FENOMENA MADDEN-JULIAN OSCILLATION (MJO) Oleh Rainey Windayati … · 2018. 3. 14. · kali periode...

9
35 FENOMENA MADDEN-JULIAN OSCILLATION (MJO) Oleh Rainey Windayati 1) dan Dewi Surinati 2) ABSTRACT MADDEN-JULIAN OSCILLATION (MJO) PHENOMENON. The tropical atmospheric phenomenon known as the Madden-Julian Oscillation (MJO) is an atmospheric, large scale, eastward propagating circulation anomaly that originates over the Western Indian Ocean, confined to the tropics, and moves at around 5–10 ms -1 with return interval from 30 to 60 days. Near-global analysis demonstrated that the MJO is a significant phenomenon that can influence daily rainfall patterns, even at higher latitudes, through interactions with Mean Sea Level Pressure (MSLP). Areas where the MJO phenomenon occur, can be used to gather information on the weather and climate in order to forecasti MJO phenomenon. MJO is responsible for intraseasonal climate variance not only in the tropics, but also in higher latitudes. PENDAHULUAN Wilayah Indonesia merupakan kawasan maritim yang memiliki respon aktivitas konvektif yang berpengaruh terhadap keseimbangan iklim global dalam skala ruang maupun waktu. Daerah khatulistiwa, khususnya Indonesia, dipengaruhi oleh berbagai fenomena atmosfer dan oseanografi yang sangat kompleks. Fenomena ini memiliki variasi ruang dan waktu beragam, salah satunya adalah siklus intra-musiman (intraseasonal) (Seto, 2002). Ditinjau dari posisi geografisnya, Indonesia diapit oleh dua benua luas (Asia dan Australia) dan dua samudera (Pasifik dan Hindia), serta menjadi pusat perpindahan massa air pada berbagai tingkat kedalaman. Perpindahan massa air dapat memengaruhi curah hujan. Curah hujan di Indonesia umumnya dipengaruhi oleh fenomena sirkulasi atmosfer baik skala global, regional, maupun lokal. Salah satu fenomena global yang memengaruhi cuaca dan iklim Indonesia adalah Madden Julian Oscillation (MJO). Menurut Madden & Julian (1971), MJO merupakan model osilasi dominan dari variabilitas di daerah tropik. Osilasi merupakan variasi periodik terhadap waktu dari suatu hasil pengukuran. MJO sangat kuat dampaknya dirasakan di daerah-daerah lintang rendah, dekat garis ekuator, dan tejadi pertama kali di Samudera Hindia dengan pergerakan ke arah timur antara 100° LU dan 100° LS. MJO dimanifestasikan dalam skala waktu antara 30-60 hari melalui 1) Program Studi Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya 2) Bidang Oseanografi Fisika, Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI Oseana, Volume XLI, Nomor 3 Tahun 2016 : 35 - 43 ISSN 0216-1877

Transcript of FENOMENA MADDEN-JULIAN OSCILLATION (MJO) Oleh Rainey Windayati … · 2018. 3. 14. · kali periode...

  • 35

    FENOMENA MADDEN-JULIAN OSCILLATION (MJO)

    Oleh

    Rainey Windayati1) dan Dewi Surinati2)

    ABSTRACT

    MADDEN-JULIAN OSCILLATION (MJO) PHENOMENON. The tropical atmospheric phenomenon known as the Madden-Julian Oscillation (MJO) is an atmospheric, large scale, eastward propagating circulation anomaly that originates over the Western Indian Ocean, confined to the tropics, and moves at around 5–10 ms-1 with return interval from 30 to 60 days. Near-global analysis demonstrated that the MJO is a significant phenomenon that can influence daily rainfall patterns, even at higher latitudes, through interactions with Mean Sea Level Pressure (MSLP). Areas where the MJO phenomenon occur, can be used to gather information on the weather and climate in order to forecasti MJO phenomenon. MJO is responsible for intraseasonal climate variance not only in the tropics, but also in higher latitudes.

