ANALISIS TRAKTAT SOUTHEAST ASIAN NUCLEAR- · PDF fileAsia Tenggara sebagai salah satu traktat...

29
TRAKTAT SEANWFZ PENDUKUNG KEPENTINGAN CHINA DI LAUT CHINA SELATAN ANALISIS TRAKTAT SOUTHEAST ASIAN NUCLEAR- WEAPON-FREE-ZONE SEBAGAI INSTRUMEN PENDUKUNG KEPENTINGAN CHINA DI LAUT CHINA SELATAN 2007- 2012 Puspa Kumalasari Abstract This study began from the writer’s interest towards the efforts of China to claim ownership of the South China Sea and its support for the Treaty of Southeast Asian Nuclear-Weapon-Free-Zone or so-called SEANWFZ. The support given by China is different from the other P-5 countries, they are the United States, Russia, Britain, France, which had not put any serious attention regarding the nuclear issues in the Southeast region. It is known that the relationship between China and ASEAN countries tends to heat up and head toward conflict due to the claims of the South China Sea.thus, this research tries to unveil the connection between SEANWFZ Treaty and the interests of China in the South China Sea in 2007-2012. Qualitative approach is chosen by the researcher to be used in this research. The data used were collected using literature studies and interviews which were then analyzed using the descriptive-analytical analysis. The analysis done was using the Geopolitics theory, the Concepts of National Security, and National Interest, which was then deduced. The results from the analysis show that the interests of China in the South China Sea is to defend its geopolitical influence in the region. SEANWFZ Treaty plays role as one of the instruments that support the Chinese efforts. Geographically, the location of the South China Sea, which is an extension of the Pacific Ocean, are used by China to stem the influence of big countries like America in Asia-Pacific. Taking a look at the security aspect, the effort of China is shown by, the increase of China's naval fleets and the defensive strategy being applied by China in the South China Sea region. Economically, China is also trying to maintain the continuity of both energy resources contained in the LCS and energy supply lines from the Middle East through the region of Southeast Asia the Malacca Strait. All the efforts made are aimed to achieve China’s national interest Keywords: China, ASEAN, SEANWFZ Treaty, the South China Sea, geopolitics, national interest Pendahuluan Laut China Selatan atau yang biasa disingkat menjadi LCS merupakan lautan yang terletak diantara negara-negara Asia Tenggara. Negara yang berbatasan langsung dengan LCS diantaranya Vietnam, Malaysia, Filipina, Brunei Darussalam, Indonesia, China dan Taiwan. Negara-negara tersebut saling mengklaim wilayah perairan LCS. Klaim kepemilikan beragam mulai dari faktor garis pantai yang langsung menuju ke perairan LCS, bukti peninggalan sejarah, kepemilikan oleh penjajah semasa Perang Dunia I dan Perang Dunia II, hingga berdasarkan ZEE seperti yang sudah diatur dalam United Nations Convention on Law of the Sea (UNCLOS). China menjadi salah satu negara yang berusaha memiliki perairan tersebut baik dengan cara klaim wilayah bahkan penggunaan armada laut. Potensi konflik terbuka erat kaitannya dalam upaya pengakuan kedaulatan yang dilakukan negara-negara penuntut atau klaim (claimant states). Tercatat pada tahun 1976 dan 1988 konflik militer terbuka pernah terjadi anatara China dan Vietnam. Bahkan untuk menandai kedaulatannya atas wilayah LCS, beberapa negara seperti China, Vietnam, Malaysia, dan Taiwan telah menempatkan kapal patroli di perairan LCS. China bahkan dikatakan sudah membangun

Transcript of ANALISIS TRAKTAT SOUTHEAST ASIAN NUCLEAR- · PDF fileAsia Tenggara sebagai salah satu traktat...

TRAKTAT SEANWFZ PENDUKUNG KEPENTINGAN CHINA DI LAUT CHINA SELATAN

ANALISIS TRAKTAT SOUTHEAST ASIAN NUCLEAR-

WEAPON-FREE-ZONE SEBAGAI INSTRUMEN PENDUKUNG

KEPENTINGAN CHINA DI LAUT CHINA SELATAN 2007-

2012

Puspa Kumalasari

Abstract

This study began from the writer’s interest towards the efforts of China to claim ownership of the South China Sea and its support for the Treaty of Southeast Asian Nuclear-Weapon-Free-Zone or

so-called SEANWFZ. The support given by China is different from the other P-5 countries, they are

the United States, Russia, Britain, France, which had not put any serious attention regarding the nuclear issues in the Southeast region. It is known that the relationship between China and ASEAN

countries tends to heat up and head toward conflict due to the claims of the South China Sea.thus, this

research tries to unveil the connection between SEANWFZ Treaty and the interests of China in the

South China Sea in 2007-2012. Qualitative approach is chosen by the researcher to be used in this research. The data used were collected using literature studies and interviews which were then

analyzed using the descriptive-analytical analysis. The analysis done was using the Geopolitics

theory, the Concepts of National Security, and National Interest, which was then deduced. The results from the analysis show that the interests of China in the South China Sea is to

defend its geopolitical influence in the region. SEANWFZ Treaty plays role as one of the instruments

that support the Chinese efforts. Geographically, the location of the South China Sea, which is an extension of the Pacific Ocean, are used by China to stem the influence of big countries like America

in Asia-Pacific. Taking a look at the security aspect, the effort of China is shown by, the increase of

China's naval fleets and the defensive strategy being applied by China in the South China Sea region.

Economically, China is also trying to maintain the continuity of both energy resources contained in the LCS and energy supply lines from the Middle East through the region of Southeast Asia the

Malacca Strait. All the efforts made are aimed to achieve China’s national interest

Keywords: China, ASEAN, SEANWFZ Treaty, the South China Sea, geopolitics, national interest

Pendahuluan

Laut China Selatan atau yang biasa disingkat menjadi LCS merupakan lautan yang terletak diantara negara-negara Asia Tenggara. Negara yang berbatasan langsung dengan LCS

diantaranya Vietnam, Malaysia, Filipina, Brunei Darussalam, Indonesia, China dan Taiwan.

Negara-negara tersebut saling mengklaim wilayah perairan LCS. Klaim kepemilikan beragam mulai dari faktor garis pantai yang langsung menuju ke perairan LCS, bukti peninggalan sejarah,

kepemilikan oleh penjajah semasa Perang Dunia I dan Perang Dunia II, hingga berdasarkan ZEE

seperti yang sudah diatur dalam United Nations Convention on Law of the Sea (UNCLOS). China menjadi salah satu negara yang berusaha memiliki perairan tersebut baik dengan cara

klaim wilayah bahkan penggunaan armada laut.

Potensi konflik terbuka erat kaitannya dalam upaya pengakuan kedaulatan yang

dilakukan negara-negara penuntut atau klaim (claimant states). Tercatat pada tahun 1976 dan 1988 konflik militer terbuka pernah terjadi anatara China dan Vietnam. Bahkan untuk menandai

kedaulatannya atas wilayah LCS, beberapa negara seperti China, Vietnam, Malaysia, dan Taiwan

telah menempatkan kapal patroli di perairan LCS. China bahkan dikatakan sudah membangun

TRAKTAT SEANWFZ PENDUKUNG KEPENTINGAN CHINA DI LAUT CHINA SELATAN

landasan helikopter di salah satu pulau di wilayah perairan tersebut.1 Sikap China tersebut telah

menjadi perhatian ASEAN yang khawatir apabila China menggunakan kekuatan militer untuk menyelesaikan sengketa dan dapat mengancam stabilitas serta perdamaian kawasan Asia Timur,

khususnya Asia Tenggara.2

Timbulnya ketegangan-ketegangan dan konflik bersenjata di kawasan yang berdekatan

dengan wilayah Asia Tenggara, banyak banyak negara anggota ASEAN yang terlibat. Hal ini membuat ASEAN menegaskan kembali upayanya dalam mewujudkan kawasan Asia Tenggara

sebagai suatu Wilayah yang Damai, bebas dan Netral (Zone of Peace, Freedom and Neutrality /

ZOPFAN) yang sudah disepakati bersama negara anggota sejak 27 November 1971, di Kuala Lumpur. Salah satu komponen ZOPFAN adalah pembentukan Kawasan Bebas Senjata Nuklir

Asia Tenggara sebagai salah satu traktat keamanan kawasan yang berfokus pada pembatasan

lalulintas senjata nuklir dan larangan penggunaan di kawasan Asia Tenggara pasca Perang Dingin.

Istilah „nuklir‟ mulai dikenal luas dan menjadi perhatian dunia sejak Perang Dunia ke-2.

Peristiwa yang melatar belakanginya ialah penggunaan nuklir sebagai senjata pemusnah masal di

kota Hiroshima, 6 Agustus 1945 dan Nagasaki, 9 Agustus 1945. Kejadian tersebut menjadi momentum besar bagi sistem pertahanan dan keamanan negara-negara di dunia, khususnya

negara yang terlibat langsung dalam Perang Dunia II. Akibat yang di timbulkan dari bom nuklir

tersebut amatlah besar, korban jiwa dilansir mencapai 64.000 meninggal di Hiroshima dan 39.000 di Nagasaki

3, kerugian harta benda, juga radiasi jangka panjang dan pendek yang

berakibat pada makhluk hidup berupa cacat hingga meninggal.

Hingga saat ini Nuklir masih menjadi perdebatan hangat di era kontemporer baik di negara yang tidak menggunakannya sama sekali maupun negara yang memanfaatkannya sebagai

sumber pemenuhan kebutuhan sehari-hari diantaranya: sumber tenaga listrik, terapi radiasi di

bidang kedokteran, menentukan sifat bebatuan pada industri, dan iradiasi makanan dan pertanian.

Nuklir banyak dianggap berbahaya oleh masyarakat dunia karena sejarahnya yang pernah dimanfaatkan sebagai senjata pemusnah masal. Efek buruk di bidang kesehatan juga menjadi

pertimbangan. Namun bagi negara maju seperti China, Amerika Serikat, Inggris, Perancis, dan

Rusia, nuklir dimanfaatkan sebagai sumber energi disamping penggunaan nuklir untuk senjata. Beberapa fungsi nuklir dapat dimanfaatkan dalam kehidupan namun apabila mempertimbangkan

realita yang terjadi, aplikasi energi nuklir penuh dengan risiko yang membahayakan, seperti

kecelakaan nuklir yang diakibatkan oleh emisi energi yang terlalu besar, atau yang sering disebut

dengan paparan radiasi.

Banyak pihak tidak menyetujui penggunaan tenaga nuklir sebagai sumber energi untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bertolak dari hal tersebut, dapat dibayangkan pertentangan

yang muncul terhadap mosi pemanfaatan energi nuklir sebagai senjata. Salah satu pihak yang menentang penggunaan nuklir sebagai senjata adalah ASEAN. ASEAN menolak dan mengecam

penggunaan, pengembangan, dan uji coba senjata nuklir baik di dalam maupun di luar kawasan

Asia Tenggara melalui deklarasi ASEAN “Zone of Peace, Freedom, and Neutrality” (ZOPFAN). Komponen utama dari ZOPFAN yang ingin di capai oleh ASEAN adalah pembentukan

Southeast Asia Nuclear Weapon Free Zone (SEANWFZ).

Dalam rangka mendukung ZOPFAN, negara-negara di ASEAN membuat traktat

kerjasama dan persahabatan Treaty of Amity and Cooperation (TAC) pada tahun 1976. TAC menjadi salah satu instrumen menting mewujudkan ZOPFAN dan menciptakan stabilitas politik

dan keamanan kawasan terutama di wilayah Asia Tenggara. Setelah melakukan perundingan dan

pembuatan naskah oleh kelompok kerja ASEAN atas ZOPFAN, maka traktat SEANWFZ

1 Sudarsono, Dr. Juwono, Peran Indonesia di Asia tenggara Dalam Mewujudkan Gagasan ZOPFAN dan SEANWFz Periode Pasca Perang Dingin, LPPIS FISIP UI, Depok, 1993 2 Usman, Asnani, Rizal Sukma, Konflik Laut China Selatan: Tantangan Bagi ASEAN, Centre for Strategic and International Studies, Jakarta, 1997 3 World Nuclear Association, “Hiroshima, Nagasaki, dan Subsequent Weapons Testing”, http://www.world-nuclear.org/information-library/safety-and-security/radiation-and-health/hiroshima,-nagasaki,-and-subsequent-weapons-testin.aspx, 15 Mei 2016, pukul 4.29.

TRAKTAT SEANWFZ PENDUKUNG KEPENTINGAN CHINA DI LAUT CHINA SELATAN

akhirnya ditanda tangani oleh kepala pemerintahan dari 10 negara anggota ASEAN diantaranya

Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam di Bangkok pada tanggal 15 Desember 1995, dan mulai berlaku pada 27

Maret 1997. Isi kesepakatan perjanjian tersebut antara lain: mewajibkan negara-negara anggota

untuk tidak memproduksi, mengembangkan, membeli atau mempunyai dan menguasai senjata

nuklir, serta uji coba atau menggunakannya baik di dalam maupun diluar kawasan Asia Tenggara. Apabila ingin menerima bantuan kerjasama berhubungan dengan nuklir, negara

tersebut memenuhi perjanjian keselamatan dengan The International Atomic Energi Agency.4

Traktat ini terbuka bagi penanda tanganan oleh negara-negara Permanent 5 atau biasa disingkan dengan P5, perlu dikatahui bahwa istilah “permanen” itu sendiri dari 5 negara anggota

tetap atau permanen Dewan Keamanan PBB yaitu Perancis, Rusia, Inggris, dan Amerika Serikat,

China. Terbentuknya P5 berawal dari upaya perundingan dan diplomasi sejak tahun 2006 kepada Iran berkaitan dengan program nuklirnya. Perkumpulan negara P5 juga sering di sebut

dengan “negara nuklir”, negara nuklir adalah negara yang menggunakan nuklir sebagai salah satu

sumber pemenuhan kebutuhan dan elemen pertahanan dinegaranya. SEANWFZ masih menjadi

hal baru dan butuh pengkajian lebih lanjut. Traktat ini sudah disepakati 10 negara anggota ASEAN sejak 1995. China menyatakan dukungan dan kesediaannya dalam aksesi pada traktat

ini. Seperti yang disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda pada tahun 2007,

disela-sela pertemuan tingkat menlu ASEAN/AMM ke-40 di Manila bahwa negara yang paling siap untuk mengaksesi perjanjian SEANWFZ diantara 5 negara nuklir P5 adalah China,

sedangkan negara Amerika Serikat, Perancis, Rusia, dan Inggris masih ada beberapa catatan

pertimbangan. 5

Traktat SEANWFZ disahkan melalui Resolusi Umum Majelis PBB pada tanggal 10

Januari 2008, dengan nomor A/Res/62/31 dengan perolehan suara 174 negara mendukung

termasuk Rusia dan China sebagai negara anggota Dewan Keamanan PBB, 1 negara menolak

yaitu Amerika Serikat dan 5 negara abstain yaitu Inggris, Perancis, Israel, Palau dan Micronesia. Selain itu saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-18 diselenggarakan di Jakarta,

Indonesia. pada 7-8 Mei 2011, dengan agenda pembahasan SEANWFZ dilanjutkan Pertemuan

Komite Eksekutif Komisi SEANWFZ dengan Negara-Negara Pemilik Senjata Nuklir, Bali, Indonesia, 14 November 2011. Dalam 2 pertemuan tersebut China menyatakan dukungan

terhadap protokol ini.6 Negara-negara anggota ASEAN mendesak lima negara pemilik senjata

nuklir segera ikut mananda tangani perjanjian SEANWFZ, hingga puncaknya pada Juli tahun

2012 lalu hal tersebut hampir terlaksana. Namun tiga dari lima negara pemilik senjata nuklir, yakni Inggris, Rusia, dan Perancis, tiba-tiba mundur dari kesepakatan itu tepat sehari sebelum

perjanjian di tanda tangani. Pada kesempatan tersebut negara P-5 menyatakan alasannya mundur

dari jadwal penandatanganan yang sudah ditentukan sebelumnya. Berikut adalah alasan yang dikemukakan oleh negara P5.

