Essay-OIM FT 2014
14
IMPLEMENTASI CLOUD COMPUTI NG PADA SM A RT GR I D UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI M A NA GEM E NT PENDISTRIBUSIAN LISTRIK DI INDONESIA ESSAY PEMIKIRAN KRITIS Diusulkan oleh: Ilyas Taufiqurrohman 1006683091 2010 DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2014
description
Implementasi Cloud Computing pada Smart Grid untuk Meningkatkan Efisiensi Management Pendistribusian Listrik di Indonesia
Transcript of Essay-OIM FT 2014
UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI MANAGEMENT
PENDISTRIBUSIAN LISTRIK DI INDONESIA
MENINGKATKAN EFISIENSI MANAGEMENT PENDISTRIBUSIAN
merupakan pemenuhan kebutuhan yang nyata di masyarakat. Penyediaan
kebutuhan listrik di Indonesia lebih merupakan upaya untuk membangkitkan dan
mendistribusikan listrik sesuai dengan kapasitas yang ada ke masyarakat. Hal ini
dikarenakan faktor keterbatasan dari kapasitas pembangkit listrik yang ada di
Indonesia yang masih belum mampu untuk memenuhi kebutuhan listrik di seluruh
Indonesia. Oleh karena itu, isu efisiensi dan optimalisasi dalam management
pendistribusian listrik menjadi hal yang sangat penting.
Isu lainnya yang juga menjadi perhatian penting adalah sebagian besar dari
sumber daya energi yang digunakan oleh pembangkit listrik di Indonesia masih
menggunakan bahan bakar fosil, seperti batu bara. Permasalahan terkait isu
tersebut adalah semakin menipisnya cadangan bahan bakar fosil dan
meningkatnya dampak pemanasan global sebagai akibat buruk dari penggunaan
bahan bakar fosil tersebut. Hal tersebut memicu penelitian dan pengembangan
terhadap sumber energi baru dan terbarukan yang ramah lingkungan seperti energi
surya, mikrohidro, arus laut, angin, dan panas bumi.
Dalam Blueprint Pengelolaan Energi Nasional Tahun 2006-2025,
pengembangan EBT (Energi Baru dan Terbarukan) menjadi salah satu sasaran
dari kebijakan energi nasional. Sebagai konsekuensinya, keberadaan pembangkit
berbasis EBT menimbulkan variabel-variabel baru dalam jaringan pendistribusian
listrik. Oleh sebab itu, dibutuhkan pengembangan suatu sistem pengelolaan cerdas
yang dapat memonitor dan mengendalikan secara simultan semua variabel dari
sisi pembangkit listrik hingga ke sisi pengguna. Sistem pengelolaan cerdas dengan
tujuan untuk meningkatkan efisiensi dan optimalisasi management pendistribusian
listrik tersebut dikenal dengan teknologi smart grid .
Dalam konsep tradisional, listrik dihasilkan oleh sejumlah pembangkit
listrik konvensional berskala besar, seperti PLTG. Listrik tersebut ditransmisikan
pada sistem transmisi dengan tegangan yang sangat tinggi ke wilayah-wilayah
yang dialiri listrik dan didistribusikan dengan tegangan rendah kepada end user
melalui jaringan distribusi listrik. Jaringan distribusi konvensional tersebut
dibangun dengan prinsip build and connect di mana jaringan distribusi listrik
dibangun hanya sebatas untuk menghubungkan pembangkit listrik kapasitas besar
ke wilayah-wilayah pengguna listrik.
mengalami perubahan paradigma. Paradigma yang saat ini berkembang seiring
penggunaan pembangkit listrik mandiri seperti panel surya yang mendorong
adanya desentralisasi pembangkit listrik di sisi pengguna telah membuat jaringan
distribusi yang dibangun saat ini menggunakan prinsip build and manage.
Jaringan distribusi tersebut tidak bisa lagi hanya sebatas sebagai penghubung,
tetapi juga dapat dikelola secara aktif.
Pengembangan teknologi smart grid sebagai sistem pengelolaan cerdas
yang mendukung prinsip build and manage akan membuat pelanggan dapat
memonitor dan mengontrol penggunaan listrik berdasarkan integrasi antara
pembangkit listrik konvensional skala besar dengan pembangkit listrik mandiri
yang ada di sisi pengguna. Pada Gambar 1 menunjukkan mengenai gambaran
teknologi smart grid yang menghubungkan antara sistem hulu (pembangkit listrik
skala besar) dengan sistem hilir (sisi pengguna beserta pembangkit listrik
mandiri).
energi listrik dengan menambahkan teknologi informasi dan komunikasi sehingga
pada sistem jaringan distribusi tidak hanya terdapat aliran listrik tetapi juga
terdapat aliran informasi. Sistem dapat memonitor, menjaga dan secara otomatis
mengoptimalkan operasi antar komponen interkoneksinya, mulai dari pusat
pembangkit listrik dan distribusi listrik melalui jaringan transmisi tegangan tinggi
dan jaringan sistem distribusi, ke sisi industri dan sistem pembangkit listrik
mandiri, ke instalasi penyimpanan energi, hingga ke konsumen pemakai terakhir.
