Bundel Karya Hsf 2012
-
Upload
natanael-nababan -
Category
Documents
-
view
20 -
download
0
Transcript of Bundel Karya Hsf 2012
-
MEDICAL YOUTH RESEARCH CLUB
(MYRC) FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Sekretariat: Medical Youth Research Club (MYRC) Gedung Student Centre Lt. 1, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Jalan Perintis Kemerdekaan km. 10, Makassar 90245
Tema Umum: Gagal Ginjal Kronik
-
MEDICAL YOUTH RESEARCH CLUB
(MYRC) FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Sekretariat: Medical Youth Research Club (MYRC) Gedung Student Centre Lt. 1, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Jalan Perintis Kemerdekaan km. 10, Makassar 90245
JUARA 1 LOMBA POSTER PUBLIK
ANDI ASHADY FITRAH PAWALLANGI MAHANANI SATITI
(UNIVERSITAS GADJAH MADA) Judul: Reno, Si Gaul dengan Ginjal yang Sehat
-
MEDICAL YOUTH RESEARCH CLUB
(MYRC) FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Sekretariat: Medical Youth Research Club (MYRC) Gedung Student Centre Lt. 1, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Jalan Perintis Kemerdekaan km. 10, Makassar 90245
JUARA 2 LOMBA POSTER PUBLIK
AFANDY DWI H. YASJUDAN RASTAMA P.
(UNIVERSITAS NEGERI SEBELAS MARET) Judul: 2 Liter Sehari, Menyelamatkan Ginjal Anda+
-
MEDICAL YOUTH RESEARCH CLUB
(MYRC) FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Sekretariat: Medical Youth Research Club (MYRC) Gedung Student Centre Lt. 1, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Jalan Perintis Kemerdekaan km. 10, Makassar 90245
JUARA 3 LOMBA POSTER PUBLIK
KARTIKA AFRIDA FAUZIA RIZKY IKWAN
(UNIVERSITAS AIRLANGGA) Judul: Jangan Sembarangan Minum Obat, Karena Obat Bukanlah Permen
-
MEDICAL YOUTH RESEARCH CLUB
(MYRC) FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Sekretariat: Medical Youth Research Club (MYRC) Gedung Student Centre Lt. 1, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Jalan Perintis Kemerdekaan km. 10, Makassar 90245
JUARA 1 LOMBA KARYA TULIS ILMIAH
NI LUH MADE NOVI RATNASARI PUTU ANGGA RISKY RAHARJA
(UNIVERSITAS UDAYANA) Judul: Potensi Induced Pluripotent Stem Cells Berbasis Sistem Transposon
sebagai Terapi Regeneratif Penyakit Ginjal Kronis
Prevalensi Penyakit Ginjal Kronis (PGK) di Dunia cenderung meningkat setiap
tahunnya. PGK merupakan kelainan yang bersifat kronis, progresif, dan persisten. PGK
dalam perjalanannya akan mengalami progresifitas menjadi PGK tahap akhir dengan
segala komplikasinya. Hingga kini, tujuan terapi hanya untuk menghambat progresifitas
serta mencegah komplikasi. Terapi Pengganti Ginjal (TPG) seperti cangkok ginjal dan
dialisis yang dilakukan selama ini bukanlah untuk menyembuhkan, tetapi hanya untuk
menggantikan fungsi ginjal. Oleh karena itu, timbul pemikiran untuk memanfaatkan
induced pluripotent stem cells (iPS) yang dikembangkan dengan teknik transposon
sebagai terapi regeneratif PGK. Melalui penulisan karya tulis ini, diharapkan dapat
mengetahui mekanisme dediferensiasi dan kultur iPS, metode administrasi, serta aplikasi
klinis iPS dalam penatalaksanaan PGK.
PGK adalah kerusakan ginjal primer atau sekunder selama 3 bulan atau lebih,
berdasarkan kelainan patologik, dengan penurunan GFR ataupun tidak. PGK diklasifikasi
menjadi stadium 1 sampai 5 berdasarkan perkiraan laju filtrasi glomerulus. PGK
umumnya terjadi karena komorbiditas penyakit metabolik seperti diabetes mellitus yang
menyebabkan kerusakan pembuluh aferen dan nefron. Sementara iPS adalah jenis stem
sel yang berasal dari dediferensiasi sel somatik. Dediferensiasi dicapai melalui ekspresi
gen regulator Klf4, Sox2, Nanog/c-Myc, dan Oct 3/4. Administrasi iPS diharapkan mampu
merepopulasi nefron dan memperbaiki fungsi ginjal pada PGK. Sumber data yang
dipergunakan relevan dengan topik permasalahan dan dikaji dengan metode telaah
pustaka.
