Lampiran IV Pokok Bahasan Work Shop

20
WORKSHOP “FROM DESIGN TO MAINTENANCE OF LONG LIFE PAVEMENT/PERPETUAL PAVEMENT” JAKARTA, 1-3 APRIL 2014 Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2010 -1013 tumbuh rata rata 5,9% banyak dipengaruhi oleh sektor Retail dan konsumsi, sektor pertambangan dan sektor perkebunan, kedepan ketiga sektor tersebut sudah tidak dapat dijadikan lokomotif pertumbuhan ekonomi kembali. Pertumbuhan ekonomi kedepan akan sangat tergantung dari tiga faktor kunci yakni daya saing, inovasi dan kualitas sumber daya manusia (SDM) . Untuk meningkatkan daya saing diperlukan 12 pilar. Kedua belas pilar tersebut dikelompokkan menjadi 3 faktor; faktor pertama meliputi basic requirement (seperti kelembagaan, infrastruktur, kondisi macro ekonomi yang stabil, kesehatan dan pendidikan dasar); faktor kedua merupakan faktor pendorong efisensi yang meliputi pendidikan tinggi dan pelatihan, efisiensi pasar barang, efisiensi pasar tenga kerja, pengembangan pasar keuangan, kesiapan teknologi, dan skala pasar; faktor ketiga merupakan faktor pendorong inovasi yang meliputi sopistikasi dan inovasi. Untuk meningkatkan daya saing, di subsektor jalan dalam 5 tahun kedepan (RENSTRA 2015- 2019) Pemerintah akan menginvestasikan dana untuk penyelenggaraan jalan sebesar Rp 800 Trilliun (belum termasuk Dana daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota), dimana Rp 200 trilliun dari Kerjasama Pemerintah Swasta, Rp 200 trilliun untuk 1 Lampiran IV Surat Ketua Umum HPJI No : UM.26/DPP-HPJI/III/2014 Tanggal : 4 Maret 2014

Transcript of Lampiran IV Pokok Bahasan Work Shop

Page 1: Lampiran IV Pokok Bahasan Work Shop

WORKSHOP “FROM DESIGN TO MAINTENANCE OF LONG LIFE

PAVEMENT/PERPETUAL PAVEMENT” JAKARTA, 1-3 APRIL 2014

Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2010 -1013 tumbuh rata rata 5,9% banyak

dipengaruhi oleh sektor Retail dan konsumsi, sektor pertambangan dan sektor

perkebunan, kedepan ketiga sektor tersebut sudah tidak dapat dijadikan

lokomotif pertumbuhan ekonomi kembali. Pertumbuhan ekonomi kedepan akan

sangat tergantung dari tiga faktor kunci yakni daya saing, inovasi dan

kualitas sumber daya manusia (SDM). Untuk meningkatkan daya saing

diperlukan 12 pilar. Kedua belas pilar tersebut dikelompokkan menjadi 3 faktor;

faktor pertama meliputi basic requirement (seperti kelembagaan, infrastruktur,

kondisi macro ekonomi yang stabil, kesehatan dan pendidikan dasar); faktor

kedua merupakan faktor pendorong efisensi yang meliputi pendidikan tinggi

dan pelatihan, efisiensi pasar barang, efisiensi pasar tenga kerja, pengembangan

pasar keuangan, kesiapan teknologi, dan skala pasar; faktor ketiga merupakan

faktor pendorong inovasi yang meliputi sopistikasi dan inovasi. Untuk

meningkatkan daya saing, di subsektor jalan dalam 5 tahun kedepan (RENSTRA

2015- 2019) Pemerintah akan menginvestasikan dana untuk penyelenggaraan

jalan sebesar Rp 800 Trilliun (belum termasuk Dana daerah Propinsi dan

Kabupaten/Kota), dimana Rp 200 trilliun dari Kerjasama Pemerintah Swasta, Rp

200 trilliun untuk membantu meningkatkan jalan daerah, Rp 400 trilliun untuk

jalan nasional (termasuk jalan bebas hambatan non PKS). Walaupun terjadi

peningkatan anggaran hampir 4 kali lipat dari renstra 2010-2014, antara

demand dan suplay masih akan terjadi backlog, karena meningkatnya jumlah

perjalanan, angkutan barang, dan kendaraan jauh lebih besar dibandingkan

dengan meningkatnya jumlah anggaran. Untuk mengatasi permasalahan backlog

1

Lampiran IV Surat Ketua Umum HPJI No : UM.26/DPP-HPJI/III/2014Tanggal : 4 Maret 2014