Pada Gambar 2 menunjukkan framework pada smart grid.
Gambar 2. Framework pada Smart Grid [2]
National Institute of Standards and Technology (NIST) memperkenalkan
konsep model untuk memberikan pemahaman dasar tentang smart grid . Konsep
model ini terdiri dari beberapa domain. Setiap domain memuat banyak
application dan actor yang terhubung satu sama lain dan mempunyai interface
pada setiap ujungnya. Tabel 1 mendeskripsikan lebih jelas tentang actors pada
domain smart grid .
Smart grid dikarakterisasikan dengan aliran dua arah yaitu listrik dan
informasi untuk menciptakan sebuah jaringan penyebaran energi listrik yang
terdistribusi secara luas dan terotomasi berdasarkan informasi dari hasil
monitoring . Smart grid ini memasukkan keunggulan sistem komunikasi dan
komputasi terdistribusi ke dalam grid. Hal ini akan menghadirkan informasi real-
time dan memungkinkan keseimbangan antara pasokan dan permintaan energi.
Tantangan terkait teknis untuk mencapai smart grid yang baik, antara lain meliputi
[3]:
a.
Smart Equipment yaitu semua peralatan lapangan yang berbasis komputer atau
berbasis mikroprosesor.
b. Communication systems yaitu mengacu pada media dan protokol komunikasi
yang dikembangkan saat ini, namun harus cukup fleksibel untuk menampung
media baru yang akan datang sambil menjaga sistem tetap aman dalam
interoperabilitas.
menyimpan, dan menyediakan data untuk pengguna dan aplikasi-aplikasi.
5
d. Information and Data privacy merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam
sistem smart grid yang saling berhubungan secara luas. Pengaturan tertentu
harus dilakukan untuk memastikan bahwa akses terhadap informasi akan
berbeda-beda disesuaikan dengan status pengakses tersebut karena berbagai
pemilik kepentingan memiliki hak informasi yang berbeda-beda.
e.
elektronik dan sistem komunikasi dan layanan.
f.
analisis data yang diperoleh dari hasil monitoring sistem distribusi.
Dengan adanya penerapan smart grid pada sistem distribusi listrik dapat
meningkatkan efisiensi dan optimalisasi dari management pendistribusian listrik.
Hasil monitoring dari kebutuhan penggunaan listrik di wilayah tersebut dapat
dijadikan sebagai acuan untuk mengatur dan mengendalikan kapasitas yang
dihasilkan oleh pembangkit listrik konvensional skala besar. Jika terdapat
kelebihan pasokan listrik dari kapasitas pembangkit listrik tersebut, maka
kelebihan tersebut dapat disimpan pada energy storage. Smart grid dapat
diterapkan pada sistem distribusi listrik yang memiliki multi pembangkit listrik
sehingga jika salah satu pembangkit listrik konvensional skala besar mengalami
gangguan yang berakibat pada menurunnya kapasitas listrik yang dihasilkan,
maka wilayah yang dikover oleh pembangkit listrik yang bermasalah tersebut
masih dapat memperoleh pasokan listrik dari energy storage maupun pembangkit
listrik lain yang mengalami kelebihan pasokan listrik.
Selain itu, seiring dengan berkembangnya penggunaan pembangkit listrik
mandiri, maka smart grid juga dapat mengintegrasikan pembangkit listrik mandiri
dengan pembangkit listrik konvensional skala besar. Sebagai contoh jika pada
suatu rumah terpasang pembangkit listrik mandiri berupa panel surya dan juga
masih mendapatkan pasokan listrik dari pembangkit listrik konvensional skala
besar berupa PLTG, maka dengan memanfaatkan advanced metering
terdapat kondisi di mana perusahaan listrik yang bertanggung jawab untuk
menjamin pasokan listrik di suatu wilayah mengalami defisit, maka pengguna
yang memiliki cadangan pasokan listrik ataupun kelebihan kapasitas dari
pembangkit listrik mandiri tersebut dapat menjual listriknya kepada perusahaan
listrik tersebut sesuai dengan regulasi yang memang berlaku di wilayah atau
negara tersebut.
architecture (SOA) yang diterapkan untuk menyediakan sumber daya teknologi
informasi sebagai sebuah jasa layanan. Cloud computing memungkinkan layanan
secara cepat dan elastis baik dalam skala besar maupun skala kecil serta
konsumen yang menggunakan layanan tersebut sesuai dengan kebutuhan dan
yang dibayar juga sesuai dengan sumber daya yang digunakan dalam infrastuktur
cloud tersebut. Pada Gambar 3 menunjukkan taksonomi dari teknologi cloud
computing .
National Institute of Standard and Technology (NIST) menetapkan
setidaknya lima kriteria yang harus dipenuhi oleh sebuah sistem untuk dapat
dikategorikan dalam kriteria cloud computing , di antaranya, yaitu [4]:
a. On-demand self-service
langsung memesan sumber daya yang dibutuhkan, seperti kecepatan prosessor
dan kapasitas penyimpanan melalui control panel elektronis yang disediakan.
