JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 4 No. 4 Oktober 2020

15
Vol. 4 No. 4 Oktober 2020 JURNAL ILMIAH KOHESI 67 FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEDAN JOHOR TAHUN 2019 PLORA NOVITA FEBRINA SINAGA STIKES MITRA HUSADA MEDAN ABSTRACT Normal hemoglobin levels generally differ in both men and women. According to the WHO normal hemoglobin levels in adult women 12.0 gr/dl, adult males 13.0 gr/dl, pregnant women 11.0 gr/dl. The prevalence of anemia is estimated to be about 14 percent in developed countries and 51 percent of developing countries (Vanamala, et al, 2018). In 2011, the prevalence of anemia in pregnant women was 29 percent and pregnant women aged 15-49 were 38 percent. The World Health Organization (WHO) is targeting a 50 percent decrease in the prevalence of anemia in WUS by 2025 (WHA, 2015). Anemia in pregnant women is a problem that needs to be taken seriously, because it has a bad impact on the fetus, the labor process and postpartum period. Fe tablets have been given to prevent anemia but the prevalence of anemia until now is still high. Maternal Mortality Rate (AKI) and Infant Mortality Rate (AKB). Morbidity and perinatal maternal mortality are still high in developing countries. According to a 2014 World Health Organization (WHO) report, the world maternal mortality rate is 289,000. The number of maternal deaths decreased from 385 in 1990 to 216 in 2015 per 100,000 live births. The World Health Organization (WHO) estimates 800 women die every day from pregnancy complications and the birth process. About 99% of all maternal deaths occur in developing countries. About 80% of maternal deaths are due to increased complications during pregnancy, childbirth and after childbirth (WHO, 2014) Keywords : Anemia, Pregnant Women PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu indikator pembangunan kesehatan dalam RPJMN 2015-2019 dan SDGs adalah Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Morbiditas dan mortalitas maternal perinatal masih tinggi di negara berkembang. Menurut laporan World Health Organization (WHO) tahun 2014 Angka Kematian Ibu (AKI) di dunia yaitu 289.000 jiwa. Jumlah kematian ibu menurun dari 385 pada tahun 1990 menjadi 216 pada tahun 2015 per 100.000 kelahiran hidup. World Health Organization (WHO) memperkirakan 800 perempuan meninggal setiap harinya akibat komplikasi kehamilan dan proses kelahiran. Sekitar 99% dari seluruh kematian ibu terjadi di Negara berkembang. Sekitar 80% kematian maternal merupakan akibat meningkatnya komplikasi selama kehamilan, persalinan dan setelah persalinan (WHO, 2014). Data dari Kemenkes (2015) menunjukkan bahwa angka kematian maternal di Indonesia tahun 2015 sebesar 305/100.000 kelahiran hidup dan angka ini mengalami penurunan dari 359/100.000 kelahiran hidup di tahun 2012 (Profil Kesehatan Indonesia, 2015). Dalam RPJMN 2014-2019, pemerintah menargetkan penurunan AKI dari 205/100.000 kelahiran menjadi 276/100.000 kelahiran hidup. Sedangkan AKB mengalami penurunan dari tahun 2012 yatu 32/1000 KH menjadi 22/1000 KH pada tahun 2015. Penyebab langsung obstetrik kematian ibu yaitu kematian ibu yang berhubungan dengan komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas seperti hipertensi dalam kehamilan (32%), komplikasi puerperium (31%), perdarahan postpartum (20%), abortus (4%) dan partus lama (1%). Kematian ibu yang disebabkan oleh penyebab tidak langsung yaitu kematian ibu yang disebabkan oleh penyakit seperti anemia, malaria, sifilis, HIV, AIDS, dan lain-lain (Kemenkes RI, 2015). Tingginya angka kematian ibu berkaitan erat dengan anemia pada kehamilan. Kehamilan adalah proses pertumbuhan dan perkembangan hasil konsepsi (janin dan plasenta) di dalam uterus hingga menjelang persalinan. Masa kehamilan mengalami perubahan fisik, sosial dan mental yang bersifat alami dan mempengaruhi kehidupannya. Setiap ibu hamil harus memiliki nutrisi yang cukup dan bergizi selama kehamilan untuk proses pertumbuhan dan perkembangan si janin. Ibu hamil yang mengalami kekurangan gizi pada masa kehamilan seperti kurang asupan zat besi, maka akan menimbulkan dampak buruk pada ibu maupun pertumbuhan dan perkembangan janin. Kurang asupan zat besi pada ibu hamil dapat menyebabkan anemia.

Transcript of JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 4 No. 4 Oktober 2020

Page 1: JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 4 No. 4 Oktober 2020

Vol. 4 No. 4 Oktober 2020 JURNAL ILMIAH KOHESI

67

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEDAN JOHOR TAHUN 2019

PLORA NOVITA FEBRINA SINAGA STIKES MITRA HUSADA MEDAN

ABSTRACT Normal hemoglobin levels generally differ in both men and women. According to the WHO normal hemoglobin levels in adult women 12.0 gr/dl, adult males 13.0 gr/dl, pregnant women 11.0 gr/dl. The prevalence of anemia is estimated to be about 14 percent in developed countries and 51 percent of developing countries (Vanamala, et al, 2018). In 2011, the prevalence of anemia in pregnant women was 29 percent and pregnant women aged 15-49 were 38 percent. The World Health Organization (WHO) is targeting a 50 percent decrease in the prevalence of anemia in WUS by 2025 (WHA, 2015). Anemia in pregnant women is a problem that needs to be taken seriously, because it has a bad impact on the fetus, the labor process and postpartum period. Fe tablets have been given to prevent anemia but the prevalence of anemia until now is still high. Maternal Mortality Rate (AKI) and Infant Mortality Rate (AKB). Morbidity and perinatal maternal mortality are still high in developing countries. According to a 2014 World Health Organization (WHO) report, the world maternal mortality rate is 289,000. The number of maternal deaths decreased from 385 in 1990 to 216 in 2015 per 100,000 live births. The World Health Organization (WHO) estimates 800 women die every day from pregnancy complications and the birth process. About 99% of all maternal deaths occur in developing countries. About 80% of maternal deaths are due to increased complications during pregnancy, childbirth and after childbirth (WHO, 2014) Keywords : Anemia, Pregnant Women

PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu indikator pembangunan kesehatan dalam RPJMN 2015-2019 dan SDGs adalah Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Morbiditas dan mortalitas maternal perinatal masih tinggi di negara berkembang. Menurut laporan World Health Organization (WHO) tahun 2014 Angka Kematian Ibu (AKI) di dunia yaitu 289.000 jiwa. Jumlah kematian ibu menurun dari 385 pada tahun 1990 menjadi 216 pada tahun 2015 per 100.000 kelahiran hidup. World Health Organization (WHO) memperkirakan 800 perempuan meninggal setiap harinya akibat komplikasi kehamilan dan proses kelahiran. Sekitar 99% dari seluruh kematian ibu terjadi di Negara berkembang. Sekitar 80% kematian maternal merupakan akibat meningkatnya komplikasi selama kehamilan, persalinan dan setelah persalinan (WHO, 2014). Data dari Kemenkes (2015) menunjukkan bahwa angka kematian maternal di Indonesia tahun 2015 sebesar 305/100.000 kelahiran hidup dan angka ini mengalami penurunan dari 359/100.000 kelahiran hidup di tahun 2012 (Profil Kesehatan Indonesia, 2015). Dalam RPJMN 2014-2019, pemerintah menargetkan penurunan AKI dari 205/100.000 kelahiran menjadi 276/100.000 kelahiran hidup. Sedangkan AKB mengalami penurunan dari tahun 2012 yatu 32/1000 KH menjadi 22/1000 KH pada tahun 2015. Penyebab langsung obstetrik kematian ibu yaitu kematian ibu yang berhubungan dengan komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas seperti hipertensi dalam kehamilan (32%), komplikasi puerperium (31%), perdarahan postpartum (20%), abortus (4%) dan partus lama (1%). Kematian ibu yang disebabkan oleh penyebab tidak langsung yaitu kematian ibu yang disebabkan oleh penyakit seperti anemia, malaria, sifilis, HIV, AIDS, dan lain-lain (Kemenkes RI, 2015). Tingginya angka kematian ibu berkaitan erat dengan anemia pada kehamilan. Kehamilan adalah proses pertumbuhan dan perkembangan hasil konsepsi (janin dan plasenta) di dalam uterus hingga menjelang persalinan. Masa kehamilan mengalami perubahan fisik, sosial dan mental yang bersifat alami dan mempengaruhi kehidupannya. Setiap ibu hamil harus memiliki nutrisi yang cukup dan bergizi selama kehamilan untuk proses pertumbuhan dan perkembangan si janin. Ibu hamil yang mengalami kekurangan gizi pada masa kehamilan seperti kurang asupan zat besi, maka akan menimbulkan dampak buruk pada ibu maupun pertumbuhan dan perkembangan janin. Kurang asupan zat besi pada ibu hamil dapat menyebabkan anemia.

