APLIKASI TRANSFORMASI LAPLACE PADA PERSAMAAN …
Transcript of APLIKASI TRANSFORMASI LAPLACE PADA PERSAMAAN …
APLIKASI TRANSFORMASI LAPLACE PADA
PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDE DUA UNTUK
PENDULUM SEDERHANA DAN PENDULUM FISIS
Rizqona Maharani
STAIN Kudus, Jawa Tengah, Indonesia
Abstract
The purpose of this paper is to determine the solution of second-
order linier differential equation for simple and physical
pendulum motion. Based on the analysis of force components,
the pendulum motion forms a homogeneous second-order linier
differential equation with constant coefficients denoted by 𝜃′′ +𝑔
𝐿𝜃 = 0 . The method used to solve the second-order linier
differential equation is the Laplace Transform. The choice of
method is based on the ease of solving the initial value problems
by changing domain t with domain s using algebraic equations
or using tables that contain laplace transform. The result of this
study is solution of second-order linier differential equation by
using laplace transform which in form
𝜃(𝑡) = ℒ−1{𝜃(𝑠)} = ℒ−1 {𝑠𝐴
𝑠2 + 𝜔2}
Then, the solution can be used to determine the equation of
pendulum motion which include the equation of displacement,
velocity, and acceleration of the simple and physical pendulum.
Keywords: Second-Order differential equation, Laplace
Transform, and Pendulum
Abstrak
Tujuan paper ini adalah untuk menentukan penyelesaian
persamaan diferensial linier orde dua gerak pendulum
sederhana dan fisis. Berdasarkan analisis komponen gayanya,
maka gerak pendulum membentuk persamaan diferensial
linier orde dua homogen dengan koefisien konstan yang
dinyatakan dengan 𝜃′′ +𝑔
𝐿𝜃 = 0. Metode yang digunakan
APLIKASI TRANSFORMASI LAPLACE PADA PERSAMAAN...
2 Journal of Mathematic Teaching
untuk menyelesaikan persamaan linier orde dua tersebut
adalah transformasi laplace. Pemilihan metode didasarkan
atas kemudahan dalam menyelesaikan masalah nilai awal
dengan mengubah domain t dengan domain s menggunakan
persamaan aljabar atau menggunakan tabel yang memuat
Tranformasi Laplace. Hasil dari penelitian ini adalah solusi
persamaan diferensial linier orde dua dengan menggunakan
transformasi laplace yang berbentuk:
𝜃(𝑡) = ℒ−1{𝜃(𝑠)} = ℒ−1 {𝑠𝐴
𝑠2 + 𝜔2}
Sehingga solusi tersebut dapat digunakan untuk menentukan
persamaan gerak pendulum yang meliputi persamaan
perpindahan, kecepatan, dan percepatan pendulum sederhana
dan fisis.
Kata Kunci: Persamaan diferensial orde dua, transformasi
laplace, dan pendulum.
A. PENDAHULUAN
Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang digunakan
secara luas dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam m
enyelesaikan permasalahan di bidang teknik, fisika, ekonomi dan
yang lainnya. Permasalahan pada bidang tersebut kemudian
diidentifikasi, dirumuskan, dan dimodelkan untuk dapat ditentukan
solusinya. Adapun pemodelan yang menggunakan simbol
matematika dan logika untuk menyajikan permasalahan objek
disebut pemodelan matematika atau pemodelan simbolik (Susanta,
2008: 1.6).
Tujuan dari pemodelan matematika adalah untuk
memberikan diskripsi terkait keadaan, sifat, maupun perilaku objek
agar mudah dikenali, diperlajari, dan dimanipulasi (Susanta, 2008:
1.4). Hal yang perlu dilakukan saat menyusun model matematika
pada suatu permasalahan adalah mengidentifikasi semua besaran
yang terlibat dalam masalah tersebut, memberi lambang pada semua
besaran, menentukan satuan untuk semua besaran, menentukan
besaran konstanta dan variabel, menentukan hubungan variabel dan
konstanta sehingga terbentuk model matematika, mencari solusi
Rizqona Maharani
3 Jurnal KONSTANTA _ Vol. 1 No. 1 Juli-Desember 2017
model berdasarkan teori-teori dalam matematika, dan
menginterpretasikan solusi model sehingga diperoleh solusi
permasalahan.
Adapun model matematika yang dapat dirumuskan dari
suatu permasalahan adalah berbentuk persamaan diferensial linier
orde dua homogen dengan koefisien konstan. Untuk menentukan
penyelesaian persamaan tersebut, dapat diterapkan transformasi
laplace. Hal ini dikarenakan, transformasi laplace dapat mereduksi
persamaan diferensial ke masalah aljabar. Aljabar tersebut dapat
menjadi rumit pada suatu kejadian dan dapat dengan mudah jika
diselesaikan dengan menggunakan transformasi laplace dari pada
diselesaikan dengan menggunakan persamaan diferensial secara
langsung. Dengan menggunakan transformasi laplace, suatu masalah
nilai awal dapat diselesaikan dengan mengubah domain t dengan
domain s menggunakan persamaan aljabar atau menggunakan tabel
yang memuat Tranformasi Laplace (Nagle et al, 2004: 349). Bentuk
umum dari Transformasi Laplace dari 𝐹(𝑡) yang dinyatakan oleh
𝐿{𝐹(𝑡)}, didefinisikan sebagai : 𝐿{𝐹(𝑡)} = 𝑓(𝑠) = ∫ 𝑒−𝑠𝑡∞
0𝐹(𝑡)𝑑𝑡.
