BIMKGI VOL 2 NO 1

61

description

Jurnal Kedokteran Gigi Indonesia Vol 2 No 1

Transcript of BIMKGI VOL 2 NO 1

  • i

    BIMKGI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013

    Pelindung

    Sekretaris Jendral Persatuan Senat Mahasiswa

    Kedokteran Gigi Indonesia (PSMKGI)

    Penasehat

    drg. Retno Ardhani, M.Sc. Universitas Gadjah Mada

    Pimpinan Umum

    Mutma Inna Universitas Gadjah Mada

    Pimpinan Redaksi

    Failasofia Universitas Gadjah Mada

    Sekretaris

    Nanda Nur Andityas Universitas Gadjah Mada

    Bendahara

    Rika Putri S. Universitas Gadjah Mada

    Penyunting Ahli

    drg. Tetiana Haniastuti, M.Kes, Ph.D Universitas Gadjah Mada

    Dr. drg. Widjijono, S.U. Universitas Gadjah Mada

    drg. Lisdrianto Hanindriyo, MPH. Universitas Gadjah Mada

    drg. Margareta Rinastiti, M.Kes, Ph.D Universitas Gadjah Mada

    drg. Christnawati, M.Kes, Sp.Ort Universitas Gadjah Mada

    Penyunting Pelaksana

    Septika Prismasari Universitas Gadjah Mada

    Apriliani Astuti Universitas Gadjah Mada

    Novi Atmania D. Universitas Gadjah Mada

    Inten Pratiwi Universitas Gadjah Mada

    Youvanka Arsy Winmirah Universitas Gadjah Mada

    Humas dan Promosi

    Navilatul Ula Universitas Gadjah Mada

    Isti Noor Masita Universitas Gadjah Mada

    Muhammad Fahmi Alfian Universitas Gadjah Mada

    Nur Rahmawati Sholihah Universitas Gadjah Mada

    Diftya Twas Galih Atyasa Universitas Gadjah Mada

    Novaria Universitas Gadjah Mada

    Tata Letak dan Layout

    Mika Cendy Permatasari Universitas Gadjah Mada

    Ratihana Nurul Indias Universitas Gadjah Mada

    Amalia Rachmawati S. Universitas Gadjah Mada

    Nur Amalia Puspitasari Universitas Gadjah Mada

    SUSUNAN PENGURUS

  • ii

    BIMKGI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013

    Susunan Pengurus................................................................................................................................... i

    Daftar Isi...................................................................................................................................................... ii

    Petunjuk Penulisan ......................................................................................................................... iii

    Sambutan Pimpinan Redaksi.............................................................................................................. ix

    Research Hubungan Antara Durasi Hemodialisis Dengan Periodontitis Pada Pasien Dengan Gagal

    Ginjal Kronik (Kajian di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh)

    Dara Mauliza, Oki Tristanty

    ............................................................................................................................. ..................................................................................................... 1

    Aktivitas Antibakteri Tepung Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) terhadap Enterococcus

    faecalis secara In Vitro

    Dian R. Rinanda, Andi Y. Daulay

    ............................................................................................................................. ..................................................................................................... 8

    Literature Study Potensi Enzim Bromelin Pada Bonggol Nanas (Ananas comosus) Sebagai Bahan Anti Plak

    Dalam Pasta Gigi

    Muhammad A. Najib, Hendri J. Permana, Fatkhur Rizqi

    ............................................................................................................................. ..................................................................................................... 16

    Pentingnya Data Status Kesehatan Gigi dan Mulut Pada Kartu Menuju Sehat Ibu Hamil

    (Upaya Menunjang Program MDGS 2015)

    Irma Ariany Syam, Baiq Miftahul Fatia, Andi Fatima T

    ............................................................................................................................. ..................................................................................................... 23

    Ort-Card (Orthodontic Card) Sebagai Upaya Melindungi Masyarakat Terhadap Kesalahan

    Perawatan Akibat Pemasangan Kawat Gigi Ilegal

    Irma Ariany Syam, Akmalia Rosyada, Ayu Putri Djohan

    ............................................................................................................................. ..................................................................................................... 30

    Perawatan Apeksogenesis Dengan Mineral Trioxide Aggregate (MTA) Pada Gigi

    Permanen Muda

    Febrina Audina

    ............................................................................................................................. ..................................................................................................... 36

    Papain-Based Gel Sebagai Agen Chemo-Chemical Caries Removal Yang Ramah Lingkungan

    Dian R. Rinanda, Andi Y. Daulay ............................................................................................................................. .....................................................................................................41

    DAFTAR ISI ISSN : 2302-6448

  • iii

    BIMKGI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013

    Pedoman Penulisan Artikel

    Berkala Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia (BIMKGI)

    Indonesian Dental Student Journal

    Berkala Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia (BIMKGI) merupakan publikasi ilmiah yang terbit

    setiap 6 bulan sekali setiap bulan maret dan September berada dibawah Dirjen Perguruan Tinggi.

    Dalam mempublikasikan naskah ilmiah dalam berkala ini, maka penulis diwajibkan untuk menyusun

    naskah sesuai dengan aturan penulisan BIMKGI.

    Ketentuan umum :

    1. BIMKGI hanya memuat tulisan asli yang belum pernah diterbitkan oleh publikasi ilmiah lain.

    2. Naskah dengan sampel menggunakan manusia atau hewan coba wajib melampirkan lembar

    pengesahan laik etik dari institusi yang bersangkutan.

    3. Penulisan naskah :

    a. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dengan baik dan benar, jelas,

    lugas, serta ringkas.

    b. Naskah diketik menggunakan microsoft word dengan ukuran kertas A4, dua (2) spasi,

    kecuali untuk abstrak satu (1) spasi, dengan batas margin atas, bawah, kiri dan kanan

    setiap halaman adalah 2,5 cm.

    c. Ketikan diberi nomor halaman mulai dari halaman judul.

    d. Naskah terdiri dari minimal 3 halaman dan maksimal 15 halaman.

    4. Naskah dikirim melalui email ke alamat [email protected] dengan menyertakan

    identitas penulis beserta alamat dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

    Ketentuan menurut jenis naskah :

    1 Penelitian asli: hasil penelitian asli dalam ilmu kedokteran gigi, kesehatan gigi masyarakat,

    ilmu dasar kedokteran. Format terdiri dari judul penelitian, nama dan lembaga pengarang,

    abstrak, dan isi (pendahuluan, metode, hasil, pembahasan/diskusi, kesimpulan, dan saran).

    2 Tinjauan pustaka: tulisan naskah review/sebuah tinjauan terhadap suatu fenomena atau

    ilmu dalam dunia kedokteran dan kesehatan gigi, ditulis dengan memperhatikan aspek aktual

    dan bermanfaat bagi pembaca.

    3 Laporan kasus: naskah tentang kasus yang menarik dan bermanfaat bagi pembaca. Naskah ini

    ditulis sesuai pemeriksaan, diagnosis, dan penatalaksanaan sesuai kompetensi dokter gigi dan

    dokter gigi muda. Format terdiri dari pendahuluan, laporan, pembahasan, dan kesimpulan.

    PETUNJUK PENULISAN

  • iv

    BIMKGI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013

    4 Artikel penyegar ilmu kedokteran dan kesehatan gigi: naskah yang bersifat bebas ilmiah,

    mengangkat topik-topik yang sangat menarik dalam dunia kedokteran atau kesehatan gigi,

    memberikan human interest karena sifat keilmiahannya, serta ditulis secara baik. Naskah

    bersifat tinjauan serta mengingatkan pada hal-hal dasar atau klinis yang perlu diketahui oleh

    pembaca.

    5 Editorial: naskah yang membahas berbagai hal dalam dunia kedokteran dan kesehatan gigi,

    mulai dari ilmu dasar, klinis, berbagai metode terbaru, organisasi, penelitian, penulisan di

    bidang kedokteran, lapangan kerja sampai karir dalam dunia kedokteran. Naskah ditulis sesuai

    kompetensi mahasiswa kedokteran gigi.

    6 Petunjuk praktis: naskah berisi panduan diagnosis atau tatalaksana yang ditulis secara tajam,

    bersifat langsung (to the point) dan penting diketahui oleh pembaca (mahasiswa kedokteran

    gigi).

    7 Advertorial: naskah singkat mengenai obat atau material kedokteran gigi dan kesimpulannya.

    Penulisan berdasarkan metode studi pustaka.

    Ketentuan khusus :

    1. Untuk keseragaman penulisan, khusus naskah Penelitian asli harus mengikuti sistematika

    sebagai berikut:

    a. Judul karangan (Title)

    b. Nama dan Lembaga Pengarang (Authors and Institution)

    c. Abstrak (Abstract)

    d. Isi (Text), yang terdiri atas:

    i. Pendahuluan (Introduction)

    ii. Metode (Methods)

    iii. Hasil (Results)

    iv. Pembahasan (Discussion)

    v. Kesimpulan

    vi. Saran

    vii. Ucapan terima kasih

    e. Daftar Rujukan (Reference)

    2. Untuk keseragaman penulisan, khusus naskah Tinjauan pustaka harus mengikuti sistematika

    sebagai berikut:

    a. Judul

    b. Nama penulis dan lembaga pengarang

    c. Abstrak

    d. Isi (Text), yang terdiri atas:

    i. Pendahuluan (termasuk masalah yang akan dibahas)

  • v

    BIMKGI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013

    ii. Pembahasan

    iii. Kesimpulan

    iv. Saran

    e. Daftar Rujukan (Reference)

    3. Judul ditulis dengan Sentence case, dan bila perlu dapat dilengkapi dengan subjudul. Naskah

    yang telah disajikan dalam pertemuan ilmiah nasional dibuat keterangan berupa catatan kaki.

    Terjemahan judul dalam bahasa Inggris ditulis italic.

    4. Nama penulis yang dicantumkan paling banyak enam orang, dan bila lebih cukup diikuti

    dengan kata-kata: dkk atau et al. Nama penulis harus disertai dengan institusi asal penulis.

    Alamat korespondensi ditulis lengkap dengan nomor telepon dan email.

    5. Abstrak harus ditulis dalam bahasa Inggris serta bahasa Indonesia. Panjang abstrak tidak

    melebihi 200 kata dan diletakkan setelah judul naskah dan nama penulis.

    6. Kata kunci (key words) yang menyertai abstrak ditulis dalam bahasa Inggris dan bahasa

    Indonesia. Kata kunci diletakkan di bawah judul setelah abstrak. Tidak lebih dari 5 kata, dan

    sebaiknya bukan merupakan pengulangan kata-kata dalam judul.

    7. Kata asing yang belum diubah ke dalam bahasa Indonesia ditulis dengan huruf miring (italic).

    8. Tabel dan gambar disusun terpisah dalam lampiran terpisah. Setiap tabel diberi judul dan

    nomor pemunculan. Foto orang atau pasien apabila ada kemungkinan dikenali maka harus

    disertai ijin tertulis.

    9. Daftar rujukan disusun menurut sistem Vancouver, diberi nomor sesuai dengan pemunculan

    dalam keseluruhan teks, bukan menurut abjad.

    Contoh cara penulisan daftar pustaka dapat dilihat sebagai berikut :

    1. Naskah dalam jurnal

    i. Naskah standar

    Vega Kj, Pina I, Krevsky B. Heart transplantation is associated with an increased risk for

    pancreatobiliary disease. Ann Intern Med 1996 Jun 1;124(11):980-3.

    atau

    Vega Kj, Pina I, Krevsky B. Heart transplantation is associated with an increased risk for

    pancreatobiliary disease. Ann Intern Med 1996;124:980-3.

    Penulis lebih dari enam orang

    Parkin Dm, Clayton D, Black RJ, Masuyer E, Freidl HP, Ivanov E, et al. Childhood

    leukaemia in Europe after Chernobyl: 5 year follow-up. Br j Cancer 1996;73:1006-12.

    ii. Suatu organisasi sebagai penulis

    The Cardiac Society of Australia and New Zealand. Clinical exercise stress testing. Safety

    and performance guidelines. Med J Aust 1996;164:282-4.

