ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAMA...

25
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAMA MENCARI KERJA BAGI TENAGA KERJA TERDIDIK DI KOTA MAKASSAR Analysis of Factors which Affect the Length of Time Needed in Seeking Jobs for Skilled Labours in Makassar Rizky Iman Perkasa Wardoyo Putra A11107111 Ilmu Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin Makassar 2012

Transcript of ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAMA...

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAMA MENCARI KERJA BAGI TENAGA KERJA TERDIDIK DI KOTA

MAKASSAR

Analysis of Factors which Affect the Length of Time Needed in Seeking Jobs for Skilled Labours in Makassar

Rizky Iman Perkasa Wardoyo Putra

A11107111

Ilmu Ekonomi

Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Hasanuddin

Makassar

2012

ABSTRAK

RIZKY IMAN PERKASA WARDOYO PUTRA. Analisis Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Lama Mencari Kerja Bagi Tenaga Kerja Terdidik di Kota

Makassar. (dibimbing oleh Madris dan Fatmawati)

Penelitian ini bertujuan: 1) untuk memahami karakteristik tenaga kerja

terdidik dalam kaitannya dengan lama mencari kerja di Kota Makassar, 2)

untuk memahami apakah pendapatan keluarga, pengalaman kerja, tingkat

pendidikan dan umur memiliki pengaruh terhadap lama mencari kerja, dan 3)

untuk memahami apakah ada perbedaan lama mencari kerja di Kota

Makassar menurut pengalaman kerja, jenis kelamin, status dalam rumah

tangga, dan jenis sekolah.

Penelitian ini menggunakan data primer, 2012. Metode pengambilan

sampel secara accidental sampling yakni siapa saja yang kebetulan ditemui

di lapangan (dalam penelitian) dengan memenuhi syarat sebagai populasi

penelitian. Analisis data penelitian menggunakan model regresi berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pendapatan keluarga

bukanlah faktor yang mempengaruhi lama mencari kerja. Variabel

pengalaman kerja, jenis kelamin, dan jenis sekolah memiliki pengaruh negatif

dan signifikan terhadap lama mencari kerja. Sedangkan tingkat pendidikan,

umur, dan status dalam rumah tangga memiliki pengaruh positif dan

signifikan terhadap lama mencari kerja.

Kata Kunci: Pendapatan Keluarga, Pengalaman Kerja, Tingkat Pendidikan,

Umur, Jenis Kelamin, Status dalam Rumah Tangga, Jenis

Sekolah, dan Lama Mencari Kerja

ABSTRACT

RIZKY IMAN PERKASA WARDOYO PUTRA. Analysis of Factors which

Affect the Length of Time Needed in Seeking Jobs for Skilled Labours in

Makassar. (under the supervision of Madris and Fatmawati)

This study aims to: 1) understand characteristics of skilled labours in

correlation to the length of time needed in seeking jobs in Makassar, 2)

understand whether family income, work experience, level of education, and

age affect the length of time in seeking jobs, and 3) understand whether or

not there is a difference in length of time in seeking jobs in Makassar based

on work experience, gender, role in family, and type of school.

This study uses primary data, 2012. The sampling method uses

accidental sampling method, which means anyone who happens on the field

and suits to the conditions of the study population. Data analysis uses

multiple regression specimens.

The result of this research shows family income variable is not a factor

affecting the length of time in seeking jobs. Work experience, gender, and

type of school variable have negative as well as significant impacts on the

length of time needed in seeking jobs. And levels of education, age, and role

in family variable have positive as well as significant impacts on the length of

time needed in seeking jobs.

Keywords: Family Income, Work Ekxperience, Levels of Education, Age,

Gender, Role in Family, Type of School, Length of Time Needed

in Seeking Jobs

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pengangguran adalah salah satu masalah yang dihadapi semua

negara di dunia sebagai akibat dari adanya kesenjangan antara jumlah

penduduk usia kerja yang masuk dalam angkatan kerja dengan ketersediaan

kesempatan kerja. Pengangguran selalu menjadi salah satu dari prioritas

masalah yang harus dihadapi dalam setiap perencanaan pembangunan.

