Lampiran IV Pokok Bahasan Work Shop
-
Upload
yogi-tresno-patriatama -
Category
Documents
-
view
70 -
download
1
Transcript of Lampiran IV Pokok Bahasan Work Shop
WORKSHOP “FROM DESIGN TO MAINTENANCE OF LONG LIFE
PAVEMENT/PERPETUAL PAVEMENT” JAKARTA, 1-3 APRIL 2014
Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2010 -1013 tumbuh rata rata 5,9% banyak
dipengaruhi oleh sektor Retail dan konsumsi, sektor pertambangan dan sektor
perkebunan, kedepan ketiga sektor tersebut sudah tidak dapat dijadikan
lokomotif pertumbuhan ekonomi kembali. Pertumbuhan ekonomi kedepan akan
sangat tergantung dari tiga faktor kunci yakni daya saing, inovasi dan
kualitas sumber daya manusia (SDM). Untuk meningkatkan daya saing
diperlukan 12 pilar. Kedua belas pilar tersebut dikelompokkan menjadi 3 faktor;
faktor pertama meliputi basic requirement (seperti kelembagaan, infrastruktur,
kondisi macro ekonomi yang stabil, kesehatan dan pendidikan dasar); faktor
kedua merupakan faktor pendorong efisensi yang meliputi pendidikan tinggi
dan pelatihan, efisiensi pasar barang, efisiensi pasar tenga kerja, pengembangan
pasar keuangan, kesiapan teknologi, dan skala pasar; faktor ketiga merupakan
faktor pendorong inovasi yang meliputi sopistikasi dan inovasi. Untuk
meningkatkan daya saing, di subsektor jalan dalam 5 tahun kedepan (RENSTRA
2015- 2019) Pemerintah akan menginvestasikan dana untuk penyelenggaraan
jalan sebesar Rp 800 Trilliun (belum termasuk Dana daerah Propinsi dan
Kabupaten/Kota), dimana Rp 200 trilliun dari Kerjasama Pemerintah Swasta, Rp
200 trilliun untuk membantu meningkatkan jalan daerah, Rp 400 trilliun untuk
jalan nasional (termasuk jalan bebas hambatan non PKS). Walaupun terjadi
peningkatan anggaran hampir 4 kali lipat dari renstra 2010-2014, antara
demand dan suplay masih akan terjadi backlog, karena meningkatnya jumlah
perjalanan, angkutan barang, dan kendaraan jauh lebih besar dibandingkan
dengan meningkatnya jumlah anggaran. Untuk mengatasi permasalahan backlog
1
Lampiran IV Surat Ketua Umum HPJI No : UM.26/DPP-HPJI/III/2014Tanggal : 4 Maret 2014
tersebut, hampir semua negara maju melakukan efisiensi dan inovasi dengan
merubah strategi penyelenggaraan jalan mulai dari merubah umur desain jalan
baru atau peningkatan dari berumur pendek (fleksibel 10 tahun dan rigid 20
tahun) menjadi desain jalan berumur panjang/ long life pavement/perpetual
pavement (fleksibel 20 tahun sampai 40 tahun , rigid 40 tahun), merubah sistem
pemeliharaan jalan dari sistem pemeliharaan reaktif menjadi sistem
pemeliharaan preventif dengan melakukan pelestarian /preservasi terhadap
jalan yang didesain berumur panjang tersebut sehingga umur jalan menjadi
tambah panjang berkisar 40- 50 tahun lebih dan kondisi perkerasan masih dalam
kondisi baik.
Didalam konsep Perpetual Flexible Pavement strain pada bagian bawah tidak
lebih dari 100 µɛ diperlukan perubahan paradigma didalam campuran aspal
panas mulai dari Asphalt Treated Base, AC Binder, dan AC WC, menjadi
Lapisan bawah /AC-Base (base layer):
Tahan kelelahan atau fatique dan tahan terhadap pengelupasan karena
terendam air (water striping). Syarat tahan water stripping ini sangat penting
karena lapisan aspal ini sering terendam banjir atau air tanah, sehingga rawan
terhadap water striping. Untuk itu lapisan ini harus tahan terhadap water
stripping, karena hal ini akan secara drastis menurunkan kekuatan struktur
lapisan.