Proses konstruksi sel iPS terdiri atas 3 tahapan, yakni tahapan persiapan vektor
sistem transposon serta integrasinya pada lasmid vektor, isolasi sel somatik (keratinosit)
dari jaringan epidermal kulit, dan metode kultur serta identifikasi sel yang digunakan
dimodifikasi dengan menggunakan gen silencing yang berfungsi mengendalikan replikasi
sel iPS, sehingga memiliki stabilitas materi genetik, tidak menginduksi reaksi imun saat
iPS ditransplasntasikan, serta dilaporkan tidak menginduksi terjadinya teratoma pasca
transplantasi. Metode administrasi terbaik untuk sel iPS adalah secara injeksi intravena.
Sel iPS di dalam tubuh akan mengalami nephrogenesis dan merepopulasi sel ginjal
selama 3 minggu. Faktor-faktor transkripsi esensial seperti Six 2, Wnt 4, Pax 2, dan
Slc34a1 diatur secara autoregulasi. Pemanfaatan iPS akan memperbaiki fungsi ginjal
-
MEDICAL YOUTH RESEARCH CLUB
(MYRC) FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Sekretariat: Medical Youth Research Club (MYRC) Gedung Student Centre Lt. 1, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Jalan Perintis Kemerdekaan km. 10, Makassar 90245
dengan perbaikan eGFR menjadi > 80 ml/menit/1,73 m2 setelah 3 bulan. Perbaikan ini
serupa pada cangkok ginjal namun teknologi iPS hanya memerlukan biaya 1/3 sampai
1/2 kali biaya cangkok dan tidak memerlukan bedah mayor. Pasien juga tidak perlu
minum obat imunosupresif seumur hidupnya. Pembuluh darah yang rusak juga dapat
diperbaiki oleh iPS dengan sekresi faktor angiogenik, seperti VEGF, FGF, HGF, dan TGF-.
-
MEDICAL YOUTH RESEARCH CLUB
(MYRC) FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Sekretariat: Medical Youth Research Club (MYRC) Gedung Student Centre Lt. 1, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Jalan Perintis Kemerdekaan km. 10, Makassar 90245
JUARA 2 LOMBA KARYA TULIS ILMIAH
PUTU WISNU ARYA WARDANA GUSTI AYU RISKA PERTIWI
PUTU DEVI OKTAPIANI PUTRI (UNIVERSITAS UDAYANA)
Judul: Potensi Smad1 pada Urin sebagai Faktor Diagnosis dan Prognostik Dini Nefropati Diabetika dalam Upaya Pencegahan Penyakit Ginjal Kronis
pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2
PGK adalah suatu penurunan fungsi ginjal yang progresif dan kronis dan dapat
berkembang menjadi ESRD. Berdasarkan laporan tahunan dari US renal data tahun 2010,
penyebab ESRD didominasi oleh diabetes melitus, dimana 30% penderita nefropati
diabetika akan mengalami progresivitas menuju ESRD. Sampai saat ini pemeriksaan
albuminuria menjadi baku emas untuk diagnosis nefropati diabetika. Namun, karena
rendahnya akurasi dan tidak mampu mendeteksi pada fase awal, sehingga dibutuhkan
marker untuk mendeteksi perubahan morfologis awal ginjal. Smad1 merupakan molekul
yang diharapkan mampu berperan sebagai marker dalam deteksi dini PGK karena
memiliki peranan yang esensial dalam nefropati diabetika.
Dalam penulisan karya tulis ini, sumber data yang digunakan adalah sumber
pustaka berupa data sekunder yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data
selanjutnya dianalisis dengan teknik analisis deskriptif argumentatif, dilanjutkan dengan
proses sintesis dengan menghimpun dan menghubungkan rumusan masalah, tujuan
penulisan, dan pembahasan, sertamenarik kesimpulan umum danbeberapa rekomendasi
sebagai transfer gagasan.