Keberhasilan pembangunan biasanya diidentikkan dengan pertumbuhan

ekonomi yang tinggi. Hal ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi di suatu

wilayah seharusnya diikuti dengan penciptaan lapangan kerja baru. Dengan

adanya penciptaan lapangan kerja baru, permintaan tenaga kerja di pasar

kerja akan meningkat secara otomatis sehingga angkatan kerja yang ada

dapat diserap di dalam pasar kerja. Penyerapan angkatan kerja ini akan

berakibat pada penuruan angka pengangguran.

Pengangguran sendiri merupakan masalah ketenagakerjaan yang saat

ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan. Jumlah penganggur

dan setengah penganggur mengalami peningkatan. Sebaliknya

pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan

pemborosan-pemborosan sumber daya manusia dan potensi yang ada,

menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat

mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal, dan dapat

menghambat pembangunan dalam jangka panjang (Depnakertrans, 2004).

Sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar,

Indonesia memiliki potensi tenaga kerja yang besar. Pertumbuhan penduduk

yang meningkat dari tahun ke tahun diiringi dengan pertumbuhan angkatan

kerja (penduduk usia kerja yang bekerja dan mencari kerja). Dengan kata

lain, penawaran tenaga kerja di dalam pasar juga meningkat. Namun

demikian, penawaran tenaga kerja sebagai akibat pertumbuhan angkatan

kerja tidak selalu diiringi dengan penciptaan lapangan kerja baru yang

mampu menampung angkatan kerja yang baru untuk masuk ke dalam pasar

kerja. Penawaran tenaga kerja yang tinggi sementara permintaan tenaga

kerja di pasar kerja yang rendah mengakibatkan tingginya angka

pengangguran. Salah satu indikator tingginya angka pengangguran dapat

dilihat dari semakin lamanya waktu yang dibutuhkan seseorang untuk

mendapatkan pekerjaan.

Dalam hubungannya dengan kualitas sumber daya manusia,

pendidikan dianggap sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas sumber

daya manusia itu sendiri. Pendidikan yang baik diharapkan mampu

memberikan sumber daya manusia yang baik pula. Namun dalam

kenyataannya sekarang ini, pendidikan juga dianggap berkaitan erat dengan

pengangguran, khususnya pengangguran tenaga kerja terdidik.

Kecenderungan makin meningkatnya tingkat pendidikan akan berakibat

meningkatnya pula angka pengangguran tenaga kerja terdidik daripada

bertambahnya tenaga kerja yang mempunyai produktivitas sesuai dengan

kebutuhan lapangan kerja (Sutomo, dkk, 1999).

Pendidikan dianggap sebagai sarana untuk mendapatkan sumber

daya manusia yang berkualitas. Karena, pendidikan dianggap mampu untuk

menghasilkan tenaga kerja yang bermutu tinggi, mempunyai pola pikir dan

cara bertindak yang modern. Sumber daya manusia seperti inilah yang

diharapkan mampu menggerakkan roda pembangunan ke depan. Salah satu

upaya dalam mewujudkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan

pembangunan ini dikenal dengan kebijakan link and match. Kebijakan ini

bertujuan untuk mengoptimalkan dan mengefisienkan sumber daya manusia

dengan sistem pendidikan. Semakin selaras struktur tenaga kerja yang

disediakan oleh sistem pendidikan dengan struktur lapangan kerja maka

semakin efisienlah sistem pendidikan yang ada. Karena dalam pengalokasian

sumber daya manusia akan diserap oleh lapangan kerja (Rahmawati, dkk,

2004).

Menurut BPS (2003), tingkat pengangguran terdidik merupakan rasio

jumlah pencari kerja yang berpendidikan SMA ke atas (sebagai kelompok

terdidik) terhadap besarnya angkatan kerja pada kelompok tersebut. Selain

itu, menurut Elwin Tobing (2003), pengangguran tenaga terdidik yaitu

angkatan kerja yang berpendidikan menengah ke atas (SMA, Diploma, dan

Sarjana) dan tidak bekerja. Pengangguran tenaga kerja terdidik adalah salah

satu masalah makroekonomi. Faktor-faktor penyebab tenaga kerja terdidik

dapat dikatakan hampir sama di setiap negara, krisis ekonomi, struktur

lapangan kerja tidak seimbang, kebutuhan jumlah dan jenis tenaga terdidik

dan penyediaan tenaga terdidik tidak seimbang, dan jumlah angkatan kerja

yang lebih besar dibandingkan dengan kesempatan kerja (Sriyanti, 2009).