Selain itu disarankan pula rongga udara (air void) campuran aspal harus
rendah yaitu sekitar 2-3%. RBL (Rich Bottom Layer), campuran yang kaya
aspal harus sesuai dengan kriteria tersebut. Pada kondisi normal, pemakaian
aspal standar biasanya sudah mencukupi. Tetapi pada ruas jalan sangat berat
(overload) pemakaian aspal modifikasi untuk mendapatkan FEL (Fatigue
2
AC –WC (12,5 mm) (4,3-5,1%)
AC-BC (19 mm) (4-4,3%)
AC –BASE (25 mm)(3,5-4%)
-SMA, OGFC or Surface
High Modulus
Rut Resistant Material
Flexible Fatigue Resistant Material
PONDASI (Unbounding/Bounding)PONDASI (Unbounding/Bounding)
Max Tensile Strain
KONSEP
PERPETUAL PAVEMENT DESIGN
KONSEP
CONVENTIONAL PAVEMENT DESIGN
Endurance Limit) yang lebih tinggi perlu dipertimbangkan.Sesuai kriteria
desain PP, tensile strain pada bagian bawah lapisan ini beban maksimumnya
harus lebih kecil dari FEL campuran yang digunakan. Makin tinggi FEL
campuran, berarti kemampuan badan jalan untuk menahan beban akan
meningkat pula. Untuk mencapai kepadatan tersebut, lapisan ini menjadi
sangat krusial dibandingkan dengan desain sebelumnya. Salah satu prasyarat
untuk mencapai kondisi ini adalah kekuatan dan homoginitas dari tanah
pondasi (Subgrade).
Lapisan tengah (intermediate layer)
Disyaratkan memiliki modulus –rutt resistance layer (RRL) yang tinggi untuk
mendukung kekuatan struktur. Lapisan ini akan menerima beban yang lebih
tinggi dibandingkan base layer, tapi pengaruh air dari lingkungan sekitar lebih
kecil. Dibandingkan wearing, lapis ini lebih tidak terekpos terhadap perubahan
temperatur lingkungan dan tidak langsung megalami shear stress. Beban
utama yang bekerja pada lapis ini adalah compresive stress, karena itu
lapisan ini disebut juga “high compresive stress zone”. Karena fungsi tersebut,
syarat utama dari lapis ini adalah campuran yang mempunyai ketahanan
terhadap rutting yang tinggi (high rutt resistance mix). Untuk lapisan ini
direkomendasikan untuk dipakai dense graded mix. Jika pada lalu lintas
normal bisa dipakai reguler binder, untuk lalu lintas berat direkomendasikan
memakai aspal modifikasi.
Lapisan aus (wearing layer).
Syaratnya kedap air, durabel dan tahan aus (wear resistance). Campuran SMA
(Split Mastic Asphalt) sangat direkomendasikan untuk lapisan ini. Lapisan aus
adalah bagian yang paling banyak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan
(perubahan temperatur, terpapar UV dan air hujan) dan langsung kontak
dengan roda kendaraan. Selain tahan kelelahan atau fatique dan tahan
rutting, lapisan ini juga harus tahan oksidasi dan tahan water stripping.
Persyaratan lain adalah mempunyai kekesatan yang baik, agar lebih aman
untuk pengendara. Perkerasan SMA adalah jenis yang paling banyak
direkomendasikan sebagai lapisan ini, karena memenuhi kriteria tersebut.
Di samping SMA, OGFC (Open Graded Friction Course) juga banyak digunakan,
karena lapisan ini mampu mengalirkan air dan mengurangi genangan,
sehingga mengindari kabut atau spash saat hujan. Lapisan ini juga mampu
menurunkan kebisingan secara signifikan.
3
Perkerasan fleksibel baru berumur 5 tahun sudah terjadi kerusakan (di pantura).
Perkerasan fleksibel berumur 25 tahun masih dalam kondisi baik sekali (di california)
Ada 3 persoalan besar yang dihadapi konstruksi flexible (khususnya aspal) di Indonesia : Rutting, dapat disebabkan lapisan
base dan sub base yang mengalami deformasi atau disebabkan karena aspal sebagai binder dalam campuran aspal panas mempunyai sifat visco elastis.