“Perancis beralasan, senjata nuklir diperbolehkan untuk membela

diri sesuai Pasal 51 Piagam PBB. Sedangkan Inggris meminta jaminan ASEAN bahwa anggotanya tidak akan membuat senjata pemusnah massal.

lain hal dengan Rusia yang ingin traktat ini melarang pelabuhan dan bandara

di ASEAN dilewati kapal dan pesawat pengangkut senjata nuklir. AS dan

China tidak meminta pengecualian. Namun mereka menunggu hingga kelima negara itu mencapai kesepakata”

7

Reservasi atau syarat yang di ajukan oleh negara yang menolak traktat tersebut

menghambat pengesahan traktat SEANWFZ ini, meskipun sudah ada negara seperti China yang mendukung dan menyatakan kesediaanya akan tetapi hingga saat ini belum ada satupun dari negara

4 Bangun Pasaribu, “Menlu : China Siap Jadi Negara Nuklir Pertama Yang Aksesi SEANWFZ,” http://www.antaranews.com/berita/284810/negosiasi-bebas-nuklir-asean-p5-sangat-produktif, 10 April 2015, pukul 21.36. 5 Ibid 6 Ibid 7 Sita Planasari Aquadini, “ASEAN Desak Negara Besar Dukung Zona Anti-Nuklir,” https://m.tempo.co/read/news/2013/06/10/118487163/asean-desak-negara-besar-dukung-zona-anti-nuklir, 29 Maret 2015, pukul 19.02.

TRAKTAT SEANWFZ PENDUKUNG KEPENTINGAN CHINA DI LAUT CHINA SELATAN

P5 yang mendandatangani traktat SEANWFZ. Implementasi dan realisasi yang kurang oleh negara-

negara baik anggota ASEAN maupun negara P5 yang diharapkan juga ambil bagian dalam aksesi traktat mendorong Komisi dan Komite Eksekutif SEANWF untuk merumuskan kerangka

implementasi. Hingga pada 29 Juli 2007, pertemuan Komisi SEANWFZ di Manila menghasilkan

rumusan rencana aksi PoA SEANWFZ untuk memperkuat implementasi dari Perjanjian SEANWFZ

(2007-2012). Dibalik keinginan China untuk mengaksesi traktat SEANWFZ juga berkembang issue kawasan yang berkaitan dengan negara-negara di Asia Tenggara. Hubungan China dengan negara-

negara kawasan Asia Tenggara yang seluruhnya adalah anggota ASEAN, tidak dapat dipisahkan dari

isu kawasan dengan tensi naik turun antara negara yang terlibat yaitu permasalahan Laut China Selatan (LCS). Penulis akan mengambil contoh konflik LCS untuk menjelaskan isu kawasan yang

berusaha diangkat penulis berhubungan dengan SEANWFZ.

Klaim Laut China Selatan

Kasus Laut China Selatan memang kasus yang sudah lama terdengar di ranah internasional

dan berhubungan dengan banyak negara yang pernah ikut campur tangan. Pada Desember 1947 Pemerintah China mengklaim hampir seluruh wilayah Laut China Selatan dengan menerbitkan peta

yang tidak hanya memuat kepulauan-kepulauan utama di wlayah Laut China Selatan, tetapi juga

memberi tanda sembilan garis putus-putus di seputar wilayah perairan Laut China Selatan.

Gambar 1. nine-dashed lines China

Sumber : http://cdn.static-economist.com/sites/default/files/imagecache/original-

size/images/2014/10/articles/body/20141004_wom904.png

Pihak Republik Rakyat China (RRC) mengklaim saat peta tersebut diterbitkan pertama kali

tidak ada satupun negara yang menyampaikan protes diplomatik, sehingga terus digunakan

Pemerintah China, sejak kemenangan Partai Komunis 1949. Meski demikian, Republik Rakyat China

(RRC) tidak pernah secara terbuka menyatakan detail klaimnya tersebut.

TRAKTAT SEANWFZ PENDUKUNG KEPENTINGAN CHINA DI LAUT CHINA SELATAN

Pada tahun 1976 pemerintah China secara paksa mengambil alih dan menguasai kepulauan

Paracel dari Vietnam. Kepulauan itu berada di sebelah utara kepulauan Spratly. Keduanya sama-sama diyakini kaya akan sumber daya alam gas dan minyak bumi.

8

Saat itu China menunda penyerbuannya ke Kepulauan Spratly dan baru pada tahun 1988 mulai melaksanakan niatnya, akan tetapi kepulauan lain seperti Kepulauan Pratas dan Kepulauan

Paracel tampaknya sudah bukan masalah lagi bagi China. Negara ini secara de facto telah berhasil

menguasai Kepulauan Paracel meskipun sampai saat ini Vietnam tetap menuntut agar China

mengembalikan wilayah kepulauan itu kepadanya. Sementara itu, Kepulauan Pratas sekarang berada di bawah kontrol Taiwan setelah pada tahun 1947 diserahkan oleh Jepang. Tampaknya China belum

melakukan usaha untuk menggugat kepulauan ini, hal ini dimungkinkan karena wilayah tersebut

dianggap perlu ditangani khusus berkaitan dengan kebijakan penyatuan kembali wilayah Taiwan. Hal ini juga terjadi atas pulau Aba di Kepulauan Spratly yang hingga saat ini dikuasai Taiwan

9

Ketegangan terjadi di kepulauan Spartly pada 1988, Vietnam dan China melakukan serangan di lautan memperebutkan gugusan batu karang Johnson (Johnson South Reef). Saat itu

angkatan laut Vietnam di hadang oleh duapuluh kapal perang milik China yang sedang berlayar di

Laut China Selatan.

Bentrokan yang terjadi mengakibatkan kurang lebih sebanyak 70 prajurit Angkatan Laut Vietnam tewas. Sengketa perbatasan yang memicu perang besar juga terjadi di perbatasan darat kedua

negara pada tahun 1979 dan 1984. Selain itu juga seperti yang terjadi antara China-Vietnam yakni

pendudukan China atas Karang Mischief tahun 1995, kemudian baku tembak antara kapal perang China dan Filiphina didekat pulau Campones 1996, menunjukan sengketa tersebut bisa berkembang

menjadi konflik terbuka sewaktu-waktu.10

Sejak terjadinya konflik pada tanggal 14 Maret 1988 antara

Angkatan Laut China dan Angkatan Laut Vietnam di Kepulauan Spratly berakibat pada ketegangan di

wilayah yang terus meningkat.11

Selain China, Vietnam, dan Tiongkok masuklah negara anggota ASEAN lainnya yang

merasa memiliki hak atas Laut China Selatan. Filipina pada tahun 1971 menduduki kepulauan

tersebut dengan alasan kawasan LCS merupakan tanah yang sedang tidak dimiliki oleh negara manapun. Filipina juga menunjuk perjanjian San-Fransisco 1951, antara lain menyatakan bahwa

Jepang telah melepas haknya terhadap kepulauan Spartly. Brunei yang memperoleh kemerdekaan

secara penuh dari Ingris sebelumnya melakukan klaim pada 1 januari 1984, tetapi Brunei hanya mengklaim perairan dan bukan gugus pulau. Malaysia juga menduduki beberapa gugus kepulauan

Spartly yang dinamai terumbu layang. langkah itu diambil berdasarkan peta batas landasan kontinen

Malaysia tahun 1979, yang mencakup sebagian dari kepulauan Spartly. Sementara Sampai saat ini

negara anggota ASEAN yang aktif mengklaim di sekitar kawasan ini adalah Vietnam, Filipina, Brunei, Malaysia.

12 Selanjutnya, dasar klaim Malaysia dan Brunei adalah bahwa kawasan Laut China

Selatan masuk dalam Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) mereka, sebagaimana yang didefinisikan oleh

Konvensi PBB mengenai Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982) yang mengakui kedaulatan sebuah negara atas wilayah sejauh 12 mil laut (sekitar 22,2 km) dari garis pantai, termasuk garis

pantai dari pulau-pulau yang menjadi bagian Negara itu.13

Potensi konflik yang utama adalah masalah klaim enam negara atas wilayah Kepulauan Spartly serta Kepulauan Paracel, tetapi klaim tumpang tindih atas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)

juga bukan hal yang dapat dipandang sebelah mata14

8 Soedjati Djiwandono, Berbagai Dimensi Konflik, Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Jakarta, 1988, hal 210 9 Ibid , hal 312 10 Ibid, hal 317 11 Ibid 12 Ibid 13 Andi Iqba Burhanuddin, “Laut Cina Selatan Bukan Pepesan Kosong” http://www.detiknews.com/read/2011/07/04/111551/1673799/471.html, 05 Maret 2016, pukul 17.18. 14 Op.cit. Hal 131

TRAKTAT SEANWFZ PENDUKUNG KEPENTINGAN CHINA DI LAUT CHINA SELATAN

Gambar 2. Klaim tumpang tindih Laut China Selatan

Sumber : http://www.fkpmaritim.org/wp-content/uploads/2012/10/KonflikLautChinaSelatan2.png

Klaim yang dilakukan beberapa negara yang memiliki garis pantai langsung menuju ke perairan Laut China Selatan, membuat klaim tersebut tidak valid karena tumpang tindih antara satu

klaim dengan klaim lainnya. Dalam hal ini ada 2 klaim yaitu klaim berdasarkan ZEE dan juga

kepualauan yang ada di wilayah tersebut. Klaim terus berkembang dari wilayah yang kecil menjadi besar yang lama kelamaan dapat memunculkan ancaman konflik wilayah.

Klaim menurut ZEE dapat dilihat dalam hukum internasional yang ada terutama dari United Nations Convetion on Law of the Sea (UNCLOS ) pada tahun 1982 Bab V dengan konten utama

berupa batas maritim dan pemberian hak atas kekayaan laut. Setiap negara pada dasarnya memiliki

hak kepemilikan terhadap zona ekonomi eksklusif (ZEE) yang dihitung sejauh 200 nautical mile (nm)

dari baseline. Dalam perairan ini negara diberi hak mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya hayati dan non-hayati atas landas kontinen yang dihitung hingga 350 nm dari territorial baseline.

China, pada masa Pemerintahan Nasionalis Chiang Kai-Shek di tahun 1947 yang telah menetapkan "nine interrupted marks" yang mencakup hampir seluruh wilayah LCS. Hal ini

ditegaskan kembali oleh Zhou En-Lai yang menegaskan klaim atas wilayah tersebut pada tahun 1951.

Namun dalam klaimnya, China tidak menjelaskan aspek hukum dari delimitasi batas maritimnya. Setelah melakukan ratifikasi UNCLOS tahun 1996, China menerapkan 'archipelagic principle' saat

menggambar batas maritim di sekitar pulau Paracels. Bagi Taiwan, mereka mengklaim telah

menduduki daerah Itu Aba(mencakup sebagian besar wilayah Spratly) sejak tahun 1956.15

Tanggapan ASEAN Terhadap Klaim China

ASEAN yang secara letak geografis dekat dengan China, pada awalnya menyatakan tidak mau ikut campur terhadap permasalahan di wilayah LCS. Namun sejak China melakukan pendudukan

terhadap kepulauan Mischief Reef pada januari 1995, hingga memicu negara lain di kawasan Asia

Tenggara untuk angkat senjata dan berusaha melakukan klaim balik terhadap wilayah yang dianggap bukan hak milik China, maka pada tahun 1996 menteri luar negeri ASEAN bersama delegasi 10

negara anggotanya membentuk komunike yang menyerukan pembuatan kode etik sebagai dasar

stabilitas jangka panjang di kawasan.

KTT ASEAN keenam yang diadakan di Hanoi, Filipina pada Desember 1998 menghasilkan

rancangan draft Code of Conduct (COC) berisi 3 keutamaan yaitu semua pihak sengketa harus

15 Ahmad Almaududy Amri, “Laut Tiongkok Selatan: Problematika dan Prospek Penyelesaian Masalah” Jurnal Opinio Juris. Vol 16, 2014,

TRAKTAT SEANWFZ PENDUKUNG KEPENTINGAN CHINA DI LAUT CHINA SELATAN

menyamakan semua perbedaan dengan cara damai dan sesuai hukum laut internasional (UNCLOS),

menjaga status quo, pulau tak berpenghuni dalam lingkup wilayah sengketa tidak boleh diduduki dan tidak boleh ada pembangunan dan usaha pembangunan.

16

Hingga memasuki abad ke 20, COC dianggap belum berhasil diimplementasikan. Selain COC, ada pula dokumen Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea (DOC).

Negara-negara anggota ASEAN dan China menandatangani dokumen DOC pada November 2002 di

Kamboja. Isi dari dokumen DOC dengan jelas menyebutkan tiga tujuan, yaitu: mempromosikan

upaya-upaya untuk membangun rasa saling percaya di antara para pihak, melibatkan diri di dalam kerjasama maritim, dan menyediakan dasar diskusi dan penyusunan suatu dokumen COC yang formal

dan dengan kekuatan hukum yang mengikat.17

COC dan DOC merupakan salah satu usaha ASEAN dalam meredam tensi konflik di

perairan Laut China Selatan. Namun sampai sekarang memang implementasi dari kedua draft

rancangan tersebut belum maksimal terlaksana. China juga terlihat tidak menghiraukan COC ini dengan terus melakukan intervensi dan menempatkan armada kapal di sekitar kepulauan Spartly dan

Mischief Reef.

