jim.stimednp.ac.idjim.stimednp.ac.id/wp-content/uploads/2014/02/09.Pember... · Web viewSelain...

21
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI KEJAR KEAKSARAAN FUNGSIONAL Nanny*) Abstract : This study aims to analyze the models gain the empowerment of women through functional literacy study groups and to seek local resources to suit the needs of the community. Women empowerment of women artisans needed in order to enhance their capabilities, so as to create a better life. Implementation of programs to empower women through Chase KF is done in 3 stages: preparation, implementation, and follow-up phases. Development activities carried out in the scale model tests are limited and rudimentary method is by using a quasi-experimental. It is necessary for wider testing and use a fully experimental method using a control group and a test group. Keywords: women empowerment, literacy PENDAHULUAN Propinsi Nusa Tenggara Barat dengan jumlah penduduk 3.862.854 jiwa dan tingkat kepadatan 191,68 (Educatio-nal Statistics in Brief 2001-2002) meru-pakan wilayah yang sangat potensial untuk berkembang lebih lanjut. Dari data diperoleh bahwa sebagian besar masyarakatnya tinggal di pedesaan yaitu sejumlah 2.440.196 jiwa. Dari jumlah penduduk yang ada jumlah perempuan lebih besar daripada laki-laki, tepatnya jumlah penduduk itu terdiri dari 1.889.101 orang laki-laki dan 1.973.753 orang perempuan. Sementara itu persen-tase penduduk miskin pada tahun 1998 sesuai data BPS NTB, baik yang tinggal di kota maupun pedesaan adalah 17,61% (dapat dilacak pada www.bps.go.id ). Dalam hal sosial dan budaya, data tahun 1997 menunjukkan bahwa 14,49% penduduk NTB ternyata melakukan perkawinan pertamanya di usia yang kurang dari 16 tahun. Selain masalah perkawinan muda, persepsi dan penyerapan terhadap informasi masih rendah yang diindikasikan oleh per- sentase penduduk yang mendengarkan radio sebesar 54,27% dan yang mem-baca surat kabar hanya 11,45% (BPS NTB yang dapat dilacak pada www.bps.go.id). Dalam 111

Transcript of jim.stimednp.ac.idjim.stimednp.ac.id/wp-content/uploads/2014/02/09.Pember... · Web viewSelain...

Page 1: jim.stimednp.ac.idjim.stimednp.ac.id/wp-content/uploads/2014/02/09.Pember... · Web viewSelain masalah perkawinan muda, persepsi dan penyerapan terhadap informasi masih rendah yang

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI KEJAR KEAKSARAAN FUNGSIONAL

Nanny*)

Abstract : This study aims to analyze the models gain the empowerment of women through functional literacy study groups and to seek local resources to suit the needs of the community. Women empowerment of women artisans needed in order to enhance their capabilities, so as to create a better life. Implementation of programs to empower women through Chase KF is done in 3 stages: preparation, implementation, and follow-up phases. Development activities carried out in the scale model tests are limited and rudimentary method is by using a quasi-experimental. It is necessary for wider testing and use a fully experimental method using a control group and a test group.  Keywords: women empowerment, literacy

PENDAHULUANPropinsi Nusa Tenggara Barat

dengan jumlah penduduk 3.862.854 jiwa dan tingkat kepadatan 191,68 (Educatio-nal Statistics in Brief 2001-2002) meru-pakan wilayah yang sangat potensial untuk berkembang lebih lanjut. Dari data diperoleh bahwa sebagian besar masyarakatnya tinggal di pedesaan yaitu sejumlah 2.440.196 jiwa. Dari jumlah penduduk yang ada jumlah perempuan lebih besar daripada laki-laki, tepatnya jumlah penduduk itu terdiri dari 1.889.101 orang laki-laki dan 1.973.753 orang perempuan. Sementara itu persen-tase penduduk miskin pada tahun 1998 sesuai data BPS NTB, baik yang tinggal di kota maupun pedesaan adalah 17,61% (dapat dilacak pada www.bps.go.id ).

Dalam hal sosial dan budaya, data tahun 1997 menunjukkan bahwa 14,49% penduduk NTB ternyata melakukan perkawinan pertamanya di usia yang kurang dari 16 tahun. Selain masalah perkawinan muda, persepsi dan penyerapan terhadap informasi masih rendah yang diindikasikan oleh per-sentase penduduk yang mendengarkan radio sebesar 54,27% dan yang mem-baca surat kabar hanya 11,45% (BPS NTB yang dapat dilacak pada

www.bps.go.id). Dalam skala yang lebih kecil yaitu tingkat desa kondisinya tidak jauh berbeda dengan hal ini. Hasil identifikasi yang dilaksanakan di Desa Rempung Kec. Pringgasela-Lombok Timur menunjukkan bahwa sebagian besar perempuan hanya melakukan kegiatan kerumahtanggaan, menjadi buruh tani dan penggembala ternak serta sebagian lagi menjadi pedagang kecil.

Pada aspek keterampilan, sebagi-an besar perempuan Desa Rempung tidak memiliki keterampilan yang ber-arti untuk mencari nafkah. Bagi mereka yang memiliki keterampilan, ternyata juga merasa bahwa keterampilan yang telah dimiliki masih belum cukup untuk dapat digunakan sebagai modal ber-usaha. Beberapa keterampilan yang pernah diterima antara lain pembuatan sirup jambu mete, pembuatan keripik singkong, membuat keset dari kain perca, dan menenun dengan alat seder-hana. Keterampilan yang telah diperoleh juga dipraktekkan, tetapi lebih banyak dipakai sendiri tidak untuk dijual. Sementara itu, keterampilan yang diinginkan lebih banyak keterampilan dagang.