    PENDAHULUAN

    Wilayah Indonesia merupakan kawasan maritim yang memiliki respon aktivitas konvektif yang berpengaruh terhadap keseimbangan iklim global dalam skala ruang maupun waktu. Daerah khatulistiwa, khususnya Indonesia, dipengaruhi oleh berbagai fenomena atmosfer dan oseanografi yang sangat kompleks. Fenomena ini memiliki variasi ruang dan waktu beragam, salah satunya adalah siklus intra-musiman (intraseasonal) (Seto, 2002). Ditinjau dari posisi geografisnya, Indonesia diapit oleh dua benua luas (Asia dan Australia) dan dua samudera (Pasifik dan Hindia), serta menjadi pusat perpindahan massa air pada berbagai tingkat kedalaman. Perpindahan massa air dapat

    memengaruhi curah hujan. Curah hujan di Indonesia umumnya dipengaruhi oleh fenomena sirkulasi atmosfer baik skala global, regional, maupun lokal. Salah satu fenomena global yang memengaruhi cuaca dan iklim Indonesia adalah Madden Julian Oscillation (MJO). Menurut Madden & Julian (1971), MJO merupakan model osilasi dominan dari variabilitas di daerah tropik. Osilasi merupakan variasi periodik terhadap waktu dari suatu hasil pengukuran. MJO sangat kuat dampaknya dirasakan di daerah-daerah lintang rendah, dekat garis ekuator, dan tejadi pertama kali di Samudera Hindia dengan pergerakan ke arah timur antara 100° LU dan 100° LS.

    MJO dimanifestasikan dalam skala waktu antara 30-60 hari melalui

    1) Program Studi Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya2) Bidang Oseanografi Fisika, Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI

    Oseana, Volume XLI, Nomor 3 Tahun 2016 : 35 - 43 ISSN 0216-1877

  • 36

    anomali skala besar pola sirkulasi atmosfer dan konveksi yang kuat dan berpropagasi (penjalaran) dari bagian barat Indonesia (Samudra Hindia) ke arah timur (Samudra Pasifik) dengan kecepatan rata-rata 5 m/detik. Fenomena MJO dapat menjelaskan variasi iklim di wilayah tropis. Fenomena MJO terkait langsung dengan pembentukan kolam panas di Samudra Hindia bagian timur dan Samudra Pasifik bagian barat sehingga pergerakan MJO ke arah timur bersama angin baratan (westerly wind) sepanjang ekuator selalu diikuti dengan konveksi awan kumulus tebal. Awan konvektif ini menyebabkan hujan dengan intensitas tinggi sepanjang penjalarannya yang menempuh jarak 100 kilometer dalam sehari di Samudera Hindia dan 500 kilometer per hari ketika berada di wilayah Indonesia (Evana et al., 2008).

    Fenomena MJO sangat mempengaruhi cuaca dan iklim secara global. Disadari bahwa tidak mudah untuk mendeteksi kapan dan dimana aktivitas MJO dominan terjadi, oleh karena itu dibutuhkan teori yang komprehensif untuk menjelaskan fenomena MJO itu sendiri, seperti karakteristik, mekanisme, propagasi, dan struktur vertikal sebelum akhirnya dapat dibuat simulasinya (Hermawan, 2002).

    KARAKTERISTIK DAN FASE MJO

    Menurut Gottschalck & Higgins (2008), aktifitas MJO cukup bervariasi dengan periode aktifitas sedang sampai kuat diikuti oleh periode sedikit atau tidak adanya aktifitas (fase istirahat). Dampak

    MJO dapat digunakan untuk memprediksi iklim, terutama di kawasan tropis saat periode MJO aktif. Biasanya, aktifitas terbesar MJO terjadi di belahan bumi utara pada akhir musim gugur, musim dingin, dan awal musim semi. Secara umum, MJO cenderung paling aktif selama fase netral ENSO dan mengalami fase istirahat saat menguatnya pertistiwa El Niño dan La Niña. Namun dalam satu kasus, MJO pernah terjadi pada akhir 2007 dan awal 2008 selama kondisi La Niña, namun hal ini tidak biasa dan belum pernah terjadi sebelumnya.

