Ikan bilih

23
PERTUMBUHAN DAN LAJU EKSPLOITASI IKAN BILIH (Mystacoleucus padangensis Bleeker 1852) DI SUNGAI NABORSAHAN DANAU TOBA, SUMATERA UTARA Growth and Exploitation Rate of Bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker 1852) in Naborsahan River Lake Toba, North Sumatra ABSTRAK Ikan bilih merupakan komoditas tangkapan utama di Sungai Naborsahan Danau Toba Sumatera Utara. Aktivitas penangkapan yang cukup tinggi dikhawatirkan mempengaruhi pertumbuhan ikan bilih. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pertumbuhan ikan bilih melalui analisis hubungan panjang bobot ikan bilih, pendugaan parameter pertumbuhan (K, L∞) berdasarkan persamaan von Bertalanffy. Penelitian ini dilakukan dari bulan April-September 2013. Pengambilan sampel dilakukan pada 6 stasiun, penentuan stasiun berdasarkan karakteristik sungai, dan habitat ikan. Pengambilan sampel ikan menggunakan jaring kantong dan jala tebar. Hasil tangkapan ikan bilih selama penelitian sebanyak 3.145 ekor yang terdiri dari 1.229 ikan betina dan 1.916 ekor ikan jantan. Pola pertumbuhan ikan bilih jantan dan betina bersifat alometrik positif (P<0,05), ikan bilih jantan panjang asimtotik (L∞) 162,75 mm, koefisien pertumbuhan (K) 0,98 y -1 sedangkan ikan bilih betina panjang asimtotik (L∞) 152,25 mm, koefisien pertumbuhan (K) 0,80 y -1 . Laju mortalitas alami ikan bilih jantan (1,04) dan ikan bilih betina (0,93). Laju eksploitasi ikan bilih jantan (0,71) dan laju eksploitasi ikan bilih betina 0,45. Nilai rata-rata laju eksploitasi, ikan bilih di Sungai Naborsahan, Danau Toba telah melebihi nilai laju ekploitasi optimum 0,5. 1

description

ikan bilih

Transcript of Ikan bilih

PERTUMBUHAN DAN LAJU EKSPLOITASI IKAN BILIH(Mystacoleucus padangensis Bleeker 1852) DI SUNGAI NABORSAHAN DANAU TOBA, SUMATERA UTARA

Growth and Exploitation Rate of Bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker 1852) in Naborsahan River Lake Toba, North Sumatra

ABSTRAKIkan bilih merupakan komoditas tangkapan utama di Sungai Naborsahan Danau Toba Sumatera Utara. Aktivitas penangkapan yang cukup tinggi dikhawatirkan mempengaruhi pertumbuhan ikan bilih. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pertumbuhan ikan bilih melalui analisis hubungan panjang bobot ikan bilih, pendugaan parameter pertumbuhan (K, L) berdasarkan persamaan von Bertalanffy. Penelitian ini dilakukan dari bulan April-September 2013. Pengambilan sampel dilakukan pada 6 stasiun, penentuan stasiun berdasarkan karakteristik sungai, dan habitat ikan. Pengambilan sampel ikan menggunakan jaring kantong dan jala tebar. Hasil tangkapan ikan bilih selama penelitian sebanyak 3.145 ekor yang terdiri dari 1.229 ikan betina dan 1.916 ekor ikan jantan. Pola pertumbuhan ikan bilih jantan dan betina bersifat alometrik positif (P3 and p 0,5 menunjukkan tingkat eksploitasi tinggi (over fishing).2. E < 0,5 menunujukan tingkat eksplotasi rendah (under fishing). 3. E = 0,5 menunjukkan pemanfaatan optimal.(Sparre dan Venema, 1998).Hasil Sampel ikan bilih yang diperoleh selama penelitian adalah 3.145 ekor yang terdiri dari 1.916 ekor ikan bilih jantan dan 1.229 ekor ikan bilih betina. Panjang total ikan bilih yang diperoleh selama penelitian berkisar 35-168 mm dan bobot 1,12-47,55 g. Data panjang dan bobot ikan bilih yang diperoleh dilakukan analisis regresi untuk mengetahui hubungannya. Hasil analisis hubungan panjang (L) dan bobot (W) ikan bilih (Mystacoleuces padangensis Bleeker) di Sungai Naborsahan, Danau Toba Sumatera Utara dapat dilihat pada Gambar 2. Berdasarkan analisis nilai b dengan uji-t diperoleh nilai b ikan bilih berbeda nyata dengan nilai 3.

