Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

67
Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta Jl. Palagan Tentara Pelajar Km. 9.5, Dusun Tegalrejo RT 01/RW 09, Desa Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. 55581 Telp: 0274-867686 E-mail:[email protected] website: www.ireyogya.org IRE Yogyakarta IRE Yogyakarta @ireyogya @ireyogya Mengembangkan Model Pendampingan Desa Asimetris di Indonesia POLICY PAPER 9 789799 818270 ISBN 979981827-3

Transcript of Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

Page 1: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

Institute for Research and Empowerment (IRE) YogyakartaJl. Palagan Tentara Pelajar Km. 9.5, Dusun Tegalrejo RT 01/RW 09,Desa Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. 55581Telp: 0274-867686E-mail:[email protected]: www.ireyogya.org

IRE Yogyakarta

IRE Yogyakarta@ireyogya

@ireyogya

Mengembangkan Model Pendampingan Desa

Asimetris di Indonesia

POLICY PAPER

9 789799 818270

ISBN 979981827-3

Page 2: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

POLICY PAPER

“Mengembangkan Model Pendampingan Desa Asimetris di Indonesia”

Tim Penulis:Abdur Rozaki (Koordinator),

Banne Matutu, Dina Mariana, Fathollah, Hendra Nainggolan, Melani Jayanti, Nurma Fitrianingrum,

Rajif Dri Angga

Peer Review:Arie Sujito, Bambang Hudayana, Fajar Sudarwo,

Krisdyatmiko, Sunaji Zamroni, Sukasmantodan Titok Hariyanto

Reviewer:Suharko

INSTITUTE FOR RESEARCH AND EMPOWERMENT (IRE)2016

Page 3: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

ii Policy Paper

Page 4: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

iiiMengembangkan Model Pendampingan Desa Asimetris di Indonesia

Abstract

This policy paper is based on a research conducted by IRE’s researchers in 7 districts of Indonesia, namely Ambon (Maluku), Buton Selatan (Sulawesi Tenggara), Musirawas (Sumatra Selatan), Sambas (Kalimantan Barat), Timor Tengah Selatan (Nusa Tenggara Timur), Lombok Timur (Nusa Tenggara Barat) and Kulonprogro (Daerah Istimewa Yogyakarta), with a topic on organizing village. The research focused on the recruitment process of village facilitators and local NGOs’ experiences in organizing and empowering communities.

The research resulted in some important findings, namely (1) the policy pattern of organizing villages was exactly centralized, whereas several articles in the Village Law and the Government Regulation are providing a window of opportunity of an asymmetric approach, in accordance with the local context and typology of respective village and region in Indonesia. (2) Local NGOs have long experiences and mobility in empowering communities. The government should undertake affirmative actions to establish mutual partnership to strengthen the implementation of the Village Law. (3) It is necessary to have a model and approach of asymmetrical villages organizing, by paying close attention to the diversity of governance villages’ capacity in Indonesia, the peculiarities of the respective regions, especially the involvement of village institutions in developing the model of “organic” organizing, based on cadres living in the rural communities.

Thus, by this policy paper IRE is attempting to provide inputs to the government to improve some policies and models of organizing villages, from the centralized towards the asymmetrical one, to be relevant and contextual to the distinctiveness and diversity of regions and villages in Indonesia, be in terms of the villages’ capacity, potencies, assets and regional characters, such as islands and inland areas.

Page 5: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

iv Policy Paper

Kata Pengantar

Desa yang maju, kuat, mandiri dan demokratis adalah tujuan yang akan diwujudkan melalui Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa). Kehendak ini tentu membutuhkan prasyarat-prasyarat yang terpenuhi secara internal di desa maupun eksternal (supradesa). Dengan adanya asas rekognisi dan subsidiaritas, secara internal, desa sangat mungkin mengembangkan dirinya melalui aksi kolektif yang inklusif. Sedangkan secara eksternal (supradesa) dengan kedudukan dan kewenangan desa yang tegas di dalam sistem pemerintahan RI, maka seharusnya tidak ada lagi tindakan-tindakan dari supradesa yang bersifat mengontrol dan mengendalikan.

Potret kondisi desa-desa di Indonesia pada saat ini memperlihatkan situasi yang beragam, baik dalam aspek pemerintahan, pembangunan, sosial masyarakat maupun keberdayaan masyarakatnya. Keberagaman ini adalah kekayaan nusantara, baik saat ini, masa lalu maupun masa depan. Pilihan negara yang mengakui dan menghormati keragaman tersebut melalui UU Desa, merupakan tindakan yang konstitusional. Namun harus disadari juga, bahwa keberagaman ini mengandung masalah-masalah berupa ketimpangan satu dengan lainnya. Ketimpangan yang terjadi di dalam keragaman desa inilah yang seharusnya menjadi fokus perhatian dan pijakan bagi pemerintah nasional maupun daerah ketika menyusun kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pelaksanaan UU Desa.

Page 6: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

vMengembangkan Model Pendampingan Desa Asimetris di Indonesia

Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta sebagai lembaga pemikir advokasi (advocacy think tank) yang menekuni dan mengawal lahirnya UU Desa, terus berusaha konsisten untuk berkontribusi dalam pelaksanaan UU Desa. Selama kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir ini, IRE melakukan penelitian secara kualitatif di 7 (tujuh) kabupaten, yaitu; Kabupaten Musirawas Provinsi Sumatera Selatan, Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat, Kabupaten Kulon Progo Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kabupaten Buton Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara, dan Kota Ambon Provinsi Maluku.

Penelitian ini bertujuan menemukan praktik-praktik pemberdayaan dan pendampingan masyarakat yang dilakukan oleh pemerintah maupun organisasi non pemerintah. Dengan harapan dari hasil penelitian ini bisa dirumuskan pengetahuan tentang model pendampingan desa alternatif, yang kemudian kami sebut sebagai model pendampingan desa asimetris.

Atas nama lembaga, kami menghaturkan terima kasih kepada Tim Peneliti IRE Yogyakarta yang telah bekerja keras dan cerdas dengan koordinator; Dr Abdur Rozaki, dan anggota peneliti; Dr Arie Sujito, Dr Krisdyatmiko, Fajar Sudarwo, M.Si, Sukasmanto, M.Si, Dina Mariana, SH, Rajif Dri Angga, S.IP, Banne Matutu, S.IP, Nurma Fitrianingrum, S.IP, Melani Jayanti, S.Psi, M. Fathollah, S.Sos, Hendra Nainggolan, S.Sos, Totok Suyanto, dan Agus Subagyo, M.Si. Para peneliti IRE lain Dr Bambang Hudayana, M.A, Titok Haryanto, S.IP dan

Page 7: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

vi Policy Paper

Sugeng Yuliyanto, S.S yang secara cermat menjadi peer review selama proses penelitian ini.

Policy paper ini disusun dengan maksud untuk menyum-bangkan gagasan mengenai model pendampingan desa asimetris di Indonesia. Besar harapan kami, pengetahuan dan rekomendasi kebijakan yang termuat di dalam naskah ini dijadikan bahan bagi pemerintah pusat untuk memper-baharui kebijakan.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada Program Knowledge Sector Initiative – DFAT yang telah mendukung pelaksanaan penelitian ini. Semoga pengetahuan yang kami hasilkan ini turut berkontribusi bagi perbaikan pelaksanaan UU Desa di Indonesia.

Yogyakarta, 9 Juni 2016Direktur Eksekutif IRE Yogyakarta

Sunaji Zamroni, M.Si

Page 8: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

viiMengembangkan Model Pendampingan Desa Asimetris di Indonesia

Daftar Singkatan

APB Desa : Anggaran Pendapatan dan Belanja DeaAPBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja DaerahAPBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja NegaraBPD : Badan Permusyawaratan DesaBPMPD : Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa CBO : Community Based Organization CDD : Community-Driven DevelopmentCSR : Corporate Social ResponsibilityDIY : Daerah Istimewa YogyakartaGerbang Desa : Gerakan Membangun DesaIRE : Institute for Research and EmpowermentJPMP : Jaringan Peduli Masalah PerempuanJSDF : Japan Social Development FundKalbar : Kalimantan BaratKDRT : Kekerasan Dalam Rumah TanggaKK : Kelompok KonstituenKK : Kepala KeluargaKPMD : Kader Pemberdayaan Masyarakat DesaKTP : Kartu Tanda PendudukLKD : Lembaga Kemasyarakatan DesaLRC : Lombok Research CenterLSM : Lembaga Swadaya MasyarakatMusdes : Musyawarah DesaNGO : Non Government OrganizationNKRI : Negara Kesatuan Republik Indonesia

Page 9: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

viii Policy Paper

NTT : Nusa Tenggara TimurNTB : Nusa Tenggara BaratPD : Pendamping DesaPDTT : Pembangunan Daerah Tertinggal dan TransmigrasiPEKKA : Pemberdayaan Perempuan Kepala KeluargaPemda : Pemerintah DaerahPemdes : Pemerintah DesaPermen : Peraturan MenteriPLB : Perhimpunan Laki-laki BaruPLD : Pendamping Lokal DesaPNPM : Program Nasional Pemberdayaan MasyarakatPP : Peraturan PemerintahPT : Pendamping TeknisRI : Republik IndonesiaRKP : Rencana Kerja PemerintahRPJM : Rencana Pembangunan Jangka MenengahSDA : Sumber Daya AlamSeknas : Sekretariat NasionalSIGAP : Sasana Integrasi dan Advokasi DifabelSKPD : Satuan Kerja Perangkat DaerahSSP : Sanggar Suara PerempuanSTBM : Sanitasi Total Berbasis MasyarakatTAPM : Tenaga Ahli Pemberdayaan MasyarakatTKI : Tenaga Kerja IndonesiaTPP : Tenaga Pendamping ProfesionalTTS : Timor Tengah SelatanUU : Undang-undangYMP : Yayasan Masyarakat Peduli

Page 10: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

ixMengembangkan Model Pendampingan Desa Asimetris di Indonesia

Daftar Isi

Halaman Judul ........................................................ i

Halaman Abstrak ...................................................... ii

Pengantar Direktur IRE ............................................. iv

Daftar Singkatan ....................................................... vii

Bagian 1 : Konteks dan Relevansi .............................. 1

Bagian 2 : Pengalaman NGO dalam Pemberdayaan .. Masyarakat Desa ...................................... 18

Bagian 3 : Rumusan Model Pendampingan Desa ...... 34

Daftar Pustaka ........................................................... 53

Page 11: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

x Policy Paper

Page 12: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

1Mengembangkan Model Pendampingan Desa Asimetris di Indonesia

Bab 1

Konteks dan Relevansi

Policy papers ini akan menyajikan gagasan model alternatif pendampingan desa yang dirumuskan berdasarkan hasil penelitian dan serangkaian diskusi dengan para pelaku pemberdayaan dan pendampingan masyarakat desa. Pada bagian ini akan diuraikan mengenai konteks yang melatar belakangi penting dan urgensinya masyarakat dan desa diperkuat oleh supradesa, terlebih pada masa tran sisi pelaksanaan UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa). Selanjutnya, pada bab ini juga memaparkan relevansinya perumusan model alternatif pendampingan desa di samping model pendampingan desa yang saat ini dijalankan oleh Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi. Karena itu, penulisan bab ini dipandu oleh pertanyaan-pertanyaan berikut ini; 1) bagaimana kondisi desa-desa saat ini? 2) bagaimana idealitas UU Desa dalam mengembangkan masyarakat dan desa? 3) apakah rute jalan pendampingan desa yang sedang ditempuh oleh pemerintah sudah sesuai dengan mandat UU Desa? Apakah memungkinkan dirumuskan suatu model alternatif pendampingan desa?

Komitmen pemerintah Indonesia untuk membangun Indonesia dari desa atau pinggiran sangatlah beralasan. Data yang dilansir oleh Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi (2015) memperlihatkan bahwa lebih dari setengah jumlah desa-desa di Indonesia (52,79 persen) masuk dalam kategori

Page 13: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

2 Policy Paper

desa tertinggal. Informasi lebih rinci menunjukkan bahwa sejumlah 39.091 desa tertinggal ini masih dalam kondisi yang memprihatinkan. Baik dari sisi pelayanan dasar, infrastruktur dasar, transportasi, pelayanan publik maupun penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini memberikan sinyal bahwa desa-desa di Indonesia pada saat dimulainya pe-laksana an UU Desa, kondisi eksistingnya tidaklah sama. Ada desa-desa yang masih kategori tertinggal, sudah cukup dan maju. Keragaman desa inilah yang menjadi potret makro dan musti direspon secara berbeda oleh pemerintah melalui kebijakan implementasi UU Desa.

Data secara mikro yang ditemukan oleh IRE (2016) melalui kegiatan riset di 7 kabupaten juga memperlihatkan adanya keragaman ini. Dari Kota Ambon - Maluku, misalnya, ditemukan bahwa pasca peristiwa konflik sosial ternyata masih menyimpan kerentanan berulangnya kembali konflik serupa karena masih adanya segregasi sosial di tengah masyarakat. Institusi “desa” masih dominan diwarnai oleh kebijakan keberagamaan agama tertentu. Belum lagi secara geografis daerahnya yang berpulau-pulau, dibatasi laut dan terpencil dari akses pemerintahan menjadi tantangan tersendiri dalam implementasi UU Desa. Sementara itu Kabupaten Buton Selatan – Sulawesi Tenggara, daerah pemekaran baru yang masih berbenah menata birokrasi, sangat membutuhkan sinergi para pihak. Kondisi infrastruktur jalan kabupaten dengan desa yang belum merata secara baik, disempurnakan juga oleh kondisi wilayah yang sebagian kepulauan yang tidak mudah dijangkau dengan sarana transportasi.

