Sebuah Kajian Mengenai Pendidikan Kewarganegaraan di Australia
-
Upload
yogyakarta-state-university -
Category
Education
-
view
373 -
download
0
Transcript of Sebuah Kajian Mengenai Pendidikan Kewarganegaraan di Australia
Seediscussions,stats,andauthorprofilesforthispublicationat:https://www.researchgate.net/publication/311966415
SebuahKajianMengenaiPendidikanKewarganegaraandiAustralia
WorkingPaper·June2016
DOI:10.13140/RG.2.2.17683.68647
CITATIONS
0
READS
2,917
1author:
Someoftheauthorsofthispublicationarealsoworkingontheserelatedprojects:
TheProblemsofImplementingScientificApproachFacedbyCivicsandCitizenshipEducation
TeacheratSMPNegeri1GrujuganViewproject
InternationalPerspectiveofCivicsandCitizenshipEducationViewproject
ManikSukoco
UniversitasNegeriYogyakarta
22PUBLICATIONS0CITATIONS
SEEPROFILE
AllcontentfollowingthispagewasuploadedbyManikSukocoon29December2016.
Theuserhasrequestedenhancementofthedownloadedfile.Allin-textreferencesunderlinedinblueareaddedtotheoriginaldocument
andarelinkedtopublicationsonResearchGate,lettingyouaccessandreadthemimmediately.
SEBUAH KAJIAN MENGENAI PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN DI AUSTRALIA
OLEH
MANIK SUKOCO
NIM 15730251008
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan Perspektif Internasional
Dosen Pengampu: Dr. Samsuri, M.Ag
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2016
DAFTAR ISI
BAB I ........................................................................................................................ 1
A. Tujuan Kurikulum, Organisasi, dan Struktur ............................................... 1
B. Pendekatan Pengajaran dan Pembelajaran ................................................. 3
C. Spesialisasi dan Pelatihan Guru................................................................... 3
D. Penggunaan Buku Teks dan Sumber Daya Lainnya ................................ 3
E. Pengaturan Penilaian ................................................................................... 4
F. Perkembangan Saat Ini dan Masa Depan .................................................... 4
G. Alasan Pemilihan Negara ............................................................................. 6
BAB II ...................................................................................................................... 8
A. Profil Negara ................................................................................................ 8
B. Praktek Pendidikan Kewarganegaraan di Australia ................................... 10
1. Perubahan Situasi Sosial dan Politik Australia, dalam Kaitannya dengan
Kewarganegaraan dan Pendidikan Kewarganegaraan ................................... 10
2. Sejarah dan Konstruksi Pendidikan Kewarganegaraan di Australia ...... 12
3. Kurikulum Formal ................................................................................... 14
4. Praktek dan Konten Pendidikan Kewarganegaraan ............................... 15
5. Masalah dan Tantangan dalam Pendidikan Kewarganegaraan di
Australia .......................................................................................................... 17
6. Masa Depan Pembelajaran Civic dan Citizenship Education (CCE) di
Australia .......................................................................................................... 18
7. Perbandingan Kualitas Lulusan (Australia Benchmarking) .................. 18
BAB III .................................................................................................................. 22
A. Kesimpulan ................................................................................................ 22
B. Saran .......................................................................................................... 24
REFERENSI .......................................................................................................... 26
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pada tulisan ini, penulis berusaha mengkaji pendidikan kewarganegaraan
di Australia melalui enam pokok kajian, yaitu: a) tujuan kurikulum, organisasi,
dan struktur, b) pendekatan pembelajaran, c) spesialisasi dan pelatihan guru, d)
penggunaan buku teks, e) pengaturan penilaian, f) perkembangan pendidikan
kewarganegaraan saat ini dan pengembangannya di masa mendatang.
Adapun metode yang penulis gunakan adalah menggunakan studi
literatur. Disini penulis merujuk pada jurnal-jurnal, maupun hasil laporan
penelitian dari lembaga yang kredibel untuk mendapatkan hasil yang relevan
dengan subjek yang menjadi bahan kajian penulisan.
A. Tujuan Kurikulum, Organisasi, dan Struktur
Hasil kajian kurikulum yang dilakukan Menteri Pendidikan Australia
(2014) hampir seluruhnya sangat mendukung kewarganegaraan dan pendidikan
kewarganegaraan untuk dimasukkan dalam Kurikulum Australia, meskipun ada
kekhawatiran tentang permasalahan konten yang perlu diajarkan dan saran
untuk penambahan konten tertentu, serta perlunya penekanan untuk beberapa
konten yang sudah ada sebelumnya. Ada dukungan yang sangat kuat terutama
dari Law Society of Western Australia dan Civic Education Reference Group
untuk menjadikan kurikulum pendidikan kewarganegaraan wajib diajarkan pada
anak berusia 10 tahun. Namun, ada usulan lain bahwa CCE wajib dipelajari untuk
anak berusia 12 tahun. Kewarganegaraan pada umumnya dianggap memiliki
tujuan yang menyeluruh untuk mendidik siswa tentang apa artinya menjadi
warga negara dan membekali mereka dengan pengetahuan dan keterampilan
untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat.
Sebuah definisi yang komprehensif disampaikan oleh Constitution
Education Fund:
Pendidikan kewarganegaraan adalah proses pembelajaran formal maupun
informal tentang warisan politik dan sosial Australia, sistem
pemerintahan, proses dan nilai-nilai demokrasi, administrasi publik, serta
sistem peradilan.
Kewarganegaraan dan Pendidikan Kewarganegaraan mempromosikan
pengetahuan tentang warisan demokrasi Australia, lembaga-lembaga politik dan
hukum, serta masyarakatnya sehingga generasi muda dapat berpartisipasi dan
mendapatkan informasi sebagai warga negara. Hal ini juga mendorong
2
pembentukan keterampilan, nilai-nilai, dan watak kewarganegaraan aktif yang
akan membantu mereka untuk berpartisipasi dalam komunitas dan dalam
kehidupan demokrasi Australia (Eddington & Ambrose, 2010: 3).
Deklarasi Tujuan Pendidikan untuk Pemuda Australia, yang dikeluarkan
oleh Menteri Australia untuk Pendidikan pada 5 Desember 2008, memuat
komitmen untuk mendukung pemuda Australia untuk menjadi warga negara
aktif dan warga negara informatif. Kewarganegaraan dan Pendidikan
Kewarganegaraan di sekolah dimaksudkan untuk memastikan bahwa semua
pemuda Australia dapat berkontribusi pada pembaharuan demokrasi
berkelanjutan di Australia. Deklarasi tersebut menyatakan bahwa yang dimaksud
dengan warga negara aktif yaitu:
a. Warga negara yang bertindak dengan integritas moral dan etika.
b. Warga negara yang mampu menghargai perbedaan sosial, budaya,
bahasa, dan keragaman agama di Australia, serta memiliki pemahaman
tentang sistem pemerintahan, sejarah, dan budaya Australia.
c. Warga negara yang mampu memahami dan mengakui nilai adat budaya
dan memiliki pengetahuan, keterampilan, serta pemahaman untuk
berkontribusi dan mendapatkan manfaat dari rekonsiliasi antara kaum
adat dan non-adat Australia.
d. Warga negara yang berkomitmen untuk mewujudkan nilai-nilai nasional
demokrasi, pemerataan dan keadilan, serta berpartisipasi dalam
kehidupan sipil Australia.
e. Warga negara yang mampu berhubungan dan berkomunikasi lintas
budaya, terutama dengan budaya dan negara-negara Asia.
f. Warga negara yang mampu bekerja untuk kebaikan bersama serta
meningkatkan lingkungan alam dan sosial di Australia (Eddington &
Ambrose, 2010: 3).
Lebih lanjut, deklarasi ini menyarankan Pemerintah Persemakmuran
untuk bekerjasama dengan semua sektor sekolah dalam mengembangkan
kurikulum kelas dunia (world class curriculum) yang mendukung generasi muda
Australia untuk menjadi warga negara aktif (Eddington & Ambrose, 2010: 3).
Secara umum deklarasi tersebut mencatat bahwa kurikulum Australia:
… akan mendukung siswa untuk berhubungan baik dengan orang lain dan menumbuhkan pemahaman masyarakat Australia, kewarganegaraan dan nilai-nilai nasional, termasuk melalui studi Kewarganegaraan dan Pendidikan Kewarganegaraan.
3
B. Pendekatan Pengajaran dan Pembelajaran
Adapun fokus dari dimensi civics dan citizenship education (CCE) di
Australia yaitu mendorong dan memandu peserta didik untuk membangun
peluang di kelas, sekolah, dan masyarakat, membentuk watak kewarganegaraan,
serta mendorong siswa untuk berpartisipasi dalam lingkungannya. Oleh karena
itu, guru diharapkan mampu memberikan kesempatan bagi siswa untuk dapat
berpartisipasi di kelas dan terlibat aktif dalam komunitas masyarakat. Guru juga
dapat membantu siswa untuk mempraktekkan pengetahuan dan nilai-nilai dari
kurikulum formal, serta membantu mereka untuk membuat koneksi antara
kewarganegaraan dan pembelajaran kewarganegaraan menurut pengalaman
mereka sendiri. Partisipasi aktif dalam pembelajaran maupun dalam masyarakat
memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan keterampilan
kewarganegaraan serta memberikan mereka kesempatan untuk terlibat dan
membentuk nilai-nilai karakter diri dalam interaksi yang bermakna dengan
orang lain (Eddington & Ambrose, 2010: 4).