Fatique, terjadi karena lapisan aspal panas tidak dapat menahan beban akibat terjadinya deformasi pada lapisan base dan base, atau repetisi beban kendaraan/penuaan aspal.
Stripping / Aging, atau pelepasan ikatan butiran agregat dari campuran aspal (perkerasan) yang disebabkan fungsi aspal sebagai bahan pengikat butiran tidak dapat berfungsi maksimal khususnya pada saat campuran aspal dalam kondisi basah.
Dibanyak negara khususnya yang lalu lintasnya padat dan beban axle berat
pengujian aspal diganti dari Pen grade test dengan Superpave Performance
Graded (PG) Asphalt Binder dengan melakukan bumping grade, bahkan
disempurnakan lagi dengan multiple Stress Creep Recovery (MSCR) test. Untuk
pengujian campuran aspal panas dengan Marshall Test hanya digunakan untuk
mengetahui kadar aspal optimum, sedangkan untuk pengujian rutting digunakan
4
Stabilitas Dinamis (Whell Tracking Test), untuk fatique digunakan Test
Fatique dan Triaksial Test dengan alat UTM, dan uji anti striping.
Untuk long life rigid Pavement dalam report NCHRP 1-32, memberikan panduan
terhadap pemilihan tipe rigid pavement yang disesuaikan dengan kepadatan dan
beban lalu lintas. Untuk jalur jalur yang lalu lintasnya padat lebih dari 6 juta
ESALs dan beban kendaraan berat seperti di Pantura NCHRP memberi pilihan
pada tipe Continous Reinforced Concrete Pavement (CRCP) dengan model Illinois
(1layer) atau model Texas (2 layer), perubahan JPCP menjadi CRCP akan
menaikkan biaya perkerasan + 20%, namun kalau dilihat dari Life Cycle Cost
(LCC) kenaikan ini akan jauh lebih ekonomis karena umurnya lebih dari 25 tahun
untuk flexible dan 50 tahun untuk rigid.
Pedoman seleksi type perkerasan menurut NCHRP 1-32
Baik perkerasan flexible mapupun rigid, kedua duanya memerlukan sub
grade, dan pondasi yang kuat dan sistem drainase yang baik. Untuk
mendapatkan sub grade yang kuat banyak yang menggunakan stabilisasi
tanah dasar baik dengan semen, kapur dan bahan kimia lainnya, sedangkan
untuk pondasi banyak yang menggunakan bounding dengan semen atau
aspal. Sedangkan sistem drainase yang baik adalah terjaminnya air segera
keluar dari perkerasan sehingga tidak merusak subgrade.
5
Illinois One Layer Texas Two-Layers
Tipe Continous Reinforced Concrete Pavement
CRCP Setelah 25 tahun (terjadi retak)CRCP Setelah 50 tahun (terjadi
retak) di California
Pilihan perkerasan flexible atau rigid masing masing mempunyai keunggulan dan
kekurangan, penentuan apakah flexible atau rigid sangat dipengaruhi oleh
kondisi tanah, drainase, material, beban kendaraan, volume pekerjaan dan
kemampuan penyedia jasa setempat. Banyak kekeliruan yang dilakukan para
Perencana/ Pengambil Kebijakan Desain yang begitu melihat kerusakan
perkerasan flexible serta merta mengganti dengan perkerasan rigid (apalagi
perkerasan itu baru 2-4 tahun direkonstruksi), tanpa mau melakukan penelitian
sebab sebab terjadinya kerusakan. Banyak kerusakan perkerasan flexible
maupun rigid di Indonesia yang drainasenya buruk, pemadatan pondasinya
kurang, material banyak diganti dengan kualitas yang dibawah standar, metode
kerja yang tidak sesuai dengan kondisi lapangan dan lain sebagainya harus
menjadi pertimbangan dalam membuat keputusan sehingga keputusan tersebut
tidak membebani generasi berikutnya, karena perbaikan perkerasan rigid jauh
lebih mahal dibanding dengan perkerasan fleksibel.
