HUBUNGAN KARAKTERISTIK SUPLIER, …e-jurnal.ukrimuniversity.ac.id/file/[email protected] · kinerja...

13
HUBUNGAN KARAKTERISTIK SUPLIER, KEPERCAYAAN DAN KOMITMEN DALAM SUPPLY CHAIN MANAGEMENT RETAIL Hadi Purnomo Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Immanuel (UKRIM) Yogyakarta ABSTRACT The main concern in this study is whether the characteristics of the supplier will be able to trigger confidence and trust relationship with commitment. Modern Retail Supply Chain (MRSC) in this case is a term used for a new paradigm in the retail supply chain, a concept that puts retailers as a point or a link in the distribution channel. Supplier and retailer relationships are a lot of factors studied in marketing research. Research on the relationship between the two terms is also done in regard to the operation of supply chain management. The research was conducted at the particular retailers, shop owners in Yogyakarta in particular. Hypothesis testing in this research used regression analysis and regression analysis moderation. The results showed that only 3 hypotheses were supported among 5 of them. Those hypotheses are: (1) there is a positive effect between the cycle time with confidence (2) there is a positive effect between behavioral uncertainty with confidence (3) there is no positive effect among potential opportunism by the trust, (4 ) there is a positive effect of trust with commitment, (5) supply chain partner's specific asset investments did not moderate the relationship between trust and commitment. Keywords: Supply chain management, suppliers, retailers PENDAHULUAN Globalisasi dan teknologi memiliki pengaruh yang kuat atas perubahan perubahan yang terjadi. Perubahan lingkungan bisnis seperti persaingan yang semakin sengit, tuntutan konsumen akan produk dengan mutu yang tinggi, harga murah serta pengiriman tepat waktu, daur hidup produk yang semakin pendek, dan kemajuan dalam bidang teknologi menuntut pengelola bisnis untuk menciptakan model model baru dalam pengelolaan aliran produk ( Watanabe, 2001). Gunasekaran et al (1999) menekankan pada kemampuan untuk merespon perubahan dengan pengelolaan aliran produk. Perubahan tersebut misalnya dengan adanya pelaksanaan AFTA (ASEAN Free Trade Area) 2003, yang membawa dunia retail Indonesia pada realitas global reatiling. Era global retailing ditandai dengan semakin berkembangnya retailer global. Fenomena global retailing telah positif mendorong modernisasi bisnis reatial Indonesia dengan adopsi konsep konsep baru dan adaptasi teknologi. Konsep konsep baru tersebut menyangkut modern merchandising, pendekatan catagory modern reatail supply chain, pricing technique, promotion & marketing strategy, supplier relationship & negotiation technique. Kompetisi secara global menekankan manajer untuk mencurahkan perhatian yang besar terhadap Supply Chain Management (SCM). SCM memodifikasi praktik tradisional manajemen logistik yang bersifat adversial ke arah koordinasi dan kemitraan antar pihak pihak yang terlibat (Zabidi, 2001).

Transcript of HUBUNGAN KARAKTERISTIK SUPLIER, …e-jurnal.ukrimuniversity.ac.id/file/[email protected] · kinerja...

HUBUNGAN KARAKTERISTIK SUPLIER, KEPERCAYAAN

DAN KOMITMEN DALAM SUPPLY CHAIN MANAGEMENT RETAIL

Hadi Purnomo

Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Immanuel (UKRIM) Yogyakarta

ABSTRACT

The main concern in this study is whether the characteristics of the supplier will be

able to trigger confidence and trust relationship with commitment. Modern Retail Supply

Chain (MRSC) in this case is a term used for a new paradigm in the retail supply chain, a

concept that puts retailers as a point or a link in the distribution channel. Supplier and retailer

relationships are a lot of factors studied in marketing research. Research on the relationship

between the two terms is also done in regard to the operation of supply chain management.

The research was conducted at the particular retailers, shop owners in Yogyakarta in

particular.

Hypothesis testing in this research used regression analysis and regression analysis

moderation. The results showed that only 3 hypotheses were supported among 5 of them.

Those hypotheses are: (1) there is a positive effect between the cycle time with confidence

(2) there is a positive effect between behavioral uncertainty with confidence (3) there is no

positive effect among potential opportunism by the trust, (4 ) there is a positive effect of trust

with commitment, (5) supply chain partner's specific asset investments did not moderate the

relationship between trust and commitment.

Keywords: Supply chain management, suppliers, retailers

PENDAHULUAN

Globalisasi dan teknologi

memiliki pengaruh yang kuat atas

perubahan – perubahan yang terjadi.

Perubahan lingkungan bisnis seperti

persaingan yang semakin sengit, tuntutan

konsumen akan produk dengan mutu yang

tinggi, harga murah serta pengiriman tepat

waktu, daur hidup produk yang semakin

pendek, dan kemajuan dalam bidang

teknologi menuntut pengelola bisnis untuk

menciptakan model – model baru dalam

pengelolaan aliran produk ( Watanabe,

2001). Gunasekaran et al (1999)

menekankan pada kemampuan untuk

merespon perubahan dengan pengelolaan

aliran produk.

Perubahan tersebut misalnya

dengan adanya pelaksanaan AFTA

(ASEAN Free Trade Area) 2003, yang

membawa dunia retail Indonesia pada

realitas global reatiling. Era global

retailing ditandai dengan semakin

berkembangnya retailer global. Fenomena

global retailing telah positif mendorong

modernisasi bisnis reatial Indonesia

dengan adopsi konsep – konsep baru dan

adaptasi teknologi. Konsep – konsep baru

tersebut menyangkut modern

merchandising, pendekatan catagory

modern reatail supply chain, pricing

technique, promotion & marketing

strategy, supplier relationship &

negotiation technique.

