CORAL REEF REHABILITATION AND...

343
FINAL REPORT SOCIOECONOMIC ASSESSMENT IN SPERMONDE AND SEMBILAN ISLANDS, SOUTH SULAWESI (Studi Sosial Ekonomi Kepulauan Spermonde dan Kepulauan Sembilan, Sulawesi Selatan) Book 2. Sembilan Islands Submitted to PROJECT MANAGER OFFICE (PMO ) CORAL REEF REHABILITATION AND MANAGEMENT PROGRAM (COREMAP) Prepared By WORKING GROUP COREMAP SOUTH SULAWESI Secretariate Office: Kompleks Kantor Gubernur Gedung J Lantai 2 Jalan Urip Sumohardjo Km. 5 No. 269 Makassar Phone/Facs: (0411) 421232 – 430032 E-mail: [email protected] MAKASSAR 2002

Transcript of CORAL REEF REHABILITATION AND...

Page 1: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

FFIINNAALL RREEPPOORRTT

SSOOCCIIOOEECCOONNOOMMIICC AASSSSEESSSSMMEENNTT IINN SSPPEERRMMOONNDDEE

AANNDD SSEEMMBBIILLAANN IISSLLAANNDDSS,, SSOOUUTTHH SSUULLAAWWEESSII (Studi Sosial Ekonomi Kepulauan Spermonde dan

Kepulauan Sembilan, Sulawesi Selatan)

Book 2. Sembilan Islands

Submitted to

PROJECT MANAGER OFFICE (PMO )

CORAL REEF REHABILITATION AND MANAGEMENT PROGRAM

(COREMAP)

Prepared By

WWOORRKKIINNGG GGRROOUUPP CCOORREEMMAAPP SSOOUUTTHH SSUULLAAWWEESSII

Secretariate Office: Kompleks Kantor Gubernur Gedung J Lantai 2

Jalan Urip Sumohardjo Km. 5 No. 269 Makassar Phone/Facs: (0411) 421232 – 430032 E-mail: [email protected]

MAKASSAR 2002

Page 2: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - i

PENGANTAR

Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja

COREMAP Sulawesi Selatan dengan PMO-COREMAP Jakarta, tentang

prosedur dan rencana output dari proyek penelitian Socio-Economic

Assessment in Spermonde and Sembilan Islands, South Sulawesi, maka

Laporan Akhir ini disampaikan sebagai dokumentasi atas hasil kajian

persepsi dan kondisi sosial ekonomi masyarakat Kepulauan Sembilan

Kabupaten Sinjai. Laporan Akhir ini merupakan penyempurnaan lanjut dari

dua draft sebelumnya yang telah dikoreksi dan mendapatkan pengarahan

dari tim review (Monitoring dan Evaluasi) sehingga laporan akhir ini

memenuhi syarat sesuai dengan TOR.

Socio-economic Assessment ini pada prinsipnya merupakan studi

baseline untuk mendapatkan data-data dasar yang akan dijadikan

pertimbangan dalam penyusunan dan perancangan desain COREMAP

Phase II yang saat ini tengah dalam persiapan. Khusus untuk Kepulauan

Sembilan, analisis diarahkan untuk memahami persepsi masyarakat tentang

pengelolaan terumbu karang karena disiapkan untuk implementasi program

yang ditekankan pada peningkatan kesadaran masyarakat dan pengelolaan

sumberdaya terumbu karang berbasis masyarakat.

Demikian Laporan Akhir ini kami susun, semoga kiranya dapat

ditindaklanjuti sesuai prosedur yang ada. Terima kasih atas perhatian para

pembaca, utamanya pada tim reviewer, beserta segenap pihak yang telah

membantu terlaksananya studi ini.

Makassar, 22 Februari 2002

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan,

Tim Peneliti Socio-economic Assessment

Page 3: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - ii

RINGKASAN EKSEKUTIF

Latar Belakang dan Tujuan

Terumbu Karang adalah salah satu ekosistem yang sangat

terancam kelangsungannya saat ini. Untuk mengupayakan pelestarian

ekosistem dan pengelolaan secara berkelanjutan dari sumberdaya ini,

Pemerintah Indonesia dengan dukungan sejumlah lembaga Donor

Internasional menyelenggarakan Program Rehabilitasi dan Pengelolaan

Terumbu Karang atau dikenal sebagai COREMAP (Coral Reefs

Rehabilitation and Management Program). Di Sulawesi Selatan,

Implementasi Fase Inisiasi COREMAP (1998-2001) yang berkonsentrasi

di kawasan Taman Laut Nasional Taka Bonerate telah berakhir, dan telah

meletakkan dasar-dasar pengelolaan terumbu karang yang berbasis

masyarakat.

Dengan berakhirnya implementasi Fase I COREMAP, maka kini

tengah disiapkan Fase II yang berfungsi bukan hanya semata kelanjutan

dari fase terdahulu namun diupayakan adanya akselerasi dalam

pencapaian hasil program. Dari studi pendahuluan yang dilakukan pada

awal implementasi COREMAP Fase I, diperoleh data bahwa selain dari

faktor ekonomi, tingkat kesadaran masyarakat dan persepsi sosial

tentang keberadaan sumberdaya terumbu karang sangat berpengaruh

terhadap keberlanjutan ekosistem ini. Dengan merujuk pada hikmah

pembelajaran (lessons learned) dari implementasi proyek pada Fase I,

dan dengan komitmen untuk menjaga keberlanjutan program yang telah

berjalan selama ini di kawasan Taka Bonerate, Pokja COREMAP

Sulawesi Selatan mengusulkan dua alternatif lokasi untuk implementasi

pada Fase II, yakni kawasan Kepulauan Spermonde di Selat Makassar

dan kawasan Pulau-pulau Sembilan di Teluk Bone.

Page 4: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - iii

Mengingat bahwa desain program sangat menentukan kelancaran

implementasi dan laju pencapaian hasil, maka tahap persiapan proyek

dan konstruksi desain program merupakan bagian penting yang perlu

mendapatkan perhatian. Untuk mempersiapkan sebuah desain program

secara efisien, sejumlah studi pendahuluan perlu dilakukan untuk

menghasilkan sejumlah data pendukung yang dibutuhkan dalam

konstruksi dan penyiapan program.

Dari aspek ekologis, perlu disusun sebuah baseline data yang

menggambarkan kondisi awal ekosistem sehingga nantinya dapat

dibandingkan kualitas lingkungan sumberdaya terumbu karang di lokasi

proyek, sebelum dan sesudah intervensi proyek. Demikian pula halnya

dari aspek sosio-ekonomi masyarakat, perlu disusun suatu baseline data

yang menyajikan sejumlah elemen penting kondisi sosio-ekonomi

masyarakat setempat sebelum dilakukan intervensi proyek COREMAP di

lokasi tersebut. Dengan demikian, rencana implementasi COREMAP

Fase II di kawasan Kepulauan Spermonde dan Pulau-pulau Sembilan

akan didukung oleh basis data ilmiah informasi dasar dan acuan untuk

program monitoring dan evaluasi proyek, sehingga dapat diperoleh

gambaran yang jernih tentang dampak proyek ini kelak. Untuk itulah

Sosio-economic Assessment di kawasan Kepulauan Spermonde dan

kawasan Pulau-pulau Sembilan ini dilakukan.

Secara umum, pelaksanaan studi ini bertujuan untuk menyediakan

baseline data tentang persepsi masyarakat menyangkut kondisi

sumberdaya terumbu karang di Kawasan Pulau-Pulau Sembilan dan

sekitarnya beserta pemanfaatannya. Untuk memahami persepsi

masyarakat ini dalam konteks yang tepat, maka penelitian ini diarahkan

untuk menyajikan informasi dasar tentang Profil Daerah, Kesejahteraan

Relatif Masyarakat, Akses Masyarakat terhadap Sumberdaya Terumbu

Karang, dan Faktor-faktor Eksternal yang mempengaruhi interaksi

masyarakat dengan sumberdaya tersebut.

Page 5: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - iv

Secara lebih spesifik, penelitian ini selanjutnya dibagi ke dalam

lima sub-tema kajian di dalam analisis dan penyajian data dasar yang

akan mendukung pemahaman konstruktif tentang persepsi masyarakat di

kawsan Pulau-pulau Sembilan. Kelima sub-tema tersebut adalah: (1)

mengumpulkan data dasar sosial dan ekonomi masyarakat kawasan

Pulau-pulau Sembilan; (2) mengetahui jenis dan intensitas pemanfaatan

sumberdaya laut khususnya terumbu karang di kawasan ini; (3)

memahami aspek sosio-ekonomi usaha pemanfaatan sumberdaya

terumbu karang; (4) mengetahui faktor-faktor eksternal yang berpengaruh

terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat setempat; dan (5)

memahami tingkat kesejahteraan relatif penduduk setempat.

Keluaran dari Socio-economic Assessment ini adalah informasi

dasar (baseline data) tentang kondisi sosial ekonomi kawasan Pulau-

pulau Sembilan yang dapat dikategorikan dalam data yang menyangkut

profil lokasi, sosial demografi, tingkat kesejahteraan relatif masyarakat,

aspek-aspek pemanfaatan sumberdaya terumbu karang oleh masyarakat

lokal, dan pandangan terhadap faktor-faktor eksternal yang

mempengaruhi pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya laut tersebut.

Hasil dari studi ini diharapkan bermanfaat untuk memberi agenda dan

perspektif sosial (social agenda and perspective) dalam proses

perencanaan, implementasi dan pemantauan program COREMAP Fase

II. Selain itu, informasi dasar ini juga akan memperkaya data base untuk

kepulauan Sembilan, yang dapat dimanfaatkan dalam perencanaan

program pembangunan daerah dalam kerangka otonomi daerah.

Pelaksanaan Penelitian

Kegiatan penelitian berlangsung selama empat bulan yakni dari

bulan Oktober 2001 – Januari 2002. Pengambilan sampel dilakukan

dengan metode Randomize Purposive Sampling. Dengan

mempertimbangkan (a) keterlibatan masyarakat terhadap sumberdaya

Page 6: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - v

dan (b) keterjangkauan lokasi untuk intervensi program dan pemantauan,

dua kelurahan dipilih yaitu Kelurahan Pulau-pulau Sembilan dan

Kelurahan Lappa, keduanya berada dalam wilayah administrasi

Kecamatan Sinjai Utara, Kabupaten Sinjai, Propinsi Sulawesi Selatan.

Kelurahan Pulau-Pulau Sembilan merupakan gugusan pulau yang

terdiri atas sembilan pulau kecil dan beberapa gosong karang. Pulau

Kambuno merupakan ibukota kelurahan dan setiap pulau terdiri dari satu

lingkungan, kecuali di Pulau Burungloe terdapat 2 lingkungan. Kelurahan

Lappa merupakan salah satu kelurahan dari 7 kelurahan yang terdapat

di Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai. Luas Kelurahan Pulau-pulau

Sembilan adalah 2,52 km² dan Kelurahan Lappa 3,95 km². Mata

pencaharian penduduk Pulau-pulau Sembilan didominasi oleh nelayan,

dan sebagian kecil berdagang, berkebun, aparat negara dan pegawai

negeri sipil.

Dari sembilan buah pulau yang ada dalam kawasan Pulau-pulau

Sembilan, dipilih empat pulau sebagai lokasi sampling, yakni: Kambuno,

Burung Loe, Batang Lampe, dan Kanalo, ditambah dengan kelurahan

Lappa sebagai lokasi ke lima. Wawancara semi struktur dengan

menggunakan kuesioner sebagai acuan analisis dilakukan terhadap 210

Kepala Keluarga (14 % total KK). Data kualitatif dianalisis secara induktif

dan data kuantitatif dianalisis secara deskriptif.

Pulau Kambuno

Pulau Kambuno yang merupakan ibukota kelurahan memiliki

kelembagaan formal dan informal yang kurang aktif, sedangkan dari segi

mobilitas dan migrasi maka penduduknya memiliki mobilitas yang cukup

tinggi terutama dalam mencari daerah penangkapan. Mata pencaharian

umumnya nelayan (74,14 %), selebihnya adalah campuran berbagai

macam profesi. Laki-laki adalah pencari nafkah utama dalam keluarga,

Page 7: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - vi

sedangkan perempuan (istri) relatif tidak memiliki kegiatan yang bersifat

ekonomi tetapi berperan sebagai pengasuh dan mendidik anak, hal ini

dapat dilihat dalam keseharian mereka. Tingkat pendidikan masyarakat

di Pulau Kambuno bervariasi, tapi yang mampu mencapai tingkat

perguruan tinggi jumlahnya sedikit.

Fasilitas Sosial yang ada di Pulau Kambuno adalah Puskesmas,

listrik (masih terbatas), dan alat transportasi laut. Tingkat pendapatan

masyarakat bervariasi berkisar antara antara Rp. 500.000 - Rp.

1.000.000. perbulan.

Pemahaman masyarakat tentang terumbu karang masih sangat

terbatas pada pengertian umum yang tidak bisa mengaitkan antara

terumbu karang dengan kegiatan usaha penangkapan ikan, tapi mereka

mengetahui bahaya penggunaan bom dan bius terhadap ekosistem

terumbu karang.

Sebagian besar masyarakat juga memahami bahwa terumbu

karang sebagai tempat tinggal, mencari makan, bertelur, dan

perlindungan bagi ikan. Pandangan dan sikap masyarakat terhadap hak

atas laut dan isinya didasarkan pada :

1. Pandangan yang melihat dan memahami laut serta isinya sebagai

milik bersama.

2. Adanya aturan adat yang mensahkan dan mengatur kepemilikan

secara bersama.

3. Adanya aturan formal berupa berbagai peaturan dan undang-

undang yang ditetapkan oleh pemerintah Kabupaten Sinjai. .

Sistem pengelolaan ekosistem laut didasarkan pada pola

pengelolaan terbuka, yaitu pola pengelolaan yang membolehkan

masyarakat nelayan untuk memanfaatkan wilayah laut seluas-luasnya.

Sebagian masyarakat Pulau-pulau Sembilan memiliki kesadaran terhadap

kelestarian ekosistem terumbu karang, hal ini terbukti dengan terjadinya

pengusiran terhadap nelayan Buton yang mencari biota mata tujuh

Page 8: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - vii

(abalone) dengan cara merusak karang. Di sisi lain, kesadaran sebagian

masyarakat tentang prinsip-prinsip konservasi pengelolaan sumberdaya

laut masih sulit untuk dilaksanakan, karena adanya motivasi ekonomi

jangka pendek. Ini dibuktikan bahwa pada saat hasil tangkapan ikan

kurang, apapun yang ditemukan di laut yang diperkirakan mempunyai

nilai ekonomis akan diambil.

Penyelaman teripang menggunakan alat selam dasar (masker,

fins) dan ditambah kompresor sebagai suplai udara. Selain itu, untuk

penangkapan ikan digunakan alat tangkap seperti bagang, pancing,

panambe, dan penggunaan bius serta alat bantu seperti keramba jaring

apung untuk penampungan hasil.

Lokasi penangkapan (fishing ground) tiap nelayan tidaklah sama,

tergantung dari jenis alat tangkap yang digunakan. Masyarakat nelayan

biasanya melakukan penangkapan selain di sekitar Pulau-pulau Sembilan

Juga di sekitar perairan Teluk Bone, Kabupaten Selayar,

Kupang/Lombok, Sorong dan Maluku.

Secara umum puncak musim penangkapan ikan di pulau ini antara

bulan Oktober hingga bulan April atau bertepatan dengan datangnya

musim Barat. Waktu atau lama penangkapan bervariasi antara kurang

dari satu minggu hingga lebih dari empat minggu/trip.

Organisasi nelayan yang secara khusus bergerak dalam

pengelolaan sumberdaya laut yang dapat ditemukan di Pulau Kambuno

berupa organisasi ponggawa-sawi. Organisasi yang pernah ada berupa

organisasi koperasi yang kemudian hilang dengan sendirinya akibat tidak

dikelola dengan prinsip manajemen koperasi yang baik serta tidak bisa

bersaing dengan organisasi informal yang umumnya tidak berbelit-belit

dalam urusan administrasinya.

Pengelolaan pasca panen yang dilakukan olah masyarakat

nelayan di Pulau Kambuno adalah penggaraman, pendinginan

Page 9: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - viii

(pengesan), pengasapan, pengeringan dan pembesaran. Dari hasil

pengolahan atau pengawetan tersebut maka produk yang dihasilkan

adalah ikan segar yang dipertahankan mutunya dengan es, ikan asin

dengan penggaraman, ikan hidup yang ditampung dan dibesarkan pada

keramba, serta teripang yang biasanya dengan metode perebusan

Pemasaran hasil produksi tidak hanya dijual di pasaran lokal dan

antar pulau tetapi juga sampai ke pasaran internasional (ekspor)

terkhusus untuk komoditas tertentu seperti ikan kerapu dan teripang.

Cara pembayaran yang berlaku di kalangan masyarakat nelayan dalam

melakukan transaksi yaitu dilakukan dengan cara tunai dan dengan cara

kredit, umumnya setelah hasil tangkapan tersebut habis terjual.

Mudahnya mengakses permodalan usaha (sampai pada batas

tertentu) membuat pengaruh yang cukup besar bagi kehidupan

masyarakat nelayan pulau Kambuno. Umumnya Nelayan di Pulau Ini

bertindak sebagai ponggawa bagi nelayan-nelayan lain yang ada di

pulau– pulau Sembilan.

Pulau Burungloe

Pulau ini adalah pulau yang terdekat dan pertama kali dijumpai jika

kita berangkat dari Pelabuhan Lappa. Merupakan pulau yang terbesar

di antara gugusan Pulau-pulau Sembilan. Selain itu banyak terdapat

kawanan burung yang bersarang dan hidup di pulau tersebut sehingga

dinamakan Burung Loe. Pulau Burungloe ini secara administratif dipimpin

oleh seorang Kepala lingkungan.

Lembaga ekonomi yang ada di pulau ini hanya hubungan

ponggawa-sawi. Lembaga ekonomi informal ini cukup besar peranannya

bagi masyarakat, karena menurut mereka tidak terlalu berbelit belit dan

tidak susah dalam persyaratan administrasnya. Secara umum fasilitas

kesejahteraan yang ada di pulau ini masih terasa sangat kurang untuk

Page 10: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - ix

melayani kebutuhan masyarakat seperti sarana kesehatan dan

pendidikan.

Pemahaman masyarakat tentang terumbu karang masih terbatas

hanya pada pengertian umum. Namun kebanyakan dari mereka telah

mengetahui akan bahaya penggunaan bom dan bius terhadap ekosistem

terumbu karang serta terhadap keselamatan jiwa mereka.

Nelayan di Pulau Burungloe ini pada umumnya menggunakan

bagang perahu dan bagang tancap serta kapal panongkol untuk mencari

ikan. Akan tetapi berdasarkan hasil wawancara mereka mengatakan

bahwa aktifitas penggunaan bom dan bius banyak dilakukan oleh

masyarakat pulau-pulau tetangganya.

Masyarakat Pulau Burungloe menganut pandangan yang melihat

dan memahami laut serta isinya sebagai milik bersama, menganut

adanya aturan adat yang mensahkan dan mengatur pemilikan secara

bersama dan menganut pandangan adanya penerapan aturan formal.

Hampir semua responden mengatakan bahwa hasil tangkapan

mereka dari tahun ke tahun menurun. Hal ini antara lain disebabkan

makin bertambah banyak nelayan yang melakukan penangkapan dan

juga karena adanya bagan rambo yang beroperasi di sekitar pulau

sembilan

Kesadaran masyarakat nelayan terhadap prinsip-prinsip

konservasi pengelolaan sumberdaya laut nampaknya masih sangat sulit

dilaksanakan karena adanya kebutuhan ekonomi jangka pendek yang

mendesak dan beragamnya pemahaman mereka terhadap kelestarian

Jenis alat tangkap yang terdapat di pulau ini adalah bagang,

pancing dan longline. Waktu dan lama penangkapan oleh masyarakat

Pulau Burungloe bervariasi antara di bawah satu minggu hingga di atas

empat minggu/trip. Produk yang dihasilkan oleh nelayan bagang di Pulau

Page 11: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - x

Burungloe adalah sama dengan nelayan bagang di pulau lainnya yaitu

ikan pelagis segar.

Teknologi pengolahan pasca panen yang dilakukan oleh nelayan

Pulau Burungloe umumnya adalah pengawetan sederhana yaitu dengan

menggunakan es balok. Rantai pemasaran terhadap produk hasil pancing

dan bagang di Pulau Burungloe relatif sama dengan mata rantai hasil

tangkapan pemancing dan bagang nelayan lain yang ada di Pulau-pulau

Sembilan.

Mekanisme harga dan cara pembayaran di Pulau Burungloe

mengalami hal yang sama dengan nelayan yang ada di Pulau Kambuno

dengan hasil tangkapan yang sama. Permintaan pasar terhadap produk

hasil perikanan merupakan salah satu faktor eksternal yang sangat

mempengaruhi kegiatan penangkapan nelayan. Apalagi pasar ekspor

yang umumnya menawarkan harga jual yang cukup tinggi. Selain itu

peranan PPI di daerah Lappa juga turut mempengaruhi dan

mempermudah masyarakat untuk memasarkan hasil tangkapannya.

Pulau Batang Lampe

Merupakan pulau terbesar kedua setelah Pulau Burungloe dan

terbagi menjadi dua daerah pemukiman yaitu pada bagian Selatan dan

bagian Utara pulau. Secara administratif Pulau Batang Lampe ini

dipimpin oleh seorang Ibu Kepala Lingkungan.

Di pulau ini terdapat semacam lembaga ekonomi informal

masyarakat yaitu dalam bentuk sistem ponggawa-sawi walaupun pada

umumnya ponggawa berada di Pulau Kambuno sedangkan di Pulau

Batang Lampe hanya sawi. Bentuk sistem ini dirasakan sangat besar

manfaatnya bagi nelayan-nelayan yang sering mengalami kesulitan uang.

Hal ini dapat dilihat sebagian besar nelayan meminjam uang pada

Page 12: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - xi

ponggawanya. Hal ini menurut mereka lebih mudah karena tidak melalui

prosedur administrasi yang berbelit-belit seperti halnya yang biasa kita

temukan pada lemabaga ekonomi formal seperti koperasi dan bank

Selain nelayan sebagai pekerjaan utama, masyarakat di pulau ini

juga mempunyai pekerjaan tambahan sebagai pedagang dan bekerja

pada berbagai sektor jasa lainnya. Pemahaman masyarakat Pulau

Batang Lampe tentang terumbu karang cukup baik, namun pada

umumnya mereka belum mengetahui efek apa yang akan terjadi bila

terumbu karang mengalami kerusakan.

Masyarakat nelayan di Pulau Batang Lampe menganut pandangan

yang melihat dan memahami laut serta isinya sebagai milik bersama,

menganut adanya aturan adat yang mensahkan dan mengatur pemilikan

secara bersama dan menganut adanya penerapan aturan formal.

Implikasi perilaku dari pandangan ini dapat dilihat dari kesediaan mereka

menerima nelayan pendatang dari luar untuk menangkap ikan

di kawasan pulau ini.

Sistem pengelolaan ekosistem laut di Pulau Batang Lampe ini

didasarkan pada pola pengelolaan terbuka, yaitu pola pengelolaan yang

membolehkan masyarakat nelayan untuk memanfaatkan wilayah laut

seluas-luasnya untuk kegiatan penangkapan dan budidaya. Jenis alat

tangkap yang terdapat di pulau ini adalah pancing dan alat selam. Lokasi

penangkapan yang menjadi tujuan penangkapan yaitu Teluk Bone,

Palopo, Kupang/Lombok, Sulawesi Tenggara, Sorong, Balikpapan dan

NTT.

Teknik pengolahan yang dilakukan oleh masyarakat Pulau Batang

Lampe adalah dimulai dari proses penggaraman, pengasapan dan

akhirnya pengeringan. Penentuan harga penjualan produk kepada para

pappalele semuanya didasari atas kesepakatan bersama dan langsung

dibayarkan oleh para pappalele (Pedagang). Pasar produk hasil

perikanan merupakan salah satu faktor eksternal yang sangat

Page 13: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - xii

mempengaruhi kegiatan penangkapan nelayan. Selain itu akses

permodalan ini juga menentukan aktivitas penangkapan masayarakat

nelayan pulau Batang Lampe.

Pulau Kanalo 1 dan Kanalo 2

Pulau Kanalo 1 dan Kanalo 2 adalah dua pulau yang berdekatan,

pada sisi bagian kanan adalah Pulau Kanalo 1 dan pada sisi bagian kiri

adalah Pulau Kanalo 2. Masyarakat Pulau Kanalo pada umumnya

bekerja di laut dengan mengeksploitasi sumberdaya laut yang tersedia.

Selain itu ada kelompok kecil masyarakat yang memilih pekerjaan

sebagai pedagang dan pegawai negeri sipil.

Di pulau ini hanya terdapat semacam lembaga ekonomi nelayan

yang sangat banyak berperan yaitu sistem ponggawa-sawi, Sistem ini

dirasa sangat besar manfaatnya bagi nelayan yang sering mengalami

kesulitan dalam hal keuangan. Tingkat pendapatan masyarakat Pulau

Kanalo cukup bervariasi mulai dari yang kurang dari Rp 500.000,- hingga

lebih dari Rp. 2.000.000,- per bulan.

Pada umumnya nelayan di Pulau Kanalo menggunakan bagang

perahu untuk menangkap ikan sehingga dapat dikatakan bahwa kegiatan

menangkap ikan tidak berkaitan langsung dengan terumbu karang,

karena ikan yang ditangkap adalah ikan yang bersifat pelagis. Selain itu,

nelayan Pulau Kanalo menggunakan berbagai jenis alat tangkap seperti

alat selam, pancing, panambe, bagang, jaring insang, pukat, jala dan

rumpon.

Lokasi penangkapan yang menjadi tujuan penangkapan antara lain

Sorong, Kupang/Lombok dan Bulukumba, serta di sekitar wilayah Pulau-

pulau Sembilan. Hasil tangkapan pemancing adalah sebagian besar Ikan

Cakalang dan nelayan bagan perahu dan tancap adalah ikan-ikan

Page 14: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - xiii

pelagis. Produk yang dihasilkan oleh nelayan tersebut umumnya

dipasarkan dalam kondisi segar tanpa mengalami proses pengawetan.

Musim penangkapan ikan terjadi pada musim Barat yaitu pada

bulan Oktober hingga bulan April. Aktivitas nelayan Pulau Kanalo tidak

banyak terpengaruh oleh perubahan musim mengingat kondisi geografis

Pulau-pulau Sembilan ini terletak di Teluk Bone yang terlindung.

Sedangkan penguasaan wilayah laut berdasarkan aturan formal

pemerintah yang mengatur penggunaan atau pemanfaatan sumberdaya

alam laut, berupa pelarangan penggunaan alat tangkap yang bersifat

destruktif, serta perizinan untuk melakukan penangkapan di dalam suatu

kawasan tertentu. Sistem pengelolaan ekosistem laut pada Pulau Kanalo

didasarkan pada pola pengelolaan terbuka yaitu dengan membolehkan

masyarakat nelayan untuk memanfaatkan wilayah laut seluas-luasnya

untuk kegiatan penangkapan dan budidaya.

Kelurahan Lappa

Kelurahan Lappa merupakan salah satu kelurahan di Kecamatan

Sinjai Utara yang merupakan tempat pusat kegiatan perikanan yang ada

di Kabupaten Sinjai dan merupakan daerah yang mempunyai pengaruh

besar pada aktfitas nelayan yang ada di Pulau Sembilan

Masyarakat Kelurahan Lappa pada umumnya bekerja sebagai

nelayan yang merupakan mata pencaharian utamanya. Selain itu

terdapat berbagai macam profesi lain seperti pedagang, guru, tenaga

medis dan sebagainya.

Peranan perempuan di Kelurahan Lappa secara tradisional masih

dilaksanakan, yaitu mendidik dan mengasuh anak. Selain itu mereka

membantu suami mengolah hasil tangkapan menjadi ikan kering serta

Page 15: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - xiv

ada sebagian yang bertindak sebagai pedagang, seperti yang biasa kita

jumpai di Pusat Pendaratan Ikan (PPI).

Di kelurahan ini banyak terdapat perusahaan penangkapan ikan

yang besar, diantaranya perusahaan penangkapan cakalang. Selain itu

terdapat lembaga perbankan, yaitu kantor cabang pembantu Bank

Republik Indonesia, dan Unit simpan pinjam KUD Mina Lappa. Pasar

tradisional, toko-toko dan sarana hiburan malam juga terdapat di tempat

ini. Secara umum dapat dikatakan bahwa fasilitas kesejahteraan yang

ada di Lappa sudah cukup memadai dengan tersedianya Puskesmas,

sarana air minum PDAM yang lancar, jalanan beraspal, sarana

telekomunikasi, dan sarana pendidikan yang lengkap. Dan yang

terpenting lagi bahwa di lokasi inilah terletak Pusat Pendaratan Ikan

(PPI).

Tingkat pendapatan masyarakat di Kelurahan Lappa cukup

bervariasi antara kurang dari Rp 500.000,- sampai di atas Rp 2 juta,

masyarakat di Kelurahan Lappa sudah mempunyai simpanan, ada yang

berupa uang yang disimpan di Bank dan ada juga yang menyimpan

uangnya dalam bentuk emas.

Masyarakat nelayan Kelurahan Lappa memandang laut sebagai

milik bersama, dengan kata lain laut dapat dimanfaatkan oleh siapa saja

yang ingin mencari penghidupan. Pandangan ini merupakan suatu bentuk

umum yang dianut oleh semua nelayan di Sulawesi Selatan. Dengan

demikian, mekanisme kontrol terhadap wilayah perairan dapat dilakukan

oleh semua orang yang berkepentingan dengan laut.

Nelayan Kelurahan Lappa menggunakan beberapa jenis alat

tangkap seperti pancing, panambe, bagang, jaring insang, alat selam,

long line dan Purse seine. Daerah lokasi penangkapan nelayan Lappa

antara lain Teluk Bone, Selayar, Kupang/Lombok dan Sulawesi

Tenggara, serta perairan di sekitar Pulau-pulau Sembilan. Waktu atau

Page 16: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - xv

lama penangkapan nelayan Lappa juga bervariasi antara di bawah satu

minggu hingga di atas empat minggu per trip.

Secara umum organisasi nelayan yang secara khusus bergerak

dalam pengelolaan sumberdaya laut yang ditemukan di Kelurahan Lappa

juga berupa organisasi tradisional ponggawa-sawi. Produk yang

dihasilkan nelayan yang berlokasi di Kelurahan Lappa adalah sebagian

besar ikan segar yang siap untuk dikonsumsi. Selain itu, sebagian hasil

tangkapan diolah menjadi ikan kering dan bahan untuk pakan ternak.

Lokasi pemasaran produk dapat dilakukan pada dua tempat, yaitu

di pangnges dan juga langsung ke pelelangan. Produk yang dibeli para

pangnges di daerah lokasi pemancingan dipasarkan di pelelangan dan

langsung dibeli oleh para ponggawa dan eksportir. Penentuan harga dan

metode pembayaran yang berlaku relatif sama dengan nelayan di pulau-

pulau lain, yaitu sebagian dibayar tunai dan yang lain secara kredit

Faktor eksternal yang sangat mempengaruhi aktivitas nelayan di

pulau ini adalah peraturan pemerintah daerah dalam pemanfaatan laut

secara bersama. Karena di daerah Lappa juga terdapat nelayan dari

berbagai daerah lain yang menggunakan sarana PPI untuk menjual hasil

tangkapannya, sehingga apabila tidak diberlakukan aturan yang jelas

akan penggunaan sarana PPI akan dapat menimbulkan salah pengertian

dan konflik diantara nelayan.

Perspektif Pengelolaan Terumbu Karang Di Wilayah Pulau-Pulau Sembilan

Meski sangat bermanfaat untuk umat manusia, akan tetapi

ancaman utama terhadap kelangsungan terumbu karang justru berasal

dari tekanan-tekanan berbasis Anthropogenic. Salah satu hal yang juga

mengancam kelestarian terumbu karang adalah konflik kepentingan atas

potensi pemanfaatan sumberdaya ini. Sebagai contoh, konflik antar

nelayan untuk memperebutkan wilayah penangkapan ikan mulai muncul

Page 17: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - xvi

ke permukaan sebagai salah satu bentuk ekses dari penerapan otonomi

daerah yang kurang matang.

Desentralisasi Pengelolaan Wilayah Laut dalam bentuk kebijakan

devolusi kewenangan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah

sesuai yang diamanatkan oleh Undang-Undang No. 22 dan 25 tahun

1999, hingga kini memang masih senantiasa menjadi bahan polemik dan

dianggap sebagai pilihan yang dilematis. Meski dilain pihak juga disadari

bahwa mempertahankan pola sentralistik dalam mengelola wilayah laut

adalah pola usang yang sudah tidak dapat lagi menjawab tantangan

perkembangan kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks dalam

suatu tatanan yang demokratis. Justru sebagai akibat dari pengelolaan

laut secara sentralistik di masa lalu, kita kini dihadapkan pada setidaknya

dua fakta ironis, yakni: kemiskinan komunitas pesisir di tengah kekayaan

sumberdaya laut, dan kerusakan lingkungan yang semakin berat di

tengah masyarakat yang memiliki kearifan ekologis tradisional.

Struktur sistem pengetahuan tradisional dan kearifan ekologis yang

terekam dan melekat pada masyarakat Pulau-Pulau Sembilan merupakan

kristalisasi pengalaman leluhur dalam berinteraksi dengan dinamika alam.

Ini menunjukkan bahwa pola pemanfaatan terumbu karang oleh

masyarakat sangat ditentukan oleh tingkat pemahaman dan persepsi

individu terhadap sistem pengetahuan ekologis mereka.

Dari hasil kajian di lapangan ditemukan sejumlah aspek-aspek

indikatif yang dapat menggambarkan persepsi masyarakat penghuni

kawasan Pulau-Pulau Sembilan terhadap kondisi sumberdaya terumbu

karang antara lain :

a. Kondisi terumbu karang semakin memprihatinkan.

b. Ikan-ikan semakin berkurang. Akibatnya, kegiatan penangkapan

ikan membutuhkan alat yang semakin kompleks dan waktu

penangkapan semakin panjang.

Page 18: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - xvii

c. Hasil penghidupan sebagai nelayan penangkap ikan kini tidak

begitu menjanjikan kesejahteraan.

d. Ancaman terhadap kelestarian lingkungan masa kini berbeda

dengan kondisi dulu.

e. Masyarakat kawasan membutuhkan bantuan dan kerjasama

dengan pihak luar baik untuk menjaga kelestarian sumberdaya

hayati terumbu karang, maupun dalam usaha mereka untuk

meningkatkan kesejahteraan.

f. Pemerintah adalah stakeholder yang paling bertanggung jawab

untuk memperbaiki keadaan: ancaman terhadap kelestarian

lingkungan dan terumbu karang, dan kondisi kesejahteraan

nelayan yang semakin sulit.

g. Masyarakat menyadari bahwa pengetahuan mereka perlu

ditingkatkan agar mampu mengelola dan menyejahterakan

lingkungan dan terumbu karang beserta lingkungannya dengan

baik.

Hasil studi ini juga menunjukkan bahwa masyarakat penghuni

kawasan Pulau-Pulau Sembilan umumnya adalah nelayan pemanfaat

sumberdaya hayati laut. Mobilitas tinggi dari nelayan Lappa dan

sekitarnya, menjadi indikator adanya kemungkinan bahwa memang

merekalah yang selama ini masuk ke Takabonerate melakukan aktifitas

penangkapan ikan atau setidaknya mereka ada diantara sekian jumlah

nelayan intruders (pendatang dari luar) ke Taka Bonerate. Maka hasil

studi ini mengindikasikan perlunya dilakukan upaya untuk menelusuri

lebih jauh lagi kegiatan nelayan-nelayan tersebut agar penyusunan

program intervensi yang dimaksudkan dapat tersusun baik dan efektif.

Implementasi program COREMAP fase II kelak di wilayah

Kepulauan Sembilan dapat menawarkan sejumlah dimensi baru dalam

pengelolaan wilayah laut daerah beserta sumberdaya yang

dikandungnya. Oleh karena itu, identifikasi isu pengelolaan terumbu

Page 19: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - xviii

karang perlu dilakukan dari tahap awal, agar proses implementasi

program dapat berjalan dengan baik dan memperoleh hasil yang lebih

terarah. Adapun sejumlah isu primer yang teridentifikasi dari assessment

ini secara garis besar adalah:

1. Perusakan terumbu karang akibat metoda penangkapan ikan

secara destruktif masih terus berlangsung.

2. Sejumlah kawasan dan species tertentu dalam areal Kepulauan

Sembilan dan sekitarnya sudah mengalami overfishing. Disamping

itu sejumlah species yang dulunya sangat potensil kini sudah sulit

untuk ditangkap pada skala yang menguntungkan, misalnya

Teripang di Pulau Kambuno.

3. Timbulnya persoalan sosial akibat dari metoda pemanfaatan

sumberdaya yang eksploitatif dan hanya memikirkan keuntungan

jangka pendek.

4. Lemahnya pemahaman sebagian masyarakat tentang fungsi-

fungsi ekologis terumbu karang yang berakibat pada rendahnya

kesadaran masyarakat untuk mempertahankan kelestarian dan

mencegah kerusakannya.

5. Tingginya permintaan pasar internasional terhadap ikan-ikan

karang, sehingga minat untuk berburu ikan karang tetap tinggi

meski dengan ancaman hukuman sekalipun.

6. Kerusakan terumbu karang berkaitan erat dengan kondisi

kemiskinan nelayan, utamanya para sawi, dan kurangnya

penghidupan alternatif selain mengekploitasi sumberdaya di sekitar

terumbu karang.

7. Peran punggawa sebagai penguasa modal masih sangat dominan,

sehingga melemahkan posisi tawar nelayan.

8. Tidak adanya koordinasi dan pola komunikasi yang baik antar

stakeholders.

Page 20: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - xix

9. Lemahnya penegakan hukum terhadap pihak-pihak yang merusak

terumbu karang dan inkonsistensi pada pihak pemerintah dalam

upaya menegakkan hukum ini.

10. Lemahnya kapasitas kelembagaan lokal yang ada untuk

menangani pelanggaran dan menerapkan usaha-usaha

konservasi.

Pengelolaan sumberdaya laut adalah sebuah konsep baru yang

mengalami perkembangan pesat dalam dekade terakhir. Hal ini

berkembang sejalan dengan meluasnya pemahaman bahwa

sesungguhnya sumberdaya yang ada di laut sekalipun bukanlah sejenis

kekayaan alam yang tidak terbatas. Implikasi sosial dan ekonomi (social

and economic costs) yang dapat timbul karena kesalahan dalam

pemanfaatan sumberdaya menjadi alasan dominan mengapa

sumberdaya kelautan harus dikelola dengan baik. Untuk menangani hal

tersebut, perlu diupayakan pendekatan secara komprehensif dengan

melibatkan segenap stakeholders.

Studi sosio-ekonomi ini juga berkecenderungan mengusulkan pola

pendekatan secara komprehensif sebagai tema primer dari pola

pengelolaan terumbu karang di Kepulauan Sembilan. Derivasi selanjutnya

dari implementasi pendekatan ini adalah penyusunan program-program

secara terpadu dari lima komponen utama COREMAP yang merupakan

dasar perencanaan pelaksanaan COREMAP fase II di Kepulauan

Sembilan kelak. Lima komponen pendekatan penyelesaian masalah yang

dimaksud adalah:

Penyadaran Masyarakat (Public Awareness)

Pengelolaan Sumberdaya Berbasis Masyarakat

Peningkatan Kapasitas dan Penguatan Kelembagaan

Penegakan Hukum yang Konsisten

Aplikasi Manajemen Adaptif untuk Pengelolaan Sumberdaya

Page 21: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - xx

Dengan merujuk pada tujuan awal pelaksanaan studi baseline

sosial-ekonomi terumbu karang di Kepulauan Sembilan ini yang intinya

adalah sebagai bahan dasar untuk mempersiapkan disain program

intervensi untuk COREMAP fase II di lokasi tersebut, maka Laporan ini

berusaha untuk merumuskan sejumlah usulan konkrit berdasarkan pada

analisis terhadap hasil wawancara dan survei selama di lokasi.

Sebagaimana yang telah dipaparkan secara terinci di masing-masing bab

tentang kondisi di lima lokasi survei, secara umum dapat ditarik suatu

trend yang menggambarkan tentang pola pemanfaatan terumbu karang di

kawasan Kepulauan Sembilan dan langkah-langkah yang dapat dilakukan

untuk memperbaiki pola pengelolaan tersebut.

Pertama, strategi pengelolaan sumberdaya laut sebagai bagian

dari upaya penyelamatan terumbu karang di wilayah Kepulauan Sembilan

dan sekitarnya hendaknya bertumpu pada dua komponen utama, yakni :

Penyadaran Masyarakat, dan

Pengelolaan Sumberdaya berbasis Masyarakat

Kedua, menyusun program intervensi dengan mengetengahkan

ketujuh komponen berikut:

1. Membangun Pola Pengelolaan Sumberdaya Laut yang

berbasis Masyarakat

2. Implementasi ICZM (Pengelolaan Wilayah Pesisir secara

Terpadu)

3. Mengatur kegiatan perikanan di wilayah terumbu karang, mis:

moratorium, penentuan zona, pembatasan kuota dan alat, dan

seterusnya.

4. Mengembangkan Pariwisata Alam (ecotourism)

5. Mengembangkan Mata Pencaharian Alternatif

6. Membangun Marine Protected Area (Kawasan Konservasi

Laut)

7. Restorasi Terumbu Karang

Page 22: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - xxi

Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, kajian deskriptif

tentang kondisi masyarakat, analisis kritis beserta diskusi hasil yang

berlangsung selama survei sosio-ekonomi ini diadakan, maka tim peneliti

merekomendasikan hal berikut:

Fase II COREMAP disarankan agar mempertimbangkan dengan seksama Kawasan Kepulauan Sembilan di Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan sebagai salah satu lokasi implementasi program intervensi pengelolaan terumbu karang.

Program-program intervensi dalam konteks COREMAP kelak diharapkan

dapat berperan secara signifikan untuk menyelamatkan terumbu karang

di kawasan kepulauan Sembilan, menekan perusakan dan mempercepat

proses pemulihan terumbu karang yang sudah terlanjur rusak di lokasi

tersebut. Disamping itu, program intervensi diharapkan akan dapat

memberi penyadaran kepada nelayan setempat agar tidak merusak

terumbu karang di tempat lain, di luar wilayahnya sendiri sekalipun.

Apa yang dihasilkan dari asessment ini seharusnyalah tidak berdiri

sendiri, akan tetapi merupakan salah satu mata rantai dari untaian upaya-

upaya untuk membangun potensi alam dan masyarakat Indonesia dalam

mencapai cita-cita masyarakat adil dan makmur. Oleh karena itu

dibutuhkan langkah-langkah lanjutan untuk mewujudkan harapan-

harapan tersebut.

Page 23: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - xxii

DAFTAR ISI

Halaman

Pengantar ……………………………………………………………….. i

Ringkasan Eksekutif ……………………………………………………. ii

Daftar Isi …………………………………………………………………. xxii

Daftar Tabel ……………………………………………………………… xxviii

Daftar Gambar…………………………………………………………… xxxii

Daftar Lampiran …………………………………………………………. xxxiv

Daftar Istilah ……………………………………………………….…… xxxv

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ……………………………….………………. 1 1.2. Konteks Permasalahan ……………………………………… 4

1.2.1. Rencana Implementasi Coremap Fase II di Pulau - Pulau Sembilan ………………………… 4

1.2.2. Masalah Pengelolaan Terumbu Karang di Pulau Pulau Sembilan …….………………………………… 6

1.3. Tujuan Studi …………………………………………………… 7 1.3.1. Tujuan Umum …………………………………………. 7 1.3.2. Tujuan Khusus ………………………………………… 7

1.4. Hasil dan Manfaat ………. …………………………………… 8 1.4.1. Hasil………… ………………………………………… 8 1.4.2. Manfaat ……………….……………………………….. 9

II. METODOLOGI

2.1. Waktu dan Tempat…………………………………………….. 10

2.2. Pengambilan Sampel……. …………………………………. 10

2.3. Proses Jalannya Penelitian ………………………………… 12

2.4. Analisis dan Interpretasi Data ……………………………… 13

III. GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI

3.1. Wilayah Pulau - Pulau Sembilan ………………………….. 15

Page 24: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - xxiii

3.2. Wilayah Kelurahan Lappa ………………………………….. 16 3.3. Keterkaitan Mata Pencaharian Hidup Masyarakat dengan

Ekosistem Terumbu Karang ………………………………. 18

IV. PULAU KAMBUNO

4.1. Profil Lokasi ………………………………………………….. 20

4.1.1. Gambaran Umum Pulau Kambuno …………………. 20

4.1.2. Profil Demografi ……………………………………….. 22 4.1.3. Infrastruktur Publik ……………………………………. 24 4.2. Situasi Umum Kesejahteraan Masyarakat ……………… 26 4.2.1. Keadaan Perumahan dan Kesehatan ………………. 26 4.2.2. Keadaan Ekonomi : Jenis , dan Status Pekerjaan ……………………………………………… 30

4.2.3. Keadaan Sosial Ekonomi …………………………….. 32

4.3. Intensitas dan Kondisi Pemanfatan Sumberdaya Terumbu Karang …………………………………………… 34

4.3.1. Pandangan dan Sistem Pengetahuan Ekologis…… 34

4.3.2. Jenis dan Intensitas Pemanfaatan Sumberdaya …. 43

4.3.3. Analisis Stakeholder …………………………………. 50 4.4. Sistem Pengolahan Pasca Panen dan Pemasaran Hasil …………………………………………………………… 54

4.4.1. Jenis dan Metode Pengolahan Pasca Panen……… 56

4.4.2. Pola dan Jalur Pemasaran………………………….. 63

4.5. Faktor-faktor Eksternal dan Permasalahan Struktural 70

4.5.1. Faktor Eksternal ……………………………………... 70

4.5.2. Kesesakan dan Konflik Pemanfaatan Sumberdaya. 77

4.5.3. Permasalahan Struktural ……………………………. 80

4.6. Kesimpulan dan Rekomendasi dari Pulau Kambuno… 81 4.6.1. Kesimpulan …………………………………………… 81 4.6.2. Rekomendasi …………………………………………. 83

Page 25: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - xxiv

V. PULAU BURUNG LOE

5.1. Profil Lokasi ………………………………………………….. 84 5.1.1. Gambaran Umum Pulau Burung Loe ………………. 84

5.1.2. Profil Demografi ……………………………………….. 86

5.1.3. Infrastruktur Publik ……………………………………. 90

5.2. Situasi Umum Kesejahteraan Masyarakat ……………… 91 5.2.1. Keadaan Perumahan dan Kesehatan ………………. 92

5.2.2. Keadaan Ekonomi : Jenis , dan Status Pekerjaan ……………………………………………… 95 5.2.3. Keadaan Sosial Ekonomi …………………………….. 98 5.3. Intensitas dan Kondisi Pemanfatan Sumberdaya Terumbu Karang …………………………………………… 100

5.3.1. Pandangan dan Sistem Pengetahuan Ekologis…… 100

5.3.2. Jenis dan Intensitas Pemanfaatan Sumberdaya …. 106

5.3.3. Analisis Stakeholder …………………………………. 111

5.4. Sistem Pengolahan Pasca Panen dan Pemasaran Hasil …………………………………………………………… 112

5.4.1. Jenis dan Metode Pengolahan Pasca Panen……… 112

5.4.2. Pola dan Jalur Pemasaran ………………………….. 114

5.5. Faktor-faktor Eksternal dan Permasalahan Struktural 115

5.5.1. Faktor Eksternal ……………………………………... 115

5.5.2. Kesesakan dan Konflik Pemanfaatan Sumberdaya. 118

5.5.3. Permasalahan Struktural …………………………..... 122

5.6. Kesimpulan dan Rekomendasi dari Pulau Burung Loe 122 5.6.1. Kesimpulan …………………………………………… 122 5.6.2. Rekomendasi …………………………………………. 124

VI. PULAU BATANG LAMPE

6.1. Profil Lokasi ………………………………………………….. 125

6.1.1. Gambaran Umum Pulau Batang Lampe……………. 125

6.1.2. Profil Demografi ……………………………………….. 128 6.1.3. Infrastruktur Publik ……………………………………. 131

Page 26: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - xxv

6.2. Situasi Umum Kesejahteraan Masyarakat ……………… 132 6.2.1. Keadaan Perumahan dan Kesehatan ………………. 133 6.2.2. Keadaan Ekonomi : Jenis dan Status Pekerjaan ……………………………………………… 136

6.2.3. Keadaan Sosial Ekonomi …………………………….. 139

6.3. Intensitas dan Kondisi Sumberdaya Terumbu Karang …………………………………………… 140

6.3.1. Pandangan dan Sistem Pengetahuan Ekologis …… 140

6.3.2. Jenis dan Intensitas Pemanfaatan Sumberdaya …. 147

6.3.3. Analisis Stakeholder …………………………………. 151 6.4. Sistem Pengolahan Pasca Panen dan Pemasaran Hasil …………………………………………………………… 152

6.4.1. Jenis dan Metode Pengolahan Pasca Panen di Pulau Batang Lampe …………………………… 152

6.4.2. Pola dan Jalur Pemasaran ………………………….. 153

6.5. Faktor-faktor Eksternal dan Permasalahan Struktural Pulau Batang Lampe ……………………………………… 154

6.5.1. Faktor Eksternal ……………………………….. 154 6.5.2. Kesesakan dan Konflik pemanfaatan sumberdaya.. 160 6.5.3. Permasalahan Struktural …………………………. 164 6.6. Kesimpulan dan Rekomendasi dari Pulau Batang Lampe 165 6.6.1. Kesimpulan …………………………………………… 165 6.6.2. Rekomendasi …………………………………………. 165

VII. PULAU KANALO 1 DAN 2

7.1. Profil Lokasi ………………………………………………….. 167

7.1.1. Gambaran Umum Pulau Kanalo 1 dan 2 ..…………. 167

7.1.2. Profil Demografi ……………………………………….. 169

7.1.3. Infrastruktur Publik ……………………………………. 173

7.2. Situasi Umum Kesejahteraan Masyarakat ……………… 174 7.2.1. Keadaan Perumahan dan Kesehatan ………………. 174 7.2.2. Keadaan Ekonomi : Jenis , dan Status

Page 27: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - xxvi

Pekerjaan ……………………………………………… 178

7.2.3. Keadaan Sosial Ekonomi ………………………….. 180

7.3. Intensitas dan Kondisi Pemanfatan Sumberdaya Terumbu Karang …………………………………………… 182

7.3.1. Pandangan dan Sistem Pengetahuan Ekologis …… 182

7.3.2. Jenis dan Intensitas Pemanfaatan Sumberdaya …. 186

7.3.3. Analisis Stakeholder …………………………………. 192

7.4. Sistem Pengolahan Pasca Panen dan Pemasaran Hasil …………………………………………………………… 193

7.4.1. Jenis dan Metode Pengolahan Pasca Panen

di Pulau Kanalo ………………………………………. 193

7.4.2. Pola dan Jalur Pemasaran ………………………….. 195

7.5. Faktor-faktor Eksternal dan Permasalahan Struktural 197

7.5.1. Faktor Eksternal ……………………………………... 197

7.5.2. Kesesakan dan Konflik Pemanfaatan Sumberdaya . 204

7.5.3. Permasalahan Struktural……………………………… 207

7.6. Kesimpulan dan Rekomendasi dari Pulau Kanalo I dan Kanalo 2 ………………………………………………………. 208 7.6.1. Kesimpulan …………………………………………… 208 7.6.2. Rekomendasi …………………………………………. 209

VIII. KELURAHAN LAPPA

8.1. Profil Lokasi ………………………………………………….. 210

8.1.1. Gambaran Umum Kelurahan Lappa ..………………. 210

8.1.2. Profil Demografi ……………………………………….. 211 8.1.3. Infrastruktur Publik ……………………………………. 214 8.2. Situasi Umum Kesejahteraan Masyarakat ……………… 215 8.2.1. Keadaan Perumahan dan Kesehatan ………………. 215 8.2.2. Keadaan Ekonomi : Jenis , Lapangan dan Status Pekerjaan ………………………………………… 219

8.2.3. Keadaan Sosial Ekonomi …………………………….. 221

Page 28: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - xxvii

8.3. Intensitas dan Kondisi Pemanfatan Sumberdaya Terumbu Karang …………………………………………… 223

8.3.1. Pandangan dan Sistem Pengetahuan Ekologis …… 223

8.3.2. Jenis dan Intensitas Pemanfaatan Sumberdaya …. 229

8.3.3. Analisis Stakeholder …………………………………. 232 8.4. Sistem Pengolahan Pasca Panen dan Pemasaran Hasil …………………………………………………………… 234

8.4.1. Jenis dan Metode Pengolahan Pasca Panen ……… 234 8.4.2 Pola dan Jalur Pemasaran ………………………….. 235

8.5. Faktor-faktor Eksternal dan Permasalahan Struktural 238

8.5.1. Faktor Eksternal ……………………………………... 238

8.5.2. Kesesakan dan Konflik Pemanfaatan Sumberdaya. 246

8.5.3. Permasalahan Struktural ……………………………. 250

8.6. Kesimpulan dan Rekomendasi dari Kelurahan Lappa 252 8.6.1. Kesimpulan …………………………………………… 252 8.6.2. Rekomendasi …………………………………………. 252

IX. PERPEKTIF PENGELOLAAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH KEPULAUAN SEMBILAN …………………………. 253

9.1. Persepsi Masyarakat Tentang Sumberdaya Karang ……………………………………………………… 253

9.2. Isu Pengelolaan dan Pendekatan Penyelesaian Masalah ………………………………………………………. 257

9.3. Rencana Implementasi Coremap Fase II Di Pulau-

pulau Sembilan ……………………………………………… 262

9.4. Rekomendasi Tim Peneliti ………………………………… 264

Page 29: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - xxviii

Page 30: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - xxviii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman Teks

1. Jumlah Sampel (Responden) pada Setiap Lokasi Penelitian … 11

2. Luas Pulau dan Luas Pemukiman di Setiap Pulau …………… 15

3. Kelurahan dalam wilayah Kecamatan Sinjai Utara ……………. 16

4. Persentase Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Pulau- pulau Sembilan ……………………………………………………. 17

5. Persentase Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Lappa .… 18

6. Persentase Mata Pencaharian Penduduk di Lingkungan Pulau Kambuno… …………………………………… 22 7. Persentase Bentuk, Luas dan Status Kepemilikan Rumah di Pulau Kambuno ………………………………………………… 27

8. Persentase Bahan Pembuatan Atap, Dinding dan Lantai Rumah di Pulau Kambuno …………………………………………………. 27

9. Persentase Tempat Buang Air Besar dan Tempat Pembuangan Sampah …………………………………………………………….. 29 10. Persentase Jenis Pekerjaan Utama dan Pekerjaan Tambahan Masyarakat di Pulau Kambuno ……….…………………………. 30

11. Persentase Rata-rata Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Masyarakat di Pulau Kambuno ………………………. …. 31

12. Persentase Pemilikan Tabungan dan Bentuk Tabungan …………. 31

13. Persentase Mengatasi Kesulitan Keuangan …………………….. 32

14. Penguasaan Aset Produksi di Lokasi Pulau Kambuno …………. 33 15. Persentase Pengetahuan Masyarakat Pulau Kambuno Tentang Manfaat Terumbu Karang …………………………………………… 35

16. Persentase Sumberdaya Laut (Ikan dan Non ikan) yang Tertangkap di Pulau Kambuno .…………………………….. 44

17. Jenis Alat Tangkap yang Terdapat di Pulau Kambuno …………. 45

18. Persentase Daerah Penangkapan Nelayan Pulau Kambuno…… 49

19. Persentase Waktu/lama Penangkapan Nelayan Pulau Kambuno 49 20. Persentase Biaya Operasional Penangkapan Nelayan Pulau Kambuno. …………………………………………………… 50

Page 31: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - xxix

21. Persentase Mata Pencaharian Penduduk Pulau Burung Loe … 88 22. Persentase Bentuk, Luas dan Status Kepemilikan Rumah di Pulau Burung Loe ………………………………………………. 92

23. Persentase Bahan Pembuat Atap, Dinding dan Lantai Rumah di Pulau Burung Loe ……………………………………………… 93 24. Persentase Tempat Buang Air Besar dan Tempat Pembuangan Sampah di Pulau Burung Loe ………………….. 95

25. Persentase Jenis Pekerjaan Utama dan Pekerjaan Tambahan Masyarakat di Pulau Burung Loe …………………………… 96

26. Persentase Rata-rata Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Masyarakat di Pulau Burung Loe ……………………… 96

27. Persentase Jumlah yang Menabung, Bentuk Tabungan dan Cara Mengatasi Kesulitan Keuangan di Pulau Burung Loe.. 97

28. Penguasaan Aset Produksi di Lokasi Pulau Burung Loe ……… 99

29. Persentase Pengetahuan Masyarakat Pulau Burung Loe Tentang Manfaat Terumbu Karang ……………………………… 100

30. Persentase Sumberdaya Laut (Ikan dan Non Ikan) yang Tertangkap di Pulau Burung Loe ……………………………….. 107

31. Persentase Daerah Penangkapan Nelayan Pulau Burung Loe………….………………………………………………. 110

32. Persentase Waktu/lama Penangkapan Nelayan Pulau Burung Loe ……………………………………………………….. 111

33. Persentase Biaya Operasional Penangkapan Nelayan Pulau Burung Loe ……………………………………………….. 111

34. Persentase Persepsi Masyarakat tentang Karang …………….. 116

35. Persentase Pengetahuan Masyarakat tentang Pelarangan Pengrusakan Karang ………………………………… 116

36. Kondisi Hasil Tangkapan Nelayan Selama Setahun Terakhir di Pulau Burung Loe ……………………………………………………. 119

37. Persentase Bentuk, Luas dan Status Kepemilikan Rumah di Pulau Batang Lampe .………………………………….. 133

38. Persentase Bahan Pembuat Atap, Dinding dan Lantai Rumah di Pulau Batang Lampe ………………………………………….. 134 39. Persentase Tempat Buang Air Besar dan Tempat Pembuangan Sampah di Pulau Batang Lampe ………………... 136

Page 32: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - xxx

40. Persentase Jenis Pekerjaan Utama dan Pekerjaan Tambahan di Pulau Batang Lampe …………………………… 137

41. Persentase Rata-rata Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Masyarakat di Pulau Batang Lampe ……………………. 138

42. Persentase Jumlah yang Menabung, Bentuk Tabungan dan Cara Mengatasi Kesulitan Keuangan di Pulau Batang Lampe … 138

43. Penguasaan aset produksi di lokasi Pulau Batang Lampe ……. 140

44. Persentase Pengetahuan Masyarakat Pulau Batang Lampe tentang Manfaat Terumbu Karang ............................. . 141

45. Persentase Sumberdaya Laut (Ikan dan Non Ikan) yang tertangkap di Pulau Batang Lampe ………………………. 147

46. Jenis Alat Tangkap Yang Terdapat di Pulau Batang Lampe …. 148

47. Persentase Daerah Penangkapan Nelayan Pulau Batang Lampe …………………………………………………………….. 149

48. Persentase Waktu/lama Penangkapan Nelayan Pulau Batanglampe ………………………………………………………. 150

49. Persentase Biaya Operasional Penangkapan Nelayan Pulau Batang Lampe. ……………………………………………………. 150

50. Persentase Bentuk, Luas dan Status Kepemilikan Rumah di Pulau Kanalo ……………………………………………………… 175

51. Persentase Bahan Pembuatan Atap, Dinding dan Lantai Rumah di Pulau Kanalo ………………………………………….. 176

52. Persentase Tempat Buang Air Besar dan Tempat Pembuangan Sampah ………………………………………… 177

53. Persentase Jenis Pekerjaan Utama dan Pekerjaan Tambahan di Kelurahan Lappa. ………………………………… 178

54. Persentase Jumlah Pendapatan dan Pengeluaran di Kelurahan Lappa. ……………………………………………………………… 179 55. Persentase Pemilikan Tabungan dan Bentuk Tabungan …….. 180

56. Persentase Mengatasi Kesulitan Keuangan ……………………. 180

57. Penguasaan aset produksi di Pulau Kanalo …………………… 182

58. Persentase Pengetahuan Masyarakat Pulau Kanalo tentang Manfaat Terumbu Karang ……………………………………….. 183 59. Persentase Sumberdaya Laut (Ikan dan Non Ikan) yang Tertangkap di Pulau Kanalo …………………………………… 187

Page 33: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - xxxi

60. Persentase Daerah Penangkapan Nelayan Pulau Kanalo …… 191

61. Persentase Waktu/lama Penangkapan Nelayan Pulau Kanalo ………………………………………………………. 191

62. Persentase Biaya Operasional Penangkapan Nelayan Pulau Kanalo ……………………………………………………………... 192

63. Persentase Bentuk, Luas dan Status Kepemilikan Rumah di Lappa …………………………………………………. 216

64. Persentase Bahan Pembuatan Atap, Dinding dan Lantai Rumah di Lappa …………………………………………………… 216

65. Persentase Tempat Buang Air Besar dan Tempat Buang Sampah di Kelurahan Lappa ………………………………………. 218

66. Persentase Jenis Pekerjaan Utama dan Pekerjaan Tambahan di Kelurahan Lappa ………………………………………………. 219 67. Persentase Jumlah Pendapatan dan Pengeluaran di Kelurahan Lappa ……………………………………………………………… 220 68. Persentase Jumlah dan Bentuk Tabungan dan Cara Mengatasi Kesulitan …………………………………………………………… 221

69. Penguasaan Aset Produksi di Kelurahan Lappa ...................... 223 70. Persentase Pengetahuan Masyarakat Kelurahan Lappa tentang Manfaat Terumbu Karang ……………………………… 224

71. Persentase Sumberdaya Laut (Ikan dan Non Ikan) yang Tertangkap di Kelurahan Lappa……………………………….. 229 72. Persentase Daerah Penangkapan Nelayan Kelurahan Lappa 231

73. Persentase Waktu/lama Penangkapan Nelayan Kelurahan Lappa ………………………………………………………………… 231

74. Persentase Biaya Operasional Penangkapan Nelayan Kelurahan Lappa………………………………………………….... 232

Page 34: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - xxxii

Page 35: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - xxxiii

Page 36: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - xxxii

DAFTAR GAMBAR DAN DIAGRAM

Nomor Halaman Teks

1. Bagan Alir Pelaksanaan Penelitian …………………………. 11

2. Persentase Pemanfaatan Fasilitas Penerangan Rumah ...…. 25

3. Persentase Sumber Air Minum Masyarakat Pulau Kambuno 26

4. Kegiatan Perikanan …………………………………………… 55

5. Konsep-Konsep Inti pemasaran …………………………… 56

6. Secara Umum Mata Rantai Pemasaran Hasil Tangkapan Nelayan di Kabupaten Sinjai ……………………………….. 65

7. Tata Niaga Hasil Tangkapan Bagan, Jaring Cantrang dan Panambe ……………………………………………………….. 66

8 Tata Niaga Penyelam Teripang ……………………………… 67

9. Tata Niaga hasil Pemancing Ikan kerapu dan Bius ………... 68

10. Tata Niaga Produk Pemancing Ikan Tongkol ………………. 69

11. Persentase Pemanfaatan Fasilitas Penerangan Rumah…….. 94

12. Persentase Sumber Air Minum Masyarakat Pulau Burungloe 94

13. Penempatan Bagan dan Rumpon Berdasarkan Aturan Adat 104

14. Persentase Fasilitas Penerangan di Pulau Batang Lampe… 134

15. Persentase Sumber Air Minum di Pulau Batang Lampe ….. 135

16. Tata Niaga Produk Pemancing (Rintak)……………………… 153

17. Persentase Pemanfaatan Fasilitas Penerangan Rumah ….. 176

18. Persentase Sumber Air Minum Masyarakat ……………….. 177

19. Tata Niaga Produk Pemancing Cakalang …………………. 195

20. Tata Niaga Produk Bagang Tancap …………………………. 196

21. Tata Niaga Produk Petani Tambak …………………………. 196

22. Persentase Pemanfaatan Fasilitas Penerangan Rumah…….. 217

Page 37: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - xxxiii

23. Persentase Sumber Air Minum Masyarakat di Kelurahan Lappa …………………………………………………………… 218

24. Tata Niaga Produk Pole and Line …………………………… 236

25. Tata Niaga Produk Purse Seine dan Bagan Rambo ……… 237

26. Tata Niaga Produk Sero, Gill Net, dan Jaring Lempar …….. 237

Page 38: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - xxxiv

DAFTAR LAMPIRAN

Teks Lampiran 1. Peta Lokasi Sosial Ekonomi Assessment

Kepulauan Sembilan Kabupaten Sinjai ………………… 268 Lampiran 2. Pelaksana Kegiatan Studi Sosial Ekonomi Assessment

Kepulauan Sembilan Kabupaten Sinjai ………………… 270

Lampiran 3. Foto-foto Kegiatan Studi Sosial Ekonomi Assessment Kepulauan Sembilan Kabupaten Sinjai ………………… 271

Page 39: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - xxxv

DAFTAR ISTILAH

Abrasi Proses terjadinya pengikisan pantai akibat ombak dan gerakan air laut Agunan Merupakan jaminan terhadap suatu barang untuk mendapatkan pinjaman, misalnya dari bank Anthropogenic Yaitu Hal-hal yang diakibatkan oleh kegiatan manusia, Bagang Alat tangkap khusus yang digunakan masyarakat Bugis/Makassar yang terdiri atas beberapa bilah bambu. Pada mulanya digunakan oleh kaum wanita untuk menangkap ikan di sepanjang pantai untuk memenuhi kebutuhan dapur keluarga. Bagang pertama ini merupakan bagang tancap yang terbuat dari 4 buah tiang bambu yang pada bagian bawahnya diberi jaring yang dapat diangkat bila ikan-ikan terlihat masuk. Pada perkembangan selanjutnya, Bagang tancap ini kemudian ditiru oleh nelayan (kaum pria) dan dimodifikasi untuk dapat dipindah-pindahkan dengan cepat. Bagang tancap tersebut kemudian dipasang pada rakit yang juga terbuat dari bambu. Bagang tersebut kemudian disebut dengan Bagang rakit. perahu bagang yang ada bukan hanya menggunakan mesin untuk menggerakkan perahu menuju ke lokasi penangkapan, tetapi mesin juga digunakan sebagai pembangkit listrik berkekuatan 5000 watt untuk menyalakan lampu-lampu yang menggunakan listrik yang menggantikan lampu petromaks. Bagang listrik ini menggunakan 20 - 30 buah balon lampu Bahan-Bahan Destruktif Bahan yang digunakan nelayan untuk menangkap ikan yang dapat merusak terumbu karang seperti bius dan bom Bale Batu Istilah bahasa Bugis untuk ikan yang hidup pada berbagai jenis karang di Pulau-pulau Sembilan, Bius Jenis bahan destruktif yang menggunakan Potasium Sianida Bom Jenis bahan destruktif yang yang menggunakan pupuk urea disimpan di dalam botol atau jerigen.

Page 40: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - xxxvi

Cantrang Alat tangkap bermata halus untuk menangkap ikan-ikan pelagis kecil. Eksploitasi Kegiatan pemanfaatan hasil sumberdaya alam secara maksimal Fishing ground Daerah penangkapan ikan yang ditentukan berdasarkan pengalaman nelayan dalam menangkap ikan tertentu. Gae’ Istilah Bahasa Bugis yang berarti alat tangkap purse seine Integrated Coastal Management (ICM), Pengelolaan Wilayah Pesisir secara Terpadu yaitu pendekatan pengelolaan sumberdaya yang ada di wilayah pesisir dengan mengedepankan azas keterpaduan. Jala Sejenis pukat berkantong dengan ukuran mata jaring kecil. Jalur Distribusi Saluran pemasaran hasil produksi yang dilalui oleh produsen awal hingga ke konsumen akhir Jaring Insang Alat tangkap yang dioperasikan secara pasif di sekitar pantai dengan cara menghalangi alur migrasi ikan. Jaring insang dasar Jaring insang yang dioperasikan khusus untuk menangkap ikan-ikan demersal seperti ikan Kerapu (Sunu), Katamba (Lencam). Jolloro’ Istilah bahasa Bugis untuk perahu yang digunakan pa’bagang untuk mengangkut hasil tangkapan ke tempat pelelangan, dan sebagai alat transportasi bagi masyarakat nelayan Pulau Sembilan Kawasan Konservasi Laut (Marine Protected Areas) Suatu Wilayah atau area laut yang dilindungi dan dijaga kelestarian dan sumberdayanya Langkoe Istilah bahasa bugis digunakan untuk Jenis ikan napoleon Longline Alat tangkap yang terdiri dari beberapa mata pancing yang dikaitkan pada tali utama.

Page 41: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - xxxvii

Moratorium Penghentian suatu kegiatan secara total untuk sementara waktu, misalnya moratorium penangkapan pada daerah tertentu. Pa’ bagang Istilah bahasa Bugis yang artinya nelayan yang menangkap ikan dengan menggunakan alat tangkap bagang Paceklik Istilah bagi musim penangkapan ikan yang hasilnya sangat minim Paccata Istilah Bahasa Bugis untuk seseorang yang bertugas sebagai agen yang memasarkan hasil tangkapan nelayan di pelelangan dan memperoleh keuntungan sebesar 10 % dari hasil penjualan. Panambe Istilah bahasa Bugis untuk nelayan yang menggunakan alat tangkap jenis pukat kantong bermata halus pada daerah laut dangkal dan dekat karang untuk menangkap ikan seperti ikan katamba, sinrili, dan beberapa jenis ikan karang lainnya serta ikan pelagis. Panjang jaring panambe ini biasanya 200 m dengan lebar 2 m. Prinsip kerja jaring ini hampir sama dengan penggunaan gae yang menggunakan lampu Pancing Alat tangkap sederhana yang menggunakan mata pancing yang diikatkan pada ujung tasi. Alat ini terbagi ke dalam beberapa jenis berdasarkan kategori dan jenis tangkapannya, Pancing Kedo-Kedo Istilah bahasa Bugis untuk jenis alat pancing ikan karang Pancing Rinta Istilah bahasa Bugis untuk alat tangkap yang terdiri dari main line yang dilengkapi beberapa mata pancing Pancing Tonda Istilah bahasa Bugis untuk pancing yang digunakan menangkap ikan-ikan pelagis seperti ikan katombo, banyara, dan layang Pangnges Istilah bahasa Bugis untuk nelayan melakukan pembelian hasil tangkapan dari nelayan lain secara langsung di tengah laut, dengan menggunakan perahu motor kemudian menjualnya ke pelelangan

Page 42: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - xxxviii

Pappalele Istilah bahasa Bugis untuk orang yang membeli ikan di pelelangan kemudian memasarkannya langsung ke konsumen, baik dengan berjalan kaki maupun menggunakan kendaraan roda dua Pelelangan Ikan Tempat terjadinya transaksi penjualan dan pembelian ikan dalam jumlah banyak, berfungsi pula sebagai Pelabuhan Pendaratan ikan Penggaraman Kering Metode pengolahan ikan yang menggunakan garam secara langsung Penggaraman Basah Metode pengolahan ikan yang menggunakan wadah penggaraman Pengasapan Metode pengolahan ikan dengan cara pemanasan menggunakan bara api dari serabut kelapa yang menghasilkan ikan asap dengan aroma khas Pengesan Metode pengolahan ikan dengan cara penurunan suhu untuk menjaga mutu yang memanfaatkan potongan es yang banyak agar ikan tetap segar untuk jangka waktu tertentu Penangkaran Kegiatan pembudidayaan suatu jenis ikan yang biasanya dilakukan pada karamba atau jaring di sekitar perairan pantai. Ponggawa Istilah bahasa Bugis untuk juragan atau pemilik usaha, terdiri dari banyak jenis seperti ponggawa darat, ponggawa laut. Ponggawa Bonto Istilah bahasa Bugis untuk juragan atau pemilik usaha yang membeli ikan sewaktu tiba di darat Ponggawa-sawi Istilah bahasa Bugis untuk organisasi tradisional nelayan pemilik (ponggawa) dan nelayan pekerja (sawi) yang terdapat pada masyarakat nelayan di Pulau-pulau Sembilan Pukat Jenis alat tangkap berupa jaring berbentuk kantong yang terdiri atas bagian-bagian cincin pukat dan bagian net. Rambeng Istilah bahasa Bugis untuk ikan teri merah yang banyak terdapat di perairan Pulau Sembilan hasil tangkapan yang ditempatkan di keramba apung kecil agar tetap hidup

Page 43: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - xxxix

Rengge Istilah bahasa Makassar yang digunakan nelayan Pulau-pulau Sembilan untuk alat purse seine Rumpon Sarana pemikat ikan yang bahannya dominan menggunakan bambu yang disatukan menyerupai rakit, menggunakan daun kelapa dan tali yang diikatkan pada rumpon dan batu-batu karang di dasar laut agar tidak hanyut. Sampan Jenis perahu berukuran kecil dari kayu dan umumnya tidak bermesin yang biasanya digunakan oleh nelayan pancing dalam melaksanakan aktifitasnya yang tidak jauh dari pantai. Sawi Istilah bahasa Bugis untuk nelayan yang bekerja pada ponggawa yang umumnya mendapat upah dari hasil penangkapan ataupun nelayan yang bekerja sendiri. Segmentasi pasar Merupakan proses penempatan bagian-bagian pasar Sero Istilah bahasa Bugis untuk alat tangkap sederhana yang dipasang di sekitar pantai, yang pengoperasiannya berdasarkan pasang surut air laut Stakeholder Kelompok masyarakat nelayan yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung yang mempunyai akses terhadap terumbu karang di Pulau-pulau Sembilan

Page 44: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di Sulawesi Selatan, Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu

Karang atau dikenal dengan COREMAP (Coral Reef Rehabilitation and

Management Program) telah menyelesaikan fase I (Initiation Phase), yang

berlangsung selama 3 tahun (1998–2001). Selama fase I ini, implementasi

COREMAP di Sulawesi Selatan berkonsentrasi pada kawasan Taman

Nasional Laut Taka Bonerate. COREMAP fase I telah meletakkan dasar-

dasar pengelolaan, pemanfaatan, konservasi dan rehabilitasi terumbu

karang yang berbasis masyarakat melalui pencapaian sasaran utama

komponen-komponen berikut :

1. Meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan

terumbu karang dan sumberdaya laut lainnya dalam kerangka

Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat (PBM) atau dikenal

juga sebagai Community-Based Management (CBM).

2. Pengawasan dan penegakan hukum yang berkaitan dengan pengelolaan

terumbu karang khususnya dan sumberdaya laut pada umumnya.

3. Memperkuat dan meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia dan

kelembagaan, agar koordinasi intersektoral yang berkaitan dengan

perencanaan, pengelolaan, perlindungan, pemantauan, dan pelaksanaan

konservasi terumbu karang dapat berjalan dengan efektif.

4. Mengembangkan model-model alternatif pemanfaatan terumbu karang

dan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat pengguna terumbu

karang.

5. Memperkuat basis data dan melakukan penelitian/inventarisasi terumbu

karang secara sistematis dalam rangka membangun sistem pengelolaan

terumbu karang yang efektif dan efisien.

Page 45: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 2

Secara umum, COREMAP direncanakan sebagai suatu program

berjangka 15 tahun yang didesain dalam tiga fase yaitu Initiation Phase atau

COREMAP I (1998–2001), Acceleration Phase atau COREMAP II (2001–

2007) dan Institutionalization Phase atau COREMAP III (2007– 2013),

dengan tujuan umum untuk:

“melindungi, merehabilitasi dan menjaga kelangsungan terumbu karang dan ekosistem terkait lainnya di Indonesia, yang pada gilirannya, meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. (PMO-COREMAP, 2001)

Implementasi Program COREMAP di Sulawesi Selatan telah

menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan terutama bila ditinjau dari

sudut meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga

kelestarian ekosistem terumbu karang. Dengan berakhirnya implementasi

Fase I COREMAP, maka kini tengah disiapkan Fase II yang berfungsi bukan

hanya semata kelanjutan dari fase terdahulu namun diupayakan adanya

akselerasi dalam pencapaian hasil program. Mengingat bahwa desain

program sangat menentukan kelancaran implementasi dan laju pencapaian

hasil, maka tahap persiapan proyek dan konstruksi desain program

merupakan bagian penting yang perlu mendapatkan perhatian.