    Menurut Madden & Julian (1971), peristiwa MJO ditandai dengan propagasi ke arah timur dari daerah tropis yang mengalami peningkatan tekanan, terutama di Samudra Hindia dan Pasifik. Anomali curah hujan sering terjadi di Samudera Hindia yang kemudian merambat ke arah timur di kawasan perairan tropis hangat, tepatnya di Pasifik barat dan tengah. Saat air laut dingin di kawasan Pasifik Timur, pola curah hujan di kawasan Pasifik berkurang, tetapi akan sering muncul di sekitar perairan tropis Atlantik dan Afrika. Seiring dengan variasi curah hujan tropis, terdapat pola yang berbeda dari sirkulasi atmosfer di daerah tropis dan subtropis. Variasi-variasi tersebut hampir terjadi di seluruh dunia dengan intensitas tertinggi di belahan bumi timur. Dengan demikian, peristiwa ini dapat memberikan informasi penting mengenai fase osilasi. Berikut merupakan gambar yang diadaptasi dari Madden & Julian (1971), kemudian disederhanakan oleh Gottschalck et al. (2005). Penampang vertikal MJO di

  • 37

    kawasan khatulistiwa yang menunjukan curah hujan, kecepatan dan arah angin, serta Suhu Permukaan Laut (SPL) ketika

    MJO bergerak merambat ke arah timur dari Samudera Hindia ke Samudera Pasifik di sekitar kawasan tropis (Gambar 1).

    Gambar 1. Propagasi MJO (Gottschalck et al., 2005)

    Menurut Higgins & Shi (2001), MJO memiliki delapan fase setiap satu kali periode osilasi. Saat MJO aktif, terjadi kenaikan kecepatan angin secara signifikan pada ketinggian 850 hPa. Kondisi khas untuk delapan tahap yang berbeda dari siklus MJO sebagai osilasi

    yang merambat dari Samudera Hindia melalui Samudera Pasifik dan ke belahan bumi Barat (Gambar 2) menunjukkan potensi curah hujan, kecepatan dan arah angin sebesar 850 hPa, dan tekanan permukaan laut antara November hingga April.

  • 38

    Gambar 2. Fase MJO (Gottschalck et al., 2005)

    DAMPAK TERJADINYA MJO

    MJO merupakan fluktuasi atau “gelombang” yang terjadi di daerah tropis. MJO bertanggung jawab untuk sebagian besar variabilitas cuaca di daerah ini dan hasil dalam variasi atmosfer serta paraemeter kelautan yang mencakup tinggi rendahnya kecepatan dan arah angin, pembentukan awan, hujan (presipitasi), Suhu Permukaan Laut (SPL), dan proses penguapan di laut (evaporasi). MJO merupakan komponen

    gabungan dari sistem laut dan atmosfer yang memiliki siklus atau gelombang sekitar 30 hingga 60 hari (Madden & Julian, 1971).

    Fenomena MJO dominan di kawasan ekuator yang memiliki periode osilasi harian akibat pengaruh dari konveksi awan yang terbentuk di atas Samudera Hindia bagian timur (sebelah barat perairan Indonesia), yang kemudian awan-awan itu bergerak ke arah timur di sepanjang garis ekuator. Fenomena

  • 39

    MJO sangat mempengaruhi cuaca dan iklim secara global. Disadari bahwa tidak mudah untuk mendeteksi kapan dan dimana aktivitas MJO dominan terjadi. Oleh karena itu diperlukan teori yang komprehensif untuk menjelaskan fenomena MJO itu sendiri, seperti karakteristik, mekanisme, propagasi, dan struktur vertikal sebelum akhirnya dapat dibuat simulasinya (Maloney & Hartmann, 2000).