“How different the proposed Code of Conduct would be from the ASEAN Declaration on the South China Sea (signed on 22 July 1992) which Beijing had

expressed agreement with, the Joint Statement on PRC–RP Consultations on the South

China Sea and On Other Areas of Cooperation (signed on 10 August 1995), and the joint statement signed between ASEAN and China during the ASEAN Summit meeting

in December 1997 is unclear”.18

Kesediaan China untuk menandatangani joint statement perihal nuklir ini mengawali perjuangan Traktat SEANWFZ agar dapat terimplementasikan secara maksimal di kawasan Asia

Tenggara dengan terus mengusahakan dukungan dan kesediaan negara P5 untuk ambil bagian dalam

aksesi traktat ini.

Evaluasi SEANWFZ 2007-2012

Isu senjata nuklir yang menjadi salah satu fokus keamanan, menarik banyak perhatian

internasional terutama pasca Perang Dunia ke-2. Dalam sejarah dunia peristiwa masa lalu terkait kepemilikan senjata nuklir menguak luka lama berhubungan dengan tregedi kemanusiaan yang

mengerikan seperti Hiroshima dan Nagashaki yang tidak akan pernah selesai apabila diungkit

kembali. Belajar dari pengalaman masa lalu, ASEAN melakukan pengkajian terhadap pelaksanaan

perjanjian yang telah disepakati oleh ASEAN sendiri guna menciptakan kawasan bebas senjata nuklir yaitu SEANWFZ.

Pembentukan zona bebas senjata nuklir memainkan bagian penting dalam memperkuat proses perlucutan senjata nuklir, serta efektivitas Non-Proliferation Treaty (NPT). NTP berupa perjanjian

internasional yang bertujuan untuk mencegah penyebaran senjata nuklir dan teknologi senjata berbasis

nuklir, serta mempromosikan kerjasama dan penggunaan energi nuklir dengan tujuan perdamaian.

Kawasan Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (SEANWFZ) yang termuat dalam Traktat

Bangkok (Bangkok Treaty) ditandatangani pada tanggal 15 Desember 1997 di Bangkok oleh sepuluh

16 Ang Cheng Guan,”The South China Sea Dispute Revisited,” 54:2, 201-215, DOI: 10.1080/713613514, Australian Journal of International Affairs, 2000. 17 Mingjiang Li , “Kyoto Review of Southeast Asia ,” http://kyotoreview.org/bahasa-indonesia/mengelola-isu-keamanan-di-laut-cina-selatan-dari-doc-ke-coc/, Associate professor, S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS), Nanyang

Technological University, Singapura. (Diterjemahkan dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia oleh Michael Andreas Tandiary). Kyoto Review of Southeast Asia, Issue 15 (March 2014), The South China Sea, 6 April 2016, pukul 01:30 18 Loc Cit

TRAKTAT SEANWFZ PENDUKUNG KEPENTINGAN CHINA DI LAUT CHINA SELATAN

negara Asia Tenggara, yaitu Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar,

Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam. Traktat ini telah mulai berlaku sejak 27 Maret 1997, dan terdaftar di PBB pada 2 Juni 1997.

Perjanjian tersebut melambangkan upaya dari negara-negara ASEAN untuk mengupayakan perdamaian dan stabilitas di kawasan dan secara keseluruhan membentuk rezim non-proliferasi nuklir.

Konsistensi program jangka panjang untuk memastikan bahwa Asia Tenggara menjadi Zona Damai,

Bebas, dan Netral dengan ZOPFAN dapat terealisasi.

Pada KTT ASEAN di Bangkok, 15 Desember 1995, para Pemimpin ASEAN menandatangani

Traktat Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (Southeast Asia Nuclear-Weapon-Free

Zone/SEANWFZ). Sebagai komponen penting dari Deklarasi Kawasan Damai, Bebas, dan Netral (Zone of Peace, Freedom and Neutrality/ZOPFAN), Traktat SEANWFZ mengekspresikan tekad

ASEAN untuk memberi sumbangan terhadap upaya menuju pelucutan senjata nuklir secara lengkap

dan umum, serta mendorong perdamaian dan keamanan internasional. Selain itu, Traktat ini juga bertujuan untuk melindungi kawasan dari pencemaran lingkungan dan bahaya yang disebabkan oleh

sampah radio aktif dan bahan-bahan berbahaya lainnya.19

Pada tahun 2007 diadakan ASEAN Ministerial Meeting (AMM ke-40) di Manila yang menjadi

penanda 10 tahun traktat SEANWFZ dinyatakan berlaku bagi negara yang sudah menandatanganinya. Evaluasi terhadap apa yang sudah dilalui dan banyak hal telah terjadi, menjadi bahan pembuatan

kerangka kerja di tahun selanjutnya. Pertemuan mengeluarkan Joint Communique yang meninjau

kemajuan pelaksanaan perjanjian dan menyambut rencana aksi yang akan membuka komunikasi dari negara luar untuk merespon tantangan dan peluang internal dan eksternal yang terus berkembang.

Pada tanggal 29 Juli 2007, menteri luar negeri dari pihak negara untuk Perjanjian SEANWFZ bertemu

di Manila, Filipina untuk meninjau pelaksanaan perjanjian dan rencana tindakan yang akan memandu

pelaksanaan selama masa perjanjian. Pertemuan mengeluarkan pernyataan bersama sebagai kewajiban perjanjian oleh pihak negara, pernyataan itu juga berisi langkah-langkah yang akan dilakukan berupa

Rencana Aksi atau Plan of Action (2007-2012).20

Langkah-langkah ini termasuk pemenuhan

komitmen perjanjian dan pengamanan dibawah International Atomic Energy Agency IAEA, mengejar konsultasi dengan lima negara pemilik senjata nuklir untuk ratifikasi protokol perjanjian, membentuk

kerjasama dengan badan-badan internasional dan regional dalam mengembangkan kerangka hukum

untuk memenuhi standar internasional tentang keselamatan nuklir, membangun jaringan regional untuk pemberitahuan awal kecelakaan nuklir, mengembangkan kesiap siagaan dan tanggap darurat

rencana regional, dan memperkuat pembangunan kapasitas di wilayah pada isu-isu keselamatan

nuklir.

Sebelum para Menteri Luar Negeri ASEAN melakukan kajian terhadap SEANWFZ, komisi

SEANWFZ terlebih dahulu melakukan perundingan dua hari, 27-28 Juli 2007 untuk mencapai

kesepatan atas empat hal yang masih menjadi isu di ASEAN yaitu masalah transit dan lewatnya senjata nuklir di perairan atau udara Asia Tenggara, kedaulatan, wilayah penerapan dan jaminan

keamanan. Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri RI Imron Cottan yang juga ketua delegasi

Indonesia untuk SEANWFZ mengatakan bahwa negara-negara ASEAN sepakat untuk melakukan langkah nyata guna membahas upaya untuk mewujudkan wilayah bebas nuklir di kawasan Asia

Tenggara dalam lima tahun mendatang, 2007-2012.21

Sebagai salah satu langkah agar negara dalam ASEAN terlebih dahulu dapat memperkuat implementasi dari perjanjian tersebut, maka disusunlah Plan of Action (PoA) 2007-2012 sebagai hasil

dari pertemuan komisi SEANWFZ di Manila tanggal 29 Juni 2007. Hingga 22 Juni 2009 PoA dibagi

menjadi 4 bidang diantaranya :

1. Kepatuhan terhadap pelaksaan Traktat SEANWFZ.

19 Sekretariat Direktorat Jenderal Kerja sama ASEAN , “Asean selayang pandang edisi 19, 2010,” 2010, hal 32 20 Ibid 21 Gusti GC Aryani, “ASEAN Natikan Konsesus Zona Bebas Nuklir ASEAN 2012,” http://beritasore.com/2007/07/30/asean-nantikan-konsensus-zona-bebas-nuklir-asean-2012/, 11 Maret 2015, pukul 19.25

TRAKTAT SEANWFZ PENDUKUNG KEPENTINGAN CHINA DI LAUT CHINA SELATAN

Dalam PoA ini mengharapkan semua negara melakukan penyempurnaan aksesi dengan

melakukan perjanjian perlindungan bersama International Atomic Energy Agency (IAEA) berupa safeguards agreements and the Convention on Early Notification of Nuclear Accident.

Mengimplementasikan suatu sistem pengendalian dan membentuk rejim kawasan bebas nuklir.

Berdasarkan kerangka kerja SEANWFZ negara anggota ASEAN sepakat untuk melakukan

dan memperkuat kerjasama dengan International Atomic Energy ang Agency (IAEA) salah satu

organisasi internasional yang bergerak dibidang badan energi atom adalah sebuah organisasi

internasional yang bertujuan untuk mempromosikan penggunaan energi nuklir secara damai, dan untuk menghambat penggunaannya untuk tujuan militer, termasuk senjata nuklir. IAEA didirikan

sebagai organisasi otonom pada tanggal 29 Juli 1957. Meskipun didirikan secara independen dari

PBB melalui perjanjian internasional sendiri, Statuta IAEA berfungsi sebagai forum antar pemerintah untuk kerjasama ilmiah dan teknis dalam penggunaan teknologi nuklir damai dan

kekuatan di seluruh dunia nuklir. Program-program IAEA mendorong pengembangan aplikasi

teknologi nuklir damai, memberikan perlindungan internasional terhadap penyalahgunaan

teknologi nuklir dan bahan nuklir, dan mempromosikan keselamatan nuklir termasuk proteksi radiasi dan standar keamanan nuklir.

Seperti dalam pasal 4 Traktat SEANWFZ yang berbunyi bahwa seluruh negara yang menandatangani Traktat SEANWFZ harus tunduk pada pedoman standard dan penilaian yang

direkomendasikan oleh IAEA, sedangkan berdasarkan ayat 6 Pasal III dari Statuta IAEA,

dinyatakan bahwa dalam memproduksi dan membuang sampah radioaktif harus sesuai dengan penilaian IAEA, menggunakan peralatan atau bahan khusus dirancang atau dipersiapkan untuk

pengolahan, penggunaan atau produksi bahan fisi khusus yang direkomendasikan oleh IAEA.

Dalam pasal 5 juga disebutkan bahwa negara yang telah melakukan penandatanganan maupun

aksesi SEANWFZ harus melakukan standarisasi sesuai dengan standar IAEA dalam kurun waktu maksimal 18 bulan setelah penandatanganan traktat.

Bagi negara anggota ASEAN yang sudah menandatangani perjanjian ini, implementasi peraturan menjadi sebuah undang-undang nasional negara masing-masing sudah baik. Sebagai

contoh, di Indonesia sendiri terwujud dalam undang-undang RI No. 1 Tahun 2012 tentang

Pengesahan Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir (Comprehensive Nuclear-Test-Ban-Treaty) yang berisi tentang larangan menguji coba dan menggunakan serta menolak senjata nuklir

dalam lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia maupun yang lebih luas seperti wilayah Asia

tenggara dengan salah satunya menyetujui, menandatangani dan mendukung pelaksanaan Traktat

SEANWFZ.

2. Aksesi oleh Negara pemilik Senjata Nuklir

Usaha ASEAN untuk mengajak China, Perancis, Rusia, Amerika Serikat dan Inggris (P5)

untuk mengaksesi Traktat SEANWFZ terkendala oleh empat isu mengenai hak transit dan

kunjungan pada pelabuhan/lapangan udara (transit rights and Port/Airfield Visits), kedaulatan, (sovereignty), zona aplikasi (zone of application) dan Negative Security Assurance. Salah satu

yang menjadi masalah utama adalah hilangnya hak untuk memasuki wilayah teritorialnya. Hak

prerogratif Negara Pihak adalah untuk mengijinkan pesawat atau kapal laut memasuki wilayah perairan maupun teritorialnya. Hak prerogatif ini menimbulkan perdebatan karena dalam

implementasinya akan bertentangan dengan Pasal 3.2 (a) dan (b) Traktat SEANWFZ yang

melarang Negara Pihak mengijinkan kapal dan pesawat terbang yang mengembangkan,

memproduksi dan membawa senjata nuklir memasuki wilayah teritorialnya.22

Tratat SEANWFZ sendiri adalah traktat yang penandatanganannya terbuka bagi negara

nuklir yaitu Rusia, Inggris, Amerika, Perancis dan China. Negara anggota ASEAN yang semuanya sudah menandatangani perjanjian ini berusaha mendesak ke 5 negara P5 (sebutan bagi negara yang

22 Op.cit. hal 33

TRAKTAT SEANWFZ PENDUKUNG KEPENTINGAN CHINA DI LAUT CHINA SELATAN

mengembangkan senjata nuklir) untuk turut menjadi bagian dari Kesepakatan Wilayah Bebas

Nuklir Asia Tenggara.

Dalam berbagai kesempatan banyak dorongan terutama dari negara-negara anggota ASEAN

kepada negara P5 untuk mau bergabung dengan kesepakatan ini. Namun hingga saat ini hal tersebut masih pada tahap usaha dan belum mencapai kata sepakat bagi negara P5. Banyak

pertimbangan dilakukan untuk melakukan aksesi terhadap traktat ini, dikarenakan banyak hal yang

masih dipelajari dan untung rugi yang dipertimbangkan bagi negara yang mengaksesi maupun

meratifikasi. Negara besar seperti P5 Amerika, Inggris, Perancis, Rusia dan China tentunya banyak mempertimbangkan dampak yang akan diterima.

Sejauh ini, P-5 belum menandatangani Protokol Perjanjian SEANWFZ karena mereka keberatan dengan masuknya landas kontinen dan ZEE; pembatasan untuk tidak menggunakan

senjata nuklir dalam zona, atau dari dalam zona terhadap sasaran di luar zona, dan pembatasan

bagi kapal bertenaga nuklir melalui zona vis-à-vis dengan isu laut lepas sebagaimana yang termaktub dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS). P-5 juga mengangkat isu bahwa

landas kontinen dan ZEE tidak jelas di Laut China Selatan, yang menciptakan ketidakpastian atas

ruang lingkup perjanjian, serta kewajiban protokol perjanjian ini.

3. Kerja sama dengan IAEA dan mitra lainnya

Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah memperluas kerjasama dengan pihak lain dalam upaya implementasi traktat SEANWFZ di komite Satu Majelis Umum PBB (First Committee UN

General Assembly), dan IAEA sebagai pengamat

4. Pengaturan Kelembagaan Badan sektoral ASEAN dalam mengembangkan program kerja/proyek

sebagaimana tertuang dalam PoA.