Adapun strategi yang dilakukan dalam pembelajaran di Australia yaitu:
a. Praktek kelas yang mendorong pengembangan dan penerapan demokrasi
melalui situasi kelas yang demokratis.
b. Praktek di luar kelas yang mendorong keterlibatan aktif dari semua siswa
dalam partisipasi demokratis di sekolah melalui pelatihan kepemimpinan
dan peran pengambilan keputusan.
c. Partisipasi dalam komunitas yaitu dengan membentuk dan mendorong
partisipasi siswa dalam pelayanan belajar dan dewan lokal proyek,
penggalangan dana, dan kampanye keadilan sosial (Eddington &
Ambrose: 4).
C. Spesialisasi dan Pelatihan Guru
Panduan Discovering Democracy dan pelatihan pengembangan guru
profesional disebar dan dilakukan di semua negara dan wilayah territorial
Australia untuk memastikan kesuksesan program.
Guru diberikan pemahaman secara menyeluruh mengenai konsep
Discovering Democracy sehingga mampu terlibat dalam pendekatan pedagogis
untuk mengembangkan pemahaman siswa tentang Australia, lembaga-lembaga,
sejarah, nilai-nilai, dan proses demokrasi.
D. Penggunaan Buku Teks dan Sumber Daya Lainnya
Buku yang digunakan berbentuk modul yang berisi panduan instruksional
4
mengenai:
a. Praktek pembelajaran di kelas meliputi kegiatan pengembangan dan
operasional pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dalam kelas yang
demokratis.
b. Praktek pembelajaran di luar kelas yang mendorong keterlibatan aktif
dari semua siswa dalam partisipasi demokratis di sekolah melalui
pelatihan kepemimpinan dan peran pengambilan keputusan.
c. Partisipasi dalam komunitas yang membentuk dan mendorong partisipasi
siswa dalam pelayanan belajar, proyek kewarganegaraan lokal,
penggalangan dana, maupun kampanye keadilan sosial (Eddington &
Ambrose, 2010: 4).
E. Pengaturan Penilaian
The Australian Curriculum, Assessment and Reporting Authority
(ACARA) telah didirikan untuk mengembangkan kurikulum nasional secara ketat
dari TK sampai pada usia 12 tahun. Awalnya penilaian ini hanya diperuntukkan
untuk mata pelajaran Bahasa Inggris, Matematika, Ilmu Pengetahuan, dan
Sejarah. Namun kemudian juga diperuntukkan untuk mata pelajaran Geografi,
Bahasa, dan Seni. Perkembangan kurikulum Australia dalam mata pelajaran
Sejarah dan Geografi juga turut mendukung pembelajaran CEE di Australia.
Tes nasional CEE dilakukan melalui Program Penilaian Nasional
Pendidikan Kewarganegaraan setiap tiga tahun pada sampel siswa kelas 6 dan
kelas 10. Tes ini pertama kali dilakukan pada tahun 2004 dan tes kedua diadakan
pada tahun 2007.
Namun pada saat ini, penilaian pendidikan kewarganegaraan di negara-
negara dan wilayah dilakukan dan diinformasikan oleh National Statements of
Learning for Civics and Citizenship (Laporan Nasional Pembelajaran untuk
Kewarganegaraan dan Pendidikan Kewarganegaraan), yang dilaksanakan sejak
Januari 2008. Laporan evaluasi ini mendokumentasikan ranah keterampilan,
pengetahuan, dan kapasitas pemahaman civics dan citizenship. Seluruh generasi
muda Australia, harus memiliki kesempatan untuk mengikuti evaluasi
pembelajaran ini pada akhir kelas 3, 5, 7 dan 9 (Eddington & Ambrose 2010: 5-6).
F. Perkembangan Saat Ini dan Masa Depan
Pendidikan kewarganegaraan ini telah diperkenalkan oleh pemerintah di
berbagai negara dan perbandingan internasional termasuk di Australia untuk
menambah wawasan yang berguna dalam rangka memahami berbagai isu
5
kewarganegaraan, termasuk pengembangan kebijakan serta pelaksanaan inisiatif
baru dengan mengacu pada pengembangan profesional dan belajar siswa
(misalnya Torney-Purta et al., 2001).
Ian Davies (2008) berpendapat bahwa pengenalan pendidikan
kewarganegaraan secara umum merupakan reaksi kebutuhan yang dirasakan
untuk menanggapi hubungan politik baru baik di dalam maupun antar negara
dan keinginan untuk mengembangkan lebih banyak pengetahuan serta
partisipasi aktif dalam norma-norma sosial yang ada.
Pemerintah Australia telah mendukung penerapan kewarganegaraan dan
pendidikan kewarganegaraan di sekolah melalui Discovering Democracy (1997-
2004), selanjutnya Civics and Citizenship Education (CCE) Program (sejak
2004), dan the Parliament and Civics Education Rebate (PACER) Program
(sejak 2006).
Discovering Democracy merupakan salah satu perkembangan yang
mendasar dalam CCE di Australia. Materi ini diajarkan untuk sekolah dasar
(primary school) dan sekolah menengah (middle school). Panduan Discovering
Democracy dan pelatihan pengembangan guru profesional dilakukan di semua
negara dan wilayah territorial Australia untuk memastikan kesuksesan program
Discovering Democracy tersebut. Guru diberikan pemahaman secara
menyeluruh mengenai konsep dan materi Discovering Democracy, sehingga
mampu terlibat dalam pendekatan pedagogis untuk mengembangkan
pemahaman siswa tentang lembaga-lembaga demokrasi, sejarah, nilai-nilai, dan
proses demokrasi di Australia.
Pada bulan April 1999, Menteri Pendidikan Negara dan Persemakmuran
(Territory and Commonwealth Ministers of Education) mengadakan pertemuan
di Dewan Kesepuluh Menteri Pendidikan, Ketenagakerjaan, Pelatihan dan
Urusan Pemuda (Ministerial Council on Education, Employment, Training and
Youth Affairs), dan menyetujui diterapkannya National Goals for Schooling in
the Twenty-First Century. Hasil referensi ini menghasilkan dua tujuan yaitu: 1)
Siswa harus memiliki kapasitas untuk melakukan penilaian serta bertanggung
jawab dalam hal moralitas, etika, dan keadilan sosial, memiliki kemampuan
untuk memahami dunia mereka, untuk berpikir tentang bagaimana
menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri, membuat keputusan yang
rasional dan mendapatkan informasi tentang kehidupan mereka, serta menerima
tanggung jawab atas tindakan mereka sendiri; 2) Ketika siswa meninggalkan
sekolah, mereka harus menjadi warga negara yang aktif dan memiliki
6
pemahaman serta apresiasi terhadap sistem pemerintahan Australia dan
kehidupan masyarakat sipil (Ministerial Council on Education, Employment,
Training and Youth Affairs, 1999: 15).
G. Alasan Pemilihan Negara
Australia merupakan subjek Negara yang menarik untuk diteliti karena
sampai saat ini Australia masih merupakan Negara monarki konstitusional
dengan pembagian kekuasaan federatif. Pemerintah Australia menganut sistem
parlementer dengan Ratu Elizabeth II sebagai puncak kepemimpinannya.
Kennedy (2008) menjelaskan bahwa kebangkitan Kewarganegaraan
Pendidikan Kewarganegaraan (CCE) di Australia dimulai pada sekitar tahun
1997-an yang mendapatkan dukungan dari mayoritas partai politik dan segala
level pemerintahan. Politik Australia pada awal tahun 1990-an dibawah
pemerintahan Perdana Menteri Paul Keating siap membuka diri dan mulai
mempersiapkan diri untuk menjadi negara republik sejalan dengan rekonsiliasi
dengan Negara-negara Asia dan turut andil dalam kehidupan global. Namun hal
ini tidak terlaksana ketika pada tahun 1996, Perdana Menteri Paul Keating
digantikan oleh Koalisi Konservatif di bawah pimpinan John Howard.
Pemerintahan Australia lalu kembali lagi merujuk pada sistem pemerintahan
tahun 1950-an yang terpengaruh oleh sistem pemerintahan Inggris dan Eropa.
Perubahan situasi politik yang terjadi di Australia ternyata juga
mempengaruhi kebijakan pemerintah, termasuk juga kebijakan pemerintah
mengenai CCE. Dua situasi politik yang cukup mempengaruhi arah kebijakan
public Pemerintah Australia pada tahun 2000-an adalah Pengeboman WTC pada
tanggal 11 September 2001 di New York dan Bom Bali pada 12 Oktober 2002.
Kejadian tersebut mendorong Pemerintahan untuk mempertimbangkan
pendekatan tradisional konservatif untuk menciptakan stabilitas pemerintahan
dan keamanan Negara.
Setelah dua kejadian yang cukup mengejutkan dunia internasional
tersebut, Australia juga terlibat dalam dua peperangan yaitu Perang Afganishtan
dan Iraq dan ikut juga andil dalam operasi perdamaian PBB di Kawasan Timor-
Timur dan Kepulauan Solomon.