Dalam hubungan sosial, masyarakat Desa Rempung Kec. Pring-

111

Page 2: jim.stimednp.ac.idjim.stimednp.ac.id/wp-content/uploads/2014/02/09.Pember... · Web viewSelain masalah perkawinan muda, persepsi dan penyerapan terhadap informasi masih rendah yang

gasela dan masyarakat NTB pada umumnya menganut paham patrilineal yang menyebabkan laki-laki memiliki dominasi yang sangat kuat. Laki-laki lebih berperan dalam hubungan antara keluarga dengan kelembagaan masyara-kat, sehingga sangat melemahkan peran dan aktivitas perempuan pada organisasi masyarakat. Perempuan adalah masyara-kat “kelas dua” yang seringkali tidak dapat memperoleh hak-haknya sebagai-mana mestinya. Kondisi perempuan di daerah ini semakin terjepit dengan adanya persepsi yang salah dalam memahami ajaran agama khususnya tentang perkawinan dan perceraian. Poligami adalah hal yang biasa di daerah ini dan perceraian yang terjadi lebih banyak merugikan perempuan, karena tidak ada mut’ah dan pembagian harta gono-gini.

Masyarakat di daerah ini rata-rata memiliki keterampilan yang masih rendah khususnya yang berkaitan dengan pengolahan sumber daya alam yang ada. Keterampilan-keterampilan yang dimiliki belum tergarap dengan baik, sehingga perlu dilakukan Peman-faatan terhadap pemanfaatan sumber daya yang ada guna meningkatkan keterampilan-keterampilan usaha ekono-mi produktif. Selain itu upaya opti-malisasi Kelompok Belajar Keaksaraan Fungsional juga perlu dilakukan untuk mendukung peningkatan pendapatan masyarakat.

PEMBAHASANBentuk model pemberdayaan

perempuan melalui Kelompok Belajar Keaksaraan Fungsional dengan peman-faatan sumber daya lokal masyarakat sehingga mampu meningkatkan keterampilan usaha ekonomi produktif dan meningkatkan pendapatan rumah tangga mereka. Memperoleh model pemberdayaan perempuan melalui kelompok belajar keaksaraan fungsional

dan mengupayakan pemanfaatan sumber daya lokal masyarakat yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Sebagian perempuan Indonesia-terutama di desa-menjalankan peran domestik, akan tetapi ada juga yang bermata pencaharian petani dan pengrajin. Mata pencaharian sebagai petani adalah mata pencaharian terbesar masyarakat Indonesia, sedangkan mata pencaharian sebagai pengrajin tidak sebanyak sebagai petani. Di dalam kedua masyarakat ini, terdapat sebuah budaya unik antara lain :1. Ketergantungan yang cukup besar

terhadap alam2. Sikap “nrimo” terhadap kondisi yang

terjadi (sikap menerima)3. Lambat dalam sentuhan teknologi

Oleh karena itu, masyarakat petani dan pengajin di pedesaan relatif lambat dalam mengadaptasi sebuah perubahan, terutama perubahan tekno-logi. Dalam komunitas petani dan pengrajin di pedesaan, umumnya yang banyak bekerja adalah perempuan, kecuali untuk tugas-tugas yang mem-butuhkan tenaga berat, misal memotong kayu, lebih banyak dilakukan oleh kaum laki-laki. Pemberdayaan perempuan pengrajin perempuan diperlukan dalam upaya meningkatkan kemampuannya, sehingga dapat menciptakan kehidupan yang lebih baik.

Dari uraian di atas terlihat bahwa sebenarnya perempuan tak lebih dari pengurus rumah yang selalu menjadi nomor dua. Perempuan tidak berhak menjadi penentu dalam memutuskan hal-hal yang menyangkut rumahtangga mereka. Mereka seringkali tidak memi-liki kemauan dan keberanian untuk menjadi sejajar dengan suami. Perempu-an harusnya memiliki kepekaan dalam menangkap perubahan dan aspirasi yang berkembang di masyarakat. Dalam pan-dangan Kartini (2001), perempuan harus mampu menggerakkan dan membuat

112

Page 3: jim.stimednp.ac.idjim.stimednp.ac.id/wp-content/uploads/2014/02/09.Pember... · Web viewSelain masalah perkawinan muda, persepsi dan penyerapan terhadap informasi masih rendah yang

perubahan-perubahan sosial ke arah yang lebih baik atau sebagai agent of social change. Pentingnya pendidikan bagi perempuan tidak hanya sekedar sebagai upaya mensejajarkan perem-puan dengan lelaki, namun lebih dari itu yaitu (Kartini, 2001):

1. Perempuan (ibu) yang terdidik akan mampu membesarkan keluarga yang lebih sehat

2. Perempuan yang terdidik cen-derung mempunyai anak yang lebih sedikit, sehingga dapat menahan laju pertumbuhan jumlah penduduk

3. Perempuan terdidik lebih produktif, baik di rumah maupun di tempat kerja

4. Perempuan terdidik cenderung membuat keputusan lebih inde-penden dan bertindak untuk dirinya sendiri

5. Perempuan terdidik cenderung menolong anak-anaknya untuk menjadi terdidik

Pemberdayaan perempuan tidak dapat dilepaskan dari konsep umum pember-dayaan masyarakat. Untuk dapat mema-hami konsep pemberdayaan masyarakat kita pelu memahami coraknya. Bebe-rapa corak pemberdayaan adalah (Taruna, 2001) :

1. Human dignity, mengembang-kan martabat, potensi, dan energi manusia;

2. Empowerment, memberdayakan baik perseorangan maupun kelompok;

3. Partisipatoris;4. Adil.

Sedang filosofi pemberdayaan masyara-kat mencakup (1) menolong diri sendiri(mandiri), (2) senantiasa mencari dan menemukan solusi bersama, (3) ada pendampingan (secara teknis maupun praktis), (4) demokratis, dan (5) menyu-burkan munculnya kepemimpinan local.

