Analisis Kekeringan Meteorologi dengan Metode Standardized ...

13
Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) P. 001-013 © Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya JTRESDA Journal homepage: https://jtresda.ub.ac.id/ *Penulis korespendensi: [email protected] Analisis Kekeringan Meteorologi dengan Metode Standardized Precipitation Index (SPI) dan China Z Index (CZI) Di Sub DAS Kadalpang, Kabupaten Pasuruan Monika Dewita 1* , Donny Harisuseno 1 , Ery Suhartanto 1 1 Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 167, Malang, 65145, Indonesia *Korespondensi Email: [email protected] Abstract: Kadalpang sub-watershed, Pasuruan regency is one of drought- prone areas in Indonesia. Drought analysis and distribution mapping are needed in purpose to minimize the impact of drought. This study aims to find out the results of suitability Standardized Precipitation Index (SPI) and China Z Index (CZI) with Southern Oscillation Index (SOI) so suitable methods are applied to Kadalpang sub-watershed. Drought distribution mapping using Inversed Distance Weighted (IDW) and running with Geographic Information System aims to know the affected areas accurately so handling disasters can be done optimally. The SPI method’s worst index result was (-3.711) in 1-month period (May 2018) and the CZI method was (-6.701) in 1-month period (May 2018). Correlation analysis of CZI and SPI with SOI showed weak linier relationship. Comparison option with rainfall pattern was chosen to show suitability of study location and CZI method was more suitable. The depiction of the drought distribution map uses CZI. The results of the drought distribution map with the number of the worst drought events in 2007 with the dry month in May, and there are 17 villages in the Kadalpang Sub-watershed that have the potential to be prioritized in efforts to mitigate drought disasters in the future. Keywords: China Z Index (CZI), Drought Distribution Mapping, Drought Index, Southern Oscillation Index (SOI), Standardized Precipitation Index (SPI). Abstrak: Sub DAS Kadalpang, Kabupaten Pasuruan merupakan salah satu daerah rawan bencana kekeringan di Indonesia. Analisis kekeringan serta pemetaan sebarannya diperlukan sebagai upaya meminimalisir dampak kekeringan. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hasil kesesuaian metode Standardized Precipitation Index (SPI) dan China Z Index (CZI) dengan Southern Oscillation Index (SOI) sehingga didapatkan metode yang lebih sesuai diterapkan pada Sub DAS Kadalpang. Pemetaan sebaran kekeringan

Transcript of Analisis Kekeringan Meteorologi dengan Metode Standardized ...

Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) P. 001-013

© Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya

JTRESDA

Journal homepage: https://jtresda.ub.ac.id/

*Penulis korespendensi: [email protected]

Analisis Kekeringan Meteorologi dengan

Metode Standardized Precipitation Index

(SPI) dan China Z Index (CZI) Di Sub DAS

Kadalpang, Kabupaten Pasuruan Monika Dewita1*, Donny Harisuseno1, Ery Suhartanto1 1Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya

Jl. MT. Haryono No. 167, Malang, 65145, Indonesia

*Korespondensi Email: [email protected]

Abstract: Kadalpang sub-watershed, Pasuruan regency is one of drought-

prone areas in Indonesia. Drought analysis and distribution mapping are

needed in purpose to minimize the impact of drought. This study aims to

find out the results of suitability Standardized Precipitation Index (SPI) and

China Z Index (CZI) with Southern Oscillation Index (SOI) so suitable

methods are applied to Kadalpang sub-watershed. Drought distribution

mapping using Inversed Distance Weighted (IDW) and running with

Geographic Information System aims to know the affected areas accurately

so handling disasters can be done optimally. The SPI method’s worst index

result was (-3.711) in 1-month period (May 2018) and the CZI method was

(-6.701) in 1-month period (May 2018). Correlation analysis of CZI and

SPI with SOI showed weak linier relationship. Comparison option with

rainfall pattern was chosen to show suitability of study location and CZI

method was more suitable. The depiction of the drought distribution map

uses CZI. The results of the drought distribution map with the number of

the worst drought events in 2007 with the dry month in May, and there are

17 villages in the Kadalpang Sub-watershed that have the potential to be

prioritized in efforts to mitigate drought disasters in the future.

Keywords: China Z Index (CZI), Drought Distribution Mapping, Drought

Index, Southern Oscillation Index (SOI), Standardized Precipitation Index

(SPI).

