proksimal tulang femur terdiri dari trabekula tulang yang tersusun
dalam 2 lengkung yang saling menyilang.
Trabekula di proksimal femur dapat dilihat dengan baik bila dibuat rontgenogram
pada daerah hip (leher femur) dengan menggunakan exposure yang adekuat agar
dapat melihat detil makroskopis arsitektur susunan trabekulanya.
c. Metakarpal
Resorpsi pada korteks tulang dapat tampak di 3 tempat spesifik yaitu permukaan
endosteal, intrakortikal dan periosteal.
d. Skintigrafi tulang
28
-
7/29/2019 Lap D
29/38
Skintigrafi tulang dengan menggunakan technetium-99m yang dilabel pada metilen
difosfonat atau hidroksimetilen difosfonat, sangat baik untuk menilai metastasis pada
tulang, tumor primer pada tulang, ostiomielitis dan nekrosis aseptic. Diagnosis
ditegakkan dengan mencari uptake yang meningkat, baik secara umum maupun
secara local.
5) Pemeriksaan densitas massa tulang
Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan risiko fraktur. Berbagai
metode yang dapat digunakan untuk menilai densitas tulang adalah single-photon
absorptiometry (SPA) dan single-energy X-ray absorptiometry (SPX) lengan bawah dan
tumit; dual-photon absorptiometri (DPA) dan dual-energy X-ray absorptiometry (DPX)
lumbal dan proximal femur; dan quantitative computed tomography.
Pemeriksaan densitometry untuk mengetahui densitas tulang pada osteoporotic dipakai
standar WHO
Normal > -1
Osteopenia
-
7/29/2019 Lap D
30/38
Estrogen (terapi sulih hormon)
Agen anti resorbtif (raloxphene, golongan biposfonat, calcitonin)
ISOLATED SYSTOLIC HYPERTENSION
a. Definisi
Hipertensi tekanan sistolik 140 mmHg dan tekanan diastolic 90 mmHg.
Isolated systolic hipertension hipertensi primer dimana tekanan sistolik ( 140
mmHg), sedangkan tekanan diastolic cenderung menetap atau sedikit ( 90 mmHg)
b. Epidemiologi
Terjadi pada 80% geriatri dengan usia 50 tahun
Prevalensi:
-
7/29/2019 Lap D
31/38
Perubahan keseimbangan antara vasodilatasi adrenergik beta dan vasokonstriksi
adrenergik alfa kecenderungan vasokontriksi peningkatan resistensi pembuluh
darah perifer dan tekanan darah
Peningkatan asupan dan penurunan sekresi
retensi NaPerubahanperubahandi atas bertanggung jawab terhadap peningkatan tekanan sistolik
yang disproporsional, penurunan curah jantung (cardiac output), penurunan denyut
jantung, penurunan kontraktilitas miokard, hipertrofi ventrikel kiri, dan disfungsi
diastolik penurunan fungsi ginjal dengan penurunan perfusi ginjal dan laju filtrasi
glomerulus.
Tatalaksana
Tujuan: Target terapi hipertensi sistolik terisolasi pada orang tua adalah untuk
mempertahankan tekana darah dibawah 140/80-85 mmHg
Short acting beta blocker
Ca channel antagonist (diltiazem)
Cegah stroke antikoagulan coumadin
Mengembalikan ritme sinus
antikoagulasi Implantasi pacemaker
Implantable cardiomaker defibrillator
Lifestyle berhenti merokok, penurunan BB yang berlebihan,
berhenti/mengurangi asupan alcohol, mengurangi asupan garam, perkaya diet buah-
buahan, sayuran, dan diet rendah lemak.
ATRIAL FIBRILASI
Definisi
Merupakan suatu atrial tachycardia yang umum. Pada atrial fibrillation beberapa signal
listrik yang cepat dan kacau "menyala" dari daerah-daerah yang berbeda di atria, dari pada
hanya dari satu daerah pemacu jantung di SA node. Signal-signal ini pada gilirannya
menyebabkan kontraksi ventricle yang cepat dan tidak beraturan .
Klasifikasi
Klasifikasi FA berdasarkan ada tidaknya penyakit jantung yang mendasari
31
-
7/29/2019 Lap D
32/38
- Primer : bila tidak ditemukan kelainan struktur jantung dan kelainan sistemik
yang dapat menimbulkan aritmia.
- Sekunder : bila tidak ditemukan kelainan struktur jantung tetapi ada kelainan
sistemik yang menimbulkan aritmia.
Klasifikasi FA berdasarkan waktu timbul & kemungkinan keberhasilan konversi
ke irama sinus
- Paroksismal, bila FA berlangsung kurang dari 7 hari, berhenti dengan
sendirinya tanpa intervensi pengobatan atau tindakan apapun.
- Persisten, bila FA menetap lebih dari 48 jam, hanya dapat berhenti dengan
intervensi pengobatan atau tindakan.
