ekternalitas-lingkungan

14
EKSTERNALITAS LINGKUNGAN Dini Yuniarti * Abstract The aim of this paper is to provide an introduction to the concept of environmental externalities, its implications for resource allocation and policy options for internalization with a view to improve social welfare. In this paper will be introduces the concept of externalities and explains how externalities cause divergence between social costs (benefits) and private costs (benefits). This is followed by illustrations of different types of negative externalities and how they arise, reviews briefly important theoretical contributions in the theory of negative externalities and policy options for dealing with them. Key words : Externality, environmental, policy. Pendahuluan Pembangunan yang dilakukan selama ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang ditunjukkan oleh tingginya pertumbuhan ekonomi. Dalam kenyataannya peningkatan pertumbuhan ekonomi tidak saja membawa dampak posistif bagi sebuah perekonomian namun juga memberikan dampak negative bagi lingkungan. Proses produksi dan konsumsi telah menimbulkan adanya limbah yang kemudian akhirnya dikembalikan ke lingkungan. Kerusakan lingkungan tidak saja terjadi di Negara-Negara yang mengalami perekonomian yang tumbuh pesat seperti China, misalnya namun juga terjadi di Negara-negara yang pertumbuhan ekonominya lambat seperti di Negara-negara Amerika Tengah. Kondisi ini terjadi karena banyak Negara yang memilih pendekatan grow first, clean up later seperti dinyatakan oleh Thomas (2001). Namun ternyata pendekatan grow first, clean up later merupakan strategi yang berbiaya tinggi secara social dan ekologi, dan mengancam keberlanjutan pertumbuhan itu sendiri. Beberapa kerugian terhadap lingkungan seperti keanekaan hayati dan kesehatan manusia adalah contohnya. Dalam ilmu ekonomi terjadinya kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan manusia secara spesifik disebut sebagai eksternalitas. Makalah ini bertujuan membahas eksternalitas lingkungan dari sudut pandang teori ekonomi, mulai dari konsep dasar, dampaknya bagi masyarakat dan perekonomian, serta kebijakan untuk mengurangi eksternalitas lingkungan. * Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Ahmad Dahlan 1

description

totally

Transcript of ekternalitas-lingkungan

Page 1: ekternalitas-lingkungan

EKSTERNALITAS LINGKUNGAN

Dini Yuniarti *

Abstract

The aim of this paper is to provide an introduction to the concept of environmental externalities, its implications for resource allocation and policy options for internalization with a view to improve social welfare. In this paper will be introduces the concept of externalities and explains how externalities cause divergence between social costs (benefits) and private costs (benefits). This is followed by illustrations of different types of negative externalities and how they arise, reviews briefly important theoretical contributions in the theory of negative externalities and policy options for dealing with them.

Key words : Externality, environmental, policy.

Pendahuluan

Pembangunan yang dilakukan selama ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang ditunjukkan oleh

tingginya pertumbuhan ekonomi. Dalam kenyataannya peningkatan pertumbuhan ekonomi tidak saja membawa dampak posistif bagi

sebuah perekonomian namun juga memberikan dampak negative bagi lingkungan. Proses produksi dan konsumsi telah menimbulkan

adanya limbah yang kemudian akhirnya dikembalikan ke lingkungan.

Kerusakan lingkungan tidak saja terjadi di Negara-Negara yang mengalami perekonomian yang tumbuh pesat seperti

China, misalnya namun juga terjadi di Negara-negara yang pertumbuhan ekonominya lambat seperti di Negara-negara Amerika

Tengah. Kondisi ini terjadi karena banyak Negara yang memilih pendekatan grow first, clean up later seperti dinyatakan oleh Thomas

(2001). Namun ternyata pendekatan grow first, clean up later merupakan strategi yang berbiaya tinggi secara social dan ekologi, dan

mengancam keberlanjutan pertumbuhan itu sendiri. Beberapa kerugian terhadap lingkungan seperti keanekaan hayati dan kesehatan

manusia adalah contohnya.

Dalam ilmu ekonomi terjadinya kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan manusia secara spesifik disebut

sebagai eksternalitas. Makalah ini bertujuan membahas eksternalitas lingkungan dari sudut pandang teori ekonomi, mulai dari konsep

dasar, dampaknya bagi masyarakat dan perekonomian, serta kebijakan untuk mengurangi eksternalitas lingkungan.

Tinjauan Pustaka

Eksternalitas

Eksternalitas timbul ketika beberapa kegiatan dari produsen dan konsumen memiliki pengaruh yang tidak diharapkan

(tidak langsung) terhadap produsen dan atau konsumen lain. Eksternalitas bisa positif atau negative. Eksternalitas positif terjadi saat

kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok memberikan manfaat pada individu atau kelompok lainnya (Sankar, 2008).