Abstrak: Sub DAS Kadalpang, Kabupaten Pasuruan merupakan salah satu

daerah rawan bencana kekeringan di Indonesia. Analisis kekeringan serta

pemetaan sebarannya diperlukan sebagai upaya meminimalisir dampak

kekeringan. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hasil kesesuaian metode

Standardized Precipitation Index (SPI) dan China Z Index (CZI) dengan

Southern Oscillation Index (SOI) sehingga didapatkan metode yang lebih

sesuai diterapkan pada Sub DAS Kadalpang. Pemetaan sebaran kekeringan

Dewita, M. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 001-013

2

menggunakan metode Inversed Distance Weight (IDW) dengan bantuan

Sistem Informasi Geografi bertujuan untuk mengetahui daerah terdampak

secara lebih akurat agar penanganan dapat dilakukan dengan optimal. Hasil

indeks kekeringan terparah metode SPI sebesar (-3,711) pada periode 1

bulan, pada bulan Mei 2018. Hasil indeks kekeringan terparah metode CZI

sebesar (-6,701) pada periode 1 bulan, pada bulan Mei 2018. Analisis

korelasi CZI dan SPI dengan SOI menunjukkan hubungan linier yang

lemah. Dipilih opsi perbandingan dengan pola curah hujan untuk

menunjukkan kesesuaian dengan lokasi studi dan metode CZI lebih sesuai.

Penggambaran peta sebaran kekeringan menggunakan metode yang lebih

sesuai yaitu CZI. Hasil peta sebaran kekeringan dengan jumlah kejadian

kekeringan terparah tahun 2007 dengan bulan kering terparah bulan Mei,

dan terdapat 17 desa di Sub DAS Kadalpang berpotensi terdampak

kekeringan sehingga perlu diprioritaskan dalam upaya mitigasi bencana

kekeringan di masa mendatang.

Kata kunci: China Z Index (CZI), Indeks Kekeringan, Peta Sebaran

Kekeringan, Southern Oscillation Index (SOI), Standardized Precipitation

Index (SPI).

1. Pendahuluan

Bencana kekeringan merupakan suatu bencana yang ditandai dengan berkurangnya

ketersediaan air terhadap kebutuhan. Kekeringan merupakan bencana yang timbul perlahan

yang berdampak pada hidrologi, pertanian, maupun sosial-ekonomi [1]. Sub DAS

Kadalpang adalah salah satu daerah rawan bencana kekeringan. Meski berlokasi di bawah

lereng Gunung Bromo, namun saat memasuki musim kemarau, sejumlah desa di

Kabupaten Pasuruan mengalami kesulitan air. Badan Penanggulangan Bencana Daerah

(BPBD) Kabupaten Pasuruan tahun 2019 menyebutkan bahwa ada 23 desa di 7 kecamatan

di Kabupaten Pasuruan berpotensi rawan kekeringan, yaitu Kecamatan Lumbang,

Pasrepan, Winongan, Lekok, Grati dan Gempol. Berdasarkan peristiwa tersebut,

diperlukan analisis indeks kekeringan dan peta sebarannya sebagai upaya untuk memantau

kekeringan sehingga kekeringan di Kabupaten Pasuruan, khusunya di Sub DAS Kadalpang

dapat diketahui dan diminimalisir dampaknya pada kekeringan yang akan terjadi

mendatang.

Beberapa studi analisis kekeringan serta pemetaan sebarannya dengan berbagai macam

metode telah dilakukan sebelumnya, seperti Morid yang telah melakukan penelitian untuk

membandingkan kinerja tujuh metode indeks kekeringan (CZI, MCZI, Z-Score, SPI, DI,

PN, dan EDI) di Iran [2]. Penelitian Wu juga menyebutkan bahwa SPI, CZI dan Z-Score

adalah metode yang baik untuk mendeteksi, dan memantau kekeringan di China [3]. Selain

itu, Asefjah mengatakan bahwa SPI, CZI dan Z-Score menunjukkan kinerja yang tinggi

dalam mendeteksi dan memantau tingkat kekeringan di Iran [4]. Di Indonesia sendiri telah

dilakukan beberapa penelitian yaitu perbandingan kekeringan meteorologi (SPI dan RAI)

dengan kekeringan hidrologi di DAS Pekalen, Jawa Timur [1] dan hubungan kekeringan

meteorologi (SPI dan PN) dengan Indeks Osilasi Selatan [5]. Selain itu juga telah dilakukan

Dewita, M. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 001-013

3

penelitian analisis kekeringan di DAS Bedadung dengan berbasis Sistem Informasi

Geografis [6].