Kompetisi secara global

menekankan manajer untuk mencurahkan

perhatian yang besar terhadap Supply

Chain Management (SCM). SCM

memodifikasi praktik tradisional

manajemen logistik yang bersifat adversial

ke arah koordinasi dan kemitraan antar

pihak – pihak yang terlibat (Zabidi, 2001).

Banyak perusahaan yang telah berhasil

menerapkan SCM, namun juga banyak

perusahaan yang mengalami kegagalan

dalam mengimplementasikan konsep –

konsep SCM.

SCM berkaitan dengan siklus

lengkap bahan baku dari pemasok, ke

produksi, ke gudang, ke distribusi sampai

ke konsumen. Sementara perusahaan

meningktkan kemampuan bersaing

melaluipenyesuaian produk, kualitas

tinggi, pengurangan biaya dan kecepatan

mencapai pasar. Sebuah supply chain

merupakan jaringan dari pelaku – pelaku

yang mentranformasikan bahan mentah

sampai dengan mendistribusikan produk

(Bowersx et al, 1999). Proses panjang

produk sampai pada konsumen menuntut

perusahaan bekerjasama dengan

perusahaan lain. Komponen – komponen

yang membentuk supply chain merupakan

sebuah channel. Hubungan jangka panjang

dengan channel tersebut memberikan

kestabilan pada rantai proses.

SCM merupakan faktor kunci

strategis untuk meningkatkan efektifitas

perusahaan dan realisasi tujuan

perusahaan yang lebih baik. Pada era

globalisasi perusahaan dituntut untuk

memilih supply chain dan logistik dalam

operasinya. Sebagain besar perusahaan

berupaya meningkatkan efisiensi dan

efektifitas supply chain. Peningkatan

kinerja bisnis perusahaan dapat dilakukan

dengan kerjasama suplier, kinerja

pengiriman, pelayanan konsumen dan

pengurangan biaya logistik.

Penelitian – penelitian SCM yang

dilakukan menekankan pada kinerja SCM

(Gunasekaran et al, 1999), dimana salah

satu faktor keberhasilan SCM yaitu pada

hubungan kemitraan. Penelitian tentang

kerjasama dengan mitra salah satunya

oleh Kwon dan Taewon (2005). Esensi

penelitian ini yaitu kesuksessan

implementasi SCM memerlukan komitmen

dengan supplyer partner. Penelitian Denis

dan Kambil (2003) menunjukkan bahwa

komitmen merupakan faktor kunci dalam

keterpaduan pelaksanaan SCM, sedangkan

kepercayaan merupakan akar dari

komitmen. Faktor – faktor yang

mempengaruhi kepercayaan anatara laian

characteristic. Penelitian ini merupakan

replikasi dari penelitian Kwon dan Taewon

(2005) dengan modifikasian pada variabel

supplyer characteristic.

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Retailing

Pengertian retail secara harafiah

berarti eceran atau perdagangan eceran,

dan peritel/retailer diartikan sebagai

pengercer atau pengusaha perdagangan

eceran. Menurut Manser (2005) retail

ditafsirkan sebagai selling of goods and or

services to publics, atau penjualan barang

dan jasa pada publik. Berman & Evan

(1992) mendefinisikan kata retail dalam

kaitan retail management sebagai those

business activities involved in the sale ogf

goods and services to consumers for their

personal, familiy, or household use, atau

keseluruhan aktivitas bisnis yang

menyangkut penjualan barang dan jasa

pada konsumen untuk digunakan oleh

mereka sendiri, keluarga atau

rumahtangganya.

Menurut sujana (2005) aktivitas

bisnis retail tidak hanya sekadar

merupakan penjualan barang dalam

aktivitas fisik, namun pada hakikatnya

juga meliputi penjualan jasa. Jasa – jasa

yang menyertai penjualan barang

(complementary services) juga merupakan

bagian dari real services. Berkaitan dengan

tempat dilakukannya aktivitas penjualan,

pengertian bisnis retail mencakup tidak

hanya toko atau shop/store tetapi juga

aktivitas serupa yang tidak menggunakan

tempat khusus dalam proses jual beli,

semisal multilevel marketing.

Selanjutnya, penjual partai besar (grosir)

atau wholesaler dan bahkan pabrikan

(manufacture) dapat pula berlaku sebagai

retailer.

Modern Retail Supply Chain

Modern Retail Supply Chain

(MRSC) dalam hal ini merupakan istilah

yang digunakan untuk paradigma baru

dalam retail supply chain, suatu konsep

yang menempatkan retailer sebagai suatu

titik atau mata rantai dalam jalur distribusi.

Konsep ini menjembatani kepentingan

supllier dan retailer dalam sudut padang

yang sama, yaitu sebagai bagian dari

proses menluruh araus barang dari hulu ke

hilir samapi kepada konsumen akhir.

Orintasi menyeluruh ini adalah pemenuhan

kebutuhan dan kepuasan konsumen

(consumer driven).

Dengan paradigma baru (MRSC)

orientasi supplier adalah retailer’s selling

out. Supplier akan berkecenderungan

untuk menargetkan selling in sebanyak –

banyaknya denmgan kerjasama yang

produktif dan target yang didasarkan atas

informasi selling out dan hasil analisisinya

yang diberikan retailer sebagai bagian dari

kerjasama.

