HIPERSENSITIVITAS & AUTAKOID - SAYEKTI

22
AH 1 generas AH 2 AH 3 Etanolam Etilendi alkilami Piperazi Lain- Karbinoksa min Difenhidra Siklizin Meklizin Hidroksizi Tripelenam in Klorfenira min Siprohepta din Mebhidroli Ranitidin Simetidin Famotidin Nizatidin AH 1 generas Astemizol Feksofenad in Loratadin AH 1 Derivat Fenotiaz Prometazin

Transcript of HIPERSENSITIVITAS & AUTAKOID - SAYEKTI

Page 1: HIPERSENSITIVITAS & AUTAKOID - SAYEKTI

AH 1generasi I

AH 2

AH 3

Etanolamin

Etilendiamin

alkilamin

Piperazin

Lain-lain

Karbinoksamin Difenhidramin Dimenhidrinat

Siklizin Meklizin Hidroksizin

Tripelenamin pirilamin

KlorfeniraminBromfeniramin

Siproheptadin Mebhidrolin

napadisilat

Ranitidin Simetidin Famotidin Nizatidin

AH 1generasi II

Astemizol Feksofenadin Loratadin Setirizin

AH 1

Derivat Fenotiazin Prometazin

Page 2: HIPERSENSITIVITAS & AUTAKOID - SAYEKTI

REAKSI HIPERSENSITIVITAS

Respons imun spesifik dan nonspesifik pada umumnya menguntungkan bagi tubuh.

Repons tersebut berfungsi protektif terhadap infeksi atau pertumbuhan kanker, tetapi dapat pula

menimbulkan hal yang tidak menguntungkan bagi tubuh berupa penyakit yang disebut reaksi

hipersensitivitas. Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap

antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya. Berdasarkan waktu timbul, reaksi

hipersensitivitas dibagi menjadi :

1. Reaksi tipe cepat

Terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2 jam.

Ikatan silang antara allergen dan Ig E pada permukaan sel mast → pelepasan mediator

vasoaktif.

2. Reaksi tipe intermediet

Terjadi setelah beberapa jam, menghilang dalam 24 jam.

Melibatkan pembentukan kompleks imun IgG dan kerusakan jaringan melalui aktivasi

komplemen atau sel NK/ADCC.

3. Reaksi tipe lambat

Terjadi sampai sekitar 48 jam setelah terjadi pajanan dengan antigen akibat aktivasi sel

Th.

Sedangkan berdasarkan mekanisme reaksi imunologi yang terjadi, secara umum reaksi

hipersensitifitas dibagi menjadi 4 golongan, yaitu reaksi hipersensitivitas tipe I, II, III, dan IV.

No Jenis HiperSensitivitas

Mek. imun patologik Mekanisme kerusakan jar. dan penyakit

1 Tipe I (HS cepat) IgE Sel mast dan mediatornya (amin vasoaktif,mediator lipid,sitokinin)

Page 3: HIPERSENSITIVITAS & AUTAKOID - SAYEKTI

2 Tipe II(rx mell Ab)

Ig M,Ig G thd permukaan sel / matrix Ag ekstraselular

Opsonosasi dan fagosito-sis sel Pengerahan leukosit (neutrofil,makrofag) atas pe-ngaruh kom-plemen dan Fc-RKelainan fungsi selular\

3 Tipe III(komplex imun)

Komplex imun (Ag dlm sirkulasi dan Ig M /IgG)

Pengerahan dan aktivasi leukosit atas pengaruh komplemen dan Fc-R

4 Tipe IV (mell. Sel T)

1. CD 4 : DTH2. CD 8 : CTL

1. Aktivasi makrofag, inflamasi atas pengaruh sitokin.

2. Membu-nuh sel sa-saran di-rek, infla-masi atas pengaruh sitokin

A. Reaksi Hipersensitivitas Tipe I

Disebut juga sebagai reaksi cepat atau reaksi anafilaksis atau reaksi alergi → timbul

segera sesudah tubuh terpajan dengan alergen.

Urutan kejadian reaksi Tipe 1:

1. Fase sensitisasi → waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikat

silang oleh reseptor spesifik (Fce-R) pada permukaan sel mast/basofil.

2. Fase aktivasi → waktu antara pajanan ulang dengan antigen spesifik dan sel

mast/basofil melepaskan granul yang menimbulkan reaksi.

3. Fase efektor → waktu terjadi respons komplek sebagai efek mediator yang dilepas sel

mast/basofil.

