Deforestasi-dan-Degradasi-Lahan-DAS-Citanduy.pdf

33
ISBN :979-8637-13-s Project Working Poper Series No. 02 DEFORESTASI DAN DEGRADASI LAHAN DAS CITANDUY Lilik Budi Proselyo Desember,2AQ4 Pusat Studi Pembangunan - lnstitut Pertanian Bogor Bekerjasama dengan Partnership for Governance Reform in lndonesia - UNDP

Transcript of Deforestasi-dan-Degradasi-Lahan-DAS-Citanduy.pdf

  • ISBN :979-8637-13-s

    Project Working Poper Series No. 02

    DEFORESTASI DAN DEGRADASI LAHAN

    DAS CITANDUY

    Lilik Budi Proselyo

    Desember,2AQ4

    Pusat Studi Pembangunan - lnstitut Pertanian Bogor

    Bekerjasama dengan

    Partnership for Governance Reform in lndonesia - UNDP

  • DEFORESTASI DAN DEGRADASI LAHAN

    DAS CITANDUY

    PENULIS:

    tilik Budi Prasetyo

    Cetakan PertamaDesember 2004

    Diterbitkan oleh:

    Pusat Studi Pemhangunan - Institut Pertanian BogorBekerjasama dengan

    Partnership For Governance Reform in Indonesia - UNDP

    Bogor,20M

    Hak cipta dilindungi oleh undang-undangDiperbolehkan mengutip dengan menyebutkan sumber

  • KATA PENGANTAR

    Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu sistem ekologi yang tersusun ataskomponen-komponen biofisik dan sosial (lttman systews) yang hendaknyadipandang sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan satu sama lain. Namunsecara administratif pemerintahan, wilayah DAS habis terbagi dalam satuanwilayah administrasi pembangunan kabupaten dan kota yang sangat terkotak-kotak. Kondisi ini menyebabkan penanganan DAS menjadi tersekat-sekat dansangat tidak efisien. Banyak program pemerintah yang dilakukan untukmenyelamatkan kondisi DAS dari kerusakan lingkungan yang semakin hari justrusemakin bertambah sulit diatasi. Kenyataan ini juga seringkali memicu danmempertajam konJlik sosial diantara stakeholders yang ada di dalamnya. Terlebihsetelah UU No. 22 Tahun 1999 dan No. 25 tahun 1999 mengenai Otonomi Daerahdiberlakukan, jarak kepentingan antara satu daerah dengan lain daerahadministratif semakin terasa sementara derajat tekanan terhadap sumberdayaDAS yang terdapat di wilayahnya semakin kuat. Akibatnya pengelolaan terhadapDAS juga semakin terpecah-pecah dan dilakukan sangat segmented menurutkepentingan masing masing pemangku otoritas wilayah administratif yangdilaluiDAS tersebut. Akibat kelemahan integritas (kesatuan) penanganan DAS di setiapwilayah administrasi menyebabkan penanganan kerusakan sumberdaya alammemasuki wilayah politik-administrasi organisasional yang sulit penanganannya.

    DAS Citanduy merupakan salah satu dari 22 DAS yang tergolong kritis danmenghadapi masalah krisis-ekologi (erosi dan sedimentasi serta bahaya banjir)yang serius di Indonesia. Berkenaan dengan itu, Pusat Studi Pembangunan,Institut Pertanian Bogor didukung oleh Partnership for Governance Reform inIndonesia - UNDP melakukan studi - aksi "Decentralisasi Pengelolaan danSistem Tata-pamong Sumberdaya Alam (Decentralized Natural ResourcesManagement and Goaernance System| Daerah Aliran Sungai Citanduy" denganmengedepankan konsep Emtironmental Governance Partnership System - EGPSatau Sistem Tata-pemerintahan Lingkungan Bermitra (STLB). Kegiatan inimencoba menemukan sistem pengelolaan DAS secara bersama-sama(multipihak/multistakeholders) dengan pendekatan partisipatif. Empat prinsipyang hendak ditegakkan pada konsep tata-sumberdaya alam/lingkunganbermitra, adalah : (1) prinsip keberlanjrtan (sustainability); (2) partisipasi; (3)kemitraan (p ar tu er ship) ; dan (4) desentralisasi.

    Working Paper Series No. 02 yang berjudul Deforestasi dan Degradasi LahanDAS Citanduy, mencoba untuk meLihat tekanan penduduk pada levei kecamatanterhadap sumberdaya hutan, kemudian melihat jumlah lahan kritis yangdihasilkan dari perubahan penutupan dan penggunaan lahan. Studi diawalidengan membangun database dan mengevaluasi penutupan dan penggunaanlahan, membangun metodologi evaluasi lahan kritis, kemudian hasilnya

  • digunakan untuk mengidentifikasi tingkat degradasi lahan pada setiapkabupaten.

    Disadari bahwa masih banyak ha1 yang perlu dikaji lebih jauh sehinggapermasalah yang terjadi pada DAS Citanduy dapat dilihat secara menyeluruh.Namun secara minimal working papff ini mampu memberi tambahan wawasankepada pembaca terutama tentang deforestasi dan degradasi lahan di DASCitanduy. Untuk itu, kitik dan saran sangat kami harapkan.

    Hormat kami,

    Penulis

  • DAFTAR ISI

    Kata Pengantar

    Daftar IsiDaftar Tabel

    Daftar Gambar

    Daftar Lampiran

    Halaman

    t1

    ivv

    vivi

    LL

    II.

    PENDAHULUAN

    METODOLOGI

    2.1,. Tempat dan Waktu Penelitian

    2.2. Bahan dan Alat2.3. Proses Pembangunan Data dan Analisis

    2.3.1. Pengolahan Data Peta

    2.3.2. Pembobotan

    2.3.3. Peringkatan Peta Tematik

    HASIL DAN PEMBAHASAN3.1. Kondisi Biofisik DAS Citanduy

    3.1.1. Bentuk Lahan (Landform)

    3.1.2. Penutupan Lahan

    3.L.3. Komponen Curah Hujan

    3.2. Perubahan Sumberdaya Hutan dan Tekanan Penduduk

    KESIMPULAN

    DAFTAR PUSTAKA

    III.

    3

    J

    4

    4

    4

    5

    6

    9

    9

    9

    11

    14

    20

    24

    25

    Iv.

  • DAFTAR TABEL

    Nomor1_.

    2.

    J.

    4.

    5.

    6.

    7.

    8.

    9.

    10.

    71.

    12.

    13.