Selain memperkuat implementasi di wilayah negara ASEAN komite SEANWFZ juga berusa

mengembangkan kerjasama lain dengan program kerja yang akan dilaksanakan dan dievaluasi

kedepannya.

POA dalam kerangka kerja SEANWFZ telah tertuang dan dilaksanakan dari tahun 2007 -

2012. Selama kurun waktu tersebut terjadi fluktuasi tidak menentu terhadap upaya penandatanganan

traktat tersebut oleh negara P-5 terutama untuk negara yang memiliki hubungan secara teritori dan geografi paling dekat dengan kawasan Asia Tenggara yaitu China.

Pada 17-24 Juli 2008, Pertemuan Tingkat Menteri ASEAN ke-41 digelar di Singapura. Pada tanggal 21 Juli, Komisi SEANWFZ mengeluarkan Komunike Bersama yang mencatat Thailand

masuk sebagai ketua komisi dan menegaskan kembali pentingnya implementasi perjanjian. Pertemuan

ini juga memanggil negara P5 untuk meratifikasi protokol SEANWFZ sesegera mungkin. Pada tahun

2009 dalam komunike bersama para Menteri Luar Negeri ASEAN ke-42 tanggal 19-20 Juli menegaskan kembali pentingnya keterlibatan negara P5 SEANWFZ untuk meratifikasi protokol.

23

Pada tanggal 30 April 2010, Konferensi Kedua bagi Negara Pihak dan Penandatangan dengan negara tambahan yaitu Mongolia diadakan di New York. Konferensi ini mengadopsi Dokumen

Hasil yang menegaskan deklarasi akhir dari Konferensi tahun 2005 dan menyambut berlakunya

Afrika- Asia Tengah NWFZ serta upaya Mongolia untuk melembagakan status bebas senjata nuklir.24

Konferensi menyambut komitmen tinggi ASEAN untuk menciptakan Asia Tenggara sebagai NWFZ

dilakukan dalam mempromosikan dan memperkuat pelaksanaan perjanjian sebagai kontribusi negara

untuk mencapai dunia bebas senjata nuklir, juga untuk mencatat kemajuan yang dibuat oleh Plan of

Action PoA (2007-2012) dalam mengasah fokus kerjasama regional terhadap senjata nuklir. Hal

23 Rodolfo C. Severino: „Clarifying the New Philippine Baselines Law‟, in Energy and Geopolitics in the South China Sea:

Implications for ASEAN and Its Dialogue Partners, , ASEAN Studies Centre, Institute of Southeast Asian Studies, Report No. 8, Singapore, 2009, www.iseas.edu.sg/aseanstudiescentre 24 Ibid

TRAKTAT SEANWFZ PENDUKUNG KEPENTINGAN CHINA DI LAUT CHINA SELATAN

selanjutnya adalah meminta pada negara P5 untuk menandatangani semua protokol yang relevan

berhubungan dengan SEANWFZ yang ada. Pada Kedelapan Konferensi Non-Poliferation Treaty (NTP) Review pada Mei 2010, Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton mengumumkan bahwa

Amerika Serikat siap untuk berkonsultasi dengan Pihak komisi SEANWFZ untuk mencapai

kesepakatan mengenai protokol perjanjian. Pada tanggal 24 September 2010 dalam 2nd ASEAN-U.S.

Leader’s Meeting di New York, ASEAN menyambut pengumuman oleh Amerika Serikat pada NPT bahwa ia siap untuk terlibat dalam konsultasi untuk menyelesaikan masalah mengenai aksesi Traktat

SEANWFZ. Pada tanggal 28-31 Oktober 2010 KTT ASEAN ke 17 diadakan di Hanoi, Vietnam, di

mana peserta mengakui kemajuan SEANWFZ dan menegaskan kembali pentingnya Perjanjian ini.25

Di tahun 2011 konferensi tahunan para menteri luar negeri ASEAN, yang diselenggarakan

16-23 Juli, kelompok kerja SEANWFZ menyerukan pertemuan antara spesialis pengawasan senjata ASEAN dan perwakilan dari negara-negara P-5 yang akan diselenggarakan pada bulan Agustus.

Peserta dalam pertemuan, yaitu perwakilan ASEAN yang diberi kepercayaan dengan mencari solusi

untuk kebuntuan 10-tahun antara ASEAN dan negara-negara P-5 terlebih-lebih Traktat SEANFWZ

dalam hal ini. Dari 7-8 Mei, 18 th ASEAN Summit diselenggarakan di Jakarta, Indonesia. Dr. Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Ketua, mengeluarkan pernyataan sekaligus mencatat bahwa peserta

sepakat untuk terus mengejar upaya internasional untuk mencapai dunia bebas senjata nuklir, serta

pengulangan dari awal rencana tindakan pada pelaksanaan Perjanjian SEANWFZ. Setelah menyebutkan insiden Maret 2011 di Fukushima, Yudhoyono juga menekankan bahwa peserta harus

terlibat secara tepat dalam berbagi informasi dan mempromosikan transparansi pada isu-isu terkait

nuklir yang relevan di wilayah tersebut. Pada 08-12 Agustus, untuk pertama kalinya dalam hampir sepuluh tahun, perwakilan dari lima negara pemilik senjata nuklir Amerika (NWS/P-5), China,

Perancis, Rusia, Inggris, dan Amerika Serikat bertemu dengan pejabat dari ASEAN untuk membahas

ratifikasi protokol Southeast Asian Nuclear-Weapons Free Zone (Bangkok Treaty), dengan negara P-

5.26

Protokol menetapkan bahwa NWS harus mematuhi artikel dari Perjanjian dan tidak menggunakan atau mengancam untuk menggunakan senjata nuklir terhadap negara pihak. China sebelumnya telah

menyatakan kesediaannya untuk meratifikasi protokol, tapi empat P-5 lainnya mempermasalahkan

lingkup geografis Perjanjian sebagai hambatan. Meskipun tidak ada kesepakatan substantif dicapai, Indonesia sebagai ketua saat itu dari komisi yang mengawasi pelaksanaan perjanjian, telah

mengkonfirmasi bahwa pihak yang terlibat akan bertemu lagi pada bulan Oktober dalam rangka

melanjutkan pembicaraan. Selama pertemuan KTT ASEAN pada bulan November, negara-negara anggota menyelesaikan perbedaan substantif dan menyimpulkan negosiasi dan mendorong negara P5

untuk menyetujui Perjanjian. Pada 14 November 2011 ASEAN secara resmi berkumpul dan

mendiskusikan agar negara p5 mau melakukan aksesi Traktat SEANWFZ

“ASEAN officials met here on Monday ( 14/11/2011) with their counterparts

from five nuclear countries (P5) to discuss ways for the five countries to access the

Southeast Asian Nuclear Weapon-Free Zone (SEANWFZ) in the near future. Officials have said that respect for the ASEAN nuclear-free zone included not carrying nuclear

weapons or material through ASEAN territory.However, during the talks, China wanted

several memorandums of understanding (MoUs) on its accession to the treaty. Indonesian Foreign Ministry director for ASEAN security and political affairs Ade

Padmon Sarwono said the five countries recently expressed willingness to talk with a

regional grouping that possessed a nuclear-free zone treaty”.27

Bulan Januari 2012, Kamboja mengirimkan surat kepada lima negara pemilik senjata nuklir sekaligus mendesak mereka untuk menandatangani Protokol Perjanjian. Pada KTT ASEAN ke-

20, diselenggarakan mulai dari 3-4 April di Phnom Penh, Statement Ketua mencatat bahwa ASEAN

25 Ibid 26 Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Buku Diplomasi Indonesia 2011, 2011,hal 157, http://www.kemlu.go.id/Buku/Buku%20Diplomasi%20Indonesia%202011.pdf diakses pada 28 April 2016, pukul 17.43. 27 Abdul Khalik,” ASEAN, P5 meet to smoothen SEANWFZ accession,” http://www.thejakartapost.com/news/2011/11/15/asean-p5-meet-smoothen-seanwfz-accession.html, 25 Maret 2016, pukul 15.19.

TRAKTAT SEANWFZ PENDUKUNG KEPENTINGAN CHINA DI LAUT CHINA SELATAN

melihat ke depan untuk penandatanganan Pernyataan ASEAN pada Protokol untuk Perjanjian tentang

SEANWFZ, Memorandum of Understanding (MoU) antara pemerintah Republik Rakyat China dan Pihak Negara tentang Perjanjian SEANWFZ dan penandatanganan Protokol untuk Perjanjian tentang

SEANWFZ oleh lima negara nuklir (P5) pada bulan Juli 2012. Pada tanggal 8 Juli, Komisi

SEANWFZ ASEAN dan seluruh Menteri Luar Negeri ASEAN melakukan Pertemuan yang ke 45 di

Phnom Penh. Pertemuan itu berakhir dengan penandatanganan Pernyataan ASEAN pada Protokol Perjanjian Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (SEANWFZ) dan adopsi dari Komunike

Bersama dengan lima NWS. Namun, penandatanganan ditunda sampai November menunggu hasil

penelaahan oleh Komisi SEANWFZ dari teks dan posisi dari pemesanan empat NWS (Perancis, Rusia, Inggris dan Amerika Serikat).

China seharusnya menandatangani Nota Kesepahaman dengan ASEAN pada protokol dan perjanjian SEANWFZ tanggal 10 Juli, tapi ASEAN memilih untuk menunda semua pemain NWS

sampai masalah itu diselesaikan. Pada tanggal 10 Juli, diumumkan bahwa negara-negara P5 tidak siap

untuk menandatangani protokol SEANWFZ, karena merasa keberatan tentang protokol. Pada tanggal

18 November, KTT ASEAN ke 21 berlangsung di Phnom Penh Kamboja. Sepuluh anggota yang hadir dalam pertemuan ini menekankan perlunya solidaritas lebih dan kerjasama regional dalam hal

perdamaian, keamanan di daerah SEANWFZ.28

Rusia, Perancis dan Inggris masih tidak

menandatangani perjanjian seperti yang diharapkan pada KTT ini.

Dukungan China Terhadap Traktat “SEANWFZ”

China menjadi satu-satunya dari negara P5 ( Inggris, Amerika, Rusia, Perancis, dan China)

yang menunjukan kemajuan dibidang kerjasama dengan ASEAN dalam usaha pengembangan isu

keamanan kawasan menyangkut senjata nuklir yaitu dengan traktat SEANWFZ.

China menjadi negara yang melakukan respon paling positif dibanding negara P-5 lainnya. Tanggapan China sudah dilontarkan bahkan sejak SEANWFZ masih berupa draft hingga

terbentuknya traktat SEANWFZ dan ditandatangani oleh negara-negara anggota ASEAN. Seperti

dalam beberapa catatan berikut, China menyatakan kesediaannya menandatangani traktat tersebut pada tahun 2006, meski belum menyebut tanggal pastinya.

What the 1992 ASEAN summit’s “ Singapore Declaration” delicately called “ changing circumstances”- the end of cold war collapse of the Soviet Union, and

normalization of relations with China- allowed ASEAN to move to the completion of

relation of relations with China-Allowed ASEAN to move to the completion of

negotiations on the drafting of the 1995 SEANWFZ treaty. The treaty left open by protocol provision for signature by thye existing nuclear weapons states, specified as

China, Great Britani, France, Russia, and the United States. No nuclear weapons state

has acceded to the protocol, although in 2000 China said it would. In 2006, China again said it was ready to sign at an unspecified early date. By the time of the first

meeting of the SEANWFZ Commision in July 2007, the first since the treaty came into

force, China had not yet signed.29

Hingga pada 2007 saat SEANWFZ menjadi salah satu fokus utama ASEAN dalam upaya

melakukan evaluasi 10 tahun terbentuknya, China masih setia menjadi satu-satunya negara yang

merespon secara positif upaya pembentukan Zona Bebas Senjata Nuklir Asia tenggara tersebut.

Dalam pernyataan berikut, China menunjukan dukungannya untuk menandatangani protokol pada 2007.

28 Ibid 29 E. Weatherbee, Ronald, Historical Dictionary of United States-Southeast Asia Relation,. The Scarecrow Press, Inc. Lanham, Maryland. Toronto. Plymouth, UK, 2008, Hal 329

TRAKTAT SEANWFZ PENDUKUNG KEPENTINGAN CHINA DI LAUT CHINA SELATAN

“As of 2007, only China had expressed support for SEANWFZ and

readiness to sign the protocol. France, russia, the United Kingdom, and the United States still had objections. One sticking point is the scope of the Zone’s

application, which includes the treaty states’s continental shelves and two-

hundres-mile exclusive economic zone (EEZs). These faour NWSs have also been

unwilling to provide “negative security assurance” not to use or threaten to use nuclear weapons in the Zone’s especially since it includes these continental shelves

and EEZs”.30

Pernyataan China untuk mendukung traktat SEANWFZ berlanjut hingga pada 11 November 2010 terbentuklah Plan of Action to Implement the Joint Declaration on ASEAN-China Strategic

Partnership for Peace and Prosperity (2011-2015) di dalam Kerangka kerja yang sudah disetujui oleh

kedua belah pihak dalam hal ini China dan ASEAN memuat berbagai aspek kerjasama mulai dari kerjasama bidang Politik dan Keamanan, Bidang Ekonomi dan Sosial Budaya, serta bidang kemanan

yang meliputi: Hubungan Reguler Tingkat Tinggi berupa Kunjungan dan diskusi, Dialog kerjasama

dan politik, Perjanjian persahabatan dan Kerjasan di Asia Tenggara, Protokol Kawasan Bebas Senjata

Nuklir Asia Tenggara (SEANWFZ), Declaration on the Conduct of Parties (DOC) di Laut China Selatan, Hak Asasi Manusia, Kerjasama bidang keamanan Non-Tradisional, bidang militer. Di dalam

teks ini, dimuat protokol SEANWFS yang dimasukkan dalam kerangka Kerjasama Politik Keamanan

tepatnya poin 1.4. yaitu sebagai berikut

“Support ASEAN’s efforts towards realizing a Southeast Asia Nuclear Weapon-

Free Zone (SEANWFZ) and reaffirm China’s readiness to sign the Protocol to the SEANWFZ Treaty, together with the other Nuclear Weapon States (NWS) as soon as

possible.” 31

China pada tahun 2011 meminta pembuatan MoU tentang kerangka kerja SEANWFZ dan

menjadi satu-satunya negara P5 yang melakukan respon terhadap aksesi traktat ini. Kesediaan China ini bukanlah yang pertama kali diutarakan. Dukungan yang pertama kali diberikan demi tercapainya

Zona Bebas Senjata Nuklir di kawasan Asia Tenggara ini dinyatakan pada 27 Juli 2001 dalam

konferensi pers pertemuan ASEAN dan Mitra Dialog bahwa China mendukung upaya ASEAN membangun zona Bebas Nuklir Asia Tenggara. Hubungan ASEAN-China sebagai mitra dialog sudah

dibangun sejak tahun 1991 berawal dari kehadiran Menteri Luar Negeri China saat itu yaitu H.E. Qian

Qichen dalam pembukaan ASEAN Ministerial Meeting ke-24 di Kuala Lumpur, Malaysia. Hubungan ini berlanjutr hingga saat ini dan sudah melahirkan banyak kerjasama di bindang politik keamanan,

ekonomi, sosial dan budaya.