Fungsi–fungsi utama dalam MRSC

meliputi estimasi, formulasi, komunikasi

dan kolaborasi. Fungsi estimasi adalah

bahwa dalam implementasi MRSC ada

proses untuk mengestimasi atau

meperkirakan kondisi (fluktuasi atau

tingkat penjualan) pada suatu periode

waktu mendatang berdasarkan informasi

yang bersifat historis. Kemudian fungsi

formulasi dalam hal ini adalah proses

perumusan kondisi keseimbangan

penyediaan stock barang, yang kemudian

diturunkan sebagai persamaan untuk

mendapatkan nilai order quantity

recommendation. Fungsi komunikasi

adalah kondisi tingkat hubungan antara

para pihak dalam MRSC (supplier-

reatiler), sedangkan fungsi kolaborasi

merujuk pada kondisi tingkat kerjasama

yang terjalin di dalamnya.

Supply Chain Management

Persaingan yang ketat menuntut

para pengelola bisnis menciptakan model –

model baru dalam pengelolaan aliran

produk. Supply chain Management (SCM)

adalah modifikasi praktik tradisional dari

manajemen logistik yang bersifat adversial

ke arah koordinasi dan kemitraan antar

pihak – pihak yang terlibat dalam

pengelolaan aliran informasi dalam produk

tersebut (Zabidi, 2001). Menurut Heizer

dan Render (2000), SCM adalah mata

rantai dimana dari berbagai pemasok

kemudian masuk ke pabrikan, grosis,

distributor, sampai ke tangan konsumen.

SCM merupakan satu hal yang kompleks,

kalau permintaan konsumen sendiri sangat

fluktuatif, maka perencanaan akan

complicated.

Keunggulan kompetitif SCM adalah

bagaimana perusahaan mampu mengelola

aliran barang atau produk dalam suatu

rantai supply. Dengan kata lain model

SCM mengaplikasikan bagaimana suatu

jaringan kegiatan produksi dan distribusi

suatu perusahaan dapat bekerja bersama –

sama untuk memenuhi tuntutan konsumen.

Tujuan utama SCM adalah penyerahan /

pengiriman produk secara tepat waktu

demi memuaskan konsumen,mengurangi

biaya, meningkatkan segala hasil dari

seluruh supply chain (bukan hanya satu

perusahaan), mengurangi waktu,

memusatkan kegiatan perencanaan dan

distribusi.

Supply chain management

merupakan kegiatan pengelolaan kegiatan-

kegiatan dalam rangka memperoleh bahan

mentah, mentransformasikan bahan

mentah tersebut menjadi barang dalam

proses atau barang jadi dan

mendistribusikannya pada konsumen.

Supply chain management yang baik akan

dapat meningkatkan efisiensi dalam

operasi perusahaan dan lebih jauh dapat

meningkatkan profit perusahaan serta

memberikan kepuasan bagi semua pihak

(Cousineau et al, 2004).

Gambar 1

Rantai Pemasok

Data riset pasar Informasi penjadwalan

Rekayasa dan desain data Arus pemesan dan arus kas

Ide – ide dan desain

untuk memuaskan konsumen Arus bahan baku

Arus kredit

Sumber : Heizer dan Render (2000)

Menurut Frohlich and Westbrook

(2001), perusahaan yang berhasil adalah

perusahaan yang mampu menghubungkan

lingkup internal dan eksternalnya dalam

satu rantai yang disebut dengan supply

chain. Kepercayaan dan komitmen

memegang peranan penting dalam

terciptanya suatu hubungan bisnis yang

baik. Beberapa studi telah mengungkapkan

pentingnya kepercayaan dalam suatu

hubungan bisnis. Karakteristik

kepercayaan tingkat tinggi dari hubungan

pertukaran memungkinkan pelaku untuk

focus pada keuntungan – keuntungan

jangka panjang hubungan (Ganesan, 1994;

Doney and Cannon, 1997).

Strategi Pemilihan Supplier

Manajemen rantai pasokan (supply

chain management) merupakan kegiatan

pengelolaan kegiatan – kegiatan dalam

rangka memperoleh bahan mentah,

mentransformasikan bahan mentah

menjadi barang proses dan barang adi, dan

mengirimkan produk ke konsumen melalui

distributor. Rantai pasokan menerima

perhatian yangbesar karena disebagian

besar perusahaan

pembelianmerupakankegiatan

yangpalingmemakan biaya. Dii lingkungan

operasi, fungsipembelian dikelola oleh

agen pembelian. Di banyak lingkungan

jasa, peranan agen pembelian terhapus

karena produk primernya merupakan jasa.

Di segmen jasa perdagangan besar dan

eceran, pembelian dijalankan oleh seorang

pembeli (retailer). Pedagang besar maupun

eceran membeli semua yang dijual,

berbeda dengan operasi manufaktur.

Peranan departemen pembelian adalah

mengevaluasi suplier – supliuer alternatif

untuk alternatif pembelian. Pertimbangan

– pertimbangan dalam pemilihan suplier

beragam. Kerjasama dengan suplier

sebagai mitra jangka panjang akan

menyebabkan banyak manfaat yang

didapatkan. Perusahaan jasa seperti toko

eceran (Render dan Heizer, 2000)

menunjukkan bahwa kerjasama dengan

pemasok dapat menghasilkan

penghematan bagi konsumen dan

pemasok. Strategi ini menyebabkan

perusahaan dapat merebut hati konsumen.