6
Merubah “Ancaman; Banjir,cuaca ekstrem, muatan lebih” menjadi
“Peluang Kebangkitan Teknologi Perkerasan di Indonesia”.
Kita ditakdirkan lahir dinegara tropis, kepulauan dan didaerah cincin api
sehingga curah hujanya tinggi, sering gempa bumi dan gunung meletus,dan
sistem kabinet yang penanganan transpotasinya tidak terintegrasi sehingga
tidak dapat menyelesaikan permasalahan muatan lebih, yang berujung pada
saling menyalahkan satu instansi dengan instansi lain sehingga energinya habis
untuk mencari alibi terhadap kerusakan jalan dan korbannya masyarakat
pengguna jalan yang tidak pernah merasakan jalan baik. Hujan lebat, cuaca
ekstrem didaerah tropis dan negara kepulauan adalah suatu hal yang lumprah
dan harus diterima para Ahli jalan di Indonesia karena itu sudah given dari
Tuhan, manusia diberi akal dan nalar untuk dapat mengatasinya. Makin tinggi
peradapan suatu bangsa makin baik bangsa tersebut menggunakan akal dan
nalarnya untuk bisa mengendalikan fenomena alamnya guna mensejahterakan
dan memakmurkan bangsanya, bukan menggunakan akal dan nalarnya untuk
menyerah, pasrah, dan menyalahkan apalagi menutupi ketidak mampuannya
dengan mengkambing hitamkan gangguan alam (hujan, cuaca ekstrem)
sehingga tenaga dan sumberdayanya akan habis yang akhirnya bangsa
tersebut tetap miskin. Tuhan tidak akan memberi kesejahteraan dan
kemakmuran tanpa bangsa itu sendiri mau mengubahnya. Seperti halnya
dinegara 4 musim yang setiap tahunnya jalanya juga digenangi salju berbulan
bulan, badai salju yang keringnya jauh lebih lama dibanding dengan genangan
yang terjadi di Indonesia, sehingga tidak ada alasan lain bagi ahli jalan
menyerah dan membiarkan jalan rusak dengan alasan hujan atau cuaca
ekstrem. Anggapan jalan aspal cepat rusak karena kehujanan dan kebanjiran
tidak selalu benar, ini bisa kita bandingkan dengan daerah yang ditimbun salju
bukankan yang tertimbun salju tergenang air ini juga jalan aspal kenapa tidak
rusak, apa bukan karena ahli jalan kita yang tidak dapat membuat jalan.
Anggapan jalan aspal yang cepat rusak terus beralih ke beton dengan
mengabaikan kaidah kaidah jalan beton juga keliru, jutru kalau tidak dilakukan
dengan benar akan mewariskan biaya perawatan yang tinggi. Memang dalam
jangka pendek (1 kali masa jabatan) terlihat baik karena jalan beton tidak
langsung rusak, namun setelah beberapa tahun sudah mulai patah dan untuk
perbaikannya diperlukan biaya yang sangat mahal.
7
Jalan aspal yang tertutupi salju, berhari hari dan tidak terjadi kerusakan yang berarti
Sedangkan untuk muatan lebih, bukankah sejak kemerdekaan sampai sekarang
(69 tahun), kita belum bisa menyelesaikan muatan lebih, berapa banyak
pemborosan akibat para ahli jalan yang mengabaikan muatan lebih, dengan
teknologi yang ada kenapa tidak diakomodasi?, dan dihitung berapa %
tambahan investasi bila muatan lebih kita perhitungkan. Muatan lebih tidak
hanya terjadi di Indonesia, hampir semua negara berkembang yang sistem
jaringan transportasinya buruk juga terjadi muatan lebih. Di China didaerah
Pantai Timur, truck 5 exle dengan berat 115 Ton sudah menjadi pandangan yang
baiasa, toh bisa diatasi.