China adalah negara pertama di dunia yang memiliki kekuatan nuklir utama dan telah mencapai kata sepakat dengan ASEAN dalam masalah ini. Wakil Menteri Luar Negeri China pada

Wang Yi menyatakan China bersedia untuk bekerja dengan negara P5 lain untuk membuat kemajuan

pada maslah yang menghambat tercapainya perjanjian ini sehingga mereka turut menyetujui dan China sendiri dapat menandatangani sesegera mungkin.

32

China menjadi satu-satunya negara di P5 yang menyetujui dan mendukung traktat SEANWF hingga PoA selesai tahun 2012. Walau dukungan yang dikeluarkan China belum berujung pada aksesi

maupun ratifikasi Traktat SEANWFZ namun dengan adanya PoA antara China-ASEAN tahun 2010

menjadilkan China selangkah lebih maju untuk mengukuhkan keikutsertaannya dalam SEANWFZ.

30 K. Emmerson, Donald, Hard Choice: Security, Democracy, and Regionalism in South Asia, ISEAS Publishing Institute of Southeast Asian Studies, Singapura, 2009, Hal 108. 31 Embassy of the People's Republic of China in Malaysia, “Plan of Action to Implement the Joint Declaration on ASEAN-China Strategic Partnership for Peace and Prosperity (2011-2015),”

http://my.chineseembassy.org/eng/zt/eastasia/zywj/t772063.htm, 2011. 32 Cheng Ming, “ China Toward SEANWFZ ,” http://news.xinhuanet.com/english/2001/0727/434183.htm. enditem. xinhuanet 2001/07/27, 20 Maret 2016, pukul 07.45.

TRAKTAT SEANWFZ PENDUKUNG KEPENTINGAN CHINA DI LAUT CHINA SELATAN

Beberapa hal ini yang membuat China menjadi berbeda dan memiliki jalan tersendiri untuk menyikapi

SEANWFZ sebagai suatu Traktat yang memiliki implikasi khusus bagi negaranya.

“China supported the SEANWFZ but did not sign on the grounds that the treaty

challenged its sovereignty over the South China Sea. The Geographical space envisaged under the SEANWFZ Treaty includes dispute territorial waters, island

territories, continental shelf and EEZ in the South China Sea currently claimed and

occupied by China but also Vietnam.” 33

Dalam kutipan diatas disebutkan bahwa dukungan China berkaitan dengan faktor geografi yang ada dan termasuk dalam Traktat SEANWFZ yaitu wilayah perairan, daratan, dan ZEE di Laut

China Selatan yang di klaim dan diokupasi tidak hanya oleh China namun juga Vietnam.

Hubungan China dan negara-negara di kawasan Asia Tenggara erat kaitannya dengan

permasalahan klaim teritorial di wilayah perairan LCS. Permasalahan teritori yang ada apabila dikaji

akan menguak segi historis dan juga melibatkan banyak pihak didalamnya, yang dalam hal ini adalah negara sebagi aktor dan pemangku kepentingan.

Geopolitik China di Laut China Selatan dan Kaitannya Dengan SEANWFZ

China yaitu sebagai suatu unit dari sistem internasional berusaha mencari celah agar

kepentingan nasional yang dimiliki dapat terlaksana. Traktat SEANWFZ memiliki posisi sebagai

suatu alat yang digunakan untuk mewujudkan kepentingan di kawasan perairan terutama perairan LCS. Melihat dari segi sejarah yang panjang dan tidak berkesudahan China memandang bahwa LCS

memiliki peran penting bagi kelangsungan negara dan sebagai pusat kekuatan China dibidang

maritim.

“Dimana power sebagai pertimbangan utama yang memberi bentuk bagi

kepentingan nasional, dan tolak ukur dari situasi atau tujuan nasional suatu negara

adalah power negara. Operasionalnya kepentingan nasional menyangkut kebijakan yang dibuat serta target atau rencana yang dituju.”

34

Oleh karena lokasi geografis untuk geopolitik adalah faktor yang menentukan kekuatan

nasional, demikian pula keanggotaan sebuah negara dalam organisasi atau perhimpunan dengan bangsa lain menjadi faktor yang menentukan demi mempertahankan nasionalisme.

35 Klaim geopolitik

yang dilakukan China di LCS dari dahulu merupakan salah satu usaha yang dilakukan untuk

memperkuat pertahanan di bidang kelautan. Selain membekali dengan kepemilikan senjata nuklir, kemanan kedaulatan suatu negara tidak dapat semata berpegang pada kekuatan senjata saja karena

penggunaan senjata nuklir merupakan inventasi jangka panjang saat ini bagi negara-negara yang

memiliki. Kedaulatan wilayah juga berpengaruh pada ketahanan sebuah negara untuk menghadapi

segala bentuk intervensi, yang kebanyakan berupa intervensi fisik (perlombaan senjata, serangan senjata dari negara lain, sengketa kepemilkan kekayaan alam yang ada, sengketa wilayah, dll). Tidak

semua gangguan yang bersifat teknis dan fisik dapat diselesaikan dengan cara soft power diplomasi,

pada kenyataannya konflik atau sengketa wilayah berujung pada hard power yaitu konflik langsung menggunakan senjata demi tercapainya kepentingan masing-masing. Traktat SEANWFZ ini

merupakan traktat yang fokus utamanya pada pembentukan Zona Bebas, Damai bebas senjata nuklir

khususnya di kawasan Asia Tenggara. Walau hanya terkesan mengurusi tentang senjata nuklir saja akan tetapi bagi beberapa negara terutama negara selain anggota ASEAN yang sudah

menandatangani perjanjian tersebut, terdapat beberapa implikasi yang akan diterimam negara apabila

melakukan penandatanganan perjanjian.

33 Sakhuja, Vijay, Asian Maritime Power in the 21st Century: Srtategic Transactions: China, India and Southeast Asia, ISEAS Publishing Institute of Southeast Asian Studies, Singapore, 2011, Hal 295. 34 Drs. T. May Rudy, S.H., MIR., M.Sc, Studi Strategis Dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca Perang Dingin, PT. Refika Aditama, Bandung, 2002, Hal 116 35 Ibid hal 191

TRAKTAT SEANWFZ PENDUKUNG KEPENTINGAN CHINA DI LAUT CHINA SELATAN

Pada pasal 1 traktat membahas tentang penerapan istilah dalam Traktat Southeast Asia

Nuclear Weapon-Free Zone atau biasa dikenal dengan SEANWFZ. Yang pertama adalah arti “Zone “ adalah seluruh wilayah Asia Tenggara meliputi Brunei, Camboja, Indonesia, Laos, Malaysia,

Myanmar, Pilipina, Singapura Thailand, dan Vietnam serta Landas Kontingental serta Zona Ekonomi

Eksklusif tiap negara (ZEE). Hal ini berarti seluruh wilayah yang terdapat dalam pasal 1 di atas

merupakan wilayah yang dilindungi oleh traktat SEANWFZ tanpa terkecuali. Telah diketahui bahwa batas ZEE di wilayah Asia Tenggara yang merupakan perairan LCS dan kepemilikan ZEE yang ada

saat ini adalah tumpang tindih apabila mengikuti aturan yang sudah termuat dan dipatuhi secara

internasional dalam UNCLOS.

Kedua adalah “territory” yang termasuk dalam teritori adalah perairan dalam, teritorial laut,

kepulauan dan perairan, dasar laut, lapisan tanah bawah, wilayah udara di atas dan dibawahnya. Dalam hal ini wilayah yang dimaksud adalah wilayah Asia Tenggara. Selain wilayah yang terlihat di

permukaan bumi traktat ini juga berlaku untuk wilayah di atas permukaan bumi yang sudah

disebutkan yaitu wilayah udara di atas permukaan darat dan perairan. Hal itu berarti larangan untuk

melintas wilayah tidak hanya melalui jalur darat dan laut tetapi juga wilayah udara. Ketiga definisi “nuclear weapon” yang berarti semua bentuk peralatan maupun benda yang mudah meledak atau

melepaskan energi nuklir yang tidak dapat terkontrol namun tetapi tidak termasuk sarana transportasi

atau pengiriman perangkat tersebut jika dipisahkan dari dan bukan merupakan bagian tak terpisahkan darinya. Keempat “station” menyebarkan, menempatkan, menanamkan, memasang, menimbun, atau

tempat penjualan barang yang masih berhubungan dengan senjata dan memiliki komponen nuklir.

Kelima “radioactive material” material yang dimaksud adalah material mengandung tingkat radionuklida di atas batas yang telah ditentukanoleh IAEA. Keenam “radioactive wastes” semua

materi yang mengandung atau terkontaminasi dengan radionuclida dalam konsentrasi atau tingkat

yang melebihi standard IAEA. Terakhir yaitu ketujuh “dumping” pembuangan secara sengaja ke laut

termasuk dasar laut dan lapisan tanah berupa limbah radio aktif dan materi lainnya dari kapal, pesawat, platform dan bangunan buatan di lautan.

Geopolitik merupakan usaha yang dilakukan untuk memperkokoh pertahanan nasional dalam sudut pandang geografi. Secara geografi akses China menuju ke laut dalam yaitu melalui Laut

China Selatan. LCS merupakan pintu masuk dan keluar China untuk dapat berhubungan dengan

negara di kawasan Asia Tenggara, dan aktivitas ekonomi antar negara di kawasan ini cukup padat. Maka tak dapat dipungkiri letak LCS menjadi tonggak kekuasaan geopolitik China. Apabila

kepemilikan LCS diganggu maka China akan kehilangan kekuatan di kawasan Asia terutama wilayah

Tenggara. Apabila China belum dapat menguasai perairan ini sepenuhnya maka kekuatan politiknya

tidak dapat terimplementasi dengan baik dan maksimal.

Dalam usaha memperkuat posisi China sebagai negara yang berkuasa atas LCS, China

mengelurkan peraturan yang mengatur tentang laut teritorial dan wilayah tambahan yaitu "Law of the People's Republic of China on the Territorial Waters and Contiguous Areas". Peraturan ini membuat

China memiliki hak atas Spratly dan wilayah maritim sekitarnya secara hukum nasional. Perwujudan

klaim wilayah dalam rupa sebuah Undang-undang negara merupakan cara yang tepat dilakukan saat pihak internasional tidak berhasil menyelesaikan sengketa wilayah antar negara yang terlibat.

“Kepentingan nasional yang relatif sama dan tetap diantara semu bangsa/

negara adalah keamanan (mencakup kelangsungan hidup rakyatnya dan kebutuhan

wilayah) dan kesejahteraan. Elemen tersebut yang menjadi dasar dalam merumuskan atau menetapkan kepentingan nasional bagi tiap negara”.

36

Jika batas internasional dan domestik tampak samar, maka batas keamanan dan ekonomi politik juga turut memudar. Baik isu keamanan dan dan ekonomi pasti melibatkan aspek politik.

Keduanya membutuhkan ketepatan dalam pilihan dalam situasi yang strategis.37

Dalam buku putih

kebijakan pertahanan China disebutkan bahwa China akan selalu menjalankan kebijakan luar negeri

36 Ibid 37 Carlsnaes, walter, Thomas Risse, Beat A. Simmons, Handbook Hubungan Internasional, Nusa Media, Bandung, 2013, hal. 372

TRAKTAT SEANWFZ PENDUKUNG KEPENTINGAN CHINA DI LAUT CHINA SELATAN

yang damai dan independent, mendukung penanganan masalah internasional sejalan dengan

kepentingan-kepentingan mendasar dari masyarakat China dan dunia, dan menahan diri untuk tidak membentuk aliansi dengan negara-negara besar atau kelompok-kelompok manapun. China

berkeyakinan bahwa konflik dan pertikaian diantara negara-negara harus diselesaikan secara damai

melalui konsultasi dan menentang ancaman atau penggunaan kekuatan, hegemoni dan politik

internasional baru yang rasional dan adil serta membangun hubungan persahabatan dan kerjasama dengan seluruh negara di dunia berdasarkan “Lima Prinsip Hidup Berdampingan secara Damai”.

LCS menjadi sebuah pintu bagi China untuk memproyeksikan kepentingan nasionalnya dan menjadi salah satu pintu untuk melakukan interaksi dengan negara-negara Asia Tenggara.

Berdasarkan teori geopolitik yang sudah dijelaskan di depan penelitian dibagi menjadi 4 aspek yaitu geografi, politik keamanan (militer), ekonomi dan sosial budaya. Berikut disajikan analisa

mengenai 4 aspek geopolitik China di LCS.

1. Geografi

Gambar 3. Peta Garis Pantai Laut China Selatan

Sumber : http://www.southchinasea.org/files/2011/08/South-China-Sea-reference-map-US-CIA.jpg

Peta Laut China Selatan yang hanya memiliki 1 garis pantai memperlihatkan garis

pantainya berbatasan dengan 3 lautan yaitu Laut China Timur, Laut Kuning dan Laut China Selatan itu sendiri. Namun apabila kita lihat Laut Kuning berbatasan langsung dengan Korea

Selatan dan Korea Utara dan memiliki luas wilayah yang dikatakan sempit dibanding 2 laut

lainnya. Kemudian Laut China Timur, perairan ini merupakan jalur kapal yang

menghubungkan China dengan negara di sebelah Timurnya yaitu Jepang. Sedangkan semua kapal yang menuju ke arah Asia terutama Asia Tenggara pasti akan memilih jalur Laut China

Selatan karena jalur ini dianggap strategis, selain menjadi jalur yang dapat mempercepat

proses perjalanan kapal karena membelah daratan Asia. Jalur ini dianggap strategis karena memiliki negara-negara yang terdapat di sepanjang jalur pelayaran tersebut. Terbukti hampir

separuh pelayaran kapal seluruh dunia menjadikan jalur LCS sebagai jalur pelayaran utama.