Kemitraan dalam Supply Chain

Management

Beberapa penelitian telah

mengungkapkan pentingnya penerapan

supply chain yang baik dan pentingnya

menciptakan hubungan bisnis yang

kooperatif dengan pemasok. McKenna dan

Faulkner (dalam Zineldin dan Jonsson,

2000) menyampaikan, globalisasi dan

internasionalisasi yang agresif, deregulasi

dan penghapusan penghalang fisik,

pajak/keuangan, dan teknik, cepatnya

perkembangan ilmu pengetahuan dan

inovasi teknologi, pergolakan ekonomi dan

Manufaktur

Pemasok

Konsumen Pemasok

Pemasok

Konsumen

Konsumen

Distributor

kondisi ketidakpastian adalah beberapa

faktor yang mendasari pentingnya timbul

paradigma hubungan untuk menciptakan

hubungan jangka panjang dengan

pelanggan dan pemasok. Narasimhan et al.

(2001) menemukan bahwa integrasi

pembelian dan praktek pembelian saling

mempengaruhi, dan hasil interaksi tersebut

telah memberikan dampak positif pada

manufacturing performance.

Dalam kontek supply chain,

perusahaan cenderung untuk

mempertahankan perilaku hubungan

jangka panjang, dimana mitra umumnya

percaya bahwa mereka dapat saling

menguntungkan antara member rantai

pasokan (Su et al. 2008), kemitraan yang

sama juga berorientasi pada konsep jangka

panjang (Smith dan Barclay, 1997). Dalam

hubungannya dengan proses produksi,

praktik supply chain management yang

dilaksanakan perusahaan akan

memberikan dampak di antaranya terhadap

17 pengelolaan persediaan bahan baku.

Apabila pengelolaan persediaan bahan

baku dilakukan dengan tepat, maka

implikasi yang lebih jauh lagi bagi

perusahaan adalah minimalisasi biaya yang

dapat mengurangi ketidakefisienan dalam

proses produksi.

Ketidakefisienan dapat muncul

ketika persediaan bahan baku habis,

sementara bahan baku yang dipesan

perusahaan belum datang. Hal ini akan

memaksa perusahaan melakukan

pembelian kepada penjual bahan baku lain,

atau melakukan pembelian mendadak

dalam jumlah yang lebih kecil. Kondisi

tersebut yang akan menyebabkan

bertambah tingginya harga beli bahan baku

yang digunakan oleh perusahaan sehingga

memperbesar biaya yang harus ditanggung

perusahaan. Dalam konteks ini peran

supply chain management yang baik

menjadi sangat penting artinya, di

antaranya melalui jalinan kerja sama yang

baik supplier dengan dealer. Fisher (1997)

menjelaskan kurangnya kerjasama dengan

mitra supply chain menyebabkan kerugian

yang cukup besar. Hal ini menunjukkan

pentingnya kemitraan dalam supply chain.

Kemitraan yang kuat menekankan pada

kerjasama yang panjang, mencakup

perencanaan yang lebih abik dan upaya

pemecahan masalah bersama. Kemitraan

pembeli dan pemasok merupakan hal

penting yang menjadi perhatian industri

dan peneliti.

Penelitian toni et al (1994), Maloni

dan Benton (1997) menunjukkan tekanan

kemitraan untuk operasi supply chain yang

lebih baik. Evaluasi efisiensi dan

efektifitas kinerja mitra perlu dievaluasi

secara menyeluruh. Upaya yang dilakukan

yaitu gambaran tujuan yang jelas untuk

mempersiapkan langkah – langkah

meningkatkan kinerja dan kepercayaan.

Faktor – faktor yang berpengaruh pada

kepercayaan telah diteliti oleh beberapa

peneliti. Kwon dan Taewon

mengemukakan faktor karakteristik

supplier yang diyakini berpengaruh pada

kepercayaan.

Karakteristik khusus dalam

hubungan kerja sama yang terpercaya dan

berkomitmen, menurut Zineldin et al.

(1997) adalah bahwa bagian-bagian yang

bekerja sama mampu beradaptasi dalam

proses maupun produknya untuk mencapai

kesesuaian yang lebih baik, mau membagi

informasi dan juga pengalaman, dan juga

dapat mengurangi atau meminimalkan

ketidakamanan dan ketidakmenentuan

sumber daya. Membagi informasi dan

pengalaman merupakan salah satu cara

untuk menunjukkan kepercayaan yang

dapat membangun tingkat komitmen yang

tinggi dan juga memberikan atmosfer yang

baik bagi kegiatan yang bersifat

transaksional. Perusahaan melakukan kerja

sama dengan berbagai pihak karena kerja

sama merupakan cara untuk meningkatkan

kinerja. Dalam konteks hubungan supplier

dengan dealer, evaluasi dealer tentang

tingkat kepercayaan dan komitmen akan

berdasarkan pada sudut pandang yang

lebih luas menyangkut keseluruhan kinerja

supplier-nya. Menurut Zineldin (1999),

kualitas sebuah hubungan merupakan

fungsi dari beberapa elemen atau faktor-

faktor tertentu di antaranya: kooperasi,

kemampuan dan kinerja karyawan

termasuk manajer, sumber daya fisik,

kualitas, distribusi dan penentuan harga

produk, pembagian informasi,

pengalaman, harapan konsumen dan

kepuasan.