    Teks HalamanNilai Peringkat untuk Bentuk LahanPembagian Kelas dan

    (Larcdform)

    Nilai CP dan Peringkat untuk Tiap Kelas Penutupan Lahan

    Rincian Kelas Curah Hujan Tahunan dan Nilai Peringkat

    Rekapitulasi Bentuk Lahan DAS Citanduy

    Rekapitulasi Penggunaan Lahan DAS Citanduy Tahun 2003

    Rekapitulasi Curah Hujan Tahunan di DAS Citanduy

    Rekapitulasi Lahan Kritis

    Rekapitulasi Lahan Kritis Dirinci menurut Sub DAS

    Rekapitulasi Lahan Kritis Dirinci menurut Kabupaten

    Rekapitulasi Kekritisan Lahan di Kabupaten Cilacap

    Rekapitulasi Kekritisan Lahan di Kabupaten Tasikmalaya

    Rekapitulasi Lahan Kritis dan Kritis Ringary di KabupatenCiamis

    Perubahan Penutupan dan Penggunaan Lahan Tahun \991, dan2003

    6

    7

    7

    9

    11

    L4

    15

    17

    17

    18

    18

    19

    2A

    DAFTAR GAMBAR

    Nomor Teks1. DAS Citanduy

    2. Diagram Alir Penelitian

    3. Lanskap DAS Citanduy

    4.. Bentuk Lahan DAS Citanduy

    HalamanJ

    8

    10

    10

  • 5.

    6.

    7.

    8.

    9.

    10.

    11..

    Penutupan Lahan DAS Citanduy Tahun 2003

    Penutupan Lahan (L an d- coo er) Kabup aten Cilacap

    Penutupan Lahan (L an d-coo er) Kabup aten Tasikmalaya

    Penutupan Lahan (L an d- coo er) Kabupaten Ciamis

    Curah Hujan Tahunan (mm)

    Distribusi Lahan Kritis

    Hubungan antara Kepadatan Penduduk dan ProsentasePenutupan Hutan di DAS Citanduy

    13

    13

    14

    15

    16

    16

    21.

    DAFTAR LAMPIRAN

    Nomar Teks1. Rekapitulasi Penutupan Lahan Per Kecamatan di Kabupaten

    Cilacap, Ciamis dan Tasikmalaya

    Halaman

    26

  • BAB IPENDAIIULUAN

    Proses kehilangan hutan alam tropis (deforestasi) telah menjadi sorotaninternasional sejak beberapa dekade yang lalu. Diperkirakan tujuh juta hektarhutan tropis dihancurkan setiap tahunnya (Barbier et al. 1991). Banyak penelitiantelah dilakukan, dan peneliti di banyak negara sepakat bahwa banyak faktormenjadi penyebab deforestasi yaitu : pertumbuhan populasi (Palo, 1994),logging(Kummer, 1991), pertanian ladang berpindah (Thapa & Weber, l99A),pembangunan jalan (Hirsch" 198n, dan kebijakan pemerintah yang salah (Repetto

    & Cillis, 1988). Hampir semua penelitian tersebut menggunakan data pada levelnasional/regional, sehingga karena perbedaan kondisi biofisik, sosial ekonomidan se;'arah kawasan, maka solusi yang dihasilkan untuk mengatasi deforestasitidak dapat dipraktekkan pada level lokal. Oleh karena itu, dipandang perluuntuk melakukan kajian deforestasi pada level lokal kabupaten.

    Salah satu akibat dari konversi hutan adalah terjadinya lahan-lahan terdegradasi/lahan kritis. Lahan terdegradasi (lahan kritis), merupakan hasil dari interaksikondisi biologis, iklim, fisik sumberdaya lahan dan manusia sebagaipengelolanya. Lahan di suatu kawasan akan menjadi kritis apabila dipergunakanmelampui kemampuan ekologisnya, yang disebabkan oleh alokasi penggunaanlahan yang tidak tepat, efektifitas kontrol pengelolaan sumberdaya alam yanglemah, intensitas pengelolaan ataupun tekanan penduduk yang sangat tinggi.Arifin (2002) menambahkan bahwa selain faktor intesitas penggunaan lahan dantekanan penduduk faktor pendapatan per kapita dan tingkat keterjaminankepemilikan iahan juga berpengaruh pada tingkat degradasi lahan.

    Paper ini mencoba untuk melihat tekanan penduduk pada level kecamatankepada sumberdaya hutan, kemudian melihat luas lahan kritis yang dihasilkandari perubahan penutupan dan penggunaan lahan. Studl diawali denganmembangun pangkalan data dan mengevaluasi penutupan dan penggunaanlahary membangun metodologi evaluasi lahan kritis, kemudian hasilnyadigunakan untuk mengidentifikasi tingkat degradasi lahan pada tiap kabupaten.

    Penilaian lahan kritis di suatu wilayah didasarkan kepada beberapa faktor,diantaranya adalah penutupan lahan, kemiringan lereng, curah hujan, dan jenistanah. Faktor tersebut dibobot dan diberi nilai unruk tiap ke1as, sesuai dengankontribusinya dalam proses erosi lahan. Skor kekritisan merupakan perkalian

  • antara bobot dan nilai per kelas, dan dijumlah,kekritisannyA berdasarkan nilai maksimumPersamaan penghitungan Skor disajikan padaSetiawary 2001).

    kemudian dibagi menjadi kelasdan minimum penjumlahan.

    rumus di bawah (Prasetyo dan

    SKOR = tzO x faktor kls lereng) + (15 x faktor k1s penutupan lahan) +(10 x faktor kls tanah; + (10 x faktor kls curah hujan)

    Metode di atas merupakan modifikasi dari metode yang dipergunakanDepartemen Kehutanan dalam menentukan criteria kawasan lindung, denganmenambahkan factor penutupan lahan. Metoda ini membutuhkan input dataspasial yang lengkap dan detail sehingga membutuhkan waktu lama dan danayang besar.

    Badan Planologi Kehutanan untuk keperluan Gerakan Nasional RehabilitasiHutan dan Lahan, telah menyederhanakan penilaian lahan yang perludirehabilitasi (indikasi kritis) dengan hanya memperhatikan penutupan lahan sajadan membagi kekritisan lahan menjadi 3 kelas indikatif, yaitu :

    . Indikatif kritis I adalah lahan yang mempunyai penutupan lahanterbuka, semak belukar/rumput, dan pertanian lahan kering,

    . Indikatif kritis II adalah lahan yang mempunyai penutupan lahan hutansekunder dan bekas tebangan,

    r Indikatif kritis III adalah lahan yang mempunyai penutupan lahanpertambangan, savana, pemukiman, dan sawah.

    Menurut kriteria ini, faktor iklim dan kemiringan lereng tidak diperhitungkarusehingga dinilai perkiraan lahan kritis metode ini cenderung lebih tinggi dariyang sebenarnya (oaer estimate). Data hasil dari analisis Badan Planologi,Departemen Kehutanan dicetak pada skala 1 : 250.000 yang tidak mencukupiapabila digunakan untuk panduan di lapangan. Berdasarkan hal diatas makauntuk keperluan evaluasi secara cepat perlu dibangun metodologi yangsederhana dengan meman{aatkan publikasi peta dan data satelit yang ada,dengan bantuan teknologi Sistem Informasi Geografi.

  • BAB IIMETODOLOGI

    2.1,. Tempat dan Waktu Penelitian

    Area studi adalah DAS Citanduy, yang terletak di Kabupaten Tasikmalaya,Kabupaten Ciamis, Kota Banjar, Kabupaten Cilacap, sebagian kecil di KabupatenMajalengka dan Kabupaten Kuningan. DAS Citandup dapat dirinci lebih detailmenjadi Sub DAS Citanduy Hulu, Cimuntur, Cikawung, Ciseel danKawunganten/Segara Anakan. Secara geografis kawasan ini berada diantara 108"

    - L09o 30 BT dan7 o - 8 o LS. Secara lengkap tempat dan waktu penelitian dapatdilihat pada Gambar 1.