Hasil analisis kekeringan pada studi ini memiliki tujuan untuk mengetahui hasil

perbandingan indeks kekeringan SPI dan CZI dengan SOI sehingga didapatkan metode

yang sesuai untuk diterapkan dilokasi studi. Selain itu pemetaan sebaran kekeringan

menggunakan metode IDW dengan bantuan Sistem Informasi Geografi juga diperlukan

untuk memetakan daerah yang terdampak sehingga dapat ditentukan skala prioritas untuk

menangani bencana kekeringan yang akan terjadi. Dengan kata lain manfaat studi ini

diharapkan dapat menjadi masukan untuk pemerintah setempat dalam mengambil tindakan

sebagai upaya pencegahan dan mengurangi dampak bencana kekeringan mendatang.

2. Bahan dan Metode

2.1 Bahan

2.1.1 Lokasi Studi

Lokasi studi berada di Sub DAS Kadalpang, secara geografis terletak pada 112˚ 37'

32.92"- 112˚ 46' 13.37" BT dan 07˚ 37' 11.60"-07˚ 42' 0.94" LS. Sub DAS Kadalpang

terletak pada wilayah Kabupaten Pasuruan sebelah barat dan memiliki luas 86,4 km2.

Terdapat 9 (sembilan) stasiun hujan di Sub DAS Kadalpang yang tersebar di beberapa

kecamatan, mulai dari hulu Sub DAS yaitu berada di Kecamatan Prigen hingga pada

Kecamatan Bangil yang merupakan hilir Sub DAS.

Gambar 1: Peta Lokasi Stasiun Hujan Sub DAS Kadalpang

Dewita, M. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 001-013

4

2.1.2 Data yang Diperlukan

Data-data yang diperlukan dalam studi ini antara lain:

a. Data curah hujan bulanan selama 20 tahun pengamatan (1999-2018).

b. Data Indeks Osilasi Selatan (SOI) bulanan (1999-2018).

c. Peta lokasi stasiun hujan.

d. Peta batas Sub DAS Kadalpang.

e. Peta Administrasi Sub DAS Kadalpang.

2.2 Tahap Penyelesaian Studi

2.2.1 Analisis Data Hidrologi

a. Pengumpulan data-data sekunder serta melengkapi data yang hilang.

b. Uji statistik data curah hujan bulanan.

1. Uji konsistensi data.

• Metode Kurva Massa Ganda.

• Metode RAPS.

2. Uji stasioner data.

• Uji F.

• Uji T.

2.2.2 Analisis Indeks Kekeringan

Analisis indeks kekeringan pada studi ini menggunakan 2 metode:

a. Standardized Precipitation Index (SPI).

b. China Z Index (CZI).

2.2.3 Analisis Kesesuaian

Analisis kesesuaian pada studi ini menggunakan 2 metode:

a. Analisa korelasi dan determinasi.

b. Perbandingan pola kesesuaian dengan data SOI dan data curah hujan bulanan.

2.2.4 Penggambaran Peta Sebaran Kekeringan dengan metode Inverse Distance Weight

(IDW) berbasis Sistem Informasi Geografis.

2.3 Persamaan

2.3.1 Metode Standardized Precipitation Index (SPI)

Metode Standardized Precipitation Index (SPI) dihasilkan dari penelitian Mc. Kee et

al yang selesai pada tahun 1992 di Colorado State University, United States. Hasil

penelitian itu kemudian dipersentasikan pertama kali pada Konferensi ke-8 Klimatologi

Terapan, yang diadakan Januari 1993 [7, 8]. World Meteorological Organization (WMO)

pada tahun 2009 merekomendasikan SPI sebagai indeks kekeringan meteorologi utama

untuk memprediksi dan memantau kekeringan, yang kemudian dapat digunakan untuk

peringatan dini bencana kekeringan [8]. Karena kemudahan dan kepraktisannya SPI

banyak digunakan untuk studi kekeringan di seluruh dunia [9]. SPI dapat digunakan untuk

Dewita, M. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 001-013

5

berbagai skala waktu dari periode 1-48 bulanan, dan untuk mendapat hasil yang maksimal

diperlukan paling tidak 30 tahun data [8, 10].