Sejalan dengan Suyono (2003: 1), persamaan diferensial
merupakan cabang dari matematika yang digunakan untuk
memecahkan masalah-masalah dalam bidang sains dan teknologi,
sehingga transformasi Laplace pada persamaan diferensial menjadi
sangat penting untuk dipelajari karena membantu mempermudah
penyelesaian model matematika, salah satunya adalah permasalahan
untuk menentukan persamaan gerak pada osilasi. Osilasi terjadi bila
sebuah sistem diganggu dari posisi kesetimbangannya sehingga akan
bergerak secara periodik atau secara berulang dalam selang waktu
yang sama (Tipler, 1998: 425). Adapun tipe dasar osilasi adalah
gerak harmonik sederhana. Gerak ini menunjukkan adanya suatu
partikel yang bergerak berulang kali bolak balik di sekitar sumbu x
(Halliday et al, 2010: 416). Selain itu, gerakannya juga mengabaikan
kehadiran gaya gesekan diasumsikan bahwa sudut simpangan sangat
kecil. Salah satu contoh gerak harmonik sederhana yang mudah
dikenali dalam kehidupan sehari-hari adalah gerak sebuah pendulum
atau bandul yang terdiri dari bandul sederhana, bandul fisis, dan
bandul puntir. Ketiga jenis bandul tersebut mempunyai persamaan
APLIKASI TRANSFORMASI LAPLACE PADA PERSAMAAN...
4 Journal of Mathematic Teaching
gerak yang menunjukkan perpindahan, kecepatan, dan percepatan
partikel saat malakukan osilasi.
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan, maka
tujuan paper ini adalah untuk mengetahui aplikasi transformasi
laplace pada persamaan diferensial linier orde dua homogen dengan
koefisien konstan dalam menentukan persamaan gerak pendulum
yaitu pada pendulum sederhana dan fisis.
B. PEMBAHASAN
Persamaan Diferensial Linier Orde Dua Homogen dengan
Koefisien Konstan
Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat
fungsi yang tidak diketahui dan derivatifnya. Persamaan diferensial
ditinjau dari banyaknya variabel bebas dari fungsi yang tidak
diketahui, dikelompokkan menjadi persamaan diferensial biasa dan
persamaan diferensial parsial. Persamaan diferensial biasa adalah
persamaan diferensial dimana fungsi yang tidak diketahui adalah
fungsi dari satu variabel bebas. Sedangkan persamaan diferensial
parsial adalah persamaan diferensial yang memuat derivatif parsial
fungsi yang tidak diketahui terhadap dua atau lebih variabel bebas
(Suyono, 2003: 1-2). Sedangkan orde dari persamaan diferensial
ditunjukkan oleh derivatif tertinggi yang muncul dalam persamaan
tersebut (Boyce, 2001: 18).
Selain itu, persamaan diferensial juga dikelompokkan
menjadi persamaan linier atau nonlinier. Persamaan diferensial biasa
yang dinyatakan ke dalam bentuk 0),...,,,( )(' nyyytF merupakan
linier jika F merupakan fungsi linier dari variabel-variabel )(' ,...,, nyyy . Definisi tersebut juga berlaku untuk persamaan
diferensial parsial. Persamaan diferensial linier orde n adalah
persamaan yang berbentuk:
a0(t)dny
dtn + a1(t)dn−1y
dtn−1 + ⋯ + an−1(t)dy
dt+ an(t)y = g(t) ...(1)
Koefisien-koefisien an(t), an−1(t), … , a1(t), a0(t) dan fungsi g(t)
adalah fungsi-fungsi yang kontinu pada suatu interval I (bilangan
Rizqona Maharani
5 Jurnal KONSTANTA _ Vol. 1 No. 1 Juli-Desember 2017
real) dan koefisien pertama a0(t) ≠ 0 untuk setiap t ∈ I, y adalah
fungsi dalam t, sedangkan y(n) adalah turunan ke-n dari PD. Bila
semua koefisien an(t), an−1(t), … , a1(t), a0(t) adalah tetap,
persamaan tersebut disebut persamaan diferensial linier orde n
dengan koefisien konstan, sedangkan jika nilainya tidak tetap maka
disebut persamaan diferensial linier orde n dengan koefisien variabel
(Boyce, 2001: 19). Menurut Boyce (2001:130), Persamaan diferensial
linier dikatakan homogen jika fungsi g(t) pada persamaan (1) adalah
nol untuk setiap t. Sehingga persamaan diferensial linier homogen
dengan koefisien konstan dapat dinyatakan dalam bentuk umum:
a0dny
dtn + a1dn−1y
dtn−1 + ⋯ + an−1dy
dt+ any = 0 ...(2)
Dengan a0, a1, ..., an konstan dan ≥ 2
(Suyono, 2003: 34)
Dari persamaan (2) maka persamaan diferensial linier orde
dua dengan koefisien konstan dapat dinyatakan dalam bentuk:
a0𝑑2𝑦
𝑑𝑥2 + a1𝑑𝑦
𝑑𝑥+ a2𝑦 = 0 ...(3)
Dengan a0 ≠ 0, dan a0, a1, a2 adalah konstan real (Boyce, 2001: 131).
