Kinetika Reaksi Dari Co2 Murni Dengan n Methyldiethanolamine Dalam Larutan Berair

24
KINETIKA REAKSI DARI CO 2 MURNI DENGAN N METILDIETANOLAMINA DALAM LARUTAN BERAIR FERNANDO CAMACHO,1 SEBASTIA´N SA´NCHEZ,2 RAFAEL PACHECO,2 M. DOLORES LA RUBIA,2 ANTONIO SA´NCHEZ2 1Department of Chemical Engineering, Faculty of Science, University of Granada, 18071 Granada, Spain 2Department of Chemical, Environmental, and Materials Engineering, University of Ja´en, 23071 Ja´en, Spain Received 24 August 2007; revised 22 March 2008, 24 June 2008; accepted 24 June 2008 DOI 10.1002/kin.20375 Published online in Wiley InterScience (www.interscience.wiley.com). ABSTRAK: Proses penyerapan karbon dioksida murni yang dianalisis dalam larutan N-methyldiethanolamine (MDEA). Percobaan dilakukan dalam tangki reaktor berpengaduk dengan latar dan daerah antarmuka yang diketahui. Variabel yang dipertimbangkan adalah konsentrasi MDEA dalam kisaran 0,1-3,0 M dan suhu dengan interval 288-313 K. Dari hasil, kami menyimpulkan bahwa proses berlangsung dalam kondisi isotermal dan rezim cukup cepat, dengan kinetika orde kedua. Kami menentukan orde reaksi dari salah satu yang berhubungan dengan amina, dan persamaan untuk konstanta kinetik berlaku untuk seluruh rentang suhu dan konsentrasi yang diuji ln k = 22,4-6.243,5 / T. © 2008 Wiley Periodicals, Inc Int J Chem Kinet 41: 204-214 2009

description

kinetika kimia

Transcript of Kinetika Reaksi Dari Co2 Murni Dengan n Methyldiethanolamine Dalam Larutan Berair

Page 1: Kinetika Reaksi Dari Co2 Murni Dengan n Methyldiethanolamine Dalam Larutan Berair

KINETIKA REAKSI DARI CO2 MURNI DENGAN N

METILDIETANOLAMINA DALAM LARUTAN BERAIR

FERNANDO CAMACHO,1 SEBASTIA´N SA´NCHEZ,2 RAFAEL PACHECO,2

M. DOLORES LA RUBIA,2 ANTONIO SA´NCHEZ2

1Department of Chemical Engineering, Faculty of Science, University of Granada, 18071 Granada, Spain2Department of Chemical, Environmental, and Materials Engineering, University of Ja´en, 23071 Ja´en, SpainReceived 24 August 2007; revised 22 March 2008, 24 June 2008; accepted 24 June 2008DOI 10.1002/kin.20375Published online in Wiley InterScience (www.interscience.wiley.com).

ABSTRAK: Proses penyerapan karbon dioksida murni yang dianalisis dalam larutan

N-methyldiethanolamine (MDEA). Percobaan dilakukan dalam tangki reaktor

berpengaduk dengan latar dan daerah antarmuka yang diketahui. Variabel yang

dipertimbangkan adalah konsentrasi MDEA dalam kisaran 0,1-3,0 M dan suhu

dengan interval 288-313 K. Dari hasil, kami menyimpulkan bahwa proses

berlangsung dalam kondisi isotermal dan rezim cukup cepat, dengan kinetika orde

kedua. Kami menentukan orde reaksi dari salah satu yang berhubungan dengan

amina, dan persamaan untuk konstanta kinetik berlaku untuk seluruh rentang suhu

dan konsentrasi yang diuji ln k = 22,4-6.243,5 / T. © 2008 Wiley Periodicals, Inc Int

J Chem Kinet 41: 204-214 2009

PENDAHULUAN

Alkanolamina tersier lebih sering digunakan dalam penyerapan karbon

dioksida proses penyerapan karena keuntungan yang pasti pada pengaplikasiannya

(yaitu, penghapusan CO2 dari gas alam pada tekanan tinggi) sebagai kebalikannya

yang paling banyak digunakan primer dan yang sekunder (monoethanolamine

(MEA) atau dietanolamina (DEA)). Artinya, yang terakhir, selain dari memiliki

biaya tinggi juga menyajikan kelemahan lain yang harus diperhitungkan, seperti

konsumsi energi tinggi untuk regenerasi penyerap (untuk MEA 900 kkal / kg CO2

Page 2: Kinetika Reaksi Dari Co2 Murni Dengan n Methyldiethanolamine Dalam Larutan Berair