Perbaikan pengetahuan di berbagai bidang, misalnya ekonomi, kesehatan, kimia, fisika memberikan eksternalitas positif bagi

masyarakat. Eksternalitas positif terjadi ketika penemuan para ilmuwan tersebut tidak hanya memberikan manfaat pada mereka, tapi

juga terhadap ilmu pengetahuan dan lingkungan secara keseluruhan. Adapun eksternalitas negatif terjadi saat kegiatan oleh individu

atau kelompok menghasilkan dampak yang membahayakan bagi orang lain. Polusi adalah contoh eskternalitas negatif. Terjadinya

proses pabrikan di sebuah lokasi akan memberikan eksternalitas negatif pada saat perusahaan tersebut membuang limbahnya ke sungai

yang berada di sekitar perusahaan. Penduduk sekitar sungai akan menanggung biaya eksternal dari kegiatan ekonomi tersebut berupa

* Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Ahmad Dahlan

1

Page 2: ekternalitas-lingkungan

masalah kesehatan dan berkurangnya ketersediaan air bersih. Polusi air tidak saja ditimbulkan oleh pembuangan limbah pabrik, tapi

juga bisa berasal dari penggunaan pestisida, dan pupuk dalam proses produksi pertanian.

Eksternalitas lingkungan sendiri didefinisikan sebagai manfaat dan biaya yang ditunjukkan oleh perubahan lingkungan

secara fisik hayati (Owen, 2004). Polusi air yang telah dijelaskan di atas termasuk ke dalam eksternalitas lingkungan, dimana polusi

tersebut telah merubah baik secara fisik maupun hayati sungai yang ada di sekitar perusahaan tersebut. Selain polusi air perubahan

lingkungan lain dapat dilihat dari definisi lingkungan dalam The Environment (Protection) Act, 1986 sebagai berikut.

The Environment (Protection) Act, 1986 defines environment to include ‘water, air and land and the interrelationship which exists among and between water, air and land, and human beings, other living creatures, plants, microorganisms and property’. (Sankar, 2008)

Adapun polusi atau pencemaran itu sendiri berdasarkan UU No. 23 Tahun 1997 Tentang : Pengelolaan Lingkungan Hidup

pasal 1 ayat 12, adalah sebagai berikut.

Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya;

Berdasarkan pengertian lingkungan di atas, selain air, udara, dan juga tanah, serta hubungan timbal balik di antara air,

udara, dan tanah dapat berpotensi mengalami eksternalitas lingkungan. Adanya asap dan konsentrasi bahan-bahan beracun serta global

warming merupakan contoh dari polusi udara. Adapun sampah tidak berbahaya dan limbah beracun merupakan contoh dari polusi

tanah. Polusi limbah beracun jelas berbahaya dan merupakan masalah serius, sedangkan sampah rumah tangga merupakan masalah

polusi juga, apalagi jika sampah tersebut dibuang ke sungai atau ke tempat yang tidak semestinya. Emisi gas rumah kaca

menyebabkan global warming, yang dihasilkan dari emisi karbon dioksida, methane, nitrus oxida, dan gas lainnya.

Adanya eksternalitas menyebabkan terjadinya perbedaan antara manfaat (biaya ) sosial dengan manfaat (biaya) individu.

Timbulnya perbedaan antara manfaat (biaya ) sosial dengan manfaat (biaya) individu sebagai hasil dari alokasi sumberdaya yang tidak

efisien. Pihak yang menyebabkan eksternalitas tidak memiliki dorongan untuk menanggung dampak dari kegiatannya terhadap pihak

lain. Dalam perekonomian yang berdasarkan pasar persaingan sempurna, output individu optimal terjadi saat biaya individu marginal

sama dengan harganya. Eksternalitas positif terjadi saat manfaat social marginal lebih besar dari biaya individu marginal (harga),

oleh karena itu output individu optimal lebih kecil dari output sosial optimal. Adapun eksternalitas negatif terjadi, saat biaya sosial

marginal lebih besar dari biaya individu marginal, oleh karena itu tingkat output individu optimal lebih besar dari output sosial

optimal. (Sankar, 2008)

Kegagalan pasar dan eksternalitas

Eksternalitas menyebabkan pasar mengalami inefisiensi, kondisi ini disebut sebagai kegagalan pasar (market failure).

Ketika kegagalan pasar terjadi, pasar menghasilkan terlalu banyak barang dan jasa tertentu, dan terlalu sedikit menghasilkan barang

dan jasa yang lain. Kesimbangan pasar menunjukkan keadaan permintaan sama dengan penawaran, dimana kerelaan membayar dari

pembeli marginal barang (marginal benefit) yang ditunjukkan oleh permintaan sama dengan tambahan biaya (marginal cost) untuk

barang tersebut yang ditunjukkan oleh penawaran. Dengan kata lain pada kondisi ini terjadi alokasi sumberdaya yang efisien. Pada

saat terjadi eksternalitas positif, misalnya adanya perbaikan teknologi, adanya perbaikan tersebut masyarakat memperoleh kemudahan

tanpa ikut menanggung biayanya. Keadaan ini menyebabkan, manfaat marginal tidak sama dengan biaya marginal untuk

menghasilkan barang tersebut. Demikian pula dengan eksternalitas negatif, penggunaan kendaraan bermotor oleh seorang individu

2

Page 3: ekternalitas-lingkungan

akan memberikan mafaat bagi pengguna, namun polusi yang dikeluarkan dari penggunaan kendaraan tersebut berdampak buruk bagi

kesehatan pengguna jalan yang tidak memperoleh manfaat dari kendaraan tersebut. Artinya terjadi perbedaan marginal benefit dan

marginal cost sebagai hasil dari kegiatan tersebut.