Muatan Lebih di China
Bahkan di China jalan jalan beton yang dibangun tahun 2000-an, dengan Joint
Plain Concrete Pavment yang dilalui kendaraan berat juga mengalami kerusakan
dan diganti dengan konsep Perpetual Pavemment baik dengan Flexible maupun
Continous Reinforced Concrete Pavement, bahkan karena produksi aspal dalam
negeri yang mencapai 18 juta ton mereka cenderung mengganti dengan
kontruksi flexible pavement.
8
Perkerasan Rigid di China sebagian diganti dengan flexible
Hujan yang terus menerus,Cuaca ekstrem janganlah dijadikan alasan untuk
menutupi ketidak mampuan para ahli jalan di Indonesia dalam menggunakan
akal dan nalarnya dalam mebuat jalan yang baik, namun marilah kita
“jadikan peluang untuk mengembangkan teknologi perkerasan di
Indonesia”. Rasanya para Insan yang meklaim dirinya sebagai ahli jalan harus
malu melihat masyarakat melecehkan Para Ahli Jalan dengan menanam pohon
pisang dijalan yang kondisi rusak ,menulis dengan tulisan yang meledek,
menyebar krupuk di jalan karena mereka tidak habis pikir jalan dibiarkan rusak
berbulan bulan, jalan yang habis diperbaiki terkena hujan rusak kembali,
memasang rambu jalan dengan sangat primitif.
Perkembangan ilmu diluar jalan, seperti dunia kedokteran makin bisa
menyelesaiakan persoalan berbagai penyakit, di gedung makin tinggi gedung
yang bisa dibangun, dunia penerbangan makin menunjukkan efisiensinya (diluar
Bandara di Indonesia) , dunia telekomunikasi makin maju teknologinya sehingga
semua pelosok di Indonesia bisa dijangkau, namun dunia perkerasan jalan makin
lama makin terperosok dengan berbagai ledekan dari masyarakat pengguna
jalan dan sudah sampai titik nadir kalau kita mau bangkit.
9
Masyarakat Protes Terhadap kineja Jalan Masyarakat Protes terhadap kinerja jalan
Masyarakat Protes terhadap kinerja dan rambu jalan (Kebun milik PU)
Masyarakat protes terhadap kekuatan perkerasan seperti krupuk
Jauh sebelum munculnya desain PP pada tahun 2000 telah muncul konsep
tentang phenomena Fatique Endurance Limit (FEL) yang dipostulatkan oleh
Monismith (1972). Menurutnya pada setiap hot mix tertentu ada satu angka
tensile strain ɛ¿σE
, yang bila terjadi tensile strain dibawah angka tersebut,
maka repetisi beban tidak akan menimbulkan akumulasi kerusakan. Fenomena
FEL tersebut mendapatkan justifikasi yang tepat bila dikaitkan dengan hasil audit
forensik yang dilakukan dalam rangka memahami long life pavement.
Study Monismith kemudian dilanjutkan oleh Capenter dan baru-baru ini
diteruskan oleh NCAT (National Center for Asphalt Technology-USA) dengan
memvariasikan berbagai grading dan jenis binder. Hasil study NCAT tersebut
disajikan pada grafik dibawah ini.
10
Hasil Study NCAT : Fatique Endurance Limit
Masing masing campuran aspal panas dengan berbagai gradasi (dense, gap,
open graded) , berbagai jenis aspal (asphlat Pen 60/70, modifikasi SBS, crumb
Rubber, dll), berbagai kadar aspal (4-9%) akan menghasilkan karakteristik yang
berbeda beda. Salah satu contoh hasil test uji fatigue dengan berbagai gradasi
dan kadar aspal dengan tingkat kekerasan aspal menunjukkan bahwa makin
tinggi kadar aspal makin tahan terhadap fatigue. Untuk menghindari adanya
drain down aspal pda campuran aspal panas digunakan aspal dengan titik
lembek 76°C , dari hasil uji whell Tracking terjadi penurunan 1mm pada 4800
lintasan, lapisan tahan terhadap rutting.Dengan kandungan aspal yang tinggi
maka Bitumen Film Thickness sampai 26 µm sehingga campuran aspal panas
tahan terhadap stripping.