Manifestasi reaksi tipe I

1. Reaksi lokal : rinitis alergi, asma dan dermatitis atopi.

2. Reaksi sistemik : anafilaksis.

3. Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid.

Page 4: HIPERSENSITIVITAS & AUTAKOID - SAYEKTI

Gambar 1. Mekanisme Reaksi Hipersensitivitas Tipe I

Antigen mengaktifkan TH2 → Sel TH2 merangsang sel B berkembang menjadi sel plasma yang

memproduksi IgE. Molekul Ig E → diikat oleh FceR1 pada sel mast dan basofil. Pajanan kedua

dengan alergen menimbulkan ikatan silang antara antigen dan IgE yang diikat sel mast →

melepas mediator farmakologis aktif → kontraksi otot polos, meningkatkan permeabilitas

vaskular dan vasodilatasi, kerusakan jaringan dan anafilaksis.

B. Reaksi Hipersensitivitas Tipe II

Disebut juga reaksi sitotoksik atau sitolitik.

Dibentuk antibodi jenis IgG dan IgM terhadap antigen.

IgG dan IgM mengaktifkan sel yang memiliki reseptor Fcγ-R dan sel NK →

menimbulkan kerusakan melalui ADCC.

Mekanisme sitolisis dengan bantuan antibodi dikenal sebagai ADCC bermanfaat untuk

membantu sel sitotoksik mengahancurkan sel sasaran yang berukuran terlalu besar untuk

difagositosis.

Page 5: HIPERSENSITIVITAS & AUTAKOID - SAYEKTI

Mekanisme sitolisis dengan bantuan antibodi bermanfaat untuk mengahancurkan sel

patologis, misalnya sel tumor, terutama apabila antibody yang terbentuk justru

melindungi permukaan sel sasaran dari serangan sel T sitotoksik secara langsung.

Tetapi apabila immunoglobulin melapis sel tubuh → reaksi ADCC → sitolisis dalam hal

ini merugikan.

Kepekaan berbagai jenis sel sasaran terhadap aksi pengrusakan oleh sel efektor maupun

oleh aktivasi komplemen berbeda-beda, tergantung jumlah antigen pada permukaan sel

sasaran dan saya tahan sel sasaran terhadap pengrusakan.

Contoh reaksi hipersensitivitas tipe II adalah kerusakan pada eritrosit :

1. Reaksi transfusi.

2. Hemolytic disease of the newborn (HDN).

3. Anemia hemolitik.

Gambar 2. Mekanisme Reaksi Hipersensitivitas Tipe 2

C. Reaksi Hipersensitivitas Tipe III

Disebut juga sebagai reaksi kompleks imun.

Kompleks imun terbentuk setiap antibodi bertemu dengan antigen

Page 6: HIPERSENSITIVITAS & AUTAKOID - SAYEKTI

a. Dalam keadaan normal → disingkirkan secara efektif oleh jaringan

retikuloendotelial.

b. Reaksi hipersensitifitas.

Keadaan imunopatologik:

a. Kombinasi infeksi kronis ringan dengan respon antibodi lemah → pembentukan

kompleks imun kronis yang dapat mengendap di berbagai jaringan.

b. Komplikasi penyakit autoimun dengan pembentukan autoantibody terus menerus

yang berikatan dengan jaringan (self).

c. Kompleks imun terbentuk pada permukaan tubuh → ex: dalam paru-paru akibat

terhirupnya antigen secara berulang kali.

Komplek imun menyulut berbagai jenis proses inflamasi, karena:

a. Kompleks imun beraksi dengan sistem komplemen → C3a dan C5a → pelepasan

vasoactive amin (termasuk histamine) dan factor kemotaktik dari mastosit dan

basofil. C5a adalah factor kemotaktik bagi basofil, eosinofil dan neutrofil.

b. Makrofag → sitokin (TNF-α dan IL-1) → inflamasi.

c. Kompleks imun berinteraksi dengan basofil dan trombosit melalui reseptor Fc →

vasoactive amine.

Terjadi retraksi sel endotel → ↑permeabilitas vaskuler → pengendapan kompleks imun

pada dinding pembuluh darah → membentuk C3a dan C5a.