Page 2: JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 4 No. 4 Oktober 2020

Vol. 4 No. 4 Oktober 2020 JURNAL ILMIAH KOHESI

68

Anemia dalam kehamilan dapat meningkatkan resiko kematian pada ibu saat melahirkan, bayi lahir dengan berat badan rendah, resiko terkena infeksi, risiko kelahiran prematur serta mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan (Profil Kesehatan Indonesia, 2017). Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat terbesar di dunia terutama bagi kelompok wanita usia reproduksi (WUS). Anemia pada wanita usia subur (WUS) dapat menimbulkan kelelahan, badan lemah dan penurunan kapasitas/kemampuan produktifitas kerja. Diperkirakan 50 persen penyebab anemia pada wanita diseluruh dunia adalah kekurangan zat besi, dan penyebab anemia lainnya yaitu infeksi, defisiensi nutrisi lainnya terutama asam folat, vitamin B12, vitamin A dan vitamin C. Anemia adalah suatu keadaan di mana tubuh memiliki jumlah sel darah merah atau hemoglobin kurang dari batas normal, dimana hemoglobin berfungsi membawa oksigen ke seluruh jaringan tubuh (Proverawati, 2011). Kadar hemoglobin normal pada umumnya berbeda pada laki-laki dan perempuan. Menurut WHO kadar hemoglobin normal pada wanita dewasa 12,0 gr/dl, pria dewasa 13,0 gr/dl, ibu hamil 11,0 gr/dl. Prevalensi anemia diperkirakan sekitar 14 persen terjadi di negara maju dan 51 persen dari negara berkembang (Vanamala, dkk, 2018). Tahun 2011, prevalensi anemia pada wanita tidak hamil sebanyak 29 persen dan wanita hamil berusia 15-49 tahun sebanyak 38 persen. World Health Organization (WHO) menargetkan penurunan prevalensi anemia pada WUS sebesar 50 persen pada tahun 2025 (WHA, 2015). Anemia pada kehamilan merupakan masalah kesehatan nasional karena mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dan pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Anemia pada kehamilan terkait dengan perubahan fisiologis yang terjadi selama proses kehamilan, pertumbuhan dan perkembangan janin, serta kondisi ibu sebelum hamil. Pada masa kehamilan, volume darah merah dan plasma meningkat seiring dengan peningkatan curah jantung. Kebutuhan darah meningkat sebesar 30-33 persen. Peningkatan kebutuhan darah menyebabkan kecenderungan ibu hamil mengalami anemia. Peningkatan ini sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan fetus selama di dalam kandungan (Tarwoto, 2017). Anemia dalam kehamilan adalah suatu keadaan dimana ibu dengan kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 11 gr/dl pada trimester satu dan tiga sedangkan pada trimester dua kadar hemoglobin kurang dari 10,5 gr/dl. Anemia kehamilan disebut “potentional danger to mother and child” (potensi membahayakan ibu dan anak), karena itulah anemia memerlukan perhatian serius dari semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan . Anemia pada ibu hamil terjadi karena asupan nutrisi yang tidak adekuat dan atau pemenuhan zat besi yang rendah dalam makanan, Wanita hamil sangat rentan mengalami defesiensi zat besi karena dalam kehamilan membutuhkan oksigen lebih tinggi, sehingga volume plasma bertambah dan sel darah merah (eritrosit) meningkat. Peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin (Hb) akibat hemodilusi (Cunninggham dkk, 2013). World Health Organization (WHO, 2016), melaporkan bahwa prevalensi anemia pada ibu hamil di dunia sekitar 40,1 persen. Persentase tersebut mengalami peningkatan dari tahun 2015 sebesar 39,8 persen dan tahun 2014 sebesar 39,6 persen (WHO, 2016). Prevalensi anemia pada ibu hamil diperkirakan di Asia sebesar 48,2 persen, Afrika 57,1 persen, Amerika 24,1 persen dan Eropa 25,1 persen (Astriana, 2017). Berdasarkan data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018), prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia sebesar 48,9 persen. Data anemia pada ibu hamil mengalami peningkatan dibandingkan data anemia hasil Riskesdas pada tahun 2013 yaitu sebesar 37,1 persen diantaranya pada trimester satu sebanyak 3,8 persen, trimester dua sebanyak 13,6 persen dan trimester ketiga sebanyak 24,8 persen (Profil Kesehatan Indonesia, 2016). Laporan Dinas Kesehatan Kota Medan (2018) menunjukkan data dari 39.240 ibu hamil terdapat 780 ibu hamil yang mengalami anemia. Angka kejadian anemia di Indonesia masih tinggi dikarenakan pencegahan dan penanganan belum dilakukan sebelum masa kehamilan. Asuhan pelayanan pada kehamilan yaitu mencegah komplikasi pada masa kehamilan maupun persalinan dengan pemeriksaan darah yang dilakukan minimal dua kali selama kehamilan, yaitu pada trimester satu dan tiga, kunjungan pemeriksaan kehamilan minimal empat kali selama kehamilan yaitu satu kali pada trimester pertama, satu kali pada trimester kedua dan dua kali pada trimester ketiga. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Vanamala dkk. (2017) di India, ibu hamil yang menderita anemia dengan kadar Hb kurang dari 10 gr/dl sebanyak 48,3 persen. Hasil penelitian Astriana (2017) di Puskesmas Tanjung Agung, Baturaja, ibu hamil yang anemia sebanyak 42,6 persen. Kejadian anemia pada kehamilan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur hamil yang tidak ideal, pendidikan yang rendah, pekerjaan, paritas, umur kehamilan, jarak kehamilan, kepatuhan konsumsi tablet fe, status ekonomi, kunjungan ANC, penyakit, emesis gravidarum, pengetahuan yang rendah tentang zat besi, status gizi dan pola makan yang tidak seimbang. Umur ibu yang ideal untuk hamil adalah 20 sampai 35 tahun. Kehamilan di usia kurang dari 20 tahun masih terjadi proses pertumbuhan fisik sehingga membutuhkan zat gizi lebih banyak, bila zat gizi yang dibutuhkan tidak terpenuhi akan terjadi persaingan zat gizi antara ibu dan janin maka akan beresiko mengalami anemia pada masa kehamilan. Pada ibu dengan umur lebih dari 35 tahun telah terjadi kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta

Page 3: JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 4 No. 4 Oktober 2020

Vol. 4 No. 4 Oktober 2020 JURNAL ILMIAH KOHESI

69

berbagai penyakit yang sering menimpa seperti mudah terkena infeksi selama kehamilan sehingga penyakit dan infeksi tersebut mengganggu penyerapan gizi khususnya zat besi di dalam tubuh. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Astriana (2017), menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian anemia pada ibu hamil dengan nilai uji statistik p value sama dengan 0,018 lebih kecil dari 0,05. Penelitian lain yang dilakukan oleh Astuti (2016), menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara umur dengan kejadian anemia pada ibu hamil dengan nilai uji statistik p value sama dengan 0,004 lebih kecil dari 0,05. Ibu yang sering melahirkan dan pada kehamilan berikutnya kurang memperhatikan asupan nutrisi yang baik dalam kehamilan, cenderung beresiko mengalami anemia. Hal ini disebabkan karena dalam masa kehamilan zat gizi akan terbagi untuk ibu dan untuk janin yang dikandung, selain itu tubuh ibu belum sempat memenuhi kebutuhan zat besi yang keluar melalui darah pada proses persalinan dengan jumlah anak yang banyak, sementara ibu dalam kondisi hamil kembali dan banyak memerlukan zat besi (Manuaba, 2010). Menurut penelitian Abriha, Yesuf dan Wessie (2014) di Makele Ethiopia, bahwa ibu hamil yang memiliki anak kurang dari dua memiliki Odds Ratio satu dan lebih dari atau sama dengan dua anak memilki Odds Ratio 2,20 kemungkinan mengalami anemia. Penelitian Derso, Abera dan Tariku (2015) di Northwest Ethiopia, ibu hamil yang memiliki anak kurang dari dua memiliki Odds Ratio satu, jumlah anak dua hingga empat orang memiliki Odds Ratio 3,14 dan jumlah anak lebih dari atau sama dengan lima memilki Odds Ratio 4,20 kemungkinan mengalami anemia. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah anemia dalam kehamilan adalah dengan deteksi dini penyulit dan komplikasi dalam kehamilan melalui program pelayanan ANC, berupa pemeriksaan kehamilan minimal empat kali kunjungan yaitu minimal satu kali pada trimester pertama, satu kali trimester kedua dan dua kali pada trimester ketiga. Ibu hamil yang tidak rutin dalam melakukan kunjungan ANC beresiko mengalami komplikasi/penyulit dalam kehamilan, salah satunya adalah kejadian anemia karena kejadian anemia tidak dapat dideteksi secara dini karena kunjungan pemeriksaan yang tidak sesuai standar. Kunjungan ANC merupakan upaya preventif ibu hamil untuk menghasilkan kehamilan yang sehat melalui pemeriksaan fisik, pemberian suplemen serta penyuluhan kesehatan ibu hamil. Awal kehamilan, hormon estrogen yang meningkat menyebabkan seorang ibu mengalami perasaan enek (nausea), penurunan tonus otot traktus digestivus sehingga motilitas berkurang mengakibatkan makanan lebih lama berada dalam usus . Peningkatan kadar hormon dan HCG juga menimbulkan perubahan peristaltik pada usus sehingga asam lambung meningkat menyebabkan adanya keluhan mual dan mutah (emesis). Ibu hamil masih dapat beraktifitas, makan dan minum namun nafsu makan ibu cenderung menurun dan kurangnya asupan gizi yang cukup dan seimbang untuk kesehatan kehamilan dan perkembangan janin khususnya komponen zat besi yang dibutuhkan untuk pembentukan hemoglobin. Ibu hamil dalam pencegahan anemia pada kehamilan perlu mengkonsumsi tablet Fe selama kehamilan, karena kebutuhan zat besi ibu hamil meningkat selama kehamilan. Tablet Fe adalah garam besi dalam bentuk tablet atau kapsul yang apabila dikonsumsi secara teratur dapat meningkatkan jumlah sel darah merah. Wanita hamil mengalami pengenceran darah sehingga memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah merah. Tablet Fe dikonsumsi minimal 90 tablet selama kehamilan. Hasil penelitian Anggraini, Purnomo dan Trijanto (2018), menunjukkan ada pengaruh antara kepatuhan mengkonsumsi tablet fe terhadap anemia pada ibu hamil dengan nilai uji statistik p value sama dengan 0,012 lebih kecil dari 0,05. Hasil penelitian Handayani (2017) di Palembang, menunjukkan bahwa ada hubungan antara kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe dengan kejadian anemia defesiensi zat besi pada ibu hamil dengan nilai OR sebesar 10,667. Konsumsi tablet Fe tidak hanya memberi efek posistif terhadap peningkatan kadar Hb, namun menimbulkan efek samping seperti mual, muntah dan juga obstipasi. Kurangnya informasi tentang manfaat serta pentingnya tablet Fe secara tidak langsung mempengaruhi kepatuhan ibu hamil untuk mengkonsumsi tablet Fe. Pemberian tablet Fe di Indonesia pada tahun 2017 memiliki target 90 persen , namun capaian di Indonesia sebesar 80,81 persen, Sumatera Utara 78,02 dimana pemberian Fe di Sumatera Utara lebih dari atau sama dengan 90 tablet sebesar 7,94 persen dan kurang dari 90 tablet sebesar 52,11 persen. Persentase ini meningkat dibandingkan tahun 2016 yaitu 73,31 persen. Meskipun pemerintah sudah melakukan program penanggulangan anemia pada ibu hamil yaitu dengan memberikan 90 tablet Fe kepada ibu hamil selama periode kehamilan dengan tujuan menurunkan angka anemia ibu hamil, tetapi kejadian anemia pada ibu hamil masih tinggi. Banyak berpantang makanan tertentu dan pola makan yang tidak baik selagi hamil dapat memperburuk keadaan anemia gizi besi, pola makan yang tidak memenuhi gizi seimbang dan sedikit bahan makanan sumber Fe seperti daging, ikan, hati atau pangan hewani lainnya merupakan salah satu faktor penyebab anemia. Karena pangan hewani merupakan sumber zat besi yang tinggi absorbsinya (Tarwoto , 2017). Dampak anemia pada reproduksi wanita yaitu mengurangi suplai darah ke uterus sehingga pada masa kehamilan berdampak bagi ibu dan janin. Hal ini menyebabkan morbiditas dan mortaliltas ibu serta kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi. Dampak bagi ibu dapat mengakibatkan perdarahan, infeksi, abortus, persalinan prematur, dan ketuban pecah dini yang dapat

