BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Lingkup Bantuan Hukum

34
23 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Lingkup Bantuan Hukum Bantun hukum (legal aid) memiliki definisi yang beragam. Black’s Law Dictionary mendefinisikan bantuan hukum sebagai berikut: Country wide system administered locally by legal services is rendered to those in financial need and who cannot afford private counsel . 8 Bantuan hukum sendiri tidak dikenal dan tidak diartikan dalam UUDNRI 1945, namun disebutkan dalam konstitusi RIS dan UUDS 1950 meskipun memiliki makna yang sedikit berbeda jika dibandingkan dengan pengertian bantuan hukum saat ini. Dalam Aspek Aspek Bantuan Hukum di Indonesia oleh Abdurrahman dijelaskan: Dalam Pasal 7 ayat 4 konstitusi RIS disebutkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan bantuan hukum yang sungguh dari hakim hakim yang ditentukan. Sedangkan Pasal 7 ayat 4 UUDS 195 menyebutkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan bantuan hukum dari hakim-hakim yang ditentukan untuk itu, melawan perbuatan yang berlawanan dengan hak hak dasar yang diperkenalkan. Dari penjelasan di atas, bantuan hukum di sini diartikan sebagai pertolongan yang diberikan oleh hakim bagi tertuduh atau para dalam suatu perkara yang diadilinya. 8 Dikutip dari Black’s Law Dictionary, edisi kelima, 1979, hlm. 803.

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Lingkup Bantuan Hukum

23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ruang Lingkup Bantuan Hukum

Bantun hukum (legal aid) memiliki definisi yang beragam. Black’s Law

Dictionary mendefinisikan bantuan hukum sebagai berikut: “Country wide

system administered locally by legal services is rendered to those in financial

need and who cannot afford private counsel”.8 Bantuan hukum sendiri tidak

dikenal dan tidak diartikan dalam UUDNRI 1945, namun disebutkan dalam

konstitusi RIS dan UUDS 1950 meskipun memiliki makna yang sedikit berbeda

jika dibandingkan dengan pengertian bantuan hukum saat ini. Dalam Aspek –

Aspek Bantuan Hukum di Indonesia oleh Abdurrahman dijelaskan:

Dalam Pasal 7 ayat 4 konstitusi RIS disebutkan bahwa setiap orang berhak

mendapatkan bantuan hukum yang sungguh dari hakim – hakim yang

ditentukan. Sedangkan Pasal 7 ayat 4 UUDS 195 menyebutkan bahwa setiap

orang berhak mendapatkan bantuan hukum dari hakim-hakim yang

ditentukan untuk itu, melawan perbuatan yang berlawanan dengan hak – hak

dasar yang diperkenalkan.

Dari penjelasan di atas, bantuan hukum di sini diartikan sebagai pertolongan

yang diberikan oleh hakim bagi tertuduh atau para dalam suatu perkara yang

diadilinya.

8 Dikutip dari Black’s Law Dictionary, edisi kelima, 1979, hlm. 803.

24

Pada Undang-Undang Nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum,

mengartikan bahwa bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh

Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum.

Di Indonesia, terdapat beberapa ahli yang memberikan pengertian bantuan

hukum sesuai dengan definisi dan sudut pandangnya masing-masing, adapun

pengertian bantuan hukum dari para ahli adalah sebagai berikut:

Soerjono Soekanto, menyatakan bahwa: di dalam suatu artikel yang

berjudul “ legal aid : modern system and variation”, Capelletti dan Gordley

telah menyajikan suatu uraian mengenai beberapa sistem bantuan hukum, baik

dari Eropa maupun Amerika. Mereka menyatakan bahwa pada dasarnya

terdapat dua model ( sistem ) bantuan hukum, yang dinamakan sebagai model

Yuridis individual dan model kesejahteraan. Artinya, di suatu hak yang

diberikan kepada warga masyarakat untuk melindungi kepentingan –

kepentingan individual, dan di lain pihak sebagai suatu hak akan kesejahteraan

yang menjadi bagian dari kerangka perlindungan sosial yang diberikan suatu

negara kesejahteraan.9

Adnan Buyung Nasution, dalam sebuah makalahnya tahun 1980,

mengatakan bahwa “bantuan hukum pada hakikatnya adalah sebuah program

yang tidak hanya merupakan aksi kultural akan tetapi juga aksi struktural yang

diarahkan pada perubahan tatanan masyarakat yang tidak adil menuju tatanan

masyarakat yang lebih mampu memberikan nafas yang nyaman bagi golongan

9 Soerjono Soekanto, Prof, Dr, SH, MA, Bantuan Hukum Suatu Tinjauan Sosial Yuridis, Ghalia,

Jakarta, 1983

25

mayoritas. Oleh karena itu bantuan hukum bukanlah masalah sederhana. Ia

merupakan rangkaian tindakan guna pembebasan masyarakat dari belenggu

struktur politik, ekonomi, dan sosial (poleksos) yang sarat dengan penindasan.

10

Menurut K. Smith dan D.J. Keenan yang dikutip oleh Soerjono Soekanto,

Heri Tjandrasari dan Tien Handayani mengatakan bahwa “Bantuan hukum

(baik yang berbentuk pemberian nasehat hukum, maupun yang berupa menjadi

kuasa dari pada seseorang yang berperkara) yang diberikan kepada orang yang

tidak mampu ekonominya, sehingga ia tidak dapat membayar biaya

(honorarium) kepada seorang pembeli atau pengacara”. (Soerjono Soekanto,

Heri Tjandrasari dan Tien Handayani, 1987 : 9).

Menurut Bambang Sunggono dan Aries Harianto : Bantuan hukum adalah

suatu terjemahan dari istilah “legal aid” dan “legal assistance” yang dalam

prakteknya punya orientasi yang agak berbeda. “legal aid” biasanya lebih

digunakan untuk menunjukkan pengertian bantuan hukum dalam arti sempit

berupa pemberian jasa pada bidang hukum pada seseorang yang terlibat dalam

suatu perkara secara cuma-cuma atau gratis khususnya bagi mereka yang tidak

mampu (miskin). Sedangkan “legal assistance” untuk menunjukkan

pengertian bantuan hukum kepada mereka yang tidak mampu, ataupun

pemberian bantuan hukum oleh para advokat dan atau pengacara yang

mempergunakan honorarium.