Perhitungan SPI dimulai dengan mengubah data hujan ke distibusi Gamma

menggunakan persamaan berikut [11, 12]:

𝐺(𝑥) = ∫ 𝑔 (𝑥)𝑑𝑥 = 1

𝛽𝛼𝑇(𝑎)∫ 𝑡𝑎−1𝑒−𝑥/𝛽𝑑𝑥

𝑥

0

𝑥

0 Pers. 1

Nilai β dan α diestimasi untuk setiap stasiun hujan dengan menggunakan rumus sebagai

berikut:

𝛼 =�̅�2

𝑠2 Pers. 2

𝛽 =�̅�

𝛼, untuk x > 0 Pers. 3

Fungsi gamma tidak terdefinisikan untuk x = 0, sehingga untuk curah hujan bernilai 0

menggunakan persamaan:

𝐻(𝑥) = 𝑞 + (1 − 𝑞). 𝐺(𝑥) Pers. 4

Dengan q adalah jumlah data hujan dibagi jumlah data (n). Nilai SPI merupakan

perubahan dari distribusi Gamma curah hujan menjadi distribusi normal dengan

menggunakan persamaan berikut.

𝑍 = 𝑆𝑃𝐼 = −(𝑡 −𝑐0+𝑐1𝑡+𝑐2𝑡2

1+𝑑1𝑡+𝑑2𝑡2+𝑑3𝑡3 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 0 < 𝐻(𝑥) ≤ 0,5 Pers. 5

𝑍 = 𝑆𝑃𝐼 = +(𝑡 −𝑐0+𝑐1𝑡+𝑐2𝑡2

1+𝑑1𝑡+𝑑2𝑡2+𝑑3𝑡3 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 0,5 < 𝐻(𝑥) ≤ 1,0 Pers. 6

Dimana:

𝑡 = √ln (1

(𝐻(𝑥))2 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 0 < 𝐻(𝑥) ≤ 0,5 Pers. 7

𝑡 = √ln (1

(1,0−𝐻(𝑥))2 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 0,5 < 𝐻(𝑥) ≤ 1,0 Pers. 8

Dengan:

c0 = 2,515517 d1 = 1,432788

c1 = 0,802853 d2 = 0,189269

c2 = 0,010328 d3 = 0,001308

2.3.2 Metode China Z Index (CZI)

Metode China Z-Index pertama kali digunakan dan dikembangkan pada tahun 1995

oleh Pusat Iklim Nasional Cina sebagai metode alternatif SPI dimana diasumsikan data

rerata curah hujan mengikuti distribusi Pearson tipe III [13]. CZI dapat dihitung dengan

skala waktu 1 sampai 72 bulan [8]. Wu et al. dalam penelitiannya mengemukakan bahwa

Dewita, M. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 001-013

6

perhitungan CZI sederhana serta lebih disukai daripada SPI dimana dapat diterapkan

bahkan untuk data curah hujan yang tidak lengkap sekalipun [14].

Perhitungan CZI dihitung menggunakan persamaan berikut [13, 14]:

𝑍𝑖𝑗 =6

𝐶𝑠𝑡(

𝐶𝑠𝑖

2𝜑𝑖𝑗 + 1)

1

3−

6

𝐶𝑠𝑡+

𝐶𝑠𝑡

6 Pers. 9

Dalam CZI yang digunakan oleh National Climate Centre of China (NCC), parameter

i tidak digunakan karena hanya nilai Z untuk skala 1 bulan yang dihitung. CZI untuk

beberapa skala waktu dapat dihitung dengan persamaan berikut:

𝐶𝑠𝑖 =∑ (𝑥𝑖𝑗−𝑥�̅�)

3𝑛𝑗=1

𝑛∗𝜎𝑖3 Pers. 10

𝜑𝑖𝑗 =𝑥𝑖𝑗− 𝑥�̅�

𝜎𝑖 Pers. 11

𝜎1 = √1

𝑛∑ (𝑥𝑖𝑗 − 𝑥�̅�)

2𝑛𝑗=1 Pers. 12

𝑥�̅� =1

𝑛∑ 𝑥𝑖𝑗

𝑛𝑗=1 Pers. 13

Dengan:

Zij = CZI

i = skala waktu (1,3,6,...,72 bulan)

j = bulan saat ini

Csi = koefisien kepencengan

n = total bulan historis

φij = variasi standar/ Z-Score

xij = curah hujan dari bulan j untuk periode

2.3.3 Southern Oscillation Index (SOI)

Indeks Osilasi Selatan (SOI) merupakan salah satu indeks yang digunakan untuk

mengetahui terjadinya fenomena ENSO (El Nino Southern Oscillation), yaitu fenomena

yang berkontribusi besar pada peningkatan kejadian iklim ekstrim yang mengakibatkan

bencana di beberapa negara termasuk Indonesia.