    Ada tiga kawasan penting di dunia yang telah ditetapkan oleh World Meteorological Organization (WMO) sebagai tempat atau lokasi terjadinya perubahan iklim global. Salah

    satu diantara lokasi tersebut adalah Indonesia, selain Brasil di kawasan Amerika Selatan dan Congo di benua Afrika. Namun diantara ketiga wilayah tersebut, Indonesia merupakan kawasan yang mendapatkan perhatian terbanyak karena memiliki perairan yang luas, yakni sekitar 70% persen merupakan laut dari keseluruhan luas wilayahnya (Gambar 3). Hal ini diduga menyebabkan terjadinya penyimpangan panas terbesar di kawasan Indonesia, baik yang sensibel maupun latent (tersembunyi) sehingga dapat meningkatkan pembentukan awan, seperti awan Cumulo nimbus yang dapat menyebabkan hujan (Hermawan, 2002).

    Gambar 3. Anomali Curah Hujan (Donald et al., 2006)

    MJO secara substansial dapat memodulasi intensitas muson di seluruh dunia. Australia (musim dingin boreal; Oktober-Maret), Asia (boreal musim panas; Juni-September), Amerika Selatan (musim dingin boreal, Oktober-Maret) dan Amerika Utara (boreal musim panas; Mei-Oktober), serta semua musim hujan bisa dipengaruhi oleh MJO. Fase

    curah hujan yang disempurnakan MJO dapat memengaruhi waktu muson dan intensitas musim hujan. Selain itu, fase awal dari MJO dapat mengakhiri musim (Maloney & Hartmann, 2000).

    MJO diketahui memodulasi aktivitas siklon tropis di Samudera Hindia, Samudera Pasifik, Teluk

  • 40

    Meksiko, dan Samudra Atlantik. Sebagai contoh, meskipun siklon tropis terjadi di seluruh belahan bumi utara pada musim hangat (biasanya Mei-November) baik di Pasifik dan cekungan Atlantik, di suatu tahun tertentu akan ada peningkatan tekanan dalam suatu aktivitas musim. MJO memodulasi aktivitas ini (terutama untuk badai terkuat) dengan menyediakan lingkungan skala besar yang menguntungkan maupun tidak menguntungkan untuk pembentukannya. Siklon tropis terkuat cenderung berkembang ketika MJO meningkatkan curah hujan. Karena MJO berlangsung ke arah timur, wilayah aktvitas siklon tropis juga bergeser ke arah timur dari Samudera Hindia ke Samudera Pasifik dan akhirnya ke Samudera Atlantik (Madden & Julian, 1994).

    HUBUNGAN MJO TERHADAP FENOMENA LAIN

    Madden-Julian Oscillation (MJO) telah berdampak pada pola curah hujan tropis dan extratropical, sirkulasi atmosfer, dan suhu permukaan laut disekitar kawasan tropis dan subtropis. MJO dapat mempengaruhi siklus ENSO walaupun tidak dalam kontek penyebab

    pembentukan El Niño atau La Niña, namun dapat memberikan kontribusi pada kecepatan pengembangan dan intensitas El Nino dan La Niña (Gottschalck & Higgins, 2008).

    Kekuatan MJO bervariasi dari tahun ke tahun dengan periode aktivitas yang kuat diikuti oleh periode panjang ketika osilasi melemah atau bahkan tidak ada. Ada bukti bahwa sebagian variabilitas MJO terkait dengan siklus ENSO. MJO yang kuat sering diamati saat fenomena La Niña lemah atau saat ENSO fase netral, sementara aktivitas MJO melemah biasanya terkait dengan fase kuat El Niño. Gambar 4 menggambarkan aktivitas MJO selama tiga periode waktu berbeda antara September sampai Juni melalui plot waktu terhadap garis bujur dengan pengukuran perbedaan udara di bagian atas atmosfer. Periode pertama menunjukkan aktivitas MJO yang umum selama tahun 1989-1990, sementara selama tahun 1996-1997 terdapat fase MJO yang kuat tetapi dengan sedikit keteraturan. Periode terakhir menunjukkan hampir tidak ada aktivitas MJO karena propagasi ke arah timur yang membuktikan bahwa variabilitas yang paling dominan adalah ENSO interannual (El Nino) (Gottschalck et al., 2005).