Sumber eksternalitas

Sumber dari eksternalitas adalah ketiadaan hak milik (property right), yaitu kesepakatan sosial yang menentukan

kepemilikan, penggunaan dan pembagian factor produksi serta barang dan jasa. Hak milik tidak ada saat eksternalitas timbul. Tidak

ada seorangpun yang memiliki udara, sungai, dan laut. Pada saat tidak adanya hak milik, maka tidak ada jaminan sebuah perusahaan

swasta beroperasi pada tingkat yang efisien. (Taggart, et al, 2003).

Sumberdaya lingkungan seperti udara bersih, air di sungai, laut dan atmosfir hak kepemilikannya tidak terdefinisikan

dengan tepat. Di banyak Negara sumberdaya tersebut berada dalam domain publik. Penggunaan sumberdaya tersebut dianggap

sebagai barang bebas dan faktor produksi tanpa harga. Oleh karena itu mereka menghitung penggunaan sumberdaya lingkungan tidak

ada harganya ketika nilai sosal yang positif mengalami kelangkaan. Dua alasan penting ketiadaan pasar adalah a) adanya kesulitan

mendefisikan, mendistribusikan dan menentukan hak milik, b) tingginya biaya dari penciptaan dan pengoperasian pasar (Sankar,

2008). Pada saat sebuah perusahaan membuang limbahnya di sungai, maka perusahaan memperoleh manfaat dari sungai tersebut,

namun tidak menanggung biaya dari penggunaan sungai tersebut karena perusahaan tidak merasa memiliki sungai tersebut.

Tipe-tipe Eksternalitas

Externalitas lingkungan dapat dikelompokkan berdasarkan pengaruhnya terhadap individu dan wilayah. Pencemaran

lingkungan atau kerusakan lingkungan dapat dikelompokkan sebagai eksternalitas daerah/lokal seperti terjadi kerusakan air danau,

kerusakan tanah, dan polusi udara. Polusi di daerah menjadi kesulitan bagi penduduk daerah tersebut jika memiliki dua karakteristik,

yaitu non-rivalry and non-exclusion. Adapun polusi dari sungai besar dan kerusakan ekosistem gunung mungkin akan mempengaruhi

sejumlah wilayah. Emisi gas rumah kaca merupakan masalah penduduk dunia tanpa memperhatikan dari mana polusi berasal, emisi

menyeluruh berdampak kepada semua orang di dunia dan ekosistem secara keseluruhan. Pengelompokkan eksternalitas penting

berkenaan dengan masalah otoritas mana yang akan membawahi masalah polusi dan atau kerusakan tersebut. (Sankar, 2008)

Alternative Pertumbuhan Ekonomi dan Kualitas Lingkungan

Pertumbuhan ekonomi yang cepat dengan mengabaikan lingkungan telah menimbulkan biaya yang besar tidak saja bagi

lingkungan tapi juga bagi pembangunan itu sendiri, Oleh karena itu para ekonom memulai mempertimbangkan jalur pembangunan

berkelanjutan ke dalam strategi perencanaan pembanunannya. Thomas (2001) memberikan alternatif jalur pembangunan dan kualitas

lingkungan seperti digambar pada Gambar 1.

Sebuah perekonomian yang memperhatikan lingkungan akan memperlihatkan keseimbangan akselerasi antara

pembangunan ekonomi dengan kualitas lingkungan seperti ditunjukkan oleh pergeseran sepanjang A - D. Jika perekonomian

mengadopsi pendekatan “grow now, clean up latter”, ditunjukkan oleh perseseran dari A ke C dengan terjadinya kemerosotan

lingkungan (China, Indonesia dan Thailand sebagai contoh). Alternatif terburuk adalah mengikuti kebijakan yang menghasilkan

pertumbuhan ekonomi yang melambat dengan kerusakan lingkungan, yang ditunjukkan oleh pergeseran dari titik A ke B (seperti

3

Page 4: ekternalitas-lingkungan

ditunjukkan oleh beberapa Negara di Amerika Tengah dan Afrika). Dimana biaya untuk memperbaiki lingkungannya lebih besar dari

biaya pencegahan dan banyak kehilangan tidak dapat diubah.

Gambar 1. Jalur Pertumbuhan Alternatif dan Kualitas Lingkungan

Income Level

A D

B A

Kualitas lingkungan

Sumber : Thomas (2001)

Pilihan Kebijakan yang Berkaitan dengan Eksternalitas Lingkungan

Teori mengenai eksternalitas negatif merupakan dasar dari ilmu ekonomi lingkungan. Berikut secara garis besar akan

dijelaskan pilihan kebijakan yang berkenaan dengan eksternalitas. Pada saat terjadi eksternalitas, pemerintah dan swasta dapat

menyusun solusi untuk masalah tersebut.

Pemerintah dapat menanggapi dengan dua cara, yaitu dengan kebijakan control –kendalikan (command-and-control policy)

yang mengatur perilaku secara langsung. Kebijakan kedua adalah kebijakan yang berorientasi pasar ( market-based policy) yang

menyediakan insentif sehingga para pembuat kebijakan swasta akan memilih untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri.(Mankiw,

2004)

Command -and-control policy dapat dilakukan dengan cara melarang atau mengharuskan perilaku tertentu, misalnya

membuang bahan kimia beracun ke persediaan air adalah tindakan kriminal. Namun untuk sebagian besar kasus polusi situasinya

tidaklah sederhana. Untuk penggunaan kendaraan bermotor yang mengasilkan polusi udara, pemerintah tidak dapat melarang semua

jenis kendaraan untuk mengatasi eksternalitas. Untuk itu pembuat kebijakan harus mempunyai informasi mengenai kegiatan-kegiatan

usaha serta teknologi yang dipakai untuk menyusun kebijakan.