Tabel No:1 (hasil uji fatique )
11
Dengan menggunakan berbagai aspal modifikasi China mencoba membuat
perkerasan dengan target 125 µɛ, bahkan sampai 200 µɛ mengakomodasi
muatan lebih didaerah daerah timur daratan China.
12
Konsep Perpetual Pavement (Flexible) di China.
Sedangkan untuk perkerasan rigid dalam mengakomodasi long life pavement
dan muatan lebih dibeberapa negara mulai meninggalkan Joint Plain Concrete
Pavement (JPCP) dan mengganti dengan Continous Reinferced Conrete
Pavement (CRCP) diatas pondasi yang stabil dan sistem drainase yang baik.
Design Continous Reinferced Concrete pavement dengan umur rencana 40
tahun
13
Kenapa Penyelenggaraan Jalan di Indonesia dinilai Bank Dunia dan INDII
mahal.
Konsep dasar penanganan jalan di Indonesia sekarang masih menganut sistem
pemeliharaan jalan REAKTIF, dimana jalan yang kondisinya baik dan sedang
ditangani pemeliharaan rutin sepanjang tahun dengan tujuan mempertahankan
kondisi yang ada. Beberapa institusi menerbitkan penutupan lubang maksimum
5 hari lubang di jalan sudah harus ditutup. Bila jalan dalam kondisi sedang yang
hampir rusak (nilai IRI di atas 7 s/d 8) ditangani dengan pemeliharaan berkala,
dan bila jalan dengan kondisi rusak ringan ( IRI 8 s/d 12) mendapat penanganan
berkala atau rekonstruksi, dan jalan dengan kondisi rusak berat (IRI di atas 12 )
harus ditangani dengan rekonstruksi. Mahalnya biaya penyelenggaraan pada
sistem Pemeliharaan REAKTIF tersebut dapat dilihat dari deterioration model
perkerasan, bila jalan sudah mulai lubang, retak kerusakannya akan cepat sekali
menurun dan dalam waktu singkat membutuhkan perbaikan yang sangat besar
(karena perlu pengembalian kondisi, perlu leveling, dan perlu overlay yang jauh
lebih tebal), bahkan karena kerusakannya besar sudah sampai lapisan pondasi
(namun IRI masih dibawah 8) perbaikannya sama dengan rekonstruksi.
Biaya Penanganan Pemeliharaan Rutin dan Berkala Jalan nasional yang dinilai Bank Dunia lebih harga Internasional .
Lain halnya bila penanganan dilakukan secara preventif perkerasan nilai
pelayananya masih baik (IRI dibawah 3), namun karena sudah ada gejala
penuaan, retak, atau sedikit rutting langsung ditangani dengan teknologi Fog
14
Seals, Chip Seals, Slurry Seals, Micro-Surfacing, dan Thin Overlays yang biaya
berkisar Rp 150 juta – Rp 750 juta per KM (lebar 7,0 M). Dengan adanya
penanganan preventif tersebut penanganan biaya rutin hanya untuk pekerjaan
pembersihan selokan, rumput di bahu jalan dan sedikit patching akibat adanya
kerusakan oleh pemakai jalan (bukan oleh kegagalan konstruksi) sehingga biaya
pemeliharaan rutin berkisar Rp 25-30 juta /Km. Dengan demikian bila kita
mengacu pada sistem pemeliharaan preventif maka harga satuan
penyelenggaraan per Km akan sama dengan negara negara lain.