Hipotesis 1:

Kinerja cycle time berpengaruh secara

positif terhadap trust.

Hipotesis 2:

Behavioral uncertainty berpengaruh secara

positif terhadap trust.

Hipotesis 3:

Potential oppotunism berpengaruh secara

positif terhadap trust.

Kepercayaaan dan Komitmen

Kepercayaan dapat meningkatkan

daya saing dan mengurangi biaya transaksi

(Noordewier et al, 1990). Sebuah investasi

retail terletak pada komitmen dari

hubungan pemasok dan kedua membangun

kepercayaan dan komitmen antara

perusahaan sangat penting bagi kinerja

perusahaan dalam kaitanya dengan kontrak

dua organisasi (Narayandas dan Rangan,

2004). Menurut penelitian yang dilakukan

Wu et al. (2004) tingkat dari keseriusan

komitmen, kelanjutan komitmen, dan

komitmen yang normatif pada mitra rantai

persediaan (supply chain) akan sangat

membantu dalam pengintegrasian proses

supply chain management (SCM). Suatu

kerja sama dapat juga terlibat dalam

hubungan yang strategis dengan para

penyalur, yang kemudian mengakibatkan

kebutuhan tingkat kepercayaan dan

komitmen yang lebih tinggi (Su et al.

2008).Hubungan rekan kerja yang erat

sangat dibutuhkan dalam

mengimplementasi SCM. Flyn et al (1995)

menyatakan bahwa hubungan yang erat

dengan konsumen maupun pemasok.

Hubungan yang erat tidak dapat terjalin

apabila tidak ada rasa saling percaya.

Dengan semakin meningkatnya kerjasama

yang terjadi dengan rekan kerja maupun

pemasok, maka rasa percaya sangat di

butuhkan (Moberg et al, 2004). Isu

kepercayaan secara signifikan sangat

penting dalam hubungan supply chain,

karena hubungan supply chain

memerlukan tingkat ketergantungan antar

perusahaan, sehingga trust menjadi

komponen yang mempunyai pengaruh

pada komitmen.

Morgan dan Hunt (1994)

mengemukakan bahwa komitmen

merupakan sentral hubungan pertukaran

antar perusahaan dan mitra perusahaan.

Transaksi sejumlah bisnis dengan partner

supply chain memerlukan komitmen oleh

dua pihak untuk mencapai tujuan supply

chain. Pada pokoknya Colbert dan Kwon

(2000) menyebutkan bahwa komitmen

merupakan dasar yang diperlukan untuk

kesuksessan pelaksanaan supply chain.

Hipotesis 4:

Trust berpengaruh secara positif terhadap

commitment.

Supply Chain PAS

Partner’s Asset Specifity (PAS)

menurut Heide (1994) merujuk pada aset

fisik dan manusia yang diperlukan untuk

partner bisnis dan terjadinya pertukaran.

Williamson (1985) menyebutkan bahwa

pengaruh PAS supply chain pada

kepercayaan mitra sangat kuat. Diyakini

Pas berpengaruh positif pada kepercayaan.

Heide dan John (1990) menyebutkan

bahwa PAS dapat menurukan

ketidakpuasan dengan mitra, dan juga

berhubungan positif dengan komitmen

kemitraan. Pada intinya, PAS berhubungan

dengan harapan untuk keberlanjutan

kerjasama kemitraan.

Hipotesis 5:

Supply chain partner’s specific asset

investments akan berpengaruh

meningkatkan tingkat kepercayaan pada

rekan kerja.

MODEL PENELITIAN

Hubungan antara karakteristik

suplier, kepercayaan dan komitmen dapat

dimodelkan sebagai berikut:

Gambar 2

Model Penelitian

Sumber : Adaptasian Kwon and Taewon (2005)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan di wilayah

Daerah Istimewa Yogyakarta. Peneliti

mendapatkan data penelitian melalui

penyebaran kuisioner, wawancara

(interview) selama kurang lebih satu bulan,

dengan melibatkan bantuan 2 enumerator.

Sebelum menganalisis data,

peneliti mengumpulkan data-data yang

diperlukan. Data diperoleh dari jawaban

atas pernyataan-pernyataan dalam

kuesioner yang dibagikan kepada 100

responden yaitu retailer atau pengecer.

Uji hipotesis dalam penelitian ini

dengan menggunakan regression analysis

dan moderation regression analysis.

Gambar 3

Hubungan antar Variabel

Hipoteis 1 : Kinerja cycle time berpengaruh secara positif terhadap trust.

Hipotesis 2: Behavioral uncertainty berpengaruh secara positif terhadap trust.

Hipotesis 3: Potential oppotunism berpengaruh secara positif terhadap trust.

