FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN...

27
FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN ILMU PENDIDIKAN M. Saifuddin Yulianto * Abstract This article reveals about the philosophy in terms of understanding the language and terminology in order to produce a clear and unequivocal understanding of the philosophy, as well as reveal the characteristics of philosophical thought and the branches of philosophy. Next Featured Role in Islamic educational philosophy that discusses the philosophy as a subject / knowledge base of all the four issues, namely: metaphysics, ethics, religion, and anthropology. All four were in the mix with the attitudes and opinions of the scholars to study whether the study of philosophy are acceptable in Islamic education or vice versa (rejected in the study of Islamic education) taking into account human nature which are divided into four major streams, namely: all- round flow of Essence, the soul-round flow, flow dualism, and the flow of existentialism. Next philosophy of education in general also gave birth to streams (isms), which consists of Progressivisme flow, the flow of essentialism, Perennialisme flow, Rekonstruksionalisme flow, and flow of Existentialism. While the object of scientific study was born the philosophy of education which are distinguished in the following four issues: science education Ontology, Epistemology of science education, methodology of science education, science education and Axiology. Key Words: Philosophy, Islamic education, science education PENDAHULUAN Filsafat adalah sebuah kajian ilmu yang paling luas pembahasannya, maka diperlukan pemahaman dan pengertian yang memadai tentangnya. Hal ini dimaksudkan agar terjadi kesamaan konsep dan proses dalam penentuan tentang filsafat itu sendiri. Sebagaimana telah dikemukakan oleh para ahli, secara etimologi filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu kata philos dan sophos yang berarti cinta pengetahuan/kebijaksanaan (Jalaluddin dan Abdullah, 2007: 15). Menurut Muzairi 2009:5 dinyatakan bahwa filsafat dalam bahasa Indonesia memiliki padan falsafah (Arab), philosophi (Inggris), philosophia (Latin), dan Philosophie (Jerman, Belanda, dan Perancis). * Pelaku pendidikan di Tuban

Transcript of FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN...

Page 1: FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN …stitmatuban.ac.id/.../TD4.2-FILSAFAT-DLM-KAJIAN-PENDIDIKAN-ISLAM-M....FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN ILMU PENDIDIKAN M. Saifuddin

FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM

DAN ILMU PENDIDIKAN

M. Saifuddin Yulianto*

Abstract

This article reveals about the philosophy in terms of understanding thelanguage and terminology in order to produce a clear and unequivocalunderstanding of the philosophy, as well as reveal the characteristics ofphilosophical thought and the branches of philosophy. Next Featured Role inIslamic educational philosophy that discusses the philosophy as a subject /knowledge base of all the four issues, namely: metaphysics, ethics, religion, andanthropology. All four were in the mix with the attitudes and opinions of thescholars to study whether the study of philosophy are acceptable in Islamiceducation or vice versa (rejected in the study of Islamic education) taking intoaccount human nature which are divided into four major streams, namely: all-round flow of Essence, the soul-round flow, flow dualism, and the flow ofexistentialism. Next philosophy of education in general also gave birth to streams(isms), which consists of Progressivisme flow, the flow of essentialism,Perennialisme flow, Rekonstruksionalisme flow, and flow of Existentialism.While the object of scientific study was born the philosophy of education whichare distinguished in the following four issues: science education Ontology,Epistemology of science education, methodology of science education, scienceeducation and Axiology.

Key Words: Philosophy, Islamic education, science education

PENDAHULUAN

Filsafat adalah sebuah kajian ilmu yang paling luas pembahasannya, maka

diperlukan pemahaman dan pengertian yang memadai tentangnya. Hal ini

dimaksudkan agar terjadi kesamaan konsep dan proses dalam penentuan tentang

filsafat itu sendiri.

Sebagaimana telah dikemukakan oleh para ahli, secara etimologi filsafat

berasal dari bahasa Yunani yaitu kata philos dan sophos yang berarti cinta

pengetahuan/kebijaksanaan (Jalaluddin dan Abdullah, 2007: 15). Menurut

Muzairi 2009:5 dinyatakan bahwa filsafat dalam bahasa Indonesia memiliki padan

falsafah (Arab), philosophi (Inggris), philosophia (Latin), dan Philosophie

(Jerman, Belanda, dan Perancis).

* Pelaku pendidikan di Tuban

Page 2: FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN …stitmatuban.ac.id/.../TD4.2-FILSAFAT-DLM-KAJIAN-PENDIDIKAN-ISLAM-M....FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN ILMU PENDIDIKAN M. Saifuddin

Secara Epistemologi filsafat menurut Hasbullah Bakry dalam Jalaluddin dan

Abdullah (207: 11) diartikan sebagai sebuah ilmu yangmempelajari sesuaatu

yang mendetail, seperti ke-Tuhanan, alam semesta, dan manusia, sehingga dapat

menghasilkan pengetahuan tentang hakikat yang dapat dicapai oleh akal manusia

dan bagaimana tentang sikap manusia semestinya setelah memperoleh

pengetahuan. Melihat kenyataan tersebut maka tidak salah jika sebagian orang

mengatakan bahwa pencapaian ilmu filsafat adalah melalui budi pakerti.

Dari berbagai pendapat di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa

filsafat adalah ilmu pengetahuan yang komprehensif yang berusaha memahami

persoalan-persoalan yang timbul di dalam keseluruhan ruang lingkup pengalaman

manusia. Dengan demikian diharapkan agar manusia dapat mengerti dan

memahami pandangan yang menyeluruh dan sistimatis mengenai alam semesta

dan tempat manusia di dalamnya.

Pada kajian pendidikan filsafat adalah aktifitas pikiran yang teratur yang

menjadikan filsafat sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan, dan

memadukan proses pendidikan. Artinya filsafat pendidikan dapat menjelaskan

nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan untuk mencapainya.

(Jalaluddin dan Abdullah,2007: 19) Dalam hal ini filsafat pendidikan dann

pengalaman kemanusiaan adalah faktor yang integral.

A. Obyek Pembahasan dan Kedudukan Filsafat dalam Kajian Pendidikan

Sebagaimana diketahui bahwa ilmu itu adalah sekumpulan pengetahuan,

akan tetapi tidaklah dapat dikatakan bahwa sekumpulan pengetahuan itu pastilah

ilmu. Kumpulan pengetahuan dapatlah dikatakan sebuah ilmu jika memiliki

syarat-syarat tertentu, yaitu (memiliki) syarat obyek material dan syarat obyek

formal. Yang kedua syarat ini harus dilimiliki oleh setiap cabang keilmuan

termasuk keilmuan filsafat.

Obyek material (Gegenstand-subject matter) dari filsafat adalah mengacu

pada semua materi yang bersifat nyata seperti: manusia, tumbuhan, dan alam

semesta. Maupun semua yang bersifat abstrak seperti ide-gagasan, nilai, maupun

kerohanian

Page 3: FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN …stitmatuban.ac.id/.../TD4.2-FILSAFAT-DLM-KAJIAN-PENDIDIKAN-ISLAM-M....FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN ILMU PENDIDIKAN M. Saifuddin

Obyek formal (viewing) dari filsafat adalah; pertama, pembahasan suatu

persoalan dari sudut pandang khusus secara faktual, misalnya penelitian (filsafat)

tentang atom akan memunculculkan keilmuan (phisyc) kimia, penelitian alam

bawah sadar memunculkan keilmuan psikologi, dan sebagainya. Kedua, pokok

persoalan dipandang sebagai suatu kumpulan pertanyaan pokok yang saling

berkaitan dan berhubungan. Misalnya anatomi dan fisiologi yang keduanya

dianggap bertalian dengan struktur tubuh. Anatomi mempelajari strukturnya –

fisiologi mempelajari fungsinya.

Ilmu Antomi-fisiologi dapat dikatakan memiliki pokok persoalan yang

sama. Akan tetapi juga dapat dikatakan berbeda. Perbedaan ini dapat diketahui

apabila dikaitkan dengan corak-corak pertanyaan yang diajukan dan aspek-aspek

yang diselidikidari tubuh tersebut. Anatomi mempelajari tubuh dalam aspek statis,

sedangkan fisiologi mempelajari tubuh (alami) yang aspeknya dinamis.