Pada penderita DMT2, terjadinya akumulasi molekul AGE dan ROS yang berlebih,
yang akan mengaktifasi pensinyalan TGF-, PDGF, CTGF, dan BMP. Dalam meneruskan
pensinyalan ke inti sel, molekul-molekul tersebut berikatan dengan Smad1. Smad1 akan
meregulasi ekspresi ColIV, osteopontin, -SMA, dan menginduksi EMT, yang selanjutnya
mengakibatkan terjadinya ekspansi matriks mesangial, dan berujung pada terjadinya
glomerulosklerosis dan fibrosis tubulointerstitial.
Produksi Smad1 yang melimpah akan diekskresikan ke urin, sehingga pemeriksaan
kadar urin Smad1 dengan metode ELISA dapat dijadikan faktor diagnostik dan prognostik
dini nefropati diabetika. Sebagai faktor diagnostik awal, terdapat korelasi tinggi antara
Smad1 yang diekskresikan pada urin dengan ekspansi sel mesangial dan akumulasi ColIV.
Sedangkan sebagai faktor prognostik dini, kadar Smad1 berkaitan dengan ekspresi ColIV,
-SMA dan osteopontin yang menyebabkan peningkatan progresivitas nefropati
diabetika. Melalui diagnostik awal ini dapat dilakukan intervensi dini yang terbukti
memiliki efektivitas yang tinggi pada fase awal nefropati diabetika.
-
MEDICAL YOUTH RESEARCH CLUB
(MYRC) FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Sekretariat: Medical Youth Research Club (MYRC) Gedung Student Centre Lt. 1, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Jalan Perintis Kemerdekaan km. 10, Makassar 90245
Bila dibandingkan dengan albuminuria, Smad1 bila mampu memberikan diagnosis
dan prediksi lebih awal serta memiliki spesifitas yang lebih tinggi. Akan tetapi
penggunaan Smad1 juga memiliki beberapa kelemahan terkait kadarnya yang rendah
dalam urin sehingga metode pemeriksaan terbatas pada ELISA. Dengan memperhatikan
potensinya dalam memberikan diagnosis dan prediksi yang akurat, penggunaan Smad1
tentunya memiliki prospek yang cerah dalam mengurangi angka mordibitas dan
mortalitas akibat PGK.
-
MEDICAL YOUTH RESEARCH CLUB
(MYRC) FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Sekretariat: Medical Youth Research Club (MYRC) Gedung Student Centre Lt. 1, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Jalan Perintis Kemerdekaan km. 10, Makassar 90245
JUARA 1 LOMBA ESAI ILMIAH
ANDI AYU LESTARI (UNIVERSITAS DIPONEGORO)
Judul: Inovasi Teknologi Mikroenkapsulasi dengan Probiotik Oxalobacter formigenes sebagai Solusi Batu Saluran Kemih untuk Pencegahan Gagal
Ginjal Kronik
Penyakit ginjal merupakan fenomena gunung es, yang penderitanya lebih banyak
tidak diketahui dan tidak tercatat (Chen et al.,2007). Di Indonesia, menurut Giatno (2010)
berdasarkan Pusat Data & Informasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia
(PDPERSI) jumlah penderita gagal ginjal kronik diperkirakan sekitar 50 orang per satu
juta penduduk, 60% nya adalah usia dewasa dan usia lanjut. Data terakhir menunjukkan
bahwa beban keuangan untuk pengobatan penyakit ginjal kronik stadium terminal
meningkat dari $ 5.776.565 pada tahun 2002 menjadi $ 7.691.046 di 2006 (Prodjosudjadi
and Suhardjono, 2009). Pemahaman yang baik akan etiologi dari PGK dapat menjadi
deteksi dini dan pencegahan serta terapi yang efektif untuk meringankan kejadian gagal
ginjal terminal, penyakit kardiovaskular, dan bahkan kematian (Chen et al.,2007).
Batu saluran kemih, merupakan suatu kondisi tidak normal terbentuknya batu pada
saluran kemih yang akan mengakibatkan gagal ginjal kronik. Angka kejadiannya
tergolong tinggi. Di seluruh dunia rata-rata terdapat 1 sampai 12% orang yang menderita
batu saluran kemih (Purnomo, 2003). Hal yang perlu dicermati, Indonesia merupakan
salah satu kawasan yang termasuk dalam stone belt, di mana angka kejadian batu saluran
kemih cukup tinggi (Lubis et al., 1982). Suatu penemuan baru yang sangat menarik
adalah ditemukannya faktor baru yang berkaitan dengan masalah batu saluran kemih
untuk mencegah gagal ginjal kronik, yaitu keberadaan bakteri Oxalobacter formigenes.