Imbas sosial yang terjadi di berbagai negara setelah kejadian 11
September 2001 di New York cukup beragam. Sejak saat itu, kaum muslim
mendapatkan tekanan yang cukup besar dari dunia internasional. Ketakutan
terhadap Islam (Islamophobia) muncul di berbagai negara, termasuk Australia.
7
Namun di sisi lain, kejadian tersebut juga membuka mata dunia akan perlunya
penghargaan akan hak-hak asasi manusia dan kebebasan yang diusung oleh
demokrasi liberal. Hak-hak asasi yang menjadi cukup sering dibicarakan pasca
kejadian 11 September 2001 adalah hak hidup, hak untuk mendapatkan
perlakuan yang setara di mata hukum, asas praduga tak bersalah, serta hak untuk
mendapatkan pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan tanpa memandang agama
maupun ras yang dianut. Keprihatinan akan situasi sosial politik yang terjadi
setelah kejadian 11 September 2001 ini kemudian mendorong lahirnya kalangan
Neo-Conservative di Australia.
Gerakan kaum konservatif ini bahkan kemudian meluas dan secara
fundamental merubah ranah politik dan sosial di Australia, terutama setelah
terpilihnya Perdana Menteri Ruud Labor pada Bulan November Tahun 2007.
Dinamika politik pada negara Australia inilah yang cukup menarik untuk
dijadikan bahan kajian, terutama dalam kaitannya dengan kebijakan pemerintah
dalam pengembangan kewarganegaraan serta pendidikan kewarganegaraan.
8
BAB II
PEMBAHASAN
A. Profil Negara
Australia, resminya disebut Persemakmuran Australia, adalah sebuah
negara di belahan selatan yang terdiri dari daratan utama benua Australia, Pulau
Tasmania, dan berbagai pulau kecil di Samudra Hindia, dan Samudra Pasifik
(Department of Immigration and Citizenship, 2007: 8-9).
Pada tahun 1606, imigran Eropa yang datang ke Benua Australia adalah
orang-orang Belanda. Namun di akhir abad ke-18, Inggris menduduki benua ini,
dan menjadikannya sebagai tempat pembuangan para pelaku kriminal. Pada
pertengahan abad ke-19, ditemukan tambang emas di Australia sehingga benua
itu pun ramai didatangi para imigran. Sejak itu pula, mereka memperjuangkan
kemerdekaan untuk mengatur sendiri Australia, terlepas dari kontrol Inggris.
Hingga kini, Australia tergabung dalam Persemakmuran Inggris (Department of
Immigration and Citizenship, 2007: 16-18).
Setelah ditemukan oleh penjelajah Belanda pada 1606, paruh timur
Australia diaku sebagai milik Britania pada 1770, dan mulai diduduki sejak
penentuan koloni tahanan di New South Wales, yang secara resmi didirikan pada
7 Februari 1788 (meskipun kepemilikan formal baru dinyatakan pada 26 Januari
1788). Populasi bertambah secara statis selama beberapa dasawarsa; benua ini
dijelajahi, dan setelah itu didirikanlah lima Koloni Mahkota lagi yang
berpemerintahan mandiri (Marsh, 2010: 9).
Pada 1 Januari 1901, kelima koloni ini berubah menjadi federasi, dan
didirikanlah Persemakmuran Australia. Sejak zaman federasi, Australia telah
memelihara sistem politik demokrasi liberal yang stabil, dan menjadi bagian dari
dunia persemakmuran (Statute of Westminster Adoption Act 1942, 2004: 1-5).
Populasi penduduk Australia sebanyak 22 juta jiwa, yang hampir 60%-
nya terpusat atau berada di dekat pusat-pusat pemerintahan negara-negara
bagian di daratan utama; yakni Sydney, Melbourne, Brisbane, Perth, dan
Adelaide. Ibu kota negara ini adalah Canberra, di Teritorial Ibukota Australia.
Hampir 56% populasi Australia menetap di Victoria atau New South Wales, dan
hampir 77% menetap di pantai timur daratan utama (Marsh, 2010: 28-34).
Sebagai sebuah negara maju yang makmur, Australia adalah Negara
dengan perekonomian terbesar ketiga belas di dunia. Australia berperingkat
tinggi dalam banyak perbandingan kinerja antarbangsa seperti pembangunan,
mutu kehidupan, perawatan kesehatan, harapan hidup, pendidikan umum,
9
kebebasan ekonomi, perlindungan kebebasan sipil, dan hak-hak politik (Marsh,
2010: 40-41).
Australia adalah negara monarki konstitusional dengan pembagian
kekuasaan federatif. Pemerintah Australia menganut sistem parlementer dengan
Ratu Elizabeth II sebagai puncak kepemimpinannya. Peran Ratu Elizabeth II
sebagai Ratu Australia merupakan suatu peran yang berbeda dengan
kedudukannya sebagai ratu bagi negara-negara persemakmuran lainnya. Ratu
menetap di Britania Raya, dan dia diwakili oleh utusan yang menetap di Australia
(Gubernur Jenderal pada level federal dan oleh Gubernur pada level negara
bagian), yang menurut konvensi bertindak menurut nasihat menteri-menterinya.
Otoritas eksekutif tertinggi berada pada Konstitusi Australia, tetapi kekuasaan
untuk menjalankan pemerintahan diserahkan kepada Gubernur Jenderal
(Department of Immigration and Citizenship, 2007: 22-23).
Terdapat tiga cabang pemerintahan di Australia yaitu:
1. Legislatif: Parlemen Australia yang terdiri dari Gubernur-Jenderal, Senat,
dan Dewan Perwakilan.
2. Eksekutif: Dewan Eksekutif Federal; praktisnya adalah Gubernur-
Jenderal yang dinasihati oleh Perdana Menteri, dan Menteri-Menteri
Negara.
3. Yudikatif: Mahkamah Agung Australia, dan pengadilan-pengadilan
federal lainnya, yang para hakimnya diangkat oleh Gubernur-Jenderal
berdasarkan nasihat Dewan (Department of Immigration and Citizenship,
2007: 24).
Australia mempunyai parlemen yang bikameral, masing-masing
kamarnya adalah Senat, dan Dewan Perwakilan Rakyat. Di dalam Senat (majelis
tinggi), terdapat 76 senator: yakni dari enam negara bagian masing-masing
dikirimkan 12 wakil, sedangkan dari dua teritorial masing-masing dikirimkan
dua wakil. DPR (majelis rendah) terdiri dari 150 anggota yang dipilih dari 150
elektorat, artinya dari satu elektorat dikirim hanya satu wakil. Elektorat (atau
disebut juga kursi) dialokasikan ke negara-negara bagian menurut basis populasi,
dengan ketentuan tiap-tiap negara bagian asli diberi jaminan untuk memperoleh
minimal lima kursi. Pemilihan untuk masing-masing kamar biasanya
diselenggarakan setiap tiga tahun sekali secara serempak, para senator memiliki
masa jabatan yang tumpang tindih selama enam tahun, kecuali yang berasal dari
teritorial, yang masa jabatannya tidak ditetapkan tetapi terikat dengan daur
pemilihan majelis rendah; dengan demikian hanya 40 dari 76 kursi di Senat
10
dilibatkan ke dalam pemilihan kecuali jika daur pemilihan diganggu oleh
pembubaran kembar (Department of Immigration and Citizenship, 2007: 24-25).
Ada dua kelompok politik utama yang telah lazim membentuk
pemerintahan, di level federal maupun negara bagian: Partai Buruh Australia,
dan Partai Koalisi yang merupakan pengelompokan resmi Partai Liberal
Australia, dan mitra kecilnya, Partai Nasional Australia. Anggota-anggota
independen, dan beberapa partai kecil – termasuk di antaranya Partai Hijau
Australia, dan Partai Demokrat Australia – memiliki wakilnya di parlemen
Australia, terutama di majelis tinggi. Setelah pemilihan kepemimpinan Partai
Buruh Australia tahun 2010, Julia Gillard menjadi Perdana Menteri perempuan
pertama pada bulan Juni 2010. Pemilihan umum federal diselenggarakan pada 21
Agustus 2010, dan tidak ada partai yang menjadi mayoritas mutlak dalam kurun
waktu 50 tahun terakhir. Julia Gillard mampu membentuk pemerintahan buruh
minoritas dengan sokongan dari kaum independen.
B. Praktek Pendidikan Kewarganegaraan di Australia
1. Perubahan Situasi Sosial dan Politik Australia, dalam Kaitannya
dengan Kewarganegaraan dan Pendidikan Kewarganegaraan
Pada masa Pemerintahan Perdana Menteri Paul Keating, diluncurkan
program pengembangan kewarganegaraan dan pendidikan kewarganegaraan
yang disebut dengan Discovering Democracy. Fokusnya adalah untuk
memastikan generasi muda untuk sadar akan apresiatif terhadap institusi-
institusi pemerintahan serta sadar akan sejarah masa lalu yang membentuk
Australia hari ini (Kennedy, 2008: 183).