Potret yang terjadi di Kabupaten Sambas - Kalimantan Barat,

Page 14: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

3Mengembangkan Model Pendampingan Desa Asimetris di Indonesia

lain lagi. Sebagai daerah perbatasan dengan Malaysia, kondisi infrastruktur jalan mengalami kerusakan parah, begitu juga dengan kantor desa. Peran pemdes juga sangat lemah dalam menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan. Fasilitasi kabupaten terhadap desa juga belum berjalan maksimal. Industri besar seperti perkebunan tak sebanding dengan berkembangnya pemanfaatan sumber daya alam lainnya di kalangan warga sehingga menciptakan kemiskinan yang cukup tinggi. Jalan keluar yang kemudian paling disukai adalah menjadi TKI ke Malaysia.

Apa yang terjadi di Sambas, juga setali dengan kondisi yang dialami di Timor Tengah Selatan – Nusa Tenggara Timur. Lemahnya akses warga dalam memanfaatkan potensi aset alam dan lemahnya kapasitas pemerintahan desa membuat warga hidup dalam kemiskinan. Pemdes dan masyarakat desa belum bersinergi secara baik, meskipun berada dalam ruang kehidupan sosial yang sama. Untuk Kabupaten Musirawas – Sumatera Selatan, inisiatif warga untuk berdaya dalam berinisiatif dan berorganisasi tidak disertai dengan kapasitas pemerintah desa (pemdes) yang baik dalam mensinergikan peran dan fungsinya dengan dinamika masyarakat. Kondisi ini membuat pembangunan desa tidak berjalan secara maksimal. Kondisi infrastruktur desa juga menciptakan kesenjangan komunikasi antara warga dengan pemerintahan desa. Pola relasi antara desa dengan kabupaten juga belum terkonsolidasi ke arah pemahaman yang baik dalam menerjemahkan substansi UU Desa.

Kabupaten Lombok Timur – Nusa Tenggara Barat, daerah yang kaya akan potensi sumber daya alam, memperlihatkan

Page 15: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

4 Policy Paper

fakta belum terkelola secara optimal. Pola relasi kabupaten dengan desa terkait penguatan kapasitas dan pemberdayaan warga, juga belum berjalan optimal. Namun demikian, hal berbeda terjadi di Kabupaten Kulon Progo – Daerah Istimewa Yogyakarta. Kapasitas desa sangat mumpuni dalam menjalankan fungsi dan tata kelola pemerintahan, warganya juga bergairah dalam membangun komunitas. Sayangnya, pola koordinasi dengan kabupaten masih cenderung dominan dengan urusan yang bersifat administratif dibandingkan urusan substantif lainnya dalam memperkuat agenda pembangunan dan pemberdayaan desa.

Kompleksitas tantangan yang dihadapi desa dan daerah seperti diuraikan di atas, dapat dicermati secara lebih rinci melalui tabel 1. Tabel 1 ini memperlihatkan isu-isu krusial yang menggambarkan kondisi desa-desa yang beragam baik dari sisi ketersediaan aset, geografis, demografis, infrastruktur, socio kultural, hingga kapasitas.

Page 16: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

5Mengembangkan Model Pendampingan Desa Asimetris di Indonesia

Tabel 1 Isu Krusial di 7 Kabupaten Lokasi Penelitian

No Kabupaten/kota

Karakter Daerah Isu Krusial di Daerah dan Desa

1 Buton Selatan

Daerah Pemekaran

- Kondisi infrastruktur daerah dan desa yang masih belum memadai

- Kapasitas tatakelola pemerintahan daerah dan desa yang lemah

2 Ambon Post Conflict

- Kesulitan geografis untuk menjangkau desa-desa di wilayah kepulauan

- Masih ada kerentanan konflik yang belum terkelola dengan baik oleh pemdes. Dengan kata lain, konflik yang ada masih diselesaikan secara konvensional. Misalnya masih adanya diskriminasi terhadap kelompok minoritas dalam mengakses program pembangunan di desa. Pembangunan masih bias kelompok tertentu.

- Di level masyarakat, integrasi belum terjadi dan kelompok minoritas pun cenderung tergusur.

- Ada potensi resolusi konflik yang digerakkan oleh NGO terutama yang bergerak di isu perempuan. Pintu masuk adalah perempuan, yang mampu menjadi media bina damai di Ambon.

Page 17: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

6 Policy Paper

3 Sambas Daerah Perbatasan

- Kondisi infrastruktur yang memprihatinkan, seperti kondisi jalan yang rusak parah dan kantor-kantor pelayanan publik yang belum representatif.

- Kerentanan ekonomi karena akses pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam yang terbatas

- Kapasitas tata kelola pemerintahan desa yang masih lemah, terutama untuk beradaptasi dengan sistem perencanaan dan penganggaran.

- Fasilitasi kabupaten terhadap desa yang masih belum optimal dikarenakan kapasitas satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang mengurus desa juga masih terbatas.

- Persoalan kesejahteraan yang masih rendah mengakibatkan angka migrasi yang tinggi, terutama pilihan menjadi TKI di Malaysia yang jarak tempuhnya hanya sekitar 2 jam.

4 Timur Tengah Selatan

Kemiskinan - Tingginya angka kemiskinan di desa

- Infrastruktur yang belum memadai, terutama yang menunjang proses produksi masyarakat di bidang pertanian dan perkebunan.

- Akses dan kapasitas dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam masih rendah

Page 18: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

7Mengembangkan Model Pendampingan Desa Asimetris di Indonesia

5 Kulon Progo - Lemahnya sinergi program daerah dan desa

- Keterjebakan desa yang lebih disibukkan pada urusan administrasi dan pelayanan pemerintahan supra desa, daripada pelayanan masyarakat

6 Musirawas - Kondisi infrastruktur yang belum memadai, terutama di desa

- Peran NGO Lokal yang masih lemah dalam penguatan Desa

- Kapasitas dalam tatakelola pemerintah desa yang masih lemah

- Pemahaman satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang belum clear terhadap konsep kewenangan desa sehingga berdampak pada desain program SKPD yang masih overlap dengan kewenangan desa

7 Lombok Timur

Kaya Sumber Daya Alam

- Memiliki kekayaan sumber daya alam (SDA) namun belum optimal akses pengelolaan dan pemanfaatannya oleh masyarakat

- Belum optimalnya peran pemda dalam memfasilitasi desa (baik pemdes maupun masyarakat dalam menjalankan kewenangan desa)

Sumber : IRE, 2016

Page 19: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

8 Policy Paper

Berpijak pada data temuan dari 7 kabupaten ini, sebenarnya tantangan yang dihadapi oleh desa dapat diklasifikasikan dalam 4 aspek. Pertama, kebijakan dan regulasi turunan UU Desa masih bersifat sentralistik. Hal ini cenderung membatasi diskresi pemerintah daerah dan desa dalam mengembangkan inovasi dan menjalankan kewenangannya. Contoh paling nyata terkait dengan aturan yang detail menyangkut perencanaan dan penganggaran desa, dimana pemerintah desa akhirnya disibukkan dengan urusan administrasi daripada substansi memperkuat masyarakat desa.

Kedua, belum terjadi sinergi antar institusi, baik di level pemerintah kabupaten/kota sendiri (antar SKPD), maupun antara pemerintah kabupaten/kota dengan desa. Relasi Pemda dan Pemdes yang belum sinergis berdampak pada implementasi pembinaan dan pengawasan kabupaten/kota kepada desa.

Ketiga, kapasitas aktor yang bertanggungjawab melakukan penguatan terhadap desa. Aktor-aktor yang berada di satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang mengurus desa, pemerintah desa, badan permusyawaratan desa (BPD), lembaga kemasyarakatan desa maupun pendamping desa, diyakini kapasitasnya masih jauh dari ekspektasi pemahaman akan pemberdayaan masyarakat. Hal ini berimplikasi pada keterputusan gerak langkah pemerintahan desa dengan masyarakat desa dalam menjalankan mantra desa membangun. Pemerintahan desa dan masyarakat desa berjalan sendiri-sendiri.

Keempat, ketersediaan sarana dan prasarana dasar di desa

Page 20: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

9Mengembangkan Model Pendampingan Desa Asimetris di Indonesia

masih terbatas. Akibat ketimpangan masih terjadi diantara stakeholders desa dalam hal pengetahuan, kesadaran dan komitmen berdesa, maka aspek-aspek fundamental dalam penyediaan sarana prasarana dasar pun akhirnya terbengkalai. Inisiatif dan emansipasi masyarakat dalam berdesa tidak tumbuh berkembang. Responsifitas pemerintahan desa pun lemah dan tidak jelas. Ada pemerintahan namun tidak ada keberpihakan. Ada masyarakat namun tidak ada keterlibatan.

Peta permasalahan yang teridentifikasi dari hasil riset IRE ini mengingatkan kembali pada tujuan besar yang hendak dicapai oleh UU Desa, yaitu; menjadikan desa yang maju, kuat, mandiri dan demokratis. Tujuan ini akan ditempuh dengan mengedepankan dua asas utama rekognisi dan subsidiaritas untuk menegaskan kedudukan desa dalam sistem NKRI dan kewenangan desa di dalam sistem kewenangan yang dijalankan pemerintahan RI.

Selain itu, tujuan UU Desa juga akan diraih dengan cara mengembangakan desa melalui model hibrid, yaitu menggabungkan fungsi self governing community dan local self government. Model pengembangan ini menuntut adanya pemerintahan desa yang bermasyarakat dan masyarakat desa yang berpemerintahan. Ringkas kata UU Desa menghendaki pemerintahan desa yang inklusif dengan membuka ruang keterlibatan masyarakat seluas-luasnya dalam situasi dan kondisi masyarakat desa yang emansipatoris, berdaya, bertenaga dan berbudaya.

Dengan demikian, jika dikaitkan dengan temuan hasil riset IRE (2016), sebagaimana dipaparkan tadi, berarti pelaksanaan UU Desa semestinya dijalankan melalui fase transisi dan

Page 21: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

10 Policy Paper

perlakuan pemerintah nasional yang berbeda antar satu karakter tertentu dengan karakter yang lainnya.

Sejauh ini pemerintah menempuh jalan transisi ini dengan menjalankan pendampingan desa. Program pendampingan desa ini dilaksanakan secara nasional dan seragam, baik dalam aspek kelembagaan, managemen, penugasan, pengadaan tenaga pendamping maupun sasaran yang didampingi. Pemerintah membuka jalur jalan pendampingan masyarakat desa bersamaan dengan pemberdayaan masyarakat desa ini melalui Pasal 126-131 Peraturan Pemerintah (PP) No 43 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU Desa jo Pasal 129 dan 131 PP No 47 Tahun 2015 tentang Perubahan PP No 43 Tahun 2014. Secara lebih operasional, Menteri Desa, PDTT menerbitkan Peraturan Menteri Desa PDTT No 3 tahun 2015 tentang Pendampingan Desa.

Pertanyaannya sekarang adalah apakah jalur jalan pemberdayaan dan pendampingan masyarakat desa ini telah sesuai dengan mandat UU Desa yang semangat utamanya adalah merekognisi keragaman desa di Indonesia?

UU Desa sesungguhnya mengamanatkan pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota untuk melakukan pembinaan dan pengawasan dalam kerangka implementasi UU Desa, termasuk pemberdayaan masya-rakat. Pemberdayaan masyarakat dilaksanakan melalui kegiatan pendampingan, dalam perencanaan, pelaksana-an hingga pemantauan pembangunan desa dan kawasan pedesaan, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 112 ayat (4). Artinya, pendampingan dalam konteks UU Desa lebih ditekankan pada dua hal, yaitu: 1) dalam kerangka

Page 22: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

11Mengembangkan Model Pendampingan Desa Asimetris di Indonesia

pemberdayaan masyarakat, pemerintahan desa, institusi asli dan atau yang sudah ada di desa, 2) melakukan pembinaan dan pengawasan oleh pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan kabupaten.

Dalam PP No. 43 Tahun 2014 yang direvisi dengan PP No. 47 Tahun 2015, pada Bab VII Pembangunan Desa dan Pembangunan Kawasan Perdesaan, Pasal 128-131, secara eksplisit Paragraf 2 tentang pendampingan masyarakat desa ini memandatkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah memiliki tugas menyelenggarakan pemberdayaan masyarakat desa melalui pendampingan secara berjenjang sesuai dengan kebutuhan. Secara teknis pendampingan dilaksanakan oleh SKPD kabupaten/kota dan dapat dibantu oleh tenaga pendamping profesional, kader pemberdayaan masyarakat desa, dan/atau pihak ketiga. Untuk tenaga profesional sendiri, terdiri dari: 1) pendamping desa (PD). 2) pendamping teknis (PT). 3) tenaga ahli pemberdayaan masyarakat (TAPM). Pendamping profesional tersebut disyaratkan wajib memiliki sertifikasi kompetensi dan kualifikasi pendampingan di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan/atau teknik.

Ketentuan di dalam PP ini memiliki beberapa point yang penting untuk dikritisi, mengingat dari aspek yuridis, materi muatan PP berisi materi untuk menjalankan UU sebagaimana mestinya, sehingga perlu dilihat sejauh mana PP ini mampu menterjemahkan kehendak UU Desa. Pertama, kalimat “... pendampingan secara berjenjang sesuai kebutuhan” belum clear dan berpotensi memunculkan multitafsir apabila tidak dikerangkai secara jelas. Apabila yang dimaksud dengan

Page 23: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

12 Policy Paper

berjenjang di sini adalah hierarki kewenangan di tiap level pemerintahan, seharusnya ada penjelasan tentang apa saja kewenangan dalam kerangka pendampingan di tiap-tiap level sehingga bisa saling memperkuat dan tidak berpotensi overlap atau melampaui kewenangan masing-masing berdasarkan regulasi-regulasi yang ada. Misalnya dengan UU No. 23 Tahun 2015.