Page 4: JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 4 No. 4 Oktober 2020

Vol. 4 No. 4 Oktober 2020 JURNAL ILMIAH KOHESI

70

berakhir dengan kematian (Manuaba, 2010). Dampak bagi janin dapat menyebabkan IUFD, kelainan kongenital, prematur, BBLR dan IQ rendah. Hasil survei penduduk antar sensus (SUPAS) Tahun 2015 angka kematian bayi di Indonesia sebesar 22,23 per 1000 kelahiran hidup dan angka ini mengalami penurunan dari 29 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2012. Penyebab kematian bayi di Indonesia adalah BBLR (29%), asfiksia (27%), Trauma lahir, tetanus neonatorium, infeksi lain dan kelainan kongenital . Dampak anemia pada proses persalinan juga dapat menyebabkan rahim mengalami hipoksia jaringan sehingga uterus tidak berkontraksi sehingga terjadi partus lama, retensio uteri, perdarahan postpartum dan syok. Dampak anemia saat postpartum mengakibatkan terjadinya subinvolusio uteri, perlukaan sukar sembuh, mudah terjadi febris puerpuralis anemia pada masa nifas dan produksi ASI yang rendah. Penelitian yang dilakukan di RSUD Achmad Darwis oleh Syifaurrahmah, Yusrawati dan Zulkarnain (2014) tentang hubungan anemia dengan BBLR pada kehamilan aterm, terdapat bayi lahir dengan BBLR sebanyak 24 bayi dari ibu yang anemia (32,9%). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan anemia dalam kejadian BBLR dengan nilai P-Value sama dengan 0,047 lebih kecil dari 0,05. Anemia dalam kehamilan mengakibatkan gangguan transfer hemoglobin ke janin melalui plasenta sehingga bayi lahir dengan BBLR. Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Wonogiri oleh Wuryanti (2017) tentang Hubungan Anemia Dalam Kehamilan Dengan Perdarahan Postpartum menunjukkan bahwa ada hubungan anemia dalam kehamilan dengan perdarahan postpartum dengan nilai P-Value sama dengan 0,008 lebih kecil dari 0,05. Anemia ibu hamil merupakan salah satu faktor resiko terjadinya persalinan preterm. Anemia menyebabkan terjadinya hipoksia kronis sehingga dapat menginduksi stress ibu dan janin. Respon stress akan memicu pelepasan CRH (Corticotropin Releasing Hormon) dan peningkatan produksi kortisol yang selanjutnya akan menginduksi persalinan preterm (Hacker dkk, 2010). Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat M. Djamil Padang, oleh Ulfa, Ariadi dan Elmatis (2013) tentang hubungan anemia dengan kejadian persalinan preterm, dari 30 persalinan preterm didapati sebanyak 17 ibu yang anemia (70,8%). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan anemia dalam kejadian persalinan preterm dengan nilai P-Value sama dengan 0,018 lebih kecil dari 0,05 dan OR sebesar 4,297. Pemerintah mengambil kebijakan dengan melakukan deteksi anemia dalam kehamilan pada ibu hamil melalui pemeriksaan Hb. Penerapan standar pelayanan pada kehamilan khususnya pengelolaan anemia pada kehamilan. Adanya standar minimal yaitu pemberian tablet Fe sebanyak 90 tablet selama kehamilan dan temuwicara yaitu melalui konseling bagi ibu hamil termasuk konseling gizi yang berkaitan dengan anemia dalam kehamilan. Pemerintah telah mengambil kebijakan dalam menanggapi anemia pada ibu hamil dengan memberikan tablet zat besi sebanyak satu tablet perhari minimal 90 tablet selama kehamilan. Hal ini tertuang dalam peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 97 Tahun 2014 dalam BAB II Pasal 9 tentang pemberian suplementasi gizi untuk pencegahan anemia. Mengingat prevalensi anemia ibu hamil masih tetap tinggi sehingga program ini tampaknya perlu dievaluasi efektivitasnya, meskipun upaya intervensi untuk mengatasi masalah anemia pada ibu hamil telah lama dilakukan (Kemenkes RI, 2015). Hasil wawancara yang dilakukan dengan petugas kesehatan di Puskesmas Medan Johor sekitar 30 persen ibu hamil mengalami anemia meskipun program penanggulangan dan pemeriksaan kehamilan telah dilakukan. Hasil survei pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Medan Johor didapatkan pada tahun 2017 dari 202 ibu hamil yang dilakukan pemeriksaan Hb terdapat 79 ibu hamil (39,1%) yang anemia. Tahun 2018 dari 154 ibu hamil yang dilakukan pemeriksaan Hb terdapat 47 ibu hamil (30,5%) yang anemia, dan pada tahun 2019 dari bulan januari hingga april 2019 dari 242 yang dilakukan pemeriksaan terdapat 78 ibu hamil (32,2%) yang anemia. Setiap ibu hamil yang berkunjung pertama kali ke Puskesmas dilakukan pemeriksaan Hb dan setiap ibu hamil baik anemia maupun tidak anemia diberikan tablet Fe. Tablet Fe diberikan sebanyak tiga kali yaitu minimal 30 butir setiap kunjungan. Semua ibu hamil diberikan tablet Fe namun hanya satu orang ibu hamil yang rutin mengkonsumsinya. Ibu hamil yang tidak rutin mengkonsumsi tablet Fe kebanyakan mengatakan lupa karena pekerjaan rumah yang banyak dan mengurus anak, ada juga yang merasa mual setelah mengkonsumsi tablet tersebut dan ada juga yang malas dan tidak peduli. Ibu hamil yang mengalami emesis gravidarum pada saat trimester pertama sebanyak enam orang. Menu makanan yang disajikanpun seadanya tidak memperhatikan pola gizi seimbang. Sebagian besar ibu hamil tersebut kurang memahami tentang anemia dalam kehamilan serta dampaknya.

TINJAUAN PUSTAKA Kehamilan Kehamilan adalah proses fertilisasi atau penyatuan antara spermatozoa dan ovum yang berlanjut dengan proses nidasi atau implantasi sehingga terjadi pertumbuhan dan perkembangan hasil konsepsi (janin dan plasenta) di dalam uterus hingga menjelang persalinan. Berdasarkan kelender internasional, kehamilan normal berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan atau sembilan bulan bila dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi. Masa kehamilan terdiri dari tiga trimester

Page 5: JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 4 No. 4 Oktober 2020