    Penelitian ini merupakan bagian dari kegiatan Studi-Aksi Sistem Tata-Pemerintahan Lingkungan Bermitra (STLB) f Enrsironmental GaCIernance PartnershipSystem (EGPS) yang dilaksanakan selama satu tahun (April 20C4 - Maret 2005).Working Paper Series 02 sendiri merupakan hasil dari sttrdi (researcl) yangdilaksanakan pada bulan Mei sampai Oktober 2004.

    t08:00

    Gombor 1. DAS Ciionduy

  • 2.2. Bahan dan Alat

    Metoda dibangun dengan menggunakan data Landsat Patffiaw 121/065 tahun2003, Peta Curah hujan tahunan , peta topografi skala 1 : 500.000 dan peta batasadministrasi kecamatan serta kabupaten. Peta-peta tersebut telah tersedia/menjadi milik publik, sehingga mudah diperoleh, baik dalam bentuk hardprintmaupun dijital.

    Proses pembangunan data dan analisis dilakukan dengan menggunakanperangkat Sistem Informasi Geografis (Arclnfo dan ArcViezu) serta perangkat lunakpenginderaan jauh (Erdas Imagine). Sistem Informasi Geografi adalahseperangkat peralatan yang dipergunakan untuk mengoleksi, menyimpan,membuka, mentransformasi dan menampilkan data spasial dari sebuah kondisigeografis yang sebenarnya (real world) (Ozemoy et al. in Maguire, L986).Komponen penyusun sistem ini selain operator adalah hardware (seperangkatkomputer dengan peripheralnya), dan perangkat lunak/software {Erdas Imagine,Arc-Info dan Arcoierr). Peripheral yang penting dalam sistem Informasi Geografidiantaranya adalah digitizer, scanner dan plotter. Prinsip dari Sistem InformasiGeografi adalah menggabungkan informasi berupa peta (data keruangan/spasial)dengan data numerik.

    2.3. Proses Pembangunan Data dan Analisis

    2.3.4. Pengolahan Data Peta

    a. Pembangunan data penutupan lahan

    Data penutupan lahan dibangun berdasarkan data citra satelit Landsat tahunpenyiaman 2003. Proses pengolahan data citra dimulai dengan melakukankoreksi geografi. Geokoreksi pada dasarnya adalah memproyeksikan data satelitkepada sebuah bidang data Q dimensi). Sistem koordinat dan proyeksi yangdipakai adalah Geografi dengan menggunakan datum WGS 84. Tingkatkesalahan (errol yang dipertahankan dalam proses g eokoreksi adalah lebih kecildari ukuran 1 pixel (30 m x 30 m)

    Setelah proses geokoreksi data satelit dipergunakan untuk pengecekan penutupanlahan di lapangan. Perlengkapan yang diperlukan adalah GPS (Global PositioningSystem) dan kamera. Pengecekan dilakukan pada berbagai tipe penutupan lahan,terutama penutupan lahan yang masih belum bisa ditentukan secara pasti dengandata satelit Landsat saja.

  • Pekerjaan setelah pengecekan lapang adalah proses interpretasi/klasifikasi datacitra satelit. Metoda interpretasi yang dilakukan adalah maximum likelihood. Hasildari klasifikasi adalah data penutupan lahan/peta penutupan lahan. Petakemudian dipotong (clip) sewai dengan batas DA$ berdasar pada batas DASyang telah ditetapkan oleh Departemen Kehutanan.

    b. Peta diiital curah hujan

    Peta dijital curah hu;'an dibangun berdasarkan peta curah hujan/ data analogcurah hujan, melalui proses scaning Data dijital curah hujan kemudian digeokoreksi berdasarkan peta dasar. Proses selanjutnya adalah merubah dataraster menjadi data vektor melalui proses on screen digitasi, berdasarkan kelas-kelas curah hujan. Data vector curah hujan kemudian dirubah menjadi data rasterdengan menggunakan perangkat lunak Arcrtiew. Data data raster curah hujan,yang dibedakan menjadi 6 kelas curah hujan Oabel3)

    c. Peta diiital landform

    Peta dijital landform dibangun berdasarkan pada peta topografi dan data citralandsat. Prosesnya dilakukan dengan cara oaerlay antara topografi dan landsat,kemudian diinterpretasi secara visual menjadi bentuk lahan (landform). Landformdibedakan menjadi 4 landform yaitu sangat datar hingga datar, bergelombang,curam/ dan sangat curam. Peta landform kemudian dipotong (clip) sesuai batasDAS.

    2.3.2.Pembobotan

    Formula yang akan diterapkan dalam evaluasi lahan dalam studi ini adalahmenggunakan metoda yang digunakan Departemen Kehutanan dalammenetapkan kawasan lindung (Sk Mentan no. 837/KptslII/1980 tentang kriteriadan tatacara penetapan kawasan lindung) yang dimodifikasi karenaketidaklengkapan data (Prasetyo dan Setiawan, 2003).

    Data kemiringan lereng diganti dengan data bentuk lahan (land"form) dan diberibobot 2Q kelas penutupan lahan diberi bobot 15 dan faktor curah hujan diberibobot 10. Formula yang akan diplikasikan disajikan pada persamaan di bawah.

  • SKOR = ( 20 x nilai peringkat landform ) + (15 x nilai peringkat klspenutupan lahan) + (1"0 x nilai peringkat kls curah hujan)

    2.3.3. Peringkatan Peta Tematik

    a. Bentuk lahan (landform)

    Bentuk lahan dibedakan menjadi 4 yaitu dat4 bergelombang, curam dan sangatcuram. Rincian pembagian bentuk lahan dan nilai peringkat untuk masing-masing kelas disajikan pada Tabel1.

    b. Penutupan lahan

    Kelas penutupan lahan dibedakan menjadi 14 kelas. Peringkatan kelas didasarkankepada besarnya nilai faktor tanaman (C) dan nilai pengelolaan lahan (P) padapersamaan Uniz;ersal Soil Loss Equation (USLE). Besaran CP mengacu kepadapenelitian yang dilakukan di beberapa DAS di Indonesia (Asdak, 2002)- Nilaiperingkat untuk tiap kelas disajikan pada Tabel 2. Nilai ini ditentukanberdasarkan perbandingan relatife nilai C dan P masing-masing kelas penutupandan penggunaan lahan.