Di Indonesia, salah satu bencana yang disebabkan oleh fenomena ENSO adalah

bencana kekeringan [15]. Oleh karena itu diperlukan analisis kesesuaian indeks SPI dan

CZI dengan SOI [5] untuk membuktikan apakah ada keterkaitan antara metode indeks

kekeringan yang digunakan dalam analisis dengan kejadian yang terjadi di lapangan.

Data SOI yang digunakan dalam analisis adalah data sekunder yang didapatkan dari

situs Biro Meteorologi, Pemerintah Australia. Data SOI yang diperlukan untuk analisis

yaitu data selama 20 tahun (1999-2018). Data SOI yang diperoleh perlu ditransformasikan

menjadi bentuk distibusi normal untuk mendapatkan nilai yang dapat dibandingkan dengan

indeks kekeringan SPI dan CZI [5].

Dewita, M. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 001-013

7

Tabel 1: Klasifikasi nilai indeks SPI, CZI dan SOI

Nilai SPI Nilai CZI Nilai SOI Kondisi

> 2 > 2 > 2 Ekstrim Basah

1,5 s/d 1,99 1,5 s/d 1,99 1,5 s/d 1,99 Sangat Basah

1,0 s/d 1,49 1,0 s/d 1,49 1,0 s/d 1,49 Basah Sedang

-0,99 s/d 0,99 -0,99 s/d 0,99 -0,99 s/d 0,99 Mendekati Normal

-1,0 s/d -1,49 -1,0 s/d -1,49 -1,0 s/d -1,49 Kekeringan Sedang

-1,5 s/d -1,99 -1,5 s/d -1,99 -1,5 s/d -1,99 Kekeringan Parah

< -2 < -2 < -2 Kekeringan Ekstrim

Tabel diatas menunjukkan klasifikasi indeks SPI, CZI dan SOI, ketiganya memiliki

bobot yang sama sehingga dapat digunakan sebagai perbandingan.

2.3.4 Metode Inverse Distance Weighted (IDW)

Metode Inverse Distance Weighted (IDW) adalah metode deterministik sederhana

yang menggunakan titik disekitarnya sebagai pertimbangan. Metode IDW memiliki asumsi

bahwa nilai hasil interpolasi akan lebih mendekati data sampel yang lebih dekat

dibandingkan yang lebih jauh. Bobot (weight) akan berubah berbanding lurus atau linear

dengan jaraknya dengan data sampel. Letak dari data sampel tidak mempengaruhi bobot

ini. Sampel data yang digunakan harus rapat dan berhubungan dengan variasi lokal

sehingga hasil yang didapatkan akan lebih baik, apabila sampel agak jarang dan tidak

merata, hasilnya kemungkinan besar tidak sesuai dengan yang diharapkan [16].

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Analisis Statistik Data Hidrologi

3.1.1 Pengujian Konsistensi (Kurva Massa Ganda dan RAPS)

Uji konsistensi data curah hujan dengan metode Kurva Massa Ganda dilakukan pada 6

stasiun hujan yaitu stasiun hujan Winong, Bareng, Randupitu, Tanggul, Kasri, Bekacak,

untuk 3 stasiun hujan lain yaitu stasiun hujan Jawi, Wilo dan Kasri menggunakan metode

RAPS. Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa curah hujan bulanan di Sub DAS

Kadalpang konsisten sehingga dapat digunakan untuk perhitungan selanjutnya.

3.1.2 Pengujian Stasioner (Uji F dan Uji T)

Hasil Uji F dan Uji T pada 9 stasiun hujan di Sub DAS Kadalpang dengan derajat

kepercayaan 5% untuk uji dua sisi semuanya diterima atau dapat dikatakan data stasioner,

sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa data hujan di Sub DAS Kadalpang bersifat

homogen atau populasi sama dan tidak ada perubahan yang signifikan.

3.2 Analisis Indeks Kekeringan

3.2.1 Analisis Indeks Kekeringan Metode SPI

Analisis indeks kekeringan menggunakan Metode Standardized Precipitation Index

(SPI) menghasilkan indeks kekeringan periode 1, 3, 6, dan 12 bulanan dengan rekapitulasi

nilai indeks minimum ditunjukkan pada Tabel 2 berikut.

