Analisis Nilai Pendidikan Toleransi Beragama
-
Upload
i-wayan-wiharta-nadi -
Category
Documents
-
view
26 -
download
8
description
Transcript of Analisis Nilai Pendidikan Toleransi Beragama
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam bahasa Inggris kata religion memiliki arti :
The word Religion comes from the Latin word religio which consists of two words, viz., re (back) and ligare (to bring or bind). That which binds the soul back to God is religion. Religion shows the way for the attainment of God-realisation.
Religion satisfies the deep inward craving in man who is not always content with leading merely an animal existence and wants spiritual consolation, solace and peace. Man cannot live by bread alone. A time comes in the life of many of us when mere worldly prosperity does not satisfy us and we hanker after something more. In the case of many more, trials and tribulations of life turn their attention to spiritual solace (Sivananda, 1999 : 1).
Kata Agama diambil dari bahasa Latin religio yang terdiri dari dua kata yaitu re (kembali) dan ligare (membawa atau mengikat). Yang mengikat jiwa kembali kepada Tuhan adalah Agama. Agama menunjukkan jalan untuk mencapai kesadaran-Tuhan.
Agama memuaskan keresahan manusia yang dalam yang tidak selalu puas dengan hanya selalu mengikuti keberadaan kebinatangan dan menginginkan kepenuhan spiritual, solace, dan perdamaian. Manusia tidak dapat hidup dengan makanan saja. Ada saatnya dalam kehidupan kita kesejahteraan duniawi saja tidak lagi memuaskan dan kita menginginkan sesuatu yang lain. Dalam banyak kasus, mencoba mengejar dan mengalihkan perhatian mereka pada solace spiritual (terjemahan oleh penulis).
Sedangkan dalam bahasa Indonesia, kata “Agama” adalah kosa kata
Bahasa Indonesia yang merupakan serapan dari Bahasa Sansekerta yang secara
etimologis juga terdiri dari dua suku kata.
A artinya tidak dan gam berarti pergi. Jadi agama berarti tidak pergi,
dalam pengertian selalu ada, jadi langgeng (Punyatmadja, 1970 dalam Jelantik
Oka, 2009 : 1)
Agama Hindu adalah agama yang unik karena memiliki spektrum
kepercayaan dan praktek keagamaan yang sangat luas sehingga terkadang
kepercayaan dan praktek-praktek itu tampak berbeda atau bertentangan satu
dengan lainnya, tapi masih tetap mengaku Hindu.
Hindu theology is mainly the study and doctrine of the worship and adoration of six forms of the Godhead as Ganesa, Devi (Durga, Lakshmi, Sarasvati), Siva, Vishnu, Surya and Skanda. These aspects of divine worship are known as Shanmatas, or the sixfold religious practice of the Hindus (Sivananda, 1999 : 83).
Teologi Hindu terutama adalah kajian dan doktrin penyembahan dan pemujaan dari enam bentuk Dewa tertinggi seperti Ganesa, Devi (Durga, Laksmi, dan Saraswati), Siwa, Wisnu, Surya, dan Skanda. Pemujaan terhadap aspek-aspek tertinggi ini dikenal dengan istilah shanmata, atau enam praktek keagamaan umat Hindu (terjemahan oleh penulis).
Pada Zaman Kuno terutama Zaman Purana, agama Hindu berkembang
menjadi 5 mahzab besar, yaitu: Saiva, Vaisnava, Sakta, Ganapatya, dan Saurya.
Kelima mahzab Zaman Purana itu dibawa oleh penyebar agama Hindu India ke
Indonesia dan khususnya di Bali berkembang lagi menjadi sub-sub sekte yang
lebih kecil (Widnya, 2009 : 21). Seperti kemudian kita ketahui, sekte-sekte itu
kemudian berevolusi menjadi agama Hindu Bali seperti yang kita ketahui
sekarang.
Para ahli mensinyalir perkembangan agama Hindu di Bali tidak lepas dari
konflik antar para penganut-penganutnya, dan mereka menyatakan peran Mpu
Kuturan dalam menetralisir konflik-konflik tersebut dengan cara mereduksi
perbedaan-perbedaan antar sekte yang ada dengan mengemukakan dasar filsafat
yang sama yang mendasari semua aliran tersebut.