    Tabel1. Pembagian Kelas dan Nilai Peringkat untuk Bentuk Lahan (Landform\

    No. Rincian Kelas Keterangan Nilai Peringkat1. Datar Elevasi antara 0 - 450 m 12. Bergelombanq Elevasi antara 450 - 900 m 2,. Curam Elevasi antara9OO - 1200 m 34. Sanqat curam Elevasi > 12fi) m 4

  • Tabel 2. Nilai CP dan Peringkat untuk Tiap Kelas Penutupan LahanNo. Kelas penutupan dan

    penqgunaan lahanNilai faktor tanaman dan

    pengelolaan (C & P)Nilai Peringkat

    1. Tambak 0 02. Daerah terbangun 0 0

    3. Air 0 04. Tidak ada data 0 05. Hutan alam 0.01 16. Hutan mangrove 0.01 17. Hutan tanaman 0.01 1

    8. Kebun campuran 0.02 2

    9. Sawah 0.02 2

    10. Belukar 0.1 i011. Rumput/alang 0.1 1012. Upland 0.363 3513. Bareland 0.95 95

    1.4. Tanah timbul 0.95 95Sumber : Asdak (2002)

    Catatan: frerdasarkan nilai Tanaman dan Pengelolaan Lahan (CP), pada perhitungan erosi dengan

    rumus USLE

    c. Curah hujanCurah hujan tahunan dirinci menjadi 6 kelas. Rincian dan nilai masing peringkatdisaiikan pada Tabel3.

    Tabel3. Rincian Kelas Curah Huian Tahunan dan Nilai Peringkat.

    Nomor Rincian Kelas Nilai PeringkatL 1000 - 1500 1

    2 1500 - 2000 2

    3 2000 -2500 J4 2s00 - 3000 4

    5 3000 - 3500 5

    6 3500 - 4000 6

    Proses pengambilan data dan analisis data secara lengkap ditampilkan dalamdiagram alir pengolahan dan analisis pada Gambar 2.

  • DATATOPOGRA

    It--;;;-=/ "Y"'* 'l

    I@,/*torro*ori\TERBIMBING Y or"rro'o\vlr/ripr A _/ DIGITASI,-*.**roil\ /-;"";\' PErA sLoPE) ( sll: )PENUTUPAN

    LAHANPETA

    \::-/ / ^trr'it

    I,4,NDF IIm,/

    cue.Avnq^N

    +

    RECI}ISS

    KELAS BERDASARFAKTORTANAMANDAN PENCELOLAAN/

    -

    EVALUASIKECAMATAN

    Gambar 2. DiagramAlir Penelitian

    d. Analisis Oaerlay dengan Sistem Informasi Geografi

    Kelebihan dari Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah mampu mengolah secarabersamaan informasi spasial dengan cepat dan tepat, walaupun input peta analogyang digunakan mempunyai tingkat ketelitianlskala yang berbeda. Hal inidimungkinkan karena SIG mampu memproyeksikan data spasial tersebut menjadi

    satu sistem proyeksi yang sama. Selain itu SIG menggabungkan data denganformat yang berbeda, misalnya format raster dari klasifikasi data satelit denganvektor dari proses digrtasi.

  • BAB IIIHASIL DAN PEMBAHASAN

    3.1. Kondisi Biofisik DAS Citanduy

    3.1.4. Bentuk Lahan (L andform)

    DAS Citanduy membentang dari utara ke selatan, dari deretan pegununganGunung Cakrabuana (1,.721, mdpl), hingga kawasan Segara Anakan. Di bagianbarat dibatasi oleh Gunung Galunggung Q.1,68 mdpl) dan Telaga Bodas Q.201,mdpl) dan Gunung Sadakeling (7.676 mdpl), di bagran timur terdapat GunungSimpang Tiga sedangkan di bagian tengah DA$ di bagian hulu terdapat GunungSawal (7.784 mdpl) (Gambar 3). Struktur lanskap demikian menyebabkanlandfarm DAS di bagian selatan ftilir) hingga ke bagian tengah DAS relatit datar,sedangkan di bagian ttara, timur dan barat merupakan daerah yangbergelombang hingga bergunung, dengan kemiringan lereng yang curam(Cambar 4).

    Daerah dengan bentuk lahan datar diperkirakan sebesar 69,5 % dari luas DAtsedangkan bergelombang, curam dan sangat curam berturut-turut sebesar 19%,1A,4% danl% (Tabel ).

    bel 4. Reka tul Bentuk Lahan DAS Citanda asl AN L'AD \-I[ANUUBentuk lahan Luas (Ha) o//o

    Datar 33381.4,14 69,5

    Bergelombang 91351,62 L9,0

    Curam 54146,1.1. 10,4

    Sangat curam 4882,68 1,0

    48019+s5 100,0

    Sumber : Data primer (diolah), Tahun20(X

  • lffielo'&t

    Gambar 3. Lanskap DAS Citanduy

    106:?0rE loa::ooE loaiot to8cwot

    Gambar 4. Bentuk Lahan DAS Citanduy

  • 3.1.5.Penutupan Lahan

    Penutupan lahan dan penggunaan lahan didominasi oleh hutan tanaman dankebun campuran, masing-masing 15,5 % dan26,87 %. Rincian detail untuk setiapkelas disajikan pada Tabel5. Sementara itu, distribusi penutupan lahan disajikanpada Gambar 5. Informasi penutupan dan penggunaan lahan dapat memberikaninformasi mengenai tingkat pengelolaan lahan masyarakat di DAS Citanduy.

    Berdasarkan pengolahan dan analisis data, meskipun lahan sebagian besarbertopografi datar, tampaknya masyarakat lebih memilih kebun campurandibandingkan dengan pertanian lahan kering ataupun sawah, baik di Kabupaten/Kota Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kota Banjar dan Kabupaten Cilacap.Keuntungan pilihan ini adalah bahwa selain masih dapat bercocok tanampalawija, petani masih dapat mengambil hasil tanaman buah-buahan ataupunkayu. Strategi ini dipilih petani mungkin karena lebih aman karena diversifikasihasil panen. Faktor lain yang menyebabkan antara lain tingginya permintaanakan kayu sengon. Selain dari itu faktor tidak langsung yang mungkinmempengaruhi adalah tingginya harga input produksi untuk tanaman padi danpalawija.

    abel5. Rekapitulasi Penssunaan Lahan DAS Citand Tahun 2003Penszunaan Lahan Luas (Ha) o//o

    1. Hutan alam 45.414,72 9,582. Hutan mangrove 7.828,83 1.,653. Hutan tanaman 73.580,58 15,514. Kebun campuran 127.459,91 26,875. Belukar 27.417,15 5,786. Rumput/alane 11.085,66 2,347. Upland 1.8685,8 3,948. Bareland 27.629,19 5.839. Sawah u.136,45 9,3110. Tambak 534,57 0,7711. Tanah timbul 372,06 0,0812. Daerah terbangun 34.136,73 7,2013. Air 21.790,62 4,591,4. Tidak ada data 34.194,87 /,21

    Total 474.265,98Sumber : Data primer (diolah), Tahun 2004

  • Kabupaten Cilacap

    Kabupaten Cilacap sebagian besar terletak di hilir DAS, datar dan sudahdilengkapi dengan infrastruktur irigasi teknis yang baik, sehingga agroekosistemyang berkembang adalah pertanian sawah (22.723 Ha). Dibagian utara kawasankabupaten yang relatif bergelombang masih terdapat, hutan tanaman (M.914Ha)dan kebun campuran {39.664Ha).