Menurut Moeis dalam Sutomo, dkk (1999), bahwa tenaga kerja

dengan pendidikan kejuruan mempunyai keterampilan khusus yang

dipersiapkan memasuki dunia kerja sehingga dapat dikatakan probabilitas

untuk menganggur lebih kecil daripada tenaga kerja berpendidikan umum.

Pencari kerja dengan latar belakang sekolah kejuruan akan lebih mudah

memperoleh pekerjaan sehingga lamanya menganggur juga pendek karena

jenis pencari kerja ini memilki biaya training yang rendah.

Secara makro, pengangguran tenaga kerja terdidik merupakan suatu

pemborosan. Apabila dikaitkan dengan opportunity cost yang dikorbankan

oleh negara akibat menganggurnya angkatan kerja terdidik terutama

pendidikan tinggi. Namun dari pandangan mikro, menganggur mempunyai

tingkat utilitas yang lebih tinggi daripada menerima tawaran kerja yang tidak

sesuai dengan aspirasinya. Utilitas yang dimaksud adalah tingkat kepuasan

yang diperoleh seorang individu dari bekerja atau melakukan suatu aktivitas

sehingga seseorang yang menganggur memiliki urutan alternatif-alternatif

atas aktivitas yang disukainya dibandingkan dengan seseorang yang

menerima tawaran pekerjaaan yang tidak sesuai dengan aspirasinya.

Kebutuhan hidup manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan

zaman, tidak sekedar untuk memenuhi kebutuhan hayatinya saja akan tetapi

menyangkut kebutuhan lainnya seperti kebutuhan pakaian, rumah,

pendidikan, dan lain sebagainya. Adanya pertumbuhan ekonomi yang tidak

disertai dengan proses pemerataan akan mengakibatkan terjadinya

kesenjangan antarindividu. Ada kecenderungan bahwa semakin tinggi laju

pertumbuhan ekonomi yang membuat semakin tinggi pendapatan

masyarakat per kapita mengakibatkan semakin cepat perubahan struktur

ekonomi dengan asumsi bahwa faktor-faktor penentu lainnya yang

mendukung proses tersebut seperti manusia (tenaga kerja), bahan baku, dan

teknologi tersedia (Tambunan, 2001).

Lapangan pekerjaan merupakan indikator keberhasilan

penyelenggaraan pendidikan maka merembaknya isu pengangguran terdidik

menjadi hal yang cukup mengganggu bagi perencanaan pendidikan di

negara-negara berkembang pada umumnya, khususnya Indonesia. Kota

Makassar merupakan salah satu kota yang terdapat dalam wilayah

administratif Sulawesi Selatan, Indonesia. Dipilihnya Kota Makassar sebagai

obyek penelitian disebabkan karena Kota Makassar saat ini merupakan

gerbang kawasan timur Indonesia. Dan saat ini masyarakat masih melihat

pertumbuhan ekonomi Kota Makassar sebagai standar dan tolak ukur

pertumbuhan ekonomi Indonesia Timur.

Pertumbuhan ekonomi Kota Makassar cenderung meningkat dalam

beberapa tahun, namun peningkatan tersebut belum dibarengi dengan

pengurangan pengangguran. Jika terjadi pertumbuhan ekonomi, maka

tenaga kerja yang terserap oleh sektor-sektor ekonomi juga mengalami

peningkatan sehingga jumlah pengangguran menurun atau berkurang.

Tabel 1.1

Jumlah Penduduk di Kota Makassar Tahun 2000-2010

Tahun Jumlah Penduduk

(Jiwa)