Dewita, M. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 001-013

8

Tabel 2: Nilai indeks minimum metode SPI

No Stasiun Hujan Periode 1

Bulanan

Periode 3

Bulanan

Periode 6

Bulanan

Periode 12

Bulanan

1 Winong -2,650 -2,548 -2,532 -2,420

2 Bareng -2,935 -3,041 -2,998 -3,023

3 Kasri -3,711 -2,357 -2,249 -1,978

4 Randupitu -3,055 -2,295 -2,195 -1,897

5 Tanggul -2,578 -1,974 -1,914 -1,831

6 Bekacak -2,382 -3,083 -2,664 -2,134

7 Jawi -2,495 -2,529 -2,715 -2,160

8 Wilo -2,284 -1,865 -2,485 -1,518

9 Prigen -2,993 -2,864 -2,771 -2,663

Hasil perhitungan indeks kekeringan metode SPI menunjukkan indeks kekeringan

paling parah terjadi di stasiun hujan Kasri yaitu sebesar -3,711 pada bulan Mei 2018 dengan

kategori kekeringan “Ekstrim Kering”.

3.1.2 Analisis Indeks Kekeringan Metode CZI

Analisis indeks kekeringan dengan Metode China Z Index (CZI) menghasilkan indeks

kekeringan periode 1, 3, 6, dan 12 bulanan dengan rekapitulasi nilai indeks minimum

ditunjukkan pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3: Nilai indeks minimum metode CZI

No Stasiun Hujan Periode 1

Bulanan

Periode 3

Bulanan

Periode 6

Bulanan

Periode 12

Bulanan

1 Winong -2,736 -3,046 -2,624 -2,568

2 Bareng -2,269 -2,918 -2,521 -2,365

3 Kasri -6,701 -2,272 -1,936 -2,231

4 Randupitu -3,024 -2,226 -2,465 -2,341

5 Tanggul -3,000 -2,251 -5,725 -2,287

6 Bekacak -5,424 -2,243 -2,361 -2,008

7 Jawi -3,808 -2,152 -2,646 -1,962

8 Wilo -5,456 -5,043 -2,918 -3,046

9 Prigen -6,301 -2,967 -2,356 -2,113

Hasil perhitungan indeks kekeringan metode CZI menunjukkan indeks kekeringan

terparah terjadi di stasiun hujan Kasri yaitu sebesar -6.701 pada bulan Mei 2018 dengan

kategori kekeringan “Ekstrim Kering”.

3.1.3 Analisis Indeks Kekeringan SOI

Analisis indeks kekeringan SOI dilakukan dengan mentransformasikan indeks tersebut

menjadi indeks Z-Score agar mempunyai bobot yang sama dengan indeks SPI dan CZI,

sehingga jika antar indeks dapat dibandingkan secara setara.

3.3 Analisis Kesesuaian

3.3.1 Analisis Korelasi dan Determinasi

Dewita, M. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 001-013

9

Analisis korelasi dan determinasi diterapkan untuk mengetahui apakah terdapat

hubungan kesesuaian meteorologis antara metode analisis indeks kekeringan SPI dan CZI

dengan Indeks SOI secara kuantitatif dan kualitatif.

Tabel 4: Rekapitulasi nilai korelasi dan determinasi

No Stasiun

Hujan

SPI dan SOI CZI dan SOI

Determinasi Korelasi Determinasi Korelasi

1 Winong 0,112 0,335 0,151 0,388

2 Bareng 0,103 0,321 0,136 0,369

3 Kasri 0,124 0,352 0,136 0,369

4 Randupitu 0,031 0,177 0,030 0,174

5 Tanggul 0,071 0,266 0,090 0,301

6 Bekacak 0,082 0,287 0,086 0,294

7 Jawi 0,095 0,308 0,124 0,353

8 Wilo 0,127 0,357 0,159 0,398

9 Prigen 0,118 0,343 0,152 0,390

Rerata 0,305 0,337

Hasil perhitungan menunjukkan hubungan linier yang lemah antara indeks kekeringan

SPI dan CZI dengan SOI, hal ini kemungkinan disebabkan karena SOI bukan satu-satunya

yang memperngaruhi kekeringan di Indonesia.

3.3.2 Analisis Pola Kesesuaian

Analisis pola kesesuaian memberikan nilai korelasi berdasarkan kesesuaian pola

surplus dan defisit nilai indeks rerata tahunan SPI dan CZI dengan pola SOI dalam bentuk

persen.

Tabel 4: Rekapitulasi persen kesesuaian pola indeks kekeringan SPI dan CZI dengan SOI

Metode

Stasiun Hujan Rata-

rata Winong Bareng Kasri Randu-

pitu Tanggul Bekacak Jawi Wilo Prigen

SPI 60% 55% 55% 45% 50% 55% 55% 50% 65% 54%

CZI 80% 65% 85% 60% 70% 55% 65% 80% 80% 71%

Hasil kesesuaian menunjukkan bahwa pola CZI dengan SOI memiliki nilai rata-rata

sebesar 71%. Sedangkan untuk kesesuaian pola SPI dengan SOI memiliki nilai rata-rata

sebesar 54%. Dapat disimpulkan bahwa CZI lebih sesuai dengan SOI daripada SPI. Hal ini

menjadi salah satu dasar pengambilan keputusan untuk menggambar peta sebaran

kekeringan dengan menggunakan indeks kekeringan CZI.