10 T. Mulya Lubis, Bantuan Hukum dan Kemiskinan Struktural, Lembaga Penelitian,

Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, Jakarta, 1986, hlm. 152

26

Menurut Erni Widhayanti: Bantuan Hukum pada hakikatnya segala upaya

pemberian bantuan dan pelayanan hukum kepada masyarakat, agar mereka

memperoleh dan menikmati semua haknya yang diberikan oleh hukum dalam

proses peradilan pidana.11 Lebih lanjut, Frans Hendra Winarta menegaskan

bahwa bantuan hukum merupakan jasa hukum yang khusus diberikan kepada

fakir miskin yang memerlukan pembelaan secara cuma-cuma baik di luar

maupun di dalam pengadilan secara pidana, perdata, dan tata usaha negara dari

seseorang yang mengerti seluk-beluk pembelaan hukum, asas-asas dan kaidah

hukum, serta hak asasi manusia. 12

Selanjutnya Nawawi memberikan batasan pengertian bantuan hukum

sebagai berikut :

“Bantuan hukum adalah bantuan memberikan jasa untuk :

a. Memberikan nasehat hukum;

b. Bertindak sebagai pendamping dan membela seseorang yang dituduh

atau didakwa melakukan kejahatan dalam perkara pidana”. 13

Dari beberapa pendapat di atas dapat diperoleh bahwa bantah hukum adalah

merupakan suatu pemberian jasa dalam bidang hukum yang berupa sumbangan

pemikiran atau perbuatan-perbuatan tertentu berupa bantuan dalam

11 Erni Widhayanti, SH, Hak – Hak Tersangka/ Terdakwa Di Dalam KUHAP, Liberty,

Yogyakarta, 1988, hlm. 11 12 Frans Hendra Winarta, Op. Cit, hlm. 23 13 Nawawi, Taktik Dan Strategi Membela Perkara Pidana, Fajar Agung, Jakarta, 1987, hlm. 4

27

mempertahankan hak dan memenuhi suatu kewajiban hukum tertentu kepada

fakir miskin yang membutuhkan.

B. Historis Yuridis-Normatif Bantuan Hukum di Indonesia

Bantuan hukum mulai dikenal pada zaman kolonialisme Belanda dengan

beberapa peraturannya yang disusun berdasarkan urutan waktu di bawah ini

sampai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang

Bantuan Hukum sebagai berikut :

1. Reglement op de Rechtsvordering (Reglemen Acara Perdata)

Staatsblad 1847 No. 52 jo. 1847 No. 63 Bagian 12 Beperkara secara

Cuma-Cuma (Prodeo) atau dengan Biaya Tarif yang Dikurangi Pasal

872,

“Barang siapa menjadi Penggugat atau Tergugat dapat menunjukkan,

bahwa ia adalah miskin atau tidak mampu untuk membayar biaya

perkaranya, oleh hakim yang akan mulai memeriksa perkaranya atau

sedang memeriksa perkaranya, dapat diizinkan untuk berperkara secara

cuma-cuma atau dengan biaya dengan tarif yang dikurangi. Orang-orang

asing yang tidak dimungkinkan untuk diizinkan beperkara dengan cuma-

cuma kecuali dengan suatu perjanjian yang tegas-tegas mengenai hal itu.”

Di dalam pengaturan undang undang ini telah menjamin bahwa para

pihak yang beperkara di muka pengadilan baik menjadi penggugat

maupun tergugat dapat mengurusi perkara hukumnya di muka

pengadilan dengan harga yang telah disesuaikan dengan kemampuan

dari penggugat maupun tergugat atau bahkan dapat dibebaskan biaya.

28

Kesadaran pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma telah

dikonsepkan semenjak zaman pemerintahan kolonial Belanda.

2. Reglement op de Rechterlijke Organisatie en Het Belied Der Justitie

(R.O.) Staatsblad 1847 No. 27 Pasal 190 : “Para Advokat dan Procureur

bila ditunjuk oleh badan Pengadilan, dimana ia diangkat, wajib memberi

bantuan hukum secara cuma-cuma atau separo dari tarip biaya yang

berlaku, guna menolong mereka yang telah mendapat izin berproses tanpa

biaya atau di bawah tarip dari biaya yang berlaku.”

Di dalam peraturan perundang-undangan ini disebutkan bahwa para

Advokat diharuskan memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma

kepada mereka yang ditunjuk dapat beracara di bawah tarif biaya yang

berlaku atau bahkan dibebaskan dari biaya pada umumnya. Namun dari

beberapa peraturan yang diciptakan di masa kolonial Belanda ini masih

belum menyindir peran dari para akademisi untuk memberikan bantuan

hukum.

3. Regeling van den Bijstand en de Vertegenwoordigin van Partijen in

Burgerlijke Zaken voor de Landraden (Staatsblad 1927 No. 496)

tentang Peraturan dan Perwakilan Para Pihak Dalam Perkara Perdata

Di Hadapan Pengadilan Negeri Pasal 1 :

(1) Kecuali apa yang diatur dalam ayat 3 pasal ini, pasal 123 ayat 1

Reglement Indonesia Yang Diperbaharui (S. 1941-44) dan Pasal 147

ayat 1 Reglemen Acara Hukum untuk Daerah Luar Jawa dan Madura

29

(R.Bg.), maka siapapun berhak untuk membantu atau mewakili suatu

pihak sebagai kuasa dalam perkara Perdata.

(2) Untuk bantuan atau perwakilan tersebut dengan dasar atau alasan

apapun juga tidak boleh dimintakan pembayaran atau menerimanya

tanpa memperhatikan aturan-aturan dalam ordonansi ini.

Di dalam undang undang ini disebutkan bahwa siapa saja berhak

untuk membantu atau mewakili suatu pihak kuasa dalam perkara

perdata. Jika diartikan, siapa pun yang memiliki pengetahuan

akan hukum maka berhak untuk membantu siapa pun yang

beperkara dan tidak diperkenankan untuk meminta pembayaran

dengan alasan tertentu. Dalam undang undang ini tidak

dijelaskan arti dan batasan siapa saja yang boleh memberikan

bantuan hukum.

4. Herziene Inlandsch Reglement (Staatsblad 1941 No. 44) Pasal 83 h ayat

6: “Jika seorang disangka bersalah melakukan suatu kejahatan yang

akibatnya ia dapat dihukum mati maka magistraat menanyakan kepadanya,

apakah ia berkehendak dalam Pengadilan dibantu oleh seorang Penasehat

ahli hukum atau seorang Penasehat Hukum.”

Pasal 123 ayat 1 : “Kedua belah pihak, kalau mau boleh dibantu atau

diwakili oleh Juru Kuasa, yang untuk maksud itu dikuasakan dengan Surat

Kuasa Istimewa, kecuali jika yang memberi kuasa itu hadir sendiri. Si

Penggugat dapat juga memberi kuasa itu dalam surat permintaan yang

ditanda tanganinya dan dimasukkan menurut ayat (1) pasal 118 atau pada

30

tuntutan yang dilakukan dengan lisan menurut pasal 120, dalam hal yang

terakhir yang sedemikian itu disebut dalam catatan yang dibuat dari

tuntutan itu.