Namun Kemp yang merupakan Profesor Politik di Monash University
pada saat itu berdiri menjadi pihak oposisi dan giat melakukan serangan pada
Pemerintahan Paul Keating, terkait dengan isu-isu identitas nasional dan
wawasan kebangsaan. Kemp menyerang Paul Keating dalam topik mengenai
Bendera Australia, konstitusi, dan akhirnya sejarah Negara. Kemp saat itu
berpendapat bahwa kebijakan-kebijakan liberal yang diambil oleh pemerintah
Paul Keating terutama dalam kaitannya dengan niat pemerintah untuk
merangkul liberalisme dan globalisme, merupakan serangan pada identitas
nasional Australia. Kemp beranggapan bahwa kebijakan pemerintah Australia
tidak boleh didasarkan pada tren serta perkembangan politik negara lain. Lebih
lanjut, Kemp memandang pentingnya penyusunan kembali kerangka mengenai
konsep pendidikan kewarganegaraan yang sesuai dengan keinginan pendiri,
sebuah negara demokrasi yang tidak paralel dengan dunia lain. Kemp
11
memaparkan bahwa demokrasi Australia berpijak pada tradisi Inggris Raya dan
Eropa serta seragam dengan nilai kewarganegaraan mereka (Kemp, 1994: 12).
Pandangan Kemp ini lalu dirujuk oleh Perdana Menteri John Howard
yang lebih condong pada bentuk pemerintahan monarki konstitusional
sebagaimana yang dianut oleh Kerajaan Inggris dan bukan pada bentuk
pemerintahan republik.
Ketika Pemerintahan Paul Keating menjabat, terjadi tuntutan yang
mendorong perubahan bentuk Negara Australia menjadi bentuk Negara
Republik. Gelombang ini cukup besar sehingga sempat dilaksanakan referendum.
Walaupun rakyat bersemangat untuk mengadopsi prinsip-prinsip demokrasi dan
mulai terbuka akan perubahan paradigma global, namun perubahan bentuk
konstitusi negara merupakan soal lain. Akibatnya, setelah melalui beberapa
tahap kampanye, Partai Republik lalu kehilangan banyak sekali dukungan
terutama ketika mulai mengkampanyekan gagasan mengenai perubahan
konstitusi dasar negara. Hal ini tentunya menimbulkan kekecawaan dari berbagai
kalangan karena selisih suara antara partai yang pro republik dan partai pro
monarki konstitusional tidak begitu signifikan. Sejak saat itu, pemerintahan
Australia lalu kembali pada sistem monarki konstitusional dengan Ratu Elizabeth
II sebagai puncak kepemimpinannya. Partai Konservatif telah menang dan
pendapat Keating telah dikalahkan. Australia lalu kembali pada visi masa lalu
(Kennedy, 2008: 184).
Kejadian Serangan di Gedung World Trade Center pada bulan September
2011 dan Bom Bali Oktober 2002, lalu turut andil dalam mempengaruhi situasi
perpolitikan di Australia. Pemerintahan Australia kemudian bereaksi dengan
memperkuat hubungan multilateral dan unilateral dalam rangka memerangi
terorisme. Demokrasi semakin terjepit. Sejak saat itu, banyak sekali kebijakan
pemerintah terkait dengan politik yang mencederai demokrasi hanya karena
alasan perang melawan terorisme. Musuh demokrasi bukan hanya isu terorisme,
tetapi juga kebijakan internal negara yang diambil pemerintah dalam rangka
memberikan respon terhadap terorisme. Pemerintahan Howard lalu menyatakan
perang terhadap terorisme dan sebagai imbasnya, beberapa hak warga Negara
lalu dibatasi (Hocking, 2003; 2004). Hal ini menimbulkan reaksi yang sangat
keras dari media. Kebijakan Pemerintah Australia pada saat itu lalu menjadi anti-
liberal. Hak hukum khusus bagi kejahatan yang dilakukan oleh anak di bawah
umur misalnya pada saat itu tidak lagi diberlakukan (Hocking, 2004: 91-93).
Fase anti-liberal ini tetap mewarnai kebijakan politik Australia sampai akhir
12
tahun 2007 ketika pemerintahan baru terpilih.
2. Sejarah dan Konstruksi Pendidikan Kewarganegaraan di Australia
Kampanye Australia untuk menghidupkan kembali kewarganegaraan
pendidikan pada masa pemerintahan Paul Keating telah sering disajikan sebagai
bentuk awal kewarganegaraan baru. Sebuah pendekatan untuk mendorong
demokrasi kewarganegaraan yang dapat dibedakan dari kewarganegaraan lama
(Dickson, 1998: 56-57).
Meskipun perbedaan antara pendidikan kewarganegaraan yang lama dan
yang baru dalam ranah pendidikan kewarganegaraan di Australia tidak tepat,
namun sebutan ini adalah titik awal yang cukup berguna untuk menguji
perbedaan orientasi politik dan nilai program dalam pendidikan
kewarganegaraan di Australia (Howard, 2006: 462).
Pendidikan kewarganegaraan di negara ini telah berumur lebih dari satu
abad, dan merupakan bagian penting dari kurikulum dalam sistem sekolah
Australia sampai 1950-an. Namun, Pendidikan Kewarganegaraan tidak pernah
jelas didirikan sebagai subjek independen dan memiliki batas-batas disiplin ilmu
yang ambigu (Thomas, 1994: 162).
Kurikulum pendidikan Australia pada awal dan pertengahan abad kedua
puluh, terfokus pada studi struktur dan proses pemerintahan dari formal dan
perspektif konstitusional, dengan tujuan utama untuk meningkatkan
pengetahuan dan mendorong pengembangan keterampilan masyarakat sipil.
Prioritas CCE adalah mengenai dasar-dasar konstitusional politik, sistem, dan
struktur pemerintahan. Dalam hal ini, ranah kontitif pendidikan
kewarganegaraan Australia tersebut, bisa dianggap sebagai dasar konstruksi
formalistik pendidikan kewarganegaraan (Howard, 2006: 463-464).
Walau berakar pada nilai-nilai konstitusionalisme liberal, pendidikan
kewarganegaraan lama memiliki lebih dari satu wajah politik atau ideologi.
Dalam perihal hak-hak warga negara misalnya, konstruksi kewarganegaraan
lama sering bersifat sangat konservatif (Print, 1996). Adapun pendidikan
kewarganegaraan pada pertengahan abad kedua puluh tampak dirancang untuk
memperkuat status quo dengan menetralisir dukungan potensi tantangan
perubahan-berorientasi pada politik dan tatanan sosial. Ada upaya untuk
membangun masyarakat dan meringankan alienasi politik, sering dicapai melalui
proses indoktrinasi yang bertujuan memastikan warga pasif dan diam (Howard
2006: 461). Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan di New South Wales
misalnya, sama sekali tidak membahas mengenai pentingnya pemikiran kritis
13
dan liberal dalam menyikapi situasi politik, namun dijabarkan sebagai
“…pelajaran dalam hal properti, kerajinan, ketepatan waktu, dan patriotisme
(Howard, 2006: 465-467).”
Konsep CCE di Australia pada sebelum periode tahun 1990-an bersifat
sempit, formalistik, dan legalistik (Gill & Reid, 1999). Bidang kewarganegaraan
disamakan dengan pemilu, partai politik, dan kelompok-kelompok kepentingan
publik yang dibentuk hanya untuk berinteraksi terkait dengan sistem pemilu atau
legislatif (Thomas, 1994).
Namun, pada awal tahun 2003, Ministerial Council on Education,
Employment, Training, and Youth Affair (MCEETYA) mengadakan kesepakatan
untuk mengembangkan instrumen penilaian ujicoba pada bidang Pendidikan
Kewarganegaraan dengan sampel nasional seluruh siswa kelas 6 dan 10, yang
akan dilakukan pada bulan Oktober 2004. Paska kejadian September 2001 dan
Oktober 2002, perhatian masyarakat semakin besar akan studi Kewarganegaraan
dan Pendidikan Kewarganegaraan (CCE). CCE lalu dianggap serius dalam kancah
pendidikan nasional. Sebagai implikasinya, jika sebelumnya pendidikan
kewarganegaraan hanya berfokus pada pemahaman lembaga & proses
kewarganegaraan maka kini, fokus studi kewarganegaraan dan pendidikan
kewarganegaraan diperluas mencakup dua hal yaitu: 1) pemahaman lembaga &
proses kewarganegaraan serta 2) watak & keterampilan untuk partisipasi.
Inilah sebenarnya perbedaan antara wajah kewarganegaraan lama dan
baru di Australia. Wajah kewarganegaraan lama hanya berfokus tentang
demokrasi Australia, sejarah, tradisi, struktur dan proses; budaya demokrasi;
cara masyarakat Australia dikelola, oleh siapa dan untuk apa. Sedangkan wajah
kewarganegaraan baru meliputi pengembangan keterampilan, sikap, keyakinan
dan nilai-nilai yang akan mempengaruhi siswa untuk berpartisipasi, untuk
menjadi dan tetap terlibat dalam partisipasi politik maupun kehidupan
demokrasi (Print, 2010: 26-28)
Pendidikan Kewarganegaraan (CCE) di Australia bukan merupakan
subjek pembelajaran khusus sebagaimana yang ada di Indonesia. Pendidikan
Kewarganegaraan dimaksudkan untuk menghasilkan hasil belajar yang
berhubungan dengan berbagai masalah dan keterampilan, sehingga dapat
bermakna jika dihubungkan ke area pembelajaran. Untuk memiliki dampak
sosial yang lebih besar, maka hasil pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
dibangun ke dalam semua kegiatan dan program kurikuler dan ekstrakurikuler.