Transformasi Laplace
Definisi 1 Transformasi Laplace dari fungsi F(t) didefinisikan sebagai
berikut:
ℒ{𝐹(𝑡)} = 𝑓(𝑠) = ∫ 𝑒−𝑠𝑡𝐹(𝑡)𝑑𝑡𝑥
0 ...(4)
Definisi 2 (Kekontinuan bagian demi bagian) Suatu fungsi dikatakan
kontinu bagian demi bagian dalam suatu selang 0 ≤ t ≤ β bila selang
ini dapat dibagi-bagi kedalam sejumlah berhingga selang-selang di
mana dalam setiap selang ini fungsinya kontinu dan memiliki limit-
limit kanan dan kiri yang berhingga.
Definisi 3 (Orde Eksponensial) Jika terdapat konstan real 𝑀 > 0 dan
𝛾 sehingga untuk semua 𝑡 > 𝑁 berlaku, |𝑒−𝛾 𝑡𝐹(𝑡)| ≤ 𝑀 atau |𝐹(𝑡)| ≤
APLIKASI TRANSFORMASI LAPLACE PADA PERSAMAAN...
6 Journal of Mathematic Teaching
𝑀𝑒−𝛾 𝑡. Maka dikatakan bahwa 𝐹(𝑡) adalah suatu fungsi eksponensial
berorde 𝛾 apabila 𝑡 → ∞.
Teorema 1 (Syarat cukup untuk keujudan transformasi laplace) Jika
𝐹(𝑡) adalah kontinu secara bagian-bagian dalam setiap selang
berhingga 0 ≤ 𝑡 ≤ 𝑁 dan eksponensial berorde 𝛾 untuk 𝑡 > 𝑁, maka
transformasi Laplace nya 𝑓(𝑠) ada untuk semua 𝑠 > 𝛾.
Bukti:
Untuk setiap bilangan positif N didapat
𝑓(𝑠) = ℒ{𝐹(𝑡)} = ∫ 𝑒−𝑠𝑡𝐹(𝑡)𝑑𝑡 =∞
0 ∫ 𝑒−𝑠𝑡𝐹(𝑡)𝑑𝑡 +𝑁
0
∫ 𝑒−𝑠𝑡𝐹(𝑡)𝑑𝑡∞
𝑁
Karena 𝐹(𝑡) adalah kontinu secara sebagian-sebagian dalam setiap
selang berhingga 0 ≤ 𝑡 ≤ 𝑁, maka ∫ 𝑒−𝑠𝑡𝐹(𝑡)𝑑𝑡𝑁
0 ada
Akan ditunjukkan ∫ 𝑒−𝑠𝑡𝐹(𝑡)𝑑𝑡∞
𝑁 ada
Karena 𝐹(𝑡) adalah eksponensial berorde 𝛾 untuk 𝑡 > 𝑁 atau dapat
ditulis dengan
|𝐹(𝑡)| ≤ 𝑀𝑒𝛾𝑡 sehingga:
|∫ 𝑒−𝑠𝑡𝐹(𝑡)𝑑𝑡∞
𝑁| ≤ ∫ 𝑒−𝑠𝑡|𝐹(𝑡)|𝑑𝑡
∞
𝑁
≤ ∫ 𝑒−𝑠𝑡𝑀𝑒𝛾𝑡𝑑𝑡∞
𝑁
≤ 𝑀 ∫ 𝑒−𝑠𝑡𝑒𝛾𝑡𝑑𝑡∞
𝑁
≤ 𝑀 [1
−(𝑠−𝛾)𝑒−(𝑠−𝛾)𝑡]
𝑁
∞
= −𝑀𝑒−(𝑠−𝛾)𝑁
−(𝑠−𝛾) , untuk 𝑠 > 𝛾
Jadi ∫ 𝑒−𝑠𝑡𝐹(𝑡)𝑑𝑡∞
0 ada untuk semua 𝑠 > 𝛾
Definisi 4 (Invers Transformasi Laplace) Jika ℒ{F(t)} = f(s), maka
F(t) disebut suatu invers transformasi Laplace dari f(s) dan secara
simbolis ditulis F(t) = ℒ−1{𝑓(𝑠)}.
Teorema 2 (Ketunggalan invers transformasi Laplace) Andaikan
fungsi-fungsi 𝐹(𝑡) dan 𝐺(𝑡) memenuhi syarat-syarat keujudan
Rizqona Maharani
7 Jurnal KONSTANTA _ Vol. 1 No. 1 Juli-Desember 2017
transformasi Laplace sehingga 𝑓(𝑠) dan 𝑔(𝑠) ada, jika 𝑓(𝑠) = 𝑔(𝑠)
untuk 𝑠 > 𝛾 maka 𝐹(𝑡) = 𝐺(𝑡) pada selang kekontinuannya.