  • vi

    BIMKGI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013

    iii. Tanpa nama penulis

    Cancer in South Africa [editorial]. S Afr Med J 1994;84:15.

    iv. Naskah tidak dalam bahasa Inggris

    Ryder TE, Haukeland EA, Solhaug JH. Bilateral infrapatellar seneruptur hos tidligere frisk

    kvinne. Tidsskr Nor Laegeforen 1996;116:41-2.

    v. Volum dengan suplemen

    Shen HM, Zhang QF. Risk assessment of nickel carcinogenicity and occupational lung

    cancer. Environ Health Perspect 1994;102 Suppl 1:275-82.

    vi. Edisi dengan suplemen

    Payne DK, Sullivan MD, Massie MJ. Women`s psychological reactions to breast cancer.

    Semin Oncol 1996;23(1 Suppl 2):89-97.

    vii. Volum dengan bagian

    Ozben T, Nacitarhan S, Tuncer N. Plasma and urine sialic acid in noninsulin dependent

    diabetes mellitus. Ann Clin Biochem 1995;32(Pt 3):303-6.

    viii. Edisi dengan bagian

    Poole GH, Mills SM. One hundred consecutive cases of flap laceration of the leg in ageing

    patients. N Z Med J 1990;107(986 Pt 1):377-8.

    ix. Edisi tanpa volum

    Turan I, Wredmark T, Fellander-Tsai L. Arthroscopic ankle arthrodesis in rheumatoid

    arthritis. Clin Orthop 1995;(320):110-4.

    x. Tanpa edisi atau volum

    Browell DA, Lennard TW. Immunologic status of cancer patient and the effects of blood

    transfusion on antitumor responses. Curr Opin Gen Surg 1993;325-33.

    xi. Nomor halaman dalam angka Romawi

    Fischer GA, Sikic BI. Drug resistance in clinical oncology and hematology. Introduction.

    Hematol Oncol Clin North Am 1995 Apr;9(2):xi-xii.

    2. Buku dan monograf lain

    i. Penulis perseorangan

    Ringsven MK, Bond D. Gerontology and leadership skills for nurses. 2nd ed. Albany (NY):

    Delmar Publishers; 1996.

    ii. Editor, sebagai penulis

    Norman IJ, Redfern SJ, editors. Mental health care for elderly people. New York: Churchill

    Livingstone; 1996.

    iii. Organisasi dengan penulis

    Institute of Medicine (US). Looking at the future of the Medicaid program. Washington:

    The Institute; 1992.

  • vii

    BIMKGI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013

    iv. Bab dalam buku

    Philips SJ, Whisnant JP. Hypertension and stroke. In: Laragh JH, Brenner BM, editors.

    Hypertension: patophysiology, diagnosis, and management. 2nd ed. New York: raven

    Press; 1995.p.465-78.

    v. Prosiding konferensi

    Kimura J, Shibasaki H, editors. Recent advances in clinical neurophysiology. Proceedings

    of the 10th International Congress of EMG and Clinical Neurophysiology; 1995 Oct 15-

    19; Kyoto, Japan. Amsterdam: Elsevier; 1996.

    vi. Makalah dalam konferensi

    Bengstsson S, Solheim BG. Enforcement of data protection, privacy and security in

    medical information. In: Lun KC, Degoulet P, Piemme TE, Rienhoff O, editors. MEDINFO

    92. Proceedings of the 7th World Congress on Medical Informatics; 1992 Sep 6-10;

    Geneva, Switzerland. Amsterdam: North-Hollan; 1992.p.1561-5.

    vii. Laporan ilmiah atau laporan teknis

    a. Diterbitkan oleh badan penyandang dana/sponsor:

    Smith P, Golladay K. Payment for durable medical equipment billed during

    skilled nursing facility stays. Final report. Dallas (TX): Dept. of Health and

    Human Services (US), Office of Evaluation and Inspection; 1994 Oct. Report No.:

    HHSIGOEI69200860.

    b. Diterbitkan oleh unit pelaksana

    Field MJ, Tranquada RE, Feasley JC, editors. Helath services research: work

    force and education issues. Washington: National Academy Press; 1995.

    Contract no.: AHCPR282942008. Sponsored by the Agency for Health Care

    Policy and research.

    viii. Disertasi

    Kaplan SJ. Post-hospital home health care: the elderly/access and utilization

    [dissertation]. St. Louis (MO): Washington univ.; 1995.

    ix. Naskah dalam Koran

    Lee G. Hospitalizations tied to ozone pollution: study estimates 50,000 admissions

    annually. The Washington Post 1996 Jun 21;Sect A:3 (col. 5).

    x. Materi audiovisual

    HIV + AIDS: the facts and the future [videocassette]. St. Louis (MO): Mosby-Year book;

    1995.

  • viii

    BIMKGI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013

    3. Materi elektronik

    i. Naskah journal dalam format elektronik

    Morse SS. Factors in the emergence of infectious disease. Emerg Infect Dis [serial online]

    1995 Jan-Mar [cited 1996 Jun 5]:1(1):[24 screens]. Available from: URL: HYPERLINK

    http://www.cdc.gov/ncidod/EID/eid.htm

    ii. Monograf dalam format elektronik

    CDI, clinical dermatology illustrated [monograph on CD-ROM]. Reeves JRT, Maibach H.

    CMEA Multimedia Group, producers. 2nd ed. Version 2.0. San Diego: CMEA; 1995.

    iii. Arsip computer

    Hemodynamics III: the ups and downs of hemodynamics [computer program]. Version

    2.2. Orlando (FL): Computerized Educational Systems; 1993.

  • ix

    BIMKGI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013

    Assalamualaikum wr. Wb.

    Salam Sejahtera untuk kita semua. Menciptakan sebuah karya bukanlah hal yang mudah,

    dibutuhkan waktu dan proses yang panjang. Diawali dari ide yang cemerlang dan diikuti kemauan

    yang besar untuk merealisasikannya. Karya tulis merupakan salah satu bentuk realisasi dari ide-ide

    yang ada. Proses realisasi ini membutuhkan proses yaitu proses pembelajaran yang yang harus

    dilakukan agar mendapatkan hasil yang optimal. Mahasiswa Kedokteran Gigi saat ini dihadapkan

    pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, sehingga pola berfikirnya pun

    dituntut untuk berkembang saling beriringan. Keadaan ini memicu munculnya ide-ide baru di dunia

    Kedokteran Gigi dari para mahasiswa. Banyak ide-ide yang sudah terealisasi melalui sebuah tulisan,

    namun masih sedikit yang muncul ke permukaan. BIMKGI inilah wadah bagi seluruh mahasiswa

    kedokteran gigi se-Indonesia untuk mempublikasikan karya terbaiknya.

    Publikasi karya ilmiah ini tidak hanya suatu usaha apresiasi dengan menampilkan karya

    tetapi juga suatu bentuk usaha ikut mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang

    Kedokteran Gigi. Selain itu, merupakan suatu usaha untuk berbagi ilmu pengetahuan bagi sesama.

    Proses pembelajaran dalam pe-nulisan, dari munculnya ide sampai terealisasikan menjadi sebuah

    karya tulis itu akan tersirat dan menjadi motivasi bagi yang lain untuk ikut berkontribusi. Banyak

    sekali ilmu yang dapat diambil dari seluruh karya yang dipublikasikan dalam BIMKGI baik. Seluruh

    artikel penelitian dan studi pustaka yang dipublikasikan dalam volume 2 edisi 1 ini dapat diakses

    oleh seluruh mahasiswa, praktisi, maupun masyarakat umum.

    Sebagai pimpinan redaksi saya mengucapkan terima kasih kepada seluruh pengurus BIMKGI

    atas ker-jasa dan kerja kerasnya sehingga dapat menerbitkan berkala ilmiah ini. Terima kasih dan

    apresiasi kepada seluruh penulis atas kerja keras yang dilakukan dalam usaha ikut mengembangkan

    ilmu pengetahuan, serta kepada Mitra Bebestari yang telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk

    menilai karya ilmiah ini demi hasil yang terbaik.Semoga seluruh karya yang dipublikasikan dalam

    BIMKGI kali ini dapat memberikan man-faat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ,

    serta motivasi bagi seluruh mahasiswa kedokteran gigi untuk ikut berkontribusi dalam BIMKGI.

    Akhir kata, semoga seluruh harapan kami tercapai dan mohon maaf apabila terjadi kesalahan

    selama proses penyusunan hingga diterbitkannya Berkala Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Gigi

    Indonesia ini. Kritik dan saran sangat kami nantikan demi perbaikan diedisi selanjutnya. Together

    We Can, Together We Serve The Best!

    Wassalamualaikum wr.wb

    Yogyakarta, 5 Januari 2014

    Failasofia (Pimpinan Redaksi)

    SAMBUTAN PIMPINAN REDAKSI

  • 1

    BIMKGI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013

    Research

    ABSTRAK Gagal ginjal kronik merupakan masalah kesehatan dunia, dengan jumlah penderita yang bertambah setiap tahun. Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal secara perlahan yang berkaitan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus. Pasien gagal ginjal kronik biasanya diberikan terapi hemodialisis untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, serta mengeluarkan produk sisa metabolisme.Pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis sering terjadi periodontitis akibat kondisi kebersihan mulut yang buruk danmenjadi semakin parah seiring bertambahnya durasi hemodialisis yang dijalani. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara durasi hemodialisis dengan periodontitis. Penelitian analitik cross sectional ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Subjek penelitian sebanyak 99 orang dengan usia 20-59 tahun. Pemeriksaan kedalaman poket periodontal dan pemeriksaan OHI-S dilakukan terhadap subjek penelitian.Berdasarkan hasil uji chi-square terdapat hubungan yang bermakna antara durasi hemodialisis dengan periodontitis (p < 0,05)sehingga pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara durasi hemodialisis dengan periodontitis. Katakunci: durasi hemodialisis, periodontitis, gagal ginjal kronik.

    ABSTRACT Chronic renal failure is a worlds health problem, with a number of patients growing rapidly each year. Chronic renal failure is a progressive decline in the renal function associated with a reduced glomerular filtration rate. Patients with chronic renal failure are usually treated by hemodialysis to maintain fluid and electrolyte balance and eliminate metabolic waste products. In chronic renal failure patients who are undergoing hemodialysis teraphy, they often experiencing periodontitis as a result of poor oral hygiene, and periodontitis can be more serious along with the increasing of undergoing hemodialysis duration. This study was aimed to analyze the relationshipbetween hemodialysis duration and periodontitis. This cross sectional study was done in Regional General Hospital dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. The subjects of this study was 99, aged between 20-59 years old.Subject was clinically examined in periodontal pocket depth and oral hygiene. Based on chi-square test, it found that there was significant relationshipbetween hemodialysis duration and periodontitis (p < 0,05). It can be concluded that in this study, there was significant relationship between hemodialysis duration and periodontitis. Keywords: hemodialysis duration, periodontitis, chronic renal failure.