Vol. 4 No. 4 Oktober 2020 JURNAL ILMIAH KOHESI

71

yaitu trimester satu sampai gestasi 14 minggu, trimester kedua sampai gestasi 28 minggu, trimester ketiga sampai gestasi lebih dari atau sama dengan 36 minggu (Walyani, 2017). Kehamilan merupakan proses fisiologi yang alami oleh wanita hamil baik secara fisik maupun psikis dengan proses perubahan bentuk tubuh yang hampir sama pada setiap wanita hamil. Perubahan pada ibu hamil secara fisik akan mengalami perubahan pada sistem reproduksi, payudara, sistem endokrin, sistem kekebalan, sistem perkemihan, sistem pencernaan, sistem muskuloskletal, sistem kardiovaskuler, sistem integumen, metabolisme, darah dan pembekuan darah, sistem pernapasan dan sistem persyarafan (Asrinah dkk, 2017). Perubahan fisiologis pada masa kehamilan mengakibatkan perubahan pada kebutuhan gizi ibu hamil. Perubahan ini terlihat nyata dengan bertambahnya berat badan, yang umumnya bertambah sekitar 6-12 kg yang meliputi pertumbuhan fetus (janin), plasenta dan cairan amnion, pertambahan volume darah ibu serta pertambahan ukuran payudara dan rahim. Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme energi sehingga kebutuhan energi dan zat gizi juga meningkat, karena kekurangan zat gizi tertentu yang diperlukan dapat menyebabkan janin tumbuh tidak sempurna. Bagi ibu hamil, pada dasarnya semua zat gizi memerlukan tambahan, namun yang sering mengalami kekurangan adalah energi protein dan beberapa mineral seperti zat besi dan kalsium (Waryono, 2010). Masa kehamilan volume darah total ibu meningkat sekitar 30 hingga 50 persen pada kehamilan tunggal dan 50 persen pada kehamilan kembar. Peningkatan volume darah berhubungan dengan peningkatan CO mulai kehamilan enam minggu. Peningkatan volume darah juga berhubungan dengan mekanisme hormonal. Darah terdiri dari dua komponen yaitu plasma (55%) dan sel-sel darah (45%). Plasma mengandung air, protein plasma, dan elektrolit. Sel-sel darah terdiri dari eritrosit (99%), leukosit dan trombosit. Peningkatan volume plasma yaitu sekitar 50 persen, hal ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme ibu dan janin. Hal ini mengakibatkan terjadinya hemodilusi yang menyebabkan kadar hematokrit rendah sehingga terjadi anemia fisiologis yang umum terjadi pada gestasi 24 hingga 32 minggu. Volume plasma meningkat pada minggu keenam kehamilan, sehingga terjadi pengenceran darah (hemodilusi) dengan puncaknya pada umur kehamilan 32-34 minggu. Serum darah (volume darah) bertambah 25-30 persen dan sel darah bertambah 20 persen. Setelah itu volume darah menjadi relatif stabil meski massa eritrosit tetap meningkat (Walyani, 2017). Selama kehamilan kebutuhan perkembangan janin dan plasenta menyebabkan peningkatan akan kebutuhan zat besi serta peningkatan absorbsinya. Kebutuhan zat besi meningkat dari dua miligram menjadi empat miligram perhari. Kebutuhan zat besi selama kehamilan rata-rata sekitar 1000 miligram. Sebanyak 300 miligram ditransportasikan ke janin dan Sekitar 500 miligram untuk meningkatkan massa sel darah merah khususnya pada 12 minggu terakhir menjelang persalinan. Sekitar 200 miligram diperlukan untuk mengompensasi kehilangan yang terjadi melalui sistem ekskresi yaitu kulit, feses dan urine. Umumnya peningkatan kebutuhan zat besi rata-rata enam sampai tujuh miligram perhari terjadi pada pertengahan terakhir kehamilan. Sebagian besar wanita, jumlah ini tidak terdapat dalam tubuhnya sehingga volume sel darah merah dan kadar hemoglobin menurun disertai dengan peningkatan volume plasma (Cunningham dkk, 2012). Kesehatan ibu hamil merupakan hal yang memerlukan perhatian khusus. Salah satunya dengan melakukan pengawasan pada wanita hamil secara komprehensif. Dengan demikian mortalitas serta morbiditas ibu dan bayi akan menurun dan mampu meningkatkan derajat kesehatan di suatu wilayah. Salah satu indikator yang menentukan derajat kesehatan adalah angka kematian ibu. Penyebab langsung obstetrik kematian ibu yaitu kematian ibu yang berhubungan dengan komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas seperti hipertensi dalam kehamilan (32%), komplikasi puerperium (31%), perdarahan postpartum (20%), abortus (4%) dan partus lama (1%). Kematian ibu yang disebabkan oleh penyebab tidak langsung yaitu kematian ibu yang disebabkan oleh penyakit seperti anemia, malaria, sifilis, HIV, AIDS, dan lain-lain (Kemenkes RI, 2015). Standar pelayanan yang berkualitas dalam kehamilan meliputi : timbang berat badan dan ukur tinggi badan, ukur tekanan darah, ukur LILA, ukur TFU, tentukan presentasi dan DJJ, imunisasi TT, beri tablet besi, periksa laboratorium (golongan darah, kadar Hb, protein, gula darah, malaria, sifilis, HIV, BTA), dan temuwicara (konseling). Anemia Pada Kehamilan Anemia didefenisikan sebagai jumlah sel darah merah dalam darah yang lebih rendah dibandingkan normal, biasanya diukur sebagai penurunan konsentrasi hemoglobin (Hb), protein kaya zat besi dalam darah yang membawa oksigen ke semua sel dan hematokrit (Ht), konsentrasi relatif dari komponen darah yang padat (Hackley dkk, 2013). Anemia secara praktis didefenisikan sebagai kadar Ht, konsentrasi Hb, atau eritrosit di bawah batas normal (Prawirohardjo, 2016). Anemia pada kehamilan adalah menurunnya kadar hemoglobin pada wanita sehat yang tidak mengalami defisiensi zat besi atau folat selama kehamilan. Kadar hemoglobin sebagian besar wanita sehat dengan simpanan zat besi adalah 11 gr/dl atau lebih pada saat di awal kehamilan dan menjelang aterm. Konsentrasi hemoglobin lebih rendah pada pertengahan kehamilan (Handayani, 2016). Anemia pada ibu hamil didefenisikan bila kadar Hb di bawah 11 gr/dl (Nugroho, 2017).

Page 6: JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 4 No. 4 Oktober 2020

Vol. 4 No. 4 Oktober 2020 JURNAL ILMIAH KOHESI

72

Anemia dalam kehamilan didefenisikan sebagai penurunan kadar hemoglobin kurang dari 11 g/dl pada trimester satu dan tiga kehamilan dan kurang dari 10 g/dl pada trimester dua dan postpartum. Masa kehamilan terjadi hidremia atau hipervolemia yaitu volume darah bertambah banyak dan pada kehamilan terjadi pengenceran darah dimana peningkatan jumlah sel darah lebih sedikit dibandingkan jumlah plasma (Sepduwiana & Sutrianingsih, 2017). Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan produksi eritropoietin. Akibatnya, volume plasma bertambah dan sel darah merah (eritrosit) meningkat. Peningkatan volume plasma terjadai dalam proporsi yang lebih besar dibandingkan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin (Hb) akibat hemodilusi (Prawirohardjo, 2016). Ekspansi volume plasma mulai pada minggu keenam kehamilan dan mencapai maksimal pada minggu ke-24 kehamilan, tetapi dapat terus meningkat sampai minggu ke-32. Pada titik puncaknya, volume plasma sekitar 40% lebih tinggi pada ibu hamil dibandingkan perempuan yang tidak hamil. Penurunan hematokrit, konsentrasi hemoglobin, dan hitung eritrosit biasanya tampak pada minggu ke-7 sampai ke-8 kehamilan dan terus menurun sampai minggu ke-16 sampai ke-22 ketika titik keseimbangan tercapai (Prawirohardjo, 2016). Rendahnya kapasitas darah untuk mengangkut oksigen memicu kompensasi tubuh dengan memacu jantung meningkatkan curah jantung. Jantung yang bekerja keras terus menerus dapat mengakibatkan gagal jantung dan komplikasi lain seperti preeklampsia. Angka kejadian anemia sekitar 20 sampai dengan 60 persen. kejadian ini bervariasi melihat lokasi geografis dan keadaan sosial ekonomi. Jenis anemia yang sering terjadi paada masa kehamilan adalah akibat defisiensi besi sekitar 80 persen, defisiensi asam folat dan anemia sel sabit.

Tabel Kadar Hemoglobin Pada Perempuan Dewasa Dan Ibu Hamil Menurut WHO

Jenis kelamin Hb Normal Hb Anemia kurang dari (gr/dl)

Lahir (aterm) 13.5-18.5 13.5 (Ht 34%) Perempuan dewasa : tidak hamil 12.0-15.0 12.0 (Ht 36%) Trimester pertama : 0-12 minggu 11.0-14.0 11.0 (Ht 33%) Trimester kedua : 13-28 minggu 10.5-14.0 10.5 (Ht 31%) Trimester ketiga : 29 aterm 11.0-14.0 11.0 (Ht 33%)

Derajat anemia berdasarkan kadar hemoglobin menurut WHO yaitu derajat ringan sekali 10 g/dl-batas normal, derajat ringan 8 g/dl-9,9 g/dl, derajat sedang 6 g/dl-7,9 g/dl, dan derajat berat kurang dari 6 g/dl. Kebutuhan zat besi pada masa kehamilan meliputi : trimester satu sekitar ±30 mg/hr, trimester dua ±50 mg/hr dan trimester tiga sebesar ±60 mg/hr, sehingga total kebutuhan zat besi pada masa kehamilan berkisar 580-1340 mg, dimana sebagian dari zat besi akan hilang dalam tubuh ibu pada saat melahirkan (Tarwoto & Wasnidar, 2017). Penyebab Anemia Pada Kehamilan Penyebab terjadinya anemia pada kehamilan adalah : (a) Gizi yang kurang (malnutrisi) (misalnya faktor kemiskinan, (b) Zat besi dan asam folat dalam makanan yang kurang untuk memenuhi kebutuhan darah ibu dan janin, (c) Gangguan penyerapan nutrisi (malabsorpsi), (d) Hipervolemia yang mengakibatkan pengenceran darah, (e) Pertambahan darah tidak seimbang dengan pertambahan plasma, (f) Penyakit TBC, kecacingan, malaria (g) Cara mengolah makanan yang kurang tepat, (h) Kebiasaan minum kopi, teh bersamaan dengan makan. Tanda Dan Gejala Anemia Pada Kehamilan Tanda dan gejala anemia pada kehamilan yaitu. Anemia Ringan Anemia ringan ditandai dengan beberapa tanda dan gejalanya diantaranya: tampak pucat, lelah, lemah, kekurangan energi, sesak napas dan palpitasi (jantung berdetak kencang dan tidak teratur) (Proverawati, 2011). Anemia Sedang Gejala anemia sedang yaitu : kulit pucat atau kekuning-kuningan, lipatan telapak tangan yang tidak berwarna, gusi, bantalan kuku dan kelopak mata yang pucat (Hackley dkk, 2013).