Bukti:
𝑓(𝑠) = ∫ 𝑒−𝑠𝑡𝐹(𝑡) 𝑑𝑡∞
0 ada, jadi konvergen
𝑔(𝑠) = ∫ 𝑒−𝑠𝑡𝐺(𝑡) 𝑑𝑡∞
0 ada, jadi konvergen
𝑓(𝑠) = 𝑔(𝑠) maka ∫ 𝑒−𝑠𝑡𝐹(𝑡) 𝑑𝑡∞
0= ∫ 𝑒−𝑠𝑡𝐺(𝑡) 𝑑𝑡
∞
0
Atau ∫ 𝑒−𝑠𝑡𝐹(𝑡) 𝑑𝑡∞
0− ∫ 𝑒−𝑠𝑡𝐺(𝑡) 𝑑𝑡
∞
0= 0
Karena kedua integral tak wajar ini konvergen maka
∫ 𝑒−𝑠𝑡𝐹(𝑡) 𝑑𝑡∞
0= ∫ 𝑒−𝑠𝑡𝐺(𝑡) 𝑑𝑡
∞
0
∫ 𝑒−𝑠𝑡𝐹(𝑡) 𝑑𝑡∞
0− ∫ 𝑒−𝑠𝑡𝐺(𝑡) 𝑑𝑡
∞
0= 0
𝑒−𝑠𝑡 ≠ 0 maka 𝐹(𝑡) − 𝐺(𝑡) = 0
Jadi 𝐹(𝑡) − 𝐺(𝑡) dalam selang kekontinuannya
Teorema 3 (sifat linier) Jika c1 dan c2 adalah sebarang konstan
sedangkan F1(t) dan F2(t) adalah fungsi-fungsi dengan transformasi-
transformasi Laplace nya masing-masing f1(s) dan f2(s) maka
ℒ{𝑐1𝐹1(𝑡) + 𝑐2𝐹2(𝑡)} = 𝑐1ℒ{𝐹1(𝑡)} + 𝑐2ℒ{𝐹2(𝑡)} = 𝑐1𝑓1(𝑠) +
𝑐2𝑓2(𝑠) ...(5)
Bukti:
Misalkan ℒ{𝐹1(𝑡)} = 𝑓1(𝑠) = ∫ 𝑒−𝑠𝑡𝐹1(𝑡)𝑑𝑡𝑥
0 dan
ℒ{𝐹2(𝑡) } = 𝑓2(𝑠) = ∫ 𝑒−𝑠𝑡𝐹2(𝑡)𝑑𝑡𝑥
0
Maka ℒ{𝑐1𝐹1(𝑡) + 𝑐2𝐹2(𝑡)} = ∫ 𝑒−𝑠𝑡{𝑐1𝐹1(𝑡) + 𝑐2𝐹2(𝑡)} 𝑑𝑡 ∞
0
= ∫ 𝑒−𝑠𝑡𝑐1𝐹1(𝑡) 𝑑𝑡 ∞
0+ ∫ 𝑒−𝑠𝑡 𝑐2𝐹2(𝑡)𝑑𝑡
∞
0
= 𝑐1 ∫ 𝑒−𝑠𝑡𝐹1(𝑡) 𝑑𝑡 + 𝑐2 ∫ 𝑒−𝑠𝑡 𝐹2(𝑡)𝑑𝑡 ∞
0
∞
0
= 𝑐1ℒ{𝐹1(𝑡)} + 𝑐2ℒ{𝐹2(𝑡)}
= 𝑐1𝑓1(𝑠) + 𝑐2𝑓2(𝑠)
Dengan cara yang sama jika ℒ−1{𝑓(𝑠)} = 𝐹(𝑡) maka
ℒ−1{𝑐1𝑓1(𝑠) + 𝑐2𝑓2(𝑠)} = 𝑐1ℒ−1{𝑓1(𝑠)} + 𝑐2ℒ−1{𝑓2(𝑠)}
= 𝑐1𝐹1(𝑡) + 𝑐2𝐹2(𝑡)
APLIKASI TRANSFORMASI LAPLACE PADA PERSAMAAN...
8 Journal of Mathematic Teaching
Teorema 4 (Transformasi laplace dari turunan-turunan) Jika
ℒ{𝐹(𝑡)} = 𝑓(𝑠) maka ℒ{𝐹′(𝑡)} = 𝑠𝑓(𝑠) − 𝐹(0) bila 𝐹(𝑡) adalah
kontinu untuk 0 ≤ 𝑡 ≤ 𝑁 dan eksponensial berorde untuk 𝑡 > 𝑁
sedangkan 𝐹′(𝑡) adalah kontinu secara sebagian-sebagian untuk 0 ≤
𝑡 ≤ 𝑁.
Bukti:
ℒ{𝐹′(𝑡)} = ∫ 𝑒−𝑠𝑡𝐹′(𝑡)𝑑𝑡𝑥
0
= lim𝑎→∞
∫ 𝑒−𝑠𝑡𝐹′(𝑡)𝑑𝑡𝑎
0
= lim𝑎→∞
{[𝑒−𝑠𝑡𝐹(𝑡)]0𝑎 + 𝑠 ∫ 𝑒−𝑠𝑡𝐹(𝑡)𝑑𝑡
𝑎
0}
= 0 − 𝐹(0) + 𝑠 ∫ 𝑒−𝑠𝑡𝐹(𝑡)𝑑𝑡𝑎
0
= 𝑠𝑓(𝑠) − 𝐹(0)
Teorema 5 Jika ℒ{𝐹(𝑡)} = 𝑓(𝑠) maka ℒ{𝐹′′(𝑡)} = 𝑠2𝑓(𝑠) − 𝑠𝐹(0) −
𝐹′(0), bila 𝐹(𝑡) dan 𝐹′(𝑡) kontinu untuk 0 ≤ 𝑡 ≤ 𝑁 dan eksponensial
berorde untuk 𝑡 > 𝑁 sedangkan 𝐹′′(𝑡) adalah kontinu secara
sebagian-sebagian untuk 0 ≤ 𝑡 ≤ 𝑁.