Jadi tidak perlu berinteraksi dengan personil customer service jika ingin
menambah atau mengurangi sumber daya cloud yang diperlukan.
b. Broadband Network Access
c. Resource pooling
dengan mekanisme multi-tenant yang memungkinkan sejumlah sumber daya
tersebut digunakan secara bersama-sama oleh sejumlah user .
d. Rapid elasticity
Elastis dan cepat tersedia, baik itu dalam bentuk penambahan ataupun
pengurangan kapasitas yang diperlukan, seolah-olah kapasitas yang tersedia
tak terbatas besarnya, dan dapat digunakan kapan saja dengan jumlah berapa
saja.
Sumber daya cloud yang tersedia harus dapat diatur dan dioptimasi
penggunaannya, jumlah sumber daya yang digunakan dapat secara transparan
diukur.
beberapa teknologi inti meliputi [4]:
a. Web applications and services.
Software as a Service (SaaS) dan Platform as a Service (Paas) tidak
dapat berjalan tanpa adanya teknologi web application dan web service. SaaS
menawarkan jenis implementasi dalam web application dimana PaaS
menyediakan pengembangan dan lingkungan runtime untuk web application.
Teknologi ini mempunyai teknik virtualisasi yang sangat berat karena
PaaS dan SaaS biasanya dibangun pada bagian untuk mendukung IaaS,
sementara untuk kepentingan virtualisasi PaaS dan SaaS juga harus
dikembangkan model layanannya.
Cryptography merupakan mekanisme untuk menjaga keamanan dari
cloud computing sehingga orang yang tidak mempunyai hak akses tidak dapat
menggunakan infrastruktur cloud tersebut. Banyak keamanan cloud computing
yang hanya dapat dipecahkan dengan menggunakan teknik cryptography.
Berdasarkan penjelasan tentang teknologi cloud computing tersebut, maka
cloud computing dapat mengembangkan kemampuan smart grid sebagai berikut
[3]:
a.
mikroprosesor, termasuk controller , Remote Terminal Unit (RTU), Intelligent
Electronic Devices (IED). Hal ini akan makin teroptimalisasi dengan
penggunaan komputasi tersentralisasi. Updating juga dapat dilakukan dengan
mudah dan upgrading pada satu cloud akan lebih ekonomis karena di sini
tidak membutuhkan banyak pembaruan infrastruktur karena infrastruktur
tersebut berbasis virtual. Sistem cloud computing akan memfasilitasi sistem
keamanan sentral dan mengakomodasi pembaruan media di masa depan
dengan kemudahan upgrade sistem.
management yang dimudahkan dengan pemusatan data di cloud . Teknik dan
model data seperti data-warehousing dan data mining sering diterapkan untuk
menangani sejumlah besar sinkronisasi dan rekonsiliasi yang diperlukan
diantara database yang telah ada dan database yang baru muncul. Cloud
computing juga terspesialisasi untuk menangani data dalam skala besar.
Sehingga hal tersebut sangat memudahkan dan membantu pengolahan data
pada sistem smart grid yang tergolong big data.
Availability).
d.
Pembedaan akses informasi dalam sistem smart grid dapat dimonitor dalam
satu cloud sehingga mendukung sistem keamanan dan integritas data.
e. Salah satu evolusi pengembangan perangkat lunak yang paling menonjol
adalah pergeseran dari peer-to-peer integration environment menuju Services
Oriented Architecture (SOA). SOA dibangun diatas analisis robust, simulasi,
dan infrastruktur manajemen data yang mampu mencakup seluruh fungsi pada
titik-titik kerja smart grid .
smart grid menghubungkan operasi antar elemen interkoneksi, mulai dari pusat
pembangkit listrik dan distribusi listrik melalui jaringan transmisi tegangan tinggi
dan jaringan sistem distribusi, ke sisi industri dan sistem pembangkit listrik
mandiri, ke instalasi penyimpanan energi, dan ke konsumen pemakai terakhir.
Aliran informasi yang ditangani oleh smart grid tergolong big data dan
memerlukan komputasi berbasis cloud untuk dapat mengoptimalkan resource
yang ada.
mengimplementasikan sistem cloud computing dapat mengoptimalkan
pengelolaan data management pada smart grid tersebut. Mekanisme ini dapat
disebut dengan smart grid cyber physical system di mana smart grid secara fisik
merupakan bagian inti dari sistem distribusi listrik yang juga ditunjang dengan
Information And Communication Technology (ICT) berbasis cloud computing .
Pada Gambar 5 menunjukkan smart grid cyber physical system.