Kedua, terdapat klausul “dapat dibantu” yang lagi-lagi tidak disertai dengan kejelasan indikator, bilamana SKPD dapat mengambil keputusan untuk melakukan rekrutmen tenaga pendamping profresional, memanfaatkan KPMD maupun bekerjasama dengan pihak III? Indikator ini penting mengingat keragaman dinamika di masing-masing daerah. Ada daerah dengan geografis yang cukup luas dan rumit, kemiskinan dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang masih memprihatinkan. Demikian juga dengan kapasitas pemdes yang terbilang masih lemah hingga ketersediaan sumberdaya SKPD yang tidak memungkinkan melakukan pembinaan dan pengawasan seluruh desa di kabupaten, maupun alasan lain yang dinilai dapat dijadikan justifikasi pentingnya keterlibatan orang dari luar SKPD untuk mem-bantu pendampingan masyarakat desa.

Sebaliknya, apabila desa dinilai mampu memberdayakan masyarakat sesuai dengan kearifan di masing-masing desa, pemdes juga memiliki kapasitas yang sudah baik, maka ketersediaan pendamping desa pun sudah tidak lagi dibutuhkan.

Ketiga, kewajiban sertifikasi kompetensi berpotensi me-nutup akses aktor-aktor lokal desa yang potensial untuk

Page 24: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

13Mengembangkan Model Pendampingan Desa Asimetris di Indonesia

dapat menjadi pendamping Desa.

Pada tataran regulasi yang lebih teknis, dikeluarkan juga Peraturan Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pendampingan Desa. Regulasi ini mengatur beberapa point penting, mulai dari tujuan dan ruang lingkup pendampingan desa, aktor dan tugas masing-masing, managemen hingga pendanaannya.

Catatan yang penting untuk dikritisi dalam regulasi ini cukup banyak, diantaranya: Pertama, Peraturan meneri tersebut sudah mulai mengaburkan makna pendampingan desa terutama terkait dengan aktor, yaitu pendamping desa. Pendampingan Desa yang secara esensial dilekatkan pada tugas pokok dan fungsi di masing-masing level yaitu pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/koya, sudah bergeser dengan adanya klausul di dalam Pasal 4 yang berbunyi “Pendampingan Desa dilaksanakan oleh pendamping yang terdiri dari TPP, KPMD dan/atau Pihak III. Permen ini pun mulai menggeser klausul PP 43 Tahun 2014 dari “Dapat dibantu” menjadi wajib keberadaannya di pusat, daerah dan desa.

Kedua, rekrutment pendamping desa yang oleh PP No. 43 Tahun 2014 dimaknai sebagai kewenangan kabupaten/kota melalui SKPD terkait, oleh permen ini berubah menjadi rekrutmen pendamping desa dilaksanakan di daerah dan ditetapkan oleh menteri. Kata “oleh SKPD kabupaten/kota” dan “dilaksanakan di daerah” jelas berbeda. Permen ini pun mulai mengaburkan soal kewenangan dalam urusan teknis rekrutmen. Ketiga, terkait dengan pendanaan pendampingan desa, permen ini pun masih kabur, komponen apa saja yang

Page 25: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

14 Policy Paper

akan dibiayai oleh APBN, dan apa yang akan dibiayai oleh APBD mengingat kewenangan masing-masing yang belum jelas.

Pada level yang sangat teknis, dikeluarkan juga surat Plt. Dirjend Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa No. 022/SD/Dep.I-PDT/III/2015 tentang Pedoman Pendampingan Desa. Surat ini ternyata melakukan deviasi makna yang cukup besar terkait dengan kewenangan teknis dalam pendampingan desa. Disebutkan dalam Petunjuk Pelaksanaan Pendampingan Desa bahwa Pemerintah Pusat melalui Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi memiliki tanggung jawab untuk menyiapkan pendamping desa, pendamping teknis dan tenaga ahli pemberdayaan masyarakat yang akan dibiayai melalui APBN.

Terjadi bias yang cukup besar dari sisi regulasi terkait pengaturan tentang pendampingan desa. Pertama, peng-aturan yang bersifat sentralistik tanpa memperhatikan keragaman yang ada di tiap lokal, berpotensi menghilangkan ruang diskresi daerah dalam mengembangkan konsep pemberdayaan berbasis kultur yang ada di tiap lokal. Kedua, pelembagaan pendampingan desa seakan menjadikan kebijakan ini sebagai kebijakan permanen, tidak dimaknai sebagai proses transisional bagi desa menuju cita-cita idealnya.

Masalah konsistensi UU Desa dengan peraturan teknis turunanya terkait dengan pendampingan masyarakat desa ini (PP No 43/2014 jo PP No 47/2015, Permendesa No 3/2015), dalam praktik pelaksanaannya ternyata juga memunculkan permasalahan tersendiri. Kebijakan perekrutan dan

Page 26: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

15Mengembangkan Model Pendampingan Desa Asimetris di Indonesia

penempatan pendamping desa yang berlangsung sejauh ini berjalan secara sentralistik dan cenderung memposisikan desa sebagai obyek yang menerima penempatan para pendamping desa dari pihak Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi.

Penelitan IRE (2016) menemukan data bahwa proses dan hasil rekrutmen pendamping desa mengandung berbagai masalah, diantaranya menyangkut kapasitas para pendamping desa yang banyak tidak memahami tupoksinya, sebagaimana yang sudah digariskan oleh Kemendesa, tidak adanya kekompakan antara sesama tenaga ahli, dan tenaga ahli dengan pendamping desa (PD) di tingkat kecamatan dan pendamping lokal desa (PLD) terkait dengan tupoksinya. Tidak adanya koordinasi yang saling bersinergi antara para pendamping desa dengan SKPD (baca: BPMPD-Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa).

Selain itu, ditemukan pula informasi bahwa orientasi pendampingan desa sejauh ini bersifat generik, tidak memperhatikan kekhasan tantangan di masing-masing daerah dan desa, serta terjebak pada kesibukan pelaporan yang bersifat administratif yang lemah akuntabilitasnya. Hal tersebut terjadi karena tidak ada mekanisme verifikasi untuk mengecek kebenarannya. Menurut kami, berdasarkan realitas daerah dan desa yang beragam, yang dibutuhkan adalah model pendampingan desa yang beragam antara satu daerah dan desa tertentu dengan daerah dan desa yang lain. Kami menyebut model pendampingan desa ini dengan istilah

Page 27: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

16 Policy Paper

model pendampingan asimetris.1 Model pendampingan desa asimetris adalah orientasi pendampingan desa yang memperhatikan konteks masalah, tantangan dan keragaman kapasitas penyelenggaraan pemerintahan desa di masing-masing daerah di Indonesia. Selain model pendampingan asimetris, hal penting yang perlu dipertimbangkan saat ini adalah mengidentifikasi strategi dan pendekatan pendampingan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga di luar negara (LSM/NGO, Perusahaan, Perguruan Tinggi, warga perseorangan). Mengapa hal ini penting? Hasil riset IRE di 7 Kabupaten di Indonesia ini juga menunjukkan, sangat banyak NGO di daerah yang selama ini memiliki program pemberdayaan masyarakat desa. Mereka memiliki beragam inovasi, baik dari sisi metode aksi

1 Secara harfiah, asimetris diartikan sebagai ‘memiliki bagian atau aspek yang tidak sama atau setara’ (http://www.oxforddictionar-ies.com/definition/english/asymmetrical?q=asymmetric#asymmetrical6). Istilah asimetris seringkali dilekatkan sebagai kata sifat pada berbagai konsep yang sudah dikenal luas, seperti federalisme asime-tris, desentralisasi asimetris, dan pemberdayaan asimetris. Istilah asymmetrical empowerment misalnya, digunakan dalam konteks pemberdayaan perempuan guna mencapai keadilan gender. Pem-berdayaan asimetris mengandung muatan mengenai ukuran-ukuran capaian yang bersifat sementara (dapat berubah pada jangka waktu tertentu), aksi afirmasi, dan banyak lagi. Lihat dalam Eriksson. Maja Kirilova, 2000, Reproductive Freedom in the Context of International Human Rights and Humanitarian Law, The Hague: Martinus Nijhoff Publishers. Dalam tulisan ini, pendampingan desa yang asimetris menjadi kritik atas pengaturan pendampingan desa yang diseragam-kan, tersentralisasi, dan tidak sensitif pada dinamika keberagaman di aras lokal. Konsekuensinya, asimetrisme ini mensyaratkan pluralitas aktor yang terlibat dalam kerja-kerja pendampingan di desa.

Page 28: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

17Mengembangkan Model Pendampingan Desa Asimetris di Indonesia

pemberdayaan, model berjejaring dengan stakeholders dan juga capaian yang berharga dari sisi keberhasilan dalam menjalankan program. Pada bagian kedua akan dijelaskan secara lebih rinci pengalaman NGO di daerah dalam pemberdayaan masya-rakat desa. Data-data yang akan diuraikan pada bab 2 diharapkan bisa menjadi bukti kerja-kerja pemberdayaan dan pendampingan masyarakat desa yang telah dilakukan oleh NGO, dan akhir bisa dijadikan perbandingan untuk menjalankan model pendampingan desa yang kami usulkan.

Page 29: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

18 Policy Paper

Bagian 2

Pengalaman NGO dalam Pemberdayaan Masyarakat Desa

Pendampingan desa yang asimetris, sejauh ini sudah banyak dilakukan oleh NGO diberbagai daerah di Indonesia. Dengan memperhatikan konteks dan tantangan lokal serta potensi yang ada di desa-desa, pengalaman NGO telah menghasilkan jejak capaian berharga dalam kerja-kerja pemberdayaan masyarakat. Bagian akan menjelaskan dua hal penting. Pertama, program dan strategi pengorganisasian masyarakat desa yang dilakukan oleh NGO di daerah. Kedua, capaian dan pengalaman berharga yang mereka hasilkan yang dapat dijadikan inspirasi dalam konteks pendampingan desa sebagaimana mandat pelaksanaan UU Desa.

Disaat pemerintah kini memiliki komitmen yang kuat untuk memberdayakan masyarakat dan pemerintahan desa, salah satunya melalui strategi pendampingan desa dengan me-rekrut para pendamping desa, sangatlah bijaksana untuk mengambil pelajaran dan sekaligus memberikan apresiasi dan ruang untuk saling bermitra dengan NGO yang selama ini memiliki pengalaman dan mobilitas yang tinggi serta kader-kader yang sudah lama bekerja di desa. Proses implementasi UU Desa akan terasa hambar bila pemerintah tidak melakukan tindakan afirmatif atas peran NGO dalam mewujudkan desa mandiri dan sejahtera. Studi lapangan yang dilakukan oleh

Page 30: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

19Mengembangkan Model Pendampingan Desa Asimetris di Indonesia

IRE di 7 Kabupaten di Indonesia menunjukkan bahwasannya, peran NGO yang selama ini melakukan program-program pemberdayaan menghasilkan sejumlah capaian positif dalam peningkatan kualitas kehidupan masyarakat.

Sebagaimana pengalaman di Kabupaten Lombok Timur, dari sekian banyak NGO yang tumbuh, IRE menemukan dua NGO, yakni Yayasan Masyarakat Peduli (YMP) dan Lombok Research Centre (LRC) memiliki lesson learned yang positif dalam menjalankan program pemberdayaan masyakarakat. YMP mengembangkan program STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat). Program ini dilatarbelakangi oleh adanya kondisi desa yang sangat memprihantinkan dalam urusan sanitasi. Misalnya, kebiasaan membuang hajat dan sampah rumah tangga sembarangan, ikut andil dalam menciptakan peningkatan warga yang mengalami penyakit diare.

Guna mendorong desa mandiri dalam mewujudkan ling-kungan sehat melalui sanitasi dan air bersih, YMP meng-gunakan strategi pendekatan kearifan lokal. Yakni pendekatan yang menggunakan nilai-nilai keagamaan, yang menjunjung tinggi perilaku hidup bersih dan sehat. YMP melatih banyak kader-kader penggerak di kalangan warga desa agar tumbuh aksi kolektif dalam mensukseskan program STBM. YPM juga melakukan pendekatan atas pemerintahan desa agar memiliki kebijakan untuk menumbuhkan perilaku hidup sehat. Pendekatan multistakeholders antara komunitas dengan pemerintah desa dan pemerintah daerah, meng-hasilkan potret perubahan nyata dari 47 desa yang menjadi mitra YMP dalam program STBM.

Program pendampingan lainnya dilakukan oleh LRC melalui

Page 31: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

20 Policy Paper

perwujudan kampung produksi. Program pemberdayaan oleh LRC ini dimaksudkan untuk mengubah hasil produksi pertanian menjadi lebih baik, dengan cara mengedukasi warga melalui pola tanam pertanian organik, mengolah lahan pertanian dengan beragam jenis tanaman yang menghasilkan produk unggulan seperti nangka, srikaya dan madu sehingga dapat bersaing di pasar. LRC membentuk lingkar belajar komunitas petani melalui program rumah produksi untuk mengembangkan produk makanan olahan berbasis pertanian, memberi pelatihan cara pengemasan dan pemberian label halal sehingga produk makanan olahan yang dihasilkan para komunitas petani dampingannya kompetitif di pasar. Di dalam menjalankan programnya, LRC merekrut dan melatih para tenaga pendampingnya dengan pendekatan pendampingan berbasis komunitas. Para pendamping bertugas memberikan motivasi kepada masyarakat untuk menghasilkan produk pertanian unggulan, seperti di masyarakat dusun Jeringo, desa Jeringo Trans.