Bukti:
Menurut Teorema 4 ℒ{𝐺(𝑡)} = 𝑠ℒ{𝐺(𝑡)} − 𝐺(0) = 𝑠𝑔(𝑠) − 𝐺(0)
Misalkan 𝐺(𝑡) = 𝐹′(𝑡), maka:
ℒ{𝐹′′(𝑡)} = 𝑠ℒ{𝐹′(𝑡)} − 𝐹′(0)
= 𝑠[𝑠ℒ{𝐹(𝑡)} − 𝐹(0)] − 𝐹′(0)
= 𝑠2ℒ{𝐹(𝑡)} − 𝑠𝐹(0) − 𝐹′(0)
= 𝑠2𝑓(𝑠) − 𝑠𝐹(0) − 𝐹′(0)
Teorema 6 Jika ℒ{𝐹(𝑡)} = 𝑓(𝑠) maka ℒ{𝐹𝑛(𝑡)} = 𝑠𝑛𝑓(𝑠) −
𝑠𝑛−1𝐹(0) − 𝑠𝑛−2𝐹′(0) − ⋯ − 𝑠𝐹(𝑛−2)(0) − 𝐹(𝑛−1)(0), bila
𝐹(𝑡), 𝐹′(𝑡), … , 𝐹(𝑛−1)(𝑡) adalah kontinu untuk 0 ≤ 𝑡 ≤ 𝑁 dan
eksponensial berorde untuk 𝑡 > 𝑁 sedangkan 𝐹𝑛(𝑡) adalah kontinu
secara sebagian-sebagian untuk 0 ≤ 𝑡 ≤ 𝑁.
Bukti:
Menurut Teorema 4 ℒ{𝐺(𝑡)} = 𝑠ℒ{𝐺(𝑡)} − 𝐺(0) = 𝑠𝑔(𝑡) − 𝑔(0)
Misalkan 𝐺(𝑡) = 𝐹𝑛(𝑡) dimana 𝑛 = 1, 2, 3, …, maka:
Rizqona Maharani
9 Jurnal KONSTANTA _ Vol. 1 No. 1 Juli-Desember 2017
ℒ{𝐹′(𝑡)} = 𝑠ℒ{𝐹(𝑡)} − 𝐹(0) = 𝑠𝑓(𝑠) − 𝐹(0)
ℒ{𝐹′′(𝑡)} = 𝑠ℒ{𝐹′(𝑡)} − 𝐹′(0) = 𝑠2𝑓(𝑠) − 𝑠𝐹(0) − 𝐹′(0)
ℒ{𝐹′′′(𝑡)} = 𝑠ℒ{𝐹′′(𝑡)} − 𝐹′′(0
= 𝑠3𝑓(𝑠) − 𝑠2𝐹(0) − 𝑠𝐹′(0) − 𝐹′′(0)
ℒ{𝐹(4)(𝑡)} = 𝑠ℒ{𝐹′′′(𝑡)} − 𝐹′′′(0) = 𝑠4𝑓(𝑠) − 𝑠3𝐹(0) − 𝑠2𝐹′(0)
−𝑠𝐹′′(0) − 𝐹′′′(0)
.
.
.
ℒ{𝐹(𝑛−2)(𝑡)} = 𝑠ℒ{𝐹(𝑛−3)(𝑡)} − 𝐹(𝑛−3)(0) = 𝑠𝑛−2𝑓(𝑠) − 𝑠𝑛−3𝐹(0)
−𝑠𝑛−4𝐹′(0) − ⋯ − 𝑠𝐹(𝑛−4)(0) − 𝐹(𝑛−3)(0)
ℒ{𝐹(𝑛−1)(𝑡)} = 𝑠ℒ{𝐹(𝑛−2)(𝑡)} − 𝐹(𝑛−2)(0) = 𝑠𝑛−1𝑓(𝑠) − 𝑠𝑛−2𝐹(0)
−𝑠𝑛−3𝐹′(0) − ⋯ − 𝑠𝐹(𝑛−3)(0) − 𝐹(𝑛−2)(0)
ℒ{𝐹(𝑛)(𝑡)} = 𝑠ℒ{𝐹(𝑛−1)(𝑡)} − 𝐹(𝑛−1)(0) = 𝑠𝑛𝑓(𝑠) − 𝑠𝑛−1𝐹(0)
−𝑠𝑛−2𝐹′(0) − ⋯ − 𝑠𝐹(𝑛−2)(0) − 𝐹(𝑛−1)(0)
Adapun langkah-langkah dalam menerapkan Transformasi Lapace
untuk memecahkan persamaan diferensial linier orde dua dengan
koefisien konstan yang kondisi awalnya telah diberikan adalah:
1) Menghitung bayangan Laplace dari kedua ruas persamaan
2) Menggunakan sifat-sifat transformasi Laplace dan kondisi awal
untuk mencari persamaan bayangan Laplace dalam
penyelesaiannya.
3) Menyelesaikan persamaan dalam bayangan Laplace yang
diperoleh.
Menentukan invers bayangan Laplace dengan menggunakan
tabel atau metode yang sesuai. Berikut invers bayangan laplace
dinyatakan pada Tabel 1.
Tabel 1. Transformasi Laplace Invers
No 𝒇(𝒔) 𝓛−𝟏{𝒇(𝒔)} = 𝑭(𝒕)
1. 1
𝑠 1
2 𝑛!
𝑠𝑛+1
𝑡𝑛 ; (𝑛 = 1,2,3, … )
3 1
𝑠−𝑎 𝑒𝑎𝑡
4 𝑠
𝑠2 + 𝑎2 cos 𝑎𝑡
APLIKASI TRANSFORMASI LAPLACE PADA PERSAMAAN...