Bertalian dengan obyek material dan obyek formal, ada perbedaan antara

filsafat dengan ilmu. Contoh penjelasan singkat yang dapat dikemukakan adalah

dengan menetapkan obyek material ”kelapa” maka akan melairkan padangan

berikut:

1. Ilmu

Dalam pandangan ilmu akan terpengaruh oleh latar belakang ilmu yang

dipelajari oleh masing-masing peneliti. Ahli ekonomi akan meneliti kelapa

dari: harga buah, batang, daun (lidi) jikalau dijual. Ahli pertanian akan

meneliti: bagaimana agar pohon kelapa dapat tumbuh subur – dan apakah

cocok ditanam pada lahan tertentu?. Ahli biologi akan mengarahkan perhatian

pada unsur-unsur yang terkandung pada seluruh pohon; baik batang maupun

buahnya. Sedang ahli hukum akan mempertanyakan status kepemilikan pohon

tersebut. Siapa pemilik sah pohon tersebut?, apakah pohon ditanam di lahan

sendiri atau sewa, dan seterusnya

2. Filsafat

Dalam pandangan filsafat akan mengkaji (berbagai dan apa makna yang

tersirat dari) keberadaan pohon tersebut. Misalnya pandangan tentang akar

(serabut) dan batang (tunggal tak bercabang) menghasilkan pemikiran

”apapun (ragam) posisi dan profesi seorang harusnya dia berfikir pada

Page 4: FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN …stitmatuban.ac.id/.../TD4.2-FILSAFAT-DLM-KAJIAN-PENDIDIKAN-ISLAM-M....FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN ILMU PENDIDIKAN M. Saifuddin

kelanjutan (kehidupan) beragama yang semuanya bermuara kepada Allah.

Pandangan tentang lidi yang diikat (menjadi satu) melahirkan contoh kekuatan

yang digalang dari persatuan daan kesatuan, dan seterusnya.

CIRI-CIRI PEMIKIRAN FILOSOFIS

Berpikir filosofis pada dasarnya tidaklah sama dengan berpikir pada

umumnya ia memiliki persyaratan dan ciri khusus, yaitu:

1. Radiks, yaitu berpikir dengan sangat mendalam dan sampai pada akar-

akarnya, sehingga ia akan berpikir pada hakikat dan bukan sekedar

substansinya saja.

2. Universal, yaitu pemikiran filsafat menyangkut pengalaman umum manusia

yang tidak terbatas pada satu pokok bahasan saja ~ melainkan pada semua

aspek dan sudut pandang. Itulah sebabnya para failosof menyatakan bahwa

kekhususan filsafat itu terletak pada keumumannya.

3. Sistimatis, yaitu berpendapat yang merupakan uraian kefilsafatan itu harus

memiliki pola (dan rumusan) yang tegas dan jelas, juga memiliki kaidah yang

logis, sehingga failosof itu dalam berpikir ia harus menghubungkan

(mengaitkan) secara teratur dalam setiap langkahnya, sampai pada kesimpulan

tertentu maupun tujuan dan maksud tertentu.

CABANG-CABANG FILSAFAT

Filsafat merupakan bidang studi yang sedemikian luas pembahasannya,

sehingga diperlukan pembagian yang lebih detail dalam pembagiannya. Namun

karena dalam pembagian keilmuan filsafat tidak memiliki tata cara tertentu maka

masing-masing failosof memiliki perbedaan di dalamnya.

Secara garis besar pembagian pembahasan filsafat terbagi dalam peta

berikut:

Page 5: FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN …stitmatuban.ac.id/.../TD4.2-FILSAFAT-DLM-KAJIAN-PENDIDIKAN-ISLAM-M....FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN ILMU PENDIDIKAN M. Saifuddin

Metafisika Ontologi

Kosmologi

Humanologi

Epistemologi Teologi

Logika Induksi

DeduksiEtika

AksiologiEstetika

Filsafat ProsesPendidikan

FilsafatPendidikan Filsafat Sosial

PendidikanFilsafathukum

FilsafatSejarah

FilsafatSeni

PERAN FILSAFAT DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Untuk mengetahui peran filsafat dalam pendidikan Islam dapat dimulai

dengan pendapat Immanuel Kant (1724 – 1804) dalam Zuhairini, dkk (2008, 63)

yang menyatakan bahwa: Filsafat itu ilmu pokok dan pangkal segala

pengetahuan yang mencakup di dalamnya empat persoalan, yaitu;

a. Apakah yang dapat kita ketahui?

(dijawab oleh metafisika)

b. Apakah yang boleh kita kerjakan?

(dijawab oleh etika)

FILSAFAT

FilsafatUmum

FilsafatKhusus

FilsafatPraktek

Pendidikan

Ontologiilmu

Pendidikan

EpistemologiIlmuPendidikan

MetodologiIlmuPendidikan

AksiologiIlmuPendidikan

FilsafatIlmu

Pendidikan

Page 6: FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN …stitmatuban.ac.id/.../TD4.2-FILSAFAT-DLM-KAJIAN-PENDIDIKAN-ISLAM-M....FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN ILMU PENDIDIKAN M. Saifuddin

c. Sampai dimanakah pengharapan kita?

(dijawab oleh agama)

d. Apakah yang dinamakan manusia

(dijawab oleh Antropologi)

Melihat kenyataan tersebut dapat dimaklumi jika ilmu sangat dekat dengan

filsafat dan filsafat juga sangat dekat dengan agama (Islam). Kenyataan ini tak

bisa dipungkiri dengan berbagai persoalan yang selalu muncul mengelilingi

manusia, di antaranya: 1. Adakah Allah dan siapakah Allah itu, 2. Apa dan siapa

manusia, 3. Apakah hakekat dari segala kenyataan (realitas), apa maknanya, dan

apa intisarinya.

Dalam sepanjang sejarah manusia persoalan-persoalan tersebut sering

dijawab oleh agama atau keyakinan agama yang dianut oleh manusia. Tetapi di

lain pihak tidak jarang ilmu filsafat-pun ikt berusaha menjawab persoalan-

persoalan pokok tersebut. Dan Karena itu pulalah Ahmad Fuad al-Ahwani seorang

guru filsafat di Cairo dalam Zuhairini, dkk (2008, 65) menyatakan bahwa filsafat

itu sesuatu yang terletak di antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan. Ia

menyerupai agama di satu sisi karna mengandung permasalahan-permasalahan

yang tidak dapat dipahamai dan diketahui sebelum orang memiliki keyakinan. Ia

menyerupai ilmu pengetahuan di sisi lain karena ia merupakan suatu hasil

daripada akal pikiran manusia, tidak hanya sekedar mendasarkan pada wahyu dan

taklid semata. Ilmu merupakan hasil-hasil pengertian yang terjangkau dan

terbatas sedang agama dengan keyakinannya dapat melampaui garis-garis

pengertian yang terbatas itu.

Uraian singkat di atas berpengaruh pada sikap para ulama yang terbagi

dalam :

1. Keberatan akan keberadaan filsafat dalam Islam

Kelompok ini dimotori oleh para ulama salaf dengan menganggapnya

sebagai bid’ah yang dapat menyesatkan. Bagi mereka al-Quran sebagai

sumber pokok ajaran Islam mengatasi akal manusia, tidak dapat ditafsirkan

menurut akal pikiran manusia, melainkan harus diimani saja secara lahiri dan

ditaati secara amali.

Dasar yang digunakan adalah:

Page 7: FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN …stitmatuban.ac.id/.../TD4.2-FILSAFAT-DLM-KAJIAN-PENDIDIKAN-ISLAM-M....FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN ILMU PENDIDIKAN M. Saifuddin

- ات ى أنزل علیك الكتاب منھ أیات محكمات ھن أم الكتاب وأخر متشاب◌ھ ھوالذ

االذین فى قلوبھم زیغ فیتبعون ما تشابھ منھ ابتغاء الفتنة وابتغاء تأویلھ وما یعلم فأم

األیة... تأویلھ اال◌ هللا Artinya:

“ Dialah (Tuhan) yang menurunkan al-Kitab (al-Quran) kepada kamu.