Dalam rangka mempersiapkan Fase II ini, dibutuhkan sejumlah data

pendukung untuk formulasi dan desain program secara efektif. Dari berbagai

kajian dan penelitian yang dilakukan baik melalui COREMAP maupun studi

independen lainnya, ditunjukkan bahwa secara ekologis, terumbu karang di

Sulawesi Selatan telah mengalami tingkat kerusakan yang cukup parah.

Kerusakan ini tidak hanya menjadi masalah pada kawasan terumbu karang

yang secara formal dilindungi seperti Taman Laut Nasional Taka Bonerate,

namun hampir menyeluruh di wilayah pesisir Sulawesi Selatan, di sepanjang

Pantai Barat Sulawesi dalam wilayah kepulauan Spermonde, Laut Flores di

sebelah Selatan, hingga ke Teluk Bone di Pantai Timur Sulawesi.

Page 46: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 3

Penurunan kualitas lingkungan ekosistem terumbu karang dipahami

sebagai dampak dari meningkatnya aktifitas masyarakat yang membawa

akibat negatif terhadap ekosistem ini. Dari studi pendahuluan yang

dilakukan pada awal implementasi COREMAP Fase I, diperoleh data

bahwa selain dari faktor ekonomi, tingkat kesadaran masyarakat dan

persepsi sosial tentang keberadaan sumberdaya ini sangat berpengaruh

terhadap keberlanjutan ekosistem ini. Dari perspektif ekonomi, sumberdaya

terumbu karang beserta organisme asosiasinya memberikan harapan yang

cukup besar kepada pelaku ekonomi di kawasan pesisir untuk menjadi

sumber penghidupan, mendapatkan keuntungan dan peningkatan taraf

hidup. Namun demikian fakta menunjukkan bahwa struktur kemiskinan yang

parah justru dijumpai pada masyarakat pesisir, utamanya komunitas

nelayan. Hal ini sangat berpotensi untuk memberikan kontribusi negatif

terhadap keberadaan terumbu karang di Sulawesi Selatan.

Dengan merujuk pada hikmah pembelajaran (lessons learned) dari

implementasi proyek pada Fase I, dan dengan komitmen untuk menjaga

keberlanjutan program yang telah berjalan selama ini di kawasan Taka

Bonerate, Pokja COREMAP Sulawesi Selatan mengusulkan dua alternatif

lokasi untuk implementasi pada Fase II, yakni kawasan Kepulauan

Spermonde di Selat Makassar dan kawasan Pulau-pulau Sembilan di Teluk

Bone.

Untuk mempersiapkan sebuah desain program secara efisien,

sejumlah studi pendahuluan perlu dilakukan untuk menghasilkan sejumlah

data pendukung yang dibutuhkan dalam konstruksi dan penyiapan program.

Dari aspek ekologis, perlu disusun sebuah baseline data yang

menggambarkan kondisi awal ekosistem sehingga nantinya dapat

dibandingkan kualitas lingkungan sumberdaya terumbu karang di lokasi

proyek, sebelum dan sesudah intervensi proyek. Demikian pula halnya dari

aspek sosio-ekonomi masyarakat, perlu disusun suatu baseline data yang

Page 47: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 4

menyajikan sejumlah elemen penting kondisi sosio-ekonomi masyarakat

setempat sebelum dilakukan intervensi proyek COREMAP di lokasi tersebut.

Untuk itulah Sosio-economic Assessment di kawasan Kepulauan

Spermonde dan kawasan Pulau-pulau Sembilan ini dilakukan.

1.2. Konteks Permasalahan 1.2.1. Rencana Implementasi COREMAP Fase II di Pulau-pulau

Sembilan

COREMAP Fase I telah memasuki masa akhir dari implementasi

program. Program yang dikembangkan selama implementasi Fase I di

Taman Laut Nasional Taka Bonerate sedikit banyaknya memberikan

pembelajaran bagi pihak pengelola. Salah satu pembelajaran dari fase ini

adalah perlunya merencanakan program pengelolaan secara strategis. Ini

berarti bahwa program yang akan diimplementasikan memerlukan telaah

ilmiah agar program tersebut berkontribusi secara signifikan ke dalam upaya

konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan sumberdaya terumbu karang.

Untuk COREMAP Fase II, Kelompok Kerja (POKJA) Sulawesi

Selatan mengajukan usul lokasi yaitu kepulauan Spermonde dan Pulau-

pulau Sembilan. Penunjukan dua lokasi ini lebih diarahkan pada pemekaran

lokasi dan manajemen, dengan penilaian komprehensif (ekologi, sosial dan

ekonomi) yang melihat kawasan ini sebagai kawasan yang terkait dengan

Taman Nasional Taka Bonerate.

COREMAP Fase II adalah fase percepatan manajemen

(Acceleration Phase) yang direncanakan berlangsung selama 6 tahun

(2001–2007). Pada fase ini proses perencanaan program, implementasi dan

pemantauan akan dilakukan secara strategis untuk pencapaian hasil yang

optimal. Perencanaan strategis akan melibatkan kajian tentang kekuatan,

Page 48: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 5

kelemahan, kesempatan dan tantangan pada kawasan-kawasan tersebut

dalam menelaah program-program implementatif. Dengan demikian,

pengelolaan terumbu karang akan memiliki strategi pendekatan dalam

pencapaian benchmark yang akan ditentukan kemudian.

Sulawesi Selatan merupakan daerah tropis yang cukup potensial

untuk pertumbuhan terumbu karang. Hal ini terlihat dari penyebaran pulau-

pulau karang yang cukup luas dan dijumpai di hampir semua keliling

semenanjung Sulawesi Selatan. Namun demikian, secara umum ada tiga

wilayah dimana terumbu karang menjadi perhatian yang besar dari

pemerintah dan masyarakatnya, yaitu di Kepulauan Spermonde, Kepulauan

Selayar, dan Pulau-pulau Sembilan.

Beragamnya sumberdaya perikanan khususnya daerah terumbu

karang di Pulau-pulau Sembilan merupakan potensi yang menjadi daya tarik

bagi nelayan untuk melakukan penangkapan di kawasan ini sejak dulu,

bahkan konon merupakan salah satu faktor yang menyebabkan Kawasan

Pulau-pulau Sembilan dihuni oleh manusia. Namun, dari tahun ke tahun

lingkungan di sekitar kawasan telah mengalami kerusakan yang diiringi

semakin berkurangnya potensi sumberdaya.

Sebagai salah satu kawasan yang diusulkan oleh POKJA Sulawesi

Selatan, yang lebih diarahkan pada pemekaran lokasi dan manajemen,

maka perlu ditunjang oleh penilaian kondisi sosial ekonomi masyarakat di

Pulau-pulau Sembilan sebagai kawasan yang terkait dengan Taman

Nasional Taka Bonerate. Dengan demikian, rencana implementasi

COREMAP Fase II di Pulau-pulau Sembilan akan didukung oleh basis data

ilmiah informasi dasar dan acuan untuk program monitoring dan evaluasi

proyek, sehingga dapat diperoleh gambaran yang jernih tentang dampak

proyek ini.

Page 49: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 6

1.2.2. Masalah Pengelolaan Terumbu Karang Pulau-pulau Sembilan

Pengelolaan terumbu karang yang salah satunya akan

dikonsentrasikan di Pulau-pulau Sembilan merupakan wujud nyata

kepedulian pemerintah pusat, dalam upaya merehabilitasi dan mengelola

pemanfaatan ekosistem tersebut secara lestari. Ada beberapa masalah

yang menjadi perhatian bagi program COREMAP yaitu:

Kurangnya kesadaran sebagian masyarakat nelayan akan fungsi

ekologis terumbu karang, khususnya yang menggunakan teknologi

penangkapan biota laut yang bersifat merusak

Penegakan hukum yang lemah dan inkonsisten sehingga tidak mampu

mengatasi kasus yang berhubungan dengan penggunaan alat tangkap

yang merusak terumbu karang

Secara ekonomi, tingginya permintaan pasar terhadap ikan–ikan karang

merangsang nelayan untuk meningkatkan hasil tangkapannya.

Dominannya peran seorang Ponggawa dalam perekonomian pulau yang

dapat memberikan efek negatif bagi ekonomi masyarakat nelayan,

ditambah kenyataan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan

masih dalam strata miskin.

Kurangnya mata pencaharian alternatif masyarakat pulau yang mampu

memberikan harapan peningkatan pendapatan

Berkurangnya sumberdaya perikanan terutama jenis-jenis yang bernilai

ekonomis tinggi yang dulunya merupakan daya tarik bagi masyarakat

untuk menetap di wilayah ini, seperti Teripang, Kerang raksasa, dan

ikan-ikan karang di wilayah perairan Pulau-pulau Sembilan sebagai

dampak dari tingginya permintaan pasar.

Kecenderungan masyarakat melakukan metode pemanfaatan

sumberdaya yang berorientasi kepada keuntungan jangka pendek tanpa

memikirkan dampak yang ditimbulkan terutama bagi diri dan anak

cucunya di masa datang.

Page 50: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 7

Adanya anggapan bahwa nelayan yang berasal dari Pulau-pulau

Sembilan melakukan aktifitas penangkapan hingga sampai ke perairan

Taman Nasional Laut Taka Bonerate Kabupaten Selayar dengan

menggunakan bahan dan peralatan yang merusak terumbu karang.

1.3. Tujuan Studi

1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum, pelaksanaan studi ini bertujuan untuk menyediakan

baseline data tentang persepsi masyarakat menyangkut kondisi sumberdaya

terumbu karang di Kawasan Pulau-Pulau Sembilan dan sekitarnya beserta

pemanfaatannya. Untuk memahami persepsi masyarakat ini dalam konteks

yang tepat, maka penelitian ini diarahkan untuk menyajikan informasi dasar

tentang Profil Daerah, Kesejahteraan Relatif Masyarakat, Akses Masyarakat

terhadap Sumberdaya Terumbu Karang, dan Faktor-faktor Eksternal yang

mempengaruhi interaksi masyarakat dengan sumberdaya tersebut.

1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk mencapai tujuan umum yang dinyatakan diatas, maka

penelitian ini dibagi ke dalam lima sub-tema kajian yang akan menganalisis

dan menyajikan data dasar yang akan mendukung pemahaman konstruktif

tentang persepsi masyarakat di kawsan Pulau-pulau Sembilan. Kelima sub-

tema tersebut adalah:

1) Mengumpulkan data dasar sosial dan ekonomi masyarakat pulau yang

meliputi :

a) Penyajian data dasar yang menggambarkan profil lokasi penelitian,

b) Menghasilkan indikator-indikator yang dapat digunakan sebagai

pembandingan sebelum dan setelah intervensi program.

2) Mengetahui jenis dan intensitas pemanfaatan sumberdaya laut

khususnya terumbu karang yang meliputi :

Page 51: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 8

a) Identifikasi jenis dan intensitas pemanfaatan termasuk teknologi,

target spesies, lokasi pemanfataan, dan waktu/musim pemanfaatan

b) Melakukan analisis stakeholders yang meliputi kajian tentang

stakeholder primer, sekunder dan organisasi/lembaga terkait dengan

pemanfaatan dan pengelolaan terumbu karang. Analisis ini juga

melihat konflik-konflik yang berkembang dalam hubungannya dengan

pemanfaatan

c) Memahami pandangan dan pengetahuan ekologis tentang terumbu

karang yang meliputi:

o Pengetahuan tradisional tentang pemanfaatan sumberdaya

o Pandangan tentang hak pemanfaatan

o Pengetahuan tentang jenis sumberdaya ekonomis penting

o Pandangan tentang kelangkaan dan konservasi

3) Memahami aspek sosio-ekonomi usaha pemanfaatan sumberdaya

terumbu karang

a) Memahami hubungan dan saling ketergantungan antara pemodal-

pekerja (misalnya: Punggawa–Sawi) dalam usaha pemanfaatan

sumberdaya laut

b) Mengidentifikasi jalur-jalur pemasaran hasil laut yang dimanfaatkan

penduduk lokal

c) Memahami pola pengolahan pasca panen hasil laut yang

dimanfaatkan penduduk lokal

d) Mengidentifikasi kelayakan sejumlah mata pencaharian alternatif bagi

masyarakat setempat

4) Mengetahui faktor-faktor eksternal yang berpengaruh terhadap kondisi

sosial dan ekonomi masyarakat setempat

5) Memahami tingkat kesejahteraan relatif penduduk setempat

Page 52: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 9

a) Mengetahui tingkat pendapatan masyarakat, utamanya yang

menggantungkan hajat hidupnya pada pemanfaatan sumberdaya

terumbu karang secara langsung

b) Menganalisa tingkat kesejahteraan relatif masyarakat dan

hubungannya dengan kondisi terumbu karang

c) Menyajikan analisis sosial untuk perencanaan program

1.4. Hasil dan Manfaat

1.4.1. Hasil

Hasil yang diperoleh adalah informasi dasar (baseline data) tentang

kondisi sosial ekonomi kawasan Pulau-pulau Sembilan yang dapat

dikategorikan dalam data yang menyangkut sosial demografi, tingkat

kesejahteraan masyarakat, pemanfaatan sumberdaya, dan pandangan

terhadap faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi pemanfaatan dan

pengelolaan sumberdaya laut khususnya sumber daya terumbu karang.

Penyajian data secara deskriptif argumentatif dilengkapi dengan upaya

untuk menyimpulkan sejumlah fenomena secara komprehensif dengan

mempertimbangkan karakteristik masing-masing lokasi penelitian.

1.4.2. Manfaat

Manfaat dari informasi studi baseline ini adalah untuk memberikan

agenda dan perspektif sosial (social agenda and perspective) dalam proses

perencanaan, implementasi dan pemantauan program COREMAP Fase II.

Selain itu, informasi dasar ini juga akan memperkaya data base untuk

kepulauan Sembilan, yang dapat dimanfaatkan dalam perencanaan program

pembangunan daerah dalam kerangka otonomi daerah.

Page 53: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 10

II. METODOLOGI

2.1. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian berlangsung selama empat bulan yakni dari bulan

Oktober 2001 – Januari 2002, dengan lokasi pengambilan sampel di

Kelurahan Pulau-pulau Sembilan dan Kelurahan Lappa, Kecamatan Sinjai

Utara, Kabupaten Sinjai.

2.2. Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode Randomize Purposive

Sampling. Metode ini adalah cara pengambilan sampel berdasarkan

kesengajaan dengan mempertimbangkan (1) keterlibatan masyarakat

terhadap sumberdaya; (2) keterjangkauan untuk intervensi program dan

pemantauan. Maka dua kelurahan dipilih, yaitu Kelurahan Pulau-pulau

Sembilan dan Kelurahan Lappa.

Berdasarkan kepentingan studi pada Pulau-pulau Sembilan dipilih

empat pulau, yaitu Kambuno, Burung Loe, Batang Lampe, dan Pulau Kanalo.

Penentuan lokasi pada keempat pulau tersebut berdasarkan adanya

karakteristik yang berbeda.

Pulau Kambuno merupakan ibu kota kelurahan. Pada pulau ini berdiam

sejumlah besar nelayan ponggawa yang sebagiannya memiliki keramba

apung untuk menampung Ikan Kerapu hidup.

Pulau Burung Loe merupakan pulau yang didiami oleh nelayan: bagan,

pancing tonda, pancing dasar, penyelam teripang dan penangkaran ikan.

Pulau Batang Lampe merupakan pulau yang didiami oleh nelayan yang

menggunakan alat tangkap: penyelam, pancing, bubu, pukat dan tombak.

Nelayan penyelam yang lebih dominan di pulau ini.

Page 54: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 11

Pulau Kanalo terdiri dari dua pulau yang pada saat surut bersatu. Alat

tangkap yang digunakan oleh nelayan pada pulau ini adalah bagan tancap,

pancing tonda, jaring panambe dan pengumpul kerang.

Kelurahan Lappa dipilih karena banyak nelayan yang mobile sehingga

“dicurigai” merekalah yang pergi menangkap ikan jauh – jauh dan masuk

sampai ke Taka Bonerate. Selain itu, di kelurahan ini terdapat fasilitas

tempat pangkalan pendaratan ikan. Sebagian besar masyarakat bekerja

sebagai nelayan dengan alat tangkap purse seine, bagang rambo, sero,

bubu, pancing tonda dan pancing. Sebagian besar ponggawa darat usaha

penangkapan ikan di Pulau Sembilan bertempat tinggal di lokasi ini.

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode pengumpulan

data melalui pendekatan Kuantitatif dengan metode observasi, survei dengan

teknik wawancara (kuisioner) terstruktur. Jumlah sampel sebagai responden

masing-masing lokasi dapat dilihat pada tabel 1, dengan total 210 responden

atau sekitar 14 % dari total unit Kepala Keluarga.

Tabel 1. Jumlah Sampel (Responden) pada Setiap Lokasi Penelitian

Lokasi Populasi (KK) Sampel (orang) Persentase (%)

Kambuno

Kanalo

Batang lampe

Burung loe

Lappa

473

170

90

170

635

58

38

18

35

61

15

21

19

20

9

Jumlah 1538 210 14

Informasi yang dikumpulkan dari responden menggunakan kuisioner

sebagai panduan. Informasi yang tercantum dalam kuesioner terbagi ke

dalam enam kategori. Kategori tersebut adalah identitas responden, tingkat

kesejahteraan, keadaan sosial ekonomi, pengetahuan dan persepsi tentang

pengelolaan sumberdaya alam, gender, dan sosial demografis.

Page 55: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 12

Unit analisis dalam penelitian ini adalah rumah tangga (Kepala

Keluarga/KK), dalam studi ini diartikan sebagai satu kelompok orang yang

bersama-sama bernaung di dalam satu rumah yang tidak hanya diartikan

sebagai satu unit keluarga yang terdiri sepasang suami istri dan anak.

Anggota rumah tangga ini biasanya tercantum dalam kartu keluarga. Rumah

tangga sebagai prioritas adalah yang mempunyai hubungan erat dengan

pemanfaatan sumberdaya terumbu karang.

2.3. Proses Jalannya Penelitian

Kegiatan penelitian meliputi perencanaan, persiapan, pengumpulan dan

analisis data serta penulisan laporan. Rencana penelitian terdiri dari :

Pendahuluan, Metodologi, Pelaksana, Jadwal Pelaksanaan Kegiatan,

Rencana Anggaran Biaya dan Penutup.

Tahap persiapan mencakup pembuatan kuesioner, pembuatan surat,

pembelian alat–alat tulis menulis, coaching enumerator, pembagian tugas,

dan jadwal selama di lokasi.

Tahap pengumpulan data mencakup : pengambilan data primer dan

data sekunder. Dalam penelitian ini dikumpulkan dua jenis data terdiri dari

data primer dan data sekunder. Kedua jenis data ini diperoleh dari sumber

yang berbeda, yaitu :

1. Data primer diperoleh sebagai hasil penelitian lapangan yang dilakukan

dengan mengunjungi responden di daerah penelitian dengan

menggunakan instrumen berupa kuesioner, dan wawancara langsung

dengan nelayan, baik yang terlibat langsung dengan penangkapan

maupun yang ada kaitan dengan kegiatan nelayan.

Page 56: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 13

2. Data sekunder diperoleh dari dari lembaga-lembaga terkait, yaitu :

Pemerintah daerah, Dinas Perikanan, Bappeda, Pangkalan Pendaratan

Ikan, Koperasi dan Bank.

Analisis data terdiri dari tabulasi data berdasarkan kategori, data

kualitatif dan data kuantitatif dianalisis secara deskriptif.

Tahap penulisan laporan terdiri dari interpretasi data, pembahasan,

kesimpulan dan rekomendasi.

2.5. Analisis dan Interpretasi Data Data yang dikumpulkan selama di lokasi penelitian, terlebih dahulu

diedit yang bertujuan mengoreksi dan melengkapi data yang kurang lengkap.

Setelah data diedit, kegiatan berikutnya adalah tabulasi data berdasarkan

kategori dan lokasi. Data kualitatif dianalisis secara induktif dan data kuantitatif dianalisa

secara deskriptif.

Page 57: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 14

INTERPRETASI

Gambar 1. Bagan Alir Pelaksanaan Penelitian

- PERSIAPAN - RENCANA - PENENTUAN LOKASI

PENGUMPULAN DATA

DATA SEKUNDER : - PEMERINTAH - DINAS PERIKANAN - BAPPEDA

DATA PRIMER : - NELAYAN - PEDAGANG - PONGGAWA

ANALISIS DATA

PEMBAHASAN

KESIMPULAN

REKOMENDASI

Page 58: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 15

Page 59: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 15

III. GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI

3.1. Wilayah Pulau-pulau Sembilan Pulau-pulau Sembilan merupakan gugusan pulau yang terdiri atas

sembilan pulau kecil dan beberapa gosong karang. Dari sembilan pulau

hanya satu pulau yang tidak berpenghuni, yaitu Pulau Larearea. Pulau yang

berpenghuni bila diurutkan dari utara adalah Kanalo 2, Kanalo 1, Batang

Lampe, Kodingare, Katindoang, Kambuno, Liangliang dan Burung Loe (lihat

lampiran 1). Secara administratif pemerintahan wilayah Pulau-pulau

Sembilan berada dalam satu kelurahan dengan delapan lingkungan (Lihat

tabel 2). Lingkungan Pulau Kambuno merupakan ibukota kelurahan Pulau-

pulau Sembilan. Setiap pulau merupakan satu lingkungan kecuali di Pulau

Burungloe terdapat dua lingkungan. Kelurahan Pulau-pulau Sembilan

adalah salah satu kelurahan di dalam Kecamatan Sinjai Utara, Kabupaten

Sinjai (lihat Tabel 3).

Tabel 2 . Luas Pulau dan Luas Pemukiman di Setiap Pulau

Pulau/lingkungan Luas Pulau (Km2) Luas Pemukiman (Km2)

Kambuno 0,21 0,17

Liangliang 0,09 0,07

Burungloe 0,81 0,13

Kodingare 0,12 0,07

Batanglampe 0,93 0,05

Kanalo 1 0,13 0,05

Kanalo 2 0,13 0,07

Katindoang 0,08 0,03

Larearea 0,02 -

Total 2,52 0,64

Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan – Pusat Studi Trumbu Karang Unhas, 2000

Page 60: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 16

Mata pencaharian penduduk di kelurahan Pulau-pulau Sembilan

sebagian besar atau 79,18 % adalah nelayan, dan sebagai urutan kedua

adalah perdagangan sebesar 6,85 % (Lihat Tabel 4).

Tabel 3. Kelurahan dalam wilayah Kecamatan Sinjai Utara

No. Kelurahan Luas Wilayah (Km2)

1. Alehanuwae 5,35

2. Balangnipa 2,18

3. Biringere 6,28

4. Bongki 4,81

5. Lamatti Rilau 7.02

6. Lappa 3,95

7. Pulau-pulau Sembilan 2,52

Total 32,11

Sumber : Monografi Kecamatan Sinjai Utara 2001

Jarak ibukota kelurahan Pulau-pulau Sembilan ke ibukota kecamatan

Sinjai Utara adalah kira kira 10 mil atau hanya 1,25 jam menggunakan kapal

penumpang reguler. Setiap hari ada tiga kapal penumpang yang melayani

Pulau Kambuno. Ketiga kapal tersebut sekaligus juga melayani kalau ada

penumpang dari Pulau Burung Loe dan Pulau Liang-liang.

3.2. Wilayah Kelurahaan Lappa

Kelurahan Lappa adalah salah satu kelurahan di Kecamatan sinjai

Utara. Sebelah utara kelurahan ini berbatasan dengan Kabupaten Bone,

Sebelah timur berbatasan dengan kelurahan Pulau-pulau Sembilan, sebelah

selatan berbatasan dengan kelurahan Balangnipa dan sebelah barat

berbatasan dengan Kabupaten Bone. Di kelurahan ini terdapat pusat

perdagangan komoditas perikanan dan merupakan tempat paling aktif

Page 61: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 17

diantara pusat-pusat pendaratan ikan yang ada di Propinsi Sulawesi Selatan.

Pelabuhan tempat pendaratan ikan tersebut terletak di tepi Sungai Tangka

yang bermuara ke Teluk Bone pantai timur di Jazirah Sulawesi Selatan.

Tabel 4. Persentase mata pencaharian penduduk Kelurahan Pulau- Pulau Sembilan

Jenis Pekerjaan Jumlah KK Persentase

Nelayan 1126 79,18

Petani 11 0,72

Pegawai Negeri Sipil 70 4,93

Pedagang 97 6,85

ABRI 0 0

Pensiunan 32 2.25

Lainnya 86 6,07

Jumlah 1422 100

Sumber : Monografi Kelurahan Pulau-pulau Sembilan, 2000

Kelurahan Lappa terdiri atas 5 lingkungan, yaitu Jawa Baru, Lappae,

Lengkongnge, Kokoe, dan Bungi Tanre dengan luas wilayah 3,95 km2

dengan ketinggian 0,85 m di atas permukaan laut. Dengan kondisi tersebut

pada saat pasang tinggi sebagian wilayahnya masih terendam oleh air laut

sehingga sulit untuk mendapatkan sumber air tawar. Golongan masyarakat

yang mendominasi wilayah ini adalah masyarakat dengan mata pencaharian

nelayan (lihat Tabel 5). Wilayah Kelurahan Lappa masuk ke dalam wilayah

ibukota Kabupaten Sinjai . Jarak Ibukota Kabupaten Sinjai dari Makassar

(ibukota Propinsi Sulawesi Selatan) adalah 225 km.

Page 62: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 18

Tabel 5. Persentase mata pencaharian penduduk Kelurahan lappa

Jenis pekerjaan Jumlah KK Persentase

Nelayan 673 45,78

Petani 54 3,67

Pegawai Negeri Sipil 251 17,08

Pedagang 203 13,81

ABRI 10 0,68

Buruh 264 17,96

Lainnya 15 1,02

Jumlah 1470 100

Sumber : Monografi Kelurahan Lappa 2000

3.3. Keterkaitan Mata Pencaharian Masyarakat dengan Ekosistem Terumbu Karang

Kondisi lingkungan dan potensi sumberdaya laut merupakan faktor

utama yang menyebabkan masyarakat di kedua kelurahan tersebut lebih

banyak memilih mata pencaharian yang berkaitan dengan pengelolaan

sumberdaya laut. Hal tersebut dapat dilihat dengan membandingkan antara

persentase jenis pekerjaan masyarakat di kedua kelurahan tersebut (Lihat

Tabel 4 dan Tabel 5), persentase nelayan di Kelurahan Pulau-pulau

Sembilan jauh lebih besar (79,18 %) dibandingkan dengan nelayan di

Lappa (45,78 %). Apabila ditelusuri lebih mendalam, nelayan di kelurahan

lappa lebih memilih jenis alat tangkap untuk ikan pelagis dengan alat yang

dominan terdiri atas Purse Seine, Pole and Line serta Bagang.

Sedangkan nelayan di kelurahan Pulau-pulau Sembilan didominasi oleh

kegiatan pengeksploitasian sumberdaya ikan demersal dan terumbu

karang dengan alat-alat penyelaman, pancing dasar, bubu, cantrang.

Page 63: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 19

Adanya aktifitas masyarakat nelayan mengeksploitasi sumber daya

ikan demersal dengan menggunakan alat yang tidak ramah lingkungan

seperti : bom, bius, racun, penyelam kompresor, dan trawl serta

pengambilan karang untuk kebutuhan pembendungan tepi pantai maupun

pondasi rumah atau memperluas lahan secara bertahap menyebabkan

kondisi terumbu karang di sekitar kawasan Pulau-Pulau Sembilan

mengalami kerusakan.

Berdasarkan beberapa anggapan dari masyarakat bahwa kondisi

sebagian besar terumbu karang dalam keadaan rusak akibat pengaruh

aktifitas tersebut di atas, atau dapat dikatakan bahwa terumbu karang di

kawasan tersebut dalam kondisi yang sangat memprihatinkan hingga saat

ini.

Page 64: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 20

IV. LOKASI I PULAU KAMBUNO 4.1. Profil Lokasi Studi 4.1.1. Gambaran Umum Pulau Kambuno 4.1.1.1. Akses

Pulau Kambuno adalah Ibukota Kelurahan Pulau-pulau Sembilan,

akses ke pulau tersebut sangat lancar karena tersedia sarana transportasi

kapal penumpang reguler sebanyak 3 unit yang berangkat dari Pulau

Kambuno menuju pelabuhan di Lappa. Berangkat dari Pulau Kambuno

pukul 7.00 pagi dan kembali pukul 13.00 dengan biaya untuk setiap

penumpang sekali jalan sebesar Rp. 3000. Dari Pelabuhan penumpang

Lappa, juga tersedia kapal-kapal (pete-pete) penumpang yang dapat dicarter

dengan biaya sebesar Rp. 50.000 - 200.000 untuk berbagai keperluan

diantaranya untuk transportasi ke Pulau-pulau Sembilan dan untuk

memancing. Waktu tempuh dari Lappa ke Pulau Kambuno rata-rata 1,25

jam.

4.1.1.2. Karakter Fisik

Pulau Kambuno merupakan pulau yang dibentuk oleh batuan granit.

Di sekeliling pulau tersebut dilindungi oleh terumbu karang tepi dengan

kontur yang sangat landai yang pada saat surut terendah paparan karang

Pulau Kambuno terlihat bersambung dengan paparan karang Pulau Liang-

liang yang terletak di sebelah Selatan. Di pulau ini terdapat dua bukit batu

yang menjulang mulai dari bagian Utara hingga ke tengah pulau dan

di bagian Tenggara pulau.

Tanaman tahunan masyarakat didominasi oleh kelapa dan sukun.

Tumbuhan jenis perdu banyak terdapat di bagian pulau yang tidak dihuni

oleh penduduk, yaitu di bagian Utara pulau. Pada bagian yang dihuni

Page 65: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 21

penduduk yaitu pada kira-kira 80% dari luas pulau, hanya terdapat beberapa

pohon sukun dan kelapa. Di bagian tengah pulau terdapat lapangan sepak

bola yang tidak ditumbuhi rumput sama sekali.

4.1.1.3. Kelembagaan Formal dan Informal

Di Pulau Kambuno kelembagaan formal dan informal dapat dikatakan

kurang aktif. Di pulau ini terdapat pusat pemerintahan kelurahan, maka

fungsi lembaga formal didominasi oleh kelurahan. Peran Kepala Lingkungan

Pulau Kambuno dan aparatnya kurang terlihat, hal ini disebabkan oleh hal

di atas dan mata pencaharian mereka adalah nelayan, kecuali pada saat ada

kunjungan pejabat daerah atau ada kegiatan penyambutan hari-hari besar.

Kegiatan ekstra pemuda di pulau ini utamanya adalah olahraga sepak

bola dan bola volley. Mereka memiliki tim sepakbola yang sering bertanding

mewakili kecamatan Pulau-pulau Sembilan. Ada beberapa orang pemuda

yang telah diutus untuk mengikuti kursus keterampilan terutama di bidang

budidaya perikanan dan pelestarian lingkungan yang disponsori oleh

beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat lokal dan pemerintah daerah.

4.1.1.4. Kegiatan Sosial Kemasyarakatan

Kegiatan sosial kemasyarakatan yang ada di Pulau Kambuno yang

dilaksanakan oleh pria adalah kegiatan bermain kartu di pos-pos ronda dan

diberanda rumah yang sudah sering dipakai bersama pada saat mereka

tidak turun kelaut. Kegiatan pengajian bagi anak-anak baik yang

dilaksanakan di mesjid, TPA, maupun di rumah masing-masing masih

banyak dilaksanakan. Kegiatan para ibu-ibu rumahtangga adalah

perkumpulan arisan dan pengajian.

Page 66: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 22

4.1.2. Profil Demografi 4.1.2.1. Migrasi dan Mobilitas Penduduk

Penduduk di Pulau Kambuno memiliki mobilitas yang sangat tinggi

terutama dalam upaya mencari daerah penangkapan baru untuk kegiatan

penyelaman teripang dan lobster. Dari hasil wawancara dengan beberapa

orang responden didapatkan bahwa saat ini penduduk di Pulau Kambuno

meningkat pesat akibat datangnya para eksodus akibat kerusuhan di Ambon.

Beberapa orang responden mendapat PHK dari perusahaan tempat mereka

bekerja dan saat ini berada di Pulau Kambuno dengan pekerjaan yang tidak

menentu. Menurut pengakuan mereka, bahwa untuk dapat memenuhi

kebutuhan hidup sehari-hari, acap kali mereka ikut kegiatan para pencari

ikan hidup yang menggunakan cara ilegal (bom dan pembiusan) dengan

daerah tujuan adalah Selayar, Flores (NTT) dan perairan Pulau Kabaena.

4.1.2.2. Struktur Populasi dan Mata Pencaharian

Struktur populasi dan mata pencaharian Pulau Kambuno menurut

hasil survei tim peneliti adalah sebagaimana terlihat pada tabel 6.

Tabel 6. Persentase Mata Pencaharian Penduduk di Lingkungan Pulau Kambuno

Jenis pekerjaan Jumlah KK Persentase (%) Nelayan 351 74,14 Petani 0 0,00 Pegawai Negeri Sipil 16 3,45 Pedagang 65 13,79 ABRI 0 0,00 Pensiun 16 3,45 Lainnya 25 5,17 Jumlah 473 100,00

Sumber : Data Potensi Kelurahan Pulau-pulau Sembilan tahun 2001. Kondisi alam Pulau Kambuno memang hanya memungkinkan

penghuninya untuk mencari nafkah ke laut sebagai nelayan, maupun

Page 67: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 23

pedagang. Tidak ada lagi lahan pertanian yang tersedia. Para nelayan

banyak menggunakan jenis alat tangkap pancing (hand line), jaring nambe,

cantrang, dan beberapa alat bantu, yaitu alat selam (kompresor).

Di pulau ini merupakan pusat perdagangan ikan hidup di Kabupaten

Sinjai. Banyak terdapat keramba jaring apung untuk menampung sementara

ikan hidup untuk kemudian menunggu datangnya pembeli dari luar daerah.

4.1.2.3. Karakteristik Pencari Nafkah Utama Rumah Tangga

Pencari nafkah utama rumah tangga adalah laki-laki sedangkan

perempuan yang bersuami cenderung tidak bekerja. Lain halnya dengan

para perempuan yang telah menjanda, mereka dituntut untuk bekerja agar

kehidupan tetap dapat berjalan normal. Pada umumnya mereka memilih

pekerjaan sebagai pedagang barang kebutuhan sehari-hari ataupun produk

perikanan (pappalele).

Anak dalam keluarga banyak yang berperan sebagai pembantu dalam

meningkatkan penghasilan rumah tangga. Mereka bekerja membantu

orangtua dalam melaksanakan operasi penangkapan atau mengumpulkan

hasil laut pada saat air surut. Kadang kala mereka beruntung mendapatkan

lobster kecil yang dapat dijual ke pengusaha karamba jaring apung.

4.1.2.4. Pendidikan dan Keterampilan

Pendidikan dan keterampilan yang dimiliki oleh masyarakat Pulau

Kambuno sangat bervariasi. Umumnya generasi tua berpendidikan sekolah

dasar, sedangkan usia menengah banyak yang berhasil menjadi sarjana. Hal

ini terutama akibat terjadinya perpindahan sejumlah besar keluarga yang

meninggalkan Pulau Kambuno akibat tekanan pasukan gerombolan

pemberontak saat itu. Akan tetapi saat ini generasi muda terlihat paling

tinggi hanya tamatan SMU dan sekolah sederajat. Kira-kira 5% penduduk

Page 68: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 24

telah mengikuti kursus keterampilan dan beberapa penataran, tetapi mereka

mendapat kesulitan untuk menularkannya karena mereka malu akibat masih

dianggap remeh oleh masyarakat lain di sekitarnya.

4.1.2.5. Struktur Keluarga dan Peranan Perempuan

Peranan perempuan dalam keluarga secara tradisional adalah

mendidik dan mengasuh anak. Hal ini masih dipertahankan dalam struktur

keluarga masyarakat di Pulau Kambuno sehingga banyak kaum perempuan

yang hanya mengasuh anak dan tidak memiliki pekerjaan. Anak-anak

setelah berkeluarga dan masih berdomisili di Pulau Kambuno biasanya

menumpang atau membangun rumah sendiri di kolong rumah milik orang

tuanya karena pengembangan lahan untuk pemukiman tidak ada lagi.

Jarang sekali satu keluarga memiliki anak kurang dari dua, umumnya

lebih dari dua. Hal ini disebabkan kepala keluarga lebih dominan dalam

memutuskan apakah mereka ikut melaksanakan keluarga berencana atau

tidak, akan tetapi untuk keluarga muda saat ini, mungkin karena desakan

ekonomi dan tempat pemukiman, mereka lebih memilih keluarga kecil.

4.1.3. Infrasturktur Publik

4.1.3.1. Sarana Sosial

Sarana sosial yang ada di Pulau Kambuno adalah sumur umum untuk

mandi dan air minum yang terdapat di bagian tengah pulau. Saat musim

kemarau panjang, sumur tersebut juga mulai terasa asin sehingga sumber

air tawar satu-satunya adalah didatangkan dari PDAM di Lappa dengan

harga Rp. 2500 per 30 liter. Di Pulau Kambuno terdapat beberapa buah

masjid tetapi untuk shalat Jumat digunakan masjid utama yang berada

di tengah pulau. Sekolah Dasar juga tersedia dengan jumlah guru yang

memadai.

Page 69: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 25

4.1.3.2. Sarana Ekonomi

Sarana ekonomi yang ada di Pulau Kambuno adalah toko barang

kelontong, sembako, dan peralatan kapal. Tidak terdapat pasar maupun

lembaga perbankan di pulau ini. Minimnya sarana ekonomi tersebut

berkaitan dengan kebiasaan masyarakat pulau ini yang mengandalkan

pemenuhan kebutuhan sehari-hari dari pasar yang ada

di Kelurahan Lappa. Keberadaan dari sarana ekonomi ini cukup membantu

bagi masyarakat, apabila dalam kondisi paceklik (kekurangan uang)

biasanya mereka meminjam barang dari toko tersebut, yang kemudian

pembayarannya dilakukan pada saat hasil panen melimpah.

4.1.3.3. Sarana Kesejahteraaan

Jalan setapak di pulau ini umumnya baru berupa jalan tanah. Hanya

dibeberapa tempat yang mendaki dibuat jalan dari semen. Kondisi

perumahan didominasi oleh rumah panggung. Akan tetapi dengan semakin

padatnya penduduk, maka rumah yang semula jenis rumah panggung,

bagian bawahnya juga dikembangkan menjadi beberapa ruangan yang

kadang ditempati oleh keluarga baru dengan status menumpang atau sewa.

Di Kelurahan Pulau-pulau Sembilan terdapat Puskesmas dan dua

Pustu, yaitu 1 pustu terdapat di Kanalo 2 dan Burung Loe 1 serta Puskesmas

yang terdapat di Pulau Kambuno. Untuk sementara Puskesmas saat ini

dikelola oleh seorang mantri dan dibantu oleh seorang bidan, hal ini karena

belum ada dokter baru yang bertugas di pulau ini. Keberadaan Puskesmas

sangat membantu masyarakat di Pulau-pulau Sembilan dalam melakukan

pengobatan.

Sarana telekomunikasi berupa telepon belum tersedia. Sarana listrik

PLN tersedia mulai pukul 6.00 sore hingga 6.00 pagi. Pesawat televisi sudah

banyak terdapat di pulau ini sehingga segala informasi melalui media

Page 70: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 26

tersebut dapat diterima oleh masyarakat. Sarana transportasi yang ada

hanyalah transportasi laut.

4.2. Situasi Umum Kesejahteraan Masyarakat

Pulau Kambuno merupakan salah satu gugusan Pulau-pulau

Sembilan yang terluas wilayahnya dan menjadi pusat pemerintahan. Karena

akses transportasi yang lancar ke pulau ini menyebabkan tingkat

kesejahteraan masyarakatnya lebih baik jika dibandingkan dengan pulau-

pulau lain dalam wilayah Pulau-pulau Sembilan. Kondisi perumahan

penduduk lebih tertata dan terpelihara dengan baik dalam bentuk rumah

panggung dan non panggung yang permanen. Oleh karena merupakan

pusat kegiatan pemerintahan dan perekonomian maka fasilitas-fasilitas

sosial seperti Puskesmas dan sekolah-sekolah tersedia di pulau ini.

4.2.1. Keadaan Perumahan dan Kesehatan

4.2.1.1. Status Pemilikan dan Keadaan Perumahan

Secara umum status kepemilikan rumah di Pulau Kambuno sekitar 90%

merupakan hak milik dan sisanya berstatus kontrak, rumah dinas dan status

menumpang (±10%). Adanya rumah dinas dalam status kepemilikan rumah

disebabkan beberapa responden berprofesi sebagai guru sekolah dan

pegawai Depkes yang dipekerjakan di Puskesmas Kambuno. Bentuk rumah

umumnya berupa rumah panggung (81,03%) dan sisanya berupa rumah non

panggung (18,97%). Bentuk rumah panggung merupakan salah satu ciri

khas dari rumah-rumah di Pulau Kambuno. Luas bangunan rumah

bervariasi dari yang kurang 100 m2 sampai lebih dari 200 m2 (Tabel 7).

Persentase tertinggi dalam hal luas bangunan rumah adalah yang berukuran

kurang dari 100 m2 (70,69%). Ini menunjukkan bahwa luas tanah untuk

Page 71: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 27

perumahan di pulau ini semakin berkurang akibat besarnya pertambahan

penduduk setiap tahunnya.

Tabel 7. Persentase Bentuk, Luas dan Status Kepemilikan Rumah di Pulau Kambuno Bentuk Rumah (%) Luas (m2) (%) Status rumah (%)

Panggung 81,03 < 100 70,69 Milik 89,66

Non panggung 18,97 100-150 20,69 Kontrak 3,45

151-200 5,17 Numpang 5,17

> 200 3,45 Dinas 1,72 Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-Pulau Sembilan, Pokja

Coremap Sul-Sel, 2001

Bagian-bagian dari rumah seperti atap, dinding dan lantai juga disurvei.

Bahan untuk pembuatan atap rumah umumnya terbuat dari seng (± 89%)

dan sisanya dari rumbia, nipa, dan asbes. Sementara itu untuk pembuatan

dinding umumnya menggunakan papan dan tembok (± 88%) dan sisanya

menggunakan bambu, seng, dan tripleks. Papan merupakan bahan

pembuatan lantai yang masih umum digunakan di pulau ini (± 79%) dan

selebihnya menggunakan semen, tegel, keramik, bahkan dari tanah. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Persentase Bahan Pembuatan Atap, Dinding dan Lantai

Rumah di Pulau Kambuno

Atap % Dinding % Lantai % Seng 88,66 tembok 20,70 Tegel 1,72

Rumbia 3,45 papan 67,24 Keramik 1,72 Nipa 5,17 bambu 1,72 Papan 79,32

Genteng 0,00 seng 5,17 Semen 15,52 Asbes 1,72 tripleks 5,17 Tanah 1,72

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-Pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001

Page 72: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 28

Sebagian besar fasilitas penerangan rumah sudah disuplai dari PLN

wilayah Sinjai dan sebagian lainnya menggunakan fasilitas listrik yang

disiapkan secara swadaya. Yang memprihatinkan karena masih ada sekitar

7% dari penduduk Pulau Kambuno masih menggunakan lampu tempel

(pelita). Untuk jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Persentase Pemanfaatan Fasilitas Penerangan Rumah Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-Pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001

4.2.1.2. Sumber Air Minum dan Fasilitas Kesehatan

Sumber air minum dari masyarakat Pulau Kambuno umumnya dibeli

(± 87%) di daerah Lappa, selebihnya berasal dari sumur yang ada di tempat

dan sebagian kecil masyarakat masih menggunakan air hujan untuk

dijadikan air minum. Pembelian air minum di daerah Lappa dilakukan setiap

tiga hari sekali dengan menggunakan kapal khusus. Air minum tersebut

ditempatkan pada beberapa tong berkapasitas 1 ton.

Sarana kesehatan masyarakat yang ada di Pulau Kambuno tersedia

sebuah Puskesmas yang dimanfaatkan oleh masyarakat setempat dan

masyarakat tetangga pulau lainnya. Puskesmas tersebut sementara ini

masih dipimpin oleh seorang mantri dan dibantu oleh seorang paramedis,

hal ini dikarenakan belum adanya dokter yang bertugas di pulau ini.

80%

13%7%

Listrik PLN Listrik swasta Pelita

Page 73: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 29

87%

11% 2%

Beli Sumur Air hujan

Gambar 3. Persentase Sumber Air Minum Masyarakat Pulau Kambuno Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-Pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001

4.2.1.3. Sanitasi Lingkungan

Seperti pada kebanyakan pulau-pulau kecil lainnya, sanitasi

lingkungan di Pulau Kambuno masih tergolong rendah. Umumnya

masyarakat setempat masih menggunakan pantai sebagai tempat buang air

besar dan tempat membuang sampah. Akibatnya sering terjadi wabah

penyakit muntah berak. Data tentang kondisi sanitasi lingkungan disajikan

pada Tabel 9.

Tabel 9. Persentase Tempat Buang Air Besar dan Tempat Pembuangan Sampah

Tempat buang air

besar % Tempat pembuangan

sampah % Kakus 25,86 Lubang 3,45 Pantai 75,14 Kontainer 3,45

Pantai 93,1

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-Pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001

Page 74: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 30

4.2.2. Keadaan Ekonomi : Jenis dan Status Pekerjaan 4.2.2.1. Jenis Pekerjaan

Umumnya masyarakat di Pulau Kambuno mempunyai pekerjaan utama

di bidang perikanan. Mereka memanfaatkan laut sebagai tempat untuk

mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Berdasarkan hasil

survei, 79,32% masyarakat Pulau Kambuno bekerja sebagai nelayan dan

selebihnya bekerja sebagai pedagang, pegawai negeri sipil (Tabel 10).

Selain pekerjaan utama sebagai nelayan, sebagian kecil diantara mereka

(5,17%) juga mempunyai pekerjaan tambahan sebagai pedagang dan

94,83% tidak memiliki pekerjaan tambahan.

Tabel 10. Persentase Jenis Pekerjaan Utama dan Pekerjaan Tambahan Masyarakat di Pulau Kambuno

Pekerjaan Utama % Pekerjaan Tambahan %

Perikanan Pedagang

PNS Jasa

Dan lain-lain

79,32 5,17 8,62 1,72 5,17

Perikanan Pedagang

PNS Jasa

Tidak ada

3,45 1,72 0,00 0,00 94,83

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-Pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001

4.2.2.2. Tingkat Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga

Tingkat pendapatan rata-rata masyarakat nelayan di Pulau Kambuno

bervariasi dan persentase tertinggi yakni di bawah Rp 500.000 (46,55 %),

selanjutnya antara setengah sampai satu juta rupiah (20,69 %) dan sisanya

menyebar di atas satu juta rupiah perbulan (Tabel 11). Bervariasinya tingkat

pendapatan ini dapat disebabkan selain sumber mata pencaharian yang

berbeda juga bergantung kepada besar kecilnya skala usaha.

Oleh karena persentase pendapatan masyarakat Pulau Kambuno yang

tertinggi adalah di bawah Rp. 500.000, maka persentase pengeluaran

tertinggi juga paling tinggi di bawah Rp 500.000 yaitu 75,86%, selanjutnya

Page 75: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 31

antara setengah sampai satu juta rupiah (13,8%) dan paling rendah antara

1,6 sampai 2 juta rupiah (10,34%). Apabila dihubungkan antara jumlah

pendapatan dengan pengeluaran mereka, ternyata apa yang mereka peroleh

dari hasil pekerjaannya tidak semua dibelanjakan, bahkan dari sini juga

terlihat bahwa mereka cukup pintar dalam mengelola keuangannya karena

tidak ada yang mengeluarkan uang lebih tinggi dari pendapatannya.

Tabel 11. Persentase Rata-rata Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Masyarakat di Pulau Kambuno

Pendapatan % Pengeluaran %

< Rp 500.000 Rp 0,5 – Rp 1 Juta

Rp 1,1 – Rp 1,5 Juta Rp 1,6 – Rp 2 Juta

> Rp 2 Juta

46,55 20,69 6,90

15,52 10,34

< Rp 500.000 Rp 0,5 – Rp 1 Juta

Rp 1,1 – Rp 1,5 Juta Rp 1,6 – Rp 2 Juta

> Rp 2 Juta

75,86 13,8 10,34 0,00 0,00

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-Pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001

4.2.2.3. Tabungan dan Cara Mengatasi Kesulitan Keuangan

Kebiasaan menabung bagi masyarakat Pulau Kambuno masih

tergolong rendah dibandingkan dengan lokasi survei lainnya. Hal ini

mengindikasikan bahwa masyarakat pulau ini tergolong masyarakat yang

konsumtif. Hanya 36,21% responden menjawab mempunyai tabungan dan

63,79% responden lainnya tidak memiliki tabungan. Sebanyak 55,17% dari

responden yang memiliki tabungan menabung di bank, sedangkan sisanya

ditabung dalam bentuk uang dan emas. Untuk jelasnya dapat dilihat pada

Tabel 12.

Tabel 12. Persentase Pemilikan Tabungan dan Bentuk Tabungan

Pemilikan Tabungan % Bentuk Tabungan %

Ya 36,21 Bank 55,17 Tidak 63,79 Emas 15,52

Uang 29,31 Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-Pulau Sembilan, Pokja

Coremap Sul-Sel, 2001

Page 76: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 32

Sebanyak 65,52% responden menjawab pernah mengalami kesulitan

dalam hal keuangan, baik untuk modal produksi maupun kebutuhan sehari-

harinya. Selanjutnya untuk mengatasi kesulitan keuangan tersebut 51,72%

responden meminjam pada keluarganya dan sisanya meminjam di bank,

ponggawa, pinjaman tanpa bunga dan menjual barang simpanan. Data

lengkap tentang hal ini disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Persentase Mengatasi Kesulitan Keuangan

Pernah Kesulitan % Cara Mengatasi kesulitan %

Ya 65,52 Pinjam di bank 12,07 Tidak 34,48 Pinjam di keluarga 51,72

Pinjam tanpa bunga 13,79 Pinjam di ponggawa 17,25 Jual simpanan 5,17

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-Pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001

4.2.3. Keadaan Sosial Ekonomi 4.2.3.1. Perkembangan Umum Usaha Ekonomi Masyarakat

Sebagai pulau yang cukup besar dibandingkan dengan pulau-pulau

lainnya di Pulau-pulau Sembilan maka akses ekonomi masyarakat di pulau

ini tergolong cukup tinggi. Sebagian diantara penduduknya berperan

sebagai ponggawa bagi nelayan-nelayan lainnya di wilayah kepulauan

Sembilan di luar Pulau Kambuno. Secara umum, usaha ekonomi

masyarakat Pulau Kambuno cukup meningkat dari tahun ke tahun, meskipun

peningkatan yang diperlihatkan tidak terlalu banyak. Peningkatan ini dapat

dilihat dari jumlah armada penangkap ikan yang meningkat.

Masalah pendidikan merupakan faktor yang perlu ditingkatkan, karena

rata-rata pendidikan mereka hanya sampai sekolah dasar. Dengan tingkat

pendidikan yang masih rendah mereka tidak bisa berpikir lebih jauh ke

depan dalam upaya meningkatkan taraf hidup mereka.

Page 77: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 33

4.2.3.2. Keterkaitan Kegiatan dan Keberadaan Terumbu Karang

Pemahaman masyarakat Pulau Kambuno tentang terumbu karang

masih terbatas pada pengertian umum, sehingga pada umumnya belum bisa

menghubungkan keterkaitan antara terumbu karang dengan kegiatan usaha

mereka menangkap ikan. Meskipun demikian, sebagian kecil diantara

mereka (3,45%) pernah mengikuti pelatihan tentang terumbu karang.

Sebagai nelayan umumnya menggunakan alat selam (kompressor)

dalam kegiatan pencarian teripang, Tetapi tidak sedikit yang menggunakan

peralatan ini untuk mencari ikan hidup, yang dikombinasikan dengan bahan

bius, sehingga kegiatan tersebut potensial untuk merusak karang.

4.2.3.3. Penguasaan Aset-aset Produksi dan Non Produksi

Berdasarkan data tentang aset-aset produksi yang dimiliki oleh

masyarakat Pulau Kambuno menunjukkan bahwa 84,5% dari responden

telah memiliki kapal/perahu, dan 15,50% memiliki perahu layar. Penguasaan

aset-aset produksi khususnya alat tangkap juga disurvei. Data yang

diperoleh menunjukkan 37,93% dari responden memiliki alat kompresor,

25,86% memiliki alat nambe dan 24,14% memiliki alat pancing serta sisanya

berupa karamba jaring apung (KJA), bagang dan bahan pembius. Data

lengkap tentang hal ini disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Penguasaan Aset Produksi di Lokasi Pulau Kambuno

Armada yang dimiliki % Kepemilikan alat produksi % Kapal/perahu 84,50 Bagang 3,45 Perahu layar 15.50 Pancing 24,14

Kompresor 37,93 Jaring nambe 25,86 KJA 5,17

Bius 3,45 Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-Pulau Sembilan, Pokja

Coremap Sul-Sel, 2001

Page 78: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 34

Adapun aset non produksi dapat dilihat dari kepemilikan tanah,

simpanan uang di bank dan simpanan di rumah berupa emas. Meskipun

aset non produksi tidak produktif akan tetapi dapat mereka pergunakan

sewaktu-waktu jika sangat mendesak.

4.3. Intensitas dan Kondisi Sumberdaya Terumbu Karang

4.3.1. Pandangan dan Sistem Pengetahuan Ekologis

4.3.1.1. Sistem Pengetahuan Tradisional

Sistem pengetahuan tradisional masyarakat nelayan Pulau Kambuno

dapat dikategorikan dalam tiga kategori yaitu sistem pengetahuan mengenai

ruang/tempat berupa pengetahuan tentang pulau, lokasi-lokasi

penangkapan, dan kategorisasi ruang; sistem pengetahuan nelayan

mengenai laut dan isinya dan; sistem pengetahuan pelayaran.

* Pengetahuan Berkenaan Dengan Ruang/Tempat

Masyarakat nelayan Pulau-pulau Sembilan mengakui bahwa laut

memiliki kandungan sumberdaya hayati dan non hayati yang beragam, laut

dipandang sebagai sumber segala aktivitas pencaharian hidup. Masyarakat

nelayan Pulau Kambuno memiliki sistem pengkategorian ruang/tempat

di laut seperti karang, taka dan gosong. Karang bagi nelayan dipahami

sebagai tempat tinggal, tempat mencari makan, tempat bertelur dan tempat

berlindung bagi ikan, layaknya “rumah” bagi manusia. Pemahaman ini

terlihat dari hasil survei yang dilakukan di Pulau Kambuno tentang manfaat

terumbu karang (Tabel 15). Pada berbagai karang tersebut hidup berbagai

jenis ikan yang dalam bahasa lokal (Bahasa Bugis) disebut dengan “bale

batu” atau ikan karang.

Page 79: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 35

Tabel 15. Persentase Pengetahuan Masyarakat Pulau Kambuno Tentang Manfaat Terumbu Karang

Manfaat Terumbu Karang Persentase (%) Rumah Ikan 18,97 Tempat Ikan Hidup 31,02 Perlindungan Ikan 12,07 Tempat Menangkap Ikan 3,45 Perhiasan 3,45 Bahan Bangunan 18,97 Tidak Tahu 12,07

Sumber : Hasil Analisis Data Primer Studi Sosial Ekonomi Pulau-Pulau Sembilan, Pokja Coremap Sulsel , 2001

Wilayah di mana terdapat gugusan karang dinamakan “taka”. Konsep

“taka” merupakan salah satu unsur inti dalam sistem kategorisasi

pengetahuan nelayan tentang lingkungan lautnya. Nelayan Pulau Kambuno

mengenali semua taka yang berada di sekitar kawasan tempat tinggal

mereka. Taka-taka tersebut memiliki nama-nama tersendiri. Selain taka yang

berada dalam kawasan Pulau-pulau Sembilan, mereka juga mengenal

dengan baik lokasi-lokasi taka yang berada di luar kawasan mereka seperti

taka yang ada di Sulawesi Tenggara, Maluku, Irian, Nusa Tenggara Timur

bahkan taka yang berada di Australia. Pengetahuan tersebut diperoleh

nelayan dari pengalaman melaut mereka dan dari cerita-cerita serta

pengetahuan yang mereka peroleh secara turun temurun dari generasi

terdahulu. Hasil survei daerah penangkapan ikan masyarakat nelayan Pulau

Kambuno disajikan pada Tabel 18.

* Pengetahuan Berkenaan Dengan Laut dan Isinya

Hal yang dinilai aneh adalah bahwa pengetahuan nelayan Pulau

Kambuno mengenai fungsi karang bagi ikan, seperti yang telah diungkapkan

di atas, tidak sepadan dengan pengetahuan mereka mengenai jenis-jenis

karang. Hanya sedikit sekali yang mengetahui jenis-jenis karang, kendatipun

mereka mengenal dengan baik letak dan nama lokasi karang di perairan

Page 80: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 36

Pulau-pulau Sembilan dan bahkan daerah lain diluar kawasan tersebut.

Pada karang tersebut hidup berbagai jenis biota yang berasosiasi

dengannya, seperti berbagai jenis ikan dan biota non ikan (teripang, kima,

lola). Dalam pandangan nelayan, terdapat berbagai jenis ikan karang yang

dinilai memiliki nilai ekonomi yang tinggi seperti sunu, kerapu, napoleon,

kerapu, lencam dan lobster (Tabel 16).

Jenis ikan-ikan permukaan juga merupakan komoditi hasil laut yang

diusahakan oleh nelayan Pulau Kambuno, terutama nelayan pancing tangan

dan nelayan bagang. Jenis ikan permukaan yang diusahakan tersebut

antara lain ikan Teri, banjara, jajala dan Pepetek (Tabel 16). Menurut

pengetahuan nelayan setempat, jenis-jenis ikan tersebut hidup dalam

kelompok-kelompok besar pada lokasi-lokasi perairan dalam. Berbeda

dengan ikan-ikan karang yang oleh nelayan setempat diyakini tidak

bermigrasi, ikan-ikan permukaan memiliki mobilitas yang tinggi. Dalam

proses migrasi tersebut, ikan-ikan permukaan menjelajahi wilayah-wilayah

perairan lain, dan tidak hanya berputar di sekitar Teluk Bone.

Musim penangkapan ikan-ikan permukaan di kawasan Pulau Kambuno

terjadi pada musim Barat dimana pada waktu yang sama nelayan-nelayan

dari luar masuk ke kawasan Pulau-pulau Sembilan melakukan penangkapan.

Adapun ikan karang, diyakini oleh nelayan tidak disebabkan oleh siklus

migrasi biota tersebut, melainkan disebabkan oleh pergerakan ikan-ikan

tersebut dari daerah dangkal (taka) ke daerah yang lebih dalam.

Perpindahan tersebut dipengaruhi oleh siklus hidup biota tersebut, dimana

masyarakat nelayan percaya bahwa pada bulan Oktober hingga bulan April

merupakan saat dimana ikan-ikan karang, utamanya kerapu dan sunu, mulai

bertelur di sekitar karang, dan saat itulah dilakukan penangkapan.

Page 81: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 37

* Pengetahuan Berkenaan Dengan Pelayaran

Perangkat pengetahuan nelayan Pulau-pulau Sembilan berkenaan

dengan pelayaran difungsikan sebagai suatu cara memperoleh keselamatan

dalam pelayaran. Pengetahuan pelayaran ini umumnya dipengaruhi oleh

agama atau kepercayaan yang dianut penduduk setempat, yang digunakan

berdasarkan pengalaman empirik yang mereka hadapi selama melakukan

pelayaran.

Dapat dikatakan 100% penduduk Pulau-pulau Sembilan merupakan

masyarakat yang menganut agama Islam. Namun dalam hal pelayaran,

nampaknya kepercayaan tradisional peninggalan nenek moyang mereka

masih mewarnai kehidupan nelayan. Menurut informasi dari penduduk

nelayan setempat, terutama para penyelam, bahwa mereka sering melihat

mesjid, seorang haji atau wanita cantik di dasar laut. Karena itu, pada ujung

kapal mereka dipasang ijuk yang dipercaya mampu menangkal gangguan

mahluk-mahluk halus tersebut. Demikian pula dengan kepercayaan bahwa

setiap lokasi karang memiliki penunggu halus, sehingga bila akan

membuang sauh, terlebih dahulu mereka memberi salam. Kepercayaan

lainnya adalah bahwa rejeki berupa hasil tangkapan yang melimpah hanya

dapat diperoleh jika mereka berangkat pada waktu yang tepat, yaitu ketika

air laut pasang.

Kepercayaan yang bersumber dari agama Islam yang ditemukan

di Pulau Kambuno adalah kepercayaan bahwa pada hari Jumat, bila

seseorang berniat berangkat mencari ikan maka sebaiknya dilakukan setelah

sholat Jumat dilaksanakan. Kebiasaan ini juga banyak ditemukan di daerah

lain di Sulawesi Selatan, dimana pada hari Jumat, waktu pagi digunakan

nelayan untuk memperbaiki dan membersihkan kapal mereka, adapun

aktivitas penangkapan dilakukan setelah Sholat Jumat dilaksanakan.

Page 82: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 38

Berkenaan dengan musim, masyarakat nelayan Pulau Kambuno

mengenal dua musim yaitu Musim Timur yang berlangsung pada bulan April

hingga bulan September dan Musim Barat (Oktober hingga Maret). Berbeda

dengan aktivitas nelayan di daerah lain yang sangat terpengaruh oleh

musim, aktivitas nelayan Pulau Kambuno tidak banyak terpengaruh oleh

perubahan musim mengingat kondisi geografis kepulauan ini yang terletak

di Teluk Bone yang terlindung.

4.3.1.2. Pandangan Tentang Hak Atas Laut

Dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya laut,

nelayan Pulau-pulau Sembilan menganut pandangan, prinsip dan memiliki

sistem pengetahuan antara lain berupa pandangan tentang hak atas laut dan

sumberdaya yang dikandungnya. Dari pandangan tersebut muncul tiga

bentuk secara evolusional, yaitu (1) pandangan yang melihat dan memahami

laut serta isinya sebagai milik semua, (2) adanya aturan adat yang

mensyahkan dan mengatur pemilikan secara bersama dan (3) penerapan

aturan formal.

Masyarakat nelayan Pulau Kambuno memandang laut sebagai milik

semua, dengan kata lain laut dapat dimanfaatkan oleh siapa saja yang ingin

mencari penghidupan. Hasil survei yang dilakukan pada masyarakat di pulau

ini diperoleh pendapat 100% yang mengatakan bahwa laut dan segala isinya

merupakan milik bersama. Pandangan ini merupakan suatu bentuk umum

yang dianut oleh semua nelayan di Sulawesi Selatan. Dengan demikian,

mekanisme kontrol terhadap wilayah perairan dapat dilakukan oleh semua

orang yang berkepentingan dengan laut.

Dalam bentuk perilaku, implikasi perilaku dari pandangan ini dapat

dilihat dari kesediaan mereka menerima nelayan pendatang dari luar seperti

dari Takalar, Pulau Barrang Lompo dan pulau-pulau lainnya yang terletak

Page 83: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 39

di Selat Makassar, untuk menangkap ikan di kawasan Pulau Kambuno.

Demikian pula dengan aktivitas penangkapan ikan oleh nelayan lokal yang

sejak tahun 1970-an mulai melakukan penangkapan di daerah lain, terutama

untuk komoditi teripang, seperti daerah perairan Taka Bonerate (Selayar),

Sulawesi Tenggara, Maluku, Irian Jaya, Nusa Tenggara Timur bahkan

hingga Australia.

Saat ini terdapat kecenderungan bahwa pandangan “laut milik semua”

mulai berubah akibat adanya berbagai peraturan pemerintah seperti

peraturan pelarangan melakukan pengrusakan daerah karang dalam proses

penangkapan, pelarangan penggunaan bahan-bahan destruktif dan undang-

undang Otoda. Hal ini sejalan dengan hasil survei yang dilakukan pada

masyarakat di Pulau Kambuno diperoleh jawaban 94,80% yang mengatakan

setuju terhadap pelarangan pengoperasian alat yang merusak sumbedaya

laut, sedangkan yang tidak setuju tentang hal tersebut hanya 5,17%. Dari

hasil wawancara beberapa tokoh masyarakat berpendapat bahwa dalam

pengelolaan laut idealnya dilakukan sama dengan pengelolaan kebun yang

ada di darat. Setiap penduduk pulau mempunyai hak dan kewajiban untuk

mengelola wilayah laut tersebut supaya tetap terhindar dari usaha

pengrusakan. Hal lain yaitu adanya berbagai kejadian pengusiran nelayan

yang berasal dari luar dengan alasan bahwa daerah tersebut merupakan

milik masyarakat Sinjai. Meskipun alasan yang dikemukakan nelayan

setempat atas kejadian tersebut adalah alasan persaingan jumlah hasil

tangkapan, namun kejadian tersebut menyiratkan adanya mekanisme

mempertahankan wilayah penangkapan mereka.

Sedangkan penguasaan wilayah laut berdasarkan aturan formal

didasarkan pada peraturan pemerintah yang mengatur penggunaan atau

pemanfaatan sumberdaya alam laut. Aturan-aturan tersebut berupa

pelarangan penggunaan beberapa alat tangkap destruktif seperti bom, potas,

Page 84: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 40

dan bubu, serta perizinan untuk melakukan penangkapan di dalam suatu

kawasan.

Peraturan formal dapat dikeluarkan oleh pemerintah setempat dengan

mengacu pada Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah yang lebih

tinggi. Sangat disayangkan oleh nelayan bahwa banyaknya pihak yang

memiliki hak untuk mengeluarkan peraturan, menyebabkan banyaknya

peraturan yang tumpang tindih. Demikian pula dengan pengawasan

terhadap wilayah laut dan sanksi yang diberikan oleh aparat keamanan laut

sangat lemah. Bahkan disinyalir oleh nelayan bahwa ada “permainan yang

terjadi antara nelayan dan pihak keamanan”, menyebabkan terjadinya kasus

seperti yang terjadi bulan Oktober 2000. Pada kasus tersebut, penghakiman

secara massal tersebut terjadi karena nelayan sudah tidak lagi mempercayai

aparat pemerintah dan aparat keamanan yang secara bersama-sama

memiliki fungsi sebagai aparat penegak hukum. Dalam kasus tersebut,

nelayan Buton yang datang untuk mengeksploitasi kerang mata tujuh

(Abalone) ditangkap dan dibawa oleh warga ke pihak kecamatan, Bupati dan

DPRD II Sinjai

Demikian pula dengan beberapa kasus penggunaan beberapa alat

tangkap destruktif yang diakui oleh nelayan setempat juga dilakukan oleh

beberapa nelayan di Pulau Kambuno. Hasil survei yang dilakukan di pulau ini

sebenarnya sudah banyak nelayan yang mengetahui tentang aturan

pelarangan penggunaan alat tangkap destruktif tersebut. Seperti diperoleh

jawaban 65,52% mengatakan mengetahui adanya peraturan pemerintah

yang melarang penggunaan bom dalam penangkapan ikan dan yang tidak

mengetahui sebanyak 34,48%. Sedangkan pelarangan penggunaan potas

sebanyak 55,17% yang mengetahui dan yang tidak mengetahui sebanyak

44,83%. Dalam kasus-kasus semacam ini, penegakan aturan formal terlihat

Page 85: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 41

sangat lemah, bahkan lebih terkesan bahwa peraturan tersebut hanya

berlaku bagi nelayan yang tidak menggunakan alat serupa.

4.3.1.3. Pengetahuan Tentang Jenis-jenis Biota Laut Bernilai Ekonomi Tinggi

Di Pulau Kambuno dalam situasi sekarang, daftar pengetahuan

nelayan bukan hanya memuat sedemikian banyaknya jenis biota yang

sekedar dapat dikomsumsi dan dipertukarkan, melainkan yang terpenting

adalah pengetahuan tentang jenis-jenis biota yang bernilai ekonomi tinggi

diantara jenis-jenis biota lainnya.

Pengetahuan yang selektif seperti ini dipengaruhi oleh peningkatan dan

perubahan pola makan konsumen, peningkatan permintaan dan harga

pemasaran yang melibatkan stakeholders secara kompleks, ketergantungan

sepenuhnya pihak nelayan pada situasi pasar dan aspek pengelolaan

informasi oleh nelayan mulai meningkat.

Jenis-jenis biota laut yang bernilai ekonomis tinggi menurut nelayan

Pulau Kambuno antara lain untuk jenis ikan seperti sunu, langkoe, kerapu,

lencam, laccukang dan ekor kuning. Jenis ikan yang mahal adalah ikan

kerapu khususnya kerapu tikus. Sedangkan untuk jenis non ikan yang

bernilai ekonomis tinggi antara lain cumi-cumi, kerang-kerangan,

udang/lobster, penyu dan teripang. Jenis biota non ikan ini, terutama

teripang, telah dieksploitasi oleh masyarakat nelayan sejak lama.

Harga teripang bergantung kepada jenisnya, teripang yang paling

mahal adalah jenis teripang Susu (Koro) dengan harga Rp 100.000/ekor

(berat diatas 1,7 kg) dan termurah adalah jenis teripang Cera dan Donga

dengan harga Rp 5.000/ekor. Sedangkan untuk teripang Pandang dan Batu

masing-masing dengan harga Rp 20.000/ekor dan Rp 15.000/ekor.

Page 86: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 42

Ukuran lobster yang ditangkap lebih besar dari 0.5 kg, karena yang

lebih kecil tidak ada pembeli. Harga lobster juga bervariasi bergantung

kepada berat atau size lobster tersebut. Untuk size A dengan berat di atas

0,5 kg harganya Rp 90.000, size B dengan berat 1 – 5 ons harganya

Rp 70.000 dan untuk berat di bawah 1 ons hargarnya Rp 20.000. Harga

lobster tersebut merupakan harga dari nelayan ke juragan, sedangkan harga

dari juragan ke pengekspor, masing-masing size dinaikkan harganya

Rp 10.000.

4.3.1.4. Pandangan Tentang Kelangkaan Sumberdaya dan Prinsip- prinsip Konservasi

Di Pulau Kambuno, hampir semua responden menganggap bahwa

telah terjadi penurunan jumlah populasi biota bernilai ekonomi dalam semua

jenis dalam perairan sekitar Pulau Kambuno. Hasil survei yang dilakukan

terhadap nelayan Pulau Kambuno tentang kondisi hasil tangkapan di

perairan Pulau-pulau Sembilan didapatkan 67,39% yang mengatakan hasil

tangkapan menurun, 6,52% mengatakan meningkat, 19,57% mengatakan

tetap dan yang tidak tahu sebanyak 6,52%.

Jenis ikan terutama ikan karang yang mengalami panurunan seperti

sunu, laccukang, dan kerapu. Sedangkan dari jenis biota non ikan yang

mengalami panurunan seperti teripang, dan udang/lobster. Sampai

sekarang ini biota-biota tersebut sudah sangat jarang ditemukan di kawasan

Pulau-pulau Sembilan. Hasil wawancara terhadap nelayan teripang pada

survei ini dilakukan mengatakan bahwa untuk menangkap satu ekor teripang

saja pada saat ini sudah sangat sulit mendapatkannya, apalagi untuk

mendapatkan lebih dari itu.

Panurunan populasi ikan karang dalam berbagai jenis, baru terjadi

selama kurang lebih 10 tahun terakhir, yaitu sejak permintaan dan harga

Page 87: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 43

ikan-ikan karang hidup meningkat. Namun secara umum panurunan ini

terutama disebabkan oleh penggunaan potas oleh sebagian nelayan yang

tidak bertanggung jawab. Hasil survei yang dilakukan di pulau ini tentang

penyebab kelangkaan sumberdaya tersebut adalah 8,70% yang mengatakan

penyebabnya adalah bom, bius 6,52%, nelayan 39,14%, musim 13,04%,

rusaknya taka (terumbu karang) 13,04%, ikan kurang 6,52% dan yang tidak

tahu 13,04%. Akibat penggunaan racun, bukan hanya membunuh ikan-ikan

kecil dari semua jenis, tetapi juga merusak/mematikan terumbu karang.

Kerusakan terumbu karang yang sebagian besar diakibatkan oleh

penggunaan bahan peledak dan potas telah mengenai terumbu karang di

hampir semua taka-taka di wilayah perairan Pulau-pulau Sembilan.

Kesadaran masyarakat nelayan Pulau Kambuno terhadap prinsip-

prinsip konservasi dan pengelolaan sumberdaya laut, nampaknya masih

sangat sulit untuk dilaksanakan, karena pada kenyataannya motivasi

ekonomi nelayan bahkan lebih dari sekedar memperbandingkan dan

menyeimbangkan tangkapan atau pendapatan sekarang dengan yang lalu.

Dalam keadaan tangkapan ikan kurang, nelayan mempunyai prinsip bahwa

apapun yang ditemukan di laut yang diperkirakan mempunyai nilai ekonomi,

semuanya dipungut dan dimasukkan ke dalam perahunya. Biasanya yang

memegang prinsip ini adalah penyelam teripang dan lobster. Apabila

mereka pulang dengan hasil yang minim, biasanya mereka melakukan

pemboman ikan di sepanjang perjalanan pulang mereka. 4.3.2. Jenis dan Intensitas Pemanfaatan Sumberdaya

Jenis sumberdaya laut yang dimanfaatkan oleh nelayan Pulau

Kambuno adalah teripang, ikan karang (sunu, kerapu, dan napoleon), dan

lobster. Sumberdaya laut lainnya yang banyak dimanfaatkan oleh

Page 88: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 44

masyarakat pulau tersebut adalah batu karang yang digunakan untuk bahan

bangunan juga digunakan sebagai dinding tanggul di pantai.

Berdasarkan hasil survei, persentase jenis sumberdaya laut yang

banyak dimanfaatkan oleh nelayan pulau ini adalah teripang (28,87%).

Tingginya persentase ini disebabkan karena umumnya nelayan

di pulau ini berprofesi sebagai penyelam. Persentase jenis sumberdaya laut

yang dimanfaatkan di Pulau Kambuno selengkapnya disajikan pada Tabel

16.

Tabel 16. Persentase Sumberdaya Laut (Ikan dan Non Ikan) yang Tertangkap di Pulau Kambuno.

Jenis sumberdaya laut Persentase (%)

Teripang 28,87 Pepetek 11,86 Lobster 10,17 Sunu 8,47 Kerapu 6,78 Teri 5,08 Ikan Merah 5,08 Pepetek 3,39 Lencam 3,3 Tiram Mutiara 3,39 Jajala / selar kuning 1,69 Napoleon 1,69 Kembung 1,69 Udang 1,69 Sarisi / teri nasi 1,69 Penyu 1,69 Ikan batu 1,69 Tenggiri 1,69

Sumber : Hasil Analisis Data Primer Studi Sosial Ekonomi Pulau-Pulau Sembilan, Pokja Coremap Sulsel , 2001

4.3.2.1. Teknologi Pemanfaatan

Pada umumnya nelayan di pulau ini sebagai penyelam teripang dan

alat produksi yang digunakan seperti bagang, pancing ulur, jaring nambe,

karamba jaring apung, dan penggunaan potas (Tabel 17). Persentase

Page 89: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 45

tertinggi alat produksi yang digunakan oleh nelayan di pulau ini adalah alat

selam, yaitu sebesar 38,24 % dan yang terendah adalah bagang dan potas.