10 Journal of Mathematic Teaching
5 𝑎
𝑠2 − 𝑎2 sin 𝑎𝑡
6 𝑠
𝑠2 − 𝑎2 cosh 𝑎𝑡
7
𝑎
𝑠2 − 𝑎2
sin 𝑎𝑡
(Spiegel, 1993)
Persamaan Gerak pada Pendulum Sederhana
Gerak osilasi yang populer adalah gerak osilasi pendulum
(bandul). Pada pendulum sederhana terdiri dari seutas tali ringan
dan sebuah bola kecil (bola pendulum) bermassa 𝑚 yang
digantungkan pada ujung tali. Pada gerak pendulum biasa, gaya
gesekan udara akan diabaikan dan massa tali sangat kecil sehingga
dapat diabaikan relatif terhadap bola.
Gambar 1 Sistem Bandul Sederhana
Gaya yang bekerja pada bola pendulum adalah gaya berat 𝑤 dan gaya
tegangan tali 𝐹𝑇. Bila Tali membuat sudut 𝜃 terhadap vertikal, berat
memiliki komponen-komponen 𝑤 cos 𝜃 sepanjang tali dan 𝑤 sin 𝜃
tegak lurus tali dalam arah berkurangnya 𝜃. Karena tidak ada gaya
gesek udara, maka pendulum melakukan osilasi sepanjang busur
lingkaran dengan besar amplitudo tetap sama. Sehingga hubungan
Rizqona Maharani
11 Jurnal KONSTANTA _ Vol. 1 No. 1 Juli-Desember 2017
antara panjang busur 𝑥 dengan sudut 𝜃 dinyatakan dengan
persamaan 𝑥 = 𝐿𝜃. Bandul tersebut melakukan Gerak Harmonik
Sederhana berarti gaya pemulihnya adalah komponen tangensial
gaya gravitasi 𝑤 sin 𝜃 atau 𝑚𝑔 sin 𝜃 yang bekerja dengan arah
menuju 𝜃 = 0, berlawanan dengan arah simpangannya. Oleh
karenanya gaya tegang tali 𝐹𝑇 bernilai −𝑚𝑔 sin 𝜃. Sehingga menurut
hukum kedua Newton, percepatan yang dihasilkan oleh pendulum
sederhana jika dihubungkan dengan gaya tegang tali dapat
dinyatakan dengan:
𝐹𝑇 = 𝑚𝑎
−𝑚𝑔 sin 𝜃 = 𝑚𝑎 = 𝑚𝑑2𝑥
𝑑𝑡2 … (1.1)
Dengan,
𝑚: massa benda (kg)
𝑔 : percepatan gravitasi (𝑚/𝑠2)
𝑎 : percepatan (𝑚/𝑠2)
Pada gerak bandul tersebut akan mendekati gerak harmonik
sederhana jika mempunyai simpangan kecil. Dengan demikian untuk
sudut yang kecil, akan digunakan pendekatan sin 𝜃 ≈ 𝜃, sehingga
persamaan (1.1) menjadi:
−𝑚𝑔 sin 𝜃 ≈ −𝑚𝑔𝜃 = 𝑚𝑑2𝑥
𝑑𝑡2 … (1.2)
Mengingat 𝑥 = 𝐿𝜃, maka 𝑑2𝑥
𝑑𝑡2 = 𝐿𝑑2𝜃
𝑑𝑡2 . Sehingga persamaan (1.2) dapat
dinyatakan dengan:
−𝑚𝑔𝜃 = 𝑚𝐿𝑑2𝜃
𝑑𝑡2
−𝑔𝜃 = 𝐿𝑑2𝜃
𝑑𝑡2
𝑑2𝜃
𝑑𝑡2 = −𝑔
𝐿𝜃
𝑑2𝜃
𝑑𝑡2 +𝑔
𝐿𝜃 = 0
𝜃′′ +𝑔
𝐿𝜃 = 0 … (1.3)
APLIKASI TRANSFORMASI LAPLACE PADA PERSAMAAN...
12 Journal of Mathematic Teaching
Persamaan (1.3) adalah persamaan diferensial linear homogen
dengan koefisien konstan. Pada permasalahan gerak sebuah
pendulum ini, akan diberikan syarat awal yang harus dipenuhi
sehingga tidak dapat diselesaikan secara langsung. Oleh karenanya
akan digunakan transformasi Lapace. Syarat awal tersebut adalah
saat pendulum berada pada simpangan tertentu dengan kecepatan
awal nol.