Untuk Buton Selatan, NGO yang memiliki pengalaman panjang dalam pendampingan masyarakat desa adalah Sintesa, yang berdiri sejak tahun 1990-an dan PEKKA yang lahir pasca reformasi. Di saat meningkatnya geliat masyarakat sipil dan bangunan rejim Orde Baru yang kian goyah, LSM Sintesa berdiri pada tanggal, 6 Februari 1990 dan kini menjadi salah satu organisasi masyarakat sipil yang paling lama berkiprah di Sulawesi Tenggara. Program Sintesa fokus pada penguatan kapasitas masyarakat baik dalam segi organisasi maupun dari aspek kelembagaan ekonomi. Orientasi pendampingan yang dilakukan Sintesa didasarkan pada potensi yang ada di masyarakat. Strategi penguatan

Page 32: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

21Mengembangkan Model Pendampingan Desa Asimetris di Indonesia

organisasi di tingkat desa diletakkan pada kelompok atau kelembagaan apapun di masyarakat. Apakah itu kelompok tani, koperasi, pengelola air bersih, dan juga pemerintahan desa. Bagi Sintesa, penguatan kapasitas di level organisasi jauh lebih mudah dibandingkan dengan pendekatan di level individu. Organisasi masyarakat ini didorong untuk memiliki nilai tawar di desa.

Sejak awal, visi Sintesa adalah terciptanya masyarakat madani yang mampu meningkatkan status ekonomi dan derajat kesehatannya, dengan memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada secara bijaksana, adil, merata dan transparan berdasarkan hasil analisa dampak lingkungan. Sedangkan, misi Sintesa adalah meningkatkan status ekonomi dan derajat kesehatan masyarakat yang berwawasan lingkungan serta memperkuat hubungan dengan lembaga lembaga mitra melalui pelatihan, bantuan teknis, fasilitasi pengadaan sarana dan prasarana ekonomi dan kesehatan, serta pelayanan informasi berdasarkan prinsip-prinsip kemanusiaan, tidak diskriminatif, kemitraan, berintegrasi tinggi, independen dan nirlaba.

Sintesa hadir tidak dengan membawa isu namun berbasis pada kebutuhan. Pengorganisasian masyarakat yang dilakukan oleh Sintesa dimulai dari pendekatan ke aktor-aktor kunci di masyarakat yang memiliki karakter dan visi untuk membangun desanya. Aktor-aktor kunci inilah yang kemudian diajak untuk membangun imajinasi bersama tentang apa yang dapat dan perlu dikembangkan di desa. Misalnya di koperasi. Awalnya, masyarakat beranggapan bahwa akses ke modal usaha sangat sulit atau menyekolahkan

Page 33: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

22 Policy Paper

anak ke jenjang perguruan tinggi sebagai sesuatu yang mahal karena keterbatasan dana. Desa memiliki banyak potensi untuk bisa dikembangkan sehingga bisa terkumpul dana yang bisa diperoleh masyarakat melalui pembentukan koperasi.

Menurut Sukri Rauf, pembentukan koperasi tak melulu soal ekonomi. Koperasi dan bentuk pengembangan ekonomi lokal lainnya menjadi pintu masuk bagi Sintesa untuk mengorganisasikan masyarakat, untuk pintu masuk ke aspek lainnya, seperti kesehatan. Sintesa hampir tak pernah menggunakan ‘uang’ untuk masuk ke dalam masyarakat. Melainkan lebih banyak memberikan penguatan pengorganisasian dengan memanfaatkan sumberdaya dari dalam desa, meskipun jumlahnya relatif kecil.

Selain mendorong kreativitas dan inovasi dari dalam, Sintesa juga membangun dan membantu mencarikan jaringan dengan aktor luar desa. Contohnya, pengembangan ekonomi lokal dengan membukakan akses pasar bagi produk pertanian, seperti nilam, rumput laut, dan jambu mete. Sintesa pernah mendampingi 20 desa dalam perencanaan pembangunan desa dan 13 desa dalam program pengembangan ekonomi lokal.

Cukup lama proses pengorganisasian dimulai dari inisiasi hingga program berjalan dengan stabil. Satu hal yang penting digarisbawahi adalah pertautan (linkage) kuat yang dibangun Sintesa dengan institusi negara dan masyarakat. Kerja-kerja Sintesa mendasarkan tidak semata-mata pada pengembangan komunitas yang terisolasi dari kontes politik kebijakan dan tata kelola pemerintahan, namun

Page 34: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

23Mengembangkan Model Pendampingan Desa Asimetris di Indonesia

meyakini bahwa penguatan organisasi komunitas mesti dibarengi dengan penguatan institusi negara (pemerintah daerah dan pemerintah desa). Kehadiran Sintesa bertujuan untuk mewujudkan kemandirian masyarakat melalui penggalangan partisipasi masyarakat dalam mencapai tujuan pembangunan nasional dan membantu pemerintah dalam usaha meningkatkan peran aktif masyarakat dalam mendukung pembangunan.

Adapun Serikat PEKKA Buton Selatan merupakan bagian dari jaringan organisasi Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA). Inisiatif organisasi ini berawal pada akhir tahun 2000 dari upaya awal Komnas Perempuan untuk mendokumentasikan kehidupan janda di wilayah konflik. Semula upaya ini merupakan program “Widows Project” yang didukung oleh Japan Social Development Fund (JSDF) melalui Trust Fund Bank Dunia. Selanjutnya, Komnas Perempuan bekerja sama dengan Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita dan membentuk Serikat Nasional (Seknas) PEKKA, transformasi dari �Widows Project�. Transformasi ini diharapkan membuat PEKKA menjadi lebih provokatif dan ideologis, yaitu dengan menempatkan janda pada kedudukan, peran, dan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga dan bukan dilihat dari status perkawinan semata. Dengan demikian, PEKKA tak hanya mendampingi perempuan dengan status janda. Perempuan dengan posisi sebagai tulang punggung keluarga pun menjadi bagian dari sasaran dampingan PEKKA.

Pendampingan komunitas PEKKA mencakup sejumlah sasaran, yaitu perempuan yang ditinggal/dicerai hidup

Page 35: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

24 Policy Paper

oleh suaminya; perempuan yang suaminya meninggal dunia; perempuan yang membujang atau tidak menikah dan memiliki tanggungan keluarga; perempuan bersuami, tetapi oleh karena suatu hal, suaminya tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai kepala keluarga; perempuan bersuami, namun suami tidak hidup dengannya secara berkesinambungan karena merantau atau berpoligami. Jaringan PEKKA tersebar di 20 Provinsi, 65 Kabupaten, 229 Kecamatan dan 855 desa. Di Sulawesi Tenggara, tersebar di lima kabupaten/kota (Baubau, Buton, Buton Selatan, Buton Tengah, Muna) meliputi 20 kecamatan, 68 desa, 78 kelompok, 1.571 anggota, dan 3.410 penerima manfaat.

Meskipun pendampingan PEKKA berbasis pada komunitas, namun kehadiran PEKKA juga bertujuan pada peningkatan partisipasi dan kontrol perempuan kepala keluarga terhadap proses pengambilan keputusan mulai tingkat rumah tangga hingga negara. PEKKA menyadari pentingnya partisipasi perempuan dalam pengambilan kebijakan dan juga melalukan advokasi atas kebijakan.

Ada empat fokus kegiatan yang dilakukan oleh Serikat PEKKA Buton Selatan. Pertama, pemberdayaan hukum terkait identitas diri, seperti akta kelahiran, KTP, dan KK. Masih banyak masyarakat yang belum mempunyai identitas diri karena dianggap tidak penting dan kultur/budaya yang hirau pada identitas kependudukan ini. Terkait hal ini, PEKKA bekerja sama dengan pemangku kepentingan terkait, namun sebelumnya dilakukan diskusi hukum di level komunitas. PEKKA mensosialisasikan dan memberikan kesadaran kepada kelompok terkait pentingnya identitas diri.

Page 36: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

25Mengembangkan Model Pendampingan Desa Asimetris di Indonesia

Prosesnya dilakukan dengan melakukan pendekatan dan penyadaran kepada pemerintah desa, tokoh masyarakat, dan tokoh adat. Diskusi-diskusi di tingkat desa yang mengundang pemerintah desa, tokoh masyarakat dan adat, serta masyarakat dengan menghadirkan pembicara yang kompeten di isu yang tengah didiskusikan. Hal ini menjadi salah satu strategi PEKKA untuk mendorong keterbukaan pemerintah desa dan tokoh masyarakat sekaligus penyadaran masyarakat. Meskipun berangkat dari logika community-driven development (CDD), PEKKA mulai menyadari pentingnya perubahan di level kebijakan dan penyadaran di tingkat pengambil kebijakan dan pemangku kepentingan di desa dan daerah pendampingan.

Kedua, pendidikan politik dengan konsentrasi pada upaya mendorong partisipasi perempuan dalam musyawarah dari level desa sampai nasional. Tradisi dan adat yang bercorak patriarkal menjadi tantangan utama bagi PEKKA. Belum lagi, pengalaman dan trauma akibat konflik di masa lalu menjadikan perempuan menyinkir dari persoalan publik dan enggan untuk terlibat dalam pengambilan kebijakan. Ketiga, pendidikan sepanjang hayat melalui program kesetaraan fungsional dan pendidikan anak usia dini. Bagi PEKKA, peran perempuan dalam pendidikan anak usia dini merupakan suatu keharusan. Kegiatan-kegiatan kelompok yang tergabung dalam PEKKA turut memfasilitasi terselenggarakannya pendidikan sepanjang hayat dan pendidikan anak usia dini.

Keempat, penguatan ekonomi melalui dana swadaya kelompok juga menjadi fokus kegiatan PEKKA untuk mendorong kemandirian secara ekonomi. Kelompok-

Page 37: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

26 Policy Paper

kelompok tersebut tak hanya mendirikan koperasi simpan pinjam namun juga bergerak di ranah ekonomi produktif. Kelima, media rakyat dan taman bacaan masyarakat yang berisi publikasi dari perempuan-perempuan. Hampir setiap bulan, Serikat PEKKA Buton Selatan menghimpun tulisan yang berasal dari anggota-anggota PEKKA, dipublikasikan, dan kemudian disebarluaskan ke kelompok-kelompok PEKKA. Keenam, pendidikan dan penyadaran masyarakat mengenai pentingnya kesehatan reproduksi bagi perempuan.

Di Kalimantan Barat beragam NGO tumbuh, salah satunya adalah Yayasan Gemawan yang berdiri sejak tahun 1999, yang didirikan oleh para aktivis mahasiswa di Pontianak. Gemawan dalam melakukan proses pemberdayaan masya-rakat fokus pada lima isu: pengelolaan sumber daya alam berbasis masyarakat, pemberdayaan perempuan dan pe-nguatan ekonomi di tingkat basis, mendorong tata kelola pemerintahan yang baik dan peningkatan kapasitas internal kelembagaan organisasi warga dan pemerintahan desa.

Dalam melakukan kerja-kerja advokasi, Gemawan memadu-kan pendekatan gerakan berbasis isu dan juga berbasis wilayah melalui pengorganisasian dan supporting system lainnya yang dapat mempertemukan dimensi demand side dan supply side. Sebagaimana upaya pendampingan program mendorong desa demokratis dan mandiri yang diberi nama program Gerbang Desa (Gerakan Membangun Desa) di 40 desa yang ada di Kalbar. Strategi yang dilakukan, yakni dengan mendorong penyelenggaraan musyawarah desa (Musdes) secara demokratis, mengakomodir representasi berbagai elemen sosial di dalam masyarakat, khususnya

Page 38: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

27Mengembangkan Model Pendampingan Desa Asimetris di Indonesia

kaum perempuan, perumusan RPJMDes secara partisipatif, berorientasi pada pemecahan masalah-masalah utama yang dihadapi oleh warga masyarakat, khususnya akses terhadap layanan dasar. Juga pengaturan wilayah dan tata ruang desa karena selama ini banyak konflik lahan yang melibatkan lahan milik warga dengan perusahaan perkebunan dan tambang.

Gemawan memiliki 45 orang kader yang melakukan pendam-pingan desa. Para kader sebelum terjun ke masyarakat memperoleh pelatihan peningkatan kapasitas dalam peng-organisasian masyarakat, pemahaman terhadap peta desa dan sejumlah keterampilan lainnya dalam peningkatan kapasitas warga masyarakat dan pemerintahan desa. Para kader Gemawan dalam melakukan pendampingan desa mengembangkan orientasi dan peran sosial bukan sebatas sebagai fasilitator masyarakat, melainkan juga sebagai peran agen perantara (intermediary agency) yang saling mempertemukan desa dan kabupaten dalam memecahkan berbagai persoalan di desa. Bahkan tak jarang para kader Gemawan juga menggunakan pendekatan advokasi konfrontatif, berupa pendampingan komunitas warga ketika mengalami konflik dengan koorporasi, terutama terkait terkait alih fungsi lahan yang merugikan warga menyangkut isu perkebunan kelapa sawit.

Untuk Kabupaten Kulon Progo DIY, banyak NGO yang memiliki program pendampingan di desa. Sejak tahun 1980, Bina Swadaya, Satunama dan CD Bethesda melakukan pendekatan community development. Para kader-kader NGO di desa memiliki tugas dan peran, yakni setiap seorang kader mendampingi lima kelompok atau komunitas.

Page 39: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

28 Policy Paper

Proses pendampingan dilakukan dengan cara melakukan (a) analisis sosial untuk memahami potensi, kelemahan, hambatan dan dukungan (b) merencanakan program solutif untuk mengatasi persoalan warga dengan basis kekuatan potensi sumber daya yang ada. (c) pengorganisasian untuk membangun institusi sosial ekonomi. (d) memberi stimulan berupa “bantuan” untuk pemenuhan kebutuhan dasar, yang berupa; permodalan, teknologi atau fasilitas untuk menggerakan partisipasi, transparansi, dan keswadayaan, (e) membangun alur proses aksi refleksi aksi secara partisipatif.