Page 2: Lampiran IV Pokok Bahasan Work Shop

tersebut, hampir semua negara maju melakukan efisiensi dan inovasi dengan

merubah strategi penyelenggaraan jalan mulai dari merubah umur desain jalan

baru atau peningkatan dari berumur pendek (fleksibel 10 tahun dan rigid 20

tahun) menjadi desain jalan berumur panjang/ long life pavement/perpetual

pavement (fleksibel 20 tahun sampai 40 tahun , rigid 40 tahun), merubah sistem

pemeliharaan jalan dari sistem pemeliharaan reaktif menjadi sistem

pemeliharaan preventif dengan melakukan pelestarian /preservasi terhadap

jalan yang didesain berumur panjang tersebut sehingga umur jalan menjadi

tambah panjang berkisar 40- 50 tahun lebih dan kondisi perkerasan masih dalam

kondisi baik.

Didalam konsep Perpetual Flexible Pavement strain pada bagian bawah tidak

lebih dari 100 µɛ diperlukan perubahan paradigma didalam campuran aspal

panas mulai dari Asphalt Treated Base, AC Binder, dan AC WC, menjadi

Lapisan bawah /AC-Base (base layer):

Tahan kelelahan atau fatique dan tahan terhadap pengelupasan karena

terendam air (water striping). Syarat tahan water stripping ini sangat penting

karena lapisan aspal ini sering terendam banjir atau air tanah, sehingga rawan

terhadap water striping. Untuk itu lapisan ini harus tahan terhadap water

stripping, karena hal ini akan secara drastis menurunkan kekuatan struktur

lapisan.

Selain itu disarankan pula rongga udara (air void) campuran aspal harus

rendah yaitu sekitar 2-3%. RBL (Rich Bottom Layer), campuran yang kaya

aspal harus sesuai dengan kriteria tersebut. Pada kondisi normal, pemakaian

aspal standar biasanya sudah mencukupi. Tetapi pada ruas jalan sangat berat

(overload) pemakaian aspal modifikasi untuk mendapatkan FEL (Fatigue

2

AC –WC (12,5 mm) (4,3-5,1%)

AC-BC (19 mm) (4-4,3%)

AC –BASE (25 mm)(3,5-4%)

-SMA, OGFC or Surface

High Modulus

Rut Resistant Material

Flexible Fatigue Resistant Material

PONDASI (Unbounding/Bounding)PONDASI (Unbounding/Bounding)

Max Tensile Strain

KONSEP

PERPETUAL PAVEMENT DESIGN

KONSEP

CONVENTIONAL PAVEMENT DESIGN

Page 3: Lampiran IV Pokok Bahasan Work Shop

Endurance Limit) yang lebih tinggi perlu dipertimbangkan.Sesuai kriteria

desain PP, tensile strain pada bagian bawah lapisan ini beban maksimumnya

harus lebih kecil dari FEL campuran yang digunakan. Makin tinggi FEL

campuran, berarti kemampuan badan jalan untuk menahan beban akan

meningkat pula. Untuk mencapai kepadatan tersebut, lapisan ini menjadi

sangat krusial dibandingkan dengan desain sebelumnya. Salah satu prasyarat

untuk mencapai kondisi ini adalah kekuatan dan homoginitas dari tanah

pondasi (Subgrade).