3.3.3 Analisis Pola Kesesuaian Metode SPI dan CZI dengan Curah Hujan Bulanan

Analisis pola kesesuaian metode SPI dan CZI dengan curah hujan bulanan dilakukan

untuk mengetahui hubungan antara indeks kekeringan dengan kondisi di lapangan.

Sehingga dapat dikatakan sesuai apabila pola yang dihasilkan oleh indeks kekeringan sama

dengan pola curah hujan misalnya apabila nilai indeks kekeringan turun linier dengan curah

hujan yang turun maka dapat dikatakan sesuai, dan sebaliknya sebagaimana yang terlihat

pada gambar 2.

Dewita, M. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 001-013

10

Gambar 2: Grafik hubungan pola CZI 1 bulanan dengan curah hujan bulanan St. Winong

Dari gambar 2 tersebut diperoleh hasil kesesuaian menunjukkan bahwa pola SPI

dengan curah hujan bulanan mencapai 58% sedangkan CZI dengan curah hujan bulanan

mencapai 67%, hal ini menunjukkan bahwa CZI lebih sesuai dengan curah hujan bulanan

di Sub DAS Kadalpang sehingga menjadi salah satu dasar pengambilan keputusan untuk

menggambar peta sebaran kekeringan dengan indeks kekeringan CZI.

3.4 Analisis Peta Sebaran Kekeringan Di Sub DAS Kadalpang

Metode IDW digunakan untuk memetekan peta sebaran kekeringan pada studi ini

dengan menggunakan bantuan Sistem Informasi Geografi pada tahun dengan kejadian

kekeringan terparah untuk setiap periode bulanan.

Gambar 3: Peta sebaran kekeringan metode CZI Tahun 2018 Bulan Januari-April periode 6

bulanan di Sub DAS Kadalpang

0

200

400

600

800

1000

1200

-3.0

-2.0

-1.0

0.0

1.0

2.0

3.0

Cu

rah

Hu

jan

Ind

eks

Kek

erin

gan

TahunCH CZI SPI

Dewita, M. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 001-013

11

Gambar 4: Peta sebaran kekeringan metode CZI Tahun 2018 Bulan Mei-Agustus periode 6

bulanan di Sub DAS Kadalpang

Gambar 5: Peta sebaran kekeringan metode CZI Tahun 2018 Bulan September-Desember

periode 6 bulanan di Sub DAS Kadalpang

Hasil pemetaan menggunakan data perhitungan dari metode CZI karena dianggap

metode alternatif yang lebih sesuai digunakan pada lokasi studi yaitu Sub DAS Kadalpang.

Dewita, M. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 001-013

12

Hasil penggambaran peta sebaran kekeringan dengan metode CZI menunjukkan 17 desa di

Sub DAS Kadalpang berpotensi terdampak kekeringan. Tahun kering terparah terjadi pada

tahun 2007 dengan bulan kering terparah Mei.

4. Kesimpulan

Dari hasil analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa poin kesimpulan

sebagai berikut:

1. Perhitungan indeks kekeringan metode Standardized Precipitation Index (SPI)

menghasilkan indeks minimum sebesar -3,711 pada periode 1 bulanan, tahun 2018 di

stasiun Kasri. Metode China Z-Index (CZI) menghasilkan indeks minimum sebesar -

6,701 pada periode 1 bulanan, tahun 2018 di stasiun Kasri. Kejadian kekeringan SPI

dan CZI didominasi kondisi normal dengan kejadian kekeringan CZI lebih dominan

dikarenakan CZI lebih peka terhadap kekeringan. Kedua metode cenderung

menunjukkan penurunan kejadian kekeringan dari periode 1 bulanan sampai periode

12 bulanan.

2. Hasil kesesuaian SPI dan CZI dengan SOI menunjukkan hubungan linier yang lemah,

hal ini kemungkinan terjadi karena kekeringan di Indonesia tidak hanya dipengaruhi

oleh SOI. Untuk itu dipilih opsi perbandingan polanya dengan SOI dan curah hujan

untuk menentukan indeks kekeringan mana yang lebih sesuai dimana CZI terpilih

sebagai metode yang lebih sesuai digunakan di Sub DAS Kadalpang karena lebih

mendekati pola SOI dan dapat menggambarkan karakteristik hujan di lokasi studi.