Kebijakan yang berorientasi pasar bertujuan untuk menyamakan manfaat marginal dan biaya marginal social. Pemerintah

dapat menginternalisasikan eksternalitas dengan cara menerapkan pajak atas kegiatan-kegiatan yang menghasilkan eksternalitas negati

dan memberikan subsidi bagi kegiatan-kegiatan yang menghasilkan eksternalitas positif. Pajak yang digunakan untuk memperbaiki

efek-efek dari eksternalitas negative tersebut disebut pajak Pigovian (Pigovian tax).

Adanya masalah informasi mengenai dampak marginal dan biaya sosial marginal, penentuan output social optimal dan

keunikannya dalam pelaksanaan pajak Pigovian disoroti oleh Baumol and Oates. Untuk memecahkan masalah tersebut mereka

menyarankan pendekatan dua tahap. Pertama, memutuskan standar lingkungan yang didasarkan pada ketersediaan pengetahuan ilmiah

dan pilihan social. Kedua, menentukan salah satu opsi, yaitu pendekatan norma dan harga atau pendekatan norma dan ijin. Pendekatan

norma dan harga dapat diputuskan dengan pengetahuan mengenai fungsi biaya penyusutan marginal. Alternalif lain, dengan norma

4

Page 5: ekternalitas-lingkungan

dan informasi tentang garis dasar tingkat polusi, jumlah yang boleh didistribusikan dan harga yang diperbolehkan oleh kekuatan pasar.

(Sankar, 2008)

Selain pemerintah, swasta juga dapat memberikan solusi untuk eksternalitas. Meskipun eksternalitas menyebabkan alokasi

sumberdaya menjadi tidak efsien, namun tidak selalu pemerintah harus bertindak untuk menyelesaikannya. Pada keadaan-keadaan

tertentu, masyarakat dapat mengembangakan solusi sendiri, misalnya dengan penyelesaian eksternalitas dengan menggunakan moral

dan hukum sosial. Solusi lainnya adalah dengan beramal, yang ditunjukkan oleh lembaga-lembaga nirlaba untuk melindungi

lingkungan. pembuatan kontrak antara pelaku kegiatan untuk mengurangi adanya eksternalitas.

Keefektifan solusi dari swasta mengenai masalah eksternalitas dijelaskan oleh teorema Coase (Coase Theorem) yang

menyatakan, bahwa jika pihak-pihak swasta dapat melakukan tawar menawar mengenai alokasi sumberdaya tanpa harus

mengeluarkan biaya, mereka dapat menyelesaikan masalah eksternalitas mereka dengan sendirinya. Keputusan tergantung dari apakah

keuntungan dari mencegah kerusakan lebih besar dari kerugian membiarkan kerusakan itu terjadi jika menghentikan kegiatan yang

menghasilkan kerusakan. (Mankiw, 2004)

Pembahasan

Diskusi secara umum mengenai lingkungan biasanya memberikan sedikit perhatian terhadap ilmu ekonomi. Pada

umumnya diskusi tersebut memfokuskan pada aspek fisik dari lingkungan, bukan pada manfaat dan biaya. Asumsi yang biasa

mendasarinya adalah, bahwa jika kegiatan seseorang menyebabkan kerusakan lingkungan, maka kegiatan tersebut harus dihentikan.

Sebaliknya, studi ekonomi mengenai lingkungan menekankan pada benefit dan cost. Titik awal dari analisis ekonomi untuk

lingkungan adalah permintaan untuk lingkungan yang sehat. (Taggart, et al, 2003)

Permintaan akan lingkungan sehat meningkat karena dua alasan utama. Pertama seiring dengan meningkatnya pendapatan,

maka masyarakat memerlukan lebih banyak barang dan jasa. Salah satu barang tersebut adalah lingkungan dengan kualitas yang baik.

Kedua, adanya pengetahuan tentang pengaruh kegiatan manusia terhadap lingkungan, sehingga manusia berusaha melakukan

perbaikan lingkungan.

Beberapa indikator penurunan kualitas lingkungan adalah pencemaran lingkungan yang terus meningkat dari tahun 2004

sampai 2006 ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1. menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun terjadi peningkatan pencemaran udara yang

berasal dari emisi gas yang dikeluarkan oleh kendaraan.

Table. 1. Estimasi Emisi Kendaraan Bermotor di Indonesia

Tahun

Emisi Kendaraan Bermotor (Ribu ton/tahun)

HC NOx CO Sox

2004 1964475 1034556 21282301 79581.3

2005 2288774.1 1274031 26125519 98002.4

2006 2671310 1482251 30492026 114019.3

Sumber : BPS (2007)

5

Page 6: ekternalitas-lingkungan

Dampak dari eksternalitas, misalnya emisi gas hasil dari kendaraan bermotor terhadap kesehatan dan ligkungan dapat

dilihat pada Tabel 2.