TRAKTAT SEANWFZ PENDUKUNG KEPENTINGAN CHINA DI LAUT CHINA SELATAN

Gambar 4. Peta Geografis LCS sebagai perpanjangan Samudera Pasifik

Sumber : http://static3.businessinsider.com/image/546b5e766da811786e0e3d26-1200/1a-

political-map.jpg

Laut China Selatan merupakan bagian dari Samudera Pasifik yang lebih menjorok ke

daratan Asia. Dalam sejarahnya, kekuatan besar yang mendiami wilayah Asia-Pasifik, yang

juga memiliki pengaruh di wilayah tersebut adalah Amerika dan Rusia. Namun pasca Perang Dingin, Rusia meningggalkan wilayah Asia terutama Asia Tenggara, dan tinggalah Amerika

sebagai mantan „pesaing‟ selama Perang Dingin yang masih ada di sekitar perairan tersebut.

AS dengan pangkalan militer di Filipina yaitu pangkalan angkatan lautnya di Subic Bay dan pangkalan udara miliknya yaitu Clark tidak memiliki kepentingan yang mendesak lagi setelah

melemahnya pengaruh Rusia di wilayah tersebut. AS memutuskan untuk menutup pangkalan

militernya di Filipina. Saat ini kepentingan Amerika di wilayah Asia-Pasifik tetap terasa

karena terdapat organized unincorporated territory yang terletak di sebelah timur Asia. Selain adanya wilayah tambahan milik AS di Guam dan kepulauan sekitarnya, eksistensi AS masih

dirasakan di wilayah Asia Tenggara karena letak geografi wilayah tambahan AS tersebut yang

berdekatan. Kedekatan wilayah tersebut membuat AS akan dengan mudahnya memproyeksikan kekuatannya bila diperlukan di masa akan datang. AS juga memiliki

perhatian tersendiri dalam isu Laut China Selatan. AS memiliki alasan atas keterlibatannya di

wilayah ini Pertama, China memperlakukan garis nine dashed line atau sembilan garis putus-putus yang menggambarkan klaim perairan LCS, sebagai klaim de jure ke seluruh wilayah

laut. Jika klaim ini diterima, kebebasan navigasi hampir akan lenyap, melumpuhkan

transportasi pelayaran di Asia Tenggara. Kedua, bersamaan setelah meratifikasi 1992

Deklarasi ASEAN tentang Laut China Selatan, Beijing menarik garis teritorial di sekitar Kepulauan Paracel dan memungkinkan akan mengambil tindakan serupa di Spratly. Jika

gagasan ini diterima, RRC bisa menuntut kapal yang akan memasuki dan meninggalkan Laut

China Selatan serta membutuhkan izin China terlebih dahulu untuk melakukannya, hal ini secara lanjut akan membatasi jalur laut internasional. Sebagaimana Harvey Feldman, mantan

duta besar AS di Asia mencatat, tindakan ini akan mengubah Laut China Selatan menjadi

"danau China."38

Dilihat dari segi kepentingan nasional, pihak yang dapat menguasai LCS pasti akan

menjadi kekuatan besar tak hanya secara geografi namun juga secara politik karena dapat

menggunakan kekuasaaannya untuk memonopoli keluar masuknya kapal yang akan memberi keuntungan maksimal karena LCS diprediksi memiliki sumber minyak bumi dalam skala

besar yang belum tersentuh dan dikelola karena masih dalam status sengketa.

38 Joshua P. Rowan, “The U.S.-Japan Security Alliance, ASEAN, And The South China Sea Dispute”, Asian Survey, Vol. 45, No. 3, Mei-Juni 2005.

TRAKTAT SEANWFZ PENDUKUNG KEPENTINGAN CHINA DI LAUT CHINA SELATAN

Secara geografis kekuatan besar setelah China yang memiliki kepentingan dekat dengan

perairan LCS adalah Amerika, lewat jalur pasifiknya Amerika akan mudah masuk ke wilayah LCS. Berkaitan dengan traktat SEANWFZ Artikel 1 yang sudah dijabarkan di atas, apabila

traktat ini disetujui oleh seluruh negara P5 yang memiliki implikasi keuntungan terbesar

adalah China, dari segi geografi paling dekat dengan kawasan Asia Tenggara sehingga apabila

terjadi permasalahan atau konflik kepentingan China dengan mudah turun tangan karena zona bebas nuklir yang dimaksudkan masih dalam jangkauan dan termasuk perairan Laut China

Selatan, dari segi power paling besar di kawasan dibanding negara Asia Tenggara lain dengan

kekuatan militer terbesar ke 3 di dunia setelah Amerika dan Rusia. Hal ini akan mempersulit kekuatan besar lain untuk ikut campur dalam wilayah ini, salah satunya adalah Amerika.

Amerika akan terbatas dalam melakukan navigasi untuk dapat masuk ke wilayah Asia

Tenggara terutama dengan bekal senjata nuklir di masa depan. Traktat ini secara tidak langsung mengurangi pengaruh besar kekuatan persaingan antara China dan Amerika di

wilayah Asia Tenggara apalagi untuk ikut campur dalam kasus Laut China Selatan.

Apabila traktat SEANWFZ berlaku, maka China tidak perlu menggunakan kekuatan persenjataan nuklir, tetapi dengan kekuatan militer yang ada dan jarak yang menguntungkan,

China dapat dengan mudah menguasai wilayah perairan LCS dan kawasan Asia Tenggara

tanpa gangguan atau intervensi akan penggunaan senjata terlebih senjata nuklir dari negara kuat seperti negara anggota P-5 selain China.

2. Politik-Keamanan (Militer)

China memiliki kekuatan pertahanan yang cukup mumpuni berdasarkan data yang

diperoleh dari Global Firepower China menduduki possisi ke 3 dengan urutan pertama yaitu Amerika Serikat dan di posisi ke 2 ditempati oleh Rusia. Dinyatakan bahwa China memilik

10.000 hulu ledak nuklir. China menguji bom atom pertama di tahun 1964, menjadi negara

kelima di dunia yang memiliki senjata nuklir.39

Pada 2012, China merilis jumlah personel People’s Liberation Army (PLA) untuk

pertama kalinya, mengklaim bahwa negara itu memiliki total 1.483.000 tentara, termasuk

850.000 di Angkatan Darat, 235.000 di Angkatan Laut, dan 398.000 di Angkatan Udara PLA. Sementara Departemen Pertahanan AS memperkirakan pada tahun yang sama bahwa PLA

Angkatan Darat sendiri memiliki 1,25 juta orang.40

Di bidang darat China memiliki 18 korps

seukuran Grup dengan 7.000 tank modern, 8.000 artileri. Tidak hanya persenjataan yang modern saja , China masih memiliki senjata tua yang masih mumpuni untuk digunakan

perang sekalipun diantaranya 9.000-12.000 tank, hampir 12.000 kendaraan infanteri dan

kendaraan lapis baja, hampir 3.000 roket, lebih dari 7.000 sistem anti-tank rudal, 15.000

senjata anti-pesawat dan sistem rudal, dan sekitar 6.000 artileri dan 10.000 mortir. Persenjataan angkatan udara China juga tak kalah mumpuni ditaksir memiliki 300an pembom

strategis Tu-16 dan jet tempur MiG-19, 120 jet tempur-pembom JH-7 buatan lokal serta lebih

dari 100 jet tempur multirole J-10. Tidak hanya memiliki helokopter Z-10, China juga berupaya mengembangkan helikopter tersebut. Pada 2013, China meluncurkan drone

berprofil tinggi “Guizhou Soar Dragon” yang dapat membawa beban tempur seberat 650

kilogram dan menempuh jarak lebih dari 7.000 kilometer.41

Sedangkan armada laut yang

paling akhir mengalami perkembangan dan dianggap sebagai armada paling muda dan lambat perkembangannya sebelum abad 20 sekarang malah justru memiliki kekuatan yang paling

megah diantara bangsa-bangsa lainnya.

“Menurut data AS, pada 2011 Angkatan Laut China memiliki satu

kapal induk, 24 kapal perusak, 49 frigat dipandu-rudal, sembilan korvet, 57

39 Ding Xuezhen, “ China Military Power,” http://www.globaltimes.cn/china/military/ 4 june 2013, 5 April 2016, pukul 10:32. 40 Ibid 41 Global Fire Power, “ China Strength,” http://www.globalfirepower.com/country-military-strength-detail.asp?country_id=china, 5 April 2016, pukul 10:10

TRAKTAT SEANWFZ PENDUKUNG KEPENTINGAN CHINA DI LAUT CHINA SELATAN

kapal pendarat, lebih dari seratus kapal rudal modern dan beberapa ratus

kapal patroli penjaga pantai, serta 61 kapal selam diesel dan 5-8 kapal selam nuklir”.

42

Lebih dari 3.0000 galangan kapal yang tersebar di seluruh negeri dan meningkatkan

performa kapal dengan memasok kapal berkekuatan besar seperti kapal selam dan kapal

perusak dari Rusia, China mulai belajar mengembangkan teknologi pertahanan laut dari dalam negeri. China mulai menyadari betapa penting status wilayah laut miliknya di LCS dan

melakukan upaya pertahanan laut secara besar-besaran menjelang abad ke 20 dan terus

meningkat hingga sekarang. Upaya peningkatan kekuatan pertahanan laut merupakan upaya China untuk mempertahankan eksistensi politik di wilayah perairan LCS. Senjata menjadi

salah satu alat pendukung pertahanan dan kekuatan untuk disegani oleh negara-negara yang

ikut ambil bagian dan memiliki kepentingan di perairan tersebut. Kesungguhan China dalam upaya mepertahankan kedaulatan di LCS merupakan perwujudan kepentingan nasional

miliknya. Tidak dapat dipungkiri bahwa isu ekonomi yang paling sering menjadi perhatian

atas perebutan wilayah terutama Kepulauan Paracel dan kepulauan lainnya yang ada di LCS.

Namun tidak dapat disangkal pula bahwa usaha hard power yang dilakukan China juga bertujuan untuk mempertahankan wilayah dalam rangka menjaga pertahanan dan keamanan

nasional dari pihak luar negara dalam upaya mempertahankan gaung keterlibatan China di

kancah perpolitikan Internasional. Usaha China dengan mempertahankan perairan LCS yang sangat ulet dapat dikatakan menunjukkan bahwa kepentingan nasional China juga besar di

perairan ini.

Strategi militer yang biasa disebut dengan istilah pertahanan aktif atau active defense

memiliki arti bahwa China tidak akan memulai suatu perang agresi dalam rangka

mempertahankan kedaulatan nasional dan integrasi teritorialnya, mudahnya adalah China

tidak akan melakukan serangan apabila dalam kondisi diserang terlebih dahulu. Pertahanan aktif membutuhkan armada bersenjata yang diposisikan dalam rangka membela negara

terhadap ancaman dan mencegah musuh untuk beraksi dan mengganggu kepentingan nasional

China. Usaha China di bidang militer yang paling menonjol adalah angkatan laut. Active Defensif yang dimiliki People’s Liberation Army (PLA) diaplikasikan oleh PLA Navy atau

biasa disebut PLAN dalam bentuk Offshore Defense Strategy pada 1985 dan telah disetujui

oleh Komisi Militer Pusat Partai Komunis China. Strategi ini menitikberatkan pada strategi defensif yaitu akan menyerang apabila diserang terlebih dahulu, dengan ciri operasi ofensif.

Operasi ofensif terhadap lawan dijalankan secara bersama dengan operasi defensif bagi

perlindungan kekuatan. Tidak ada batasan ruang dan waktu dalam menghadapi lawan ofensif,

fokus pada kelemahan lawan, dan menggunakan kekuatan sendiri dalam upaya ini.43

Tiga misi kunci yang harus diemban oleh PLAN dalam menjalankan strategi ini

diantaranya:44

a. Menjaga musuh dalam batas dan menolak invasi dari laut; b. Melindungi kedaulatan teritorial nasional;

c. Menjaga keutuhan ibu pertiwi dan hak-hak maritim

Dalam kasus Laut China Selatan bentuk Offshore Defense Strategy yang dilakukan

China dapat dilihat dari beberapa kasus. Kasus yang pertama pada 25 Februari 2010, saat tiga

kapal nelayan Filipina dengan nama F/V Jaime DSL, F/v Mama Lydia DSL dan F/V Maricris 12 sedang beroperasi di wilatah perairan Quirino, 140 mil sebelah Barat Palawan bertemu

dengan kapal perang China jenis kapal penembak bernama Jianghu-V Class, dan terjadi

kontak radio dimana kapal China memberitahu bahwa kapal nelayan Filipina telah melewati

42 Ibid 43 Office of Naval Intelligence, China’s Navy 2007,hal. 24-25 44 Ibid

TRAKTAT SEANWFZ PENDUKUNG KEPENTINGAN CHINA DI LAUT CHINA SELATAN

batas dan masuk ke perairan China, kemudian saat kapal nelayan hendak meninggalkan

perairan misil dari kapal China ditembakkan dan peluru mendarat di jarak 556 m dari kapal F/V Maricis 12.

45 Pada tahun 2011 Filipina melaporkan tujuh insiden yang melibatkan

pelecehan China, pada tanggal 2 Maret dua kapal patroli China diganggu kapal eksplorasi

minyak di zona klaim Filipina 250 km sebelah barat dari Palawan, mereka meninggalkan

daerah itu setelah angkatan udara Filipina terbang rendah dan melakukan semacam peringatan terhadap kapal-kapal China. Pada tanggal 5 April Filipina mengajukan protes resmi di PBB

dan meminta dukungan ASEAN dalam menempa posisi bersama atas masalah ini. Filipina

mengangkat alarm kembali ketika pada tanggal 11 dan 12 Desember 2011 dua kapal China

dan kapal perang angkatan laut terlihat dekat Sabina Shoal di daerah klaimnya.46

Kejadian yang berikutnya, pada 10-12 April 2012 kapal pengawas perikanana China

terlibat standoff dengan kapal perang Filipina, hal ini terjadi akibat kapal pengawas China

berusaha melindungi sejumlah kapal nelayan China dari upaya penangkapan di perairan Scarborough Shoal yang diklaim Filipina masuk dalam teritorinya.

47 Filipina menjadi negara

yang banyak mencatat pelanggaran yang dilakukan armada laut China di Laut China Selatan

selama tahun 2007-2012.

Selain Filipina negara yang merasakan praktek dari strategi pertahanan PLAN China

adalah Vietnam. Pada 26 Mei 2011 dua kapal pengintai maritim China memotong kabel eksplorasi kapal survei Vietnam yang terendam tujuh kilometer kabel seismik ketika mencari

minyak dan gas di ZEE Vietnam, sekitar 120 km dari Nha Trang.48

Kementerian Luar Negeri

Vietnam merilis video yang menunjukkan sebuah kapal China benar-benar memotong kabel melekat pada kapal Vietnam Binh Minh. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Jiang

Yu menyatakan bahwa kapal China sedang melakukan "kegiatan normal dalam rangka

penegakan laut dan pengawasan kegiatan di wilayah yurisdiksi China".49

Tindakan China tersebut mencerminkan usaha PLAN China dalam mempertahankan

keutuhan wilayah dan hak kemaritimannya sesuai definisi nasional yang dimiliki China, yang termuat dalam poin „b.‟ strategi Offshore Defense China. China menjadi sangat defensif

apabila menanggapi tindakan negara lain yang berhubungan dengan perairan LCS. Jelas

bahwa pengertian wilayah maritim milik China sampai saat ini berbeda dengan filipina atau negara lain seperti Vietnam, Brunei Darussalam, dan Malaysia yang juga memiliki definisi

teritori tersendiri dalam kajian wilayah maritim nasionalnya. Hal ini menimbulkan kejadian-

kejadian yang sudah dijelaskan di atas hanya memperuncing masalah klaim tumpang tindih.