3. Hasil penggambaran peta sebaran kekeringan dengan metode CZI menunjukkan 17

desa di Sub DAS Kadalpang berpotensi terdampak kekeringan. Tahun kering terparah

terjadi pada tahun 2007 dengan bulan kering terparah Mei.

Daftar Pustaka

[1] D. Harisuseno, “Comparative study of meteorological and hydrological drought

characteristics in the Pekalen River basin, East Java, Indonesia,” Journal of Water

and Land Development, 2020, pp. 29-41. DOI: 10.24425/jwld.2020.133043

[2] S. Morid, V. Smakthin, M. Moghaddasi, “Comparison of Seven Meteorological

Indices for Drought Monitoring in Iran,” International Journal of Climatology,

2006, ch. 26, pp. 971-985.

[3] H. Wu, M. Hayes, A. Weiss, Q. Hu, “An Evaluation of The Standardized

Precipitation Index, The China-Z Index and The Statistical Z-Score,” International

Journal of Climatology, 2001, ch. 21, pp. 745-758.

[4] B. Asefjah, F. Fanian, Z. Feizi, A. Abolhasani, H. Paktinat, et al, “Meteorological

drought monitoring using several drought indices (case study: Salt Lake Basin in

Iran”, Deset 19-2, 2014, pp. 155-165.

[5] D. Harisuseno, “Meteorological drought and its Relationship with Southern

Oscillation Index,” Civil Engineering Journal, 2020, ch. 6, sec. 10, pp. 1864-1875.

[6] A. Rofiq Kurniawan, M. Bisri, E. Suhartanto, “Drought analysis in Bedadung

Watershed based on a Geographical Information System. IOP Conference Series:

Earth and Environmental Science,” 2020, 437(1), 012024.

Dewita, M. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 001-013

13

[7] McKee, B. Thomas, J. Nolan, Doesken, and J. Kleist., “The Relationship of

Drought Frequency and Duration to Time Scales,” in proceedings of the 8th

Conference on Applied Climatology, California, 1993.

[8] WMO, Handbook of Drought Indicators and Indices. WMO, 2016.

[9] E. Nkiaka, N. Nawaz and J. Lovett, "Using standardized indicators to analyse

dry/wet conditions and their application for monitoring drought/floods: a study in

the Logone catchment, Lake Chad basin," Hydrological Sciences Journal, 2017,

ch. 62, sec. 16, pp. 2720-2736. Available: 10.1080/02626667.2017.1409427.

[10] B. Bonaccorso, I. Bordi, A. Cancelliere, G. Rossi and A. Sutera, “Spatial

Variability of Drought: an Analysis of the SPI in Sicily,” Water Resources

Management, 2003, ch. 17, pp. 273-296.

[11] C. Karavitis, S. Alexandris, D. Tsesmelis and G. Athanasopoulos, "Application of

the Standardized Precipitation Index (SPI) in Greece", Water, 2011, ch. 3, sec. 3,

pp. 787-805. Available: 10.3390/w3030787.

[12] Nurrohmah, Habibah., Nurjani, Emilya., “Kajian kekeringan meteorologis

menggunakan Standardized Precipitation Index (SPI) di Provinsi Jawa Tengah”,

Geomedia, 2017, ch. 15, pp. 1.

[13] N Salehnia, A Alizadeh, H Sanaeinejad, M Bannayan, A Zarrin, G Hoogenboom,

“Estimation of meteorological drought indices based on AgMERRA precipitation

data and station-observed precipitation data”, Journal of Arid Land, 2017, ch. 9, pp

797-809.

[14] V. Jain, R. Pandey, M. Jain, H. Byun, “Comparison of Drought Indices for

Appraisal of Drought Characteristics in the Ken River Basin”, Weather and

Climate Extremes, 2015, ch. 8, pp. 1-11.

[15] A Hidayat, U Efendi, L Agustina, P Winarso, “Korelasi indeks nino 3.4 dan

Southern Oscillation Index (SOI) dengan variasi curah hujan di Semarang”, Jurnal

Sains dan Teknologi Modifikasi Cuaca, 2018, ch. 19, pp. 75.

[16] G. H. Pramono, “Akurasi Metode IDW dan Kriging untuk Interpolasi Sebaran

Sedimen Tersuspensi”, Forum Geografi, 2008, ch. 22, pp. 97.