Tabel 17. Jenis Alat Tangkap yang Terdapat di Pulau Kambuno Alat Tangkap Persentase (%)

Kompressor / alat selam 38,24 Jaring nambe 26,47 Pancing ulur 23,53 Kepemilikan Alat (Keramba Jaring Apung) 5,88 Bagang 2,94 Bius / potas 2,94

Sumber : Hasil Analisis Data Primer Studi Sosial Ekonomi Pulau-Pulau Sembilan, Pokja Coremap Sulsel , 2001

4.3.2.2. Metode Penangkapan

* Kegiatan Penyelaman (Kompresor)

Cara penangkapan penyelam yaitu menyelam di perairan dangkal baik

di area terumbu karang maupun di lokasi-lokasi yang dasarnya berpasir,

berlumpur, dan berbatu-batu, dimana terdapat biota yang dicarinya seperti

teripang, lola, kima, siput, tiram mutiara, dan lainnya. Biota tersebut bukanlah

spesies liar melainkan biota yang relatif diam, setelah ditemukan tinggal

dipungut. Kegiatan penyelaman dilakukan secara bergantian dan biasanya

sekali menyelam terdiri dari dua orang.

* Pancing

Menurut jenis tangkapannya, alat pancing dapat dikelompokkan yaitu

pancing cakalang, pancing ikan karang atau biasa digunakan adalah pancing

ulur yang diberi umpan hidup dan pancing kedo-kedo yang ditarik di

belakang kapal dan menggunakan umpan buatan, pancing rinta, yaitu

untaian beberapa kail dengan umpan buatan, dan pancing cumi-cumi.

Pancing cakalang dioperasikan pada perairan yang dalam dengan

menggunakan kapal khusus yang biasa dinamakan oleh masyarakat

setempat adalah kapal perikanan, pancing ikan karang sebagian besar

Page 90: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 46

dioperasikan di Taka-taka (area terumbu karang) jenis ikan yang

dikhususkan ditangkap adalah sunu dan kerapu, pancing rinta digunakan

untuk menangkap ikan-ikan selar bentong, kembung, layang dan jenis-jenis

ikan pelagis lainnya. Sedangkan pancing cumi-cumi dioperasikan

di taka-taka yang relatif dangkal airnya, dengan menggunakan umpan

buatan (artificial) yang terbuat dari plastik.

Melihat aktifitas kerja alat tangkap pancing tampak bahwa perilaku

yang inti dalam kegiatan memancing ada 3 yaitu memikat biota buruan

dengan aroma umpan alami yang diam, dengan gerakan umpan hidup dan

dengan umpan buatan yang digerakkan. Ketiga cara tersebut dapat

digunakan untuk menangkap ikan kerapu.

* Bagang

Bagang dapat dikatakan merupakan hasil penemuan asli masyarakat

nelayan Sinjai. Dalam proses penemuannya, terdapat 4 tahap evolusi yang

dilalui sebelum bagang menemukan bentuknya sekarang ini. Tahap-tahap

tersebut adalah bagang tancap, bagang rakit, bagang perahu dengan

menggunakan lampu petromaks, bagang perahu motor dengan lampu

petromaks, dan terakhir bagang perahu motor dengan lampu listrik.

Pada tahap pertama, menurut informasi dari nelayan setempat, bagang

hanyalah merupakan alat tangkap yang terdiri atas beberapa bilah bambu.

Alat ini digunakan oleh kaum wanita untuk menangkap ikan di sepanjang

pantai untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Bagang pertama ini merupakan

bagang tancap yang terbuat dari 4 buah tiang bambu yang pada bagian

bawahnya diberi jaring yang dapat diangkat bila ikan-ikan terlihat masuk.

Pada perkembangan selanjutnya, bagang tancap ini kemudian ditiru oleh

nelayan (kaum pria) dan dimodivikasi untuk dapat dipindah-pindahkan

dengan cepat. Bagang tancap tersebut kemudian dipasang pada rakit yang

Page 91: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 47

juga terbuat dari bambu. Bagang tersebut kemudian disebut dengan bagang

rakit.

Melihat bahwa hasil yang dapat diperoleh lebih banyak lagi bila alat

tersebut digunakan di laut dalam, maka bagang tersebut dipadukan dengan

perahu dengan menggunakan petromaks sebagai alat bantu menarik ikan

mendekati jaring yang diletakkan di sekeliling perahu. Setelah dikenalnya

mesin, maka perahu-perahu bagang yang sebelumnya digerakkan oleh layar

kemudian diberi mesin. Pada akhir-akhir ini, perahu bagang yang

menggunakan mesin untuk menggerakkan perahu menuju ke lokasi

penangkapan, juga digunakan sebagai pembangkit listrik berkekuatan 5000

watt untuk menyalakan lampu. Bagang listrik ini menggunakan 20 - 30 buah

balon lampu.

Disinyalir oleh penduduk setempat bahwa pabagang (sebutan yang

lazim digunakan untuk menyebut nelayan bagang), juga menggunakan bom

dalam melakukan operasi penangkapan untuk menghindari ikan lepas dari

alat tangkap.

* Jaring nambe

Jaring ini digunakan di laut dangkal pada malam hari, dan menurut

beberapa nelayan biasanya digunakan dekat dengan karang karena itu

jaring ini sering tersangkut. Jaring nambe dioperasikan dengan

menggunakan perahu jolloro (sampan bermesin) dengan jumlah awak

sebanyak 3 hingga 5 orang nelayan. Prinsip kerja jaring ini hampir sama

dengan penggunaan gae (purse seine) yang menggunakan lampu. Panjang

jaring nambe ini adalah 200 m dengan lebar 2 m.

Jenis ikan yang tertangkap adalah ikan lencam, “sinrili”, dan beberapa

jenis ikan karang lainnya maupun ikan pelagis.

Page 92: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 48

* Penggunaan Obat Bius Penggunaan potas dalam upaya penangkapan ikan merupakan sarana

tangkap ilegal karena menyebabkan sumberdaya dan ekosistem terutama

ekosistem terumbu karang menjadi rusak. Cara pengoperasian potas yaitu

pengguna mengamati ikan-ikan yang menjadi sasaran, lalu mengikutinya

dengan perahu atau sekoci sambil membawa penyemprot yang berisi racun.

Pada saat ikan bersembunyi di balik karang, lalu penyemprotan dilakukan

dengan mengikuti arah arus. Tujuan penggunaan potas adalah untuk

memingsankan ikan agar lebih mudah tertangkap hidup-hidup dan setelah

ikan pingsan kemudian diambil dan disegarkan kembali dengan memberikan

air baru di atas kapal.

4.3.2.3. Lokasi Penangkapan

Lokasi penangkapan nelayan di Pulau Kambuno sangat ditentukan oleh

alat tangkap dan kemampuan kapal yang mereka gunakan. Lokasi

penangkapan yang menjadi tujuan antara lain Teluk Bone, Kabupaten

Selayar, Timor Kupang/Lombok, Sorong, Maluku. Selain dari daerah di atas,

nelayan juga melakukan penangkapan di sekitar taka yang terdapat

di sebelah Timur Kepulauan Sembilan. Hal yang menarik yang didapatkan

dari penyelam teripang adalah mereka juga melakukan penyelaman

di perairan Australia, walaupun di dalam kuisioner tidak di dapatkan data

tersebut. Hal ini diakibatkan bahwa para penyelam tersebut takut untuk

mengutarakan secara terbuka.

Daerah penangkapan yang memiliki persentase tertinggi yang dijadikan

daerah penangkapan adalah taka di sekitar Pulau-pulau Sembilan yaitu

sebesar 56,52%, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 18.

Page 93: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 49

Tabel 18. Persentase Daerah Penangkapan Nelayan Pulau Kambuno.

Daerah Penangkapan Persentase (%) Pulau-Pulau Sembilan 56,52 Kupang/Lombok 17,39 S o r o n g 13,05 Teluk Bone 8,70 Maluku 2,17 Selayar 2,17

Sumber : Hasil Analisis Data Primer Studi Sosial Ekonomi Pulau-Pulau Sembilan, Pokja Coremap Sulsel , 2001

4.3.2.4. Waktu dan Musim Penangkapan

Waktu penangkapan sangat bergantung pada musim penangkapan,

jenis alat tangkap, dan lokasi penangkapan. Secara umum puncak musim

penangkapan di pulau ini antara bulan Oktober hingga April atau bertepatan

dengan musim angin barat. Pada hari-hari biasa di luar puncak musim

penangkapan, nelayan di pulau ini juga tetap melakukan penangkapan

disekitar taka-taka Kepulauan Sembilan. Waktu atau lama penangkapan

bervariasi antara kurang dari satu minggu hingga diatas empat minggu.

Waktu/lama penangkapan nelayan Pulau Kambuno kurang dari dua

minggu memiliki persentase tertinggi sebesar 73,91%. Persentase waktu

/lama penangkapan ikan disajikan pada Tabel 19.

Tabel 19. Persentase Waktu/lama Penangkapan Nelayan Pulau Kambuno

Waktu/lama Penangkapan Persentase (%)

< 1 minggu 73,91 1 – 2 minggu 15,22 3 – 4 minggu 0,00 > 4 minggu 10,87

Sumber : Hasil Analisis Data Primer Studi Sosial Ekonomi Pulau-Pulau Sembilan, Pokja Coremap Sulsel , 2001

Biaya operasional yang digunakan oleh para nelayan di Pulau

Kambuno sangat bervariasi antara satu alat dengan alat lainnya. Biaya

operasional ini sangat ditentukan oleh daerah penangkapan dan lama

Page 94: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 50

operasi penangkapan dengan kisaran ± Rp. 500.000 - ± Rp.2.000.000.

Biaya operasional kurang dari Rp. 500.000 merupakan persentase biaya

operasional tertinggi (73,91%). Persentase biaya operasional penangkapan

dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Persentase Biaya Operasional Penangkapan Nelayan Pulau Kambuno.

Biaya Operasional (Rp) Persentase (%) < 500.000 73,91

500.000 – 1.000.000 15,22 > 2.000.000 6,52

1.600.000 – 2.000.000 4,35 1.100.000 – 1.500.000 0,00

Sumber : Hasil Analisis Data Primer Studi Sosial Ekonomi Pulau-Pulau Sembilan, Pokja Coremap Sulsel , 2001

4.3.3. Analisis Stakeholder 4.3.3.1. Stakeholder Internal

Organisasi ponggawa sawi merupakan salah satu stakeholder

internal di Pulau Kambuno, disamping kelompok nelayan lainnya seperti

nelayan bagang, nelayan pancing, penyelam teripang dan pengguna alat

tangkap destruktif (Bom dan bahan beracun), pedagang, ponggawa laut dan

darat dan tokoh masyarakat seperti Kepala Kelurahan, Imam Desa dan

penduduk kelurahan.

Stakeholder yang merusak terumbu karang pada Pulau Kambuno

adalah nelayan penangkap ikan yang menggunakan alat tangkap destruktif,

dan masyarakat yang mengambil terumbu karang sebagai bahan bangunan

dan tanggul penahan ombak.

Di Pulau Kambuno banyak terdapat karamba jaring apung yang

menampung biota laut terutama ikan kerapu/sunu. Untuk mendapatkan jenis

ikan ini dalam jumlah yang banyak tidak cukup dengan hanya menggunakan

Page 95: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 51

alat pancing sehingga untuk mendapatkan lebih banyak harus menggunakan

bahan kimia (potas) untuk membius ikan tersebut, kegiatan ini kebanyakan

dilakukan para penyelam. Dampak dari penggunaan bahan kimia ini adalah

merusak terumbu karang dalam waktu cukup lama bila dibandingkan dengan

kerusakan yang terjadi akibat pengunaan bom atau akibat jangkar yang

diturunkan pada saat kapal berlabuh. Mobilitas masyarakat yang tinggi di

Pulau Kambuno karena selain sebagai Kelurahan pulau-pulau Sembilan juga

sebagai pusat pedagang pengumpul (ponggawa darat) biota laut .

Sedangkan stakeholder yang menjaga kelestarian terumbu karang

secara langsung belum terlihat dengan jelas, namun secara tidak langsung

masih ada tokoh masyarakat yang berada di pulau ini yang selalu

mengingatkan para stakeholder agar selalu menjaga kelestarian terumbu

karang untuk generasi mendatang.

4.3.3.2. Organisasi dan Potensi Konflik

Organisasi nelayan yang secara khusus bergerak dalam pengelolaan

sumberdaya laut yang dapat ditemukan di Pulau Kambuno berupa organisasi

tradisional ponggawa-sawi. Organisasi lain yang pernah ada berupa

organisasi koperasi yang kemudian hilang dengan sendirinya akibat tidak

dapat bersaing dengan organisasi tradisional yang sudah mendarah daging

di kalangan masyarakat nelayan.

Organisasi ponggawa-sawi adalah organisasi kerja nelayan yang

terdapat di semua masyarakat nelayan. Ikatan di antara kedua unsur

pembentuknya yaitu ponggawa dan sawi seringkali diartikan oleh sebagai

suatu bentuk eksploitasi yang menjadi penyebab miskinnya sebagian besar

kaum nelayan. Namun organisasi bentukan pemerintah atau lembaga

non-pemerintah yang telah pernah ada belum mampu menggantikan ikatan

yang terbentuk diantara keduanya.

Page 96: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 52

Ada dua bentuk variasi peran dari organisasi nelayan ini yaitu bila

nelayan bekerja sendiri, maka hanya terdapat seorang ponggawa saja,

namun jika nelayan bekerja dalam bentuk kelompok, maka dikenal apa yang

disebut “ponggawa darat” yang seringkali disebut “ponggawa bonto” dan

“ponggawa laut”. Dengan adanya dua variasi status dalam organisasi yang

sama tersebut, maka juga berimplikasi pada munculnya peran-peran yang

dimainkan pelakunya berdasarkan status yang disandangnya. Konsep

“ponggawa” pada nelayan individual, setara dengan pemilik usaha berskala

kecil pada organisasi kerja modern, sedangkan konsep “ponggawa darat”

bila disetarakan dengan status yang ada pada usaha modern, maka status

tersebut setara dengan pemilik usaha atau direktur, sedangkan “ponggawa

laut” pada nelayan berkelompok setara dengan “manajer”.

Sawi merupakan istilah umum yang digunakan untuk menyebut

nelayan yang bekerja dalam bentuk kelompok, walaupun sebenarnya semua

nelayan yang secara fisik terlibat secara langsung dalam kegiatan

penangkapan adalah sawi, meskipun ia bekerja seorang diri seperti nelayan

pemancing.

Pola Patron-Client pada masyarakat nelayan seperti ponggawa-sawi

haruslah dilihat sebagai bentuk perusahaan perikanan berskala kecil.

Berdasarkan status yang disandangnya, ponggawa laut dan ponggawa darat

menjalankan perannya sebagai penanggung jawab dari keberlanjutan usaha

yang dimilikinya. Kewajiban yang dimiliki seorang ponggawa darat

berkenaan dengan keberlanjutan usahanya adalah:

1. Mengelola dan mengusahakan tersedianya modal secara terus

menerus;

2. Mengusahakan penjualan hasil tangkapan nelayan dengan yang dapat

menguntungkan kedua pihak (pada nelayan individu);

Page 97: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 53

3. Memberikan informasi kepada nelayan tentang harga jual dan komoditi

yang memiliki tingkat harga yang tinggi;

4. Membiayai kerusakan alat produksi;

5. Memberikan perlindungan secara sosial dan ekonomi kepada tenaga

kerja yang dimilikinya.

Adapun ponggawa laut memiliki kewajiban mengorganisasikan modal,

alat produksi dan tenaga kerja dalam setiap operasi penangkapan. Selain itu

ponggawa laut juga berkewajiban menjaga alat-alat produksi agar tetap

dalam kondisi yang baik. Peran lainnya adalah:

1. Memimpin operasi penangkapan;

2. Menjual hasil tangkapan dan membagikan keuntungan tersebut kepada

para sawinya;

3. Merekrut anggota/sawi;

4. Menanggung resiko kerusakan alat produksi dan kerugian modal;

5. Menjaga keselamatan sawi dan alat produksi selama proses produksi

berlangsung.

Sawi berkewajiban melakukan aktivitas penangkapan ikan yang

kemudian diserahkan kepada pihak ponggawa/ponggawa darat/ponggawa

laut untuk menjualnya. Meskipun dari tingkat pendapatan,mereka jauh lebih

rendah dibandingkan penghasilan ponggawa dan resiko yang harus mereka

tanggung, namun seorang sawi tidak dapat lepas sama sekali dari

ponggawa. Ikatan tersebut tidak hanya merupakan ikatan kerja, namun juga

merupakan ikatan kekeluargaan berdasarkan kepercayaan, meskipun

mungkin di antara kedua pihak tidak terdapat pertalian darah.

Permasalahan yang dihadapi oleh juragan penyelaman adalah tenaga

kerja (sawi) yang semakin langka, karena apabila seorang sawi sudah

berpengalaman mereka cenderung menjadi juragan sehingga pada saat

Page 98: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 54

melakukan operasi sebagian tenaga kerja di datangkan dari daerah

di tempat melakukan operasi.

Menurut beberapa juragan, lama peminjam modal dari ponggawa

bergantung kepada hasil yang diperoleh. Berdasarkan pengalaman berkisar

antara 3 – 10 tahun, namun jika juragan tidak berhasil melunasi utangnya,

maka dia terpaksa mengembalikan perahu dan mesin ke ponggawa.

4.4. Sistem pengolahan Pasca Panen dan Pemasaran Hasil

Sejarah pengolahan perikanan sudah dimulai sejak dahulu kala, ribuan

tahun sebelum masehi. Kapan mulainya orang mengenal cara pengolahan

hasil perikanan tidak diketahui dengan pasti. Namun bukti-bukti menunjukkan

bahwa ketika masih jaman batu pun telah diketahui adanya cara-cara

pengolahan hasil perikanan secara sederhana. Diduga pengeringan

merupakan metode pengawetan dan pengolahan hasil perikanan yang

pertama-tama dikerjakan orang. Bukti-bukti peninggalan tentang penggunaan

garam untuk pengawetan hasil perikanan banyak diketemukan di daerah

sepanjang Sungai Nil, Tigris, Indus, Eufrat, dan Sungai Kuning (cina). Cara

pengolahan hasil perikanan berkembang lebih maju, dengan dikenalnya

pengasapan. Seiring dengan perkembangan teknologi, maka pengolahan

hasil perikanan juga ikut berkembang. Hal itu ditandai dengan dimulainya

pengolahan dengan pendinginan, pembekuan, pengalengan, dan seterusnya.

Kegiatan pasca panen berawal sejak ikan dinaikkan ke kapal atau

ke darat, melalui penanganan di kapal, di darat, pengolahan, pengangkutan,

distribusi pada pemasaran perdagangan besar dan ecer, sampai diserahkan

kepada dan dikonsumsi oleh konsumen. Sedangkan istilah teknologi pasca

panen meliputi semua ilmu, metode, teknik, sistem, serta peralatan dan

prosedur yang terpakai dalam kegiatan-kegiatan pasca panen termasuk

teknologi pemasarannya.

Page 99: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 55

PRA-PANEN PASCA-PANEN k o n p s 1. Perikanan Pra Panen e 2. Pendaratan 3. Pengolahan 4. Pengepakan 5. Penyimpanan 6. Distribusi u n dan pengumpulan : a.pengangkutan m a - Pelelangan b.penyimpanan s n - Penjualan c.perdaganan bsr i

g d. pengeceran k

2. Perikanan Laut a Pelabuhan/ p Pendaratan a 3. Perikanan Per- n airan Umum Pendaratan; Pengumpulan 4. Perikanan Budidaya Gambar 4. Kegiatan Perikanan Sumber : Hasil Survei Sosial Ekonomi Masyarakat Pulau-Pulau Sembilan,

Pokja Coremap 2001

Sarana fisik dan non fisik yang diperlukan bagi pengembangan usaha

perikanan, khususnya pada tahap pasca panen adalah sebagai berikut::

a. Metode, teknik, sistem, prosedur; contoh: refrigerasi, teknik pendinginan,

sistem yang diterapkan, prosedur yang harus dituruti.

b. Peralatan dan Bahan; contoh: pabrik es, kamar dingin, gudang beku, air

bersih, garam, bahan pengepak, alat pengangkut.

c. Keahlian, bidang ilmu; contoh: biologi, perikanan, teknologi, pasca

panen/engineering, management, pemasaran, dan lain-lain.

d. Establishmen; contoh: kapal, pelabuhan, tempat pengumpulan, alat

angkut, gudang ikan, pasar ikan, dan lain-lain.

e. Penelitian dan pengembangan; contoh: laboratorium, pengetahuan,

keterampilan, dan lain-lain.

f. Pembinaan mutu; contoh: standardisasi, petunjuk cara penanganan,

pengolahan, distribusi, dan lain-lain (quality control).

Pemasaran telah didefinisikan dengan berbagai cara oleh berbagai

penulis, dan pada tulisan ini kami akan memilih defenisi pemasaran adalah

Page 100: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 56

kebutuhan, keinginan dan permintaan

produk utilitas, nilai dan kepuasan

pasar

sebagai berikut : proses sosial dan manejerial dengan mana seseorang atau

kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui

penciptaan dan pertukaran produk dan nilai.

Gambar 5. Konsep-Konsep Inti pemasaran. Sumber : Hasil Survei Sosial Ekonomi Masyarakat Pulau-Pulau Sembilan,

Pokja Coremap 2001

4.4.1. Jenis dan metode Pengolahan Pasca Panen di Pulau Kambuno

Pulau Kambuno merupakan Ibukota dari Kelurahan Pulau-Pulau

Sembilan, dan merupakan pulau terbesar. Seperti telah dijelaskan

sebelumnya, Mata pencaharian penduduk di pulau tersebut cukup

bervariasi, diantaranya adalah nelayan bagang, pemancing ikan kerapu

(ikan hidup) dan tongkol (pa’tongkol), karamba (pengumpul), penyelam

teripang, jaring cantrang, panambe (pukat pantai), dan para pembius ikan

kerapu dan lobster.

Pengoperasian alat tangkap bagang mulai dari fishing base

ke fishing ground umumnya dilakukan pada sore hari dan kembali pada

tengah malam (subuh). Pemancing kerapu membutuhkan waktu satu hari

di lokasi penangkapan, demikian halnya dengan nelayan yang

menggunakan alat tangkap jaring cantrang dan bius yaitu ke fishing ground

pagi hari dan kembali ke fishing base menjelang sore hari. Alat tangkap

nambe umumnya dilakukan penangkapan pagi hari sampai siang hari.

Sedangkan alat tangkap ikan tongkol dan teripang, nelayan membutuhkan

waktu lebih lama di daerah penangkapan yaitu antara 1 sampai 3 minggu

dan 3 bulan untuk penyelam.

Pertukaran, transaksi, dan hubungan

Pemasaran dan pemasar

Page 101: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 57

4.4.1.1. Jenis Produk Nelayan di Pulau Kambuno sebagian besar melakukan pengolahan

atau pengawetan hasil tangkapannya dengan cara penggaraman,

pendinginan, pengasinan, pengasapan, dan pembesaran. Dari hasil

pengolahan atau pengawetan tersebut, maka produk yang dihasilkan adalah

ikan segar yang dipertahankan mutunya dengan es yang siap dikonsumsi,

ikan asin dengan penggaraman baik ikan kerapu dan ikan pelagis kecil serta

teripang, ikan hidup yang ditampung dan dibesarkan pada karamba, ikan

kering, serta teripang kuning.

4.4.1.2. Teknologi Pengolahan Pengolahan Hasil Tangkap Bagang, Jaring Cantrang, dan Panambe

Hasil tangkapan dari ketiga alat tersebut adalah pepetek-pepetek, teri,

mairo, teri, ja’jala, pepetek, dan lain-lain. Nelayan dalam menangani hasil

tangkapannya tidak memberikan perlakuan khusus, hanya dilakukan sortir

berdasarkan jenis dan ukuran dari ikan tersebut pada keranjang yang telah

disiapkan. Selain itu khusus hasil tangkap bagang, mereka menyiapkan

wadah (bahan jaring) untuk menampung ikan yang masih hidup untuk

umpan alat tangkap pole and line (kapal perikanan).

Selain penyortiran, maka nelayan juga melakukan pengawetan hasil

dengan cara pengeringan terutama ikan mairo. Penggaraman yang mereka

lakukan adalah penggaraman basah. Langkah awal yang dilakukan adalah

membersihkan dan menyiangi ikan yang akan digarami, sambil

mempersiapkan larutan garam. Setelah kegiatan di atas selesai dilakukan,

maka ikan ditempatkan (diatur atau ditumpuk) dalam wadah yang kedap air

dan selanjutnya memasukkan larutan garam yang telah disiapkan. Lama

perendaman yang dilakukan umumnya adalah 24 jam. Sebagian besar

nelayan di daerah tersebut sudah mengetahui syarat dari garam yang harus

Page 102: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 58

digunakan, hal ini terlihat pada saat penggaraman, mereka menggunakan

garam yang bersih guna menghindari jamur merah dan bercak-bercak hitam

pada ikan yang digarami.

Perbandingan antara air dan garam yang mereka gunakan adalah 6 : 1,

yang selanjutnya mereka aduk hingga betul-betul bercampur untuk

dididihkan.

Pengolahan Hasil Tangkap Penyelam

Teripang yang merupakan hasil utama dari para penyelam dalam

penanganannya dilakukan pada dua tempat, yaitu di atas kapal penyelam

dan di daratan. Metode yang dilakukan oleh penyelam adalah penggaraman

kering, kemudian dilakukan pengasapan di daratan. Metode tersebut adalah

metode pengawetan yang sangat sederhana dan yang paling banyak

diketahui oleh para nelayan kita di Indonesia khususnya di Pulau-pulau

Sembilan.

Penanganan di atas kapal yang dilakukan adalah penggaraman,

terlebih dahulu dilakukan pembersihan dengan menggunakan air tawar dan

mengeluarkan isi perut ikan dengan pisau. Selanjutnya dilakukan proses

penggaraman guna mempertahankan atau mencegah kerja bakteri yang

dapat mengakibatkan proses kemunduran mutu hasil perikanan dan kelautan

tersebut. Penggaraman tersebut merupakan langkah awal dari kegiatan

pengawetan yang dilanjutkan dengan pengasapan yang dilakukan

di daratan. Metode penggaraman yang dilakukan oleh para penyelam di atas

kapal adalah penggaraman kering dengan wadah yang tidak kedap air.

Seperti telah dijelaskan di atas bahwa teripang yang didapatkan terlebih

dahulu dibersihkan dengan menggunakan air tawar, selanjutnya dibelah

untuk mengeluarkan isi perutnya dan diisi dengan garam dapur yang

selanjutnya dikeringkan dengan wadah dimana air dapat tertiris secara

Page 103: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 59

langsung dengan waktu ±3 hari. Sedangkan proses pengawetan selanjutnya

di darat hal ini tidak lagi menjadi tanggung jawab dari para penyelam tapi

tanggung jawab dari ponggawa atau pembeli (selanjutnya melakukan

perebusan dan pengasapan).

Tujuan utama dari pengasapan adalah mengawetkan. Di Pulau

Kambuno mereka menggunakan drum untuk memasak, kemudian diasapi

dengan menggunakan sabuk kelapa dan diakhiri dengan mengeringkan

teripang, hal ini akan memberi aroma dan warna yang khas serta daya tahan

terhadap teripang tersebut. Pemasakan yang dilakukan selama 2 jam

di dalam drum, dan metode pengasapan yang digunakan adalah

pengasapan panas (hot smoking) menggunakan sabuk kelapa dengan suhu

± 70 - 85°C. Teripang yang akan diasapi terlebih dahulu dibersihkan dengan

air tawar lalu ditusuk dengan menggunakan kayu (seperti sate), setelah

kegiatan pengasapan dilakukan selanjutnya mereka mengeringkan teripang

tersebut dengan bantuan sinar matahari dengan waktu 7 hari.

Pengolahan Hasil Pemancing kerapu, tongkol, dan Bius

Pada bagian ini yang akan dibahas adalah proses pengolahan hasil

tangkapan pemancing ikan kerapu, tongkol, dan bius. Pemancing ikan

kerapu dalam operasi penangkapannya hanya menggunakan sampan dan

yang menjadi tujuan utama dari penangkapan adalah ikan kerapu hidup.

Ikan kerapu yang hidup tetap dipertahankan kondisinya di atas sampan

pemancing agar tetap hidup, dan selanjutnya langsung dibeli oleh para

pengumpul (pengusaha karamba). Para pengumpul melakukan proses

adaptasi terhadap ikan tersebut yaitu dengan menempatkan pada karamba

khusus (kecil) sambil melihat kondisinya dan setelah normal mereka

langsung menempatkan ikan-ikan tersebut ke dalam karamba utama sambil

menunggu para pembeli yang telah memesan. Demikian halnya dengan

Page 104: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 60

pembius, mereka mempertahankan ikan dan lobster tetap hidup yang juga

dibeli oleh pengumpul. Ikan dan lobster yang akan diekspor umumnya

diangkut dari karamba dengan menggunakan perahu yang memiliki palka

yang dibuat sedemikian rupa. Palka yang digunakan biasanya berupa

bak-bak khusus dengan sekat-sekat, dimana setiap sekat diletakkan ikan

yang sama jenisnya. Air yang ada dalam bak adalah air laut yang dilengkapi

dengan semacam saluran untuk memasukkan atupun mengeluarkan air laut,

sehingga selama waktu yang dibutuhkan air selalu dapat diganti dan

tersedianya O2.

Sedangkan ikan kerapu hasil pemancingan dan hasil bius yang mati,

maka nelayan tersebut memiliki dua pilihan yaitu menjual langsung ke pasar

lokal atau terlebih dahulu melakukan proses pengawetan menjadi ikan asin.

Proses pengasinan oleh nelayan dijabarkan sebagai berikut :

1. Mereka memilih ikan yang masih segar, kemudian disisik hingga bersih.

2. Selanjutnya mereka membelah ikan menjadi dua (tetap bersatu) mulai

dari bawah mulut hingga ke bagian ekor.

3. Seluruh isi perut dari ikan mereka bersihkan, termasuk darah yang

menempel di tulang.

4. Selanjutnya mereka bersihkan dengan menggunakan air tawar, kadang-

kadang mereka menyikat ikan tersebut supaya lebih bersih.

5. Kemudian ditiriskan pada tempat yang teduh.

6. Seluruh tubuh ikan dilumuri dengan garam.

7. Selanjutnya mereka menyusun ikan secara berlapis-lapis pada tempat

yang kedap air. Bagian bawah dari wadah mereka beri garam,

selanjutnya meletakkan ikan, kemudian garam dan seterusnya. Lama

penggaraman yang digunakan antara 24 – 72 jam.

8. Setelah proses penggaraman mereka anggap cukup maka ikan

dikeluarkan dan dicuci bersih.

Page 105: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 61

9. Ikan lalu ditiriskan pada tempat teduh untuk dijemur. Wadah penjemuran

yang digunakan adalah tikar atau para-para dengan lama penjemuran

yang digunakan adalah ± 3 hari.

Hasil tangkapan pemancing ikan tongkol umumnya diolah dengan

menggunakan es. Hal ini diakibatkan waktu operasi penangkapan yang

digunakan sekitar 1 – 2 minggu. Setiap perahu pemancing dilengkapi

dengan bak hasil tangkapan dengan jumlah es yang dibawa ± 80 – 100

balok. Cara pengesan yang dilakukan oleh nelayan adalah sebagai berikut :

1. Pada lapisan dasar peti dilapisi dengan hancuran es balok dengan

tebal 5 – 10 cm.

2. Di atas es tersebut diletakkan lkan yang disusun dengan teratur.

3. Selanjutnya kembali diberi hancuran es pada bagian atas ikan dan

sekitar ikan tersebut.

4. Ikan dibungkus dengan hancuran es sebanyak mungkin dan pada

bagian atas ditutup dengan hancuran es yang tebal dan ditutup dengan

menggunakan plastik atau penutup peti.

4.4.1.3. Biaya dan Nilai Tambah dari Proses Pengolahan

Hasil Tangkap Bagang, Jaring Cantrang, dan Jaring nambe

Pengolahan hasil tangkapan dilakukan oleh anggota keluarga terutama

pada penggaraman. Secara umum hasil tangkapan dengan alat tangkap

bagang, jaring cantrang, dan Jaring nambe tidak membutuhkan biaya karena

hanya disortir berdasarkan jenis dan ukuran dari ikan tersebut. Lain halnya

dengan ikan yang akan digarami, maka membutuhkan biaya tambahan untuk

pembelian garam. Jumlah garam yang dibutuhkan untuk kegiatan tersebut

sangat ditentukan oleh jumlah ikan yang akan digarami sesuai dengan

perbandingan antara air dan garam yang digunakan. Harga garam di Pulau

Page 106: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 62

Kambuno pada saat kegiatan adalah Rp. 2.500,00 dan secara umum jumlah

garam yang digunakan pada saat penggaraman adalah 10 kg.

Harga penjualan sangat ditentukan oleh jumlah ikan tersebut

dipasaran, semakin banyak maka harga mengalami penurunan. Ikan yang

sudah diolah memiliki harga yang lebih tinggi, namun kendalanya adalah

permintaan akan ikan teri yang telah digarami sangat rendah dan

membutuhkan waktu yang lama untuk terjual.

Hasil Tangkap Penyelam

Seperti telah dijelaskan pada bagian atas, bahwa teripang diolah

dengan cara penggaraman dan pengasapan. Jumlah garam yang

dibutuhkan pada pengolahan teripang dengan ikan hasil tangkapan bagang

tidak sama (teripang lebih banyak), hal terlihat dengan jumlah garam yang

dibawa oleh para penyelam ke laut antara 100 – 200 kg. ( harga antara

Rp. 250.000 - Rp. 500.000 ).

Pengasapan yang dilakukan di darat dikerjakan oleh ponggawa dan

keluarganya dengan menyiapkan 1 buah drum (tahan sampai 6 bulan

dengan harga ± Rp. 80.000), 10 jergen air tawar (Rp. 2.000/cergen), sabuk

kelapa sebanyak 1 karung (Rp. 3.000/karung), kayu bakar sebanyak 5 ikat

(Rp. 1.000/ikat), dan minyak tanah sebanyak 4 liter (Rp. 1.000/liter).

Kebutuhan-kebutuhan di atas merupakan kebutuhan standar untuk

teripang. Semua hasil harus dilakukan pengolahan penggaraman dan

pengasapan untuk mempertahankan mutu dan menambah citarasa dari

teripang tersebut.

Hasil Pemancing kerapu, tongkol, dan Bius

Metode pengolahan yang dilakukan pada hasil alat tangkap ini adalah

mempertahankan agar ikan dan lobster tetap hidup, pengesan, dan

Page 107: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 63

pengasinan. Mempertahankan ikan tetap hidup, maka nelayan penangkap

tidak membutuhkan alat-alat khusus kecuali pada tahap penampungan

di karamba. Apabila ada ikan yang mati maka dilakukan pengolahan dengan

cara pengeringan sehingga dihasilkan dalam bentuk ikan asin. Ikan kerapu

yang diolah menjadi ikan asin membutuhkan garam, air tawar, wadah kedap

air, pisau, sikat, dan para-para atau tikar. Jumlah garam yang dibutuhkan

pada proses pengolahan ini adalah sangat ditentukan oleh berat dari ikan

tersebut, dan secara umum nelayan setempat menggunakan perbandingan

25 % - 50 % dari berat ikan.

Ikan tongkol yang ditangkap oleh nelayan pemancing diolah dengan

cara pengesan, biaya pengolahan yang dibutuhkan oleh nelayan setiap kali

melakukan penangkapan adalah Rp. 360.000 – Rp. 450.000 (80 –100 balok

es). Pengolahan ini harus dilakukan agar mutu dari ikan tersebut dapat

dipertahankan sehingga harga penjualan tetap tinggi.

4.4.2. Pola dan Jalur Pemasaran

Akses terhadap pemasaran hasil produksi yang dalam hal ini pasar

merupakan bagian yang penting dari rangkaian suatu sistem ekonomi.

Pemasaran merupakan bagian dimana suatu produk didistribusikan kepada

yang membutuhkan, dan merupakan bagian dimana kegiatan produksi dan

konsumsi bertemu. Dalam masyarakat nelayan, rantai pemasaran hasil

produksi merupakan kebalikan dari jalur pergerakan modal. Bila modal

bergerak dari atas (pemodal ke ponggawa kemudian nelayan), maka jalur

pemasaran bergerak dalam alur sebaliknya. Ini terutama disebabkan oleh

sifat dari sistem perekonomian nelayan pada umumnya dimana pemberi

modal juga berfungsi sebagai agen pemasaran. Dengan demikian, maka

pemasaran hasil produksi perikanan, secara tidak langsung diakses nelayan

melalui pemberi modal, dalam hal ini oleh ponggawa atau bos. Istilah bos

Page 108: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 64

diacukan pada pemberi modal yang berasal dari luar komunitas nelayan.

Umumnya, seperti juga pada masyarakat nelayan di Sulawesi Selatan,

pemberi modal yang diistilahkan dengan bos ini berasal dari etnis Cina baik

yang berkedudukan di Makassar, Jawa maupun di luar negeri.

Pemasaran hasil produksi perikanan dari nelayan Pulau-pulau

Sembilan tidak hanya mencakup perdagangan lokal dan regional, namun

akses terhadap jalur distribusi ini juga mencakup perdagangan internasional.

Beberapa produk yang dihasilkan oleh nelayan merupakan komuditi yang

diperdagangkan secara internasional seperti ikan sunu atau kerapu (yang

oleh nelayan Pulau-pulau Sembilan dan nelayan Sulawesi Selatan pada

umumnya dibedakan), teripang, cumi-cumi, lobster, tongkol dll. Pemasaran

hasil kegiatan nelayan tersebut dilakukan oleh satu unit pemasaran sendiri

dalam organisasi nelayan, yang pada umumnya dipegang langsung oleh

ponggawa. Sumberdaya laut yang diperdagangkan terbagi menurut wilayah-

wilayah perdagangan tersebut. Lobster, ikan sunu/kerapu, tongkol dan

teripang merupakan konsumsi pasar internasional, dan regional/nasional,

sedangkan cumi-cumi dan beberapa jenis ikan pelagis merupakan komoditi

pasar lokal dan regional. Beberapa jenis ikan pelagis terutama ikan simbula,

layang dan sinrili dipasarkan secara lokal untuk kebutuhan pabrik

pengalengan ikan dan konsumsi langsung.

4.4.2.1. Mata rantai dan Pemasaran Hasil

Produksi hasil perikanan yang dihasilkan oleh nelayan didasari oleh

faktor kebutuhan dan keinginan masyarakat lokal dan masyarakat di daerah

lain (Makassar, Bone, Soppeng, Wajo, dll), dan permintaan oleh para

eksportir untuk pasar internasional (kerapu, tenggiri, lobster, dll).

Produk yang dihasilkan langsung dipasarkan oleh para ponggawa ke

pelelangan, selain itu sering terjadi transaksi di tengah laut antara nelayan

Page 109: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 65

dengan pangnges (pengumpul) dan para pappalele (black market) yang tidak

diketahui oleh ponggawa (juragan). Pangnges juga memasarkan hasilnya

di pelelangan, sedangkan para pappalele sebagian besar menjual untuk

keperluan masyarakat di pulau. Produk-produk yang dimasukkan dalam

pelelangan umumnya dibeli langsung oleh para ponggawa darat baik yang

berasal dari daerah itu sendiri maupun dari daerah lain, dan sebagian kecil

dibeli oleh para pappalele di darat (lihat gambar 6).

Kebutuhan, permintaan produk transaksi eksport

keinginan hidup Hasil Tangkapan pelelangan pemasaran & (produk) pemasar pangnges transaksi di laut Transaksi

(ponggawa darat)

Kumpulan Komunikasi Kumpulan Pasar lokal pasar antar penjual barang/jasa pembeli kabupaten

pappalele

Transaksi pengecer dan pengguna)

Pappalele/penjaja transaksi Di pulau diolah Gambar 6. Secara Umum Mata Rantai Pemasaran Hasil Tangkapan Nelayan di

Kabupaten Sinjai Sumber : Hasil Survei Sosial Ekonomi Masyarakat Pulau-Pulau Sembilan,

Pokja Coremap 2001

Page 110: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 66

Hasil pembelian oleh ponggawa darat yang berasal dari daerah

tersebut secara langsung menjual produknya di pasar sekitar pelelangan,

dan sebagian besar pembelinya adalah konsumen yang akan

mengkonsumsi secara langsung. Sedangkan para pappalele menjual

produknya dengan cara mendatangi konsumen. Produk yang dihasilkan oleh

nelayan kadang tidak terjual secara keseluruhan, hal ini mengakibatkan para

ponggawa melakukan kegiatan pengolahan dan hasil pengolahan tersebut

dipasarkan dan dikonsumsi sendiri. diolah kebutuhan & permintaan produk pelelangan transaksi ponggawa darat Pasar lokal pangnges antar daerah di laut transaksi pappalele Pappalele pulau transaksi Transaksi Gambar 7. Tata Niaga Hasil Tangkapan Bagang, Jaring Cantrang dan Jaring nambe Sumber : Hasil Survei Sosial Ekonomi Masyarakat Pulau-Pulau Sembilan,

Pokja Coremap 2001

Produk yang dihasilkan oleh nelayan bagang, cantrang, dan panambe

umumnya didasari oleh faktor kebutuhan dan permintaan oleh masyarakat

lokal dan daerah sekitarnya. Gambar 7 memperlihatkan sebagian besar

produk dipasarkan di pelelangan oleh ponggawa atau pemilik, yang

selanjutnya dibeli oleh para ponggawa darat. Ponggawa darat memasarkan

produk tersebut di pasar lokal, daerah lain, dan juga pada para pappalele.

Page 111: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 67

Produk tersebut selain dipasarkan di pelelangan, sering juga terjadi transaksi

di tengah laut antara nelayan dengan pangnges yang disebut black market.

Hasil transaksi di tengah laut tersebut sebagian besar dipasarkan

di pelelangan dan juga pada para pappalele yang berada di pulau. Produk

yang tidak terjual, dilakukan pengolahan yang akan dipasarkan di pasar

lokal.

Produk yang dihasilkan oleh para penyelam teripang sebagian besar

adalah faktor permintaan dari para pembeli. Produk para penyelam biasanya

dibeli langsung di lokasi penyelaman oleh para pengumpul, dan juga oleh

pengumpul atau juragan yang berada di pulau tempat mereka tinggal. Baik

pengumpul yang ada di laut maupun yang ada di darat umumnya

menyiapkan produk tersebut karena adanya permintaan oleh para eksportir.

Selanjutnya para eksportir ini memasarkan produk tersebut untuk pasar

internasional dan juga pasar regional (lihat gambar 8).

Pengumpul di laut transaksi

Permintaan produk ponggawa pasar

Diolah diolah eksportir

transaksi

Eksport regional

Gambar 8. Tata Niaga Penyelam Teripang Sumber : Hasil Survei Sosial Ekonomi Masyarakat Pulau-Pulau Sembilan,

Pokja Coremap 2001

Page 112: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 68

Gambar 9 merupakan diagram alur produk yang dihasilkan oleh

pemancing ikan kerapu dan bius (kerapu dan lobster) umumnya secara

langsung dibeli oleh para pengumpul (pengusaha karamba) untuk ditampung

yang telah dipesan oleh para eksportir. Kalau yang hidup dibeli oleh

pengusaha karamba, maka ikan yang mati juga dibeli oleh para pengumpul

untuk dipasarkan di pelelangan. Seperti halnya dengan produk -produk yang

lain, maka di pelelangan produk tersebut umumnya dibeli oleh para

ponggawa darat untuk dipasarkan lebih lanjut. Ikan yang telah mati dan

tidak dibeli oleh ponggawa, maka para pemancing mengolah ikan tersebut

menjadi ikan asin dan selanjutnya dipasarkan di pasar lokal.

Permintaan produk pengumpul transaksi eksportir

tampung

transaksi

Mati pengumpul pelelangan

Diolah

eksport

Ponggawa darat

transaksi

Pasar lokal pappalele antar daerah

Transaksi

Gambar 9. Tata Niaga hasil Pemancing Ikan kerapu dan Bius Sumber : Hasil Survei Sosial Ekonomi Masyarakat Pulau-Pulau Sembilan,

Pokja Coremap 2001

Page 113: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 69

Produk pemancing ikan tongkol sebagian besar dipasarkan langsung di

pelelangan, dan kepada pangnges di tengah laut di lokasi pemancingan.

Setelah di pelelangan, maka produk tersebut dibeli oleh ponggawa darat

untuk keperluan lokal, regional, dan eksport (gambar 10).

eksport

Kebutuhan, keinginan produk pelelangan ponggawa transaksi Permintaan darat

Pangnges pasar lokal pappalele antar daerah

Transaksi transaksi

Gambar 10. Tata Niaga Produk Pemancing Ikan Tongkol Sumber : Hasil Survei Sosial Ekonomi Masyarakat Pulau-Pulau Sembilan,

Pokja Coremap 2001

4.4.2.2. Mekanisme Harga dan Metode Pembayaran

Dalam penentuan harga untuk hasil tangkapan ikan pelagis kecil

(misalnya teri, pepetek-pepetek, teri, dan lain-lain) dijual ukuran keranjang

dengan berat tiap keranjangnya adalah 20 kg, sedang untuk ikan pelagis

besar dijual perkilo. Satuan harga untuk ikan teri, pepetekpepetek, dan teri

berkisar Rp. 15.000 - Rp.30.000, Ikan Katombong mencapai Rp. 50.000

setiap keranjang. Ikan Tenggiri seharga Rp. 10.000, Ikan Cakalang seharga

Rp. 4.500 per kilo. Kondisi harga tersebut sangat berfluktuasi tergantung

musim. Harga di atas ditentukan oleh agen (pa’cata) di pelelangan,

sedangkan harga yang dipasar ditentukan berdasarkan kesepakatan antara

pembeli dan penjual. Untuk hasil tangkap teripang dan lobster di jual

Page 114: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 70

berdasarkan berat perkilo dan jenisnya seperti telah dijelaskan di bagian

atas, yang dipengaruhi oleh kondisi nilai tukar dolar terhadap rupiah.

Cara pembayaran terhadap hasil tangkapan nelayan ada yang

dilakukan secara tunai, kredit maupun dengan cara bagi hasil, dimana rasa

saling mempercayai sangat tinggi. Hasil tangkapan tersebut dijual langsung

kepada ponggawa atau kepada pedagang pengumpul yang dibayar baik

secara tunai, ataupun secara kredit yang mana pembayarannya belakangan

setelah hasil tangkapan tersebut laku terjual. Untuk yang bagi hasil dilakukan

dengan membagi hasil penjualan kepada para agen yang menjualkan hasil

tangkapan tersebut sebesar 15% dan sisanya sebanyak 85% dibagi dua

antara ponggawa dengan nelayan setelah biaya operasional terbayarkan.

4.5 Faktor Eksternal dan Permasalahan Struktural Pulau Kambuno 4.5.1. Faktor Eksternal

Dinamika perkembangan dari kehidupan nelayan di Pulau Kambuno

selain dipengaruhi oleh internal pulau juga dipengaruhi oleh berbagai faktor

eksternal.

4.5.1.1. Kebijakan pemerintah bagi pengelolaan Sumberdaya perairan

Kebijaksanaan pemerintah baik aturan maupun undang-undang

pemanfaatan terumbu karang mulai dari pemerintah pusat, propinsi maupun

kabupaten seperti mengenai pemanfaatan wilayah pesisir tertuang dalam

undang-undang No 9 tahun 1985 tentang perikanan, undang-undang No 5

tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya hayati dan undang-undang

no 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup dan undang-undang

pariwisata no 9 tahun 1990. Akan tetapi yang menjadi masalah adalah

masih lemahnya pelaksanaan peraturan dan undang-undang yang telah ada.

Page 115: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 71

Undang-undang perikanan merupakan salah satu perangkat hukum yang

bertujuan mengatasi beberapa masalah dalam hal pencemaran dan

kerusakan serta eksistensi sumberdaya perikanan. Di dalam undang-

undang tersebut disebutkan bahwa sumberdaya perikanan adalah modal

dasar pembangunan untuk mengupayakan peningkatan kesejateraan dan

kemakmuran rakyat. Pada pasal 6 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap orang

atau badan hukum dilarang melakukan kegiatan penangkapan dan

pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan-bahan dan atau alat yang

dapat membahayakan kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya.

Pasal 7 ayat 1 selanjutnya menyatakan bahwa setiap orang atau badan

hukum dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan

kerusakan sumberdaya ikan dan /atau lingkungannya. Sanksi hukum akibat

pelanggaran undang-undang diatas adalah penjara selama-lamanya

10 tahun dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.100.000.000,- .

Pada tingkat propinsi Sulawesi Selatan kebijakan perikanan dijabarkan

dalam Repelita, bahwa usaha penangkapan ikan dengan menggunakan alat-

alat modern tidak boleh mendesak lapangan kerja nelayan tradisional, serta

hal-hal yang menimbulkan pengaruh negatif terhadap sumberdaya alam

diperkecil. Salah satu peraturan daerah Sulawesi Selatan yang bertujuan

melestarikan sumberdaya perikanan utamanya karang adalah Perda No. 7

tahun 1987. Pada Perda tersebut menyatakan bahwa setiap orang atau

badan hukum dilarang mengusahakan atau merusak terumbu karang dan

dilarang mengambil organisme yang hidup dan melekat pada terumbu

karang. Sangksi pidana terhadap pelanggaran ini adalah penjara 3 bulan

atau denda uang sebanyak-banyajkbya Rp 50.000.000,-.

Dalam rangka menindak lanjuti kebijakan nasional, maka penerintah

daerah Sulawesi Selatan telah menetapkan berbagai kebijakan yang

berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya kelautan. Kebijakan tersebut

Page 116: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 72

adalah pengembangan budidaya pantai dan penangkapan ikan di daerah

laut dalam. Salah satu kebijakan pemerintah daerah yang juga mempunyai

kaitan dengan pengelolaan laut adalah pewilayahan komoditas. Kebijakan

ini ditempuh untuk memadukan antara faktor-faktor keserasian, pasar,

industri dan sarana penunjang lainnya. Berdasarkan faktor-faktor tersebut

di tetapkan komoditas andalan yang dapat dikembangkan pada suatu

wilayah tertentu. Untuk kabupaten sinjai komoditas perikanan andalannya

adalah teripang, ikan-ikan karang, tongkol, cakalang, pepetek, layang dan

lain-lain.

Kebijakan pemerintah daerah kabupaten Sinjai adalah dengan

membuat rancangan peraturan daerah tahun 2001 tentang retribusi izin

usaha kelautan dan perikanan. Usaha perikanan yang membayar retribusi

adalah usaha penangkapan, usaha budidaya, dan usaha pengolahan.

Usaha Penangkapan terdiri dari alat tangkap bagang, dan penggunaan

perahu dan kapal motor. Usaha pembudidayaan terdiri dari jenis alga, ikan,

crustacea, molusca, amphibia dan reptilia. Sedang usaha pengolahan terdiri

dari pengeringan, pengasapan, penggaraman, pindang dan dendeng.

Besarnya retribusi untuk bagang tancap adalah Rp 25.000,- pertahun

dan retribusi bagangg apung adalah Rp 100.000,-/tahun, sedang retribusi

perahu motor untuk kelompok ukuran kurang 2,5 GT dan antara 2,5 - 5

GT adalah Rp 20.000,- dan Rp 30.000/tahun. Besar retribusi kapal motor

kurang 2,5 GT dan 2,5 - 5 GT masing-masing Rp 30.000,- dan Rp 50.000,-

/tahun.

Berbagai peraturan dan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh

pemerintah umumnya bertujuan bagi kesejahteraan masyarakat dan tingkat

kelangsungan hidup masyarakat pulau itu sebagai pengguna. Aturan-aturan

tersebut dibuat supaya ada keteraturan pemanfaatan demi kelestarian

sumberdaya itu sendiri. Manfaat ini nantinya dinikmati juga oleh masyarakat.

Page 117: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 73

Seperti pelarangan penggunaan bom dan bius. Jika dilihat penggunaan bom

memudahkan masyarakat untuk menangkap ikan akan tetapi disisi lain juga

mengancam kelestarian lingkungan sebagai habitat tempat hidup ikan

sekaligus mengancam jiwa dari nelayan itu sendiri. Sekarang timbul

pertanyaan bagi masyarakat apakah kita akan mendapatkan keuntungan

sesaat dan mengancam kelestarian serta jiwa kita atau kita dapat mencukupi

kebutuhan kita dan juga tetap menjaga laut sebagai tempat hidup kita.

Pemanfaatan dan penggunaan sumberdaya laut yang dilakukan oleh

masyarakat seangat bergantung pada pemahaman mereka terhadap

sumberdaya laut. Survei yang dilakukan pada masyarakat Pulau Kambuno

tentang berbagai peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah, terdapat

beragam pengetahuan dan pemahaman. Pemahaman tentang pengertian

karang 3,45% menjawab tumbuhan laut, 6,90% tumbuhan batu/taka, 89,66

tidak tahu. Sedangkan manfaat karang 18,97 % menjawab rumah ikan ,

31,03% tempat ikan hidup, 19,00 % bahan bangunan, 12,10% pelindung

ikan, 12,07% tidak tahu. Untuk keguatan yang merusak karang 43,11%

menjawab bom, 20,69% obat bius, 3,45% jangkar kapal, 6,90%

penambangan, 1,72 % potas 1,72% trawl dan 22,41 % menjawab tidak

tahu. Dari jumlah prosentase jawaban responden yang ada terdapat

berbegai tingkat pemahaman yang disadari atau tidak akan mempengaruhi

tingkah dan pola penangkapan masyarakat.

Survei yang dilakukan di Pulau Kambuno selain pemahaman masalah

karang yang berbeda-beda, pengetahuan masyarakat tentang aturan yang

mengatur kelestarian terumbu karang juga berbeda-beda. Peraturan tentang

pelarangan pengambilan karang 68,97% menjawab tahu, 31,03% tidak tahu,

untuk kegiatan pemboman 65,52% menjawab tahu dan 34,48% menjawab

tidak tahu. Untuk kegiatan pembiusan 55,17 menjawab tahu dan 44,83%

menjawab tidak tahu. Jadi bila dilihat dari proporsi jawaban dari masyarakat

Page 118: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 74

masih ada yang belum mengerti dan memahami aturan yang tentunya

berpotensi terhadap kerusakan lingkungan terutama terumbu karang.

Beragamnya jawaban responden di Pulau Kambuno baik tingkat

pemahaman tentang lingkungan maupun peraturan pengelolaan dapat

disimpulkan bahwa kegiatan sosialisasi tidak berjalan dengan baik. Jadi

diperlukan cara sosialisasi aturan yang lebih efektif. Mengenai pemahaman

tentang manfaat terumbu karang yang masih kurang dapat kita kaitkan

dengan tingkat pendidikan rata-rata masyarakat Pulau Kambuno yang hanya

sampai pada tingkat sekolah dasar dan juga aksesibilitas informasi yang

masih rendah khususnya informasi masalah lingkungan.

4.5.1.2. Pasar Permintaan Produk Hasil Perikanan

Setiap kegiatan produksi baik kegiatan penangkapan, pengolahan, dan

lainnya maka biasanya yang menjadi kendala adalah pasar dari produk yang

dihasilkan tersebut. Jenis pasar produk hasil perikanan berupa jalur

distribusi, segmentasi pasar maupun daya serap pasar secara langsung

mempengaruhi aktifitas penangkapan bagi masyarakat nelayan di Pulau

Kambuno, semakin tinggi daya serap pasar dan kemudahan untuk

mengaksesnya maka semakin bergairah masyarakat untuk melakukan

penangkapan.

Bagi masyarakat nelayan Pulau Kambuno, umumnya dipengaruhi oleh

kegiatan dari pedagang lokal, pedagang antar pulau, kegiatan eksportir,

serta aktifitas pelelangan (TPI) di Lappa. Dinamika kegiatan pemasaran

hasil perikanan. Mudahnya masyarakat kambuno dalam mengakses pasar

(walau dalam batas tertentu) seperti hubungan dengan Ponggawa darat di

Sinjai dan eksportir ikan di Makassar juga turut mempengaruhi. Umumnya

masyarakat Pulau Kambuno dapat menjual langsung hasil tangkapannya ke

ponggawa di Pulau Kambuno sendiri atau ke TPI Lappa dan eksportir ikan di

Page 119: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 75

Makassar. Hal ini semakin mendorong masyarakat untuk lebih giat untuk

melakukan penangkapan.

Berbagai jenis komoditas unggulan yang dihasilkan oleh masyarakat

Pulau Kambuno di antaranya teripang dan ikan Sunu sangat diminati

konsumen baik pasaran lokal, nasional maupun Internasional. Untuk jenis

teripang biasanya dijual dalam bentuk olahan sementara ikan karang

walaupun biasanya dijual dalam bentuk segar atau telah dikeringkan tapi

akan lebih baik jika diekspor dalam bentuk hidup dan mempunyai harga jual

yang lebih tinggi.

Situasi pasar permintaan hasil perikananyang baik mendorong nelayan

melakukan penangkapan secara berlebihan terlebih lagi untuk jenis ikan

yang mempunyai harga jual tinggi. Hal ini terlihat dari daerah penangkapan

(fishing ground) yang semakin jauh dari pulau sembilan. Nelayan penyelam

teripang biasanya beroperasi sampai ke sulawesi tenggara, perairan maluku

dan Irian. Penangkapan ikan karang cenderung menggunakan bom dan

bius. Hal ini dilakukan karena lebih efektif. Dengan metode pembiusan

misalnya, ikan hanya akan mengalami pingsan dan tidak mengalami luka

pada tubuhnya, jadi memiliki penampakan yang lebih baik sehingga akan

mempunyai harga jual yang lebih tinggi.

4.5.1.3. Teknologi Penangkapan dan Akses Permodalan

Tingkat teknologi pemanfaatan sumberdaya perairan yang berkembang

di masyarakat utamanya teknologi penangkapan yang diadopsi dan

berkembang di masyarakat nelayan Pulau Kambuno, sangat mempengaruhi

tingkat kemampuan pemanfaatan oleh masyarakat. Selain tingkat

kemampuan teknologi, maka kemampuan masyarakat untuk mengakses

permodalan juga merupakan salah satu faktor eksternal yang juga turut

mempengaruhi kegiatan penangkapan karena hal ini berkaitan dengan

Page 120: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 76

pembiayaan usaha penangkapan. Akses permodalan pada masyarakat

pulau ini biasanya hanya terbatas dalam bentuk kerja sama ikatan informal

ponggawa-sawi, dimana biasanya ponggawa pulau memberikan bantuan

permodalan kepada nelayan, dan ponggawa pulau juga memperolah

bantuan dari ponggawa besar di Makassar.

Hasil survey yang dilakukan terhadap kegiatan pennagkapan oleh

masyarakat di pulau di Kambuno di sekitar perairan Pulau-pulau Sembilan

mereka menangkap dengan menggunakan peralatan sederhana sekarang ini

daerah operasi sudah semakin jauh sampai ke perairan Sulawesi Tenggara

bahkan ke perairan Irian dengan menggunakan alat yang relatif lebih

moderen seperti masker, tabung oksigen, kompressor, serta dapat

dilakukannya penyelaman malam yang dulunya tidak dapat dilakukan

karena adanya keterbatasan peralatan.

Dari segi akses permodalan masyarakat Pulau Kambuno juga relatif

lebih maju dibandingkan dengan masyarakat lain di Pulau-pulau Sembilan.

Dari hasil survei dijumpai bahwa sebagian masyarakat nelayan di Pulau

Kambuno bertindak sebagai ponggawa bagi nelayan dari pulau lainnya

seperti sebagian masyarakat Batang Lampe. Ponggawa di Pulau Kambuno

biasanya mempunyai ponggawa besar di Sinjai atau Makassar yang

bertindak sebagai orang yang memberikan bantuan permodalan, yang mana

konsekuensinya terdapat aturan yang mengikat para nelayan untuk

memasarkan hasil tangkapan pada ponggawanya.

Bila berdasarkan hasil survei ternyata kehidupan nelayan, ponggawa

yang mendapat dukungan permodalan usaha dari ponggawa besar

di Makassar umumnya mempunyai tingkat kehidupan yang lebih tinggi, bila

dibandingkan dengan nelayan yang tidak mempunyai akses permodalan.

Perbedaan ini cukup mencolok dan dapat menimbulkan benih konflik internal

bagi masyarakat, yang mana timbul karena kecemburuan sosial.

Page 121: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 77

4.5.2 Kesesakan dan Konflik Pemanfaatan Sumberdaya.

Armada penangkapan ikan yang di operasikan di sekitar perairan

Pulau-pulau Sembilan termasuk Pulau Kambuno bukan saja dilakukan oleh

nelayan lokal tetapi juga nelayan dari daerah lain. Hal ini terjadi selain

karena suburnya sumberdaya perairan di sekitar Pulau Sembilan juga

karena dekatnya tempat pemasaran berupa PPI di daerah Lappa. Hal ini

mendorong nelayan di pulau lain untuk menangkap di sekitar Pulau

Sembilan karena hasil tangkapannya akan dengan mudah dipasarkan. Ada

juga nelayan yang menangkap di perairan lain tetapi menjual ke PPI Lappa.

Banyaknya nelayan yang mengakses ke perairan Pulau Sembilan maupun

melakukan penjualan di PPI Lappa dapat menimbulkan kesesakan bila tidak

dilakukan pengaturan yang baik dan dapat mengakibatkan konflik diantara

nelayan.

Kesesakan yang timbul karena adanya penggunaan bersama akan

sumberdaya menimbulkan konflik diantara nelayan bila tidak ada pengaturan

yang jelas. Akan tetapi dalam hal ini pengertian masyarakat bahwa perairan

merupakan milik umum dan dapat diakses siapa saja cukup baik sehingga

dapat menimbulkan pemahaman dan saling pengertian diantara nelayan

yang beroperasi pada suatu wilayah penangkapan walaupun berasal dari

daerah yang berbeda-beda. Banyaknya kegiatan penangkapan di sekitar

Pulau-pulau Sembilan khususnya akan membawa dampak pada

ketersediaan sumberdaya perairan yang semakin menipis yang ditandai

dengan semakin jauh daerah tangkapan (fishing ground) dari para nelayan

pulau sembilan.

Bila dilihat dari prosentase hasil wawancara tentang perkembangan

jumlah hasil tangkapan yang dilakukan di Pulau Kambuno, diperoleh 6,52%

menjawab meningkat, 67,39% menurun, 19,57% tetap dan 6,52% menjawab

tidak tahu. Jadi bila dilihat dari jawaban responden dominan menjawab hasil

Page 122: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 78

tangkapan semakin menurun sejalan bila dihubungkan dengan banyaknya

armada tangkap yang beroperasi di sekitar Pulau-pulau Sembilan. Adapun

cara-cara mengantisipasi menurunnya hasil tangkapan mereka terdapat

berbagai macam variasi, 39,13% menjawab dengan mencari daerah

penangkapan lain, 21,74% menjawab modifikasi alat tangkap serta 39,13%

menjawab tidak tahu.

Walaupun kesesakan timbul dalam pemanfaatan bersama sumberdaya

perairan di Pulau Sembilan, tetapi umumnya masyarakat tetap setuju pada

pengelolaan dengan akses terbuka atau nelayan dari pulau lain dapat

menangkap di sekitar perairan Pulau Sembilan jawaban yang diperoleh

67,24% menjawab akses terbuka, 27,59% tidak setuju dan 5,17 menjawab

tidak tahu.

4.5.2.1. Lembaga Ekonomi dan lembaga Eksternal lain

Hal lain yang mempengaruhi kegiatan pengeloaan sumberdaya oleh

masyarakat di Pulau Kambuno adalah adanya lembaga ekonomi dan

lembaga lainnya seperti pasar, PPI Lappa dan LSM. Lembaga-lembaga ini

umumnya mempunyai pengaruh yang berbeda pada masyarakat seperti

halnya PPI lappa mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap aktifitas

penangkapan karena masyarakat mudah untuk memasarkan hasilnya.

Sarana Pusat Pelelangan Ikan (PPI) merupakan wadah yang

mempertemukan nelayan sebagai produsen dan pembeli sebagai konsumen

baik untuk industri, restoran, pedagang keliling maupun untuk konsumsi

rumah tangga. Sedangkan LSM adalah lembaga swadaya masyarakat juga

berperan dalam pengaruhnya pada aktifitas penangkapan. LSM dapat

mempunyai kepentingan dan kepedulian masalah lingkungan dan

peningkatan standar hidup masyarakat.

Page 123: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 79

Pusat Pelelangan Ikan (PPI) mempunyai pengaruh yakni memberikan

akses pemasaran terhadap hasil tangkapan masyarakat Pulau Kambuno,

sedangkan kegiatan LSM memberikan pengaruh pada penyadaran

lingkungan dan peningkatan darajat hidup masyarakat. Daya pengaruh

masing-masing lembaga tersebut kepada masyarakat berbeda-beda, PPI di

Lappa sudah dikenal dan ketahui peranannya secara lebih luas., sedangkan

untuk kegiatan LSM pengaruhnya masih relatif rendah terhadap aktifitas

masyarakat pulau khusus masyarakat Pulau Kambuno. Hasil wawancara

yang dilakukan 40% mengatakan mengatahui keberadaan dan aktifitasnya

sedangkan 60% menjawab tidak tahu. Jadi dalam hal ini peranan LSM

sebagai salah satu stakeholder perlu ditingkatkan lagi kinerjanya berupa

sosialisasi kegiatan yang mengarah pada pelestarian lingkungan dan

peningkatan standar hidup masyarakat.

4.5.2.2. Pengamanan Perairan dan Penegakkan Hukum

Kegiatan eksploitasi seperti penangkapan mengalami peningkatan

terutama bagi komoditas unggulan seperti teripang dan ikan-ikan karang, hal

ini didorong oleh tingginya permintaan pasar baik lokal, antar pulau, terlebih

lagi untuk ekspor. Hal ini mendorong masyarakat untuk menggunakan

berbagai macam cara termasuk cara-cara yang merusak dalam upaya

meningkatkan hasil tangkapan. Penggunaan bom dan obat bius merupakan

salah satu alternatif yang digunakan oleh masyarakat untuk mendapatkan

hasil yang lebih banyak dan dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini

menimbulkan dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan utamanya

terumbu karang, sekaligus mengancam kesinambungan usaha penangkapan

oleh masyarakat pulau itu sendiri, yang paling merasakan akibatnya adalah

masyarakat nelayan tradisional yang mempunyai keterbatasan alat dan

hanya mampu menangkap di sekitar perairan Pulau-pulau Sembilan saja

dibandingkan nelayan yang mempunyai alat tangkap yang lebih moderen

Page 124: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 80

dan mempunyai permodalan kuat sehingga mampu untuk menangkap di luar

Pulau-pulau Sembilan.

Kegiatan yang mengancam kelestarian akan terus terjadi apabila tidak

dilakukan tindakan pengamanan oleh pihak berwajib. Kegiatan pengamanan

akan berjalan efektif apabila disertai dengan tingkat kesadaran lingkungan

dari masyarakat terutama masyarakat nelayan. Salah satu alasan masih

adanya praktek penggunaan bom dan bius adalah susahnya pemberantasan

oleh pihak keamanan karena luasnya daerah perairan. Jadi dibutuhkan

metode pengamanan perairan yang melibatkan masyarakat (swakarsa).

4.5.3. Permasalahan Struktural

Selain dari adanya berbagai faktor eksternal yang mempengaruhi

aktifitas pemanfaatan sumberdaya oleh nelayan terdapat berbagai macam

permasalahan struktural yang terjadi dalam masyarakat Pulau Kambuno.

Berbagai permasalah struktural itu diantaranya adalah :

• Adanya berbagai macam kepentingan dari berbagai macam stakeholder

yang berbenturan dengan kondisi dan realitas masyarakat seperti adanya

kegiatan pelestarian dengan kegiatan pemanfaatan yang merusak seperti

pengunaan bom dan obat bius. Kadaan yang kontradiktif ini harus dicari

solusinya berupa penyadaran akan lingkungan alternatif kegiatan

penangkapan lain yang tidak merusak.

• Adanya berbagai program pemberdayaan masyarakat yang berbenturan

dengan rendahnya tingkat kemampuan masyarakat untuk mengadopsi,

yang disebabkan oleh tingkat pendidikan yang rendah.

• Perbedaan yang menyolok antara masyarakat yang mempunyai

kemampuan modal yang lebih besar karena bantuan modal yang

diperoleh dari ponggawa tidak merata.

• Tingkat kesadaran dan pemahaman hukum yang berbeda-beda sehingga

Page 125: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 81

menimbulkan perbedaan antara masyarakat yang menerapkan praktek-

praktek penangkapan yang tidak ramah terhadap lingkungan.

• Adanya sebagian masyarakat yang menggunakan bom dan bius

sementara ada juga yang tidak menggunakan, hal ini berdampak pada

perbedaan hasil tangkapan sehingga dapat menimbulkan kecemburuan

sosial yang dapat memicu konflik internal di antara masyarakat.

• Kesadaran akan kesehatan lingkungan bagi masyarakat Kambuno masih

relatif rendah

4.5. Kesimpulan dan Rekomendasi dari Pulau Kambuno

4.6.1. Kesimpulan

1. Kepadatan penduduk di Pulau Kambuno sudah sangat tinggi sehingga

pengembangan pemukiman sudah mengarah pada penimbunan laut dan

rumah-rumah di atas air.

2. Mata pencaharian penduduk Pulau Kambuno sebagian besar adalah

nelayan “pongawa”, “Sawi” maupun perorangan yang mengoperasikan

alat tangkap pancing dasar, pancing tonda, “Purse Seine”, dan

Penyelaman.

3. Sistem bagi hasil yang sangat merugikan anak buah kapal (ABK) pada

kapal purse seine membuat sebagian besar para ABK mulai beralih

ke usaha penangkapan secara perorangan yang dianggap lebih

menjanjikan.

4. Oleh karena sulitnya mendapat modal usaha untuk memperoleh satu

unit alat tangkap skala kecil, membuat para kepala keluarga muda

mencari jalan pintas untuk mendapatkan uang dengan melakukan

kegiatan penangkapan ikan secara tidak ramah lingkungan.

Page 126: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 82

5. Saat ini sebagian besar penduduk Pulau Kambuno telah menyadari

bahwa perusakan ekosistem karang membuat hasil tangkapan ikan

sangat menurun, tetapi mereka tidak tahu harus berbuat apa

menghadapi desakan kebutuhan hidup keluarganya.

6. Tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan di Pulau Kambuno sudah

tergolong baik jika dilihat dari standar hidup dan kesejahteraan pulau-

pulau kecil.

7. Masyarakat nelayan Pulau Kambuno mempunyai taraf kehidupan yang

lebih maju dibandingkan masyarakat lainnya di Pulau-pulau Sembilan,

baik dilihat dari tingkat kehidupan, penggunaan teknologi penangkapan

maupun sarana dan prasarana desa. Hal ini dikarenakan Pulau

Kambuno merupakan ibukota Kelurahan Pulau-pulau Sembilan.

8. Masih terdapat penggunaan bom dan bius dalam melakukan aktifitas

penangkapan terkhusus bagi nelayan penangkap ikan karang.

9. Pengolahan hasil penangkapan yang dilakukan oleh masyarakat Pulau

Kambuno terdiri penggaraman, pendinginan, pengasapan, dan

pembesaran. Pengolahan ini memberikan nilai tambah terhadap produk

yang tidak terjual secara langsung.

10. Pemasaran produk dilakukan secara langsung oleh ponggawa laut

di pelelangan, dan penentuan harga ditentukan oleh pencatat dan kedua

belah pihak.

11. penegakkan hukum (law enforcement) bagi pelaku penangkapan ilegal

masih kurang.

12. Pengetahuan masyarakat tentang pengolahan pasca panen masih

kurang, terutama kegiatan peningkatan nilai tambah dari hasil

tangkapan.

Page 127: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 83

13. Umumnya masyarakat Pulau Kambuno bertindak sebagai ponggawa

atau juragan bagi masyarakat nelayan pulau lainnya di Pulau Sembilan.

4.6.2. Rekomendasi

1. Perlu adanya perbaikan dalam sistem bagi hasil

2. Perlu adanya penyuluhan yang lebih intensif tentang kerusakan

terumbu karang yang diakibatkan oleh pemakaian bom dan potas.

3. Upaya penggiatan budidaya dalam karamba jaring apung (KJA) terus

diupayakan dalam kerangka pemanfaatan mata pencaharian alternatif.

4. Perlu penyuluhan sanitasi lingkungan

5. Perlu pembinaan dan sosialisasi yang lebih efektif kepada

masyarakat mengenai lingkungan dan pelestariannya terutama

terumbu karang.

6. Perlunya kegiatan alternatif tambahan bagi masyarakat tentang

pengelolaan hasil laut, seperti pembuatan bakso ikan, kerupuk ikan,

kerajinan kerang-kerangan yang diperuntukkan bagi ibu-ibu rumah

tangga dan pemuda nelayan.

7. Perlunya deregulasi menyangkut aturan penangkapan, terutama bagi

jenis-jenis ikan tangkapan yang cenderung dieksploitasi secara

berlebihan terutama dilakukan oleh pemerintah setempat.

8. Perlu diadakan pendampingan, khususnya terhadap wanita nelayan

dalam hal pengolahan di darat.

9. Pembentukan koperasi yang khusus mengatur tata niaga hasil dari

nelayan.

Page 128: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 84

Page 129: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 84

V. LOKASI 2 PULAU BURUNG LOE

5.1. Profil Lokasi Studi 5.1.1. Gambaran Umum Pulau Burung Loe 5.1.1.1. Akses

Pulau Burung Loe merupakan salah satu pulau dalam gugus Pulau-

Pulau Sembilan yang terletak di bagian paling Selatan. Pulau ini adalah

pulau yang terdekat dan pertama kali dijumpai/dicapai jika berangkat dari

pelabuhan Lappa. Untuk mencapai Pulau Burung Loe, digunakan kapal

penumpang reguler yang melayani Pulau Burung Loe dan Pulau Liangliang.

Jarak pulau tersebut dari pelabuhan Lappa kurang lebih 9 mil dengan waktu

tempuh ±1 jam dan biaya transportasi sebesar Rp. 3000,-. Selain dengan

kapal penumpang, masyarakat umumnya menggunakan kapal sendiri. Cara

lain yang biasa digunakan masyarakat pulau adalah dengan menumpang ke

kapal-kapal penangkap ikan yang akan menjual hasil tangkapannya ke

Pelabuhan Lappa.

5.1.1.2. Karakteristik Fisik

Pulau Burung Loe merupakan pulau yang paling mudah diidentifikasi

dan terbesar sekalipun dari jarak yang jauh serta bentuknya seperti bukit

yang lancip dan ditumbuhi oleh pepohonan yang cukup lebat sehingga dari

kejauhan akan terlihat seperti gunung yang mengapung di atas permukaan

laut.

Hal lain yang spesifik di pulau ini adalah banyak dijumpai burung-

burung laut yang tinggal di puncak gunung. Selain itu juga terdapat pohon-

pohon di gunung Pulau Burung Loe seperti pohon kelapa, sukun, coklat,

belimbing, dan lain-lain.

Page 130: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 85

Pulau Burung Loe merupakan pulau terbesar diantara delapan pulau

lain yang terdapat di Kelurahan Pulau Sembilan dengan luas 0,81 km2,

meskipun dengan daratan pulau yang cukup luas tetapi yang dapat dijadikan

sebagai lahan pemukiman penduduk sangat terbatas karena karakter fisik

dari pulau ini yang sangat unik. Hal ini terlihat dari luas daratan yang ada,

hanya sebesar 0,13 km2 yang baru dapat dijadikan sebagai lahan

pemukiman atau hanya sebesar 16,05 %.