2000 1.112.688

2001 1.130.384

2002 1.148.312

2003 1.160.011

2004 1.179.023

2005 1.193.434

2006 1.223.540

2007 1.235.239

2008 1.253.656

2009 1.272.349

2010 1.339.374

Sumber: BPS, Makassar Dalam Angka, Data Diolah

Pada Tabel 1.1 di atas memperlihatkan data jumlah penduduk di Kota

Makassar tahun 2000-2010. Dari tahun ke tahun, peningkatan jumlah

penduduk menunjukkan jumlah yang signifikan. Jumlah penduduk Kota

Makassar terus akan tumbuh seiring dengan perkembangan Kota Makassar

itu sendiri sebagai pusat perdagangan, pendidikan, dan kebudayaan di

kawasan timur Indonesia. Pesatnya pertumbuhan penduduk tersebut

dipengaruhi oleh kelahiran dan urbanisasi yang cukup besar. Implikasi

pertumbuhan penduduk yang cukup besar tentu saja menimbulkan masalah-

masalah sosial ekonomi di perkotaan dan memberikan pekerjaan yang besar

bagi pemerintah daerah di Kota Makassar untuk pengelolaannya, seperti

masalah lapangan pekerjaan bagi Masyarakat Kota Makassar.

Tabel 1.2 Angka Pengangguran di Kota Makassar Tahun 2002-2007

Tahun Banyaknya Angka

Pengangguran (Persen)

Pencari Kerja Angkatan Kerja

2002 74.045 429.815 17,23

2003 76.228 438.249 17,41

2004 65.504 470.050 13,94

2005 91.537 480.692 19,04

2006 65.434 496.414 14,03

2007 67.290 526.991 18,03 Sumber: BPS, Survey Angkatan Kerja Nasional Agustus 2010 diolah Pusdatinaker

Berdasarkan Tabel 1.2, angka pengangguran di Kota Makassar

cenderung meningkat. Pada tahun 2002, angka pengangguran sebesar 17,23

persen, mengalami kenaikan sebesar 0,18 persen pada tahun 2003, dan

turun menjadi 13,94 persen pada tahun 2004. Akan tetapi, pada tahun 2005,

persentase pengangguran mengalami peningkatan yang signifikan yaitu

sebesar 19,04 persen. Berdasarkan tabel, tercatat pada tahun 2005 jumlah

pencari kerja mengalami kenaikan sebesar 5,1 persen atau meningkat

menjadi 91.537 orang dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun ini pula

tercatat angka pengangguran yang tertinggi dibandingkan tahun-tahun

sebelumnya.

Meningkatnya angka pengangguran disebabkan karena

ketidakseimbangan pertumbuhan angkatan kerja dan penciptaan

kesempatan kerja. Adanya kesenjangan antara angkatan kerja dan lapangan

kerja tersebut berdampak terhadap perpindahan tenaga kerja (migrasi) baik

secara spasial antara desa-kota maupun secara sektoral.

Tabel 1.3 Pencari Kerja Terdaftar, Lowongan Terdaftar, dan Penempatan Tenaga

Kerja di Kota Makassar Tahun 2003-2007

Tahun

Pencari Kerja Terdaftar (Orang)

Lowongan Kerja Terdaftar (Orang)

Penempatan Tenaga Kerja

(Orang)

L P L P L P

2003 15.362 18.199 1.481 1.429 1.476 1.424

2004 19.151 23.279 1.720 1.558 1.715 1.556

2005 10.824 15.495 2.115 1.867 2.113 1.864

2006 25.674 30.535 2.116 1.922 2.115 1.922

2007 24.520 27.664 1.816 1.621 1.561 1.321

Jumlah 73.463 115.172 7.700 8.397 8.980 8.087 Sumber: Informasi Pasar Kerja Disnaker Makassar, 2008

Pada Tabel 1.3 di atas disajikan data mengenai keadaan pasar kerja

yang terdaftar pada Dinas Tenaga Kerja Kota Makassar yang

memperlihatkan kondisi pencari kerja yang terus mengalami peningkatan

sedangkan jumlah lowongan kerja yang tersedia dan penempatan kerja

sangat sedikit. Jumlah pencari kerja sebanyak 210.703 orang, lowongan

kerja yang tersedia sebanyak 17.680 orang, dan penempatan pekerja

sebanyak 17.067 orang. Pencari kerja perempuan masih lebih dominan dari

tahun ke tahun sedangkan jumlah lowongan kerja yang tersedia masih lebih

besar untuk laki-laki, begitu pun dengan penempatan pekerja yang masih

lebih tinggi posisi yang diberikan untuk laki-laki daripada perempuan.