Sel PMN ditarik ke tempat tersebut dan seharusnya dapat menelan kompleks imun

tersebut → sulit dilakukan karena kompleks imun melekat pada dinding pembuluh darah

→ pelepasan enzim lisosom oleh PMN dengan cara eksositosis untuk menghancurkan

deposit komplek imun → tetapi karena fagosit menempel pada komplek imun yang

melekat erat pada jaringan pembuluh darah → lisosom merusak jaringan.

Manifestasi reaksi tipe III

a. Reaksi lokal atau fenomena arthus.

b. Reaksi sistemik- serum sickness.

Page 7: HIPERSENSITIVITAS & AUTAKOID - SAYEKTI

Gambar 3. Mekanisme Reaksi Hipersensitivitas Tipe 3

D. Reaksi Hipersensitivitas Tipe IV

Hipersensitivitas granulomatosis

Fase pada respons tipe IV

1. Fase sensitisasi

1-2 minggu setelah kontak primer dengan antigen. Th diaktifkan oleh APC

melalui MHC II. Berbagai APC (sel langerhans dan makrofag) menangkap antigen

dan membawanya ke kelenjar limfoid regional untuk dipresentasikan sel T. Sel T

yang diaktifkan umumnya adalah sel CD4+ terutama Th1, tetapi pada beberapa hal

sel CD8+ dapat pula diaktifkan. Pajanan dengan antigen menginduksi sel efektor.

2. Fase efektor

Sel Th1 melepas berbagai sitokin yang mengerahkan dan mengaktifkan makrofag

dan sel inflamasi non spesifik lain. Makrofag merupakan efektor utama respons DTH.

Sitokin yang dilepas sel Th1 menginduksi monosit menempel ke endotel vaskular dan

bermigrasi dari sirkulasi darah ke jaringan sekitar.

Page 8: HIPERSENSITIVITAS & AUTAKOID - SAYEKTI

Influks makrofag yang diaktifkan berperan pada DTH terhadap parasit dan bakteri

intraseluler yang tidak dapat ditemukan antibodi. Enzim litik yang dilepas makrofag

menimbulkan destruksi nonspesifik patogen intraseluler yang hanya menimbulkan

sedikit kerusakan jaringan.

Pada beberapa hal antigen tidak mudah dibersihkan sehingga respon DTH

memanjang dan merusak jaringan pejamu serta menimbulkan kerusakan granuloma.

Granuloma terbentuk bila makrofag terus menerus diaktifkan dan menempel satu

dengan lainnya yang kadang berfusi membentuk sel datia multinuklear. Sel datia

mendorong jaringan normal dari tempatnya, membentuk nodul yang dapat diraba dan

melepas sejumlah besar enzim litik yang merusak jaringan sekitar. Pembuluh darah

dapat dirusak dan menimbulkan nekrosis jaringan.

Manifestasi klinis reaksi tipe IV :

1. dermatitis kontak

2. hipersensitivitas tuberkulin

3. reaksi Jones Mote

4. T Cell Mediated Cytolisis.

Page 9: HIPERSENSITIVITAS & AUTAKOID - SAYEKTI

AUTAKOIDSayekti Asih N – G0009198

• Autos = Sendiri, Akos = Obat

• Yaitu zat aktif yang dibuat oleh tubuh

sendiri

Histamin, serotonin, peptida endogen,

polipeptida, Bradikinin/Kallidin,

Plasmakinin, Angiotensin, Prostaglandin,

As. Arachidonat, ECF-A (Eosinophyl

Chemotacting Factor of Anophylaxis), PAF

(Platelat Activating Factor)

leukotrien disebut juga sebagai autakoid

(self remedy) atau hormon lokal.

FARMAKODINAMIK HISTAMIN

Histamin bekerja dengan berikatan

pada reseptor spesifik yang berada di

permukaan membran. Reseptor histamin

dibagi menjadi reseptor histamin 1 (RH1) ,

RH2, RH3 dan RH.. Reseptor H1 dan H2 akan

mempengaruhi perubahan permeabilitas

membran sel terhadap Ca2+ atau pelepasan

penyimpanannya.

AKTIVASI RESEPTOR HISTAMIN

Berasal dari kata histos (jaringan), karena dapat ditemukan di berbagai jaringan tubuh kita seperti jaringan hati dan paru-paru

Mediator penting reaksi alergi cepat dan reaksi inflamasi.

Berperan dalam sekresi asam lambung.

