Analisis Kekeringan Meteorologi dengan Metode Standardized ...
Transcript of Analisis Kekeringan Meteorologi dengan Metode Standardized ...
Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) P. 001-013
© Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya
JTRESDA
Journal homepage: https://jtresda.ub.ac.id/
*Penulis korespendensi: [email protected]
Analisis Kekeringan Meteorologi dengan
Metode Standardized Precipitation Index
(SPI) dan China Z Index (CZI) Di Sub DAS
Kadalpang, Kabupaten Pasuruan Monika Dewita1*, Donny Harisuseno1, Ery Suhartanto1 1Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya
Jl. MT. Haryono No. 167, Malang, 65145, Indonesia
*Korespondensi Email: [email protected]
Abstract: Kadalpang sub-watershed, Pasuruan regency is one of drought-
prone areas in Indonesia. Drought analysis and distribution mapping are
needed in purpose to minimize the impact of drought. This study aims to
find out the results of suitability Standardized Precipitation Index (SPI) and
China Z Index (CZI) with Southern Oscillation Index (SOI) so suitable
methods are applied to Kadalpang sub-watershed. Drought distribution
mapping using Inversed Distance Weighted (IDW) and running with
Geographic Information System aims to know the affected areas accurately
so handling disasters can be done optimally. The SPI method’s worst index
result was (-3.711) in 1-month period (May 2018) and the CZI method was
(-6.701) in 1-month period (May 2018). Correlation analysis of CZI and
SPI with SOI showed weak linier relationship. Comparison option with
rainfall pattern was chosen to show suitability of study location and CZI
method was more suitable. The depiction of the drought distribution map
uses CZI. The results of the drought distribution map with the number of
the worst drought events in 2007 with the dry month in May, and there are
17 villages in the Kadalpang Sub-watershed that have the potential to be
prioritized in efforts to mitigate drought disasters in the future.
Keywords: China Z Index (CZI), Drought Distribution Mapping, Drought
Index, Southern Oscillation Index (SOI), Standardized Precipitation Index
(SPI).
Abstrak: Sub DAS Kadalpang, Kabupaten Pasuruan merupakan salah satu
daerah rawan bencana kekeringan di Indonesia. Analisis kekeringan serta
pemetaan sebarannya diperlukan sebagai upaya meminimalisir dampak
kekeringan. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hasil kesesuaian metode
Standardized Precipitation Index (SPI) dan China Z Index (CZI) dengan
Southern Oscillation Index (SOI) sehingga didapatkan metode yang lebih
sesuai diterapkan pada Sub DAS Kadalpang. Pemetaan sebaran kekeringan
Dewita, M. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 001-013
2
menggunakan metode Inversed Distance Weight (IDW) dengan bantuan
Sistem Informasi Geografi bertujuan untuk mengetahui daerah terdampak
secara lebih akurat agar penanganan dapat dilakukan dengan optimal. Hasil
indeks kekeringan terparah metode SPI sebesar (-3,711) pada periode 1
bulan, pada bulan Mei 2018. Hasil indeks kekeringan terparah metode CZI
sebesar (-6,701) pada periode 1 bulan, pada bulan Mei 2018. Analisis
korelasi CZI dan SPI dengan SOI menunjukkan hubungan linier yang
lemah. Dipilih opsi perbandingan dengan pola curah hujan untuk
menunjukkan kesesuaian dengan lokasi studi dan metode CZI lebih sesuai.
Penggambaran peta sebaran kekeringan menggunakan metode yang lebih
sesuai yaitu CZI. Hasil peta sebaran kekeringan dengan jumlah kejadian
kekeringan terparah tahun 2007 dengan bulan kering terparah bulan Mei,
dan terdapat 17 desa di Sub DAS Kadalpang berpotensi terdampak
kekeringan sehingga perlu diprioritaskan dalam upaya mitigasi bencana
kekeringan di masa mendatang.
Kata kunci: China Z Index (CZI), Indeks Kekeringan, Peta Sebaran
Kekeringan, Southern Oscillation Index (SOI), Standardized Precipitation
Index (SPI).