Memasuki era reformasi, semakin banyak NGO yang berkiprah di desa, seperti; IDEA Yogyakarta dengan program pengentasan kemiskinan dan sistem informasi desa, Yakkum dan SIGAP Yogyakarta dengan program desa inklusi, LKiS pendampingan warga berkebutuhan khusus, Swara Nusa Kulon Progo, fokus kegiatannya adalah informasi warga desa dan Advokasi Kebijakan Anggaran Keistimewaan DIY, GSM Kulon Progo yang didukung ChildFund Indonesia mendampingi KK Miskin lewat Program kesehatan anak dan Pendidikan anak, dan Rumah Zakat fokus program perekonomian warga. Semua program LSM pada era reformsi, menggunakan metode advokasi dan peningkatan kapasitas kelembagaan masyarakat.

NGO yang bekerja di desa ini tentu memberikan banyak perubahan dalam mendorong demokratisasi desa. Mereka bekerja untuk memperbaiki akses warga terhadap kebijakan desa dan pemerintah kabupaten, memperbaiki sistem layanan dasar di desa, serta model pemberdayaan self help lainnya yang membuat kapasitas individu dan keorganisasian

Page 40: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

29Mengembangkan Model Pendampingan Desa Asimetris di Indonesia

di desa dapat tumbuh kembang secara baik dalam meraih kesejahteraan. Pengorganisasian desa dengan beragam isu yang selama ini dilakukan oleh NGO di Kulon Progo, juga banyak melahirkan kader-kader organik yang tumbuh di dalam masyarakat desa sendiri.

Di Kabupaten Timur Tengah Selatan (TTS), NTT terdapat NGO yang bernama Sanggar Suara Perempuan (SSP). Lembaga ini didirikan oleh Ny. Rambu Mella pada tahun 1989, dengan tujuan melakukan advokasi terhadap kaum perempuan. Baik menyangkut kesehatan reproduksi dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Pendekatan pengorganisasian SSP adalah problem based approach. Di setiap desa dampingan, SSP mendorong para perempuan membentuk community base organization (CBO) yang diberi nama Jaringan Peduli Masalah Perempuan (JPMP). Sejak dibentuk pada tahun 2001, sampai dengan saat ini JPMP berkembang di 21 desa yang terdapat 7 kecamatan yang ada di Kabupaten TTS. Menurut Ibu Yenni, SSP dalam melakukan pengorganisasian, tidak memberikan subsidi keuangan kepada para anggota masyarakat yang menjadi kader JPMP, yang ditonjolkan adalah pendekatan memperkuat pengetahuan, kesadaran kritis warga dan ketrampilan lainnya.

Dalam setiap kantong JPMP terdapat tiga unsur struktur keanggotaan. Yakni kader Community Organizer, konselor dan fasilitator. Ketiganya memiliki tugas yang berbeda. Kader adalah anggota yang bertugas untuk menarik warga supaya terlibat dalam diskusi dan kegiatan JPMP. Fasilitator adalah pemberi materi wacana tentang kesetaraan gender dan

Page 41: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

30 Policy Paper

kesehatan reproduksi. Sedangkan konselor adalah anggota paling senior yang bertugas untuk mendamaikan persoalan kekerasan terhadap perempuan di desa secara musyawarah. Pihak kepolisian sangat mengakui integritas dan peran JPMP. Karena itu, jika ada laporan terjadi KDRT yang melalui JPM, maka pihak kepolisian akan memprosesnya lebih lanjut.

Selain itu, SSP juga mendorong tumbuhnya PLB (Perhimpunan Laki-Laki Baru), yaitu kelompok yang beranggotakan para pria dengan tujuan untuk meng-influence para pria di desa agar memiliki kesadaran gender. Pendekatan PLB ini dilakukan untuk mengurangi KDRT tidak melulu dari sisi korban, tapi juga penting pula dilakukan dari sisi pelaku juga. Para kader JPMP didorong oleh SSP untuk memiliki kesadaran politis agar terlibat dalam politik perecanaan pembangunan dan penganggaran desa, bahkan mendorong para kadernya untuk mengisi keterwakilan perempuan di kelembagaan politik pemerintahan desa.

Adapun untuk di Kota Ambon, salah satu dari sekian NGO adalah Yayasan Arika Mahina. LSM ini berdiri pada tahun 1999 sebagai upaya merespon konflik yang terjadi di Maluku pada tahun tersebut. Secara garis besar aktivtias pemberdayaan Arika Mahina berfokus pada isu-isu perempuan dan anak dalam upaya membebaskan mereka dari kekerasan, kemiskinan, serta meningkatkan posisi tawar dan akses secara politik dan ekonomi.

Sejak tahun 1999, Arika Mahina menjalankan program/kegiatan antara lain: (1) melakukan pendampingan bagi perempuan dan anak korban kekerasan dari sisi psikologis dan hukum. (2) melakukan proses advokasi dan kampanye

Page 42: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

31Mengembangkan Model Pendampingan Desa Asimetris di Indonesia

anti kekerasan terhadap perempuan melalui jaringan kerja bersama berdasarkan hasil identifikasi dan dokumentasi bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak. (3) mengorganisir perempuan korban kekerasan dengan membentuk kelompok-kelompok kritis yang mampu menyikapi masalah-masalah perempuan yang mengalami ketidakadilan. (4) membantu memperkuat ekonomi rumah tangga sebagai bagian dasar untuk memperoleh kehidupan yang lebih layak sebagai manusia, karena bagian ini merupakan alasan kekerasan terjadi dalam rumah tangga. (5) pendampingan kepada korban cacat konflik melalui rehabilitasi medis dan pemberian modal usaha. (6) membantu permasalahan pendidikan bagi korban konflik melalui rehabilitasi sarana pendidikan, pemberian beasiswa, pendidikan alternatif dan pendampingan psikologis. (7) rehabilitasi korban konflik melalui rehabilitasi gedung ibadah. (8) melakukan proses pendokumentasian data kekerasan terhadap anak dan perempuan. (9) bekerjasama dengan program MAMPU: Maju Perempuan Indonesia untuk Pengentasan Kemiskinan dan Responsive Gender.

Strategi pendekatan untuk menjalan program di atas, dengan cara membentuk kelompok konstituen di tingkat komunitas. Para perempuan di tingkat komunitas direkrut untuk bergabung membangun kesadaran kritis dan beroganisasi memperkuat kapasitas dan mengembangkan aksi kolektif untuk membangun kehidupan yang damai dari konflik dan KDRT serta kegiatan lainnya yang dapat membantu peningkatan pendapatan rumah tangga.

Kini kelompok konstituen jaringan Arika Mahina sudah ada di

Page 43: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

32 Policy Paper

25 desa/kelurahan/negeri di Kota Ambon atau mencapai 50% dari total desa/kelurahan/negeri di Kota Ambon. Di beberapa desa karena tingginya minat masyarakat untuk bergabung, anggota kelompoknya sampai 75 orang. Melalui Kelompok Konstituen Arika Mahina melakukan pengorganisasian warga desa, anggota KK memperoleh program penguatan kapasitas terkait aktivitas paralegal dan pendampingan. Selanjutnya anggota KK menjadi kader di masyarakat yang membantu penyelesaian konflik dan permasalahan sosial yang terjadi antar warga desa. Sebagai gambaran, beberapa persoalan yang ditangani anggota KK Desa Hunuth antara lain: konflik rumah tangga, KDRT penelantaran anak, hingga pendampingan penyelesaian kasus di kepolisian ataupun pengadilan.

Pendekatan program dalam pengembangan kapasitas dan akses perempuan dalam institusi kebijakan publik membuat kelompok konstituen merasakan manfaatnya dalam bergorganisasi sehingga mereka tidak mementingkan insentif material dalam mengikuti kegiatan. Kelompok konstituen ini menjadi ruang inklusif di kalangan perempuan yang tak lagi membedakan identitas keagamaan karena mereka telah disatukan oleh isu kolektif permasalahan krusial kaum perempuan, seperti sebagai korban KDRT dan sejenisnya. Kelompok konstituen bermetaformosis menjadi institusi sosial yang saling mengintegrasikan komunitas yang sebelumnya terpisah oleh konflik sosial. Apa yang dilakukan oleh kelompok konstituen ini melampaui peran institusi pemerintahan desa yang masih belum pulih dalam mendorong berbagai kebijakan desa yang saling mengitegrasikan kelompok-kelompok sosial di desa secara

Page 44: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

33Mengembangkan Model Pendampingan Desa Asimetris di Indonesia

inklusif. Banyak desa yang memberikan apresiasi terhadap kerja-kerja kelompok konstituen, seperti Pemerintahan Desa Huluth Kecamatan Teluk Ambon yang mengalokasikan dana desa untuk kegiatan pemberdayaan perempuan.

Dari sejumlah pengalaman NGO di berbagai daerah tersebut dapat dilihat beberapa inovasi yang dilakukan, yakni: Pertama, pilihan program yang relevan dengan kebutuhan atau problem yang sedang dialami masyarakat sehingga saling memudahkan terwujudnya persenyawaan (engagement) antara NGO dengan masyarakat penerima manfaat.

Kedua, proses penciptaan kader yang selalu berasal dari dalam komunitas sendiri dan dikembangkan melalui wadah organisasi sebagai tempat berhimpun mengasah kapasitas dan sarana memperjuangkan aspirasi, memberi dampak positif bagi keberlanjutan proses kaderisasi, kemandirian dan efektifitas memperkuat aspirasi komunitas dengan para pemangku kebijakan.

Ketiga, strategi pendampingan NGO dengan membangun basis demokrasi dan partisipasi di aras lokal sembari memperjuangkan kepentingan komunitas warga di ranah pengambilan keputusan, dengan memainkan peran sebagai agen perantara (intermediary), dalam banyak hal mampu menjembatani kesenjangan antara kepentingan lokal dengan pembuat kebijakan di ranah pemerintahan.

Page 45: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

34 Policy Paper

Bagian 3

Rumusan Model Pendampingan Desa

Pendampingan terhadap desa pada prinsipnya adalah upaya untuk menggerakkan potensi yang ada di desa sehingga desa mampu memanfaatkan potensi yang dimiliki untuk perubahan-perubahan ke arah lebih baik dari sisi ekonomi, politik, sosial dan budaya. Karena itu pendampingan desa tidak bisa dilihat dan dimaknai sebagai aktivitas ‘membantu desa’ menjalankan aspek-aspek teknokratis dan administratif semata. Lebih dari itu, pendampingan desa merupakan aktivitas mentransformasikan nilai-nilai yang terkandung dalam UU Desa agar bisa diterjemahkan dalam laku keseharian di desa.

Bagian ini akan menjelaskan dua hal. Pertama, perspektif pendampingan desa sebagai kerangka berpikir dalam merumuskan model. Hal ini perlu didudukkan terlebih dahulu agar tawaran model pendampingan desa ini tidak terlepas dari nalar berpikir dan spirit UU Desa yang menjadi basis normatif dan politis implementasi pendampingan. Kedua, berangkat dari perspektif tersebut, model pendampingan desa dirumuskan.

Perspektif Pendampingan Desa yang Asimetris

Konsep pendampingan desa dalam UU Desa berangkat dari ide tentang pemberdayaan masyarakat sebagai bagian dari

Page 46: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

35Mengembangkan Model Pendampingan Desa Asimetris di Indonesia

fungsi pembinaan dan pengawasan. Sayangnya, sebagaimana terkonfirmasi dalam studi IRE tentang pendampingan desa, ide pemberdayaan masyarakat terkikis oleh nalar administrasi pendampingan penggunaan dana desa yang titik beratnya ada di pemerintah desa. Alih-alih mendampingi masyarakat dalam mengawal demokratisasi dan agenda-agenda pemberdayaan, pendampingan desa yang ada justru hanyut dalam jebakan administratif dan terus saja belum selesai dengan koordinasi dan kapasitas dirinya.

Pola pendampingan lama ala PNPM semestinya menjadi refleksi bahwa pendampingan yang semata-mata berorientasi capaian-capaian administrasi dan meminggirkan aspek pemberdayaan tak lagi sesuai dengan nalar yang dibangun UU Desa. Pendekatan yang disponsori Bank Dunia ini menggunakan pendekatan yang langsung memusatkan perhatian pada masyarakat miskin yang tersebar luas di pedesaan. Namun, program untuk mengatasi kemiskinan yang dilakukan mengabaikan aspek ketimpangan ekonomi politik dan lebih menampilkan masalah kemiskinan sebagai persoalan teknis (Li, 2012).

Perspektif pendampingan desa semestinya berangkat dari problematika yang dihadapi oleh desa (problem based). Manakala desa belum sampai pada kapasitas tertentu dalam konteks implementasi UU Desa, di situlah peran pendamping desa menjadi penting. Di titik itu, konteks pendampingan desa lantas menjadi relevan. Anggapan bahwa pendampingan desa bersifat monolitik, serentak, dan sama tentu saja mengingkari semangat UU Desa yang melihat desa dan institusinya memiliki keberagaman baik

Page 47: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

36 Policy Paper

dari sisi kapasitas maupun tatanan sosial politiknya serta berpeluang meraih kemandirian dari dalam dirinya.

Desa yang relatif maju dengan tradisi kewargaannya yang kuat tentu saja berbeda dengan desa yang tertutup, terkooptasi elit, dan pengorganisasian masyarakatnya lemah. Dalam konteks itulah, pendampingan desa mesti melibatkan beragam aktor (pemerintah pusat dan daerah, organisasi masyarakat sipil, dan perguruan tinggi) dan mengafirmasi kebutuhan dan keberagaman desa dan daerah. Cara pandang asimetrik inilah yang dinilai kompatibel dengan idealitas UU Desa dan realitas sosial politik di desa yang beragam.