Page 7: JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 4 No. 4 Oktober 2020

Vol. 4 No. 4 Oktober 2020 JURNAL ILMIAH KOHESI

73

Anemia Berat Gejala anemia berat yaitu : kulit pucat atau kulit dingin, napas cepat, frekuensi denyut jantung cepat, perubahan warna tinja yaitu tinja hitam, lengket dan berbau busuk, berwarna merah marun atau tampak berdarah jika anemia karena kehilangan darah melalui saluran pencernaan, tekanan darah rendah, kulit kuning atau jaundice akibat kerusakan sel darah merah karena anemia, murmur jantung, pembesaran limfa dengan penyebab anemia tertentu, nyeri dada, pusing atau kepala terasa berat (terutama ketika berdiri atau dengan ketika sedang melakukan aktifitas yang berat), kekurangan energi atau kelelahan, sulit berkonsentrasi , angina atau serangan jantung, pingsan, keringat berlebihan, anoreksia, insomnia, (Proverawati, 2011). Klasifikasi Anemia Menurut Tarwoto dan Wasnidar (2017) anemia dapat diklasifikasikan sebagai berikut. Anemia Defisiensi Besi Anemia yang memiliki gejala kronis dengan konsentrasi hemoglobin yang kurang (hiprokromik) dan suplai besi kurang di dalam tubuh (mikrositik), sehingga mengakibatkan pengangkutan oksigen ke seluruh tubuh berkurang. Pada keadaan normal kebutuhan besi orang dewasa dua sampai empat gram besi, kira-kira 35 mg/kg pada wanita. Etiologi dan faktor risiko. (a) Anemia gizi besi disebabkan karena pola makan yang tidak seimbang dalam mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi. Zat besi dari makanan belum mencukupi kebutuhan tubuh terkait dengan jenis makanan yang dikonsumsi sehingga jumlah zat besi yang diabsorbsi sedikit, (b) Ganguan absorpsi besi pada usus disebabkan oleh karena infeksi peradangan, neoplasma pada gaster, duaodenum maupun jejenum. Absorpsi besi dipengaruhi oleh folatanim dan vitamin C. Kehilangan darah perhari satu sampai dua milligram besi yang disebabkan oleh erosif esofagitis, gastritis dan ulserduodenal, adenomakolon dan kanker, (c) Kehilangan darah oleh sebab perdarahan saluran cerna, neoplasma, gastritis, hemoroid dan lain-lain. Wanita yang kekurangan zat besi dapat diakibatkan karena menstruasi oleh karena itu untuk menjaga simpanan besi yang adekuat, wanita yang menstruasi sangat banyak menyerap tiga sampai empat miligram besi dari makanan yang dikonsumsi setiap harinya, (d) Kebutuhan sel darah merah meningkat. Wanita hamil dan menyusui kebutuhan besi sangat besar sehingga memerlukan asupan yang besar pula. Patofisiologi. Zat besi masuk dalam tubuh diperoleh dari makanan yang dikonsumsi setiap harinya. Pada jaringan tubuh besi berupa: senyawa fungsional seperti hemoglobin, mioglobin dan enzim-enzim, senyawa besi transfortasi yaitu dalam bentuk transferin dan senyawa besi cadangan seperti feritin dan hemosiderin. Besi ferri dari makanan akan menjadi ferro jika dalam jika dalam keadaan asam dan bersifat mereduksi sehingga mudah diabsorpsi oleh mukosa usus. Besi tidak terdapat bebas di dalam tubuh tetapi berikatan dengan molekul protein membentuk feritin, komponen proteinnya disebut apoferitin, sedangkan dalam bentuk transfortasi zat besi dalam bentuk ferro berikatan dengan protein membentuk transferin, komponen proteinnya disebut apotransferin, dalam plasma darah disebut serotransferin. Zat besi yang berasal dari makanan seperti daging hati, telor, sayuran hijau dan buah buahan diabsorpsi diusus halus. Rata rata dari makanan yang masuk mengandung 10-15 mg zat besi tetapi hanya lima sampai sepuluh persen yang diabsorpsi. Penyerapan zat besi ini dipengaruhi oleh faktor adanya protein hewani dan vitamin C. Penghambat zat besi adalah kopi, teh, garam kalsium dan magnesium, karena bersifat mengikat zat besi. Menurunnya asupan zat besi yang merupakan unsur utama pembentukan hemoglobin maka kadar/produksi hemoglobin juga akan menurun. Tanda dan gejala. Tanda dan gejala meliputi: (a) Mudah lelah karena metabolisme otot terganggu disebabkan pasokan oksigen berkurang dalam jaringan otot, (b) Pusing dan sakit kepala karena daya angkut hemoglobin berkurang sehingga otak kekurangan oksigen, (c) Sulit bernapas atau sesak napas saat bernapas karena tubuh membutuhkan oksigen yang banyak, (d) Denyut nadi meningkat, (e) Wajah pucat, telapak tangan, kuku, membran mukosa mulut dan konjungtiva pucat. Gejala khas anemia defisiensi besi yaitu (a) Adanya kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris garis vertikal dan menjadi cekung mirip sendok, (b) Atropi papil lidah, permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang, (c) Somatitis angular, peradangan pada sudut mulut sehingga nampak seperti bercak berwarna pucat keputihan, (d) Disfagia, nyeri saat menelan karena kerusakan epitel hipofaring, (e) Atropi mukosa gaster, (f) Adanya peradangan pada mukosa mulut (stomatitis), peradangan pada lidah (glositis) dan peradangn pada bibir (chelitis). Hasil pemeriksaan laboratorium darah. Hasilnya pemeriksaan darah meliputi: (a) Pemeriksaan darah perifer menunjukkan keadaan sel mikrositik dan pucat, (b) Penurunan Hb kurang dari 9,5 g/dl, (c) Hemosiderin pada aspirasi sumsum tulang tidak ada, (d) Saturasi transferin kurang dari 15 persen, (e) Serum ferritin kurang dari 20 mg/dl, (f) Jumlah RBC berkurang,

Page 8: JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 4 No. 4 Oktober 2020

Vol. 4 No. 4 Oktober 2020 JURNAL ILMIAH KOHESI

74

(g) Hemotokrit menurun (MCV kurang dari 70 fl, MCH berkurang dan MCHC berkurang, (h) Serum besi kurang dari 50 mg/dl (N: 50-150 mg/dl), (i) Meningkat total iron binding capacity (TIBC) sampai dengan 350-500 mg/dl (N: 250-350 mg/dl). Penatalaksanaan. Penatalaksanaan pada anemia defisiensi zat besi yaitu pemberian asupan diet tinggi zat besi, mengatasi penyebab seperti cacingan, perdarahan, pemberian pereparat zat besi seperti sulfa ferro-sus (dosis: 3x200 mg), ferro glukonat 3x200 mg/hari atau diberikan secara parenteral jika alergi dengan obat peroral 250 mg Fe (dosis: 3 mg/kg BB), pemberian iron dextron mengandung Fe 50 mg/ml secara IM, selanjutnya 100-250 mg tiap satu sampai dua hari sampai dosis total sesuai perhitungan, pemberian vit C (dosis: 3x100 mg/hari) dan transfusi darah apabila diperlukan. Anemia Megaloblastik Anemia yang terjadi karena kerusakan sintesis DNA akibat kekurangan Vit B12 dan asam folat. Tanda dan Gejala. Tanda dan gejala anemia megaloblastik yaitu : (a) Anemia yang ditandai dengan ikterik, (b) Terdapat glostis, (c) Adanya gangguan neuropati seperti mati rasa, rasa terbakar pada jari. Hasil pemeriksaan laboratorium. Hasil pemeriksaan laboratorium terdiri dari: (a) Kadar Hemoglobin rendah, (b) Trombositopenia, (c) Peningkatan kadar bilirubin indirek serum dan LDH, (d) Kadar vitamin B12 serum dan asam folat menurun, vitamin B12 kurang dari 100 pg/ml, folat kurang dari 3 ng/ml Penatalaksanaan. Penatalaksanaan anemia megaloblastik yaitu dengan pemberian diet asupan nutrisi yang mengandung vitamin B12 dan asam folat, pemberian hydroxycobalamin setiap minggu selama tujuh minggu secara IM sebanyak 200 mg/hari atau 1000 mg diberikan dan memberikan asam folat 5 mg/hari selama empat bulan. Anemia Defesiensi Vitamin B12 (Pernicious Anemia) Anemia defesiensi Vitamin B12 merupakan gangguan absorpsi Vitamin B12 dikarenakan tidak adanya intrinsik faktor (IF) yang diproduksi di sel parietal lambung yang mengakibatkan gangguan autoimun. Etiologi dan faktor resiko. Etiologi dan faktor resiko anemia defisiensi vitamin B12 adalah intrinsik faktor (IF) yang tidak ada, adanya gangguan pada mukosa lambung, ileum dan pankreas, tidak adekuatnya intake vitamin B12 tapi asam folatnya banyak, obat-obatan yang mengganggu diabsorpsi dilambung (azothioprine, 5 FU, hidroksi urea, phenytoin, kontrasepsi oral), obat-obatan yang merusak illeum (neomisin, metformin), kerusakan absorpsi (neoplasma, penyakit gastrointestinal, pembedahan reseksi illium). Patofisiologi. Defesiensi vitamin B12 dan asam folat diyakini akan menghambat sistesis DNA untuk reflikasi sel termasuk SDM sehingga bentuk, jumlah dan fungsinya tidak sempurna. Instrinksik Faktor (IF) berasal dari sel-sel lambung yang dipengaruhi oleh pencernaan protein (glukoprotein), IF akan mengalir ke illium untuk membantu mengabsorpsi vitamin B12. Vitamin B12 juga berperan dalam pembentukan myelin pada sel saraf sehingga terjadinya defisiensi akan menimbulkan gangguan neurologi. Manifestasi klinik. Manifestasi klinik yaitu Hb, hematokrit dan SDM rendah, berat badan menurun, nafsu makan menurun, mual, muntah, distensi abdomen, diare, konstipasi, gangguan neurologi (parestesia tangan dan kaki, depresi, gangguan kognitif dan hilang memori), defisiensi vitamin B12 dengan cara test schilling (pasien puasa selama 12 jam, kemudian minum air ditambah Vit B12 radio aktif kemudian berikan vitamin B 12 non radioaktiv IM, bila diabsorpsi akan keluar melalui urin yang ditampung dalam 24 jam). Penatalaksanaan. Penatalaksanaan anemia ini dilakukan dengan pemberian Vit B12 oral dan diberikan 10 gram tiap bulan secara IM jika IF nya kurang dan pemberian diet sumber asam folat dan zat besi (daging, hati, kacang hijau, telor, produk susu) Anemia Defesiensi Asam Folat Asam folat dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil, ini terjadi karena konsumsi sayuran dan buah-buahan yang kurang, gangguan pada pencernaan, akoholik yang dapat meningkatkan kebutuhan asam folat pada wanita hamil dan masa pertumbuhan. Defesiensi asam folat juga dapat mengakibatkan sindrom mal-absorbsi. Manifestasi klinik. Manifestasi klinik anemia defisiensi asam folat hampir sama dengan defesiensi Vit B12 yaitu adanya gangguan neurologi seperti gangguan keperibadian dan daya ingat, biasanya disertai ketidakseimbangan elektrolit (magnesium, kalsium), defesiensi asam folat kurang dari tiga sampai empat milligram per mililiter (N:7-20 mg/ml) dan vitamin B 12 normal Penatalaksanaan. Penatalaksanaan dilakukan dengan memberikan asam folat 0,1-5 mg setiap hari, jika malabsorpsi diberikan IM, memberikan Vit C untuk membantu penyerapan dan eritrosit, memberikan diet tinggi asam folat (asparagus, brokoli, nenas, melon, sayuran hijau, ikan, hati, daging, strawbery, susu, telor, kentang, roti).