Aspek-aspek dalam Human dignity meliputi (1) martabat, potensi, atau pun energi manusia itu inherent secara individual; (2) human dignity itu merupakan tujuan akhir atau hasil akhir; (3) bukan hanya tujuan akhir/hasil akhir, tetapi juga kunci dan inti; (4) berada “di balik” segala perkembangan; (5) berawal dari konsep individual; (6) bias “berlindung” di balik kemanusiaan; (7) mudah dipakai sebagai alas an; dan (8) dipakai sebagai basis/alasan untuk melindungi hak asasi.

Teori yang saya gunakan adalah teorinya Herbert Blumer (1957:147) yang menyatakan : “Gerakan harus dibangun dan harus mengukir karier di bidang yang hampir selalu ditentang atau sekurangnya diabaikan”.

Aspek-aspek pemberdayaan (empowerment) meliputi fisik, intelek-tual, ekonomi, politik, dan kultural, dengan demikian pemberdayaan itu mencakup pengembangan kemanusiaan secara total (total human development). Sementara itu aspek-aspek partisipatory dan adil meliputi (1) punya kesamaan hak memperoleh akses atas sumberdaya dan pelayanan sosial, (2) menyangkut hak-hak dasar, (3) berkembang dalam kesamaan, (4) menguntungkan, (5) berkenaan dengan hasrat atau pun kebutuhan individual untuk ikut andil bagi kepentingan bersama, (6) meman-faatkan secara optimal namun wajar apa yang telah tercipta di dunia ini, (7) lebih bercorak moral daripada hukum, dan (8) berkaitan erat dengan kebutuhan manusiawi khususnya

Salah satu penyebab ketidakber-dayaan perempuan adalah ketidakadilan gender yang mendorong terpuruknya peran dan posisi perempuan di masyara-kat. Perbedaan gender seharusnya tidak menjadi masalah sepanjang tidak meng-hadirkan ketidakadilan gender. Namun perbedaan gender tersebut justru melahirkan berbagai ketidakadilan, baik

113

Page 4: jim.stimednp.ac.idjim.stimednp.ac.id/wp-content/uploads/2014/02/09.Pember... · Web viewSelain masalah perkawinan muda, persepsi dan penyerapan terhadap informasi masih rendah yang

bagi laki-laki maupun perempuan. Manifestasi ketidakadilan itu antara lain (1) Marginalisasi karena diskriminasi terhadap pembagian pekerjaan menurut gender, (2) Subordinasi pekerjaan (3) Stereotiping terhadap pekerjaan perem-puan, (4) Kekerasan terhadap perempu-an, dan (5) Beban kerja yang berlebihan.

Oleh karena itu, ada beberapa komponen penting yang perlu diper-hatikan dalam upaya memberdayakan perempuan, yaitu (1) Organisasi dan kepemimpinan yang kuat, (2) Penge-tahuan masalah hak asasi perempuan, (3) Menentukan strategi, (4) Kelompok peserta atau pendukung yang besar, dan (5) Komunikasi dan pendidikan. Semen-tara itu, salah satu upaya dalam mem-berdayakan sumber daya manusia, khususnya perempuan, adalah melalui penanaman dan penguatan jiwa dan praktek kewirausahaan. Secara umum, ciri dan watak seorang wirausahawan adalah (Kartini, 2001):1. Memiliki kepercayaan diri dan

optimis2. Berorientasi pada kerja dan hasil3. Berani mengambil resiko dengan

perhitungan yang jelas4. Memiliki jiwa dan sikap

kepemimpinan5. Memiliki kemampuan kreatif dan

inovatif6. Berorientasi ke masa depan

Dengan demikian maka sebaik-nya dalam pengembangan sumber daya perempuan sebaiknya diarahkan untuk membentuk manusia yang (1) memiliki motivasi dan etos kerja yang tinggi, (2) menguasai banyak ilmu dan keteram-pilan, (3) memiliki sikap mental yang konsisten yang diwujudkan dalam komitmennya pada bidang pekerjaan tertentu (profesional), (4) memiliki semangat dan kemampuan bersaing (kompetitif), dan (5) memiliki budaya yang didasari pada nilai-nilai agama dan humanisme. Menurut Soepardi (2001),

langkah-langkah yang umum digunakan dalam pengembangan sumber daya manusia melalui jalur pendidikan luar sekolah yang cocok dengan kondisi masyarakat desa dengan tingkat ekonomi dan pendidikan masyarakat yang masih rendah adalah :1. Tahap Persiapan

a. Penyebaran informasi kepada calon warga belajar untuk memberikan kesempatan menge-nal dan memahami program yang akan dilaksanakan

b. Rekruitmen secara jujur dan obyektif yang memberikan kesem-patan kepada warga masyarakat untuk menjadi warga belajar.

c. Rekruitmen tenaga pendidik yang memenuhi persyaratan dan memiliki kompetensi khususnya kemampuan dan keterampilan praktis serta berpengalaman.

2. Tahap Pelaksanaana. Menerapkan konsep belajar dan

bekerja sebagai wahana untuk memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan sekaligus kesempatan kepada warga belajar untuk bekerja guna memperoleh penghasilan.

b. Melaksanakan pembelajaran yang tetap memperhatikan kondisi lokal yang mampu meningkatkan motivasi warga belajar

c. Melaksanakan program yang mampu sesegera mungkin menun-jukkan adanya hasil yang berman-faat bagi warga belajar

d. Melaksanakan pembelajaran dengan memusatkan diri pada kebutuhan warga belajar

e. Menerapkan konsep “kemitraan” dengan berbagai pihak yang terkait agar warga belajar lebih memahami situasi dan kondisi nyata terhadap apa yang dipelajari

3. Tahap Pembinaan

114

Page 5: jim.stimednp.ac.idjim.stimednp.ac.id/wp-content/uploads/2014/02/09.Pember... · Web viewSelain masalah perkawinan muda, persepsi dan penyerapan terhadap informasi masih rendah yang

a. Menerapkan konsep “belajar sepanjang hayat” dengan jalan memberikan pemahaman kepada warga belajar bahwa belajar tidak hanya selesai setelah mengikuti jenis pendidikan tertentu saja dalam suatu masa tertentu

b. Mengembangkan jaringan infor-masi yang dapat digunakan sebagai media untuk saling bertukar pengalaman antar warga belajar maupun antara warga belajar dan pengelola program.