Perspektif asimetris ini sejatinya selaras dengan UU Desa Pasal 113 dan Pasal 114 yang memberi ruang adanya bantuan pendampingan oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten. Demikian pula dengan PP Nomor 43 Tahun 2015 Pasal 128 yang menjelaskan bahwa Pemerintah Provinsi dan Kabupaten (dapat) menyelenggarakan pemberdayaan masyarakat desa dengan pendampingan secara berjenjang sesuai kebutuhan. Bahkan di dalam ayat 1, lebih rinci dijelaskan pendampingan secara teknis dilaksanakan oleh SKPD Kabupaten/Kota dan dapat dibantu oleh tenaga profesional dalam kategori tenaga ahli, pendamping desa dan tenaga ahli pendamping masyarakat (TAPM), atau pihak ketiga.2

2 Dalam konteks pihak ketiga, pendampingan desa dapat juga dilaku-kan oleh NGO, perguruan tinggi yang selama ini memiliki program pemberdayaan dan pengabdian masyarakat, dan program corporate social responsibility (CSR) oleh perusahaan.

Page 48: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

37Mengembangkan Model Pendampingan Desa Asimetris di Indonesia

Oleh karena itu, kewenangan penyiapan pendamping desa idealnya tidak dilakukan oleh pemerintah pusat. Dengan nalar penguatan peran kabupaten dan desa dalam proses rekrutmen, penyiapan pendampingan sebaiknya diserahkan kewenangannya kepada pemerintah daerah dan atau desa. Pemerintah pusat (Kementerian) menyiapkan kriteria umum dan indikator kerja pendamping desa. Sedangkan persyaratan yang lebih spesifik seperti penguasaan bahasa lokal, pemahaman budaya, dan persyaratan khusus lainnya ditetapkan dilakukan oleh pemerintah kabupaten. Untuk tugas melakukan supervisi kepada para pendamping dilakukan oleh pemerintah provinsi dan atau kabupaten.

Selain berpijak pada permasalahan yang dihadapi oleh desa, perspektif pendampingan desa mesti memiliki dimensi pengorganisasian dan semangat pemberdayaan. Tujuan pendampingan desa yang senafas dengan semangat UU Desa adalah pendampingan yang memperkuat peme-rintahan desa sekaligus masyarakatnya. Pendamping desa tak melulu mendampingi perangkat desa dalam tata kelola pemerintahan, namun terlibat, hidup bersama, dan men-dampingi masyarakat desa dalam kesehariannya. Pers-pektif pendampingan semacam ini berangkat dari cara pandang bahwa pendamping desa adalah mereka yang hidup bersama dengan masyarakat dalam aktivitas produksi dan kesehariannya, memahami kebutuhan dan tuntutan-tuntutan masyarakat, dan lebih jauh mampu menyadarkan masyarakat akan hak-hak yang dimilikinya.

Dalam cara pandang ini, pendamping desa tidak dilihat secara sempit sebagai sebuah profesi maupun petugas birokrasi

Page 49: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

38 Policy Paper

dengan kerja-kerja ketugasan semata. Spesialisasi profesi tertentu justru seringkali mempersulit seseorang untuk memahami persoalan di desa dengan segala keterkaitannya. Kemiskinan di desa, misalnya, lebih merupakan rangkaian dari kerentanan pangan dan rendahnya pendapatan, kelemahan jasmani, ketersisihan, dan ketidakberdayaan yang semuanya saling bertaut satu sama lain.

Pendamping desa mesti melihat permasalahan di desa secara menyeluruh. Meskipun tak semua keahlian dia kuasai, pendamping desa perlu memperluas jangkauan perhatian pada persoalan tertentu (Chambers, 1987, 30-31). Keberhasilan pendampingan desa, dengan demikian, dilihat dari kemampuan mereka dalam merumuskan tuntutan-tuntatan keseharian yang konkrit dari masyarakat menjadi gerakan sosial dan penyadaran hak-hak mereka sebagai warga desa.

Model Pendampingan Desa yang Asimetris

Kewenangan rekrutmen dan penempatan pendamping desa diserahkan kepada kabupaten/kota melalui SKPD yang bertanggungjawab mengurus pemberdayaan masyarakat desa (BPMPD). Pada kenyataannya, daerah (kabupaten/kota) lebih mengetahui dan memahami kondisi desa-desa yang ada di daerahnya, termasuk kondisi geografis dan sosiologis yang nantinya berkaitan erat dengan kerja-kerja pendampingan. Pemerintah kabupaten/kota perlu membuat pemetaan kondisi geografis, sosiologis, kebutuhan, dan permasalahan yang ada di desa.

Di samping itu, pemetaan tersebut juga perlu mem-

Page 50: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

39Mengembangkan Model Pendampingan Desa Asimetris di Indonesia

pertimbangkan perbedaan dan kesenjangan kapasitas masing-masing desa sehingga kerja-kerja pendampingan nantinya bisa efektif dan tepat sasaran. Untuk mempermudah proses tersebut dilakukan, kami menawarkan model dan kebutuhan pendampingan yang didasarkan pada derajat kapasitas pemerintah desa dan masyarakat. Kapasitas tersebut diterjemahkan ke dalam variabel-variabel tertentu yang lantas diturunkan ke dalam indikator-indikator. Pemerintah kabupaten/kota—dengan melibatkan desa dalam prosesnya—memetakan kebutuhan pendampingan desa berdasarkan instrumen tersebut (lihat tabel 1). Instru-men pemetaan tersebut dapat digunakan baik untuk pendampingan desa yang direkrut oleh negara (pemerintah) maupun pendampingan desa yang dikelola oleh pihak ketiga baik NGO, perguruan tinggi, maupun perusahaan.

Tabel 2 menunjukkan derajat kapasitas pemerintah desa dan kapasitas masyarakat desa dari kategori lemah, sedang, hingga kuat. Kategori kapasitas pemerintah desa tersebut ditentukan oleh enam variabel, yaitu: (1) transparansi, (2) partisipasi, (3) akuntabilitas, (4) demokrasi, (5) responsivitas, dan (6) kemajuan pembangunan. Variabel 1-4 menunjukkan bagaimana kapasitas pemerintah desa dalam konteks penyelenggaraan tata kelola pemerintahan desa yang demokratis. Variabel 5 dan 6 masing-masing menakar kapasitas pemerintah desa dalam pemenuhan pelayanan publik di desa dan penyelenggaraan pembangunan. Sedangkan, dari sisi kapasitas masyarakat desa ditentukan oleh tiga variabel, yaitu: (1) sumberdaya manusia desa, (2) kelembagaan masyarakat desa, dan (3) aset desa. Ketiga variabel ini menjadi ukuran untuk menakar kapasitas

Page 51: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

40 Policy Paper

masyarakat desa untuk mengakses ruang demokrasi, tingkat pengorganisasian, dan sejauh mana akses masyarakat desa dalam tata kelola aset.

Tabel 2

Matriks Tipologi Kebutuhan Desa berdasarkan Derajat Kapasitas Pemdes dan Masyarakat

Kapa

sita

s Mas

yara

kat D

esa

(SDM

Des

a, K

elem

baga

an, A

set

Desa

)

Kapasitas Pemerintahan Desa(Transparansi, Partisipasi, Akuntabilitas, Demokrasi, Responsivitas, Kemajuan

Pembangunan)

Lemah Sedang Kuat

Lemah I II III

Sedang IV V VI

Kuat VII VIII IX

Page 52: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

41Mengembangkan Model Pendampingan Desa Asimetris di Indonesia

Dari irisan masing-masing derajat kapasitas pemdes dan masyarakat, kita mendapatkan sembilan tipologi kebutuhan pendampingan yang diperlukan oleh desa: (1) desa dengan kapasitas pemdes dan masyarakat lemah, (2) desa dengan kapasitas pemdes sedang dan kapasitas masyarakat lemah, (3) desa dengan kapasitas pemdes kuat dan kapasitas masyarakat lemah, (4) desa dengan kapasitas pemdes lemah dan kapasitas masyarakat sedang, (5) desa dengan kapasitas pemdes sedang dan masyarakat sedang, (6) desa dengan kapasitas pemdes kuat dan masyarakat lemah, (7) desa dengan kapasitas pemdes lemah dan masyarakat kuat, (8) desa dengan kapasitas pemdes sedang dan masyarakat kuat, dan (9) desa dengan kapasitas pemdes kuat dan masyarakat kuat. Secara lebih rinci, Tabel 3 memberikan penjelasan di masing-masing tipologi mengenai karakter pendampingan, durasi dan intensitas, fasilitasi, serta jenis-jenis program berdasarkan indikator-indikator yang telah ditetapkan.

Sejauh mana peran dan intervensi pendamping di masing-masing tipologi tidak dapat disamakan. Semakin kuat kapasitas pemdes dan masyarakat semakin sedikit peran dan intervensi pendamping desa. Meskipun demikian, desa dengan tipologi ini tetap diberikan pendampingan karena hal ini merupakan hak yang dimiliki desa dan mandat dari UU Desa. Sebaliknya, semakin lemah kapasitas pemdes maupun masyarakat; aktivitas, peran, dan intensitas pendampingan juga semakin tinggi. Dalam masing-masing tipologi, persentase (%) peran pendampingan sekadar untuk menunjukkan adanya degradasi intensitas dan kebutuhan pendampingan yang beragam. Sungguhpun demikian, pendampingan desa sebenarnya hanya bersifat sementara

Page 53: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

42 Policy Paper

untuk mengantarkan desa dalam mewujudkan desa yang mandiri, sejahtera, dan demokratis.

Berkaitan dengan kapasitas dan kemampuannya, pendamping desa semestinya berperan sebagai agensi perantara (intermediary agency) yang mampu menjembatani antara kepentingan masyarakat dengan institusi desa maupun kepentingan desa dengan aktor supra desa. Hal ini berangkat dari pemahaman bahwa seringkali persoalan yang terjadi di desa tidak dapat diselesaikan oleh sepenuhnya oleh desa. Banyak kasus konflik pengelolaan sumberdaya alam dan konflik agraria yang melibatkan aktor supra desa. Tak cukup hanya sekadar pengorganisasian masyarakat, pendamping desa juga perlu memerankan diri sebagai aktor perantara yang mampu membangun jejaring lintas aktor tidak hanya di level desa, namun juga di level supradesa.

Karena luasnya tugas seorang pendamping dan banyaknya masalah yang mendesak untuk segera diselesaikan di level desa, maka mustahil semuanya bisa diselesaikan oleh pendamping desa. Oleh sebab itu, peran pendamping sangat penting melakukan fungsi intermediari. Kapasitas pendamping desa dalam membangun jejaring lintas aktor, komunikasi, dan pengorganisasian masyarakat menjadi penting. Pendamping desa harus mampu menjadi agensi intermediari baik antara desa dengan masyarakat, desa dengan kabupaten, dan desa dengan aktor supra desa lainnya (pasar).

Mengutip Ife & Tesoriero (2008), setidaknya ada empat kompetensi dasar yang harus dimiliki pendamping: (1) peran dan keterampilan fasilitasi (fasilitasi semangat sosial,

Page 54: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

43Mengembangkan Model Pendampingan Desa Asimetris di Indonesia

negosiasi dan mediasi, membangun konsensus, fasilitasi kelompok, mengorganisasi, dan komunikasi pribadi), (2) peran dan keterampilan mendidik (peningkatan kesadaran, memberi informasi, konfrontasi, dan pelatihan), (3) peran dan keterampilan representasi (memperoleh berbagai sumberdaya, advokasi, menggunakan media, humas dan presentasi publik, networking, berbagi pengetahuan dan pengalaman), dan (4) peran dan keterampilan teknis (penelitian, menggunakan komputer, presentasi verbal dan tertulis, manajemen, dan pengaturan keuangan).

Page 55: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

44 Policy Paper

Tabe

l 3

Inst

rum

en P

enen

tuan

Keb

utuh

an P

enda

mpi

ngan

Ber

dasa

rkan

Indi

kato

r K

apas

itas P

emde

s dan

Mas

yara

kat

PEM

ERIN

TAHA

N D

ESA

(Loc

al S

elf G

over

nmen

t)

MASYARAKAT DESA (Self Governing Community)

Lem

ahTr

ansp

aran

si:Pe

mde

s tida

k m

embu

ka

ruan

g ba

gi m

asya

raka

t un

tuk

men

gaks

es d

okum

en

pere

ncan

aan

dan

angg

aran

ya

ng a

da d

i des

a (R

KP D

esa,

RP

JM D

esa,

APB

Des

a).

Pem

des ti

dak

mem

iliki

m

edia

info

rmas

i yan

g te

rpas

ang

dan

dapa

t dia

kses

ol

eh m

asya

raka

t des

a (m

isal:

papa

n in

form

asi).

Parti

sipa

si:

Pem

des ti

dak

mem

buka

ru

ang

parti

sipas

i dal

am

pros

es p

eren

cana

an d

esa

(mus

des p

eren

cana

an d

an

mus

renb

angd

es).

Seda

ngTr

ansp

aran

si:

Pem

des ti

dak

mem

publ

ikas

ikan

do

kum

en p

eren

cana

an

desa

sepe

rti R

KP D

esa,

RP

JM D

esa,

dan

APB

Des

a.Pe

mde

s tida

k m

empu

blik

asik

an

angg

aran

dan

pen

ggun

aan

keua

ngan

des

a.Ak

ses m

asya

raka

t unt

uk

mel

ihat

dok

umen

pem

des

diba

tasi.

Parti

sipa

si:

Pem

des

men

yele

ngga

raka

n pr

oses

pe

renc

anaa

n de

sa

Kuat

Tran

spar

ansi

Pem

erin

tah

desa

m

empu

blik

asik

an p

rogr

am-

prog

ram

des

a ke

pada

m

asya

raka

t (RP

JM D

esa,

RK

PDes

a)Pe

mer

inta

h de

sa

mem

publ

ikas

ikan

APB

Des

a ke

pada

mas

yara

kat.