Gambar 5. Smart Grid Cyber Physical System [6]
Mengimplementasikan cloud computing dalam smart grid adalah dengan
menginterkoneksikan komponen-komponen smart grid ke dalam satu jaringan
komputasi. Setiap komponen tersebut kemudian berinteraksi dengan saling
memberikan informasi mengenai tiap-tiap titik pengamatan, baik itu pengamatan
dalam sistem pembangkitan listrik, distribusi, transmisi maupun pembebanan di
pelanggan.
dan aplikasi smart grid , berikut ulasan mengenai flexibilitas cloud computing
terhadap smart grid [3]:
a. Wide Area Situational Awareness yaitu sistem sentralisasi pada cloud
computing dapat mendukung pemanduan yang tersinkronisasi atas seluruh
informasi dan aplikasi yang beredar dalam smart grid . Pemetaan dan
perluasan titik, terutama pada jalur distribusi dan transmisi, dapat dilakukan
secara remote hanya dengan mengakses satu cloud .
b. Demand Response yaitu cloud computing akan memudahkan pengendalian
pasar dalam hal ini adalah para pengguna akhir energi listrik. Cloud
computing dapat dengan mudah mengumpulkan dan membandingkan
informasi dari setiap titik dan mengubahnya menjadi sebuah model standard
yang menjadi acuan dalam kontrol distribusi listrik.
c. Electricity Storage yaitu web-based yang dimiliki cloud computing dapat
membantu interkoneksi antar media penyimpanan. Cloud computing juga
mampu memberikan model informasi penyimpanan dan penggunaan listrik
berkat penggunaan real time monitoring dalam satu cloud .
d. Distribution Grid Management yaitu pengembangan Common Information
Model (CIM) dapat dilakukan di cloud computing . Hal ini akan membantu
pengembangan lebih lanjut mengenai vendor hosting . Vendor disini dapat
membantu dari sisi interoperability testing . Di lain sisi, penggunaan cloud
computing mempunyai keunggulan dalam pengembangan dan perluasan cloud
karena memiliki kemampuan skalabilitas yang tinggi sehingga memudahkan
perluasan resource dan pengendalian dampaknya tanpa mengganggu sistem
yang sudah ada.
Berdasarkan pembahasan terkait latar belakang masalah pada bagian
pendahuluan dapat diperoleh dua isu utama yaitu isu pengembangan Energi Baru
dan Terbarukan (EBT) sebagai pengganti sumber energi fosil yang saat ini masih
digunakan pembangkit listrik di Indonesia dan isu terkait efisiensi dan
optimalisasi management pendistribusian listrik di Indonesia.
Dengan kondisi Indonesia yang dilimpahi dengan banyaknya sumber
Energi Baru dan Terbarukan (EBT) seperti energi surya, gelombang air laut, dan
panas bumi maka sudah menjadi keharusan untuk mulai memanfaatkan energi
tersebut dan bukan memandangnya sebagai energi alternatif. Karena dapat
dipastikan EBT tersebut akan menggantikan keberadaan energi fosil yang sudah
semakin menipis. Oleh karena itu, pengembangan dan pembangunan pembangkit
listrik berbasis EBT harus segera dilakukan. Sebagai konsekuensinya, keberadaan
pembangkit berbasis EBT menimbulkan variabel baru dalam distribusi listrik.
Implementasi cloud computing pada sistem smart grid dapat dikedepankan
sebagai solusi untuk dapat memonitor dan mengendalikan secara simultan semua
variabel dari sisi pembangkit listrik berbasis EBT hingga ke sisi pengguna. Smart
grid dapat diterapkan pada sistem distribusi listrik yang memiliki multi
pembangkit listrik dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi management
distribusi listrik. Sebagai contoh jika salah satu pembangkit listrik konvensional
skala besar mengalami gangguan yang berakibat pada menurunnya kapasitas
listrik yang dihasilkan, maka wilayah yang dikover oleh pembangkit listrik yang
bermasalah tersebut masih dapat memperoleh pasokan listrik dari energy storage
maupun pembangkit listrik lain yang mengalami kelebihan pasokan listrik. Selain
itu, seiring dengan berkembangnya penggunaan pembangkit listrik mandiri, maka
smart grid juga dapat mengintegrasikan pembangkit listrik mandiri, seperti panel
surya dengan pembangkit listrik konvensional skala besar, seperti PLTPB.
Dengan adanya implementasi cloud computing pada smart grid maka
pengelolaan data management dari smart grid yang tergolong kategori big data
dapat mengoptimalkan resource yang ada di cloud dengan tetap memiliki tingkat
skalabilitas yang tinggi.
13
Referensi
[1] Peter Fox, Penner. 2010. Smart Power : Climate Change, the Smart Grid,
and the Future of Electric Utilities. London: IslandsPress.
[2] Bryson, John. 2012. NIST Framework and Roadmap for Smart Grid
Interoperability Standards, Release 2.0. National Institute of Standards
and Technology.
[3] T.D. Atmaja, D.R. Saleh. 2011. Cloud Computing untuk Mendukung
Aplikasi Smart Grid . Konferensi Teknologi Informasi dan Komunikasi
untuk Indonesia, Bandung.
[4] N. Antonopoulos, L. Gillam. 2010. Cloud Computing: Principles, Systems
and Applications. Springer London Dordrecht, New York Heidelberg.
[5] Fred Baker, 2009. Collision of the Internet Architecture and the Smart
Grid . Cisco Systems, Inc. Presentation_ID.