Dewasa ini kehidupan keberagamaan di Indonesia secara umum dan
keberagamaan Hindu di Indonesia secara khusus diwarnai dengan fenomena
timbulnya aliran-aliran atau sekte-sekte yang memisahkan keberadaannya dengan
“agama induk” dengan kepercayaan dan praktek ritual yang berbeda.
Dalam istilah Hindu aliran-aliran ini disebut dengan sampradaya yang
sebenarnya secara harafiah memiliki arti garis perguruan. Visi dan misi sebuah
sampradaya tentunya sangat bermacam-macam tergantung dari dasar filsafat
keagamaannya (tattwa-nya). Inilah yang kemudian sering menimbulkan gejolak
dalam masyarakat dan terkadang mengarah kepada konflik yang anarkis.
Sebuah pendapat menyatakan:
If religion can be dangerous and if it may then come with “Handle with Care” labels, people who care for their own security, who want to lessen tensions and inspire concord, have to equip themselves by learning something about the scriptures and stories of their own and other faiths. And if they simply want to take delight in human varieties and imaginings, they will find plenty to please them in lively and reliable accounts of faiths (Robinson, 2004 : vii).
Jika Agama bisa menjadi sesuatu yang berbahaya dan jika agama datang dengan label “ Handle with Care”, orang yang peduli dengan keamanannya sendiri, yang ingin mengurangi ketegangan dan menginspirasi kedamaian, harus melengkapi
dirinya dengan cara mempelajari sastra dan cerita dari kepercayaannya sendiri maupun kepercayaan orang lain. Dan jika mereka ingin bisa kesenangan dari bermacam-macamnya pemikiran dan jenis manusia, mereka akan menemukan banyak hal yang memuaskan mereka dalam kepercayaan yang hidup dan dapat diandalkan (terjemahan oleh penulis).
1.2 Perumusan Masalah
Dari uraian diatas, dapat ditarik beberapa permasalahan :
1. Bagaimana pandangan siswa Hindu Bali di Mataram dan Lombok Barat
terhadap keberagaman kepercayaan dan praktek ritual dalam agama
Hindu?
2. Bagaimana persepsi diri pengikut Sampradaya (sebab, pandangan
terhadap agama asal, visi tentang perkembangan Sampradaya)?
3. Apa harapan siswa Hindu Bali terhadap Pemerintah/PHDI tentang
eksistensi Sampradaya?
4. Apa harapan Sampradaya terhadap masyarakat Hindu Bali dan terhadap
Pemerintah/PHDI?
BAB II
Ruang Lingkup, Signifikansi, Kerangka Teori
2.1 Ruang Lingkup
Penelitian ini terbatas pada penelitian terhadap persepsi umat Hindu Bali
di Kotamadya Mataram dan Kabupaten Lombok Barat terhadap keberadaan
Sampradaya yang berkembang dan mencari pengikut dalam komunitas mereka.
Kepercayaan dan praktek ritual mereka yang berbeda menimbulkan kesan
bahwa Sampradaya melakukan konversi terhadap umat Hindu Bali. Para pengikut
sampradaya juga kemudian biasanya berhenti melaksanakan praktek agama
seperti yang umum dilakukan oleh komunitas Hindu Bali sehingga menimbulkan
keresahan dalam masyarakat.
2.2 Signifikansi
Masalah ini sangat penting untuk dikaji karena di satu sisi Hindu sebagai
agama yang memiliki toleransi yang sangat tinggi harus berhadapan dengan
kenyataan timbulnya keresahan dalam masyarakat karena semakin merebaknya
sampradaya-sampradaya di lingkungan mereka.
Pada suatu titik, dimana sampradaya biasanya cenderung bersikap
eksklusif terhadap “orang luar” atau out-group-nya, keberadaan mereka memiliki
potensi konflik internal maupun eksternal yang besar. Di sisi lain kebebasan untuk
memeluk agama dan kepercayaan serta beribadah menurut agama dan
kepercayaannya itu harus tetap dihormati karena merupakan hak azasi individu.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tanggapan masyarakat umat
Hindu Bali di Lombok terhadap keberadaan sampradaya agar kemudian kita
dapat menyimpulkan langkah-langkah yang berguna untuk mencegah timbulnya
konflik intern maupun dengan penganut agama lain yang mungkin akan
menimbulkan persepsi general tentang umat Hindu terhadap praktek-praktek
sampradaya. Untuk dapat menjangkau substansi yang paling mendasar, maka
penelitian ini menggunakan pendekatan psikologis dan budaya.