Dampak dari emisi tersebut ternyata sangat membahayakan kesehatan dan lingkungan. Polusi udara perkotaan diperkirakan

memberi kontribusi bagi 800.000 kematian tiap tahun (WHO/UNEP). Saat ini banyak negara berkembang menghadapi masalah polusi

udara yang jauh lebih serius dibandingkan negara maju. Contoh klasik pengaruh polusi udara terhadap kesehatan dapat dilihat pada

kota-kota di negara maju seperti Meuse Valley, Belgia tahun 1930; Donora, Pennsylvania tahun 1948; dan London, Inggris tahun

1952; di mana terjadi peningkatan angka kematian (mortalitas) dan kesakitan (morbiditas) akibat polusi udara yang berakibat pada

penurunan produktivitas dan peningkatan pembiayaan kesehatan. Oleh sebab itu polusi udara juga merupakan salah satu masalah

kesehatan masyarakat yang cukup penting.  (Zaini, 2008)

Table 2. Pengaruh Partikel Emisi Terhadap Kesehatan dan Lingkungan

EMISI PENGARUH TERHADAP KESEHATAN PENGARUH TERHADAP LINGKUNGAN

SO2 - Problem saluran pernapasan- Radang paru-paru menahun

- Hujan asam yang dapat merusakkan lingkungan danau, sungai dan hutan- Mengganggu jarak pandang

NOx Sakit pada saluran pernapasan - Hujan asam- Ozon menipis yang mengakibatkan kerusakan hutan

Partikel/Debu -Iritasi pada mata dan tenggorokan- Bronkitis dan kerusakan saluranpernapasan

-Mengganggu jarak-pandang

CO2 Tidak berpengaruh secara langsung -Pemanasan global- Merusak ekosistem

Sumber : Princiotta, dalam Sugiyono (2008)

  Menurut Zaini (2008) di Indonesia, kendaraan bermotor merupakan sumber utama polusi udara di perkotaan. World Bank,

dalam kurun waktu 6 tahun sejak 1995 hingga 2001 menyatakan terdapat pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia

sebesar hampir 100%. Sebagian besar kendaraan bermotor itu menghasilkan emisi gas buang yang buruk, baik akibat perawatan yang

kurang memadai ataupun dari penggunaan bahan bakar dengan kualitas kurang baik (misal: kadar timbal/Pb yang tinggi) . World

Bank juga menempatkan Jakarta menjadi salah satu kota dengan kadar polutan/partikulat tertinggi setelah Beijing, New Delhi dan

Mexico City. Polusi udara yang terjadi sangat berpotensi menggangu kesehatan.  Menurut perhitungan kasar dari World Bank tahun

1994 dengan mengambil contoh kasus kota Jakarta, jika konsentrasi partikulat (PM) dapat diturunkan sesuai standar WHO,

diperkirakan akan terjadi penurunan tiap tahunnya:  1400 kasus kematian bayi prematur; 2000 kasus rawat di RS, 49.000 kunjungan

ke gawat darurat;  600.000 serangan asma; 124.000 kasus bronchitis pada anak; 31 juta gejala penyakit saluran pernapasan serta

peningkatan efisiensi 7.6 juta hari kerja yang hilang akibat penyakit saluran pernapasan - suatu jumlah yang sangat signifikan dari

sudut pandang kesehatan masyarakat. Dari sisi ekonomi pembiayaan kesehatan (health cost) akibat polusi udara di Jakarta

diperkirakan mencapai hampir 220 juta dolar pada tahun 1999.    

6

Page 7: ekternalitas-lingkungan

Data di atas menunjukkan besarnya dampak yang harus ditanggung oleh masyarakat baik dari segi kesehatan, lingkungan

maupun ekonomi. Padahal untuk menciptakan generasi yang unggul diperlukan kesehatan yang baik dan lindungan yang berkualitas

baik bagi seluruh masyarakat. Adanya masalah kesehatan nantinya akan menurunkan produktivitas sumber daya manusia dan

sumberdaya alam yang dimiliki. Penurunan kulitas sumberdaya pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan ekonomi itu sendiri.

Timbulnya eksternalitas lingkungan di atas, tidak bisa dilepaskan dari adanya kegiatan ekonomi yang ditujukkan untuk meningkatkan

pertumbuhan ekonomi. Namun akan menjadi ironi jika aktivitas ekonomi yang ditujukkan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi

dengan tujuan mencapai kesejahteraan, malah memberikan dampak yang buruk bagi masyarakat itu sendiri. Untuk itu diperlukan

evaluasi dan perubahan paradigma, mengenai pertumbuhan ekonomi yang lebih memperhatikan lingkungan.

Saat ini adanya peningkatan kesadaran mengenai dampak pembangunan yang tidak memperhatikan lingkungan telah

merubah paradigma tujuan pembangunan. Beberapa indicator pembangunan telah direvisi, tidak lagi hanya terbatas pada angka-angka

pertumbuhan ekonomi, namun lebih menekankan pada kesejahteraan manusia secara menyeluruh. Keberhasilan tidah hanya diukur

berdasarkan kemajuan fisik semata, namun juga dilihat dari kemajuan manusia dan lingkungan., yaitu pembangunan yang

berkelanjutan (sustainable development).