[1]), produksi busa, korosi bahan, penguapan cepat, dan cepat terdegradasi dengan

adanya oksigen. Semua faktor ini menyebabkan biaya tinggi, sedangkan amina

tersier mengurangi masalah ini meskipun reaksi lebih lambat dengan karbon

dioksida [2,3].

Alkanolamina tersier yang paling banyak dipelajari adalah trietanolamin

(TEA) dan N-methyldiethanolamine (MDEA), semua kelompok penelitian

bertepatan dengan memperhatikan ke urutan reaksi, satu sehubungan dengan karbon

dioksida dan dua untuk reaksi keseluruhan, baik dalam TEA serta dalam MDEA.

penelitian laboratorium telah dilakukan pada proses penyerapan CO2 menggunakan

MDEA dan air sebagai pelarut, namun masih ada beberapa perbedaan dalam

literatur mengenai interpretasi data kinetik [4]. Misalnya, konstanta laju orde kedua

untuk MDEA-CO2 pada 20C berkisar dari 1,35 [5] untuk 4,7 m6/kmol2s [6].

Beberapa perbedaan mungkin berasal dari bagian absorber yang berbeda atau dari

inkonsistensi data fisik seperti kelarutan dan difusi CO2 dalam larutan air MDEA [7].

Selain itu, tidak ada konsensus pada efek dari reaksi hidroksida dengan diberikannya

karbon dioksida pada tingkat penyerapan karbon dioksida pada larutan berair MDEA

dan yang lebih penting , estimasi koefisien laju kinetik dari reaksi antara CO2 dan

MDEA . Littel et al . [ 8 ] menyatakan bahwa efek reaksi ini diabaikan , sedangkan

yang lain [ 9,10 ] menganggap reaksi ini penting , memperlakukannya sebagai

pseudo- orde pertama reaksi ireversibel .

Pada skala industri , MDEA adalah suatu alkanolamina dari inat yang besar

dalam penyerapan gas-asam dan dengan demikian menyebabkan efek korosif yang

lebih kecil dibandingkan alkanolamina primer atau sekunder [ 11,12 ]. Selain itu,

karena laju reaksi sesaat dari H2S dengan MDEA dan lajut yang sangat lambat untuk

reaksi CO2 dengan MDEA , larutan berair alkanolamina ini sering digunakan sebagai

absorben selektif H2S pada CO2 [ 13 ], saat ini ditemukan hadir dalam gas dan

pemisahannya dicari untuk digunakan pada H2S , CO2 atau ketika tidak diperlukan

atau ekonomi layak . Dalam pengertian ini , Pacheco dan Rochelle [ 14 ] melaporkan

Page 3: Kinetika Reaksi Dari Co2 Murni Dengan n Methyldiethanolamine Dalam Larutan Berair

derajat proses selektivitas yang berbeda, tergantung pada jenis kontaktor yang

digunakan .

Di sisi lain, MDEA memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan

alkanolamina lain yang digunakan sebagai absorben seperti monoetanolamina

(MEA),karena MDEA memberikan persamaan konversi kapasitas lebih tinggi (1 mol

CO2/1 mol MDEA) daripada MEA , yang dibatasi oleh stoikiometri ( 0,5 mol

CO2/1mol dari MEA ) [ 15 ] .

Demikian pula, karena memiliki karakteristik reaktif, Proses CO2-MDEA

berlangsung dengan reaksi entalpi yang lebih rendah daripada larutan air

alkanolamina primer atau sekunder, dan ini penggunaanya meningkat [16]. Selain itu,

mereka membutuhkan energi regenerasi yang lebih sedikit dan tahan terhadap panas

dan degradasi kimia [15,17]. Aspek seperti disebutkan di atas telah menyebabkan

banyak penelitian yang akan dikhususkan untuk alkanolamina tersier.

Dalam penelitian ini, kita menganalisis proses penyerapan karbon dioksida

murni dalam larutan air dari MDEA dan parameter kinetik dari proses.