Page 9: JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 4 No. 4 Oktober 2020

Vol. 4 No. 4 Oktober 2020 JURNAL ILMIAH KOHESI

75

Anemia Aplastik Terjadi karena ketidakseimbangan sumsum tulang membentuk sel sel darah. Kegagalan tersebut disebabkan kerusakan primer sistem sel mengakibatkan anemia, leukopenia dan thrombositepenia (pansitopenia). Zat yang dapat merusak sumsum tulang disebut mielotoksin. Etiologi dan faktor risiko. Etiologi dan faktor risiko meliputi : idiopatik, kemoterapi, radioterapi, toksik kimia (insektisida, benzena, tulen), obat-obatan (chloramphenicol, sulfonamid, phenibutazone, phenytoin, streptomisin, arsenik), autoimun seperti sistemik lupus eritematosus, infeksi seperti hepatitis, HIV, TBC miller. Manifestasi klinik. Manifestasi klinik anemia aplastik yaitu kelelahan, letih, nyeri pada kepala, dyspenia, nadi cepat, pucat, mudah infeksi, hepatitis, perdarahan hidung, gusi, darah pada feses, lama masa pembekuan, nyeri tulang, demam, pansitopenia, SDM kurang dari 1 jt/mm3, leukosit dibawah 1000/mm3. Penatalaksanaan. Penatalaksanaan dilakukan melalui monitoring adanya perdarahan dan pansitopenia (menurunnya sel darah merah, leukosit, dan trombosit), berikan transfusi darah, pengobatan infeksi jamur dan bakteri, tranflantasi sumsum tulang belakang bagi pasien dengan umur kurang dari 60 tahun, immunosupresive terapi seperti kombinasi cyclosporine, antithymocte globulin (ATG), antilymphocyte globulin (ALG), diet bebas bakteri, pemberian penkes untuk pencegahan infeksi.

METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan desain penelitian case control. Case control adalah penelitian yang dilakukan dengan cara membandingkan antara dua kelompok yaitu kelompok kasus dan kelompok kontrol. Studi kasus kontrol dilakukan dengan mengidentifikasi kelompok kasus dan kelompok kontrol, kemudian secara retrospektif diteliti faktor-faktor yang memengaruhi yang mungkin dapat menerangkan apakah kasus dan kontrol dapat terkena paparan atau tidak. Kelompok kasus dalam penelitian ini adalah ibu hamil dengan anemia dan kelompok kontrol adalah ibu hamil yang tidak anemia pada Trimester ketiga.

Gambar Skema Rancangan Case Control HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Univariat Karakteristik Responden Karakteristik responden meliputi umur, suku, agama, penghasilan dan jarak kehamilan. Berdasarkan distribusi karakteristik ibu hamil trimester III di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor menunjukkan bahwa pada kelompok kasus mayoritas ibu hamil memiliki umur dengan risiko tinggi kurang dari 20 tahun dan lebih 35 tahun sebanyak 22 orang (61,1%). Sedangkan pada kelompok kontrol mayoritas ibu hamil memiliki umur dengan risiko rendah 20-35 tahun sebanyak 48 orang (66,7%). Pada kelompok kasus mayoritas ibu hamil memiliki jawa sebanyak 19 orang (52,8%) sedangkan pada kelompok kontrol mayoritas ibu hamil memiliki suku jawa sebanyak 37 orang (51,4%). Pada Kelompok kasus mayoritas ibu hamil memeluk agama islam sebanyak 29 orang (80,6%) sedangkan pada kelompok kontrol mayoritas ibu hamil memeluk agama islam sebanyak 56 orang (77,8%). Penghasilan ibu hamil pada kelompok kasus mayoritas memiliki penghasilan lebih dari atau sama dengan satu juta per bulan sebanyak 30 orang (83,3%) sedangkan pada kelompok kontrol mayoritas ibu hamil memiliki penghasilan lebih dari atau sama dengan satu juta per bulan sebanyak 65 orang (90,3%). Pada Kelompok kasus

Faktor Risiko (+)

Faktor Resiko (-)

Faktor Risiko (+)

Faktor Risiko (-)

Kasus :

Ibu Hamil Trimester III

dengan Anemia

Kontrol :

Ibu Hamil Trimester III

Tidak Anemia

Retrospektif

Retrospektif

Page 10: JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 4 No. 4 Oktober 2020

Vol. 4 No. 4 Oktober 2020 JURNAL ILMIAH KOHESI

76

mayoritas ibu hamil memiliki jarak kehamilan kurang dari dua tahun sebanyak 26 orang (72,2%) sedangkan pada kelompok kontrol mayoritas ibu hamil memiliki jarak kehamilan kurang dari dua tahun sebanyak 41 orang (57%). Karakteristik ibu hamil dapat dilihat pada Tabel di bawah ini :

Tabel Distribusi Frekuensi Umur, Suku, Agama, Penghasilan, Jarak Kehamilan Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor Tahun 2019

Karakteristik Responden Status Responden

Kasus % Kontrol %

Umur Risiko rendah 20-35 tahun

Risiko tinggi < 20 tahun dan > 35 tahun Total

14

22 36

38,9

61,1 100

48

24 72

66,7

33,3 100

Suku Batak Jawa Minang Melayu Mandailing Karo Aceh Nias

Total

6

19 2 2 4 2 1 0

36

16,7 52,8 5,6 5,6 11,1 5,6 2,8 0

100

19 37 3 3 2 7 0 1

72

26,4 51,4 4,2 4,2 2,8 9,7 0

1,4 100

Agama Islam Protestan Katolik

Total

29 6 1

36

80,6 16,7 2,8 100

56 16 0

72

77,8 22,2

0 100

Penghasilan < 1 juta per bulan ≥ 1 juta per bulan Total

6

30 36

16,7 83,3 100

7

65 72

9,7 90,3 100

Jarak Kehamilan < 2 tahun ≥ 2 tahun

Total

26 10 36

72,2 27,8 100

41 31 72

57 43 100

Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Risiko Distribusi responden berdasarkan faktor risiko meliputi umur, paritas, pengetahuan, kunjungan ANC, kepatuhan konsumsi tablet Fe dan Emesis Gravidarum. Pada Kelompok kasus mayoritas ibu hamil memiliki umur dengan risiko tinggi kurang dari 20 tahun dan lebih 35 tahun sebanyak 22 orang (61,1%). Sedangkan pada kelompok kontrol mayoritas ibu hamil memiliki umur dengan risiko rendah 20-35 tahun sebanyak 48 orang (66,7%). Berdasarkan variabel paritas menunjukkan bahwa ibu hamil pada kelompok kasus mayoritas memiliki paritas dengan risiko rendah kurang dari tiga anak sebanyak 25 orang (69,4%), sedangkan pada kelompok kontrol mayoritas ibu hamil memiliki paritas dengan risiko rendah sebanyak 37 orang (51,4%). Berdasarkan variabel pengetahuan menunjukkan mayoritas ibu hamil pada kelompok kasus memiliki pengetahuan kurang sebanyak 23 orang (63,9%) sedangkan pada kelompok kontrol mayoritas ibu hamil memiliki pengetahuan yang baik sebanyak 51 orang (70,8%). Berdasarkan variabel kunjungan ANC menunjukkan mayoritas ibu hamil pada kelompok kasus