Terapi untuk mengatasi batu saluran kemih telah mengalami banyak kemajuan,
mulai dari operasi terbuka, pembedahan invasif minimal. Namun, kesemua terapi ini
masih bersifat kuratif dan relatif mahal dari segi pembiayaan. Memperhatikan
permasalahan batu kemih yang bisa berakibat pada gagal ginjal kronik dan tindakan
terapi yang telah ada, serta potensi mikroflora dalam saluran pencernaan dalam
biosintesis senyawa okalat sebagai precursor terbentuknya batu saluran kemih, maka
perlu dikaji peluang penggunaan mikroflora usus Oxalobacter formigenes sebagai solusi
alternatif penanganan preventif maupun rehabilitatif batu saluran kemih agar dapat
mencegah terjadinya gagal ginjal kronik.
-
MEDICAL YOUTH RESEARCH CLUB
(MYRC) FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Sekretariat: Medical Youth Research Club (MYRC) Gedung Student Centre Lt. 1, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Jalan Perintis Kemerdekaan km. 10, Makassar 90245
Peranan dan Mekanisme Kerja Bakteri Oxalobacter formigenes dalam
Mencegah Pembentukan Batu Kalsium Oksalat
Oxalobacter formigenes merupakan bakteri gram negative anaerob yang secara
normal berkoloni dalam saluran pencernaan sebanyak 70-80 % pada populasi orang
sehat. Angka kolonisasi normal kira-kira 7.6. 10 6-2.3. 108 CFU/g feses, dengan angka
kecepatan degradasi oksalat 5-8 mmol/g/h. (Bernd Hoppe et al., 2005) Bakteri ini
diketahui dapat terpengaruh kolonisasinya terhadap beberapa antibiotik. Tidak adanya
Oxalobacter formigenes dapat menyebabkan absorbsi oksalat yang berlebih di kolon,
sehingga terjadi ekskresi oksalat dalam jumlah besar melalui urin dan ini merupakan
predisposisi terbentuknya batu CaOx (Kaufman et al., 2008).
Oxalobacter formigenes sangat bergantung pada oksalat sebagai satu- satunya
sumber energi. (Berthold, 2007; Daniel et al., 1987b; Cornick dan Allison et al., 1996).
Karena itu, perannya menjadi sangat begitu penting dalam menjaga kondisi homeostasis
oksalat dalam tubuh. Dengan demikian, maka bakteri ini dapat dijadikan sebagai terapi
baru dalam mencegah pembentukan batu ginjal, dalam hal ini batu kalsium oksalat yang
merupakan kasus batu ginjal yangterbanyak. Jumlahnya mencapai 80 % dari semua kasus
batu ginjal yang terjadi. (Purnomo, 2003; Smith et al., 2007; McFarlane, 2006; McAninch
dan Tanagho et al., 2003; Shaykh dan Neiberger, 2006)
Peran dalam mengatur keadaan homeostasis oksalat dalam tubuh ini disebabkan
karena Oxalobacter formigenes memiliki dua enzim yang dapat mendegradasi oksalat.
Enzim tersebut yaitu Oxalyl Co-A dekarboksilase (OXC) dan formil-CoA transferase (FRC).
(Berthold, 2007; Federici et al., 2004) OXC termasuk kelompok enzim yang menggunakan
Thiamin difosfatase (ThDP-suatu bentuk aktif dari vitamin B1) untuk proses katalisisnya.
Sedangkan, FRC merupakan anggota dari enzim Co-A Transferase kelas III.( (Berthold,
2007)
Sebagai salah satu enzim yang dihasilkan oleh Oxalobacter formigenes, FRC tentunya
memiliki peranan dalam metabolisme oksalat bagi organisme tersebut. Enzim ini
memainkan peranan yang signifikan dalam konservasi energi bagi organisme tersebut.
Hal ini dikarenakan oksalat harus diaktivasi terlebih dahulu oleh suatu reaksi yang
menyertakan suatu Coenzim A (CoA), sebelum oksalat tersebut didekarboksilasi oleh
oxalyl-CoA dekarboksilase. (Baetz et al., 1990). pH optimum untuk aktivitas enzim FRC
yaitu 6.5-7.5. Reaksi dapat berlangsung baik pada pH 6.7. Hal ini dikarenakan formil-CoA
kurang stabil pada pH basa. Jadi, tahapan siklus katabolisme Oksalat oleh Oxalobacter
formigenes adalah sebagai berikut (Berthold, 2007) :
1) Tahap pertama dalam siklus katabolisme oksalat terjadi di sitoplasma
Oxalobacter formigenes dikatalis oleh FRC. FRC mengkatalis aktivasi
oksalat, oksalat dengan mentransfer CoA antara Formil CoA dengan
menghasilkan Oxalyl CoA dan format.