Lapisan tengah (intermediate layer)

Disyaratkan memiliki modulus –rutt resistance layer (RRL) yang tinggi untuk

mendukung kekuatan struktur. Lapisan ini akan menerima beban yang lebih

tinggi dibandingkan base layer, tapi pengaruh air dari lingkungan sekitar lebih

kecil. Dibandingkan wearing, lapis ini lebih tidak terekpos terhadap perubahan

temperatur lingkungan dan tidak langsung megalami shear stress. Beban

utama yang bekerja pada lapis ini adalah compresive stress, karena itu

lapisan ini disebut juga “high compresive stress zone”. Karena fungsi tersebut,

syarat utama dari lapis ini adalah campuran yang mempunyai ketahanan

terhadap rutting yang tinggi (high rutt resistance mix). Untuk lapisan ini

direkomendasikan untuk dipakai dense graded mix. Jika pada lalu lintas

normal bisa dipakai reguler binder, untuk lalu lintas berat direkomendasikan

memakai aspal modifikasi.

Lapisan aus (wearing layer).

Syaratnya kedap air, durabel dan tahan aus (wear resistance). Campuran SMA

(Split Mastic Asphalt) sangat direkomendasikan untuk lapisan ini. Lapisan aus

adalah bagian yang paling banyak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan

(perubahan temperatur, terpapar UV dan air hujan) dan langsung kontak

dengan roda kendaraan. Selain tahan kelelahan atau fatique dan tahan

rutting, lapisan ini juga harus tahan oksidasi dan tahan water stripping.

Persyaratan lain adalah mempunyai kekesatan yang baik, agar lebih aman

untuk pengendara. Perkerasan SMA adalah jenis yang paling banyak

direkomendasikan sebagai lapisan ini, karena memenuhi kriteria tersebut.

Di samping SMA, OGFC (Open Graded Friction Course) juga banyak digunakan,

karena lapisan ini mampu mengalirkan air dan mengurangi genangan,

sehingga mengindari kabut atau spash saat hujan. Lapisan ini juga mampu

menurunkan kebisingan secara signifikan.

3

Page 4: Lampiran IV Pokok Bahasan Work Shop

Perkerasan fleksibel baru berumur 5 tahun sudah terjadi kerusakan (di pantura).

Perkerasan fleksibel berumur 25 tahun masih dalam kondisi baik sekali (di california)

Ada 3 persoalan besar yang dihadapi konstruksi flexible (khususnya aspal) di Indonesia : Rutting, dapat disebabkan lapisan

base dan sub base yang mengalami deformasi atau disebabkan karena aspal sebagai binder dalam campuran aspal panas mempunyai sifat visco elastis.

Fatique, terjadi karena lapisan aspal panas tidak dapat menahan beban akibat terjadinya deformasi pada lapisan base dan base, atau repetisi beban kendaraan/penuaan aspal.

Stripping / Aging, atau pelepasan ikatan butiran agregat dari campuran aspal (perkerasan) yang disebabkan fungsi aspal sebagai bahan pengikat butiran tidak dapat berfungsi maksimal khususnya pada saat campuran aspal dalam kondisi basah.

Dibanyak negara khususnya yang lalu lintasnya padat dan beban axle berat

pengujian aspal diganti dari Pen grade test dengan Superpave Performance

Graded (PG) Asphalt Binder dengan melakukan bumping grade, bahkan

disempurnakan lagi dengan multiple Stress Creep Recovery (MSCR) test. Untuk

pengujian campuran aspal panas dengan Marshall Test hanya digunakan untuk

mengetahui kadar aspal optimum, sedangkan untuk pengujian rutting digunakan

4

Page 5: Lampiran IV Pokok Bahasan Work Shop

Stabilitas Dinamis (Whell Tracking Test), untuk fatique digunakan Test

Fatique dan Triaksial Test dengan alat UTM, dan uji anti striping.