2.3 Kerangka Teori
2.3.1 Teori Persepsi
Membahas istilah persepsi akan dijumpai banyak batasan atau definisi
tentang persepsi yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain oleh : Jalaludin
Rahmat (2003:51) mengemukakan pendapatnya bahwa persepsi adalah
pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh
dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi setiap individu
dapat sangat berbeda walaupun yang diamati benar-benar sama.
Persepsi ini dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman, proses belajar
dan pengetahuan. Menurut David Krech dan Ricard Crutcfield dalam Jalaluddin
Rahmat (2003:52) faktor yang menentukan persepsi dibagi menjadi dua yaitu
faktor fungsional dan faktor struktural. Faktor fungsional adalah faktor yang
berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk apa
yang kita sebut sebagai faktor personal. Faktor struktural adalah faktor yang
semata-mata berasal dari sifat stimulus fisik terhadap obyek-obyek saraf yang
ditimbulkan pada saraf individu. Hal tersebut akan sangat berpengaruh pada
manusia dalam mengamati suatu obyek psikologi yang berupa kejadian, ide atau
situasi tertentu. Berdasarkan nilai dan norma yang dimiliki individu akan terjadi
keyakinan terhadap obyek, selanjutnya komponen afeksi memberikan evaluasi
(senang atau tidak senang) dan komponen konasi menentukan kesiapan berupa
tindakan terhadap obyek dan tindakan.
Sedangkan Jalaluddin Rahmat (2003:15) mengemukakan pendapatnya
bahwa persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan-
hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan
pesan. Desideranto dalam psikologi komunikasi (Jalaluddin Rahmat, 2003:16)
persepsi adalah penafsiran suatu obyek, peristiwa atau informasi yang dilandasi
oleh pengalaman hidup seseorang yang melakukan penafsiran itu.
Bimo Walgito (2002:54) berpendapat bahwa persepsi adalah
pengorganisasian, penginterprestasian terhadap stimulus yang diterima oleh
organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan
aktifitas integrated dalam diri individu.
Menurut Desideranto (Jalaluddin Rahmat, 2003 : 16) persepsi adalah
penafsiran suatu obyek, peristiwa atau informasi yang dilandasi oleh pengalaman
hidup seseorang yang melakukan penafsiran itu.Dengan demikian dapat dikatakan
juga bahwa persepsi adalah hasil pikiran seseorang dari situasi tertentu.
Muhyadi (1991:233) mengemukakan bahwa persepsi adalah proses
stimulus dari lingkungannya dan kemudian mengorganisasikan serta menafsirkan
atau suatu proses dimana seseorang mengorganisasikan dan menginterpretasikan
kesan atau ungkapan indranya agar memilih makna dalam konteks lingkungannya.
Sarwono (1993:238) mengartikan persepsi merupakan proses yang
digunakan oleh seseorang individu untuk menilai keangkuhan pendapatnya sendiri
dan kekuatan dari kemampuan-kemampuannya sendiri dalam hubungannya
dengan pendapat-pendapat dan kemampuan orang lain.
Jadi, persepsi seseorang akan menentukan sikapnya terhadap sesuatu
obyek fisik maupun ide. Sikap ini menentukan bagaimana pengaruh obyek yang
bersangkutan terhadap individu tersebut. Bila persepsi individu terhadap suatu
obyek bersifat positif maka ia cenderung bisa menerima obyek tersebut,
sedangkan bila individu memiliki persepsi yang bersifat negatif maka ia akan
menolak obyek tersebut.
2.3.2 Teori Budaya
Geertz, dalam Abdullah (2006:1) menyatakan bahwa kebudayaan itu
“merupakan system mengenai konsepsi-konsepsi yang diwariskan dalam bentuk
simbolik, yang dengan cara ini manusia dapat berkomunikasi, melestarikan, dan
mengembangkan pengetahuan dan sikapnya terhadap kehidupan.”