Pasal 250 ayat 5 : “Jika tersangka diperintahkan menghadap ke

Pengadilan karena suatu kejahatan, yang boleh menyebabkan hukuman

mati, maka Tersangka baik dalam pemeriksaan oleh opsir justiti yang

ditetapkan dalam ayat keenam Pasal 83 h baik kemudian, menyatakan

kehendaknya supaya di waktu persidangan dibantu oleh seorang pembicara

sarjana hukum atau seorang atau seorang ahli hukum, maka Ketua

menunjuk dalam surat penetapannya seorang anggota Pengadilan Negeri

yang ahli hukum, atau orang lain yang sarjana hukum atau ahli hukum yang

menyatakan sudi melakukan pekerjaan itu, untuk memberi bantuan yang

dikehendaki. Hal penunjukan Pembela itu selama pemeriksaan belum

selesai, boleh juga dilakukan dengan surat penetapan yang terasing, yakni

kalau hal ini dikehendaki oleh tersangka pada masa itu. Hal penunjukan itu

tidak dilakukan apabila pada Pengadilan Negeri tidak ada seorang ahli

hukum yang bekerja di bawah perintah Ketua atau tidak ada Sarjana atau

ahli hukum yang sudi memberi bantuan itu”.

Pasal 250 ayat 6 : “Sarjana hukum atau ahli hukum yang ditunjukkan

menurut ayat yang lalu harus memberi bantuan dengan tanpa biaya.”

Pada ayat di atas dijelaskan bahwa bantuan hukum akan diberikan

kepada terdakwa yang dihukum mati. Namun pasal ini tidak menyatakan

bahwa selain terdakwa yang divonis hukuman mati memiliki hak untuk

mendapatkan bantuan hukum. Tetapi dalam pasal ini sudah

31

mengikutsertakan akademisi sarjana hukum untuk memberikan bantuan

hukum dan tentunya bantuan ini harus diberikan secara gratis. Tentunya

pasal ini belum memfasilitasi bantuan hukum secara merata kepada

semua masyarakat yang membutuhkan.

5. Surat Ketua Mahkamah Agung R.I. Nomor 1902/P/2196/M/1959

Perihal : Penunjukan Pembela Berdasar Pasal 250 (5) H.I.R. kepada

Kepala Pengadilan Negeri di Banjarmasin yang pada pokoknya

menyebutkan bahwa, “Berdasarkan Pasal 250 ayat 5 H.I.R. tidak ada

keberatan untuk menunjuk seorang tamatan S.K.M.A atau seorang yang

berijazah B.A./Candidaat jurusan Hukum untuk menjadi Pembela, oleh

karena intisari dari Pasal 250 (5) H.I.R. tersebut ialah memberi kekuatan

hukum kepada seorang terdakwa oleh orang yang dianggap ahli hukum”.

Surat Ketua Mahkamah Agung R.I yang ditujukan kepada Kepala

Pengadian Negeri di Banjarmasin menjelaskan bahwa pembela hukum

dapat berasal dari seorang tamatan S.K.M.A atau sekolah kejuruan yang

mengerti tentang masalah hukum. Hal ini didasarkan pada Pasal 250

ayat (5) H.I.R. Dalam surat ketua Mahkamah Agung ini memberikan

kesempatan pada para tamatan sekolah menengah untuk memberikan

bantuan hukum, namun surat ini masih belum menjelaskan persyaratan

apa saja yang harus ditempuh seorang tamatan sekolah menengah untuk

memberikan bantuan hukum dan dalam surat ini dijelaskan secara tidak

langsung bahwa semua terdakwa yang sedang mengalami permasalahan

hukum dapat menerima bantuan hukum.

32

6. Penetapan Presiden RI No. 16 Tahun 1963 tentang Pembentukan

Mahkamah Militer Luar Biasa (MAHMILUB) sebagaimana telah

ditingkatkan menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 tentang

Pernyataan Berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden

sebagai Undang-Undang, di dalamnya mengatur tentang bantuan hukum

dalam pemeriksaan di dalam persidangan MAHMILUB. Pasal 4 dari

peraturan ini menyatakan bahwa,

(1) Terdakwa dibantu oleh seorang atau lebih Pembela dan/atau

Penasehat.

(2) Jika Terdakwa tidak dapat mengajukan seorang Pembela, maka

Hakim Ketua menunjuk seorang atau lebih Pembela baginya.

Bantuan hukum dalam penetapan presiden ini dijelaskan bahwa tidak

hanya warga saja yang berak mendapatkan bantuan hukum, namun

juga peradilan militer yang mana di dalamnya yang menjadi terdakwa

adalah seorang militer yang melakukan pelanggaran hukum. Dengan

penetapan presiden ini menandakan bahwa bantuan hukum sudah

mulai masuk lebih dalam lagi ke dalam peradilan militer dan tidak

hanya di dalam peradilan konvensional biasa.

7. Peraturan Menteri Kehakiman Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pokrol

Pasal 2

menyebutkan bahwa, “Pokrol berkewadjiban : menegakkan hukum dengan

djalan memberi nasehat, mewakili dan atau membantu seseorang, sesuatu

badan atau sesuatu pihak di luar maupun di dalam Pengadilan,

berdasarkan kesadaran : [1] hukum adalah alat Revolusi, [2] hukum

33

berdasarkan Pantjasila, dan berhaluan Manipol Usdek, [3] hukum

berfungsi pengajoman, [4] hukum bertudjuan mentjapai dan menegakkan

masjarakat Sosialis Indonesia jang adil dan makmur, dan [5] setiap orang

mempunyai hak untuk memperoleh bantuan hukum dan wadjib diberi

perlindungan jang wadjar”.

Peraturan Menteri di atas memberikan penjelasan tentang bantuan

hukum yang masih berhaluan revolusi Indonesia. Karena pada tahun

1965 Indonesia sedang mengalami pergeseran haluan politik yang mana

pada saat itu masih dipimpin oleh Ir. Soekarno yang menggalakkan

revolusi.

8. Peraturan Menteri Kehakiman R.I. Nomor 1 Tahun 1965 Pasal 6 :

(1) Orang bukan Pokrol, yang akan memberikan bantuan hukum di dalam

suatu Pengadilan, hanya untuk satu perkara tertentu, harus mendaftarkan

diri pada Kepaniteraan Pengadilan tersebut.

(2) Panitera Pengadilan memberi surat keterangan bantuan hukum untuk

perkara yang bersangkutan dan mencatatnya dalam Buku Daftar Bantuan

Hukum.

Peraturan Menteri Kehakiman di atas memfasilitasi para pemberi

bantuan hukum yang dari kalangan non pokrol dapat memberikan

bantuan hukum dengan surat keterangan dari Panitera Pengadilan yang

mana nantinya dicatatkan pada Buku Daftar Bantuan Hukum. Peraturan

Menteri Kehakiman di atas pada tahun 1965 merupakan sebuah langkah

yang maju dalam rangka memberikan bantuan hukum kepada yang

membutuhkan di mana pada saat Indonesia masih dalam masa peralihan.