    HUBUNGAN ANTARA DURASI HEMODIALISIS DENGAN

    PERIODONTITIS PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK

    (Kajian di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh)

    Dara Mauliza1, Oki Tristanty

    1

    1Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh Jln. Tgk. Tanoh Abee Kompleks FK Unsyiah Darussalam, Banda Aceh 23111 Email: [email protected]

  • 2

    BIMKGI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013

    1. PENDAHULUAN

    Gagal ginjal kronik merupakan

    penurunan fungsi ginjal secara progresif dan

    ireversibel yang berkaitan dengan penurunan laju

    filtrasi glomerulus. Hipertensi kronik, diabetes

    melitus dan glomerulonefritis merupakan

    penyebab paling sering dari gagal ginjal kronik.1

    Hemodialisis menjadi salah satu terapi yang

    sangat dibutuhkan oleh penderita gagal ginjal

    kronik untuk mengeluarkan sisa-sisa

    metabolisme dalam darah.2

    Gagal ginjal kronik serta hemodialisis

    dapat mempengaruhi kondisi rongga

    mulut.Diperkirakan 90% pasien gagal ginjal

    kronik mengalami perubahan pada jaringan lunak

    mulut serta tulang rahang.3Salah satu

    manifestasi oral yang dapat timbuladalah

    periodontitis.Periodontitispada penderita gagal

    ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis

    dapat disebabkan oleh produksi vitamin D yang

    tidak adekuat pada ginjal sehingga terjadi

    resorbsi tulang, keadaan xerostomia, dan

    buruknya kebersihan mulut.4 Pasien cenderung

    lebih fokus terhadap penyakitnya dan terapi

    hemodialisis yang sangat menyita waktu menjadi

    alasan kurangnya menjaga kesehatan mulut.5

    Penelitian Bayraktar dkk (2007)

    menunjukkan bahwa perbedaan kedalaman

    poket periodontal signifikan pada pasien yang

    telah menjalani terapi hemodialisis kurang dari

    tiga tahun dibandingkan dengan pasien yang

    telah menjalani terapi lebih dari tiga tahun.6

    Poket periodontal merupakan tanda klinis dari

    periodontitis.Metode yang dapat dilakukan untuk

    mengetahui keberadaan poket periodontal serta

    seberapa besar kedalamannya adalah dengan

    melakukan probing.7

    Penelitian mengenai kondisi periodontal

    khususnya periodontitis pada pasien gagal ginjal

    kronik yang menjalani hemodialisis belum pernah

    diteliti di Banda Aceh. Berdasarkan hal tersebut,

    peneliti tertarik untuk melihat hubungan antara

    durasi hemodialisis dengan periodontitis pada

    pasien gagal ginjal kronik di Rumah Sakit Umum

    Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

    2. METODE

    Jenis penelitian adalah penelitian analitik

    cross sectional. Penelitian dilaksanakan pada

    tanggal 25 Maret 8 April 2013.Subjek dalam

    penelitian ini adalah pasien gagal ginjal kronik

    yang menjalani terapi hemodialisis di Instalasi

    Hemodialisis Rumah Sakit Umum Daerah dr.

    Zainoel Abidin Banda Aceh yang memenuhi

    kriteria inklusi. Pengambilan subjek dilakukan

    secara non probability sampling yaitu dengan

    purposive sampling.

    Kriteria Inklusinya yaitu bersedia menjadi

    subjek penelitian, usia 20-59 tahun dan memiliki

    salah satu gigi insisivus sentralis di setiap

    rahang, salah satu gigi insisivus lateralis di regio

    dua dan empat, salah satu gigi premolar di regio

    dua dan empat, dan gigi molar satu atau molar

    dua di setiap regio.

    Kriteria Eksklusinya yaitu sedang

    menjalani perawatan periodontal8, sedang

    mengkonsumsi antibiotik.8, pasien dengan

    kondisi yang sangat lemah, sehingga tidak

    memungkinkan dilakukan pemeriksaan, pasien

    yang memakai alat ortodonti cekat danpasien

    yang memiliki tambalan overhanging.

    Alat penelitian yang digunakan yaitu kaca

    mulut no. 4, prob periodontal UNC 15, pinset,

    autoklaf, medi pack, masker, sarung tangan,

    gelas plastik, kapas, ember kecil, tissue, alat

    tulis, lembar informed consent, lembar kuisioner

    seleksi subjek penelitian, lembar identitas subjek

    penelitian, lembar pemeriksaan poket periodontal

    dan lembar pemeriksaan OHI-S.

  • 3

    BIMKGI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013

    Bahan yang digunakan yaitu

    Hemiseal.Hemiseal adalah suatu bahan

    hemostatik cair dengan komposisi feracrylum

    (1%).

    Cara kerja penelitian dilakukan dengan

    cara melihat daftar registrasi serta rekam medik

    pasien termasuk diagnosis gagal ginjal, usia, dan

    jenis kelamin. Kemudian dilakukan pengisian

    kuisioner seleksi subjek penelitian untuk

    menentukan pasien yang masuk ke dalam

    kriteria inklusi dan eksklusi.

    1. Informed Consent

    Pasien yang memenuhi kriteria inklusi

    akan diberikan informed consent serta dijelaskan

    tujuan dan manfaat penelitian, prosedur

    pemeriksaan, risiko, antisipasi terhadap risiko

    dan hak untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

    Pasien yang bersedia menjadi subjek penelitian

    kemudian diminta untuk menandatangani lembar

    persetujuan menjadi subjek penelitian dan

    kemudian dilakukan pemeriksaan klinis berupa

    kedalaman poket periodontal dan OHI-S.

    2. Universal Precaution

    Peneliti menggunakan sarung tangan

    dan masker pada saat melakukan pemeriksaan.

    Satu set peralatan yang dipakai untuk

    pemeriksaan, seperti kaca mulut, prob

    periodontal, dan pinset hanya dipakai sekali

    untuk satu orang pasien. Alat-alat tersebut telah

    disterilisasi terlebih dahulu menggunakan

    autoklaf dengan suhu 1210C dan tekanan 15 psi

    (2 atm) selama 60 menit.

    3. Pemeriksaan Poket Periodontal

    Pemeriksaan poket periodontal dilakukan

    pada bagian mesial gigi. Gigi yang akan

    diperiksa yaitu gigi 16, 21, 24, 36, 41, dan 44.4

    Pemeriksaan dilakukan dengan memasukkan

    probe periodontal ke dalam sulkus gingiva gigi

    yang akan diperiksa.7 Kemudian diukur

    kedalaman poket periodontal, yaitu jarak dari

    margin gingiva sampai ke dasar sulkus gingiva

    atau poket periodontal.Hasilnya dicatat pada

    formulir pemeriksaan.

    4. Pemeriksaan OHI-S

    Pemeriksaan oral hygiene diperiksa

    dengan menggunakan Oral Hygiene Index-

    Simplified dari Green dan Vermilion

    (1964).Pengukuran dilakukan dengan cara

    menjumlahkan Indeks Debris dan Indeks

    Kalkulus.Pengukuran dilakukan pada gigi 16, 11,

    26, 36, 31, dan 46.

    5. Analisis Data

    Analisis statistik dengan uji chi-square

    untuk melihat hubungan antara durasi

    hemodialisis dengan periodontitis.

    6. Masalah Etik

    Penelitian ini telah mendapat ijin dari berbagai

    pihak terkait diantaranya Badan Etik Penelitian

    Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala,

    Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas

    Kedokteran Universitas Syiah Kuala dan Rumah

    Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin. Pada

    pelaksanaan penelitian, seluruh subjek penelitian

    diberikan informed consent terlebih dahulu

    3. HASIL

    Tabel 1. Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian

    Variabel Jumlah

    (N)

    Persentase

    (%)

    Durasi

    Hemodialisis

    (tahun)

    < 1 33 33,3

    13 33 33,3

    >3 33 33,3

    Usia (tahun)

  • 4

    BIMKGI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013

    20 29 7 7,1

    30 39 13 13,1

    40 49 28 28,3

    50 59 51 51,5

    Jenis Kelamin

    Laki-laki 65 65,7

    Perempuan 34 34,3

    Merokok

    Merokok 0 0

    Tidak merokok 99 100

    Diabetes Melitus

    Diabetes Melitus 22 22,2

    Tidak Diabetes

    Melitus

    77 77,8

    OHI-S

    Baik 0 0

    Sedang 33 33,3

    Buruk 66 66,7

    Periodontitis

    Tidak

    periodontitis

    18 18,2

    Periodontitis

    moderat

    39 39,4

    Periodontitis

    parah

    42 42,4

    Berdasarkan Tabel 1. di atas diketahui

    bahwa jumlah subjek untuk ketiga kelompok

    durasi hemodialisis adalah sama, yaitu sebanyak

    33 subjek (33,3%) pada setiap kelompok.

    Seluruh subjek penelitian, yaitu 99 subjek (100%)

    tidak merokok. Jumlah subjek yang tidak

    menderita diabetes melitus lebih banyak

    dibandingkan dengan yang menderita diabetes

    melitus, yaitu 77 subjek (77,8%). Jumlah subjek

    yang mengalami periodontitis parah lebih banyak

    dibandingkan dengan yang mengalami

    periodontitis moderat, yaitu 42 subjek (42,4%).

    1. Tabulasi Silang Durasi Hemodialisis

    dengan Periodontitis

    Pada Gambar 1. terdapat hasil tabulasi

    silang antara durasi hemodialisis dengan

    periodontitis yang menunjukkan bahwa

    periodontitis parah paling banyak dialami oleh

    kelompok dengan durasi hemodialisis >3 tahun.

    2. Tabulasi Silang Durasi Hemodialisis

    dengan OHI-S

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    3Ju

    mla

    h S

    ub

    jek

    Durasi Hemodialisis (tahun)

    Tidakperiodontitis

    Periodontitismoderat

    Periodontitisparah

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    < 1 1-3 > 3

    Ju

    mla

    h S

    ub

    jek

    Durasi Hemodialisis (tahun)

    OHI-S baik

    OHI-Ssedang

    OHI-Sburuk

    Gambar1. Diagram Batang Tabulasi Silang. Durasi

    Hemodialisis dengan Periodontitis. Keterangan: Tidak ada

    periodontitis = poket < 4 mm; Periodontitis moderat =

    poket 4-6 mm; Periodontitis parah = poket > 6 mm.

    Gambar 2. Diagram Batang Tabulasi Silang Durasi

    Hemodialisis dengan OHI-S. Keterangan: OHI-S baik

    = skor 0,0-1,2; OHI-S sedang = skor 1,3-3,0; OHI-S

    buruk = skor 3,1-6,0.

  • 5

    BIMKGI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013

    Pada Gambar 2. terdapat hasil

    tabulasisilang antara durasi hemodialisis dengan

    OHI-S yang menunjukkan bahwa OHI-S buruk

    paling banyak dialami oleh kelompok dengan

    durasi hemodialisis >3 tahun.

    3. Tabulasi Silang Periodontitis dengan OHI-S

    Tabel 2. Tabel Periodontitis dengan OHI-S

    OHIS

    Sedang Buruk

    Jumlah

    (N)

    Persentase

    (%)

    Jumlah

    (N)

    Persentase

    (%)

    Tidak

    Periodontitis 11 33,3 7 10,6

    Periodontitis

    moderat

    13 39,4 26 39,4

    Periodontitis

    parah 9 27,3 33 50,0

    Total 33 100 66 100

    Pada Tabel 2. terdapat hasil tabulasi

    silang antara periodontitis dengan OHI-S yang

    menunjukkan bahwa periodontitis lebih banyak

    terjadi pada kelompok subjek dengan OHI-S

    buruk dibandingkan kelompok subjek dengan

    OHI-S sedang.

    Tabel 3. Analisis Hubungan Durasi Hemodialisis

    dengan Periodontitis (1)

    Variabel Nilai p

    Durasi hemodialisis

    Periodontitis

    0,012*

    Keterangan: * = Uji chi-square, signifikansi: p < 0,05

    Diabetes melitus merupakan faktor risiko

    yang sangat mempengaruhi terjadinya

    periodontitis, di pihak lain diabetes melitus

    merupakan salah satu etiologi tersering dari

    penyakit gagal ginjal kronik. Pada penelitian ini

    diabetes melitus tidak dimasukkan dalam kriteria

    ekslusi.Oleh karena itu dilakukan uji analisis

    hubungan durasi hemodialisis dengan

    periodontitis tanpa memasukkan subjek yang

    memiliki riwayat diabetes melitus dapat dilihat

    pada Tabel 4.