Neuromodulator dan neurotransmitter

1. Letak : endotel dan otot polos.2. Aktivasi: kontraksi otot polos. ↑ permeabilitas pembuluh darah. Sekresi mukus.

3. Sebagian dari efek tersebut mungkin diperantarai oleh peningkatan cGMP di dalam sel.

1. Letak : mukosa lambung, sel otot jantung dan sel imun

2. Aktivasi: ↑ sekresi asam lambung ↑ cAMP dan ↓cGMP Vasodilatasi dan flushing

RH1

RH2

RH3

1. Letak : membran prasinaptik.2. Aktivasi: ↓pelepasan transmitter menghambat saraf kolinergik dan

non kolinergik yang merangsang saluran napas.

dibentuk dari asam amino histidin oleh pengaruh enzim histidin dekarboksilase

RH4

3. Letak : eosinofil, neutrofil, CD4 sel T4. Aktivasi: ↑respon imunologis

Page 10: HIPERSENSITIVITAS & AUTAKOID - SAYEKTI

Sistem Organ Reseptor

Sistem KardiovaskulerOtot polos- Lambung- Bronkhus- Uterus

Glandula Eksokrin- Lambung

Sistem Saraf PeriferSistem Saraf PusatSistem Hematopoetik- Neutrophyl- T. Lymphocyt- B. Lymphocyt- Sel Mast

H1, H2

H1

H1, H2

H2

H2

H1, H2

H1, H2, (H3)

H2

H2

H2

H2

EFEK HISTAMIN

A. Sistem Kardiovaskular

1. Dilatasi kapiler

2. ↑ permeabilitas kapiler

3. Triple response

4. Pembuluh darah besar →kontriksi

5. Jantung → takikardi dan aritmia

6. ↓ Tekanan darah

B. Otot polos non vaskular → kontraksi (H1)

dan relaksasi (H2)

C. Kelenjar eksokrin

1. Kel lambung : ↑ sekresi asam

lambung.

2. Kel lain: ↑ sekresi kelenjar liur,

pankreas, bronkus dan airmata.

D. Ujung saraf sensoris → nyeri dan gatal

E. Medula adrenal dan ganglia.

HISTAMIN EKSOGEN

Histamin terdapat pada hewan antara

lain pada bisa ular, zat beracun,

bakteri dan tanaman.

Hampir semua jaringan mamalia

mengandung prekursor histamin.

Kadar histamin paling tinggi di

temukan pada kulit, mukosa usus dan

paru-paru.

Histamin eksogen bersumber dari

daging à bakteri dilumen usus atau

kolon yang membentuk histamin dan

histidin. Sebagian diserap dan

sebagian besar akan dihancurkan

dalam hati, sebagian kecil masih

ditemukan di arteri dalam jumlah

terlalu rendah untuk merangsang

sekresi asam lambung.

Pada pasien sirosis hepatis, kadar

histamin dalam darah arteri akan

meningkat setelah makan daging,

sehingga meningkatkan kemung-

kinan terjadinya tukak peptik.

FARMAKOKINETIK

Pemberian SK atau IM à Histamin

diserap secara baik. Efeknya tidak

ada karena cepat dimetabolisme dan

mengalami difusi ke jaringan.

Page 11: HIPERSENSITIVITAS & AUTAKOID - SAYEKTI

dimetabolisme dan mengalami difusi

ke jaringan.

Yang diberikan oral tidak efektif

karena diubah oleh bakteri usus

(E.coli) menjadi N-asetil-histamin

yang tidak aktif. Sedangkan histamin

yang diserap diinaktivasi dalam

dinding usus atau hati.

Pada manusia ada dua jalan utama

dalam metabolisme histamin, yaitu :

(1)Metilasi oleh histamin-N-

metiltranferase menjadi N-

metilhistamin, yang oleh MAO

diubah menjadi N-metil-Imidazol

asetat.

(2) Deaminasi oleh histaminase

atau diaminoksidase yang

nonspesifik menjadi asam

imidazol asetat, dan mungkin juga

dalam bentuk konjugasinya

dengan ribosa.

Metabolit yang terbentuk akan

diekskresi dalam urin. Sebagian kecil

histamine diekskresi tanpa

perubahan.

Histamin stabil dalam asam, seperti

HCL. Histamin dapat dimasak lebih

dari 2 jam tanpa mengurangi

aktifitasnya.

HISTAMIN ENDOGEN

Histamin berperan penting dalam

fenomena fisiologis dan patologis terutama

pada anafilaksis, alergi, trauma dan syok.