2) Tahap selanjutnya yaitu menggunakan OXC sebagai enzim kedua pada
jalur katabolisme ini. OXC mendekarboksilasi Oxalyl-CoA dan
menghasilkan karbondioksida sekaligus me-regenerasi Formil-CoA.
-
MEDICAL YOUTH RESEARCH CLUB
(MYRC) FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Sekretariat: Medical Youth Research Club (MYRC) Gedung Student Centre Lt. 1, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Jalan Perintis Kemerdekaan km. 10, Makassar 90245
Dengan demikian, oksalat didegradasi menjadi CO2 dan format sebagai produknya,
yang selanjutnya akan dimetabolisme lebih lanjut dan diekskresi melalui feses.
Berdasarkan penjelasan tersebut, terapi dengan Oxalobacter formigenes dapat menjadi
suatu pilihan yang logis bagi pasien dengan hiperoxaluria sekunder dengan kadar oksalat
dalam urin yang melebihi normal sebagai akibat dari absorbsi yang berlebih maupun
asupan diet oksalat.(Hoppe et al., 2005; Daniel et al., 1987b).
Selain itu, Oxalobacter formigenes juga dimungkinkan dapat menjadi terapi
pencegahan pembentukan batu ginjal pada penderita hiperoksaluria primer yang
disebabkan oleh defek kongenital akibat defisiensi dari peroksisomal liver-specific
alanine: glyoxylate aminotransferase gene. Latar belakang terapi dengan Oxalobacter
formigenes pada hiperoksaluria primer adalah adanya hipotesis yang menyebutkan
bahwa oksalat yang disekresi melalui suatu gradient transepitelial yang tinggi
menyeberangi enterosit akan memasuki lumen usus. Hal ini berarti penambahan oksalat
dan sejumlah signifikan oksalat endogen akan dieliminasi melalui saluran pencernaan
sebagai ganti dari ekskresi yang tidak diharapkan melalui ginjal. (Hoppe et al., 2005)
Pada pasien dengan hiperoxaluria primer dan sekunder, ditemukan bahwa hanya
sedikit kolonisasi Oxalobacter formigenes (Allison et al., 1986; Hoppe et al., 2005).
Begitupun pada pasien dengan batu ginjal. Jumlah koloni bakteri Oxalobacter formigenes
lebih rendah dibanding orang normal. Bahkan pada pasien dengan batu ginjal rekuren,
jumlah kolonisasi bakteri tersebut menjadi sangat sedikit. Oleh karena itulah, maka
pemberian Oxalobacter formigenes bagi tubuh sebagai usaha untuk mempertahankan
jumlah koloni Oxalobacter formigenes sangatlah penting.
Pada sebuah penelitian ekspermental (Hoppe et al., 2005) pada seorang pasien
dengan hiperoksaluria primer setelah 4 minggu pemberian oral Oxalobacter formigenes
menunjukkan bahwa pasien tersebut memiliki kolonisasi bakteri Oxalobacter formigenes
yang tetap selama 2 tahun berikutnya dan tanpa perubahan rejimen terapi sama sekali,
ekskresi oksalat urinnya menurun secara gradual dari 1.2 mmol/1.73 m2/24 Jam
menjadi normal, yaitu 0.22 mmol/1.73m2/24 jam pada pemeriksaan yang terakhir.