    Tabel 4. Analisis Hubungan Durasi Hemodialisis

    dengan Periodontitis (2)

    Variabel Nilai p

    Durasi hemodialisis

    Periodontitis

    0,024*

    Keterangan: * = Uji chi-square, signifikansi: p < 0,05

    Berdasarkan hasil uji chi-square pada

    Tabel 3.dan Tabel 4. antara durasi hemodialisis

    dengan periodontitis menunjukkan hubungan

    yang bermakna (p 3 tahun, yaitu 52,4%, periodontitis

    moderat terbanyak terjadi pada kelompok

    dengan durasi hemodialisis 1-3 tahun, yaitu

    41,0%, sementara subjek yang tidak mengalami

    periodontitis paling banyak terjadi pada kelompok

    dengan durasi hemodialisis < 1 tahun, yaitu

    sebesar 50,0%.

  • 6

    BIMKGI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013

    Periodontitis dapat terjadi pada pasien

    hemodialisis akibat kombinasi beberapa faktor,

    yaitu produksi vitamin D yang tidak adekuat

    akibat kerusakan ginjal yang dialami, kondisi

    xerostomia, serta kondisi oral hygiene yang

    buruk.4,11

    Pada penderita gagal ginjal kronik,

    terjadi penurunan produksi vitamin D, sehingga

    kelenjar paratiroid terstimulasi untuk mensekresi

    hormon paratiroid. Kadar vitamin D tidak dapat

    bertambah karena kerusakan nefron yang

    dialami, akibatnya hormon paratiroid, TNF dan

    IL-I kemudian mengaktivasi terjadinya

    remodeling tulang.12

    Pada lain hal, kondisi xerostomia

    berkontribusi terhadap terjadinya periodontitis

    akibat penurunan kadar Imunoglobulin A pada

    saliva yang berfungsi sebagai pertahanan

    terhadap mikroorganisme penyebab terjadinya

    periodontitis.13

    Oral hygiene merupakan faktor penting dalam

    terjadinya periodontitis.Pasien hemodialisis

    memiliki prioritas yang rendah terhadap

    kesehatan dan kebersihan rongga mulut, baik

    dikarenakan oleh stres psikologis yang dialami

    pasien maupun karena terapi hemodialisis yang

    dijalani sangat menyita waktu.9

    Sebagaimana hasil penelitian ini yang

    menunjukkan bahwa tidak ada subjek yang

    memiliki OHI-S baik. Jumlah subjek terbanyak

    adalah yang memiliki OHI-S buruk, yaitu 66,7%.

    Kelompok yang memiliki OHI-S buruk terbanyak

    adalah kelompok dengan durasi hemodialisis > 3

    tahun, yaitu 37,9%. Hal ini sesuai dengan

    penelitian yang 4,9,10

    Diabetes melitus merupakan faktor risiko

    periodontitis, di sisi lain diabetes melitus

    merupakan salah satu etiologi dari gagal ginjal

    kronik.14

    Pada penelitian ini diabetes melitus

    tidak dimasukkan dalam kriteria eksklusi untuk

    menghindari kurangnya jumlah subjek penelitian

    dikarenakan diabetes melitus merupakan

    penyebab paling sering dari gagal ginjal

    kronik.Oleh karena itu,Diabetes melitus menjadi

    faktor pengganggu dalam penelitian ini. Riwayat

    diabetes melitus ditentukan dari diagnosis dokter

    bagian penyakit dalam di Rumah Sakit Umum dr.

    Zainoel Abidin sebagaimana yang tertera pada

    rekam medik pasien. Dari 99 subjek terdapat 22

    subjek dengan riwayat diabetes melitus dan

    seluruhnya mengalami periodontitis.15

    Merokok juga merupakan salah satu faktor

    risiko dari periodontitis.Akan tetapi pada

    penelitian ini ditemukan bahwa tidak ada subjek

    yang memiliki kebiasaan merokok. Hal ini diakui

    pasien bahwa mereka berhenti merokok

    semenjak didiagnosis menderita gagal ginjal

    kronik oleh dokter bagian penyakit dalam Rumah

    Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda

    Aceh.

    Berdasarkan hasil uji chi-square, pada

    penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat

    hubungan yang bermakna antara durasi

    hemodialisis dengan periodontitis pada pasien

    gagal ginjal kronik yang menjalani terapi

    hemodialisis di Rumah Sakit Umum Daerah dr.

    Zainoel Abidin Banda Aceh (p < 0,05).

    Pengujian dilakukan kembali dengan

    mengekslusikan subjek yang memiliki riwayat

    penyakit diabetes melitus, kemudian didapatkan

    hasil yang serupa.Durasi hemodialisis dikaitkan

    dengan oral hygiene yang buruk sebagai salah

    satu faktor penyebab terjadinya periodontitis.Oral

    hygiene ditemukan semakin buruk seiring

    dengan bertambahnya durasi hemodialisis akibat

    perilaku yang mengabaikan kebersihan rongga

    mulut pada pasien hemodialisis.4,6,9

    5. SIMPULAN

    Berdasarkan penelitian yang telah

    dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat

  • 7

    BIMKGI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013

    hubungan antara durasi hemodialisis dengan

    periodontitis pada pasien gagal ginjal kronik di

    Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin

    Banda Aceh..

    6. SARAN

    Bagi instansi kesehatan, diharapkan agar

    dapat mensosialisasikan penyakit periodontal

    sebagai salah satu penyakit yang berhubungan

    dengan gagal ginjal kronik, serta mengedukasi

    pasien agar dapat lebih menjaga kebersihan dan

    kesehatan rongga mulut.

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Proctor R, Kumar N, Stein A, Moles D,

    Porter S. Oral and dental aspect of

    chronic renal failure. Journal of Dental

    Research.2005; 84(3): 199-208.

    2. Cerver AJ, Bagn JV, Soriano YJ,

    Roda RP. Dental management in renal

    failure: patient on dialysis. Med Oral

    Patol Oral Cir Bucal.2008; 13(7): E419-

    26.

    3. DeRossi SS, Cohen DL. Renal Disease.

    In: Greenberg MS, Glick M, Ship JA,

    editors. Burkets Oral Medicine. 11th ed.

    Hamilton: BC Decker; 2008.p.363-65.

    4. Bhatsange A, Patil SR. Assessment of

    periodontal health status in patients

    undergoing renal dialysis: a descriptive,

    cross-sectional study. Journal of Indian

    Society of Periodontology.2012; 16(1):

    41

    5. Gavalda C, Bgan JV, Scully C, Silvestre

    FJ, Milian MA, Jimenez Y. Renal

    Hemodialysis Patients: Oral, Salivary,

    Dental and Periodontal Findings in 105

    adult cases. Oral Disease.1999; 5: 300-

    1

    6. Bayraktar G, Kurtulus I, Duraduryan A,

    Cintan S, Kazancioglu R, Yildiz A, et al.

    Dental and periodontal findings in

    hemodialysis patients. Oral

    Disease.2007; 13:395.

    7. Eickholz P. Clinical Periodontal

    Diagnosis: Probing pocket depth,

    vertical attachment level and bleeding

    on probing. Perio.2004; (1): 75-80.

    8. Marakoglu I, Gursoy UK, Demirer S,

    Sezer H. Periodontal status of chronic

    renal failure patients receiving

    hemodialysis. Yonsei Medical

    Journal.2003; 44(4): 648-52.

    9. Sekiguchi RT, Pannuti CM, Silva HT,

    Pestana JO, Rumito GA. Decrease in

    oral health may be associated

    withlength of time since beginning

    dialyisis. Spec Care Dentist.2012; 32(1):

    7-9.

    10. Cengiz MI, Sumer P, Cengiz S, Yavuz

    U. The effect of the duration of the

    dialysis patients on dental and

    periodontal findings. Oral Disease.2009;

    15: 339-340.

    11. Akar H, Akar GC, Carrero JJ, Stenvinkel

    P, Lindholm B. Systemic consequences

    of poor oral health in chronic kidney

    disease patients. Clin J Am Soc

    Nephrol. 2011; 6: 218-26.

    12. Little JW, Falace DA, Miller CS, Rhodus

    NL. Dental Management of Medically

    Compromised Patient. 6th ed. Missouri:

    Mosby; 2002.p.149.

    13. Marcotte H, Lavole MC. Oral microbial

    ecology and the role of salivary

    immunoglobulin a. Microbiology and

    Molecular Biology Review.1998: 71.

    14. Novak KF, Novak MJ. Risk Assessment.

    In: Newman MG, Takei HH, Klokkevold

    PR, Carranza FA, editors. Carranzas

    Clinical Periodontology. 10th ed.

    Philadelphia: Saunders Elsevier;

    2006.p.602-4.

    15. Mittal M, Teeluckdharry. Prevalence of

    Periodontal Disease in Diabetic and

    Non-diabetic Patients- A Clinical Study.

    Journal of Epidemiology.2011;10(1).

  • 8

    BIMKGI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013

    Research

    ABSTRAK Latar Belakang: Enterococcus faecalis adalah bakteri anaerob fakultatif yang dapat menyebabkan

    infeksi periapikal sekunder dan sangat resisten terhadap berbagai bahan antimikroba yang biasa

    digunakan pada perawatan saluran akar. Cacing tanah (Lumbricus rubellus) mengandung peptida

    antibakteri Lumbricin-1 dan diketahui dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif, Gram

    negatif dan jamur, namun sangat jarang menyebabkan timbulnya resistensi. Tujuan Penelitian:

    Penelitian ini bertujuan untuk melihat aktivitas antibakteri tepung cacning tanah (Lumbricus rubellus)

    terhadap Enterococcus faecalis secara in vitro. Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan

    penelitian eksperimental laboratoris yang bertujuan untuk melihat aktivitas antibakteri Lumbricin-1 dari

    tepung cacing tanah terhadap pertumbuhan E. faecalis secara in vitro. Enterococcus faecalis dikultur

    pada media CHROMagar VRE dan diinkubasi secara anaerob selama 24-48 jam pada suhu 37C. Bakteri diidentifikasi dengan melihat warna koloni bakteri yang tumbuh pada media CHROMagar VRE

    dan pewarnaan Gram, sementara uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi cakram.

    Hasil Penelitian: Hasil analisis statistik dengan one way ANOVA dan uji Duncan menunjukkan bahwa

    terdapat perbedaan yang nyata (p < 0,05) antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, namun

    tidak terdapat perbedaan yang nyata di antara masing-masing kelompok perlakuan. Kesimpulan:

    Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tepung cacing tanah memiliki aktivitas

    antibakteri yang kuat terhadap pertumbuhan E. faecalis.

    Katakunci: Enterococcus faecalis, Lumbricus rubellus, peptida antibakteri, Lumbricin-1

    ABSTRACT Background: Enterococcus faecalis is a facultative anerobic bacterium which can cause secondary

    periapical infection and is very resistant to numerous antimicrobial substances normally used during

    the root canal treatment. Earthworm (Lumbricus rubellus) possess antimicrobial peptide, known as

    Lumbricin-1 which is known to hinder the growth of Gram positive and Gram negative bacteria as well

    as fungi, but rarely caused resistance. Objectives: This study was conducted to observe the

    antibacterial activity of earthworm powder (Lumbricus rubellus) towards Enterococcus faecalis in vitro.

    Methods: This research was an experimental laboratory study conducted to observe the antibacterial

    activity of Lumbricin-1 contained in earthworm powder towards the growth of E. faecalis in vitro.

    Enterococcus faecalis was cultured on CHROMagar VRE media and incubated anaerobically for 24-

    48 hours in the temperature of 37C. The bacterium was identified by observing the colour of the

    colony of the bacterium growing on the CHROMagar VRE medium and Gram staining, while

    antibacterial activity test was performed using disk diffusion method. Results: Statistical analysis

    using one way ANOVA and Duncan test showed that there was a significant difference (p < 0,05)

    between test and control group. Conclusion: The result of the study showed that earthworm powder

    possessed strong antibacterial activity towards the growth of Enterococcus faecalis.