    Dari studi terdahulu (Anonimous,2A04) teridentifikasi bahwa hutan tanaman didaerah ini telah banyak yang berubah fungsi menjadi pertanian lahan kering dansemak belukar. Hutan alam dan hutan mangrove masih dapat dijumpai di PulauNusakambangan dan Perairan Segara Anakan. Hutan dataran rendah dan hutanmangrove di kawasan ini telah ditetapkan sebagai kawasan lindung dan cagaralam. Daerah urban terutama berkembang di Kabupaten Cilacap terutamaKecamatan Majenang. (Rincian detail per-Kecamatan disajikan pada TabelLampiran 1).

    Kabupaten Tasikmalaya

    Kabupaten Tasikmalaya didominasi oleh kebun campuran (18.440 Ha), HutanTanaman (6.453 Ha), dan persawahan (6.135 Ha). Proses urbanisasi diTasikmalaya sangat tampak dengan luas daerah terbangun yang menc apai 7.811ha (Gambar n. Perluasan perkotaan ini dilakukan dengan mengkonversi lahanpersawahan dan ladang di sekitar daerah urban Tasikmalaya (Anonimous, 2004).Rincian detail penutupan lahan per -kecamatan disajikan pada LamptranZ.

    Kabupaten Ciamis

    Kabupaten Ciamis didominasi oleh kebun campuran (64.086 Ha), disusul olehhutan tanaman (31.102 Ha), sawah 80.312 Ha) dan hutan al"am (1.6.426 Ha).Kebun campuran dan hutan alam terutama terdistribusi di sekitar Gunung Sawal.Pertanian lahan basah lebih menonjol dibandingkan dengan pertanian lahankering semusim (Uplanfi. Lahan tidak produktif berupa semak belukar, rumputdan lahan terbuka banyak juga ditemukan. Urbanisasi belum mencolokdibandingkan dengan Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Cilacap.

  • I Hutan alamEX HutanffiK Hutan tanamaneffiE Kebun eampuranffi Belukar' Rurnput/alang

    .. ,' I lJplandff Barelandffiffi Sawahf Tambak=irr+iL;

    Tanah timbul

    ffi Daerahterbangunil Air

    Tidak ada dara

    ---'-..._I

    -

    0zilKilometers

    Gambar 5. Penutupan Lahan DAS Citanduy Tahun 2003

    Air

    Daerah terbangun

    Tanah timbul

    Tambak

    Sawah

    Bareland

    Land UplandCover

    RumpuValang

    Belukar

    Kebun campuran

    Hutan tanaman

    Hutan mangrove

    Hutan alam

    10000.00 '15000.00 20000.00 25000.00 30000.00 35000.00

    Luas (Ha)

    Gambar 6. Penutupan Lahan (Lanil-caoer) Kabupaten Cilacap

  • LandCover

    Daerah terbangun

    Sawah

    Lahan Terbuka

    Lahan Kering

    Rumpuualang

    Belukar

    Kebun campuran

    Hutan tanaman

    Hutan alam

    8000 10000 12000 14000Luas (Ha)

    Gambar 7. Penutupan Lahan (Lanil-cooer) Kabupaten Tasikmalaya

    3.1.6. Komponen Curah Hujan

    Sebagian besar wilayah DAS menerima curah hujan tahunan berkisar antara 1000

    - 1500 mm (38,4%) dan antara 1500 - 2000 m (46,8%). Hanya sebagian kecil daerahyang menerima curah hujan lebih besar dari 2000 mm. Di bagian hulu berkisarantara 3000 - 5500 mm, sedangkan di bagian hilir antara 2500 - 4000 mm (Tabel 6dan Cambar 6). Musim kemarau teqadi pada bulan Agustus - September. Padasaat musim kemarau, DAS bagian hulu masih dapat mencapai curah hujan 200 -300 mm/bulan.

    abel6. l(ekaoitulasi Curah Huian'l.ahunan di DAS Citand

    Kelas Curah Huian Luas (Ha) %i000 - 1500 182.735.97 38,411500 - 2000 221.723,91 46,76

    2000 - 2500 54.959,49 11,59

    2500 - 3000 12.488,76 2,633000 - 3500 1.774,M 4373500 - 4000 1.L02,14 0,23

    Sumber : Data primer (diolah), Tahun 2004

    beI

  • Air

    Daerah terbangun

    Tanah timbul

    Tambak

    Sawah

    Lahan KosongLandcover Upland

    Rumput/alang

    Belukar

    Kebun campuran

    Hutan tanaman

    Hutan mangrove

    Hutan alam

    Gambar 8. Penutupan Lahan (Land-coaer) Kabupaten Ciamis

    3.L.4. Lahan kritis

    Distribusi nilai hasil skoring tidak terdistribusi secara normal. Nilai tengah datasebesar 40, sedangkan Standard Deviasi sebesar L90. Data dipilah menjadi tigakelas kekritisan lahan, yaitu tidak kritis, kritis ringan dan kritis. Selang nilai kelasdan luas arealnya disajikan pada Tabel 7. Distribusi lahan kritis sebagian besarberada di DAS bagian tengah dan hilir, sedangkan lahan kritis ringan sebagianbesar di bagian hulu terutama di lereng Gunung Galunggung Gunung Sawal danGunung Cakrabuana (Gambar 7 ).

    Tabel T. Reka lasi Lahan Kritisa u

    No. Selang nilai Kelas Kritis Luas (Ha) o//o

    1. A - 40 (nilai teneah) Tidak Kritis 362897.01 76.612. 4A - 230 (nilai tengah + SD) Kritis Rinsan 42759.00 9.03aJ. > 230 Kritis 46641.33 9.854. Air permukaan (Sungai/

    Danau)

    Air Pemukaan21386.70 4.51

    Total 4736U.04

    Sumber : Data primer (diolah), Tahun 2004

  • 10@- Imo15S- 200020&, 250025m, 3mO30&, 3500

    sScal

    ffi6ldMd4as10 o ,0 ){

    Gambar 9. Curah Hujan Tahunan (mm)

    Gambar 10. Distribusi Lahan Kritis

    SUbDAS di bagian Hilir, yaitu Sub DAS Segara Anakan mempunyai lahan kritisyang paling besar, mencapai 75,53 %, disusul oleh Sub DAS Cikawung (11,46%)

    dan Sub DAS Ciseel (11,U%) (Tabel8.)

  • abel8. Rekapitulas: Lahan Kritis Dirinci menurut Sub DAS

    Sub-DASTidak Kritis Kritis Rinean Kritis

    Luas (Ha) o//o Luas (Ha) o//o Luas (Ha) o//o

    Citanduy Hulu 57.994,83 79,57 8.851,50 12,1.4 3.974,70 5,37Ciiolane 45.797,46 82,54 4.025,07 7,35 3.876,72 7,09

    Cimuntur 51.804,00 84,16 6.183,W 10,05 1.988,10 crZCCikawung 53.337,51 76,21 6.033,42 8,62 8.018,82 11,46

    Ciseel 78.4W,03 78,39 7.584,U 7,62 10.989,00 17,04

    Sesara Anak 76.536,78 66,60 10.079,91 8,77 17.857,68 15,53

    Sumber : Data primer (diolah), Tahun 2004

    Apabila dirinci menurut kabupaten, Kabupaten Cilacap memiliki lahan kritisyang terluas dibandingkan dengan Kabupaten Tasikmalaya dan KabupatenCiamis (Tabel9).