Walau Pendidikan Kewarganegaraan bukan merupakan subjek tersendiri namun
14
tim proyek telah menghasilkan sebuah dokumen yang mendefinisikan domain
penilaian. Hal ini telah dilakukan dengan keterlibatan aktif dari para ahli
kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan dari masing-masing Negara dan
Wilayah.
3. Kurikulum Formal
Menanggapi kekhawatiran bahwa tren sosial terkait dengan menurunnya
pengetahuan sipil dan keterlibatan yang melemahnya kewarganegaraan
demokratis dan mengancam sangat kemungkinan pemerintahan yang demokratis
yang bermakna, pendukung pendidikan kewarganegaraan berpendapat bahwa
kurikulum revitalisasi pendidikan kewarganegaraan penting dilakukan untuk
kebangkitan demokrasi. Ada kesepakatan bahwa pendidikan kewarganegaraan
berada di bawah lingkup pendidikan demokrasi. Namun, ketika konten kurikuler
dan masalah pedagogis yang menyinggung hal tersebut secara rinci, kesepakatan
tentang substansi pendidikan kewarganegaraan berakhir, dan apa yang muncul
kemudian adalah berbagai persaingan visi, konten, dan tujuan yang tepat pada
pendidikan kewarganegaraan. Dengan kata lain, kesepakatan retoris pada nilai
materi pendidikan kewarganegaraan hanya berfungsi untuk menyembunyikan
perbedaan pendapat politik yang lebih dalam tentang sifat yang tepat dari
pendidikan kewarganegaraan. Pemerintah Australia belum mampu mengikat
tujuan pendidikan kewarganegaraan untuk visi neo-liberal dan menjabarkan
posisi Australia dalam kancah global. Adapun dalam konteks kehidupan
bermasyarakat, nilai-nilai keterlibatan kritis dan kewarganegaraan demokratis
juga telah banyak ditinggalkan oleh masyarakat (Davies & Evan, 2002).
Pada bulan April 1999, Menteri Pendidikan Negara dan Persemakmuran
(Territory and Commonwealth Ministers of Education) mengadakan pertemuan
di Dewan Kesepuluh Menteri Pendidikan, Ketenagakerjaan, Pelatihan dan
Urusan Pemuda (Ministerial Council on Education, Employment, Training and
Youth Affairs), dan menyetujui diterapkannya National Goals for Schooling in
the Twenty-First Century. Tujuan dari pendidikan kewarganegaraan ditegaskan
oleh Ministerial Council on Education, Employment, Training, and Youth Affair
(1999) yaitu:
…menciptakan siswa yang aktif dan memiliki informasi, pemahaman, dan apresiasi terhadap system pemerintahan Australia serta kehidupan kewarganegaraan. Siswa harus memiliki kapasitas untuk melakukan penilaian dan tanggung jawab dalam hal moralitas, etika dan keadilan sosial, dan kemampuan untuk memahami dunia mereka, untuk berpikir tentang bagaimana hal-hal harus menjadi cara mereka, untuk membuat keputusan yang rasional dan informasi tentang kehidupan mereka dan
15
untuk menerima tanggung jawab atas tindakan mereka sendiri.
Pada rentang tahun 1997-2004, Pendidikan Kewarganegaraan telah
dilaksanakan dengan merujuk dan mengadopsi Program Discovery Democracy.
Proyek ini mendapatkan sokongan dana dari pemerintah sebesar $32 juta,
namun pada kenyataannya, program ini tidak cukup popular di kawasan negara
bagian (Kennedy, 2008: 186).
Hal ini bisa dilihat dari fakta di lapangan, seperti misalnya di New South
Wales, CCE dimasukkan dalam ranah pembahasan mata pelajaran Geografi dan
Sejarah dengan fokus pembahasan pada studi sosial dan institusi politik. Atau di
Queensland, dimana pendidikan kewarganegaraan terintegrasi dalam Studi
Sosial dan Lingkungan dengan lingkup institusi publik, isu-isu lingkungan,
proses alam dan sosial, serta pemeliharaan lingkungan (Kennedy, 2008: 186-
187).
Namun pada Negara Bagian Victoria, CCE menjadi prioritas kurikulum.
Ranah pendidikan kewarganegaraan di Victoria sejalan dengan arah kebijakan
yang tertuang dalam Discovery Democracy yaitu menciptakan siswa yang aktif,
memiliki informasi, pemahaman, dan apresiasi terhadap sistem pemerintahan,
kehidupan kewarganegaraan, serta sejarah negara Australia. Kurikulum di
Victoria juga menuntut pemahaman nilai serta kesadaran akan hak dan tanggung
jawab (Kennedy, 2008: 186-187).
4. Praktek dan Konten Pendidikan Kewarganegaraan
Konten dari pendidikan formal kewarganegaraan di Australia merujuk
pada ketentuan Ministerial Council on Education, Employment, Training, and
Youth Affair (2003) yaitu meliputi:
a. Warisan demokrasi Australia, sistem pemerintahan dan hukum negara
b. Identitas Nasional Australia dari masa ke masa, keragaman budaya, serta
kepaduan sosial.
c. Kemampuan, nilai-nilai, serta partisipasi aktif dalam kehidupan
kewarganegaraan
Sedangkan penilaian Civics dan Citizenship meliputi dua domain
penilaian yaitu: pengetahuan dan pemahaman akan institusi kewargaan dan
prosesnya (knowledge and understanding of civic institution & processes) serta
watak dan kemampuan individu untuk berpartisipasi (disposition and skills for
participation).
16
Adapun konsep dan konten Civics dan Citizenship telah jelas
digambarkan dalam Materi Kurikulum Discovery Democracy. Materi kurikulum
tersebut bisa dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Materi Kurikulum Discovering Democracy
Tema Sekolah Dasar Sekolah Menengah Units
Menengah Atas Bawah Menengah 1. Siapa yang
memerintah? - Konsep
mengenai masyarakat dan penguasa
- Parlemen vs Monarki
- Haruskan masyarakat mengatur?
- Partai mengatur parlemen
- Hak Asasi Manusia
- Demokrasi dihancurkan
- Mendirikan sebuah bangsa
- Menyelesaikan masalah
- Jenis Negara
apa.
2. Hukum dan Peraturan
- Aturan dan hukum
- Peraturan dan hukum
- Hukum
3. Negara Australia
- Kita mengingat
- Masyarakat membentuk bangsa
- Perebutan Demokratis
4. Warga Negara dan Kehidupan Publik
• Masing-masing tema terkait dengan Negara bagian dan kebutuhan kurikulum
• Panduan Guru untuk masing-masing Units dan Readers
• Panduan Hukum dan Pemerintahan Australia untuk Guru
- Bergabung - Kekuasaan masyarakat
- Kaum laki-laki dan wanita dalam kehidupan public
Australian Readers
• Pemerintah yang baik dan yang buruk
• Hidup dengan aturan dan hukum
• Kita warga Australia
• Kalau-kalau kita lupa
• Tetangga yang baik
• Kebebasan, persamaan, persaudaraan
• Ini negara saya
• Pahlawan sejati
• Dari hal yang kecil ke yang besar
• Siapa yang seharusnya mengatur?
• Ketika hukum jatuh
• Cerita-cerita yang kita sampaikan tentang diri kita
• Masyarakat politik
• Hukum dan keadilan
• Kesetaraan dan perbedaan
Adapun buku teks dan materi pendukung pendidikan kewarganegaraan di
Australia bisa dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Buku Teks/Material Pendukung untuk Civic dan Citizenship
Modul Jabaran Tingkat Sekolah Ready, set, go Right and responsibilities
Kultur dan identitas Sistem, sumber, dan kekuasaan
1
Read all about it: participating Kultur dan identitas Sistem, sumber, dan kekuasaan
2
17
Kontinuitas waktu dan perubahan Citizen then and now: beginning of democracy
Kultur dan identitas Sistem, sumber, dan kekuasaan
3
Everyone can have a say: local decision making
Tempat dan waktu Sistem, sumber, dan kekuasaan Kontinuitas waktu dan perubahan
3
Our rights: origins of Australian democracy
Sistem, sumber, dan kekuasaan Kontinuitas waktu dan perubahan
4
Active citizens, Australian governments: Australia democracy
Sistem, sumber, dan kekuasaan 4
The federation of Australia: Federation
Kultur dan identitas Sistem, sumber, dan kekuasaan Kontinuitas waktu dan perubahan
4
Law and the media: civics and citizenship
Kultur dan identitas Sistem, sumber, dan kekuasaan Kontinuitas waktu dan perubahan
5
Government and citizens: independent study
Kultur dan identitas Tempat dan waktu Sistem, sumber, dan kekuasaan Kontinuitas waktu dan perubahan
6
The global citizen: ecology and economy
6
Potentials of democracy: civics and citizenship
Kultur dan identitas Sistem, sumber, dan kekuasaan Kontinuitas waktu dan perubahan
6
5. Masalah dan Tantangan dalam Pendidikan Kewarganegaraan di
Australia
Dari hasil kajian pustaka yang dilakukan oleh penulis, terdapat beberapa
masalah maupun tantangan yang terdapat dalam Pendidikan Kewarganegaraan
di Australia yaitu:
a. Jika ditinjau dari kebijakan yang diambil oleh masing-masing negara
bagian terkait dengan pembelajaran CCE maka bisa disimpulkan bahwa
Pendidikan Kewarganegaraan masih belum merupakan kebutuhan utama
untuk siswa di Negara Australia. Oleh karena itu, perlu perhatian yang
lebih serius mengenai penerapan maupun pengembangan kajian
pendidikan kewarganegaraan di Australia
b. Belum adanya kepercayaan dan kemantapan dari masing-masing sekolah
untuk memutuskan manakah yang harus dan yang tidak seharusnya
dimasukkan dalam program pendidikan kewarganegaraan
c. Konten dari Pendidikan Kewarganegaraan yang termuat dalam
Kurikulum Discovering Discovery masih bersifat lokal. Perlu adanya
18
pengadopsian dan penambahan nilai-nilai global ke dalam materi
kurikulum.