1. Pendahuluan
Bencana kekeringan merupakan suatu bencana yang ditandai dengan berkurangnya
ketersediaan air terhadap kebutuhan. Kekeringan merupakan bencana yang timbul perlahan
yang berdampak pada hidrologi, pertanian, maupun sosial-ekonomi [1]. Sub DAS
Kadalpang adalah salah satu daerah rawan bencana kekeringan. Meski berlokasi di bawah
lereng Gunung Bromo, namun saat memasuki musim kemarau, sejumlah desa di
Kabupaten Pasuruan mengalami kesulitan air. Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) Kabupaten Pasuruan tahun 2019 menyebutkan bahwa ada 23 desa di 7 kecamatan
di Kabupaten Pasuruan berpotensi rawan kekeringan, yaitu Kecamatan Lumbang,
Pasrepan, Winongan, Lekok, Grati dan Gempol. Berdasarkan peristiwa tersebut,
diperlukan analisis indeks kekeringan dan peta sebarannya sebagai upaya untuk memantau
kekeringan sehingga kekeringan di Kabupaten Pasuruan, khusunya di Sub DAS Kadalpang
dapat diketahui dan diminimalisir dampaknya pada kekeringan yang akan terjadi
mendatang.
Beberapa studi analisis kekeringan serta pemetaan sebarannya dengan berbagai macam
metode telah dilakukan sebelumnya, seperti Morid yang telah melakukan penelitian untuk
membandingkan kinerja tujuh metode indeks kekeringan (CZI, MCZI, Z-Score, SPI, DI,
PN, dan EDI) di Iran [2]. Penelitian Wu juga menyebutkan bahwa SPI, CZI dan Z-Score
adalah metode yang baik untuk mendeteksi, dan memantau kekeringan di China [3]. Selain
itu, Asefjah mengatakan bahwa SPI, CZI dan Z-Score menunjukkan kinerja yang tinggi
dalam mendeteksi dan memantau tingkat kekeringan di Iran [4]. Di Indonesia sendiri telah
dilakukan beberapa penelitian yaitu perbandingan kekeringan meteorologi (SPI dan RAI)
dengan kekeringan hidrologi di DAS Pekalen, Jawa Timur [1] dan hubungan kekeringan
meteorologi (SPI dan PN) dengan Indeks Osilasi Selatan [5]. Selain itu juga telah dilakukan
Dewita, M. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 001-013
3
penelitian analisis kekeringan di DAS Bedadung dengan berbasis Sistem Informasi
Geografis [6].
Hasil analisis kekeringan pada studi ini memiliki tujuan untuk mengetahui hasil
perbandingan indeks kekeringan SPI dan CZI dengan SOI sehingga didapatkan metode
yang sesuai untuk diterapkan dilokasi studi. Selain itu pemetaan sebaran kekeringan
menggunakan metode IDW dengan bantuan Sistem Informasi Geografi juga diperlukan
untuk memetakan daerah yang terdampak sehingga dapat ditentukan skala prioritas untuk
menangani bencana kekeringan yang akan terjadi. Dengan kata lain manfaat studi ini
diharapkan dapat menjadi masukan untuk pemerintah setempat dalam mengambil tindakan
sebagai upaya pencegahan dan mengurangi dampak bencana kekeringan mendatang.
2. Bahan dan Metode
2.1 Bahan
2.1.1 Lokasi Studi
Lokasi studi berada di Sub DAS Kadalpang, secara geografis terletak pada 112˚ 37'
32.92"- 112˚ 46' 13.37" BT dan 07˚ 37' 11.60"-07˚ 42' 0.94" LS. Sub DAS Kadalpang
terletak pada wilayah Kabupaten Pasuruan sebelah barat dan memiliki luas 86,4 km2.
Terdapat 9 (sembilan) stasiun hujan di Sub DAS Kadalpang yang tersebar di beberapa
kecamatan, mulai dari hulu Sub DAS yaitu berada di Kecamatan Prigen hingga pada
Kecamatan Bangil yang merupakan hilir Sub DAS.
Gambar 1: Peta Lokasi Stasiun Hujan Sub DAS Kadalpang
Dewita, M. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 001-013
4
2.1.2 Data yang Diperlukan
Data-data yang diperlukan dalam studi ini antara lain:
a. Data curah hujan bulanan selama 20 tahun pengamatan (1999-2018).
b. Data Indeks Osilasi Selatan (SOI) bulanan (1999-2018).
c. Peta lokasi stasiun hujan.
d. Peta batas Sub DAS Kadalpang.
e. Peta Administrasi Sub DAS Kadalpang.