Daerah pesisir pulau sebagian besar tidak dapat dijadikan sebagai

lahan pemukiman karena di beberapa sisi gunung terjal langsung menuju ke

laut. Hal ini membuat penduduk terpisah atas dua dusun, yaitu dusun Burung

Loe 1 dan dusun Burung Loe 2.

Sekalipun secara fisik pulau ini berbentuk gunung yang cukup terjal

tetapi di sekeliling pulau terdapat paparan karang yang cukup luas ke arah

laut, hal ini terlihat pada saat air surut.

Di pulau Burung Loe juga terlihat kegiatan penambangan karang yang

digunakan untuk membuat bendungan di tepi laut yang suatu saat akan

direklamasi dan dijadikan lahan pemukiman baru oleh masyarakat.

5.1.1.3. Kelembagaan Formal dan Informal

Secara administratif pemerintahan, Pulau Burung Loe dipimpin oleh

seorang Kepala Lingkungan yang bertanggung jawab terhadap segala

aktivitas yang terjadi di dalam kehidupan masyarakatnya. Akan tetapi saat

ini terjadi selisih pendapat di dalam masyarakat sehingga orang yang

ditunjuk sebagai kepala lingkungan tidak mendapat dukungan sepenuhnya

dari masyarakat sehingga terbentuk beberapa wakil lingkungan.

Kelembagaan informal yang ada di pulau ini berupa kelompok remaja

mesjid, kelompok sepak bola, kelompok arisan dan lain-lain. Selain itu

Page 131: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 86

secara alamiah terbentuk suatu kelompok nelayan dengan istilah kelompok

ponggawa-sawi, misalnya pada kelompok nelayan bagang dan pemancing

tongkol.

5.1.1.4. Kegiatan Sosial Kemasyarakatan

Secara umum masyarakat pulau masih memegang norma-norma adat

dan nilai-nilai kehidupan sosial yang masih baik. Hal ini tercermin dalam

kepedulian masyarakat yang dengan rela membantu secara gotong royong

dalam membiayai kehidupan satu keluarga yang tidak mampu. Salah satu

keluarga yang dibantu tersebut adalah kepala keluarga yang tuna netra,

atau karena kepala keluarganya meninggal dunia. Selain itu jiwa sosial

masyarakat pulau ini terlihat pada saat kegiatan mendirikan rumah, tenda-

tenda warung, atau pos-pos perkumpulan remaja maka tanpa diundang

masyarakat datang membantu menyelesaikannya.

Hal lain yang menjadi tolak ukur terhadap norma-norma adat yang

berlaku adalah pada batasan pergaulan remaja yang masih sangat kuat

sehingga dalam kehidupan keseharian masyarakat masih sangat tertutup

akan hal ini dan menganggap sebagai persoalan yang masih tabu

dibicarakan. Kegiatan keagamaan yang sangat kental terlihat dari kegiatan

pengajian bagi anak-anak secara rutin di masjid atau juga di rumah-rumah

masyarakat dengan standar biaya yang tidak ditentukan, tergantung dari

keikhlasan santri dan orang tuanya dan dalam bentuk yang bervariasi seperti

uang, ayam, pisang, kelapa, dan lain-lain.

5.1.2. Profil Demografi 5.1.2.1. Migrasi dan Mobilitas Penduduk

Pada umumnya masyarakat Pulau Burung Loe adalah masyarakat

nelayan yang senantiasa melakukan pelayaran ke daerah-daerah yang

Page 132: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 87

cukup jauh untuk mencari daerah penangkapan ikan yang lebih baik. Sekitar

80% dari responden yang ada adalah masyarakat yang bekerja sebagai

nelayan yang terdiri atas nelayan bagang, nelayan pancing cakalang/tongkol,

dan nelayan long line.

Dari ketiga kelompok nelayan tersebut, nelayan bagang dan nelayan

pancing yang sering mencari daerah penangkapan ikan di luar Pulau-pulau

Sembilan. Daerah penangkapan yang biasa dikunjungi seperti daerah

Perairan Flores (Nusa Tenggara Timur), Lombok, Kolaka, atau di daerah

perairan Kabupaten Selayar. Kegiatan mencari daerah penangkapan ikan ini

dilakukan jika hasil-hasil tangkapan sudah mulai tidak menguntungkan atau

saat memasuki musim paceklik yaitu pada bulan Maret -September.

Lama waktu di daerah-daerah tersebut tergantung dari jenis alat

tangkap yang dioperasikan dan persiapan perbekalan selama operasi di laut.

Untuk nelayan pemancing biasanya menghabiskan waktu sekitar 2 – 3 bulan

dan kembali ke pulau selama ± 1 minggu untuk mempersiapkan operasi

berikutnya sekaligus bertemu dengan keluarga dan menyerahkan hasil

usahanya. Setelah persiapan cukup, mereka kembali lagi ke daerah

penangkapan jika hasil sebelumnya baik tetapi jika tidak mereka pindah ke

daerah lain dengan lama waktu yang sama dan akhirnya kembali ke pulau

sampai saat musim penangkapan di pulau membaik. Untuk nelayan bagang

dengan mekanisme yang sama tetapi lama waktu yang berbeda. Nelayan

bagang biasanya memakan waktu lebih lama di daerah penangkapan yaitu

sekitar 4 – 5 bulan dengan lama persiapan pemberangkatan berikutnya

sekitar 1 – 2 minggu.

5.1.2.2. Struktur Populasi dan Mata Pencaharian

Masyarakat Pulau Burung Loe pada umumnya bermata pencaharian

sebagai nelayan dengan mengeksploitasi dan mengelola sumberdaya laut

Page 133: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 88

yang tersedia. Berdasarkan data responden menunjukkan bahwa 77,15 %

masyarakat Pulau Burung Loe memilih pekerjaan nelayan sebagai mata

pencaharian utamanya. Masyarakat yang bekerja sebagai nelayan ini terdiri

atas nelayan bagang (54,17%), nelayan pancing cakalang/tongkol (41,67%),

nelayan longline (4,17%).

Kelompok kecil masyarakat yang memilih pekerjaan selain nelayan

adalah masyarakat petani (0 %), masyarakat pedagang (8,57 %), pegawai

negeri sipil (5,71%), dan pekerjaan yang tidak tetap/jelas (8,57 %).

Secara umum masyarakat nelayan di Pulau Burung Loe lebih banyak

memilih kegiatan mengeksploitasi sumberdaya ikan-ikan pelagis di daerah

perairan terbuka dan sekitarnya dengan alat tangkap bagang dan pancing

tongkol (panongkol).

Tabel 21. Persentase Mata Pencaharian Penduduk Pulau Burung Loe

Jenis pekerjaan Jumlah KK Persentase (%)

Nelayan 136 77,15

Petani 5 0,00

Pegawai Negeri Sipil 5 5,71

Pedagang 9 8,57

ABRI 0 0,00

Pensiunan 0 0.00

Lainnya 15 8.57

Jumlah 170 100

Sumber : Data Potensi Kelurahan Pulau-pulau Sembilan, tahun 2001.

5.1.2.3. Karakteristik Pencari Nafkah Utama Rumah Tangga

Dalam sebuah keluarga umumnya yang menjadi pencari nafkah

utama adalah kepala keluarga dalam hal ini adalah Bapak. Tetapi pada

Page 134: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 89

kenyataannya di daerah kepulauan, khususnya di Pulau Burung Loe tidak

sedikit yang menanggung kebutuhan kehidupan keluarga adalah Ibu atau

anak laki-laki yang telah bekerja. Dari hasil wawancara ada beberapa kasus

yang bertindak sebagai pencari utama dalam keluarga nafkah adalah sang

istri, sedangkan si suami tidak bekerja sama sekali.

Secara persentase yang bertindak sebagai kepala keluarga yang

bekerja di Pulau Burung Loe tetap masih didominasi oleh suami yaitu

sebesar 17,14% tetapi terdapat anggota keluarga yang membantu

kebutuhan keluarga adalah anak ke-1 utamanya anak laki-laki sebesar

8,58%, anak ke-2 sebesar 11,43%, dan anak ke-3 sebesar 5,71%, selain itu,

juga terdapat kelompok keluarga yang tidak jelas status pekerjaanya dan

merupakan persentase terbesar dari kelompok yang bekerja yaitu 57,14%.

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan adanya peralihan

tanggung jawab keluarga secara alamiah, diantaranya peran anak yang

bertindak sebagai pencari nafkah utama keluarga karena faktor usia orang

tuanya yang sudah tidak kuat lagi bekerja di laut atau karena sakit (umunya

sakit lumpuh), peran istri sebagai pencari nafkah utama karena suaminya

yang telah meninggal atau karena suaminya merantau.

5.1.2.4. Pendidikan dan Keterampilan

Pendidikan di Pulau Burung Loe secara umum masih tergolong

sangat rendah. Hal ini terlihat dari data responden yang diambil bahwa yang

tidak sekolah sebesar 8,57%, sekolah hanya sampai SD 74,30% yang

merupakan persentase pendidikan terbesar, sekolah sampai SMP 5,71%,

sekolah sampai SMA sebesar 5,71% dan yang sekolah sampai sarjana

sebesar 5,71%.

Berdasarkan sebaran tingkat persentase yang sekolah di Pulau

Burung Loe terlihat bahwa pendidikan SD yang masih mendominasi, tetapi

Page 135: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 90

secara umum bahwa hampir seluruh masyarakat Pulau Burung Loe sudah

menerima pendidikan, yaitu sebanyak 91,43% dari jumlah penduduk.

Rendahnya tingkat pendidikan ini secara umum, memberikan efek

terhadap sulitnya pemahaman atau penerimaan informasi dan teknologi

secara menyeluruh. Hal ini terlihat dengan kurangnya minat masyarakat

untuk mengikuti kegiatan-kegiatan pelatihan yang dilakukan oleh pemerintah

atau instansi terkait yaitu tentang terumbu karang (2,86%) dan pelatihan

selain terumbu karang (5,71%).

5.1.2.5. Struktur Keluarga dan Peranan Wanita

Peranan perempuan dalam keluarga secara tradisional adalah

mendidik dan mengasuh anak. Hal ini masih dipertahankan dalam struktur

keluarga masyarakat di Pulau Burung Loe sehingga banyak kaum

perempuan yang hanya mengasuh anak dan tidak memiliki pekerjaan.

Perempuan di Pulau Burung Loe terutama yang telah menjanda umumnya

bekerja sebagai pedagang ikan (Pappalele).

5.1.3. Infrastruktur Publik 5.1.3.1. Sarana Sosial

Fasilitas umum yang terdapat di Pulau Burung Loe adalah sarana-

kegiatan olah raga berupa lapangan sepak bola, bulu tangkis sekaligus

sepak takro, tenis meja. Fasilitas umum yang lain adalah berupa mesjid,

sekolah, poskamling, pekuburan, dan pos perkumpulan remaja serta

dermaga beton sepanjang ± 50 m.

5.1.3.2. Sarana Ekonomi

Di pulau ini terdapat semacam lembaga ekonomi nelayan yang sangat

berperan dalam kegiatan ekonomi masyarakat yaitu dalam bentuk sistem

Page 136: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 91

ponggawa-sawi. Bentuk sistem ini dirasakan sangat besar manfaatnya bagi

nelayan-nelayan yang sering mengalami kesulitan dalam hal keuangan.

Dipilihnya poggawa-sawi dalam mengatasi kesulitan nelayan

dikarenakan bank yang disediakan pemerintah dalam memberikan pinjaman

terlalu banyak meminta persyaratan-persyaratan yang sulit dipenuhi

terutama mengenai agunan serta terkesan terlalu birokratis. Sedangkan jika

di ponggawa-sawi tidak perlu menyiapkan jaminan, lebih praktis dan tidak

menanggung bunga. Satu-satunya yang menjadi ikatan peminjaman adalah

setiap hasil tangkapan harus dijual ke ponggawa pemberi utang. Hal inilah

yang menjadi penyebab utama mengapa bank tidak terlalu dimanfaatkan.

5.1.3.3. Sarana Kesejahteraan

Secara umum rumah yang ada di pulau Burung Loe adalah berbentuk

rumah panggung beratap seng. Beberapa rumah di bagian bawah telah

dimodifikasi menjadi bangunan dari bahan semen berlantai keramik.

Secara umum dapat dikatakan bahwa fasilitas kesejahteraan yang

ada di Pulau Burung Loe masih sangat kurang. Fasilitas kesehatan yang

dimiliki adalah pustu, polindes dan posyandu. Sarana air bersih di pulau ini

sudah mulai dibutuhkan padahal beberapa tahun sebelumnya air tawar

di pulau ini tersedia secara melimpah dan sangat jernih. Hal ini mungkin

terjadi akibat konversi lahan di daerah lereng dari tanaman hutan tropis

menjadi tanaman perkebunan seperti coklat, kelapa dan jambu mete.

5.2 Situasi Umum Kesejahteraan Masyarakat

Pulau Burung Loe merupakan salah satu gugusan Pulau-pulau

Sembilan yang tergolong padat penduduknya. Rumah-rumah penduduk

berdesak-desakan dan pada umumnya tidak mempunyai halaman. Satu-

satunya tempat yang agak terbuka dan tidak dipadati oleh perumahan

Page 137: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 92

adalah lapangan sepak bola, dan tempat inilah yang merupakan sarana olah

raga di pulau tersebut.

5.2.1. Keadaan Perumahan dan Kesehatan 5.2.1.1. Status Pemilikan dan Keadaan Perumahan

Status kepemilikan rumah di Pulau Burung Loe pada umumnya

adalah milik sendiri (80,00 %), yang lainnya berupa rumah dinas dan ada

pula yang masih menumpang di rumah keluarga (Tabel 22). Kehadiran

rumah dinas di Pulau Burung Loe merupakan fasilitas bagi paramedis yang

bertugas di Puskesmas pembantu dan juga rumah dinas untuk guru-guru

Sekolah Dasar.

Tabel 22. Persentase Bentuk, Luas dan Status Kepemilikan Rumah di Pulau Burung Loe

Bentuk Rumah % Luas (m²) % Status Rumah %

Panggung

Non Panggung

57,14

42,86

< 100

100 – 150

151 – 200

> 200

48,57

37,14

8,57

5,71

Milik

Dinas

Menumpang

80,00

2,86

17,14

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-Pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

Bentuk .rumah sudah hampir seimbang antara rumah panggung

(57,14%) dengan rumah non panggung (42,86%). Namun rumah-rumah non

panggung kebanyakan belum permanen, ada yang lantainya terbuat dari

semen, tetapi dindingnya masih terbuat dari papan. Luas bangunan rumah

bervariasi dari yang kurang 100 m² sampai lebih dari 200 m², dengan

persentase terbanyak pada luas tanah di bawah 100 m². Hal ini

menunjukkan bahwa ukuran rumah di pulau ini tidak luas, keadaan ini

merupakan akibat dari terbatasnya luas lahan.

Page 138: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 93

Bagian atap rumah pada umumnya terbuat dari bahan seng

(91,42%), selebihnya ada yang terbuat dari bahan rumbia, nipa, genteng dan

asbes, dengan jumlah persentase yang sama. Bahan untuk dinding rumah

lebih banyak terbuat dari papan (65,71%), dan yang lainnya ada pula yang

menggunakan bahan dari tembok (28,57%), namun masih ada juga yang

terbuat dari bambu dan tripleks (Tabel 23). Lantai rumah pada umumnya

terbuat dari bahan papan (71,43%), yang lainnya terbuat dari bahan semen

(17,14%), dan sudah ada juga yang terbuat dari bahan tegel teraso dan

keramik.

Tabel 23. Persentase Bahan Pembuat Atap, Dinding dan Lantai Rumah di Pulau Burung Loe

Atap % Dinding % Lantai %

Seng

Rumbia

Nipa

Genteng

Asbes

91,42

2,86

2,86

2,86

0,00

Tembok

Papan

Bambu

Seng

Tripleks

28,57

65,71

2,86

0,00

2,86

Tegel

Keramik

Papan

Semen

8,57

2,86

71,43

17,14

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001. Fasilitas penerangan rumah secara umum menggunakan fasilitas dari

Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebanyak 91,43%. Selebihnya masih

menggunakan petromaks dan bahkan masih ada yang menggunakan lampu

pelita (Gambar 11).

5.2.1.2. Sumber Air Minum dan Fasilitas Kesehatan Masyarakat pulau Burung Loe pada umumnya memperoleh air minum

dengan cara membeli di Lappa (91,40%), meskipun masih ada juga yang

memperolehnya dari air sumur di lokasi setempat (8,60%) yang rasanya

sedikit agak payau (Gambar 12).

Page 139: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 94

Gambar 11. Persentase Pemanfaatan Fasilitas Penerangan Rumah Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan,

Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

Gambar 12. Persentase Sumber Air Minum Masyarakat Pulau Burung Loe

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-Pulau Sembilan,

Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

Di pulau ini terdapat satu buah puskesmas pembantu (Pustu) yang

dimanfaatkan oleh penduduk setempat untuk berobat. Puskesmas tersebut

dipimpin oleh seorang paramedis yang dibantu oleh seorang bidan. Pustu ini

cukup membantu masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang

sifatnya mendadak, namun pada kasus tertentu yang agak berat, biasanya

91%

3% 6%

Listrik PLN Petromaks Pelita

91%

9%

Beli Sumur

Page 140: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 95

mereka dirujuk ke rumah sakit umum kabupaten yang ada di kota Sinjai.

Selain Pustu di pulau ini juga terdapat Poliklinik Desa dan Posyandu.

5.2.1.3. Sanitasi Lingkungan

Tingkat kesadaran masyarakat pulau Burung Loe dalam menjaga dan

memelihara kebersihan lingkungan masih tergolong rendah, dimana

sebagian besar masyarakat memanfaatkan pantai sebagai tempat untuk

membuang sampah dan juga sekaligus sebagai tempat buang air besar

(Tabel 24).

Tabel 24. Persentase Tempat Buang Air Besar dan Tempat Pembuangan Sampah di Pulau Burung Loe

Tempat Buang Air Besar % Tempat Pembuangan Sampah %

Kakus

Sungai

Pantai

14,29

0,00

85,71

Lubang

Sungai

Kontainer

Pantai

Dibakar

2,86

0,00

0,00

97,14

0,00

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

5.2.2. Keadaan Ekonomi : Jenis dan Status Pekerjaan 5.2.2.1. Jenis Pekerjaan

Masyarakat di pulau Burung Loe sebagaimana masyarakat lainnya

dipulau-pulau Sembilan lainnya mempunyai pekerjaan utama yang bergerak

di bidang perikanan. Pada umumnya mereka memanfaatkan laut sebagai

tempat untuk memperoleh kebutuhan sehari-harinya. Mereka bekerja

sebagai nelayan bagang perahu dan nelayan penongkol (77,15%), meskipun

ada juga yang bekerja sebagai pedagang, pegawai negeri sipil dan lain-lain

(Tabel 25). Selain pekerjaan utama sebagai nelayan ada juga yang

mempunyai pekerjaan tambahan yang bergerak disektor jasa/ pelayanan

Page 141: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 96

masyarakat (2,86%), dan sebaliknya ada juga yang menggunakan sektor

perikanan ini sebagai pekerjaan tambahan (2,86%), hal ini dilakukan oleh

pegawai negeri sipil yang berdiam di daerah tersebut.

Tabel 25. Persentase Jenis Pekerjaan Utama dan Pekerjaan Tambahan Masyarakat di Pulau Burung Loe

Pekerjaan Utama % Pekerjaan Tambahan %

Perikanan

Pedagang

PNS

Jasa

Dan lain-lain

77,15

8,57

5,71

0,00

8,57

2,86

0,00

2,00

2,86

94,24

2,86

0,00

0,00

2,86

94,28

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

5.2.2.2. Tingkat Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga

Rata-rata tingkat pendapatan masyarakat nelayan di Pulau Burung

Loe bervariasi, namun yang tertinggi adalah pendapatan di bawah Rp

500.000 (40,00%), selanjutnya antara setengah sampai satu juta rupiah

(28,57%) dan yang berpendapatan di atas dua juta rupiah juga cukup banyak

yaitu sekitar 22,86% (Tabel 26).

Tabel 26. Persentase Rata-rata Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Masyarakat di Pulau Burung Loe

Pendapatan % Pengeluaran %

< Rp 500.000

Rp 0,5 – Rp 1 Juta

Rp 1,1 – Rp 1,5 Juta

Rp 1,6 – Rp 2 Juta

> Rp 2 Juta

40,00

28,57

2,86

5,71

22,86

< Rp 500.000

Rp 0,5 – Rp 1 Juta

Rp 1,1 – Rp 1,5 Juta

Rp 1,6 – Rp 2 Juta

> Rp 2 Juta

54,29

34,28

0,00

11,43

0,00

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

Page 142: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 97

Dari Tabel 26 juga terlihat bahwa pengeluaran tertinggi masyarakat di

pulau Burung Loe paling tinggi di bawah Rp 500.000 yaitu 54,29%,

selanjutnya antara setengah sampai satu juta rupiah (34,28%) dan paling

rendah antara 1,6 – 2 juta rupiah (11,43%). Apabila dihubungkan antara

jumlah pendapatan dengan pengeluaran mereka, ternyata apa yang mereka

peroleh dari hasil pekerjaannya tidak semua dibelanjakan, bahkan dari sini

juga terlihat bahwa mereka cukup pintar dalam mengelola keuangannya

karena tidak ada yang mengeluarkan uang lebih tinggi dari pendapatannya.

5.2.2.3 Tabungan dan Cara Mengatasi Kesulitan Keuangan

Lebih dari setengah penduduk di Pulau Burung Loe bisa menyimpan

uang hasil pendapatannya (62,86%) dan selebihnya tidak ada yang bisa

disimpan karena habis terpakai (Tabel 27).

Tabel 27. Persentase Jumlah yang Menabung, Bentuk Tabungan dan Cara Mengatasi Kesulitan Keuangan di Pulau Burung Loe

Tabungan % Bentuk % Pernah Kesulitan % Mengatasi

Kesulitan %

Ya

Tidak

62,86

37,14

Bank

Emas

Uang

77,14

11,43

11,43

Ya

Tidak

74,29

25,71

Pinjam di bank

Pinjam keluarga

Jual barang

Pinjam di ponggawa

34,30

48,57

11,43

5,70

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

Cara mereka menyimpan uang bermacam-macam, ada yang

menyimpan di bank (77,14%), ada juga yang menyimpan dengan cara

membeli emas dan ada juga yang menyimpan dalam bentuk uang. 74,29%

dari mereka mengatakan pernah mengalami kesulitan keuangan. Apabila

hal ini terjadi, mereka lebih cenderung meminjam ke keluarga (48,57%),

Page 143: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 98

karena tidak ada bunga dan yang lainnya ada yang meminjam di Bank, ada

juga yang menjual barang dan ada juga yang meminjam pada ponggawa.

5.2.3 Keadaan Sosial Ekonomi 5.2.3.1 Perkembangan Umum Usaha Ekonomi Masyarakat

Secara umum, usaha ekonomi masyarakat Pulau Burung Loe cukup

meningkat dari tahun ke tahun, meskipun peningkatan yang diperlihatkan

tidak terlalu banyak. Peningkatan ini dapat dilihat dari jumlah armada

penangkap ikan yang meningkat. Kondisi rumah sudah banyak yang

permanen, dan jumlah warung-warung juga meningkat. Meskipun demikian,

mereka juga masih mengeluhkan semakin jauhnya lokasi daerah

penangkapan ikan, sehingga biaya operasional meningkat dan jumlah hari

menangkap untuk 1 trip juga semakin lama.

Masalah pendidikan merupakan faktor yang perlu ditingkatkan, karena

rata-rata pendidikan mereka hanya sampai sekolah dasar. Dengan tingkat

pendidikan yang masih rendah mereka tidak bisa berfikir lebih jauh ke depan

dalam upaya meningkatkan taraf hidup mereka. Pada umumnya, mereka

tidak bisa memberi pendapat mengapa lokasi penangkapannya semakin

jauh.

5.2.3.2 Keterkaitan Kegiatan dan Keberadaan Terumbu Karang

Pemahaman masyarakat pulau Burung Loe tentang terumbu karang

masih terbatas pada pengertian umum, sehingga pada umumnya belum bisa

menghubungkan keterkaitan antara terumbu karang dengan kegiatan usaha

mereka menangkap ikan.

Nelayan di pulau Burung Loe pada umumnya menggunakan bagang

perahu dan bagang tancap serta kapal penongkol untuk mencari ikan yang

sasarannya adalah ikan-ikan pelagis, dan ikan-ikan fototaksis positif berarti

Page 144: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 99

tidak bersentuhan langsung dengan ekosistem terumbu karang. Akan tetapi

dari hasil wawancara yang lebih mendalam mereka mengatakan bahwa

aktifitas penggunaan bom dan potas untuk menangkap ikan banyak

dilakukan oleh pulau-pulau tetangganya, sehingga apabila hal ini dikaitkan

dengan kegiatan usaha mereka, maka meskipun mereka tidak mencari ikan

di ekosistem terumbu karang, namun efek dari penggunaan bom dan potas

tersebut tentu juga akan berpengaruh pada ikan yang menjadi sasaran

tangkapan mereka.

5.2.3.3. Penguasaan Aset-aset Produksi dan Non Produksi

Berdasarkan data tentang aset-aset produksi yang dimiliki oleh

masyarakat pulau Burung Loe menunjukkan bahwa 65,71% dari responden

telah memiliki kapal/perahu, 17,10% memiliki sampan dan 17,19% lainnya

memiliki perahu layar. Penguasaan aset-aset produksi khususnya alat

tangkap juga disurvei. Data yang diperoleh menunjukkan 54,28% dari

responden memiliki bagang, 42,86% memiliki alat pancing dan 2,86%

memiliki alat tangkap long line (Tabel 28).

Tabel 28. Penguasaan Aset Produksi di Lokasi Pulau Burung Loe Armada yang dimiliki % Kepemilikan alat produksi %

Kapal/perahu 65,71 Bagang 54,28

Perahu layar 17,10 Pancing 42,86

Sampan 17,19 Long line 2,86

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

Aset non produksi dari masyarakat Pulau Burung Loe dapat dilihat

dari kepemilikan tanah, simpanan uang di bank dan simpanan di rumah

berupa emas. Meskipun aset non produksi tidak produktif akan tetapi dapat

mereka pergunakan sewaktu-waktu jika sangat mendesak.

Page 145: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 100

5.3. Intensitas dan Kondisi Sumberdaya Terumbu Karang 5.3.1. Pandangan dan Sistem Pengetahuan Ekologis 5.3.1.1. Sistem Pengetahuan Tradisional

Pada prinsipnya sistem pengetahuan yang dianut oleh masyarakat

nelayan pulau Burung Loe sama dengan yang dianut oleh masyarakat

nelayan pulau Kambuno, seperti sistem; pengetahuan mengenai ruang/

tempat berupa pengetahuan tentang pulau, lokasi-lokasi penangkapan, dan

kategorisasi ruang; sistem pengetahuan nelayan mengenai laut dan isinya,

dan; sistem pengetahuan pelayaran.

* Pengetahuan Berkenaan dengan Ruang/Tempat

Masyarakat nelayan Pulau Burung Loe berpikiran bahwa di dalam

laut memiliki kandungan sumberdaya hayati dan non hayati yang beragam

yang dapat dimanfaatkan oleh siapa saja. Seperti juga masyarakat nelayan

pulau Kambuno, nelayan Pulau Burung Loe memiliki sistem pengkategorian

ruang/tempat di laut seperti karang, taka, dan gosong. Karang bagi nelayan

dipahami sebagai tempat tinggal, tempat mencari makan, tempat bertelur,

dan tempat berlindung bagi ikan, layaknya “rumah” bagi manusia.

Pemahaman ini terlihat dari hasil survei yang dilakukan di Pulau Burung Loe

tentang manfaat terumbu karang (Tabel 29).

Tabel 29. Prosentase Pengetahuan Masyarakat Pulau Burung Loe Tentang Manfaat Terumbu Karang

Manfaat Terumbu Karang Prosentase (%)

Rumah Ikan 14,29

Tempat Ikan Hidup 28,57

Perlindungan Ikan 11,42

Bahan Bangunan 22,86

Tidak Tahu 22,86

Sumber : Hasil Analisis Data Primer Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sulsel , 2001

Page 146: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 101

Wilayah di mana terdapat gugusan karang dinamakan “taka”. Konsep

“taka” merupakan salah satu unsur inti dalam sistem kategorisasi

pengetahuan nelayan tentang lingkungan lautnya. Nelayan Pulau Burung

Loe mengetahui posisi dan nama setiap taka yang berada disekitar pulau

mereka, bahkan diluar kawasan Pulau Sembilan yang merupakan tempat

penangkapan.

* Pengetahuan Berkenaan dengan Laut dan Isinya

Masyarakat pulau Burung Loe hanya sedikit sekali yang mengetahui

jenis-jenis karang, kendatipun mereka mengenal dengan baik letak dan

nama lokasi karang di perairan Pulau-pulau Sembilan dan bahkan daerah

lain di luar kawasan tersebut.

Pada karang tersebut hidup berbagai jenis biota yang berasosiasi

dengannya, seperti berbagai jenis ikan dan biota non ikan (teripang, kima,

lola). Dalam pandangan nelayan, terdapat berbagai jenis ikan karang yang

dinilai memiliki nilai ekonomi yang tinggi seperti sunu, kerapu, napoleon,

kerapu, Lencam, dan lobster (Tabel 30).

Jenis ikan-ikan permukaan juga merupakan komoditi hasil laut yang

diusahakan oleh nelayan Pulau Burung Leo, terutama nelayan pancing

tangan dan nelayan bagang. Jenis ikan permukaan yang diusahakan

tersebut antara lain ikan teri, pepetek, katombo, cakalang, sembulak, layang

(Tabel 30).

Musim penangkapan ikan-ikan permukaan di kawasan Pulau-pulau

Sembilan terjadi pada musim barat dimana pada waktu yang sama nelayan-

nelayan dari luar masuk ke kawasan Pulau-pulau Sembilan melakukan

penangkapan. Migrasi ikan karang diyakini oleh nelayan tidak disebabkan

oleh siklus migrasi biota tersebut, melainkan disebabkan oleh pergerakan

ikan-ikan tersebut dari daerah dangkal (taka) ke daerah yang lebih dalam.

Page 147: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 102

Perpindahan tersebut dipengaruhi oleh siklus hidup biota bersangkutan,

dimana masyarakat nelayan percaya bahwa pada bulan Oktober hingga

bulan April merupakan musim memijah bagi ikan karang.

* Pengetahuan Berkenaan Dengan Pelayaran

Perangkat pengetahuan nelayan Pulau-pulau Sembilan berkenaan

dengan pelayaran difungsikan sebagai suatu cara memperoleh keselamatan

dalam pelayaran. Pengetahuan pelayaran ini umumnya dipengaruhi oleh

agama atau kepercayaan yang dianut penduduk setempat, yang digunakan

berdasarkan pengalaman empirik yang mereka hadapi selama melakukan

pelayaran.

Dapat dikatakan 100% penduduk Pulau-pulau Sembilan merupakan

masyarakat yang menganut agama Islam. Namun dalam hal pelayaran,

nampaknya kepercayaan peninggalan nenek moyang mereka masih

mewarnai kehidupan nelayan. Menurut informasi dari penduduk setempat,

mereka kadangkala melihat hal-hal yang aneh di laut dan untuk

mendapatkan hasil yang baik maka nelayan umumnya keluar ke laut pada

saat pasang.

Seperti telah dijelaskan di bagian atas, bahwa 100% masyarakat

pulau adalah beragama Islam. Sehubungan hal tersebut, maka nelayan

khususnya pada hari Jum’at tidak melakukan penangkapan sebelum

melaksanakan ibadah shalat Jum’at. Hal ini di atas berlaku secara umum

bagi nelayan yang ada di Propinsi Sulawesi Selatan.

Bekenaan dengan musim, maka nelayan yang ada di Pulau Burung

Loe juga mengenal dua musim yaitu musim timur (April sampai September)

dan musim barat (Oktober – Maret). Berbeda dengan aktivitas nelayan di

daerah lain yang sangat terpengaruh oleh musim, aktivitas nelayan Pulau

Page 148: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 103

Burung Loe tidak banyak terpengaruh oleh perubahan musim mengingat

kondisi geografis kepulauan ini yang terletak di Teluk Bone yang terlindung.

5.3.1.2. Pandangan Tentang Hak Atas Laut

Untuk pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya laut, nelayan Pulau

Burung Loe juga menganut pandangan yang serupa dengan masyarakat

nelayan Pulau Kambuno yaitu, menganut pandangan yang melihat dan

memahami laut serta isinya sebagai milik semua; menganut adanya aturan

adat yang mensyahkan dan mengatur pemilikan secara bersama dan

menganut pandangan adanya penerapan aturan formal.

Masyarakat nelayan Pulau Burung Loe memandang laut sebagai milik

semua, dengan kata lain laut dapat dimanfaatkan oleh siapa saja yang ingin

mencari penghidupan. Hasil survei yang dilakukan pada masyarakat di pulau

ini, 71,42% mengatakan setuju bahwa laut dan segala isinya merupakan

milik bersama, 14,29% tidak setuju dan 14,29% tidak tahu.

Implikasi perilaku dari pandangan ini (setuju 73,33%) masyarakat

Pulau Burung Loe dapat dilihat dari kesediaan mereka menerima nelayan

pendatang dari luar seperti dari Takalar, Pulau Barrang Lompo dan pulau-

pulau lainnya yang terletak di Selat Makassar, untuk menangkap ikan di

kawasan pulau ini. Demikian pula dengan aktivitas penangkapan ikan oleh

nelayan lokal yang melakukan penangkapan di daerah lain, terutama untuk

komoditi cakalang, seperti Sulawesi Tenggara, Maluku dan Nusa Tenggara

Timur.

Peraturan pemerintah tentang pelarangan penggunaan bahan-bahan

desktruktif dan Undang-Undang Otonomi Daerah sedikit banyaknya

mempengaruhi pandangan masyarakat tentang laut milik bersama. Dari

hasil survei yang dilakukan pada masyarakat di Pulau Burung Loe diperoleh

jawaban 71,40% yang mengatakan setuju terhadap pelarangan

Page 149: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 104

pengoperasian alat yang merusak sumbedaya laut, sedangkan yang tidak

setuju dengan hal tersebut hanya 17,14% dan yang tidak tahu 11,43%.

Misalnya kasus perselisihan antara nelayan bagang setempat dengan

nelayan bagang yang berasal dari Palopo (Kab. Luwu) yang menggunakan

bagang rambo. Meskipun alasan yang dikemukakan nelayan setempat atas

kejadian tersebut adalah alasan persaingan jumlah hasil tangkapan, namun

kejadian tersebut menyiratkan adanya mekanisme mempertahankan wilayah

penangkapan mereka. Karena pada umumya masyarakat nelayan Pulau

Burung Loe sebagai nelayan bagang, maka ada aturan adat yang harus

dipenuhi dalam penguasaan wilayah laut terdapat di Pulau-pulau Sembilan,

dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Penempatan Bagang dan Rumpon berdasarkan Aturan Adat

Sumber : Hasil Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

Sedangkan penguasaan wilayah laut berdasarkan aturan formal

didasarkan pada peraturan pemerintah yang mengatur penggunaan atau

pemanfaatan sumberdaya alam laut. Aturan-aturan tersebut berupa

pelarangan penggunaan beberapa alat tangkap destruktif seperti bom, bius

Bagang B

± ½ mil Rumpon 1

Rumpon 2

Arus

Bagang A

± ½ mil

Page 150: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 105

dan bubu, serta perizinan untuk melakukan penangkapan di dalam suatu

kawasan.

Peraturan formal dapat dikeluarkan oleh pemerintah setempat dengan

mengacu pada Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah yang lebih

tinggi. Sangat disayangkan oleh nelayan bahwa banyaknya pihak yang

memiliki hak untuk mengeluarkan peraturan, menyebabkan banyaknya

peraturan yang tumpang tindih. Demikian pula dengan pengawasan

terhadap wilayah laut dan sanksi yang diberikan oleh aparat keamanan laut

sangat lemah. Hasil survei yang dilakukan di pulau ini, sebenarnya sudah

banyak nelayan yang mengetahui tentang aturan pelarangan penggunaan

alat tangkap destruktif tersebut. Seperti diperoleh jawaban 54,29%

mengatakan mengetahui adanya peraturan pemerintah yang melarang

penggunaan bom dalam penangkapan ikan dan yang tidak mengetahui

sebanyak 45,71%. Sedangkan pelarangan penggunaan potas sebanyak

45,71% yang mengetahui dan yang tidak mengetahui sebanyak 54,29%.

Dalam kasus-kasus semacam ini, penegakan aturan formal terlihat sangat

lemah, bahkan lebih terkesan bahwa peraturan tersebut hanya berlaku bagi

nelayan yang tidak menggunakan alat serupa.

5.3.1.3. Pengetahuan Tentang Jenis-jenis Biota Laut Bernilai Ekonomi Tinggi

Pengetahuan tentang jenis-jenis biota laut yang bernilai ekonomis

tinggi oleh nelayan Pulau Burung Loe masih terbatas dibandingkan dengan

nelayan Pulau Kambuno yang banyak mengetahui jenis-jenis biota laut yang

bernilai ekonomis tinggi. Hal ini disebabkan karena nelayan pulau ini lebih

terkonsentrasi pada alat tangkap bagang. Namun mereka masih mengetahui

beberapa jenis biota laut yang bernilai ekonomis seperti ikan sunu dan

kerapu. Jenis ikan yang mahal adalah ikan kerapu khususnya kerapu tikus,

Page 151: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 106

sedangkan untuk jenis non ikan yang bernilai ekonomis tinggi yang mereka

ketahui seperti udang/lobster, dan teripang.

5.3.1.4. Pandangan Tentang Kelangkaan Sumberdaya dan Prinsip-prinsip Konservasi

Seperti halnya di Pulau Kambuno, hampir semua responden

menganggap bahwa telah terjadi kemerosotan jumlah populasi biota bernilai

ekonomi perairan di sekitar Pulau Burung Loe. Hasil survei yang dilakukan

terhadap nelayan Pulau Burung Loe tentang kondisi hasil tangkapan di

perairan Pulau-pulau Sembilan didapatkan 66,67% yang mengatakan hasil

tangkapan menurun, 11,11% mengatakan meningkat dan 22,22%

mengatakan tetap.

Menurut tanggapan masyarakat nelayan Pulau Burung Loe tentang

berkurangnya populasi ikan dalam berbagai jenis antara lain disebabkan

bertambah banyaknya nelayan dan juga disebabkan oleh adanya bagang

rambo. Hasil survei yang dilakukan di pulau ini tentang penyebab

kelangkaan sumberdaya tersebut adalah 22,22% yang mengatakan

penyebabnya adalah bagang rambo; 22,22% yang mengatakan

penyebabnya adalah banyaknya nelayan; 11,11% yang mengatakan

penyebabnya adalah ikan kurang, 22,22% yang mengatakan penyebabnya

adalah musim; dan yang tidak tahu 22,22%.

Prinsip-prinsip konservasi dan pengelolaan sumberdaya laut di Pulau

Burung Loe belum ada, hal ini disebabkan nelayan tersebut hanya berpikir

bagaimana mendapatkan hasil yang sebanyak-banyaknya dan berprinsip

bahwa selama laut masih digenangi oleh air maka ikan tetap ada.

5.3.2. Jenis dan Intensitas Pemanfaatan Sumberdaya

Jenis sumberdaya laut yang dimanfaatkan oleh nelayan Pulau Burung

Loe antara lain ikan cakalang, layang, tongkol, katombo, tenggiri, teri. Seperti

Page 152: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 107

halnya Pulau Kambuno, sumberdaya laut lainnya yang juga banyak

dimanfaatkan oleh masyarakat pulau tersebut adalah batu karang yang

digunakan untuk bahan bangunan juga digunakan sebagai dinding tanggul di

pantai. Prosentase jenis sumberdaya laut yang paling banyak dimanfaatkan

oleh nelayan pulau ini adalah teri (18,00%). Tingginya prosentase ini

disebabkan karena jenis alat tangkap yang dominan di pulau ini adalah

bagang. Persentase jenis sumberdaya laut yang terdapat di pulau Burung

Loe selengkapnya disajikan pada Tabel 30.

Tabel 30. Persentase Sumberdaya Laut (ikan dan non ikan) yang Tertangkap di Pulau Burung Loe

Jenis sumberdaya laut Persentase (%)

Teri 18,00

Katombo 12.00

Cakalang 12,00

Layang 10.00

Pepetek 10.00

Tongkol 8,00

Tenggiri 6,00

Sembulak 6,00

Sunu 6,0

Rambe 4,00

Ekor kuning 4,00

Cumi-cumi 2,00

Balombong 2,00

Sumber : Hasil Analisis Data Primer Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sulsel , 2001

5.3.2.1. Teknologi Pemanfaatan

Jenis Alat tangkap yang terdapat di pulau ini adalah bagang, pancing,

dan longline. Teknologi yang digunakan pada alat bagang telah

menggunakan lampu merkuri sebagai pemikat ikan. Persentase tertinggi

Page 153: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 108

alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di Pulau Burung Loe ini adalah

bagang sebesar 54,28%, Pancing sebesar 42,86%, dan Longline 2,86%

(Lihat Tabel 28). Pengoperasian alat tangkap bagang dilakukan pada

daerah laut dalam, dan sasarannya adalah umumnya ikan-ikan pelagik. Alat

tangkap pancing tangan untuk ikan demersal maupun pelagik. Sementara

alat longline untuk ikan demersal.

5.3.2.2. Metode Penangkapan

* Bagang

Cara pengoperasian pancing di Pulau Burung Loe sama seperti yang

terdapat di Pulau Kambuno, demikian halnya dengan alat tangkap bagang.

Nelayan bagang di Pulau Burung Loe melakukan penangkapan pada malam

hari dengan menggunakan alat bantu berupa lampu yang difungsikan

sebagai penarik ikan mendekati perahu dimana terpasang jaring. Menurut

aturan yang disepakati bersama oleh pemilik bagang, bila sebuah bagang

tengah melakukan operasi di suatu lokasi perairan, maka bagang lainnya

hanya boleh melakukan penangkapan dengan jarak ± ½ mil dari bagang

pertama. Aturan tersebut dimaksudkan agar ikan-ikan yang tertarik oleh

cahaya lampu bagang pertama, tidak terganggu oleh cahaya lampu bagang

kedua. Demikian pula dengan posisi bagang yang tidak boleh sejajar

berdasarkan arah arus laut pada saat penangkapan dilakukan.

* Pancing Tangan

Alat pancing tangan dapat dikelompokkan yaitu pancing cakalang,

pancing ikan karang atau biasa disebut pancing kedo-kedo, pancing rinta,

dan pancing cumi-cumi. Pancing cakalang dioperasikan pada perairan yang

dalam, pancing ikan karang sebagian besar dioperasikan di Taka-taka (area

Page 154: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 109

terumbu karang) jenis ikan yang dikhususkan ditangkap adalah sunu dan

kerapu, pancing rinta digunakan untuk menangkap ikan-ikan katombo,

kembung, layang dan jenis-jenis ikan pelagis lainnya. Sedangkan pancing

cumi-cumi dioperasikan di taka-taka yang relatif dangkal airnya, dengan

menggunakan umpan buatan (artificial) yang terbuat dari plastik.

* Longline

Alat tangkap longline ini terdiri dari beberapa mata pancing yang

dikaitkan pada tali utama (main line). Cara pengoperasiannya yaitu pertama-

tama bagian alat yang dibuang ke laut adalah pelampung (sebagai tanda

dan untuk merentangkan alat tangkap), setelah itu disusul oleh tali utama

yang dilengkapi dengan tali cabang (branch line) yang merupakan tempat

mengikatkan mata pancing. Setelah itu alat dibiarkan beberapa saat dalam

perairan dan setelah dirasa cukup maka alat tangkap diangkat kembali untuk

mengambil hasil tangkapan. Pada umumnya jenis ikan yang didapat dari

alat tangkap ini adalah ikan-ikan demersal.

5.3.2.3. Lokasi Penangkapan

Lokasi penangkapan untuk setiap alat tangkap yang terdapat di Pulau

Burung Loe adalah tidak sama. Lokasi-lokasi penangkapan yang menjadi

tujuan penangkapan antara lain Teluk Bone, Kabupaten Selayar, Flores,

Sulawesi tenggara dan Nusa Tenggara Timur. Selain daerah di atas, nelayan

tersebut juga melakukan penangkapan disekitar taka yang terdapat di Pulau-

pulau Sembilan terutama alat tangkap bagang pada saat bulan gelap.

Seperti halnya Pulau Kambuno, maka daerah taka juga merupakan

daerah yang memiliki prosentase tertinggi sebagai tempat penangkapan bagi

nelayan Pulau Burung Loe yaitu sebesar 37,04%, untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada Tabel 31 berikut ini.

Page 155: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 110

Tabel 31. Persentase Daerah Penangkapan Nelayan Pulau Burung Loe

Daerah Penangkapan Persentase (%)

Pulau-pulau Sembilan 37,04

Flores 18,52

Selayar 14,81

Sulawesi Tenggara 22,22

NTT 3,70

Teluk Bone 3,70

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

5.3.2.4. Waktu dan Musim Penangkapan Waktu atau lama penangkapan nelayan Pulau Burung Loe bervariasi,

yaitu antara kurang dari satu minggu hingga diatas empat minggu. Waktu

atau lama yang dimaksud di atas adalah waktu yang digunakan mulai

meninggalkan dermaga (fishing base) menuju daerah penangkapan (fishing

ground) dan kembali lagi ke dermaga. Secara umum puncak musim

penangkapan di pulau ini antara bulan Oktober hingga April (musim barat),

dan sebagian besar nelayan melakukan penangkapan terbatas pada daerah

taka disekitar Pulau Sembilan. Persentase tertinggi dalam hal waktu/lama

penangkapan yaitu antara tiga hingga empat minggu sebesar 44,44%.

Persentase waktu /lama penangkapan ikan disajikan pada Tabel 32.

Ketiga alat yang terdapat di Pulau Burung Loe ini mempunyai variasi

biaya operasional antara satu alat dengan alat lainnya. Biaya operasional ini

sangat ditentukan oleh daerah penangkapan dan lama operasi

penangkapan. Biaya operasional berkisar antara ± Rp. 500.000 -

± Rp.2.000.000. Biaya operasional Rp. 500.000 – Rp. 1.000.000

merupakan prosentase biaya operasional tertinggi, yaitu sebesar 33,33%.

Persentase biaya operasional dapat dilihat pada Tabel 33.

Page 156: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 111

Tabel 32. Persentase Waktu /Lama Penangkapan Nelayan Pulau Burung Loe.

Waktu/lama Penangkapan Persentase (%)

3 – 4 minggu 44,44

< 1 minggu 33,33

1 – 2 minggu 18,52

> 4 minggu 3,70

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001. Tabel 33. Persentase Biaya Operasional Penangkapan Nelayan Pulau

Burung Loe.

Biaya Operasional (Rp) Persentase (%)

500.000 – 1.000.000 33,33

< 500.000 25,93

1.600.000 – 2.000.000 18,52

1.100.000 – 1.500.000 11,11

> 2.000.000 11,11

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

5.3.3. Analisis Stakeholder 5.3.3.1. Stakeholder Internal

Termasuk stakeholder internal di Pulau Burung Loe adalah kelompok

nelayan yang terdiri dari nelayan bagang, nelayan pancing (handline),

nelayan longline, ponggawa laut dan darat dan tokoh masyarakat seperti

Kepala Lingkungan, Imam Desa dan penduduk desa.

Stakeholder internal yang berpotensi merusak terumbu karang adalah

Nelayan bagang yang menggunakan bom untuk menangkap ikan. Selain itu

Page 157: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 112

aktifitas masyarakat yang bermukim di sekitar pesisir yang memanfaatkan

karang sebagai bahan pondasi rumah dan penahan ombak

Stakeholder yang terlibat menjaga kelestarian terumbu karang

di Pulau Burung Loe adalah aparat pemerintah setempat yang selalu

mengingatkan pentingnya pelestarian terumbu karang bukan hanya untuk

masyarakat setempat tetapi juga untuk masyarakat Pulau Sembilan secara

keseluruhan.

5.3.3.2. Organisasi dan Potensi Konflik

Secara umum organisasi nelayan yang secara khusus bergerak dalam

pengelolaan sumberdaya laut yang ditemukan di Pulau Burung Loe juga

terdapat di Pulau Burung Loe berupa organisasi tradisional ponggawa-sawi.

Organisasi ponggawa-sawi adalah organisasi kerja nelayan yang terdapat di

semua masyarakat nelayan. Ikatan di antara kedua unsur pembentuknya

yaitu ponggawa dan sawi sering kali diartikan oleh sebagai suatu bentuk

eksploitasi yang menjadi penyebab miskinnya sebagian besar kaum nelayan.

Namun organisasi bentukan pemerintah atau lembaga non-pemerintah yang

telah pernah ada belum mampu menggantikan ikatan yang terbentuk

diantara keduanya. Potensi konflik yang dapat terjadi pada masyarakat

nelayan Pulau Burung Loe adalah antara nelayan bagang dengan nelayan

longline yang beroperasi pada daerah penangkapan nelayan bagang.

5.4. Sistem pengolahan Pasca Panen dan Pemasaran Hasil

5.4.1. Jenis dan metode Pengolahan Pasca Panen di Pulau Burung Loe

Page 158: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 113

Pulau Burung Loe merupakan pulau yang tegak lurus dengan Muara

Sungai Lappa. Penduduk di pulau tersebut didominasi oleh para nelayan

dengan alat tangkap pancing tonda, pancing rintak, bagang, longline, dan

sebagai pedagang pengumpul. Nelayan bagang di Pulau Burung Loe dalam

melakukan kegiatannya seperti dengan nelayan bagang di Pulau Kanalo I

dan II. Nelayan dengan alat tangkap pancing tonda dalam satu trip

umumnya membutuhkan waktu 7 – 14 hari, sedangkan yang menggunakan

pancing rintak membutuhkan waktu ± 5 – 7 hari.

5.4.1.1. Jenis Produk

Produk yang dihasilkan oleh nelayan bagang di Pulau Burung Loe

adalah sama dengan nelayan bagang di Pulau lainnya yang ada di Pulau-

pulau Sembilan, yaitu ikan pelagis yang segar. Sedangkan pemancing

(tonda dan rintak) hasil tangkapannya juga terdiri dari ikan cakalang dan

tenggiri yang segar seperti dengan pemancing yang lain. Kesamaan hasil

yang diperoleh tidak terlepas dari daerah penangkapan ikan yang relatif

sama dengan pulau lainnya.

5.4.1.2. Teknologi Pengolahan

Teknologi yang diterapkan nelayan Burung Loe adalah sama dengan

pemancing tonda yang ada di Pulau Kambuno, yaitu mengawetkan produk

dengan menggunakan es. Hasil tangkapan berupa ikan – ikan pelagis

berada di kapal selama kurang lebih 1 – 2 minggu, sehingga diperlukan

sarana pengolahan berupa bak hasil tangkapan dengan jumlah es ± 80 –

100 balok.

5.4.1.3. Biaya dan Nilai Tambah dari Proses Pengolahan

Biaya dan nilai tambah juga tidak jauh berbeda dengan yang ada di

Pulau Kambuno. Pengolahan hasil berupa penggaraman yang dilakukan

Page 159: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 114

oleh anggota keluarga yang diperoleh dengan menggunakan alat tangkap

bagang, pancing rintak dan tonda, hanya membutuhkan biaya untuk

pembelian garam yang penentuannya berdasarkan perbandingan antara air

dan garam yang digunakan. Biasanya jumlah garam yang digunakan kurang

lebih 10 kg.

Pengolahan dengan menggunakan es terutama pada ikan tongkol

membutuhkan biaya Rp. 360.000 – Rp. 450.000 (80 –100 balok es) setiap

kali melakukan penangkapan. Pengolahan ini berguna untuk

mempertahankan kondisi ikan sehingga harga penjualan tetap tinggi. Harga

penjualan ikan tongkol berkisar Rp. 7.000 – Rp. 10.000/ekor, dan rata-rata

hasil tangkapan sebanyak 500 – 700 ekor.

5.4.2. Pola dan Jalur Pemasaran 5.4.2.1. Mata Rantai Pemasaran

Rantai pemasaran terhadap produk hasil pemancingan dan bagang

juga sama dengan mata rantai hasil tangkapan pemancing dan bagang

yang ada di Pulau-pulau Sembilan. Hasil tangkapan sebagian besar

dipasarkan di pasar pelelangan di Kelurahan Lappa oleh ponggawa yang

kemudian dibeli oleh ponggawa darat dan dipasarkan kembali di pasar lokal

dan daerah lain, serta kepada pappalele. Pappalele memasarkan produk

dengan cara mendatangi konsumen. Terkadang penjualan produk tidak

habis sehingga ponggawa biasanya melakukan pengolahan sendiri yang

kemudian dipasarkan kembali dan untuk konsumsi sendiri. Selain penjualan

ditempat pelelangan, biasa juga penjualan dilakukan di tengah laut yang

melibatkan nelayan dengan pangnges, yang kemudian dipasarkan di

pelelangan atau kepada pappalele yang berada di pulau.

5.4.2.2. Mekanisme Harga dan Metode Pembayaran

Page 160: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 115

Mekanisme harga dan cara pembayaran di Pulau Burung Loe juga

mengalami hal sama dengan nelayan yang ada di Pulau Kambuno yang

menggunakan alat tangkap yang sama. Penentuan harga untuk ikan pelagis

kecil dijual perkeranjang ( satu keranjang sama dengan 20 kg), sedang ikan

pelagis besar dijual perkilo. Harga masing – masing jenis ikan berbeda

sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya (lihat sub bagian pengolahan dan

pemasaran Pulau Kambuno).

5.5. Faktor Eksternal dan Permasalahan Struktural Burung Loe Ada berbagai faktor eksternal yang mempengaruhi tingkat

pengelolaan sumber daya perairan dan dampak lingkungan pada

masyarakat Pulau Burung Loe adalah sebagai berikut :

5.5.1.1. Pola Kebijakan Pemerintah tentang Pemanfaatan Sumberdaya

Berbagai peraturan dan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh

pemerintah umumnya bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat dan tingkat

kelangsungan hidup masyarakat Pulau Burung Loe sebagai pengguna.

Aturan-aturan dibuat supaya ada keteraturan pemanfaatan demi kelestarian

sumber daya perairan. Aturan ini akan memberikan manfaat bagi

masyarakat dengan adanya peraturan pelarangan penggunaan bom dan

potas.

Penggunaan bom memudahkan masyarakat nelayan untuk

menangkap ikan, walaupun di sisi lain mengancam akan kelestarian

lingkungan sebagai habitat tempat hidup ikan yang juga mengancam jiwa

nelayan itu sendiri. Timbul pertanyaan bagi masyarakat: Apakah akan

mendapatkan keuntungan sesaat dan mengancam kelestarian serta jiwa

atau hanya dapat mencukupi kebutuhannya tetapi tetap menjaga laut

sebagai tempat hidup kita.

Page 161: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 116

Dari data yang didapatkan di lapangan masyarakat Pulau Burung Loe

tentang berbagai peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah terdapat

beragam pengetahuan dan pemahaman dapat dilihat pada Tabel 35.

Beragamnya jawaban dari responden di Pulau Burung Loe baik tingkat

pemahaman tentang lingkungan dan kelestarian maupun peraturan

pengelolaan dapat menjadi indikasi belum optimalnya sosialisasi tentang

lingkungan kepada masyarakat. Jadi dibutuhkan cara sosialisasi aturan

yang lebih efektif (Tabel 34).

Pemahaman tentang manfaat terumbu karang yang masih kurang dapat

dikaitkan dengan tingkat pendidikan masyarakat Pulau Burung Loe rata -

rata hanya sampai pada sekolah dasar, juga aksesibilitas informasi yang

masih rendah khususnya informasi tentang lingkungan hidup.

Tabel 34. Persepsi Masyarakat tentang Definisi Karang

Definisi Karang Persentase (%) Tumbuhan Laut

Tumbuhan batu/ taka Batu Pasi

tidak tahu

2,86 5,71 25,71 5,72 60,00

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

Tabel 35. Pemahaman Masyarakat Pulau Burung Loe tentang Peraturan Pemerintah

Keterangan Peraturan Pemerintah Ya Tidak Tahu

Yang melarang : Mengambil Membom Membius

51,43 % 48,57% 54,29 % 45,71 % 45,71 % 54,29 %

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

5.5.1.2. Pasar Permintaaan Produk Hasil Perikanan

Setiap kegiatan produksi baik kegiatan penangkapan, pengelolaan,

dan lain - lain, maka biasanya menjadi kendala ialah pasar produk yang

Page 162: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 117

dihasilkan. Jenis pasar produk hasil perikanan berupa jalur distribusi,

segmentasi pasar maupun daya serap pasar secara langsung

mempengaruhi aktifitas penangkapan bagi masyarakat nelayan di Pulau

Burung Loe.

Umumnya masyarakat Pulau Burung Loe dapat menjual langsung

hasil tangkapannya ke ponggawa lokal, Pulau Kambuno atau ke tempat

pelelangan ikan Lappa dan eksportir ikan di Makassar, bargantung pada

nelayan tersebut Semakin tinggi daya serap pasar dan kemudahan untuk

mengaksesnya maka semakin bergairah masyarakat untuk melakukan

penangkapan. Masyarakat nelayan Pulau Burung Loe sama dengan

masyarakat lain di Pulau - Pulau Sembilan umumnya dipengaruhi oleh

kegiatan dari pedagang lokal, pedagang antar pulau, kegiatan eksportir,

aktifitas pelelangan (PPI) dalam dinamika kegiatan pemasaran hasil

perikanan. Mudahnya masyarakat Pulau Burung Loe dalam mengakses

pasar seperti : hubungan dengan ponggawa darat di Sinjai dan eksportir ikan

di Makassar juga mempengaruhi. .

5.5.1.3. Teknologi Penangkapan dan Akses Permodalan

Tingkat teknologi pemanfaatan sumber daya perairan yang

berkembang utamanya teknologi penangkapan yang diadopsi dan

berkembang di masyarakat nelayan Pulau Burung Loe sangat

mempengaruhi tingkat kemampuan pemanfaatan oleh masyarakat, maka

semakin tinggi pula tingkat kemampuan masyarakat untuk menghasilkan

tangkapan ikan. Selain tingkat kemampuan teknologi maka kemampuan

masyarakat untuk mengakses permodalan juga merupakan salah satu faktor

eksternal yang juga turut mempengaruhi kegiatan penangkapan karena hal

ini berkaitan dengan pembiayaan usaha penangkapan. Hasil survei yang

Page 163: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 118

dilakukan di Pulau Burung Loe terdapat beberapa jenis alat tangkap yang

dioperasikan oleh masyarakat.

Jenis - jenis alat dan metode penangkapan yang dilakukan oleh

masyarakat Pulau Burung Loe diantaranya adalah Bagang perahu, pancing

tonda, pancing rintak, dan pengumpul. Jadi, bila dilihat dari

keanekaragaman alat tangkap maka masyarakat Pulau Burung Loe telah

mengadopsi teknik penangkapan dibanding dengan masyarakat pulau -

pulau lain di Pulau Sembilan. Misalnya: Pulau Batang Lampe yang

umumnya hanya mengenal penyelam teripang dan kurang mengalami

dinamika perkembangan teknologi alat tangkap.

Dari segi akses permodalan, masyarakat Pulau Burung Loe relatif

lebih maju dibanding masyarakat Pulau Batang Lampe. Ponggawa di Pulau

Burung Loe biasanya mempunyai ponggawa di Pulau Kambuno, Sinjai, atau

di Makassar yang bertindak sebagai orang yang memberikan bantuan

permodalan. Bantuan permodalan itu diberikan oleh ponggawa kepada

nelayan dengan konsekwensi harus menjual hasil tangkapannya kepada

ponggawa tersebut.

Berdasarkan hasil survei ternyata kehidupan nelayan ponggawa yang

mendapat dukungan permodalan lebih baik dibandingkan dengan nelayan

yang betrusaha sendiri. Perbedaan tingkat kesejahteraan ini cukup mencolok

dan dapat menimbulkan benih konflik internal permodalan usaha dari

ponggawa besar di Makassar umumnya mempunyai tingkat kehidupan yang

lebih tinggi dibandingkan dengan nelayan yang tidak mempunyai akses

permodalan.

5.5.2. Kesesakan dan Konflik Pemanfaatan Sumber Daya

Alat tangkap yang ada di perairan Pulau Sembilan baik dari jenis

maupun jumlah mengalami peningkatan. Jumlah Kapal - kapal penangkap

Page 164: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 119

ikan yang beroperasi di sekitar perairan Pulau Sembilan termasuk Pulau

Burung Loe dari tahun ke tahun mengalami peningkatan karena bukan saja

dilakukan oleh nelayan lokal tetapi juga nelayan dari daerah lain, Ini terjadi

selain karena suburnya sumber daya perairan di sekitar Pulau Sembilan juga

karena dekatnya tempat pemasaran berupa PPI di daerah Lappa. Inilah

yang mendorong nelayan di pulau lain untuk menangkap di sekitar Pulau

Sembilan karena hasil tangkapannya mudah dipasarkan, juga nelayan yang

menangkap di perairan lain tetap menjual ke PPI Lappa.

Jumlah nelayan yang mengakses ke perairan Pulau Sembilan

maupun melakukan melakukan penjualan di PPI Lappa dapat menimbulkan

kesesakan bila tidak dilakukan pengaturan yang baik. Kesesakan yang

timbul karena adanya penggunaan bersama akan menimbulkan konflik di

antara nelayan bila tidak ada pengaturan yang jelas tetapi dalam hal ini

pengertian masyarakat bahwa perairan merupakan milik umum dan dapat

diakses siapa saja, sehingga dapat menimbulkan pemahaman dan saling

pengertian di antara nelayan. Banyaknya kegiatan penangkapan di sekitar

Pulau Sembilan khususnya akan membawa dampak pada ketersediaan

sumber daya yang semakin menipis dan berimbas semakin menurunnya

hasil tangkapan yang diperoleh nelayan

Tabel 36. Tanggapan Masyarakat Pulau Burung Loe Terhadap Hasil Tangkapan

Hasil Tangkapan Persentase (%) Meningkat Menurun

Tetap tidak tahu

11,11 66,67 22,22

0 Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

Bila dilihat dari jawaban responden dominan menjawab hasil

tangkapan semakin menurun. Untuk mengatasi penurunan hasil tangkapan

tindakan atau respon ke depan yang dilakukan oleh masyarakat nelayan

Page 165: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 120

juga berbeda-beda dilahat dari hasil wawancara berikut yakni tidak tahu

33,33%, batasan penangkapan 33,33%, dan mencari di tempat lain 33,34%.

Terlepas dari permasalahan kesesakan dalam penggunaan sumber

daya yang dapat mengakibatkan pengurangan hasil tangkapan, umumnya

masyarakat Pulau Burung Loe setuju pada pengelolaan dengan akses

terbuka atau nelayan dari pulau lain dapat menangkap di sekitar Pulau

Sembilan. Jawaban yang diperoleh setuju 57,10%, tidak setuju 34,29%,

tidak tahu 8,57%.

5.5.2.1. Lembaga Ekonomi dan Lembaga Eksternal Lain

Berbagai macam faktor luar yang mempangaruhi kegiatan

pengelolaan sumber daya oleh masyarakat Pulau Burung Loe adalah

lembaga ekonomi dan lembaga lainnya seperti pasar dan PPI baik secara

langsung maupun tidak langsung. Lembaga - lembaga ini umumnya

mempunyai pengaruh seperti PPI Lappa mempunyai pengaruh yang besar

terhadap aktifitas penangkapan karena masyarakat mudah untuk

memasarkan hasilnya. PPI merupakan mediasi yang mempertemukan

nelayan sebagai produsen atau pedagang pengumpul dan pembeli sebagai

konsumen baik untuk industri, restoran, pedagang keliling maupun untuk

konsumsi rumah tangga. Sedangkan LSM adalah lembaga swadaya

masyarakat juga berperan dalam pengaruhnya pada aktifitas penangkapan.

LSM mempunyai kepentingan dan kepedulian masalah lingkungan dan

peningkatan standar hidup masyarakat. PPI dalam pengaruhnya

memberikan akses pemasaran terhadap hasil tangkapan masyarakat Pulau

Burung Loe, sedangkan kegiatan LSM memberikan pengaruh pada

penyadaran lingkungan dan peningkatan derajat hidup masyarakat. .

PPI di Lappa sudah dikenal dan diketahui peranannya secara lebih

luas sedangkan untuk kegiatan LSM, pengaruhnya masih relatif rendah

Page 166: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 121

terhadap aktifitas masyarakat pulau khususnya Pulau Burung Loe. Hasil

survei menunjukkan bahwa informasi mengenai LSM umumnya tidak

diketahui sebesar 100% apalagi bila ingin mengetahu pengaruh kegiatan

berbagai lembaga swadaya masyarakat di bidang lingkungan. Jadi dalam

hal ini peranan LSM sebagai salah satu stakeholder perlu ditingkatkan lagi

kinerjanya berupa sosialisasi kegiatan yang mengarah pada pelestarian

lingkungan dan peningkatan standar hidup.

5.5.2.2. Pengamanan Perairan dan Penegakan Hukum

Aktifitas penangkapan yang meningkat akan memberikan tekanan

yang berlebihan terutama bagi komoditas unggulan seperti teripang dan

ikan-ikan karang didorong oleh tingginya permintaan pasar baik dari segi

jumlah maupun nilai jual atau harga. Hal ini menjadi salah satu faktor

pendorong bagi masyarakat untuk menggunakan berbagai macam cara

dalam upaya meningkatkan hasil tangkapan. Penggunaan bom dan potas

merupakan salah satu alternatif yang digunakan oleh masyarakat untuk

mendapatkan hasil yang lebih banyak dalam waktu yang relatif singkat. Hal

ini menimbulkan implikasi terhadap kelestarian lingkungan utamanya

terumbu karang yang merupakan tempat hidup ikan juga mengancam

kesinambungan usaha penangkapan oleh masyarakat pulau, terutama

masyarakat nelayan tradisional yang menggunakan alat tangkap sederhana

dan hanya mampu menangkap di sekitar perairan Pulau Sembilan. Kegiatan

yang mengancam kelestarian akan terus terjadi apabila tidak dilakukan

tindakan pengamanan oleh pihak yang berwajib. Kegiatan pengamanan

akan berjalan efektif apabila disertai dengan tingkat kesadaran lingkungan

dari masyarakat terutama masyarakat nelayan. Salah satu alasan dari

masih adanya praktek penggunaan bom dan bius adalah sulitnya

pemberantasan oleh pihak keamanan karena luasnya daerah perairan. Jadi

untuk ke depan mungkin pengamanan perairan terbatas pada daerah sekitar

Page 167: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 122

pulau terhadap praktek-praktek penangkapan yang merusak dapat dilakukan

oleh masyarakat sendiri (swakarsa) sehingga akan berjalan lebih efektif.

5.5.3. Permasalahan Struktural

Selain dari adanya berbagai faktor eksternal yang mempengaruhi

aktifitas pemanfaatan sumber daya oleh nelayan terdapat berbagai macam

permasalahan struktural yang terjadi dalam masyarakat Pulau Burung Loe.

Berbagai permasalahan struktural di antaranya :

• Adanya berbagai macam kepentingan dari berbagai macam stakeholder

yang berbenturan dengan kondisi dan realitas masyarakat seperti adanya

kegiatan pelestarian dengan kegiatan pemanfaatan yang merusak seperti

penggunaan bom dan bius. Keadaan yang kontradiktif ini harus dicari

solusinya berupa penyadaran akan lingkungan dan alternatif kegiatan

penangkapan lain yang tidak merusak.

• Rendahnya tingkat kemampuan masyarakat untuk mengadopsi berbagai

program pemberdayaan yang disebabkan oleh tingkat pendidikan dan

kesadaran yang masih rendah.

• Adanya perbedaan mencolok antara masyarakat yang mempunyai

kemampuan modal yang lebih besar karena bantuan modal yang

diperoleh dari ponggawa tidak merata.

• Adanya tingkat kesadaran dan pemahaman hukum yang berbeda - beda

sehingga menimbulkan perbedaan antara masyarakat yang menerapkan

praktek - praktek yang merusak lingkungan.

5.6. Kesimpulan dan Rekomendasi dari Pulau Burung Loe

Page 168: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 123

5.6.1. Kesimpulan

1. Tingkat kepadatan penduduk di dua lingkungan Burung Loe sudah

sangat tinggi dan tidak ada lagi tempat untuk membangun rumah kecuali

ke arah laut.

2. Sebagian besar masyarakat Pulau Burung Loe bermata pencaharian

sebagai nelayan yang mengoperasikan alat tangkap Bagang Dua

Perahu, Perahu Pengangkut Ikan (pangnges) sambil mengoperasikan

pancing tonda, dan pancing dasar.

3. Tidak adanya mata pencaharian alternatif bagi nelayan sehingga

memaksa ABK Bagang Perahu untuk bertahan meskipun sistem bagi

hasil yang dirasakan tidak adil bagi mereka.

4. Tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan masih kurang dibandingkan

dengan pulau-pulau tetangganya di Pulau-pulau Sembilan.

5. Tingkat pendidikan masyarakat masih tergolong sangat rendah.

6. Migrasi dan mobilitas penduduk cukup tinggi.

7. Sistem kelembagaan formal maupun informal belum berjalan dengan

maksimal.

8. Terdapat kegiatan pengeksploitasian terumbu karang seperti

penambangan untuk pondasi atau membendung tepi laut.

9. Masyarakat pulau Burung Loe kesulitan air tawar seperti masyarakat

pulau lainnya.

10. Sarana dan Prasarana kesehatan dan Sanitasi masih sangat minim serta

masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk hidup bersih.

Page 169: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 124

11. Kurangnya akses permodalan bagi masyarakat nelayan, dan tidak

aktifnya lembaga ekonomi formal untuk membiaya kegiatan

penangkapan masyarakat.

12. Pengolahan yang dilakukan oleh nelayan di Pulau Burung Loe adalah

pendinginan, dan hasil tangkapan langsung oleh ponggawa. 5.6.2. Rekomendasi

1. Perlu pengenalan jenis alat tangkap lain yang ramah lingkungan, namun

bisa memperoleh hasil tangkapan yang lebih banyak.

2. Perlu pengenalan mata pencaharian alternatif.

3. Perlu penyuluhan sanitasi lingkungan.

4. Perlu adanya sarana dan prasarana kesehatan serta sanitasi lingkungan

yang memadai bagi masyarakat Pulau Burung Loe.

5. Perlunya suatu wadah kegiatan ekonomi produktif bagi masyarakat

sebagai alternatif mata pencaharian terutama kaum wanita untuk

memanfaatkan sumberdaya laut yang ada.

6. Perlunya dibentuk lembaga ekonomi formal yang dapat membantu

permodalan bagi masyarakat sehingga tidak bergantung pada

ponggawa.

7. Perlunya dibentuk pengamanan perairan berbasis masyarakat yang

dapat dilakukan dengan pendekatan kepada tokoh masyarakat desa

setempat.

8. Perlu dilakukan pelatihan yang memberikan keterampilan, khususnya

kepada wanita nelayan.

Page 170: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 125

9. Lembaga ekonomi perlu dibentuk dalam hal mengontrol kegiatan tata

niaga.

Page 171: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 125

VI. LOKASI 3. PULAU BATANG LAMPE 6.1. Profil Lokasi Studi 6.1.1. Gambaran Umum Pulau Batang Lampe 6.1.1.1. Akses

Pulau Batang Lampe merupakan salah satu pulau yang terdapat

di Kelurahan Pulau-pulau Sembilan yang berada di sisi paling Utara, yang

dapat dicapai melalui jalur laut dengan menggunakan kapal penumpang

yang melayani beberapa pulau, termasuk Pulau Kanalo 1, Pulau Kanalo 2,

Pulau Kodingare dan Pulau Katindoang dengan waktu tempuh ±1,5 jam,

dengan tarif kapal Rp. 3000/orang.

Masyarakat pulau yang akan berangkat ke Pelabuhan Lappa di luar

waktu pemberangkatan kapal reguler umumnya menggunakan kapal sendiri

atau dengan menumpang pada kapal-kapal penangkap ikan yang akan

menjual hasil tangkapannya ke Pelabuhan Lappa.

6.1.1.2. Karakteristik Fisik

Pulau Batang Lampe dengan luas daratan sebesar 0,93 km²

merupakan pulau terbesar kedua setelah Pulau Burung Loe. Pulau ini

terbentang membujur dari Barat ke Timur yang ditumbuhi pohon-pohon yang

besar dan kecil yang tidak terlalu lebat. Seperti halnya di Pulau Burung Loe,

tidak semua daratannya dapat dijadikan sebagai lahan pemukiman

mengingat kondisi pulau ini juga merupakan daerah perbukitan yang

sebagian berbatu.

Pulau Batang Lampe terbagi menjadi dua daerah pemukiman dimana

pada bagian Selatan yaitu pada posisi bagian tengah pulau dihuni lebih

banyak penduduk sekitar 60 buah rumah dan pada bagian Utara dihuni

sekitar 33 buah rumah sehingga total rumah yang terdapat di Pulau Batang

Page 172: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 126

Lampe sekitar 93 rumah tempat tinggal. Posisi pemukiman di bagian Selatan

lebih baik karena agak cekung ke dalam sehingga terlindung dari gelombang

dan abrasi pantai.

Pulau Batang Lampe belum mempunyai dermaga permanen. Sebagai

tempat penambatan perahu, mereka hanya membendung tepi pantai dari

tumpukan batu-batu karang yang menyerupai dermaga. Pembangunan

dermaga sampai saat ini belum selesai karena masalah dana yang sangat

terbatas. Ada satu hal yang nampaknya memberi peluang kepada

masyarakat untuk menambang karang dalam kaitannya dengan

pembangunan dermaga tersebut. Disatu sisi pemerintah melarang kegiatan

tersebut, sedangkan disisi lain bantuan yang diberikan hanya berupa semen.

Adapun bahan lain seperti batu dan pasir diusahakan sendiri oleh

masyarakat, keadaan ini seakan memberi peluang kepada masyarakat

untuk melakukan penambangan karang.

Oleh karena kondisi pulau yang berbukit cukup terjal, maka daratan

yang dapat dijadikan sebagai lahan pemukiman penduduk sangat terbatas.

Hal ini terlihat dari seluruh luas daratan yang ada, hanya sebesar 0,05 km2

yang baru dapat dijadikan sebagai lahan pemukiman atau hanya sebesar

5,38%.

Secara fisik, pulau ini membentuk pegunungan tetapi di kaki gunung

yang berbatasan dengan laut membentuk daerah paparan karang (daerah

rataan terumbu) yang cukup luas ke arah laut. Hal ini terlihat saat memasuki

perairan bagian Selatan sampai menuju perairan bagian Utara pulau dimana

paparan karang terbentuk mengelilingi pulau ini.

6.1.1.3. Kelembagaan Formal dan Informal

Secara administratif, Pulau Batang Lampe dipimpin oleh seorang Ibu

Kepala Lingkungan yang bertanggung jawab terhadap segala aktivitas yang

Page 173: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 127

terjadi di dalam kehidupan masyarakat. Peran kelembagaan yang ada

di Pulau Batang Lampe sudah cukup berjalan dimana saat kegiatan

penelitian ini dilakukan, Ibu Kepala Lingkungan telah mengumumkan untuk

merealisasikan pembangunan dermaga yang selama ini belum dimiliki.

Kelembagaan informal yang ada di pulau ini berupa struktur

kelembagaan di mesjid dan bentuk-bentuk lembaga yang tercipta dari suatu

kelompok nelayan dengan istilah ponggawa-sawi. Kelembagaan yang kuat

yang memberi pengaruh terhadap segala pengambilan keputusan dalam

kehidupan masyarakat pulau ini adalah kelembagaan yang berbentuk sistem

ponggawa-sawi. Hal ini dikarenakan, sistem yang berjalan dalam

kelembagaan ini sudah merupakan ikatan kerja yang berlangsung selama

kontrak/kesepakatan dalam usaha yang ditekuni itu berjalan, misalnya pada

kelompok nelayan penyelam (pencari teripang) dan pemancing (kerapu,

cakalang, tongkol).