    Tabel9. Rekapitulasi Lahan Kritis Dirinci menurut Kabupaten

    Kabupaten Cilacap

    Jumlah lahan kritis dan kritis ringan di Kabupaten Cilacap sangat tinggr. Jumlahdari dua tipe lahan kritis di beberapa Kecamatan mencapai lebih tinggi dari 30%.Kecamatan yang paling kritis adalah Kecamatan Jeruk Legi, yang mencapai48,56%, disusul oleh Kecamatan Kesugihan (42,46%). Di kedua Kecamatan inibanyak lahan terbuka, belukar dan iahan-lahan kering (tabel Lampiran 1).Kecamatan Cilacap Selatan mempunyai jumlah lahan kritis yang paling rendatr,hal ini dapat difahami karena masih banyak kawasan Kecamatan Cilacap Selatanberupa hutan lindung yang terisolasi di Pulau Nusakambangan (Tabel10).

    Tabel10. Rekapitulasi Kekritisan Lahan di Kabupaten Ciln n LllacaKecamatan Tidak Kritis Kritis Rinsan Kritis Total lahan kritis

    Cilacap Selatan 80,18 5?5 4,35 9,60Maienans 81.,86 3,42 6,19 9,61KedunsIeia 78,82 L,14 10,98 1.2,1.2Daveh Luhur 85,73 6,34 6,86 1.3,20

    Kecamatan

    Tidak Kritis(Ha)

    Kritis Ringan(Ha)

    Kritis(Ha)

    Total lahan

    Kritis (Ha)

    Ciamis 162.444,24 17.01,0,19 1,4.704,02 31.714,24

    Cilacap 138.864,51 16.362,09 26.084,52 42.M6,61

    Tasik 49.435,47 7.939,79 4.288,59 12.726,78

    Sumber : Data primer (diolah), Tahun 2004

  • Kecamatan Tidak Kritis Kritis Rinsan Kritis Totai lahan kritisSidareia 8O15 4,72 9,73 14,45Wanareia 80,49 6,43 9,25 15,28Cilacap Utara 66,71 4,38 1.3,07 17,45Cipari 74,61 9,U 14,61 23,95Patimuan 58,51 0,60 25,39 25,99Gandrungmanzu 70,55 11.,37 15,10 26,47Cilacapensah 60,54 4,49 22,31 26,90Cimanesu 68,27 74,21 1.6,03 34,24Kawunsnsanten 63,69 70,69 19,82 30,51Karangpucung 64,43 77,59 17,29 34,88Kasusihan 57,28 20,85 2L,61. 42,46Ierukleci 50,78 21,W 27,47 48,56

    Sumber : Data primer (diolah), Tahun 2004

    Kabupaten Tasikmalaya

    Jumlah lahan kritis dan Kritis ringan tertinggi sebesar 3A,53 %, di Kec. Cisayong,yang berupa rumput, semak belukar dan iahan terbuka. Lahan kritis terendah diKecamatan Cipedes (3,64%), karena kecamatan ini merupakan daerah perkotaandengan daerah terbangun yang luas (Tabel 11).

    Tabel 11. Rekanitulasi Kekri Lahan di Kabu Tasikmal

    Sumber : Data primer (diolah), Tahun 2004

    Kabupaten Ciamis

    Kecamatan Banjarsari memiliki lahan kritis ringan dan kritis, yang terbesarmencapai 30,76 %, yang berupa rumput, semak belukar, dan lahan terbuka.Kecamatan Ciamis memiliki lahan kritis terendah (Tabel 9), karen4 sebagian

    a I tisan I n I aslKmauaYaKecamatan Tidak Kritis Kritis Rinsan Kritis Total Lahan Kritis

    Cipedes 87.99 0,58 3,06 3,&Cihideung 92,11 1,79 L34 4,13Tawang 90,63 1,34 Jrcc 4,67Kawalu 81,,29 4,17 n 4.7lral 6,64Raiapolah 82,73 2,47 10,00 1,2,41Cineam 83,80 7,83 6,26 14,WManoniaya 80,10 6,88 10,85 17,73

    Jamanis 78,43 7,75 10,02 17,77Paqerageung 79,08 11 aaLL,LA 6,63 18,85Cibeureum 76,96 6.18 12,73 18,91Indihiang 72,66 18,32 3,70 22,02Ciawi 73,44 L8,65 5,88 24,53Cisavons 65,02 27,62 2,91 30,53

  • abelL2,. Rekaoitulasi Lahan Kritis dan Kritis di Ka upaten CiamisKecamatan Tidak Kritis Kritis Rinsan Kritis Total Lahan Kritis

    Ciamis 90.37 2.08 1.81 3.89Purwarahardia 86.75 2.21 4.68 6.89Sukadana 89.61. 3.84 3.69 7.53Ciieuneiine 85.36 3.W 5.72 9.49Padaherans 83.43 2.89 6.96 9.85Iatinagara 88.16 6.48 3.96 1.0.MCimaragas 85.59 4.61 6.08 1.0.69Baniar 87.18 4.69 6.12 10.81Sadanyana 87.89 10.08 0.95 11.03Cihaurbeti 87.38 8.67 3.1.6 11.83Lakbok 81.81 3.59 8.25 11.84Kalipucang 83.13 2.43 9.68 12.11Rancah 84.59 9.87 2.72 12.59Panumbansan 86.45 7.98 4.69 12.67Pataruman 84.69 6.08 7.42 1.3.L0Cikonens 84.70 9.26 4.14 13.36Kawali 84.73 10.39 3.48 13.87Cisaea 82.63 9.02 5.09 1.4.71.Panawansan 78.08 7.93 7.15 15.08Raiadesa 80.63 10.35 6.30 t6.65Panialu 78.92 t4.69 5.21 19.89Tambaksari 75.56 8.79 10.56 19.35Langensari 75.23 7.63 12.82 20.45Pamarican 78.14 7.66 13.L0 24.76Cipaku 75.52 19.96 1.71 27.67Pangandaran 73.64 12.96 12.87 25.83Cisusur 71.77 L8.60 8.91 27.5rParisi 69.48 13.22 15.87 29.WBaniarsari 67.83 9.99 2A.W 30.76

    Sumber : Data pfimer (diolah), Tahun2A}4

    besar lahan telah berubah menjadi lahan terbangun, yang mempunyai nilaikekritisan rendah.

    3.2. Perubahan Sumberdaya Hutan dan Tekanan Penduduk

    Masyarakat di DAS Citanduy merupakan masyarakat agraris yang sangattergantung dari sumberdaya lahan, yang dicirikan dengan kepemilikan lahanyang rendah. Anonimous (2004) menyatakan bahwa kepemilikan lahan hanya 0,3hektar per-orang untuk lahan sawah dan 0,5 hektar untuk lahan kering. Dari

  • Dari grafik hubungan dua variabel tersebut, terlihat bahwa semakin tinggikepadatan penduduk di kecamatan, maka konversi hutan menjadi peruntukanlain cenderung lebih cepat. Hasil analisis regresi ini sama dengan beberapapenelitian yang dilakukan di negara tropis lain (Kaimowitz dan Angelsen" 1998;Prasetyo, 1996, Arifin, 2002) .