[6] Y. Simmhan, S. Aman, A. Kumbhare, R. Liu, S. Stevens, Q. Zhou, V.
Prasanna. 2013. Cloud-Based Software Platform For Data-Driven Smart
Grid Management . University of Southern California, Los Angeles.
PENDISTRIBUSIAN LISTRIK DI INDONESIA
MENINGKATKAN EFISIENSI MANAGEMENT PENDISTRIBUSIAN
merupakan pemenuhan kebutuhan yang nyata di masyarakat. Penyediaan
kebutuhan listrik di Indonesia lebih merupakan upaya untuk membangkitkan dan
mendistribusikan listrik sesuai dengan kapasitas yang ada ke masyarakat. Hal ini
dikarenakan faktor keterbatasan dari kapasitas pembangkit listrik yang ada di
Indonesia yang masih belum mampu untuk memenuhi kebutuhan listrik di seluruh
Indonesia. Oleh karena itu, isu efisiensi dan optimalisasi dalam management
pendistribusian listrik menjadi hal yang sangat penting.
Isu lainnya yang juga menjadi perhatian penting adalah sebagian besar dari
sumber daya energi yang digunakan oleh pembangkit listrik di Indonesia masih
menggunakan bahan bakar fosil, seperti batu bara. Permasalahan terkait isu
tersebut adalah semakin menipisnya cadangan bahan bakar fosil dan
meningkatnya dampak pemanasan global sebagai akibat buruk dari penggunaan
bahan bakar fosil tersebut. Hal tersebut memicu penelitian dan pengembangan
terhadap sumber energi baru dan terbarukan yang ramah lingkungan seperti energi
surya, mikrohidro, arus laut, angin, dan panas bumi.
Dalam Blueprint Pengelolaan Energi Nasional Tahun 2006-2025,
pengembangan EBT (Energi Baru dan Terbarukan) menjadi salah satu sasaran
dari kebijakan energi nasional. Sebagai konsekuensinya, keberadaan pembangkit
berbasis EBT menimbulkan variabel-variabel baru dalam jaringan pendistribusian
listrik. Oleh sebab itu, dibutuhkan pengembangan suatu sistem pengelolaan cerdas
yang dapat memonitor dan mengendalikan secara simultan semua variabel dari
sisi pembangkit listrik hingga ke sisi pengguna. Sistem pengelolaan cerdas dengan
tujuan untuk meningkatkan efisiensi dan optimalisasi management pendistribusian
listrik tersebut dikenal dengan teknologi smart grid .
Dalam konsep tradisional, listrik dihasilkan oleh sejumlah pembangkit
listrik konvensional berskala besar, seperti PLTG. Listrik tersebut ditransmisikan
pada sistem transmisi dengan tegangan yang sangat tinggi ke wilayah-wilayah
yang dialiri listrik dan didistribusikan dengan tegangan rendah kepada end user
melalui jaringan distribusi listrik. Jaringan distribusi konvensional tersebut
dibangun dengan prinsip build and connect di mana jaringan distribusi listrik
dibangun hanya sebatas untuk menghubungkan pembangkit listrik kapasitas besar
ke wilayah-wilayah pengguna listrik.
mengalami perubahan paradigma. Paradigma yang saat ini berkembang seiring
penggunaan pembangkit listrik mandiri seperti panel surya yang mendorong
adanya desentralisasi pembangkit listrik di sisi pengguna telah membuat jaringan
distribusi yang dibangun saat ini menggunakan prinsip build and manage.
Jaringan distribusi tersebut tidak bisa lagi hanya sebatas sebagai penghubung,
tetapi juga dapat dikelola secara aktif.
Pengembangan teknologi smart grid sebagai sistem pengelolaan cerdas
yang mendukung prinsip build and manage akan membuat pelanggan dapat
memonitor dan mengontrol penggunaan listrik berdasarkan integrasi antara
pembangkit listrik konvensional skala besar dengan pembangkit listrik mandiri
yang ada di sisi pengguna. Pada Gambar 1 menunjukkan mengenai gambaran
teknologi smart grid yang menghubungkan antara sistem hulu (pembangkit listrik
skala besar) dengan sistem hilir (sisi pengguna beserta pembangkit listrik
mandiri).
energi listrik dengan menambahkan teknologi informasi dan komunikasi sehingga
pada sistem jaringan distribusi tidak hanya terdapat aliran listrik tetapi juga
terdapat aliran informasi. Sistem dapat memonitor, menjaga dan secara otomatis
mengoptimalkan operasi antar komponen interkoneksinya, mulai dari pusat
pembangkit listrik dan distribusi listrik melalui jaringan transmisi tegangan tinggi
dan jaringan sistem distribusi, ke sisi industri dan sistem pembangkit listrik
mandiri, ke instalasi penyimpanan energi, hingga ke konsumen pemakai terakhir.
Pada Gambar 2 menunjukkan framework pada smart grid.