Partner’s Asset

Specificity

(PAS)

Trust

Commitment

Cycle Time

(CT)

Behavioral Uncertanity

(BU)

Potential

Opportunism (PO)

Supplyer Characteristic

B

C A

H2

H1

H4 H3

Tabel 1

Hasil Analisis Regresi

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 8.996 2.598 3.462 .002

KepTP .415 .113 .571 3.680 .001

a. Dependent Variable: Puasllang

Sumber : hasil pengolahan data primer (2010)

Kepuasan karakteristik (KepTP)

berpengaruh positif secara nyata terhadap

kepuasan trust (Puasllang)

B = 0.415 sig. 0.001 < 0.05

Tabel 2 Hasil analisis regresi

Model

Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

T Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 7.565 1.649 4.588 .000

KepTP .377 .072 .705 5.267 .000

a. Dependent Variable: Kuintkom

Sumber : hasil pengolahan data primer (2010)

Kepuasan tenaga penjual (KepTP)

berpengaruh negatif secara tidak nyata

(signifikan) terhadap kualitas Interaksi

pelanggan (KuInKon)

B = 0.377 sig. 0.000 < 0.05

H3 = Kualitas Interaksi Pelanggan (B)

memoderasi hubungan antara

kepuasan tenaga penjual (A)

dengan kepuasan pelanggan (C)

Gambar 4

Interaksi moderasi

Untuk menguji apakah

kualitas interaksi pelanggan (B)

memoderasi hubungan antara trsut

dengan komitmen dibuat suatu

regresi antara |e| dan C dengan :

a. Regresikan variabel terikat B dan variabel bebas A

B

C A

H3

B = a + b1 A + e

(regresi 1)

b. Diperoleh nilai e

diabsolutklan

c. Regresikan sbg variabel

terikat dengan variabel

bebas C

|e| = a + b1 C

(regresi 2)

d. Jika C berpengaruh negatif

secara signifikan maka B

memoderasi hubungan A dengan

C.

Hasil analisis menunjukkan :

Tabel 3

Hasil analisis regresi

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 4.205 .966 4.354 .000

Puasllang -.177 .052 -.542 -3.411 .002

a. Dependent Variable: absres_11

Sumber : hasil pengolahan data primer (2010)

Trust (C) berpengaruh negatif secara

signifikan sehingga PAS (B) memoderasi

hubungan antara kepuasan trust (A)

dengan komitmen (C)

Hipotesis 5: Supply chain partner’s

specific asset investments akan

berpengaruh meningkatkan

tingkat kepercayaan pada rekan

kerja.

Tabel 4

Hasil analisis regresi

Model

Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 8.308 1.349 6.160 .000

Kuintkom .641 .087 .598 7.390 .000

a. Dependent Variable: Puasllang

Sumber : hasil pengolahan data primer (2010)

Kualitas supply parners spesivic

(KuInKon) berpengaruh positif secara

signifikan terhadap kepercayaan

(puaslang) dengan

B = 0.488 sig. 0.000 < 0.05

Pengujian hipotesis satu sampai

dengan emap menghasilkan kesimpulan

dari semua hipotesis yang diajukan

didukung. Hasil uji regression analysis

dan moderated regression analysis

memperlihatkan semua hipotesis pertama,

kedua, ketiga dan keempat didukung.

Hasil pengujian hipotesis secara

keseluruhan lebih jelasnya dapat dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 5

Hasil Keseluruhan Hipotesis

No Hipotesis Hasil

H1 Kinerja cycle time berpengaruh secara positif

terhadap trust

Didukung

H2 Behavioral uncertainty berpengaruh secara positif

terhadap trust.

Didukung

H3 Potential oppotunism berpengaruh secara positif

terhadap trust.

Tidak Didukung

H4 Trust berpengaruh se Kepercayaan berpengaruh secara positif terhadap

commitment.

Didukung

H5

Supply chain partner’s specific asset investments

akan berpengaruh meningkatkan tingkat

kepercayaan pada rekan kerja.

Tidak didukung

Sumber : hasil pengolahan data primer (2011)

Analisis Pengaruh Variabel

Independen Secara Simultan Terhadap

Trust. Dari hasil analisis regresi

menunjukkan bahwa nilai F hitung adalah

sebesar 22,660 dan signifikan pada 0,000,

berarti bahwa variabel independen dalam

penelitian ini mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap variabel trust karena

nilai signifikannya < 0,05. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa terdapat pengaruh

yang signifikan antara adaptation,

relationship termination cost, shared

values, communication, opportunistic

behavior, satisfaction, cooperation, dan

reputation secara simultan terhadap trust.

Analisis Pengaruh Adaptation

terhadap Trust. Dari hasil analisis regresi

menunjukkan bahwa pengaruh adaptation

terhadap trust adalah signifikan, karena

signifikansinya sebesar 0,032 (< 0,05),

artinya adaptation dapat digunakan untuk

memprediksi trust. Dengan demikian H1a

yang menyatakan bahwa adaptation

mempunyai pengaruh positif terhadap trust

didukung dalam penelitian ini.

Diterimanya H1a maka penelitian ini telah

mendukung penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Zineldin dan Jonsson

(2000), yaitu bahwa adaptation

mempengaruhi trust.

Analisis Pengaruh Relationship

Termination Cost terhadap Trust. Dari

hasil analisis regresi menunjukkan bahwa

pengaruh relationship termination cost

terhadap trust adalah tidak signifikan,

karena signifikansinya sebesar 0,068 (>

0,05), artinya relationship termination cost

tidak dapat digunakan untuk memprediksi

trust. Dengan demikian H1b yang

menyatakan bahwa relationship

termination cost mempunyai pengaruh

positif terhadap trust ditolak dalam

penelitian ini. Dengan ditolaknya H1b

maka penelitian yang dilakukan ini tidak

mendukung penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Zineldin dan Jonsson

(2000) a, yaitu bahwa relationship

termination cost mempengaruhi trust, hal

ini mungkin disebabkan karena jenis

industri dan negaranya berbeda. Selain itu

penolakan H1b juga dimungkinkan karena

banyaknya supplier yang tersedia di

industri properti dan adanya suatu

keunggulan atau keuntungan yang

ditawarkan supplier baru, sehingga

perusahaan kurang memperhatikan atau

mengabaikan akibat negatif yang timbul

dari pergantian supplier.