d. Imigrasi dan dan isu-isu mengenai keragaman yang meningkat di seluruh
negara merupakan tantangan dalam perkembangan asimilasi dan
konsepsi kewarganegaraan (Bank, 2004: 4-8). Maka dari itu, perlu adanya
perhatian lebih mengenai isu-isu keberagaman ras, budaya, etnik, agama,
bahasa, kewarganegaraan, hak asasi manusia, demokrasi, dan pendidikan.
e. Mengingat era perkembangan global yang sangat pesat, maka perlu
diajukan penambahan beberapa materi yang terkait dengan dinamika
politik seperti: demokrasi, keragaman, globalisasi, pembangunan
berkelanjutan, sistem kekuasaan, prasangka/diskriminasi/dan rasisme,
migrasi, identitas kelompok, perbedaan pendapat, patriotism, dan
kosmopolitanisme.
6. Masa Depan Pembelajaran Civic dan Citizenship Education (CCE)
di Australia
Ada dua kemungkinan mengenai masa depan CCE di Australia. Yang
pertama yaitu kemungkinan dimasukkannya CCE dalam Kurikulum
Pembelajaran di Australia (Ministerial Advisory Committee for Educational
Renewer, 2006; Australian Government Department of Education, 2014) atau
dimasukkannya CCE sebagai subjek kajian sejarah untuk memperluas dan
merepresentasikan Australia pada komunitas masyarakat.
Subjek dari CCE merupakan siswa pada kelas 6 dan 10 (Kennedy, 2008:
193). Namun, ada usulan lain bahwa pendidikan kewarganegaraan wajib
dipelajari untuk anak berusia 12 tahun saja (Australian Government Department
of Education, 2014: 171)
Sedangkan jika mengkaji dari sisi konten kewarganegaraan maupun
pendidikan kewarganegaraan, maka di masa mendatang, Guru dituntut tidak
hanya memfokuskan pembelajaran pada isu-isu lokal maupun nasional namun
juga menaruh perhatian pada dinamika dan perkembangan isu-isu global
(Kennedy, 2008: 193).
7. Perbandingan Kualitas Lulusan (Australia Benchmarking)
Belum ada tolok ukur perbandingan kualitas lulusan Australia
disandingkan dengan kualitas lulusan negara lain yang secara khusus menilai
pencapaian siswa (target) dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
19
Studi komparasi mengenai kualitas lulusan dalam bidang studi Civics &
Citizenship dilakukan oleh ICCS (International Association for the Evaluation of
Educational Achievement) tetapi Australia tidak masuk menjadi objek penelitian,
karena studi ICCS dilakukan di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika Latin saja.
Adapun kemampuan sosial siswa untuk memecahkan masalah (problem
solving), yang merupakan salah satu kemampuan (skill) dalam pembelajaran
Civics & Citizenship Education, telah menjadi salah satu bahan komparasi
kualitas lulusan peserta didik dengan kualitas lulusan negara lain melalui studi
khusus PISA (Programme for International Student Assesment) pada tahun
2003 & 2012. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5 dan 6.
Tabel 5. Skor PISA pada 40 Negara Tahun 2003 dalam Problem Solving (OECD, 2003: 33)
Mean Score SE Upper Rank
Lower Rank
1. Korea 550 (3.1) 1 4 2. Hong Kong-China 548 (4.2) 1 4 3. Finland 548 (1.9) 1 4 4. Japan 547 (4.1) 1 4 5. New Zealand 533 (2.2) 5 8 6. Macao-China 532 (2.5) 5 9 7. Australia 530 (2.0) 5 10 8. Liechtenstein 529 (3.9) 5 11 9. Canada 529 (1.7) 6 10 10. Belgium 525 (2.2) 8 12 11. Switzerland 521 (3.0) 9 15 12. Netherlands 520 (3.0) 10 15 13. France 519 (2.7) 10 16 14. Denmark 517 (2.5) 11 16 15. Czech Republic 516 (3.4) 11 17 16. Germany 513 (3.2) 13 18 17. Sweden 509 (2.4) 16 19 18. Austria 506 (3.2) 16 20 19. Iceland 505 (1.4) 17 20 20. Hungary 501 (2.9) 18 22 21. Ireland 498 (2.3) 20 22 22. Luxembourg 494 (1.4) 21 24 23. Slovak Republic 492 (3.4) 21 26 24. Norway 490 (2.6) 22 26 25. Poland 487 (2.8) 23 27 26. Latvia 483 (3.9) 24 29 27. Spain 482 (2.7) 25 29 28. Russian Federation 479 (4.6) 25 30 29. United States 477 (3.1) 26 30 30. Portugal 470 (3.9) 28 31 31. Italy 469 (3.1) 29 31 32. Greece 448 (4.0) 32 32 33. Thailand 425 (2.7) 33 34 34. Serbia 420 (3.3) 33 35 35. Uruguay 411 (3.7) 34 36 36. Turkey 408 (6.0) 34 36
20
Mean Score SE Upper Rank
Lower Rank
37. Mexico 384 (4.3) 37 37 38. Brazil 371 (4.8) 38 39 39. Indonesia 361 (3.3) 38 39 40. Tunisia 345 (2.1) 40 40
Tabel 6. Skor PISA pada 44 Negara Tahun 2012 dalam Problem Solving (Perkins, Rachel & Shiel, Gerry, 2014: 8)
Mean SE SD SE IRL 1. Singapore 562.4 (1.22) 95.0 (0.96) ▲ 2. Korea 561.1 (4.32) 91.2 (1.76) ▲ 3. Japan 552.2 (3.14) 85.2 (1.91) ▲ 4. Macao-China 540.5 (1.02) 79.2 (0.81) ▲ 5. Hongkong-China 539.6 (3.91) 91.7 (2.20) ▲ 6. Shanghai-China 536.4 (3.29) 89.9 (2.25) ▲ 7. Chinese Taipei 534.4 (2.88) 90.9 (1.93) ▲ 8. Canada 525.7 (2.40) 100.3 (1.66) ▲ 9. Australia 523.1 (1.92) 97.4 (1.02) ▲ 10. Finland 522.8 (2.27) 93.0 (1.21) ▲ 11. United Kingdom 516.8 (4.17) 96.7 (2.37) ▲ 12. Estonia 515.0 (2.51) 87.5 (1.52) ▲ 13. France 511.0 (3.44) 96.2 (4.09) ▲ 14. Netherlands 510.7 (4.40) 98.9 (2.99) ▲ 15. Italy 509.6 (4.04) 90.7 (2.08) ▲ 16. Czech Republik 509.0 (3.12) 9.52 (2.04) ▲ 17. Germany 508.7 (3.62) 98.5 (2.47) ▲ 18. United States 507.9 (3.90) 92.8 (2.26) O 19. Belgium 507.7 (2.48) 106.5 (1.82) ▲ 20. Austria 506.4 (3.58) 93.8 (2.93) O 21. Norway 503.3 (3.26) 103.0 (1.92) O 22. Ireland 498.3 (3.18) 93.1 (1.95) 23. Denmark 497.1 (2.92) 92.3 (1.92) O 24. Portugal 494.4 (3.56) 87.8 (1.60) O 25. Sweden 490.7 (2.92) 96.2 (1.81) O 26. Russian Federation 489.1 (3.43) 87.9 (2.01) ▼ 27. Slovak Republic 483.3 (3.57) 98.0 (2.75) ▼ 28. Poland 480.8 (4.45) 96.5 (3.35) ▼ 29. Spain 476.8 (4.10) 104.4 (2.86) ▼ 30. Slovenia 475.8 (1.52) 97.1 (1.29) ▼ 31. Serbia 473.4 (3.10) 89.1 (1.91) ▼ 32. Croatia 466.3 (3.86) 92.0 (1.96) ▼ 33. Hungary 459.0 (4.01) 104.4 (2.71) ▼ 34. Turkey 454.5 (4.02) 79.0 (2.21) ▼ 35. Israel 454.0 (5.47) 123.4 (3.20) ▼ 36. Chile 447.9 (3.70) 85.9 (1.68) ▼ 37. Cyprus 444.9 (1.45) 98.9 (0.99) ▼ 38. Brazil 428.5 (4.71) 91.8 (2.37) ▼ 39. Malaysia 422.5 (3.52) 83.6 (1.98) ▼ 40. United Arab Emirates 411.2 (2.76) 105.5 (1.82) ▼ 41. Montenegro 406.7 (1.16) 91.6 (1.10) ▼ 42. Uruguay 403.4 (3.47) 97.2 (2.00) ▼ 43. Bulgaria 401.7 (5.10) 106.5 (3.54) ▼ 44. Colombia 399.2 (3.54) 91.6 (1.96) ▼
OECD Average 500.1 (0.67) 95.9 (0.43)
21
Keterangan: Mean : Mean Country/Economy Scores SE : Standar Errors SD : Standard Deviations IRL : Instructional Reading Levels ▲ : Significantly higher than Ireland O : Not significantly different from Ireland ▼ : Significantly lower than Ireland
Ada tiga studi komparasi lulusan (benchmarking) yang saat ini berlaku
dan banyak dijadikan acuan yaitu: 1) PISA (Programme for International
Student Assesment) yang mengukur kemampuan siswa dalam bidang
matematika (mathemathics), ilmu pengetahuan alam (science), kemampuan
membaca (reading), dan kemampuan menyelesaikan masalah (problem solving);
2) TIMSS (Trends in International Mathematics & Science Study) yang
mengukur kemampuan siswa dalam bidang matematika dan science; serta 3)
PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study) yang mengukur
kemampuan membaca siswa (reading).