Dengan memposisikan budaya sebagai system symbol ini, Abdullah
menyimpulkan perubahan atau pergeseran kebudayaan karena pengaruh ruang dan
kekuasaan terhadap lingkungan kebudayaan tersebut :
Pertama, tentang batas-batas dari ruang budaya yang mempengaruhi pembentukan symbol dan makna yang ditansmisikan secara historis tersebut. Berbagai bentuk ekspresi kebudayaan dalam konteks ini berada dalam suatu wilayah kebudayaan yang batas-batasnya mengalami suatu pergeseran yang
dinamis. Kedua, batas-batas dari kebudayaan tersebut menentukan konstruksi makna dipengaruhi oleh hubungan kekuasaan yang melibatkan sejumlah aktor. Makna dalam hal ini dibangun bahkan diubah dalam suatu ruang dengan serangkaian pilihan nilai dan kepentingan yang dimiliki oleh masing-masing actor atau agen dengan tingkat kekuasaan yang berbeda. Ketiga, pola hubungan kekuasaan ini kemudian mengejawantah dalam identitas kelompok dan kelembagaan, yang menjadikannya realitas obyektif dan menentukan cara pandang antarkelompok. Keempat, identitas yang terbentuk melalui serangkaian symbol selain diterima juga menjadi objek pembicaraan, perdebatan, dan gugatan yang menegaskan perubahan yang mendasar dalam batas-batas kebudayaan (Abdullah, 2006 : 2).
Dengan berbagai simbol manusia berpartisipasi dalam kehidupan ” Yang
Suci” dan melalui kontak ini, mereka mendapatkan ketentraman dan keselamatan
(Hadi, 2006 : 28). Tindakan aktivitas dan kreativitas manusia sehingga
menimbulkan perubahan, perbedaan dan variasi dalam proses budaya,
memungkinkan adanya beberapa penyimpangan (deviation) yang lain.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data diperoleh dari hasil observasi lapangan dan dengan
melakukan wawancara-wawancara dari berbagai sumber baik dari pihak
masyarakat Hindu Bali umum maupun dengan pengikut Sampradaya. Penelitian
ini tidak mengkhususkan pada bentuk sampradaya tertentu karena tujuan
penelitian bukanlah untuk meneliti sampradaya secara spesifik, namun lebih
kepada eksistensi mereka dan tanggapan masyarakat terhadap eksistensi
sampradaya-sampradaya tersebut.
3.2 Sasaran Penelitian
Sasaran penelitian adalah masyarakat Hindu Bali di Mataram dan Lombok
Barat secara umum dan juga para penekun spiritual maupun para pengikut
sampradaya yang berasal dari orang yang beragama Hindu Bali. Penelitian tidak
diarahkan untuk menggali data dari penekun spiritual dan pengikut sampradaya
yang bukan berasal dari umat Hindu Bali.
3.3 Data yang dihimpun
Data yang dihimpun adalah semua data yang berasal dari observasi dan
wawancara yang berisi pendapat-pendapat dari narasumber yang berkaitan
dengan permasalahan timbulnya sampradaya, tanggapan mereka terhadap hal itu,
dan kaitannya dengan kebebasan seseorang untuk memeluk agama dan
kepercayaan serta beribadah menurut keyakinannya.
3.4 Teknik Analisa Data
Analisis Data Kualitatif (Bogdan & Biklen, 1982) adalah upaya yang
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-
milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan
menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan
memutuskan apa yang dapat diceritakan pada orang lain (Moleong, 2008 : 248)
Analisis data kualitatif berkaitan dengan :
Reduksi data : memilah-milah data yang tidak beraturan
menjadi potongan-potongan yang lebih teratur dengan
mengoding, menyusunnya menjadi kategori (memoing),
dan merangkumnya menjadi pola dan susunan sederhana.
Interpretasi : mendapatkan makna dan pemahaman terhadap
kata-kata dan tindakan para partisipan riset, dengan
memunculkan konsep dan teori (atau teori berdasar
generalisasi) yang menjelaskan temuan (Daymon &
Holloway, 2008 : 365).