    Keywords: Enterococcus faecalis, Lumbricus rubellus, antimicrobial peptide, Lumbricin-1 1. PENDAHULUAN Enterococcus faecalis merupakan bakteri

    Gram positif fakultatif anaerob dengan prevalensi

    AKTIVITAS ANTIBAKTERI TEPUNG CACING TANAH

    (Lumbricus rubellus) TERHADAP Enterococcus Faecalis

    SECARA IN VITRO

    Dian R. Rinanda1, Andi Y. Daulay

    1

    1Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh Jln. Tgk. Tanoh Abee Kompleks FK Unsyiah Darussalam, Banda Aceh 23111 Email: [email protected]

  • 9

    BIMKGI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013

    resistensi antibiotik yang semakin meningkat.1

    Bakteri ini ditemukan pada 4-40% infeksi

    endodontik primer namun sering ditemukan

    dalam jumlah yang banyak pada gigi paska

    perawatan endodontik dengan lesi periapikal

    yang persisten.17

    Enterococcus faecalis memiliki

    kemampuan untuk melekat di dinding saluran

    akar dan membentuk biofilm sehingga lebih

    resisten terhadap fagositosis, antibodi dan

    antibakteri yang diberikan.2 Selain sebagai

    penyebab kegagalan perawatan saluran akar, E.

    faecalis juga dikenal sebagai patogen bagi

    manusia dan menjadi penyebab dari 80% infeksi

    yang biasa disebabkan oleh Enterococci.4

    Prevalensi resistensi E. faecalis yang

    semakin tinggi telah menjadi suatu permasalahan

    serius di bidang kedokteran, khususnya

    kedokteran gigi.4 Tingginya jumlah E. faecalis

    yang ditemukan pada saluran akar paska

    perawatan endodontik telah lama dikaitkan

    dengan kegagalan perawatan itu sendiri.3

    Salah

    satu upaya yang kerap dilakukan untuk

    mengatasi masalah tersebut adalah dengan

    melakukan penelitian mengenai bahan-bahan

    alami yang bersifat antibakteri. Cacing tanah

    (Lumbricus rubellus) merupakan salah satu

    bahan alam yang diketahui memiliki aktivitas

    antibakteri. Hal ini telah dibuktikan oleh enelitian

    yang dilakukan Cho et al. pada tahun 1998 telah

    berhasil mengisolasi peptida yang bersifat

    antibakteri dari cacing tanah.5,6

    Aktivitas antibakteri cacing tanah

    sebagian besar disebabkan oleh adanya peptida

    antibakteri yang berfungsi untuk melindungi

    cacing tanah dari mikroorganisme patogen yang

    hidup di lingkungan yang sama dengannya.

    Peptida antibakteri merupakan substrat yang

    sangat penting karena antibodi yang ada pada

    cacing tanah tidak cukup untuk mempertahankan

    diri dari serangan mikroorganisme patogen.7,8

    Lumbricin-1 merupakan peptida antibakteri yang

    telah berhasil diidentifikasi dari cacing tanah

    Lumbricus rubellus dan diduga bekerja dengan

    cara melubangi dinding sel bakteri dan dapat

    mengakibatkan kematian bakteri. Peptida ini

    terbukti mempunyai aktivitas antibakteri terhadap

    bakteri Gram negatif, Gram positif dan jamur.5

    Penelitian yang dilakukan oleh Sandra

    (2012) membuktikan bahwa tepung cacing tanah

    (L. rubellus) dengan konsentrasi 5%, 10%, 20%,

    40% dan 80% dalam pelarut akuades dapat

    menghambat pertumbuhan Shigella dysentriae.

    Biblio (2011) juga telah membuktikan bahwa

    tepung cacing tanah (L. rubellus) dapat

    menghambat pertumbuhan bakteri

    Staphylococcus aureus dan Salmonella typhii.9

    Penelitian ini dilakukan untuk

    mengetahui aktivitas antibakteri tepung cacing

    tanah (Lumbricus rubellus) terhadap E. faecalis.

    Pemilihan tepung cacing tanah dari spesies L.

    rubellus sebagai bahan alam yang akan diuji

    berdasarkan pada teori adanya senyawa peptida

    antibakteri yaitu Lumbricin-1 yang bersifat

    antibakteri. Senyawa ini diharapkan dapat

    menghambat pertumbuhan E. faecalis secara in

    vitro, sehingga dapat dikembangkan pada

    penelitian-penelitian selanjutnya.

    2. METODE

    Bahan dan alat yang digunakan adalah

    tepung cacing tanah dari spesies Lumbricus

    rubellus yang didapatkan dari LIPI Yogyakarta,

    kultur bakteri Enterococcus faecalis ATCC 29212

    yang berasal dari Laboratorium Mikrobiologi

    Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia,

    media CHROMagar VRE, media MHA, akuades,

    NaCl 0,9%, perangkat warna Gram, asam asetat

    50%, Chlorhexidine (CHX) 2%, air steril, alkohol

    70%, kertas cakram, anaerogen, timbangan

    analitik, gelas ukur, cawan petri, tabung reaksi,

  • 10

    BIMKGI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013

    jarum ose, labu Erlenmeyer, pipet Eppendorf,

    lampu spiritus, autoklaf, sterilisator, inkubator,

    kaleng, kapas lidi steril, vortex, jangka sorong

    Kultur dan identifikasi E. faecalis

    dilakukan pada media CHROMagar VRE.14

    Kultur E. faecalis dilakukan dengan

    menggunakan teknik goresan (streaking).

    Goresan diambil dari biakan murni dengan jarum

    ose yang sebelumnya telah dipijarkan di atas

    lampu spiritus. Jarum ose yang telah

    mengandung biakan lalu digoreskan secara zig-

    zag di atas media CHROMagar VRE. Cawan

    petri yang telah digoreskan bakteri dimasukkan

    ke dalam kaleng yang sebelumnya telah diisi

    dengan anaerogen, lalu diinkubasi dalam

    inkubator selama 24 jam pada suhu 37C.15,16

    Koloni E. faecalis akan tampak berwarna biru

    toska di atas media CHROMagar VRE.10

    Langkah identifikasi selanjutnya dilakukan

    dengan pewarnaan Gram.21,22,23

    Pembuatan suspensi E. faecalis

    dilakukan dengan memindahkan 1-2 ose koloni

    E. faecalis dari cawan petri ke dalam tabung

    reaksi berisi larutan NaCl 0,9% dengan

    menggunakan jarum ose. Selanjutnya kekeruhan

    suspensi diukur menggunakan spektrofotometer

    dengan panjang gelombang 625 nm dan nilai

    absorbansi 0,08-0,1 atau setara dengan

    McFarland 0,5 atau 1,5x108 colony forming unit

    (CFU)/ml.15,17

    Pembuatan larutan tepung cacing tanah

    dilakukan dengan menambahkan 300 mg, 400

    mg, 500 mg dan 600 mg dimasukkan dalam

    tabung reaksi steril. Sebanyak 2,5 ml asam

    asetat 50% ditambahkan pada tiap-tiap tabung

    lalu dihomogenkan dengan vortex selama 8

    menit. Berikutnya ditambahkan lagi 2,5 ml asam

    asetat 50% pada setiap tabung dan divortex lagi

    selama 7 menit. Supernatan pada permukaan

    larutan diambil sebanyak 0,1 ml dengan

    mikropipet dan dipindahkan ke tabung reaksi

    steril lainnya. Supernatan dicampurkan dengan

    4,5 ml air steril dengan tujuan normalisasi asam

    asetat 50% hingga mencapai konsentrasi 1%.18

    Suspensi bakteri yang telah diukur

    kekeruhannya tadi diswab dengan menggunakan

    kapas lidi steril secara merata pada media MHA

    dan didiamkan selama 5 menit. Kertas cakram

    berdiameter 6 mm yang telah disediakan masing-

    masing direndam dalam 1 ml larutan tepung

    cacing tanah, CHX 2% dan asam asetat 1%

    selama 30 menit lalu diletakkan di atas media

    MHA dengan menggunakan pinset steril. Kertas

    cakram yang direndam dalam CHX 2%

    digunakan sebagai kontrol positif, sementara

    kertas cakram yang direndam dalam asam asetat

    1% digunakan sebagai kontrol negatif.

    Selanjutnya media dimasukkan ke dalam kaleng

    yang sebelumnya telah diisi dengan anaerogen,

    lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37C.

    Setelah 24 jam, zona terang yang terbentuk akan

    diukur dengan menggunakan jangka sorong.

    Perlakuan akan dilakukan pengulangan

    sebanyak 4 kali.6,16,17,18

    Hasil pengukuran yang didapat

    dinyatakan dalam satuan milimeter (mm) dan

    diinterpretasikan berdasarkan kategori daya

    hambat antibakteri menurut Davis dan Stout.19,20

    Data yang diperoleh dari penelitian ini akan

    dianalisis menggunakan one way ANOVA yang

    kemudian akan dilanjutkan dengan uji Duncan.21

    3. HASIL

    Hasil uji aktivitas antibakteri

    menunjukkan bahwa tepung cacing tanah pada

    konsentrasi 300mg/5ml, 400mg/5ml, 500mg/5ml

    dan 600mg/5ml dalam pelarut asam asetat 50%

    dapat menghambat pertumbuhan E. faecalis.

    Berdasarkan klasifikasi Davis dan Stout,

    diameter zona hambat yang terbentuk dari

  • 11

    BIMKGI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013

    larutan tepung cacing tanah konsentrasi

    300mg/5ml, 400 mg/5ml, 500mg/5ml dan

    600mg/5ml dengan pelarut asam asetat 50%

    termasuk dalam kategori kuat dengan rata-rata

    diameter zona hambat 11,25 mm, 13 mm, 12,25

    mm dan 11,75 mm.

    Gambar 1. Hasil Uji Larutan Tepung Cacing

    Tanah terhadap E. faecalis

    Gambar 2. Diagram Batang Zona Hambat

    Berbagai Konsentrasi Larutan Tepung Cacing

    Tanah dengan Pelarut Asam Asetat 50% dan

    Kelompok Kontrol terhadap Enterococcus

    faecalis.

    Data pada Gambar 2 menunjukkan rata-

    rata diameter zona terang terbesar terdapat pada

    konsentrasi 400mg/5ml yaitu 13 mm, dan rata-

    rata diameter zona terang terkecil pada

    konsentrasi 300mg/5ml yaitu 11,25 mm,

    sedangkan pada kontrol negatif (asam asetat

    1%) tidak terbentuk zona hambat. Berdasarkan

    hasil analisis dengan menggunakan Statistical

    Package for the Social Sciences (SPSS), hasil uji

    normalitas menunjukkan sebaran data pada

    keseluruhan konsentrasi larutan tepung cacing

    tanah normal. Selain itu pada hasil uji

    homogenitas diperoleh nilai Sig. 0,077 yang

    berarti nilai p > 0,05 sehingga dapat disimpulkan

    bahwa data tersebut homogen.

    Hasil uji one way ANOVA menunjukkan

    bahwa nilai Fhitung sebesar 172,655 lebih besar

    daripada nilai Ftabel yang bernilai 3,06 sehingga

    dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima.

    Dengan kata lain tepung cacing tanah memiliki

    aktivitas antibakteri yang nyata terhadap E.

    fecalis. Hasil uji Duncan penelitian ini dapat

    dilihat pada Tabel 1.

    Tabel 1. Perbandingan Aktivitas Antibakteri

    Tepung Cacing Tanah terhadap E. faecalis

    dengan Uji Duncan pada Taraf Kritis 5%

    Keterangan: Superscript huruf yang berbeda

    menunjukkan perbedaan yang nyata.