34

Dan ini juga menandakan bahwa pemerintah juga memberikan perhatian

penuh pada pemberian bantuan hukum meskipun pada saat itu masih

banyak gejolak di dalam negeri pada saat itu.

9. Surat Edaran Direktur Jenderal Pembinaan Badan-Badan Peradilan

Departemen Kehakiman Nomor : 0466/Sek-DP/74 tanggal 12 Oktober

1974 yang mengatur tentang pemberian bantuan hukum oleh Biro Bantuan

Hukum Fakultas Hukum Negeri yang isinya bahwa untuk dapat

memperoleh bantuan/perhatian pihak Pengadilan Tinggi/Pengadilan

Negeri, Fakultas Hukum Negeri harus memenuhi syarat-syarat tertentu

antara lain :

a. Biro Bantuan Hukum diberikan dalam rangka satu program pendidikan

hukum yang dipersiapkan dengan baik.

b. Bantuan Hukum yang diberikan oleh Mahasiswa Hukum tingkat IV dan

V yang turut dalam program bantuan hukum harus diselenggarakan di

bawah pengawasan dan bimbingan dosen/tenaga pengajar yang telah

berpengalaman dalam soal pembelaan perkara/pengadilan.

c. Biro hanya diperbolehkan membela orang yang kurang mampu tanpa

memungut bayaran dan tidak bermaksud menyaingi pengacara yang

profesinya membela perkara.

d. Dianjurkan agar ada kerja sama yang baik antara Biro Bantuan Hukum

Fakultas dengan para Pengacara/Advokat.

Pertama kalinya pihak akademisi, terutama para mahasiswa

fakultas hukum diberikan kesempatan untuk memberikan

bantuan hukum. Tetapi tidak semua mahasiswa fakultas hukum

35

dapat memberikan bantuan hukum, mahasiswa yang

memberikan bantuan hukum merupakan mahasiswa yang berada

di tingkat IV dan V dan harus berada di bawah pengawasan

bimbingan dosen / tenaga pengajar melalui naungan Biro

Bantuan Hukum. Bisa dikatakan bahwa lahirnya Biro Bantuan

Hukum di universitas pertama kali dimulai dari sini. Dan Biro

ini diharuskan memberikan bantuan hukum secara gratis.

10. Instruksi PANGKOPKAMTIB Nomor : INS.03/KOPKAM/XI/1978

tanggal 27 November 1978 tentang Pedoman sementara untuk

melaksanakan pernyataan bersama Ketua Mahkamah Agung, Menteri

Kehakiman, Jaksa Agung, WAPANGAB/PANGKOPKAMTIB, KAS

KOPKAMTIB dan KAPOLRI tanggal 10 November 1978 di dalamnya

ada lima belas persoalan bantuan hukum yang diatur dalam lampiran

Instruksi KOPKAMTIB yang harus dilaksanakan.

11. Keputusan Menteri Kehakiman Nomor : M.02.09.08 Tahun 1980

tanggal 1 Juni 1980 tentang Petunjuk Pelaksanaan Bantuan Hukum

Pasal I :

(1) Pemberian Bantuan Hukum dalam pasal ini diselenggarakan melalui

badan Peradilan Umum.

(2) Bantuan Hukum diberikan kepada Tertuduh yang tidak/kurang mampu

dalam perkara Pidana :

a. yang diancam dengan pidana lima tahun penjara atau lebih, seumur

hidup atau pidana mati;

36

b. yang diancam dengan pidana kurang dari lima tahun tetapi perkara

tersebut menarik perhatian masyarakat luas.

Tata cara pemberian bantuan hukum sudah dibahas pada

Keputusan Menteri Kehakiman meskipun belum ada undang

undang yang mengaturnya pada saat itu. Dalam Keputusan

Menteri Kehakiman ini hanya ditujukan kepada para tertuduh

yang sedang mengalami perkara pidana yang mana perkara

pidananya ini dianggap sebagai kasus yang luar biasa dan

menarik perhatian khalayak ramai serta memiliki ancaman

pidana lima tahun penjara hingga pidana mati.

12. Kewajiban untuk memberikan bantuan hukum terhadap pelaku tindak

pidana tertentu (stricto sensu) diatur dalam Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

dalam Pasal 56,

(1) Dalam hal Tersangka atau Terdakwa disangka atau didakwa

melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau

ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang

tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang

tidak mempunyai Penasehat Hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan

pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib

menunjuk Penasehat Hukum bagi mereka.

(2) Setiap Penasehat Hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) memberikan bantuan hukumnya dengan cuma-

cuma.

37

Bantuan hukum yang dimaksud dalam KUHP ini adalah bantuan

hukum yang langsung ditunjuk oleh pejabat yang bersangkutan

dan khusus untuk para terdakwa yang melakukan tindak pidana

khusus dan yang tidak memiliki penasehat hukum. Masih sama

seperti bantuan hukum lainnya, penasehat hukum yang ditunjuk

di sini harus memberikan bantuan hukum secara gratis. Istilah

bantuan hukum baru populer di dalam KUHP dan setelahnya.

13. Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung R.I. dan Menteri Agama

R.I. Nomor : KMA/003/SK/I/1983 dan Nomor : 3 Tahun 1983 tentang

Pengawasan Terhadap Pemberi Bantuan Hukum yang pada pokoknya

memutuskan bahwa, “Dalam rangka pengawasan terhadap Pemberi

Bantuan Hukum diperlukan suatu wadah dalam Mahkamah Agung cq.

Sekertariat Jenderal dan Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan

Agama Islam Departemen Agama cq. Direktorat Pembinaan Badan

Peradilan Agama Islam”.

Pemberian bantuan hukum juga sudah masuk pada peradilan agama

yang mana bantuan hukum pada peradilan agama ini dianjurkan untuk

berada di bawah pengawasan dari Mahkamah Agung agar tidak ada

kecurangan dalam memberikan bantuan hukum di dalam peradilan

agama, seperti penetapan biaya dalam memberikan bantuan hukum.

14. Instruksi Menteri Kehakiman R.I. Nomor M.24-UM.06.02 Tahun 1985

tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Bantuan Hukum Bagi

Golongan Masyarakat yang Kurang Mampu yang pada pokoknya

“menginstruksikan kepada : [1] Kepala Kantor Wilayah Departemen

38

Kehakiman, [2] Ketua Pengadilan Tinggi, dan [3] Ketua Pengadilan

Negeri untuk : [1] Melaksanakan Program Bantuan Hukum bagi golongan

masyarakat yang kurang mampu berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan

sebagaimana terlampir dalam Instruksi ini, [2] Melaksanakan Instruksi ini

secara tertib dan penuh tanggung jawab dan [3] Melaksanakan Instruksi

ini secara tertib dan penuh tanggung jawab”.

Pemberian bantuan hukum mulai dicanangkan secara serius dengan

Instruksi Menteri Kehakiman untuk warga yang kurang mampu.