Penelitian ini menerapkan proses analisa data yang umum dalam sebuah
penelitian kualitatif yang umumnya adalah analisis data secara induktif. Sebelum
melakukan analisa, terlebih dahulu data disusun, di-coding dan dikategorosasi
sesuai kata kunci-kata kunci dalam penelitian.
Jadwal Penelitian
NOBULAN
KEGIATANAGUSTUS SEPTEMBER OKTOBER
1 Observasi Awal
2 Seminar Proposal
3 Pengumpulan Data
4 Analisa data
5 Seminar Hasil
6 Perbaikan dan Penjilidan
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Prof. Dr. Irwan, 2006, Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Daymon, Christine, & Immy Holloway, 2008, Riset Kualitatif dalam Public
Relation & Marketing Communications, Bentang, Yogyakarta
Hadi, Y. Sumandiyo, 2006, Seni dalam Ritual Agama, Pustaka, Yogyakarta
Moleong, Lexy J., 2008, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya,
Bandung
Muhyadi, 1991, Organisasi Teori Struktur dan Proses, Debdikbud, Jakarta
Jalaluddin Rahmat, 2003. Psikologi Komunikasi, Remaja Rosdakarya, Bandung
Jelantik Oka, Ida Pedanda Gde Nyoman, 2009, Sanatana Hindu Dharma, Widya
Dharma, Denpasar
Robinson, James B., 2004, Religions of the World : Hinduism, Chelsea House
Publishers, Chelsea
Sarwono, 1993, Teori-teori Psikologi Sosial, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta
Sivananda, Sri Swami, 1999, All About Hinduism,World Wide Web (WWW)
Edition: 1999 WWW site:http://www.rsl.ukans.edu/~pkanagar/divine/
Walgito , Bimo, 2002, Psikologi Sosial, Andi Offset, Yogyakarta
Sumber penulisan lainnya :
Widnya, I Ketut, 2009, Gelombang Ketiga Hinduisasi di Indonesia, Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Bidang Sejarah Agama
Hindu Pada Fakultas Brahmawidya Institut Hindu Dharma Negeri
Denpasar, 21 Agustus 2009
SISTEMATIKA PENULISAN
JUDUL :
Persepsi Umat Hindu Bali di Mataram tentang Sampradaya
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
1.3.2. Tujuan Khusus
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
1.4.2. Manfaat Praktis
1.5. Metode Penelitian
1.5.1. Paradigma Penelitian
1.5.2. Lokasi Penelitian
1.5.3. Teknik pengumpulan data
1.5.4. Jenis sumber data
1.5.5. Penafsiran dan interpretasi masalah
BAB II SETTING WILAYAH
2.1. Kondisi Geografis
2.2. Mata Pencaharian Penduduk
2.3. Organisasi Sosial Kemasyarakatan
2.4. Kesehatan
2.5. Infrastruktur Kota
BAB III KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI DAN MODEL
PENELITIAN
3.1. Kajian Pustaka
3.2. Konsep
3.2.1. Persepsi
3.2.2. Sampradaya
3.2.3. Umat Hindu
3.3. Teori
3.3.1. Teori Persepsi
3.3.2. Teori Interaksionisme Simbolik
3.3.3. Teori Modal Sosial
3.4. Model Penelitian
BAB IV SAMPRADAYA DAN GAIRAH UMAT HINDU DALAM
BERAGAMA
4.1. Kebebasan Beragama dalam Perspektif Ajaran Hindu
4.2. Sampradaya dalam Agama Hindu
4.3. Kebangkitan Spiritualitas Masyarakat
4.4. Beragama ditengah Tuntutan Kerja dan Kewajiban
Agama
BAB V SAMPRADAYA DALAM KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT
5.2. Pandangan Masyarakat Umum Tentang Sampradaya
5.3. Perlakuan Masyarakat Terhadap Pengikut Sampradaya
5.4. Persepsi Diri Pengikut Sampradaya
BAB VI HARAPAN TERHADAP PERAN PEMERINTAH/PHDI
6.1. Harapan Masyarakat Hindu Bali
6.2. Harapan Pengikut Sampradaya
BAB VII PENUTUP
7.1. Simpulan
7.2. Saran-Saran