2.2 Tahap Penyelesaian Studi
2.2.1 Analisis Data Hidrologi
a. Pengumpulan data-data sekunder serta melengkapi data yang hilang.
b. Uji statistik data curah hujan bulanan.
1. Uji konsistensi data.
• Metode Kurva Massa Ganda.
• Metode RAPS.
2. Uji stasioner data.
• Uji F.
• Uji T.
2.2.2 Analisis Indeks Kekeringan
Analisis indeks kekeringan pada studi ini menggunakan 2 metode:
a. Standardized Precipitation Index (SPI).
b. China Z Index (CZI).
2.2.3 Analisis Kesesuaian
Analisis kesesuaian pada studi ini menggunakan 2 metode:
a. Analisa korelasi dan determinasi.
b. Perbandingan pola kesesuaian dengan data SOI dan data curah hujan bulanan.
2.2.4 Penggambaran Peta Sebaran Kekeringan dengan metode Inverse Distance Weight
(IDW) berbasis Sistem Informasi Geografis.
2.3 Persamaan
2.3.1 Metode Standardized Precipitation Index (SPI)
Metode Standardized Precipitation Index (SPI) dihasilkan dari penelitian Mc. Kee et
al yang selesai pada tahun 1992 di Colorado State University, United States. Hasil
penelitian itu kemudian dipersentasikan pertama kali pada Konferensi ke-8 Klimatologi
Terapan, yang diadakan Januari 1993 [7, 8]. World Meteorological Organization (WMO)
pada tahun 2009 merekomendasikan SPI sebagai indeks kekeringan meteorologi utama
untuk memprediksi dan memantau kekeringan, yang kemudian dapat digunakan untuk
peringatan dini bencana kekeringan [8]. Karena kemudahan dan kepraktisannya SPI
banyak digunakan untuk studi kekeringan di seluruh dunia [9]. SPI dapat digunakan untuk
Dewita, M. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 001-013
5
berbagai skala waktu dari periode 1-48 bulanan, dan untuk mendapat hasil yang maksimal
diperlukan paling tidak 30 tahun data [8, 10].
Perhitungan SPI dimulai dengan mengubah data hujan ke distibusi Gamma
menggunakan persamaan berikut [11, 12]:
𝐺(𝑥) = ∫ 𝑔 (𝑥)𝑑𝑥 = 1
𝛽𝛼𝑇(𝑎)∫ 𝑡𝑎−1𝑒−𝑥/𝛽𝑑𝑥
𝑥
0
𝑥
0 Pers. 1
Nilai β dan α diestimasi untuk setiap stasiun hujan dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
𝛼 =�̅�2
𝑠2 Pers. 2
𝛽 =�̅�
𝛼, untuk x > 0 Pers. 3
Fungsi gamma tidak terdefinisikan untuk x = 0, sehingga untuk curah hujan bernilai 0
menggunakan persamaan:
𝐻(𝑥) = 𝑞 + (1 − 𝑞). 𝐺(𝑥) Pers. 4
Dengan q adalah jumlah data hujan dibagi jumlah data (n). Nilai SPI merupakan
perubahan dari distribusi Gamma curah hujan menjadi distribusi normal dengan
menggunakan persamaan berikut.