Persamaan (1.3) akan disusun kembali ke dalam bentuk aljabar,
sehingga persamaannya menjadi:
𝜃′′ +𝑔
𝐿𝜃 = 0
𝜃′′ + 𝜔2𝜃 =
0 … (1.4)
Dengan 𝜔 adalah frekuensi sudut, 𝜔 = √𝑔
𝐿
Jika diberikan syarat awal 𝜃(0) = 𝐴, 𝜃′(0) = 𝐵 = 0, ℒ{𝜃} = 𝜃(𝑠)
maka dengan menggunakan transformasi Laplace pada kedua ruas
dari persamaan (1.4) diperoleh:
ℒ{𝜃′′ + 𝜔2𝜃} = ℒ{0}
ℒ{𝜃′′} + ℒ{𝜔2𝜃} = 0
ℒ{𝜃′′} + 𝜔2ℒ{𝜃} = 0
[𝑠2ℒ{𝜃} − 𝑠𝜃(0) − 𝜃′(0)] + 𝜔2ℒ{𝜃} = 0
𝑠2𝜃(𝑠) − 𝑠𝐴 − 𝐵 + 𝜔2𝜃(𝑠) = 0
𝑠2𝜃(𝑠) − 𝑠𝐴 − 𝐵 + 𝜔2𝜃(𝑠) = 0
(𝑠2 + 𝜔2)𝜃(𝑠) = 𝑠𝐴 + 𝐵
𝜃(𝑠) =𝑠𝐴+0
𝑠2+𝜔2
𝜃(𝑠) =𝑠𝐴
𝑠2+𝜔2
Rizqona Maharani
13 Jurnal KONSTANTA _ Vol. 1 No. 1 Juli-Desember 2017
Untuk mendapatkan persamaan gerak bandul, dikenakan
transformasi Laplace invers pada kedua ruas dari persamaan
pembantu tersebut.
ℒ−1{𝜃(𝑠)} = ℒ−1 {𝑠𝐴
𝑠2+𝜔2}
𝜃(𝑡) = ℒ−1 {𝑠𝐴
𝑠2+𝜔2}
= 𝐴ℒ−1 {𝑠
𝑠2+𝜔2}
= 𝐴 cos 𝜔𝑡
𝜃(𝑡) = 𝐴 cos(𝜔𝑡 + 0)
𝜃(𝑡) = 𝐴 cos(𝜔𝑡 + ∅)
Berdasarkan persamaan perpindahan gerak pendulum yang sudah
diperoleh, maka dapat persamaan kecepatan dan percapatan
angularnya adalah
𝜔(𝑡) =𝑑𝜃
𝑑𝑡=
𝑑(𝐴 cos(𝜔𝑡 + ∅))
𝑑𝑡= −𝐴 𝑠𝑖𝑛(𝜔𝑡 + ∅) 𝑟𝑎𝑑/𝑠
Dan
𝛼(𝑡) =𝑑𝜔
𝑑𝑡=
𝑑(−𝐴 𝑠𝑖𝑛(𝜔𝑡 + ∅))
𝑑𝑡= −𝐴𝜔2 cos(𝜔𝑡 + ∅) 𝑟𝑎𝑑2/𝑠
Persamaan Gerak pada Pendulum Fisis
Sebuah benda tegar yang digantung dari suatu titik yang bukan
merupakan pusat massanya akan berosilasi ketika disimpangkan
dari posisi kesetimbangannya.
APLIKASI TRANSFORMASI LAPLACE PADA PERSAMAAN...
14 Journal of Mathematic Teaching
Gambar 2.2 skema bandul fisis
Titik 𝑂 adalah sumbu ayun pada benda yang sering dinamakan pivot,
𝑃 adalah pusat massa, 𝐿 adalah panjang benda, sedangkan ℓ adalah
jarak 𝑂 ke 𝑃. Dan yang menyebabkan benda berayun adalah momen
gaya atau torsi pemulih (Restoring torque).
Pada gambar bangun datar yang digantung pada sebuah titik
berjarak ℓ dari pusat massanya dan disimpangkan dari
kesetimbangan sebesar sudut 𝜃. Momen gaya yang bekerja terhadap
titik gantung bernilai 𝑚𝑔ℓ sin 𝜃 dan cenderung mengurangi 𝜃.
Percepatan sudut 𝛼 yang dihasilkan pada pendulum fisis tersebut
dihubungkan dengan momen gaya oleh:
𝜏 = 𝐼𝛼 = 𝐼 𝑑2𝜃
𝑑𝑡2 … … … (2.1)
Dengan:
𝜏: momen gaya
𝐼: momen inersia
𝛼: percepatan sudut
Karena momen gaya berlawanan dengan arah simpangan dan
cenderung mengurangi 𝜃, sehingga momen gaya bernilai −𝑚𝑔ℓ sin 𝜃.
Dengan mensubtitusikan −𝑚𝑔ℓ sin 𝜃 untuk momen gaya total pada
persamaan (2.1) diperoleh:
−𝑚𝑔ℓ sin 𝜃 = 𝐼 𝑑2𝜃
𝑑𝑡2 … … … (2.2)
Gerak pada bandul fisis mendekati gerak harmoni sederhana jika
simpangan sudutnya kecil sehingga digunakan pedekatan sin 𝜃 ≈ 𝜃.
Oleh karenanya dari persamaan (2.2) diperoleh:
Rizqona Maharani
15 Jurnal KONSTANTA _ Vol. 1 No. 1 Juli-Desember 2017
−𝑚𝑔ℓ sin 𝜃 = 𝐼 𝑑2𝜃
𝑑𝑡2
−𝑚𝑔ℓ𝜃 = 𝐼 𝑑2𝜃
𝑑𝑡2
−𝑚𝑔ℓ𝜃
𝐼=
𝑑2𝜃
𝑑𝑡2
𝑑2𝜃
𝑑𝑡2 +𝑚𝑔ℓ𝜃
𝐼= 0
𝜃′′ +𝑚𝑔ℓ
𝐼𝜃 = 0
𝜃′′ + 𝜔2𝜃 = 0 … (2.3)
Dengan 𝜔 adalah frekuensi sudut yang bernilai√𝑚𝑔ℓ
𝐼
Bentuk persamaan (2.3) adalah termasuk persamaan diferensial
linear orde dua homogeny dengan koefisien konstan. Sama halnya
dengan permasalahan bandul sederhana, pada bandul fisis ini akan
diberikan syarat awal yang harus dipenuhi dan akan diselesaikan
dengan transformasi Laplace.