BAHAN DAN METODE

Peralatan eksperimental dan Prosedur

Karbon dioksida yang digunakan dalam penelitian ini adalah CO2 N-48

(99,998%; Air Liquid, Madrid, Spanyol), dengan oksigen, uap air, dan hidrokarbon ;

MDEA produk Acros Organik (Geel, Belgia) dengan kemurnian nominal 99%.

Larutan mengandung air dari alkanolamina disiapkan dari air suling-deionisasi

(resistivitas 18,2 MΩ-cm).

Percobaan dilakukan dalam reaktor tangki berpengaduk pada tingkat

pengadukan dari 80 ± 1 rpm, batch dengan respek ke fase gas-cair, dan dengan latar

dan daerah antarmuka yang diketahui. Karakteristik reaktor adalah tinggi intern

20.00 cm, tinggi eksternal 21.50 cm, diameter eksternal 9,50 cm, diameter 6,70 cm,

daerah antarmuka 35.26 cm2, dan volume 500,00 mL.Perangkat eksperimental yang

digunakan dijelaskan dalam Gambar. 1.

Page 4: Kinetika Reaksi Dari Co2 Murni Dengan n Methyldiethanolamine Dalam Larutan Berair

Gambar 1. peralatan eksperimen (1) suplai CO2, (2,3) regulator tekanan, (4) katub, (5) paket kolom dengan cincin Raschig, (6) labu saturator, (7) bak termostatik, (8) thermometer, (9) batang pengaduk, (10) rangkaian sirkulasi, (11) motor, (12) katub gas, (13) kontraktor gas-liquid, (14) magnetic stirrer, (15) pengontrol kecepatan pengadukan, (16) batang pengaduk magnetic, (17) thermometer, (18) soap film meter, (19) thermometer digital, (20) pH meter dan (21) computer.

Tekanan total, P, yang diukur sebelumnya menggunahkan barometer yang

terkalibrasi yang ditempatkan dekat dengan instalasi eksperimental[18]. Flowmeter

terdiri dari buret kapasitas 50-cm3 dengan bagian bawahnya lateral, yang

dihubungkan dengan selang ke mulut reaktor. Untuk membentuk gelembung, bagian

bawah dari kolom berisi deposit karet dengan air dan larutan sabun. Larutan berair

dari MDEA digunakan dengan volume 100 mL dalam kisaran 0,1-3,0 M, dan suhu

ditetapkan dalam interval 288-313 K.

Sifat Fisik dan Transportasi

Dalam kondisi eksperimental, kami mengukur viskositas dan kerapatan

larutan amina [19]. Perhitungan tekanan parsial awal CO2 diberikan sebagai berikut:

pA = P – pV

dimana P adalah tekanan total dan pv adalah tekanan uap air.

Kelarutan CO2 dalam fase cair diukur oleh Al-Ghawas et al. [20]

menggunakan analogi N2O hingga 8 M. Data dapat digunakan ke persamaan Al-

Ghawas et al. [20],

ln He=BCT

+ D

T 2

Dimana

B =2.01874 − 2.37638×101w+2.900092×102w2 − 4.80196×102w3

Page 5: Kinetika Reaksi Dari Co2 Murni Dengan n Methyldiethanolamine Dalam Larutan Berair

C =3.13549×102 − 1.54931×104w−1.83987×105w2 + 3.00562×105w3

D= −8.13702×105 − 2.48081×104w−2.92013×107w2 − 4.70852×107w3

dan w adalah fraksi massa amina dalam larutan. Koefisien difusi CO2 dalam larutan

berair diukur dengan menggunakan hubungan Sada et al. [21] dan Versteeg dan van

Swaaij [22].

DCO2

DCO2 ,w

=DNO2

DNO2,w

(3)

Dimana

DCO2,w=¿2.35×10−6e−2119/T (4)

DNO2 ,w = 5.07×10−6e−2371/T (5)

DN2OμγB = DN2O,wμγ

w (6)

dimana γ = 0.8 [9]. Koefisien difusi MDEA dalam larutan air dihitung dengan cara

hubungan Wilke dan Chang [23],

DB = 2,31 × 10-15 TμB

(7)

Metode Analisis

Mengingat bahwa perlu untuk menentukan konsentrasi amina yang terdapat

pada awal penyerapan karbon dioksida, analisis diprogram untuk semua sampel dari

larutan alkanolamina dilakukan untuk mengetahui konsentrasi yang tepat dari amina

yang tersedia. Analisis ini dibuat dalam dua rangkap di waktu nol setelah sistem

dibuat.