6.1.1.4. Kegiatan Sosial Kemasyarakatan

Secara umum masyarakat kepulauan masih memegang norma-norma

adat dan nilai-nilai kehidupan sosial yang masih baik. Hal ini masih

ditemukan di Pulau Batang Lampe. Masyarakatnya masih memiliki jiwa

sosial yang cukup tinggi, sifat gotong royong dan senang membantu serta

peduli terhadap kegiatan masyarakat disekelilingnya. Jika terdapat kegiatan

mendirikan rumah, maka dengan sendirinya mereka akan saling membantu

menyelesaikannya, umumnya bantuan yang diberikan berupa bantuan

tenaga atau berupa bahan-bahan makanan dan minuman saat kegiatan

tersebut berlangsung.

Aturan norma-norma adat masyarakat masih berjalan baik, hal ini

dapat terlihat dari beberapa masalah yang terungkap diantaranya

menyangkut batasan pergaulan remaja, kecaman bagi pasangan yang kawin

Page 174: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 128

lari, serta tidak terdengarnya kasus tentang pencurian. Kegiatan keagamaan

yang sangat kental terlihat dari kegiatan pengajian bagi anak-anak secara

rutin di mesjid atau juga di rumah-rumah masyarakat dengan standar biaya

yang tidak ditentukan. Kalaupun ada, bentuk pembiayaan tersebut dikonversi

ke dalam bentuk lain berupa ternak unggas (ayam, itik) atau hasil laut

lainnya (ikan segar atau ikan kering).

6.1.2. Profil Demografi

6.1.2.1. Migrasi dan Mobilitas Penduduk

Pada umumnya masyarakat Pulau Batang Lampe adalah masyarakat

nelayan yang senantiasa melakukan pelayaran ke daerah-daerah yang

cukup jauh untuk mencari daerah penangkapan ikan yang lebih baik. Pada

umumnya penduduk bekerja sebagai nelayan yang terdiri atas nelayan

penyelam, nelayan pemancing ikan sunu. Para penyelam dan pemancing

merupakan sawi dari usaha penyelaman teripang yang berbasis di Pulau

Kambuno.

Kedua kelompok nelayan tersebut sering mencari daerah

penangkapan ikan di luar Pulau-pulau Sembilan. Daerah penangkapan yang

biasa dikunjungi seperti daerah Perairan Flores (NTT), Kolaka, atau

di sekitar perairan Kabupaten Selayar. Kegiatan mencari daerah

penangkapan ikan ini dilakukan jika hasil tangkapan sudah mulai tidak

menguntungkan atau saat memasuki musim paceklik.

Lama waktu di daerah-daerah tersebut tergantung dari jenis alat

tangkap yang dioperasikan dan persiapan perbekalan selama operasi di laut.

Untuk nelayan pemancing biasanya menghabiskan waktu sekitar 2 hingga

3 bulan dan kembali ke pulau selama ± 1 minggu untuk mempersiapkan

operasi berikutnya sekaligus bertemu dengan keluarga dan menyerahkan

hasil usahanya. Setelah persiapannya cukup, mereka kembali lagi ke daerah

Page 175: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 129

penangkapan jika hasil sebelumnya memuaskan tetapi jika tidak mereka

pindah ke daerah lain dengan lama waktu yang sama dan akhirnya kembali

ke pulau sampai saat musim penangkapan di pulau membaik. Untuk

nelayan penyelam dengan mekanisme yang sama tetapi lama waktu yang

berbeda. Nelayan penyelam biasanya melakukan operasi penangkapan

dengan menggunakan waktu yang lebih lama di daerah penangkapan yaitu

sekitar 4 – 6 bulan dengan lama fase persiapan pemberangkatan berikutnya

sekitar dua minggu.

6.1.2.2. Struktur Populasi dan Mata Pencaharian

Masyarakat Pulau Batang Lampe dapat dikatakan sebagai

masyarakat dengan mata pencaharian utama adalah nelayan. Berdasarkan

data responden menunjukkan bahwa 66,67% masyarakat di Pulau Batang

Lampe memilih pekerjaan nelayan sebagai mata pencaharian utamanya.

Masyarakat yang bekerja sebagai nelayan ini terdiri atas nelayan pemancing

(30,77%) dan nelayan penyelam (69,23%).

Kelompok kecil masyarakat yang memilih pekerjaan selain nelayan

adalah pegawai negeri sipil (27,77%), dan pekerjaan sebagai pensiunan

(5,56%). Secara umum masyarakat nelayan di Pulau Batang Lampe lebih

banyak memilih kegiatan mengeksploitasi sumberdaya ikan-ikan demersal

di daerah perairan terumbu karang dan sekitarnya dengan alat penyelam.

6.1.2.3. Karakteristik Pencari Nafkah Utama Rumah Tangga

Pencari nafkah utama adalah seseorang yang dapat memobilisasi

sumber-sumber ekonomi di lingkungannya untuk pemenuhan kebutuhan

rumah tangga. Dalam sebuah keluarga umumnya yang menjadi pencari

nafkah utama adalah kepala keluarga dalam hal ini adalah bapak. Tetapi

pada kenyataannya di daerah kepulauan, khususnya di Pulau Batang

Page 176: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 130

Lampe tidak sedikit yang menanggung kebutuhan kehidupan keluarga

adalah Ibu atau anak laki-laki yang telah dewasa.

Secara persentase yang bertindak sebagai kepala keluarga yang

bekerja di Pulau Batang Lampe yaitu sebesar 16,67%. Terdapat anggota

keluarga yang membantu kebutuhan keluarga adalah anak pertama

utamanya anak laki-laki sebesar 38,89%, Anak kedua sebesar 11,11%,

selain dari yang tersebut diatas, terdapat kelompok keluarga yang tidak jelas

status pekerjaannya yaitu 33,33%.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya peralihan

tanggung jawab keluarga secara alamiah, diantaranya peran anak yang

bertindak sebagai pencari nafkah utama keluarga karena faktor usia orang

tuanya yang sudah tidak kuat lagi bekerja di laut atau karena sakit

(umumnya sakit lumpuh), peran istri sebagai pencari nafkah utama karena

suaminya yang telah meninggal atau karena suaminya merantau.

6.1.2.4. Pendidikan dan Keterampilan

Pendidikan di Pulau Batang Lampe secara umum masih tergolong

sangat rendah. Hal ini terlihat dari data responden yang diambil bahwa yang

tidak sekolah sebesar 16,67%, sekolah hanya sampai SD 61,11% yang

merupakan persentase pendidikan terbesar, sekolah sampai SMP 11,11%,

sekolah sampai SMA sebesar 5,56% dan yang sekolah sampai sarjana

sebesar 5,56%.

Berdasarkan sebaran tingkat persentase yang bersekolah di Pulau

Batang Lampe terlihat bahwa pendidikan SD masih mendominasi tingkat

pendidikannya. Rendahnya tingkat pendidikan ini secara umum, memberikan

efek terhadap sulitnya pemahaman atau penerimaan informasi dan teknologi

secara menyeluruh.

Page 177: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 131

6.1.2.5. Struktur Keluarga dan Peranan Perempuan

Peranan perempuan dalam keluarga secara tradisional adalah

mendidik dan mengasuh anak. Hal ini masih dipertahankan dalam struktur

keluarga masyarakat di Pulau Batang Lampe sehingga banyak kaum

perempuan yang hanya mengasuh anak dan tidak memiliki pekerjaan.

Peranan perempuan dalam keluarga di Pulau Batang Lampe yang

menonjol, adalah dalam mendidik anak membaca kitab suci Alqur’an. Hal

ini dilaksanakan setiap hari pada siang hari atau menjelang sore. Salah satu

peran perempuan yang cukup menonjol di Pulau Batang Lampe, yaitu kepala

lingkungannya dipegang oleh seorang perempuan yang sudah berumur

namun sangat aktif. Pada mulanya jabatan kepala lingkungan diduduki oleh

suami beliau, tetapi setelah meninggal, jabatan kepala lingkungan untuk

sementara dipegang oleh istrinya namun akhirnya disyahkan oleh

pemerintah daerah karena melihat kemampuannya.

6.1.3. Infrastruktur Publik

6.1.3.1. Sarana Sosial

Fasilitas umum untuk kegiatan-kegiatan sosial yang terdapat di Pulau

Batang Lampe boleh dikatakan sangat kurang. Hal ini terutama disebabkan

karena lahan peruntukan untuk itu sangat terbatas. Beberapa fasilitas yang

ada diantaranya sarana peribadatan (mesjid), sekolah, pos kamling, serta

pekuburan.

Fasilitas sumur umum dan sarana MCK (Mandi Cuci Kakus) hanya

terdapat di pemukiman penduduk sebelah Selatan pulau, sedangkan

pemukiman di bagian Utara sangat sulit mendapatkan air tawar. Secara

umum kondisi air sumur yang ada sangat memprihatinkan, karena dari

beberapa sumur yang ada, hanya satu sumur yang airnya dianggap cukup

Page 178: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 132

layak untuk diminum dan sebagian besar penduduk mengambil air minum

dari sumur ini, akan tetapi pada musim kemarau sebagian dari mereka

membeli air minum dari Kelurahan Lappa (daratan Sinjai).

6.1.3.2. Sarana Ekonomi

Di pulau ini terdapat semacam lembaga ekonomi nelayan yang sangat

banyak berperan dalam kegiatan ekonomi masyarakat yaitu dalam bentuk

sistem ponggawa-sawi, walaupun umumnya ponggawa berada di Pulau

Kambuno sedangkan di Pulau Batang Lampe hanya sawi. Bentuk sistem ini

dirasakan sangat besar manfaatnya bagi nelayan-nelayan yang sering

mengalami kesulitan dalam hal keuangan.

6.1.3.3. Sarana Kesejahteraan

Secara umum dapat dikatakan bahwa fasilitas kesejahteraan yang

ada di Pulau Batang Lampe masih sangat kurang dimana fasilitas yang ada

hanya berupa posyandu. Kepala Lingkungan di pulau ini selain menjalankan

tugas pemerintahan juga memiliki keahlian sebagai dukun beranak dan

telah mendapat pelatihan.

6.2. Situasi Umum Kesejahteraan Masyarakat

Pulau Batang Lampe merupakan salah satu gugusan Pulau-pulau

Sembilan yang jumlah penduduknya sedikit. Secara umum, tingkat

kesejahteraan masyarakatnya lebih baik dibanding dengan Pulau Burung

Loe. Hal ini bisa dilihat dari kondisi rumah-rumah penduduk yang meskipun

rumah panggung, tetapi cukup terpelihara. Penduduk di pulau ini terbagi

ke dalam dua lokasi pemukiman, pemukiman yang berada di sebelah Utara

dengan jumlah penduduknya lebih sedikit dibanding dengan pemukiman

yang terletak di sebelah Selatan. Kedua lokasi pemukiman ini dihubungkan

Page 179: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 133

oleh jalan setapak yang melewati bukit, atau lewat laut dengan

menggunakan perahu.

6.2.1. Keadaan Perumahan dan Kesehatan

6.2.1.1. Status Pemilikan dan Keadaan Perumahan

Rumah di Pulau Batang Lampe pada umumnya sudah berstatus hak

milik (94,44%), yang lainnya berstatus menumpang di rumah keluarga atau

sementara masih tinggal bersama orang tua karena belum mempunyai

rumah sendiri (Tabel 37). Bentuk rumah panggung lebih banyak (66,67%)

dibanding dengan rumah yang non panggung. Rumah non panggung sudah

ada yang permanen, namun masih ada juga yang setengah permanen. Luas

rumah bervariasi dari yang kurang 100 m² sampai lebih dari 200 m². Jumlah

rumah dengan ukuran kurang dari 100 m² lebih banyak dibanding yang

lainnya (66,67%), hal ini disebabkan keterbatasan lahan.

Tabel 37. Persentase Bentuk, Luas dan Status Kepemilikan Rumah di Pulau Batang Lampe

Bentuk Rumah % Luas (m²) % Status Rumah % Panggung Non Panggung

66,67

33,33

< 100

100 – 150

151 – 200

> 200

66,67

22,22

0,00

11,11

Milik Kontrak Numpang

94,44

0,00

5,56

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

Baik rumah panggung maupun non panggung, atapnya seluruh

terbuat dari seng (100%), dan tidak ada lagi yang menggunakan bambu

sebagai bahan untuk dinding rumah. Dinding rumah yang dominan, terbuat

dari papan (61,11%), yang lainnya berupa dinding tembok (permanen) dan

selebihnya terbuat dari tripleks (Tabel 38). Lantai rumah pada umumnya

Page 180: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 134

terbuat dari bahan papan (66,66%), selebihnya terbuat dari semen bahkan

sudah ada juga yang terbuat dari keramik meskipun jumlahnya masih sedikit.

Tabel 38. Persentase Bahan Pembuat Atap, Dinding dan Lantai Rumah di Pulau Batang Lampe

Atap % Dinding % Lantai %

Seng

Rumbia

Nipa

Genteng

Asbes

100,00

0,00

0,00

0,00

0,00

Tembok

Papan

Bambu

Seng

Tripleks

33,30

61,08

0,00

0,00

5,56

Tegel

Keramik

Papan

Semen

5,56

0,00

66,66

27,78

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

Fasilitas penerangan rumah pada umumnya menggunakan fasilitas

dari perusahaan listrik negara (PLN) sebanyak 94,44% selebihnya ternyata

masih menggunakan lampu pelita (Gambar 14). Listrik dapat digunakan

hanya pada malam hari, itupun hanya diaktifkan selama 8 jam. Hal ini

sehubungan dengan generator listrik yang digunakan memakai bahan bakar.

Gambar 14. Persentase Fasilitas Penerangan di Pulau Batang Lampe Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

94%

6%

PLN Pelita

Page 181: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 135

6.2.1.2. Sumber Air Minum dan Fasilitas Kesehatan

Masyarakat di Pulau Batang Lampe sebagian besar memperoleh air

minum dari sumur (61,11%) yang diambil dari satu sumur di pemukiman

bagian Selatan pulau yang airnya ternyata cukup tawar dan layak untuk

diminum terutama pada musim hujan. Keberadaan bukit di pulau ini yang

ditumbuhi pohon dan tanaman lainnya membantu dalam peresapan air hujan

menjadi air tanah sehingga dapat menjadi suplai air tawar saat musim

kemarau. Akan tetapi apabila sudah lama tidak hujan, sebagian besar

sumur mulai terasa payau sehingga selain menggunakan air tawar dari

sumur di Selatan pulau tersebut, juga ada (38,89%) yang membeli air minum

di Lappa dengan menggunakan fasilitas perahu (Gambar 15).

Fasilitas kesehatan di pulau ini tidak ada, jadi apabila ada penduduk

yang terserang penyakit, biasanya dibawa ke puskesmas di Pulau Kambuno,

dan pada tingkat yang lebih parah biasanya mereka membawanya ke rumah

sakit umum di Kabupaten Sinjai. Keadaan ini cukup meprihatinkan, karena

pada kondisi darurat tidak ada pertolongan pertama yang bisa diberikan.

Gambar 15. Persentase Sumber Air Minum di Pulau Batang Lampe

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

38%

62%

Beli Sumur

61 %

39 %

Page 182: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 136

6.2.1.3. Sanitasi Lingkungan

Keadaan sanitasi lingkungan hampir sama dengan pulau-pulau lain

yang ada di Pulau-pulau Sembilan. Keadaan ini pada umumnya terjadi

di pulau-pulau kecil, dimana sebagian besar masyarakat memanfaatkan

pantai sebagai tempat membuang sampah dan sekaligus juga sebagai

tempat buang air besar (Tabel 39).

Tabel 39. Persentase Tempat Buang Air Besar dan Tempat Pembuangan Sampah di Pulau Batang Lampe

Tempat Buang Air Besar % Tempat Buang Sampah %

Kakus

Gunung

Pantai

5,56

5,56

88,88

Lubang

Sungai

Kontainer

Pantai

Dibakar

15.97

0,00

0,00

77,78

6,25

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

Berbeda dengan pulau lainnya yang ada di Pulau-pulau Sembilan,

Pulau Batang Lampe yang memiliki topografi daratan berbukit sehingga

mengundang sebagian penduduk untuk memanfaatkan sebagai tempat

buang air besar sekaligus sebagai tempat berkebun.

6.2.2. Keadaan Ekonomi : Jenis dan Status Pekerjaan 6.2.2.1. Jenis Pekerjaan

Sebagaimana pulau-pulau lainnya, masyarakat di Pulau Batang

Lampe bekerja di sektor perikanan sebagai nelayan yang merupakan

pekerjaan utamanya (88,89%), dan yang lainnya adalah sebagai pegawai

negeri sipil. Yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil adalah guru-guru

Sekolah Dasar (Tabel 40). Selain nelayan sebagai pekerjaan utamanya,

mereka juga mempunyai pekerjaan tambahan sebagai pedagang (16,70%)

Page 183: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 137

dan bekerja di sektor jasa (5,56%). Selain itu ada pula yang menjadikan

pekerjaan nelayan ini sebagai pekerjaan tambahan (15,56%). Hal ini

dilakukan oleh para pegawai negeri sipil yang berdiam di pulau tersebut.

Tabel 40. Persentase Jenis Pekerjaan Utama dan Pekerjaan Tambahan di Pulau Batang Lampe

Pekerjaan Utama % Pekerjaan Tambahan %

Perikanan

Pedagang

PNS

Jasa

Tidak ada

88,89

0,00

11,11

0,00

0,00

Perikanan

Pedagang

PNS

Jasa

Tidak ada

15,56

6,68

0,00

5,56

72,20

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

6.2.2.2. Tingkat Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga

Rata-rata pendapatan masyarakat nelayan di Pulau Batang Lampe

bervariasi dari yang terendah kurang dari Rp 500.000 sampai dengan yang

tertinggi di atas Rp 2 juta. Persentase jumlah penduduk yang mempunyai

pendapatan antara setengah sampai 1 juta rupiah menempati posisi pertama

(38,89%) disusul pada pendapatan di bawah Rp 500.000 sebanyak 33,33%

dan yang berpendapatan di atas Rp 2 juta juga cukup tinggi yaitu 16,67%

dan paling rendah pada pendapatan antara Rp 1,1 sampai dengan 1,5 juta

rupiah (Tabel 41).

Jumlah pengeluaran yang harus mereka keluarkan setiap bulan pada

umumnya kurang dari Rp 500.000 (66,67%), sedangkan sisanya berada

di antara setengah juta sampai satu juta rupiah (33,33%). Apabila

dihubungkan antara jumlah pendapatan dan pengeluaran mereka, ternyata

bahwa jumlah uang yang tersisa dari hasil pendapatannya cukup banyak

untuk ditabung.

Page 184: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 138

Tabel 41. Persentase Rata-rata Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Masyarakat di Pulau Batang Lampe

Pendapatan % Pengeluaran %

< Rp 500.000 Rp 0,5 – Rp 1 juta

Rp 1,1 – Rp 1,5 juta Rp 1,6 – Rp 2 juta

> Rp 2 juta

33,33 38,89 11,11 0,00 16,67

< Rp 500.000 Rp 0,5 – Rp 1 juta

Rp 1,1 – Rp 1,5 juta Rp 1,6 – Rp 2 juta

> Rp 2 juta

66,67 33,33 0,00 0,00 0,00

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

6.2.2.3 Tabungan dan Cara Mengatasi Kondisi Keuangan

Persentase penduduk yang tidak mempunyai tabungan di Pulau

Batang Lampe lebih tinggi dari pada yang mempunyai tabungan, padahal

apabila dikaitkan dengan jumlah pendapatan dan pengeluaran mereka,

nampaknya banyak yang tersisa untuk ditabung. Untuk lebih jelasnya jumlah

yang menabung dapat dilihat pada Tabel 42.

Tabel 42. Persentase Jumlah yang Menabung, Bentuk Tabungan dan Cara Mengatasi Kesulitan Keuangan di Pulau Batang Lampe

Tabungan % Ben tuk

% Pernah Kesulitan

% Mengatasi Kesulitan

%

Ya

Tidak

38,89

61,11

Bank

Emas

83,33

16,67

Ya

Tidak

61,11

38,89

Pinjam di Bank

Pinjam di keluarga

Jual simpanan

Pinjam di ponggawa

11,11

38,89

27,78

22,22 Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

Cara mereka menyimpan uang bermacam-macam, ada yang

melakukan dengan cara menyimpan di bank (83,33%) dan selebihnya

menyimpan uang dalam bentuk membeli emas. 61,11% dari mereka pernah

mengalami kesulitan dalam hal keuangan. Apabila hal ini terjadi, mereka

lebih memilih untuk meminjam di keluarga (38,89%) dibanding dengan

Page 185: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 139

menjual simpanan atau pinjam di ponggawa. Pada umumnya mereka tidak

tertarik untuk meminjam di bank karena untuk meminjam di bank harus

melalui prosedur yang panjang dan membutuhkan waktu yang lama.

6.2.3. Keadaan Sosial Ekonomi 6.2.3.1. Perkembangan Umum Usaha Ekonomi Masyarakat

Keadaan ekonomi masyarakat Pulau Batang Lampe apabila dilihat

dari kondisi perumahan, nampaknya ada peningkatan dari tahun ketahun,

hal ini bisa dilihat dari keadaan rumah penduduk yang meskipun ukurannya

tidak terlalu besar, tetapi tidak ada lagi yang memakai atap rumbia, dan juga

tidak ada lagi rumah yang berkesan kumuh. Ini merupakan salah satu

ukuran bahwa keadaan usaha ekonominya mengalami peningkatan.

6.2.3.2. Keterkaitan Kegiatan Ekonomi dan Keberadaan Terumbu Karang

Pemahaman masyarakat Pulau Batang Lampe tentang terumbu

karang cukup baik, namun pada umumnya mereka belum mengetahui efek

yang terjadi bila terumbu karang rusak. Apabila dikaitkan dengan kegiatan

usaha mereka yang banyak berprofesi sebagai penyelam teripang, maka

aksesnya ke terumbu karang juga cukup erat. Meskipun teripang banyak

ditemukan pada perairan yang bersubstrat pasir, akan tetapi keberadaannya

tidak jauh dari lokasi terumbu. Bahkan ada yang sebetulnya berprofesi

sebagai penyelam teripang, tetapi kadang-kadang mereka mencari juga

lobster dan ikan-ikan karang lainnya di daerah terumbu. Berdasarkan hal

tersebut, dapat dikatakan bahwa keterkaitan kegiatan ekonomi masyarakat

Pulau Batang Lampe dengan keberadaan terumbu karang cukup kuat.

6.2.3.3. Penguasaan Aset-aset Produksi dan Non Produksi

Data tentang aset-aset produksi yang dimiliki oleh masyarakat Pulau

Batang Lampe menunjukkan bahwa 66,67% dari responden telah memiliki

Page 186: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 140

kapal/perahu sendiri, dan 33,33% memiliki sampan. Penguasaan aset-aset

produksi khususnya alat tangkap juga disurvei. Data yang diperoleh

menunjukkan 66,67% dari responden memiliki alat kompresor dan 33,33%

memiliki alat pancing. Data lengkap tentang hal ini disajikan pada (Tabel

43).

Tabel 43. Penguasaan Aset Produksi di Lokasi Pulau Batang Lampe

Armada yang dimiliki % Kepemilikan alat produksi %

Kapal/perahu 66,67 Kompresor 66,67

Sampan 33,33 Pancing 33,33

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

Adapun aset non produksi dari masyarakat Pulau Batang Lampe

dapat dilihat dari kepemilikan tanah, simpanan uang di bank dan simpanan

di rumah berupa emas. Meskipun aset non produksi tidak produktif akan

tetapi dapat mereka pergunakan sewaktu-waktu jika sangat mendesak,

seperti pada saat membutuhkan uang.

6.3. Intensitas dan Kondisi Sumberdaya Terumbu Karang 6.3.1. Pandangan dan Sistem Pengetahuan Ekologis 6.3.1.1. Sistem Pengetahuan Tradisional

Sistem pengetahuan yang dianut oleh masyarakat nelayan Pulau

Batang Lampe sama dengan yang dianut oleh masyarakat nelayan Pulau

Kambuno dan Pulau Burungloe.

* Pengetahuan Berkenaan Dengan Ruang/Tempat

Fungsi dari terumbu karang berdasarkan hasil survei dapat dilihat pada

Tabel 44, dimana responden umumnya menganggap bahwa terumbu karang

merupakan rumah, tempat hidup, dan tempat berlindung bagi ikan. Namun

Page 187: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 141

persentase tertinggi menganggap bahwa terumbu karang tempat ikan hidup

(61,10%).

Tabel 44. Persentase Pengetahuan Masyarakat Pulau Batang Lampe Tentang Manfaat Terumbu Karang

Manfaat Terumbu Karang Persentase (%)

Rumah Ikan 16,67

Tempat Ikan Hidup 61,10

Perlindungan Ikan 5,56

Tidak Tahu 16,67

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-Pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

Pengetahuan nelayan Pulau Batang Lampe tentang letak dan nama

taka sama dengan nelayan yang ada di Pulau Kambuno dan Pulau Burung

Loe. Mereka tahu persis letak dan nama taka yang berada dalam kawasan

Pulau Sembilan, termasuk yang berada di Sulawesi Tenggara, Maluku, Irian,

dan Nusa Tenggara Timur yang merupakan tempat penangkapan (Tabel 47).

* Pengetahuan Berkenaan Dengan Laut dan Isinya

Walaupun nelayan Pulau Batang Lampe mengenal dengan baik letak

dan nama lokasi karang di perairan Pulau-pulau Sembilan dan bahkan

daerah lain diluar kawasan tersebut, namun mereka terbatas dalam

mengenali jenis-jenis karang. Nelayan membagi atas dua kelompok

organisme yang hidup pada karang dan mempunyai nilai ekonomi, yaitu

sunu, kerapu, lencam (ikan), cumi-cumi, kerang-kerangan, udang/lobster,

penyu, dan teripang (non ikan) yang dapat dilihat pada tabel 45.

Nelayan Pulau Batang Lampe membedakan antara jenis sunu dan

kerapu. Yang dimaksud dengan ikan sunu adalah jenis ikan batu yang

serupa dengan kerapu namun memiliki warna yang lebih terang dari ikan

kerapu. Menurut informasi, jenis sunu, kerapu dan langkoe (napoleon) biasa

Page 188: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 142

hidup di dasar laut yang berbatu-batu, dan lokasi-lokasi karang. Jenis ikan

sunu, kerapu dan langkoe selama ini lebih sering ditangkap

di taka-taka yang terletak di sebelah Timur, utamanya di Taka Bunging

Tellue, Taka Loange, Taka Tengngoe, Taka Pangampi dan Taka Limpoge.

Lokasi-lokasi tersebut sering kali menjadi sasaran pemboman dan

pembiusan.

Bulan Oktober hingga April merupakan musim penangkapan ikan

karang, hal ini didasari pada pengalaman dan pengamatan hasil tangkapan

yang meningkat pada bulan tersebut dibandingkan dengan bulan-bulan

lainnya. Meningkatnya hasil tangkapan tersebut diyakini oleh para nelayan

bahwa pada bulan tersebut yang masuk musim Barat merupakan musim

memijah bagi ikan.

* Pengetahuan Berkenaan Dengan Pelayaran

Agama Islam adalah agama yang dianut oleh para nelayan di Pulau

Batang Lampe, namun dalam melakukan aktifitas dilaut mereka masih

dipengaruhi oleh kebiasaan para nenek moyang. Hal ini terlihat pada

kebiasaan memasang ijuk pada tiang utama kapal yang diyakini berfungsi

untuk mengusir gangguan makhluk halus.

Seperti halnya pulau lainnya yang terdapat di Pulau-pulau Sembilan,

nelayan di Pulau Batang lampe pada hari Jumat tidak melakukan aktifitas

penangkapan. Pada hari Jumat, waktu pagi digunakan nelayan untuk

memperbaiki dan membersihkan kapal mereka, adapun aktifitas

penangkapan dilakukan setelah shalat Jumat dilaksanakan. Berkenaan

dengan musim, masyarakat nelayan Pulau Batang Lampe juga mengenal

dua musim yaitu musim Timur yang berlangsung pada bulan April hingga

bulan September dan musim Barat (Oktober hingga Maret).

Page 189: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 143

6.3.1.2. Pandangan Tentang Hak Atas Laut

Seperti halnya masyarakat nelayan Pulau Kambuno dan Pulau Burung

Loe, yang menganut pandangan bahwa laut serta isinya sebagai milik semua

sehingga dalam implementasinya mereka menganut adanya aturan adat

yang mensahkan dan mengatur pemilikan secara bersama dan adanya

penerapan aturan formal. Masyarakat nelayan Pulau Batang Lampe juga

menganut dan menerapkan aturan serta pandangan tersebut dalam

mengelola dan memanfaatkan sumberdaya laut.

Masyarakat nelayan Pulau Batang Lampe memandang laut sebagai

milik semua, dengan kata lain laut dapat dimanfaatkan oleh siapa saja yang

ingin mencari penghidupan. Hasil survei yang dilakukan pada masyarakat

di pulau ini diperoleh pendapat 100% yang mengatakan bahwa laut dan

segala isinya merupakan milik bersama. Pandangan ini merupakan suatu

bentuk umum yang dianut oleh semua nelayan di Sulawesi Selatan. Dengan

demikian, mekanisme kontrol terhadap wilayah perairan dapat dilakukan oleh

semua orang yang berkepentingan dengan laut.

Implikasi perilaku dari pandangan ini terhadap masyarakat Pulau

Batang Lampe dapat dilihat dari kesediaan mereka menerima nelayan

pendatang untuk menangkap ikan di kawasan pulau ini. Demikian pula

dengan aktivitas penangkapan ikan oleh nelayan lokal yang melakukan

penangkapan di daerah lain, terutama untuk komoditi cakalang, seperti

Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur.

Survei yang dilakukan pada masyarakat di Pulau Batang Lampe

diperoleh jawaban 88,89% yang mengatakan setuju terhadap pelarangan

pengoperasian alat yang merusak sumbedaya laut, sedangkan yang tidak

setuju dengan hal tersebut hanya 11,11%.

Page 190: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 144

Salah satu contoh kasus yang pernah terjadi adalah adanya nelayan

dari daerah Buton (Sulawesi Tenggara), datang melakukan penangkapan

biota “mata tujuh” (abalone), sejenis kerang-kerangan yang hidup di areal

karang, dihakimi massa yang terdiri dari nelayan lokal

Sedangkan penguasaan wilayah laut berdasarkan aturan formal

didasarkan pada peraturan pemerintah yang mengatur penggunaan atau

pemanfaatan sumberdaya alam laut. Aturan-aturan tersebut berupa

pelarangan penggunaan beberapa alat tangkap destruktif seperti bom, bius

dan bubu, serta perizinan untuk melakukan penangkapan di dalam suatu

kawasan.

Peraturan formal dapat dikeluarkan oleh pemerintah setempat dengan

mengacu pada Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah yang lebih

tinggi. Sangat disayangkan oleh nelayan bahwa banyaknya pihak yang

memiliki hak untuk mengeluarkan peraturan, sehingga menyebabkan

banyaknya peraturan yang tumpang tindih. Demikian pula dengan

pengawasan terhadap wilayah laut dan sanksi yang diberikan oleh aparat

keamanan laut sangat lemah. Dari hasil survei yang dilakukan di pulau ini,

sebenarnya sudah banyak nelayan yang mengetahui tentang aturan

pelarangan penggunaan alat tangkap destruktif tersebut. Sebanyak 66,67%

jawaban mengatakan mengetahui adanya peraturan pemerintah yang

melarang penggunaan bom dalam penangkapan ikan dan yang tidak

mengetahui sebanyak 33,33%. Sedangkan pelarangan penggunaan bahan

beracun (bius) sebanyak 66,67% yang mengetahui dan yang tidak

mengetahui sebanyak 33,33%. Dalam kasus-kasus semacam ini,

penegakan aturan formal terlihat sangat lemah, bahkan lebih terkesan

bahwa peraturan tersebut hanya berlaku bagi nelayan yang tidak

menggunakan alat serupa.

Page 191: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 145

6.3.1.3. Pengetahuan Tentang Jenis-jenis Biota Laut Bernilai Ekonomi Tinggi

Pengetahuan nelayan Pulau Batang Lampe tentang jenis-jenis biota

laut, seperti halnya di pulau-pulau lain dalam kawasan Kepulauan Sembilan,

ditekankan bukan sekedar untuk mengenali jenis-jenis biota yang dapat

dikonsumsi, melainkan diarahkan untuk memahami lebih jauh tentang jenis-

jenis biota yang bernilai ekonomis tinggi diantara sedemikian banyak jenis

organisme yang hidup dalam ekosistem kawasan ini. Jenis-jenis biota laut

yang bernilai ekonomis tinggi menurut nelayan Pulau Batang Lampe antara

lain untuk jenis ikan seperti sunu, kerapu dan lencam,. Jenis ikan yang

mahal adalah ikan kerapu khususnya kerapu tikus. Sedangkan untuk jenis

non ikan yang bernilai ekonomis tinggi antara lain cumi-cumi, kerang-

kerangan, udang/lobster, penyu dan teripang. Jenis biota non ikan ini

terutama teripang, sejak lama telah dieksploitasi oleh masyarakat nelayan.

Harga teripang bergantung kepada jenisnya, teripang yang paling

mahal adalah jenis teripang Susu (Koro) dengan harga Rp 100.000/ekor

(berat diatas 1,7 kg) dan termurah adalah jenis teripang Cera dan Donga

dengan harga Rp 5.000/ekor. Sedangkan untuk teripang Pandang dan Batu

masing-masing dengan harga Rp 20.000/ekor dan Rp 15.000/ekor.

Penangkapan lobster dan ikan kerapu dilakukan dengan jalan

penyelaman, dan pancing. Lokasi penangkapan sebagian besar dilakukan

sekitar Pulau-pulau Sembilan, tempat lain adalah Tanjung Aru, dan

Balikpapan. Ukuran lobster yang ditangkap dengan berat minimal 0.5 kg,

sedangkan berat yang lebih kecil lagi tidak diminati oleh pembeli. Harga

lobster juga bervariasi bergantung kepada berat atau size lobster tersebut.

Untuk size A dengan berat diatas 0,5 kg harganya Rp 90.000, size B dengan

berat 1 – 5 ons harganya Rp 70.000 dan untuk berat dibawah 1 ons

harganya Rp 20.000. Harga lobster tersebut merupakan harga dari nelayan

Page 192: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 146

ke juragan, sedangkan harga dari juragan ke pengekspor, masing-masing

size mendapat kenaikan harga Rp 10.000.

6.3.1.4. Pandangan Tentang Kelangkaan Sumberdaya dan Prinsip-prinsip Konservasi

Di perairan Pulau Batang Lampe telah terjadi penurunan jumlah

populasi biota bernilai ekonomi. Hasil survei yang dilakukan terhadap

nelayan Pulau Batang Lampe tentang kondisi hasil tangkapan di perairan

Pulau-pulau Sembilan didapatkan 56,25% yang mengatakan hasil tangkapan

menurun, 43,75% mengatakan tetap. Jenis ikan terutama ikan karang yang

mengalami kemerosotan seperti sunu, kerapu dan lain-lain. Sedangkan dari

jenis biota non ikan yang mengalami kemerosotan seperti teripang, dan

udang/lobster.

Secara umum kemerosotan ini terutama disebabkan oleh penggunaan

bahan kimia beracun dan bom oleh sebagian nelayan yang tidak

bertanggungjawab, jumlah tangkapan ikan kurang dan lain-lain. Hasil survei

yang dilakukan di pulau ini tentang penyebab kelangkaan sumberdaya

tersebut adalah 12,50% yang mengatakan penyebabnya adalah bom; bius

6,25%, harga turun 18,75%, eksploitasi besar 25%, ikan kurang 6,25%,

tidak ada penyebab 6,25% dan yang tidak tahu 25%.

Akibat penggunaan racun ini, bukan hanya membunuh ikan-ikan kecil

dari semua jenis, tetapi juga merusak/mematikan terumbu karang.

Kerusakan terumbu karang yang sebagian besar diakibatkan oleh

penggunaan bahan peledak dan zat kimia beracun telah mengenai terumbu

karang pada hampir semua taka di wilayah perairan Pulau-pulau Sembilan.

Di Pulau Batang Lampe prinsip-prinsip konservasi terhadap

pengelolaan sumberdaya laut, nampaknya sudah kelihatan di Pulau Batang

Lampe ini. Ini terlihat dengan adanya kegiatan budidaya teripang dan

Page 193: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 147

penangkaran udang lobster yang dilakukan oleh penduduk pulau dan

kegiatan budidaya teripang ini secara langsung dilakukan oleh kepala

lingkungan pulau tersebut.

6.3.2. Jenis dan Intensitas Pemanfaatan Sumberdaya

Jenis sumberdaya laut yang dimanfaatkan oleh nelayan Pulau Batang

Lampe antara lain adalah sunu, lencam, teripang, sotong, lobster, penyu,

udang dan tude. Seperti halnya Pulau Kambuno dan Burungloe sumberdaya

laut lainnya yang juga banyak dimanfaatkan oleh masyarakat pulau adalah

batu karang yang digunakan untuk bahan bangunan juga digunakan sebagai

dinding tanggul di pantai dan bahan untuk pembuatan dermaga. Seperti

halnya Pulau Kambuno, teripang merupakan persentase sumberdaya laut

yang paling banyak dimanfaatkan oleh nelayan pulau ini yaitu sebesar

(43,75%). Tingginya persentase ini disebabkan karena pada umumnya

masyarakat pulau ini adalah sebagai nelayan penyelam teripang. Persentase

jenis ikan yang terdapat di Pulau Batang Lampe selengkapnya disajikan

pada Tabel 45.

Tabel 45. Persentase Sumberdaya Laut (Ikan Dan Non Ikan) yang Tertangkap Di Pulau Batang Lampe

Jenis sumberdaya laut Persentase (%)

Teripang 43,75 Sunu 18,75

Lencam 6,25 Sotong 6,25 Lobster 6,25 Penyu 6,25 Udang 6,25 Tude 6,25

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

Page 194: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 148

6.3.2.1. Teknologi Pemanfaatan

Jenis alat tangkap yang terdapat di pulau ini adalah pancing dan alat

selam. Persentase tertinggi alat tangkap yang digunakan oleh nelayan

di Pulau ini adalah alat selam sebesar 69,23%. Jenis dan persentase alat

tangkap yang digunakan di pulau dapat dilihat pada Tabel 46.

Tabel 46. Jenis Alat Tangkap Yang Terdapat di Pulau Batang Lampe Alat Tangkap Persentase (%)

Alat selam / Kompresor 69,23 Pancing 30,77

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

6.3.2.2. Metode Penangkapan Kegiatan Penyelaman

Cara penyelaman dan pengoperasian alat tangkap pancing di Pulau

Batang Lampe dilakukan sebagaimana yang umum dilaksanakan di kawasan

Pulau-pulau Sembilan, seperti yang telah diterangkan di depan pada

pembahasan lokasi Pulau Kambuno (Bab IV). Kegiatan penyelaman

dilakukan pada lokasi yang dasarnya berpasir, berlumpur, dan berbatu

dengan menggunakan peralatan selam (masker) serta kompresor. Sasaran

penangkapan utamanya adalah teripang. Kegiatan memancing umumnya

dilakukan di daerah terumbu karang yang sasarannya adalah ikan-ikan

karang yang bernilai ekonomis tinggi seperti Ikan Sunu.

* Pancing Tangan

Alat pancing dikelompokkan yaitu pancing cakalang, pancing ikan

karang atau biasa disebut pancing kedo-kedo, pancing rinta, dan pancing

cumi-cumi. Pancing cakalang dioperasikan pada perairan yang dalam,

pancing ikan karang sebagian besar dioperasikan di Taka-taka (area

terumbu karang) jenis ikan yang dikhususkan ditangkap adalah sunu dan

Page 195: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 149

kerapu, pancing rinta digunakan untuk menangkap ikan-ikan selar, kembung,

layang dan jenis-jenis ikan pelagis lainnya. Sedangkan pancing cumi-cumi

dioperasikan di taka-taka yang relatif dangkal airnya, dengan menggunakan

umpan buatan (artificial) yang terbuat dari plastik.

6.3.2.3. Lokasi Penangkapan

Lokasi-lokasi penangkapan yang menjadi tujuan penangkapan nelayan

Pulau Batang Lampe antara lain Teluk Bone, Palopo, Kupang/Lombok,

Sulawesi Tenggara, Sorong, Balikpapan dan NTT. Selain dari daerah

di atas, nelayan tersebut juga melakukan penangkapan di sekitar taka yang

terdapat di Pulau-pulau Sembilan.

Seperti halnya Pulau Kambuno dan Burungloe, daerah penangkapan

yang memiliki persentase tertinggi yang didatangi oleh nelayan Pulau Batang

Lampe adalah taka di sekitar Pulau-pulau Sembilan yaitu sebesar 37,50%,

untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 47 berikut ini.

Tabel 47. Persentase Daerah Penangkapan Nelayan Pulau Batang Lampe.

Daerah Penangkapan Persentase (%) Pulau-pulau Sembilan 37,50 Sorong 25,00 Sulawesi Tenggara 12,50 Palopo 6,25 NTT 6,25 Teluk Bone 6,25 Balikpapan 6,25 Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

6.3.2.4. Waktu dan Musim Penangkapan

Seperti halnya Pulau Kambuno dan Burungloe, waktu penangkapan

nelayan Pulau Batang Lampe juga bervariasi antara kurang dari satu minggu

hingga diatas empat minggu. Puncak musim penangkapan ikan nelayan

Page 196: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 150

di pulau ini antara bulan Oktober hingga April atau bertepatan dengan

datangnya musim Barat. Namun pada hari-hari biasa di luar puncak musim

penangkapan tersebut para nelayan di pulau ini juga tetap melakukan

penangkapan di sekitar taka-taka Pulau Sembilan. Waktu/lama

penangkapan nelayan tersebut kebanyakan kurang dari satu minggu

(46,67 %). Persentase waktu/lama penangkapan ikan disajikan pada

Tabel 48.

Tabel 48. Persentase Waktu/lama Penangkapan Nelayan Pulau Batang Lampe

Waktu/lama Penangkapan Persentase (%)

< 1 minggu 46,67

> 4 minggu 30,00

1 – 2 minggu 23,33

3 – 4 minggu 0,00

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

Biaya operasional penangkapan ikan pada umumnya kurang dari Rp.

500.000 (68,75 %), selebihnya antara Rp.500.000 – Rp. 1.000.000, bahkan

ada yang menggunakan biaya operasional di atas Rp. 2.000.000, meskipun

jumlahnya sedikit (6,25 %). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 49.

Tabel 49. Persentase Biaya Operasional Penangkapan Nelayan Pulau

Batang Lampe.

Biaya Operasional (Rp) Persentase (%)

< 500.000 68,75

500.000 – 1.000.000 18,75

1.600.000 – 2.000.000 6,25

> 2.000.000 6,25

1.100.000 – 1.500.000 0,00

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

Page 197: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 151

6.3.3. Analisis Stakeholder 6.3.3.1. Stakeholder Internal

Stakeholder internal di Pulau Batang Lampe adalah kelompok nelayan

yang terdiri dari nelayan penyelam teripang dan nelayan pancing; ponggawa

laut dan darat serta tokoh masyarakat seperti Kepala lingkungan, Imam

Desa dan penduduk.

Stakeholder yang berpotensi merusak terumbu karang di pulau ini

adalah masyarakat yang menggunakan karang sebagai bahan bangunan

pembuatan rumah dan dermaga. Contoh kasus pengrusakan karang

berdasarkan hasil wawancara telah dijelaskan pada bagian Karakteristik

Fisik Pulau Batang Lampe (lihat halaman 124).

Stakeholder yang melakukan kegiatan konservasi sumberdaya laut

Pulau ini adalah upaya kepala lingkungan memberikan larangan

pengrusakan sumberdaya laut dengan menggunakan sianida dan bahan

peledak untuk pemanfaatan sumberdaya laut di perairan sekitar pulau

Batang Lampe. Termasuk penggunaan linggis untuk mengambil abalone

(mata tujuh) dengan cara membongkar terumbu karang. Kegiatan konservasi

lain yang secara langsung dilakukan masyarakat pulau ini adalah dengan

melakukan penangkaran / budidaya teripang dan lobster.

6.3.3.2. Organisasi dan Potensi Konflik

Organisasi nelayan yang secara khusus bergerak dalam pengelolaan

sumberdaya laut yang ditemukan di Pulau Batang Lampe berupa organisasi

tradisional ponggawa-sawi. Organisasi ponggawa-sawi adalah organisasi

kerja nelayan yang terdapat di semua masyarakat nelayan. Ikatan antara

kedua unsur pembentuknya yaitu ponggawa dan sawi sering kali diartikan

sebagai penyebab miskinnya sebagian besar kaum nelayan. Khusus

mengenai potensi konflik dari masyarakat nelayan setempat yang

Page 198: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 152

memanfaatkan sumberdaya yang tersedia terutama nelayan-nelayan yang

mengambil hasil laut dengan cara merusak karang seperti nelayan pencari

tude dengan nelayan yang memelihara lobster dan sunu.

6.4. Sistem pengolahan Pasca Panen dan Pemasaran Hasil

6.4.1. Jenis dan Metode Pengolahan Pasca Panen di Pulau Batang Lampe

Mata pencaharian sebagian besar masyarakat di Pulau Batang

Lampe adalah sebagai nelayan yaitu penyelam teripang dan pemancing

(rintak). Para penyelam dalam melakukan kegiatannya umumnya

membutuhkan waktu antara 1 – 4 minggu, tergantung jarak lokasi

penyelaman dari kawasan pulau. Untuk daerah sekitar pulau (sekitar

daerah taka) biasanya paling lama 2 minggu, sedang lokasi dekat dengan

Pulau Papua atau Kalimantan membutuhkan waktu paling lama 3 bulan.

Untuk pemancing (rintak) tidak membutuhkan waktu yang cukup panjang

(5 – 6 jam), karena lokasi penangkapan hanya berada di sekitar pulau.

6.4.1.1. Jenis Produk

Produk teripang yang dihasilkan oleh penyelam di Pulau Batang

Lampe adalah sama dengan yang dihasilkan oleh penyelam Pulau

Kambuno. Selain teripang, masyarakat di pulau tersebut menghasilkan ikan-

ikan demersal yang dalam kondisi segar seperti ikan sunu, kerapu, serta

lencam.

6.4.1.2. Teknologi Pengolahan Teknik pengolahan yang dilakukan oleh penyelam Pulau Batang

Lampe adalah sama dengan penyelam Pulau Kambuno, yaitu mulai dari

penggaraman, pengasapan, dan akhirnya pengeringan (lihat sub bagian

teknologi pengolahan Pulau Kambuno). Sedangkan hasil tangkapan dari

Page 199: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 153

konsumsi

pemancing tidak dilakukan pengolahan sama sekali karena langsung

dipasarkan.

6.4.1.3. Biaya dan Nilai Tambah dari Proses Pengolahan

Segala biaya yang dikeluarkan dalam proses pengolahan teripang

adalah sama besarnya dengan biaya yang dikeluarkan oleh penyelam

di Pulau Kambuno, hal ini disebabkan karena metode pengolahan yang

digunakan juga sama.

6.4.2. Pola dan Jalur Pemasaran 6.4.2.1. Mata Rantai Pemasaran

Gambar 16 merupakan diagram alur produk yang dihasilkan oleh

pemancing yang didasari oleh kebutuhan dari pemancing itu sendiri dan

masyarakat sekitarnya. Produk yang dihasilkan sebagian besar dipasarkan

langsung kepada para pappalele yang akan menjajakan ke penghuni pulau,

sedangkan sisanya dimanfaatkan sendiri.

Untuk hasil berupa teripang yang diperoleh di sekitar kawasan Pulau–

pulau Sembilan, pemasaran dilakukan secara langsung setelah melalui

proses penggaraman, yang biasanya langsung dibeli oleh nelayan

pengumpul yang berasal dari Pulau Kambuno maupun dari Pulau Batang

lampe (lihat Gambar 8 pada Pulau Kambuno).

Kebutuhan produk pappalele transaksi

Gambar 16. Tata Niaga Produk Pemancing (rintak) Sumber : Hasil Survei Sosial Ekonomi Masyarakat Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap

2001

Page 200: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 154

6.4.2.2. Mekanisme Harga dan Metode Pembayaran

Penentuan harga penjualan produk kepada para pappalele semuanya

didasari atas kesepakatan bersama (tawar menawar), dan langsung

dibayarkan oleh para pappalele. Teripang biasanya dijual per kilogram

tergantung jenis, dan pembayaran dilakukan secara langsung oleh

pengumpul kepada nelayan.

6.5. Faktor Eksternal dan Permasalahan Struktural 6.5.1. Faktor eksternal

Dinamika perkembangan dari kehidupan nelayan di pulau Batang

Lampe selain dipengaruhi oleh internal pulau juga dipengaruhi oleh berbagai

faktor eksternal. Berbagai faktor eksternal yang mempengaruhi tingkat

pengelolaan sumberdaya hayati perairan serta dampak lingkungannya dapat

diuraikan sebagai berikut :

6.5.1.1. Kebijakan Pemerintah Bagi Pengelolaan Sumberdaya Perairan

Pemerintah sebagai pembuat kebijakan mempunyai peranan penting

untuk pengaturan pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya agar dapat

dimanfaatkan secara optimal dan berkesinambungan. Undang-undang

perikanan merupakan salah satu perangkat hukum yang bertujuan

mengatasi beberapa masalah dalam hal pencemaran dan kerusakan serta

eksistensi sumberdaya perikanan. Di dalam undang-undang tersebut

disebutkan bahwa sumberdaya perikanan adalah modal dasar

pembangunan untuk mengupayakan peningkatan kesejahteraan dan

kemakmuran rakyat. Pada pasal 6 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap orang

atau badan hukum dilarang melakukan kegiatan penangkapan dan

pembudidayaan ikan-ikan dengan menggunakan bahan-bahan dan atau alat

Page 201: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 155

yang dapat membahayakan kelestarian sumberdaya ikan dan

lingkungannya.

Pada tingkat Propinsi Sulawesi Selatan kebijakan perikanan

dijabarkan dalam Repelita, bahwa usaha penangkapan ikan dengan

menggunakan alat-alat modern tidak boleh mendesak lapangan kerja

nelayan tradisional, serta hal-hal yang menimbulkan pengaruh negatif

terhadap sumberdaya alam diperkecil. Salah satu peraturan daerah

Sulawesi Selatan yang bertujuan melestarikan sumberdaya perikanan

utamanya karang adalah perda no 7 tahun 1987. Pada Perda tersebut

menyatakan bahwa setiap orang atau badan hukum dilarang mengusahakan

atau merusak terumbu karang dan dilarang mengambil organisme yang

hidup dan melekat pada terumbu karang. Sanksi pidana terhadap

pelanggaran ini adalah penjara 3 bulan atau denda uang sebanyak-

banyaknya Rp 50.000.000,-.

Kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Sinjai adalah dengan

membuat rancangan peraturan daerah tahun 2001 tentang retribusi izin

usaha kelautan dan perikanan. Usaha perikanan yang membayar retribusi

adalah usaha penangkapan, usaha budidaya, dan usaha pengolahan.

Usaha Penangkapan terdiri dari alat tangkap bagang, dan penggunaan

perahu motor serta kapal motor. Usaha pembudidayaan terdiri dari jenis

algae, ikan, crustacea, molusca, amphibia dan reptilia. Sedang usaha

pengolahan terdiri dari pengeringan, pengasapan, penggaraman, pindang

dan dendeng.

Besarnya retribusi untuk bagang tancap adalah Rp 25.000,- pertahun

dan retribusi bagang apung adalah Rp 100.000,-/tahun, sedang retribusi

perahu motor ukuran kurang 2,5 GT dan antara 2,5 - 5 GT adalah

Rp 20.000,- dan Rp 30.000/tahun. Besar retribusi kapal motor kurang 2,5

GT dan 2,5 - 5 GT masing-masing Rp 30.000,- dan Rp 50.000,-/tahun.

Page 202: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 156

Berbagai peraturan dan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh

pemerintah umumnya bertujuan bagi kesejahteraan masyarakat dan tingkat

kelangsungan hidup masyarakat pulau itu sebagai pengguna. Aturan-aturan

tersebut dibuat supaya ada keteraturan pemanfaatan demi kelestarian

sumberdaya itu sendiri. Manfaat ini nantinya dinikmati juga oleh

masyarakat. Seperti pelarangan penggunaan bom dan bius ,jika dilihat

penggunaan bom memudahkan masyarakat untuk menangkap ikan akan

tetapi disisi lain juga mengancam kelestarian lingkungan sebagai habitat

tempat hidup ikan sekaligus mengancam jiwa dari nelayan itu sendiri.

Dari survei yang dilakukan pada masyarakat Pulau Batang Lampe

menyangkut berbagai peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah, terdapat

beragam pengetahuan dan pemahaman. Untuk pemahahaman tentang

pengertian karang hampir setengah dari responden mendefinisikannya

sebagai batu (44,44%), dan selebihnya tidak mengetahui (55,56%).

Sedangkan manfaat karang 16,67% menjawab rumah ikan , 61,11 tempat

ikan hidup, 0% bahan bangunan, 5,56 % pelindung ikan, 16,67% tidak tahu.

Untuk kegiatan yang merusak karang 50% menjawab bom, 16,66% obat

bius, 11,11% jangkar kapal, 5,56% penambangan, 11,11% potas 0% trawl

dan 5,56% menjawab tidak tahu. Dari pemahaman yang berbeda tersebut

bisa disimpulkan bahwa masyarakat sangat minim pengetahuannya tentang

karang dan manfaatnya, sehingga akan berdampak pada tingkah pola

pemanfaatan yang tentunya mengancam kelestariannya

Selain pemahaman masalah karang yang berbeda-beda juga,

pengetahuan masyarakat tentang aturan yang mengatur tentang kelestarian

terumbu karang juga berbeda, yang mengetahuip peraturan tentang

pelarangan pengambilan karang ada 72,22%, sedangkan yang tidak tahu

ada 27,78%. Untuk kegiatan pemboman 66,67% mengetahui adanya

kegiatan pemboman tersebut, dan 33,33% menjawab tidak tahu. Untuk

Page 203: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 157

kegiatan pembiusan 66,67% menjawab tahu dan 33,33% menjawab tidak

tahu dan aturan adat 100% menjawab tidak ada. Dari jawaban tersebut

terindikasi masyarakat sangat minim pemahamannya terhadap lingkungan

dan aturan pengelolaannya.

Apabila kita lihat dari beragamnya jawaban responden di Pulau Batang

Lampe baik tingkat pemahaman tentang lingkungan maupun peraturan

pengelolaan oleh pemerintah maupun adat dapat dijadikan indikasi bahwa

kegiatan sosialisasi tidak berjalan dengan baik. Jadi diperlukan cara

sosialisasi aturan yang lebih efektif. Mengenai pemahaman tentang manfaat

terumbu karang yang masih kurang dapat kita kaitkan dengan tingkat

pendidikan rata-rata masyarakat Pulau Batang Lampe yang umumnya hanya

sampai pada tingkat Sekolah Dasar dan juga aksesibilitas informasi yang

masih rendah khususnya informasi masalah lingkungan karena keterbatasan

sarana dan prasarana informasi.

6.5.1.2. Pasar permintaan Produk Hasil Perikanan

Kegiatan pemasaran mempunyai peran yang sangat penting dari setiap

kegiatan produksi. Jenis pasar produk hasil perikanan berupa jalur distribusi,

segmentasi pasar maupun daya serap pasar secara langsung maupun tidak

langsung mempengaruhi aktifitas penangkapan bagi masyarakat nelayan

di Pulau Batang Lampe, semakin tinggi daya serap pasar dan kemudahan

untuk mengaksesnya maka memudahkan masyarakat untuk menjual hasil

tangkapan.

Masyarakat nelayan Pulau Batang Lampe, seperti halnya masyarakat

lain di Kepulauan Sembilan umumnya dipengaruhi oleh kegiatan dari

pedagang lokal, pedagang antar pulau, kegiatan eksportir, serta aktifitas

pelelangan (PPI) dalam dinamika kegiatan pemasaran hasil perikanan.

Mudahnya masyarakat Batang Lampe dalam mengakses pasar seperti

Page 204: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 158

hubungan dengan ponggawa darat di Sinjai dan Eksportir ikan di Makassar

juga turut mempengaruhi. Masyarakat Batang Lampe umumnya dapat

menjual langsung hasil tangkapannya ke ponggawa di Pulau Batang Lampe

atau Kambuno atau ke PPI Lappa dan Eksportir ikan di Makassar.

Berbagai jenis komoditas unggulan yang dihasilkan oleh masyarakat

Pulau Batang Lampe khususnya teripang sangat diminati konsumen baik

pasaran lokal, nasional maupun Internasional. Untuk jenis teripang biasanya

dijual dalam bentuk olahan, karena produk yang telah diolah dapat

meningkatkan nilai jual. Hasil komoditas unggulan tersebut biasanya

ditawarkan dengan harga yang lumayan.

Kondisi pasar permintaan hasil perikanan ini mendorong nelayan untuk

melakukan penangkapan secara berlebihan khususnya untuk komoditas

tertentu. Hal ini terindikasi dari daerah penangkapan yang semakin jauh dari

perairan Pulau-pulau Sembilan. Nelayan penyelam teripang di Pulau Batang

Lampe biasanya beroperasi sampai ke daerah Kendari, sekitar perairan

Maluku bahkan ke Perairan Irian dan perairan nusantara lainnya. Hal ini

menunjukkan bahwa jumlah hasil tangkapan yang diperoleh pada lokasi

terdekat semakin menurun, selain diakibatkan oleh penangkapan ikan

karang yang lebih cenderung untuk melakukan kegiatan pemboman

sehingga berakibat pada lingkungan sekitarnya. Dulunya masyarakat

Batang Lampe hanya menangkap pada siang hari, sekarang mereka sudah

dapat melakukan penyelaman pada malam hari.

6.5.1.3. Teknologi Penangkapan dan Akses Permodalan

Tinggi rendahnya tingkat teknologi penangkapan yang dilakukan

nelayan juga menjadi penentu keberhasilan usahanya. Semakin tinggi

tingkat teknologi yang digunakan oleh masyarakat maka semakin tinggi pula

tingkat kemampuan masyarakat untuk memperoleh hasil tangkapan ikan

Page 205: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 159

yang lebih banyak. Pada masyarakat Batang Lampe kemajuan taknologi

penangkapan bukan pada penganekaragaman alat tangkap seperti halnya

masyarakat Kambuno tetapi sebatas kemajuan dalam hal peralatan

penyelaman teripang.

Selain tingkat kemajuan teknologi penangkapan yang berkembang,

maka kemampuan masyarakat untuk memperoleh sumber-sumber

permodalan juga merupakan salah satu faktor eksternal yang juga turut

mempengaruhi kegiatan penangkapan karena hal ini berkaitan dengan

pembiayaan usaha penangkapan yang dilakukannya..

Hasil wawancara yang dilakukan di Pulau Batang Lampe,

menunjukkan bahwa masyarakat sebagian besar hanya melakukan

penangkapan dengan penyelaman teripang meskipun ada sebagian

masyarakat lain yang mengoperasikan alat tangkap jenis lainnya. Jadi bila

dilihat dari keanekaragaman alat tangkap maka masyarakat Pulau Batang

Lampe belum banyak mengadopsi teknik penangkapan bahkan bisa

dikatakan sebagai pulau yang paling terbelakang diantara sekian pulau yang

dijadikan sebagai objek survey di Pulau Sumbilan. Teknologi penangkapan

pada nelayan penyelam teripang juga baru sedikit mengalami kemajuan.

Dulunya penyelam teripang hanya beroperasi di sekitar perairan Pulau

Sembilan dengan menggunakan peralatan sederhana dan didukung

permodalan dari ponggawa pulau (umumnya dari nelayan di Pulau

Kambuno) , sekarang ini daerah operasi sudah semakin jauh sampai ke

Perairan Sulawesi Tenggara bahkan ke Perairan Irian dengan menggunakan

alat yang relatif lebih moderen seperti masker, tabung oksigen, kompresor,

serta dapat dilakukannya penyelaman malam yang dulunya tidak dapat

dilakukan karena adanya keterbatasan peralatan.

Dalam hal kemampuan untuk mendapatkan sumber-sumber

permodalan, maka jumnlah pedagang pengumpul atau pengusaha besar

Page 206: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 160

relatif kurang dibandingkan dengan pulau yang lain. Dari hasil survei

dijumpai bahwa sebagian masyarakat nelayan di Pulau Batang Lampe hanya

bertindak sebagai nelayan tangkap (sawi) dan umumnya mempunyai

ponggawa di Pulau Kambuno dan daerah Lappa. Ponggawa di Pulau

Kambuno biasanya mempunyai ponggawa besar di Sinjai atau Makassar

yang bertindak sebagai pemberi bantuan permodalan. Bantuan permodalan

itu diberikan oleh ponggawa kepada nelayan dengan konsekwensi harus

menjual hasil tangkapannya ke ponggawa yang memberikan modal.

Berdasarkan hasil survei ternyata kehidupan nelayan ponggawa yang

mendapat dukungan permodalan usaha dari ponggawa besar

di Makassar umumnya mempunyai derajat kehidupan yang lebih sejahtera,

bila dibandingkan dengan nelayan yang tidak mempunyai akses permodalan

dengan ponggawa. Perbedaan ini cukup menyolok dan dapat menimbulkan

benih konflik internal bagi masyarakat di Pulau Batang Lampe, yang bisa

timbul akibat kecemburuan sosial diantara masyarakat nelayan itu sendiri.

Perbedaan strata ini mungkin dapat diatasi dengan memberikan kemudahan

bagi masyarakat untuk memperoleh sumber-sumber permodalan secara

merata tanpa dibatasi oleh aturan yang mengikat.

6.5.2. Kesesakan dan Konflik pemanfaatan sumberdaya

Jenis alat tangkap yang di perairan Pulau Sembilan baik dari jenis

maupun jumlah mengalami peningkatan. Armada penangkapan ikan yang

dioperasikan di sekitar perairan Pulau Sembilan termasuk Pulau Kambuno

bukan berasal dari nelayan lokal tetapi daerah lain seperti Takalar,

Bulukumba dan Bone atau dari daerah lainnya. Hal ini terjadi selain karena

suburnya sumberdaya perairan di sekitar Pulau Sembilan, juga karena

dekatnya tempat pemasaran berupa PPI di daerah Lappa yang

memudahkan pemasaran hasil. Hal ini mendorong nelayan yang berasal

Page 207: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 161

dari pulau lain untuk menangkap di sekitar Pulau Sembilan. Selain itu

nelayan yang menangkap di perairan lain tetapi menjual ke PPI Lappa.

Banyaknya nelayan yang mengakses ke perairan Pulau Sembilan maupun

melakukan penjualan di PPI Lappa dapat menimbulkan kesesakan bila tidak

dilakukan pengaturan yang baik.

Peningkatan jumlah nelayan yang melakukan penangkapan di sekitar

pulau kambuno akan menimbulkan permasalahan dikemudian hari bila saja

tidak terdapat aturan-aturan pemanfaatan atas sumberdaya alam laut oleh

pemerintah.Banyaknya nelayan yang melakukan penangkapan di sekitar

Pulau Sembilan akan menimbulkan kepadatan dan kesesakan. Banyaknya

kegiatan penangkapan di sekitar Pulau Sembilan khususnya akan membawa

dampak peningkatan biaya penangkapan (cost operation), dan lama operasi

yang juga berdampak pada ketersediaan sumberdaya perairan yang

semakin menipis. Hal ini terindikasi dari semakin jauhnya daerah

penangkapan yang dulunya hanya di sekitar pulau sekarang sudah semakin

jauh.

Hal mana didukung juga dari hasil survey yang dilakukan dimana

didadapatkan ada yang menjawab meningkat, 56,20% menurun, 43,80%

tetap dan 0% menjawab tidak tahu. Untuk mengatasi kondisi penurunan

hasil tangkapan nelayan di Pulau Batanglampe, berbagai jawaban yang

diperoleh dari mereka yakni 62,50% menjawab tidak tahu, 6,25% menjawab

modifikasi alat tangkap, dan 31,25% mencari daerah tangkapan baru.

Terlepas dari permasalahan kesesakan dalam penggunaan

sumberdaya yang dapat mengakibatkan pengurangan hasil tangkapan,

umumnya masyarakat Pulau Batang Lampe tidak setuju pada pengelolaan

dengan akses terbuka atau nelayan dari pulau lain tidak boleh menangkap

di sekitar perairan Pulau Sembilan. Jawaban yang setuju pada akses

Page 208: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 162

terbuka sebanyak 33,33%, 44,45% tidak setuju dan 22,22% menjawab tidak

tahu.

6.5.2.1. Lembaga Ekonomi dan Lembaga Eksternal Lain.

Faktor eksternal lainnya yang memberikan pengaruh terhadap kegiatan

pengelolaan sumberdaya oleh masyarakat di Pulau Batang Lampe adanya

lembaga ekonomi seperti pasar, PPI Lappa serta lembaga lainnya seperti

LSM dan institusi perguruan tinggi. Lembaga-lembaga ini umumnya

mempunyai pengaruh, misalnya PPI Lappa mempunyai pengaruh yang

sangat besar terhadap aktifitas penangkapan karena masyarakat mudah

untuk memasarkan hasilnya. Karena di PPI tempat kumpulnya berbagai

macam pembeli dan penjual baik untuk pasar lokal maupun internasional

juga untuk industri, restoran, pedagang keliling maupun untuk konsumsi

rumah tangga. Sedangkan LSM adalah lembaga swadaya masyarakat juga

berperan dalam pengaruhnya pada aktifitas penangkapan. LSM dan

perguruan tinggi dapat mempunyai kepentingan dan kepedulian masalah

lingkungan dan peningkatan standar hidup masyarakat sehingga hampir

semua lembaga eksternal mempunyai pengaruh terhadap kehidupan

masyarakat Batang Lampe walaupun dalam kadar yang berbeda-beda.

PPI dalam pengaruhnya memberikan akses pemasaran terhadap hasil

tangkapan masyarakat Pulau Kambuno, sedangkan kegiatan LSM

memberikan pengaruh pada penyadaran lingkungan dan peningkatan derajat

hidup masyarakat. Daya pengaruh masing-masing lembaga tersebut kepada

masyarakat berbeda-beda, PPI di Lappa sudah dikenal dan ketahui

peranannya secara lebih luas., sedangkan untuk kegiatan LSM pengaruhnya

masih relatif rendah terhadap aktifitas masyarakat pulau khusus masyarakat

Pulau Batang Lampe. Hasil wawancara yang dilakukan 18,75% mengatakan

mengetahui keberadaan dan aktifitasnya sedangkan 81,25% menjawab tidak

Page 209: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 163

tahu. Jadi dalam hal ini peranan LSM sebagai salah satu stake holder perlu

ditingkatkan lagi kinerjanya berupa sosialisasi kegiatan yang mengarah pada

pelestarian lingkungan dan peningkatan standar hidup masyarakat.

6.5.2.2. Pengamanan Perairan dan Penegakan Hukum

Kegiatan penangkapan yang meningkat selain untuk memenuhi

tuntutan kebutuhan hidup juga didorong oleh tingginya permintaan pasar

(terutama pasar ekspor). Hal ini mendorong masyarakat untuk

menggunakan berbagai macam cara dalam upaya meningkatkan hasil

tangkapan . Penggunaan bom dan obat bius merupakan salah satu metode

alternatif yang mudah dan sering dipakai oleh masyarakat untuk

mendapatkan hasil yang lebih banyak dan dalam waktu yang relatif singkat

tanpa memikirkan akibat negatif yang ditimbulkan baik bagi keselamatan diri

sendiri maupun terhadap kelestarian lingkungan. Hal ini menimbulkan

implikasi terhadap kelestarian lingkungan utamanya terumbu karang yang

merupakan tempat hidup ikan sekaligus mengancam kesinambungan usaha

penangkapan oleh masyarakat pulau itu sendiri, terutama masyarakat

nelayan tradisional yang menggunakan alat tangkap yang kemampuannya

terbatas.

Kegiatan yang mengancam kelestarian akan terus terjadi apabila tidak

dilakukan tindakan pengamanan oleh pihak berwajib. Kegiatan

pengamananan akan berjalan efektif apabila disertai dengan tingkat

kesadaran lingkungan dari masyarakat terutama masyarakat nelayan. Salah

satu alasan dari masih adanya praktek penggunaan bom dan bius adalah

susahnya pengawasan oleh pihak keamanan karena luasnya daerah

perairan dan rendahnya kesadaran masyarakat akan lingkungan.

Page 210: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 164

6.5.3. Permasalahan struktural

Selain dari adanya berbagai faktor eksternal yang mempengaruhi

aktifitas pemanfaatan sumberdaya oleh nelayan terdapat berbagai macam

permasalahan struktural yang terjadi dalam masyarakat Pulau Batang

Lampe. Berbagai permasalahan struktural itu diantaranya adalah :

• Adanya berbagai macam kepentingan dari berbagai macam stakeholder

yang berbenturan dengan kondisi dan realitas masyarakat seperti

adanya kegiatan pelestarian dengan kegiatan pemanfaatan yang

merusak seperti pengunaan bom dan obat bius. Keadaan yang

kontradiktif ini harus dicari solusi berupa penyadaran akan lingkungan

alternatif kegiatan penangkapan lain yang tidak merusak.

• Adanya berbagai program pemberdayaan masyarakat yang berbenturan

dengan rendahnya tingkat kemampuan masyarakat untuk mengadopsi.,

yang disebabkan oleh tingkat pendidikan yang rendah.

• Adanya perbedaan yang menyolok antara masyarakat yang mempunyai

kemampuan modal yang lebih besar karena bantuan modal yang

diperoleh dari ponggawa tidak merata.

• Adanya tingkat kesadaran dan pemahaman hukum yang berbeda-beda

sehingga menimbulkan perbedaan antara masyarakat yang menerapkan

praktek-praktek yang merusak lingkungan yang ramah terhadap

lingkungan.

• Adanya sebagian masyarakat yang menggunakan bom dan bius dan ada

juga yang tidak menggunakan. Hal ini menyebabkan hasil tangkapan

yang diperoleh juga berbeda, sehingga dapat menimbulkan

kecemburuan sosial dan membawa pada dampak adanya konflik internal

diantara masyarakat.

Page 211: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 165

• Kesadaran akan kesehatan lingkungan bagi masyarakat Pulau Batang

Lampe masih relatif rendah.

6.6. Kesimpulan dan Rekomendasi dari Pulau Batang Lampe 6.6.1. Kesimpulan

1. Para nelayan di dusun 2 Pulau Batang Lampe adalah para penyelam

teripang yang bergantung pada ponggawa di Pulau Kambuno.

2. Tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan sudah tergolong baik apabila

dilihat dari standar kesejahteraan masyarakat pulau-pulau kecil.

3. Masyarakat Pulau Batang Lampe dapat dikategorikan sebagai

masyarakat nelayan yang mempunyai taraf kehidupan yang relatif paling

rendah.

4. Tingkat pendidikan masyarakat masih tergolong sangat rendah.

5. Migrasi dan mobilitas penduduk cukup tinggi.

6. Sistem kelembagaan formal maupun informal sudah mulai berperan.

7. Terdapat kegiatan yang mengeksploitasi terumbu karang seperti

kegiatan penambangan untuk pondasi atau membendung tepi laut.

8. Pengolahan yang dilakukan di Pulau Batang Lampe terdiri dari

penggaraman, pengasapan, dan pengeringan.

9. Penentuan harga penjualan sangat ditentukan oleh para pengumpul.

6.6.2. Rekomendasi

1. Perlu dibentuk lembaga ekonomi yang mengatur tata niaga hasil dari

penyelam.

Page 212: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 166

2. Perlu dilakukan pendampingan khususnya kaum wanita nelayan dalam

hal pengolahan hasil dari penyelam, sehingga meningkatkan mutu dari

teripang tersebut.

3. Perlu bimbingan dalam penyelaman teripang sehingga efek samping

yang ditimbulkan bisa dikurangi.

4. Dengan semakin menurunnya hasil tangkapan nelayan penyelam

teripang, maka perlu pengenalan mata pencaharian alternatif misalnya

budidaya ikan dalam karamba jaring apung, budidaya rumput laut dan

lain-lain.

5. Perlu penyuluhan sanitasi lingkungan.

6. Perlu penyuluhan yang lebih intensif tentang lingkungan khususnya pada

manfaat ekosistem terumbu karang dan pentingnya melestarikan

ekosistem tersebut.

7. Perlu peningkatan peran dari fihak eksternal seperti Perguruan Tinggi,

dan LSM, dalam upaya mensosialisasikan kegiatan yang mengarah

kepada pelestarian lingkungan dengan peningkatan pendapatan

masyarakat.

8. Perlu keterpaduan instansi yang terkait dalam upaya meningkatkan

pengawasan terhadap penggunaan alat tangkap yang merusak

lingkungan.

Page 213: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 167

VII. LOKASI 4 PULAU KANALO 1 DAN KANALO 2

7.1. Profil Lokasi Studi 7.1.1.Gambaran Umum Pulau Kanalo 1 dan 2 7.1.1.1. Akses

Pulau Kanalo 1 dan Kanalo 2 merupakan dua pulau yang terdapat

di Kelurahan Pulau-pulau Sembilan dan terletak pada bagian paling Utara.

Untuk mencapai Pulau Kanalo 1 dan 2 hanya dapat dilakukan dengan

menggunakan satu kapal penumpang reguler yang melayani beberapa pulau

selain Pulau Kanalo, yaitu Pulau Batang Lampe, Pulau Kodingare dan Pulau

Katindoang. Oleh karena banyaknya pulau yang harus disinggahi, maka

penumpang harus siap pada pukul 6.30 pagi agar kapal dapat masuk

ke pelabuhan pada saat air pasang.

Cara lain yang ditempuh oleh masyarakat Pulau Kanalo yang akan

berangkat ke Pelabuhan Lappa seperti halnya di pulau lain adalah dengan

menggunakan kapal sendiri atau dengan menumpang ke kapal-kapal

penangkap ikan yang akan menjual hasil tangkapannya ke Pelabuhan

Lappa.

7.1.1.2. Karakteristik Fisik

Pulau Kanalo 1 dan 2 merupakan dua pulau yang saling berdekatan,

jarak antara kedua pulau ini ± ¼ mil. Jika kita memasuki perairan pulau ini

maka kapal akan masuk di antara kedua pulau tersebut. Pada sisi kanan

adalah Pulau Kanalo 1 dan pada sisi kiri adalah Pulau Kanalo 2.

Karakter fisik pada kedua pulau ini adalah untuk Pulau Kanalo 1

sebagai berikut :

• Terlihat pada paparan daratannya cenderung lebih mendatar

• Luas daratan pulau ini adalah 0,13 Km2

Page 214: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 168

• Luas daratan yang dijadikan sebagai lahan pemukiman sebesar 0,07 Km2

atau sekitar 53,39%

• Belum tersedianya dermaga khusus untuk penambatan perahu

Sedangkan karakter fisik untuk Pulau Kanalo 2 sebagai berikut :

• Terlihat pada paparan daratannya cenderung lebih nampak

perbukitannya

• Luas daratan pulau ini adalah 0,13 Km2

• Luas daratan yang telah dijadikan sebagai lahan pemukiman sebesar

0,05 Km2 atau sekitar 38,48%

• Terdapat dermaga yang terbuat dari batu-batuan karang yang telah

disemen secara permanen sepanjang ± 50 m

Di Pulau Kanalo 1 dan 2 ini juga terlihat kegiatan penambangan

karang yang digunakan untuk membendung tepi laut oleh masyarakat yang

rumahnya berbatasan dengan laut (hal yang sama di Pulau Kambuno terlihat

juga di Pulau Kanalo 1 dan 2).