    ^tXo/o 0i:-'Penutupan

    hutan- nl3t.-

    6.dI

    ?t91

    qt$

    $-d

    t$

    * {D Y=30.03 -0.0071x*3.92x2, -. s: ntR)qs{}

    :

    c*r:

    rl*Brp

    3*

    *

    rg.s 51S.7 1017.8 1516.9 2016.0 25r5.I 3014.2Kepadatan Penduduk per km2

    Gambar 9. Hubungan antara Kepadatan Penduduk dan Prosentase

    Hubungan antara kepadatan penduduk dan prosentase penutupan hutan di DASCitanduy dapat dilihat pada perbandingan kasus yang terjadi di daerah hulu-tengah-hilir DAS Citanduy. Daerah Tasikmalaya dulu hanya merupakan wilayahkabupaten/ namun dengan semakin berkembangnya jumlah penduduk maupunaktivitas masyarakatnya kemudian dipecah menjadi Kabupaten Tasikmalaya danKota Tasikmalaya. Jika dibandingkar; tahun 7991, jumlah penduduk diKabupaten Tasikmalaya sebesar 1.815.L13 jiwa yang naik sampu 2.A68.6M padatahun 2001 (BPS Kabupaten Tasikmalaya,2AA2). Sementara itu, berdasarkan datalandsat mengenai perubahan penggunaan lahan di Sub DAS Citanduy Hulumemperlihatkan peningkatan yang siknifikan pada daerah terbangun dan kebuncampuran sementara hutan tanamar; upland dan sawah mengalami penurunanyang tajam (Aninomous,2A04). Hal tersebut memperlihatkan bahwa peningkatanjumlah penduduk diikuti dengan peningkatan daerah terbangun. Dan sawahyang merupakan daerah datar menjadi pilihan utama sebagai daerah pemukiman,

  • luasan kepemilikan yang kecil tersebut petani tidak mampu mencukupikebutuhan rumahtangganya, walaupun sudah melakukan pola tanam yangintensif. Hal ini menyebabkan sebagian masyarakat mencari pekerjaan lain disektor non-pertanian di luar wilayah kecamatan/ kabupaten.

    Bagr sebagian masyarakat yang tidak mempunyai alternatif lain karenaketerbatasan dana, usia atau keahlian, maka bertani/buruh tani masih menjadipilihan. Sebagai akibat dari pilihan tersebut dan seiring dengan kenaikan jumlahpenduduk, maka intensitas pengelolaan lahan pertanian meningkat. Ketikasampai pada suatu kondisi kebutuhan subsisten tidak terpenuhi lagi, makasumberdaya yang seakan tidak diman{aatkan yaitu hutarL baik hutan alam,mangrove ataupun hutan tanaman, pertama-tama dikonversi menjadi lahanbudidaya pertaniary baik berupa kebun campurary sawah dan pertanian lahankering. Dari perbandingan data tahun 1997 dan 2003 menunjukkan bahwasebagian hutan alam telah diubah menjadi hutan tanaman, kebun campuran,belukar, alang-alang, lahan kering dan sawah. Sedangkan hutan tanamandikonversi menjadi kebun campuran, belukar, alang-alang, lahan kering dansawah. Hutan mangrove sebagian besar masih berupa mangrove dan sebagiankecil diman{aatkan menjadi pertanian lahan kering, kebun campurary sawah dantambak. (Tabel13).

    Sumber : Data primer (diolah), Tahun 2004

    Kondisi terjadinya konversi hutan juga dapat dilihat dari sisi peningkatan jumlahpenduduk. Hipotesis yang ada adalah semakin padat suatu wilayah (jumlahpenduduk meningkat), semakin besar tekanannya kepada sumberdaya hutan.Gambar 8 yang berupa grafik hubungan antara kepadatan penduduk danprosentase penutupan hutan di setiap kecamatan di DAS Citanduy merupak buktikebenaran hipotesis diatas. Grafik regresi kuadratik dihitung denganmenggunakan data dari M kecamatan yang termasuk dalam DAS Citanduy.

    abel 13. Perubahan Penutupan dan Penssunaan Lahan Tahun 1991 dan 2003.PenutupanlPenggunaar.r

    lahan 1991

    Penutupan/Penggunaan l-ahan 2003 (% )Hutanalam

    Hutanmangrove

    Hutantanaman

    KebunCAMDUTAN Belukar

    Rumpul/ aTano Upland

    Lahanterbuka Sawah Tambak

    Pengguraanlain

    Hutan alam 37.27 0.00 25.57 27.U 6.08 1.11 0_31 2.91 2.94 0.06 L.92Hutal

    0.00 53.71 9.19 4.82 1.20 0.58 6-51 1.M 10.39 J.)J 8.23Hutantanaman 0.00 0.08 32.59 33.58 8.64 3.51 2.08 7.17 6.74 0.00 5.50KebulcamDuran 1 0.18 o.57 1.5.75 41..61 5.75 1.47 1..16 5.93 7.38 0.06 9.77

    Belukar 10.14 0.11 20.17 35.98 9.33 2.39 4.47 8.40 0.03 5.57Rumput 8.68 0.03 22.83 29.24 1"5.31 9.37 2.40 5.74 3.94 0.00 2.44Upland 3.90 1.24 9.97 15.06 3.89 2.73 18.33 9.16 15_51 0.02 19.15Bareland 8.18 0.9 t5.75 26.06 9.16 6.X 4.27 14.13 5.40 0.07 10.'13Sawah 5.85 0.98 13.40 23.11 3.09 0.84 6.03 zo.J/ 0.08 t6.97

  • perkantoran dan sarana prasara umum lain karena pada umamnya relatif beradadi dekat sumber-sumber aktivitas masyarakat. Sementara itu, daerah uplandyangpada umumnya bergelombang dan hutan tanaman yang berada di pinggiranmerupakan areal pengganti persawahan sehingga lahan-lahan persawahan yanghilang berganti menjadi kebun campuran disesuaikan dengan kondisi lahan. Haltersebut juga berarti sektor pertanian semakin bergerak ke pinggir (arah gunung).Alternatif yang kemudian dikembangkan masyarakat adalah kebun campuransehingga tidak mengherankan jika kebun campuran menjadi meningkat.

    Terkait dengan penutupan lahan, pembukaan lahan menjadi daerah terbangunmenyebabkan lahan menjadi terbuka dan daerah resapan air semakin sedikit.Keberadaan kebun campuran meskipun meningkat tidak banyak membantupenutupan lahan terutama untuk kebun campur masyarakat yang dikelola secaraintensif untuk meningkatkan produktivitas lahan. Masyarakat pada umumnyamelakukan pola tanam tumpang sari antara tanaman keras dan sayur-sayuran,kacang-kacangan, atau tanaman singkong dengan perbandingan tanaman kerasjauh lebih sedikit jika dibandingkan tanaman dibawahnya sehingga pada saathujan masih banyak tanah yang mengalami erosi. Dan hal tersebut semakindiperparah dengan pembukaan lahan di musim kemarau untuk ditanami padamusim hujan.