Pros

es d

an ta

hapa

n pe

laya

nan

publ

ik/

adm

inist

rasi

dipu

blik

asik

an.

Parti

sipa

siPe

mer

inta

h de

sa

mel

aksa

naka

n M

usre

nban

gdes

seca

ra

parti

sipati

f dan

inkl

usif.

BPD

mel

aksa

naka

n M

usde

s se

cara

par

tisip

atif d

an

inkl

usif.

Page 56: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

45Mengembangkan Model Pendampingan Desa Asimetris di Indonesia

Pem

des ti

dak

mel

ibat

kan

lem

baga

ya

ng m

erep

rese

ntas

ikan

m

asya

raka

t des

a (B

PD, L

KD)

dala

m p

enyu

suna

n do

kum

en

pere

ncan

aan

di d

esa.

Pem

des ti

dak

mem

buka

ru

ang

parti

sipas

i dal

am

renc

ana

kerja

sam

a an

tar

desa

dan

/ata

u ke

rjasa

ma

desa

den

gan

piha

k ke

tiga.

Akun

tabi

litas

Pem

des ti

dak

mem

buat

la

pora

n pe

rtan

ggun

gjaw

aban

pe

nyel

engg

araa

n pe

mer

inta

han

desa

.

Dem

okra

siBP

D tid

ak a

da. J

ika

ada,

BPD

tid

ak b

erfu

ngsi.

Mek

anism

e ch

eck

and

bala

nces

ant

ara

Pem

des d

an

BPD

tidak

ber

jala

n.

deng

an m

enye

rtak

an

parti

sipas

i mas

yara

kat,

nam

un d

alam

pro

sesn

ya

mas

ih a

da d

omin

asi

pem

des.

Pem

des m

embu

ka

ruan

g pa

rtisip

asi d

alam

m

usya

war

ah d

i des

a,

nam

un ti

dak

mel

ibat

kan

kelo

mpo

k re

ntan

di d

esa.

Akun

tabi

litas

:La

pora

n pe

rtan

ggun

gjaw

aban

di

buat

nam

un ti

dak

dipu

blik

asik

an.

Lapo

ran

peng

guna

an

angg

aran

dib

uat n

amun

tid

ak se

suai

den

gan

prin

sip-p

rinsip

pel

apor

an

yang

aku

ntab

el.

Pem

des m

ener

ima

kriti

k da

ri m

asya

raka

t nam

un

hany

a m

enga

kom

odas

i se

bagi

an m

asuk

an d

ari

mas

yara

kat y

ang

sesu

ai

deng

an p

riorit

as k

erja

pe

mde

s.

Akun

tabi

litas

Pera

ngka

t des

a di

pilih

se

cara

pro

fesio

nal.

Pem

erin

tah

desa

men

erim

a da

n ak

omod

atif t

erha

dap

kriti

k da

ri m

asya

raka

t.Pe

mer

inta

h de

sa

mem

publ

ikas

ikan

real

isasi

APB

Desa

. Pe

mer

inta

h de

sa

mem

publ

ikas

ikan

lapo

ran

pert

angg

ungj

awab

an

peny

elen

ggar

aan

pem

erin

tah

desa

(LPP

Des

a).

Pem

bang

unan

des

a se

suai

den

gan

doku

men

pe

renc

anaa

n de

sa.

Dem

okra

siKe

pala

des

a di

pilih

seca

ra

lang

sung

ole

h m

asya

raka

t (k

ecua

li de

sa a

dat)

.As

pira

si m

asya

raka

t di

buka

seca

ra le

bar d

alam

tia

p ta

hap

pere

ncan

aan,

im

plem

enta

si, d

an e

valu

asi

prog

ram

/keg

iata

n.

Page 57: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

46 Policy Paper

Resp

onsi

vita

sPe

mde

s tida

k re

spon

sif

terh

adap

kep

entin

gan

dan

mas

alah

mas

yara

kat.

Pem

des ti

dak

mem

iliki

ka

ntor

des

a ya

ng p

erm

anen

da

n da

pat d

igun

akan

seba

gai

sara

na p

elay

anan

pub

lik d

i de

sa.

Pem

des ti

dak

mam

pu

men

yedi

akan

pel

ayan

an

publ

ik d

i des

a.Ke

pala

des

a da

n pe

rang

kat

desa

tida

k be

rkan

tor s

ecar

a re

gule

r.

Kem

ajua

n pe

mba

ngun

anDe

sa ti

dak

mem

iliki

RPJ

M

Desa

.De

sa ti

dak

pern

ah

men

gini

siasi

peny

elen

ggar

aan

pem

bang

unan

des

a.

Resp

onsi

vita

s:

Pem

des k

uran

g re

spon

sif

terh

adap

kep

entin

gan

dan

mas

alah

mas

yara

kat.

Pem

des k

uran

g re

spon

sif

dala

m p

emen

uhan

pe

laya

nan

publ

ik d

i des

a.

Kem

ajua

n pe

mba

ngun

an:

Pem

bang

unan

des

a ku

rang

sesu

ai d

enga

n do

kum

en p

eren

cana

an

pem

bang

unan

des

a.Pe

mba

ngun

an d

esa

belu

m

mam

pu m

enin

gkat

kan

kese

jaht

eraa

n w

arga

.

Resp

onsi

vita

sPe

mer

inta

han

desa

cep

at

tang

gap

dala

m m

enga

tasi

pers

oala

n w

arga

, misa

l te

rdap

at b

enca

na.

Pela

yana

n pu

blik

yan

g in

klus

if (r

amah

pen

yand

ang

disa

bilit

as).

Kem

ajua

n pe

mba

ngun

anPe

mba

ngun

an d

esa

tela

h se

suai

den

gan

aspi

rasi

war

ga.

Pem

bang

unan

m

enin

gkat

kan

kese

jaht

eraa

n w

arga

.

Page 58: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

47Mengembangkan Model Pendampingan Desa Asimetris di Indonesia

Lem

ahSD

M D

esa

Mas

yara

kat d

esa

tidak

mem

iliki

in

isiati

f dal

am p

emba

ngun

an

sosia

l (ke

seha

tan,

pen

didi

kan,

pe

mbe

rday

aan

pere

mpu

an).

Mas

yara

kat d

esa

tidak

mau

m

engh

adiri

per

tem

uan-

pert

emua

n ya

ng a

da d

i des

a.

Kele

mba

gaan

Mas

yara

kat d

esa

tidak

mem

iliki

or

gani

sasi

yang

mel

ayan

i ke

butu

han

mas

yara

kat

(com

mun

ity b

ased

org

anisa

tion)

Lem

baga

kem

asya

raka

tan

desa

tid

ak a

da.

Tida

k ad

a le

mba

ga so

sial d

i des

a ya

ng m

emed

iasi

kepe

nting

an

war

ga d

enga

n le

mba

ga d

esa

dan

supr

a de

sa.

Kebu

tuha

n Pe

ndam

ping

:Ka

rakt

eristi

k pe

ndam

ping

: pe

ndam

ping

org

anik

: ber

asal

da

ri da

lam

des

a da

n be

rco-

rak

eman

sipati

f. Pe

ndam

ping

de

sa m

emili

ki k

emam

puan

pe

ngor

gani

sasia

n da

n pe

mbe

rday

aan

mas

yara

kat

(men

umbu

hkan

par

tisip

asi

dan

prak

arsa

mas

yara

kat)

se

kalig

us k

emam

puan

mem

-pe

rkua

t kap

asita

s pem

des

dala

m ta

ta k

elol

a pe

mer

in-

taha

n de

sa.

Pend

ekat

an p

enda

mpi

ngan

: pe

ngua

tan

kapa

sitas

ma-

syar

akat

dan

pem

des.

Dura

si da

n In

tens

itas w

aktu

:Pe

ndam

ping

des

a se

cara

in

tens

if m

enet

ap d

i des

a (li

ve in

)La

ma

pend

ampi

ngan

: 5-1

0 ta

hun

Fasil

itasi

desa

(ako

mod

asi,

dll):

rum

ah ti

ngga

l tet

ap,

Kebu

tuha

n Pe

ndam

ping

:Ka

rakt

eristi

k pe

ndam

ping

: pe

ndam

ping

des

a ha

rus

mem

iliki

kem

ampu

an

peng

orga

nisa

sian

dan

pem

berd

ayaa

n m

asya

raka

t (m

enum

buhk

an p

artis

ipas

i da

n pr

akar

sa m

asya

raka

t)

seka

ligus

men

gaks

eler

asi

kapa

sitas

pem

des u

ntuk

m

enye

leng

gara

kan

tata

ke

lola

pem

erin

taha

n de

sa y

ang

sesu

ai d

enga

n pr

insip

-prin

sip d

emok

rasi,

pa

rtisip

atif,

dan

akun

tabe

l. Pe

ngor

gani

sasia

n di

leve

l m

asya

raka

t ditu

juka

n un

tuk

mem

perk

uat

kesa

dara

n m

asya

raka

t da

lam

keh

idup

an b

erde

sa.

Pend

ekat

an

pend

ampi

ngan

: titik

ber

at

pend

ampi

ngan

pad

a pe

ngua

tan

mas

yara

kat

desa

dan

dor

onga

n ke

pe

mde

s

Kebu

tuha

n Pe

ndam

ping

:Ka

rakt

eristi

k pe

ndam

ping

: pe

ndam

ping

des

a le

bih

bany

ak b

eker

ja d

i m

asya

raka

t mel

akuk

an

peng

orga

nisa

sian,

pe

mbe

rday

aan,

dan

pe

ngua

tan

kapa

sitas

m

asya

raka

t.Pe

ndek

atan

pen

dam

ping

an:

titik

bera

t pen

dam

ping

an

di le

vel m

asya

raka

t dan

m

elib

atka

n de

sa d

alam

m

endo

rong

par

tisip

asi

mas

yara

kat.

Dura

si da

n In

tens

itas w

aktu

:Pe

ndam

ping

des

a se

cara

in

tens

ifm

enet

ap d

i des

a (li

ve in

)La

ma

pend

ampi

ngan

: 3-5

ta

hun

Fasil

itasi

desa

: rum

ah

tingg

al d

an fa

silita

s pe

nunj

ang

peng

hidu

pan

sesu

ai p

rofe

si pe

ndam

ping

.

Page 59: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

48 Policy Paper

penu

njan

g pe

nghi

dupa

n se

suai

den

gan

prof

esin

ya

(misa

l: la

han

pert

ania

n)Je

nis-

jeni

s Pro

gram

: (1)

pe

ngua

tan

kapa

sitas

m

asya

raka

t dan

pem

des,

(2

) rev

italis

asi d

an

peng

orga

nisa

sian

lem

baga

ke

mas

yara

kata

n de

sa (L

KD),

(3) p

endi

dika

n po

litik

war

ga,

(4) p

endi

dika

n m

usya

war

ah,

(5) m

emen

uhi k

ebut

uhan

lo

kal b

erba

sis a

set d

esa.

Pe

ndam

ping

des

a m

ampu

m

enum

buhk

an k

ader

-kad

er

pem

berd

ayaa

n di

des

a ya

ng

nanti

nya

beke

rja b

ersa

ma

dala

m k

egia

tan-

kegi

atan

pe

mbe

rday

aan.

Pera

n pe

ndam

ping

: 100

%

untu

k m

enja

lank

an ta

ta

kelo

la p

emer

inta

han

yang

dem

okra

tis,

parti

sipati

f, da

n ak

unta

bel.

Pend

ampi

ng d

esa

lebi

h ba

nyak

bek

erja

di l

evel

m

asya

raka

t. Du

rasi

dan

Inte

nsita

s w

aktu

:Pe

ndam

ping

des

a se

cara

in

tens

if m

enet

ap d

i des

a (li

ve in

);La

ma

pend

ampi

ngan

: 3-5

ta

hun

Fasil

itasi

desa

: rum

ah

tingg

al te

tap,

pen

unja

ng

peng

hidu

pan

sesu

ai

deng

an p

rofe

sinya

(misa

l: la

han

pert

ania

n)Je

nis-

jeni

s Pro

gram

: (1)

pe

ngua

tan

kapa

sitas

m

asya

raka

t dan

pem

des,

Jeni

s-je

nis P

rogr

am: 1

) pe

ngua

tan

kapa

sitas

m

asya

raka

t (2)

revi

talis

asi

dan

peng

orga

nisa

sian

lem

baga

kem

asya

raka

tan

desa

(LKD

), (3

) pen

didi

kan

politi

k w

arga

, (4)

pen

didi

kan

mus

yaw

arah

, (5)

renc

ana

iden

tifika

si da

n in

vent

arisa

si as

et d

esa

seca

ra p

artis

ipati

f, (6

) pen

gem

bang

an e

kono

mi

loka

l ber

basis

ase

t des

a.

Pera

n pe

ndam

ping

: 80%

Page 60: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

49Mengembangkan Model Pendampingan Desa Asimetris di Indonesia

(2) r

evita

lisas

i dan

pe

ngor

gani

sasia

n le

mba

ga

kem

asya

raka

tan

desa

(L

KD),

(3) p

endi

dika

n po

litik

war

ga, (

4)

pend

idik

an m

usya

war

ah,

(5) r

enca

na id

entifi

kasi

dan

inve

ntar

isasi

aset

de

sa se

cara

par

tisip

atif,

(6) m

emen

uhi k

ebut

uhan

lo

kal b

erba

sis a

set d

esa.