Salah satu agenda yang berkaitan dengan sustainable development yang banyak digunakan oleh Negara-negara adalah The

Millenium Development Goals (MDGs), yaitu program yang diperkenalkan oleh United Nation World Summit untuk mencapai

kesejahteraan penduduk. Untuk mencapainya Negara-negara berkembang mengacu pada 8 (delapan) tujuan yang diagendakan dalam

MDCs, yaitu pengurangan kemiskinan dan kelaparan, kesempatan memperoleh pendidikan dasar bagi penduduknya, kesetaraan

gender dan pemberdayaan pembangunan, berkurangnya kematian anak-anak, peningkatan kesehatan, penanggulangan terhadap

penyakit HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya, kepekaan lingkungan, dan pengembangan kemitraan global. (Adiningsih, et al,

2008)

Beberapa tujuan MDGs tersebut sangat erat kaitannya dengan lingkungan, seperti berkurangnya kematian anak-anak,

peningkatan kesehatan, penanggulangan terhadap penyakit seperti malaria, dan penyakit lainnya, kepekaan lingkungan, dan

pengembangan kemitraan global. Adanya penurunan eksternalitas lingkungan akan menjadi bagian pendorong tercapainya kedelapan

tujuan tersebut. Untuk itu diperlukan kebijakan-kebijakan yang lebih memperhatikan lingkungan. Kebijakan-kebijakan tersebut dapat

berupa command and control policy, market based policy, maupun solusi yang dikembangkan oleh sector masyarakat. Namun

kebijakan-kebijakan tersebut tidak akan efektif jika tidak diikuti oleh perangkat hukum yang kuat, kewibawaan aparat penegak

hukum, dan terjadinya harmonisai antara kepentingan ekonomi dengan kepentingan sosial dan lingkungan hidup.

Penutup

Eksternalitas lingkungan merupakan masalah yang tidak dapat dilepaskan dari kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh

masyarakat. Mengungat dampaknya yang besar terhadap kesehatan, lingkungan, bahkan pembangunan ekonomi itu sendiri, maka

perlu disusun kebijakan untuk menanggulanginya. Kebijakan-kebijakan tersebut dapat nerupa kebijakan yang diambil oleh pemerintah

seperti Pigovian tax, regulasi, maupun solusi yang berasal dari masyarakat.

Daftar Pustaka

7

Page 8: ekternalitas-lingkungan

Adiningsih, Sri, A. Ika Rahutami, Ratih Pratiwi Anwar, R. Awang Susatya Wijaya, Ekoningtyas Margu Wardani. 2008. Satu Dekade Paska - Krisis Ekonomi, Badai Pasti Berlalu ? Pusat Studi Asia Pasifik. Penerbit Kanisius

Mankiw, Gregory N., 2004. Principles Economics. 3rd ed. Thomson South-Western

Mc. Taggart, Douglas, Christopher Findlay, Michael Parkin. 2003. Economics. 4th ed. Addison Wesley.

Owen, Anthony D. 2004. Environmental Externalities, Market Distortions and TheEconomics of Renewable Energy Technologies.The Energy Journal,Vol.25,No. 3.

Sankar, U. 2008. Environmental Externalities. Didapat Online : http://coe.mse.ac.in/dp/envt-ext-sankar.pdf

Sugiyono, Agus, 2008. Penggunaan Energi dan Pemanasan Global: Prospek bagi Indonesia. Didapat Online : http://www.geocities.com/athens/academy/1943/paper/p0201.pdf

Thomas, Vinod. 2001. Revisiting The Challenge of Development, dalam Frontiers of Development Economics, The Future in Persfective, edt. Meir, Gerals M. Joseph Stiglitz, World Bank Press, Oxford University.

Undang-undang No. 23 Tahun 1997 Tentang : Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Zaini, Jamal. 2008. Dampak Polusi Udara Terhadap Kesehatan, Inovasi Online. Didapat Online :http://io.ppi-jepang.org/article

https://diniyuniarti.files.wordpress.com/.../ekternalitas- lingkungan 1.doc https://id.wikipedia.org/wiki/EksternalitasEksternalitas Kabut Asap

cwpel | Kamis, 27 Juni 2013 | 09:12 WIB | Dibaca: 2038 | Komentar: 0

Y Sri SusiloProf Suyanto PhD

0inShare

BEBERAPA hari terakhir informasi kabut asap menjadi berita utama di media cetak dan elektronik. Kabut asap akibat pembakaran hutan di wilayah Riau menyebar sampai negara tetangga Singapura dan Malaysia. Akibat penyebaran kabut asap ini berdampak negatif terhadap aktivitas sosial, ekonomi, dan bisnis di wilayah Riau dan sekitarnya termasuk di 2 negara tertangga tersebut. Fenomena kabut asap yang menyebar dan merugikan berbagai pihak tersebut dalam ekonomika disebut eksternalitas negatif.

Menurut teori ekonomi, eksternalitas merupakan suatu dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas ekonomi yang dilakukan suatu pelaku ekonomi terhadap pelaku ekonomi lain. Selanjutnya dalam buku teks ekonomi publik dinyatakan bahwa eksternalitas timbul karena tindakan konsumsi atau produksi dari suatu pihak yang mempunyai pengaruh terhadap pihak yang lain dan tidak ada kompensasi yang dibayar oleh pihak yang disebabkan atau kompensasi yang diterima oleh pihak yang terkena dampak tersebut.