    Tabel 1. menunjukkan bahwa semua

    konsentrasi uji menunjukkan perbedaan yang

    nyata dengan kontrol negatif (yang ditunjukkan

    dengan superscript yang berbeda). Hal ini

    menunjukkan bahwa kontrol negatif mampu

    menekan heterogenitas galat dan terlihat jelas

    11.25 13 12.25 11.75

    26.25

    0 0

    10

    20

    30

    Rata-rata Zona Hambat Enterococcus faecalis Pada

    Berbagai Perlakuan

    Perlakuan X SD

    P0 (Asam asetat 0,1%) 0,00a 0,00

    P1 (Larutan tepung cacing

    tanah konsentrasi 300mg/5ml) 11,25

    b 1,26

    P2 (Larutan tepung cacing

    tanah konsentrasi 400mg/5ml) 13,00

    b 0,82

    P3 (Larutan tepung cacing

    tanah konsentrasi 500mg/5ml) 12,25

    b 0,96

    P4 (Larutan tepung cacing

    tanah konsentrasi 600mg/5ml) 11,75

    b 0,50

    P5 (CHX 2%) 26,25c 2,50

  • 12

    BIMKGI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013

    bahwa larutan tepung cacing tanah dalam

    berbagai konsentrasi memiliki aktivitas antibakteri

    terhadap E. faecalis. Larutan tepung cacing

    tanah konsentrasi 300mg/5ml, 400mg/5ml,

    500mg/5ml dan 600mg/5ml menunjukkan

    aktivitas antibakteri yang sama. Aktivitas

    antibakteri yang paling kuat ditunjukkan oleh

    kontrol positif, yaitu CHX 2%.

    4. PEMBAHASAN

    Kemampuan tepung cacing tanah

    (Lumbricus rubellus) dalam menghambat

    pertumbuhan E. faecalis menunjukkan bahwa

    cacing tanah L. rubellus mengandung Lumbricin-

    1 yang bersifat antibakteri.5,6

    Hasil tersebut juga

    menunjukkan bahwa konsentrasi larutan tepung

    cacing tanah yang tinggi tidak selalu

    menghasilkan diameter zona hambat yang besar

    pula. Pada konsentrasi 300mg/5ml tepung cacing

    tanah yang digunakan lebih sedikit dibandingkan

    yang lain, begitu juga peptida yang terlarut

    sehingga aktivitas antibakterinya lebih sedikit

    dibandingkan yang lain. Aktivitas antibakteri

    meningkat pada konsentrasi 400mg/5ml, namun

    kembali menurun pada konsentrasi 500mg/5ml

    dan 600mg/5ml. Penurunan aktivitas ini

    disebabkan oleh kadar tepung cacing tanah yang

    terlalu tinggi dibandingkan dengan pelarutnya,

    sehingga larutan menjadi jenuh dan sulit untuk

    larut.6

    Kelarutan peptida sangat bergantung

    pada faktor karakteristik pelarut dan zat terlarut

    merupakan faktor penting yang harus

    diperhatikan. Lumbricin-1 adalah peptida yang

    bermuatan +1 yang dibentuk dari 10 asam amino

    bermuatan positif dan 9 asam amino yang

    bermuatan negatif.7 Peptida yang memiliki

    muatan +1 atau lebih hanya akan larut dalam

    larutan yang bersifat asam. Oleh sebab itu pada

    penelitian digunakan pelarut yang bersifat asam,

    yaitu asam asetat.22

    Hidrofobisitas Lumbricin-1 menentukan

    aktivitas antibakteri yang dimilikinya, karena

    hidrofobisitasnya akan berhubungan secara

    langsung dengan cara pelarutannya. Lumbricin-1

    merupakan peptida yang 22% molekulnya

    bersifat hidrofobik.5 Peptida yang

    hidrofobisitasnya

  • 13

    BIMKGI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013

    yang bermuatan negatif, sedangkan peptida

    antibakteri, khususnya Lumbricin-1 memiliki

    muatan positif.5,8,25

    Perbedaan muatan ini akan

    menyebabkan peptida tertarik ke sel hingga

    akhirnya memasuki membran sel bakteri.5,8,12,13

    Penelitian sebelumnya menyimpulkan

    bahwa peptida antibakteri dapat membunuh

    mikroorganisme dengan membuat lubang-lubang

    kecil, meningkatkan permeabilitas dan merusak

    membran sel. Setelah berhasil memasuki sel,

    peptida antibakteri akan mengikatkan dirinya

    pada DNA sel dan menghambat sintesis

    makromolekul dan DNA sel sehingga

    menyebabkan kematian sel.5,24

    Karakteristik lainnya yang dimiliki oleh

    Lumbricin-1 adalah kandungan asam amino

    prolinnya yang sangat tinggi, dimana dari 62

    asam amino yang dimiliki oleh Lumbricin-1, 15%

    diantaranya merupakan prolin, seperti yang

    ditunjukkan oleh Gambar 6.1.5

    Prolin memiliki

    kemampuan untuk mengubah bentuk rantai

    peptida dan menutupi bagian yang dikenali

    sebagai antigen oleh sel bakteri. Saat memasuki

    membran sel, peptida akan dikenali sebagai

    bagian dari sel bakteri, bukan suatu benda asing

    sehingga peptida antibakteri tidak akan diserang

    oleh sel. Mekanisme ini dapat mencegah

    aktivitas membranolitik sel bakteri sampai

    peptida antibakteri dapat menetukan target dan

    menyerang sel dengan leluasa. Hal inilah yang

    menyebabkan Lumbricin-1 dapat menyerang

    berbagai sel bakteri tanpa menyebabkan

    toksisitas sel pejamu.5,12

    Gambar 6. Prolin pada Struktur Asam Amino

    Lumbricin-1

    Sampai saat ini telah banyak ditemukan

    peptida antibakteri dari berbagai sumber yang

    kaya akan prolin, seperti apidaecin, drosocin,

    metchnikowin, bactenecin dan PR-39. Semua

    peptida antibakteri ini bermuatan positif dan

    memiliki kandungan prolin yang tinggi, namun

    memiliki aktivitas antibakteri yang berbeda.

    Apidaecin, bactenecin dan PR-39 hanya memiliki

    aktivitas antibakteri terhadap bakteri Gram positif.

    Drosocin memiliki aktivitas antibakteri terhadap

    bakteri Gram positif dan Gram negatif, namun

    tidak aktif terhadap jamur. Metchnikowin aktif

    terhadap bakteri Gram positif dan jamur, namun

    tidak aktif terhadap bakteri Gram negatif.

    Lumbricin-1 diketahui memiliki aktivitas

    antibakteri terhadap bakteri Gram positif, Gram

    negatif dan jamur. Hal ini menunjukkan bahwa

    Lumbricin-1 memiliki mekanisme yang berbeda

    dengan peptida antibakteri kaya-prolin yang lain,

    namun sayangnya sampai saat ini mekanisme

    kerja Lumbricin-1 dalam menghambat

    pertumbuhan bakteri dan jamur belum diketahui

    dengan pasti.5,15

    5. KESIMPULAN DAN SARAN

    Berdasarkan hasil penelitian dapat

    disimpulkan bahwa tepung cacing tanah

    (Lumbricus rubellus) dapat menghambat

    pertumbuhan Enterococcus faecalis. Hal ini

  • 14

    BIMKGI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013

    disebabkan karena tepung cacing tanah

    mengandung peptida Lumbricin-1 yang bersifat

    antibakteri.

    Penelitian ini menunjukkan bahwa

    aktivitas antibakteri tepung cacing tanah

    (Lumbricus rubellus) berasal dari peptida

    antibakteri yang dimilikinya, yaitu Lumbricin-1.

    Berdasarkan hasil tersebut, perlu dilakukan

    penelitian lanjutan untuk mengoptimalkan

    aktivitas antibakteri Lumbricin-1 terhadap

    Enterococcus faecalis dan berbagai

    mikroorganisme resisten lainnya. Hal ini penting

    untuk dilakukan agar potensi Lumbricin-1

    sebagai bahan antibiotik baru yang non-resisten

    dan non-toksik serta mudah disintesis dapat

    dikembangkan dengan baik di masa yang akan

    datang.

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Hidron AI, Edwards JR, Patel J, Horan TC,

    Sievert DM, Pollock DA, et al. Antimicrobial-

    resistant pathogens associated with

    healthcare-associated infections: annual

    summary of data reported to the national

    healthcare safety network at the Centers for

    Diseases Control and Prevention. CDC

    2008; 29: 996-1010.

    2. Matthew S, Boopathy T. Enterococcus

    faecalis: an endodontic challenge. KSR

    2011; 33-7.

    3. Stuart CH, Schwartz SA, Beeson T J, Owatz

    CB. Enterococcus faecalis: Its role in root

    canal treatment failure and current concepts

    in retreatment. J Endod 2006; 32: 93-8.

    4. Portenier I, Waltimo TMT, Haapasalo M.

    Enterococcus faecalis: the root canal

    survivor and star in post-treatment

    disease. Endodontic Topics 2003; 6: 135-

    59.

    5. Cho JH, Park CB, Yoon YG, Kim SC.

    Lumbricin I, a novel proline-rich

    antimicrobial peptide from the earthworm:

    purification, cDNA cloning and molecular

    characterization. Biochimica et Biophysica

    Acta 1998; 1408: 67-76.

    6. Julendra H, Sofyan A. Uji in vitro

    penghambatan aktivitas Escherichia coli

    dengan tepung cacing tanah (Lumbricus

    rubellus). Media Peternakan 2007; 30: 41-7.

    7. Karaca, A. Soil Biology: biology of

    earthworms. Berlin: Springer, 2011. p. 1.

    8. Tasiemski A. Antimicrobial peptides in

    annelids. ISJ 2008; 5: 75-82.

    9. Sandra M. Uji efektivitas tepung cacing

    tanah Lumbricus rubellus dalam

    menghambat pertumbuhan bakteri Shigella

    dysenteriae secara in vitro. Jakarta:

    Fakultas Kedokteran Universitas

    Pembangunan Nasional Veteran, 2012. p.

    6-7.

    10. Kayaoglu G, Orstavik D. Virulence factors of

    Enterococcus faecalis: relationship to

    endodontic disease. Crit Rev Oral Biol Med

    2004; 15: 308-20.

    11. Ekasari, Tjahjaningsih W, Cahyoko Y. Daya

    antibakteri tepung cacing tanah (Lumbricus

    rubellus) terhadap pertumbuhan bakteri

    Vibrio harveyi secara in vitro. Jurnal Ilmiah

    Perikanan dan Kelautan 2012; 4: 1-6.

    12. Yeaman MR, Yount NY. Mechanism of

    antimicrobial peptide action and resistance.

    Pharmacol Rev 2003; 55: 27-55.

    13. Zasloff M. Antimicrobial peptides of

    multicellular organisms. Nature 2002; 415:

    389-95.

    14. Anonymous. CHROMagar VRE. Access on:

    http://chromagar.com/fichiers/1259769034IF

    U_CHROMagar_VRE.pdf, Oktober 2012.

  • 15

    BIMKGI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013

    15. Brown AE. Bensons Microbiological

    Applications: laboratory manual in general

    microbiology. 9th

    ed. New York: McGraw-

    Hill, 2005. p. 73, 96.

    16. Hadioetomo RS. Mikrobiologi Dasar dalam

    Praktek: teknik dan prosedur dasar

    laboratorium. Jakarta: Gramedia, 1985. hal.

    32.

    17. Vandepitte J, Verhaegen J, Engbaek K,

    Rohner P, Piot P, Heuck CC. Basic

    Laboratory Procedures in Clinical

    Bacteriology. 2nd

    ed. Geneva: World Health

    Organization, 2003. p. 84, 86-9.

    18. Rinanda T, Hidayaturrahmi, Juwita.

    Karakterisasi SDS-Page lumbricin-1 serta

    uji aktivitas antibakteri tepung cacing tanah

    (Lumbricus rubellus) terhadap isolat klinis

    Pseudomonas aeruginosa resisten

    ciprofloxacin dan meropenem. Fakultas

    Kedokteran Universitas Syiah Kuala, 2012.

    hal. 25. Laporan Hasil Penelitian Dosen

    Muda.