Berdasarkan Tabel 1.3, keadaan pasar kerja memperlihatkan

ketidakseimbangan antara jumlah orang yang membutuhkan pekerjaan

dibandingkan lowongan kerja yang tersedia. Penawaran dalam hal ini ialah

orang yang mencari kerja sangat banyak sedangkan permintaan pekerja

relatif sedikit. Jauh lebih banyak pertumbuhan pencari kerja dibandingkan

pertumbuhan kesempatan kerja yang tersedia. Keadaan ini merupakan suatu

permasalahan di sektor ketenagakerjaan karena terjadi kelebihan pencari

kerja di dalam pasar kerja. Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk

maka jumlah pencari kerja terus bertambah dari tahun ke tahun, sedangkan

jumlah lowongan kerja yang tersedia sangat kecil sehingga hal ini berdampak

semakin banyaknya jumlah pengangguran. Jumlah tenaga kerja yang

terserap pada pasar kerja tentunya berhubungan dengan pencapaian

pembangunan ekonomi negara.

Hal ini sejalan dengan pernyataan Todaro (2000) yang menjelaskan

bahwa terjadinya perpindahan penduduk disebabkan oleh tingginya upah

atau pendapatan yang dapat diperoleh di daerah tujuan. Kesenjangan

upah/pendapatan yang besar antara desa atau daerah dan kota mendorong

penduduk desa atau daerah untuk datang dan mencari pekerjaan di kota.

Menurut Moelyono dalam Sutomo, dkk (1999), menyatakan bahwa

meningkatnya pengangguran tenaga kerja terdidik disebabkan oleh makin

tingginya tingkat pendidikan maka makin tinggi pula aspirasinya untuk

mendapatkan kedudukan atau kesempatan kerja yang lebih sesuai dengan

keinginan, sehingga proses untuk mencari kerja lebih lama pada kelompok

pencari kerja terdidik disebabkan tenaga kerja terdidik lebih banyak

mengetahui perkembangan informasi di pasar kerja, dan lebih

berkemampuan untuk memilih pekerjaan yang diminati dan menolak

pekerjaan yang tidak disukai.

Tabel 1.4 Jumlah Penduduk Usia Kerja di Kota Makassar Dikelompokkan Menurut

Tingkat Pendidikan Tahun 2007-2009

Tingkat Pendidikan

Jumlah Penduduk Usia Kerja

2007 2008 2009

(Jiwa) (Persen) (Jiwa) (Persen) (Jiwa) (Persen)

≤ SD 204.863 21,67 199.219 20,59 227.080 23,02

SMP 199.113 21,06 204.322 21,12 193.488 19,62

SMA 305.683 32,34 317.470 32,82 330.152 33,47

SMK 94.636 10,01 91.077 9,42 92.573 9,39

Diploma 41.040 4,34 42.223 4,36 32.706 3,32

Sarjana 99.928 10,57 113.045 11,69 110.280 11,18

Jumlah 945.263 100,00 967.356 100,00 986.279 100,00 Sumber: BPS, Makassar Dalam Angka, Data Diolah

Berdasarkan Tabel 1.4, jumlah penduduk usia kerja di Kota Makassar

menurut tingkat pendidikan menunjukkan adanya perbaikan dalam kualitas

pendidikan. Penduduk usia kerja lulusan SMA Umum menunjukkan

peningkatan setiap tahunnya, pada tahun 2007 mencapai 305.683 orang atau

32,34 persen dan pada tahun 2009 mengalami kenaikan sebesar 24.469

orang menjadi 330.152 orang atau 33,47 persen. Hal yang sama terjadi untuk

lulusan perguruan tinggi atau universitas. Pada tahun 2007 sebesar 99.928

orang atau 10,57 persen, pada tahun 2008 sebesar 113.045 orang atau

11,69 persen, sedangkan pada tahun 2009 mencapai 110.280 orang atau

11,18 persen. Untuk penduduk usia kerja lulusan SD dan SMP serta Diploma

mengalami perubahan fluktuatif mulai dari tahun 2007-2009. Hal ini

membuktikan bahwa kesadaran penduduk di Kota Makassar akan pendidikan

cukup besar. Hal ini sesuai dengan meningkatnya mutu pendidikan secara

berjenjang sesuai tuntutan pasar.