Pemberian oral Oxalobacter formigenes dapat menjadi suatu solusi yang baik dan
menjanjikan dalam mencegah pembentukan batu saluran kemih adalah bahwa tidak
tampak adanya efek samping yang spesifik sebagai akibat dari terapi dengan Oxalobacter
formigenes. (Allison et al., 1986)
Pemanfaatan Oxalobacter formigenes dalam Probiotik
Probiotik merupakan makanan atau suplemen yang berupa mikroba atau bakteri
yang memberi efek menguntungkan bagi kesehatan. (Harish dan Varghese et al., 2006;
Kosin dan Rakshit et al., 2006). Begitupun dengan probiotik bakteri Oxalobacter
formigenes diharapkan bisa menjadi suatu solusi dalam merekolonisasi keberadaan
bakteri tersebut dalam saluran cerna. Sebab fungsi utama dari flora saluran cerna salah
satunya yaitu dalam aktivitas metabolismenya (Haris dan Varghese, 2006), maka
-
MEDICAL YOUTH RESEARCH CLUB
(MYRC) FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Sekretariat: Medical Youth Research Club (MYRC) Gedung Student Centre Lt. 1, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Jalan Perintis Kemerdekaan km. 10, Makassar 90245
probiotik bakteri ini diharapkan dapat mengurangi resiko terjadinya batu ginjal akibat
hiperoksaluria dalam saluran cerna, melalui aktivitasnya dalam metabolisme oksalat.
Dengan memperhatikan syarat tersebut, pengembangan Oxalobacter formigenes
menjadi probiotik menjadi hal yang memungkinkan untuk dilakukan. Sebab: Oxalobacter
formigenes telah berhasil diisolasi yaitu dari feses manusia dan usus domba. Ada
beberapa strain Oxalobacter formigenes yang berhasil diisolasi yaitu OxB, HC1 yang
diisolasi dari usus domba dan feses manusia. Strain Va3 yang diisolasi feses yang
diperkaya pada seorang sukarelawan dewasa (Duncan et al., 2002).
Dengan jumlah yang adekuat, bakteri ini mampu menunjukkan manfaat (Duncan et
al., 2002). Dibandingkan dengan bakteri yang memiliki aktifitas degradasi oksalat yang
lain dari E. coli dan beberapa strain dari Bifidobacterium, Oxalobacter formigenes,
memiliki kemampuan memecah oksalat yang jauh lebih tinggi yaitu 100 %, sementara E.
coli 1,8 % dan dari Bifidobacterim yang tertinggi yaitu Bifidobacterium lactis 60, 6%
(Ammon dan Patrizia, 2004).
Dalam upaya memanfaatkan Oxalobacter formigenes sebagai probiotik, perlu
dipikirkan teknologi yang tepat sehingga viabilitas dan stabilitas bakteri hingga mampu
bertahan dalam saluran cerna. Sifat-sifat pertumbuhan bakteri ini perlu diperhatikan
terutama ketika melalui proses produksi dan konsumsi. Sebab sebelum dapat
memberikan efek yang menguntungkan, bakteri harus mampu bertahan hidup melewati
tahap pemrosesan dan faktor gastrointestinal serta mempertahankan fungsi biologisnya
(Kosin dan Rakshit et al., 2006). Untuk mendapatkan manfaat bagi kesehatan, bakteri
probiotik harus dapat hidup dan tersedia dalam konsentrasi yang tinggi, sekitar 106 -
107 CFU/ gram dari produk probiotik (Kosin dan Rakshit et al., 2006, Toma dan
Pokrotnieks., 2006)
Teknik Mikroenkapsulasi pada Probiotik Oxalobacter formigenes
Mikroenkapsulasi adalah suatu teknologi pengemasan materi padat, cair maupun
gas dalam bentuk kecil, di mana kapsul dapat melepaskan isinya dalam beberapa kondisi.
(Anal dan Singh., 2007). Tujuan pengemasannya sel-sel dalam lapisan bahan-bahan
adalah untuk melindungi sel-sel tersebut dari lingkungan sekitar yang tidak
menguntungkan. Bakteri probiotik ketika dienkapsulasi mendapat perlindungan
terhadap keasamaan lambung dan peningkatan tolerans terhadap asam empedu (Anal
dan Singh., 2007; Talwalkar dan Kailasapathy, 2003)
Sebuah mikrokapsul terdiri dari membran semipermeabel yang sferis, tipis dan
kuat yang mengelilingi inti padat mapun cair dengan diameter bervariasi dari beberapa
mikron hingga 1 mm. Enkapsulasi bakteri probiotik dalam sebuah matriks polimer
memiliki beberapa keuntungan. Enkapsulasi dalam bead (butiran) matriks atau
mikroenkapsulasi, sel-sel lebih mudah diolah dari pada dalam bentuk suspensi. Jumlah
sel dalam bead dapat dihitung, sehingga dosisnya dapat dengan mudah dikontrol.