- Permanen, bila FA berlangsung lebih dari 7 hari, dengan intervensi
pengobatan FA tetap tidak berubah.
FA dapat pula di bagi menjadi FA akut (bila < 48 jam) dan FA kronik (bila > 48
jam).
Etiologi
Stress hemodinamik tekanan intra-atrial, Ex: penyakit katup mitral atau
trikuspid, disfungsi ventrikel kiri, hipertensi sistemik atau pulmonal, tumor atau
trombus intracardiac
Iskemi atrial ex: CAD
Inflamasi ex: myokarditis dan perikarditis karena Collagen vascular disease,
infeksi virus dan bakteri, bedah cardiac, esofagus, torax.
Obat-obatan stimulan, alkohol, kokain
Penyakit paru embolisme paru dan pneumonia
Penyakit endokrin hipertiroid dan pheochromocytom
Neurologis perdarahan subarachnoid dan stroke
Familial
Faktor risiko
Meningkatnya usia
Laki-laki
insidensi lebih tinggi pada ras kulit putih
PJK
32
-
7/29/2019 Lap D
33/38
Tekanan darah tinggi
CHF
Penyakit katup jantung
Hipertiroidisme
Penyakit paru (asthma,emphysema,COPD)
Pericarditis
Emboli paru
Alkoholism
Penyakit jantung kongenital
Merokok
Manifestasi Klinis
Asimptomatis
Gejala: pslpitasi, sensasi denyut jantung yang cepat dan iregular
Pingsan
Kelemahan, sesak napas, nyeri dada, edema
Gejala-gejala penyakit penyebab
Tatalaksana
1. Mengembalikan irama ke sinus dan mempertahankannya
Farmakologis: obat antiaritmia
o efek pada action potentials individual cell
o lebih dari satu efek pada action potentials
o Amiodarone efek class I, II, III, IV
o Sotalol aktifitas - blockade( class II )
o efek memperpanjang action potentials ( class III )
DC cardioversi
Dilakukan pada AF yang tidak stabil
Prosedur invasif
o Dirusak dengan energi radiofrekuensi pulmonary vein isolation
33
-
7/29/2019 Lap D
34/38
o Corridor operation isolasi serat jaringan yang menghubungkan
SA node dan AV node
Maze III operation diperlukan CPB dan cardioplegic circulatory arrest
2.Mengontrol frekuensi respon ventrikel
Short acting beta blocker
Ca channel antagonist (diltiazem)
3.Mencegah terjadinya tromboemboli sistemik
antikoagulan (acetyl salicilyc acid)
4.Lifestyle
menurunkan berat badan jika ada kegemukan, mengurangi minum alcohol,
meningkatkan aktivitas fisik aerobik, mengurangi asupan garam, mempertahankan
asupan kalium yang adekuat, mempertahankan asupan kalsium dan magnesium
yang adekuat, menghentikan merokok, mengurangi asupan lemak jenuh dan
kolesterol
OBESITAS
Definisi
Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang
berlebihan.
Etiologi & Faktor Risiko
Terjadinya obesitas melibatkan beberapa faktor:
Faktorgenetik
Anggota keluarga tidak hanya berbagi gen, tetapi juga makanan dan kebiasaan gaya
hidup, yang pada akhirnya dapat mendorong terjadinya obesitas. Seringkali sulit untuk
memisahkan faktor gaya hidup dengan faktor genetik. Penelitian terbaru menunjukkan
bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan
seseorang.
Faktor lingkungan
34
http://id.wikipedia.org/wiki/Genetikhttp://id.wikipedia.org/wiki/Genetik -
7/29/2019 Lap D
35/38
Faktor lingkungan ini meliputi perilaku/pola gaya hidup (misalnya apa yang dimakan dan
berapa kali seseorang makan serta bagaimana aktivitasnya)
Faktorpsikis
Apa yang ada di dalam pikiran seseorang bisa mempengaruhi kebiasaan makannya.
Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan makan.
Faktor kesehatan
Beberapa penyakit bisa menyebabkan obesitas, diantaranya:
o Hipotiroidisme
o Sindroma Cushing
o Sindroma Prader-Willi
o Beberapa kelainan saraf yang bisa menyebabkan seseorang banyak makan.
Obat-obatan.
Obat-obat tertentu (misalnya steroid dan beberapa anti-depresi) bisa menyebabkan
penambahan berat badan.
Faktor perkembangan
Penderita obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak, bisa memiliki
sel lemak sampai 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang yang berat badannya
normal. Jumlah sel-sel lemak tidak dapat dikurangi, karena itu penurunan berat badan
hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi jumlah lemak di dalam setiap sel.
Aktivitas fisik
Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab utama dari
meningkatnya angka kejadian obesitas di tengah masyarakat yang makmur. Orang-orang
yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori. Seseorang yang cenderung
mengkonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang,
akan mengalami obesitas.