Hal tersebut di atas, yang menjadi dasar ketertarikan diadakan

penelitian dengan objek faktor-faktor yang mempengaruhi lama waktu tenaga

kerja terdidik dalam mencari kerja di Kota Makassar. Maka dalam penelitian

ini akan dilihat sejauh mana pengaruh beberapa faktor seperti pendapatan

keluarga, pengalaman kerja, tingkat pendidikan, umur, jenis kelamin, status

dalam rumah tangga, dan jenis sekolah dapat mempengaruhi lama pencarian

kerja tenaga kerja terdidik di Kota Makassar. Oleh karena itu, penelitian ini

berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lama Mencari Kerja

Bagi Tenaga Kerja Terdidik di Kota Makassar”.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka

masalah yang dianalisis adalah:

1. Apakah pendapatan keluarga, pengalaman kerja, tingkat pendidikan,

dan umur memiliki pengaruh terhadap lama pencarian kerja bagi

tenaga kerja terdidik di Kota Makassar.

2. Apakah ada perbedaan signifikan antara jenis kelamin, status dalam

rumah tangga, dan jenis sekolah terhadap lama mencari kerja bagi

tenaga kerja terdidik di Kota Makassar.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini ialah:

1. Untuk memahami karakteristik tenaga kerja terdidik dalam kaitannya

dengan lama mencari kerja di Kota Makassar.

2. Untuk memahami apakah pendapatan keluarga, tingkat pendidikan

dan umur memiliki pengaruh terhadap lama mencari kerja.

3. Untuk memahami apakah ada perbedaan lama mencari kerja di Kota

Makassar menurut pengalaman kerja, jenis kelamin, status dalam

rumah tangga, dan jenis sekolah.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi menjadi sumbangan pemikiran

bagi kalangan pemerintah, khususnya pemerintah Kota Makassar, dalam

menentukan kebijakan ketenagakerjaan yang nantinya diharapkan dapat

menekan angka pengangguran di Kota Makassar. Penelitian ini diharapkan

pula dapat memberikan informasi yang berguna bagi semua pihak yang

terkait dengan masalah yang diteliti.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 SIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai

berikut:

1. Variabel pendapatan keluarga memiliki pengaruh negatif dan tidak

signifikan terhadap lama mencari kerja.

2. Variabel pengalaman kerja, jenis kelamin, dan jenis sekolah memiliki

pengaruh memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap lama

mencari kerja.

3. Variabel tingkat pendidikan, umur, dan status dalam rumah tangga

memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap lama mencari kerja.

4. Secara simultan, variabel pengalaman kerja, tingkat pendidikan, umur,

jenis kelamin, status dalam rumah tangga, dan jenis sekolah

berpengaruh secara signifikan terhadap variabel lama mencari kerja.

5. Variabel-variabel bebas yaitu pendapatan keluarga, pengalaman kerja,

tingkat pendidikan, umur, jenis kelamin, status dalam rumah tangga,

dan jenis sekolah secara bersama-sama mampu menjelaskan variasi

variabel terikat atau lama mencari kerja sebesar 32,33 persen

sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk

dalam estimasi model.

5.2 SARAN

Berikut adalah saran-saran yang dapat direkomendasikan

berdasarkan penelitian yang telah dilakukan:

1. Pada usia tertentu, para pencari kerja diharapkan lebih aktif dalam

mencari informasi tentang lowongan pekerjaan yang sesuai dengan

tingkat pendidikan dan keahlian yang dimilikinya, sebab sebagian

besar perusahaan lebih mengutamakan pencari kerja dengan usia

muda karena usia muda merupakan usia yang masih sangat produktif

dalam bekerja. Hal ini tentunya tidak sulit lagi, mengingat begitu

pesatnya kemajuan teknologi yang ada pada masa sekarang sehingga

pencari kerja dapat dengan mudah memperbaharui informasi yang

mereka inginkan, sehingga kemungkinan akan asymmetric information

antara pencari kerja dan pemberi kerja dapat dicegah seminimal

mungkin.

2. Perlu menanamkan jiwa kewirausahaan bagi kelompok pencari kerja

dengan pendidikan tinggi agar pengangguran terdidik dapat

memberikan solusi dalam menciptakan pekerjaan. Karenanya, pencari

kerja yang memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi dituntut

untuk lebih kreatif dan inovatif.