Belajar dari pengalaman masalalu berkaitan dengan konflik yang berakhir pada

perang, maka terciptanya Traktat SEANWFZ merupakan usaha membendung pecahnya konflik terutama konflik besar di kawasan Asia Tenggara yang dimungkinkan melibatkan

senjata nuklir dalam prakteknya. Potensi konflik paling besar di wilayah Asia Tenggara saat

ini cenderung melewati jalur laut yang mengarah ke LCS. China memang memiliki senjata nuklir dan juga sampai saat ini pengembangan nuklir masih berlangsung. Berhubungan

dengan senjata nuklir, China mengaturnya dalam konstitusi dan Hukum Pertahanan Nasional

45 Thayer, C. A. China’s New Wave of Aggresiveness in the South China Sea. CSIS. 2011. Hal. 5-6 46 Philippines protests China‟s Spratly claim at UN‟, AFP, http://www.freemalaysiatoday.com/category/world/2011/04/14/philippines-protests-chinas-spratly-claim-at-un/, 13 April 2011, diakses pada 2 Juni 2016 47 Alman Helvas Ali. Kebijakan pertahanan Indonesia dan Sengketa Laut China Selatan. http://www.fkpmaritim.org/kebijakan-pertahanan-indonesia-dan-sengketa-laut-china-selatan/ . Forum Kajian Pertahanan dan Maritim. 2012. Diakses pada 1 Juni 2016, pukul 3.24 48 Alex Watts, „Tensions Rise as Vietnam Accuses China of Sabotage‟, The Sydney Morning Herald, http://www.smh.com.au/world/tensions-rise-as-vietnam-accuses-china-of-sabotage-20110601-1fgno.html , 2 June 2011. 49 „China Reprimands Vietnam over Offshore Oil Exploration‟, Reuters,28 May 2011, http://af.reuters.com/article/energyOilNews/idAFL3E7GS07E20110528 , diakses

TRAKTAT SEANWFZ PENDUKUNG KEPENTINGAN CHINA DI LAUT CHINA SELATAN

tingkat pertama yaitu Strategi terfokus pada modernisasi kemampuan nuklir dengan

membangun suatu kekuatan misil taktis dan strategis yang kecil namun akurat dan fleksibel. Program modernisasi nuklir ini dimaksudkan untuk mendukung dua tujuan yaitu (1)

mempertahankan kemampuan antisipasi terhadap ancaman nuklir dan senjata konvensional

dari negara-negara besar, dan (2) membangun kemampuan senjata-senjata nuklir taktis untuk

digunakan dalam situasi konflik yang terbatas. Namun demikian, strategi pertahanan nuklir China secara resmi masih tetap menekankan pada doktrin no first use dan melarang

penggunaan senjata nuklir terhadap negara-negara non nuklir.50

Namun pengembangan

tersebut digunakan untuk pertahanan skala besar dalam hal ini adalah kekuatan negara pemilik senjata nuklir lainya seperti Amerika. China tidak akan melakukan tindakan nuklir di

kawasan sekitar China sendiri karena apabila hal itu terjadi akan menimbulkan kekhawatiran

dan terganggunya stabilitas keamanan regional dalam hal ini lingkup negara ASEAN dan berakibat menimbulkan tekanana pada China sendiri. Apabila kekhawatiran tersebut berlanjut

maka sangat mungkin China akan mendapat tekanan Internasional mengingat senjata nuklir

merupakan bagian dari taruma masalalu dikalangan internasional.

Defense white papers yang merupakan buku putih kebijakan pertahanan yang

dimiliki China menyebutkan bahwa pemerintah secara teguh menjalankan kebijakan

pertahanan nasional yang bersifat defensive. Konstitusi RRC secara jelas menyebutkan tugas angkatan bersenjata (militer) China adalah mengkonsolidasikan pertahanan nasional,

membendung agresi, mempertahankan tanah air, berpartisipasi dalam konstruksi nasional dan

berjuang untuk melayani masyarakat.

Berdasarkan landasan strategi pertahanan China khususnya di bidang maritim, yang

saat ini lebih berfokus pada upaya pertahanan dari pada penyerangan memproyeksikan

kepentingan nasional China yang berusaha melindungi kedaulatan wilayah perairan demi terciptanya lingkungan yang kondusif dalam rangka pembangunan nasional ke arah dalam

maupun luar.

Walau demikian China tetap melakukan usaha peningkatan kekuatan militer. Dalam

pandangan militer China memelihara lingkungan internasional yang aman merupakan hal

yang sulit. Walaupun tidak ada ancaman militer secara langsung, militer melihat lingkungan internasional yang penuh ancaman dan ketidak pastian, maka dari itu militer China

menekankan

konsep “pertahanan nasional” dalam lingkup internasional di masa datang tanpa ancaman

secara langsung terhadap China terutama ancaman negara-negara besar saingannya.

3. Ekonomi

Karena pada saat ini China sedang dihadapkan pada tugas berat untuk membangun

perekonomian dalam negeri, maka tugas pertahanan harus mendukung dan melayani pembangunan ekonomi nasional secara keseluruhan. Pembangunan China saat ini

membutuhkan lingkungan internasional yang damai untuk jangka panjang.

Hubungan antara ASEAN dan China telah berkembang lebih jauh pada abad 21

terutama dalam bidang kerjasama ekonomi. Ini ditandai dengan penandatanganan kerangka

kesepakatan kerja sama dalam bidang ekonomi antara ASEAN dan China pada tahun 2002

dimana ini menunjukkan adanya upaya dari China untuk lebih mengintegrasikan dirinya ke kawasan Asia Tenggara. Kesepakatan tersebut selanjutnya berkembang kearah yang lebih

mendalam yaitu kesepakatan kerjasama perdagangan bebas ASEAN dan China (ACFTA).

Kesepakatan tersebut merupakan sebuah keputusan di antara kedua belah pihak untuk

50Ministry of National Defense of the People‟s Republic of China, “China National Defence in Nuclear Weapon 2010”, http://news.xinhuanet.com/english2010/china/2011-03/31/c_13806851.htm, 2010

TRAKTAT SEANWFZ PENDUKUNG KEPENTINGAN CHINA DI LAUT CHINA SELATAN

memperluas hubungan kerjasama di antara mereka terutama dalam bidang ekonomi dan

politik. Kerjasama antara China dan ASEAN merupakan kerjasama yang berbasis pada

mutual benefit dimana dalam skema perjanjian kerjasama ACFTA tersebut juga di sepakati

tentang peliberalisasian dalam bidang jasa dan investasi yang akan di lakukan secara bertahap

pada 2007 untuk jasa dan pada 2009 dalam bidang investasi. Adanya liberalisasi dalam bidang jasa ini maka akses pasar di bidang jasa dari kedua belah pihak antara ASEAN dan

China seperti dalam hal transportasi akan menjadi bebas seperti halnya barang. Sedangkan

untuk dalam bidang peliberalisasian investasi antara kedua belah pihak maka dari pemerintah keduanya akan meningkatkan fasilitas, transparansi, perlindungan investasi dalam iklim

persaingan investasi di antara keduanya, menciptakan arus investasi yang positif serta

promosi untuk berinvestasi gua mendorong percepatan laju ekonomi di antara kedua belah pihak.

China dan anggota ASEAN menjadi negara dengan posisi memiliki hak dan

berbatasan garis pantai dengan perairan LCS. Berbicara mengenai transportasi di kawasan

Asia Tenggara, sebagian besar lalulintas barang di kawasan ini melalui jalur perairan laut. Dibebaskannya lalu lintas barang keluar masuk antara negara-negara anggota ASEAN dengan

China dan sebaliknya, tidak akan memberi masalah apabila traktat SEANWFZ ini

diberlakukan karena lalulintas kapal barang tidak memiliki dampak yang signifikan dengan adanya ACFTA ini. Namun bagi negara lain yang yang berposisi sebagai pengguna kawasan

perairan LCS terutama sebagai jalur pelayaran ekspor-impor maka beberapa aturan berupa

ketentuan transit kapal dan pemeriksaan sebelum kapal melalui dan transit akan menjadi hambatan tersendiri apabila mereka menandatangani atau mengaksesi SEANWFZ.

Selain itu mengenai sumber daya alam yang ada di kawasan LCS terutama

kepulauan Spartly. Pandangan bahwa pertumbuhan ekonomi China di masa datang

bergantung pada kemampuannya untuk mengeksplorasi sumber daya kelautan hayati maupun non-hayati membuat Angkatan Laut China atau PLA Navy harus diperlengkapi dengan

persenjataan dan alat militer penunjang yang mumpuni untuk mengamankan wilayah tersebut.

Selain itu sebagai negara yang sedang gencar melakukan pembangunan ekonomi dalam negeri China menjadi negara importir minyak sebagai sumber energi negaranya. Pada tahun 2011

bahkan China menjadi negara dengan impor minyak terbesar mengalahkan Uni Eropa. Data

dibawah ini berdasarkan debit volume minyak yang di ekspor oleh Iran ke negara di seluruh

dunia periode Januari-Juni 2011. Total ekspor saat itu adalah 450.000 barrel per hari. China mengkonsumsi total 543.000 barrel perharinya.

Tabel Ekspor minyak Iran januari-Juni 2011

Gambar 5. Statistika impor minyak oleh Iran ke negara di dunia tahun 2011

Sumber : http://www.statista.com/statistics/216079/oil-imports-from-iran-by-country/ diakses

pada 25 April 2016, pukul 06.15

TRAKTAT SEANWFZ PENDUKUNG KEPENTINGAN CHINA DI LAUT CHINA SELATAN

Lalu lintas Minyak menuju ke China dari Iran dan Afrika melalui jalur pelayaran

Selat Malaka. Melindungi jalur SLOCS, keberadaan China di dunia internasional merefleksikan kepentingan yang semakin membesar pula akan sumber daya kunci, terutama

energi. Semakin besarnya ekonomi China, tentu China akan menjaga jalur-jalur strategis

untuk distribusi persediaan energinya. 80% pasukan energi China melewati Selat Malaka.

Gambar 6. Peta jalur pelayaran kapal minyak di Selat Malaka dari negara Timur Tengah

ke China

Sumber : https://geopolitikenergi.files.com/2007/12/map_securing_oil.gif

Maka suplai utama energi China berada di jalur pelayaran kawasan yaitu kawasan

Asia Tenggara. Hubungan antara China dan ASEAN menjadi salah satu usaha China untuk

menjalin hubungan baik atau mencari teman, demi pasokan energi China di masa depan. Traktat SEANWFZ akan melindungi wilayah perairan termasuk Selat Malaka dari ancaman

dan meminimalisir kemungkinan konflik sekala besar dengan penggunaan senjata nuklir yang

mengancam jalur pasokan energi China yang diprediksi jangka panjang dan bertambah besar

kelak dikemudian hari. Adanya dukungan China terhadap Traktat SEANWFZ juga menjadi salah satu upaya China untuk menyebarkan pengaruh di kawasan Asia Tenggara secara tidak

langsung dan demi kepentingan nasional dibidang ekonomi.

“bahwa pentingnya Laut China Selatan sebagai saluran untuk pasokan energi kemungkinan dipertahankan, jika tidak meningkat lebih jauh,

untuk masa mendatang. Hal yang sama juga berlaku untuk impor bahan baku

lain untuk dan ekspor barang-barang manufaktur dari negara Asia Tenggara

TRAKTAT SEANWFZ PENDUKUNG KEPENTINGAN CHINA DI LAUT CHINA SELATAN

dan Asia Timur yang miskin sumber daya tergantung pada perdagangan laut” 51

Kepentingan ekonomi China yang mulai terbuka dan menunjukan peningkatan

kerjasama dengan negara-negara lain di era milenium terutama 15 tahun terakhir membuat

pola politik ekonomi yang di aplikasikan juga pengalami perubahan. China tampak

melakukan kerjasama bilateral maupun multilateral dengan tujuan ekspansi ekonomi dan investasi. Secara multilateral hubungan China dan negara-negara anggota ASEAN dapat

dijadikan percontohan.52

Kerjasama ASEAN-China mengalami peningkatan signifikan. Volume perdagangan

ASEAN-China meningkat tiga kali lipat dari USD 59,6 milyar di 2003 menjadi USD 171,1

milyar di 2007. Selama periode 2003-2007, total perdagangan ASEAN-China mengalami peningkatan 30% per tahun, dengan pertumbuhan ekspor mencapai 28% dan impor 32%.

Sementara itu, pada periode yang sama kumulatif aliran Foreign Direct Investment (FDI) dari

China ke ASEAN mencapai USD 3,6 milyar. Pada 2007, investasi ASEAN dan China

meningkat menjadi USD 48,9 milyar. Sementara pada tahun yang sama, total nilai perdagangan ASEAN dan China mencapai 13,7% dari total nilai perdagangan global atau

hampir setengah dari total nilai perdagangan Asia.53

4. Sosial Budaya

Hard power yang digunakan mulai mengalami pergeseran era dengan meningkatnya hubungan diplomasi antara China dan negara-negara di kawasan Asia tenggara yang notabene

semuanya anggota ASEAN. China berupaya membangun kerjasama dan meredam konflik

dengan cara diplomasi, pertukaran duta budaya misalnya, menjadi salah satu upaya yang menunjukan keterbukaan China untuk mau menerima dan mengerti budaya dari negara-

negara anggota ASEAN. Secara langsung dampak secara sosial budaya memang tidak terlihat

tetapi, seiring dengan China yang aktif menjalin hubungan kemitraan bersama ASEAN maka

tidak menutup kemungkinan banyak kerjasama dibidang sosial budaya yang terjalin diantaranya seperti yang termuat dalam Plan of Action to Implement the Joint Declaration on

ASEAN-China Strategic Partnership for Peace and Prosperity (2011-2015) pada poin ke 3

membahas tentang kerjasama bidang Sosial dan Budaya. Kerjasama yang telah dilakukan antara China-ASEAN dalam hal sosial budaya terangkum dalam tabel berikut:

Kerjasama

Sosial Budaya

China-ASEAN

Bentuk kegiatan

kesehatan

masyarakat

Seminar China-ASEAN pada Pengobatan

Tradisional dengan tema "menggabungkan obat

tradisional ke dalam sistem kesehatan nasional" ( April 2012) di Beijing.

sains dan

teknologi

Training Course of China-ASEAN Legal Training Base (21 Oct to 17 Nov 2012) di Malaysia

51 Bateman, Sam, Ralf Emmers, Security and International Politics in the South China Sea: Towards a cooperative management regime, Routledge, New York, 2008, hal 18 52 Yudha Triady (staf ahli Direktorat Politik Kemanan ASEAN, Direktorat jenderal Kerjasama ASEAN, Kementerian Luar

negeri Republik Indonesia) wawancara oleh Puspa Kumalasari 53 Tabloid Diplomasi, “ASEAN-China”, http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-isuue/158-agustus-2011/1176-asean-china.html, 22 April 2016, pukul 05:43

TRAKTAT SEANWFZ PENDUKUNG KEPENTINGAN CHINA DI LAUT CHINA SELATAN

bidang

pendidikan

China-ASEAN Education Exchange Week (17-20

September 2011) di Provinsi Guizhou, China

Budaya Pada tahun 2012, National Tourism

Administration terus menyediakan dua stand

pameran standar gratis untuk masing-masing negara ASEAN yang berpartisipasi dan Sekretariat

ASEAN.