Page 11: JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 4 No. 4 Oktober 2020

Vol. 4 No. 4 Oktober 2020 JURNAL ILMIAH KOHESI

77

melakukan kunjungan ANC kurang dari 4 kali kunjungan sebanyak 19 orang (52,8%), sedangkan pada kelompok kontrol mayoritas kunjungan ANC cukup atau lebih dari 4 kali kunjungan sebanyak 51 orang (70,8%). Berdasarkan variabel kepatuhan konsumsi tablet Fe menunjukkan mayoritas ibu hamil pada kelompok kasus tidak patuh konsumsi tablet Fe sebanyak 27 orang (75,0%) sedangkan pada kelompok kontrol mayoritas ibu hamil patuh konsumsi tablet Fe sebanyak 53 orang (73,6%). Berdasarkan variabel emesis gravidarum menunjukkan mayoritas ibu hamil pada kelompok kasus mengalami emesis gravidarum sebanyak 33 orang (91,7%), sedangkan pada kelompok kontrol mayoritas ibu hamil mengalami emesis gravidarum sebanyak 52 orang (72,2%). Distribusi frekuensi faktor risiko dapat dilihat pada Tabel di bawah ini :

Tabel Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Risiko Umur, Paritas, Pengetahuan, Kunjungan ANC, Kepatuhan Konsumsi Tablet Fe Dan Emesis Gravidarum Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor Tahun 2019

Karakteristik Responden Status Responden

Kasus % Kontrol %

Umur Risiko rendah 20-35 tahun Risiko tinggi < 20 tahun dan > 35 tahun Total

14

22 36

38,9

61,1 100

48

24 72

66,7

33,3 100

Paritas Risiko rendah < 3 kali Risiko tinggi ≥ 3 kali Total

25 11 36

69,4 30,6 100

37 35 72

51,4 48,6 100

Pengetahuan Baik Kurang Total

13 23 36

36,1 63,9 100

51 21 72

70,8 29,2 100

Kunjungan ANC Cukup ≥ 4 kali kunjungan (1xTM I, 1xTM II, 2xTM III) Kurang < 4 kali kunjungan (1xTM I, 1xTM II, 2xTM III) Total

17

19

36

47,2

52,8

100

51

21

72

70,8

29,2

100

Kepatuhan konsumsi Tablet Fe Patuh Tidak patuh Total

9

27 36

25,0 75,0 100

53 19 72

73,6 26,4 100

Emesis Gravidarum Tidak Emesis Emesis Total

3

33 36

8,3 91,7 100

20 52 72

27,8 72,2 100

Distribusi Jawaban Responden Tentang Pengetahuan Anemia Dalam Kehamilan Berdasarkan hasil penelitian pada setiap pertanyaan pengetahuan ibu hamil tentang anemia didapatkan hasil bahwa ibu hamil pada kelompok kasus mayoritas yang menjawab pertanyaan dengan benar yaitu sebanyak 10 pertanyaan yaitu pertanyaan nomor 3,5,6,7,9,10,12,13,14,15 dan pertanyaan yang mayoritas salah yaitu sebanyak lima pertanyaan yaitu nomor 1,2,4,8,11. Pada ibu hamil kelompok kontrol yang menjawab pertanyaan mayoritas dengan benar yaitu sebanyak 14 pertanyaan yaitu pertanyaan nomor 1,2,3,4,5,6,7,9,10,11,12,13,14,15 dan pertanyaan yang mayoritas salah hanya satu pertanyaan yaitu nomor 8. Distribusi jawaban responden tentang pengetahuan anemia dalam kehamilan dapat dilihat pada Tabel di bawah ini :

Page 12: JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 4 No. 4 Oktober 2020

Vol. 4 No. 4 Oktober 2020 JURNAL ILMIAH KOHESI

78

Tabel Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Pengetahuan Anemia Dalam Kehamilan Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor Tahun 2019

Pertanyaan pengetahuan Jawaban Responden

Kasus % Kontrol %

1 Apakah yang dimaksud dengan anemia Benar 13 36,1 49 68,1 Salah 23 63,9 23 31,9 2 Apakah yang menyebabkan ibu hamil

mengalami anemia

Benar 17 47,2 50 69,4 Salah 19 52,8 22 30,6 3 Bagaimana tanda dan gejala anemia pada

ibu hamil?

Benar 34 88,9 64 88,9 Salah 4 11,1 8 11,1 4 Berapakah ukuran normal hemoglobin

dalam darah pada ibu hamil?

Benar 16 44,4 45 62,5 Salah 20 55,6 27 37,5 5 Apakah dampak anemia yang terjadi

dalam kehamilan dan persalinan?

Benar 23 63,9 51 70,8 Salah 13 36,1 21 29,2 6 Apakah dampak anemia yang terjadi pada

janin?

Benar 29 80,6 54 75,0 Salah 7 19,4 18 25,0 7 Bagaimana cara mencegah terjadinya

anemia dalam kehamilan?

8

Benar Salah Apakah faktor yang beresiko pada ibu hamil mengalami anemia?

25 11

69,4 30,6

60 12

83,3 16,7

Benar 16 44,4 34 47,2 Salah 20 55,6 38 52,8 9 Apakah yang ibu ketahui tentang tablet zat

besi?

Benar 19 52,8 45 62,5 Salah 17 47,2 27 37,5 10 Apakah manfaat mengkonsumsi tablet zat

besi?

Benar 28 77,8 57 79,2 Salah 8 22,2 15 20,8 11 Berapa banyak sebaiknya tablet besi

dikonsumsi ibu selama hamil?

Benar 13 36,1 48 66,7 Salah 23 63,9 24 33,3 12 Menurut ibu, sebaiknya berapa kali tablet

zat besi dikonsumsi setiap hari?

Benar 32 88,9 61 84,7

Page 13: JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 4 No. 4 Oktober 2020

Vol. 4 No. 4 Oktober 2020 JURNAL ILMIAH KOHESI

79

Salah 4 11,1 11 15,3 13 Apakah sumber makanan yang banyak

mengandung zat besi?

Benar 33 91,7 65 90,3 Salah 3 8,3 7 9,7 14 Apakah dampak yang ditimbulkan pada ibu

hamil jika kekurangan zat besi?

Benar 35 97,2 63 87,5 Salah 1 2,8 9 12,5 15 Mengkonsumsi tablet zat besi sebaiknya

menggunakan…

Benar 36 100 71 98,6 Salah 0 0 1 1,4

Distribusi Jawaban Responden Tentang Kunjungan ANC Berdasarkan hasil penelitian pada setiap pertanyaan mengenai kunjungan ANC diketahui bahwa ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan minimal satu kali dalam kehamilan 1-3 bulan yaitu pada kelompok kasus mayoritas sebesar 83,3% dan kelompok kontrol mayoritas sebesar 87,5%. Ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan minimal satu kali dalam kehamilan 4-6 bulan yaitu pada kelompok kasus mayoritas sebesar 63,9% dan kelompok kontrol mayoritas sebesar 81,9 %. Ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan minimal dua kali dalam kehamilan 7-9 bulan yaitu pada kelompok kasus mayoritas sebesar 50% dan kelompok kontrol mayoritas sebesar 77,8%. Mayoritas ibu mendapat informasi tentang cara dan manfaat mengkonsumsi tablet zat besi setiap melakukan kunjungan kehamilan baik pada kelompok kasus maupun kontrol. Distribusi Jawaban Responden Tentang Kepatuhan Konsumsi Tablet Fe Berdasarkan hasil penelitian pada setiap pertanyaan mengenai kepatuhan konsumsi tablet Fe, bahwa pada kelompok kasus mayoritas ibu hamil tidak patuh mengkonsumsi tablet Fe secara rutin dan teratur setiap hari yaitu sebesar 75,0%, sedangkan pada kelompok kontrol mayoritas ibu hamil patuh mengkonsumsi tablet Fe secara rutin dan teratur setiap hari yaitu sebesar 73,6%. Seluruh ibu hamil mengkonsumsi tablet Fe dengan menggunakan air putih. Jumlah tablet minimal yang dikonsumsi selama kehamilan adalah minimal 90 tablet. Mayoritas ibu hamil pada kelompok kasus dan kontrol mengkonsumsi tablet Fe kurang dari 90 tablet yaitu pada kelompok kasus sebesar 77,8% dan pada kelompok control sebesar 51,4%. Distribusi Jawaban Responden Tentang Emesis Gravidarum Berdasarkan hasil penelitian pada setiap pertanyaan mengenai emesis gravidarum bahwasanya mayoritas ibu hamil mengalami emesis gravidarum. Pada kelompok kasus sebesar 91,7% dan kelompok kontrol sebesar 72,2 %. Pada kelompok kasus dan kelompok kontrol mayoritas ibu hamil mengalami emesis gravidarum pada trimester pertama dan mengalami penurunan nafsu makan.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Bahwa dari enam variabel terdapat empat variabel penelitian yang dominan berpengaruh terhadap kejadian anemia pada ibu hamil trimester III di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor Tahun 2019 yaitu variabel umur (p value 0,006), pengetahuan (p value 0,000), kunjungan ANC (p value 0,007) dan kepatuhan konsumsi tablet Fe (p value 0,000). Pada variabel kepatuhan konsumsi tablet Fe dengan nilai OR= 13,607 artinya bahwa ibu hamil yang tidak patuh dan teratur konsumsi tablet Fe secara rutin beresiko 13 kali lebih besar mengalami anemia dibandingkan ibu hamil yang patuh dan teratur mengkonsumsi tablet Fe.