Untuk long life rigid Pavement dalam report NCHRP 1-32, memberikan panduan

terhadap pemilihan tipe rigid pavement yang disesuaikan dengan kepadatan dan

beban lalu lintas. Untuk jalur jalur yang lalu lintasnya padat lebih dari 6 juta

ESALs dan beban kendaraan berat seperti di Pantura NCHRP memberi pilihan

pada tipe Continous Reinforced Concrete Pavement (CRCP) dengan model Illinois

(1layer) atau model Texas (2 layer), perubahan JPCP menjadi CRCP akan

menaikkan biaya perkerasan + 20%, namun kalau dilihat dari Life Cycle Cost

(LCC) kenaikan ini akan jauh lebih ekonomis karena umurnya lebih dari 25 tahun

untuk flexible dan 50 tahun untuk rigid.

Pedoman seleksi type perkerasan menurut NCHRP 1-32

Baik perkerasan flexible mapupun rigid, kedua duanya memerlukan sub

grade, dan pondasi yang kuat dan sistem drainase yang baik. Untuk

mendapatkan sub grade yang kuat banyak yang menggunakan stabilisasi

tanah dasar baik dengan semen, kapur dan bahan kimia lainnya, sedangkan

untuk pondasi banyak yang menggunakan bounding dengan semen atau

aspal. Sedangkan sistem drainase yang baik adalah terjaminnya air segera

keluar dari perkerasan sehingga tidak merusak subgrade.

5

Page 6: Lampiran IV Pokok Bahasan Work Shop

Illinois One Layer Texas Two-Layers

Tipe Continous Reinforced Concrete Pavement

CRCP Setelah 25 tahun (terjadi retak)CRCP Setelah 50 tahun (terjadi

retak) di California

Pilihan perkerasan flexible atau rigid masing masing mempunyai keunggulan dan

kekurangan, penentuan apakah flexible atau rigid sangat dipengaruhi oleh

kondisi tanah, drainase, material, beban kendaraan, volume pekerjaan dan

kemampuan penyedia jasa setempat. Banyak kekeliruan yang dilakukan para

Perencana/ Pengambil Kebijakan Desain yang begitu melihat kerusakan

perkerasan flexible serta merta mengganti dengan perkerasan rigid (apalagi

perkerasan itu baru 2-4 tahun direkonstruksi), tanpa mau melakukan penelitian

sebab sebab terjadinya kerusakan. Banyak kerusakan perkerasan flexible

maupun rigid di Indonesia yang drainasenya buruk, pemadatan pondasinya

kurang, material banyak diganti dengan kualitas yang dibawah standar, metode

kerja yang tidak sesuai dengan kondisi lapangan dan lain sebagainya harus

menjadi pertimbangan dalam membuat keputusan sehingga keputusan tersebut

tidak membebani generasi berikutnya, karena perbaikan perkerasan rigid jauh

lebih mahal dibanding dengan perkerasan fleksibel.

6

Page 7: Lampiran IV Pokok Bahasan Work Shop

Merubah “Ancaman; Banjir,cuaca ekstrem, muatan lebih” menjadi

“Peluang Kebangkitan Teknologi Perkerasan di Indonesia”.

Kita ditakdirkan lahir dinegara tropis, kepulauan dan didaerah cincin api

sehingga curah hujanya tinggi, sering gempa bumi dan gunung meletus,dan

sistem kabinet yang penanganan transpotasinya tidak terintegrasi sehingga

tidak dapat menyelesaikan permasalahan muatan lebih, yang berujung pada

saling menyalahkan satu instansi dengan instansi lain sehingga energinya habis

untuk mencari alibi terhadap kerusakan jalan dan korbannya masyarakat

pengguna jalan yang tidak pernah merasakan jalan baik. Hujan lebat, cuaca

ekstrem didaerah tropis dan negara kepulauan adalah suatu hal yang lumprah

dan harus diterima para Ahli jalan di Indonesia karena itu sudah given dari

Tuhan, manusia diberi akal dan nalar untuk dapat mengatasinya. Makin tinggi

peradapan suatu bangsa makin baik bangsa tersebut menggunakan akal dan

nalarnya untuk bisa mengendalikan fenomena alamnya guna mensejahterakan

dan memakmurkan bangsanya, bukan menggunakan akal dan nalarnya untuk

menyerah, pasrah, dan menyalahkan apalagi menutupi ketidak mampuannya

dengan mengkambing hitamkan gangguan alam (hujan, cuaca ekstrem)