7.1.1.3. Kelembagaan Formal dan Informal

Secara administratif pemerintahan, Pulau Kanalo 1 dan 2 dipimpin

oleh masing-masing seorang Kepala Lingkungan yang bertanggung jawab

terhadap segala aktivitas yang terjadi di dalam kehidupan masyarakatnya.

Kepala lingkungan Pulau Kanalo 1 sekaligus merangkap sebagai Kepala

Sekolah SD Inpres 151.

Kelembagaan yang ada di Pulau Kanalo 1 dan 2 cukup memegang

peranan penting. Hal ini terlihat pada setiap pengambilan keputusan yang

melibatkan kepentingan umum, diputuskan dalam musyawarah oleh Kepala

Lingkungan. Kelembagaan informal yang ada di pulau ini berupa struktur

kelembagaan di masjid dan bentuk-bentuk lembaga yang tercipta dari suatu

Page 215: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 169

kelompok nelayan dengan istilah ponggawa-sawi, misalnya pada kelompok

nelayan pemancing dan penyelam, serta kelompok usaha tani nelayan yang

diketuai oleh salah seorang staf guru SD.

7.1.1.4. Kegiatan Sosial Kemasyarakatan

Secara umum masyarakat Pulau Kanalo masih memegang norma-

norma adat dan nilai-nilai kehidupan sosial yang masih baik. Masyarakatnya

masih memiliki jiwa sosial yang cukup tinggi, senang membantu dan peduli

terhadap kegiatan masyarakat di sekelilingnya. Hal ini terlihat pada saat

kegiatan mendirikan rumah.

Kegiatan keagamaan di kedua pulau ini sangat aktif dengan kegiatan

pengajian bagi anak-anak secara rutin di masjid atau di rumah-rumah

masyarakat. Pengajian rutin di rumah dilaksanakan terutama pada siang

hari. Di pulau ini para ibu banyak berperan dalam pendidikan agama bagi

anak-anaknya.

7.1.2. Profil Demografi 7.1.2.1. Migrasi dan Mobilitas Penduduk

Pada umumnya masyarakat Pulau Kanalo 1 dan 2 adalah masyarakat

nelayan yang senantiasa melakukan pelayaran ke daerah-daerah yang

cukup jauh untuk mencari daerah penangkapan ikan yang lebih baik. Sekitar

73,68% dari responden yang ada adalah masyarakat yang bekerja sebagai

nelayan. Pekerjaan sebagai nelayan di Pulau Kanalo 1 dan 2 ini terbagi atas

delapan kelompok nelayan.

Dari kedelapan kelompok nelayan tersebut terdapat tiga kelompok

nelayan yang memiliki mobilitas cukup tinggi dalam pengoperasiannya.

Mereka adalah nelayan bagang, nelayan penyelam, dan nelayan pancing

yang sering mencari daerah penangkapan ikan di luar Pulau-pulau Sembilan.

Page 216: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 170

Daerah penangkapan yang biasa dikunjungi seperti daerah perairan Flores

(NTT), Lombok, Kolaka, atau di daerah perairan Kabupaten Selayar.

Kegiatan mencari daerah penangkapan ikan ini dilakukan jika hasil-hasil

tangkapan sudah mulai tidak menguntungkan atau saat memasuki musim

paceklik yaitu pada bulan Maret hingga September.

Lama waktu di daerah-daerah tersebut bergantung kepada jenis alat

tangkap yang dioperasikan dan persiapan perbekalan selama operasi di laut.

Untuk nelayan pancing biasanya menghabiskan waktu sekitar 2 - 3 bulan

dan kembali ke pulau selama ± 1 minggu untuk mempersiapkan operasi

berikutnya sekaligus bertemu dengan keluarga dan menyerahkan hasil

usahanya. Setelah persiapannya cukup, mereka kembali lagi ke daerah

penangkapannya jika hasil sebelumnya baik, tetapi jika tidak mereka

berpindah ke daerah lain dengan lama waktu yang sama dan akhirnya

kembali ke pulau sampai saat musim penangkapan di pulau membaik. Untuk

nelayan bagang dan nelayan penyelam dengan mekanisme yang sama

tetapi lama waktu yang berbeda. Nelayan penyelam biasanya memakan

waktu lebih lama di daerah penangkapan yaitu sekitar 4 - 6 bulan dengan

lama fase persiapan pemberangkatan berikutnya sekitar 1 - 2 minggu.

Nelayan bagang biasanya memakan waktu 1 - 2 bulan dengan lama fase

persiapan pemberangkatan berikutnya sekitar 1 minggu.

7.1.2.2. Struktur Populasi dan Mata Pencaharian

Masyarakat Pulau Kanalo 1 dan 2 umumnya bekerja di laut dengan

mengeksploitasi sumberdaya laut yang tersedia. Pekerjaan utama di Pulau

Kanalo adalah nelayan terdiri atas nelayan bagang (sebagian besar adalah

bagang tancap), nelayan pancing cakalang/tongkol sekaligus berfungsi

sebagai kapal pembawa es (pangnges) ke daerah kawasan Taka Bonerate

dan Nusa Tenggara dan membawa hasil tangkapan nelayan di kedua

Page 217: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 171

kawasan tersebut untuk dipasarkan di Lappa. Selain itu terdapat pula

nelayan jaring insang, nelayan jala, nelayan rumpon, nelayan pukat, nelayan

panambe dan nelayan penyelam/ kompressor.

Selain bermatapencaharian sebagai nelayan, sekelompok kecil

masyarakat memilih pekerjaan selain nelayan yakni sebagai pedagang,

pegawai negeri sipil, dan pekerjaan yang tidak tetap/jelas.

7.1.2.3. Karakteristik Pencari Nafkah Utama Rumah Tangga

Pencari nafkah utama adalah kemampuan seseorang untuk dapat

memobilisasi sumber-sumber ekonomi di lingkungannya untuk pemenuhan

kebutuhan rumah tangga. Dalam sebuah keluarga umumnya yang menjadi

pencari nafkah utama adalah kepala keluarga dalam hal ini adalah suami

(bapak). Tetapi pada kenyataannya di daerah kepulauan, khususnya

di Pulau Kanalo 1 dan 2 beberapa orang ibu dan anak laki-laki tertua menjadi

pencari nafkah utama, terutama apabila sang bapak telah lanjut usia atau

meninggal dunia.

Dari hasil survei didapatkan bahwa sebagai pencari nafkah utama

rumah tangga yang bekerja di Pulau Kanalo 1 dan 2 adalah suami (13,16%),

juga terdapat anggota keluarga yang membantu dalam penambahan

penghasilan keluarga, yaitu anak pertama yang utamanya anak laki-laki

7,90%), anak kedua (2,63%), dan anak ketiga (2,63%). Selain dari yang

tersebut di atas, terdapat kelompok keluarga yang tidak jelas status

pekerjaanya dan merupakan persentase terbesar dari kelompok yang

bekerja yaitu sebesar 73,68%.

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan adanya peralihan

tanggung jawab keluarga secara alamiah, di antaranya peran anak yang

bertindak sebagai pencari nafkah utama keluarga karena faktor usia orang

tuanya yang sudah tidak kuat lagi bekerja di laut atau karena sakit

Page 218: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 172

(umumnya sakit lumpuh), peran istri sebagai pencari nafkah utama karena

suaminya yang telah meninggal atau karena suaminya merantau.

7.1.2.4. Pendidikan dan Keterampilan

Pendidikan di Pulau Kanalo 1 dan 2 secara umum masih tergolong

rendah. Hal ini terlihat dari data responden yang diambil bahwa yang tidak

sekolah sebesar 10,53%, sekolah hanya sampai SD 73,68% yang

merupakan persentase pendidikan terbesar, sekolah sampai SMP 2,63%,

sekolah sampai SMA sebesar 7,90% dan yang sekolah sampai sarjana

sebesar 5,26%.

Berdasarkan sebaran tingkat persentase yang sekolah di Pulau

Kanalo 1 dan 2 terlihat bahwa pendidikan SD yang masih mendominasi

tingkat pendidikannya, tetapi secara umum bahwa hampir seluruh

masyarakat Pulau Kanalo 1 dan 2 sudah menerima pendidikan 89,47%.

Rendahnya tingkat pendidikan ini secara umum, memberikan efek terhadap

sulitnya pemahaman atau penerimaan informasi dan teknologi secara

menyeluruh. Karena itu pula memberi efek terhadap kurangnya minat

masyarakat untuk mengikuti kegiatan-kegiatan pelatihan yang dilakukan oleh

pemerintah atau instansi terkait yaitu tentang terumbu karang (5,26%) dan

pelatihan selain terumbu karang (9,84%).

7.1.2.5. Struktur keluarga dan peranan perempuan

Peranan perempuan di Pulau Kanalo secara tradisional masih

dilaksanakan, yaitu mendidik dan mengasuh anak. Selain itu mereka

membantu suami mengolah ikan menjadi ikan kering. Peranan perempuan

yang menonjol di pulau ini sama seperti di pulau lainnya adalah dalam hal

pengawasan pendidikan anak.

Page 219: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 173

7.1.3. Infrastruktur Publik 7.1.3.1. Sarana Sosial

Fasilitas umum yang terdapat di Pulau Kanalo berupa sarana-sarana

kegiatan olah raga adalah lapangan sepak bola, bulu tangkis sekaligus

sepak takro, tenis meja. Fasilitas umum yang lain adalah berupa masjid,

sekolah dasar, pos kamling, pekuburan, dan pos perkumpulan remaja serta

dermaga beton sepanjang ± 50 m

Sarana sosial yang terlihat masih kurang memadai adalah tempat

pembuangan air besar (TPAB) dan tempat pembuangan sampah (TPS).

7.1.3.2. Sarana Ekonomi

Di pulau ini tidak terdapat sarana pasar dan perbankan. Hanya

terdapat semacam lembaga ekonomi nelayan yang sangat banyak berperan

dalam kegiatan ekonomi masyarakat yaitu dalam bentuk sistem ponggawa-

sawi. Bentuk sistem ini dirasakan sangat besar manfaatnya bagi nelayan-

nelayan yang sering mengalami kesulitan dalam hal keuangan.

Dipilihnya poggawa-sawi dalam mengatasi kesulitan nelayan

dikarenakan bank yang disediakan pemerintah dalam memberikan pinjaman

terlalu banyak meminta persyaratan-persyaratan yang sulit dipenuhi

terutama mengenai anggunan serta terkesan terlalu birokratis. Sedangkan

jika di ponggawa-sawi tidak perlu menyiapkan jaminan, lebih praktis dan

tidak menanggung bunga. Satu-satunya yang menjadi ikatan peminjaman

adalah setiap hasil tangkapan harus dijual ke ponggawa pemberi utang. Hal

inilah yang menjadi penyebab utama mengapa bank tidak terlalu

dimanfaatkan.

Page 220: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 174

7.1.3.3. Sarana Kesejahteraan

Secara umum dapat dikatakan bahwa fasilitas kesejahteraan yang

ada di Pulau Kanalo 1 dan 2 masih sangat kurang dimana fasilitas yang ada

hanya berupa posyandu, bidan desa, puskesmas, dan dukun.

Di Pulau Kanalo 1 dan 2 terdapat kapal khusus pengangkut air.

Pengadaan kapal ini disediakan oleh pemerintah setempat dengan sistem

kerjasama antara Bupati, Camat, dan Lurah. Kapal ini dalam

pengoperasiannya dipercayakan kepada Pulau Kanalo 1. Kerja dari kapal ini

adalah menyediakan air minum untuk ke sembilan pulau yang ada

di Kelurahan Pulau-pulau Sembilan. Pengadaan air untuk setiap pulau

dilakukan secara bergiliran dengan harga air dalam satu jergen (20 liter)

adalah Rp.1,000,-

7.2. Situasi Umum Kesejahteraan Masyarakat

Salah satu karakteristik dari Pulau Kanalo adalah jumlah penduduk

yang relatif kurang jika dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya dalam

gugusan Pulau-pulau Sembilan. Jika dilihat dari tingkat pendapatan dan

jenjang pendidikan, masyarakat Pulau Kanalo bisa disejajarkan dengan

Pulau Batang Lampe dan Burung Loe. Kondisi rumah-rumah penduduk yang

umumnya berbentuk rumah panggung cukup tertata dan terpelihara dengan

baik. Meskipun wilayah pulau ini terbagi atas 2 wilayah yakni Pulau Kanalo

1 dan Pulau Kanalo 2, akan tetapi dalam sistem administrasi pemerintahan

hanya satu sehingga disebut dengan Pulau Kanalo saja.

7.2.1. Keadaan Perumahan dan Kesehatan 7.2.1.1. Status Pemilikan dan Keadaan Perumahan

Berdasarkan hasil survei lapangan menunjukkan status kepemilikan

rumah di Pulau Kanalo sekitar 94,74% merupakan hak milik dan sisanya

Page 221: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 175

sekitar 5,26% berstatus sebagai rumah dinas yang dihuni oleh PNS. Seperti

halnya di pulau-pulau lainnya bentuk rumah panggung masih dominan

(73,68%) dibandingkan dengan rumah non panggung (26,32%). Luas

bangunan rumah bervariasi dari yang kurang 100 m2 sampai lebih dari 200

m2, tetapi sekitar 84% di antaranya berukuran kurang dari 100 m2. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 50.

Tabel 50. Persentase Bentuk, Luas dan Status Kepemilikan Rumah di Pulau Kanalo

Bentuk Rumah (%) Luas (m2) (%) Status rumah (%)

Panggung 73,68 < 100 84,21 Milik 97,37

Non panggung 26,32 100-150 11,79 Kontrak 0,00

151-200 00,00 Numpang 2,63

> 200 00,00

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

Sejumlah bagian-bagian dari rumah seperti atap, dinding dan lantai

juga disurvei. Bahan untuk pembuatan atap umumnya terbuat dari seng

(± 76%) dan sisanya terbuat dari rumbia dan nipa. Sementara itu untuk

pembuatan dinding umumnya menggunakan papan dan tembok (± 93%) dan

sisanya menggunakan seng dan tripleks. Oleh karena bentuk rumah

umumnya berupa rumah panggung maka papan merupakan bahan

pembuatan lantai yang masih umum digunakan di pulau ini (± 79%) dan

sisanya menggunakan semen dan tegel (Tabel 51).

Meskipun fasilitas penerangan rumah sudah disuplai dari PLN wilayah

Sinjai dan listrik swasta (sekitar 77%), namun masih ada sekitar 23% dari

responden masih menggunakan lampu pelita dan petromaks (21%

di antaranya menggunakan lampu pelita). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

Gambar 17.

Page 222: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 176

Tabel 51. Persentase Bahan Pembuatan Atap, Dinding dan Lantai Rumah di Pulau Kanalo

Atap % Dinding % Lantai %

Seng 76,32 Tembok 18,42 Tegel 7,89

Rumbia 13,16 Papan 76,32 Keramik 0,00

Nipa 10,52 Bambu 0,00 Papan 78,95

Genteng 0,00 Seng 2,63 Semen 13,16

Asbes 0,00 Tripleks 2,63

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

Gambar 17. Persentase Pemanfaatan Fasilitas Penerangan Rumah Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan,

Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

7.2.1.2. Sumber Air Minum dan Fasilitas Kesehatan

Sekitar 94,70% dari masyarakat Pulau Kanalo yang disurvei membeli

air minum dari Lappa untuk konsumsi sehari-hari dan sisanya memanfaatkan

air sumur yang ada di pulau tersebut (Gambar 18). Sarana kesehatan

masyarakat yang ada di Pulau Kanalo tersedia sebuah Puskesmas

pembantu (Pustu) yang dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. Hanya

seorang paramedis yang melayani masyarakat di Pustu tersebut.

32%

45%

21% 2%

Listrik PLN Listrik swasta Pelita Petromaks

Page 223: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 177

96%

4%

Beli Sumur

Gambar 18. Persentase Sumber Air Minum Masyarakat

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

7.2.1.3. Sanitasi Lingkungan

Jika dilihat dari pemanfaatan kakus dan cara menangani sampah,

maka tingkat sanitasi lingkungan di Pulau Kanalo masih tergolong rendah.

Hal ini dapat dilihat sebagian besar masyarakat (86,84%) masih

menggunakan pantai sebagai tempat buang air besar dan tempat

membuang sampah (Tabel 52).

Tabel 52. Persentase Tempat Buang Air Besar dan Tempat Pembuangan Sampah

Tempat buang air besar % Tempat pembuangan sampah %

Kakus 13,16 Lubang 13,16

Sungai 0,00 Kontainer 0,00

Pantai 86,84 Pantai 86,84

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

95%

5 %

Page 224: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 178

7.2.2. Keadaan Ekonomi: Jenis, Lapangan dan Status Pekerjaan 7.2.2.1. Jenis Pekerjaan

Terdapat dua jenis pekerjaan yang ada di Pulau Kanalo yakni

pekerjaan utama dan pekerjaan tambahan (Tabel 53). Pekerjaan utama

masyarakat di Pulau Kanalo bergerak di bidang perikanan sebanyak 78,68%

yang umumnya sebagai nelayan bagan, pancing, jaring insang, pukat,

panambe dan lain-lain. Selebihnya bekerja sebagai pedagang, sektor jasa,

pegawai negeri sipil dan lain-lain.

Sebagian besar penduduk Pulau Kanalo (81,58%) tidak memiliki

pekerjaan tambahan di luar pekerjaan utama, dan sisanya sebagai

pedagang, bidang perikanan dan jasa.

Tabel 53. Persentase Jenis Pekerjaan Utama dan Pekerjaan Tambahan di Pulau Kanalo

Pekerjaan Utama % Pekerjaan Tambahan %

Perikanan

Pedagang

PNS

Jasa

Dan lain-lain

78,68

7,89

7,89

-

10,54

Perikanan

Pedagang

PNS

Jasa

Tidak ada

5,26

10,53

0,00

2,63

81,58

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

7.2.2.2. Tingkat Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga

Tingkat pendapatan masyarakat pulau Kanalo cukup bervariasi mulai

dari yang kurang dari Rp 500.000,- sampai di atas dua juta rupiah per bulan.

Dari data responden diketahui persentase tertinggi dimiliki oleh penduduk

yang berpenghasilan kurang dari Rp 500.000 dan antara Rp 0,5 – 1 juta

masing-masing 34,21%, kemudian antara Rp 1,6 – 2 juta dan selebihnya

Page 225: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 179

antara Rp 1,1 juta – 1,5 juta dan diatas Rp 2 juta. Data lengkap disajikan

pada Tabel 54.

Jumlah pengeluaran yang dikeluarkan oleh setiap rumah tangga

di Pulau Kanalo paling tinggi persentasenya di bawah Rp 500.000,-/ bulan

(57,90%), selanjutnya antara Rp 0,5 – Rp 1 juta,-/bulan (34,21%) dan

sisanya antara Rp 1,1 – 1,5 juta (2,63%) yang persentasenya sama dengan

pengeluaran antara Rp 1,6 – 2 juta dan di atas Rp 2 juta,-/bulan. Hal ini

menunjukkan bahwa jumlah pendapatan relatif lebih tinggi dibandingkan

dengan jumlah pengeluaran, meskipun nampaknya sudah ada juga yang

mempunyai pengeluaran di atas Rp 2 juta per bulan.

Tabel 54. Persentase Jumlah Pendapatan dan Pengeluaran di Kelurahan Lappa.

Pendapatan % Pengeluaran %

< Rp 500.000

Rp 0,5 – Rp 1 Juta

Rp 1,1 – Rp 1,5 Juta

Rp 1,6 – Rp 2 Juta

> Rp 2 Juta

34,21

34,21

7,89

13,16

10,53

< Rp 500.000

Rp 0,5 – Rp 1 Juta

Rp 1,1 – Rp 1,5 Juta

Rp 1,6 – Rp 2 Juta

> Rp 2 Juta

57,90

34,21

2,63

2,63

2,63

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

7.2.2.3. Tabungan dan Cara Mengatasi Kesulitan Keuangan

Data menunjukkan bahwa masyarakat Pulau Kanalo belum terbiasa

untuk menabung. Hanya 36,84% responden menjawab mempunyai

tabungan dan 63,16% reponden lainnya tidak memiliki tabungan. Dari jumlah

tersebut sekitar 29% dari responden yang memiliki tabungan di bank,

sedangkan yang ditabung di rumah dalam bentuk uang dan emas sekitar

71%. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 55.

Page 226: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 180

Tabel 55. Persentase Pemilikan Tabungan dan Bentuk Tabungan Pemilikan Tabungan % Bentuk Tabungan %

Ya 36,84 Bank 28,95

Tidak 63,16 Emas 5,26

Uang 65,79

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

Hasil survei lapangan menunjukkan sekitar 60% responden menjawab

pernah mengalami kesulitan dalam hal keuangan, baik untuk modal produksi

maupun kebutuhan sehari-hari. Selanjutnya untuk mengatasi kesulitan

keuangan tersebut, 31,58% responden meminjam pada keluarganya, sekitar

50% meminjam di koperasi, bank dan menjual simpanan sedangkan sisanya

meminjam pada ponggawa. Data lengkap tentang hal ini disajikan pada

Tabel 56.

Tabel 56. Persentase mengatasi kesulitan keuangan

Pernah Kesulitan % Cara Mengatasi kesulitan %

Ya 60,53 Pinjam di bank 13,16 Tidak 39,47 Pinjam di keluarga 31,58

Pinjam di koperasi 23,68 Pinjam di ponggawa 5,26 Jual simpanan 26,32

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-ulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

7.2.3. Keadaan Sosial Ekonomi 7.2.3.1. Perkembangan Umum Usaha Ekonomi Masyarakat

Perkembangan usaha ekonomi masyarakat di Pulau Kanalo, jika

dilihat dari jumlah kepemilikan armada penangkapan dan alat tangkap yang

dimiliki dapat dikatakan meningkat dari waktu ke waktu. Selain itu dapat pula

Page 227: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 181

dilihat dari jumlah masyarakat yang memiliki pendapatan di atas Rp 1,6 juta

dengan jumlah sekitar 24%.

Dari hasil wawancara terhadap beberapa responden, terungkap pula

bahwa masyarakat menyadari pentingnya pendidikan sehingga tidak

mengherankan jika persentase masyarakat yang mengenyam pendidikan

tinggi (menjadi sarjana) lebih tinggi dibandingkan dengan pulau-pulau

tetangga lainnya.

7.2.3.2. Keterkaitan Kegiatan Ekonomi dan Keberadaan Terumbu Karang

Seperti diketahui sebelumnya bahwa umumnya nelayan di Pulau

Kanalo sebagai nelayan bagang perahu, apabila dikaitkan dengan prinsip

kerja penangkapan ikan pada bagang yakni menarik ikan dengan cara

memanfaatkan sifat ikan yang fototaksis positif (mendekati cahaya), dapat

dikatakan bahwa kegiatan penangkapan ikan mereka tidak berkaitan

langsung dengan terumbu karang, karena ikan yang tertangkap adalah ikan-

ikan yang bersifat pelagis (ikan-ikan di permukaan). Akan tetapi, dari hasil

wawancara yang lebih mendalam mereka mengatakan bahwa aktivitas

penggunaan bom dan potas untuk menangkap ikan lebih banyak dilakukan

oleh nelayan yang berasal dari luar pulau , sehingga apabila hal ini dikaitkan

dengan kegiatan usaha mereka, maka meskipun mereka tidak mencari ikan

di ekosistem terumbu karang, namun efek dari penggunaan bom dan potas

tersebut tentu akan berpengaruh juga pada ikan yang menjadi sasaran

tangkapan mereka.

7.2.3.3. Penguasaan Aset-aset Produksi dan Non Produksi

Hasil analisis data menunjukkan bahwa aset-aset produksi yang

dimiliki oleh masyarakat Pulau Kanalo terbagi atas armada kapal dan alat

tangkap. Sekitar 71% dari responden telah memiliki kapal/perahu, dan

Page 228: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 182

sisanya memiliki sampan, perahu layar dan jolloro. Tingkat penguasaan

terhadap aset produksi khususnya alat tangkap juga disurvei. Sekitar 34%

dari responden memiliki alat tangkap berupa pancing, bagang dan

kompresor masing-masing sekitar 16% dan sisanya adalah jaring insang,

jala, rumpon, pukat dan jaring nambe. Data lengkap tentang hal ini disajikan

pada Tabel 57.

Status Kepemilikan tanah, simpanan uang di bank dan simpanan

emas di rumah merupakan aset non produksi dari masyarakat Pulau Kanalo.

Disadari oleh para responden bahwa meskipun aset non produksi ini

sifatnya tidak produktif, namun demikian mereka dapat mempergunakannya

dalam situasi-situasi tertentu yang besifat mendesak dan tidak terduga.

Tabel 57. Penguasaan Aset Produksi di Pulau Kanalo

Armada % Alat tangkap %

Kapal/perahu 71,04 Bagang 15.79

Perahu layar 5,26 Pancing 34.21

Jolloro 7,90 Jaring insang 10,53

Sampan 15,80 Jala 7.90

Rumpon 2,63

Pukat 7.90

Jaring nambe 5,26

Kompressor 15,79

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

7.3. Intensitas dan Kondisi Sumberdaya Terumbu Karang 7.3.1. Pandangan dan Sistem Pengetahuan Ekologis 7.3.1.1. Sistem Pengetahuan Tradisional

Seperti halnya dengan pulau lain yang terdapat di Kepulauan

Sembilan, maka di Pulau Kanalo juga mengenal sistem pengetahuan

tradisional seperti sistem pengetahuan mengenai ruang/tempat.

Page 229: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 183

* Pengetahuan Berkenaan Dengan Ruang/Tempat

Karang bagi nelayan Pulau Kanalo dipahami sebagai rumah, tempat

hidup, tempat makan, tempat perlindungan bagi ikan, bahan bangunan, dan

ada yang tidak tahu fungsinya (Tabel 58).

Tabel 58. Persentase Pengetahuan Masyarakat Pulau Kanalo Tentang Manfaat Terumbu Karang

Manfaat Terumbu Karang Persentase (%)

Rumah Ikan 13,16

Tempat Ikan Hidup 23,68

Perlindungan Ikan 7,9

Bahan Bangunan 23,68

Tidak Tahu 31,58

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

Sehubungan dengan hal di atas, maka semua nelayan mengetahui

betul letak dan nama dari setiap “taka” yang terdapat di Pulau Sembilan yang

merupakan tempat melakukan aktivitas penangkapan termasuk di Sulawesi

Tenggara, Maluku, Sorong, dan Selayar (Tabel 60).

* Pengetahuan Berkenaan Dengan Laut dan Isinya

Hasil survei memperlihatkan bahwa 23,68% menganggap karang

sebagai tempat hidup dari organisme baik ikan maupun non ikan. Organisme

yang menjadi target penangkapan bagi nelayan Pulau Kanalo diantaranya

adalah ikan kerapu, teripang, udang, dan cumi-cumi.

Komoditi hasil laut lainnya yang diusahakan oleh nelayan Pulau

Kanalo adalah jenis ikan-ikan permukaan (pelagis). Jenis-jenis ini terutama

dimanfaatkan oleh nelayan pancing dan nelayan bagang. Jenis ikan

permukaan yang diusahakan tersebut antara lain ikan lure, pepetek,

cakalang, sarisi, layang, dan lain-lain yang tidak memiliki nilai jual di pasaran.

Page 230: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 184

Puncak musim penangkapan dilakukan pada saat musim Barat,

dimana pada saat tersebut kondisi laut tidak menjadi persoalan bagi nelayan

yang melakukan penangkapan karena Kepulauan Sembilan terlindung oleh

Teluk Bone.

• Pengetahuan Berkenaan Dengan Pelayaran

Penduduk Pulau Kanalo umumnya beragama Islam. Sungguh pun

demikian kepercayaan yang ada disini dalam hal melakukan pelayaran

adalah sama dengan nelayan lain yang ada dalam kawasan Kepulauan

Sembilan, yaitu percaya bahwa dapat terjadi kecelakaan kalau kegiatan

melaut dilaksanakan sebelum waktu shalat jumat dan penggunaan ijuk

di tiang utama untuk penangkal makhluk gaib di laut. Hal inilah yang

mendasari sehingga masyarakat nelayan di Pulau Kanalo tidak turun melaut

sebelum pelaksanaan shalat jumat

7.3.1.2. Pandangan Tentang Hak Atas Laut

Laut adalah milik bersama demikian pandangan yang juga dianut oleh

nelayan yang berdomisili di pulau Kanalo berdasarkan data hasil survei yang

didapatkan (100%). Sehubungan dengan hal tersebut, maka semua nelayan

mempunyai peran dan tanggung jawab yang sama dalam menjaga wilayah

laut. Mereka tidak setuju dengan penggunaan alat tangkap yang dapat

mengakibatkan kerusakan pada lingkungan laut (84,20%).

Dalam operasi penangkapan ikan khususnya alat tangkap bagang,

maka sebagian besar menggunakan alat bantu yang disebut rumpon.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka ada aturan adat yang harus

dipenuhi dalam penguasaan wilayah laut di Pulau-pulau Sembilan seperti

yang telah dijelaskan pada Gambar 13 (Bab V). Sampai sekarang aturan

adat ini masih ditaati pengguna kedua alat tersebut. Untuk rumpon, aturan

Page 231: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 185

tersebut dibuat untuk menghindari kekosongan rumpon dari ikan bila sejajar

atau berdekatan satu sama lain.

Sedangkan penguasaan wilayah laut berdasarkan aturan formal

didasarkan pada peraturan pemerintah yang mengatur penggunaan atau

pemanfaatan sumberdaya alam laut. Aturan-aturan tersebut berupa

pelarangan penggunaan beberapa alat tangkap destruktif seperti bom dan

bius, serta perizinan untuk melakukan penangkapan di dalam suatu

kawasan.

Hasil survei yang dilakukan di pulau ini sebenarnya sebagian nelayan

telah mengetahui tentang aturan pelarangan penggunaan alat tangkap

destruktif. Seperti diperoleh jawaban 39,47% mengatakan mengetahui

adanya peraturan pemerintah yang melarang penggunaan bom dalam

penangkapan ikan dan yang tidak mengetahui sebanyak 60,53%.

Sedangkan pelarangan penggunaan bahan beracun (bius) sebanyak

34,21% yang mengetahui dan yang tidak mengetahui sebanyak 65,79%.

7.3.1.3. Pengetahuan Tentang Jenis-jenis Biota Laut Bernilai Ekonomi Tinggi

Nelayan yang berdomisili di Pulau Kanalo sebagian adalah nelayan

yang berasal dari suku Bajo (penyelam) yang sudah mengenal jenis

organisme laut yang mempunyai nilai ekonomi. Tujuan utama penangkapan

mereka selain teripang, juga ikan sunu, langkoe dan kerapu.

7.3.1.4. Pandangan Tentang Kelangkaan Sumberdaya dan Prinsip- prinsip Konservasi

Masyarakat nelayan Pulau Kanalo juga menganggap bahwa telah

terjadi kemerosotan jumlah populasi biota bernilai ekonomi di sekitar

perairan Pulau Kanalo. Hasil survei yang dilakukan terhadap nelayan Pulau

Kanalo tentang kondisi hasil tangkapan di perairan Pulau-pulau Sembilan

Page 232: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 186

didapatkan 50% yang mengatakan hasil tangkapan menurun, 6,67%

mengatakan meningkat dan 43,33% mengatakan tetap. Jenis ikan terutama

ikan karang yang mengalami kemerosotan seperti sunu, kerapu dan lain-lain.

Sedangkan jenis biota non ikan yang mengalami kemerosotan seperti

teripang, dan udang/lobster. Kemerosotan jenis tersebut mengakibatkan

nelayan pulau ini banyak ke luar ke daerah lain untuk mencari daerah

penangkapan yang baru.

Secara umum kemerosotan ini terutama disebabkan oleh penggunaan

bahan kimia potas dan bom oleh sebagian nelayan yang tidak

bertanggungjawab, bukan musim dan lain-lain. Hasil survei yang dilakukan

di pulau ini tentang penyebab kelangkaan sumberdaya tersebut adalah 30%

mengatakan bom; bius 23%, banyaknya nelayan, bukan musim, ikan

kurang, taka rusak masing-masing 6,67 % dan yang tidak tahu 20%.

Akibat penggunaan bahan kimia, bukan hanya membunuh ikan-ikan

kecil dari semua jenis, tetapi juga merusak/mematikan terumbu karang.

Kerusakan terumbu karang yang sebagian besar diakibatkan oleh

penggunaan bahan peledak dan zat kimia beracun telah mengenai terumbu

karang di hampir semua taka-taka di wilayah perairan pulau-pulau Sembilan.

Seperti halnya Pulau Kambuno, Burung Loe dan Batanglampe,

kesadaran masyarakat nelayan di Pulau Kanalo belum melaksanakan

prinsip-prinsip konservasi terhadap pengelolaan sumberdaya laut. Karena

masih mempunyai prinsip dan motivasi yang sama seperti nelayan lainnya,

yaitu menangkap sumberdaya laut apa saja yang dinilai mempunyai

ekonomi.

7.3.2. Jenis dan Intensitas Pemanfaatan Sumberdaya

Jenis sumberdaya laut yang dimanfaatkan oleh nelayan Pulau Kanalo

antara lain adalah cakalang, layang, lure, teripang, udang, kerapu.

Page 233: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 187

Persentase jenis sumberdaya laut yang paling banyak dimanfaatkan oleh

nelayan pulau ini adalah rambeng (18,94%). Rambeng adalah sejenis ikan

kecil yang banyak digunakan sebagai umpan hidup untuk penangkapan ikan

cakalang. Persentase jenis sumberdaya laut yang terdapat di Pulau Kanalo

selengkapnya disajikan pada Tabel 59.

Tabel 59. Persentase Sumberdaya Laut (ikan dan non ikan) yang Tertangkap di Pulau Kanalo

Jenis sumberdaya laut Persentase (%)

Rambeng 18,94

Lure 17,8

Layang 12,49

Teripang 12,49

Cakalang 9,27

Botto-botto 9,27

Pepetek 2,82

Tongkol 2,82

Lencam 2,82

Udang 2,82

Sarisi 2,82

Kerapu 2,82

Cumi-cumi 2,82

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-Pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

7.3.2.1. Teknologi Pemanfaatan

Untuk pemanfaatan sumberdaya laut, nelayan pulau Kanalo ini

menggunakan beberapa jenis alat tangkap seperti alat selam, pancing, jaring

nambe, bagang, jaring insang, pukat, jala, dan rumpon. Persentase tertinggi

alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di pulau ini adalah pancing

sebesar 34,21%,

Page 234: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 188

7.3.2.2. Metode Penangkapan

Metode atau cara pengoperasian alat tangkap yang terdapat

di Kanalo seperti pancing, bagang, alat selam, dan nambe hampir sama

dengan yang terdapat di pulau-pulau yang telah dijelaskan sebelumnya.

* Pancing Tangan

Menurut jenis tangkapannya, alat pancing tangan dapat dikelompokkan

yaitu pancing cakalang, pancing ikan karang atau biasa disebut pancing

kedo-kedo, pancing rinta, dan pancing cumi-cumi. Pancing cakalang

dioperasikan pada perairan yang dalam, pancing ikan karang sebagian besar

dioperasikan di Taka-taka (area terumbu karang) jenis ikan yang

dikhususkan ditangkap adalah sunu dan kerapu, pancing rinta digunakan

untuk menangkap ikan-ikan katombo, kembung, layang dan jenis-jenis ikan

pelagis lainnya. Sedangkan pancing cumi-cumi dioperasikan

di taka-taka yang relatif dangkal airnya, dengan menggunakan umpan

buatan (artificial) yang terbuat dari plastik.

* Bagang

Bagang merupakan alat tangkap hasil penemuan asli masyarakat

nelayan Sinjai. Dalam proses penemuannya, terdapat 4 tahap evolusi yang

dilalui sebelum bagang menemukan bentuknya sekarang ini. Tahap-tahap

tersebut adalah bagang tancap, bagang rakit, bagang perahu dengan

menggunakan lampu petromaks, bagang perahu motor dengan lampu

petromaks, dan terakhir bagang perahu motor dengan lampu listrik.

* Kompresor (Kegiatan Penyelaman)

Penyelaman yang dilakukan oleh nelayan dengan menggunakan

kompressor di perairan dangkal seperti area terumbu karang maupun

di lokasi-lokasi yang dasarnya berpasir, berlumpur, dan berbatu-batu,

Page 235: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 189

dimana terdapat biota yang dicarinya seperti teripang, lola, kima, siput,

mutiara, dan lainnya. Kegiatan ini dilakukan dua orang secara bergantian.

* Jaring insang (gill net)

Alat ini dioperasikan di sekitar pantai dengan cara menghalang alur

migrasi ikan. Alat tersebut dibiarkan secara pasif sambil menunggu hasil

tangkapan. Untuk jaring insang dasar dioperasikan untuk menangkap ikan-

ikan karang berupa sunu dan lencam (lencam) dengan cara menjerat atau

membelit ikan tersebut. Alat ini banyak dioperasikan untuk menangkap ikan

sunu hidup-hidup untuk dijual kepada pedagang pengumpul.

* Jala

Pengoperasian “jala” sejenis pukat berkantong dengan ukuran mata

jaring (mesh size) sangat halus banyak dilaksanakan oleh masyarakat

di Pulau Kanalo. Hasil tangkapan adalah ikan teri merah “rambeng” yang

ditempatkan di karamba jaring apung kecil agar tetap hidup. Ikan ini banyak

dipakai sebagai umpan hidup oleh kapal-kapal “Pole and Line” atau biasa

disebut sebagai kapal perikanan oleh masyarakat. Operasi penangkapan

dilakukan di sekitar rumpon. Setiap unit jaring menempatkan minimal

4 rumpon kecil di beberapa tempat sebagai tempat berkumpulnya ikan.

* Pukat

Alat ini dioperasikan di laut dangkal, terutama di lokasi-lokasi yang

diperkirakan ada ikannya, atau pada lokasi-lokasi di mana tampak ada

tanda-tanda adanya gerombolan atau kawanan ikan. Penggunaannya

terutama pada saat alat tersebut ditarik ke pantai atau ke perahu, bagian-

bagian cincin-cincin dari pukat dan bahkan bagian net dari pukat tersebut

mengenai dasar. Bilamana dioperasikan di lokasi-lokasi yang ada terumbu

karangnya, jelas akan merusak terumbu karang. Dengan proses kerja

Page 236: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 190

seperti itu, ditemukan tiga karakter kegiatannya yaitu memburu dan

mengepung ikan, serta menyapu dasar laut.

* Jaring Nambe

Jaring ini digunakan di laut dangkal pada malam hari, dan menurut

beberapa nelayan biasanya digunakan dekat dengan karang karena itu

jaring ini sering kali tersangkut. Jaring nambe dioperasikan dengan

menggunakan perahu jolloro dengan jumlah anggota sebanyak

3 hingga 5 orang nelayan. Prinsip kerja jaring ini hampir sama dengan

penggunaan gae yang menggunakan lampu. Panjang jaring nambe ini

adalah 200 m dengan lebar 2 m.

Jenis ikan yang tertangkap adalah ikan lencam, sinrili, dan beberapa

jenis ikan karang lainnya maupun ikan pelagis.

* Rumpon

Rumpon merupakan sarana pemikat ikan yang bahannya dominan

menggunakan bambu yang disatukan menyerupai rakit, menggunakan daun

kelapa dan tali yang diikatkan pada rumpon dan batu-batu karang di dasar

laut agar tidak hanyut.

7.3.2.3. Lokasi Penangkapan

Pulau-pulau Sembilan merupakan lokasi tujuan penangkapan nelayan

di Pulau Kanalo. Selain dari daerah tersebut, nelayan itu juga melakukan

penangkapan ikan di wilayah Sorong, Kupang/Lombok dan Bulukumba.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 60.

7.3.2.4. Waktu dan Musim Penangkapan

Waktu atau lama penangkapan ikan oleh nelayan pulau Kanalo

bervariasi antara kurang dari satu minggu hingga diatas empat minggu.

Page 237: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 191

Secara umum puncak musim penangkapan ikan nelayan di pulau ini antara

bulan Oktober hingga April atau bertepatan dengan datangnya musim Barat.

Namun pada hari-hari biasa di luar puncak musim penangkapan tersebut

nelayan di pulau ini juga tetap melakukan penangkapan ikan di sekitar taka-

taka Kepulauan Sembilan. Waktu/lama penangkapan ikan oleh nelayan

Pulau Kanalo kurang dari satu minggu memiliki persentase tertinggi sebesar

68,75%. Persentase waktu /lama penangkapan ikan disajikan pada

Tabel 60.

Tabel 60. Persentase Daerah Penangkapan Nelayan Pulau Kanalo

Daerah Penangkapan Persentase (%)

Pulau-Pulau Sembilan 63,33

Sorong 16,67

Kupang/Lombok 6,67

Limpoge 6,67

Bulukumba 6,67

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

Tabel 61. Persentase Waktu/lama Penangkapan Nelayan Pulau Kanalo

Waktu/lama Penangkapan Persentase (%)

< 1 minggu 68,75

3 – 4 minggu 12,50

> 4 minggu 12,50

1 – 2 minggu 6,25

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

Jenis-jenis alat tangkap yang terdapat di Pulau Kanalo ini mempunyai

variasi biaya operasional penangkapan antara satu alat dengan alat lainnya.

Biaya operasional ini sangat ditentukan oleh daerah fishing ground dan lama

operasi penangkapan. Biaya operasional berkisar antara ±Rp. 500.000

Page 238: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 192

hingga ±Rp.2.000.000. Biaya operasional kurang dari Rp. 500.000

merupakan persentase biaya operasional tertinggi (70,00%). Persentase

biaya operasional dapat dilihat pada Tabel 62.

Tabel 62. Persentase Biaya Operasional Penangkapan Nelayan Pulau Kanalo

Biaya Operasional (Rp) Persentase (%)

< 500.000 70,00

> 2.000.000 23,33

1.100.000 – 1.500.000 6,67

1.600.000 – 2.000.000 0,00

500.000 – 1.000.000 0,00

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

7.3.3. Analisis Stakeholder 7.3.3.1. Stakeholder Internal

Yang termasuk stakeholder internal di Pulau Kanalo adalah kelompok

nelayan yang terdiri dari nelayan bagang, nelayan pancing, penyelam

teripang, nelayan jaring insang, nelayan jala, nelayan rumpon, pukat dan

panambe; pedagang, punggawa laut dan darat dan tokoh masyarakat seperti

Kepala Kelurahan, Imam Desa dan penduduk kelurahan.

Pengguna internal yang berpeluang merusak terumbu karang di Pulau

Kanalo adalah nelayan jala, pukat dan penyelam teripang terutama yang

mengambil hasil sampingan berupa ikan karang dan lobster. Masyarakat

yang tidak menyebabkan kerusakan terumbu karang di pulau ini adalah

kelompok masyarakat bagang tancap, nelayan pancing, nelayan rumpon,

nelayan jaring insang, yang pada dasarnya melakukan penangkapan dengan

cara yang lebih selektif dan areal penangkapannya terbatas.

Page 239: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 193

7.3.3.2. Organisasi dan Potensi Konflik

Secara umum organisasi nelayan yang secara khusus bergerak dalam

pengelolaan sumberdaya laut yang ditemukan di Pulau kanalo yaitu berupa

organisasi tradisional punggawa-sawi seperti yang terdapat di pulau lain

seperti Pulau Kambuno, Burung Loe dan Batang Lampe.

Potensi konflik yang bisa timbul dari masyarakat nelayan Pulau

Kanalo I dan 2 adalah pemanfaatan sumberdaya oleh nelayan yang

menggunakan alat tangkap bagang tancap dan jaring nambe serta

penggunaan rumpon, para sawi yang menangkap ikan dengan

menggunakan ketiga alat tersebut saling berebut sumberdaya yang sejenis

dan harus memperhatikan batas-batas kepentingan bersama agar tidak

menyebabkan konflik kepentingan yang lebih besar terjadi.

7.4. Sistem pengolahan Pasca Panen dan Pemasaran Hasil 7.4.1. Jenis dan metode Pengolahan Pasca Panen di Pulau Kanalo

Pulau Kanalo merupakan salah satu bagian wilayah dari Kelurahan

Pulau-pulau Sembilan Kecamatan Sinjai Utara. Sebagian besar masyarakat

yang berdomisili di tempat tersebut mempunyai mata pencaharian sebagai

nelayan dan juga bergerak di bidang budidaya (tambak) yang membutuhkan

waktu 3 bulan untuk kegiatan panen.

7.4.1.1. Jenis Produk

Produk yang dihasilkan oleh nelayan di Pulau Kanalo umumnya

hampir sama dengan nelayan yang ada di Pulau Kambuno. Hasil tangkapan

pemancing adalah sebagian besar ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dan

nelayan bagang perahu dan tancap adalah ikan pelagis ekonomis penting

(lure, pepetek-pepetek, tembang, rambeng) dan petani tambak adalah ikan

Page 240: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 194

bandeng (Chanos chanos). Produk-produk yang dihasilkan oleh nelayan

tersebut umumnya dipasarkan dalam kondisi segar tanpa mengalami proses

pengawetan.

7.4.1.2. Teknologi Pengolahan

Nelayan di Pulau-pulau Sembilan dalam melakukan pengolahan hasil

tangkapannya tidak mengalami perbedaan. Perbedaan dalam penanganan

hasil tangkapan sangat ditentukan oleh alat tangkap yang digunakan dan

lokasi penangkapan ikan. Pemancing ikan tongkol di Pulau Kanalo lokasi

penangkapannya terletak di sekitar Pulau-pulau Sembilan, sehingga mereka

tidak menyediakan es dalam operasi penangkapan. Sedangkan petani

tambak, setiap selesai melaksanakan panen (2 sampai 3 bulan sekali) maka

mereka menyiapkan es balok (sedikit) untuk mengawetkan hasil panen

tersebut yang siap dipasarkan di masyarakat pulau maupun di lokasi

pelelangan. Hasil bagang perahu dan bagang tancap sama dengan

pengolahan produk yang dilakukan di Pulau Kambuno.

7.4.1.3. Biaya dan Nilai Tambah Dari Proses Pengolahan

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa nelayan pemancing

dalam melakukan operasi penangkapan tidak membawa es sehingga tidak

ada biaya tambahan dalam operasi tersebut. Hasil tangkapannya dalam

kondisi segar dan biasanya dipasarkan kepada masyarakat pulau.

Petani tambak yang menghasilkan ikan bandeng sedikit menyiapkan

es untuk produknya, hal ini juga dilakukan bila produk tersebut tidak habis

terjual di pulau sehingga harus dibawa ke Lappa tempat ponggawa darat.

Jumlah es yang dibutuhkan relatif sedikit karena jarak tempuh dari pulau

ke Lappa adalah 1.15 jam (2 – 3 balok) dengan harga Rp. 13.500. Nilai

Page 241: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 195

tambah yang dihasilkan dari pengolahan tersebut adalah harga penjualan

tetap dapat dipertahankan.

Produk yang dihasilkan oleh bagang tancap juga tidak dilakukan

pengolahan secara khusus, hal ini disebabkan setiap bagang tancap sudah

tersedia jolloro yang akan mengangkut hasil tangkapan yang langsung dijual

kepada masyarakat pulau ataupun langsung ke pelelangan.

7.4.2. Pola dan Jalur Pemasaran 7.4.2.1. Mata Rantai Pemasaran

Produk yang dihasilkan oleh nelayan pemacing di Pulau Kanalo

sebagian besar langsung dibeli oleh para nelayan yang menggunakan alat

tangkap Pole and Line (kapal Perikanan yang juga berada di sekitar Pulau-

pulau Sembilan).

diolah

Kebutuhan, produk pengumpul transaksi pelelangan Keinginan (kapal Perikanan)

Pappalele ponggawa darat Di pulau Transaksi transaksi Pasar antar ekspor Lokal daerah Transaksi

Gambar 19. Tata Niaga Produk Pemancing Cakalang Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan,

Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

Selain itu sisanya langsung dibeli oleh para pappalele yang berada

di Pulau Kanalo untuk selanjutnya dipasarkan di pulau tersebut. Kapal

Page 242: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 196

perikanan yang membeli produk dari pemancing langsung melakukan

penanganan dan selanjutnya dipasarkan di pelelangan hingga sampai

ke pasar lokal, daerah lain, dan keperluan eksport. Produk yang dihasilkan

oleh nelayan bagang tancap merupakan kebutuhan dari masyarakat lokal,

artinya sebagian besar produk tersebut dipasarkan untuk keperluan pasar

lokal dan para pappalele seperti pada Gambar 19, 20 dan 21.

Kebutuhan produk pelelangan ponggawa transaksi Darat

Pasar pappalele Lokal

transaksi

Gambar 20. Tata Niaga Produk Bagang Tancap Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan,

Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

Pappalele transaksi

Kebutuhan produk pengumpul transaksi pasar Darat lokal

pappalele Transaksi

Gambar 21. Tata Niaga Produk Petani Tambak. Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan,

Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

7.4.2.2. Mekanisme Harga dan Metode Pembayaran

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa harga ikan cakalang

adalah Rp. 4.500/kg, namun harga tersebut lebih tinggi bila dibandingkan

Page 243: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 197

dengan harga yang dibayarkan oleh para pengguna kapal perikanan. Harga

pembelian untuk kapal perikanan antara Rp. 2.500 – 3.500/kg dan

pembayaran biasanya dilakukan secara tunai, kecuali ponggawa dari kapal

perikanan tersebut sudah saling kenal dengan pemancing maka dapat

dilakukan pembayaran dengan sistem kredit untuk beberapa hari. Harga

penjualan bandeng produk dari petani tambak berkisar Rp. 3.500 –

4.500/ekor, dan sistem pembayaran yang dilakukan oleh para pembeli

adalah tunai.

7.5. Faktor Eksternal dan Permasalahan Struktural

7.5.1. Faktor Eksternal

Pesat tidaknya perkembangan dari kehidupan nelayan di Pulau

Kanalo banyak dipengaruhi oleh internal pulau itu juga dipengaruhi oleh

berbagai faktor eksternal. Berbagai jenis faktor eksternal yang

mempengaruhi tingkat pengelolaan sumberdaya hayati perairan oleh

penduduk Kanalo serta dampak lingkungannya dapat diuraikan sebagai

berikut :

7.5.1.1. Kebijakan Pemerintah bagi Pengelolaan Sumberdaya Perairan

Undang-undang perikanan merupakan salah satu perangkat hukum

yang bertujuan mengatasi beberapa masalah dalam hal pencemaran dan

kerusakan serta eksistensi sumberdaya perikanan. Di dalam undang-undang

tersebut disebutkan bahwa sumberdaya perikanan adalah modal dasar

pembangunan untuk mengupayakan peningkatan kesejateraan dan

kemakmuran rakyat. Pada pasal 6 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap orang

atau badan hukum dilarang melakukan kegiatan penangkapan dan

pembudidayaan ikan-ikan dengan menggunakan bahan-bahan dan atau alat

Page 244: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 198

yang dapat membahayakan kelestarian sumberdaya ikan dan

lingkungannya.

Pada tingkat propinsi Sulawesi Selatan kebijakan perikanan

dijabarkan dalam Repelita, bahwa usaha penangkapan ikan dengan

menggunakan alat-alat modern tidak boleh mendesak lapangan kerja

nelayan tradisional, serta hal-hal yang menimbulkan pengaruh negatif

terhadap sumberdaya alam diperkecil. Salah satu Peraturan Daerah

Sulawesi selatan yang bertujuan melestarikan sumberdaya perikanan

utamanya karang adalah Perda No. 7 tahun 1987. Perda tersebut

menyatakan bahwa setiap orang atau badan hukum dilarang mengusahakan

atau merusak terumbu karang dan dilarang mengambil organisme yang

hidup dan melekat pada terumbu karang. Sangsi pidana terhadap

pelanggaran ini adalah penjara 3 bulan atau denda uang sebanyak-

banyaknya Rp 50.000.000,-.

Dalam rangka menindaklanjuti kebijakan nasional , maka pemerintah

daerah Sulawesi Selatan telah menetapkan berbagai kebijakan yang

berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya kelautan. Kebijakan tersebut

adalah pengembangan budidaya pantai dan penangkapan ikan di daerah

laut dalam. Salah satu kebijakan pemerintah daerah yang juga mempunyai

kaitan dengan pengelolaan laut adalah pewilayahan komoditas. Kebijakan ini

ditempuh untuk memadukan antara faktor-faktor keserasian, pasar, industri

dan sarana penunjang lainnya. Berdasarkan faktor-faktor tersebut

ditetapkan komoditas andalan yang dapat dikembangkan pada suatu wilayah

tertentu. Untuk Kabupaten Sinjai komoditas perikanan andalannya adalah

teripang, ikan-ikan karang, tongkol, cakalang, pepetek, layang dan lain-lain.

Kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Sinjai adalah dengan

membuat rancangan peraturan daerah tahun 2001 tentang retribusi izin

usaha kelautan dan perikanan. Usaha perikanan yang membayar retribusi

Page 245: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 199

adalah usaha penangkapan, usaha budidaya, dan usaha pengolahan.

Usaha penangkapan terdiri dari alat tangkap bagang, dan penggunaan

perahu motor dan kapal motor. Usaha pembudidayaan terdiri dari jenis

algae, ikan, crustacea, molusca, amphibia dan reptilia. Sedang usaha

pengolahan terdiri dari pengeringan, pengasapan, penggaraman, pindang

dan dendeng.

Besarnya retribusi untuk bagang tancap adalah Rp 25.000,- pertahun

da retribusi bagang apung adalah Rp 100.000,-/tahun, sedang restribusi

perahu motor ukuran kurang 2,5 GT dan antara 2,5 - 5 GT adalah

Rp 20.000,- dan Rp 30.000/tahun. Besar retribusi kapal motor kurang

2,5 GT dan 2,5 - 5 GT masing-masing Rp 30.000,- dan Rp 50.000,-/tahun.

Berbagai peraturan dan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh

pemerintah umumnya bertujuan bagi kesejahteraan masyarakat dan tingkat

kelangsungan hidup masyarakat pulau itu sebagai pengguna. Aturan-aturan

tersebut dibuat supaya ada keteraturan pemanfaatan demi kelestarian

sumberdaya itu sendiri. Manfaat ini nantinya dinikmati juga oleh masyarakat.

Seperti pelarangan penggunaan bom dan bius. Jika dilihat, penggunaan bom

memudahkan masyarakat untuk menangkap ikan, akan tetapi disisi lain juga

mengancam kelestarian lingkungan sebagai habitat tempat hidup ikan

sekaligus mengancam jiwa dari nelayan itu sendiri. Sekarang timbul

pertanyaan bagi masyarakat apakah kita akan mendapatkan keuntungan

sesaat dan mengancam kelestarian serta jiwa kita atau kita dapat mencukupi

kebutuhan kita dan juga tetap menjaga laut sebagai tempat hidup kita.

Peraturan pemerintah yang dikeluarkan untuk pengelolaan

sumberdaya akan mempunyai dampak yang baik apabila di pahami oleh

masayarakat Dari survei yang dilakukan pada masyarakat Pulau Kanalo

tentang berbagai peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah, terdapat

beragam pengetahuan dan pemahaman. Untuk pemahahaman tentang

Page 246: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 200

pengertian karang 7,90% menjawab tumbuhan laut, 0% tumbuhan batu/taka,

21,05% batu dan 71,05% tidak tahu. Sedangkan manfaat karang 13,16%

menjawab rumah ikan, 23,68% tempat ikan hidup, 23,68% bahan bangunan,

7,89% pelindung ikan, dan 31,58% tidak tahu. Untuk kegiatan yang merusak

karang 41,67% menjawab bom, 16,67% obat bius, 0% jangkar kapal, 2,78%

penambangan, dan 38,88 % menjawab tidak tahu.

Hasil survei yang dilakukan di Pulau Kanalo selain pemahaman

masalah karang yang berbeda-beda, pengetahuan masyarakat tentang

aturan yang mengatur kelestarian terumbu karang juga berbeda-beda.

Peraturan tentang pelarangan pengambilan karang 31,58% menjawab tahu,

dan 68,42% tidak tahu, untuk kegiatan pemboman 39,47% menjawab tahu

dan 60,53% menjawab tidak tahu. Untuk kegiatan pembiusan 34,21%

menjawab tahu dan 65,79% menjawab tidak tahu.

Beragamnya jawaban responden di Pulau Kanalo baik tingkat

pemahaman tentang lingkungan maupun peraturan pengelolaan dapat

disimpulkan bahwa kegiatan sosialisasi tidak berjalan dengan baik. Jadi

diperlukan cara sosialisasi aturan yang lebih efektif. Mengenai pemahaman

tentang manfaat terumbu karang yang masih kurang dapat kita kaitkan

dengan tingkat pendidikan masyarakat Pulau Kanalo yang sebagian besar

hanya sampai pada tingkat sekolah dasar dan juga aksesibilitas informasi

yang masih rendah khususnya informasi masalah lingkungan. Hal ini bila

tidak dilakukan dengan baik akan memberikan dampak serius sebab tingkah

pola masyarakat akan pemanfaatan sumberdaya sangat berkaitan dengan

pengertian dan pemahaman mereka akan sumberdaya, semakin baik

pemahaman mereka akan semakin baik pula cara-cara mereka untuk

memanfaatkan alam.

Page 247: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 201

7.5.1.2. Permintaan Produk Hasil Perikanan

Berbagai macam kegiatan produksi baik penangkapan, pengolahan,

dan lainnya maka yang biasanya menjadi kendala adalah dimana produk

tersebut akan dipasarkan. Jenis pasar produk hasil perikanan berupa jalur

distribusi, segmentasi pasar, kegiatan lembaga pemasaran maupun daya

serap pasar secara langsung mempengaruhi aktivitas penangkapan bagi

masyarakat nelayan termasuk di Pulau Kanalo, semakin tinggi daya serap

pasar dan kemudahan untuk memasarkan hasilnya, maka semakin bergairah

masyarakat untuk melakukan penangkapan karena jaminan pasar yang

pasti merupakan hal yang penting.

Di Pulau Kanalo dipengaruhi kegiatan dari pedagang lokal, pedagang

antar pulau yang datang membeli dan mengumpulkan hasil tangkapan yang

diperoleh, selain itu kegiatan eksportir juga turut mempengaruhi. Masyarakat

Pulau Kanalo dalam mengakses pasar seperti hubungan dengan ponggawa

darat di Sinjai dan eksportir ikan di Makassar juga turut mempengaruhi

aktivitas produksinya karena menyangkut permodalan dan pembiayaan

usahanya. Usaha penangkapan yang mempunyai modal besar tentunya

mempunyai kemampuan armada tangkap yang lebih baik. Masyarakat juga

dapat menjual langsung hasil tangkapannya ke ponggawa di Pulau Kanalo

sendiri atau ke PPI Lappa dan eksportir ikan di Makassar.

Seperti umumnya nelayan-nelayan di Kepulauan Sembilan, sebagian

nelayan Pulau Kanalo yang menangkap dengan melakukan penyelaman

teripang. Untuk jenis teripang biasanya dijual dalam bentuk olahan,

sementara teripang adalah salah satu komoditas unggulan di Kabupaten

Sinjai yang banyak diminati terutama untuk konsumsi ekspor. Hasil

komoditas unggulan tersebut biasanya ditawarkan dengan harga yang

lumayan, contohnya untuk teripang Koro (teripang susu) dapat dijual antara

Page 248: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 202

Rp 90.000,- sampai Rp 100.000,-/ekor bergantung fluktuasi harga pasar dan

besarnya permintaan akan suatu komoditi.

Kondisi pasar permintaan mempunyai pengaruh secara langsung

terhadap aktivitas penangkapan, harga komoditi yang tinggi merupakan

perangsang bagi nelayan untuk lebih giat dan terkadang berlebihan

khususnya untuk komoditas tertentu. Hal ini terindikasi dari daerah

penangkapan yang semakin jauh dari perairan Pulau-pulau Sembilan.

Nelayan penyelam teripang di Pulau Kanalo biasanya beroperasi sampai

ke daerah Kendari, Maluku bahkan ke perairan Irian, sementara

penangkapan ikan karang lebih cenderung untuk melakukan kegiatan

pemboman ikan dan pembiusan hal ini dilakukan karena menurut mereka

lebih efektif, bahkan pembiusan akan menghasilkan tangkapan yang

menguntungkan. Dengan metode pembiusan biasanya ikan hanya akan

pingsan sementara dan tidak mengalami luka yang biasanya diakibatkan

oleh pancing. Sehingga hasil tangkapan dengan menggunakan bius

mempunyai harga jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan

pancing karena hasil tangkapan ikan mempunyai penampakkan dan kondisi

tubuh yang relatif lebih baik.

7.5.1.3. Teknologi Penangkapan dan Akses Permodalan

Tingkat teknologi pemanfaatan sumberdaya perairan yang

berkembang utamanya teknologi penangkapan yang diadopsi dan

berkembang di masyarakat nelayan Pulau Kambuno, sangat mempengaruhi

tingkat kemampuan pemanfaatan oleh masyarakat. Karena semakin tinggi

tingkat teknologi yang digunakan oleh masyarakat maka semakin tinggi pula

tingkat kemampuan masyarakat untuk menghasilkan tangkapan ikan. Selain

tingkat kemampuan teknologi, maka kemampuan masyarakat untuk

mengakses permodalan juga merupakan salah satu faktor eksternal yang

Page 249: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 203

jturut mempengaruhi kegiatan penangkapan karena hal ini berkaitan dengan

pembiayaan usaha penangkapan.

Masyarakat nelayan di Pulau Kanalo relatif tidak terlalu mengalami

dinamika perkembangan teknologi alat tangkap seperti halnya masyarakat

Pulau Kambuno. Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di pulau ini

umumnya adalah penyelaman walaupun ada juga jenis alat tangkap lain

yang dioperasikan oleh nelayan Pulau Kanalo seperti pancing dan jala tetapi

dalam jumlah yang relatif sedikit.

Dilihat dari kemampuan untuk mengakses permodalan masyarakat

Pulau Kanalo juga relatif kurang maju dibandingkan dengan masyarakat lain

di Kepulauan Sembilan terutama Pulau Kambuno. Dari hasil survei dijumpai

bahwa sebagian masyarakat nelayan di Pulau Kambuno bertindak sebagai

ponggawa bagi nelayan dari pulau lainnya seperti sebagian masyarakat

Batang Lampe termasuk Kanalo. Ponggawa di Pulau Kambuno biasanya

mempunyai ponggawa besar di Sinjai atau Makassar yang bertindak

sebagai orang yang memberikan bantuan permodalan. Bantuan permodalan

itu diberikan oleh ponggawa kepada nelayan dengan konsekuensi harus

menjual hasil tangkapannnya ke ponggawa tersebut .

Berdasarkan hasil survei ternyata kehidupan nelayan ponggawa lokal

di Pulau Kanalo yang mendapat dukungan permodalan usaha dari

ponggawa besar di Makassar umumnya mempunyai tingkat kehidupan yang

lebih baik, bila dibandingkan dengan nelayan yang tidak mempunyai akses

permodalan. Perbedaan ini cukup mencolok dan dapat menimbulkan benih

konflik internal bagi masyarakat, yang mana timbul karena kecemburuan

sosial.

Page 250: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 204

7.5.2. Kesesakan dan Konflik pemanfaatan sumberdaya.

Alat tangkap di perairan Pulau Sembilan baik dari jenis maupun

jumlah mengalami peningkatan. Armada penangkapan ikan yang

dioperasikan di sekitar perairan kepulauan Sembilan termasuk Pulau Kanalo

bukan saja dilakukan oleh nelayan lokal tetapi juga nelayan dari daerah lain

seperti Bone, Bulukumba, Takalar dan lainnya. Hal ini terjadi selain karena

suburnya sumberdaya perairan di sekitar Pulau-pulau Sembilan juga karena

dekatnya tempat pemasaran berupa Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI)

di daerah Lappa. Hal ini mendorong nelayan di pulau lain untuk menangkap

di sekitar Kepulauan Sembilan karena hasil tangkapannya akan dengan

mudah dipasarkan. Ada juga nelayan yang menangkap di perairan lain tetapi

menjual ke PPI Lappa. Banyaknya nelayan yang mengakses ke perairan

Kepulauan Sembilan maupun melakukan penjualan di PPI Lappa dapat

menimbulkan kesesakan bila tidak dilakukan pengaturan yang baik.

Kesesakan karena adanya penggunaan bersama sumberdaya laut ini

akan menimbulkan konflik di antara nelayan bila tidak ada pengaturan yang

jelas. Akan tetapi pengertian masyarakat bahwa perairan merupakan milik

umum dan dapat diakses siapa saja cukup baik sehingga dapat

menimbulkan pemahaman dan saling pengertian di antara nelayan.

Banyaknya kegiatan penangkapan di sekitar Kepulauan Sembilan khususnya

akan membawa dampak pada ketersediaan sumberdaya perairan yang

semakin menipis memberikan dampak semakin menurunnya hasil tangkapan

yang diperoleh nelayan.

Jumlah hasil tangkapan yang diperoleh mengalami perubahan.

Berdasarkan survei yang dilakukan di Pulau Kanalo, masalah jumlah hasil

tangkapan yang diperoleh 6,67% menjawab meningkat, 50% menurun, dan

43,33% tetap. Jadi bila dilihat dari jawaban responden dominan menjawab

hasil tangkapan semakin menurun sejalan bila dihubungkan dengan

Page 251: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 205

banyaknya armada tangkap yang beroperasi di sekitar Kepulauan Sembilan.

Untuk mengatasi penurunan hasil tangkapan 40% menjawab dengan

menghindari penggunaan bom serta 60% menjawab tidak tahu.

Terlepas dari permasalahan kesesakan dalam penggunaan

sumberdaya yang dapat mengakibatkan pengurangan hasil tangkapan,

umumnya masyarakat Pulau Kanalo tidak setuju pada pengelolaan dengan

akses terbuka, berbeda dengan nelayan Kambuno yang umumnya setuju

atau nelayan dari pulau lain dilarang untuk menangkap di sekitar perairan

Kepulauan Sembilan, jawaban yang diperoleh 5,26% menjawab akses

terbuka, 13,16% tidak setuju dan 81,58% menjawab tidak tahu.

7.5.2.1. Lembaga Ekonomi dan lembaga Eksternal lain.

Faktor eksternal lainnya yang memberikan pengaruh terhadap

kegiatan pengelolaan sumberdaya oleh masyarakat di Pulau Kanalo adanya

aktivitas lembaga ekonomi dan lembaga lainnya seperti pasar, PPI dan LSM

serta perguruan tinggi dan lembaga riset. Lembaga-lembaga ini umumnya

mempunyai pengaruh seperti PPI Lappa mempunyai pengaruh yang sangat

besar terhadap aktivitas penangkapan karena masyarakat mudah untuk

memasarkan hasilnya. Sarana PPI merupakan mediasi yang

mempertemukan nelayan sebagai produsen dan pembeli sebagai konsumen

baik untuk industri, restoran, pedagang keliling maupun untuk konsumsi

rumah tangga. Sedangkan LSM adalah lembaga swadaya masyarakat juga

berperan dalam pengaruhnya pada aktivitas penangkapan. LSM mempunyai

kepentingan dan kepedulian masalah lingkungan dan peningkatan standar

hidup masyarakat tetapi masyarakat nelayan melakukan aktivitas untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya.

PPI berpengaruh pula dalam memberikan akses pemasaran terhadap

hasil tangkapan masyarakat Pulau Kanalo, sedangkan kegiatan LSM

Page 252: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 206

memberikan pengaruh pada penyadaran lingkungan dan peningkatan derajat

hidup masyarakat. Daya pengaruh masing-masing lembaga tersebut kepada

masyarakat berbeda-beda, PPI di Lappa sudah dikenal dan ketahui

peranannya secara lebih luas., sedangkan untuk kegiatan LSM pengaruhnya

masih relatif rendah terhadap aktivitas masyarakat pulau khususnya

masyarakat Pulau Kanalo. Hasil wawancara yang dilakukan 8,70%

mengatakan mengetahui keberadaan dan aktivitasnya sedangkan 91,30%

menjawab tidak tahu. Jadi dalam hal ini peranan LSM sebagai salah satu

stakeholder perlu ditingkatkan lagi kinerjanya berupa sosialisasi kegiatan

yang mengarah pada pelestarian lingkungan dan peningkatan standar hidup

masyarakat.

7.5.2.2. Pengamanan Perairan dan Penegakan Hukum

Aktivitas penangkapan yang meningkat terutama bagi komoditas

unggulan seperti teripang dan ikan-ikan karang di dorong oleh tingginya

permintaan pasar (terutama pasar ekspor). Hal ini mendorong masyarakat

untuk menggunakan berbagai macam cara dalam upaya meningkatkan hasil

tangkapan. Penggunaan bom dan obat bius merupakan salah satu alternatif

yang digunakan oleh masyarakat untuk mendapatkan hasil yang lebih

banyak dan dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini menimbulkan implikasi

terhadap kelestarian lingkungan utamanya terumbu karang yang merupakan

tempat hidup ikan sekaligus mengancam kelanjutan usaha penangkapan

oleh masyarakat pulau itu sendiri, terutama masyarakat nelayan tradisional

yang menggunakan alat tangkap sederhana dan hanya mampu menangkap

di sekitar perairan Kepulauan Sembilan saja.

Kegiatan yang mengancam kelestarian akan terus terjadi apabila

tidak dilakukan tindakan pengamanan oleh pihak berwajib. Kegiatan

pengamanan akan berjalan efektif apabila disertai dengan tingkat kesadaran

Page 253: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 207

lingkungan dari masyarakat terutama masyarakat nelayan. Salah satu

alasan dari masih adanya praktek penggunaan bom dan bius adalah

susahnya pemberantasan oleh pihak keamanan karena luasnya daerah

perairan. Jadi untuk ke depan mungkin pengamanan perairan terhadap

praktek-praktek penangkapan yang merusak dapat dilakukan oleh

masyarakat sendiri (swakarsa) untuk kawasan-kawasan pengamanan yang

terbatas pada daerah sekitar pulau saja sehingga akan berjalan lebih efektif.

7.5.3. Permasalahan struktural

Selain adanya berbagai faktor eksternal yang mempengaruhi aktivitas

pemanfaatan sumberdaya oleh nelayan terdapat berbagai macam

permasalah struktural yang terjadi dalam masyarakat Pulau Kanalo.

Berbagai permasalah struktural itu diantaranya adalah :

• Adanya berbagai macam kepentingan dari berbagai macam stakeholder

yang berbenturan dengan kondisi dan realitas masyarakat seperti adanya

kegiatan pelestarian dengan kegiatan pemanfaatan yang merusak seperti

penggunaan bom dan obat bius. Keadaan yang kontradiktif ini harus

dicari solusinya berupa penyadaran akan lingkungan alternatif kegiatan

penangkapan lain yang tidak merusak.

• Adanya berbagai program pemberdayaan masyarakat yang berbenturan

dengan rendahnya tingkat kemampuan masyarakat untuk mengadopsi

teknologi yang disebabkan oleh tingkat pendidikan yang rendah.

• Adanya perbedaan yang menyolok antara masyarakat yang mempunyai

kemampuan modal yang lebih besar karena bantuan modal yang

diperoleh dari ponggawa tidak merata.

• Adanya tingkat kesadaran dan pemahaman hukum yang berbeda-beda

sehingga menimbulkan perbedaan antara masyarakat yang menerapkan

Page 254: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 208

praktek-praktek yang merusak lingkungan yang ramah terhadap

lingkungan.

• Adanya sebagian masyarakat yang menggunakan bom dan bius

sementara ada yang tidak menggunakan sementara hasil tangkapan

yang diperoleh juga berbeda, hal ini dapat menimbulkan kecemburuan

sosial dan membawa pada dampak adanya konflik internal di antara

masyarakat.

• Belum jelasnya kesesuaian kepentingan dan tujuan berbagai pihak dalam

urusan-urusan yang berkenaan dengan laut membuat penduduk nelayan

masih tetap pada prinsip dan kebiasaan-kebiasaan mereka termasuk

kegiatan yang merusak lingkungan.

7.5. Kesimpulan dan Rekomendasi dari Pulau Kanalo 1 dan Kanalo 2

7.6.1. Kesimpulan

1. Masyarakat Pulau Kanalo 1 dan 2 adalah masyarakat yang sebagian

besar bermata pencaharian nelayan

2. Migrasi dan mobilitas penduduk cukup tinggi yang ditandai dengan

jangkauan daerah penangkapan

3. Sistem kelembagaan formal maupun informal perlahan-lahan mulai

membaik.

4. Tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan sudah tergolong baik apabila

dilihat dari standar kesejahteraan masyarakat pulau-pulau kecil.

5. Pengolahan yang dilakukan di Pulau Kanalo adalah pengesan,

khususnya hasil panen tambak.

Page 255: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 209

6. Harga yang berlaku sangat ditentukan oleh para ponggawa dan

kesepakatan kedua belah pihak.

7.6.2. Rekomendasi

1. Perlu penyuluhan tentang bahaya penggunaan bom terhadap

keselamatan jiwa nelayan

2. Perlu penyuluhan sanitasi lingkungan

3. Perlu dilakukan pelatihan tentang teknik penyelaman yang lebih baik.

4. Budidaya tambak perlu terus dikembangkan sebagai solusi dalam mata

pencaharian alternatif (MPA)

Page 256: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 210

VIII. LOKASI 5 KELURAHAN LAPPA

8.1. Profil Lokasi Studi 8.1.1. Gambaran Umum Kelurahan Lappa 8.1.1.1. Akses

Kelurahan Lappa merupakan salah satu kelurahan di Kecamatan Sinjai

Utara yang merupakan tempat pusat kegiatan perikanan yang ada

di Kabupaten Sinjai. Oleh sebab itu akses ke tempat tersebut cukup lancar

baik dari darat maupun dari laut.

8.1.1.2. Karakteristik Fisik

Wilayah Kelurahan Lappa pada awalnya adalah dataran rendah

di muara Sungai Tangka yang merupakan hutan mangrove. Oleh karena

perkembangan penduduk, saat ini sebagian besar hutan mangrove tersebut

telah dikonversi menjadi lahan pemukiman penduduk.

Sebagai akibat dari sedimentasi yang terjadi, daratan di Muara Sungai

Tangka semakin menjorok ke laut. Lautpun semakin dangkal sehingga pada

saat air surut, kapal berukuran lebih dari 10 ton sudah susah untuk masuk

ke Pelabuhan Lappa yang terletak di tepi sungai kira-kira 1 km dari muara.

Kelurahan Lappa berbatasan sebelah Utara dengan Kabupaten Bone,

sebelah Timur adalah perairan teluk Bone, sebelah Selatan dengan

Kelurahan Balangnipa dan sebelah Barat dengan Kabupaten Bone.

Di bagian Utara yang membatasi antara kelurahan ini dengan Kabupaten

Bone terdapat Sungai Tangka yang bermuara ke pesisir Timur Semenanjung

Sulawesi Selatan.

8.1.1.3. Kelembagaan Formal dan Informal

Apabila dibandingkan dengan kondisi kelembagaan formal dan informal

yang ada di Kelurahan Lappa tentunya jauh lebih baik dibandingkan dengan

Page 257: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 211

lembaga serupa yang ada di Pulau-pulau Sembilan terutama dalam hal

sarana yang dimiliki, akan tetapi bila ditinjau dari segi keaktifan dapat

dianggap hampir sama.

Di Kelurahan Lappa kelembagaan informal yang ada berupa

kepengurusan masjid, kelompok arisan, suatu kelompok nelayan dengan

istilah ponggawa-sawi. Sedangkan kelompok formal yaitu LKMD, KUD Mina,

PKK, Dasa Wisma masih cukup berperan aktif.

8.1.1.4. Kegiatan Sosial Kemasyarakatan

Masyarakat di kelurahan ini sudah mencerminkan kegiatan sosial yang

sangat kompleks. Hal ini terjadi akibat Kelurahan Lappa merupakan pusat

transaksi perikanan sehingga banyak sekali pendatang yang keluar masuk

di tempat ini. Sebagai akibatnya di tempat ini terjadi percampuran berbagai

budaya dan adat istiadat serta pengaruh kehidupan perkotaan yang kuat.