Jika melihat hasil studi komparasi yang dilakukan oleh PISA pada tahun
2003 dan 2012 tentang problem solving, maka secara umum kualitas lulusan
siswa Australia memiliki kemampuan memecahkan masalah diatas rata-rata
(significantly above OECD average). Australia bahkan mampu menempati
peringkat ketujuh dari 40 negara (2003) dan kesembilan dari 44 negara (2012).
22
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Perlu adanya kerangka pendekatan yang lebih luas dalam pengembangan
kajian kewarganegaraan dan pendidikan kewarganegaraan. Kerangka tersebut
bisa dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Kerangka Pendekatan yang Lebih Luas untuk Kajian Kewarganegaraan dan Pendidikan Kewarganegaraan
Rasionalisasi Deskripsi Implikasi terhadap CCE Kondisi geo-politik baru menyorot ketidakpastian lingkungan global
Konflik global telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Meskipun Australia terisolasi secara geografis, warga tetap akan terpengaruh oleh meningkatnya jumlah peristiwa kekerasan dan kegiatan di mana mereka tidak memiliki kontrol atasnya.
Perspektif global harus menjadi pusat kajian kewarganegaraan dan pendidikan kewarganegaraan. Kontribusi Australia terhadap isu-isu global seperti perlindungan lingkungan, perdamaian, dan kebutuhan keadilan sosial harus dipantau secara berkala.
Kurangnya pengetahuan masyarakat dapat menempatkan demokrasi dalam bahaya
Masyarakat pada umumnya, dan generasi muda pada khususnya, terbatas pemahamannya tentang struktur formal pemerintah dan aturan konstitusional Australia
Jika Negara bermaksud menciptakan warga negara yang demokratis, maka warga harus memahami struktur dasar dan fungsi negara. “Knowledge building” proses ini dapat dikaitkan dengan keterlibatan sipil dan berbagai tindakan untuk memastikan relevansinya
Megatrends dalam bidang kewarganegaraan menentukan siapa yang dimaksud dengan warga Negara Australia dan memiliki implikasi mendasar bagi lanskap sosial Australia
Dalam isu-isu Australia seperti multiculturalimse, rekonsiliasi dengan penduduk asli Australia, peran perempuan dalam masyarakat Australia, perdebatan konstitusional tentang isu pendirian republic Australia masalah imigrasi, kaitannya dengan "imigran gelap" yang telah menimbulkan masalah sosial dan
Kewarganegaraan dan pendidikan kewarganegaraan harus responsive terhadap isi-isu fundamental yang mendefinisikan nilai-nilai Negara Australia, walaupun isu-isu tersebut merupakan isu-isu kontroversional. Beberapa isu mengkin memiliki kaitan dengan sejarah namun beberapa diantaranya merupakan imbas dari kebijakan
23
politik yang serius yang berimplikasi pada seluruh warga Australia. Isu-isu ini memiliki potensi untuk mendefinisikan kembali masyarakat Australia, dan tidak selalu dengan cara yang positif.
pemerintah. Dalam dua kasus tersebut, siswa harus sadar dan mengetahui langkah-langkah apa saja yang perlu diambil untuk mempertahankan nilai-nilai Australia.
Realitas sipil turut berperan membangun dunia generasi muda- realitas yang mungkin tersembunyi dari orang tua dan guru.
Meratanya budaya generasi muda telah terdokumentasi dengan baik. Ini mungkin diwakili oleh buruknya citra partai politik, ketersediaan obat keras dan alkohol, tunawisma, keterasingan, kurangnya kesempatan kerja, atau perasaan umum menjadi individu yang "berbeda". Fakta bahwa generasi muda menghuni dunia yang terstruktur oleh nilai-nilai mereka sendiri dan adat istiadat orang-orang dari orang tua mereka atau masyarakat harus menjadi pertimbangan pada arah pengembangan CCE.
Jika siswa dituntut untuk dapat menjadi warga Negara yang baik, maka maka titik awal harus berasal dari nilai-nilai mereka sendiri. Apa yang menjadi harapan, impian, dan komitmen siswa memiliki potensi untuk membantu atau menghalangi mereka dalam perjalanannya memahami kewarganegaraan. Hal-hal tersebut tidak bisa diabaikan begitu saja dalam CCE.
Australia tidak bisa lagi tetap terisolasi sebagai negara yang berkiblat
pada kawasan Eropa dengan geografi Asia. Warga Australia di masa depan harus
berusaha memahami identitas kewarganegaraan mereka serta kewarganegaraan
masyarakat di negara lain; mereka harus mengetahui bagaimana dan kapan
diperlukan pengambilan tindakan terkait dengan isu-isu sipil; selain itu, mereka
juga harus mengetahui bagaimana lembaga-lembaga demokrasi dapat membantu
mereka dalam tugas-tugas ini. Kemajuan telah dibuat pada CCE di Australia
selama dekade terakhir dan banyak guru telah merasakan dampak positif dari
dukungan pemerintah terhadap pengembangan CCE di Australia. Sekarang
saatnya bagi guru untuk memanfaatkan dukungan tersebut seoptimal mungkin
untuk pengembangan program yang relevan dan berkelanjutan yang diharapkan
dapat memenuhi kebutuhan dan prioritas baru dalam implementasi CCE. Hal ini
merupakan tantangan besar bagi para guru. Keberhasilan mereka dalam
24
menerapkan CCE akan menentukan nasib, moral, dan karakter warga negara
Australia di masa depan serta pengaruh mereka dalam masyarakat global.
B. Saran
Pendidikan Kewarganegaraan di era global harus mampu membantu
siswa untuk mengembangkan identitas dan keterikatan mereka sebagai
masyarakat global yang terkoneksi dengan seluruh orang di berbagai belahan
dunia. Identitas global kini merupakan kosmopolitanisme (Nussbaum, 2002).
Sekolah harus membantu siswa untuk memahami bagaimana budaya,
identifikasi nasional, regional, dan global yang saling terkait, kompleks, dan
berkembang (Banks, 2004: 3-15). Sekolah juga diharapkan dapat membantu
siswa untuk menyadari bahwa sebagai warga negara dari komunitas global, siswa
wajib mengembangkan pemahaman dan kebutuhan untuk mengambil tindakan
atau membuat keputusan untuk membantu memecahkan masalah dunia yang
sulit.
Keanekaragaman (diversity) menyajikan tantangan bagi pendidikan
kewarganegaraan di seluruh dunia. Untuk secara efektif mempersiapkan siswa
untuk menjadi reflektif, konstruktif, dan kontribusi lokal, nasional, dan warga
global, sekolah harus serius mengatasi keragaman.
Mengacu pada konsep demokrasi dan keberagaman yang dikembangkan
Banks (2005) maka prinsip yang seharusnya ditanamkan melalui CCE yaitu:
1. Siswa harus belajar tentang hubungan yang kompleks antara kesatuan dan
keragaman dalam komunitas lokal mereka, bangsa, dan dunia. Pendidikan
kewargaan seharusnya mampu membantu siswa untuk memahami konsep
keragaman secara internal maupun komparatif melalui contoh praktis yang
diberikan oleh guru. Guru diharapkan mampu menyajikan isu-isu dan
pertanyaan-pertanyaan yang ada hubungannya dengan masyarakat
multikultur seperti isu rasial, kelas, etnis, perbedaan agama, gender, dan
keragaman bahasa. Siswa harus mengetahui: a) bagaimana negara
menyikapi ketidakadilan diantara perbedaan status sosial masyarakat, b)
bagaimana negara menyikapi keterbatasan dan kelemahan dalam konsep
“bersatu dalam perbedaan”, c) bagaimana negara mendefinisikan konsep
kewarganegaraan dan apa yang seharusnya dilakukan oleh siswa sebagai
warga negara Indonesia, d) bagaimana anggota masyarakat yang memiliki
kewarganegaraan berbeda harus bersikap dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
25
2. Siswa harus belajar tentang cara-cara di mana orang dalam komunitas
mereka, bangsa, dan daerah semakin saling tergantung dengan orang lain di
seluruh dunia dan terhubung ke ekonomi, politik, budaya, perubahan
lingkungan, dan teknologi. Isu-isu seperti perdagangan bebas, kemajuan
ilmu dan teknologi, penggunaan lahan, polusi, pemanasan global,
keterbatasan sumber daya alam suatu negara telah mendorong suatu bangsa
untuk memperkuat hubungan dengan negara lain. Siswa harus dikenalkan
dengan perkembangan dunia di era global, bagaimana warga negara
seharusnya bersikap dalam percaturan ekonomi, politik, budaya, dan
teknologi yang terjadi di seluruh dunia.