Manifestasi Klinis
Penimbunan lemak yang berlebihan dibawah diafragma dan di dalam dinding dada
menekanparu-paru gangguan pernafasan dan sesak nafas (meskipun
penderita hanya melakukan aktivitas yang ringan)
Gangguan pernafasan bisa terjadi pada saat tidur sleep apnea sehingga pada
siang hari penderita sering merasa ngantuk.
35
http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Psikis&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Steroid&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Depresihttp://id.wikipedia.org/wiki/Fisikhttp://id.wikipedia.org/wiki/Diafragmahttp://id.wikipedia.org/wiki/Paru-paruhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Psikis&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Steroid&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Depresihttp://id.wikipedia.org/wiki/Fisikhttp://id.wikipedia.org/wiki/Diafragmahttp://id.wikipedia.org/wiki/Paru-paru -
7/29/2019 Lap D
36/38
Obesitas masalah ortopedik: termasuk nyeri punggung bawah dan
memperburuk osteoartritis (terutama di daerah pinggul, lutut dan pergelangan
kaki)
Obesitas
permukaan tubuh yang relatif lebih sempit dibandingkan dengan beratbadannyapanas tubuh tidak dapat dibuang secara efisienmengeluarkan
keringat yang lebih banyakkulit lembab faktor redisposisi kelainan kulit
Sering ditemukan edema (pembengkakan akibat penimbunan sejumlah cairan) di
daerah tungkai dan pergelangan kaki.
Tatalaksana
Terapi diet. Terapi diet bertujuan untuk membuat defisit 500-1000 kcal/hari.
Aktivitas fisik. Pasien dapat memulai aktivitas fisik dengan berjalan selama 30 menit
dengan jangka waktu 3 kali seminggu dan dapat ditingkatkan intensitasnya selama 45
menit dengan jangka waktu 5 kali seminggu.
Terapi perilaku. Yang harus diawasi adalah kebiasaan makan, aktivitas fisik,
manajemen stres, stimulus control, pemecahan masalah, contigency management,
cognitive restructuring, dan dukungan sosial.
Farmakoterapi. Sibutramine dan orlistat dapat digunakan untuk membantu
menurunkan berat badan.
Terapi bedah. Terapi ini hanya diberikan untuk pasien obesitas dengan BMI >40 atau
>35 dengan kondisi komorbid.
36
-
7/29/2019 Lap D
37/38
MENOPAUSE
Definisi
Menopause adalah berhentinya siklus menstruasi secara teratur akibat turunnya
produksi estrogen oleh ovarium.
Berhentinya menstruasi (sekret fisiologik darah dan jaringan mukosa serta
bersiklus yang melalui vagina dari uterus tidak hamil, dibawah pengendalian hormon).
Merupakan suatu bagian dari proses menua yang irreversible dan melibatkan sistem
reproduksi wanita.
Dimulai setelah 12 bulan sejak menstruasi terakhir dan ditandai dengan
berlanjutnya gejala vasomotor dan gejala urogenital seperti keringnya vagina dan
Merupakan satu peristiwa dalam klimakterium, yaitu fase fisiologis yang terjadi
jika fungsi ovarium telah mengalami regresi.
Etiologi
Penurunan fungsi ovarium.
Ooforektomi bilateral pada setiap usia setelah menarche juga dapat menimbulkan
gejala-gejala seperti menopause.
Epidemiologi
Semua wanita akan mengalami menopause.
Biasa terjadi pada usia 45-52 tahun.
Manifestasi klinis
Amenorrhea
Hot flushes(panas pada kulit wajah dan leher)
Berdebar-debar
Sakit kepala, vertigo
Tangan dan kaki terasa dingin
Mudah tersinggung
Cemas, gelisah, depresi
Insomnia
Keringat waktu malam
Pelupa, sulit berkonsentrasi
37
-
7/29/2019 Lap D
38/38
Cepat lelah
Penambahan berat badan
Dispareuni
Tatalaksana
Pada kasus : Tidak diperlukan penatalaksanaan khusus jika tidak terdapat gejala saat
premenopause yang sangat mengganggu seperti hot flushes, berkeringat banyak, jantung
berdebar-debar, rasa nyeri dan tidak nyaman pada payudara, rasa panas, PUD, dan
gangguan psikis. Jika saat terjadinya premenopause terdapat gejala-gejala tersebut, dapat
dipertimbangkan untuk melakukan terapi sulih hormon.
Karena menopause berhubungan dengan peningkatan berat badan akibat kompensasi
tubuh dengan peningkatan sel lemak karena penurunan estrogen, diperlukan management
yang baik untuk mencegah peningkatan berat badan yang berlebihan misalnya dengan
diet yang seimbang dan melakukan aktivitas/gerak secara rutin.
Karena rendahnya kadar estrogen pada wanita post menopause dapat memicu terjadinya
osteoporosis, sebaiknya diberikan terapi estrogen sebagai prevensi.
Tabel 8. Preparat estrogen untuk prevensi osteoporosis