Jika diberikan syarat awal 𝜃(0) = 𝐴, 𝜃′(0) = 𝐵 = 0, ℒ{𝜃} = 𝜃(𝑠)
maka dengan menggunakan transformasi Laplace pada kedua ruas
dari persamaan (2.3) diperoleh:
ℒ{𝜃′′ + 𝜔2𝜃} = ℒ{0}
ℒ{𝜃′′} + ℒ{𝜔2𝜃} = 0
ℒ{𝜃′′} + 𝜔2ℒ{𝜃} = 0
[𝑠2ℒ{𝜃} − 𝑠𝜃(0) − 𝜃′(0)] + 𝜔2ℒ{𝜃} = 0
𝑠2𝜃(𝑠) − 𝑠𝐴 − 𝐵 + 𝜔2𝜃(𝑠) = 0
𝑠2𝜃(𝑠) − 𝑠𝐴 − 𝐵 + 𝜔2𝜃(𝑠) = 0
(𝑠2 + 𝜔2)𝜃(𝑠) = 𝑠𝐴 + 𝐵
𝜃(𝑠) =𝑠𝐴+0
𝑠2+𝜔2
𝜃(𝑠) =𝑠𝐴
𝑠2+𝜔2
Untuk mendapatkan persamaan gerak bandul, dikenakan
transformasi Laplace invers pada kedua ruas dari persamaan
pembantu tersebut.
𝜃(𝑡) = ℒ−1{𝜃(𝑠)}
APLIKASI TRANSFORMASI LAPLACE PADA PERSAMAAN...
16 Journal of Mathematic Teaching
= ℒ−1 {𝑠𝐴
𝑠2+𝜔2}
= 𝐴ℒ−1 {𝑠
𝑠2+𝜔2}
= 𝐴 cos 𝜔𝑡
𝜃(𝑡) = 𝐴 cos(𝜔𝑡 + 0)
𝜃(𝑡) = 𝐴 cos(𝜔𝑡 + ∅)
Berdasarkan analisis komponen-kompenen gaya yang
bekerja pada pendulum biasa dan fisis diperoleh pemodelan
matematika yang berbentuk persamaan diferensial linier orde dua
yang diberikan syarat awal tertentu. Kemudian dengan
menggunakan metode transformasi laplace diperoleh persamaan
gerak pendulum biasa dan fisis, yaitu 𝜃(𝑡) = 𝐴 cos(𝜔𝑡 + ∅). Kedua
pendulum tersebut memiliki persamaan perpindahan yang sama
sehingga untuk persamaan kecepatan dan percepatannya juga sama.
Akibatnya jika kedua pendulum diberikan simpangan dan 𝜔𝑡 yang
sama, maka diperoleh besar magnitudo perpindahan, kecepatan, dan
percepatan yang sama pula.
C. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan terkait aplikasi transformasi laplace pada
permasalahan pemodelan matematika dalam mencari persamaan
gerak pendulum sederhana dan fisis yang berupa PD linier orde dua
homogen dengan koefisien konstan dapat dilakukan dengan
menganalisis terlebih dahulu komponen-komponen yang bekerja
pada pendulum sederhana dan pendulum fisis, sehingga terbentuk
persamaan diferensial homogen dengan syarat awal. Bentuk umum
persamaannya adalah 𝜃′′ + 𝜔2𝜃 = 0 . Ambil transformasi Laplace
dari persamaan diferensial dan gunakan syarat awalnya sehingga
terbentuk ℒ{𝜃} = 𝜃(𝑠) . Selanjutnya, digunakan transformasi Laplace
dari 𝜃(𝑠) sehingga terbentuk 𝜃(𝑡) = ℒ−1{𝜃(𝑠)}. Akibatnya, diperoleh
persamaan gerak pendulum sederhana dan fisis 𝜃(𝑡) = 𝐴𝑐𝑜𝑠(𝜔𝑡 +
∅). Hal itu berarti jika simpangan dan 𝜔𝑡 kedua pendulum sama,
maka besar magnitudo perpindahan, kecepatan dan percepatan
pendulum juga sama.
Rizqona Maharani
17 Jurnal KONSTANTA _ Vol. 1 No. 1 Juli-Desember 2017
DAFTAR PUSTAKA
Boyce, William E. Diprima, Richard C. (2001). Elementary Differential
Equations and Boundary Value Problems. United States of
America :John Wiley & Sons, Inc
Halliday, D. Resnick, R. & Walker, J. (2010). Fisika Dasar Edisi 7.
Jakarta :Erlangga
Nagle, R. Kent, Edward B. Saff &Arthur David Snider. (2004).
Fundamental of Differential Equations and Boundary Value
Problems Fourth Edition. United States of America: Pearson
Adison Wesley
Spiegel, Murray R.(1993). Transformasi Laplace. Jakarta: Erlangga.
Susanta, B. (2008). Cara Mudah menyelesaikan Matematika dengan
Mathematica. Yogyakarta. Universitas Terbuka
Suyono. (2003). Persamaan Diferensial. Surakarta: Sebelas Maret
University Press
Tipler, Paul. A. (1998). Fisika Untuk Sains dan Teknik. (jilid
1).Terjemahan Lea Prasetyo, Rahmad W. Adi. Jakarta:
Erlangga.