Pendekatan Sistem pemeliharaan Preventive
Tabel Nomor:2 Jenis Teknologi Penanganan Preservasi
Teknologi Preservasi Perkerasan Fleksibel Teknologi Preservasi Perkerasan Kaku Fog Seals Chip Seals Slurry Seals Micro-Surfacing Thin Overlays Profile Milling Crack Sealing Strain Alleviating Membrane (SAM) Strain Alleviating Membrane Interlayer
(SAMI) Fibre Reinforced Sprayed Seal (FRSS) Geotextile Reinforced Seal (GRS) Asphalt Pressure sensitive cold
patching
Joint resealing Crack sealing Diamond grinding Diamond grooving Undersealing Full-depth repair Partial-depth spall repair Load transfer restoration Subdrainage maintenance
Negara yang telah melaksanakan strategi penyelenggaraan jalan dengan
mengkombinasikan design long life pavement dan sistem pemeliharaan preventif
disamping dapat menurunkan biaya penyelenggaraan jalan pertahun
15
Preventif Trigger
Rehabilitation Trigger
sebesar 30-40% dari sistem penyelenggaraan konvensional (disain umur 10-20
tahun dan sistem pemeliharaan reaktif yaitu sistem jalan setelah lobang/rusak
baru -ditangani), juga dapat meningkatkan pelayanan kepada pengguna jalan
(karena kondisi jalanya tidak pernah berlobang), serta menurunkan kecelakaan
akibat jalan rusak/berlobang, dan yang tidak kalah penting image Intitusi terjaga
dengan baik. Dan sisa dana dapat digunakan untuk menambah panjang
pembangunan jalan baru.
Dalam merespon design perkerasan umur panjang tesebut Bina Marga
telah mengeluarkan manual Perkerasan Jalan Nomor: 02/M/BM/2013
yang isinya Umur Rencana Perkerasan Jalan Lentur 20 tahun, dan
perkerasan kaku 40 tahun. Sedangkan beban yang digunakan adalah
beban aktual, sehingga kedapan tidak ada lagi perkerasan yang baru
dibangun 5-10 tahun rusak, dengan alasan overload, cuaca ekstrem
dan lain sebagainya. Sedangkan untuk konsep preservasi, walaupun telah
diamanatkan oleh Undang Undang sampai sekarang secara sistem masih belum
diaplikasikan, dan HPJI akan terus mendorongnya.
Untuk mendorong penerapan konsep tersebut di Indonesia, HPJI mengundang
pembicara Tommy E.Nantung PhD,PE, selaku Chairman of AASHTO, Staf Ahli
Menteri Indiana Departement of Transportation (InDOT) dan Pengajar S2 dan S3
di Purdue University untuk berbagi pengalaman pada waktu memulai dan
menjalankan program design long life pavement dan preservasi dengan para -
ahli Jalan Indonesia dalam Work Shop dengan topik bahasan “FROM DESIGN
TO MAINTENANCE OF LONG LIFE PAVEMENT” yang akan diselenggarakan
tanggal 1-3 April 2014. Topik bahasan dibagi dalam 2 tahap, tahap pertama hari
pertama jam 8:30–12:00 dengan topik “Infrastructure Programing and Long Life
Pavement Concept”, diperuntukkan bagi semua peserta dan para eksekutif di
Bina Marga maupun perusahaan.
Bahasan selanjutnya selama 3 hari akan dibahas detail konsep “Long Life
Pavement Design dan Pavement Preservation” yang akan diikuti para peserta
yang berminat mendalami konsep penanganan jalan tersebut. Dalam bahasan
akan mengambil Study Kasus penanganan jalan di Pantura Jawa yang
permasalahannya tak kunjung selesai mempunyai image yang kurang baik, yang
akan dilihat dilapangan tanggal 25 Maret 2014, dan hasilnya akan didiskusikan
pada waktu workshop.
Workshop ini akan bermafaat bagi birokrat yang menyelenggarakan jalan di
Indonesia baik sebagai penentu kebijakan, perencana, pelaksana maupun yang
bergelut dalam pemeliharaan jalan, bagi Konsultan Perencana, konsultan
16
Supervisi dan Kontraktor yang berminat masuk dalam kontrak model Design &
Build, Performance Base Maintenance Contract, yang tahun tahun kedepan akan
banyak diterapkan di subsektor jalan, serta dosen dari beberapa Perguruan
Tinggi.
Ir. PurnomoKetua II DPP HPJI
Tommy E.Nantung PhD,PE, selaku Chairman of AASHTO, Staf Ahli Menteri Indiana Departement of Transportation (InDOT) dan Pengajar S2 dan S3 di Purdue
University untuk berbagi pengalaman pada waktu memulai dan menjalankan program design long life pavement dan preservasi dengan para - ahli Jalan
Indonesia dalam Work Shop dengan topik bahasan “FROM DESIGN TO MAINTENANCE OF LONG LIFE PAVEMENT
17