Instruksi ini diberikan kepada para pejabat yang berwenang dan harus

dilaksanakan dengan baik, tertib dan penuh tanggung jawab. Instruksi

ini menyambung istilah bantuan hukum dari KUHP.

15. Surat Ketua Mahkamah Agung R.I. Nomor : 084/TUN/VIII/1989

Perihal Mohon petunjuk adanya perbedaan pendapat Pengadilan

Jambi dengan Fakultas Hukum Universitas Jambi dalam masalah

struktur organisasi dan operasional Biro Bantuan Hukum di

Universitas tanggal 14 Agustus 1989 kepada Sdr. Ketua Pengadilan

Tinggi Jambi yang pada pokoknya memberikan petunjuk:

(1) Pembentukan dan susunan Pengurus Biro Bantuan Hukum Fakultas

Hukum Universitas Jambi adalah urusan intern dan terserah kepada

Fakultas Hukum itu sendiri;

(2) Sedangkan adanya keinginan Fakultas Hukum tersebut untuk

mendaftarkan Biro Bantuan Hukumnya pada Pengadilan Tinggi Jambi

hendaknya Saudara sambut dengan baik.

39

(3) Tetapi yang boleh berpraktek di muka Pengadilan hanyalah mereka-

mereka yang diangkat oleh Menteri Kehakiman (Advokat) dan yang

diberi ijin berpraktek oleh Ketua Pengadilan tinggi (Pengacara

Praktek); Berarti hanya mereka- mereka yang telah memenuhi

persyaratan-persyaratan seperti tersebut dalam Surat Edaran

Mahkamah Agung RI tanggal 25 November 1988 No. 8 Tahun 1988

tentang Petunjuk Pelaksanaan Keputusan Bersama Ketua Mahkamah

Agung RI dan Menteri Kehakiman RI tanggal 6 Juli 1987 saja yang

dibenarkan menjalankan kegiatan profesi sebagai Penasehat Hukum.

(4) Sedang apabila didirikannya Biro Bantuan Hukum semacam itu

dimaksudkan untuk membimbing Mahasiswa Hukum tingkat akhir untuk

berpraktek hukum di muka Pengadilan maka hal itu dapat terjadi

setelah pihak Universitas mengadakan kerja sama dengan Pengadilan

Tinggi. Sesuai dengan Surat Mahkamah Agung tanggal 20 Oktober

1987 No. 39/TUN/X/1987 Perihal Persetujuan Kerja sama mengenai

Bantuan Hukum maka sebagai pelaksanaan dari kerja sama antara

Ketua Pengadilan Tinggi dan pihak Universitas, jumlah dosen

pembimbing Mahasiswa Hukum tersebut paling banyak 3 (tiga) orang,

kepada mereka itu dapat Saudara beri ijin praktek khusus yang hanya

berlaku untuk mendampingi Mahasiswa berpraktek hukum.

Pengaturan pemberian bantuan hukum yang dilakukan oleh para

mahasiswa fakultas hukum tingkat akhir juga dibahas dalam

Surat Ketua Mahkamah Agung atas pertanyaan dari Universitas

Jambi untuk mendirikan bantuan hukum yang mana akan

40

terlaksana dengan mengadakan kerja sama dengan Pengadilan

Tinggi.

16. Surat Ketua Mahkamah Agung Nomor MA/KUMDIL/5043/VIII/90

Perihal Penertiban terhadap para Penasehat Hukum dan Biro Bantuan

Hukum tanggal 25 Agustus 1990 kepada Sdr.-Sdr. Ketua Pengadilan

Tinggi di seluruh Indonesia yang pada pokoknya bahwa, sehubungan

dengan pelaksanaan penertiban terhadap mereka yang boleh beracara di

muka Pengadilan, maka bersama ini dikirimkan foto copy surat edaran :

(1) Saudara Ketua Pengadilan Tinggi Bengkulu tanggal 1 Juni 1990 No.

W21.D. BH.08.10-346 tentang Pembentukan Tim Bantuan Hukum.

(2) Saudara Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Barat tanggal 11 Juni 1990 No.

W8.DA. KP.04.B-1308 tentang Penertiban terhadap para Pengacara

Praktek kepada Saudara-saudara, agar dapat dipergunakan sebagai

contoh apabila di tempat Saudara berhadapan dengan masalah yang

sama.

Surat Mahkamah Agung yang ditujukan kepada ketua Pengadilan

Tinggi di seluruh Indonesia ini menyarankan untuk membentuk tim

untuk memberikan bantuan hukum kepada siapapun yang

membutuhkannya.

17. Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Pasal 51:

(1) Setiap Anak Nakal sejak saat ditangkap atau ditahan berhak

mendapatkan bantuan hukum dari seorang atau lebih Penasehat Hukum

selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan menurut tata

cara yang ditentukan dalam Undang-Undang ini.

41

(2) Pejabat yang melakukan penangkapan atau penahanan wajib

memberitahukan kepada tersangka dan orang tua, wali, atau orang tua

asuh, mengenai hak memperoleh bantuan hukum sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1).

(3) Setiap Anak Nakal yang ditangkap atau ditahan berhak berhubungan

langsung dengan Penasehat Hukum dengan diawasi tanpa didengar

oleh pejabat yang berwenang.

Pasal 52: “Dalam memberikan bantuan hukum kepada anak sebagaimana

dimaksud Pasal 51 ayat (1), Penasehat Hukum berkewajiban

memperhatikan kepentingan anak dan kepentingan umum serta berusaha

agar suasana kekeluargaan tetap terpelihara dan peradilan berjalan

lancar.”

Bantuan hukum yang dijelaskan pada Undang-Undang No. 3 Tahun

1997 tentang Pengadilan Anak Pasal 51 dibedakan dari bantuan hukum

yang lain. Dalam memberikan bantuan hukum pada anak yang nakal

yang ditangkap, maka sang pemberi bantuan hukum harus mengetahui

kepentingan dari anak yang bersangkutan dan memperlakukannya tidak

seperti beberapa tahanan yang lain.

18. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Pasal 18 ayat 4 bahwa, “Setiap orang yang diperiksa berhak mendapatkan

bantuan hukum sejak saat penyidikan sampai adanya putusan Pengadilan

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap”.

42

Selain dalam UUD NRI 1945, hak setiap orang yang beperkara untuk

mendapatkan bantuan hukum juga diatur dalam Undang-Undang Nomor

39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang mana pada undang

undang ini diartikan bahwa bantuan hukum merupakan hak asasi setiap

manusia yang sudah dijamin di dalam undang undang tentang HAM

maupun dalam konstitusi.

19. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi

Manusia Pasal 10 menyebutkan bahwa, “Dalam hal tidak ditentukan lain

dalam Undang- Undang ini, hukum acara atas perkara pelanggaran hak

asasi manusia yang berat dilakukan berdasarkan ketentuan hukum acara

pidana” mutatis mutandis Ketentuan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana berlaku dalam Undang-Undang

Pengadilan HAM.

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi

Manusia Pasal 10 ini menyambung ketentuan dari Pasal 56 Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang

mengharuskan pejabat yang bersangkutan harus menunjuk salah satu

penasihat hukum untuk terdakwa yang bersangkutan. Dan penasihat

hukum yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang harus memberikan

batuan hukum gratis kepada terdakwa yang bersangkutan.

20. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat Pasal 1 ayat

9 menyebutkan bahwa, “Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang

diberikan oleh Advokat secara cuma-cuma kepada Klien yang tidak

mampu” dan Pasal 22:

43

(1) Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada

pencari keadilan yang tidak mampu.

(2) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pemberian bantuan

hukum secara cuma-cuma sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur

lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Di dalam undang undang Advokat ini menjelaskan bahwa

Advokat diwajibkan untuk memberikan bantuan hukum secara

gratis kepada klien yang tidak mampu tanpa terkecuali. Bantuan

hukum pada undang undang ini hanya dapat ditemukan pada

pasal ini saja.

21. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pasal 10 bahwa, “Korban berhak

mendapatkan : [a] perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian,

kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik

sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari

pengadilan dan [d] pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum

pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan”.

Pengaturan bantuan hukum juga dapat ditemukan pada Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah

Tangga Pasal 10, yang menjelaskan bahwa korban kekerasan dalam

rumah tangga berhak mendapatkan bantuan hukum. Ini merupakan salah

satu kemajuan dari bantuan hukum yang mana korban dari KDRT tidak

pernah disinggung sebelumnya pada beberapa peraturan sebelumnya.

44

22. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan

International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan

Internasional tentang Hak- hak Sipil dan Politik) Pasal 14 ayat 3 huruf

d bahwa, “Untuk diadili dengan kehadirannya, dan untuk membela

langsung atau melalui pembela yang dipilihnya sendiri, untuk

diberitahukan tentang hak ini bila ia tidak mempunyai pembela, dan untuk

mendapatkan bantuan hukum demi kepentingan keadilan, dan tanpa

membayar jika ia tidak memiliki dana yang cukup untuk membayarnya”.

Pemberian bantuan hukum dianggap merupakan sebagai sesuatu yang

harus diperhatikan secara serius di mata internasional, sehingga bantuan

hukum juga dituangkan pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005

tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights

(Kovenan Internasional tentang Hak- hak Sipil dan Politik) Pasal 14 ayat

3 huruf d

23. Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 tentang Tata Cara

Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma.

Peraturan pemerintah ini merupakan tata cara pemberian bantuan hukum

seperti yang dijelaskan pada undang undang Advokat.

24. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman Pasal 56 :

(1) Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan

hukum.

(2) Negara menanggung biaya perkara bagi pencari keadilan yang tidak

mampu.

45

Pasal 57:

(1) Pada setiap Pengadilan Negeri dibentuk Pos Bantuan Hukum kepada

pencari keadilan yang tidak mampu dalam memperoleh bantuan hukum.

(2) Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan secara

cuma- cuma pada setiap tingkat peradilan sampai putusan terhadap

perkara tersebut telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

(3) Bantuan Hukum dan Pos Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman Pasal 56 mengharuskan bahwa pada setiap

pengadilan negeri harus dibentuk pos bantuan hukum yang

dikhususkan untuk para pencari keadilan yang tidak mampu. Pos

pos ini merupakan salah satu wujud pemerintah dalam

keseriusannya dalam memberikan bantuan hukum kepada

masyarakat yang tidak mampu.

Passim di dalam redaksional Pasal 60B ayat (1), (2), dan (3) serta Pasal

60C ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009

tentang Peru- bahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989

tentang Peradilan Agama dan di dalam redaksional Pasal 144C ayat (1),

(2), dan (3) serta Pasal 144D ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang

Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

46

25. Surat Ketua Mahkamah Agung R.I. Nomor 041/KMA/IV/2009 tanggal

13 April 2009 yang pada pokoknya mengizinkan mahasiswa Fakultas

Hukum yang tergabung dalam Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum dapat

memberikan bantuan hukum di pengadilan.

Peran akademisi Fakultas Hukum diberikan kesempatan untuk

memberikan bantuan hukum sebagai salah satu bentuk perwujudan Tri

Dharma Perguruan Tinggi kepada masyarakat.

26. Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas

Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum Pasal

68B:

(1) Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan

hukum.

(2) Negara menanggung biaya perkara bagi pencari keadilan yang tidak

mampu.

(3) Pihak yang tidak mampu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

melampirkan surat keterangan tidak mampu dari Kelurahan tempat

domisili yang bersangkutan.

Pasal 68C:

(1) Pada setiap Pengadilan Negeri dibentuk Pos Bantuan Hukum untuk

pencari keadilan yang tidak mampu dalam memperoleh bantuan hukum.

(2) Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara

cuma- cuma, kepada semua tingkat peradilan sampai putusan terhadap

perkara tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap.

47

(3) Bantuan Hukum dan Pos Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Passim di dalam redaksional Pasal 60B ayat (1),

(2), dan (3) serta Pasal 60C ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang

Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peru- bahan Kedua atas Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan di

dalam redaksional Pasal 144C ayat (1), (2), dan (3) serta Pasal 144D

ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986

tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Pada peraturan ini dijelaskan bahwa setiap warga yang tidak

mampu dapat mendapatkan bantuan hukum dengan cara

memberikan surat tanda keterangan tidak mampu dari kelurahan

yang bersangkutan. Segala biaya selama masa persidangan akan

ditanggung oleh negara.

27. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 10 Tahun 2010 tentang

Pedoman Pemberian Bantuan Hukum beserta Petunjuk Pelaksananya

antara lain Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum

Nomor : 1/DJU/OT.01.3/VIII/2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan

Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 10 Tahun

2010 tentang Pedoman Bantuan Hukum Lampiran A dan Keputusan

TUADA ULDILAG MARI Nomor 04/ TUADA-G/II/2011 dan

Sekretaris MARI Nomor 020/SEKI/SK/II/2011 tentang Petunjuk

48

Pelaksanaan SEMA 10/2010 tentang Pedoman Bantuan Hukum

Lampiran B.

SEMA di atas memberikan petunjuk secara lengkap tentang pedoman

pemberian bantuan hukum beserta petunjuk pelaksaannya. SEMA ini

benar-benar membantu para pemberi bantuan hukum dalam

melaksanakan tugasnya tanpa terkecuali.

28. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum

mengatur tentang Bantuan Hukum.14

C. Para Pihak yang Dapat Memberikan Bantuan Hukum

Tidak semua orang dapat memberikan bantuan hukum, hanya beberapa saja

yang bisa memberikan bantuan hukum bilamana ia mempunyai keahlian dalam

bidang hukum. Namun semua orang yang berada di bawah garis kemiskinan

berhak untuk mendapatkan bantuan hukum, secara cuma-cuma. Akan tetapi,

untuk terciptanya ketertiban pelaksanaan bantuan hukum, diberikan beberapa

batasan dalam hal memberikan bantuan hukum. Hanya ada beberapa golongan

tertentu yang dapat memberikan bantuan hukum kepada yang membutuhkan.

Menurut Keputusan Mahkamah Agung Nomor 5/KMA/1972 tanggal 22 Juni

1972 disebutkan bahwa pemberian bantuan hukum di Indonesia dapat

dikategorikan dalam tiga golongan, yaitu :

a. Pengacara yaitu mereka yang sebagai mata pencahariannya menyediakan

diri sebagai pembela dalam perkara pidana atau kuasa/wakil dari pihak-

14 Posbakumadin, “Implementasi Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu,”

(Disampaikan dalam Seminar Nasional Sosialisasi UU Bantuan Hukum Nomor 16 tahun 2011, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, Surabaya, 26 April 2012)

49

pihak dalam perkara perdata dan yang telah mendapatkan surat

pengangkatan dari Departemen Kehakiman.

b. Pengacara Praktek, yaitu mereka yang sebagai mata pencahariannya

(beroep) menyediakan diri sebagai pembela atau kuasa/wakil dari pihak-

pihak yang berperkara, akan tetapi tidak termasuk dalam golongan

tersebut di atas.

c. Mereka yang karena sebab tertentu secara insidentil membela atau

mewakili pihak-pihak yang berperkara.

Sedangkan Bambang Poernomo membagi organ bantuan hukum yang dapat

memberikan bantuan hukum menjadi empat golongan, yaitu:

a. Advokat

Advokat menjalankan pekerjaan jasa hukum sebagai mata pencaharian

pokok dan memberikan bantuan hukum dalam arti seluas-luasnya baik di

muka pengadilan maupun di luar pengadilan. Advokat dalam menjalankan

pekerjaannya tersebut berdasarkan surat pengangkatan dari Menteri

Kehakiman.

b. Pengacara

Pengacara memberikan pekerjaan jasa dan memberikan bantuan hukum

secara terbatas bagi suatu perkara tertentu di muka pengadilan. Pengacara

dalam menjalankan tugasnya berdasarkan surat pengangkatan dari

Pengadilan Tinggi setempat.

c. Penasehat Hukum

Penasehat Hukum menjalankan pekerjaan jasa hukum dan memberikan

bantuan hukum berupa konsultasi hukum atau mendampingi klien dalam

melakukan pembelaan hukum di muka pengadilan terbatas pada

wilayah hukum tertentu dari Pengadilan Negeri yang berkuasa mengangkat

atas nama Pengadilan Tinggi yang bersangkutan.

50

d. Pokrol

Pokrol menjalankan pekerjaan jasa atas dasar pengalaman dan membantu

orang yang berperkara pidana atau perdata yang tidak terjangkau oleh

Advokat, Pengacara dan Penasehat Hukum dengan tugas sesuai dengan surat

kuasa yang diijinkan oleh Pengadilan negeri.

Sementara dalam Pasal 22 ayat 1 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003

tentang Advokat menyatakan “Advokat wajib memberikan bantuan hukum

secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu.” Sedangkan

pada Pasal 9 huruf a Undang-Undang Nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan

Hukum menyatakan:

Pemberi Bantuan Hukum berhak:

a. melakukan rekrutmen terhadap advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa

fakultas hukum;

b. melakukan pelayanan Bantuan Hukum;

c. menyelenggarakan penyuluhan hukum, konsultasi hukum, dan program

kegiatan lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan Bantuan Hukum;

d. menerima anggaran dari negara untuk melaksanakan Bantuan Hukum

berdasarkan Undang-Undang ini;

e. mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang

menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan;

f. mendapatkan informasi dan data lain dari pemerintah ataupun instansi lain,

untuk kepentingan pembelaan perkara; dan

g. mendapatkan jaminan perlindungan hukum, keamanan, dan keselamatan

selama menjalankan pemberian Bantuan Hukum.

1. Pemberi Bantuan Hukum Insidentil:

Apabila seorang sarjana hukum yang tidak termasuk golongan

pengacara, advokat atau belum melalui proses pengangkatan sebagai

pengacara, sehingga belum memiliki surat izin untuk berpraktek, maka

51

bantuan atau petunjuk yang diberikan kepada seseorang tersebut tidak

termasuk dalam kategori bantuan hukum, oleh karena hanya diberikan

secara insidentil. Bagi mereka yang memberikan bantuan hukum secara

insidentil maka diwajibkan untuk mengajukan permohonan kepada

Kepaniteraan Pengadilan Negeri di mana perkara itu akan diperiksa untuk

mendapatkan surat keterangan bantuan hukum dari Ketua Pengadilan

Negeri tersebut.

2. Lembaga Bantuan Hukum

Untuk menjalankan program bantuan hukum, telah dibentuk lembaga

yang dikenal dalam kegiatan dalam memberikan bantuan hukum kepada

masyarakat golongan fakir miskin dan buta hukum yang lebih dikenal

sebagai Lembaga Bantuan Hukum (LBH).

Dari Anggaran Dasar LBH Jakarta, lembaga ini memiliki tujuan untuk:

a. Memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma (gratis /

prodeo) kepada masyarakat luas yang tidak mampu.

b. Menumbuhkan pengembangan serta meninggikan kesadaran

hukum pada masyarakat umumnya dan khususnya kesadaran

akan hak –hak sebagai subyek hukum.

c. Memajukan hukum dan pelaksanaan hukum sesuai dengan

perkembangan zaman dan masyarakat.

Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut lembaga berusaha dengan:

52

a. Menyelenggarakan pemberian bantuan hukum dan atau

pembelaan umum yang meliputi segala pekerjaan atau jasa

advokat terhadap kliennya di dalam maupun di luar pengadilan;

b. Mengadakan ceramah, diskusi, penerangan, penerbitan buku &

brosur dan lain sebagainya;

c. Mengadakan kerja sama dengan lembaga-lembaga badan-

badan instansi pemerintah maupun non pemerintah;

d. Menyediakan diri selaku wadah guna latihan praktek hukum

bagi mahasiswa fakultas hukum.