Gambar 2. Hubungan panjang dan bobot ikan bilih (Mystacoleuces padangensis Bleeker) di Sungai Naborsahan, Danau Toba Sumatera Utara.

Gambar 3. Distribusi frekuensi ikan bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) di sungai Naborsahan, Danau Toba Sumatera Utara.Tabel 1. Parameter pertumbuhan (L, K dan t0) ikan bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) di sungai Naborsahan Danau Toba Sumatera Utara.Jenis kelaminParameter pertumbuhan

K

Jantan162,750,98-0,21

Betina152,250,80-0,11

Gabungan 175,350,69-0,06

Berdasarkan hasil analisis mortalitas dapat ditentukan laju eksploitasi ikan bilih di Sungai Naborsahan, Danau Toba Sumatera Utara untuk ikan bilih jantan diperoleh laju eksploitasi sebesar 0,7, sedangkan untuk ikan bilih betina laju eksploitasi sebesar 0,45 dan laju eksploitasi ikan bilih gabungan ikan bilih jantan dan betina adalah 0,8. mortalitas dan laju eksploitasi ikan bilih di Sungai Naborsahan, Danau Toba dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 3. Mortalitas total (Z), alami (M), penangkapan (F) dan laju eksploitasi ikan bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) di sungai Naborsahan, Danau Toba Sumatera UtaraJenis kelaminTotal ZAlami (M)Penangkapan (F)Laju Eksploitasi (E)