𝑍 = 𝑆𝑃𝐼 = −(𝑡 −𝑐0+𝑐1𝑡+𝑐2𝑡2
1+𝑑1𝑡+𝑑2𝑡2+𝑑3𝑡3 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 0 < 𝐻(𝑥) ≤ 0,5 Pers. 5
𝑍 = 𝑆𝑃𝐼 = +(𝑡 −𝑐0+𝑐1𝑡+𝑐2𝑡2
1+𝑑1𝑡+𝑑2𝑡2+𝑑3𝑡3 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 0,5 < 𝐻(𝑥) ≤ 1,0 Pers. 6
Dimana:
𝑡 = √ln (1
(𝐻(𝑥))2 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 0 < 𝐻(𝑥) ≤ 0,5 Pers. 7
𝑡 = √ln (1
(1,0−𝐻(𝑥))2 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 0,5 < 𝐻(𝑥) ≤ 1,0 Pers. 8
Dengan:
c0 = 2,515517 d1 = 1,432788
c1 = 0,802853 d2 = 0,189269
c2 = 0,010328 d3 = 0,001308
2.3.2 Metode China Z Index (CZI)
Metode China Z-Index pertama kali digunakan dan dikembangkan pada tahun 1995
oleh Pusat Iklim Nasional Cina sebagai metode alternatif SPI dimana diasumsikan data
rerata curah hujan mengikuti distribusi Pearson tipe III [13]. CZI dapat dihitung dengan
skala waktu 1 sampai 72 bulan [8]. Wu et al. dalam penelitiannya mengemukakan bahwa
Dewita, M. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 001-013
6
perhitungan CZI sederhana serta lebih disukai daripada SPI dimana dapat diterapkan
bahkan untuk data curah hujan yang tidak lengkap sekalipun [14].
Perhitungan CZI dihitung menggunakan persamaan berikut [13, 14]:
𝑍𝑖𝑗 =6
𝐶𝑠𝑡(
𝐶𝑠𝑖
2𝜑𝑖𝑗 + 1)
1
3−
6
𝐶𝑠𝑡+
𝐶𝑠𝑡
6 Pers. 9
Dalam CZI yang digunakan oleh National Climate Centre of China (NCC), parameter
i tidak digunakan karena hanya nilai Z untuk skala 1 bulan yang dihitung. CZI untuk
beberapa skala waktu dapat dihitung dengan persamaan berikut:
𝐶𝑠𝑖 =∑ (𝑥𝑖𝑗−𝑥�̅�)
3𝑛𝑗=1
𝑛∗𝜎𝑖3 Pers. 10
𝜑𝑖𝑗 =𝑥𝑖𝑗− 𝑥�̅�
𝜎𝑖 Pers. 11
𝜎1 = √1
𝑛∑ (𝑥𝑖𝑗 − 𝑥�̅�)
2𝑛𝑗=1 Pers. 12
𝑥�̅� =1
𝑛∑ 𝑥𝑖𝑗
𝑛𝑗=1 Pers. 13
Dengan:
Zij = CZI
i = skala waktu (1,3,6,...,72 bulan)
j = bulan saat ini
Csi = koefisien kepencengan
n = total bulan historis
φij = variasi standar/ Z-Score
xij = curah hujan dari bulan j untuk periode
2.3.3 Southern Oscillation Index (SOI)
Indeks Osilasi Selatan (SOI) merupakan salah satu indeks yang digunakan untuk
mengetahui terjadinya fenomena ENSO (El Nino Southern Oscillation), yaitu fenomena
yang berkontribusi besar pada peningkatan kejadian iklim ekstrim yang mengakibatkan
bencana di beberapa negara termasuk Indonesia.
Di Indonesia, salah satu bencana yang disebabkan oleh fenomena ENSO adalah
bencana kekeringan [15]. Oleh karena itu diperlukan analisis kesesuaian indeks SPI dan
CZI dengan SOI [5] untuk membuktikan apakah ada keterkaitan antara metode indeks
kekeringan yang digunakan dalam analisis dengan kejadian yang terjadi di lapangan.
Data SOI yang digunakan dalam analisis adalah data sekunder yang didapatkan dari
situs Biro Meteorologi, Pemerintah Australia. Data SOI yang diperlukan untuk analisis
yaitu data selama 20 tahun (1999-2018). Data SOI yang diperoleh perlu ditransformasikan
menjadi bentuk distibusi normal untuk mendapatkan nilai yang dapat dibandingkan dengan
indeks kekeringan SPI dan CZI [5].