Gambar 2. Framework pada Smart Grid [2]
National Institute of Standards and Technology (NIST) memperkenalkan
konsep model untuk memberikan pemahaman dasar tentang smart grid . Konsep
model ini terdiri dari beberapa domain. Setiap domain memuat banyak
application dan actor yang terhubung satu sama lain dan mempunyai interface
pada setiap ujungnya. Tabel 1 mendeskripsikan lebih jelas tentang actors pada
domain smart grid .
Smart grid dikarakterisasikan dengan aliran dua arah yaitu listrik dan
informasi untuk menciptakan sebuah jaringan penyebaran energi listrik yang
terdistribusi secara luas dan terotomasi berdasarkan informasi dari hasil
monitoring . Smart grid ini memasukkan keunggulan sistem komunikasi dan
komputasi terdistribusi ke dalam grid. Hal ini akan menghadirkan informasi real-
time dan memungkinkan keseimbangan antara pasokan dan permintaan energi.
Tantangan terkait teknis untuk mencapai smart grid yang baik, antara lain meliputi
[3]:
a.
Smart Equipment yaitu semua peralatan lapangan yang berbasis komputer atau
berbasis mikroprosesor.
b. Communication systems yaitu mengacu pada media dan protokol komunikasi
yang dikembangkan saat ini, namun harus cukup fleksibel untuk menampung
media baru yang akan datang sambil menjaga sistem tetap aman dalam
interoperabilitas.
menyimpan, dan menyediakan data untuk pengguna dan aplikasi-aplikasi.
5
d. Information and Data privacy merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam
sistem smart grid yang saling berhubungan secara luas. Pengaturan tertentu
harus dilakukan untuk memastikan bahwa akses terhadap informasi akan
berbeda-beda disesuaikan dengan status pengakses tersebut karena berbagai
pemilik kepentingan memiliki hak informasi yang berbeda-beda.
e.
elektronik dan sistem komunikasi dan layanan.
f.
analisis data yang diperoleh dari hasil monitoring sistem distribusi.
Dengan adanya penerapan smart grid pada sistem distribusi listrik dapat
meningkatkan efisiensi dan optimalisasi dari management pendistribusian listrik.
Hasil monitoring dari kebutuhan penggunaan listrik di wilayah tersebut dapat
dijadikan sebagai acuan untuk mengatur dan mengendalikan kapasitas yang
dihasilkan oleh pembangkit listrik konvensional skala besar. Jika terdapat
kelebihan pasokan listrik dari kapasitas pembangkit listrik tersebut, maka
kelebihan tersebut dapat disimpan pada energy storage. Smart grid dapat
diterapkan pada sistem distribusi listrik yang memiliki multi pembangkit listrik
sehingga jika salah satu pembangkit listrik konvensional skala besar mengalami
gangguan yang berakibat pada menurunnya kapasitas listrik yang dihasilkan,
maka wilayah yang dikover oleh pembangkit listrik yang bermasalah tersebut
masih dapat memperoleh pasokan listrik dari energy storage maupun pembangkit
listrik lain yang mengalami kelebihan pasokan listrik.
Selain itu, seiring dengan berkembangnya penggunaan pembangkit listrik
mandiri, maka smart grid juga dapat mengintegrasikan pembangkit listrik mandiri
dengan pembangkit listrik konvensional skala besar. Sebagai contoh jika pada
suatu rumah terpasang pembangkit listrik mandiri berupa panel surya dan juga
masih mendapatkan pasokan listrik dari pembangkit listrik konvensional skala
besar berupa PLTG, maka dengan memanfaatkan advanced metering
terdapat kondisi di mana perusahaan listrik yang bertanggung jawab untuk
menjamin pasokan listrik di suatu wilayah mengalami defisit, maka pengguna
yang memiliki cadangan pasokan listrik ataupun kelebihan kapasitas dari
pembangkit listrik mandiri tersebut dapat menjual listriknya kepada perusahaan
listrik tersebut sesuai dengan regulasi yang memang berlaku di wilayah atau
negara tersebut.
architecture (SOA) yang diterapkan untuk menyediakan sumber daya teknologi
informasi sebagai sebuah jasa layanan. Cloud computing memungkinkan layanan
secara cepat dan elastis baik dalam skala besar maupun skala kecil serta
konsumen yang menggunakan layanan tersebut sesuai dengan kebutuhan dan
yang dibayar juga sesuai dengan sumber daya yang digunakan dalam infrastuktur
cloud tersebut. Pada Gambar 3 menunjukkan taksonomi dari teknologi cloud
computing .
National Institute of Standard and Technology (NIST) menetapkan
setidaknya lima kriteria yang harus dipenuhi oleh sebuah sistem untuk dapat
dikategorikan dalam kriteria cloud computing , di antaranya, yaitu [4]:
a. On-demand self-service
langsung memesan sumber daya yang dibutuhkan, seperti kecepatan prosessor
dan kapasitas penyimpanan melalui control panel elektronis yang disediakan.