Jantan3,551,042,510,7

Betina1,670,930,750,45

Gabungan4.040,813,230,8

PembahasanGambar 2 menunjukkan bahwa ikan bilih jantan dan betina di sungai Naborsahan, Danau Toba Sumatera Utara memiliki nilai b < 3 nilai b (jantan: 2,941 dan betina: 2,946) dengan pola pertumbuhan alometrik negatif yaitu pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan bobot. Nilai b ikan bilih jantan tidak sama dengan nilai b ikan bilih betina. Sedaghat et al. (2013) yang melakukan penelitian di sungai Dalaki, Bushehr, bagian selatan Iran pada ikan Capoeta capoeta intermedia (Osteichthyes: Cyprinidae) juga memperoleh nilai b yang tidak sama, ikan jantan (b=3,79; R=0,93) dan betina (b=2,87; R=0,96). Gogoi & Goswami (2014) melaporkan bahwa ikan Amblypharyngodon mola (Cyprinidae) dari kolam Assam Universitas Pertanian, Jorhat mempunyai nilai b jantan (b=3,286; R=0,9454) dan betina (b=2,846; R=0,9531). Ikan Cyprinion macrostomum yang diperoleh dari sungai Gamsaiab Iran Barat mempunyai nilai b yang berbeda, pada ikan jantan nilai b=3,416 dengan R=0,863 dan pada ikan betina nilai b=3,318 dengan R=0,912 (Faghani-Langroudi et al. 2014).Hasil penelitian tersebut juga berbeda dengan hasil penelitian Barus (2011), Kartamihardja dan Umar (2011) yang melakukan penelitian ikan bilih di Danau Toba, namun pada penelitian mereka, tidak melakukan pemisahan antara ikan bilih jantan dan betina. Barus (2011) menyatakan bahwa pola pertumbuhan ikan bilih di Danau Toba adalah alometrik dengan nilai b < 3 yaitu 2,922. Kartamihardja dan Umar (2011) menyatakan bahwa berdasarkan data tahun 2009 dan 2010 pola pertumbuhan ikan bilih di Danau Toba adalah alometrik positif dengan nilai b > 3, yaitu 3,088 (2009) dan 3,1407 (2010). Perbedaan nilai b tersebut dapat disebabkan oleh banyak faktor. Bagenal (1978) menyatakan bahwa perbedaan nilai b dapat disebabkan oleh faktor lingkungan, jenis kelamin, tingkat kematangan gonad maupun tahap perkembangan ikan. Nilai-nilai b pada ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti musim, habitat, kematangan gonad, jenis kelamin, diet, perut kepenuhan, kesehatan, teknik pelestarian dan perbedaan tahunan dalam kondisi lingkungan (Le Cren 1951). Kalayci et al. 2007 menyatakan bahwa nilai b dipengaruhi oleh beberapa faktor ekologis seperti temperatur, suplai makanan, kondisi pemijahan, dan faktor lainnya seperti jenis kelamin, umur, waktu dan daerah penangkapan ikan. Selain itu, kenaikan pertumbuhan, perbedaan usia dan tahap kematangan serta kondisi lingkungan seperti suhu, salinitas dan musiman dapat mempengaruhi nilai b untuk spesies yang sama (Hossain 2010). Zakeyudin (2012) dan Sulistiyarto (2012) juga menyatakan bahwa nilai b pada ikan Rasbora sangat bervariasi meskipun dari bentuk tubuh sangat mirip satu dengan yang lainnya. Variasi nilai b diduga lebih ditentukan oleh kondisi lingkungan dan tingkat kematangan gonad. Sulistiono et al. (2012) menyatakan bahwa hubungan panjang bobot menunjukkan pertumbuhan yang bersifat relatif artinya dapat berubah menurut waktu. Apabila terjadi perubahan lingkungan dan ketersediaan makanan di perkirakan nilai b juga akan berubah. Distribusi frekuensi ikan bilih berdasarkan jenis kelamin (kanan: jantan, kiri : betina) dan waktu pengambilan sampel yang ditunjukkan pada Gambar 3. Hasil yang ditunjukkan pada Gambar 3 memperlihatkan perbedaan bentuk kurva distribusi frekuensi panjang. Pergeseran frekuensi ukuran panjang ikan bilih jantan pada bulan Mei-Juni dan Juli-Agustus (Gambar 3) menunjukkan bahwa adanya pertumbuhan ikan bilih sedangkan pada ikan betina pertumbuhan tampak pada bulan Juni-Juli dan Juli Agustus (Gambar 3). Berdasarkan hasil analisis pertumbuhan ikan bilih dari formula pertumbuhan Von Bertalanffy diperoleh nilai dugaan panjang asimtotik (L) ikan bilih jantan sebesar 162,75 mm dengan koefisien laju pertumbuhan (K) 0,98 y-1. Sedangkan panjang asimtotik (L) ikan bilih betina sebesar 152,25 mm dengan koefisien laju pertumbuhan (K) 0,80 y-1. Berdasarkan perhitungan tersebut diperoleh persamaan Von Bertalanffy untuk ikan bilih jantan adalah Lt =162,75[1e-0,98(t+0,21)] sedangkan untuk ikan bilih betina Lt =152,25[1e-0,80(t+0,11)] dan gabungan ikan bilih jantan serta betina persamaan Von Bertalanffy yang diperoleh adalah Lt =175,35[1e-0,69(t+0,06)]. Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa ikan bilih jantan mempunyai panjang asimtotik dan nilai K yang lebih besar daripada ikan bilih betina. Keratas et al. (2007) ikan mas (Cyprinus carpio) dari Danau Almus Dam, Tokat-Turki mempunyai parameter pertumbuhan yang berbeda antara ikan jantan dan betina, ikan jantan dengan nilai L 41,61 cm; K= 0,198 y-1; t0=-1,428 dan ikan betina L 47,24 cm; K= 0,183 y-1; t0=-1,982.Penentuan laju eksploitasi diawali dengan penentuan laju mortalitas baik mortalitas alami maupun mortalitas penangkapan. Laju mortalitas dapat memberikan gambaran mengenai besarnya stok ikan bilih yang dieksploitasi. Berdasarkan hasil analisis laju mortalitas ikan bilih di Sungai Naborsahan. Danau Toba Sumatera Utara diperoleh laju mortalitas ikan bilih jantan (Z) adalah 3,55 y-1 dengan laju mortalitas alami (M) sebesar 1,04 y-1 dan mortalitas penangkapan (F) sebesar 2,51 y-1. Sedangkan laju mortalitas ikan bilih betina (Z) adalah 1,67 y-1 dengan laju mortalitas alami (M) sebesar 0,93 y-1 dan mortalitas penangkapan (F) sebesar 0,75 y-1. Hal tersebut menunjukkan mortalitas alami ikan bilih jantan lebih besar daripada mortalitas alami betina. Menurut Welcomme (2001) mortalitas alami ikan di perairan lebih disebabkan oleh predasi walaupun penyakit juga berperan terhadap mortalitas alami. Selain itu mortalitas alami juga dapat disebabkan oleh predasi (Montchowui et al. 2009) . Faktor-faktor yang menyebabkan mortalitas alami ikan di perairan seperti uraian tersebut diduga dapat menjadi faktor yang menyebabkan mortalitas alami ikan bilih di Sungai Naborsahan. Nilai-nilai koefisien mortalitas yang dihitung dalam penelitian ini untuk jantan dan betina tidak dapat dibandingkan dengan penelitian sebelumnya karena tidak adanya data yang tersedia. Spesies yang sama mungkin memiliki tingkat kematian alami yang berbeda di daerah yang berbeda tergantung pada kepadatan predator dan kompetitor, yang kelimpahannya dipengaruhi oleh kegiatan penangkapan ikan (Sparre dan Venema 1998). Bahkan perubahan kecil dalam parameter pertumbuhan dapat mempengaruhi perhitungan nilai mortalitas ikan (Tserpes dan Tsimenidis 2001).Laju eksploitasi ikan bilih jantan lebih besar daripada ikan bilih betina. Hal tersebut menunjukan bahwa ikan bilih jantan dan ikan bilih gabungan terindikasi terjadinya tekanan penangkapan yang tinggi atau telah terjadi kondisi tangkap lebih (overfishing). Hal ini dikarenakan laju eksploitasi yang melebihi eksploitasi optimum (0,5), sedangkan laju eksploitasi ikan bilih betina masih berada di bawah kondisi eksploitasi optimum. Nilai laju eksploitasi ikan bilih jantan dan gabungan di Sungai Naborsahan tersebut melebihi nilai laju eksploitasi optimum 0,5. Mortalitas penangkapan nilainya lebih besar jika dibandingkan dengan fraksi mortalitas alami. Laju eksploitasi ikan bilih 0,8 dengan kata lain 80 % kematian ikan bilih disebabkan oleh penangkapan. Laju eksploitasi ikan bilih yang besar disebabkan oleh intensifnya penangkapan ikan bilih yang berlangsung setiap hari dan sepanjang tahun dengan alat tangkap yang beragam. Nilai laju eksploitasi ikan bilih jantan yang lebih besar daripada laju eksploitasi ikan bilih betina juga terbukti dengan hasil tangkapan ikan bilih selama penelitian yang menunjukkan bahwa ikan jantan (N=1.916) yang diperoleh jumlahnya lebih banyak dari pada betina (N=1.229). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa pola pertumbuhan ikan bilih jantan dan betina bersifat alometrik positif (P