sehingga tenaga dan sumberdayanya akan habis yang akhirnya bangsa

tersebut tetap miskin. Tuhan tidak akan memberi kesejahteraan dan

kemakmuran tanpa bangsa itu sendiri mau mengubahnya. Seperti halnya

dinegara 4 musim yang setiap tahunnya jalanya juga digenangi salju berbulan

bulan, badai salju yang keringnya jauh lebih lama dibanding dengan genangan

yang terjadi di Indonesia, sehingga tidak ada alasan lain bagi ahli jalan

menyerah dan membiarkan jalan rusak dengan alasan hujan atau cuaca

ekstrem. Anggapan jalan aspal cepat rusak karena kehujanan dan kebanjiran

tidak selalu benar, ini bisa kita bandingkan dengan daerah yang ditimbun salju

bukankan yang tertimbun salju tergenang air ini juga jalan aspal kenapa tidak

rusak, apa bukan karena ahli jalan kita yang tidak dapat membuat jalan.

Anggapan jalan aspal yang cepat rusak terus beralih ke beton dengan

mengabaikan kaidah kaidah jalan beton juga keliru, jutru kalau tidak dilakukan

dengan benar akan mewariskan biaya perawatan yang tinggi. Memang dalam

jangka pendek (1 kali masa jabatan) terlihat baik karena jalan beton tidak

langsung rusak, namun setelah beberapa tahun sudah mulai patah dan untuk

perbaikannya diperlukan biaya yang sangat mahal.

7

Page 8: Lampiran IV Pokok Bahasan Work Shop

Jalan aspal yang tertutupi salju, berhari hari dan tidak terjadi kerusakan yang berarti

Sedangkan untuk muatan lebih, bukankah sejak kemerdekaan sampai sekarang

(69 tahun), kita belum bisa menyelesaikan muatan lebih, berapa banyak

pemborosan akibat para ahli jalan yang mengabaikan muatan lebih, dengan

teknologi yang ada kenapa tidak diakomodasi?, dan dihitung berapa %

tambahan investasi bila muatan lebih kita perhitungkan. Muatan lebih tidak

hanya terjadi di Indonesia, hampir semua negara berkembang yang sistem

jaringan transportasinya buruk juga terjadi muatan lebih. Di China didaerah

Pantai Timur, truck 5 exle dengan berat 115 Ton sudah menjadi pandangan yang

baiasa, toh bisa diatasi.

Muatan Lebih di China

Bahkan di China jalan jalan beton yang dibangun tahun 2000-an, dengan Joint

Plain Concrete Pavment yang dilalui kendaraan berat juga mengalami kerusakan

dan diganti dengan konsep Perpetual Pavemment baik dengan Flexible maupun

Continous Reinforced Concrete Pavement, bahkan karena produksi aspal dalam

negeri yang mencapai 18 juta ton mereka cenderung mengganti dengan

kontruksi flexible pavement.

8

Page 9: Lampiran IV Pokok Bahasan Work Shop

Perkerasan Rigid di China sebagian diganti dengan flexible

Hujan yang terus menerus,Cuaca ekstrem janganlah dijadikan alasan untuk

menutupi ketidak mampuan para ahli jalan di Indonesia dalam menggunakan

akal dan nalarnya dalam mebuat jalan yang baik, namun marilah kita

“jadikan peluang untuk mengembangkan teknologi perkerasan di

Indonesia”. Rasanya para Insan yang meklaim dirinya sebagai ahli jalan harus

malu melihat masyarakat melecehkan Para Ahli Jalan dengan menanam pohon

pisang dijalan yang kondisi rusak ,menulis dengan tulisan yang meledek,

menyebar krupuk di jalan karena mereka tidak habis pikir jalan dibiarkan rusak

berbulan bulan, jalan yang habis diperbaiki terkena hujan rusak kembali,

memasang rambu jalan dengan sangat primitif.