Page 14: JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 4 No. 4 Oktober 2020

Vol. 4 No. 4 Oktober 2020 JURNAL ILMIAH KOHESI

80

Saran Bagi Puskesmas Pihak puskesmas dan klinik-klinik di wilayah kerja puskesmas Medan Johor diharapkan dapat menstimulasi suami atau keluarga melalui keikutsertaannya dalam program kelas ibu hamil sehingga setiap ibu hamil dapat terpantau kepatuhannya dalam mengkonsumsi tablet Fe secara rutin dan teratur. Bagi Ibu Hamil Ibu hamil diharapkan mau meningkatkan pemahamannya terkait pentingnya mengkonsumsi tablet Fe sehingga termotivasi untuk mengkonsumsi tablet tersebut secara rutin dan teratur setiap hari.

DAFTAR PUSTAKA Abriha A, Yesuf M.E, & Wassie M.M. (2014). Prevalence and Associated Factors of Anemia Among Pregnant Women of Mekele Town. BMC Research Notes 2014. doi :10.1186/s13104-017-2690-x. Anggasari, Y. (2016). Kejadian Hiperemesis Gravidarum Ditinjau Dari Riwayat Penggunaan Kontrasepsi Hormonal Saat Pra Konsepsi di BPM Kusmawati Surabaya. Jurnal Ilmiah Kesehatan (Journal Of Health Sciences) 9(1). Diakses 30 Juni 2019, dari journal.unusa.ac.id/index.php/jhs/article/download/79/71 Anggraini, P.D. (2018). Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Pinang Tahun 2018. Jurnal Kebidanan,7(15). ISSN: 2089-7669. Antono & Sumy, D. (2017). Hubungan Frekuensi Antenatal Care Dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Trimester III di RSUD Nganjuk Malang Tahun 2017. Jurnal Ilmu Kesehatan, 6(1), 32. Ariyani, R. (2016). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Anemia pada Ibu Hamil Trimester III di Wilayah Kerja Puskesmas Mojo Laban Sukoharjo Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diakses 30 juni 2019 dari http://eprints.ums.ac.id/id/eprint/42421 Asmariana, Y., Perwitasari, N., & Andriani, E. (2014). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Anemia Dalam Kehamilan Di Kota Singkawang. Jurnal Kesehatan Prima, 2(2), 83-95. ISSN: 1978-1334 Online : 2460-8661. Asrinah, Putri, S.S., Sulistyorini, D., Muflihah, I.S., & Sari, D.N. (2017). Konsep Kebidanan, Jakarta : Graha Ilmu. Astriana, W. (2017). Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Ditinjau dari Paritas dan Usia. Jurnal Ilmu Kesehtan Aisyah, 2(2), 123-130. ISSN : 2502-4825, 2502-9495(Online). Diakses 30 April 2018, dari https://www.researchgate.net/publication/322777666_Kejadian_Anemiapada_Ibu_Hamil_Ditinjau_dari_Paritas_dan_Usia Astuti, D. (2016). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Undaan Lor Kabupaten Kudus. ISSN : 2407-9189. Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse, Spong. (2012). Obstetri William (Edisi 23). Jakarta : EGC. Dahlan, M.S., (2013). Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Edisi 5. Jakarta : Salemba Medika. Derso T, Abera Z, & Tariku, A. (2015). Magnitude and Associated Factors Of Anemia Among Pregnant Women in Dera District. BMC Research Notes 2017. doi: 10.1186/s13104-017-2690-x. Dinas Kesehatan Kota Medan. (2018). Rekapitulasi Ibu Hamil Anemia Di Wilayah Kerja Kota Medan. Medan : Dinkes Kota Medan 2018. Ernawati, S., & Fatimah. (2015). Pelaksanaan Antenatal Care Berhubungan Dengan Anemia pada Kehamilan Trimester III di Puskesmas Sedayu I Yogyakarta. Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia vol. 3 No. 3, 134-139 ISSN : 2354-7642. Fatkhiyah, N. (2017). Faktor Resiko Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Slawi Kab. Tegal. Indonesia Jurnal Kebidanan, 2(2), 86-91. Diakses 20 Februari 2019, dari http://ejr.stikesmuhkudus.ac.id Fikriana, U., & Suharni. (2013). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Anemia pada Ibu Hamil di Puskesmas Kasihan II Bantul Tahun 2013. Diakses dari http://digilib.unisayogya.ac.id/id/eprint/1272 Hackley, B., Kriebs, J.M., & Rousseau, M.E. (2013). Buku Ajar Bidan Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta : EGC. Handayani, S.(2016). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil di Puskesmas Sambutan Kota Samarinda. Mahakam Midwifery Journal, 1(2), 126-138. Handayani, T. R. (2017). Determinan Kejadian Anemia Defesiensi Zat Besi Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Nagaswidak Palembang Tahun 2017. Diakses 14 Februari 2019, dari http://journalstikesmp.ac.id/. Intan, A., Sari R.N. & Ircham. (2012). Gizi Reproduksi. Yogyakarta : Fitramaya.

Page 15: JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 4 No. 4 Oktober 2020

Vol. 4 No. 4 Oktober 2020 JURNAL ILMIAH KOHESI

81

Kementerian Kesehatan RI (2016). Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Anemia pada Remaja Putri dan Wanita Usia Subur (WUS). Jakarta : Direktorat Gizi Masyarakat Kemenkes RI, 2016. Diakses dari https://www.academia.edu/37154483/Buku_Pedoman_Pencegahan_dan_Penanggulangan_Anemia_Pada_Remaja_Putri_dan_WUS Kementerian Kesehatan RI (2017). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016. Jakarta : Kemenkes RI, 2017. Kementerian Kesehatan RI. (2017) Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2017. Jakarta : Kemenkes RI, 2018. Kementerian Kesehatan. (2015). Buku Ajar Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta : Pusdiknakes. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, (2004). Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025 (RPJP) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, (2014). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 (RPJM-N). Kementerian Kesehatan RI. (2015) Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu (Edisi kedua). Jakarta : Kemenkes RI Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA. Kemenkes RI & Milenium Challenge Account-Indonesia, (2015). Pedoman Program Pemberian dan Pemantauan Mutu Tablet Tambah Darah Untuk Ibu Hamil di Wilayah Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat. Diakses 11 Maret 2019, dari https://www.academia.edu/28222067/Pedoman Program Pemberian dan Pemantauan Mutu Tablet Tambah Darah Untuk Ibu Hamil Millenium Challenge Account-Indonesia. Lemeshow, S., Hosmer, D.W., Klar, J., Lwanga, S.K. (1997). Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Gadjahmada University Press. Lubis Z, Jumirah, & Fitri M. (2017). Karakteristik, Asupan Gizi dan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil. The Indonesian Journal Of Public Health. ISSN : 0216-2482 Online 2356-4067. Permenkes RI (2014). Standar Tablet Tambah Darah bagi Wanita Usia Subur dan Ibu Hamil. Diakses dari http://sinforeg.litbang.depkes.go.id/upload/regulasi/PMK_No._88_ttg_Tablet_Tambah_Darah_.pdf Prawirohardjo, S. (2016). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Proverawati, A. (2011). Anemia dan Anemia Kehamilan. Yogyakarta : Nuha Medika. Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2018, Dinas Kesehatan Kota Medan. Profil Puskesmas Medan Johor Tahun 2019, Puskesmas Medan Johor Kota Medan. Purwandari, A., Lumy, F., & Polak, F. (2016). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia. Jurnal Ilmiah Bidan, 4(1) ISSN : 2339-1731. Rachmat, M. (2016). Metodologi Penelitian Gizi dan Kesehatan.. Jakarta : EGC. Riskesdas, (2013). Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2013. Jakarta : Kemenkes RI. Riskesdas, (2018). Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2018. Jakarta : Kemenkes RI. Sastroasmoro,S., & Ismael, S. (2017). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi ke-5. Jakarta : Sagung Seto. The World Bank Data, (2017). Prevalence of Anemia Among Pregnant Women (%). Diakses 19 Februari 2019 dari https://data.worldbank.org/indicator/sh.prg.anem diakses Vanamala, V.G., Rachel, A., Pakyanadhan, S., & Somavathi, (2017). Incidence and Outcome of Anemia in Pregnant Women : A Study in A Tertiary Care Centre. International Journal Of Reproduction, Contraception, Obstetric and Gynecology 2018, 7(2) 462-466. doi : 10.18203/2320-1770 ISSN : 2320-1770. Varney, H. (2012). Buku Ajar Asuhan Kebidanan (Edisi 4 Volume 1). Jakarta : EGC. Walyani, E.S. (2017). Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan. Yogyakarta : Pustaka Baru. Wahyu & Suharni, (2015). Hubungan Paritas Dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Godean II Sleman Yogyakarta 2015. Universitas Aisyiyah Yogyakarta. Waryono (2010). Gizi Reproduksi. Yogyakarta : Pustaka Rihama. Rachmaniar, R., Nelasari, H., & Widiwanto, B. (2013). Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Anemia Pada Ibu Hamil Trimester II Dan III Dengan Resiko Terjadinya Anemia Dalam Kehamilan Di Puskesmas Sukorame Kediri. Jurnal Ilmu Kesehatan dan Kedokteran Keluarga, Vol 9, No 2. ISSN : 0216-759X (p), 2614-476X (e). Diakses darihttp://ejournal.umm.ac.id/index.php/sainmed/article/view/4137 Windari L, Lisnawati N & Herutomo T. (2013). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Di Kecamatan Jatiluhur Kabupaten Purwakarta. Diakses 20 Februari 2019, dari http://ejournal.stikesholistic.ac.id World Health Organization. (2015). WHA Global Nutrition Targets 2025 :Anemia Policy Brief. Geneva : WHO. World Health Organization. The Global Prevalence of Anemia in 2011. Geneva : World Health Organization.