    Gambar 4. Hubungan MJO dengan ENSO (Gottschalck et al., 2005)

  • 41

    PENELITIAN TENTANG MJO

    Beberapa hasil penelitian menjelaskan studi tentang propagasi dan stuktur vertikal MJO, namun datanya cenderung hanya menggunakan data NCEP/NCAR yang berupa reanalysis dan radiosonde. Oleh karena itu, saat ini banyak dikembangkan penelitian mengenai MJO menggunakan data Equatorial Atmosphere Radar (EAR) dan Boundary Layer Radar (BLR) sehingga dapat dijelaskan struktur vertikal MJO yang lebih baik (Hermawan, 2002).

    Badan Meteorologi Australia menggunakan indeks Real Time Multivariate MJO (RMM) untuk memonitoring MJO (Evana et al. 2008). Indeks ini melibatkan variabel angin pada ketinggian 200 mb dan 850 mb, serta data Outgoing Longwave Radiation (OLR). Indeks ini dimaksudkan untuk menjelaskan secara efisien dan ekstrak variabilitas atmosfer yang langsung berhubungan dengan MJO. Studi fenomena MJO hingga saat ini belum banyak dilakukan orang, terutama mengenai prediksi terjadinya MJO berbasis kepada hasil analisis data time series Real Time Multivariate MJO (RMM) yang menggunakan metode Box-Jenkins atau ARIMA (Autoregresive Integrated Moving Average). Penelitian yang dilakukan oleh Evana et al. (2008) juga mengkaitkan fenomena MJO dengan curah hujan yang terjadi di beberapa kawasan barat Indonesia. Dipilihnya kawasan barat karena fenomena MJO paling dominan terjadi di Indonesia bagian barat. Kejadian banjir pada

    tahun 1996, 2002, dan 2007 merupakan salah satu bukti nyata bahwa prediksi MJO penting dilakukan untuk dapat mengetahui pola curah hujan. Diduga MJO dengan fase aktif saat itu dominan meliputi hampir seluruh kawasan barat Indonesia.

    Menurut Donald et al. (2006), perkiraan atau model MJO, salah satunya melalui penggunaan Real-Time Multivariate MJO (RMM) Indeks. Mengingat pentingnya variabilitas iklim global terhadap curah hujan, maka perlu diketahui bagaimana dan dimana periode fase aktif dan istirahat dari MJO yang mungkin mempengaruhi curah hujan. Selain itu, perlu juga diketahui bagaimana anomali curah hujan yang dijelaskan melalui pola sinoptik terlihat dalam anomali tekanan permukaan laut secara global sehingga dapat mengetahui kemungkinan interaksi antara bagian MJO dan lainnya, seperti fenomena ekstra-tropis atmosfer mungkin memberikan dasar ilmu untuk perkembangan penelitian tentang MJO berbasis forecast system.

    Menurut Gottschalck et al. (2005), monitoring serta prediksi akurat dari MJO dilakukan dengan mengetahui posisi dan kekuatan relatifnya mengingat sifatnya yang berkembang secara perlahan. Ahli meteorologi menggunakan berbagai data dan analisis teknik untuk memantau serta memprediksi pembentukan dan evolusi dari MJO. Informasi terpenting berasal National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) yang mengorbit kutub NOAA dan satelit geostasioner.