Dewita, M. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 001-013
7
Tabel 1: Klasifikasi nilai indeks SPI, CZI dan SOI
Nilai SPI Nilai CZI Nilai SOI Kondisi
> 2 > 2 > 2 Ekstrim Basah
1,5 s/d 1,99 1,5 s/d 1,99 1,5 s/d 1,99 Sangat Basah
1,0 s/d 1,49 1,0 s/d 1,49 1,0 s/d 1,49 Basah Sedang
-0,99 s/d 0,99 -0,99 s/d 0,99 -0,99 s/d 0,99 Mendekati Normal
-1,0 s/d -1,49 -1,0 s/d -1,49 -1,0 s/d -1,49 Kekeringan Sedang
-1,5 s/d -1,99 -1,5 s/d -1,99 -1,5 s/d -1,99 Kekeringan Parah
< -2 < -2 < -2 Kekeringan Ekstrim
Tabel diatas menunjukkan klasifikasi indeks SPI, CZI dan SOI, ketiganya memiliki
bobot yang sama sehingga dapat digunakan sebagai perbandingan.
2.3.4 Metode Inverse Distance Weighted (IDW)
Metode Inverse Distance Weighted (IDW) adalah metode deterministik sederhana
yang menggunakan titik disekitarnya sebagai pertimbangan. Metode IDW memiliki asumsi
bahwa nilai hasil interpolasi akan lebih mendekati data sampel yang lebih dekat
dibandingkan yang lebih jauh. Bobot (weight) akan berubah berbanding lurus atau linear
dengan jaraknya dengan data sampel. Letak dari data sampel tidak mempengaruhi bobot
ini. Sampel data yang digunakan harus rapat dan berhubungan dengan variasi lokal
sehingga hasil yang didapatkan akan lebih baik, apabila sampel agak jarang dan tidak
merata, hasilnya kemungkinan besar tidak sesuai dengan yang diharapkan [16].
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Analisis Statistik Data Hidrologi
3.1.1 Pengujian Konsistensi (Kurva Massa Ganda dan RAPS)
Uji konsistensi data curah hujan dengan metode Kurva Massa Ganda dilakukan pada 6
stasiun hujan yaitu stasiun hujan Winong, Bareng, Randupitu, Tanggul, Kasri, Bekacak,
untuk 3 stasiun hujan lain yaitu stasiun hujan Jawi, Wilo dan Kasri menggunakan metode
RAPS. Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa curah hujan bulanan di Sub DAS
Kadalpang konsisten sehingga dapat digunakan untuk perhitungan selanjutnya.
3.1.2 Pengujian Stasioner (Uji F dan Uji T)
Hasil Uji F dan Uji T pada 9 stasiun hujan di Sub DAS Kadalpang dengan derajat
kepercayaan 5% untuk uji dua sisi semuanya diterima atau dapat dikatakan data stasioner,
sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa data hujan di Sub DAS Kadalpang bersifat
homogen atau populasi sama dan tidak ada perubahan yang signifikan.
3.2 Analisis Indeks Kekeringan
3.2.1 Analisis Indeks Kekeringan Metode SPI
Analisis indeks kekeringan menggunakan Metode Standardized Precipitation Index
(SPI) menghasilkan indeks kekeringan periode 1, 3, 6, dan 12 bulanan dengan rekapitulasi
nilai indeks minimum ditunjukkan pada Tabel 2 berikut.
Dewita, M. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 001-013
8
Tabel 2: Nilai indeks minimum metode SPI
No Stasiun Hujan Periode 1
Bulanan
Periode 3
Bulanan
Periode 6
Bulanan
Periode 12
Bulanan
1 Winong -2,650 -2,548 -2,532 -2,420
2 Bareng -2,935 -3,041 -2,998 -3,023
3 Kasri -3,711 -2,357 -2,249 -1,978
4 Randupitu -3,055 -2,295 -2,195 -1,897
5 Tanggul -2,578 -1,974 -1,914 -1,831
6 Bekacak -2,382 -3,083 -2,664 -2,134
7 Jawi -2,495 -2,529 -2,715 -2,160
8 Wilo -2,284 -1,865 -2,485 -1,518
9 Prigen -2,993 -2,864 -2,771 -2,663
Hasil perhitungan indeks kekeringan metode SPI menunjukkan indeks kekeringan
paling parah terjadi di stasiun hujan Kasri yaitu sebesar -3,711 pada bulan Mei 2018 dengan
kategori kekeringan “Ekstrim Kering”.