KELOMPOK BELAJAR KEAKSARAAN FUNGSIONAL (KF)

Pendidikan merupakan variabel kunci dalam mendorong perbaikan ekonomi. Berdasar hasil penelitiannya, Arif (2004) menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan keaksaraan petani desa terbuka dan desa tertutup dengan respon petani terhadap tani maju. Selain itu, dikatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan keaksaraan petani dengan kemampuan berkomunikasi dan kebutuhan untuk berprestasi, baik petani desa terbuka maupun desa tertutup. Selain itu hasil studi Fisher (Arif, 2004) menunjukkan adanya pengaruh tingkat pendidikan keaksaraan terhadap mutu sumber daya manusia.

Dengan memperhatikan hasil studi Arif dan Fisher di atas kita dapat melihat bahwa sebenarnya kemelekan huruf merupakan kunci bagi pengem-bangan ekonomi dan sosial. Mereka yang memiliki kemampuan keaksaraan yang lebih baik akan memiliki motivasi berprestasi yang lebih baik dari mereka yang kemampuan keaksaraan rendah. Salah satu program yang berupaya membuat melek huruf masyarakat adalah program pemberantasan buta huruf dengan pendekatan keaksaraan

fungsional, yang selanjutnya disebut program Keaksaraan Fungsional (KF). Program ini menitik beratkan pada sasaran yang berusia 15-44 tahun. Penen-tuan prioritas ini berdasarkan hasil sensus tahun 2000 yang menunjuk-kan bahwa jumlah penduduk Indonesia berusia 10-44 tahun yang buta aksara mencapai 5.956.462 orang.

Keaksaraan Fungsional (KF) merupakan suatu pendekatan atau cara untuk mengembangkan kemampuan seseorang dalam menguasai dan meng-gunakan keterampilan menulis, mem-baca, berhitung, mengamati dan meng-analisa yang berorientasi pada kehidup-an sehari-hari serta memanfaatkan potensi yang ada di lingkungan sekitar. Sementara itu Kusnadi (2003) menyata-kan bahwa istilah Keaksaraan Fungsio-nal menekankan pada suatu kemampuan untuk dapat mengatasi suatu kondisi baru yang tercipta oleh lingkungan masyarakat, agar warga belajar dapat memiliki kemampuan fungsional (berfungsi bagi diri dan masyarakatnya)

Penyelenggaraan keaksaraan fungsional memiliki prinsip-prinsip yang tidak sama dengan penyelenggara-an program pendidikan luar sekolah yang lain. Prinsip-prinsip penyeleng-garaan keaksaraan fungsional adalah (Kusnadi, 2003) :1. Konteks lokal, artinya KF

dikembangkan berdasarkan konteks lokal yang mengacu pada konteks sosial dan kebutuhan khusus dari setiap WB dan masyarakat sekitarnya

2. Desain lokal, artinya rancangan kegiatan belajar harus fleksibel, mudah dimodifikasi, diganti dan ditambah sehingga sesuai dengan minat, kebutuhan, kesepakatan, situasi dan kondisi WB.

3. Proses partisipatif, artinya proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program melibatkan warga belajar secara aktif, sehingga

115

Page 6: jim.stimednp.ac.idjim.stimednp.ac.id/wp-content/uploads/2014/02/09.Pember... · Web viewSelain masalah perkawinan muda, persepsi dan penyerapan terhadap informasi masih rendah yang

program KF bukan hanya menjadi milik tutor dan pengelola saja melainkan juga dimiliki warga belajar

4. Fungsionalisasi hasil belajar,artinya apa yang diperoleh warga belajar diharapkan dapat memfungsikan keaksaraannya untuk menganalisa dan memecahkan masalah yang dihadapi (utamanya keaksaraan) dan untuk meningkatkan mutu taraf hidupnya.

Selain prinsip-prinsip tersebut di atas, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh tutor dan pengelola keaksaraan fungsional dalam melak-sanakan proses pembelajaran (Kusnadi, 2003b), yaitu (1) warga belajar akan termotivasi untuk belajar jika sesuai dengan pengalaman, minat dan kebutuhan mereka, (2) orientasi belajar berhubungan erat dengan kehidupannya, (3) pengalaman adalah sumber yang paling kaya dan harus diakui keber-adaannya bagi pembelajaran program keaksaraan fungsional, (4) setiap warga belajar mempunyai kebutuhan untuk mengarahkan diri, dan (5) perbedaan individu di antara warga belajar meningkat seiring dengan bertambahnya usia.

Pembelajaran dalam keaksaraan fungsional dilakukan dengan 5 (lima) kegiatan yaitu:

1. Diskusi, yang bertujuan mem-berkan kesempatan kepada warga belajar untuk saling berbagi informasi, pengalaman, dan berpartisipasi dalam proses. Selain itu kegiatan ini juga dilakukan untuk memahami dan menganalisis berbagai hal yang akan dipelajari di kelompok belajar. Kegiatan ini menempat-kan warga belajar sebagai orang yang ahli dalam kelompok karena masing-masing memiliki pengalaman hidup, pengetahuan,

cerita dan gagasan untuk dikemukakan kepada orang lain.