  • 42

    Data satelit digunakan untuk menunjukkan daerah aktivitas konvektif di kawasan tropis yang kuat, dan daerah di mana aktivitas konvektif substansial berasal. Satelit merupakan alat diagnostik dasar yang digunakan secara langsung untuk memantau dan memprediksi MJO yang merambat di sekitar daerah tropis global. Sumber data fundamental kedua yang digunakan untuk memantau MJO adalah jaringan global radiosonde yang menyediakan informasi penting mengenai angin, suhu, kelembaban, dan tekanan di berbagai tingkatan dari atmosfer. Data ini diambil dua kali sehari dan berasimilasi dengan model prediksi cuaca dinamis ke dalam format yang sangat efisien untuk analisis iklim dan prediksi cuaca numerik.

    Ada beberapa teknik analisis diagnostik yang memungkinkan kita untuk langsung memantau MJO, yaitu Outgoing Longwave Radiation (OLR) yang merupakan analisis konveksi tropis dan curah hujan melalui satelit; kecepatan potensial yang merupakan analisis kuantitas komponen yang berbeda dari angin di setiap tingkatan atmosfer; serta analisis anomali angin yang dipantau melalui tekanan tingkat atas dan bawah (Gottschalck et al., 2005).

    PENUTUP

    MJO sangat mempengaruhi cuaca dan iklim secara global. Aktivitas MJO tidak mudah dideteksi kapan dan di mana dominan terjadi. Oleh karena itu, diperlukan teori yang komprehensif untuk menjelaskan fenomena MJO itu sendiri. Hal tersebut penting untuk mengetahui

    karakteristik, mekanisme, propagasi, dan struktur vertikal MJO sehingga dapat dibuat simulasinya.

    DAFTAR PUSTAKA

    Donald, A., H. Meinke, B. Power, A.H.N. Maia, M.C. Wheeler, N. White, R.C. Stone, and J. Ribbe. 2006. Near-global Impact of the Madden-Jullian Oscillation on Rainfall. Geophysical Research Letters vol. 33: 1-4.

    Evana, L., S. Effendy, dan E. Hermawan. 2008. Pengembangan Model Prediksi Madden Julian Oscillation (MJO) Berbasis Pada Hasil Analisis Data Real Time Mutivariate. MJO (RMM1 dan RMM2). Jurnal Agromet 22(2): 144-159.

    Gottschalck, J., V. Kousky, W. Higgins, and M. L’Heureux. 2005. Summary of Madden Julian Oscillation. NOAA/NWS/NCEP Climate Prediction Center. USA: 1-20.

    Gottschalck, J. and W. Higgins. 2008. Madden Julian Oscillation Impact. NOAA/NWS/NCEP Climate Prediction Center. USA: 1.

    Hermawan, E. 2010. Analisis Struktur Vertikal MJO Terkait dengan Aktivitas Super Cloud Clusters (SCCs) di Kawasan Barat Indonesia. Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim, LAPAN. Jurnal Sains Dirgantara 8(1): 25-42.

  • 43

    Higgins, W and W. Shi. 2001. Intercomparison of the Principal Modes of Interannual and Intraseasonal Variability of the North American monsoon system. J. Climate, 14: 403-417.

    Madden, R. A., and P. R. Julian. 1971. Description of global-scale circulation cells in the tropics with a 40– 50 day period. J. Atmos. Sci., 29: 1109–1123.

    Madden, R. A., and P. R. Julian. 1994. Observations of the 40– 50-day Tropical Oscillation—A review, Mon. Weather Rev., 122: 814– 837.

    Maloney, E. and D. Hartmann. 2000. Modulation of Eastern North Pacific hurricanes by the Madden-Julian Oscillation, J. Climate, 13: 1451-1460.

    Seto, T.H. 2002. Pengamatan Osilasi Madden Julian dengan Radar Atmosfer Equator (EAR) di Bukittinggi Sumatera Barat. Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca 3:121-124.

    i(1).pdfAkar mangrove Rhizopora apiculata+++.pdf