Disebutkan pula enkapsulasi dapat mencegah kematian sel dari toksisitas oksigen (Anal
-
MEDICAL YOUTH RESEARCH CLUB
(MYRC) FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Sekretariat: Medical Youth Research Club (MYRC) Gedung Student Centre Lt. 1, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Jalan Perintis Kemerdekaan km. 10, Makassar 90245
dan Singh et al., 2007) Telah diketahui bahwa alginat mencegah difusi oksigen melalui
lapisan gel menciptakan region non-oksigen dalam bead probiotik (Talwalkar dan
Kailasapathy, 2003).
Asam alginat, adalah polimer alam, suatu heteropolisakarida yang diekstrak dari
berbagai jenis ganggang, dengan dua unit struktur yaitu D-mannuronat dan asam L-
glukoronat. Kalsium alginat telah digunakan secara luas dalam enkapsulasi bakteri
probiotik. Kapsul alginat memiliki beberapa keuntungan, dapat dengan mudah
membentuk matriks gel di sekitar sel bakteri, tidak beracun bagi tubuh, murah, kondisi
proses yang ringan, dapat dengan mudah digunakan, sederhana dan mudah diolah dan
memisah dengan baik dalam usus dan melepas sel yang berada di dalamnya (Anal dan
Singh, 2007; Talwalkar dan Kailasapathy, 2003; Kailasapathy, 2002).
Metode enkapsulasi konvensional, menggunakan natrium alginat dalam Kalsium
Klorida. Prosesnya adalah sebagai berikut (1) bakteri yang telah dikultur ditambahkan
dalam 2 % alginat. (2) Bakteri dan alginat dicampur rata. (3) Ambil 5 ml campuran dalam
0,1 M kalsium klorida, dan terbentuk bead (butiran). (4) bead disimpan semalam untuk
proses pengerasan. Metode ini digunakan terhadap beberapa strain dari spesies
Lactobacillus dan Bifidobacterium untuk mencegah toksisitas oksigen. (Talwalkar dan
Kailasapathy, 2003)
Setiap mikrobead terdiri dari hidrokoloid (kapsul) yang melapisi sel bakteri. Bentuk
geometris mikrobead seperti ini (sferis atau elips) juga disebut mikrosfer. Bead bisa
memiliki permukaan yang halus atau kasar (Gambar 3, bagian 1.1). setiap bead bisa
terdiri dari beberapa sel. Ketika beberapa sel tertutup dengan kapsul, cairan interstitial
dari larutan mengisi ruangan bebas dari mikrobead. Celah pada permukaan atau bagian
dalam bisa terjadi pada bead (Gambar 3, bagian 1.1). keberadaan celah memungkinkan
terbentuk pori yang dapat mengurangi efisiensi dari enkapsulasi. Mikrobead dapat
dilapisi zat kimia yang dapat meningkatkan efisiensi mikroenkapsulasi. Lapisan kedua
disebut cangkang. Mikrobead dengan (Gambar 3, bagian 1.3) atau tanpa pelapis disebut
bead dengan atau tanpa lapisan. Unsur yang berada di dalamnya terlapisi disebut inti
(core). (Mortazavian et al., 2007)
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat diketahui bahwa metode mikroenkapsulasi
bakteri dapat melindungi sel bakteri secara efisien, sehingga bakteri yang dikemas dalam
probiotik mikroenkapsulasi yang dikonsumsi per oral dapat hidup hingga berada dalam
usus manusia. Dengan menganalisis sifat-sifat bakteri Oxalobacter formigenes, dapat
disimpulkan bahwa bakteri ini memiliki potensi untuk diproses dengan metode
mikroenkapsulasi menjadi produk probiotik yang dapat dimanfaatkan sebagai solusi
terbentuknya batu kalsium oksalat dalam saluran kemih untuk mencegah gagal ginjal
kronik.
-
MEDICAL YOUTH RESEARCH CLUB
(MYRC) FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Sekretariat: Medical Youth Research Club (MYRC) Gedung Student Centre Lt. 1, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Jalan Perintis Kemerdekaan km. 10, Makassar 90245
LAMPIRAN 1
Gambar 1: Bakteri Oxalobacter formigenes strain OxB yang dilihat melalui mikroskop electron
yang ditumbuhkan pada media oksalat-cairan rumen selama 24 jam (Dawson et al., 1980)
Gambar 2: Karakteristik struktur dari mikrobead asam alginat (Talwalkar dan Kailasapathy, 2003)
Gambar 3: Metabolisme oksalat oleh Oxalobacter formigenes (Berthold, 2007)