Jadi tidak perlu berinteraksi dengan personil customer service jika ingin
menambah atau mengurangi sumber daya cloud yang diperlukan.
b. Broadband Network Access
c. Resource pooling
dengan mekanisme multi-tenant yang memungkinkan sejumlah sumber daya
tersebut digunakan secara bersama-sama oleh sejumlah user .
d. Rapid elasticity
Elastis dan cepat tersedia, baik itu dalam bentuk penambahan ataupun
pengurangan kapasitas yang diperlukan, seolah-olah kapasitas yang tersedia
tak terbatas besarnya, dan dapat digunakan kapan saja dengan jumlah berapa
saja.
Sumber daya cloud yang tersedia harus dapat diatur dan dioptimasi
penggunaannya, jumlah sumber daya yang digunakan dapat secara transparan
diukur.
beberapa teknologi inti meliputi [4]:
a. Web applications and services.
Software as a Service (SaaS) dan Platform as a Service (Paas) tidak
dapat berjalan tanpa adanya teknologi web application dan web service. SaaS
menawarkan jenis implementasi dalam web application dimana PaaS
menyediakan pengembangan dan lingkungan runtime untuk web application.
Teknologi ini mempunyai teknik virtualisasi yang sangat berat karena
PaaS dan SaaS biasanya dibangun pada bagian untuk mendukung IaaS,
sementara untuk kepentingan virtualisasi PaaS dan SaaS juga harus
dikembangkan model layanannya.
Cryptography merupakan mekanisme untuk menjaga keamanan dari
cloud computing sehingga orang yang tidak mempunyai hak akses tidak dapat
menggunakan infrastruktur cloud tersebut. Banyak keamanan cloud computing
yang hanya dapat dipecahkan dengan menggunakan teknik cryptography.
Berdasarkan penjelasan tentang teknologi cloud computing tersebut, maka
cloud computing dapat mengembangkan kemampuan smart grid sebagai berikut
[3]:
a.
mikroprosesor, termasuk controller , Remote Terminal Unit (RTU), Intelligent
Electronic Devices (IED). Hal ini akan makin teroptimalisasi dengan
penggunaan komputasi tersentralisasi. Updating juga dapat dilakukan dengan
mudah dan upgrading pada satu cloud akan lebih ekonomis karena di sini
tidak membutuhkan banyak pembaruan infrastruktur karena infrastruktur
tersebut berbasis virtual. Sistem cloud computing akan memfasilitasi sistem
keamanan sentral dan mengakomodasi pembaruan media di masa depan
dengan kemudahan upgrade sistem.
management yang dimudahkan dengan pemusatan data di cloud . Teknik dan
model data seperti data-warehousing dan data mining sering diterapkan untuk
menangani sejumlah besar sinkronisasi dan rekonsiliasi yang diperlukan
diantara database yang telah ada dan database yang baru muncul. Cloud
computing juga terspesialisasi untuk menangani data dalam skala besar.
Sehingga hal tersebut sangat memudahkan dan membantu pengolahan data
pada sistem smart grid yang tergolong big data.
Availability).
d.
Pembedaan akses informasi dalam sistem smart grid dapat dimonitor dalam
satu cloud sehingga mendukung sistem keamanan dan integritas data.
e. Salah satu evolusi pengembangan perangkat lunak yang paling menonjol
adalah pergeseran dari peer-to-peer integration environment menuju Services
Oriented Architecture (SOA). SOA dibangun diatas analisis robust, simulasi,
dan infrastruktur manajemen data yang mampu mencakup seluruh fungsi pada
titik-titik kerja smart grid .
smart grid menghubungkan operasi antar elemen interkoneksi, mulai dari pusat
pembangkit listrik dan distribusi listrik melalui jaringan transmisi tegangan tinggi
dan jaringan sistem distribusi, ke sisi industri dan sistem pembangkit listrik
mandiri, ke instalasi penyimpanan energi, dan ke konsumen pemakai terakhir.
Aliran informasi yang ditangani oleh smart grid tergolong big data dan
memerlukan komputasi berbasis cloud untuk dapat mengoptimalkan resource
yang ada.
mengimplementasikan sistem cloud computing dapat mengoptimalkan
pengelolaan data management pada smart grid tersebut. Mekanisme ini dapat
disebut dengan smart grid cyber physical system di mana smart grid secara fisik
merupakan bagian inti dari sistem distribusi listrik yang juga ditunjang dengan
Information And Communication Technology (ICT) berbasis cloud computing .
Pada Gambar 5 menunjukkan smart grid cyber physical system.