Tabel 3.1 Kerjasama sosial dan budaya China-ASEAN

Kerjasama yang terangkum dalam tabel di atas diantaranya di bidang kesehatan

masyarakat yaitu dengan memperkenalkan obat tradisional China ke seluruh negara anggota ASEAN guna meningkatkan kualitas kesehatan nasional. Kedua dibidang sains dan teknologi

berupa training bagi negara anggota ASEAN dan China dengan melakukan pertukaran tenaga

ahli. Selain itu juga menyelenggarakan training kerjasama antara China dan ASEAN yang dilakukan di Malaysia tahun 2012 lalu diberikan pembekalan pada peserta yang berasal dari

10 negara anggota ASEAN dan China guna meningkatkan kemampuan intelektual dan

pertukaran ilmu terutama teknologi yang dikembangkan oleh negara-negara tersebut.54

Ketiga

dalam bidang pendidikan yaitu upaya meningkatkan kesempatan generasi muda bangsa untuk dapat menimba ilmu dan pengalaman di negara lain di ASEAN dan China, berbasis budaya

dengan tujuan mempromosikan dan mengenalkan budaya masing-masing negara. Pemberian

beasiswa ke luar negeri juga menjadi salah satu bentuk kerjasama multilateral antara China dan ASEAN. Dalam hal budaya, bentuk implementasi ASEAN-China MOU bidang kerjasma

dan program interaksi industri kultural dapat dilakukan dengan menyelenggarakan festival

budaya dengan mengundang negara anggota ASEAN untuk membuka stand dalam rangka mempromosikan budaya nasionalnya.

Upaya kerjasama secara sosial budaya dimungkinkan menjadi alternatif lain bagi

China kedepan dalam membina hubungan baik dengan negara-negara di ASEAN. Diplomasi adalah salah satu cara yang digunakan apabila usaha hard power seperti senjata dan kekuatan

militer tidak dapat membendung konflik yang mungkin terjadi di masa depan.

Kesimpulan

Kepentingan China di Laut China Selatan tidak dapat terlepas dari kepentingan nasional yang berusaha diwujudkan. Dalam penelitian ini terungkap bahwa kepentingan China berhubungan dengan

geopolitik kawasan. Traktat SEANWFZ merupakan salah satu instrumen yang mendukung

terwujudnya pengaruh Geopolitik China di kawasan LCS. Geopolitik yang sudah dianalisa peneliti terbagi menjadi beberapa faktor, yang pertama adalah faktor geografi dimana LCS merupakan

perpanjangan dari Samudera Pasifik. Amerika memiliki pengaruh yang cukup besar di wilayah Pasifik

terutama di wilayah unincorporated territory yaitu Guam dan pulau sekitarnya. Maka Traktat ini

berfungsi sebagai pembendung proyeksi kekuatan Amerika terutama dengan kekuatan senjata nuklir yang dimiliki. Kedua adalah militer, China dengan strategi pertahanan maritim Offshore Defense

melakukan tindakan defensif berhubungan dengan peta klaim China nine-dashed line yang tumpang

tindih dengan kalim ZEE negara anggota ASEAN lainnya. Selain menerapkan strategi maritimnya, China juga membekali PLA Navy miliknya dengan kapal perang dan persenjataan yang modern dan

berusaha mengembangkan sendiri persenjataan nasionalnya. Keempat bidang ekonomi yang di titik

beratkan China disini adalah pengamanan jalur energi China yang melalui Selat Malaka. Traktat

SEANWFZ akan berfungsi sebagai salah satu instrumen pelindung bagi keamanan jalur ini apabila sudah disepakati oleh negara P5 dimasa depan, karena masuk dalam Zona ZEE wilayah negara

ASEAN. China masih menggantungkan suplai energi dari negara Timur Tengah melalui jalur laut

54 The Malaysian Bar, Badan Penguam Malaysia, http://www.malaysianbar.org.my/notices_for_members/6th_training_course_of_china_asean_legal_training_base_21_oct_to_17_nov_2012.html, 17 Juni 2016 pukul 14.59

TRAKTAT SEANWFZ PENDUKUNG KEPENTINGAN CHINA DI LAUT CHINA SELATAN

yaitu di Selat Malaka. Demi terus berjalannya roda perekonomian yang berkembang pesat China akan

berusaha melindungi kawasan vital bagi kelangsungan hidup negaranya walau wilayah tersebut bukan dalam kewenangan nasionalnya. Secara tidak langsung Traktat SEANWFZ akan melindungi perairan

yang dianggap penting bagi China dari gangguan senjata khususnya senjata nuklir yang dapat memicu

konflik dan mengganggu mobilitas kapal ke China dimasa depan.

TRAKTAT SEANWFZ PENDUKUNG KEPENTINGAN CHINA DI LAUT CHINA SELATAN

DAFTAR PUSTAKA

<Buku>

Bandoro, Bantarto, Mencari Desain Baru Politik Luar Negeri Indonesia, Centre for Strategic

and International Studies (CSIS), Yogyakarta, 2005

Bateman, Sam, Ralf Emmers, Security and International Politics in the South China Sea:

Towards a cooperative management regime, Routledge, New York, 2008

Bakrie, Connie R., Membangun kekuatan sistem pertahanan dan postur TNI dalam Majalah

Pemikiran Sosial Ekonomi, LP3ES, Jakarta, 2010.

Carlsnaes, walter, Thomas Risse, Beat A. Simmons, Handbook Hubungan Internasional, Nusa

Media, Bandung, 2013

Djalal, Hasjim, Potential Conflic in the South China Sea: In Search of Cooperation, Indonesian

Quarterly XVIII, no. 2 (nSecond Quarter, 1990):364-5 dalam Asnani Usman dan Rizal

Sukma, Konflik Laut Cina Selatan.

Djiwandono, Soedjati, Berbagai Dimensi Konflik, Centre for Strategic and International Studies

(CSIS), Jakarta, 1988

E. Weatherbee, Ronald, Historical Dictionary of United States-Southeast Asia Relation,. The

Scarecrow Press, Inc. Lanham, Maryland. Toronto. Plymouth, UK, 2008

Hermawan, Yulius P., Transformasi Dalam Studi Hubungan Internasional: Aktor, isu dan

metodologi, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2007.

K. Emmerson, Donald, Hard Choice: Security, Democracy, and Regionalism in South Asia,

ISEAS Publishing Institute of Southeast Asian Studies, Singapura, 2009, Hal 108.

Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Buku Diplomasi Indonesia 2011, 2011,

http://www.kemlu.go.id/Buku/Buku%20Diplomasi%20Indonesia%202011.pdf diakses

pada 28 April 2016, pukul 17.43.

Morgenthou, Hans J., Kenneth W. Thompson, Politik Antar Bangsa, Yayasan Pustaka Obor

Indonesia, Jakarta, 2010

Perwita, Anak Agung Banyu an Y.M.Yani, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, Rosda

Karya, Bandung, 2006

Rudy, May S.H., MIR., M.Sc, Studi Strategis Dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca

Perang Dingin, PT. Refika Aditama, Bandung, 2002

Sudarsono, Dr. Juwono, Peran Indonesia di Asia tenggara Dalam Mewujudkan Gagasan

ZOPFAN dan SEANWFz Periode Pasca Perang Dingin, LPPIS FISIP UI, Depok, 1993

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, hlm.83-84Mauna, Boer, Hukum Internasional : Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, P.T. Alumni, Bandung,

2013

Sakhuja, Vijay, Asian Maritime Power in the 21st Century: Srtategic Transactions: China, India

and Southeast Asia, ISEAS Publishing Institute of Southeast Asian Studies, Singapore,

2011

Sekretariat Direktorat Jenderal Kerja sama ASEAN , “Asean selayang pandang edisi 19, 2010,”

2010

Usman, Asnani, Rizal Sukma, Konflik Laut China Selatan: Tantangan Bagi ASEAN, Centre for

Strategic and International Studies, Jakarta, 1997

<Artikel Jurnal>

Ahmad Almaududy Amri, “ Laut Tiongkok selatan: Problematika dan Prospek Penyelesaian Masalah”, Jurnal Opinion Juris, Vol. 16, 2014

TRAKTAT SEANWFZ PENDUKUNG KEPENTINGAN CHINA DI LAUT CHINA SELATAN

Amri, Ahmad Almaududy, “Laut Tiongkok Selatan: Problematika dan Prospek Penyelesaian

Masalah” Jurnal Opinio Juris. Vol 16, 2014

Ang Cheng Guan,”The South China Sea Dispute Revisited,” 54:2, 201-215, DOI:

10.1080/713613514, Australian Journal of International Affairs, 2000.

Muthia Alagappa,” Regional Arrangements and International Security in Southeast Asia”,

Contemporary Southeast Asia, Vol 12 no. 4, 2008

Mohan Malik, “Nuclear Proliferation in Asia: The China Factor”, Australian Journal of

International Affairs, Vol. 53 no.1, 1999.

Suhaibu Ahmed Danfulani, “ The Changing Global Geostrategic Theatre, and the Zones of Peace

and Nuclear Weapon Free Zones: A Review,” Makalah dalam International Peace

Research Associate Conference, Kyoto, Jepang, Juli 1992

Xu Yi-chong, “China's energy security”, Australian Journal of International Affairs, vol 60 no.2,

Routledge Taylor and Francis group, London, UK, 2006.

<Laporan>

The Malaysian Bar, Badan Penguam Malaysia, http://www.malaysianbar.org.my/notices_for_members/6th_training_course_of_china_ase

an_legal_training_base_21_oct_to_17_nov_2012.html, 17 Juni 2016 pukul 14.59.

Rodolfo C. Severino: „Clarifying the New Philippine Baselines Law‟, in Energy and Geopolitics

in the South China Sea: Implications for ASEAN and Its Dialogue Partners, , ASEAN

Studies Centre, Institute of Southeast Asian Studies, Report No. 8, Singapore, 2009, www.iseas.edu.sg/aseanstudiescentre

<Internet>

Abdul Khalik,” ASEAN, P5 meet to smoothen SEANWFZ accession,”

http://www.thejakartapost.com/news/2011/11/15/asean-p5-meet-smoothen-seanwfz-accession.html, 25 Maret 2016, pukul 15.19.

Andi Iqba Burhanuddin, “Laut Cina Selatan Bukan Pepesan Kosong” http://www.detiknews.com/read/2011/07/04/111551/1673799/471.html, 05 Maret 2016,

pukul 17.18.

Bangun Pasaribu, “Menlu : China Siap Jadi Negara Nuklir Pertama Yang Aksesi SEANWFZ,”

http://www.antaranews.com/berita/284810/negosiasi-bebas-nuklir-asean-p5-sangat-

produktif, 10 April 2015, pukul 21.36.

Chris Fitch, “South China Sea sees significant Construction,”

http://geographical.co.uk/geopolitics/geopolitics/item/812-south-china-sea-sees-

significant-construction, 4Maret 2016, pukul 12.09.

Cheng Ming, “ China Toward SEANWFZ ,”

http://news.xinhuanet.com/english/2001/0727/434183.htm. enditem. xinhuanet 2001/07/27, 20 Maret 2016, pukul 07.45.

David Rosenberg, “The Paradox of the South China Sea Dispute,” http://www.thechinastory.org/2013/04/the-paradox-of-the-south-china-sea-disputes/, 20

Maret 2016, pukul 13.17.

Ding Xuezhen, “ China Military Power,” http://www.globaltimes.cn/china/military/ 4 june 2013, 5 April 2016, pukul 10:32.

Embassy of the People's Republic of China in Malaysia, “Plan of Action to Implement the Joint Declaration on ASEAN-China Strategic Partnership for Peace and Prosperity (2011-

2015),” http://my.chineseembassy.org/eng/zt/eastasia/zywj/t772063.htm, 2011.

TRAKTAT SEANWFZ PENDUKUNG KEPENTINGAN CHINA DI LAUT CHINA SELATAN

Global Fire Power, “ China Strength,” http://www.globalfirepower.com/country-military-

strength-detail.asp?country_id=china, 5 April 2016, pukul 10:10

Gusti GC Aryani, “ASEAN Natikan Konsesus Zona Brbas Nuklir ASEAN 2012,”

http://beritasore.com/2007/07/30/asean-nantikan-konsensus-zona-bebas-nuklir-asean-2012/, 11 Maret 2015, pukul 19.25

Mingjiang Li , “Kyoto Review of Southeast Asia ,” http://kyotoreview.org/bahasa-

indonesia/mengelola-isu-keamanan-di-laut-cina-selatan-dari-doc-ke-coc/, Associate professor, S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS), Nanyang Technological

University, Singapura. (Diterjemahkan dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia oleh

Michael Andreas Tandiary). Kyoto Review of Southeast Asia, Issue 15 (March 2014), The South China Sea, 6 April 2016, pukul 01:30

National Marine Data and Information Service (NMDIS), “Chinese Ocheanographic Report :2000”, 2000

Sita Planasari Aquadini, “ASEAN Desak Negara Besar Dukung Zona Anti-Nuklir,”

https://m.tempo.co/read/news/2013/06/10/118487163/asean-desak-negara-besar-dukung-zona-anti-nuklir, 29 Maret 2015, pukul 19.02.

Tabloid Diplomasi, “ASEAN-China”, http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-isuue/158-agustus-2011/1176-asean-china.html, 22 April 2016, pukul 05:43