Analisis Pengaruh Shared Values

terhadap Trust. Dari hasil analisis regresi

dapat dilihat bahwa shared values

signifikan pada 0,024 (<0,05), berarti

shared values mempengaruhi trust secara

signifikan. Sehingga H1c yang

menyatakan bahwa shared values

mempengaruhi trust didukung dalam

penelitian ini. Meskipun jenis industri dan

negaranya berbeda, namun dengan

diterimanya H1, maka penelitian yang

dilakukan ini telah mendukung penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Zineldin

dan Jonsson (2000) pada industri

perusahaan kayu di Swedia, bahwa shared

values mempengaruhi trust.

Analisis Pengaruh Communication

terhadap Trust Dari hasil analisis regresi

pada menunjukkan bahwa pengaruh

communication terhadap trust adalah tidak

signifikan, karena signifikansinya sebesar

0,117 (> 0,05). Dengan demikian H1d

ditolak dalam penelitian ini. Dengan

ditolaknya H1d yaitu adanya pengaruh

positif communication terhadap trust,

maka penelitian ini tidak mendukung

penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Zineldin dan Jonsson (2000) bahwa

communication dapat memberikan dampak

positif dalam meningkatkan trust antara

supplier dengan dealer. Hal ini mungkin

disebabkan karena supplier tidak harus

sering berkunjung dan mengenal

perusahaan secara dekat untuk menjalin

kerjasama yang baik.

Analisis Pengaruh Opportunistic

Behavior terhadap Trust. Dari hasil

analisis regresi dapat dilihat bahwa

opportunistic behavior tidak signifikan

pada 0,492 (<0,05), berarti opportunistic

behavior tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap trust. Dengan

demikian H1e ditolak dalam penelitian ini.

Dengan ditolaknya H1e yaitu adanya

pengaruh positif opportunistic behavio

terhadap trust, maka penelitian yang

dilakukan pada industri properti

diSurakarta ini tidak mendukung penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Zineldin

dan Jonsson (2000). Penolakan H1e ini

dimungkinkan karena opportunistic

behavior tidak banyak mempengaruhi

kinerja supplier, sehingga perusahaan

kurang memperhatikan perilaku oportunis

suppliernya.

Analisis Pengaruh Cooperation

terhadap Trust. Dari hasil analisis regresi

dapat dilihat bahwa cooperation tidak

signifikan pada 0,064 maka dapat

dikatakan bahwa cooperation tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap

trust karena nilai signifikansinya > 0,05.

Sehingga H1g yang menyatakan tentang

adanya pengaruh positif antara kooperasi

dengan kepercayaan seperti pada

penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Zineldin dan Jonsson (2000) tidak

didukung dalam penelitian ini. Penolakan

H1g ini dimungkinkan karena kooperasi

tidak selalu memberikan dampak yang

positif terhadap kepercayaan. Kooperasi

yang efektif dapat mempertinggi tingkat

kepercayaan, namun kooperasi yang

semakin komplek dimungkinkan juga

muncul banyak konflik (Reza dan Sinto,

2006).

Modern Retail Supply Chain (MRSC)

dalam hal ini merupakan istilah yang

digunakan untuk paradigma baru dalam

retail supply chain, suatu konsep yang

menempatkan retailer sebagai suatu titik

atau mata rantai dalam jalur distribusi.

Konsep ini menjembatani kepentingan

supllier dan retailer dalam sudut padang

yang sama, yaitu sebagai bagian dari

proses menluruh araus barang dari hulu ke

hilir samapi kepada konsumen akhir.

Orintasi menyeluruh ini adalah pemenuhan

kebutuhan dan kepuasan konsumen

(consumer driven).

Dengan paradigma baru (MRSC)

orientasi supplier adalah retailer’s selling

out. Supplier akan berkecenderungan

untuk menargetkan selling in sebanyak –

banyaknya denmgan kerjasama yang

produktif dan target yang didasarkan atas

informasi selling out dan hasil analisisinya

yang diberikan retailer sebagai bagian dari

kerjasama.

Fungsi–fungsi utama dalam MRSC

meliputi estimasi, formulasi, komunikasi

dan kolaborasi. Fungsi estimasi adalah

bahwa dalam implementasi MRSC ada

proses untuk mengestimasi atau

meperkirakan kondisi (fluktuasi atau

tingkat penjualan) pada suatu periode

waktu mendatang berdasrkan informasi

yang bersifat historis. Kemudian fungsi

formulasi dalam hal ini adalah proses

perumusan kondisi keseimbangan

penyediaan stock barang, yang kemudian

diturunkan sebagai persamaan untuk

mendapatkan nilai order quantity

recommendation. Fungsi komunikasi

adalah kondisi tingkat hubungan antara

para pihak dalam MRSC (supplier-

reatiler), sedangkan fungsi kolaborasi

merujuk pada kondisi tingkat kerjasama

yang terjalin di dalamnya.

Persaingan yang ketat menuntut

para pengelola bisnis menciptakan model –

model baru dalam pengelolaan aliran

produk. Supply chain Management (SCM)

adalah modifikasi praktik tradisional dari

manajemen logistik yang bersifat adversial

ke arah koordinasi dan kemitraan antar

pihak – pihak yang terlibat dalam

pengelolaan aliran informasi dalam produk

tersebut (Zabidi, 2001). Menurut Heizer

dan Render (2000), SCM adalah mata

rantai dimana dari berbagai pemasok

kemudian masuk ke pabrikan, grosis,

distributor, sampai ke tangan konsumen.