2. Menulis, dimana warga belajar diajak belajar memikirkan sesuatu secara sistematis, dan menggunakan kemampuan menulisnya guna membuat bahan bacaan untuk kelompok belajar. Kegiatan ini digunakan untuk menuliskan tentang apa yang ada pada pikiran berupa gagasan dan pengalaman warga belajar.

3. Membaca, dimana kegiatan ini digunakan untuk mempelajari informasi baru, gagasan dan pengalaman dari tempat lain, atau pengalaman dari kelompok belajar itu sendiri. Warga belajar diminta menuliskan sesuatu dan membacanya. Warga belajar juga diminta untuk membaca tulisan orang lain.

4. Berhitung. Pada umumnya warga belajar dapat mengenal perhitungan yang berhubungan dengan ukuran/takaran, nilai uang, menimbang (menghitung berat), menghitung luas tanah, dan sebagainya. Namun demiki-an tutor perlu mengetahui jenis dan alat berhitung yang biasa digunakan

5. Keterampilan fungsional. Pada dasarnya keterampilan yang diberikan merupakan media bagi penguatan kemampuan baca, tulis dan hitung warga belajar. Pemberian keterampilan fung-sional ini juga diharapkan mam-pu memberikan warga belajar keterampilan dan pengetahuan baru yang dapat digunakan untuk meningkatkan mutu dan taraf hidupnya.Persoalan mendasar dalam

penyelenggaraan kelompok belajar KF ini adalah bahwa raw input nya warga

116

Page 7: jim.stimednp.ac.idjim.stimednp.ac.id/wp-content/uploads/2014/02/09.Pember... · Web viewSelain masalah perkawinan muda, persepsi dan penyerapan terhadap informasi masih rendah yang

masyarakat tingkat penguasaan keak-saraannya masih rendah, sehingga seringkali memunculkan kondisi dimana peran serta dan keaktivan warga belajar dalam proses masih sangat rendah. Hal ini sesuai fenomena yang diberikan oleh Arif (2004) di atas yaitu bahwa tingkat penguasaan keaksaraan berpengaruh pada kebutuhan untuk berprestasi.

Pemberian keterampilan fungsio-nal kepada warga belajar yang diguna-kan sebagai media untuk menguatkan keterampilan baca, tulis dan hitung warga belajar sebaiknya meningkatkan mutu dan taraf hidupnya. Untuk itu, seharusnya ada sebuah upaya agar keterampilan yang telah diberikan benar-benar mampu memberikan kontri-busi bagi warga belajar dalam mening-katkan pendapatan keluarganya.

Penyelenggaraan model Pember-dayaan Perempuan melalui Kelompok Belajar Keaksaraan Fungsional ini juga mengacu pada 10 patokan dikmas. Komponen-komponen penyelenggaraan yang dimaksud adalah:1. Warga belajar

Warga belajar dalam konsep model ini adalah perempuan yang menjadi warga belajar dari kejar KF dengan kriteria (1) Berusia 20-40 tahun, (2) Latar belakang ekonomi lemah, diutamakan petani (buruh tani), (3) Bersedia mengikuti proses pem-belajaran sampai selesai, (4) Bersedia menjadi anggota kelompok usaha, dan (5) Bersedia melakukan tindak lanjut dari kegiatan pembelajaran.

2. Sumber belajarSumber belajar dalam dibedakan atas Tutor, Narasumber Teknis dan pendamping. Tutor bertanggung jawab atas pembelajaran baca, tulis dan hitung serta perhitungan kas sederhana. Tutor berasal dari masyarakat sekitar yang memiliki: (1) kemampuan calistung serta bersedia mengajarkan kepada warga

belajar, (2) kepedulian terhadap peningkatan kualitas wawasan dan keterampilan perempuan, (3) kese-diaan mendampingi kejar sampai dengan waktu yang telah disepakati bersama, (4) pemahaman terhadap kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat , (5) satu atau dua jenis keterampilan produktif, dan (6) pengetahuan tentang perhitungan kas sederhana. Narasumber teknis (NST) merupakan orang yang memiliki keterampilan dan/atau berusaha dengan menggunakan keterampilan tersebut. Narasumber teknis dapat juga dirangkap oleh tutor yang memang benar-benar memiliki keterampilan sesuai dengan yang ditentukan. Selain persyaratan tersebut, NST harus memiliki kemampuan untuk mengajarkan keterampilan yang dimilikinya. Sementara itu pendamping adalah orang yang membantu kelompok dengan dasar pemikiran bahwa pen-dampingan berangkat dari kebutuhan dan kemampuan kelompok belajar KF dengan mendasarkan interaksi dari, oleh dan untuk warga belajar kejar KF serta kesetiakawanan antar kelompok dalam rangka pengem-bangan manusia seutuhnya. Pendam-ping merupakan orang yang bertugas memberikan fasilitasi kepada kelom-pok agar dapat menjalankan kelom-poknya secara maksimal sehingga memperoleh hasil yang optimal. Selain itu pendamping juga bertindak sebagai motivator dan katalisator bagi kelompok. Untuk membedakan tugas pendamping dan tutor perlu ada pemilahan yang tegas. Tutor bergerak dalam lingkup keaksaraan sedangkan pendamping bergerak dilingkup keterampilan baik manajerial maupun fungsional khususnya dalam kelom-pok usaha yang dibentuk. Dalam pelaksanaannya tugas pendamping

117

Page 8: jim.stimednp.ac.idjim.stimednp.ac.id/wp-content/uploads/2014/02/09.Pember... · Web viewSelain masalah perkawinan muda, persepsi dan penyerapan terhadap informasi masih rendah yang

dapat juga dirangkap oleh tutor. Pendamping dapat berasal dari: (1) Pamong Belajar SKB, (2) Penilik, (3) Tenaga lapangan Dikmas (TLD) atau (4) masyarakat yang memenuhi kompetensi.Adapun kriteria seorang pendamping adalah:a. memiliki pengetahuan, keteram-

pilan dan pengalaman dalam bidang kewirausahaan, manaje-men, permodalan dan kemitraan

b. memiliki watak atau karakter kepemimpinan

c. memiliki jaringan kerja atau kemampuan untuk membentuk jaringan kerja dalam pengem-bangan usaha

d. Memiliki pemahaman terhadap kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat

e. Bersedia mendampingi warga belajar sampai dengan waktu yang telah disepakati

Dengan memperhatikan posisi dan tugas masing-masing tenaga kepen-didikan tersebut, maka ada kemung-kinan ketiga peran tersebut dipegang oleh satu orang. 