Diantara isinya terdapat ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi al-

Quran dan yang lain ayat-ayat mutasyabbihat. Adapun orang-orang yang

condong kepada kesesatan maka mereka mengikuti ayat-ayat mutasyabbihat

untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta’wilnya. Padahal tidak

ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah.” (Ali Imran, 7)

2. Menerima keberadaan filsafat dalam Islam

Kelompok ini menganggap bahwa filsafat sangat penting dalam Islam,

karena dapat membantu dalam menjelaskan isi kandungan al-Quran melalui

keterangan-keterangan yang dapat diterima oleh akal manusia.

Pada mulanya Imam al-Ghazali menentang keberadaan filsafat dalam

Islam, namun kemudian berbalik mempelajarinya dan banyak

menggunakannya untuk uraian-uraian ilmu tasauf. Alasan yang dapat

dikemukakan untuk mendukung pendapat mereka adalah – banyak ayat al-

Quran yang memerintahkan manusia untuk berpikir tentang diri dan alam

sekitar ~ sebagai sarana untuk mengenal Sang Pencipta.

Allah berfirman:

)43العنكبوت (وتل◌ك األمثال نضربھا للناس وما یعقلھا اال العالمون

Artinya:

“ Dan perumpamaan-perumpamaan ini kami buatkan untuk manusia,

dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu

pengetahuan.”

Berikutnya untuk mengetahui peran filsafat dalam pendidikan Islam juga

dapat dilacak dari penyelidikan manusia terhadap manusia itu sendiri. Pandangan

dari berbagai sudut terhadap manusia melahirkan: pandangan manusia dari segi

fisik yang melahirkan keilmuan “Antropologi fisik”, pandangan manusia dari segi

Page 8: FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN …stitmatuban.ac.id/.../TD4.2-FILSAFAT-DLM-KAJIAN-PENDIDIKAN-ISLAM-M....FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN ILMU PENDIDIKAN M. Saifuddin

budaya melahirkan keilmuan “Antropologi budaya”, pandangan manusia dari segi

hakikat melahirkan keilmuan “Antropoloogi filsafat.”

Pembicaraan tentang hakikat manusia menyebabkan orang tak berhenti

berusaha mencari jawaban dari pertanyaan mendasar tentang manusia, yaitu: Apa,

dari mana, ke mana manusia itu?. Akhirnya penelitian tersebut melahirkan empat

aliran dalam penetapan hakikat manusia, yaitu:

1. Aliran serba zat

Aliran ini menyatakan bahwa manusia itu adalah zat atau materi. Zat atau

materi itu adalah hakekat dari sesuatu. Alam adalah zat atau materi, dan

manusia adalah unsur dari alam. Maka hakikat manusia itu adalah zat atau

materi.

Sebagai mhlak materi maka pertumbuhan berproses dari materi. Mulai dari sel

telur ibu dan sperma ayah, tumbuh menjadi janin, hingga pada ahirnya

menjadi manusia. Adapun apa yang disebut ruh atau jiwa, pikiran, perasaan

(tanggapan, kemauan, ingatan kesadaran, khayalan, asosiasi, penghayatan, dan

sebagainya) adalah dari zat atau materi yaitu sel-sel tubuh. (Sidi Gazalba,

1973, 933)

Oleh karena manusia terdiri dari unsur materi, maka keperluannya juga

bersifat materi; ia mendapatkan kebahagiaan, kesenangan, dan sebagainya

adalah juga dari materi. Dari kenyataan ini terbentuklah suatu sikap dan

pandangan materialistik. Dan oleh karena materi itu ada di dunia maka sikap

ini identik dengan sikap duniawi.

2. Aliran serba ruh

Aliran ini menganggap bahwa hakikat sesuatu adalah ruh. Hakikat manusia

juga ruh. Adapun zat dianggap sebagai manifestasi daripada ruh di dunia ini.

Ruh adalah sesuatu yang tidak menempati ruang, sehingga tidak dapat

disentuh dan dilihat oleh panca indera. Dan itu berlawanan dengan zat yang

menempati ruang, betapapun kecilnya zat itu.

Dasar pemikiran aliran ini adalah bahwa ruh lebih tinggi nilainya dibanding

zat. Pembuktian yang dapat dikemukakan adalah “ wanita dan pria yang saling

mencintai tak akan pernah mau dipisahkan, akan tetapi jika salah satu telah

meninggal dunia, maka mau tidak mau pasti akan berpisah juga.” Di sini;

Page 9: FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN …stitmatuban.ac.id/.../TD4.2-FILSAFAT-DLM-KAJIAN-PENDIDIKAN-ISLAM-M....FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN ILMU PENDIDIKAN M. Saifuddin

kecantikan ketampanan atau apapun sudah tidak lagi bernilai, meski jasadnya

masih utuh.

3. Aliran dualisme

Aliran ini mencoba menggabungkan kedua aliran di atas (zat-ruh). Aliran ini

menganggap bahwa manusia itu pada hakikatnya terdiri dari dua substansi

yaitu jasmani dan rohani, jasad dan ruh. Kedua substansi ini keduanya

merupakan unsur asal yang tidak saling bergantung satu sama lain. Ruh tidak

berasal dari zat, sedang zat tidak pula berasal dari ruh.

Perwujudan manusia selalu serba dua – antara jasad dan ruh. Keduanya

berintegrasi membantuk apa yang disebut manusia. Antara keduanya terjalin

hubungan yang bersifat kausal ~ sebab akibat ~ saling mempengaruhi dan

dipengaruhi. Contohnya cacat jasmani dapat mempengaruhi perkembangan

ruhani (=jiwa)

4. Aliran eksistensialisme

Aliran ini mencari inti hakikat manusia dari apa yang menguasai manusia

secara menyeluruh. Dengan demikian aliran ini tidak memandang manusia

dari sudut ruh dan jiwa, tetapi lebih pada sudut pandang eksistensinya atau

cara beradanya manusia di dunia, dan tujuannya apa/ke mana.

Berdasarkan kenyataan manusia yang memiliki jasad dan ruh yang dikaji dari

sudut pandang eksistensinya, minimal ada empat pandangan yang mampu

mengungkapnya, yaitu:

a. Pandangan idealitistis tentang badan manusia, yang menganggap bahwa

badan adalah tempat bersemayamnya jiwa, yang keduanya tak pernah

bertentangan satu sama lainnya.

b. Pandangan materialistis tentang badan manusia, yang menyatakan bahwa

yang ada pada manusia hanyalah badan yang bersifat materi.

c. Pandangan ketiga menganggap bahwa jasad adalah musuh dari ruh, badan

selalu mengajak pada kejahatan, sedang ruh selalu mengajak pada

kebaikan.

d. Pandangan keempat menganggap bahwa manusia itu badan yang

dirohanikan dan ruh yang dijasmanikan. Badan bukan sekedar jasmanai

(pada binatang), sedang panca indera juga tidak sekedar indra (binatang).

Page 10: FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN …stitmatuban.ac.id/.../TD4.2-FILSAFAT-DLM-KAJIAN-PENDIDIKAN-ISLAM-M....FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN ILMU PENDIDIKAN M. Saifuddin

Jasmani dan ruhani adalah satu kesatuan yang tak dapat terpisah karena

ruh (aku) dapat melahirkan bahasa dari lisan, gagasan dari akal, dan

seterusnya.

Di lain pihak Islam menetapkan bahwa manusia adalah al-hayawanu al-

natiqu bahwa manusia adalah binatang yang berakal budi.

Karena manusia itu berakal budi, maka diperlukanlah pendidikan, dan

karena itu filsafat menjadi bagian atau komponen dari pendidikan itu sendiri, yang

tentunya memiliki peranan tertentu, yaitu:

1. Filsafat pendidikan Islam menunjukkan problema yang dihadapi dalam

pendidikan, sebagai hasil dari pemikiran yang mendalam tentang

permasalahan pendidikan. Dengan analisa filosofis alternatif-alternatif

pemecahan dapatlah dikemukakan.

2. Filsafat pendidikan memberikan pandangan tertentu tentang hakikat manusia,

yang berkaitan dengan tujuan hidup manusia dan sekaligus menjadi tujuan

pendidikan. Dari sinilah muncul konsep-konsep tujuan pendidikan dalam

bentuk khusus maupun operasional.