Konsentrasi awal amina ditentukan dengan titrasi dengan HCl menggunakan

metil jingga sebagai indikator. Konsentrasi CO2 dalam cairan ditentukan dengan

metode titrasi standar. kelebihan NaOH dan kelebihan larutan BaCl2 yang

ditambahkan ke sampel cairan dan kelebihan NaOH dititrasi dengan larutan HCl

menggunakan fenolftalein sebagai indikator.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 6: Kinetika Reaksi Dari Co2 Murni Dengan n Methyldiethanolamine Dalam Larutan Berair

Densitas aliran, NA, dihitung dengan asumsi bahwa gas mengikuti perilaku

ideal, menggunakan ungkapan berikut :

NA = n'

A= PQ '

RTA (8)

Nilai volumetrik aliran bertepatan dengan nilai kemiringan garis lurus yang

mewakili volume CO2 yang diserap terhadap waktu (t) untuk setiap percobaan.

Penentuan dilakukan menggunakan metode regresi linear dari hasil percobaan.

Sebagai contoh, Gambar. 2 menawarkan representasi grafis dari CO2 yang diserap

per satuan luas permukaan terhadap waktu untuk eksperimen yang dilakukan pada

313 K. suhu operasi konstan dan tekanan gas parsial tetap dipertahankan,

memvariasikan konsentrasi initial MDEA antara 0,11 dan 2,78 M.

Dalam percobaan penyerapan dengan CO2 murni dalam larutan air MDEA, kami

menganalisis pengaruh konsentrasi awal alkanolamina dan suhu.

Gambar 2. Absorbs CO2 per unit permukaan dan waktu pada percobaan dengan MDEA pada suhu

313 K.

Penyerapan dalam Larutan MDEA

MDEA, H3C−N−(CH2−CH2−OH) 2, adalah alkanolamina tersier yang mana nitrogen

berikatan dengan dua grup yaitu etanol dan metil. Alkanolamina tersier dibedakan

dari yang primer dan sekunder dalam reaksinya dengan CO2 menghasilkan reaksi

Page 7: Kinetika Reaksi Dari Co2 Murni Dengan n Methyldiethanolamine Dalam Larutan Berair

yang lebih lambat dibandingkan dengan jenis amina lainnya, pembentukan karbamat

tidak mungkin terjadi.

Telah cukup diterima bahwa orde reaksi dari proses penyerapan kimia karbon

dioksida dalam larutan air dari MDEA adalah orde satu dengan merujuk pada

karbon dioksida dan alkanolamina, memberikan suatu orde reaksi keseluruhan orde

dua. Donaldson dan Nguyen [24] mengusulkan bahwa reaksi dapat digambarkan

dengan jenis katalisis dasar hidrasi CO2. Efek katalitik ini didasarkan pada

pembentukan ikatan hidrogen antara amina dan air. Ini melemahkan ikatan antara

gugus hidroksil (OH) dan hidrogen, dan kemudian meningkatkan reaktivitas

nukleofilik air terhadap karbon dioksida. Mengikuti mekanisme reaksi sebagai

berikut

(9)

Savage et al. [25] menganggap proses berlangsung dalam dua tahap:

H2O + R3N OH− + R3NH+ (cepat) (10)

OH− + CO2 HCO3− (lambat) (11)

Mekanisme keseluruhan juga termasuk reaksi pembentukan asam karbonat

(12) dan Pembentukan ion bikarbonat (13),

CO2 + H2O H2CO3 (12)

CO2 + OH− HCO3− (13)