Perkembangan ilmu diluar jalan, seperti dunia kedokteran makin bisa

menyelesaiakan persoalan berbagai penyakit, di gedung makin tinggi gedung

yang bisa dibangun, dunia penerbangan makin menunjukkan efisiensinya (diluar

Bandara di Indonesia) , dunia telekomunikasi makin maju teknologinya sehingga

semua pelosok di Indonesia bisa dijangkau, namun dunia perkerasan jalan makin

lama makin terperosok dengan berbagai ledekan dari masyarakat pengguna

jalan dan sudah sampai titik nadir kalau kita mau bangkit.

9

Page 10: Lampiran IV Pokok Bahasan Work Shop

Masyarakat Protes Terhadap kineja Jalan Masyarakat Protes terhadap kinerja jalan

Masyarakat Protes terhadap kinerja dan rambu jalan (Kebun milik PU)

Masyarakat protes terhadap kekuatan perkerasan seperti krupuk

Jauh sebelum munculnya desain PP pada tahun 2000 telah muncul konsep

tentang phenomena Fatique Endurance Limit (FEL) yang dipostulatkan oleh

Monismith (1972). Menurutnya pada setiap hot mix tertentu ada satu angka

tensile strain ɛ¿σE

, yang bila terjadi tensile strain dibawah angka tersebut,

maka repetisi beban tidak akan menimbulkan akumulasi kerusakan. Fenomena

FEL tersebut mendapatkan justifikasi yang tepat bila dikaitkan dengan hasil audit

forensik yang dilakukan dalam rangka memahami long life pavement.

Study Monismith kemudian dilanjutkan oleh Capenter dan baru-baru ini

diteruskan oleh NCAT (National Center for Asphalt Technology-USA) dengan

memvariasikan berbagai grading dan jenis binder. Hasil study NCAT tersebut

disajikan pada grafik dibawah ini.

10

Page 11: Lampiran IV Pokok Bahasan Work Shop

Hasil Study NCAT : Fatique Endurance Limit

Masing masing campuran aspal panas dengan berbagai gradasi (dense, gap,

open graded) , berbagai jenis aspal (asphlat Pen 60/70, modifikasi SBS, crumb

Rubber, dll), berbagai kadar aspal (4-9%) akan menghasilkan karakteristik yang

berbeda beda. Salah satu contoh hasil test uji fatigue dengan berbagai gradasi

dan kadar aspal dengan tingkat kekerasan aspal menunjukkan bahwa makin

tinggi kadar aspal makin tahan terhadap fatigue. Untuk menghindari adanya

drain down aspal pda campuran aspal panas digunakan aspal dengan titik

lembek 76°C , dari hasil uji whell Tracking terjadi penurunan 1mm pada 4800

lintasan, lapisan tahan terhadap rutting.Dengan kandungan aspal yang tinggi

maka Bitumen Film Thickness sampai 26 µm sehingga campuran aspal panas

tahan terhadap stripping.

Tabel No:1 (hasil uji fatique )

11

Page 12: Lampiran IV Pokok Bahasan Work Shop

Dengan menggunakan berbagai aspal modifikasi China mencoba membuat

perkerasan dengan target 125 µɛ, bahkan sampai 200 µɛ mengakomodasi

muatan lebih didaerah daerah timur daratan China.

12

Page 13: Lampiran IV Pokok Bahasan Work Shop

Konsep Perpetual Pavement (Flexible) di China.

Sedangkan untuk perkerasan rigid dalam mengakomodasi long life pavement

dan muatan lebih dibeberapa negara mulai meninggalkan Joint Plain Concrete

Pavement (JPCP) dan mengganti dengan Continous Reinferced Conrete

Pavement (CRCP) diatas pondasi yang stabil dan sistem drainase yang baik.