3. Para pencari kerja perlu membekali diri dengan pengalaman kerja,

sebab dengan pengalaman kerja yang mereka miliki, maka mereka

akan mendapatkan tambahan informasi yang lebih baik mengenai

pasar kerja. Faktor pengalaman kerja juga akan memberikan nilai

tambah bagi pencari kerja, dimana perusahaan cenderung memilih

pekerja yang memiliki pengalaman bekerja lebih banyak dan lebih

lama dibandingkan mereka yang pengalaman kerjanya sedikit atau

tidak ada sama sekali sehingga dengan memiliki pengalaman kerja,

para pencari kerja akan mempunyai lebih banyak kesempatan untuk

mendapatkan pekerjaan. Dengan kata lain, tenaga kerja yang

berpengalaman lebih siap untuk memasuki dunia kerja dibandingkan

dengan tenaga kerja yang tidak berpengalaman.

4. Pemerintah pun dituntut untuk lebih sigap dalam mengatasi masalah

pengangguran terdidik yang ada di Indonesia, terkhususnya di Kota

Makassar. Pemerintah perlu membangun suatu sistem yang

mengelola seluruh informasi di pasar kerja dimana sistem tersebut

dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat, baik itu masyarakat

pencari kerja maupun masyarakat yang sedang mempersiapkan diri

untuk turun dalam pasar kerja. Pemerintah pun harusnya bisa

menciptakan kanal-kanal pendidikan alternatif untuk membuka dan

menambah ilmu pengetahuan para pencari kerja agar bisa bersaing

dalam pasar kerja. Berbagai macam pelatihan, lokakarya, kursus-

kursus, dan sebagainya tentunya akan sangat membantu para pencari

kerja dalam menaikkan nilai tambah dalam diri mereka sehingga

meskipun mereka tidak berhasil pada lowongan pekerjaan yang

mereka inginkan, dikarenakan reservation wage mereka dan upah

yang diberikan oleh penyedia pekerjaan tidak bertemu di satu titik,

mereka setidaknya bisa menciptakan lapangan pekerjaan sendiri

untuk orang lain yang tentunya akan mengecilkan angka

pengangguran.

5. Search theory masih sangat jarang penggunaannya dalam

menganalisis masalah pengangguran. Oleh karena itu untuk para

peneliti selanjutnya, penting untuk mengembangkan konsep-konsep

penelitian yang memfokuskan pada search theory sebagai landasan

teori terhadap penelitian tersebut. Salah satunya adalah konsep

anggapan masyarakat umum yang mengesampingkan para pencari

kerja yang berlatar belakang pendidikan non eksakta, dimana

sebenarnya pencari kerja yang berlatar belakang pendidikan non

eksakta ini bisa berkompetisi sama baik atau bahkan lebih baik

dengan pencari kerja yang berlatar belakang pendidikan eksakta.

Kemudian konsep mengenai reservation wage dalam mencari kerja,

dimana perlu diteliti lebih lanjut mengenai sampai seberapa jauhnya

seorang pencari kerja mau berkompromi dengan keadaan yang ada,

dimana reservation wage yang ia tetapkan tidak bertemu di titik yang

sama dengan upah yang bersedia diberikan oleh penyedia lapangan

pekerjaan; apakah biaya pencarian kerja yang mereka keluarkan

sudah sepadan dengan hasil yang mereka dapatkan atau tidak.

DAFTAR PUSTAKA

Arfida. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Penerbit Ghalia

Indonesia

Badan Pusat Statistik. 1999. Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia. Jakarta:

PT Citra Mawana Patamaro

______. 2000 - 2011. Makassar Dalam Angka

Balitbangda Provinsi NTT. 2008. Kajian Peranan Sektor Informal Terhadap

Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kupang:

Jurnalbangda NTT

Becker, G. S. 1985. Human Capital, Effort, and The Sexual Division of

Labour. Journal of Labour Economic, Vol. 3

Bellante, Don dan Mark Jackson. 1981. Ekonomi Ketenagakerjaan. Jakarta:

Lembaga Penerbit FEUI Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Bowen, Lindsey and Jennifer Doyle. 2004. Gender Differences in Employed