    19. Marsa, RD. Efek antibakteri ekstrak lerak

    dalam pelarut etanol terhadap Enterococcus

    faecalis (penelitian in vitro). Medan:

    Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

    Sumatera Utara, 2010. hal. 19. Skripsi.

    20. Dharmawati IG. Efek ekstrak mengkudu

    dalam menghambat pertumbuhan

    Streptococcus mutans penyebab dental plak

    secara in vitro. Program Studi Ilmu

    Kedokteran Biomedik Universitas Udayana,

    2011. hal. 4. Tesis.

    21. Dahlan, MS. Statistika untuk Kedokteran

    dan Kesehatan. ed.4. Jakarta: Salemba

    Medika; 2009. hal. 83-95.

    22. ProImmune. Peptide solubility. Access on:

    http://www.thinkpeptides.com/peptidesolubili

    ty.html, Desember 2012.

    23. AnaSpec Inc. Peptide Solubility Guidelines.

    Fremont: EGT Group, 2008. p. 1-2.

    24. Park CB, Kim HS, Kim HC. Mechanism of

    action of the antimicrobial peptide buforin II:

    buforin II kills microorganisms by

    penetrating the cell membrane and inhibiting

    cellular functions. Biochemical and

    Biophysical Research Communications

    1998; 1: 253-257.

    25. Madigan MT, Martinko JM, Parker J. Brock

    Biology of Microorganism. 10th ed. Illinois:

    Southern Illinois University, 2003. p. 110.

  • 16

    BIMKGI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013

    Literature Study

    ABSTRAK Pembentukan plak diawali dari adanya proses kolonisasi bakteri yang berinteraksi dengan pelikel pada permukaan gigi. Pembentukan pelikel pada dasarnya merupakan proses perlekatan protein dan glikoprotein saliva pada permukaan gigi. Bakteri melekat pada pelikel dengan bantuan suatu molekul spesifik pada permukaanya. Penggunaan pasta gigi dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut lazim digunakan dalam masyarakat. Penambahan zat aktif pada pasta gigi sudah banyak dilakukan oleh para ahli. Bonggol nanas merupakan limbah dari buah nanas yang jarang dimanfaatkan. Bonggol nanas mengandung enzim bromelin yang merupakan suatu enzim proteolitik. Kajian ini bertujuan untuk membahas manfaat enzim bromelin sebagai bahan anti plak yang ditambahkan ke dalam dalam pasta gigi. Kandungan asam amino yang terbanyak dalam pelikel adalah arginin dan glutamin. Enzim bromelin dapat memecah ikatan asam amino antara arginin-alanin dan glutamine-alanin yang digunakan bakteri sebagai media perlekatan, sehingga dapat menghambat perlekatan antara bakteri dengan pelikel. Selain itu, enzim bromelin pada bonggol nanas sudah teruji biokompabilitas terhadap jaringan rongga mulut, sehingga aman pada saat pemakaiannya. Berdasarkan kajian di atas, dapat disimpulkan bahwa enzim bromelin pada bonggol nanas berpotensi sebagai bahan anti plak melalui mekanisme penguraian media perlekatan bakteri pada permukaan gigi. Kata kunci: bonggol nanas,bromelin, anti plak.

    ABSTRACT Early plaque formation begins of colonizing bacteria which interact with surface pellicle tooth. Pellicle formation is essentially a process of attachment of salivary proteins and glycoproteins on the tooth surface. Bacteria attached to the pelikel with the help of specific molecules on the surface. Generally, the people use dentrifrice to keep healthy teeth and mouth. The addition of active ingredient in dentrifrice has been caried out by the experts. Pineapple hump is a waste product rarely used. Hump pineapple contains the enzyme bromelain which is a proteolytic enzyme. This study aims to discuss enzyme bromelain as an anti-plaque material can be added in toothpaste. The highest amino acid content in pellicle are arginine and glutamine. The enzyme bromelain can break the bond between the amino acids (arginin-alanine and glutamine-alanine ) for bacterial attachment, so that it can inhibit the attachment of bacteria to pellicle. In addition, the enzyme bromelain in pineapple lamp test the biocompatibility of the oral tissues, so it is safe when used. Based on this study can conclude that the enzyme bromelain in pineapple hump as anti-plaque material, which really through decomposition mechanism of bacterial attachment on tooth surfaces. Keywords: Pinnaple hump, bromelain, anti-plaque.

    POTENSI ENZIM BROMELIN PADA BONGGOL NANAS (Ananas

    comosus) SEBAGAI BAHAN ANTI PLAK DALAM PASTA GIGI

    Muhammad A. Najib,1 Hendri J. Permana,

    1 Fatkhur Rizqi

    1

    1 Fakultas Kedokteran Gigi

    Correspondence : Universitas Jember

    Jalan Kalimantan no. 37, Jember-Jawa Timur Email:[email protected]

  • 17

    BIMKGI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013

    1. PENDAHULUAN

    Nanas (Ananas comosus) merupakan

    tanaman yang tumbuh subur didaerah yang

    beriklim tropis termasuk indonesia. Nanas

    mengandung enzim proteolitik yaitu bromelin

    yang lebih banyak terdapat pada bonggolnya.

    Enzim tersebut dapat mengurai atau memecah

    protein.1,2

    Enzim bromelin dapat memecah ikatan

    protein termasuk glutamin-alanin yang digunakan

    bakteri sebagai media perlekatan, sehingga

    dapat menghambat perlekatan antara bakteri

    dengan pelikel. Pelikel merupakan selapis tipis

    glikoprotein yang mengawali terbentuknya plak.

    Plak adalah faktor yang mendasari terjadinya

    karies dan berbagai penyakit periodontal.3,4,5,6

    Populasi mikroba dalam plak sekitar 72-102

    juta/mg berat basah setelah 24 jam dan

    meningkat menjadi 80-132 juta/mg setelah 3

    hari.7

    Pencegahan pembentukan plak

    merupakan hal penting dalam menghindari karies

    gigi. Pada dasarnya pembersihak plak dapat

    dilakukan dengan alat-alat mekanis dan kimiawi.

    Pembersihan mekanis dimaksudkan dapat

    menghilangkan plak secara psikomotorik oleh

    pasien dengan bantuan alat khusus seperti sikat

    gigi dan dental floss.8,6

    Faktor yang

    mempengaruhi terbentuknya plak yaitu diet,

    faktor saliva dan karakteristik permukaan gigi.9

    Penggunaan pasta gigi dilakukan untuk

    menambah pembersihan mekanis ketika

    menggosok gigi. Perkembangan komposisi pasta

    gigi terus mengalami perubahan, sejalan dengan

    kemajuan di dunia kedokteran gigi. Efek yang

    menguntungkan dari pasta gigi sangat

    bergantung pada frekuensi, cara menyikat dan

    komponen yang terkandung didalamnya.10

    Pada

    dasarnya komponen pasta gigi terdiri dari basis

    pasta dan komponen aktif. Komponen aktif

    berfungsi sebagai antibakteri, antiplak,

    antisenisitivitas dan antiinflamasi. Tujuan

    penambahan komponen aktif tersebut adalah

    menghambat terbentuknya plak sehingga

    dampaknya dapat mengurangi berbagai penyakit

    gigi dan mulut lainya.

    Pemanfaatan bahan herbal sebagai

    komponen aktif dalam pasta gigi mulai

    dikembangkan dalam kedokteran gigi seiring

    dengan semangat back to nature saat ini. Bahan

    herbal dianggap masyarakat relatif lebih aman

    dibanding bahan-bahan sintetis. Oleh karena itu,

    pencarian bahan herbal yang memiliki

    kemampuan setara dengan bahan sintesis

    sangat populer. Bahan herbal seperti enzim

    bromelin dari bonggol nanas yang telah terbukti

    biokompatibilitasnya diduga efektif sebagai

    bahan aktif antiplak dalam pasta gigi.2

    Berdasarkan latar belakang diatas, maka

    penulis ingin mengkaji potensi enzim bromelin

    pada bonggol nanas (Ananas comosus) sebagai

    bahan antiplak pada pasta gigi.

    2. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Enzim Bromelin pada Bonggol Nanas

    Nanas merupakan tanaman buah berupa

    semak yang berasal dari Brasilia (Amerika

    Selatan) dan memiliki nama ilmiah Ananas

    comosus. Buah nanas mengandung satu enzim

    yang penting yang dikenal dengan bromelin.2

    Enzim bromelin merupakan enzim hidrolase yang

    aktif pada protein. Berdasarkan sumbernya,

    enzim protease ada bermacam-macam yaitu

    papain, ficin, dan bromelin yang merupakan

    protease asal tanaman; tripsin yang merupakan

    enzim protease dari pankreas; pepsin dan renin

    yang merupakan protease dari persit.11

    Berdasarkan sifat-sifat kimia dari lokasi aktif,

    maka enzim bromelin termasuk dalam golongan

    enzim protease sulfihidril, yang artinya memiliki

  • 18

    BIMKGI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013

    residu sulfidril (sistenil dan histidil) pada lokasi

    aktif. Susunan asam amino yang mengandung

    gugus sistein pada sisi aktifnya sebagai berikut :

    -Cys Gly Ala Cys Trp Asn Gly Asp

    Pro Cys Gly Ala Cys Cys Trp.12

    Konsentrasi enzim bromelin pada bagian bonggol

    nanas lebih tinggi dibandingkan dengan daging

    nanas. 13

    Tabel 1. Kandungan Enzim Bromelin pada

    Tanaman Nanas13

    Bagian

    Tanaman

    Persen (%)

    Buah utuh masak 0,060 0,080

    Daging buah masak 0,080 0,125

    Kulit buah 0,050 0,075

    Tangkai 0,040 0,060

    Batang 0,100 0,600

    Buah utuh mentah 0,040 0,060

    Daging buah mentah 0,050 0,070

    Aktifitas enzim bromelin dipengaruhi oleh

    beberapa hal, yaitu :

    a. Kematangan buah

    Semakin matang buah nanas, maka

    keaktifan enzim bromelin dalam buah tersebut

    semakin berkurang. Hal ini disebabkan pada

    waktu pematangan buah terjadi pembentukan

    senyawa tertentu, dalam hal ini enzim mungkin

    ikut terpakai dalam senyawa tersebut sehingga

    sebagian struktur enzim akan rusak, akibatnya

    keaktifan berkurang.

    b. pH

    Aktivitas optimal dari enzim ini adalah

    pada derajat keasaman (pH) sebesar 6,5. Nilai

    pH terlalu tinggi atau rendah akan

    mengakibatkan terjadinya beberapa perubahan

    yaitu denaturasi protein dengan kecepatan

    katalisa menurun.

    c. Suhu

    Suhu yang paling baik adalah 30C, suhu

    diatas dan dibawah 30C mengakibatkan

    keaktifan enzim lebih rendah karena energi

    kinetik molekul substrat maupun enzim menjadi

    rendah sehingga kecepatan reaksi menjadi

    rendah.