3.1.2 Analisis Indeks Kekeringan Metode CZI
Analisis indeks kekeringan dengan Metode China Z Index (CZI) menghasilkan indeks
kekeringan periode 1, 3, 6, dan 12 bulanan dengan rekapitulasi nilai indeks minimum
ditunjukkan pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3: Nilai indeks minimum metode CZI
No Stasiun Hujan Periode 1
Bulanan
Periode 3
Bulanan
Periode 6
Bulanan
Periode 12
Bulanan
1 Winong -2,736 -3,046 -2,624 -2,568
2 Bareng -2,269 -2,918 -2,521 -2,365
3 Kasri -6,701 -2,272 -1,936 -2,231
4 Randupitu -3,024 -2,226 -2,465 -2,341
5 Tanggul -3,000 -2,251 -5,725 -2,287
6 Bekacak -5,424 -2,243 -2,361 -2,008
7 Jawi -3,808 -2,152 -2,646 -1,962
8 Wilo -5,456 -5,043 -2,918 -3,046
9 Prigen -6,301 -2,967 -2,356 -2,113
Hasil perhitungan indeks kekeringan metode CZI menunjukkan indeks kekeringan
terparah terjadi di stasiun hujan Kasri yaitu sebesar -6.701 pada bulan Mei 2018 dengan
kategori kekeringan “Ekstrim Kering”.
3.1.3 Analisis Indeks Kekeringan SOI
Analisis indeks kekeringan SOI dilakukan dengan mentransformasikan indeks tersebut
menjadi indeks Z-Score agar mempunyai bobot yang sama dengan indeks SPI dan CZI,
sehingga jika antar indeks dapat dibandingkan secara setara.
3.3 Analisis Kesesuaian
3.3.1 Analisis Korelasi dan Determinasi
Dewita, M. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 001-013
9
Analisis korelasi dan determinasi diterapkan untuk mengetahui apakah terdapat
hubungan kesesuaian meteorologis antara metode analisis indeks kekeringan SPI dan CZI
dengan Indeks SOI secara kuantitatif dan kualitatif.
Tabel 4: Rekapitulasi nilai korelasi dan determinasi
No Stasiun
Hujan
SPI dan SOI CZI dan SOI
Determinasi Korelasi Determinasi Korelasi
1 Winong 0,112 0,335 0,151 0,388
2 Bareng 0,103 0,321 0,136 0,369
3 Kasri 0,124 0,352 0,136 0,369
4 Randupitu 0,031 0,177 0,030 0,174
5 Tanggul 0,071 0,266 0,090 0,301
6 Bekacak 0,082 0,287 0,086 0,294
7 Jawi 0,095 0,308 0,124 0,353
8 Wilo 0,127 0,357 0,159 0,398
9 Prigen 0,118 0,343 0,152 0,390
Rerata 0,305 0,337
Hasil perhitungan menunjukkan hubungan linier yang lemah antara indeks kekeringan
SPI dan CZI dengan SOI, hal ini kemungkinan disebabkan karena SOI bukan satu-satunya
yang memperngaruhi kekeringan di Indonesia.
3.3.2 Analisis Pola Kesesuaian
Analisis pola kesesuaian memberikan nilai korelasi berdasarkan kesesuaian pola
surplus dan defisit nilai indeks rerata tahunan SPI dan CZI dengan pola SOI dalam bentuk
persen.
Tabel 4: Rekapitulasi persen kesesuaian pola indeks kekeringan SPI dan CZI dengan SOI
Metode
Stasiun Hujan Rata-
rata Winong Bareng Kasri Randu-
pitu Tanggul Bekacak Jawi Wilo Prigen
SPI 60% 55% 55% 45% 50% 55% 55% 50% 65% 54%
CZI 80% 65% 85% 60% 70% 55% 65% 80% 80% 71%
Hasil kesesuaian menunjukkan bahwa pola CZI dengan SOI memiliki nilai rata-rata
sebesar 71%. Sedangkan untuk kesesuaian pola SPI dengan SOI memiliki nilai rata-rata
sebesar 54%. Dapat disimpulkan bahwa CZI lebih sesuai dengan SOI daripada SPI. Hal ini
menjadi salah satu dasar pengambilan keputusan untuk menggambar peta sebaran
kekeringan dengan menggunakan indeks kekeringan CZI.
3.3.3 Analisis Pola Kesesuaian Metode SPI dan CZI dengan Curah Hujan Bulanan
Analisis pola kesesuaian metode SPI dan CZI dengan curah hujan bulanan dilakukan
untuk mengetahui hubungan antara indeks kekeringan dengan kondisi di lapangan.