3. Filsafat pendidikan memberikan pandangan tertentu tentang hakikat hidup dan

kehidupan manusia, yang berkesimpulan bahwa manusia mempunyai potensi

bawaan yang harus ditumbuhkan dan dikembangkan. Sifat itu meliputi aspek

kognitif, motorik, dan afektif.

4. Filsafat pendidikan memberikan pandangan tertentu tentang proses

pendidikan yang tengah berlangsung, apakah telah mampu mencapai tujuan

pendidikan yang telah ditetapkan atau belum dan seterusnya.

ALIRAN-ALIRAN DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN

Perkembangan filsafat tumbuh mengikuti buah/hasil pikir para ahli filsafat

sepanjang kurun waktu yang dilaluinya dengan obyek permasalahan yang

dibahasnya. Begitupun dengan filsafat pendidikan yang telah melahirkan berbagai

pandangan. Pandangan-pandangan yang terlahir, terkadang bersifat saling

menguatkan antara masing-masing pendapat – terkadang pula pandangan-

pandangan tersebut saling berbeda bahkan beralawanan, meski obyek

Page 11: FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN …stitmatuban.ac.id/.../TD4.2-FILSAFAT-DLM-KAJIAN-PENDIDIKAN-ISLAM-M....FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN ILMU PENDIDIKAN M. Saifuddin

permasalahan yang dibahas adalah sama. Perbedaan ini akan juga menghasilkan

proses pemikiran yang berbeda sehingga teori dan kesimpulan (yang dihasilkan)

juga akan berbeda.

Pandangan dalam filsafat pendidikan juga berkembang dan melahirkan

aliran-aliran filsafat pendidikan sebagai berikut:

1. Aliran Progressivisme

Aliran progressivisme adalah aliran filsafat filsafat pendidikan yang

memiliki pandangan yang bersifat:

a. Flesksibel, yaitu sifat yang tidak kaku, tidak menolak perubahan, dan

tidak terikat oleh suatu doktrin tertentu.

b. Curious, yaitu sifat yang selalu ingin mengetahui dan menyelidiki.

c. Toleran, yaitu sifat yang memberikan kebebasan dalam pengembangan

pendidikan.

d. Open minded, yaitu sifat mempunyai hati terbuka.

Karena hal tersebut aliran filsafat ini sangat berpengaruh pada abad ke

20 terutama pada negara-negara maju dan selalu dihubungkan dengan

pandangan hidup liberal yang disebut oleh Theodore Brameld dalam

Zuhairini,dkk (2008: 20) dengan istilah “The liberal road to culture.”

Sementara itu dalam aliran progressivisme memiliki sifat-sifat umum

yang dapat dikelompokkan dalam dua kelompok berikut:

a. Sifat-sifat negatif, yaitu sebuah sifat yang menolak otoritarisme dan

absolutisme dalam segala bentuk, misalnya dalam agama, politik, etika,

maupun epistemologi.

b. Sifat-sifat positif, yaitu kepercayaan bahwa manusia memiliki kekuatan

alamiah yang diwarisi oleh manusia itu sendiri sjak lahir (man’s natural

power). Terutama kekuatan manusia untuk menghadapi tahayul yang

selalu mengelilingi manusia.

Dalam lapangan pendidikan pandangan pragmatisme seringkali

diistilahkan dengan “instrumentalisme” dan “experimentalisme” yang

mengarah pada sikap pragmatis (isme). Yang oleh John Dewey dikategorikan

Page 12: FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN …stitmatuban.ac.id/.../TD4.2-FILSAFAT-DLM-KAJIAN-PENDIDIKAN-ISLAM-M....FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN ILMU PENDIDIKAN M. Saifuddin

sebagai teori pikir, yang dinyatakannya dengan “the rule of referring all

thinking ... to consequences for final meaning and test”

Dengan dasar ini aliran progressivisme yakin bahwa manusia memiliki

kesanggupan untuk mengendalikan hubungannya dengan alam, sanggup

meresapi rahasia-rahasia alam, dan sanggup menguasai alam. Sekaligus sangsi

akan kesanggupan manusia menggunakan kecakapannya dalam ilmu

pengetahuan alam juga dalam ilmu pengetahuan sosial.

Optimalaisasi kesanggupan manusia itu melahirkan tugas pendidikan

menurut pragmatisme untuk meneliti sejelas-jelasnya tentang kesanggupan

manusia dalam pekerjaan praktis, dengan memaksimalkan ide-ide dan

pemikiran-pemikiran untuk berbuat. Sehingga ia menolak pure intellectual.

Perkembangan aliran pragmatisme-progressivisme telah ada sejak masa

Yunani (kuno), misalnya: Heraklitus (- ± 544 - ± 484), Socrates (- ± 469 - ±

399), Petagoras (-± 480 - ± 410), dan Aristoteles.

Heraclitus mengemukakan, bahwa sifat yang terutama dari realitas

adalah perubahan. Tidak ada sesuatu yang tetap di dunia ini, semuanya

berubah-ubah. Kecuali asas perubahan itu sendiri. Socrates berusaha

mempersatukan epistemologi dengan aksiologi dengan mengajarkan bahwa

ilmu pengetahuan adalah kunci kebajikan; yang dapat dipelajari dengan

kekuatan intelek, karenanya pengetahuan yang baik dapat dijadikan pedoman

bagi manusia untuk melakukan kebaikan. Petagoras mengajarkan bahwa

kebenaran dan norma atau nilai (value) tidak bersifat mutlak, melainkan relatif

yang bergantung kepada waktu dan tempat. Sedang Aristoteles menyarankan

moderasi dan kompromi (jalan tengah bukan jalan yang ekstrim) dalam

kehidupan.

Dalam asa modern – sejak abad ke 16 “Francis Bacon, John Locke,

Rousseau, Kant, dan Hegel” dapat disebut penyumbang pikiran dalam

proses terjadinya aliran pragmatisme-progressivisme. Francis Bacon

memberikan sumbangan metode experimentil (metode ilmiah dalam

pengetahuan alam). Locke dengan ajarannya kebebasan politik. Rousseau

dengan keyakinannya bahwa kebaikan berada di dalam manusia melulu karena

kodrat yang baik dari para manusia. Kant memuliakan manusia, menjunjung

Page 13: FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN …stitmatuban.ac.id/.../TD4.2-FILSAFAT-DLM-KAJIAN-PENDIDIKAN-ISLAM-M....FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN ILMU PENDIDIKAN M. Saifuddin

tinggi akan kepribadian manusia. Hegel mengajarkan bahwa alam dan

masyarakat bersifat dinamis, sehingga penyesuaian dan perubahan tidak

berhenti.

Khusu dalam pendidikan aliran progressivime lebih menekankan pada

memperlihatkan keyakinan dan wawasan pendidikan dengan

mempraktikkannya. Pendidikan adalah sebuah demokrasi dan bukan

memorisasi. Inilah yang melahirkan konsep learning by doing. Dengan

demikian isi pendidikan lebih ke bidang studi IPA, sejarah, ketrampilan, dan

semua yang hal yang bergunan dan langsung dapat dirasakan.

2. Aliran Esensialisme

Aliran esensialisme muncul pada masa renaissance, dengan ciri-ciri

utamanya yang berbeda dengan progressivisme, yakni jika proggressivisme

berpijak pada fleksibilitas yang membuka diri pada perubahan, toleran, serta

tidak terikat dengan doktrin, maka bagi esensialisme, pendidikan model itu

dianggap mudah goyah dan tidak terarah. Karenanya esensialisme memandang

bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan

tahan lama, sehingga memberi kestabilan dan arah yang jelas.

Dasar Esensialisme adalah pandangan humanisme yang merupakan

reaksi terhadap hidup yang mengarah pada keduaniawian, serba ilmiah serta

materialistik. Juga dipengaruhi oleh pandangan yang menganut paham

idialisme dan realisme.