    d. Konsentrasi dan waktu

    Konsentrasi enzim yang berlebih dan

    waktu yang lebih lama akan mengakibatkan

    kecepatan katalis enzim menurun, karena

    konsentrasi substrat efektif untuk tiap molekul

    enzim. Bertambahnya molekul enzim akan

    menyebabkan daya kerja enzim sebagai

    katalisator menjadi lebih lama yang tergantung

    pula dengan konsentrasi yang ada.12

    2.2 Plak Gigi

    Acquired pellice merupakan suatu

    lapisan tipis, amorf, translusen, halus, tidak

    berwarna, tidak dijumpai adanya bakteri dan

    apabila dilihat dengan menggunakan mikroskop

    elektron akan tampak aseluler, afibriler, dan

    merupakan masa yang homogen. Acquired

    pellice terbentuk dalam waktu singkat yaitu

    dalam beberapa menit setelah gigi dibersihkan

    dan belum tampak adanya bakteri. 5,13,14

    Protein merupakan komponen utama

    dari acquired pellice. Pembentukan acquired

    pellice pertama kali disebabkan adanya adsorbsi

    selektif dari Ca2+

    , F-, HPO4

    2-, dan protein saliva

    termasuk glikoprotein pada hidroksi apatit

    dipermukaan enamel. Dalam hal ini kelompok

    fungsional yang terlibat pada interaksi hidroksi

    apatit protein adalah kelompok asam yang

    bermuatan negatif, antara lain seperti karboksil

    (COO-), fosfat (H2PO4 dan HPO4

    2-) dan kelompok

    sulfat (HSO4-) dan kelompok amino (NH

    3+) yang

    bermuatan positif. Kelompok asam yang

    bermuatan negatif dapat langsung terikat pada

    ion kalsium atau secara tidak langsung melalui

    jembatan kalsium pada ion sulfat yang terdapat

    pada permukaan hidroksi apatit. Sebaliknya,

  • 19

    BIMKGI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013

    kelompok basa yang bermuatan positif dapat

    terikat langsung pada kelompok sulfat

    permukaan mineral.15

    Komposisi protein yang

    terbanyak di kelenjar saliva parotis dan

    submandibular terdiri dari asam

    glutamat/glutamin dan tirosin. Selain itu, pada

    kelenjar parotis juga terdapat histidin dan

    arginin.16

    Setelah terbentuknya acquired pellice

    maka mulai tampak adanya koloni bakteri pada

    permukaan gigi.13,14

    Perlekatan bakteri terbentuk

    melalui proses kimia (non spesifik) ataupun

    proses interaksi fisiologis antar bagaian pada

    permukaan sel bakteri sebagai adhesin dan

    reseptor spesifik yang terdapat pada enamel

    pelikel.17

    Ikatan pada pelikel dapat dibagi menjadi

    2 macam, yaitu :

    a. Afinitas tinggi (spesifik) yang melibatkan

    rantai sisi hidrat arang glikoprotein saliva

    sebagai reseptor. Beberapa rantai sisi hidrat

    arang glikoprotein saliva diketahui sebagai

    reseptor terhadap mikroorganisme rongga

    mulut tertentu, seperti asam sialat,

    merupakan reseptor untuk S. sanguis,

    galaktosa merupkan reseptor untuk

    Actinomycoses viscosus dan lain-lain.

    b. Afinitas rendah (non spesifik), dimana

    tempat ikatan ini disebabkan adanya

    interaksi hidrofobik yang tidak memerlukan

    adnanya reseptor spesifik pada glikoprotein

    saliva.15

    Setelah proses awal kolonisasi, maka

    selapis sel akan berproliferasi keseluruh

    permukaan dan bergabung dengan bakteri di

    dekatnya. Pada proses proliferasi bakteri akan

    membutuhkan mekanisme retensi untuk

    membentuk timbunan pada permukaan gigi yang

    melekat antara satu dengan lainnya. Matriks dari

    glikokaliks bakteri dan glikoprotein saliva akan

    menahan bakteri pada permukaan gigi dengan

    daya kohesi bakteri. Dengan demikian,

    terbentuklah plak gigi, dimana akan terjadi

    kolonisasi yang lebih lanjut dengan bakteri yang

    akan membentuk lingkungan bakteri baru.17

    2.3 Pasta gigi

    Pengendalian plak adalah upaya

    membuang dan mencegah penumpukan plak

    pada permukaan gigi. Upaya tersebut dapat

    dilakukan secara mekanis maupun kimiawi.

    Pembuangan secara mekanis merupakan

    metoda yang efektif dalam mengendalikan plak

    dan inflamasi gingiva. Pembuangan mekanis

    dapat meliputi penyikatan gigi dan penggunaan

    benang gigi (dental floss).18

    Bahan antiplak sering terdapat dalam

    pasta gigi dan obat kumur. Setiap pasta gigi

    mengandung bahan-bahan yang penting seperti

    bahan abrasif, fluoride, air, bahan pemberi rasa,

    bahan pemanis, pemadat, dan deterjen.

    Tabel 2. Komposisi Pasta Gigi 1

    Komposisi Bahan Persentase

    (%)

    Abrasif 20 40

    Air 20 40

    Pembasah 20 40

    Deterjen/foaming agent 1 2

    Pengikat >2

    Pengharum >2

    Pemanis >2

    Pewarna & pengawet 5

    Pasta gigi juga mengandung bahan aktif

    yang dapat mencegah terjadinya penyakit gigi

    dan mulut. Di bawah ini adalah tabel mengenai

    kandungan bahan aktif yang biasa diaplikasikan

    ke dalam pasta gigi:

  • 20

    BIMKGI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013

    Tabel 3. Kandungan dan Fungsi Bahan Aktif

    dalam Pasta Gigi 19

    Kandungan Bahan Fungsi

    Potassium nitrat, sodium

    sitrat, stronsium klorida

    Mengurangi

    hipersensitivitas

    dentin

    Pirofosfat, triklosan, zinc

    citrate

    Mengurangi plak

    dan kalkulus

    supragingiva

    Triklosan, fluor Mengurangi

    inflamasi gusi

    Peroksida, sodium

    tripolifosfat, sodium

    heksaametafosfat

    Mengurangi

    pewarnaan pada

    permukaan gigi

    3. PEMBAHASAN

    Enzim bromelin sebagai enzim proteolitik

    yang dapat mengurai atau memecah molekul

    protein komplek menjadi senyawa lebih

    sederhana yaitu ikatan peptida dan asam

    amino.20

    Penambahan enzim bromelin dalam

    pasta gigi berperan sebagai zat aktif antiplak.

    Sifat proteolitik enzim bromelin mampu memecah

    molekul protein komplek menjadi senyawa lebih

    sederhana yaitu ikatan peptida dan asam amino

    yang ada pada pelikel yang digunakan sebgai

    media perlekatan bakteri.21

    Plak merupakan awal dari timbulnya

    karies gigi dan penyakit periodontal lainnya.

    Pembentukan plak diawali dari adanya proses

    kolonisasi mikroorganisme yang berinteraksi

    dengan pelikel pada permukaan gigi. Pelikel

    akan mengadsorpsi protein saliva secara selektif

    bersama dengan ion-ion Ca2+

    , F-, HPO4

    2-,

    sehingga dapat melekat kuat pada permukaan

    gigi. Setelah adanya pelikel yang melapisi

    permukaan gigi, maka mikroorganisme akan

    melekat pada reseptor spesifik protein saliva dan

    membentuk koloni.17

    Enzim bromelin termasuk dalam

    golongan enzim protease sulfihidril, yang artinya

    memiliki residu sulfidril (sistenil dan histidil) pada

    lokasi aktif.12

    Susunan asam amino yang

    mengandung gugus sistein pada sisi aktifnya.

    Pemutusan atau pembentukan ikatan kimia

    didahului dengan pembentukan ikatan dengan

    substrat, seperti reaksi berikut.

    E + S ES E + P

    E adalah enzim, S merupakan substrat,

    ES berupa kompleks enzim-substrat, dan P

    adalah produk yang terbentuk.

    Adanya ikatan sistein dengan asam

    amino pelikel (arginin dan glutamin)

    mengakibatkan terbentuknya asam amino lain

    yang menyebabkan putusnya rantai media

    perlekatan bakteri. Dengan demikian fungsi

    penambahan zat aktif enzim bromelin pada pasta

    gigi dapat mencegah terbentuknya plak.22

    Begitu pentingnya pencegahan plak pada

    permukaan gigi sehingga dalam kontrolnya

    memadukan upaya secara mekanis maupun

    kimiawi. Perubahan paradigma masyarakat

    tentang peralihan penggunaan bahan sintetis ke

    bahan alami atau herbal semakin menguat. Uji

    biokompabilitas enzim bromelin terhadap

    jaringan rongga mulut menunjukkan prosentase

    jumlah sel hidup sel BHK-21 antara 95,22%-2-

    16% dengan kosentrasi enzim bromelin 10%-

    40%. Sel BHK-21 merupakan jenis sel fibroblas

    penyusun jaringan ikat gingiva dan ligamen

    periodontal.23

    4. SIMPULAN

    Berdasarkan kajian di atas, dapat

    disimpulkan bahwa enzim bromelin pada bonggol

    nanas berpotensi sebagai bahan antiplak pada

    pasta gigi melalui mekanisme penguraian media

    perlekatan bakteri pada permukaan gigi.

  • 21

    BIMKGI Volume 2 No.1 | Juli- Desember 2013

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Harris, NO. dan Garcia-Godoy, F. 2004.

    Primary Preventive Dentistry. New

    Jersey: Pearson Education, Inc. h.123-

    127.

    2. Pujiastuti, Peni. 1997. Uji

    Biokompatibilitas Ekstrak Bonggol Nanas

    Sebagai Obat Kumur. Tesis.,

    Pascasarjana, Universitas Airlangga.

    Surabaya.

    3. Caranza, FA. dan MG. 1990. Newman.

    Clinical periodontology. Philadelpia: WB.

    Sauders Co.

    4. Lehner, T. 1995. Imunologi pada

    Penyakit Mulut (Immunology of Oral

    Diesease) Edisi 3. Jakarta: EGC.

    5. Manson, J.D. dan B.M. Elley. 1993. Buku

    Ajar Periodonti (diterjemahkan:

    Anastasia) Ed. Ke-2, Jakarta: Hipokrates.

    6. Sadoh, D. R., et al. Effect of Two

    Toothcleaning Frequencies on

    Periodontal Status in Patients with

    Advance Periodontitis. Jurnal Of Clinical

    Periodontology. 2004; 31: 470-474.

    7. Freeman, B. A. 1985. Oral Microbiology,

    dalam Textbook of Microbiology. Ed 22.

    Philadelphia: WB Saunders Co. h. 711-

    714.

    8. Ruhadi, I. Efektifitas Pasta Gigi yang

    Mengandung Bahan Bubuk Kayu Siwak

    dalam Mengahambat Pembentukan Plak

    Gigi. Maj. Ked. Gigi (Dent J). 2004;

    37(1):24-27.

    9. Dahan M, Timmermen MF, Van

    Wilnkehoff AJ, Van der Velden U. The

    effect of periodontal treatment on the

    salivary bacterial load and early plaque

    formation. J.Clin Periodontal. 2004;

    31:972-977.

    10. Prahasti, C. Pengaruh Penggunaan

    Pasta Gigi Zinc Citrate/triclosan terhadap

    Pembentukan Plak pada Gigi. Maj. Ked.

    Gigi (Dent J). 2004; 37(4):154-156.

    11. Reed, G. 1975. Enzymes in Food

    Processing 2 nd. Ed. New York:

    Academic Pres. h.146-148.

    12. Tokkong, M.H. 1979. Proses Pelarutan

    Protein Ikan Secara Enzymatis.

    Bandung: Institut Teknologi Bandung.

    13. Chairunnisa, H. 1987. Isolasi Enzim

    Bromelin Kasar dari Bonggol Nanas

    dalam Biproses dalam Industri Pangan.

    Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi UGM

    dan Liberty. h.319-325.

    14. Newman, M. G., Takei, H. H.,

    Klokkevold, P.R., Carranza, F. A. 2006.

    Clinical Periodontology. Missouri:

    Saunders Elsevier. h.137,140,732-733.

    15. Amerogen, A.V.N. 1991. Ludah dan

    Kelenjar Ludah bagi kesehatan gigi

    (diterjemahkan Abyono R). Yogyakarta:

    Gajah Mada University Press. h. 95-125.

    16. Jensen, J.L., M.S. Lamkin and F.G

    Openhaim. Adsorbtion of human salivary

    protein to hidroksiapatit:a comprasion

    Between Whole Saliva and Glandula

    Salivary Secretion.. J Dent RES. 1992.

    17. Sorensen, J.A. A rationale for

    comparison of plaque reta