    Kasus-kasus yang te4adi di masyarakat baik di hulu, tengah atau hilir hampirsama/ pada musim kemarau baik di ladmgl tegalan milik sendiri atau lahanperkebunan dan perhutani -yaflg digarap oleh para pesanggem-, lahan diolah(digemburka) dengan harapan saat hujan turun dapat langsung ditanami.Masyarakat tidak menyadari bahwa kegiatannya tersebut menyebabkansedimentasi pada DAS sebagai akibat ikut terbawanya tanah oleh aliran air hujan.Akibat lainnya adalah tidak ada resapan air ke dalam tanah akibat tidak adanyapenahan air diatasnya.

    Terkait dengan resapan air, hutan juga mempunyai fungsi sebagai konservasi airdan tanah yang paling baik dibandingkan dengan lahan budidaya, sehinggatekanan penduduk menurunkan fungsi konservasi air dan tanah suatu wilayah.Hal ini sangat dirasakan oleh masyarakat di daerah upland yang lahannya darihutan berubah menjadi lahan budidaya. Dalam Workshop "DesentralisasiPengelolaan dan Sistem Tata-pemerintahan Sumberdaya Alam (DecentralizedNatural Resources Management and Goaernance System) Daerah Aliran SungaiCitanduy", beberapa elemen masyarakat mengkhawatirkan pengembanganbudidaya sayuran di wilayahnya karena menyebabkan terjadinya penebangan

  • pohon sehingga ketersediaan air menjadi semakin berkurang terutama padamusim kemarau. Dan kondisi tersebut semakin terasa di daerah-daerah uplandyang hanya mengandalkan air hujan untuk budidaya pertaniannya (KabupatenCiamis bagian selatan-Sub DAS Ciseel). Hal tersebut dapat dibandingkan denganmelihat debit air sungai yang sangat berbeda tajam antara musim kemarau danmusim penghujan.

  • BAB IVKESIMPULAN

    Metoda evaluasi spasial lahan kritis telah dibangun dan telah diterapkan di DASCitanduy. Berdasarkan metode tersebut Sub DAS Segara Anakan (Kawunganten),merupakan Sub DAS dengan lahan kritis terluas, disusul Sub DAS Cikawung danSub DAS Ciseel. Apabila dirinci menurut Kabupaten maka Kabupaten Cilacapmerupakan Kabupaten dengan lahan kritis teriuas, disusul oleh KabupatenCiamis dan Kabupaten Tasikmalaya.

    Di Kabupaten Cilacap, Kecamatan Jeruk Legi dan Kecamatan Kesugihanmerupakan Kecamatan dengan lahan kritis yang paling 1uas. Di KabupatenTasikmalaya, kecamatan dengan lahan krtis terluas adalah Kecamatan Cisayongsedangkan di Kabupaten Ciamis adalah Kecamatan Banjarsari.

    Lahan kritis merupakan hasil interaksi antara faktor biofisik, iklim dan aktivitasmanusia. Salah satu tindakan yang menyebabkan timbulnya lahan kritis adalahkonversi kawasan hutan menjadi peruntukan yang lain. Salah satu faktor tidaklangsung yang menyebabkannya adalah tekanan populasi manusia padasumberdaya lahan yang terbatas.

    Mempertimbangkan kondisi diatas maka upaya mengkonservasi tanah dan air diDAS Citanduy harus mempunyai insentif ekonomi, sehingga mampumeningkatkan perekonomian rumahtangga petani. Selain itu, upaya menekanlaju penduduk dan mengembangkan usaha non pertanian juga sebagai upayamemberikan alternatif pekerjaan, secara tidak langsung akan dapat mengurangilaju pertambahan lahan kritis.

    Khusus untuk kawasan yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan, perludibangun sistem pengelolaan kawasan hutan yang berbasiskan pengembanganmasyarakat desa hutan.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Anonimous. 2004. Project working paper series No.1: Desentralisasi pengelolaandan sistem tata pemerintahab sumberdaya alam. PSP-IPB.

    Arifin. 8.2A02. Tekanan penduduk dan degradasi sumberdaya alam di tengah upayapemulihan ekonomi. Daiam Krisnamurti, 8., D.A.B. Susila dan A.Kri swantriy ono, 2002. Prosiding S eminar Tekanan penduduk, degradasilingkungan dan ketahanan pangan. PSP-IPB.

    Asdak, C.2A02. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah aliran sungai. Gadjah MadaUniversity Press.

    Barbier, E., Joanne C.B. dan A. Markandya. 199L. The Economic of TropicalDeforestation. Ambio 20 (2) : 55 - 58.

    Hirsctu P.1987. Deforestation and Development in Thailand. Singapore Journalof Tropical Geography 8 (2) : 129 - 1,38.

    Kaimowitz, D. dan Angelsen. 1998. Economic models of tropical deforestation areview. CIFOR. Bogor.

    Kummer, D. M. 1991. Deforestation in the Postwar Philippines, 177 pp. TheUniversity of Chicago Press. Chicago and London.

    Palo, M. 1994. Population and deforestation : Rates and Pattern, in : Brown, K andPearce D.W. ed., The Cause of Tropical DeforestatiorL 55 - 106. UCLPress. England.

    Prasetyo, L.B. 1996. Deforestation Problem in Southeast Asia : A case study.impact Centre - South East Asia Workshop on Ecosystem Modelling.Bogor,6-23Aprt11%6.

    Prasetyo, L.B dan Yudi S. 2001. Evaluasi lahan kritis kawasan G. Salak. PPLH-IPB& Unocal.

    Repetto, T and M. Cillis. 1988. Public policies and misuse of Forest Resources,432pp. Cambridge University Press.

    Thapa, Gactors of Deforestation in Tropical Asia. Env. Conservation 17 (1) :19 - 2

  • BIODATA PENULIS

    Dr Ir. Lilik Buili Prasetyo, MSc, lahir di Salatiga 16Maret 1962. Menyelesaikan S-1 tahun 1986 padaDepartemen Agronomi, Fakultas PertaniarL, InstitutPertanian Bogor. Selanjutnya penulis mendapatkankesempatan melanjutkan pendidikan master di bidangPerencanaan Lanskap, Departemen Lingkungan diUniversitas Tsukuba dan lulus tahun 1993. PendidikanDoktor diambil diuniversitas yang sarna di bidangManajemen Hutan dan tamat pada tahun 1996.

    Penulis saat ini dipercaya sebagai Kepala Laboratorium Analisis Lingkungan danPermodelan Spasial, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan-FakultasKehutanan - IPB. Mata ajaran yang diasuh adalah Analisis SpasialLingkungan, Sistem Informasi Geografi dan Ekologi Lanskap. Selain itu, penulismenjadi Kepala Program Perubahan Lingkungan Global, dan Kepala Lab. AnalisisLingkungan Spasial, Pusat Penelitian Lingkungan Hidup-lPB. Penulis pernahmenjadi peneliti tamu di Institut of Agroenvironmental Sciences, Tsukuba danUniversita Tokyo. Penelitian yang dilakukan saat ini banyak berkaitan denganpermasalahan deforestasi, perubahan penggunaan lahan, fragmentasi habitat danperanan elemen lanskap.

    i, ,r'l,l,i!,; tllti,. '/li.il:r: tl