Menurut penyebabnya eksternalitas dibedakan menjadi yaitu eksternalitas produsen dan konsumen. Pengertian eksternalitas produsen yaitu suatu eksternalitas yang ditimbulkan oleh aktivitas yang dilakukan oleh produsen. Eksternalitas produsen dapat memberikan dua dampak yaitu dampak positif dan dampak negatif. Eksternalitas positif adalah dampak yang menguntungkan dari suatu tindakan yang dilakukan oleh suatu produsen terhadap pihak lain tanpa adanya kompensasi dari pihak lain yang diuntungkan. Kemudian eksternalitas negatif adalah dampak yang merugikan dari suatu tindakan ekonomi yang dilakukan oleh produsen terhadap pihak lain tanpa adanya kompensasi dari pihak yang merugikan dalam hal ini adalah produsen.

Kembali pada kasus kabut asap di wilayah Riau tersebut jelas menyebabkan timbulnya eksternalitas negatif. Kabut asap tersebut setidaknya menyebabkan 3 (tiga) dampak negatif, yaitu tercemarnya lingkungan, terganggunya kesehatan manusia dan menggangu roda aktivitas perekonomian. National Environment Agency (NEA) Singapura menyatakan, kabut asap di negara itu telah muncul sejak Senin (17/6). Indeks Standar Polutan Udara (ISPU) di negara tersebut menujukkan level 80 atau dikategorikan sedang. Sebagai informasi, jika pada level indeks mencapai 100 dianggap sudah tidak sehat. Kabut asap terlihat di kawasan pusat bisnis Singapura tetapi sejauh ini belum mempengaruhi aktivitas bisnis atau transportasi udara. Warga berpenyakit jantung dan paru-paru, serta mereka yang berusia lebih dari 65 dan anak-anak disarankan pemerintah Singapura untuk tidak terlalu lama berada di tempat terbuka atau di luar ruangan.

8

Page 9: ekternalitas-lingkungan

Kabut asap mencapai level yang tidak sehat di Malaysia. Hari Senin (17/6), indeks polutan udara di Malaysia menunjukkan level yang tidak sehat antara 102 dan 121 di negara bagian Pahang, Terengganu dan Malaka. Sementara di Ibu Kota Kuala Lumpur, dikabarkan langit tetap berkabut dengan indeks menunjukan angka 82 yang berarti cukup tidak sehat. Kejadian di wilayah Singapura dan Malaysia tersebut, tentu juga terjadi di wilayah Provinsi Riau dan sekitarnya, tentu dengan level merugikan yang lebih besar.

Kejadiaan kabut asap pada tahun ini mengingatkan kejadian kabut asap pada bulan September-November 1997 juga di wilayah Provinsi Riau. Hasil estimasi Triesnawati (2000), dampak negatif dari kejadian tersebut menunjukkan sekurang-kurangnya timbul peningkatan serangan asma sebanyak 15.984 kasus, serangan bronkitis pada anak 15.305 kasus, ISPA 75.606 kasus, kematian 30 kasus, penyakit saluran pernafasan yang dirawat di rumah sakit 3.815 kasus, dan kunjungan rawat jalan penyakit saluran pernafasan 8.838 kasus. Estimasi dilakukan di lima Kabupaten/Kota (Bengkalis, Indragiri Hilir, Indragiri Hulu, Kampar dan Pekanbaru). Selanjutnya hasil estimasi kerugian ekonomi terbesar di kelima wilayah tersebut adalah sebesar Rp. 91.558.663.585,00 dan estimasi terendah adalah Rp. 23.455.416.625,00. Hasil kajian ini setidaknya dapat menggambarkan berapa seberapa besar kerugian yang ditimbulkan oleh kejadian kabut asap tersebut.

Eksternalitas yang terjadi baik yang positif maupun negatif menimbulkan inefisiensi dalam masyarakat karena produsen tidak pernah memperhitungkan eksternalitas yang mereka timbulkan. Untuk mengurangi dampak yang terjadi atas eksternalitas negatif, termasuk kabut asap, maka dibutuhkan peran dan campur tangan pemerintah. Sejumlah kebijakan dan regulasi adalah salah satu cara untuk menyelesaikan masalah yang ditimbulkan oleh eksternalitas negatif tersebut. Pemerintah dapat memecahkan alokasi sumber yang lebih efisien dengan mengenakan pajak kepada pihak penyebab polusi. Pajak yang khusus diterapkan untuk mengoreksi dampak dan suatu eksternalitas negatif lazim disebut sebagai Pajak Pigovian (Pigovian tax).

(Y Sri Susilo. Dosen FE UAJY dan Pengurus ISEI Cabang  Yogyakarta)

http://krjogja.com/liputan-khusus/analisis/1989/eksternalitas-kabut-asap.krnegara kabut asap

http://apki.net/wp-content/uploads/2015/09/Negara-dan-Kabut-Asap.pdfkabut asapwww.bi.go.id/id/.../28adfea98abf4f2ca39987b5e33f1dedBoks1.pdlimbah 1https://xa.yimg.com/.../Kebijakan+ Eksternalitas +Negat ppt 1fk.uns.ac.id/.../jurnal-mekanisme_pasar_bhisma%20m.

Kabut Asap : Dampak Kejahatan Lingkungan Struktural  Admin FSI FEB UI   September 22, 2015 No Comments

oleh Nurul Khomariyah

Kabut asap di beberapa bagian wilayah Sumatera menjadi fenomena bencana lingkungan yang sangat mengkhawatirkan.