Sumber, Distribusi dan Penyimpanannya

Histamine didapatkan pada sebagian

besar jaringan, tetapi distribusinya

tidak merata à Sebagian besar

histamine jaringan dipisahkan dan

diikat pada granula di sel mast atau

basofil, secara biologis tidak aktif

(terikat dalam bentuk kompleks

dengan sulfated polysaccharide,

heparin, atau chondroitin sulfate, dan

suatu protein asam) à Dengan

adanya stimulus, dapat memicu rilis

histamine dari sel mast à amine

bebas terikat pada reseptor jaringan

di sekitarnya.

Pada jaringan yang mempunyai

potensi terjadinya jejas khususnya

kaya akan kandungan sel mast-

hidung, mulut, dan kaki permukaan

di dalam tubuh dan pembuluh darah,

khususnya pada titik tekanan dan

bifurkasio / percabangan.

Histamine yang bukan berasal dari

sel mast ditemukan pada beberapa

jaringan, termasuk otak, berfungsi

sebagai neurotranmiter à diduga

memainkan peran pada berbagai

Page 12: HIPERSENSITIVITAS & AUTAKOID - SAYEKTI

fungsi otak seperti kontrol

neuroendoktrin, regulasi kardio-

vaskular, pengaturan suhu, dan

pembangkitan gairah (arousal).

Tempat penyimpanan dan rilis

histamine nonneuronal lain yang

penting adalah sel yang menyerupai -

enterokromafin (enterochromaffin -

like, ECL) pada fundus lambung. Sel

tersebut merilis histamine, satu dari

sekretagog asam utama, untuk

mengaktifkan sel parietal yang

menghasilkan asam pada mukosa

lambung.

PERAN HISTAMIN ENDOGEN

1) Rilis imunologis :

Mekanisme patofisiologis

penting dari rilis histamine sel mast

dan basofil adalah imunologis à

Reaksi anafilaksis dan alergi.

Alergi

Alergi (Lat. = berlaku

berlainan) adalah kepekaan berbeda

terhadap suatu antigen exogen atas

dasar proses imunologi. Pada

dasarnya, reaksi imun tersebut

berfungsi melindungi organisme

terhadap zat-zat asing yang

menyerang tubuh. Bila suatu protein

asing (antigen) masuk berulangkali

ke dalam aliran darah seorang yang

berbakat hipersensitif, maka limfosit-

B akan membentuk antibodies dari

tipe IgE (disamping IgG dan IgM).

IgE (reagin), mengikatkan diri pada

membran mast-cells tanpa

menimbulkan gejala.

Apabila kemudian antigen

(alergen) yang sama atau yang mirip

rumus bangunnya memasuki darah

lagi, maka IgE akan mengenali dan

mengikat padanya. Membran mast –

cells pecah (degranulasi). Sejumlah

zat perantara (mediator) dilepaskan,

yakni histamin bersama serotonin,

bradikinin, dan asam arachidonat,

yang kemudian diubah menjadi

prostaglandin dan leukotrien. Zat-zat

itu menarik makrofag dan neutrofil

ke tempat infeksi untuk

memusnahkan antigen. Di samping

itu juga timbul reaksi tubuh antara

lain broncho konstriksi, vasodilatasi

dan pembengkakan jaringan

Page 13: HIPERSENSITIVITAS & AUTAKOID - SAYEKTI

Anafilaksis

Dalam keadaan gawat dapat

timbul suatu reaksi anafilaksasi

( Yun. Ana = tanpa, phylaxis =

perlindungan). Pada shock

anafilaktis, masuknya antigen

pertama membuat tubuh tanpa

perlindungan terhadap pemasukan

antigen berikut. Kadar histamin

dapat meningkat dengan drastis,

seperti pada:

- Peristiwa kecelakaan dengan

banyak kehilangan darah

- Cedera bakar hebat

Reaksi anafilaksis hebat

dapat timbul pada kelompok orang

tertentu yang telah disensibilisasi,

terhadap satu atau beberapa jenis

alergen. Misalnya, alergen dalam

makanan (kacang-kacangan, buah

kiwi, arbai dan lain-lain) atau obat-

obat seperti kelompok penisilin.