Design Continous Reinferced Concrete pavement dengan umur rencana 40

tahun

13

Page 14: Lampiran IV Pokok Bahasan Work Shop

Kenapa Penyelenggaraan Jalan di Indonesia dinilai Bank Dunia dan INDII

mahal.

Konsep dasar penanganan jalan di Indonesia sekarang masih menganut sistem

pemeliharaan jalan REAKTIF, dimana jalan yang kondisinya baik dan sedang

ditangani pemeliharaan rutin sepanjang tahun dengan tujuan mempertahankan

kondisi yang ada. Beberapa institusi menerbitkan penutupan lubang maksimum

5 hari lubang di jalan sudah harus ditutup. Bila jalan dalam kondisi sedang yang

hampir rusak (nilai IRI di atas 7 s/d 8) ditangani dengan pemeliharaan berkala,

dan bila jalan dengan kondisi rusak ringan ( IRI 8 s/d 12) mendapat penanganan

berkala atau rekonstruksi, dan jalan dengan kondisi rusak berat (IRI di atas 12 )

harus ditangani dengan rekonstruksi. Mahalnya biaya penyelenggaraan pada

sistem Pemeliharaan REAKTIF tersebut dapat dilihat dari deterioration model

perkerasan, bila jalan sudah mulai lubang, retak kerusakannya akan cepat sekali

menurun dan dalam waktu singkat membutuhkan perbaikan yang sangat besar

(karena perlu pengembalian kondisi, perlu leveling, dan perlu overlay yang jauh

lebih tebal), bahkan karena kerusakannya besar sudah sampai lapisan pondasi

(namun IRI masih dibawah 8) perbaikannya sama dengan rekonstruksi.

Biaya Penanganan Pemeliharaan Rutin dan Berkala Jalan nasional yang dinilai Bank Dunia lebih harga Internasional .

Lain halnya bila penanganan dilakukan secara preventif perkerasan nilai

pelayananya masih baik (IRI dibawah 3), namun karena sudah ada gejala

penuaan, retak, atau sedikit rutting langsung ditangani dengan teknologi Fog

14

Page 15: Lampiran IV Pokok Bahasan Work Shop

Seals, Chip Seals, Slurry Seals, Micro-Surfacing, dan Thin Overlays yang biaya

berkisar Rp 150 juta – Rp 750 juta per KM (lebar 7,0 M). Dengan adanya

penanganan preventif tersebut penanganan biaya rutin hanya untuk pekerjaan

pembersihan selokan, rumput di bahu jalan dan sedikit patching akibat adanya

kerusakan oleh pemakai jalan (bukan oleh kegagalan konstruksi) sehingga biaya

pemeliharaan rutin berkisar Rp 25-30 juta /Km. Dengan demikian bila kita

mengacu pada sistem pemeliharaan preventif maka harga satuan

penyelenggaraan per Km akan sama dengan negara negara lain.

Pendekatan Sistem pemeliharaan Preventive

Tabel Nomor:2 Jenis Teknologi Penanganan Preservasi

Teknologi Preservasi Perkerasan Fleksibel Teknologi Preservasi Perkerasan Kaku Fog Seals Chip Seals Slurry Seals Micro-Surfacing Thin Overlays Profile Milling Crack Sealing Strain Alleviating Membrane (SAM) Strain Alleviating Membrane Interlayer

(SAMI) Fibre Reinforced Sprayed Seal (FRSS) Geotextile Reinforced Seal (GRS) Asphalt Pressure sensitive cold

patching

Joint resealing Crack sealing Diamond grinding Diamond grooving Undersealing Full-depth repair Partial-depth spall repair Load transfer restoration Subdrainage maintenance