Kepentingan relatif dari reaksi ini tergantung konstanta kecepatan dan

konsentrasi amina. Dalam mekanisme ini, reaksi hidrasi CO2 lambat, dengan kw

=0,0165s-1 pada suhu 298 K [26] dan menurut Blauwhoff et al. [27], biasanya

diabaikan. Namun, kelompok penelitian ini menganggap reaksi pembentukan ion

bikarbonat (13) menjadi salah satu yang sebagian besar memberikan kontribusi

terhadap proses [28], menurut arah reaksi dari CO2 dengan air, diikuti oleh disosiasi

cepat asam karbonat (14),

Page 8: Kinetika Reaksi Dari Co2 Murni Dengan n Methyldiethanolamine Dalam Larutan Berair

H2OCO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3

− (14)

mengerahkan reaksi CO2 dengan gugus hidroksil, yang berperan dominan ketika nilai

pH melebihi 8.0 [29]. Mengingat kemungkinan bahwa dalam proses penyerapan

monoalkylcarbonate bisa terjadi (15), seperti yang disarankan oleh Jørgensen dan

Faurholt [30],

CO2 + OH− + R2NCH2OH R2NCH2OCOO− + H2O (15)

Haimour et al. [32], meskipun bersaing bahwa mekanisme antara karbon dioksida

dan tersier alkanolamina dalam larutan air tidak sepenuhnya dipahami, untuk kasus

penyerapan CO2 dalam air larutan dari MDEA, menunjukkan bahwa pada

stoikiometri tersebut tingkat proses yang terjadi dijelaskan dalam reaksi (16).

CO2 + H2O + R3N R3NH+ + HCO3− (16)

Akibatnya, tingkat mekanisme yang diusulkan oleh Donaldson dan Nguyen [24]

untuk larutan berair methyldiethanolamine diasumsikan oleh berbagai kelompok

penelitian yang telah mempelajari sistem ini, seperti sesuai dengan hasil oleh

beberapa dari mereka [5,28,33].

Dari semua uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tersier amina tidak

bereaksi secara langsung dengan CO2, dan akibatnya MDEA tidak membentuk ion

karbamat. Studi baru setuju dengan pendapat di atas (merujuk untuk reaksi (12,13)),

mengingat reaksi pembentukan bikarbonat menjadi cepat dan mampu menambah

transfer massa, bahkan ketika konsentrasi hidroksil rendah dan dapat memberikan

kontribusi yang signifikan untuk tingkat penyerapan yang diamati [34].

Akibatnya, untuk proses tersebut antara CO2 dan MDEA, laju reaksi akan dituliskan

sebagai berikut

r = k2 MDEA [CO2][MDEA] + kOH−[CO2][OH−]= k [CO2] (17)

k = K2 MDEA [MDEA] + kOH− [OH−] (18)

kapp = k – kOH−[OH−] = k2 MDEA [MDEA] (19)

Page 9: Kinetika Reaksi Dari Co2 Murni Dengan n Methyldiethanolamine Dalam Larutan Berair

Akhirnya, meskipun ada kebulatan suara mengenai mekanisme reaksi, ada

sedikit perbedaan dalam literatur tentang penafsiran hasil kinetik, yang, menurut

pendapat Ko dan Li [7], mungkin datang dari kedua peredam yang berbeda

digunakan serta dari data inkonsistensi fisik (kelarutan dan koefisien difusi CO2

dalam larutan berair MDEA).

Untuk menganalisis pengaruh pH pada proses penyerapan CO2 dalam larutan air

MDEA, kami membuat eksperimen yang hasilnya pada 298 K ditunjukkan sebagai

contoh pada Gambar. 3, mencerminkan penurunan pH selama proses penyerapan

pada konsentrasi tertentu.

Reaksi Rezim

Untuk penentuan reaksi rezim, representasi terbuat dari nilai densitas fluks,

NA, melawan CBO, seperti ditunjukkan pada Gambar. 4. Tidak ada hubungan linear

berarti antara densitas fluks dan konsentrasi amina. Ini bisa menunjukkan

noninstantaneous Reaksi rezim untuk semua konsentrasi dan interval suhu.

Page 10: Kinetika Reaksi Dari Co2 Murni Dengan n Methyldiethanolamine Dalam Larutan Berair

Selain itu, hasil dari penelitian kelompok yang berbeda yang telah meneliti tentangn

methyldiethanolamine dan karbon dioksida di bawah kondisi yang berbeda dan

kontaktor [5-10,31,35] menyatakan tidak ada keraguan tentang

apakah proses penyerapan terjadi pada reaksi rezim cepat.