Pera

n pe

ndam

ping

: 90%

Seda

ngM

asya

raka

t des

a ku

rang

m

emili

ki in

isiati

f dal

am

pem

bang

unan

sosia

l (k

eseh

atan

, pen

didi

kan,

pe

mbe

rday

aan

pere

mpu

an)

Tida

k se

mua

mas

yara

kat d

esa

mau

men

ghad

iri p

erte

mua

n-pe

rtem

uan

yang

ada

di d

esa.

Kele

mba

gaan

Ke

lem

baga

an m

asya

raka

t yan

g ad

a be

lum

opti

mal

.

Kebu

tuha

n Pe

ndam

ping

: Ka

rakt

eristi

k pe

ndam

ping

de

sa: m

ampu

mel

akuk

an

peng

orga

nisa

sian

mas

yara

kat

untu

k be

rpar

tisip

asi d

alam

pr

oses

pem

bang

unan

des

a.

Sert

a m

ampu

mel

akuk

an

peng

uata

n ka

pasit

as

pem

erin

tah

desa

. Pe

ndek

atan

pen

dam

ping

an:

Pend

ampi

ng m

elak

ukan

pe

ngua

tan

kapa

sitas

kep

ada

pera

ngka

t des

a. D

an

Kebu

tuha

n Pe

ndam

ping

:Ka

rakt

eristi

k pe

ndam

ping

: pe

ndam

ping

mel

akuk

an

peng

uata

n ka

pasit

as p

ada

mas

yara

kat d

an p

emde

s.

Pend

ekat

an

pend

ampi

ngan

: fok

us

pend

ampi

ngan

difo

kusk

an

pada

pen

guat

an si

mpu

l-sim

pul s

osia

l dan

ke

lem

baga

an k

ewar

gaan

ya

ng le

mah

.

Kebu

tuha

n Pe

ndam

ping

:Ka

rakt

eristi

k pe

ndam

ping

: pe

ndam

ping

des

a le

bih

dititi

kber

atka

n pa

da

pend

ampi

ngan

kom

unita

s/m

asya

raka

t dan

pen

guat

an

lem

baga

-lem

baga

ke

mas

yara

kata

n da

n ke

lom

pok-

kelo

mpo

k so

sial

yang

ada

di d

esa.

Pend

ekat

an p

enda

mpi

ngan

: fo

kus p

ada

peng

uata

n

Page 61: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

50 Policy Paper

Aset

des

aHa

nya

seba

gian

ase

t des

a ya

ng m

ampu

dia

kses

ole

h m

asya

raka

t.Su

dah

ada

insti

tusi

BUM

Des

a ya

ng m

enge

mba

ngka

n as

et

desa

.

mel

akuk

an P

enda

mpi

ngan

te

knis

kepa

da p

emer

inta

h de

sa.

Dura

si da

n In

tens

itas w

aktu

: pe

ndam

ping

des

a m

enet

ap

di d

esa

dam

ping

an d

enga

n du

rasi

3-5

tahu

nFa

silita

si de

sa: r

umah

tin

ggal

, sum

ber p

engh

idup

an

yang

lain

sem

isal t

anah

un

tuk

diga

rap.

Jeni

s-je

nis P

rogr

am:

Peng

uata

n ka

pasit

as

pem

erin

tah

desa

.M

empe

rkua

t par

tisip

asi

mas

yara

kat d

enga

n pe

ndid

ikan

mus

yaw

arah

de

sa.

Pera

n pe

ndam

ping

: 70%

Dura

si da

n In

tens

itas

wak

tu:

Pend

ampi

ng d

esa

min

imal

da

lam

sem

ingg

u, 4

har

i di

desa

;La

ma

pend

ampi

ngan

: 2-3

ta

hun

Fasil

itasi

desa

: tem

pat

tingg

al (s

esua

i keb

utuh

an

dan

kem

ampu

an d

esa)

.Je

nis-

jeni

s Pro

gram

: (1)

pe

ngua

tan

kapa

sitas

m

asya

raka

t de

sa, (

2) p

endi

dika

n po

litik

kew

arga

an

dan

mus

yaw

arah

, (3)

re

vita

lisas

i kel

emba

gaan

so

sial d

i des

a, (4

) pe

ngua

tan

kapa

sitas

pe

mde

s dal

am

men

umbu

hkan

bud

aya

berd

emok

rasi.

Pera

n pe

ndam

ping

: 60%

enga

gem

ent m

asya

raka

t ke

pem

erin

tah

desa

.Du

rasi

dan

Inte

nsita

s wak

tu:

Pend

ampi

ng d

esa

min

imal

da

lam

sem

ingg

u, 4

har

i di

desa

; pen

dam

ping

tida

k ha

rus m

enet

ap d

i des

a.La

ma

pend

ampi

ngan

: 2-3

ta

hun

Fasil

itasi

desa

: rum

ah

tingg

al (s

esua

i den

gan

kebu

tuha

n da

n ka

pasit

as

desa

).Je

nis-

jeni

s Pro

gram

: (1

) pen

didi

kan

politi

k ke

war

gaan

dan

m

usya

war

ah, (

2) p

engu

atan

ke

lem

baga

an so

sial d

i des

a,

dan

(3) p

enge

mba

ngan

ek

onom

i lok

al b

erba

sis a

set

desa

(pem

bent

ukan

dan

pe

ngem

bang

an B

UM

Des

a).

Pera

n pe

ndam

ping

: 50%

Page 62: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

51Mengembangkan Model Pendampingan Desa Asimetris di Indonesia

Kuat

SDM

Des

aM

asya

raka

t des

a m

emili

ki

inisi

atif d

alam

pem

bang

unan

so

sial (

kese

hata

n, p

endi

dika

n,

pem

berd

ayaa

n pe

rem

puan

).M

asya

raka

t des

a m

emili

ki

kesa

dara

n da

n ak

tif m

engh

adiri

pe

rtem

uan-

pert

emua

n ya

ng a

da

di d

esa.

Kele

mba

gaan

Mas

yara

kat d

esa

mem

iliki

or

gani

sasi

yang

mel

ayan

i ke

butu

han

mas

yara

kat

(com

mun

ity b

ased

org

anisa

tion)

Lem

baga

kem

asya

raka

tan

desa

ak

tif m

emed

iasi

kepe

nting

an

mas

yara

kat d

enga

n pe

mer

inta

h de

sa.

Aset

des

aAs

et d

esa

dan

aset

mas

yara

kat

terid

entifi

kasi

deng

an je

las.

Mas

yara

kat m

emili

ki a

kses

un

tuk

mem

anfa

atka

n/m

enge

lola

ase

t des

a As

et d

esa

berm

anfa

at

seba

gai s

umbe

r pen

ghid

upan

be

rkel

anju

tan.

Kebu

tuha

n Pe

ndam

ping

:Ka

rakt

eristi

k pe

ndam

ping

Mem

iliki

pem

aham

an

terh

adap

regu

lasi

terk

ait

desa

.Pe

ndek

atan

pen

dam

ping

an

(orie

ntas

i: bo

ttom

-up,

dll)

Peni

ngka

tan

kapa

sitas

pe

rang

kat d

esa.

Pe

ndam

ping

an te

knis

pem

erin

tah

desa

.Pe

ndam

ping

an d

ilaks

anak

an

palin

g la

ma

2 ta

hun.

Fasil

itasi

desa

: Rum

ah

tingg

al, s

umbe

r pen

ghid

upan

be

rbas

is ke

tera

mpi

lan

yang

di

mili

ki o

leh

pend

ampi

ng.

Jeni

s-je

nis P

rogr

am: (

1)

Peni

ngka

tan

tran

spar

ansi

dan

akun

tabi

litas

pe

mer

inta

h de

sa, (

2)

doro

ngan

impl

emen

tasi

mus

yaw

arah

des

a ya

ng

sesu

ai d

enga

n pr

osed

ur d

an

mek

anism

e de

mok

rasi.

Pera

n pe

ndam

ping

: 40%

Kebu

tuha

n Pe

ndam

ping

:Ka

rakt

eristi

k pe

ndam

ping

: titi

k be

rat p

enda

mpi

ngan

pa

da p

emer

inta

h de

sa.

Pend

ekat

an

pend

ampi

ngan

: fok

us

pend

ampi

ngan

pad

a pe

ngua

tan

kapa

sitas

pe

mer

inta

h de

sa d

alam

pr

oses

per

enca

naan

da

n pe

ngan

ggar

an d

an

isu-is

u de

mok

rasi

sert

a pe

ngem

bang

an e

kono

mi

loka

l.Pe

ndam

ping

an

dila

ksan

akan

pal

ing

lam

a 2

tahu

nFa

silita

si de

sa: r

umah

tin

ggal

(ses

uai d

enga

n ke

butu

han

dan

kapa

sitas

de

sa)

Jeni

s-je

nis P

rogr

am: (

1)

peng

uata

n ka

pasit

as

pere

ncan

aan

dan

peng

angg

aran

pem

erin

tah

desa

, (2)

pen

guat

an

enga

gem

ent l

emba

ga

sosia

l di d

esa

deng

an

Kebu

tuha

n Pe

ndam

ping

:Ka

rakt

eristi

k pe

ndam

ping

Mem

iliki

kem

ampu

an

kom

unik

asi d

an n

etw

orki

ng

yang

kua

t, m

ampu

m

engi

nteg

rasik

an b

erba

gai

prog

ram

/keb

ijaka

n de

sa-

supr

a de

sa.

Pend

ampi

ng se

baga

i in

term

edia

ry. (

orie

ntas

i: bo

ttom

-up,

dll)

Pend

ampi

ngan

dila

ksan

akan

pa

ling

lam

a 2

tahu

n.Fa

silita

si de

sa: R

umah

tin

ggal

(ses

uai k

ebut

uhan

da

n ko

ndisi

geo

grafi

s des

a).

Jeni

s-je

nis P

rogr

am: (

1)

Peng

emba

ngan

eko

nom

i lo

kal (

pem

bent

ukan

dan

pe

ngem

bang

an B

UM

Des

a da

n pe

ngem

bang

an p

rodu

k ek

onom

i ung

gula

n de

sa

(One

Vill

age

One

Pro

duct

), (2

) Pen

ingk

atan

dan

inov

asi

pela

yana

n pu

blik

, (3)

Pe

rbai

kan

siste

m sa

nita

si (d

an p

engo

laha

n sa

mpa

h ya

ng ra

mah

ling

kung

an,

Page 63: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

52 Policy Paper

Adan

ya k

elem

baga

an e

kono

mi

loka

l (BU

M D

esa)

yan

g m

ampu

m

embe

rikan

kem

anfa

atan

sosia

l ya

ng b

ersif

at li

ntas

des

a.Ke

lem

baga

an e

kono

mi l

okal

ya

ng a

da (m

isaln

ya B

UM

Des

a)

mam

pu m

enam

pung

pro

duks

i de

sa d

an m

empe

rluas

jeja

ring

pem

asar

an.

pem

erin

tah

desa

, (3)

pe

ngem

bang

an e

kono

mi

loka

l ber

basis

ase

t des

a.

Pera

n pe

ndam

ping

: 30%

(4) P

enin

gkat

an k

esad

aran

ha

k-ha

k sip

il, e

kono

mi,

dan

sosia

l.

Pera

n pe

ndam

ping

: 20%

Page 64: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

53Mengembangkan Model Pendampingan Desa Asimetris di Indonesia

Daftar Pustaka

Abdur Rozaki, dkk, Napak Tilas Pendampingan Masyarakat Desa di 7 Kabupaten di Indonesia (Yogyakarta : Laporan Hasil Riset IRE, KSI, 2016).

Abdur Rozaki, dkk, Pendampingan Desa dari Rezim Ke Rezim (Yogyakarta: Desk Study IRE, KSI, 2016).

Adam. Jeroen, Downward Social Mobility, Prestige, and the Informal Economy in Postconflict Ambon, Journal South East Asian Research, Vol. 16 No. 3 (November 2008).

Bogdan, Ion Vasi, dan Michael Macy, The Mobilizer’s Dilemma: Crisis, Empowerment, and Collective Action, The Journal of Social Forces, Oxford University Press: Vol.81, No.3, Maret 2005.

Chambers, Robert, Pembangunan Desa Mulai dari Belakang (Jakarta: LP3ES, 1987).

Crahshaw, Steve & John Jackson, Tindakan-Tindakan Kecil Perlawanan (Yogyakarta: Insists, 2015).

Dwipayana, Arie dan Krisdyatmiko (eds.), Pembangunan Yang Meminggirkan Desa (Yogyakarta: IRE & Yayasan TIFA, 2004).

Eriksson, Maja Kirilova, Reproductive Freedom in the Context of International Human Rights and Humanitarian Law (The Hague: Martinus Nijhoff Publishers, 2000).

Ife, Jim & Frank Tesoriero, Community Development: Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era

Page 65: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

54 Policy Paper

Globalisasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008).International Crisis Group dalam Cate Buchanan (ed.),

Pengelolaan Konflik di Indonesia-Sebuah Analisis Konflik di Maluku, Papua dan Poso (Centre for Humanitarian Dilogue: Geneva, Switzerland, 2011).

IRE, Prakarsa Desentralisasi dan Otonomi Desa (Yogyakarta: IRE & Ford Foundation, 2003).

Kaufman, Michel & Haroldo Dilla Alfonso (eds.), Community Power and Grassroots Democracy (London, New Jersey: Zed Books, 1997).

Li, Tania Murray, Kehendak untuk Memperbaiki: Perencanaan, Kekuasaan, dan Pembangunan di Indonesia (Jakarta: Marjin Kiri, 2012).

Rappaport, J. C. Swift dan R, Studies in Empowerment: Steps Toward Understanding and Action (New York: Hawoth, 1984).

Page 66: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

55Mengembangkan Model Pendampingan Desa Asimetris di Indonesia

Page 67: Download Policy Paper “Mengembangkan Model Pendampingan ...

56 Policy Paper