Tokoh-tokoh aliran-aliran Esensialisme (Imam Barnadib, 1982: 38-40)

adalah:

a. Desiderius Erasmus, humanis Belanda yang hidup pada akhir abad 15 dan

permulaan abad 16, yang merupakan tokoh pertama yang menolak

pandangan hidup yang berpijak pada dunia lain, menurutnya kurikulum

harus bersifat humanistis dan bersifat internasional, sehingga bisa

mencakup lapisan menengah dan kaum aristikrat.

b. Johann Amos Comenius yang hidup tahun 19592-1670 M, adalah seorang

yang berpandangan realis dan dogmatis. Ia berpendapat bahwa pendidikan

Page 14: FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN …stitmatuban.ac.id/.../TD4.2-FILSAFAT-DLM-KAJIAN-PENDIDIKAN-ISLAM-M....FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN ILMU PENDIDIKAN M. Saifuddin

mempunyai peranan membentuk anak sesuai dengan kehendak Tuhan,

karena pada pada hakikatnya dunia adalah dinamis dan bertujuan.

c. John Locke, tokoh dari Inggris (1632-1704) yang berpendapat bahwa

pendidikan hendaknya selalu dekat dengan situasi dan kondisi. Ia-pun

mendirikan sekolah kerja untuk anak-anak miskin.

d. Johan Henrich Pestalozzi (1746-1827), yang berpandangan naturalistis

dengan pernyataan bahwa sifat-sifat alam itu tercermin pada manusia,

sehingga pada diri manusia terdapat kemampuan-kemampuan wajarnya.

Selain itu ia juga mempunya keyakinan bahwa manusia mempunyai

hubungan-hubungan transendental langsung kepada Tuhannya.

3. Aliran Perennialisme

Perennialisme diambil dari kata perennial yang dalam Oxford Advebced

leaner’s Dictionary of current English diartikan sebagai “continuing

throthough the whole yaer” atau “Lasting for a very long time” dengan

maksud bahwa pendidikan mengandung kepercayaan filsafat yang berpegang

pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal ~ abadi.

Perennialisme melihat bahwa akibat dari kehidupan zaman modern telah

menimbulkan banyak krisis di berbagai bidang kehidupan manusia. Untuk

keluar dari permasalahan tersebut Perennialisme memberikan alternatif

berupa “kembali pada kebudayaan masa lampau “regressive road to culture”

(Muhammad Noorsjam, 1978: 153)

Asas yang dianut Perennialisme bersumber pada filasafat kebudayaan

yang mengacu pada dua hal, yaitu:

a. Perennialisme yang theologis – yang bernaung di bawah supremasi gereja

Katolik dengan orientasi pada ajaran dan tafsir Thomas Aquinas.

b. Perennialisme sekuler berpegang pada ide dan cita filosofis Plato dan

Aristoteles (Muhammad Noorsjam, 1978: 158)

Pokok pikiran Plato tentang pengetahuan dan nilai adalah manifestasi

daripada hukum universal yang abadi dan sempurna. Yakni ideal – serhingga

ketertiban sosial hanya akan mungkin bila ide itu menjadi ukuran, asas

normatif dalam pemerintahan. Maka tujuan pendidikan adalah membina

Page 15: FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN …stitmatuban.ac.id/.../TD4.2-FILSAFAT-DLM-KAJIAN-PENDIDIKAN-ISLAM-M....FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN ILMU PENDIDIKAN M. Saifuddin

pemimpin yang sadar dan mempraktikkan asas –asas normatif dalam semua

aspek kehidupan.

Menurut Plato, manusia secara kodrati memiliki tiga potensi, yaitu;

nafsu, kemauan, dan pikiran. Pendidikan hendaknya berorientasi pada potensi

tersebut. Ide Plato ini dikembangkan oleh Aristoteles dengan lebih

mendekatkan pada dunia kenyataan. Bagi Aristoteles tujuan pendidikan adalah

“kebahagiaan” dan untuk itu aspek jasmani, emosi dan intelek harus

dikembangkan secara seimbang. Sedang Thomas Aquinas juga memandang

bahwa tujuan pendidikan adalah usaha mewujudkan kapasitas yang ada dalam

individu agar menjadi aktualisasi.

Prinsip-prinsip pendidikan Perennialisme perkembangannya telah

mempengaruhi sistim pendidikan modern, sebagaimana pembagian kurikulum

untuk sekolah dasar, menengah, perguruan tinggi, dan pendidikan orang

dewasa.

4. Aliran rekonstruksionalisme

Pada dasarnya aliran rekonstruksionalisme adalah sepaham dengan

aliran Perennialisme dalam upaya mengatasi krisis kehidupan modern. Namun

jalan yang ditempuhnya berbeda, sesuai dengan istilah yang dikandungnya,

yaitu berusaha membina suatu konsesnsus yang paling luas dan paling

mungkin tentang tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan manusia -

restore to the original form.

Untuk mencapai tujuanya, rekonstruksionalisme berusaha mencari

kesepakatan semua orang mengenai tujuan utama yang dapat mengatur tata

kehidupan manusia dalam suatu tatanan baru seluruh lingkungannya. Maka

melalui lembaga dan proses pendidikan, rekonstruksionalisme ingin

merombak tata susunan lama, dan membangun tata susunan baru.

(Muhammad Noorsjam, 1978: 183)

5. Aliran Eksistensialisme

Eksistensialisme biasanya dialamatkan sebagai salah satu reaksi terhadap

peradaban manusia yang hampir punah akibat perang dunia kedua. Dengan

Page 16: FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN …stitmatuban.ac.id/.../TD4.2-FILSAFAT-DLM-KAJIAN-PENDIDIKAN-ISLAM-M....FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN ILMU PENDIDIKAN M. Saifuddin

demikian menurut Zuhairini, dkk (2008: 30) menjelaskan bahwa

Eksistensialisme pada hakekatnya adalah merupakan aliran filsafat yang

bertujuan mengembalikan keberadaan ummat manusia sesuai dengan hidup

asasi yang dimiliki dan dihadapinya.

Kierkegaard mendifinisikan bahwa Eksistensialisme adalah suatu

penolakan terhadap suatu pemikiran abstrak, tidak logis atau tidak ilmiah.

Eksistensialisme menolak segala bentuk kemutlakan rasional. Dengan

demikian aliran Eksistensialisme hendak memadukan hidup yang dimiliki

dengan pengalaman, dan situasi sejarah yang dia alami, dan tidak mau terikat

dengan hal-hal yang sifatnya abstrak dan spekulatif.

Dasar pemikiran tersebut menjadikan kaum aliran Eksistensialisme atau

penganut aliran ini seringkali aneh dan lepas dari norma-norma umum.

Kebebasan untuk freedom to ... adalah lebih banyak menjadi ukuran dalam

sikap dan perbuatannya. Ia tidak menghendaki adanya aturan pendidikan

dalam segala bentuk 9termasuk aturan pendidikan saat ini).

OBYEK FILSAFAT ILMU PENDIDIKAN

Istilah filsafat ilmu pendidikan (Philosophy of Educational Science) pertama

kali dikemukakakan oleh B. Othanel Smith (Redja Mudyahardjo, 2006: 6).

Menurutnya studi filosofis pada saat ini merupakan tingkat permulaan yang

diawali dengan analisis kritis terhadap konsep-konsep psikologi pendidikan, teori-

teori belajar, pengukuran pendidikan, prosedur penyusunan kurikulum, dan

sebagainya.

Jika ilmu memiliki arti suatu kegiatan kritis yang bertujuan menemukan, dan

juga merupakan pengetahuan sistimatis yang didasarkan pada pengetahuan

tersebut. Maka filsafat ilmu mencakup; 1). Struktur ilmu, yang meliputi metode

dan bentuk pengetahuan ilmiah, dan 20. kegunaan ilmu bagi kegunaan praktis dan

pengetahuan tentang kenyataan.

Berdasar kenyataan tersebut, maka obyek filsafat ilmu dibedakan dalam

empat hal berikut:

Page 17: FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN …stitmatuban.ac.id/.../TD4.2-FILSAFAT-DLM-KAJIAN-PENDIDIKAN-ISLAM-M....FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN ILMU PENDIDIKAN M. Saifuddin

A. Ontologi Ilmu Pendidikan

Ontologi ilmu pendidikan, adalah kajian tentang substansi dan pola

organisasi ilmu pendidikan.

Dari segi morfologis serta bentuk substansinya ilmu pendidikan merupakan

sebuah sistim pengetahuan tentang pendidikan yang diperoleh melalui riset. Oleh

karena pengetahuan diperoleh melalui riset tersebut dapat disajikan dalam bentuk

konsep-konsep pendidikan. Dengan demikian ontologi ilmu pendidikan dapat pula

diartikan sebagai sebuah sistim pendidikan yang dihasilkan melalui riset.