3. PengelolaPengelola kelompok belajar adalah mereka yang memiliki pengalaman dalam mengelola program pendidi-kan luar sekolah dan pemuda, diutamakan bagi masyarakat sekitar kelompok dengan kriteria (1) mema-hami kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat dan (2) memili-ki pengalaman minimal telah menge-lola sebuah program/kegiatan pen-didikan luar sekolah dan pemuda. Kelengkapan buku administrasi yang harus dimiliki oleh pengelola sebagai sarana memperlancar kegiatan mini-mal terdiri dari (1) Daftar hadir warga belajar, (2) Daftar hadir tutor/ pendamping, (3) Buku Tamu, (4)

Buku rencana kegiatan, (5) jadual pertemuan warga belajar, (6) buku harian konsultasi antara warga belajar dan tenaga kependidikan (tutor, pendamping, NST), dan (7) buku laporan perkembangan kemajuan warga belajar. 

4. Kelompok BelajarKelompok belajar yang dimaksud dalam konteks ini lebih difokuskan pada kelompok belajar usaha (KBU) yang terbentuk dari warga belajar KF yang terdiri dari 5-10 orang perempu-an sebagai anggota kelompok. Kelompok usaha ditujukan pada warga belajar KF yang sudah berada pada tahap pembinaan. Struktur kelompok minimal memiliki ketua, sekretaris dan bendahara. Sedangkan buku administrasi yang dimiliki minimal (1) buku tamu, (2) buku kas, (3) buku jurnal kegiatan, (4) daftar nama kelompok, dan (5) buku inventaris. 

5. Panti/Tempat belajarPanti belajar dapat mengunakan rumah penduduk, balai pertemuan, atau ruang yang ada pada PKBM. Persyaratan panti secara umum adalah mampu menampung anggota kelompok, bersih, dan memiliki penerangan yang cukup. 

6. Program BelajarProgram belajar yang dilaksanakan dirancang selama + 6 bulan. Sedang-kan frekuensi pertemuan dan lama-nya pertemuan dalam satu minggu ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama antara pendamping dengan warga belajar. Muatan yang ada pada program antara lain, pengetahuan calistung (baca, tulis dan hitung), perhitungan kas sederhana, keteram-pilan produktif dan manajerial seder-hana. Rincian materi yang termuat

118

Page 9: jim.stimednp.ac.idjim.stimednp.ac.id/wp-content/uploads/2014/02/09.Pember... · Web viewSelain masalah perkawinan muda, persepsi dan penyerapan terhadap informasi masih rendah yang

dalam program belajar adalah (1) Kewirausahaan, (2) Pengenalan Kelompok Belajar Usaha (KBU), (3) Manajemen KBU, (4) Manajemen usaha, (4) Penerapan Achievement Motivation Training (AMT). Salah satu unsur penguat penyelengaraan program KF ini adalah digunakannya pembelajaran multichannel.

 7. Sarana/Prasarana belajar

Sarana dan prasarana yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran antara lain terdiri (1) Papan tulis atau dapat juga diganti dengan kertas plano, (2) peraga, (3) program belajar, (4) alat tulis, (5) alat paktek, dan (6) bahan belajar.

 8. Ragi belajar

Untuk memberikan motivasi kepada warga belajar dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran perlu adanya ragi belajar. Salah satu bentuk ragi belajar yang dapat diberikan adalah kunjungan (studi banding) ke kelom-pok yang telah berhasil melaksana-kan kegiatan serupa.

 9. Dana

Dana yang dimaksud merupakan dana yang terpisah dengan dana penyelenggaraan program KF dan digunakan sebagai stimulan bagi pelaksanaan kegiatan usaha kelom-pok/anggota. Dana stimulan yang diberikan diupayakan sebagai dana revolving.

 10. Hasil

Hasil belajar terdiri dapat berupa pengetahuan calistung maupun kete-rampilan produksi dan manajerial. Hasil yang diharapkan tidak sekedar berupa pengetahuan dan keteram-pilan saja, namun lebih dari itu yaitu pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh mampu digunakan oleh

warga belajar untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan keluarganya. Secara konkrit hasil yang mampu menjadi wahana peningkatan kese-jahteraan keluarga warga belajar adalah terbentuknya kelompok belajar Usaha dan kegiatan usaha.Penyelenggaraan keaksaraan fung-sional memiliki prinsip-prinsip yang tidak sama dengan peny-elenggaraan program pendidikan luar sekolah yang lain. Penyelenggaraan keaksara-an fungsional mengacu pada prinsip adalah (Kusnadi, 2003b): (1) Konteks Lokal, (2) Desain lokal, (3) Proses Partisipatif, dan (4) Fung-sionalisasi Hasil Belajar.Selain prinsip-prinsip tersebut di atas, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh tutor dan pengelola keaksaraan fungsional dalam melak-sanakan proses pembelajaran (Kusnadi, 2003), yaitu :1. warga belajar akan termotivasi

untuk belajar jika sesuai dengan pengalaman, minat dan kebutuhan mereka

2. orientasi belajar berhubungan erat dengan kehidupannya

3. pengalaman adalah sumber yang paling kaya yang harus diakui keberadaannya bagi pembelajar-an program keaksaraan fung-sional

4. setiap warga belajar mempunyai kebutuhan untuk mengarahkan diri

5. perbedaan individu di antara warga belajar meningkat seiring dengan bertambahnya usia.