Negara yang telah melaksanakan strategi penyelenggaraan jalan dengan

mengkombinasikan design long life pavement dan sistem pemeliharaan preventif

disamping dapat menurunkan biaya penyelenggaraan jalan pertahun

15

Preventif Trigger

Rehabilitation Trigger

Page 16: Lampiran IV Pokok Bahasan Work Shop

sebesar 30-40% dari sistem penyelenggaraan konvensional (disain umur 10-20

tahun dan sistem pemeliharaan reaktif yaitu sistem jalan setelah lobang/rusak

baru -ditangani), juga dapat meningkatkan pelayanan kepada pengguna jalan

(karena kondisi jalanya tidak pernah berlobang), serta menurunkan kecelakaan

akibat jalan rusak/berlobang, dan yang tidak kalah penting image Intitusi terjaga

dengan baik. Dan sisa dana dapat digunakan untuk menambah panjang

pembangunan jalan baru.

Dalam merespon design perkerasan umur panjang tesebut Bina Marga

telah mengeluarkan manual Perkerasan Jalan Nomor: 02/M/BM/2013

yang isinya Umur Rencana Perkerasan Jalan Lentur 20 tahun, dan

perkerasan kaku 40 tahun. Sedangkan beban yang digunakan adalah

beban aktual, sehingga kedapan tidak ada lagi perkerasan yang baru

dibangun 5-10 tahun rusak, dengan alasan overload, cuaca ekstrem

dan lain sebagainya. Sedangkan untuk konsep preservasi, walaupun telah

diamanatkan oleh Undang Undang sampai sekarang secara sistem masih belum

diaplikasikan, dan HPJI akan terus mendorongnya.

Untuk mendorong penerapan konsep tersebut di Indonesia, HPJI mengundang

pembicara Tommy E.Nantung PhD,PE, selaku Chairman of AASHTO, Staf Ahli

Menteri Indiana Departement of Transportation (InDOT) dan Pengajar S2 dan S3

di Purdue University untuk berbagi pengalaman pada waktu memulai dan

menjalankan program design long life pavement dan preservasi dengan para -

ahli Jalan Indonesia dalam Work Shop dengan topik bahasan “FROM DESIGN

TO MAINTENANCE OF LONG LIFE PAVEMENT” yang akan diselenggarakan

tanggal 1-3 April 2014. Topik bahasan dibagi dalam 2 tahap, tahap pertama hari

pertama jam 8:30–12:00 dengan topik “Infrastructure Programing and Long Life

Pavement Concept”, diperuntukkan bagi semua peserta dan para eksekutif di

Bina Marga maupun perusahaan.

Bahasan selanjutnya selama 3 hari akan dibahas detail konsep “Long Life

Pavement Design dan Pavement Preservation” yang akan diikuti para peserta

yang berminat mendalami konsep penanganan jalan tersebut. Dalam bahasan

akan mengambil Study Kasus penanganan jalan di Pantura Jawa yang

permasalahannya tak kunjung selesai mempunyai image yang kurang baik, yang

akan dilihat dilapangan tanggal 25 Maret 2014, dan hasilnya akan didiskusikan

pada waktu workshop.

Workshop ini akan bermafaat bagi birokrat yang menyelenggarakan jalan di

Indonesia baik sebagai penentu kebijakan, perencana, pelaksana maupun yang

bergelut dalam pemeliharaan jalan, bagi Konsultan Perencana, konsultan

16

Page 17: Lampiran IV Pokok Bahasan Work Shop

Supervisi dan Kontraktor yang berminat masuk dalam kontrak model Design &

Build, Performance Base Maintenance Contract, yang tahun tahun kedepan akan

banyak diterapkan di subsektor jalan, serta dosen dari beberapa Perguruan

Tinggi.

Ir. PurnomoKetua II DPP HPJI

Tommy E.Nantung PhD,PE, selaku Chairman of AASHTO, Staf Ahli Menteri Indiana Departement of Transportation (InDOT) dan Pengajar S2 dan S3 di Purdue

University untuk berbagi pengalaman pada waktu memulai dan menjalankan program design long life pavement dan preservasi dengan para - ahli Jalan

Indonesia dalam Work Shop dengan topik bahasan “FROM DESIGN TO MAINTENANCE OF LONG LIFE PAVEMENT

17