Substansi dari ilmu pendidikan dapat dikaji dari dua macam difinisi, yaitu:

1. Difinisi Konotatif

Difinisi Konotatif adalah difinisi yang menyatakan secara tersurat

tentang isi pengertian yang terkandung dalam istilah atau konsep yang

didifinisikan (yang dipahami secara umum masyarakat). Isi pengertian adalah

sifat-sifat atau ciri utama dari makna yang terkandung dari istilah atau konsep.

Difinisi konotatif di bagi dalam dua kelompok, yaitu:

Difinisi leksikal

Difinisi leksikal adalah difinisi kamus, yaitu pencarian dan penentuan

difinisi dari makna bahasa bahasa dan makna menurut istilah.

Difinisi stipulatif

Difinisi stipulatif adalah difinisi konotatif yang menyebutkan satu per

satu atau syarat-syarat apa yang menjadi ciri dari konsep yang

didifinisikan. Misalnya pemerintah melalui UU No. 2 tahun 1989

menetapkan syarat-syarat akademi sebagai salah satu bentuk perguruan

tinggi. Berdasar syarat-syarat tersebut, PP No. 90 tahun 1999

mendifinisikan apa yang dimaksud dengan akademi. “Akademi adalah

perguruan tinggi (genus) yang menyelenggarakan program pendidikan

profesional dalam satu cabang atau sebagian cabang ilmu pengetahuan,

teknologi, atau kesesian tertentu (diferensia)

Bentuk difinisi stipulatif dibedakan menjadi dua, yaitu: a) difinisi

nominal atau difinisi verbal, yaitu difinisi konotatif yang

memperkenalkan istilah baru dalam mengenalkan konsep-konsep yang

didifinisikan. Istilah baru tersebut dapat berupa kata-kata atau simbol-

Page 18: FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN …stitmatuban.ac.id/.../TD4.2-FILSAFAT-DLM-KAJIAN-PENDIDIKAN-ISLAM-M....FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN ILMU PENDIDIKAN M. Saifuddin

simbol. Misalnya: sekolah yang menyelenggarakan pendidikan anak-

anak tuna rungu disebut SLB=B; “Pendidikan = f (B.L)”, yang artinya,

pendidikan adalah fungsi Bakat (B) dan lingkungan (L).

Dan 2) difinisi perbaikan. Adalah difinisi pendidikan yang

mengusulkan makna baru untuk istilah atau konsep yang sudah

mempunyai difinisi tertentu. Difinisi perbaikan dibedakan dalam tiga

macam, yaitu:

Difinisi deskriptif, merupakan penggambaran lebih lanjut dan rinci

dari difinisi leksikal. Misalnya :pendidikan adalah usaha sadar untuk

mempersiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,

pengajaran, atau pelatihan bagi peranannya di masa yang akan

datang.’

Difinisi operasional, adalah difinisi konotatif yang menggambarka

proses kerja atau kegiatan yang spesifikdan rinci yang diperlukan

untuk mencapai tujuan yang menjaadi makna dari konsep yang

didifinisikan. Misalnya mengajar adalah rangkaian kegiatan guru

menyusun program, ....

Difinisi teoritis, adalah difinisi perbaikan yang menyatakan secara

tersurat karakteritik yang tepat tentang suatu istilah atau konsep.

Misalnya Mendidik adalah usaha orang dewasa membantu anak yang

berlangsung dalam hubungan kewibawaan yang didasarkan pada rasa

kasih sayang yang terjadi dalam lingkungan sosial tertentu, ....

2. Difinisi Denotatif

Difinisi denotatif adalah difinisi yang menyatakan secara tersurat luas

pengertian dari istilah atau konsep yang didifinikan. Cara atau teknik

mendifinisikan secara denotatif adalah dengan jelas menyebutkan

keseluruhanbagian atau slah satu bagian yang termasuk dalam kelas dari

konsep yang didifinisikan.

Difinisi denotatif dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok, yaitu:

Page 19: FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN …stitmatuban.ac.id/.../TD4.2-FILSAFAT-DLM-KAJIAN-PENDIDIKAN-ISLAM-M....FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN ILMU PENDIDIKAN M. Saifuddin

Difinisi denotatif lengkap (difinisi klasifikasi), yang menyebutkan semua sub

kelas secara tersurat dan keseluruhan. Misalnya: pendidikan adalah

bimbingan, pengajaran, atau pelatihan.

Difinisi ostensif, adalah difinisi yang menyebutkan contoh subkelas dan

termasuk dalam luas pengertian dari konsep yang didifinisikan.

Misalnya: landasan pendidikan Nasional adalah Pancasila dan UUD

1945.

Difinisi demonstratif, adalah difinisi ostensif yang menyatakan contoh barang

atau individu atau peristiwa. Misalnya: Kepala sekolah yang baik adalah

....

Semua jenis difinisi baik yang termasuk dalam difinisi konotatif maupun

denotatif dipergunakan untuk menyusun batang tubuh ilmu pendidikan secara

proporsional, sesuai dengan tujuan penyajian dan karakteristik konsep yang

didifinisikan.

Bentuk isi ilmu pendidikan sebagaimana ilmu yang lain pada umumnya

terdiri dari Pertama: generalisasi-generalisasi atau kesimpulan umum yang

ditarik berdasarkan hal-hal khusus. Misalnya tentang karakter pendidik yang baik

adalah terdiri dari tiga hal berikut:

1. karakter pribadi

a. percaya diri

b. rasa berkewajiban dan tanggungjawab

c. mempunyai suara yang khas

d. kesehatan yang baik

2. karakter profesional

a. menerangkan topik yang diajarkan dengan jelas

b. menyampaikan mata pelajaran dengan jelas

c. mempunyai organisasi mata pelajaran dengan baik

d. mempunyai kemampuan berekspresi

e. mempunyai kecakapan dalam membangkitkan minat dan motivasi

f. merencanakan dan mempersiapkan pelajaran

3. karakter latar belakang dan keahlian akademik

a. mempunyai pengetahuan yang tepat tentang mata pelajaran

Page 20: FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN …stitmatuban.ac.id/.../TD4.2-FILSAFAT-DLM-KAJIAN-PENDIDIKAN-ISLAM-M....FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN ILMU PENDIDIKAN M. Saifuddin

b. mempunyai kemampuan menyesuaikan mata pelajaran dengan tingkat

pemahaman murid

Bentuk isi ilmu pendidikan yang kedua adalah berisi hukum atau prinsip,

yang meliputi:

1. Hukum akibat (the law of effect), yang menyatakan bahwa setiap perbuatan

yang menghasilkan sesuatu yang menyenangkan cenderung akan diulang,

sebaliknya sesuatu perbuatan yang menghasilkan sesuatu yang mengakibatkan

ketidak puasan akan cenderung dihentikan.

2. Hukum latihan (the law of exercise), adalah keseringan menyatakan bahwa

makin sering diulang atau dilatih, sesuatu tindakan cenderung makin kuat

tertanam, dan sebaliknya, semakin kurang dilatih cenderung makin

menghilang.

3. Hukum kesiapan (the law of readiness), menyatakan bahwa kegiatan yang

disertai kesiapan cenderung memberikan rasa puas. Sebaliknya kegiatan tanpa

persiapan cenderung tidak menghasilkan ketidak puasan.

Bentuk isi ilmu pendidikan yang ketiga adalah teori, yang dalam pendidikan

memunculkan 1) teori formal yang berisi pernyataan-pernyataan yang saling

berhubungan untuk menerangkan suatu kelompok tingkah laku. Teori ini hanya

terbatas pada lingkupnya saja. Greser, Staurus dan denzin dalam Redja

Mudyahardjo (2006; 17-18) menunjuk pada satu bidang pengalaman manusia

yang diabstraksikan secara konseptual. Misalnya dalam sosiologi terdapat teori

formal: mobilitas sosial, konflik peranan, sosialisasi, penyimpangan sosial,

organisasi formal, dan sebagainya. Sedang dalam psikologi muncul teori belajar,

teori perkembangan, dan sebagainya. 2) teori substantif yang berisi pernyataan

atau konsep yang saling berhubungan yang berkenaan dengan aspek-aspek khusus

tentang satuan pendidikan atau kegiatan pendidikan. Misalnya tentang teori

substaantif kegiatan belajar mengajar melahirkan kegiatan-kegiatan pendidikan

yang dibagi dalam beberapa metode, misalnya

1. Metode ceramah dari kaum sophist (phitagoras, Hippias, dan sebagainya) yang

digunakan untuk mengajar agar fasih berbicara. Dengan; menghafal,

menganalisis model yang ditiru penghafal, membuat tiruan model dengan

demonstrasi dan sebagainya.