2) Rilis Mekanis dan Kimiawi :

Banyak obat atau zat kimia bersifat

antigenik sehingga akan

melepaskan histamin dari mast cell

dan basofil. Zat-zat tersebut ialah :

a) Enzim : kimotripsin,

fosfolipase dan tripsin.

b) Beberapa surfaceactive

agents : detergent, garam

empedu dan lisolesitin.

c) Racun dan endotoksin

d) Polipeptida alkali dan ekstrak

jaringan.

e) Zat dengan berat molekul

tinggi : zimosan, ovomukoid,

serum kuda, ekspander plasma

dan polivinilpirolidon.

f) Zat bersifat basa misalnya

morfin, kodein, antibiotik,

meperidin,

stilbamidin,propamidin,dimetllt

ubokurarin, d-tubikurarin, dan

g) Media kontras

Senyawa 48/80, sebuah polymer

diamine eksperimental, secara

spesifik merilis histamine dari

jaringan sel mast dengan proses

Page 14: HIPERSENSITIVITAS & AUTAKOID - SAYEKTI

degranulasi eksositosis yang

membutuhkan energi dan kalsium.

Proses fisik sepertimekanik, termal

atau radiasi cukup untuk merusak

sel à mast cell melepaskan

histamin. à terjadi pada

cholinergic urticaria, solar urticaria

dan cold urticaria.

(3) Penglepasan Histamin oleh sebab

lain

Pertumbuhan dan Perbaikan Jaringan

à Histamin banyak dibentuk di

jaringan yang sedang bertumbuh

cepat atau sedang dalam proses

perbaikan (jaringan embrio,

regenerasi hati, sumsum tulang, luka,

jaringan granulasi dan

perkembangan keganasan) disebut

nascent histamine, (tidak ditimbun

tetapi berdifusi bebas) à diduga

juga berperan dalam proses anabolik.

INDIKASI

Manfaat histamin untuk tujuan terapeutik

masih kontroversial, klinis digunakan untuk

beberapa prosedural diagnostik :

1) Penetapan kemampuan sekresi asam

lambung.

2) Tes integritas serabut saraf sensoris.

3) Inhalasi histamin juga digunakan

untuk menilai reaktivitas bronkus.

4) Diagnosis feokromositoma.

KONTRAINDIKASI

Asma bronkiale

Hipotensi

EFEK SAMPING

Hipotensi Ortostatik

Pada tes sekresi asam lambung

(diberikan dosis kecil histamin 0,01

mg / kg BB, SC) à menimbulkan

kemerahan di wajah, sakit kepala dan

penurunan tekanan darah yang

biasanya bersifat postural dan pulih

sendiri bila pasien dibaringkan.

Keracunan histamin

Jarang terjadi dan bila terjadi karena

takar lajak. Pengobatan keracunan

dengan memberikan adrenalin.

SEDIAAN

Histamin fosfat tersedia sebagai obat suntik

yang mengandung 0,275 atau 0,55 mg/ml

(sesuai dengan 0,1,0,2 mg dan 2,75 mg/ml

histamin basa).

Agonis Histamin

Page 15: HIPERSENSITIVITAS & AUTAKOID - SAYEKTI

2- methylhistamine (agonis H1)

4- methilhistamine (agonis H2)

Betazole (Ilistalog) (agonis H2)

Impromidine (agonis H2 dan

antagonis H3)

R-a-methylhistamine (agonis H3)

Imetit dan Imepip ( agonis H3)

Betaserc (agonis H1 dan antagonis

H3) → Telah digunakan di klinik

untuk menurunkan serangan vertigo

dan mencegah timbulnya serangan).

mencega

ANTAGONIS HISTAMIN

Antagonis fisiologis

1. Khususnya epinephrine, digunakan,

karena :

a) Mempunyai efek otot polos

yang berlawanan dengan

histamine,

b) Bekerja pada reseptor yang

berbeda. Secara klinis

penting, dapat menyelamat-

kan jiwa pada anafilaksis

sistemik danm kondisi lain

karena terjadinya rilis

histamine dalam jumlah besar

– dan mediator lain.

2. Rilis Penghambat

Dapat mengurangi degranulasi sel

mast yang dihasilkan dari pemicuan

imunologi oleh interaksi antigen IgE.

à (Cromolyn dan nedocromil).

Menghambat penglepasan histamin

dan autakoid lain termasuk

leukotrien dari paru-paru manusia

pada proses alergi yang diperantarai

IgE à Untuk profilaksis asma

bronkial dan kasus atopik tertentu.

3. Antagonis Reseptor Histamine

Antihistamine ini bekerja secara

kompetitif, yaitu dengan

menghambat interaksi histamin dan

reseptor histamin H1 atau H2.

Antagonis H3 selektif belum tersedia

untuk penggunaan klinis.