Fenomena inimemberikan dampak secara langsung terhadap kerusakan ekosistem, gangguan kesehatan dan berbagai aktivitas

lainnya.Kondisi geografis Sumatera yang sebagian besar merupakan lahan gambut ditambah dengan musim kemarau yang sedang

berlangsung di Indonesia menjadi faktor yang semakin memperparah fenomena kabut asap akibat kebakaran hutan.

Dikancah internasional kebakaran hutan dan kabut asap menjadi isu startegis karena berpengaruh terhadap iklim global dan

mengancam hubungan Indonesia dengan negara lain. Sebab, dampak kabut asap ini tidak hanya dirasakan oleh penduduk

Sumatera akan tetapi juga dirasakan oleh penduduk Malaysia dan Singapura.

Dalam kacamata ekonomi sumber daya lingkungan, kabut asap menimbulkan eksternalitas negatif berupa semakin tingginya

tingkat polusi udara yang menyebabkan banyak masyarakat terkena Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Sebagaimana dilansir

oleh berbagai media hingga pertengahan September 2015 tercatat sekitar 15.000 jiwa terjangkit ISPA dan beberapa diantaranya

meninggal dunia akibat fenomena kabut asap yang sudah sangat tidak wajar. Aktivitas penerbangan banyak yang mengalami

pembatalan akibat asap yang mengurangi jarak pandang, selain itu aktivitas sekolah pun menjadi tidak efektif karena sering

diliburkan.

Dampak negatif lainnya muncul dari sisi pembiayaan akibat besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk menangani kabut asap,

seperti biaya untuk pembuatan bom air, pembuatan hujan buatan, pemadam kebakaran melalui darat, dan biaya untuk menangani

korban jiwa serta berbagai biaya lainnya.

Dari sekian banyak permasalahan dan kerugian yang dimunculkan benarkah apabila dikatakan bahwa fenomena kabut asap ini

adalah kebakaran lahan sebagaimana yang kerap terjadi dan sekadar suatu fenomena bencana lingkungan?

Apabila di telusuri lebih jauh kasus fenomena kabut asap di sebagian wilayah Sumatera ini sudah tidakpantas lagi disebut sebagai

bencana lingkungan. Fenomena kabut asap tersebut lebih patut disebut sebagai kejahatan lingkungan struktural. Kabut asap

bermula dari pemakaran hutan, dan pembakaran hutan itu sendiri merupakan suatu upaya yang terstruktur karena memang

sengaja dilakukan. Tindakan-tindakan tersebut didasarkan atas upaya memperoleh manfaat dan keutungan yang sebesar-

besarnya.

Pembakaran lahan yang terjadi di wilayah Riau dan sekitarnya merupakan pembakaran berskala besar yang dalam sekali

pembakaran mampu meluluh lantakkan berhektar-hektar tumbuhan dan komponen ekosistem yang lain dimana upaya

tersebutdilakukan untuk pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit. Metode pembakaran merupakan metode paling efisien dan

9

Page 10: ekternalitas-lingkungan

hemat biaya untuk pembukaan lahan dibandingkan metode yang lain, selain itu abu sisa pembakaran dapat digunakan sebagai

nutrisi untuk benih kelapa sawit. Pembakaran tersebut dilakukan oleh perseorangan dan sebagian besar oleh korporasi.

Kejahatan semacam ini akan terus muncul apabila pemerintah daerah dan pusat tidak mengontrol aktivitas warga dan terutama

korporasi. Bahkan bencana besar yang tidak wajar ini bukan tidak mungkin melibatkan oknum-oknum pemegang kekuasaan yang

mudah dilobi oleh perseorangan maupun korporasi. Kejahatan yang struktural harus diatasi dengan upaya pengndalian,

pengawasan dan pembaharuan yang struktural. Apabila kejahatan dilakukan atas kerjasama korporasi, warga dan pemangku

kepentingan yang lain, maka penyelesaiannya pun juga harus demikian yaitu melibatkan seluruh unsur yang berkepentingan.

Upaya preventif sudah seharusnya ditempuh, sebab kebanyakan penanganan permasalahan baru muncul setelah permasalahan

tersebut muncul dan merebak. Pembuatan peta pembagian dan penggunaan lahan, inventarisasi, perlindungan lingkungan secara

politis, pembuatan peraturan dan kebijakan yang tepat guna; tepat sasaran; dan tepat tujuan, penegakan hukum dan kontrol

menjadi suatu kebutuhan yang mendesak.Untuk sekarang ini pemerintah daerah tampaknya sudah cukup kewalahan mengatasi

kasus tersebut, maka dari itu intervensi dari pemerintah pusat yang cepat dan tepat perlu disegerakan.

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada

mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar).Q.S. Ar Ruum : 41

Sejatinya segala yang ada di bumi baik dari darat maupun laut diciptakan oleh Allah untuk mendukung kehidupan manusia di muka

bumi ini, namun begitu manusia sebagai khalifah yang mempunyai tanggung jawab untuk menjaga dan merawat muka bumi ini.

Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk  kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh

langit.Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.Q.S. Al Baqarah : 29

Sejatinya manusia yang ada saat ini tidak boleh egois dalam bertindak. Keutungan memanglah suatu manfaat yang berhak

diperoleh seseorang atas usaha yang telah dilakukannya, namun begitu manusia tidak boleh melupakan kewajibannya untuk turut

mewariskan lingkungan yang lestari bagi generasi masa depan.

http://fsi-febui.com/kabut-asap-dampak-kejahatan-lingkungan-struktural/

10