Page 21: FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN …stitmatuban.ac.id/.../TD4.2-FILSAFAT-DLM-KAJIAN-PENDIDIKAN-ISLAM-M....FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN ILMU PENDIDIKAN M. Saifuddin

2. Metode dialektika dari socrates, yang digunakan untuk mengajar agar

memperoleh pengetahuan benar, dengan tiga tahapan: a) opini individu, b)

analitis, dan c) sintesis

3. Metode Scholatisisme yang dipelopori oleh Abelard yang di dalamnya

mencakup metode dialektika, metode debatm dan metode observasi. Konsep

yang dikemukakan adalah topik-topik etika, yang harus dijawab dengan “ya

atau tidak.”

4. Metode pengamatan alami dan langsung, dengan tujuan agar dapat belajar dari

segala apa yang ada di dunia untuk menjadi bijak, dengan bantuan indera.

5. Metode pemecahan masalah dari Dewey, dengan menyusun langkah: a)

penyadaran masalah, b) perumusan masalah, c) pengumpulan data, d)

menyusun hipotesis, dan e) pembuktian.

B. Epistemologi Ilmu Pendidikan

Epistemologi ilmu pendidikan, adalah kajian tentang hakikat obyek formal

dan material ilmu pendidikan. Obyek formal adalah bidang yang menjadi

keseluruhan ruang lingkup garapan riset pendidikan, sedang obyek material

adalah aspek-aspek yang menjadi garapan langsung riset pendidikan. Menilik

kenyataan ini maka bisa jadi obyek material yang sama digarap langsung

memalalui riset yang berbeda. Misalnya manusia sebagai obyek material, dikaji

dari sudut pandang format antropologi, biologi, atau bisa juga dikaji dari sudut

pandang ekonomi, dan sebagainya.

Di sisi lain obyek formal ilmu pendidikan dapat diartikan secara luas, sempit

atau luas terbatas.

Dalam pengertian luas pendidikan diartikan sebagai hidup. Pendidikan

adalah segala situasi dalam hidup yang mempengaruhi pertumbuhan manusia

(seseorang). Pendidikan adalah pengalaman belajar. Oleh karena itu pendidikan

dapat pula didifinisikan sebagai keseluruhan pengalaman belajar manusia

sepanjang hidupnya , dia tidak mengenal batas usia, tempat, karakter, lingkungan,

bentuk pendidikan, dan sebagainya (lifelong).

Page 22: FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN …stitmatuban.ac.id/.../TD4.2-FILSAFAT-DLM-KAJIAN-PENDIDIKAN-ISLAM-M....FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN ILMU PENDIDIKAN M. Saifuddin

Yang perlu diketahui adalah bahwa setiap pengalaman belajar tersirat pula

tujuan pendidikan – yang dengan sendirinya pengalaman belajar dalam hidup

terarah (self directed) kepada pertumbuhannya.

Pada kelompok ini mereka menilai bahwa pendidikan sekolah memiliki sisi

negatif sebagai upaya untuk mengasingkan para siswa dari masyarakat. Hubungan

guru dan siswa dianggap sebagai pola hubungan otoriter, sehingga perkembangan

individu dianggap tidak bisa berlangsung secara optimal. Mereka setuju dengan

konsep Descholling Society (Masyarakat tanpa Sekolah).

Dalam pengertian sempit, pendidikan adalah sekolah atau

persekolahan (Scholling), yaitu lembaga pendidikan formal sebagai salah satu

hasil rekayasa dari peradaban manusia yang terdiri dari pendidikan pada

lingkungan keluarga, dunia kerja, negara, lembaga keagamaan, dan sebagainya.

Di sisi lain pendidikan dalam arti sempit juga dapat diartikan bahwa

pendidikan tidak akan dapat berlangsung lama, melainkan berlangsung dalam

waktu yang sangat terbatas (age specific).

Pendidikan dalam arti sempit juga membatasi tujuan pendidikan itu sendiri

yang melekat dalam setiap proses pendidikan yang dapat dirumuskan sebelum

berlangsungnya pendidikan yang dimaksud. Karenanya pendidikan bersifat

rekayasa dan bukan bersifat wajar alami.

Hasil yang diperoleh dari rekayasa pendidikan menciptakan model-model

mengajar. Misalnya: interaksi sosial, model pengolahan informasi, model

perwujudan pribadi, model modifikasi tingkah laku, dan sebagainya. Dan juga

menghasilkan model-model belajar, misalnya: teori belajar lapangan, teori belajar

intruksional, teori pemecahan masalah, dan sebagainya.

Kaum behavioris cenderung mengartikan pendidikan dalam arti sempit.

Setidaknya mereka optimis bahwa sekolah memiliki peranan dalam

menyelenggarakan pendidikan.

Dalam pengertian luas terbatas, pendidikan memiliki kelemahan berupa;

ketidak mampuan menggambarkan dengan tegas batas-batas pengaruh

pendidikan dan bukan pengaruh pendidikan terhadap individu. Namun ia memiliki

kekuatan berupa kemampuan menempatkan kegiatan atau pengalaman belajar

Page 23: FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN …stitmatuban.ac.id/.../TD4.2-FILSAFAT-DLM-KAJIAN-PENDIDIKAN-ISLAM-M....FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN ILMU PENDIDIKAN M. Saifuddin

sebagai inti dalam proses pendidikan yang berlangsung di manapun dalam

lingkungan hidup, baik pendidikan sekolah maupun pendidikan di luar sekolah.

Dalam difinis9 sempit tentang pendidikan terletak pada kuatnya campur

tangan pendidik dalam proses pendidkan, sehingga pendidikan lebih merupakan

kegiatan mengajar bukan kegiatan belajar. Otoritas pendidik memiliki peran yang

sangat penting dalam hal ini.

Untuk menjembatani hal ini muncullah difinisi alternatif yang

menggabungkan difinisi sempit dan luas, dengan menghilangkan kelemahan-

kelemahannya. Di sini difinisi alternatif memiliki pengertian tentang pendidikan

yang sangat luas baik pendidikan di dalam sekolah maupun diluar sekolah dengan

menggunakan tujuan-tujuan tertentu sebagai patokannya. Pengajar diharap

mengurangi otoritasnya dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya

pada si belajar untuk mendapatkan pengalaman belajar yang seluas-luasnya.

Semangat difinisi alternatif dapat dilihat pada UUSPN No. 2 tahun 1989

pasal 1 ayat 1 dengan rumusan sebagai berikut: “pendidikan adalah usaha sadar

untuk mempersiapkan peserta didik melalui kegiatan pengajaran, bimbingan,

dan/atau latihan bagi perannya di masa yang akan datang.”

C. Metodologi Ilmu Pendidikan

Metodologi Ilmu pendidikan, adalah kajian yang membahas tentang hakikat

cara kerja dalam menyusun ilmu pendidikan.

Dari berbagai hasil riset yang telah dilakukan oleh para tokoh melahirkan

teori-teori riset, yang kemudian menjadi batang tubuh penyusunan ilmu

pendidikan.

Dasar yang digunakan dalam penentuan riset ilmu pendidikan adalah metode

induksi dan metode deduksi.

Menurut Aristoteles metode induksi akan terbetuk generalisasi-generalisasi

(kesimpulan-kesimpulan) berdasar pengalaman penginderaan. Aristoteles juga

mengemukakan bahwa induksi memiliki dua tipe, yaitu: 1. perhitungan sederhana,

dan 2. induksi intuitif.