Penyelenggaraan program pemberdaya-an perempuan melalui Kejar KF ini dilakukan dalam 3 tahap yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap tindak lanjut. Tahap persiapan menca-kup kegiatan identifikasi, penyiapan sarana dan prasarana, orientasi dan pembentukan kelompok belajar KF.

119

Page 10: jim.stimednp.ac.idjim.stimednp.ac.id/wp-content/uploads/2014/02/09.Pember... · Web viewSelain masalah perkawinan muda, persepsi dan penyerapan terhadap informasi masih rendah yang

Tahap pelaksanaan mencakup kegiatan pembelajaran dengan materi calistung dan keterampilan fungsional, pemben-tukan kelompok belajar usaha (KBU) serta kegiatan pendampingan. Semen-tara itu tahap tindak lanjut berkaitan dengan pelestarian kelompok, yaitu :1. Tahap Persiapan

a. IdentifikasiIdentifikasi yang harus dilakukan bertujuan menyiapkan penyeleng-garaan kegiatan pemberdayaan perempuan melalui kejar KF yang mencalup 4 hal yaitu (1) sasaran program, (2) Sumber Belajar (tutor, NST, pendamping), (3) panti belajar, dan (4) kebutuhan belajar kelompok sasaran.

b. Penyiapan Sarana dan PrasaranaPenyiapan sarana dan prasarana harus dipersiapkan sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan lapangan, sehingga kelompok sasaran dapat memusatkan per-hatian pada kegiatan pembelajaran sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

c. Orientasi Penyelenggaraan Prog-ram, Kegiatan orientasi penye-lenggaraan program dilaksanakan sebagai upaya untuk menyamakan persepsi antara pengelola, tutor, pendamping, dan kelompok sasaran berkaitan dengan proses pelaksanaan pembelajaran, pem-bentukan dan penyelenggaraan kegiatan serta kesepakatan tentang jadual pertemuan maupun lama setiap kali pertemuan.

d. Pembentukan kelompokPembentukan yang dimaksud di sini adalah kelompok belajar KF yang juga berisi kesepakatan-kesepakatan terhadap struktur organisasi kelompok dan pem-bagian tugas serta pelaksanaan pembelajaran yang mencakup kapan dimulai, berapa kali per-

temuan dalam satu minggu dan waktu untuk pertemuan berapa lama.

 2. Tahap Pelaksanaan

a. Pembelajaran baca, tulis dan hitung (calistung) serta keteram-pilan. Pembelajaran calistung dan keterampilan dilakukan dengan memperhatikan karakteristik warga belajar dan hal-hal yang mampu meningkatkan motivasi belajarnya serta prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan keak-saraan fungsional. Pembelajaran dalam keaksaraan fungsional dila-kukan dengan 5 (lima) kegiatan yaitu (1) diskusi, (2) menulis, (3) membaca, (4) berhitung, dan (5) keterampilan fungsional. Persoal-an mendasar dalam penyeleng-garaan kelompok belajar KF ini adalah bahwa raw input berasal dari warga masyarakat yang tingkat penguasaan keaksaraannya masih rendah, sehingga seringkali memunculkan kondisi dimana peran serta dan keaktivan warga belajar dalam proses masih sangat rendah.

b. Pembentukan Kelompok Belajar Usaha (KBU)Seringkali kegiatan pembelajaran pada kejar KF berhenti setelah 6 bulan sesuai dengan anggaran “proyek”. Salah satu upaya untuk melanggengkan kelompok yang sudah ditawarkan adalah menem-patkan program lainnya pada kelompok itu antara lain KBU atau Magang. Salah satu upaya yang dapat dijadikan sarana ke arah tersebut adalah pembentukan sebuah kelompok usaha bagi warga belajar dalam penyeleng-garaan kelompok belajar keaksara-an fungsional. Hal ini dilatarbela-kangi oleh kenyataan bahwa

120

Page 11: jim.stimednp.ac.idjim.stimednp.ac.id/wp-content/uploads/2014/02/09.Pember... · Web viewSelain masalah perkawinan muda, persepsi dan penyerapan terhadap informasi masih rendah yang

selama ini kelompok belajar keaksaraan fungsional hanya diformat dalam proses belajar yang hanya dilakukan selama 6 bulan saja. Dengan demikian kelangsungan kelompok akan terjaga meskipun mereka sudah menyelesaikan program KF, karena terikat dalam kelompok usaha.Pembentukan dan penyelenggara-an kelompok belajar usaha (KBU) dilaksanakan saat proses pem-belajaran KF masih berlangsung, yaitu pada saat tutor memiliki kesimpulan dari hasil evaluasinya bahwa WB telah menguasai keterampilan dasar calistung dan menguasai minimal satu keteram-pilan fungsional.

c. Pendampingan Pendampingan merupakan proses yang integral dengan pembelajar-an dan pemberdayaan kelompok belajar usaha. Komponen lain yang menjadi penentu keberhasil-an penyelenggaraan kegiatan kelompok belajar dan kelompok usaha adalah pendamping yang berperan dalam meningkatkan kemampuan vokasional warga belajar yaitu penguasaan keteram-pilan produktif dan keterampilan manajerial yang sederhana, khu-susnya pembukuan sederhana (debit, kredit dan saldo) serta perhitungan untung rugi serta cara-cara memasarkan.