SCM merupakan satu hal yang kompleks,

kalau permintaan konsumen sendiri sangat

fluktuatif, maka perencanaan akan

complicated.

SIMPULAN Hubungan antara karakteristik

suplier, kepercayaan dan komitmen

pelanggan merupakan kunci pokok dari

sebuah kerangka kerja konseptual: modern

retail supply chain (MRSC). Model ini

menyatakan adanya sebuah rantai kausal

yang menghubungkan hubungan supplier

dengan retailermelalui kepercayaan, dan

komitmen.

Berdasarkan hasil penelitian dapat

ditarik kesimpulan mengenai pengaruh

adaptation, relationship termination cost,

shared values, communication,

opportunistic behavior, satisfaction,

cooperation, dan reputation terhadap trust

dan commitment dalam supplier

relationship adalah sebagai berikut:

sebanyak 58,06% responeden mempunyai

persepsi tingkat kepercayaan (trust) yang

tinggi terhadap supplier-nya. Sebanyak

80,65% mempunyai persepsi tingkat

komitmen (commitment) yang tinggi

terhadap supplier-nya. Sebanyak 70,97%

dan 22,58% responden mempunyai

persepsi tingkat adaptation yang sedang

dan tinggi dari supplier-nya. Hal ini berarti

secara umum perusahaan cukup

mempertimbangkan biaya transaksi, proses

administrasi, keterbatasan modal, waktu

pengiriman, keandalan, keamanan,

perencanaan data, kualitas produk dan

kemudahan transaksi sebagai akibat dari

pergantian supplier.

Sebanyak 51,61% responden

memberikan tanggapan yang tinggi

terhadap shared values. Hal ini berarti

bahwa secara umum perusahaan

berkeinginan untuk mempunyai tujuan dan

kebijakan bersama dengan supplier,

memiliki kemauan untuk menghargai

supplier, dan tidak membeda-bedakan

karyawannya dengan karyawan dari pihak

supplier. Sebanyak 54,84% responden

memberikan tanggapan yang tinggi

terhadap communication. Hal ini berarti

bahwa secara umum perusahaan

menganggap supplier-nya memberikan

informasi yang berkaitan dengan

pengiriman maupun perkembangan-

perkembangan menyangkut barang yang

dipesan oleh retail.

KETERBATASAN

Dalam penelitian tentang faktor-

faktor yang berpengaruh terhadap trust dan

commitment dalam supplier relationship

lingkup penelitian hanya di Yogyakarta

dan hanya ritail pertokoan maka

mengakibatkan hasil penelitian ini belum

bisa digeneralisasikan untuk semua daerah

dan semua jenis usaha. Penelitian tentang

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

trust dan commitment dalam supplier

relationship ini baru menggunakan

delapan faktor yaitu adaptation,

relationship termination cost, shared

values, communication, opportunistic

behavior, satisfaction, cooperation, dan

reputation sebagai variabel independen,

masih ada faktor-faktor lain yang dapat

mempengaruhi relationship quality antara

supplier dengan dealer, seperti

information sharing, perceived conflict,

relationship bonds dan lain-lain.

REFERENSI Bowersox, D.J. Closs, D.J. and Stank T.P.

1999. Century logistic making

supply chain integration a reality.

Oak Brook, II. Council of Logistic

Management.

Chase, R.B., F.R. Jacobs and N.J.

Aquilano. 2004. Operations

management for competitive

advantage. 10th

ed. Singapore:

McGraw-Hill/Irwin.

Chopra. 2010. Supply chain management:

strategy, planning, and operation.

4Ed Pearson Education.

Flyn, B.B. Scroeder, R.G, and Sakakibara.

1995. The impact of quality

mangement practices on

performance and competitive

advantage. Decision Science. Vol.

26. No. 5. pp 69-92.

Hale, Trevor and Christopher R. Moberg.

2005. Improving supply chain

disaster preparedness: a decision

process for secure site location.

International Journal of Physical

Distribution & Logistics

Management. Vol. 35. No. 3. pp.

195-207.

Heizer, J. and Barry R. 2001. Operations

management. 6th

ed. Upper Saddle

River, N.J: Prentice Hall, Inc.

Krause, D.R, T.V. Scannell and R.J

Calantone. 2000. A structural

anaysis of the effectiveness of

buying firms, strategies to improve

supplier performance. Decision

Science. 31, 1, 33-35.

Kwon, Ik-Whan and Taewon Suh. 2005.

Trust, commitment and

relationships in supply chain

management: a path analysis.

Supply Chain Management: An

International Journal. 10/1 : 26-33.

Watanabe, R. 2001. Supply chain

management: konsep dan

teknologi. Usahawan, XXX, No. 2,

Februari, 8-11.

Widayanto, G. 1995. Manajemen Rantai

Suplai: suatu jawaban mengahdapi

kompetisi berbasis waktu.

Usahawan, XXIV. No. 12.

Desember. H. 14-18.

Wisher J.D. 2003. A Structural equation

model of supply chain management

strategies and firm performance.

Journal of Business Logistics. Vol.

24. No. 1.

Zabidi, Y. 2001. Supply chain

management: teknik terbaru dalam

mengelola aliran material/produk

dan informasi dalam

memenangkan persaingan.

Usahawan, XXX, No. 2, Februari,

3-7.