Sehingga dapat dikatakan sesuai apabila pola yang dihasilkan oleh indeks kekeringan sama
dengan pola curah hujan misalnya apabila nilai indeks kekeringan turun linier dengan curah
hujan yang turun maka dapat dikatakan sesuai, dan sebaliknya sebagaimana yang terlihat
pada gambar 2.
Dewita, M. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 001-013
10
Gambar 2: Grafik hubungan pola CZI 1 bulanan dengan curah hujan bulanan St. Winong
Dari gambar 2 tersebut diperoleh hasil kesesuaian menunjukkan bahwa pola SPI
dengan curah hujan bulanan mencapai 58% sedangkan CZI dengan curah hujan bulanan
mencapai 67%, hal ini menunjukkan bahwa CZI lebih sesuai dengan curah hujan bulanan
di Sub DAS Kadalpang sehingga menjadi salah satu dasar pengambilan keputusan untuk
menggambar peta sebaran kekeringan dengan indeks kekeringan CZI.
3.4 Analisis Peta Sebaran Kekeringan Di Sub DAS Kadalpang
Metode IDW digunakan untuk memetekan peta sebaran kekeringan pada studi ini
dengan menggunakan bantuan Sistem Informasi Geografi pada tahun dengan kejadian
kekeringan terparah untuk setiap periode bulanan.
Gambar 3: Peta sebaran kekeringan metode CZI Tahun 2018 Bulan Januari-April periode 6
bulanan di Sub DAS Kadalpang
0
200
400
600
800
1000
1200
-3.0
-2.0
-1.0
0.0
1.0
2.0
3.0
Cu
rah
Hu
jan
Ind
eks
Kek
erin
gan
TahunCH CZI SPI
Dewita, M. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 001-013
11
Gambar 4: Peta sebaran kekeringan metode CZI Tahun 2018 Bulan Mei-Agustus periode 6
bulanan di Sub DAS Kadalpang
Gambar 5: Peta sebaran kekeringan metode CZI Tahun 2018 Bulan September-Desember
periode 6 bulanan di Sub DAS Kadalpang
Hasil pemetaan menggunakan data perhitungan dari metode CZI karena dianggap
metode alternatif yang lebih sesuai digunakan pada lokasi studi yaitu Sub DAS Kadalpang.
Dewita, M. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 001-013
12
Hasil penggambaran peta sebaran kekeringan dengan metode CZI menunjukkan 17 desa di
Sub DAS Kadalpang berpotensi terdampak kekeringan. Tahun kering terparah terjadi pada
tahun 2007 dengan bulan kering terparah Mei.
4. Kesimpulan
Dari hasil analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa poin kesimpulan
sebagai berikut:
1. Perhitungan indeks kekeringan metode Standardized Precipitation Index (SPI)
menghasilkan indeks minimum sebesar -3,711 pada periode 1 bulanan, tahun 2018 di
stasiun Kasri. Metode China Z-Index (CZI) menghasilkan indeks minimum sebesar -
6,701 pada periode 1 bulanan, tahun 2018 di stasiun Kasri. Kejadian kekeringan SPI
dan CZI didominasi kondisi normal dengan kejadian kekeringan CZI lebih dominan
dikarenakan CZI lebih peka terhadap kekeringan. Kedua metode cenderung
menunjukkan penurunan kejadian kekeringan dari periode 1 bulanan sampai periode
12 bulanan.
2. Hasil kesesuaian SPI dan CZI dengan SOI menunjukkan hubungan linier yang lemah,
hal ini kemungkinan terjadi karena kekeringan di Indonesia tidak hanya dipengaruhi
oleh SOI. Untuk itu dipilih opsi perbandingan polanya dengan SOI dan curah hujan
untuk menentukan indeks kekeringan mana yang lebih sesuai dimana CZI terpilih
sebagai metode yang lebih sesuai digunakan di Sub DAS Kadalpang karena lebih
mendekati pola SOI dan dapat menggambarkan karakteristik hujan di lokasi studi.