3. Fakultas Hukum

Adanya program bantuan hukum bagi suatu Fakultas Hukum adalah

merupakan suatu hal yang esensiel sebagaimana yang digambarkan oleh

Team Asesmen Pendidikan Hukum Konsorsium Ilmu Hukum

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengenai Pembaharuan

Pendidikan Hukum, bahwa pengembangan kegiatan pengabdian

masyarakat yang berbentuk bantuan hukum, konsultasi hukum,

penerangan, penyuluhan, dan kuliah kerja nyata, harus dimanfaatkan

dalam proses pendidikan, guna mencapai hasil yang bermanfaat baik dari

aspek pengabdian masyarakat maupun sebagai tempat praktek

mahasiswa.15

Selain mahasiswa fakultas hukum, para tenaga pendidik atau dosen dari

fakultas hukum juga dapat memberikan bantuan hukum kepada pada

15 Abdurrahman, Aspek – Aspek Bantuan Hukum di Indonesia, Cendana Press, Jakarta, 1983,

hlm. 254

53

masyarakat atau golongan tertentu yang masuk di dalam kategori

golongan yang sedianya pantas untuk menerima bantuan hukum. Selain

itu, keberadaan dosen di sini juga dapat berperan aktif sebagai

pembimbing mahasiswa fakultas hukum di dalam kegiatan Unit

Konsultasi Bantuan Hukum (yang selanjutnya disebut sebagai UKBH)

baik secara litigasi maupun non litigasi dan dapat memberikan

pembelajaran dan materi di luar kegiatan perkuliahan yang dilakukan

secara formal agar para mahasiswa juga dapat mempraktekkan apa yang

selama ini mahasiswa fakultas hukum dapatkan pada program studinya.

Sehingga apa yang didapatkannya pada bangku perkuliahan dapat benar-

benar diterapkan dan diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan.

UKBH yang bernaung di bawah fakultas hukum dapat sekaligus

dijadikan tempat untuk mendidik calon-calon sarjana hukum agar dapat

memahami bahwa profesi di bidang hukum adalah profesi yang sangat

luhur dan harus dapat dilaksanakan dengan pengetahuan, keterampilan,

kejujuran dan moral tinggi sembari mengamalkan salah satu dari Tri

Dharma Perguruan Tinggi.

Pemberian batuan hukum kepada orang atau kelompok orang yang

membutuhkan tidak bisa dilakukan secara langsung oleh pemberi bantuan

hukum. Tata cara pemberian bantuan hukum ini sendiri sudah diatur

dalam Pasal 15 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) UUBH

yang menyatakan:

(1) Pemohon Bantuan Hukum mengajukan permohonan Bantuan

Hukum kepada Pemberi Bantuan Hukum.

54

(2) Pemberi Bantuan Hukum dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga)

hari kerja setelah permohonan Bantuan Hukum dinyatakan

lengkap harus memberikan jawaban menerima atau menolak

permohonan Bantuan Hukum.

(3) Dalam hal permohonan Bantuan Hukum diterima, Pemberi Bantuan

Hukum memberikan Bantuan Hukum berdasarkan surat kuasa

khusus dari Penerima Bantuan Hukum.

(4) Dalam hal permohonan Bantuan Hukum ditolak, Pemberi Bantuan

Hukum mencantumkan alasan penolakan.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pemberian

Bantuan Hukum diatur dengan Peraturan Pemerintah.

D. Para Pihak yang Menerima Bantuan Hukum

Para pihak yang berhak menerima bantuan hukum sudah ditentukan dan

diatur dalam UUBH. Pengertian dari Penerima Bantuan Hukum terdapat dalam

Pasal 5 UUBH yang meyatakan:

(1) Penerima Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat

(1) meliputi setiap orang atau kelompok orang miskin yang tidak dapat

memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri.

(2) Hak dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hak atas

pangan, sandang, layanan kesehatan, layanan pendidikan, pekerjaan dan

berusaha, dan/atau perumahan.

Dari rumusan yang dijelaskan oleh Pasal 5 UUBH tersebut menyatakan

bahwa setiap orang yang tidak dapat memenuhi hak dasar seperti pangan,

sandang, layanan kesehatan, layanan pendidikan, pekerjaan dan berusaha,

dan/atau perumahan dapat menerima bantuan hukum. Pengertian orang atau

kelompok orang miskin di sini hanya didefinisikan sebagai orang atau

kelompok orang yang tidak memiliki kemampuan secara ekonomi.

Orang atau kelompok orang yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara

layak dan mandiri, tidak dapat begitu saja dapat menerima bantuan hukum dari

55

pemberi bantuan hukum. Ketentuan ini dapat dilihat dalam syarat dan tata cara

pemberian bantuan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) dan ayat

(2) yang menyatakan:

(1) Untuk memperoleh Bantuan Hukum, pemohon Bantuan Hukum harus

memenuhi syarat-syarat:

a. mengajukan permohonan secara tertulis yang berisi sekurang-

kurangnya identitas pemohon dan uraian singkat mengenai pokok

persoalan yang dimohonkan Bantuan Hukum;

b. menyerahkan dokumen yang berkenaan dengan perkara; dan

c. melampirkan surat keterangan miskin dari lurah, kepala desa, atau

pejabat yang setingkat di tempat tinggal pemohon Bantuan Hukum.

(2) Dalam hal pemohon Bantuan Hukum tidak mampu menyusun

permohonan secara tertulis, permohonan dapat diajukan secara lisan.

Dari uraian di atas bisa diketahui bahwa tidak serta-merta semua orang yang

termasuk ke dalam golongan orang tidak mampu tidak bisa mendapatkan

bantuan hukum secara langsung atas permasalahan hukum yang sedang

dihadapinya. Tetapi hal ini juga berlaku kepada sang pemberi bantuan hukum

yang mana pemberi bantuan hukum ini tidak bisa langsung memberikan

bantuan hukumnya kepada masyarakat yang membutuhkan. Setidaknya,

pemberi bantuan hukum juga harus memenuhi syarat sebagai berikut seperti

yang telah diatur dalam Pasal 14 UUBH:

(1) Untuk memperoleh Bantuan Hukum, pemohon Bantuan Hukum harus

memenuhi syarat-syarat:

a. mengajukan permohonan secara tertulis yang berisi sekurang-

kurangnya identitas pemohon dan uraian singkat mengenai pokok

persoalan yang dimohonkan Bantuan Hukum;

b. menyerahkan dokumen yang berkenaan dengan perkara; dan

c. melampirkan surat keterangan miskin dari lurah, kepala desa, atau

pejabat yang setingkat di tempat tinggal pemohon Bantuan Hukum.

56

(2) Dalam hal pemohon Bantuan Hukum tidak mampu menyusun

permohonan secara tertulis, permohonan dapat diajukan secara lisan.

Dari rumusan di atas yang mengatur tentang pengaturan syarat penerima

bantuan hukum, akan memungkinkan untuk meminimalisir bentuk-bentuk

kecurangan yang berpotensi, seperti orang atau kelompok orang yang mampu

yang menyamar datang dari kelompok orang yang tidak mampu dan juga

ketentuan ini menjamin setiap orang atau kelompok orang yang tidak mampu

akan mendapatkan jaminan bantuan hukum atas permasalahan hukum yang

sedang dihadapinya.