Pada penelitian ini, untuk menguji apakah proses berlangsung pada reaksi

rezim cepat, kita asumsikan sebagai hipotesis awal kami reaksi rezim cepat, di mana

orde m adalah satu merujuk pada CO2 dan n merujuk pada MDEA. Fluks molar

diberikan oleh Persamaan. (20) [36],

NA = √ 2m+1

D A km, nC Ao

m+1 CBo

n (20)

dengan asumsi bahwa orde reaksi adalah satu dengan merujuk pada CO2 dalam

larutan berair absorptionwith dari MDEA, maka Persamaan. (20) dikurangi menjadi

NA = CAo √ DA k l , nCB o

n (21)

Page 11: Kinetika Reaksi Dari Co2 Murni Dengan n Methyldiethanolamine Dalam Larutan Berair

jika kita menganggap bahwa C*A adalah konsentrasi CO2 dalam kesetimbangan

pada fase gas. Hal ini dapat dievaluasi oleh hukum Henry (pA = He C*A), dengan

hasil

log [ N A2 He2

pA2 DA

] = log k l,n + n log CBo (22)

Hasil log [(N A2 He2)/(DA pA

2 )] Dan log CBo tercantum dalam Tabel I.

Page 12: Kinetika Reaksi Dari Co2 Murni Dengan n Methyldiethanolamine Dalam Larutan Berair

Representasi ini (lihat Gambar. 5) mencerminkan diterimanya hubungan

linear untuk semua suhu dan konsentrasi yang diuji, menunjukkan bahwa kita akan

bekerja pada reaksi rezim cepat, yang sesuai dengan literatur.

Efek termal dan Parameter Kinetik

Suhu kontrol dalam fase cair campuran , dalam percobaan konsentrasi terbesar

MDEA ,menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dengan respek untuk suhu operasi,

sehingga kita dapat mempertimbangkan kondisi operasi menjadi isotermal .

Representasi terbuat dari suku pertama persamaan( 22 ) terhadap log CBo

(lihat Gambar.5) dan menerapkan metode kuadrat-terkecil , kita menghitung

kemiringan (n) dan y intersep (0,0 ≡ log k1,n) , yang menentukan suatu konstanta

kinetika ( lihat Tabel II ) .

Nilai-nilai kemiringan masing-masing berkisar 0,82-0,97 pada suhu 303 dan

288 K , nilai-nilai ini mendekati dengan yang dilaporkan oleh Ko dan Li [ 7 ] yang

masing-masing memberikan nilai 0,91 , 0,94 , dan 0,88 pada 303 , 308 , dan 313 K.

Dengan demikian , reaksi dapat dianggap sebagai reaksi pseudo- orde pertama ,

menurut penulis yang berbeda [ 7,9,10,27,35 ] .

Page 13: Kinetika Reaksi Dari Co2 Murni Dengan n Methyldiethanolamine Dalam Larutan Berair

Nilai-nilai konstanta kinetik ditentukan dari orde yang sama besarnya seperti

yang dilaporkan oleh penulis lain , meskipun ada beberapa perbedaan , seperti

konstanta orde kedua pada 298 K mulai dari 1,35 [5] menjadi 4,70 [6].

Akhirnya, dari nilai-nilai Tabel II, kita uji nilai k dan T ke persamaan Arrhenius.

Dengan demikian, dapat dilihat dalam Gambar. 6, ln k vs 1 / T, aplikasi

Page 14: Kinetika Reaksi Dari Co2 Murni Dengan n Methyldiethanolamine Dalam Larutan Berair

dari metode kuadrat memungkinkan dapat diterima, dengan pengurangan persamaan

berikut, mirip dengan yang ditemukan dalam literatur (lihat Tabel III):

Ln k2 = 22,4 – 6243.5

T (23)

Mengingat persamaan untuk konstanta kinetik yang diusulkan (Persamaan

(23)) dan yang sama ditemukan dalam literatur, kami membuat representasi (Gambar

6) di mana perjanjian hasil kami dengan karya-karya sebelumnya dapat diterima,

termasuk nilai-nilai tertentu untuk konstanta kinetik ditentukan pada suhu tertentu.