Gambar 5. Smart Grid Cyber Physical System [6]
Mengimplementasikan cloud computing dalam smart grid adalah dengan
menginterkoneksikan komponen-komponen smart grid ke dalam satu jaringan
komputasi. Setiap komponen tersebut kemudian berinteraksi dengan saling
memberikan informasi mengenai tiap-tiap titik pengamatan, baik itu pengamatan
dalam sistem pembangkitan listrik, distribusi, transmisi maupun pembebanan di
pelanggan.
dan aplikasi smart grid , berikut ulasan mengenai flexibilitas cloud computing
terhadap smart grid [3]:
a. Wide Area Situational Awareness yaitu sistem sentralisasi pada cloud
computing dapat mendukung pemanduan yang tersinkronisasi atas seluruh
informasi dan aplikasi yang beredar dalam smart grid . Pemetaan dan
perluasan titik, terutama pada jalur distribusi dan transmisi, dapat dilakukan
secara remote hanya dengan mengakses satu cloud .
b. Demand Response yaitu cloud computing akan memudahkan pengendalian
pasar dalam hal ini adalah para pengguna akhir energi listrik. Cloud
computing dapat dengan mudah mengumpulkan dan membandingkan
informasi dari setiap titik dan mengubahnya menjadi sebuah model standard
yang menjadi acuan dalam kontrol distribusi listrik.
c. Electricity Storage yaitu web-based yang dimiliki cloud computing dapat
membantu interkoneksi antar media penyimpanan. Cloud computing juga
mampu memberikan model informasi penyimpanan dan penggunaan listrik
berkat penggunaan real time monitoring dalam satu cloud .
d. Distribution Grid Management yaitu pengembangan Common Information
Model (CIM) dapat dilakukan di cloud computing . Hal ini akan membantu
pengembangan lebih lanjut mengenai vendor hosting . Vendor disini dapat
membantu dari sisi interoperability testing . Di lain sisi, penggunaan cloud
computing mempunyai keunggulan dalam pengembangan dan perluasan cloud
karena memiliki kemampuan skalabilitas yang tinggi sehingga memudahkan
perluasan resource dan pengendalian dampaknya tanpa mengganggu sistem
yang sudah ada.
Berdasarkan pembahasan terkait latar belakang masalah pada bagian
pendahuluan dapat diperoleh dua isu utama yaitu isu pengembangan Energi Baru
dan Terbarukan (EBT) sebagai pengganti sumber energi fosil yang saat ini masih
digunakan pembangkit listrik di Indonesia dan isu terkait efisiensi dan
optimalisasi management pendistribusian listrik di Indonesia.
Dengan kondisi Indonesia yang dilimpahi dengan banyaknya sumber
Energi Baru dan Terbarukan (EBT) seperti energi surya, gelombang air laut, dan
panas bumi maka sudah menjadi keharusan untuk mulai memanfaatkan energi
tersebut dan bukan memandangnya sebagai energi alternatif. Karena dapat
dipastikan EBT tersebut akan menggantikan keberadaan energi fosil yang sudah
semakin menipis. Oleh karena itu, pengembangan dan pembangunan pembangkit
listrik berbasis EBT harus segera dilakukan. Sebagai konsekuensinya, keberadaan
pembangkit berbasis EBT menimbulkan variabel baru dalam distribusi listrik.
Implementasi cloud computing pada sistem smart grid dapat dikedepankan
sebagai solusi untuk dapat memonitor dan mengendalikan secara simultan semua
variabel dari sisi pembangkit listrik berbasis EBT hingga ke sisi pengguna. Smart
grid dapat diterapkan pada sistem distribusi listrik yang memiliki multi
pembangkit listrik dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi management
distribusi listrik. Sebagai contoh jika salah satu pembangkit listrik konvensional
skala besar mengalami gangguan yang berakibat pada menurunnya kapasitas
listrik yang dihasilkan, maka wilayah yang dikover oleh pembangkit listrik yang
bermasalah tersebut masih dapat memperoleh pasokan listrik dari energy storage
maupun pembangkit listrik lain yang mengalami kelebihan pasokan listrik. Selain
itu, seiring dengan berkembangnya penggunaan pembangkit listrik mandiri, maka
smart grid juga dapat mengintegrasikan pembangkit listrik mandiri, seperti panel
surya dengan pembangkit listrik konvensional skala besar, seperti PLTPB.
Dengan adanya implementasi cloud computing pada smart grid maka
pengelolaan data management dari smart grid yang tergolong kategori big data
dapat mengoptimalkan resource yang ada di cloud dengan tetap memiliki tingkat
skalabilitas yang tinggi.
13
Referensi
[1] Peter Fox, Penner. 2010. Smart Power : Climate Change, the Smart Grid,
and the Future of Electric Utilities. London: IslandsPress.
[2] Bryson, John. 2012. NIST Framework and Roadmap for Smart Grid
Interoperability Standards, Release 2.0. National Institute of Standards
and Technology.
[3] T.D. Atmaja, D.R. Saleh. 2011. Cloud Computing untuk Mendukung
Aplikasi Smart Grid . Konferensi Teknologi Informasi dan Komunikasi
untuk Indonesia, Bandung.
[4] N. Antonopoulos, L. Gillam. 2010. Cloud Computing: Principles, Systems
and Applications. Springer London Dordrecht, New York Heidelberg.
[5] Fred Baker, 2009. Collision of the Internet Architecture and the Smart
Grid . Cisco Systems, Inc. Presentation_ID.
[6] Y. Simmhan, S. Aman, A. Kumbhare, R. Liu, S. Stevens, Q. Zhou, V.
Prasanna. 2013. Cloud-Based Software Platform For Data-Driven Smart
Grid Management . University of Southern California, Los Angeles.