Norma-norma tradisional yang masih dipegang oleh masyarakat

pedesaan, di tempat ini umumnya mulai berubah. Hal ini tercermin dari

kebiasaan pengajian bagi anak-anak yang diadakan di rumah-rumah seperti

ada di wilayah Pulau-pulau Sembilan berpindah ke TPA, surau dan masjid.

Selain itu pada malam hari sering terlihat sekelompok pemuda tanggung

yang sedang mabuk di tepi jalan.

8.1.2. Profil Demografi 8.1.2.1. Migrasi dan Mobilitas Penduduk

Mobilitas penduduk di Kelurahan Lappa cukup tinggi terutama untuk

tujuan Malaysia Timur dan Kalimantan. Banyak pemuda yang meninggalkan

wilayah ini untuk mencari kerja ke Malaysia melalui lembaga pengarah

tenaga kerja, baik yang resmi maupun yang tidak resmi. Hal ini diakibatkan

oleh informasi yang mereka terima bahwa di kedua tempat tersebut gaji yang

Page 258: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 212

diperoleh cukup tinggi. Selain di kedua tempat tersebut banyak juga pemuda

mencari kerja ke daerah timur, yaitu Maluku dan Irian sehingga pada saat

terjadi kerusuhan pada beberapa tempat di Indonesia (Maluku dan Irian)

terjadi pertambahan penduduk yang pesat di wilayah ini akibat banyak

keluarga yang kembali menetap di kampung halamannya.

8.1.2.2. Struktur Populasi dan Mata Pencaharian

Masyarakat Kelurahan Lappa pada umumnya bekerja sebagai nelayan,

yang terdiri atas nelayan bagang yang mengoperasikan peralatan purse

seine, pole and line dan bagang perahu. Purse seine dan pole and line

beroperasi jauh ke perairan terbuka, yaitu perairan Pulau Kabaena, Pulau

Muna dan Pulau Buton (Sulawesi Tenggara), perairan Kabupaten Selayar

dan Nusa Tenggara Timur. Selain nelayan, mata pencaharian yang ada

adalah pedagang, pegawai negeri sipil, dan pekerjaan yang tidak tetap.

8.1.2.3. Karakteristikistik Pencari Nafkah Utama Rumah Tangga

Dalam sebuah keluarga umumnya yang menjadi pencari nafkah utama

adalah adalah bapak. Tetapi ada juga yang menjadi pencari nafkah utama

adalah ibu yang bekerja sebagai pedagang ikan.

Secara persentase sebagai pencari nafkah utama rumah tangga yang

bekerja di Kelurahan Lappa adalah suami yaitu sebesar 29,51% tetapi

terdapat anggota keluarga yang membantu kebutuhan keluarga adalah anak

pertama utamanya anak laki-laki sebesar 11,48%, anak kedua sebesar

1,64%, dan anak ketiga sebesar 1,64%, selain dari yang tersebut di atas,

terdapat kelompok keluarga yang tidak jelas status pekerjaannya dan

merupakan persentase terbesar dari kelompok yang bekerja yaitu 55,73%.

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan adanya peralihan

tanggung jawab keluarga secara alamiah, diantaranya peran anak yang

Page 259: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 213

bertindak sebagai pencari nafkah utama keluarga karena faktor usia orang

tuanya yang sudah lanjut sehingga tidak kuat lagi bekerja di laut atau karena

sakit (umumnya sakit lumpuh), sedangkan peran istri sebagai pencari nafkah

utama karena suaminya yang telah meninggal atau karena suaminya

merantau.

8.1.2.4. Pendidikan dan Keterampilan

Tingkat pendidikan di Kelurahan Lappa secara umum sudah tergolong

menengah. Hal ini terlihat dari data responden yang diambil bahwa yang

tidak sekolah hanya sebesar 6,56%, sekolah tetapi hanya sampai SD

50,82% yang merupakan persentase pendidikan terbesar, sekolah sampai

SMP 14,75%, sekolah sampai SMA sebesar 24,59% dan yang sekolah

sampai sarjana sebesar 3,28%.

Berdasarkan sebaran tingkat persentase yang sekolah di Lappa terlihat

bahwa walaupun pendidikan SD yang masih mendominasi tetapi tingkat

pendidikan menengah dan atas bila digabung sudah hampir berimbang

dengan tingkat pendidikan SD tetapi secara umum bahwa hampir seluruh

masyarakat Kelurahan Lappa sudah menerima pendidikan (93,44%).

Selain pendidikan formal, juga pernah diadakan pelatihan-pelatihan

diantaranya mengenai pelestarian lingkungan berupa pelestarian terumbu

karang dan hutan mangrove yang diadakan oleh pemerintah daerah bekerja

sama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat setempat. Peserta yang ikut

terdiri atas seorang wakil/utusan dari setiap lingkungan yang berada

di wilayah pesisir dan pulau yang ada di Kabupaten Sinjai sehingga hasil

survei didapatkan bahwa masyarakat yang mengikuti pelatihan terumbu

karang sebesar 0,00%, pelatihan selain tentang terumbu karang 9,84% dan

selebihnya tidak pernah mengikuti pelatihan.

Page 260: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 214

8.1.2.5. Struktur Keluarga dan Peranan Perempuan

Peranan perempuan di Kelurahan Lappa secara tradisional masih

dilaksanakan, yaitu mendidik dan mengasuh anak. Selain itu mereka

membantu suami mengolah ikan menjadi ikan kering, dan menjual ikan.

Di bidang lain perempuan juga turut membantu suami memenuhi kebutuhan

keluarga, misalnya dengan membuka usaha warung atau berjualan di pasar-

pasar.

8.1.3. Infrastruktur Publik 8.1.3.1. Sarana Sosial

Fasilitas umum yang terdapat di Kelurahan Lappa berupa sarana-

sarana kegiatan olah raga, misalnya lapangan sepak bola, bulu tangkis,

sepak takraw, tenis meja. Fasilitas umum yang lain adalah berupa masjid,

sekolah dasar, pos kamling, pekuburan, dan pos perkumpulan remaja.

Sarana sosial lain adalah tempat pembuangan sampah walaupun

terlihat masih kurang memadai serta kontainer sampah untuk menampung

sampah sebelum dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA).

8.1.3.2. Sarana Ekonomi

Di kelurahan ini banyak terdapat perusahaan penangkapan ikan yang

besar, diantaranya perusahaan penangkapan cakalang (Lapawawoi dan

Kurnia). Selain itu terdapat lembaga perbankan, yaitu kantor cabang

pembantu Bank Rakyat Indonesia, dan Unit simpan pinjam KUD Mina Lappa.

Pasar tradisional, toko-toko dan sarana hiburan malam juga terdapat

di tempat ini.

8.1.3.3. Sarana Kesejahteraaan

Secara umum dapat dikatakan bahwa fasilitas kesejahteraan yang ada

Page 261: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 215

di Kelurahan Lappa sudah cukup memadai dengan tersedianya Puskesmas,

sarana air minum PDAM yang lancar, jalanan beraspal, sarana

telekomunikasi, dan sarana pendidikan walaupun hanya sampai tingkat

SLTP, namun jarak yang dekat ke Ibu Kota Kabupaten mempermudah para

siswa untuk bersekolah di tingkat SLTA.

8.2. Situasi Umum Kesejahteraan Masyarakat

Masyarakat di Kelurahan Lappa tergolong lebih maju dan lebih tinggi

tingkat kesejahteraannya dibandingkan dengan masyarakat di Pulau

Kambuno, Kanalo, Batang Lampe dan Burung Loe. Hal ini disebabkan

selain karena lokasinya yang dekat dari pusat kota Sinjai, juga karena tingkat

pendidikannya lebih tinggi dibanding lokasi yang lainnya, sehingga tingkat

kesadaran akan pendidikan dan kehidupan yang layak juga lebih tinggi.

Selain indikator di atas, juga dapat dilihat dari kondisi rumah, sarana

dan prasarana lain yang lebih maju. Dimana rumah penduduk sudah banyak

yang permanen, kondisi jalan yang lebih baik, sarana pendidikan tersedia

sampai tingkat sekolah lanjutan pertama, juga sarana kesehatan dan yang

lebih penting lagi bahwa di lokasi inilah terletak tempat pendaratan ikan.

8.2.1. Keadaan Perumahan dan Kesehatan 8.2.1.1. Status Pemilikan dan Keadaan Perumahan

Secara umum status kepemilikan rumah di Kelurahan Lappa adalah

milik sendiri yaitu sekitar 91,80%, yang lainnya adalah kontrak dan

menumpang di rumah keluarga (Tabel 63). Bentuk rumah masih lebih

banyak yang berbentuk rumah panggung (60,66%) dibanding dengan non

panggung/ permanen (39,34%). Namun demikian, rumah-rumah permanen

sudah banyak yang dibangun dan didesain seperti rumah permanen di kota

Page 262: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 216

besar dengan peralatan dan isi rumah yang mewah. Luas bangunan

bervariasi dari yang kurang 100 m² sampai lebih besar dari 200 m².

Tabel 63. Persentase Bentuk, Luas dan Status Kepemilikan Rumah di Lappa

Bentuk Rumah % Luas (m²) % Status Rumah % Panggung Non Panggung

60,66 39,34

< 100 100 – 150 151 – 200 > 200

31,15 34,43 16,39 18,00

Milik Kontrak Menumpang

91,80 4,92 3,28

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

Bagian-bagian dari rumah seperti atap pada umumnya terbuat dari

seng (93,44%), namun sudah ada juga yang menggunakan genteng

(1,64%) dan asbes (3,28%), selebihnya terbuat dari bahan rumbia (1,64%).

Bahan untuk pembuatan dinding rumah sudah bervariasi, dimana sentuhan

rumah modern sudah mulai nampak karena jumlah rumah yang dindingnya

terbuat dari tembok (29,50%) sudah lebih dari setengah jumlah rumah yang

terbuat dari papan (50,82%). Selebihnya terbuat dari bambu, seng dan

tripleks (Tabel 64).

Tabel 64. Persentase Bahan Pembuatan Atap, Dinding dan Lantai Rumah di Lappa

Atap % Dinding % Lantai % Seng Rumbia Nipa Genteng Asbes

93,44 1,64 0,00 1,64 3,28

Tembok Papan Bambu Seng Tripleks

29,50 50,82 3,28 13,12 3,28

Tegel Keramik Papan Semen

13,12 6,56 63,93 16,39

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

Bahan pembuatan lantai rumah pada umumnya terbuat dari papan

(63,93%), selebihnya terbuat dari tegel teraso, semen dan keramik. Fasilitas

penerangan rumah sudah hampir seluruhnya menggunakan fasilitas PLN

(98,36%), selebihnya menggunakan lampu petromaks (Gambar 22).

Page 263: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 217

Gambar 22. Persentase pemanfaatan fasilitas penerangan rumah Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja

Coremap Sul-Sel, 2001.

8.2.1.2. Sumber Air Minum dan Fasilitas Kesehatan

Sumber air minum dari masyarakat Kelurahan Lappa diperoleh dari

Perusahaan Air Minum (PAM) cabang Sinjai (95,08%), yang menggunakan

air sumur hanya 4,92% (Gambar 23). Sarana kesehatan masyarakat yang

ada di Kelurahan Lappa adalah sebuah Puskesmas yang dipimpin oleh

seorang dokter umum dan dibantu oleh beberapa paramedis. Namun pada

kondisi tertentu, mereka bisa langsung ke rumah sakit umum kabupaten

karena jaraknya tidak terlalu jauh. Selain itu, sudah banyak juga masyarakat

yang menggunakan jasa dokter umum dan dokter spesialis yang berpraktek pada sore hari.

98%

2%

Lis trik P LN P etrom aks

Page 264: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 218

Gambar 23. Persentase Sumber Air Minum Masyarakat di Kelurahan Lappa Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja

Coremap Sul-Sel, 2001.

8.2.1.3. Sanitasi Lingkungan

Salah satu kelebihan dari lokasi ini adalah bahwa tingkat kesadaran

masyarakat akan pentingnya sanitasi lingkungan sudah lebih tinggi

dibanding dengan lokasi lainnya. Hal ini dapat dilihat pada tabel 65 dimana

pada umumnya masyarakat sudah memiliki sarana untuk buang air (kakus)

yaitu sekitar 73,77%, meskipun tetap masih ada yang memanfaatkan sungai

dan pantai untuk buang air besar, namun persentasenya lebih sedikit.

Tabel 65. Persentase Tempat Buang Air Besar dan Tempat Buang Sampah di Kelurahan Lappa

Tempat Buang Air Besar % Tempat Pembuangan Sampah % Kakus Sungai Pantai

73,77 11,48 14,75

Lubang Kontainer

Sungai Pantai

32,79 34,43 13,11 19,67

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja

Coremap Sul-Sel, 2001.

Tempat pembuangan sampah juga sudah tersedia berupa kontainer

dan sudah dimanfaatkan oleh masyarakat Lappa sekitar 34,43%, selebihnya

dibuang pada lubang yang telah disiapkan (32,79%), sedang yang

membuang sampah di sungai dan pantai persentasenya tinggal sedikit.

95%

5%

PAM Sumur

Page 265: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 219

8.2.2. Keadaan Ekonomi : Jenis dan Status Pekerjaan 8.2.2.1. Jenis Pekerjaan

Jenis pekerjaan dibagi atas 2 yaitu : pekerjaan utama dan pekerjaan

tambahan (Tabel 66). Pekerjaan utama masyarakat di Kelurahan Lappa

adalah yang bergerak dibidang perikanan (63,93%) yaitu sebagai nelayan

bagang, penongkol, pancing, purse seine, dan lain-lain. Selebihnya bekerja

sebagai pedagang, sektor jasa, pegawai negeri dan lain-lain. Selain

pekerjaan utama, ada juga diantara mereka yang mempunyai pekerjaan

tambahan sebagai pedagang (4,92%), selebihnya hanya bekerja pada satu

bidang pekerjaan saja.

Tabel 66. Persentase Jenis Pekerjaan Utama dan Pekerjaan Tambahan di Kelurahan Lappa.

Pekerjaan Utama % Pekerjaan Tambahan %

Perikanan Pedagang

PNS Jasa

Dan lain-lain

63,93 13,11 4,92 1,64

16,40

Perikanan Pedagang

PNS Jasa

Tidak ada

0,00 4,92 0,00 0,00

95,08 Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja

Coremap Sul-Sel, 2001.

8.2.2.2. Tingkat Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga

Tingkat pendapatan masyarakat di Kelurahan Lappa cukup bervariasi

mulai kurang dari Rp 500.000,- sampai di atas Rp 2 juta, namun persentase

tertinggi berada di antara Rp 500.000 hingga Rp 1 juta (36,07%), kemudian

di atas Rp 2 juta mempunyai persentase yang sama dengan jumlah

masyarakat yang berpendapatan di bawah Rp 500.000,- (Tabel 67).

Besar pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh setiap rumah tangga

di Lappa dibawah Rp500.000,-/bulan, sebanyakk 40,98% yang merupakan

persentase tertinggi, selanjutnya antara Rp 0,5 hingga Rp 1 juta,-/bulan dan

paling rendah persentasenya adalah pengeluaran di atas Rp 2 juta,-/bulan.

Page 266: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 220

Hal ini menunjukkan bahwa besarnya pendapatan mereka masih lebih tinggi

dibanding dengan besarnya pengeluaran, sehingga masih ada yang tersisa

untuk ditabung.

Tabel 67. Persentase Jumlah Pendapatan dan Pengeluaran di Kelurahan Lappa.

Pendapatan % Pengeluaran %

< Rp 500.000

Rp 0,5 – Rp 1 Juta

Rp 1,1 – Rp 1,5 Juta

Rp 1,6 – Rp 2 Juta

> Rp 2 Juta

26,23

36,07

6,55

4,92

26,20

< Rp 500.000

Rp 0,5 – Rp 1 Juta

Rp 1,1 – Rp 1,5 Juta

Rp 1,6 – Rp 2 Juta

> Rp 2 Juta

40,98

39,34

11,48

6,56

1,64

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

8.2.2.3. Tabungan dan Cara Mengatasi Kesulitan Keuangan

Secara umum, masyarakat di Kelurahan Lappa sudah mempunyai

simpanan (73,77%) ada yang berupa uang yang disimpan di Bank (81,97%)

dan ada juga yang menyimpan uangnya dalam bentuk emas (Tabel 68). Hal

ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya

menabung sudah tinggi, selain itu hal ini juga dapat menggambarkan tingkat

kesejahteraan masyarakatnya. Ini berarti bahwa dari jumlah pendapatan

yang mereka peroleh, masih bisa disisakan untuk ditabung atau disimpan.

Tingkat kesejahteraan juga dapat diukur dari seringnya mereka

mengalami kesulitan dalam hal keuangan. Persentase masyarakat yang

pernah mengalami kesulitan keuangan (37,70%) jauh lebih rendah dari yang

tidak pernah mengalami kesulitan (62,30%). Ini menunjukkan bahwa

keadaan kehidupan rumah tangga mereka cukup sejahtera. Bagi mereka

yang pernah mengalami kesulitan keuangan, mereka lebih banyak mencari

jalan keluarnya dengan meminjam di keluarga (39,33%), dan juga di bank

Page 267: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 221

(36,07%), selebihnya ada yang menggadaikan emasnya, menjual harta

simpanan, pinjam pada ponggawa, pinjam di koperasi dan ada juga yang

menarik kembali tabungannya.

Tabel 68. Persentase Jumlah Dan Bentuk Tabungan Dan Cara Mengatasi Kesulitan

Tabungan % Bentuk % Pernah Kesulitan % Cara Mengatasi

Kesulitan %

Ya Tidak

73,77 26,23

Bank Emas

81,97 18,03

Ya Tidak

37,70 62,30

Pinjam di bank Pinjam di keluarga Gadaikan emas Jual simpanan Pinjam di ponggawa Pinjam di koperasi Menarik tabungan

36,07 39,33 4,92 4,92 4,92 4,92 4,92

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

8.2.3. Keadaan Sosial Ekonomi 8.2.3.1. Perkembangan Umum Usaha Ekonomi Masyarakat

Secara umum, usaha ekonomi masyarakat di Kelurahan Lappa

meningkat dari tahun ke tahun, hal ini ditandai dengan semakin

meningkatnya jumlah rumah permanen, pembangunan rumah toko (ruko)

juga bertambah, dan jumlah anak-anak yang mengikuti pendidikan

ke jenjang yang lebih tinggi juga semakin bertambah.

Dari hasil wawancara yang lebih mendalam terhadap beberapa

responden, terungkap bahwa ada beberapa responden yang dahulunya

hanya bekerja sebagai pencatat hasil tangkapan yang didaratkan di PPI

Lappa, sekarang ini sudah mempunyai kapal penangkap ikan sendiri,

bahkan ada juga yang sudah jadi pedagang pengumpul, kemudian

membawa hasilnya ke Makassar untuk dijual pada eksportir. Selain itu

jumlah kepemilikan alat tangkap juga semakin bertambah, bahkan ada yang

mempunyai 8 buah perahu bagang.

Page 268: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 222

Sarana perekonomian lainnya yang cukup berkembang adalah

Koperasi Unit Desa (KUD) Lappa. KUD ini pernah meraih juara I Tingkat

Nasional, selain bergerak sebagai koperasi simpan pinjam, kemudian juga

sudah mempunyai sarana penunjang lain berupa WARTEL (Warung

Telekomunikasi).

8.2.3.2. Keterkaitan Kegiatan Ekonomi dan Keberadaan Terumbu Karang

Nelayan di Lappa pada umumnya bekerja sebagai nelayan bagang

perahu, apabila dikaitkan dengan prinsip kerja penangkapan pada alat yang

mereka gunakan, maka ikan yang mereka tangkap adalah ikan pelagis

sehingga dapat dikatakan bahwa kegiatan penangkapan ikan mereka tidak

berkaitan dengan terumbu karang. Akan tetapi, dari hasil wawancara yang

lebih mendalam mereka mengatakan bahwa aktivitas penggunaan bom dan

potas untuk menangkap ikan banyak dilakukan berdekatan dengan daerah

penangkapan mereka, maka meskipun mereka tidak mencari ikan

di ekosistem terumbu karang, namun pengaruh dari penggunaan bom dan

potas tersebut tentu juga akan berpengaruh pada ikan yang menjadi sasaran

tangkapan mereka.

8.2.3.3. Penguasaan Aset-aset Produksi dan Non Produksi

Hasil analisis data menunjukkan bahwa aset-aset produksi yang dimiliki

oleh masyarakat Kelurahan Lappa terbagi atas armada kapal dan alat

tangkap. Sekitar 67,21% dari responden telah memiliki kapal/perahu, dan

sisanya memiliki sampan, perahu layar dan jolloro (perahu motor). Tingkat

penguasaan terhadap aset produksi khususnya alat tangkap juga disurvei.

Alat tangkap terbanyak digunakan adalah Pancing (37,70%), Bagang

(29,51%), Purse Seine (14,75%) dan sisanya adalah Panambe, alat selam

Page 269: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 223

dan longline yang masing-masing sebesar 3,28%. Data lengkap tentang hal

ini disajikan pada tabel 69.

Aset non produksi dari masyarakat Lappa dapat dilihat dari kepemilikan

tanah, simpanan uang di bank dan simpanan di rumah berupa emas.

Meskipun aset non produksi tidak produktif akan tetapi dapat mereka

pergunakan sewaktu-waktu jika sangat mendesak.

Tabel 69. Penguasaan aset produksi di Kelurahan Lappa Armada % Alat tangkap %

Kapal/perahu 67,21 Pancing ulur 37,70 Perahu layer 14,75 Bagang 29,51

Jolloro 8,20 Purse seine 14,75 Sampan 1,64 Panambe 8,2

Dan lain-lain 8,20 Jaring Insang 3,28 Long line 3,28 Kompressor 3,28

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

8.3. Intensitas dan Kondisi Sumberdaya Terumbu Karang 8.3.1. Pandangan dan Sistem Pengetahuan Ekologis 8.3.1.1. Sistem Pengetahuan Tradisional

Seperti halnya dengan Pulau-pulau Sembilan (Kambuno, Burung Loe,

Batang Lampe dan Kanalo), di Kelurahan Lappa juga terdapat sistem

pengetahuan tradisional yang dianut oleh masyarakat nelayan yang

diajarkan turun temurun. Sistem pengetahuan tersebut adalah sistem

pengetahuan berupa nama-nama dan kondisi pulau di Indonesia yang sering

didatangi oleh para nelayan, nama dan lokasi taka, nama-nama lokal biota

laut serta lokasi penangkapan dan musim penangkapannya. Selain itu

pengetahuan tentang ilmu pelayaran dan peramalan kondisi cuaca

beberapa saat mendatang serta tanda-tanda yang ditunjukkan sebelumnya.

Page 270: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 224

* Pengetahuan Berkenaan Dengan Ruang/Tempat

Hasil survei pemahaman masyarakat nelayan yang dilakukan

di Kelurahan Lappa tentang manfaat terumbu karang disajikan pada

Tabel 70. Dari hasil tersebut memperlihatkan bahwa karang bagi nelayan

dipahami sebagai rumah ikan, tempat hidup ikan, perlindungan ikan, tempat

makan ikan, dan bahan bangunan.

Tabel 70. Persentase Pengetahuan Masyarakat Kelurahan Lappa Tentang Manfaat Terumbu Karang

Manfaat Terumbu Karang Persentase (%) Rumah Ikan 29,51 Tempat Ikan Hidup 29,51 Perlindungan Ikan 11,48 Tempat Ikan Makan 6,00 Bahan Bangunan 11,48 Tidak Tahu 12,02

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

Sebagian besar usaha penangkapan dilakukan di kawasan Pulau

Sembilan, hal ini terbukti dengan pengetahuan mereka tentang posisi dan

nama setiap taka. Selain itu, pada waktu-waktu tertentu nelayan Lappa juga

melakukan penangkapan di wilayah diluar kabupaten Sinjai, seperti Sulawesi

Tenggara, Maluku, Irian, Bulukumba dan Selayar. Lokasi-lokasi taka ini

diketahui dari nelayan yang telah berpengalaman melaut dan menjangkau

lokasi tersebut serta dari cerita-cerita sebelumnya.

* Pengetahuan Berkenaan Dengan Laut dan Isinya

Dari hasil survei didapatkan bahwa sangat sedikit pengetahuan

masyarakat tentang terumbu karang dan jenis-jenisnya kendatipun mereka

mengetahui manfaat karang dan mengenal dengan baik letak dan nama

lokasi karang di perairan Pulau-pulau Sembilan dan bahkan daerah lain

di luar kawasan tersebut.

Page 271: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 225

Pada karang tersebut hidup berbagai jenis biota yang berasosiasi

dengannya, seperti berbagai jenis ikan dan biota non ikan (lobster, kepiting).

Dalam pandangan nelayan, terdapat berbagai jenis biota karang yang dinilai

memiliki nilai ekonomi yang tinggi seperti sunu, kerapu, lencam, lobster dan

teripang.

Selain itu mereka juga mengenal ikan-ikan bernilai ekonomis yang

hidup di laut lepas, misalnya teri, kembung, cakalang, layang, yang

merupakan jenis ikan permukaan. Pemanfaatan ikan-ikan permukaan ini

terutama dilakukan oleh nelayan pancing, purse seine dan bagang.

Puncak musim penangkapan ikan-ikan permukaan di kawasan Pulau-

pulau Sembilan terjadi pada musim Barat, hal ini ditandai dengan datangnya

nelayan-nelayan dari luar Kabupaten Sinjai yang juga menggunakan alat

tangkap yang sama dengan masyarakat setempat. Puncak penangkapan

ikan permukaan dilakukan pada musim Barat, maka penangkapan ikan

dasar umumnya juga dilakukan pada musim yang sama. Nelayan dalam

melakukan penangkapan ikan dasar memanfaatkan tingkah laku (fish

behaviour) dari ikan tersebut, yaitu pada musim Barat ikan dasar melakukan

pergerakan dari perairan dalam ke perairan yang lebih dangkal untuk

melakukan pemijahan.

* Pengetahuan Berkenaan Dengan Pelayaran

Kepercayaan tentang hal gaib yang sering terjadi di dalam laut diyakini

oleh seluruh nelayan yang ada di Kabupaten Sinjai termasuk nelayan yang

berdomisili di Kelurahan Lappa. Sehubungan hal tersebut, maka antisipasi

yang dilakukan juga sama yaitu dengan memasang ijuk pada tiang utama

kapal yang dipercaya dapat menangkal semua hal-hal gaib tersebut.

Hal lain yang dipercaya adalah tidak baik melakukan penangkapan

pada hari Jumat, hal ini diyakini bahwa bila melakukan penangkapan pada

Page 272: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 226

hari tersebut dapat menimbulkan musibah. Hari tersebut nelayan tidak

melakukan aktivitas penangkapan melainkan umumnya melakukan aktivitas

perbaikan alat tangkap yang rusak, membersihkan bagian kapal serta

perawatan/pengecatan kapal.

Pengetahuan pelayaran dengan menggunakan tanda-tanda alam untuk

penentuan arah perahu baik di siang hari maupun di malam hari, juga

pengetahuan tanda-tanda alam yang merupakan peringatan bagi cuaca yang

akan dihadapi beberapa waktu mendatang merupakan pengetahuan yang

diajarkan turun temurun.

8.3.1.2. Pandangan Tentang Hak Atas Laut

Seperti halnya masyarakat nelayan pulau-pulau yang disebutkan

sebelumnya. Masyarakat nelayan Kelurahan Lappa juga menganut

pandangan yang melihat dan memahami laut serta isinya sebagai milik

semua orang; menganut adanya aturan adat yang mensahkan dan mengatur

pemilikan secara bersama serta menganut pandangan adanya penerapan

aturan formal.

Masyarakat nelayan Kelurahan Lappa memandang laut sebagai milik

bersama, dengan kata lain laut dapat dimanfaatkan oleh siapa saja yang

ingin mencari penghidupan. Hasil survei yang dilakukan pada masyarakat

di kelurahan ini diperoleh pendapat 100% yang mengatakan bahwa laut dan

segala isinya merupakan milik bersama. Pandangan ini merupakan suatu

bentuk umum yang dianut oleh semua nelayan di Sulawesi Selatan. Dengan

demikian, mekanisme kontrol terhadap wilayah perairan dapat dilakukan oleh

semua orang yang berkepentingan dengan laut.

Hasil survei yang didapatkan sehubungan dengan penggunaan bahan

yang dapat merusak terumbu karang adalah 88,52% setuju untuk dilarang,

dan 11,48% tidak setuju. Hasil survei ini mengindikasikan bahwa nelayan

Page 273: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 227

di Lappa sebagian besar mendukung peraturan pemerintah tentang hal

tersebut dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah.

Sangat disayangkan oleh nelayan bahwa banyaknya pihak yang

memiliki hak untuk mengeluarkan peraturan, menyebabkan banyaknya

peraturan yang tumpang tindih. Demikian pula dengan pengawasan

terhadap wilayah laut dan sanksi yang diberikan oleh aparat keamanan laut

sangat lemah. Hasil survei yang dilakukan di pulau ini sebenarnya sudah

banyak nelayan yang mengetahui tentang aturan pelarangan penggunaan

alat tangkap destruktif tersebut. Seperti diperoleh jawaban 40,98%

mengatakan mengetahui adanya peraturan pemerintah yang melarang

penggunaan bom dalam penangkapan ikan dan yang tidak mengetahui

sebanyak 59,02%. Sedangkan pelarangan penggunaan bahan beracun

(bius) sebanyak 34,43% yang mengetahui dan yang tidak mengetahui

sebanyak 65,57%. Dalam kasus-kasus semacam ini, penegakan aturan

formal terlihat sangat lemah.

8.3.1.3. Pengetahuan Tentang Jenis-jenis Biota Laut Bernilai Ekonomi Tinggi

Pengetahuan tentang jenis-jenis biota laut yang bernilai ekonomi tinggi

oleh nelayan Kelurahan Lappa ini masih terbatas dibandingkan dengan

nelayan Pulau Kambuno dan nelayan pulau lain di sekitarnya yang banyak

mengetahui jenis-jenis biota laut yang bernilai ekonomi tinggi. Namun

mereka masih mengetahui beberapa jenis biota laut yang bernilai ekonomi

seperti ikan sunu dan kerapu. Jenis ikan yang mahal adalah ikan kerapu

khususnya kerapu tikus. Sedangkan untuk jenis non ikan yang bernilai

ekonomi tinggi yang mereka ketahui seperti udang/lobster, dan teripang.

Page 274: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 228

8.3.1.4. Pandangan Tentang Kelangkaan Sumberdaya dan Prinsip-prinsip Konservasi

Seperti halnya di pulau-pulau yang disebutkan sebelumnya, sebagian

masyarakat nelayan Lappa menganggap bahwa telah terjadi penurunan

jumlah populasi biota bernilai ekonomis di perairan sekitar Pulau-pulau

Sembilan. Hasil survei yang dilakukan terhadap nelayan Kelurahan Lappa

tentang kondisi hasil tangkapan di perairan Pulau-pulau Sembilan

didapatkan 51,28% yang mengatakan hasil tangkapan menurun, 7,70%

mengatakan meningkat dan 25,64% mengatakan tetap serta 15,38% tidak

tahu. Jenis ikan terutama ikan karang yang mengalami kemerosotan seperti

sunu, kerapu dan lain-lain. Sedangkan dari jenis biota non ikan yang

mengalami kemerosotan seperti teripang, dan udang/lobster.

Penurunan populasi ikan karang dalam berbagai jenis, terjadi sejak

meningkatnya permintaan dan harga ikan-ikan karang hidup. Namun secara

umum kemerosotan ini terutama disebabkan oleh penggunaan bom dan

bahan potas oleh sebagian nelayan yang tidak bertanggungjawab yang

mengakibatkan terbunuhnya ikan-ikan kecil dari semua jenis, selain itu juga

merusak dan mematikan terumbu karang. Hasil survei yang dilakukan

di pulau ini tentang penyebab kelangkaan sumberdaya tersebut adalah

12,82% yang mengatakan penyebabnya adalah bom; bius 25,65%, trawl

7,69%, banyaknya nelayan 7,69%, bukan musim 12,82%, dan yang tidak

tahu 33,33%.

Prinsip-prinsip konservasi terhadap pengelolaan sumberdaya laut

di Kelurahan Lappa juga seperti pada Pulau-pulau Sembilan yaitu masih

sangat sulit untuk dilaksanakan. Karena di kelurahan ini merupakan tempat

pendaratan ikan dan merupakan lalu lintas kapal/perahu yang akan

mendaratkan hasil tangkapannya. Motivasi mereka sama seperti pada

umumnya nelayan yaitu ketika tangkapan ikan kurang, nelayan mempunyai

Page 275: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 229

prinsip bahwa apapun yang ditemukan di laut yang diperkirakan mempunyai

sedikit atau banyak nilai ekonomi, semuanya dipungut dan dimasukkan

ke dalam perahunya, guna menutupi biaya operasional dan memenuhi

kebutuhan sehari-hari.

8.3.2. Jenis dan Intensitas Pemanfaatan Sumberdaya

Jenis sumberdaya laut yang dimanfaatkan oleh nelayan Kelurahan

Lappa antara lain adalah cakalang, kembung, lencam, tongkol, tenggiri.

Berdasarkan hasil survei, persentase jenis sumberdaya laut yang paling

banyak dimanfaatkan oleh nelayan Kelurahan Lappa adalah cakalang

(15,79%). Persentase jenis sumberdaya laut yang dimanfaatkan

di Kelurahan Lappa selengkapnya disajikan pada Tabel 71.

Tabel 71. Persentase Sumberdaya Laut (Ikan dan Non Ikan) yang Tertangkap di Kelurahan Lappa

Jenis sumberdaya laut Persentase (%) Cakalang 15,79 Layang 13,16 Lencam 13,16 Teri 9,00 Kembung 7,91 Tongkol 1,54 Tenggiri 5,26 Kerapu 2,63 Pepetek 2,63 Tembang 2,63 Pari 2,63 Beronang 2,63 Lobster 2,63 Kakap 2,63 Bui-bui 2,63 Kepiting 2,63 Udang 2,63 Bandeng 2,63 Sembulak 2,63 Cumi-cumi 2,63

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

Page 276: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 230

8.3.2.1. Teknologi Pemanfaatan

Untuk pemanfaatan sumberdaya laut, nelayan Kelurahan Lappa

menggunakan beberapa jenis alat tangkap seperti pancing (pole and Line),

panambe, bagang, jaring insang, alat selam, long line dan Purse seine.

(Tabel 69). Persentase tertinggi alat tangkap yang digunakan oleh nelayan

di Lappa ini adalah pancing sebesar 37,04%.

8.3.2.2. Metode Penangkapan

Metode/cara pengoperasion alat tangkap pancing, bagang, panambe,

jaring insang, alat selam, purse seine dan longline sama dengan yang

terdapat di pulau-pulau yang telah dijelaskan sebelumnya.

8.3.2.3. Lokasi Penangkapan

Lokasi-lokasi penangkapan yang menjadi tujuan penangkapan nelayan

Lappa antara lain Teluk Bone, Selayar, Kupang/Lombok dan Sulawesi

Tenggara. Selain dari daerah tersebut di atas, nelayan tersebut juga

melakukan penangkapan di sekitar taka yang terdapat di Pulau-pulau

Sembilan.

Berbeda dengan pulau-pulau yang telah disebutkan sebelumnya

dimana persentase daerah penangkapannya lebih banyak dilakukan di taka

sekitar Pulau-pulau Sembilan. Daerah penangkapan yang memiliki

persentase tertinggi yang dijadikan daerah penangkapan nelayan Lappa

adalah daerah Sulawesi Tenggara, khususnya daerah Kolaka yaitu sebesar

43,59%. Hal ini mungkin disebabkan oleh masih kurangnnya alat tangkap

lokal yang beroperasi di lokasi tersebut. Data selengkapnya disajikan pada

Tabel 72 berikut ini.

Page 277: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 231

Tabel 72. Persentase Daerah Penangkapan Nelayan Kelurahan Lappa

Daerah Penangkapan Persentase (%) Sulawesi Tenggara 43,59 Pulau-pulau Sembilan 25,64 Kupang/Lombok 12,82 Selayar 12,82 Teluk Bone 5,13

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

8.3.2.4. Waktu dan Musim Penangkapan

Waktu atau lama penangkapan nelayan Lappa juga bervariasi antara

di bawah satu minggu hingga di atas empat minggu. Puncak musim

penangkapan ikan nelayan di pulau ini antara bulan Oktober hingga April

atau bertepatan dengan datangnya musim Barat. Namun pada hari-hari

biasa di luar puncak musim penangkapan tersebut nelayan di pulau ini juga

tetap melakukan penangkapan di sekitar taka Pulau-pulau Sembilan.

Waktu/lama penangkapan nelayan Lappa kurang dari satu minggu memiliki

persentase tertinggi sebesar 68,41%. Persentase waktu/lama penangkapan

ikan disajikan pada Tabel 73.

Tabel 73. Persentase Waktu/lama Penangkapan Nelayan Kelurahan Lappa

Waktu/lama Penangkapan Persentase (%)

< 1 minggu 68,41 3 – 4 minggu 10,53 > 4 minggu 10,53 1 – 2 minggu 10,53

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

Jenis-jenis alat tangkap yang terdapat di Kelurahan Lappa mempunyai

variasi biaya operasional penangkapan antara satu alat dengan alat lainnya.

Biaya operasional berkisar antara ± Rp.500.000 sampai Rp. 2.000.000.

Biaya operasional penangkapan kurang dari Rp. 500.000 merupakan

Page 278: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 232

persentase biaya operasional tertinggi (53,84%). Persentase biaya

operasional dapat dilihat pada Tabel 74. Tabel 74. Persentase Biaya Operasional Penangkapan Nelayan

Kelurahan Lappa

Biaya Operasional (Rp) Persentase (%) < 500.000 53,84 500.000 – 1.000.000 30,77 1.600.000 – 2.000.000 10,26 1.100.000 – 1.500.000 5,13 > 2.000.000 0,00

Sumber : Hasil Analisis Data Primer, Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

8.3.3. Analisis Stakeholder 8.3.3.1. Stakeholder Internal

Lappa merupakan pusat pendaratan ikan (PPI) yang paling aktif

di pantai Timur Semenanjung Sulawesi Selatan. Ditempat ini bertemu

berbagai stakelolders baik yang datang dari luar maupun dari dalam

Kabupaten Sinjai. Sebagian besar para pemodal/ ponggawa darat dari

berbagai usaha yang berada di Lappa maupun di Pulau Sembilan bertempat

tinggal di wilayah ini.

Berbeda dengan ponggawa darat, para ponggawa laut yang

bertanggung jawab pada pelaksanaan usaha, berasal dari berbagai tempat,

misalnya untuk ponggawa laut bagang dengan dua perahu umumnya

bermukim di Pulau Burung Loe. Ponggawa laut usaha penyelaman teripang

dan pemancing kerapu/sunu umumnya bermukim di Pulau Kambuno.

Ponggawa Laut yang bermukim di Lappa umumnya menjalankan usaha

Purse Seine, Pole and Line, serta Bagang dengan satu perahu.

Page 279: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 233

Para sawi yang sangat berperan dalam kelancaran usaha

penangkapan ikan juga memilih usaha dimana mereka tinggal. Para sawi

yang ikut pada usaha yang berbasis di Lappa, umumnya bermukim di Lappa.

Stakeholder internal yang berperan dalam kegiatan pendaratan dan

pemasaran ikan umumnya bekerja sebagai pencatat hasil penjualan ikan,

penarik gerobak bagi pengangkutan ikan di darat, dan penyedia sarana es

curai. Sedangkan para pembeli ikan yang berasal dari Lappa adalah pembeli

ikan untuk tujuan pengolahan ikan asin kering.

Peranan stakeholders internal dalam pelestarian sumberdaya

perikanan termasuk didalamnya pelestarian terumbu karang masih sangat

kurang. Salah satu contoh adalah orang yang banyak mengerti tentang

pelestarian terumbu karang hanyalah para tokoh masyarakat dan pegawai

pemerintah. Masyarakat di Lappa hanya tahu bahwa ada pelarangan

penggunaan bom dan bius pada upaya penangkapan ikan, tetapi mereka

belum menyadari manfaat pelarangan tersebut.

8.3.3.2. Organisasi dan Potensi Konflik

Secara umum organisasi nelayan yang secara khusus bergerak dalam

pengelolaan sumberdaya laut yang ditemukan di Kelurahan Lappa juga

berupa organisasi tradisional ponggawa-sawi. Organisasi ponggawa-sawi

adalah organisasi kerja nelayan yang terdapat di semua masyarakat

nelayan. Ikatan di antara kedua unsur pembentuknya yaitu ponggawa dan

sawi sering kali diartikan oleh sebagai suatu bentuk eksploitasi yang menjadi

penyebab miskinnya sebagian besar kaum nelayan. Namun organisasi

bentukan pemerintah atau lembaga Non-pemerintah yang telah pernah ada

belum mampu menggantikan ikatan yang terbentuk di antara keduanya.

Potensi konflik terbesar terdapat di Kelurahan Lappa karena menjadi pusat

Page 280: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 234

perdagangan dan transportasi darat ke Pulau-pulau Sembilan yang

melibatkan banyak stakeholder.

8.4. Sistem Pengolahan Pasca Panen dan Pemasaran Hasil 8.4.1. Jenis dan metode Pengolahan Pasca Panen di Kelurahan

Lappa

Jenis dan metode pengolahan pasca panen yang banyak dilakukan

di daerah ini sesuai dengan jenis hasil tangkapan yang banyak didaratkan.

Ikan yang ditangkap dengan menggunakan bagang terdiri dari ikan-ikan

kecil, yaitu teri, layang, kembung dan berbagai ikan pelagis lainnya.

Umumnya ikan jenis ini tidak dijual segar, melainkan diolah terlebih dahulu

menjadi ikan teri. Ikan-ikan yang ditangkap oleh Purse Seine terdiri atas

ikan-ikan pelagis yang ukurannya lebih besar dari hasil tangkapan oleh

bagang. Hasil tangkapan Purse Seine umumnya dijual dalam bentuk segar

yang didinginkan dengan cara pemberian es. Hasil tangkapan Pole and Line

berupa ikan cakalang segar yang sebagian diolah dengan cara pendinginan

oleh es, sedangkan ikan yang masih bermutu ekspor diolah dengan cara

pembekuan. Hasil tangkapan alat-alat yang kecil, seperti gill net, jaring

lempar, sero, dan pancing ulur, umumnya dijual eceran langsung oleh

nelayan di PPI Lappa.

8.4.1.1. Jenis Produk

Sebagaimana yang dijelaskan pada sub bab terdahulu bahwa produk

yang dihasilkan nelayan yang berlokasi di Kelurahan Lappa adalah sebagian

besar ikan segar yang siap untuk dikonsumsi. Selain itu, sebagian hasil

tangkapan diolah menjadi ikan kering dan bahan untuk pakan ternak.

Page 281: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 235

8.4.1.2. Teknologi Pengolahan

Nelayan yang menggunakan alat tangkap purse seine, pole and line,

dan bagang rambo umumnya berada di lokasi penangkapan dalam waktu

yang cukup lama, sehingga sebagian besar nelayan tersebut melakukan

pengolahan hasil tangkapan dengan es selama berada di laut. Metode

pengolahan yang dilakukan terhadap ketiga hasil dari alat tangkap tersebut

sama dengan yang dilakukan oleh alat tangkap pancing ikan tongkol, yaitu

membawa es balok ke lokasi dan peti. Seluruh hasil tangkapan tersebut

dimasukkan dalam peti yang telah dilapisi dengan hancuran es balok

selanjutnya ikan dan hancuran es lagi, begitulah seterusnya. Sedangkan

hasil tangkapan dari alat tangkap sero, gill net, dan jaring lempar tidak

dilakukan kegiatan pengolahan. Hal ini disebabkan lokasi penangkapan dari

ketiga alat tangkap tersebut hanya di sekitar perairan Lappa.

8.4.1.3. Biaya dan Nilai Tambah dari Proses Pengolahan

Umumnya nelayan yang melakukan pengolahan hasil tangkapan

di lokasi penangkapan membawa es balok sebanyak 100 – 200 balok.

Besarnya jumlah es yang dibutuhkan terkait dengan lamanya waktu

penangkapan serta jumlah hasil tangkapan yang lebih besar dibanding

nelayan Pulau-pulau Sembilan. Dari hasil pengolahan terhadap hasil

tangkapan tersebut memberikan nilai jual yang cukup tinggi.

8.4.2. Pola dan Jalur Pemasaran 8.4.2.1. Mata Rantai Pemasaran

Pemasaran produk hasil tangkapan dapat dilakukan pada dua

tempat, yaitu penjualan di laut kepada kapal pengumpul hasil tangkapan

(pangnges) dan juga langsung ke pelelangan. Sebagian kecil produk yang

dibeli oleh para pangnges dipasarkan di daerah yang dekat dengan lokasi

Page 282: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 236

penangkapan, sedangkan bagian yang masuk ke pelelangan langsung dibeli

oleh para ponggawa dan eksportir. Ponggawa darat selanjutnya menjual

produk tersebut ke pasar lokal dan pasar di daerah lain, sedangkan yang

dibeli oleh para eksportir produk tersebut siap untuk di eksport kepada para

pemesan (gambar 24).

kebutuhan,keinginan produk pelelangan transaksi permintaan

pangnges ponggawa dan eksportir transaksi transaksi

Gambar 24. Tata Niaga Produk Pole and Line Sumber : Hasil Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

Produk yang dihasilkan oleh nelayan yang menggunakan alat tangkap

Purse Seine dan Bagang Rambo (gambar 25) umumnya dipasarkan

di pelelangan, dan juga sering terjadi transaksi di tengah laut yang dilakukan

oleh para pangnges. Produk tersebut juga diolah oleh para nelayan dengan

pengeringan dan juga dibeli langsung oleh pengumpul yang akan

menjadikan produk tersebut menjadi pakan ternak. Produk yang masuk

di pelelangan langsung diadakan transaksi dan umumnya dibeli oleh para

ponggawa darat untuk dijual selanjutnya di pasar lokal dan daerah lain, dan

para pappalele. Produk yang diolah oleh untuk bahan pakan ternak, dan

yang dikeringkan langsung dijual di pasar lokal.

pappalele pasar lokal antar daerah

transaksi

eksport

Page 283: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 237

Gambar 25. Tata Niaga Produk Purse Seine dan Bagang Rambo Sumber : Hasil Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

Produk-produk dari ketiga alat di atas umumnya hanya diperuntukkan

untuk pasar lokal dan para pappalele yang akan memasarkan secara

langsung kepada konsumen. Selain itu, produk itu diperuntukkan juga untuk

memenuhi kebutuhan keluarga, karena usaha tersebut adalah skala kecil

dan merupakan pekerjaan sampingan.

kebutuhan keluarga

Gambar 26. Tata Niaga Produk Sero, Gill Net, dan Jaring Lempar Sumber : Hasil Studi Sosial Ekonomi Pulau-pulau Sembilan, Pokja Coremap Sul-Sel, 2001.

8.4.2.2. Mekanisme Harga dan Metode Pembayaran

Penentuan harga dan metode pembayaran yang berlaku relatif sama

dengan nelayan di pulau-pulau lain. Ada yang dibayarkan secara tunai dan

ada juga yang dibayarkan secara kredit tergantung kesepakatan kedua

belah pihak. Harga yang berlaku sangat ditentukan oleh musim, dan

nilainya tidak ditentukan oleh penjual ataupun oleh pembeli tapi terjadi tawar

menawar atau harga yang berlaku saat itu. Saat terjadi banjir di sungai

yang disertai hujan, serta saat musim gelombang besar merupakan waktu

transaksi

diolah pengumpul bahan transaksi

produk pelelangan ponggawa Nelayan (Produsen)

pangnges

transaksi

pasar lokal antar daerah pappalele

Kebutuhan produk pasar lokal & pappalele

transaksi

Page 284: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 238

paceklik bagi nelayan sehingga kemungkinan harga pasaran untuk ikan

relatif mahal.

8.5. Faktor Eksternal dan Permasalahan Struktural Kelurahan Lappa 8.5.1. Faktor Eksternal

Maju dan berkembangnya suatu daerah bergantung pada berbagai

faktor baik merupakan internal pulau maupun di luar pulau Berbagai faktor

eksternal yang mempengaruhi tingkat pengelolaan sumberdaya hayati

perairan serta dampak lingkungannya dapat diuraikan sebagai berikut :

8.5.1.1. Kebijakan pemerintah bagi pengelolaan Sumberdaya perairan

Peranan aturan dan hukum sangat penting dalam hal ini pemerintah

untuk mengatur kegiatan penangkapan, seperti mengenai pemanfaatan

wilayah pesisir tertuang dalam undang-undang No. 9 tahun 1985 tentang

perikanan, undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang konservasi

sumberdaya hayati dan undang-undang No. 23 tahun 1997 tentang

pengelolaan lingkunga hidup dan undang-undang pariwisata No. 9 tahun

1990. Akan tetapi yang menjadi masalah adalah masih lemahnya

pelaksanaan peraturan dan undang-undang yang telah ada.

Undang-undang perikanan merupakan salah satu perangkat hukum

yang bertujuan mengatasi beberapa masalah dalam hal pencemaran dan

kerusakan serta eksistensi sumberdaya perikanan. Di dalam undang-

undang tersebut disebutkan bahwa sumberdaya perikanan adalah modal

dasar pembangunan untuk mengupayakan peningkatan kesejateraan dan

kemakmuran rakyat. Pada pasal 6 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap orang

atau badan hukum dilarang melakukan kegiatan penangkapan dan

pembudidayaan ikan-ikan dengan menggunakan bahan-bahan dan/atau alat

Page 285: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 239

yang dapat membahayakan kelestarian sumberdaya ikan dan

lingkungannya.

Salah satu kebijakan pemerintah daerah yang juga mempunyai kaitan

dengan pengelolaan laut adalah pewilayahan komoditas. Kebijakan ini

ditempuh untuk memadukan antara faktor-faktor keserasian, pasar, industri

dan sarana penunjang lainnya. Berdasarkan faktor-faktor tersebut

di tetapkan komoditas andalan yang dapat dikembangkan pada suatu

wilayah tertentu . Untuk Kabupaten Sinjai komoditas perikanan andalannya

adalah ikan sunu, teripang, jenis ikan karang, tongkol, cakalang, pepetek,

layang dan lainnya.

Untuk dapat menindaklanjuti kondisi tersebut pemerintah daerah

Kabupaten Sinjai telah membuat rancangan peraturan daerah tahun 2001

tentang retribusi izin usaha kelautan dan perikanan dan kegiatan

penangkapan dan pemanfaatan lainnya. Usaha perikanan yang membayar

retribusi adalah usaha penangkapan, usaha budidaya, dan usaha

pengolahan. Usaha penangkapan terdiri dari alat tangkap bagang, dan

penggunaan perahu motor dan kapal motor. Usaha pembudidayaan terdiri

dari jenis algae, ikan, crustacea, molusca, amphibia dan reptilia. Sedang

usaha pengolahan terdiri dari pengeringan, pengasapan, penggaraman,

pindang dan dendeng. Besarnya retribusi untuk bagang tancap adalah

Rp 25.000,- pertahun da retribusi bagang apung adalah Rp 100.000,-/tahun,

sedang retribusi perahu motor ukuran kurang 2,5 GT dan antara 2,5-5 GT

adalah Rp 20.000,- dan Rp 30.000/tahun. Retribusi kapal motor berukuran

kurang dari 2,5 GT dan 2,5-5 GT masing-masing sebesar Rp 30.000,- dan

Rp 50.000,-/tahun.

Jumlah retribusi bidang perikanan budidaya laut dan perairan umum,

jenis algae yang luas kurang dari 1 ha adalah Rp 50.000,- , 1 - 3 ha adalah

RP 75.000,- sedang jenis ikan, udang dan binatang lunak untuk luas karang

Page 286: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 240

kurang dari 1 ha retribusinya masing-masing Rp 65.000, Rp 70.000, dan

Rp 55.000,- untuk luas 1-3 ha, masing-masing Rp 75.000, Rp 80.000, dan

Rp 75.000,- sedangkan yang luas 3-5 ha, besar retribusinya masing-masing

Rp 85.000,- Rp 90.000,- dan Rp 80.000,- per unit per tahun.

Untuk usaha pengolahan, besar retribusi ditentukan oleh jenis kegiatan.

Usaha pengeringan dan pengasapan besar retribusi per unit usaha

per tahun, masing-masing RP 40.000,- per unit per tahun sedang besar

retribusi usaha penggaraman adalah Rp 40.000,- per unit per tahun sedang

besar retribusi usaha pindang dan dendeng sama yaitu Rp 25.000,- per unit

per tahun.

Sedangkan dampak otonomi daerah terhadap ekstraksi sumberdaya

berdasarkan peraturan pemerintah No. 25 tahun 2000, kewenangan propinsi

di bidang kelautan ada lima yaitu :

a. Penataan dan pengolahan perairan di wilayah laut propinsi

b. Eksploirasi, eksplotasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut

sebatas wilayah kewenangan propinsi

c. Konservasi dan pengolahan plasma nutfah spesifik lokasi serta suaka

perikanan di wilayah laut kewenangan propinsi

d. Pelayanan izin usaha pembudidayaan dan penangkapan ikan pada

perairan laut di wilayah laut kewenangan propinsi

e. Pengawasan pemanfaatan sumberdaya ikan di wilayah laut kewenangan

propinsi.

Kriteria kewenangan propinsi :

a. Pelayanan lintas kabupaten

b. Konflik kepentingan antar kabupaten /kota

Batas kewenangan di laut

a. Propinsi : 4-12 mil

b. Kabupaten : 0-4 mil

Page 287: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 241

Fungsi Dinas Perikanan dan Kelautan adalah pengaturan, pelayanan

dan pembinaan. Maka perlu ada aturan dari pemerintah untuk membatasi

pemanfaatan sumberdaya laut yang berlebihan. Menurut nelayan bahwa hal

ini perlu dilakukan, dimana jawaban responden pada Kelurahan Lappa setuju

80% dan 20% menjawab tidak setuju.

Dengan tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan nelayan

mempunyai wawasan yang sempit tentang bagaimana sebenarnya

memanfaatkan sumberdaya laut. Dengan padatnya kegiatan sehari-hari

menyebabkan nelayan tidak mempunyai waktu untuk belajar, karena

umumnya nelayan memanfaatkan waktunya untuk bekerja dan beristirahat

setelah melaut. Akibatnya dari kurangnya pengetahuan nelayan tentang

daerah perlindungan ikan . Hal ini ditunjang dari hasil wawancara yang

menyatakan bahwa 93,44% tidak tahu tentang peranan perlindungan area

penangkapan. Ada sebanyak 4,92% yang tidak setuju dan 1,64% yang

setuju. Hal ini memberikan indikasi bahwa hanya sedikit nelayan yang

mengetahui area perlindungan ikan.

Penangkapan ikan oleh nelayan Kelurahan Lappa dilakukan hampir

setiap hari dalam sebulan. Hal ini terjadi karena bagi usaha swasta terutama

profesi nelayan, apabila tidak melaut berarti tidak memperoleh nafkah untuk

menghidupi keluarga. Hal ini sangat dirasakan oleh nelayan yang berstatus

sawi. Oleh sebab itu dalam upaya pelestarian sumberdaya, 60,67%

responden Lappa tidak setuju bila dilakukan penutupan musim

penangkapan, hanya 19,67% yang menyatakan setuju dan sisanya 19,67%

menjawab tidak tahu.

Pengetahun nelayan tentang ukuran ikan yang sebaiknya ditangkap

masih sangat terbatas. Hal ini disebabkan karena nelayan hanya berpikir

bagaimana menangkap ikan sebanyakk-banyaknya untuk memperoleh

penghasilan yang banyak. Mengenai ukuran ikan yang dewasa dan masih

Page 288: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 242

muda sebagian nelayan belum bisa membedakan. Hal ini didukung oleh

hanya wawancara yang menyatakan bahwa 19,67% tidak setuju adanya

adanya pembatasan ukuran ikan yang ditangkap sedangkan yang setuju

22,95% dan tidak tahu sekitar 57,38%. Nelayan yang setuju dengan

pembatasan ukuran ikan yang ditangkap diduga diperoleh dari nelayan yang

berpendidikan tinggi dan sudah biasa mendengar tentang hal ini.

Kesadaran tentang pentingnya pelestarian lingkungan sangat

dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman seseorang . Sebab dengan

mengetahui dan mengalami bagaimana pengaruh kerusakan sumberdaya

terhadap hasil tangkapan, maka seseorang akan berhati-hati agar

kerusakan tidak terjadi lagi. Hal ini didukung oleh hasil wawancara yang

menyatakan bahwa, 88,52% nelayan responden setuju pelarangan

pengoperasian alat tangkap yang merusak namun demikian masih ada

sebanyak 11,48% nelayan yang menyatakan tidak tahu.

Pelanggaran yang dilakukan terhadap peraturan atau perundang-

undangan beresiko adanya sanksi. Untuk menyatakan sanksi terhadap

pelanggar diperlukan suatu proses yang memerlukan banyak waktu. Sanksi

yang diberikan tentunya bergantung dari kadar pelanggaran yang dilakukan.

Mengenai sanksi terhadap pelanggaran ternyata 42,62% menyatakan

tidak perlu kemudian sebanyak 37,71% nelayan menyatakan ada

pelanggaran dan hanya 19,67% menyatakan tidak tahu. Tentang perlunya

diberikan sanksi terhadap pelanggaran ternyata 34,43% yang setuju

diberikan sanksi dan ada 65,57% nelayan Lappa tidak tahu tentang adanya

sanksi bagi pelanggar. Hal ini membuktikan bahwa sebagian dari

pelanggaran aturan tidak terkena sanksi.

Kerusakan lingkungan laut dapat dilakukan oleh penduduk lokal dan

dari pendatang. Hasil wawancara menyatakan bahwa sebagian besar

Page 289: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 243

nelayan Kelurahan Lappa tidak tahu dari mana asal perusak. Tetapi bila

dilihat dari sebagian masyarakat yang mengetahui, menyatakan bahwa ada

27,87% nelayan menyatakan perusak dari luar dan 16,39% menyatakan

perusak dari dalam. Selebihnya tidak memberi penjelasan.

8.5.1.2. Pasar permintaan Produk Hasil Perikanan

Setiap kegiatan produksi baik kegiatan penangkapan, pengolahan, dan

lainnya maka yang bisanya menjadi kendala adalah pasar dari produk yang

dihasilkan tersebut. Jenis pasar produk hasil perikanan berupa jalur

distribusi, segmentasi pasar maupun daya serap pasar secara langsung

mempengaruhi aktivitas penangkapan bagi masyarakat nelayan di Lappa,

semakin tinggi daya serap pasar dan kemudahan untuk mengaksesnya

maka semakin bergairah masyarakat untuk melakukan penangkapan.

Masyarakat nelayan Lappa, seperti halnya masyarakat lain di Pulau-

pulau Sembilan umumnya dipengaruhi oleh kegiatan dari pedagang lokal,

pedagang antar pulau, kegiatan eksportir, serta aktivitas pelelangan (PPI)

dalam dinamika kegiatan pemasaran hasil perikanan. Mudahnya masyarakat

Lappa dalam mengakses pasar (walau dalam batas tertentu) seperti

hubungan dengan ponggawa darat di Sinjai dan eksportir ikan

di Makassar juga turut mempengaruhi. Umumnya masyarakat nelayan Lappa

dapat menjual langsung hasil tangkapannya ke ponggawa di pulau Kambuno

sendiri atau ke PPI Lappa dan eksportir ikan di Makassar.

Berbagai jenis komoditas unggulan yang dihasilkan oleh masyarakat

nelayan Lappa diantaranya ikan Tuna, Cakalang, teripang dan ikan sunu

sangat diminati konsumen baik pasaran lokal, nasional maupun

internasional. Untuk jenis teripang biasanya dijual dalam bentuk olahan

maupun segar sementara ikan karang walaupun biasanya dijual dalam

bentuk segar atau telah dikeringkan tapi akan lebih tinggi lagi nilai jualnya

Page 290: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 244

bila dapat dijual dalam kondisi masih hidup. Hasil komoditas unggulan

tersebut biasanya ditawarkan dengan harga yang lumayan bergantung

kondisi pasar

Kondisi pasar permintaan hasil perikanan ini mendorong nelayan

untuk melakukan penangkapan secara berlebihan khususnya untuk

komoditas tertentu. Hal ini terindikasi dari daerah penangkapan yang

semakin jauh dari perairan Pulau-pulau Sembilan. Nelayan penyelam

teripang biasanya beroperasi sampai ke daerah Kendari, daerah Selat

Makassar dan Maluku. sementara penangkapan ikan karang lebih

cenderung untuk melakukan kegiatan pemboman ikan dan pembiusan. Hal

ini dilakukan karena menurut mereka lebih efektif, bahkan pembiusan akan

menghasilkan tangkapan yang menguntungkan. Dengan metode pembiusan

biasanya ikan hanya akan pingsan sementara dan tidak mengalami luka

yang biasanya diakibatkan oleh pancing. Sehingga hasil tangkapan dengan

menggunakan bius mempunyai harga jual yang lebih tinggi dibandingkan

dengan menggunakan pancing karena hasil tangkapan ikan mempunyai

penampakan dan kondisi tubuh yang relatif lebih baik. Serta lebih murah

dalam hal pembiayaan operasional penangkapan dibandingkan jumlah hail

yang diperoleh.

8.5.1.3 Teknologi Penangkapan dan Akses Permodalan

Tingkat teknologi pemanfaatan sumberdaya perairan yang

berkembang utamanya teknologi penangkapan yang diadopsi dan

berkembang di masyarakat nelayan Lappa, sangat mempengaruhi tingkat

kemampuan pemanfaatan oleh masyarakat. Karena semakin tinggi tingkat

teknologi yang digunakan oleh masyarakat maka semakin tinggi pula tingkat

kemampuan masyarakat untuk menghasilkan tangkapan ikan. Selain tingkat

kemampuan teknologi, maka kemampuan masyarakat untuk mengakses

Page 291: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 245

permodalan juga merupakan salah satu faktor eksternal yang juga turut

mempengaruhi kegiatan penangkapan karena hal ini berkaitan dengan

pembiayaan usaha penangkapan.

Dari hasil survei yang dilakukan di Kelurahan Lappa terdapat berbagai

jenis alat tangkap yang dioperasikan oleh masyarakat nelayan Lappa yang

umumnya adalah ponggawa dari nelayan-nelayan tangkap (sawi yang

berada di pulau-pulau Sembilan. Bila dibandingkan dengan masyarakat

Pulau-pulau Sembilan lainnya, daerah Kelurahan Lappa yang paling

banyak mengoperasikan alat tangkap baik dari segi jumlah armada maupun

jenis alat yang dioperasikan. Jenis-jenis alat dan metode penangkapan yang

dilakukan oleh masyarakat nelayan Lappa adalah pole and line bagang

perahu, pancing ikan kerapu, penyelam teripang, jaring cantrang, pancing

tonda, panambe, bubu, penggunaan potas dan bom. Apabila dilihat dari

keanekaragaman alat tangkap maka masyarakat Lappa telah banyak

mengadopsi teknik penangkapan dibandingkan dengan masyarakat pulau-

pulau di Kepulauan Sembilan. Seperti contohnya Pulau Batang Lampe dan

Kanalo yang umumnya hanya mengenal penyelaman teripang dan kurang

mengalami dinamika perkembangan teknologi alat tangkap. Hal ini

dikarenakan Kelurahan Lappa adalah tempat pendaratan utama bagi hasil

tangkapan masyarakat Kepulauan Sembilan. Hal mana tentunya memiliki

aksebilitas yang lebih tinggi dibandingkan pulau-pulau lain dalam

mengadopsi teknologi dan modifikasi alat tangkap. Contoh dari

perkembangan teknologi penangkapan pada nelayan penyelam teripang.

Dulunya penyelam teripang hanya beroperasi di sekitar perairan Pulau-pulau

Sembilan dengan menggunakan peralatan sederhana sekarang ini daerah

operasi sudah semakin jauh sampai ke perairan Sulawesi Tenggara bahkan

ke perairan Irian dengan menggunakan alat yang relatif lebih moderen

seperti masker, tabung oksigen, kompresor, serta dapat dilakukannya

Page 292: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 246

penyelaman pada malam hari yang dulunya tidak dapat dilakukan karena

adanya keterbatasan peralatan. Dan menurut sebgian responden diperoleh

informasi bahwa ada yang telah menggunakan alat Fish finder yang mereka

sebut dengan istilah satelit, terutama untuk mengetahui keberadaan dari

posisi rumpun yang hanyut di perairan.

Dari segi akses permodalan masyarakat nelayan Lappa juga relatif

lebih maju dibandingkan dengan masyarakat lain di Kepulauan Sembilan.

Dari hasil survei dijumpai bahwa sebagian masyarakat nelayan di Kelurahan

Lappa bertindak sebagai ponggawa bagi nelayan dari pulau lainnya seperti

sebagian besar masyarakat nelayan Pulau-pulau Sembilan. Ponggawa

di Kelurahan Lappa mempunyai ponggawa besar di Sinjai atau Makassar

yang bertindak sebagai orang yang memberikan bantuan permodalan.

Bantuan permodalan itu diberikan oleh ponggawa kepada nelayan dengan

konsekwensi harus menjual hasil tangkapannya ke ponggawa tersebut .

Berdasarkan hasil survei ternyata kehidupan nelayan ponggawa yang

mendapat dukungan permodalan usaha dari ponggawa besar

di Makassar umumnya mempunyai tingkat kehidupan yang lebih tinggi, bila

dibandingkan dengan nelayan yang tidak mempunyai akses permodalan.

Perbedaan ini cukup menyolok dan dapat menimbulkan benih konflik internal

bagi masyarakat, yang mana timbul karena kecemburuan sosial.

8.5.2. Kesesakan dan Konflik pemanfaatan sumberdaya.

Dengan adanya motorisasi dan perubahan teknologi dan penangkapan

dari penggunaan alat sederhana ke penggunaan alat tangkap modern

berpotensi kompleks. Hal ini terjadi karena umumnnya alat tangkap nelayan

lokal, masih sederhana, sedangkan alat tangkap nelayan pendatang lebih

modern. Dengan alat tangkap modern maka hasil tangkapan lebih banyak

dan waktu penangkapan tidak dipengaruhi oleh keadaan alam. Sebagai

Page 293: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 247

contoh adalah penggunaan alat tangkap bagang perahu yang menggunakan

listrik kapasitas besar (bagang Rambo) dan alat tangkap bagang perahu

yang menggunakan lampu petromaks. Alat tangkap bagang Rambo

ukurannya lebih besar dan cahaya lampu lebih menyebar, sehingga hasil

tangkapan lebih banyak karena ikan yang tertangkap umumnya bersifat

tertarik dengan cahaya.

Dengan lokasi penangkapan yang berdekatan , menyebabkan hasil

tangkapan nelayan lokal akan lebih sedikit. Akibat selanjutnya adalah

apabila hasil tangkapan tidak menguntungkan, maka ada kemungkinan

nelayan lokal berpindah tempat atau mengganti alat tangkap jenis lain. Hal

yang paling mudah adalah berpindah tempat. Akan tetapi apabila mereka

berpindah tempat, ternyata hasil yang diperoleh sama saja atau bahkan lebih

rendah lagi maka akan menimbulkan rasa cemburu dan bisa menimbulkan

konflik antara nelayan lokal dan pendatang.

Pada musim tertentu, yaitu musim penghujan di pantai Barat (selat

Makassar) sebagian nelayan berpindah ke daerah perairan Sinjai. Dengan

banyaknya alat tangkap yang digunakan menyebabkan hasil tangkapan yang

menurun dan berpengaruh terhadap pendapatan nelayan. Kelompok nelayan

yang paling terpengaruh adalah sawi. Pengaruhnya terhadap kehidupan

nelayan adalah terjadinya perpindahan sawi dari alat tangkap yang kurang

produktif ke alat tangkap yang lebih produktif. Dengan adanya perpindahan

ini menyebabkan alat tangkap yang kurang produktif kekurangan sawi.

Sebagai akibatnya adalah mengganti alat tangkap yang lebih produktif.

Dengan keadaan ini potensi konflik antara ponggawa bisa terjadi yaitu saling

berebut sawi.

Dengan adanya permintaan hasil laut dari luar negeri menyebabkan

terjadinya persaingan antara ponggawa darat. Siapa yang mampu

memberikan modal yang banyak kepada nelayan, maka dia akan unggul.

Page 294: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 248

Pengaruh persaingan ponggawa darat terhadap nelayan adalah bagaimana

mengubah status, karena bila berubah status maka pendapatan yang

diperoleh lebih besar. Dengan adanya perubahan status dari sawi menjadi

juragan maka ia akan membutuhkan tambahan sawi. Hal ini akan

menimbulkan konflik antara perubahan status dan kekurangan tenaga kerja

sawi.

8.5.2.1. Lembaga Ekonomi dan lembaga Eksternal lain.

Lembaga-lembaga ekonomi yang mempengaruhi pemanfaatan

sumberdaya laut yang dilakukan oleh masyarakat Kelurahan Lappa adalah :

Pangkalan pendaratan ikan (PPI), koperasi, bank dan ikatan ponggawa-sawi.

PPI Lappa adalah pangkalan pendaratan ikan yang dbangun pada

tahun 1992 dengan dana Rp. 718.111.000,-. PPI ini selain dikunjungi oleh

kapal-kapal penangkap dari peraiaran Sinjai dan sekitarnya juga dari daerah

lain di Sulawesi Selatan dan Tenggara.

Jumlah kapal yang berlabuh setiap hari sangat dipengaruhi oleh

musim, pada musim Timur (April-September) jumlah kapal yang berlabuh

sekitar 96 unit per hari, sedang pada musim Barat (Oktober hingga Maret)

jumlah kapal yang berlabuh 130 unit per hari. Jumlah ikan yang didaratkan

tahun 1999 adalah 2469 ton dengan nilai Rp. 6.005.358.812,- dibanding

tahun 1998 hanya 865 ton, berarti ada kenaikan sebanyakk 1604 ton.

Jumlah retribusi yang dipungut adalah sebesar Rp. 288.340.800,- menurut

perundang-undangan di bidang Perikanan tahun 1990 ada tujuh fungsi PPI

salah satu fungsinya adalah tempat pemasaran dan distribusi hasil

tangkapan. PPI Lappa pada kenyataannya merupakan tempat pendaratan

ikan oleh nelayan yang dijemput oleh ponggawa yang menawarkan dan

menjual ikan kepada pengecer, transaksi dan harga ditentukan oleh

ponggawa.

Page 295: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 249

Peranan aparat pelelangan adalah mencatat jumlah ikan yang

didaratkan yang nilai produksinya untuk perhitungan iuran daerah.

Sungguhpun demikian, ada keluhan yang diutarakan oleh para ponggawa

yaitu tingginya retribusi yang harus mereka tanggun untuk pendaratan ikan

di PPI, yaitu sebesar 10% dari hasil penjualan, yang terbagi atas 5% retribusi

dan 5% untuk pencatat. Dengan sistem retribusi demikian porsi yang

diberikan oleh punggawa kepada para Sawi semakin kecil.

Koperasi unit desa adalah lembaga ekonomi yang cukup berperan

dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari nelayan. Peranan yang lain dari

koperasi adalah sebagai penghimpun dan penyalur sarana produksi serta

diharapkan berperan aktif dalam kegiatan pemasaran hasil-hasil perikanan.

Berfungsinya koperasi dalam kegiatan pemasaran akan menciptakan

iklim yang lebih menguntungkan, sehingga pendapatan nelayan dapat

ditingkatkan menuju perbaikan hidup yang lebih baik. Namun demikian

kehadiran koperasi unit desa Mina Lappa belum sepenuhnya dapat dinikmati

oleh anggotanya. Hal ini disebabkan oleh usaha kegiatan KUD Mina Lappa,

hanya terbatas untuk melayani kebutuhan sehari-hari nelayan, baik berupa

kebutuhan konsumsi, maupun kebutuhan BBM. Usaha lain yang dilakukan

adalah usaha simpan pinjam dan warung telpon.

Dengan keterbatasan modal, usaha simpan pinjam hanya mampu

melayani pinjaman maksimum Rp 300.000,-. Tentunya jumlah ini sangat

kecil dibandingkan kebutuhan nelayan yang mencapai puluhan juta rupiah.

Penyebab lain yang menyebabkan KUD Mina Lappa sulit berkembang

adalah kurangnya keterampilan pengurus koperasi dalam mengelola

usahanya, apalagi dipinjam oleh sebagian nelayan, belum menyadari

sepenuhnya arti dan peranan koperasi dalam menunjang usaha mereka

sehingga tidak terdorong untuk memenuhi kewajibannya sebagai anggota.

Page 296: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 250

8.5.2.2. Pengamanan Perairan dan Penegakan Hukum

Aktivitas penangkapan yang meningkat terutama bagi komoditas

unggulan seperti teripang dan ikan-ikan karang didorong oleh tingginya

permintaan pasar (terutama pasar ekspor). Hal ini mendorong masyarakat

untuk menggunakan berbagai macam cara dalam upaya meningkatkan hasil

tangkapan . Penggunaan bom dan obat bius merupakan salah satu alternatif

yang digunakan oleh masyarakat untuk mendapatkan hasil yang lebih

banyak dan dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini menimbulkan implikasi

terhadap kelestarian lingkungan utamanya terumbu karang yang merupakan

tempat hidup ikan sekaligus mengancam kesinambungan usaha

penangkapan oleh masyarakat pulau itu sendiri, terutama masyarakat

nelayan tradisional yang menggunakan alat tangkap sederhana dan hanya

mampu menangkap di sekitar perairan Pulau-pulau Sembilan saja.

Kegiatan yang mengancam kelestarian akan terus terjadi apabila

tidak dilakukan tindakan pengamanan oleh pihak berwajib. Kegiatan

pengamanan akan berjalan efektif apabila disertai dengan tingkat kesadaran

lingkungan dari masyarakat terutama masyarakat nelayan. Salah satu

alasan dari masih adanya praktek penggunaan bom dan bius adalah

susahnya pemberantasan oleh pihak keamanan karena luasnya daerah

perairan dan kurang tegasnya aparat untuk menjatuhkan sanksi kepada

setiap pelanggar. Jadi untuk ke depan mungkin pengamanan perairan

terhadap praktek-praktek penangkapan yang merusak dapat dilakukan oleh

masyarakat sendiri. Untuk kawasan-kawasan pengamanan yang terbatas

pada daerah sekitar pulau saja sehingga akan berjalan lebih efektif.

8.5.3. Permasalahan struktural

Selain dari adanya berbagai faktor eksternal yang mempengaruhi

aktivitas pemanfaatan sumberdaya oleh nelayan terdapat berbagai macam

Page 297: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 251

permasalahan struktural yang terjadi dalam masyarakat nelayan Lappa.

Berbagai permasalah struktural itu diantaranya adalah :

• Adanya berbagai macam kepentingan dari berbagai stakeholder yang

berbenturan dengan kondisi dan realitas masyarakat seperti adanya

kegiatan pelestarian dengan kegiatan pemanfaatan yang merusak

seperti pengunaan bom dan obat bius. Keadaan yang kontradiktif ini

harus dicari solusi berupa penyadaran akan lingkungan alternatif

kegiatan penangkapan lain yang tidak merusak.

• Adanya berbagai program pemberdayaan masyarakat yang

berbenturan dengan rendahnya tingkat kemampuan masyarakat untuk

mengadopsi, yang disebabkan oleh tingkat pendidikan yang rendah.

• Adanya perbedaan yang menyolok antara masyarakat yang mempunyai

kemampuan modal yang lebih besar karena bantuan modal yang

diperoleh dari ponggawa tidak merata.

• Adanya tingkat kesadaran dan pemahaman hukum yang berbeda-beda

sehingga menimbulkan perbedaan antara masyarakat yang menerapkan

praktek-praktek yang merusak lingkungan dan yang ramah terhadap

lingkungan.