d. Untuk dapat melaksanakan tugas-tugasnya dalam mendampingi kelompok, seorang pendamping harus memiliki kemampuan-kemampuan (1) Menguasai kerja yang berkaitan dengan input--proses--output, khususnya yang berkaitan dengan keterampilan sesuai kebutuhan WB serta kemampuan manajerial sederhana,

(2) Mengajarkan detail proses kerja khususnya point-point yang perlu diperhatikan pada setiap urutan kerja pada pembukuan sederhana, (3) Memberikan contoh melalui peragaan, baik keterampilan fungsional maupun pembukuan sederhana, (4) Mem-berikan kesempatan mencoba (trial) kepada WB, dan (5) Memantau pelaksanaan kegiatan usaha dan pembukuan yang dilakukan oleh peserta.

e. Peran pendamping dalam kelom-pok belajar usaha ini lebih banyak sebagai penghubung kelompok dengan dunia luar. Dalam hal ini kemampuan pendamping untuk mencermati potensi lingkungan dan menggunakannya sebagai bahan untuk membuat sebuah usaha yang memiliki prospek menjadi sangat penting. Disam-ping itu pendamping juga dituntut untuk mampu menuntun kelom-pok dalam mencari pasar bagi hasil usaha kelompok. Pendam-ping dalam memberikan pendam-pingan pengelolaan dana perlu memberikan contoh dan bimbing-an dalam pembukuan kas sederhana. 

3. Tindak LanjutTindak lanjut kegiatan pemberdayaan ini secara umum adalah kegiatan pelaporan. Namun demikian agar kelompok yang sudah dibentuk dan dibina tidak hilang begitu saja perlu dipikirkan sebuah upaya untuk menjaga keberlangsungannya (sus-tainibility). Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melanjutkan kelompok belajar KF dan kelompok usaha bersamanya menjadi sebuah kelompok usaha bersama dan mela-kukan kegiatan usaha atau melaku-kan diversifikasi pada bentuk dan jenis usaha yang telah dilakukan.

121

Page 12: jim.stimednp.ac.idjim.stimednp.ac.id/wp-content/uploads/2014/02/09.Pember... · Web viewSelain masalah perkawinan muda, persepsi dan penyerapan terhadap informasi masih rendah yang

KESIMPULANBesarnya jumlah perempuan

buta huruf dan kurang memperoleh posisi yang layak dalam kehidupan sehari-hari sehingga memberikan wacana bagi pengembangan model untuk memberikan sebuah alternatif langkah solusi. Salah satu solusi pengentasan buta huruf yang pernah dilakukan dan berlangsung sampai saat ini adalah program pemberantasan buta huruf (PBH) dengan pendekatan keaksaraan fungsional (KF). Kejar KF sebenarnya tidak hanya bertujuan memberantas buta huruf semata, melain-kan juga secara umum adalah mening-katkan harkat dan martabat serta kesejahteraan warga belajar.

Model ini berupaya memadukan dua program yaitu kejar KF dan Kejar usaha yang semula dua kegiatan yang berurutan menjadi dua kegiatan yang simultan dengan pemberian peran kepada pendamping secara intensif. Asumsi yang digunakan dalam pene-rapan cara ini adalah jika kejar usaha dibentuk setelah kejar KF berakhir akan ada kecenderungan terjadi stagnasi kegiatan yang dapat menyebabkan perubahan semangat warga belajar, sedangkan jika kejar usaha dibentuk pada saat kejar KF masih berjalan akan lebih mengikat warga belajar dalam kelompok karena saat kejar KF sudah berakhir mereka masih dapat melanjut-kan kegiatan yang sudah dijalani sesuai dengan jadual. Konsekuensi bagi pelak-sanaan kegiatan semacam ini adalah adanya tambahan dana untuk bantuan modal usaha. Meskipun dalam beberapa paket kejar KF sudah ada yang menyertakan dana bantuan usaha, tetapi belum ada upaya untuk menjadikan warga belajar menjadi sebuah kelompok usaha selain kelompok belajar KF yang dijalani.

Model ini merupakan tahap awal dari sebuah grand desain yang berupaya

memberdayakan perempuan dan hanya memfokuskan dalam upaya melang-gengkan kelompok, sehingga untuk mencapai hasil pemberdayaan secara utuh sebaiknya perlu ditindaklanjuti dengan tahap model berikutnya, yaitu tahap kegiatan usaha dan pemandirian usaha.

Kegiatan pengembangan model ini dilaksanakan dalam skala ujicoba yang terbatas dan metode yang belum sempurna yaitu dengan menggunakan eksperimen semu. Untuk itu perlu dilakukan ujicoba yang lebih luas dan menggunakan metode eksperimen secara penuh dengan menggunakan kelompok kontrol dan kelompok ujicoba.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous, Educational Statistics in Brief 2001-2002, dapat dilacak pada www.depdiknas.go.id

Anonymous, BPS Nusa Tenggara Barat, dapat dilacak pada www.bps.go.id

Arif. Zainuddin, (2004). Pendidikan Keaksaraan Suatu Investasi atau Konsumtif. Makalah disajikan dalam Pelatihan Master Trainer KF, Solo. 20 Mei 2004.

“Perempuan Harus Miliki Kemampuan” dapat dilacak pada www.kbi. gemari.or.id\beritadetail.php

Rohani, Ahmad dan Ahmadi, H. Abu, (1991). Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

*) Penulis adalah Dosen Sistem Informasi STIMED Nusa Palapa Makassar, IndonesiaEmail: [email protected]

122

Page 13: jim.stimednp.ac.idjim.stimednp.ac.id/wp-content/uploads/2014/02/09.Pember... · Web viewSelain masalah perkawinan muda, persepsi dan penyerapan terhadap informasi masih rendah yang

123