3. Hasil penggambaran peta sebaran kekeringan dengan metode CZI menunjukkan 17
desa di Sub DAS Kadalpang berpotensi terdampak kekeringan. Tahun kering terparah
terjadi pada tahun 2007 dengan bulan kering terparah Mei.
Daftar Pustaka
[1] D. Harisuseno, “Comparative study of meteorological and hydrological drought
characteristics in the Pekalen River basin, East Java, Indonesia,” Journal of Water
and Land Development, 2020, pp. 29-41. DOI: 10.24425/jwld.2020.133043
[2] S. Morid, V. Smakthin, M. Moghaddasi, “Comparison of Seven Meteorological
Indices for Drought Monitoring in Iran,” International Journal of Climatology,
2006, ch. 26, pp. 971-985.
[3] H. Wu, M. Hayes, A. Weiss, Q. Hu, “An Evaluation of The Standardized
Precipitation Index, The China-Z Index and The Statistical Z-Score,” International
Journal of Climatology, 2001, ch. 21, pp. 745-758.
[4] B. Asefjah, F. Fanian, Z. Feizi, A. Abolhasani, H. Paktinat, et al, “Meteorological
drought monitoring using several drought indices (case study: Salt Lake Basin in
Iran”, Deset 19-2, 2014, pp. 155-165.
[5] D. Harisuseno, “Meteorological drought and its Relationship with Southern
Oscillation Index,” Civil Engineering Journal, 2020, ch. 6, sec. 10, pp. 1864-1875.
[6] A. Rofiq Kurniawan, M. Bisri, E. Suhartanto, “Drought analysis in Bedadung
Watershed based on a Geographical Information System. IOP Conference Series:
Earth and Environmental Science,” 2020, 437(1), 012024.
Dewita, M. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 001-013
13
[7] McKee, B. Thomas, J. Nolan, Doesken, and J. Kleist., “The Relationship of
Drought Frequency and Duration to Time Scales,” in proceedings of the 8th
Conference on Applied Climatology, California, 1993.
[8] WMO, Handbook of Drought Indicators and Indices. WMO, 2016.
[9] E. Nkiaka, N. Nawaz and J. Lovett, "Using standardized indicators to analyse
dry/wet conditions and their application for monitoring drought/floods: a study in
the Logone catchment, Lake Chad basin," Hydrological Sciences Journal, 2017,
ch. 62, sec. 16, pp. 2720-2736. Available: 10.1080/02626667.2017.1409427.
[10] B. Bonaccorso, I. Bordi, A. Cancelliere, G. Rossi and A. Sutera, “Spatial
Variability of Drought: an Analysis of the SPI in Sicily,” Water Resources
Management, 2003, ch. 17, pp. 273-296.
[11] C. Karavitis, S. Alexandris, D. Tsesmelis and G. Athanasopoulos, "Application of
the Standardized Precipitation Index (SPI) in Greece", Water, 2011, ch. 3, sec. 3,
pp. 787-805. Available: 10.3390/w3030787.
[12] Nurrohmah, Habibah., Nurjani, Emilya., “Kajian kekeringan meteorologis
menggunakan Standardized Precipitation Index (SPI) di Provinsi Jawa Tengah”,
Geomedia, 2017, ch. 15, pp. 1.
[13] N Salehnia, A Alizadeh, H Sanaeinejad, M Bannayan, A Zarrin, G Hoogenboom,
“Estimation of meteorological drought indices based on AgMERRA precipitation
data and station-observed precipitation data”, Journal of Arid Land, 2017, ch. 9, pp
797-809.
[14] V. Jain, R. Pandey, M. Jain, H. Byun, “Comparison of Drought Indices for
Appraisal of Drought Characteristics in the Ken River Basin”, Weather and
Climate Extremes, 2015, ch. 8, pp. 1-11.
[15] A Hidayat, U Efendi, L Agustina, P Winarso, “Korelasi indeks nino 3.4 dan
Southern Oscillation Index (SOI) dengan variasi curah hujan di Semarang”, Jurnal
Sains dan Teknologi Modifikasi Cuaca, 2018, ch. 19, pp. 75.
[16] G. H. Pramono, “Akurasi Metode IDW dan Kriging untuk Interpolasi Sebaran
Sedimen Tersuspensi”, Forum Geografi, 2008, ch. 22, pp. 97.