• Adanya sebagian masyarakat yang menggunakan bom dan bius

sementara ada yang tidak menggunakan. Hal ini akan menyebabkan

hasil tangkapan yang diperoleh juga berbeda yang dapat menimbulkan

kecemburuan sosial dan membawa pada dampak adanya konflik internal

di antara masyarakat.

• Kesadaran akan kesehatan lingkungan bagi masyarakat Lappa masih

relatif rendah

Page 298: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 252

8.6. Kesimpulan dan Rekomendasi dari Kelurahan Lappa 8.6.1. Kesimpulan

1. Masyarakat Lappa didominasi oleh nelayan dengan tingkat pendidikan

menengah.

2. Migrasi dan mobilitas penduduk cukup tinggi

3. Sistem kelembagaan formal maupun informal mulai baik.

4. Pengolahan yang dilakukan adalah pendinginan untuk produk ikan segar

dan pengeringan untuk bahan pakan ternak.

5. Harga produk ditentukan oleh ponggawa

8.6.2. Rekomendasi

1. Lembaga ekonomi yang sudah dibentuk perlu lebih diberdayakan lagi.

2. Pelelangan yang ada perlu lebih dioptimalkan fungsinya.

3. Dalam sistem Ponggawa – Sawi, sistem bagi hasilnya perlu diperbaiki.

4. Perlu sosialisasi tentang peraturan pemerintah dalam penggunaan alat

tangkap destruktif kepada masyarakat, sehingga aturan pemerintah yang

ada tidak terkesan lemah.

5. Perlu penyuluhan tentang prinsip konservasi terutama dalam kaitannya

dengan kelestarian sumberdaya di ekosistem terumbu karang.

Page 299: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 253

IX. PERSPEKTIF PENGELOLAAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH KEPULAUAN SEMBILAN 9.1. Persepsi Masyarakat Tentang Sumberdaya Karang

Terumbu Karang adalah salah satu ekosistem yang sangat terancam

kelangsungannya saat ini. Tersebar diantara 28o Lintang Utara dan Lintang

Selatan di sepanjang garis equator, terumbu karang merupakan ekosistem

khas tropik yang memiliki nilai dan fungsi ekologis amat penting. Terumbu

karang memiliki keanekaragaman hayati yang setara dengan hutan tropis

dan menyimpan potensi pemanfaatan yang bernilai ekonomis tinggi. Meski

sangat bermanfaat untuk umat manusia, akan tetapi ancaman utama

terhadap kelangsungan terumbu karang justru berasal dari tekanan-tekanan

berbasis Anthropogenic, meliputi pencemaran di darat, ekploitasi berlebihan

hingga kepada metode penangkapan ikan yang destruktif. Salah satu hal

yang juga mengancam kelestarian terumbu karang adalah konflik

kepentingan atas potensi pemanfaatan sumberdaya ini.

Reformasi dan perubahan paradigma kekuasaan politik yang

berlangsung di Indonesia saat ini juga tidak urung membawa dampak

terhadap terumbu karang, lingkungan laut serta potensi pemanfaatannya.

Kebijakan otonomi daerah merupakan bentuk reformasi tata kepemerintahan

di Indonesia yang jelas membawa akibat terhadap pengelolaan lingkungan,

termasuk pengelolaan sumberdaya laut. Desentralisasi Pengelolaan Wilayah

Laut dalam bentuk kebijakan devolusi kewenangan Pemerintah Pusat

kepada Pemerintah Daerah sesuai yang diamanatkan oleh Undang-Undang

No. 22 dan 25 tahun 1999, hingga kini memang masih senantiasa menjadi

bahan polemik dan dianggap sebagai pilihan yang dilematis.

Dalam hal pengelolaan sumberdaya laut, konflik antar nelayan

memperebutkan wilayah penangkapan ikan mulai muncul ke permukaan

sebagai salah satu bentuk ekses dari penerapan otonomi daerah yang

Page 300: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 254

kurang matang. Meski dilain pihak juga disadari bahwa mempertahankan

pola sentralistik dalam mengelola wilayah laut adalah pola usang yang sudah

tidak dapat lagi menjawab tantangan perkembangan kebutuhan masyarakat

yang semakin kompleks dalam suatu tatanan yang demokratis. Justru

sebagai akibat dari pengelolaan laut secara sentralistik di masa lalu, kita kini

dihadapkan pada setidaknya dua fakta ironis, yakni: kemiskinan komunitas

pesisir di tengah kekayaan sumberdaya laut, dan kerusakan lingkungan yang

semakin berat di tengah masyarakat yang memiliki kearifan ekologis

tradisional.

Pada dasarnya, suatu komunitas dapat “mempertahankan”

kelangsungan hidup komunitasnya berdasarkan kemampuannya untuk

survive dan menjaga keserasian dengan lingkungannya. Demikian pula

halnya dengan masyarakat penghuni kawasan Kepulauan Sembilan dan

sekitarnya yang akrab dengan pola kehidupan berbasis pemanfaatan

sumberdaya dari laut. Meski telah banyak digerus oleh pengaruh

kebudayaan modern dan pola kehidupan urban, masyarakat di sekitar

kawasan Pulau Sembilan senantiasa berusaha menjaga sistem pengetahuan

tradisional dan kearifan ekologis yang diwariskan secara turun temurun sejak

dari leluhur mereka.

Struktur sistem pengetahuan tradisional dan kearifan ekologis yang

terekam dan melekat pada masyarakat Kepulauan Sembilan merupakan

kristalisasi pengalaman leluhur dalam berinteraksi dengan dinamika alam

melintasi waktu yang cukup panjang. Studi tentang hal ini, sebagaimana

dipaparkan hasilnya pada bab-bab terdahulu, menunjukkan bahwa pola

pemanfaatan terumbu karang oleh masyarakat ini sangat ditentukan oleh

tingkat pemahaman dan persepsi individu terhadap sistem pengetahuan

ekologis mereka. Dengan demikian, pemahaman yang baik tentang persepsi

masyarakat terhadap sumberdaya terumbu karang akan sangat bermanfaat

Page 301: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 255

dalam menyusun program intervensi, mendisain proyek, dan pola kebijakan

yang efektif untuk mengelola terumbu karang. Dari hasil kajian di lapangan

dan analisis data yang diperoleh, ditemukan sejumlah aspek-aspek indikatif

yang dapat menggambarkan persepsi masyarakat penghuni kawasan

Kepulauan Sembilan terhadap kondisi sumberdaya terumbu karang di

wilayahnya. Struktur persepsi masyarakat tersebut, kurang lebih dapat

diterangkan sebagai berikut :

a. Kondisi terumbu karang semakin memprihatinkan. Masyarakat

umumnya memahami bahwa kondisi fisik terumbu karang di daerah

mereka bermukim atau yang sering mereka kunjungi telah rusak, dan

kerusakan tersebut dari hari ke hari semakin parah.

b. Ikan-ikan semakin berkurang. Akibatnya, kegiatan penangkapan ikan

membutuhkan alat yang semakin kompleks dan waktu penangkapan

semakin panjang. Masyarakat memahami bahwa sejumlah perubahan

lingkungan mengakibatkan hilangnya sejumlah ikan. Meski mereka

tidak dapat menerangkan dengan pasti penyebab tersebut, namun

masyarakat tahu bahwa perubahan kondisi lingkungan dan biologis

berdampak terhadap biaya penangkapan (higher cost for fishing).

c. Hasil penghidupan sebagai nelayan penangkap ikan kini tidak begitu

menjanjikan kesejahteraan. Secara intuitif, kaum nelayan merasakan

adanya perbedaan tingkat kesejahteraan yang ditandai dengan

semakin sulitnya mendapatkan biaya hidup sehari-hari.

d. Ancaman terhadap kelestarian lingkungan masa kini berbeda dengan

kondisi dulu. Kehidupan beberapa dekade sebelumnya lebih banyak

disandarkan pada kemurahan alam, dan bencana alam adalah faktor

utama yang merubah struktur penghidupan mereka. Kini, faktor alam

banyak diambil alih oleh berbagai faktor eksternal yang bersifat

Page 302: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 256

anthropogenic, termasuk tindak pencemaran perairan atau pemboman

ikan.

e. Masyarakat kawasan Pulau-pulau Sembilan membutuhkan bantuan

dan kerjasama dengan pihak luar baik untuk menjaga kelestarian

sumberdaya hayati terumbu karang, maupun dalam usaha mereka

untuk meningkatkan kesejahteraan.

f. Pemerintah adalah stakeholder yang paling bertanggung jawab untuk

memperbaiki keadaan berikut : ancaman terhadap kelestarian

lingkungan dan terumbu karang, dan kondisi perekonomian nelayan

yang semakin sulit. Masyarakat mencontohkan bahwa salah satu

kunci untuk menuntaskan persoalan pemboman/pembiusan ikan

adalah dengan menegakkan hukum secara konsisten, namun intuisi

masyarakat kecil mengatakan bahwa pemerintah (dalam hal ini

sejumlah aparatnya) belum dapat melakukan hal tersebut karena

masih adanya pilih-kasih diantara pelanggar hukum dan

kecenderungan hukum masih dapat terbeli.

g. Masyarakat menyadari bahwa pengetahuan mereka perlu ditingkatkan

agar mampu mengelola lingkungan dan terumbu karang beserta

lingkungannya dengan baik dan menyejahterakan.

Hasil studi ini juga menunjukkan bahwa masyarakat penghuni

kawasan kepulauan Sembilan umumnya adalah nelayan pemanfaat

sumberdaya hayati laut yang menjadikan Lappa sebagai tujuan utama dalam

memasarkan hasil usahanya. Hal ini terutama disebabkan oleh kemudahan

mencapai dermaga Lappa yang merupakan Tempat Pendaratan Ikan

terbesar di pantai timur Sulawesi Selatan, yang juga telah dilengkapi dengan

sarana cold-storage dan pabrik es. Mobilitas tinggi dari nelayan Lappa dan

sekitarnya, menjadi indikator adanya kemungkinan bahwa memang

Page 303: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 257

merekalah yang selama ini masuk ke Takabonerate melakukan aktifitas

penangkapan ikan. Atau setidaknya mereka ada diantara sekian jumlah

nelayan intruders (pendatang dari luar) ke Taka Bonerate. Sejalan dengan

lessons learned yang menyiratkan banyaknya nelayan intruders yang

beroperasi di Taman Laut Nasional Taka Bonerate, maka hasil studi ini

mengindikasikan perlunya dilakukan upaya untuk menelusuri lebih jauh lagi

kegiatan nelayan-nelayan tersebut agar penyusunan program intervensi

yang dimaksudkan dapat tersusun baik dan efektif.

9.2. Isu Pengelolaan dan Pendekatan Penyelesaian Masalah Wawancara di lapangan, survei deskriptif kondisi masyarakat, analisis

kritis beserta diskusi hasil yang berlangsung selama kajian sosio-ekonomi ini

diadakan, telah mengidentifikasi dan menginventarisir sejumlah masalah

dalam bidang kelautan yang muncul berkaitan dengan aktifitas masyarakat

dalam memanfaatkan dan/atau mengeksploitasi terumbu karang.

Implementasi program COREMAP fase II kelak di wilayah Kepulauan

Sembilan dapat menawarkan sejumlah dimensi baru dalam pengelolaan

wilayah laut daerah beserta sumberdaya yang dikandungnya. Namun

sebagaimana layaknya sebuah program intervensi, ia bagaikan pedang

bermata dua yang harus diaplikasikan secara berhati-hati dengan

perhitungan yang matang. Lebih buruk lagi, penerapan tanpa persiapan yang

baik bisa menjadi bagaikan membuka kotak pandora yang hanya akan

membawa kesulitan kelak dikemudian hari. Oleh karena itu, identifikasi

potensi permasalahan, peluang dan tantangan dari implementasi COREMAP

di daerah ini perlu dievaluasi dan dianalisis secara kritis. Adapun sejumlah

isu primer yang teridentifikasi dari assessment ini secara garis besar adalah:

Page 304: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 258

1. Perusakan terumbu karang akibat metoda penangkapan ikan secara

destruktif masih terus berlangsung.

2. Sejumlah kawasan dan species tertentu dalam areal Kepulauan

Sembilan dan sekitarnya sudah mengalami overfishing. Beberapa

daerah penangkapan yang subur hingga beberapa tahun yang lalu

kini sudah tidak didatangi lagi oleh nelayan karena sudah sangat sulit

mendapatkan hasil tangkapan yang cukup untuk menutupi biaya

operasi penangkapan. Disamping itu sejumlah species yang dulunya

menjadi alasan sebagian penduduk menetap di wilayah Kepulauan

Sembilan kini sudah sulit untuk ditangkap pada skala yang

menguntungkan, misalnya Teripang di Pulau Kambuno.

3. Timbulnya persoalan sosial akibat dari metoda pemanfaatan

sumberdaya yang eksploitatif dan hanya memikirkan keuntungan

jangka pendek. Contoh tentang hal ini dapat terlihat jelas di Pulau

Kambuno dimana banyak penduduknya menjadi penyelam teripang.

Akibat rendahnya pengetahuan masyarakat tentang metoda

penyelaman yang benar (termasuk pemahaman tentang hyperbarik

dan penyakit penyelaman) ditambah dengan sikap masa bodoh

punggawa (pemilik modal) yang hanya ingin mengeruk keuntungan

dengan cara cepat, banyak penyelam teripang yang kemudian

mendapat cacat fisik (tuli, lumpuh, dan gangguan syaraf lainnya) dari

kegiatan penyelaman teripang tersebut. Implikasi sosial lebih lanjut

adalah sejumlah bagian masyarakat menjadi tidak produktif, bahkan di

salah satu lorong dalam komunitas Pulau Kambuno mendapat gelaran

yang cukup memiriskan hati, dikenal sebagai “lorong janda” karena

sebagian besar yang bermukim adalah janda yang ditinggal mati

suaminya, penyelam teripang yang mendapat cedera fatal dari

kegiatan penyelaman teripang tersebut.

Page 305: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 259

4. Lemahnya pemahaman sebagian masyarakat tentang fungsi-fungsi

ekologis terumbu karang yang berakibat pada rendahnya kesadaran

masyarakat untuk mempertahankan kelestarian dan mencegah

kerusakannya. Pemahaman dan kesadaran tentang potensi ancaman

dari hancurnya terumbu karang, akan dapat meningkatkan partsipasi

aktif masyarakat menjaga lingkungannya dan mencegah kegiatan-

kegiatan yang berakibat buruk pada terumbu karang.

5. Tingginya permintaan pasar internasional terhadap ikan-ikan karang,

sehingga minat untuk berburu ikan karang tetap tinggi meski dengan

ancaman hukuman sekalipun. Persoalannya disini adalah Risk Ratio

antara ancaman hukuman yang seringkali mudah dihindari/berkelit

versus tawaran harga yang menggiurkan dan kesempatan yang besar

untuk melakukan hal tersebut.

6. Pada dasarnya, kerusakan terumbu karang berkaitan erat dengan

kondisi kemiskinan masyarakat pantai, utamanya nelayan yang

berstatus sawi, dan kurangnya penghidupan alternatif selain

mengekploitasi sumberdaya di sekitar terumbu karang. Perlu

dilakukan upaya-upaya terobosan untuk menghasilkan sejumlah

aktiftas yang dapat diharapkan menjadi Mata Pencaharian Alternatif.

7. Peran punggawa sebagai penguasa modal masih sangat dominan,

sehingga melemahkan posisi tawar nelayan. Model-model

pengelolaan modal ini berakibat langsung terhadap intensitas

eksploitasi sumberdaya, akses nelayan kepada pasar, dan

kemampuan nelayan melakukan mobilitas sosial.

8. Tidak adanya koordinasi dan pola komunikasi yang baik antar

stakeholders. Kondisi ini sangat rentan bagi timbulnya konflik

kepentingan menyangkut pemanfaatan sumberdaya yang akhirnya

Page 306: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 260

dapat berakibat seperti yang digambarkan oleh Garret Hardin sebagai

“Tragedy of the Commons”.

9. Lemahnya penegakan hukum terhadap pihak-pihak yang merusak

terumbu karang dan inkonsistensi pada pihak pemerintah dalam

upaya menegakkan hukum ini. Meskipun tidak dapat berbuat apa-apa

untuk mengatasi hal tersebut, namun masyarakat kemudian menjadi

apatis dan selanjutnya cenderung melampiaskan kekecewaan mereka

dalam bentuk ikut memperparah kerusakan lingkungan.

10. Lemahnya kapasitas kelembagaan lokal yang ada untuk menangani

pelanggaran dan menerapkan usaha-usaha konservasi. Untuk itu

dibutuhkan upaya untuk penguatan institusi dan pengembangan

kapasitas kelembagaan pada tingkat lokal.

Pengelolaan sumberdaya laut adalah sebuah konsep baru yang

mengalami perkembangan pesat dalam dekade terakhir. Hal ini berkembang

sejalan dengan meluasnya pemahaman bahwa sesungguhnya sumberdaya

yang ada di laut sekalipun bukanlah sejenis kekayaan alam yang tidak

terbatas. Implikasi sosial dan ekonomi (social and economic costs) yang

dapat timbul karena kesalahan dalam pemanfaatan sumberdaya menjadi

alasan dominan mengapa sumberdaya kelautan harus dikelola dengan baik.

Untuk menangani hal tersebut, perlu diupayakan pendekatan secara

komprehensif dengan melibatkan segenap stakeholders. Pendekatan ini

meliputi aspek politik, ekonomi dan sosial budaya.

Dari aspek politik, diperlukan upaya untuk menghasilkan kebijakan-

kebijakan yang berpihak pada kepentingan masyarakat kecil di

lingkungan pesisir. Pemerintah Nasional perlu menunjukkan political-will

yang jelas untuk kelanjutan upaya pengentasan kemiskinan dan

pemberdayaan masyarakat. Pihak Pemerintah Daerah selanjutnya perlu

Page 307: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 261

memperjelas komitmennya dalam membela posisi masyarakat kecil

beserta kelestarian lingkungannya, ketimbang larut dalam debat

desentralisasi yang hanya mengutamakan pola pembagian kekuasaan.

Pendekatan ekonomi dibutuhkan untuk meningkatkan akses masyarakat

luas terhadap aset produksi dan pasar. Pemerintah daerah perlu

memfasilitasi kebutuhan modal skala mikro yang menjadi tuntutan

kebutuhan nelayan kecil dan masyarakat penghuni kawasan kepulauan.

Dalam hal sosial budaya, dibutuhkan reinterpretasi dan revitalisasi

budaya bahari sebagai ciri dasar masyarakat maritim dengan kearifan

lokal yang mendukung. Perguruan tinggi dan LSM hendaknya mengawal

proses ini sehingga bisa diwujudkan suatu ruang gerak sosial dengan

dinamika budaya lokal yang menunjang ekspresi kearifan ekologis dan

sistem kebijaksanaan tradisional.

Implementasi pendekatan komprehensif seperti yang diterangkan

diatas membutuhkan pendekatan interdisipliner dalam menjalankan program

peletakan dasar pengelolaan sumberdaya terumbu karang secara

berkelanjutan. Dalam kancah internasional, pendekatan seperti ini

menemukan polanya seperti yang dirumuskan dalam teori-teori

pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development, lihat antara lain

Our Common Future oleh WCED). Khusus untuk pembangunan wilayah

pesisir dan kepulauan, Bab 17 Agenda 21 Global secara eksplisit

menyatakan bahwa pembangunan wilayah pesisir dan kepulauan

membutuhkan pendekatan terpadu dan interdisipliner, antara lain

direalisasikan dalam bentuk Integrated Coastal Zone Management (ICZM)

atau di Indonesia kini dikenal dengan Perencanaan Wilayah Pesisir secara

Terpadu (PWPT).

Paradigma yang dikemukakan diatas merupakan metoda pendekatan

yang diajukan untuk digunakan dalam menyelesaikan masalah-masalah

Page 308: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 262

sebagaimana teridentifikasi pada daftar isu pengelolaan yang ditampilkan

sebelumnya. Implementasi ICZM atau PWPT di banyak negara memang

menunjukkan banyak hal positif dan telah sering direkomendasikan untuk

menjadi rujukan pengelolaan sumberdaya yang demokratis dan

berkelanjutan. Meski demikian ICZM bukanlah panacea yang dapat

menyelesaikan segala permasalahan. Studi sosio-ekonomi ini juga

berkecenderungan mengusulkan pola pendekatan ICZM sebagai tema

primer dari pola pengelolaan terumbu karang di Kepulauan Sembilan.

Derivasi selanjutnya dari implementasi ICZM adalah penyusunan program-

program berikut yang akan menjadi komponen utama dari perencanaan

pelaksanaan COREMAP fase II di Kepulauan Sembilan kelak. Lima

komponen pendekatan penyelesaian masalah yang dimaksud adalah:

Penyadaran Masyarakat (Public Awareness)

Pengelolaan Sumberdaya Berbasis Masyarakat

Peningkatan Kapasitas dan Penguatan Kelembagaan

Penegakan Hukum yang Konsisten

Aplikasi Manajemen Adaptif untuk Pengelolaan Sumberdaya

9.3. Rencana Implementasi Coremap Fase II Di Kepulauan Sembilan Pengelolaan sumberdaya pesisir dan kepulauan secara terpadu

memiliki pengertian bahwa pengelolaan sumberdaya alam dan jasa-jasa

lingkungan yang terkait pada sektor kelautan dan perikanan dilakukan

melalui penilaian secara menyeluruh (comprehensive assessment), terutama

dalam formulasi tujuan dan sasaran, kemudian merencanakan serta

mengelola segenap kegiatan pemanfaatannya guna mencapai

pembangunan yang optimal dan berkelanjutan. Perencanaan dan

pengelolaan tersebut dilakukan secara kontinyu dan dinamis dengan

Page 309: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 263

mempertimbangkan aspek-aspek sosial-ekonomi-budaya dan aspirasi

masyarakat pengguna sumberdaya serta potensi konflik kepentingan dan

pemanfaatan yang mungkin ada.

Merujuk pada FAO Code of Conduct for Responsible Fisheries,

implementasi pendekatan integratif/terpadu dalam kerangka Pembangunan

Sumberdaya Kelautan secara Berkelanjutan adalah perpindahan paradigma

pembangunan dari yang tadinya menggunakan pendekatan sektoral,

partisipasi masyarakat rendah, kurang mempertimbangkan dinamika

ekosistem dan cenderung hanya bersifat reaktif, menuju kepada suatu

paradigma baru pembangunan wilayah pesisir yang berfokus pada perbaikan

lingkungan, semangat kesejahteraan yang adil, dan mengutamakan

partisipasi masyarakat luas.

Dengan merujuk pada tujuan awal pelaksanaan studi baseline sosial-

ekonomi terumbu karang di Kepulauan Sembilan ini yang intinya adalah

sebagai bahan dasar untuk mempersiapkan disain program intervensi untuk

COREMAP fase II di lokasi tersebut, maka Laporan ini berusaha untuk

merumuskan sejumlah usulan konkrit berdasarkan pada analisis terhadap

hasil wawancara dan survei selama di lokasi. Sebagaimana yang telah

dipaparkan secara terinci di masing-masing bab tentang kondisi di lima

lokasi survei, secara umum dapat ditarik suatu trend yang menggambarkan

tentang pola pemanfaatan terumbu karang di kawasan Kepulauan Sembilan

dan langkah-langakh yang dapat dilakukan untuk memperbaiki pola

pengelolaan tersebut.

Pertama, strategi pengelolaan sumberdaya laut sebagai bagian dari

upaya penyelamatan terumbu karang di wilayah Kepulauan Sembilan dan

sekitarnya hendaknya bertumpu pada dua komponen utama, yakni :

Penyadaran Masyarakat, dan

Pengelolaan Sumberdaya berbasis Masyarakat

Page 310: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 264

Kedua, menyusun program intervensi dengan mengetengahkan

ketujuh komponen berikut:

1. Membangun Pola Pengelolaan Sumberdaya Laut yang berbasis

Masyarakat

2. Implementasi ICZM (Pengelolaan Wilayah Pesisir secara

Terpadu)

3. Mengatur kegiatan perikanan di wilayah terumbu karang, mis:

moratorium, penentuan zona, pembatasan kuota dan alat, dan

seterusnya.

4. Mengembangkan Pariwisata Alam (ecotourism)

5. Mengembangkan Mata Pencaharian Alternatif

6. Membangun Marine Protected Area (Kawasan Konservasi Laut)

7. Restorasi Terumbu Karang

9.4. Rekomendasi Tim Peneliti Rekomendasi ini disusun dalam konteks untuk memberi masukan dan

saran bagi proses penyusunan dan desain proyek COREMAP Fase II.

Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, kajian deskriptif tentang kondisi

masyarakat, analisis kritis beserta diskusi hasil yang berlangsung selama

survei sosio-ekonomi ini diadakan, maka tim peneliti merekomendasikan hal

berikut:

Fase II COREMAP disarankan agar mempertimbangkan dengan seksama Kawasan Kepulauan Sembilan di Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan sebagai salah satu lokasi implementasi program intervensi pengelolaan terumbu karang.

Program-program intervensi dalam konteks COREMAP kelak diharapkan

dapat berperan secara signifikan untuk menyelamatkan terumbu karang di

Page 311: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 265

kawasan kepulauan Sembilan, menekan perusakan dan mempercepat

proses pemulihan terumbu karang yang sudah terlanjur rusak di lokasi

tersebut. Disamping itu, program intervensi diharapkan akan dapat memberi

penyadaran kepada nelayan setempat agar tidak merusak terumbu karang di

tempat lain, di luar wilayahnya sendiri sekalipun.

Untuk mencapai hasil yang diharapkan tersebut dibutuhkan metoda

dan pendekatan yang efektif untuk menjangkau audience dan efisien dalam

pelaksanaannya. Tim Peneliti percaya bahwa pendekatan Penyadaran

Masyarakat (public awareness) yang selama ini sudah banyak dilaksanakan

selama COREMAP fase I telah memberikan hasil yang bermanfaat, antara

lain dengan semakin dikenalnya nilai dan fungsi ekologis terumbu karang

oleh masyarakat luas. Pendekatan Pengelolaan Sumberdaya Berbasis

Masyarakat, sebagaimana yang telah ditunjukkan diberbagai negara,

dipercaya sebagai metode pendekatan yang efisien dan efektif untuk

menumbuhkan rasa tanggung-jawab dan meningkatkan peran masyarakat

dalam menyelenggarakan program-program konservasi sumberdaya. Oleh

karena itu perlu juga diperhatikan upaya serius untuk menggali kembali

pengetahuan lokal tradisional dan mengembangkan hak-hak adat/ulayat

yang relevan dan bermakna strategis.

Akhirnya, Tim Peneliti menghimbau bahwasanya upaya penyelamatan

terumbu karang secara khusus, dan konservasi lingkungan secra umum,

hendaknya menjadi komponen yang tidak terpisahkan dari upaya reformasi

total tata-pemerintahan (governance reform) untuk menciptakan tata

pemerintahan yang bersih (clean governance) dalam rangka mewujudkan

masyarakat madani yang adil dan sejahtera.

Apa yang dihasilkan dari asessment ini seharusnyalah tidak berdiri

sendiri, akan tetapi merupakan salah satu mata rantai dari untaian upaya-

upaya untuk membangun potensi alam dan masyarakat Indonesia dalam

Page 312: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 266

mencapai cita-cita masyarakat adil dan makmur. Oleh karena itu dibutuhkan

langkah-langkah lanjutan untuk mewujudkan harapan-harapan tersebut.

Page 313: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 267

DAFTAR PUSTAKA

Irawan, A. 1997. Pengawetan Ikan dan Hasil Perikanan. Penerbit PT. Aneka Solo.

Anonym, 1994. Participatory Rural Appraisal, Berbuat Bersama Berperan

Setara. Studio Driya Media untuk Konsorsium Pengembangan Dataran Tinggi Nusa Tenggara. *

---------------. 2001. Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Sinjai.

Retribusi Izin Usaha Kelautan dan Perikanan. Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan.

Bernard, R. H., 1994. Research Methods in Anthropology : Qualitative

and Quantitave Aprroach. Sage Publications Inc. United State of America. Part 4 – 17 (p.71-393). *

Caminade, J.R., J.F. Gonsalves., G.C. Ira and G.F. Newkirk. 1998.

Participatory Methods in Community – Based Coastal Resource Management. Vol 1, 2 , 3. Published by The International Institute of Rural Reconstruction (IIRR), Philippines.

Cesar, H.S.J. 2000. Collected Essays on the Economics of Coral Reefs. Published by CORDIO, Departement for Biology and Environmental Sciences, Kalmar University. Sweden. 244p.

Goodstein, E.S. 1999. Economics and The Environment. Prentice-Hall, New Jersey.

Gregory, P.R. and R.C. Stuart. 1995. Comparative Economic Systems. Fifth Edition. Hougthon Mifflin Company, Boston Toronto. 490p.

Kay, R. and J. Alder. 1999. Coastal Planning and Management. Published

by E & FN Spon. London. 375p. Koentjaraningrat, 1980. Metode-metode Penelitian Masyarakat. PT.

Gramedia. Jakarta. * Kotler, P. 1993. Manajemen Pemasaran. Penerbit Erlangga. Surabaya. Mikkelsen, B., 1999. Metode Penelitian Partisipatori dan Upaya-upaya

Pemberdayaan (Terjemahan oleh Matheos Nalle). Sebuah Buku

Page 314: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 268

Pegangan bagi Para Praktisi Lapangan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. *

Pollnac, R., 1998. Indicators for Assessing Human Factors. In: Rapid

Assessment of Management Parameters for Coral Reefs. Coastal Resources Center. USA. University of Rodhe Island.

Hannesson, R. 1988. Ekonomi Perikanan. Penerbit Universitas Indonesia

Press, Jakarta. Spradley, J. P., 1980. Participant Observation. Holt, Rinehart and Winston,

New York. 195 pp. Suparmoko, M. 1997. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan.

Penerbit Erlangga, Surabaya. Suwedo, H. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Penerbit

Liberty, Jogyakarta. Tietenberg, T. 1994. Environment Economic and Policy. Harper Collins

College Publisher. New York. Yakin. A. 1997. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Teori dan

Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan. Penerbit Erlangga, Surabaya.

Page 315: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sosial Ekonomi Kawasan Kepulauan Sembilan

Pokja COREMAP Sulawesi Selatan hal - 270

PELAKSANA KEGIATAN

Penanggung jawab : Ir. Baharuddin Nur, Dipl.Env. Nara Sumber : Prof. Dr. Ir. H.M. Natsir Nessa, MS. Dr. Akbar Tahir, M.Sc. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc. Dr. Ir. M. Iqbal Djawad, M.Sc. Ir. Dewi Yanuarita Badawing Ketua Pelaksana : Ir. Muh. Rijal Idrus, M.Sc. Peneliti Utama : - Profil Lokasi : Ir. Andi Assir Marimba, M.Sc. - Kesejahteraan Masyarakat : Dr. Ir. Andi Niartiningsih, M.S.

- Pemanfaatan Sumberdaya Terumbu Karang : Ir. Syafiuddin, M.Si. - Pengolahan Pasca Panen dan Pemasaran Hasil : Ir. Abd. Rasyid J., M.Si. - Faktor Eksternal : Ir. Muhammad Yunus, M.Si. - Pengolahan Data : Ir. Zainuddin, M.Si.

Peneliti Pendamping : - Profil Lokasi : Ibnu Hajar, S.Pi., M.Si. Syahruni, S.Pi. - Kesejahteraan Masyarakat : Ratnawati Hasan. S.Kel. Qadriyanti Ishak, S.Pi.

- Pemanfaatan Sumberdaya Terumbu Karang : Ir. Chasyim Hasani Subhan, S.Kel. - Pengolahan Pasca Panen dan Pemasaran Hasil : Ibrahim, S.Kel. Abd. Malik, S.Kel. - Faktor Eksternal : Ir. Djumran Jusuf Ir. Hamzah

Page 316: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Tim peneliti Studi Sosial Ekonomi dan Base Line Data Assesment untuk wilayah Kepulauan Sembilan Kabupaten Sinjai.

Sebagian anggota tim peneliti saat akan melakukan survei dan wawancara di Pulau Kambuno.

Untuk menjaga reliabilitas data yang dikumpulkan, tim peneliti melakukan editing dan validasi data langsung di lapangan segera setelah berlangsungnya wawancara, dan mendiskusikan hasil survei mereka seharian di lapangan.

Page 317: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Perjalanan tim menuju ke lokasi pengambilan data dengan menggunakan sarana transportasi laut yang diistilahkan sebagai pete-pete oleh masyarakat setempat.

Kapal penangkap ikan sementara beristirahat di dermaga Pulau Kanalo.

Setelah wawancara, responden diberi kalender 2002 sebagai ucapan terima kasih. Kalender tersebut berisi pesan-pesan konservasi terumbu karang dalam dua bahasa (Indonesia dan lokal) dan sekaligus berfungsi sebagai sosialisasi program COREMAP pada masyarakat kawasan Kepulauan Sembilan.

Page 318: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Sebagian aktifitas wawancara dengan responden oleh anggota tim survei di Pulau Burung Loe.

Sebagian aktifitas wawancara dengan responden oleh anggota tim survei di Pulau Kambuno.

Aktifitas diskusi anggota tim survei dengan tokoh masyarakat di Pulau Kanalo.

Page 319: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Pengolahan teripang di Pulau Kambuno.

Kegiatan para ibu rumah tangga di Pulau Kambuno dalam pengolahan hasil panen berupa ikan-ikan pelagis kecil yang dikeringkan.

Salah satu bentuk metode pembudidayaan ikan-ikan demersal dengan menggunakan karamba jaring apung di Pulau Kambuno.

Page 320: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Pemandangan Pulau Kambuno menjelang perahu tim peneliti merapat.

Perkampungan nelayan di Pulau Batang Lampe.

Suasana pemukiman penduduk nelayan (perkampungan nelayan) di pesisir pantai Pulau Burung Loe.

Page 321: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Tabel 1. Identitas Responden Pulau Kambuno No. Nama Umur Suku Jenis Kelamin Status Pendidikan

1 Hamka 50 Bugis Laki-laki Kawin SD 2 Muh. Ilyas 41 Bugis Laki-laki Kawin SD 3 Muh. Ali Amar 71 Bugis Laki-laki Kawin SMA 4 ABD.Kadir 40 Bugis Laki-laki Kawin Tdk Sekolah 5 Sarpidah 25 Bugis Perempuan Kawin SD 6 A.Syafyuddin 38 Bugis Laki-laki Kawin SMA 7 Hamnam 45 Bugis Laki-laki Kawin SD 8 Syarif 20 Bugis Laki-laki B. Kawin SD 9 Nurliah 35 Bugis Laki-laki Kawin SD

10 Abu syam 45 Bugis Laki-laki Kawin SD 11 Muh.Ramli 24 Bugis Laki-laki B. Kawin SD 12 M.Nur 46 Bugis Perempuan Kawin SMA 13 M.Tahir 45 Bugis Laki-laki Kawin SMP 14 Hasan Basri 50 Bugis Laki-laki Kawin SD 15 Hamsah 25 Bugis Laki-laki B. Kawin SD 16 Yusuf 54 Bugis Laki-laki Kawin SD 17 Amir 32 Bugis Laki-laki Kawin SD 18 M.Tamar 40 Bugis Laki-laki Kawin SMP 19 Gazali 37 Bugis Laki-laki Kawin SMA 20 Rasyid 41 Bugis Laki-laki Kawin SMP 21 Amir 30 Bugis Laki-laki Kawin SD 22 Narsum 23 Bugis Laki-laki B. Kawin SMA 23 David 19 Bugis Laki-laki B. Kawin SD 24 Abd Azis 35 Bugis Laki-laki Kawin SD 25 Zainuddin 30 Bugis Laki-laki Kawin SD 26 Abd. Hamid 30 Bugis Laki-laki Kawin SD 27 Kingsang M. 50 Bugis Laki-laki Kawin SD 28 Abd. Rahman 40 Bugis Laki-laki Kawin SMA 29 Sukri 35 Bugis Laki-laki Kawin SMA 30 Drs. Suryamin 38 Bugis Laki-laki Kawin Sarjana 31 Ambo 30 Bugis Laki-laki Kawin SD 32 Anton 29 Jawa Laki-laki Duda SMP 33 Masriadi 30 Bugis Laki-laki B. Kawin STM 34 Mansyur 41 Makassar Laki-laki Kawin SD 35 Syarifuddin 22 Bugis Laki-laki B. Kawin SMA 36 Jawariah 30 Bugis Laki-laki Kawin SD 37 Ahmad 30 Bugis Laki-laki Kawin SD 38 Ilyas 20 Bugis Laki-laki Kawin SD 39 Baufit Ahmad 52 Bugis Laki-laki Duda SMA 40 Syamsidar 39 Bugis Laki-laki Kawin SMEA 41 Bahrun 35 Bugis Laki-laki Kawin SD

Page 322: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

42 Anton 29 Jawa Laki-laki Kawin SMP 43 Muh.Nur Miatu 40 Bugis Laki-laki Kawin SD 44 M. Nur 40 Bugis Laki-laki Kawin SD 45 Ahmad 28 Bugis Laki-laki Kawin SD 46 Zakarin 45 Bugis Laki-laki Kawin SD 47 Juki 48 Bugis Laki-laki Kawin SD 48 Haeruddin 20 Bugis Laki-laki Kawin SD 49 Med.Malik 50 Bugis Laki-laki Kawin SD 50 Muh.Amir 56 Bugis Laki-laki Kawin Tdk Sekolah 51 Firdaus 40 Bugis Laki-laki Kawin SD 52 Abu Raera 35 Bugis Laki-laki Kawin SD 53 Abd.Razak 47 Bugis Laki-laki Kawin SD 54 Ermiati 29 Bugis Perempuan B. Kawin SD 55 Syamsul Bahri 39 Bugis Laki-laki B. Kawin SMP 56 Abdul Azis 50 Bugis Laki-laki Kawin SD 57 Haeruddin 20 Bugis Laki-laki Kawin SD 58 Kasman 38 Bugis Laki-laki Kawin SD

Tabel 2. Identitas Responden Pulau Burungloe No. Nama Umur Suku Jenis Kelamin Status Pendidikan

1 Juhaerah 35 Bugis Perempuan Janda SD 2 Tajuddin 40 Bugis Laki-laki Kawin SD 3 Hasmi 26 Bugis Perempuan Kawin SD 4 Hasrati 25 Bugis Perempuan Kawin SD 5 H. Mattemmu 52 Bugis Laki-laki Duda Tdk.sekolah 6 Ambo 19 Bugis Laki-laki B. Kawin SD 7 Muhlis 45 Bugis Laki-laki Kawin SD 8 Jamil 35 Bugis Laki-laki Kawin SD 9 Tajuddin 43 Bugis Laki-laki Kawin SD

10 Halija 28 Bugis Perempuan Kawin D2 bidan 11 Riskal 39 Bugis Laki-laki B. Kawin SMA 12 Alifuddin 37 Bugis Laki-laki Kawin SMP 13 Abbas Dg. P 35 Bugis Laki-laki Kawin SD 14 Napizah 46 Bugis Perempuan Kawin SD 15 Umar 36 Bugis Laki-laki Kawin SD 16 H. Uddin 60 Bugis Laki-laki Kawin SD 17 Abd. Hafid 56 Bugis Laki-laki Kawin Sarjana 18 Katuo 55 Bugis Laki-laki Kawin SD 19 Basri 57 Bugis Laki-laki Kawin SD 20 Amiruddin 60 Bugis Laki-laki Kawin Tdk.sekolah 21 Dg. Malewa 45 Bugis Laki-laki Kawin SD 22 Herman 18 Bugis Laki-laki B. Kawin SD

Page 323: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

23 Jumanir 22 Bugis Laki-laki Kawin SD 24 Hendrik 33 Bugis Laki-laki Kawin SMP 25 Dg. Magangka 35 Bugis Laki-laki Kawin Tdk.sekolah 26 H. Basri 40 Bugis Laki-laki Kawin SD 27 Nase 30 Bugis Laki-laki Kawin SD 28 Bandu 30 Bugis Laki-laki Kawin SD 29 Farida 30 Bugis Perempuan Kawin SD 30 Amran 31 Bugis Laki-laki Kawin SD 31 Nur Aedah 45 Bugis Perempuan Janda SD 32 Beddu Rumbia 60 Bugis Laki-laki Kawin SD 33 H. Dahma 62 Bugis Laki-laki Kawin SD 34 H. Azis 40 Bugis Laki-laki Kawin SD 35 Mappiasse 45 Bugis Laki-laki Kawin SD

Tabel 3. Identitas Responden Pulau Batanglampe No. Nama Umur Suku Jenis Kelamin Status Pendidikan

1 Ruskimin 45 Bugis Laki-laki Kawin SD 2 Muh. Nur.AB 86 Bugis Laki-laki Kawin SD 3 A.Danial Nur 40 Bugis Laki-laki Kawin D-1 4 Rufli 32 Bugis Laki-Laki Kawin SD(kls 4) 5 Ambo Rappe 28 Bugis Laki-laki Kawin SD 6 Dg.Matareng 50 Bugis Laki-Laki Kawin Tdk Sekolah 7 Baso 52 Bugis Laki-Laki Kawin Tdk Sekolah 8 Nirma 20 Bugis Perempuan Kawin SD 9 Ahmad Bassis 39 Bugis Laki-Laki Kawin SMA

10 Dg.Pasau 28 Bugis Laki-Laki Kawin Tdk Sekolah 11 Ansar 35 Bugis Laki-Laki Kawin SD 12 Fajar 22 Bugis Laki-Laki Kawin SMP 13 Rudiansyah 22 Bugis Laki-Laki Kawin SD 14 Masedi 30 Bugis Laki-Laki Kawin SD 15 Nurdi Rauf 60 Bugis Laki-Laki Kawin SMP 16 Ambo Helmiah 40 Bugis Laki-Laki Kawin SD 17 Abd. Rasyid 60 Bugis Laki-Laki Kawin SD 18 Miftahu 25 Bugis Laki-Laki Kawin SD

Tabel 4. Identitas Responden Pulau Kanalo No. Nama Umur Suku Jenis Kelamin Status Pendidikan

1 M.Yusran 34 Bugis Laki-laki Kawin SD 2 H.Yusran 58 Bugis Laki-laki Kawin Tdk Sekolah 3 Mujni 51 Bugis Laki-laki Kawin SD

Page 324: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

4 Jakkari 35 Bugis Laki-laki Kawin SD 5 P.Rammang 50 Bugis Laki-laki Kawin Tdk Sekolah 6 Pardi 19 Bugis Laki-laki Kawin SD 7 Rasyid 33 Bugis Laki-laki Kawin SMP 8 Sunti 45 Bugis Laki-laki Kawin Tdk Sekolah 9 Rappe 36 Bugis Laki-laki Kawin SD

10 Sakka 25 Bugis Laki-laki Duda SD 11 Andi Darwis 28 Bugis Laki-laki Kawin SMA 12 Ali 23 Bugis Laki-laki Kawin SD 13 Sammeng 50 Bugis Laki-laki Kawin SMA 14 Arifuddin 35 Bugis Laki-laki Kawin SMA 15 M.Yusuf 27 Bugis Laki-laki Kawin SD 16 Muh.Nur 30 Bugis Laki-laki Kawin SD 17 Muh.Ali 35 Bugis Laki-laki Kawin SD 18 Mamma 30 Bugis Laki-laki Kawin SD 19 Ambo Rappe 25 Bugis Laki-laki Kawin SD 20 Ambo 50 Bugis Laki-laki Kawin SD 21 Muh. Sahu 35 Bugis Laki-laki Kawin SD 22 Muh. Ali 38 Bugis Laki-laki Kawin SD 23 Sarifuddin 25 Bugis Laki-laki Kawin SD 24 Junu 30 Bugis Laki-laki Kawin SD 25 Iskandar 68 Bugis Laki-laki Kawin SD 26 Beddullahi 48 Bugis Laki-laki Kawin SD 27 Mahamuddin 30 Bugis Laki-laki Kawin SD 28 Gassing 30 Bugis Laki-laki Kawin Tdk Sekolah 29 H.A.Abd.Latif 65 Bugis Laki-laki Kawin Sarjana muda 30 Saharuddin 32 Bugis Laki-laki Kawin SD 31 Juma 45 Bugis Laki-laki Kawin SD 32 Jamaluddin 32 Bugis Laki-laki Kawin SD 33 Fanny 21 Ambon Perempuan Kawin SD 34 Syamsuddin 29 Bugis Laki-laki Kawin D2 35 Madjid 45 Bugis Laki-laki Kawin SD 36 H. Ridwan 45 Bugis Laki-laki Kawin SD 37 Tahang 30 Bugis Laki-laki Kawin SD 38 Midu 45 Bugis Laki-laki Kawin SD

Tabel 5. Identitas Responden Kelurahan Lappa No. Nama Umur Suku Jenis kelamin Status Pendidikan

1 Rahman 38 Bugis Laki-laki Kawin SMA 2 Nurlia 30 Bugis Perempuan Kawin SMP 3 Rosmini 27 Bugis Perempuan Kawin STM 4 Ridwan 35 Bugis Laki-laki Kawin SMA

Page 325: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

5 Sappe 30 Bugis Laki-laki Kawin STM 6 Rida 23 Bugis Perempuan Kawin SD 7 Usman 40 Bugis Laki-laki Kawin SD 8 Juleha 40 Bugis Perempuan Janda Tdk. Sekolah 9 Milawati 23 Bugis Perempuan Kawin SMP

10 Marwah 21 Bugis Perempuan Kawin SMA 11 H. Ros 30 Bugis Perempuan Kawin SD 12 Abidin 30 Bugis Laki-laki Kawin SD 13 Alimuddin 52 Bugis Laki-laki Kawin SD 14 M. Syahrir 36 Bugis Laki-laki Kawin SMP 15 H. Hasyim 40 Bugis Laki-laki Kawin SD 16 Idrus 35 Bugis Laki-laki Kawin SMP 17 Hasan 40 Bugis Laki-laki Kawin SD 18 Iwan 25 Bugis Laki-laki Kawin SMA 19 Emmang 39 Bugis Laki-laki Kawin SD 20 Agus Suwarno 42 Jawa Laki-laki Kawin Sarjana 21 H. Sudirman 30 Bugis Laki-laki Kawin Sarjana 22 H. Mulli 48 Bugis Laki-laki Kawin Tdk. Sekolah 23 Taming 38 Bugis Laki-laki Kawin SD 24 Akki 35 Bugis Laki-laki Kawin SMP 25 Darwis Akhil 37 Bugis Laki-laki Kawin SMA 26 Anang 35 Bugis Laki-laki Kawin SD 27 Anci Nasir 43 Bugis Laki-laki Kawin PGA 28 Sommeng 65 Bugis Laki-laki Kawin SD 29 H. Mamma 50 Bugis Laki-laki Kawin SD 30 H. Ato 40 Bugis Laki-laki Kawin SD 31 Attase 47 Bugis Laki-laki Kawin SD 32 Aminuddin.S 33 Bugis Laki-laki Kawin SMA 33 Pambo 55 Bugis Laki-laki Kawin SD 34 Iwan 25 Bugis Laki-laki Kawin SD 35 Safaruddin 30 Bugis Laki-laki Kawin SD 36 Faidah 23 Bugis Perempuan Kawin SD 37 Nuraidah 22 Bugis Perempuan B. Kawin SD 38 Sainal 30 Bugis Laki-laki Kawin SD 39 Jumardi 30 Bugis Laki-laki Kawin SD 40 Abd. Madjid 32 Bugis Laki-laki Kawin SMP 41 H.Jufri 56 Bugis Laki-laki Kawin SD 42 Mustafa 42 Bugis Laki-laki Kawin SD 43 Sammeng 60 Bugis Laki-laki Kawin SD 44 H.Andi Baso Amir 53 Bugis Laki-laki Kawin SMA 45 Sukartina 32 Bugis Perempuan Kawin SPG 46 Lukman 29 Bugis Laki-laki Kawin SD 47 Yusuf 30 Bugis Laki-laki Kawin SMA 48 Herlina 22 Bugis Perempuan B. Kawin SMA

Page 326: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

49 A. Alimuddin 43 Bugis Laki-Laki Kawin SMA 50 Nuraeni 28 Bugis Perempuan Kawin SMP 51 Ardi 20 Bugis Laki-Laki B. Kawin SD 52 Abd. Kadir 76 Bugis Laki-Laki Kawin SD 53 Baharuddin 20 Bugis Lakilaki B. kawin SD 54 Kasrina 35 Bugis Laki-laki Kawin SD 55 Sultan 32 Bugis Lakilaki Kawin SMP 56 Ammarung 52 Bugis Lakilaki Kawin SD 57 Naimang 50 Bugis Perempuan Janda SD 58 Syahruny 47 Bugis Laki-laki Kawin SMEA 59 Mudda 25 Bugis Laki-laki Kawin SD 60 Kasrina 35 Bugis Perempuan Kawin SMP 61 H. Sompe 60 Bugis Laki-laki Kawin SD

Tabel 6. Jumlah Responden berdasarkan tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan No. lokasi T. tamat SD SD SMP SMA Sarjana

1 P. Kambuno 2 38 6 11 1 2 P.Burungloe 3 26 2 2 2 3 P. Kanalo 1 dan2 4 28 1 3 2 4 P. Batanglampe 3 11 2 1 1 5 Kel. Lappa 4 31 9 15 2

Tabel 7. Jumlah Responden yang mengikuti pelatihan

No. Lokasi Pelatihan Terumbu Karang

Pelatihan Non Terumbu Karang Tidak Pelatihan

1 P. Kambuno 2 4 52 2 P.Burungloe 1 2 32 3 P. Kanalo 1 dan2 2 4 32 4 P. Batanglampe - 2 16 5 Kel. Lappa - 6 55

Page 327: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Tabel 8. Jumlah Penduduk berdasarkan Pekerjaan utama

Pekerjaan Utama No. Lokasi Nelayan Petani Pegawai Pedagang Jasa Dan lain

1 P. Kambuno 46 - 5 3 1 3 2 P.Burungloe 27 - 2 3 - 3 3 P. Kanalo 1 dan2 28 - 3 3 - 4 4 P. Batanglampe 12 - 5 - - 1 5 Kel. Lappa 34 - 3 16 - 8

Tabel 9. Jumlah Penduduk yang memiliki pekerjaan tambahan

Pekerjaan tambahan No. Lokasi Nelayan Petani Pegawai Pedagang Jasa Tdk ada

1 P. Kambuno 2 - - 1 - 55 2 P.Burungloe 1 - - - 1 33 3 P. Kanalo 1 dan2 2 - - 4 1 31 4 P. Batanglampe 1 - - 3 1 13 5 Kel. Lappa - - - 3 - 58

Tabel 10. Anggota Keluarga Responden yang Bekerja

Kedudukan No. Lokasi Isteri/suami Anak 1 Anak 2 Anak 3 Tidak jelas

1 P. Kambuno 8 7 4 2 37 2 P.Burungloe 6 3 4 2 20 3 P. Kanalo 1 dan2 5 3 1 1 28 4 P. Batanglampe 3 7 2 - 6 5 Kel. Lappa 18 7 1 1 34

Tabel 11. Jumlah Kepala Keluarga dan Anggota Keluarga Setiap Lokasi Sampling

Jumlah Anggota Keluarga No. Lokasi < 2 orang 2 – 5 orang > 5 orang

1 P. Kambuno 11 25 22 2 P.Burungloe 6 16 13 3 P. Kanalo 1 dan2 6 18 14 4 P. Batanglampe 2 6 10 5 Kel. Lappa 3 42 16

Page 328: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Tabel 12. Jumlah responden berdasarkan status dalam masyarakat

Kedudukan No. Lokasi

Pim. formal Pim. informal organisasi Anggota masyarakat

1 P. Kambuno 2 1 1 54 2 P.Burungloe 3 1 1 30 3 P. Kanalo 1 dan2 1 - 1 36 4 P. Batanglampe - 1 - 17 5 Kel. Lappa 1 2 1 57

Tabel 13. Jumlah Responden yang Melakukan Kerja Secara Kelompok atau Sendiri

No. Lokasi Kelompok Sendiri 1 P. Kambuno 42 16 2 P.Burungloe 20 15 3 P. Kanalo 1 dan2 20 18 4 P. Batanglampe 11 7 5 Kel. Lappa 34 27

Tabel 14. Jumlah Pendapatan Rumah Tangga Responden Rata-Rata Per Bulan

Pendapatan No. Lokasi < 500.000 0,5 – 1 juta 1,1 - 1,5 juta 1,6 – 2 juta > 2 juta

1 P. Kambuno 27 12 4 9 6 2 P.Burungloe 14 10 1 2 8 3 P. Kanalo 1 dan2 13 13 3 5 4 4 P. Batanglampe 6 7 2 - 3 5 Kel. Lappa 16 22 4 3 16

Tabel 15. Jumlah Pengeluaran Rumah Tangga Responden Rata-Rata Per Bulan

Pengeluaran No. Lokasi < 500.000 0,5 – 1 juta 1,1 - 1,5 juta 1,6 – 2 juta > 2 juta

1 P. Kambuno 44 8 6 - - 2 P.Burungloe 19 12 - 4 - 3 P. Kanalo 1 dan2 22 13 1 1 1 4 P. Batanglampe 12 6 - - - 5 Kel. Lappa 25 24 7 4 1

Page 329: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Tabel 16. Jumlah Responden yang Memiliki Tabungan

No. Lokasi Menabung Tidak Menabung 1 P. Kambuno 21 37 2 P.Burungloe 22 13 3 P. Kanalo 1 dan2 14 24 4 P. Batanglampe 7 11 5 Kel. Lappa 45 16

Tabel 17. Bentuk Tabungan Responden

Bentuk Tabungan No. Lokasi Bank Emas Lainnya

1 P. Kambuno 32 9 17 2 P.Burungloe 27 4 4 3 P. Kanalo 1 dan2 11 2 25 4 P. Batanglampe 15 3 - 5 Kel. Lappa 50 11 -

Tabel 18. Jumlah Responden yang Pernah Mengalami Kesulitan

No. Lokasi Kesulitan Tidak Kesulitan 1 P. Kambuno 38 20 2 P.Burungloe 26 9 3 P. Kanalo 1 dan2 23 15 4 P. Batanglampe 11 7 5 Kel. Lappa 23 38

Tabel 19. Cara Responden Mengatasi Kesulitan

Cara Mengatasi Kesulitan No. Lokasi Menjual

Simpanan Bantuan Keluarga

Pinjaman non

bunga

Pinjaman bank

Pinjaman di Ponggawa

Lain -lain

1 P. Kambuno 3 30 8 7 10 - 2 P.Burungloe 4 17 - 12 2 - 3 P. Kanalo 1 dan2 10 12 - 5 2 9 4 P. Batanglampe 5 7 - 2 4 - 5 Kel. Lappa 3 24 - 22 3 9

Page 330: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Tabel 20. Model Rumah Responden

Model Rumah No. Lokasi Panggung Non Panggung

1 P. Kambuno 47 11 2 P.Burungloe 20 15 3 P. Kanalo 1 dan2 28 10 4 P. Batanglampe 12 6 5 Kel. Lappa 37 24

Tabel 21. Luas Bangunan Rumah Responden

Luas Bangunan (m2) No. Lokasi < 100 100-150 151 - 200 >200

1 P. Kambuno 41 12 3 2 2 P.Burungloe 17 13 3 2 3 P. Kanalo 1 dan2 32 6 - - 4 P. Batanglampe 12 4 - 2 5 Kel. Lappa 19 21 10 11

Tabel 22. Bahan Atap Rumah Responden

Model Atap No. Lokasi Seng Rumbia Genting Nypa Asbes

1 P. Kambuno 52 2 - 3 1 2 P.Burungloe 32 1 1 1 - 3 P. Kanalo 1 dan2 29 5 - 4 - 4 P. Batanglampe 18 - - - - 5 Kel. Lappa 57 1 1 - 2

Tabel 23. Bahan Dinding Rumah Responden

Bahan Dinding No. Lokasi Seng Tripleks Papan Tembok Bambu

1 P. Kambuno 3 3 39 12 1 2 P.Burungloe - 1 23 10 1 3 P. Kanalo 1 dan2 7 - 29 1 1 4 P. Batanglampe - 1 11 6 - 5 Kel. Lappa 9 2 31 18 1

Page 331: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Tabel 24. Bahan Lantai Rumah Responden

Bahan Lantai No. Lokasi Papan Semen Keramik Tegel Tanah

1 P. Kambuno 46 9 1 1 1 2 P.Burungloe 25 6 1 3 - 3 P. Kanalo 1 dan2 30 5 - 3 - 4 P. Batanglampe 12 5 - 1 - 5 Kel. Lappa 39 10 3 9 -

Tabel 25. Sumber Penerangan Rumah Responden

Sumber Penerangan No. Lokasi PLN Listrik Swasta Pelita Petromaks

1 P. Kambuno 46 8 4 - 2 P.Burungloe 32 - 2 1 3 P. Kanalo 1 dan2 17 12 8 1 4 P. Batanglampe 17 - 1 - 5 Kel. Lappa 60 - - 1

Tabel 26. Status Pemilikan Rumah Responden

Status Pemilikan Rumah No. Lokasi Milik Sendiri Sewa/ Kontrak Menumpang Dinas

1 P. Kambuno 52 2 3 1 2 P.Burungloe 28 1 6 - 3 P. Kanalo 1 dan2 36 - - 2 4 P. Batanglampe 17 - 1 - 5 Kel. Lappa 56 3 2 -

Tabel 27. Sumber Air Minum Responden

Sumber Air No. Lokasi Sungai Hujan Sumur Air PAM

1 P. Kambuno - 2 6 50 2 P.Burungloe - - 3 32 3 P. Kanalo 1 dan2 - - 2 36 4 P. Batanglampe - - 11 7 5 Kel. Lappa - - 3 58

Page 332: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Tabel 28. Tempat Buang Air Responden

Tempat Buang Air Besar No. Lokasi Pantai Sungai Kakus Kebun

1 P. Kambuno 43 - 15 - 2 P.Burungloe 30 - 5 - 3 P. Kanalo 1 dan2 33 - 5 - 4 P. Batanglampe 16 - 1 1 5 Kel. Lappa 9 7 45 -

Tabel 29. Tempat Pembuangan Sampah Responden

Tempat Pembuangan Sampah No. Lokasi Pantai Sungai Lubang Kontainer

1 P. Kambuno 54 - 2 2 2 P.Burungloe 34 - 1 - 3 P. Kanalo 1 dan2 33 - 5 - 4 P. Batanglampe 14 - 4 - 5 Kel. Lappa 12 8 20 21

Tabel 30. Kepemilikan Armada Responden Nelayan

Kepemilikan Alat No. Lokasi Punya

Kapal jolloro Punya Perahu Layar

Punya Sampan

Sebagai Nahkoda

Sebagai ABK

Lain-lain

1 P. Kambuno 49 - 9 - - - - 2 P.Burungloe 23 - 6 6 - - - 3 P. Kanalo 1 dan2 27 3 2 6 - - - 4 P. Batanglampe 12 - - 6 - - - 5 Kel. Lappa 41 5 9 1 - - 5

Tabel 30. Tipe Daerah Tangkap Responden Nelayan

Type Daerah Tangkap No. Lokasi

Terumbu karang

Padang lamun Laut dalam Laut

dangkal Tidak tentu

1 P. Kambuno 11 1 16 2 16 2 P.Burungloe 4 - 20 1 2 3 P. Kanalo 1 dan2 5 - 12 - 13 4 P. Batanglampe 12 - 1 - 3 5 Kel. Lappa - - 22 - 17

Page 333: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Tabel 31. Jenis Kepemilikan Aset Produksi Responden Nelayan

Lokasi No. Jenis Alat Produksi P. Kambuno P. Burungloe P. Kanalo P. Batanglampe Kel. Lappa 1 Bagang 2 19 6 - 18 2 Pancing 14 15 13 6 23 3 Kompressor 22 - 6 12 2 4 Panambe 15 - 2 - 5

5 Keramba Jaring Apung 3 - - - -

6 Bius 2 - - - 7 Long line - 1 - - 2 8 Jaring Insang - - 4 - 2 9 Jala - - 3 - -

10 Rumpon - - 1 - - 11 Pukat - - 3 - - 12 Purse Seine - - - - 9

Tabel 32. Lama Penangkapan Responden Nelayan

Lama Penangkapan No. Lokasi < 1

minggu 1 – 2

minggu 3 – 4

minggu > 4 minggu

1 P. Kambuno 34 7 - 5 2 P.Burungloe 9 5 12 1 3 P. Kanalo 1 dan2 11 1 2 2 4 P. Batanglampe 14 7 - 9 5 Kel. Lappa 26 4 4 4

Tabel 33. Daerah Tangkapan Responden Nelayan

Jumlah Responden No Lokasi

Penangkapan P. Kambuno P. Burungloe P. Kanalo P. Batanglampe Kel. Lappa

1 P. Sembilan 26 10 19 6 10 2 Kupang / Lombok 8 - 2 - 5 3 Sorong 6 - 5 4 - 4 Teluk bone 4 1 - 1 2 5 Maluku 1 - - - - 6 Selayar 1 4 - - 5 7 Flores - 5 - - - 8 Sulawesi Tenggara - 6 - 2 17 9 NTT - 1 - 1 -

10 Limpoge - - 2 - - 11 Bulukumba - - 2 - - 12 Palopo - - - 1 - 13 Balikpapan - - - 1 -

Page 334: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Tabel 34. Biaya Operasional Penangkapan Responden Nelayan

Biaya Operasional No. Lokasi

< 500 ribu 0,5 – 1 juta 1,1 – 1,5 juta 1,6 – 2 juta > 2 juta

1 P. Kambuno 34 7 - 2 3 2 P.Burungloe 7 9 3 5 3 3 P. Kanalo 1 dan2 21 - 2 - 7 4 P. Batanglampe 11 3 - 1 1 5 Kel. Lappa 21 12 2 4 -

Tabel 35. Pengetahuan Responden tentang Arti Terumbu Karang

Arti Terumbu Karang No. Lokasi Tumbuhan

laut Tumbuhan batu/taka Tidak tahu Batu Pasi

1 P. Kambuno 2 4 52 - - 2 P.Burungloe 1 2 21 9 2 3 P. Kanalo 1 dan2 3 - 27 8 - 4 P. Batanglampe - - 10 8 - 5 Kel. Lappa 8 15 30 8 -

Tabel 36. Pengetahuan Responden tentang Manfaat Terumbu Karang

Manfaat Terumbu Karang No. Lokasi Rumah

ikan

T4 hidup ikan

Perlindungan ikan

T4. menangkap

ikan Perhiasan Bahan

Bangunan Tidak tahu

1 P. Kambuno 11 18 7 2 2 11 7 2 P.Burungloe 5 10 4 - - 8 8 3 P. Kanalo 1 dan2 5 9 3 - - 9 12 4 P. Batanglampe 3 11 1 - - - 3 5 Kel. Lappa 18 18 7 - - 7 11

Tabel 37. Pengetahuan Responden tentang Kegiatan yang Merusak Karang

Kegiatan Yang Merusak No. Lokasi

Bom Bius Jangkar kapal Penambangan potas Trawl Tidak tahu

1 P. Kambuno 25 12 2 4 1 1 13 2 P.Burungloe 13 9 2 - - 11 3 P. Kanalo 1 dan2 17 6 - 1 1 - 13 4 P. Batanglampe 9 3 2 1 2 - 1 5 Kel. Lappa 27 13 2 5 5 1 8

Page 335: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Tabel 38. Tanggapan Responden Terhadap Penggunaan Bahan-Bahan yang Merusak Terumbu Karang

Penambangan No. Lokasi Setuju Tidak Setuju Tidak Tahu 1 P. Kambuno 5 47 6 2 P. Burungloe 1 19 15 3 P. Kanalo 1 dan 2 7 22 9 4 P. Batanglampe 2 12 4 5 Kel. Lappa 6 46 9

Tabel 39. Pengetahuan Responden tentang adanya Peraturan yang Melarang Pengambilan Terumbu Karang, Bom dan Bius.

Peraturan yang melarang Mengambil Bom Bius No. Lokasi

Tahu T. tahu Tahu T. tahu Tahu T. tahu 1 P. Kambuno 40 18 38 20 32 26 2 P.Burungloe 18 17 19 16 16 19 3 P. Kanalo 1 dan2 12 26 15 23 13 25 4 P. Batanglampe 13 5 12 6 12 6 5 Kel. Lappa 24 37 25 36 21 40

Tabel 40. Pengetahuan Responden tentang adanya sanksi terhadap Perusak Terumbu Karang.

Sanksi Perusak No. Lokasi Ada Tidak Ada Tidak Tahu 1 P. Kambuno 29 13 16 2 P. Burungloe 14 9 12 3 P. Kanalo 1 dan 2 12 12 14 4 P. Batanglampe 8 6 6 5 Kel. Lappa 23 26 12

Tabel 41. Tanggapan Responden terhadap Sanksi yang Diterapkan Pemerintah

Tanggapan No. Lokasi Setuju Tidak Setuju Tidak Tahu 1 P. Kambuno 30 20 8 2 P. Burungloe 8 3 24 3 P. Kanalo 1 dan 2 10 5 23 4 P. Batanglampe 9 - 9 5 Kel. Lappa 21 - 40

Page 336: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Tabel 42. Pengetahuan Masyarakat tentang Adanya Penduduk Pulau yang Terkena Sanksi

Sanksi Penduduk Pulau No. Lokasi Ada Tidak Ada Tidak Tahu 1 P. Kambuno 20 21 17 2 P. Burungloe 4 17 14 3 P. Kanalo 1 dan 2 1 20 17 4 P. Batanglampe 1 11 6 5 Kel. Lappa 10 22 29

Tabel 43. Pengetahuan Responden tentang Adanya Penduduk Daerah Lain yang Terkena Sanksi

Sanksi Penduduk Luar No. Lokasi Ada Tidak Ada Tidak Tahu

1 P. Kambuno 13 26 20 2 P. Burungloe 5 22 8 3 P. Kanalo 1 dan 2 5 17 16 4 P. Batanglampe 4 9 5 5 Kel. Lappa 17 19 25

Tabel 44. Pengetahuan Responden tentang Sanksi Adat terhadap Para Perusak Terumbu Karang.

Sanksi Adat No. Lokasi Ada Tidak Ada Tidak Tahu 1 P. Kambuno - 40 18 2 P. Burungloe 1 21 13 3 P. Kanalo 1 dan 2 1 20 17 4 P. Batanglampe 2 9 7 5 Kel. Lappa 1 29 31

Tabel 45. Pengetahuan Responden Tentang Informasi COREMAP

Pengetahuan No. Lokasi Tahu Tidak Tahu 1 P. Kambuno 2 55 2 P. Burungloe - 33 3 P. Kanalo 1 dan 2 2 21 4 P. Batanglampe 3 13 5 Kel. Lappa 3 64

Page 337: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Tabel 46. Pengetahuan Responden tentang Kegiatan COREMAP

Kegiatan No. Lokasi Ada Tidak Ada 1 P. Kambuno 2 56 2 P. Burungloe - 35 3 P. Kanalo 1 dan 2 1 37 4 P. Batanglampe 3 15 5 Kel. Lappa - 61

Tabel 47. Pengetahuan Responden Tentang Kegiatan Lembaga Lain (LSM)

Kegiatan Lembaga Lain No. Lokasi Ada Tidak Ada 1 P. Kambuno 23 35 2 P. Burungloe - 35 3 P. Kanalo 1 dan 2 3 35 4 P. Batanglampe 3 15 5 Kel. Lappa - 61

Tabel 48. Tanggapan Responden Nelayan Terhadap Kondisi Hasil Tangkapan

Hasil Tangkapan No. Lokasi Menurun Meningkat Tetap Tidak Tahu

1 P. Kambuno 31 3 9 3 2 P.Burungloe 18 3 6 - 3 P. Kanalo 1 dan2 15 2 13 - 4 P. Batanglampe 9 - 7 - 5 Kel. Lappa 20 3 10 6

Tabel 49. Pengetahuan Responden tentang Sebab Penurunan Hasil Tangkapan

Sebab No. Lokasi

Bom Bius Nelayan banyak musim Taka

rusak Ikan

kurang Tidak tahu

1 P. Kambuno 4 3 18 6 6 3 6 2 P.Burungloe 3 3 6 6 - 3 6 3 P. Kanalo 1 dan2 9 7 2 2 2 2 6 4 P. Batanglampe 2 1 3 4 1 1 4 5 Kel. Lappa 5 10 3 5 - 3 13

Page 338: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Tabel 50. Cara Mengatasi Penurunan Hasil Tangkapan

Cara Mengatasi No Lokasi Mencari daerah lain Modifikasi alat tangkap Tidak tahu

1 P. Kambuno 18 10 18 2 P. Burungloe 9 9 9 3 P. Kanalo 1 dan2 12 - 18 4 P. Batanglampe 5 1 10 5 Kel. Lappa 16 - 23

Tabel 51. Anggapan Responden tentang Keberlanjutan Potensi Sumber Daya Perikanan

Pendapat Responden No Lokasi Habis Tidak akan habis Tidak tahu

1 P. Kambuno 3 14 41 2 P.Burungloe 1 13 21 3 P. Kanalo 1 dan2 2 8 28 4 P. Batanglampe 2 6 10 5 Kel. Lappa 2 14 45

Tabel 52. Tanggapan Responden tentang Akses Terbuka terhadap Pengelolaan Sumber Daya Perikanan.

Tanggapan Responden No Lokasi Setuju Tidak Setuju Tidak tahu

1 P. Kambuno 12 4 42 2 P.Burungloe 7 4 24 3 P. Kanalo 1 dan2 2 5 31 4 P. Batanglampe 3 4 11 5 Kel. Lappa 4 4 53

Tabel 53. Tanggapan Responden tentang Penangkapan yang Merusak

Tanggapan Responden No Lokasi Setuju Tidak Setuju Tidak tahu

1 P. Kambuno 39 16 3 2 P.Burungloe 1 10 24 3 P. Kanalo 1 dan2 - 10 28 4 P. Batanglampe - 6 12 5 Kel. Lappa 4 13 44

Page 339: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Tabel 54. Kekhawatiran Responden tentang Kehidupannya di Lokasi di masa yang akan datang

Yang dikhawatirkan No Lokasi

Harga BBM Naik Bom/bius Pukat Harimau Tidak tahu

1 P. Kambuno 3 - 3 40 2 P.Burungloe 2 - 4 21 3 P. Kanalo 1 dan2 - 1 - 29 4 P. Batanglampe - 1 4 11 5 Kel. Lappa 1 1 2 35

Tabel 55. Perkiraan Responden tentang Sumber Daya Alam di Perairan Pulau- Pulau Sembilan di masa depan

Kondisi Sumber Daya No Lokasi Turun Meningkat Tetap Tidak Tahu

1 P. Kambuno 6 6 - 46 2 P.Burungloe 3 3 - 29 3 P. Kanalo 1 dan2 3 2 - 33 4 P. Batanglampe 2 2 - 14 5 Kel. Lappa 5 2 - 54

Tabel 56. Pengetahuan Responden tentang adanya Tawaran Mata Pencaharian Alternatif

Tawaran Mata Pencaharian Alternatif No Lokasi Ada Tidak Ada Tidak Tahu

1 P.Kambuno 7 12 39 2 P. Burungloe 1 21 13 3 P. Kanalo 1 dan 2 2 11 25 4 P. Batanglampe 4 6 8 5 Kel. Lappa 2 41 18

Tabel 57. Perlunya Bantuan Usaha dan Bentuknya bagi Responden

Bantuan Bentuk Bantuan No Lokasi

Perlu Tidak perlu

Tidak Tahu Uang Modal Alat

Tangkap Tidak Tahu

1 P.Kambuno 31 3 24 7 19 5 27 2 P.Burungloe 18 3 14 7 8 2 18 3 P.Kanalo 1 dan 2 16 - 22 1 11 4 22 4 P. Batanglampe 10 - 8 3 6 1 8 5 Kel. Lappa 24 7 30 5 15 3 38

Page 340: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Tabel 58. Peraturan Tentang Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

Peraturan Pengelolaan No Lokasi Perlu Tidak Perlu Tidak tahu

1 P. Kambuno 10 5 43 2 P. Burungloe 4 3 28 3 P. Kanalo 1 dan 2 8 - 30 4 P. Batanglampe 4 3 11 5 Kel. Lappa 4 1 56

Tabel 59. Tanggapan Responden tentang Area Perlindungan bagi Ikan yang Dilindungi

Peraturan No Lokasi Perlu Tidak Perlu Tidak tahu

1 P. Kambuno 5 6 47 2 P. Burungloe 1 4 30 3 P. Kanalo 1 dan 2 3 5 30 4 P. Batanglampe 3 3 12 5 Kel. Lappa 7 20 34

Tabel 60. Tanggapan Responden tentang Penutupan Musim Penangkapan pada Waktu Tertentu

Peraturan No Lokasi Setuju Tidak Setuju Tidak tahu

1 P. Kambuno 6 10 42 2 P. Burungloe 1 8 26 3 P. Kanalo 1 dan 2 1 6 31 4 P. Batanglampe 1 7 10 5 Kel. Lappa 12 37 12

Tabel 61. Tanggapan Responden Tentang Larangan Pengoperasian Alat Tangkap Yang Merusak Sumberdaya Alam

Peraturan No Lokasi Setuju Tidak Setuju Tidak tahu

1 P. Kambuno 55 3 - 2 P. Burungloe 25 6 4 3 P. Kanalo 1 dan 2 32 6 - 4 P. Batanglampe 16 2 - 5 Kel. Lappa 54 - 7

Page 341: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Tabel 62. Tanggapan Responden Tentang Pembatasan Penangkapan Ikan dengan Ukuran Tertentu

Peraturan No Lokasi

Setuju Tidak Setuju Tidak tahu

1 P. Kambuno 6 9 43 2 P. Burungloe 3 4 28 3 P. Kanalo 1 dan 2 6 5 27 4 P. Batanglampe 3 5 10 5 Kel. Lappa 14 12 35

Tabel 63. Tanggapan Responden Bahwa Laut adalah Milik Bersama

Peraturan No Lokasi Setuju Tidak Setuju Tidak tahu

1 P. Kambuno 58 - - 2 P. Burungloe 25 5 5 3 P. Kanalo 1 dan 2 13 - 25 4 P. Batanglampe 18 - - 5 Kel. Lappa 61 - -

Tabel 64. Tanggapan Responden Tentang Penutupan Area Penangkapan di Kep. Sembilan bagi Orang luar

Peraturan No Lokasi Setuju Tidak Setuju Tidak tahu

1 P. Kambuno 5 6 47 2 P. Burungloe 4 2 29 3 P. Kanalo 1 dan 2 4 2 32 4 P. Batanglampe 2 5 11 5 Kel. Lappa 1 3 57

Tabel 65. Peranan Kegiatan Ibu Rumah Tangga untuk Menambah Penghasilan Keluarga

Tambahan Penghasilan Keluarga No Lokasi Ya Tidak Tidak Ada 1 P. Kambuno 2 - 56 2 P. Burungloe 5 1 29 3 P. Kanalo 1 dan 2 6 3 29 4 P. Batanglampe 4 2 12 5 Kel. Lappa 6 2 53

Page 342: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan

Tabel 66. Kegiatan Ibu Rumah Tangga dalam Membantu Pekerjaan Suami

Bantu Jenis Bantuan No Lokasi

Ya Tidak Bertani Usaha Perikanan

Pegawai Negeri

Lain-lain Tdk ada

1 P. Kambuno 2 56 - 2 - - 56 2 P. Burungloe 3 32 - 1 2 - 32 3 P. Kanalo 1 dan 2 3 35 - 1 - 2 35 4 P. Batanglampe 3 15 - 1 - 2 15 5 Kel. Lappa 7 54 2 1 2 2 56

Page 343: CORAL REEF REHABILITATION AND …coremap.or.id/downloads/RA-Studi_Sosial_Ekonomi_Kepulauan_Sper...Sesuai dengan kerangka acuan kontrak kerja antara Pokja COREMAP Sulawesi Selatan dengan