Dari Persamaan (23), kita dapat menyimpulkan energi aktivasi(EA)ap 51,9

kJ/mol, nilai, yang dekat kepada hasil dari sebagian besar kelompok penelitian (lihat

Tabel III). Juga, dari nilai y intersep,faktor frekuensi dapat ditentukan, memberikan

nilai 5,34 109 m3/kmol s.

Faktor peningkatan dan angka Hatta

Dengan asumsi valid persamaan (23) untuk konstanta kinetik, angka Hatta

dapat dihitung dengan Persamaan. (24)

Ha = √ k2CBo DA

k L2 (24)

dimana koefisien transfer massa-fase cair (kL) diperoleh dalam penelian sebelumnya

[39] pada kondisi operasi yang sama dan yang terkait, dengan memodifikasi bilangan

Sherwood, dengan bilangan Schmidt dan Reynolds [18].

Dengan demikian, faktor peningkatan seketika, Ei, dalam kesepakatan dengan

teori film, dapat dievaluasi pada masing-masing suhu,

Ei = 1 + DB

z DA

He CBo

PA (25)

dimana z = 1 sesuai dengan reaksi stoikiometri.

Ketika Ei dan Ha diketahui, faktor peningkatan, E, dapat ditentukan dari persamaan

DeCoursey [40],

(26)

Page 15: Kinetika Reaksi Dari Co2 Murni Dengan n Methyldiethanolamine Dalam Larutan Berair

Tabel IV mencantumkan nilai-nilai E, Ei, dan Ha, sesuai ke seluruh interval

suhu dan konsentrasi diuji.

Analisis hasil ini menegaskan bahwa reaksi rezim tidak instan karena

mengikuti kondisi tertentu:

Meskipun ada indikasi bahwa kita bekerja dalam reaksi rezim cepat, karena

Ei>Ha, kondisi reaksi rezim cepat yang dibicarakan benar adalah namun tidak

Page 16: Kinetika Reaksi Dari Co2 Murni Dengan n Methyldiethanolamine Dalam Larutan Berair

terpenuhi, menurut E = Ha. Namun, kecuali dalam eksperimen dibuat pada

konsentrasi lebih tinggi dari 1 M pada 303 K dan 0,5 M dari 308

untuk 313 K, memang benar bahwa

0.3 < Ha < 3.0

menunjukkan bahwa proses terjadi pada reaksi rezim cepat [36], meskipun dalam

percobaan disebutkan di atas, Ha> 3, itu bisa diterima bahwa penyerapan terjadi

pada reaksi rezim cepat pseudo- orde satu seperti mengikuti kondisi [41]:

3 < Ha < Ei/2

Begitupun, kita dapat mengkonfirmasi bahwa dalam banyak hal, hubungan

antara faktor peningkatan dan angka Hatta adalah E ≈ Ha + 1, fakta bahwa, untuk

nilai-nilai Ha antara limit batas atas, itu akan sesuai dengan reaksi rezim cepat.

Gambar 7. Variasi dari factor peningkatan (E) dengan bilangan Hatta (Ha) pada percobaan dari MDEA pada temperature yang berbeda-beda

Semua uraian di atas memperkuat hipotesis awal, yang mana menurut

penyerapan CO2 murni dalam larutan berair MDEA berlangsung pada reaksi rezim

cepat, di mana reaksi moderat dalam Film terjadi dan cepat di sebagian besar interior

Page 17: Kinetika Reaksi Dari Co2 Murni Dengan n Methyldiethanolamine Dalam Larutan Berair

larutan fase cair[36]. Akhirnya, representasi koordinatlogaritmik E vs Ha (Gambar 7)

menegaskan reaksi diasumsikan sebagai reaksi rezim cepat.

KESIMPULAN

MDEA, suhu kontrol dalam cairan fasa campuran menunjukkan bahwa tidak

ada perbedaan sehubungan dengan suhu operasi, sehingga kita dapat

mempertimbangkan kondisi operasi menjadi isotermal. Kami menyimpulkan bahwa

proses berlangsung pada rteaksi Rezim cepat, dengan kinetika orde kedua. Akhirnya,

kita menguji nilai konstanta kinetik dan suhu ke Persamaan Arrhenius. Dengan

menggunakan persamaan ini, kita dapat menyimpulkan energi aktivasi sebesar 51,9

kJ / mol.