3. Ajaran HAM harus mendukung pendidikan kewarganegaraan di negara-
negara multikultural. Ketika berbicara mengenai masyarakat multikultural,
maka hal yang menjadi urgen adalah penghargaan atas hak-hak dasar
mereka. Hak beragama, mengemukakan pendapat, berpartisipasi dalam
bidang politik, membela negara, mendapatkan penghidupan dan pekerjaan
yang layak bagi kemanusiaan merupakan sebagian hak yang harus mereka
dapatkan sebagai warga negara. Selain membantu siswa untuk memahami
apa yang menjadi haknya, yang tidak kalah pentingnya adalah menekankan
perlunya penghargaan atas hak-hak orang lain. Jangan sampai konsep siswa
mengenai penghargaan akan HAM tergelincir menjadi sikap masa bodoh
terhadap orang lain.
4. Siswa harus diajarkan pengetahuan tentang demokrasi, lembaga-lembaga
demokrasi, dan kesempatan bagi warga negara dalam praktik demokrasi.
Agar mampu menghargai demokrasi, maka siswa harus dikenalkan
mengenai sejarah demokrasi dalam berbagai bentuknya (tirani oleh pihak
mayoritas, apatis, peperangan), dan tentang perjuangan warga negara untuk
memperoleh kesetaraan hak dan status sosial.
26
REFERENSI
ACARA. (2010). Australian curriculum: history. Sydney: Australian Curriculum, Assessment and Reporting Authority.
_______. (2011). National assessment program: civics and citizenship years 6 and 10 report 2010. Sydney: Australian Curriculum, Assessment and Reporting Authority.
_______. (2011). The shape of the Australian curriculum v.3.0. Sydney: Australian Curriculum, Assessment and Reporting Authority
_______. (2012). The shape of the Australian curriculum: civics and citizenship. Sydney: Australian Curriculum, Assessment and Reporting Authority.
_______. (2013). Draft years 3–10 australian curriculum: civics and citizenship. Sydney: Australian Curriculum, Assessment and Reporting Authority.
_______. (2014). Australian curriculum: humanities and social sciences planning options 2014–2015. Sydney: Australian Curriculum, Assessment and Reporting Authority.
_______. (2016). Changes to the f-10 Australian curriculum. Sydney: Australian Curriculum, Assessment and Reporting Authority.
_______. (2016). The Australian curriculum, curriculum version 8.2. Sydney: Australian Curriculum, Assessment and Reporting Authority.
Australian Government Department of Education. (2014). Review of the Australian curriculum. Canberra: Australian Government Department of Education Civics Expert Group.
Banks, J. A. (2004). Introduction: democratic citizenship education in
multicultural societies. In J. A Banks (Ed.) Diversity andcitizenship
education: Global Perspectives. San Fransisco: Jossey-Bass
Banks, J. A. et. al. (2005). Democracy and diversity: principles and conceps for
educating citizens in a global age. Seattle: University of Washington
Civics Expert Group. (1994). Whereas the people: civics and citizenship
education. Canberra: Australian Government Publishing Service.
Davies, I., & Evans, M. (2002). Encouraging active citizenship. Educational
Review, 54(1), pp. 69‐78
Davies, Ian. (2008). Education for democratic citizenship in Australia. Australia: SAGE Knowledge.
Davies, Ian. (2008). Education for democratic citizenship in Australia. Australia:
SAGE Knowledge
27
Department of Education, Science and Training. (2003a). Evaluation of the
discovering democracy programme 2000-2003. Canberra:
Commonwealth of Australia.
Department of Education, Science and Training. (2003b). Values education
study:Executive summary final report. Canberra: Commonwealth of
Australia.
Department of Immigration and Citizenship. (2007). Life in Australia. Canberra:
Commonwealth of Australia.
Dickson, J. S. (1998). How and why has civics education developed to its current
situation? Diambil pada tanggal 14 Juni 2016, from
http://www.abc.net.au/ civics/teach/articles/jdickson/currentsit.htm
Eddington, Donald & Ambrose, Kurt (2010). Civics & citizenship education.
Australia: Department of Education, Employment and Workplace
Relation
Gill, J., & Reid. A. (1999). Civics education: the state of play or the play of the
state. Curriculum perspectives, 19(3), 31‐40
Hirst, John. (1999). Discovering democracy, a guide to government and law in
Australia. Melbourne: Commonweath of Australia
Hocking, J. (2003). Counter-terrorism and the criminalisation of politics:
Australia’s new security powers of detention, proscription and control.
Australian Journal of Politics and History, 49(3), pp.355-371.
Hocking, J. (2004). National security and democratic rights: Australian terror
laws. The Sydney Papers, 16(1), pp.89-95.
Howard, Cosmo & Patten, Steve. (2006). Valuing civics: political commitment
and the new citizenship education in Australia. Canada: Canadian
Journal of Education p. 454-475
Kemp, D. (1994). Discovering democracy. Ministerial statement by David
Kemp MP. Diambil pada tanggal 14 Juni 2016, from
http://www.curriculum.edu.au/democracy/about/project/kemp.htm
Kemp, D. (1997). Discovering democracy. ministerial statement by the hon
David Kemp MP. Diambil pada tanggal 14 Juni 2016, from
http://www.curriculum.edu.au/democracy/about/project/kemp.htm
Kennedy, K. J (2008). Citizenship curriculum in asia and pasific. Comparative
Education Research Centre (CERC)
Kennedy, K. J. (1998). Preparing teachers for the new civics education. Asia‐
Pacific Journal of Teacher Education & Development, 1(2), 33‐40.
28
Kennedy, K. J., & Howard, C. (2004). Elite constructions of civic education in
Australia. In J. Demaine (Ed.), Citizenship and political education today
(pp. 90‐106). London, UK: Palgrave Macmillan.
Marsh, Lindsay. (2010). History of Australian: understanding what makes
Australia the place it is today. Greenwood: Ready-Ed Publications
Ministerial Advisory Committee for Educational Renewer. (2006). Report of the
ministerial advisory committee for educational renewal. Education for
sustainable futures, schooling for the smart state. Queensland:
Commonweath of Australia
Ministerial Council on Education, Employment, Training and Youth Affairs.
(1999). The Adelaide declaration on national goals for schooling in the
twenty first century. Diambil pada tanggal 14 Juni 2016, from
http://www.mceetya.edu.au/nationalgoals/natgoals.htm#nat.
Ministerial Council on Education, Employment, Training and Youth Affairs.
(2003). 2002 National report on schooling - (Chapters being published
progressively). Diambil pada tanggal 14 Juni 2016, from
http://cms.curriculum.edu.au/anr2002/ch11_majordev.htm.
National Curriculum Branch. (2011). Evaluation of the Parliament and Civic
Education Rebate (PACER) Program. Melbourne: Commonweath of
Australia
OECD. (2003). First results from PISA 2003, executive summary. France: Organisation for Economic Co-operation and Development Publisher
Perkins, Rachel & Shiel, Gerry. (2014). Problem solving in PISA: the result of 15 years olds on the computer-based assessment of problem solving in PISA 2012. Dublin: Educational Research Centre
Print, M. (1996). The new civics education: an integrated approach for
Australian schools. Social Education, 60(7), 443‐446.
Print, M. (1998). From civic deficit to critical mass: the new civics education.
Diambil pada tanggal 14 Juni 2016, from
http://www.abc.net.au/civics/teach/articles/mprint/mprint1.htm
Print, M., & Gray, M. (2000). Civics and citizenship education: an australian
perspective, discovering democracy discussion paper #4. New South
Wales Department of Education and Training Discovering Democracy
Professional Development Committee. Diambil pada tanggal 14 Juni 2016 dari
http://www.abc.net.au/civics/democracy/ccanded.htm
Statute of Westminster Adoption Act 1942. (2004). Statute of Westminster
adoption act 1942, act no. 56 of 1942 as amended. Canberra:
Commonwealth of Australia.
29
Thomas, J. (1994). The history of civics education in Australia. In civic expert gr
oup, whereas the people... civics and citizenship education ‐ report of th
e civics expert group (pp. 161-171). Canberra: Australian
Government Publishing Service.
Torney-Purta, Judith et. al. (2001). Citizenship and education in twenty-eight
countries, civic knowledge and engagement at age fourteen. Delft:
Eburon Publishers.
Tudball, L & Brett P. (2015). What matters and what’s next for civics and citizenship education in Australia? Australia: Monash University
View publication statsView publication stats