Dalam perhitungan sederhana, pernyataan tentang hal atau peristiwa khusus

diambil sebagai dasar untuk sebuah kesimpulan umum. Sedang induksi intuitif

Page 24: FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN …stitmatuban.ac.id/.../TD4.2-FILSAFAT-DLM-KAJIAN-PENDIDIKAN-ISLAM-M....FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN ILMU PENDIDIKAN M. Saifuddin

berisi tentang prinsip-prinsip umum yang dicontohkan dalam gejala tilikan

(insight). Tilikan adalah sebuah kemampuan melihat apa yang esensial dalam data

dari pengalaman indra. Contoh yang diberikan Aristoteles adalah bahwa sisi

terangnya bulan tertuju pada matahari. Karena dia menarik kesimpulan bahwa

bulan dapat bersinar karena cahaya matahari yang dipantulkan.

Metode deduksi menetapkan bahwa kesimpulan umum yang ditarik melalui

induksi dapat dipergunakan sebagai premis-premis untuk deduksi dari pernyataan-

pernyataan tentang observasi yang pertama.

Hasil penelitian ilmiah Aristoteles tentang benda ruang angkasa

disempurnakan oleh para ilmuan dengan menambahkannya dengan silogisme

(mencari kesimpulan dari pernyataan umum/mencari kesimpulan dari pernyataan

khusus).

Kenyataan yang harus diakui dalam pengambilan kesimpulan adalah bahwa

penentuan premis-premis lah yang menjadi tolak ukur ketepatan dalam

pengambilan keputusan. Premis-premis tersebut akan dihubungkan oleh term-

term dari subyek ke predikat yang akan akan dibuktikan. Misal:

Eulid dan Archimides mengembangkan konsep sistimatis deduktif. Mereka

mengajukan tiga buah konsep, yaitu: 1. bahwa aksioma-aksioma dan dalil-dalil

berhubungan secara deduktif, 2. bahwa aksioma-aksioma sendiri merupakan

kebenaran yang benar tanpa pembuktian, 3. bahwa dalil-dalil sesuai dengan hasil-

hasil observasi.

Keragaman pola pengamatan (riset) ini melahirkan berbagai dua metode,

yaitu; metode kuantitatif dan metode kualitatif tentang ilmu pendidikan, sekaligus

melahirkan berbagai konsep ilmiah tentang hakikat manusia idaman atau manusia

idaman. Konsep-konsep tersebut didorong oleh perkembangan pemikiran dalam

lapangan riset itu sendiri. Sehingga muncullah konsep umum: manusia sebagai

Semua bintang adalah benda-benda angkasa yang telah bersinar Semua planet adalah bintang

Maka: Semua planet adalah benda-benda angkasa yang terusbersinar

Page 25: FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN …stitmatuban.ac.id/.../TD4.2-FILSAFAT-DLM-KAJIAN-PENDIDIKAN-ISLAM-M....FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN ILMU PENDIDIKAN M. Saifuddin

animal rasionale, animal sociale, animal symbolicum, homo sapiens, homo

homini lupus, dan sebagainya.

D. Aksiologi Ilmu Pendidikan

Aksiologi Ilmu pendidikan, adalah kajian yang membahas tentang hakikat

nilai kegunaan teoritis dan praktis ilmu pendidikan. Dengan kata lain Aksiologi

Ilmu Pendidikan bisa disebut juga sebagai hasil dari ilmu pendidikan yang berupa

konsep-konsep ilmiah tentang aspek-aspek dan dimensi-dimensi pendidikan

sebagai salah satu gejala kehidupan manusia.

Konsep yang dihasilkan Ilmu pendidikan, secara langsung atau tidak

langsung dapat berguna bagi upaya peningkatan kelancaran dan keberhasilan

praktik pendidikan, baik dalam bentuk kegiatan pendidikan maupun pengelolaan

pendidikan. Pengenalan yang mantap tentang konsep konsep ilmiah pendidikan

akan menumbuhkan kepercayaan diri atau keyakinan pendidik/pengelola

pendidikan dalam melaksanakan tugas.

Diantara kegunaan dari penguasaan tentang konsep ilmu pendidikan adalah:

1. Memberikan dasar, latar belakang dan keahlian akademik bagi

pendidik/pengelola pendidikan. Sebagai sarana peningkatan mutu dan kualitas

pendidikan.

2. Memberikan pedoman dasar kerja pendidik/pengelola dalam melaksanakan

tugas dalam pengenalan diri bagi pendidik. Pengenalan diri disebut emotional

intellegent yang membahas tentangkemampuan-kemampuan: a. Mengetahui

emosi diri sendiri (emotional intellegent), b. mengatur emosi yang bergejolak

(managing emotional), c. memotifasi diri sendiri (motivating oneself), d.

merasakan emosi orang lain atau empati (recognizing emotions in others), e.

Menangani hubungan dengan orang lain (handling relationship)

3. Membentuk karakter profesional pada pendidik yang akan berhubungan

dengan efektifitas bagi guru dalam mengajar yang akan mempengaruhi

kemampuan-kemampuan: a. Menerangkan topik ajar, b. menyajikan tentang

mata pelajaran, c. mengorganisasikan secara sistimatis mata pelajaran, d.

berekspresi, e. Membangkitkan minat dan dorongan siswa.

Page 26: FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN …stitmatuban.ac.id/.../TD4.2-FILSAFAT-DLM-KAJIAN-PENDIDIKAN-ISLAM-M....FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN ILMU PENDIDIKAN M. Saifuddin

4. Mendorong penguasaan teknologi dalam praktik pendidikan.

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Filsafat secara etimologi memiliki arti philos dan sophos yaitu cinta dan

pengetahuan/kebijaksanaan. Sedangkan secara epistemologi filsafat berarti

ilmu pengetahuan yang komprehensif yang berusaha memahami persoalan-

persoalan yang timbul di dalam keseluruhan rung lingkup kehidupan manusia.

2. Peran filsafat dalam pendidikan Islam adalah untuk menjawab empat

pertanyaan yaitu; a. apakah yang dapat diketahui (metafisika), b. apakah yang

boleh kita kerjakan (etika), c. sampai dimanakah pengharapan kita (agama),

dan d. apakah yang dinamakan manusia (antropologi)

3. Aliran-filsafat dalam pendidikan meliputi; aliran progressivieme, aliran

Esensialisme, aliran perennialisme, aliran rekonstruksionalisme, dan aliran

eksistensialisme.

4. Obyek filsafat ilmu pendidikan adalah; Ontologi ilmu pendidikan,

Epistemologi ilmu pendidikan, metodologi ilmu pendidikan, dan aksiologi

ilmu pendidikan.

B. Saran

1. Pengetahuan makna dan pemahaman tentang filsafat akan sangat membantu

seseorang dalam mempelajari ilmu fisafat itu sendiri, termasuk filsafat ilmu

pendidikan

2. Hendaknya Peran filsafat dikembangkan dalam kaitannya dalam kaitannya

dengan upaya menjawab pertanyaan-pertanyaan manusia seputar; metafisika,

etika, agama, dan antropologi.

3. Perlu kiranya memahami sekaligus mencoba mengembangkan potensi peserta

didik dalam proses pendidikan dengan berpijak pada aliran-aliran dalam

filsafat pendidikan.

Page 27: FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN …stitmatuban.ac.id/.../TD4.2-FILSAFAT-DLM-KAJIAN-PENDIDIKAN-ISLAM-M....FILSAFAT DALAM KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN ILMU PENDIDIKAN M. Saifuddin

4. Lapangan kajian tentang filsafat ilmu pendidikan Islam kiranya sangat

membutuhkan kajian ulang agar tidak terjadi kesenjangan antara masing-

masing obyek yang digarap.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Syaibani, Filsafat Pendidikan Islam. (alih bahasa) Hasan Langgulung, Jakarta,Bulan Bintang, 2007

Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan, Yayasan Penerbit FIP IKIP Jakarta, 1982

Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan (manusia, filsafat, danpendidikan), 2009

M. Noorsjam, Pengantar Filsafat Pendidikan, FIP IKIP Malang, 1978

Muzairi, Filsafat Umum, Teras, Yogyakarta, 2009

Redja Mudyahardjo, Filsafat Ilmu Pendidikan, Remaja Rosda Karya, Bandung,2008

Sidi Gazalba, Sistimatika Filsafat, Bulan Bintang, Jakarta 1973

Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam (cetakan ke 4), Bumi Aksara, Jakarta,2008