Job Search. Issues in Political Economic Vol. 13, Furman University

Brown, Sarah and Karl Taylor. 2008. Expectations, Reservation Wages and

Employment: Evidence from British Panel Data. Sheffield Economic

Research Paper Series, SERP number: 2008007. Department

Economics, University of Sheffield

Depnakertrans. 2004. Penanggulangan Pengangguran di Indonesia. Majalah

Nakertrans Edisi-03 TH. XXIV-Juni

Diamond, Peter. 1982. Wage Determination and Efficiency in Search

Equilibrium. The Review of Economic Studies Vol. 49 No. 2, 217-227

______. 2010. The Nobel Prize Lectures in Uppsala 2010 – Economic

Laureates – Peter A. Diamond. www.youtube.com

Dumary. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga

Gujarati, Damodar. 1997. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga.

Terjemahan Dr. Gunawan Sumodiningrat, BPFE UGM, Yogyakarta

Gumelar, Linda. 2012. Para Istri pun Siap Jadi Kepala Keluarga. Surabaya

Post.

Jamaluddin. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lama Mencari

Kerja di Kota Makassar. Skripsi Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas

Ekonomi Universitas Hasanuddin

Kupets, Olga. 2006. Determinants of Unemployment Duration in Ukraine.

Labor Group, Economics Research and Outreach Centre, National

University “Kyiv-Mohyla Academy”, Kiev

Kusnadi. 1998. Pengantar Bisnis Niaga: Dengan Pendekatan

Kewiraswastaan. Malang: STAIN

Mankiw, Gregory N. 2000. Teori Makro Ekonomi Ed. 4.Jakarta: Erlangga

______. 2003. Economics Fifth Edition. New York: Worth Publishers 41

Madison Avenue

Mortensen, Dale. 1984. Job Search and Labor Market Analysis. Discussion

paper no. 594

______. 2010. The Nobel Prize Lectures in Uppsala 2010 – Economic

Laureates – Dale T. Mortensen. www.youtube.com

Pissarides, Christopher. 1982. Job Search and the Durationnof Layoff

Unemployment. Quarterly Journal of Economic

______. 2010. The Nobel Prize Lectures in Uppsala 2010 – Economic

Laureates – Christopher A. Pissarides. www.youtube.com

Putra, Adhy Ramawan. 2011. Faktor Penentu Mencari Kerja pada Sektor

Formal di Kota Makassar: Suatu Analisis Pendekatan Search Theory.

Skripsi Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas

Hasanuddin

Rahmatia. 2004. Kajian Teoretik dan Empiris Terhadap Pola dan Efisiensi

Konsumsi. Disertasi Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi

Universitas Hasanuddin

Rahmawati, Fadhilah dan Vincent Hadiwiyono. 2004. Analisis Waktu Tunggu

Tenaga Kerja Terdidik di Kecamatan Jebres Kota Surakarta Tahun

2003. Skripsi

Rizal, Muhammad. 2006. Keputusan Migrasi Sirkuler Pekerja Sektor Formal

di Kota Medan. Jakarta: Jurnal Siasat Bisnis Vol. 11 No 3

Room, Marit. 2008. Reservation Wage in Estonia. Eesti Pank, Faculty of

Economics and Business Administration, University of Tartu

Setiawan, Satrio. 2010. Pengaruh Umur, Pendidikan, Pendapatan,

Pengalaman Kerja, dan Jenis Kelamin terhadap Lama Mencari Kerja

Bagi Tenaga Kerja Terdidik di Kota Magelang. Skripsi Fakultas

Ekonomi Universitas Diponegoro

Simanjuntak, Payaman J. 1985. Pengantar Ekonomi SUmber Daya Manusia.

Penerbit FEUI (Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia): Jakarta

Subri, Mulyadi. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: RajaGrafindo

Persada

Sudarsono, dkk. 1988. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Karunia

Jakarta

Sukirno, Sadono. 2003. Makro Ekonomi, Teori Pengantar, Edisi Ketiga.

Jakarta: RajaGrafindo Persada

Sumarsono, Sonny. 2005. Ekonomi Manajemen Sumberdaya Manusia dan

Ketenagakerjaan. Yogyakarta: Graha Ilmu

Suratman, Eddy. 1994. Determinan Mencari Kerja di Kalimantan: Suatu

Analisa Data Sakernas 1992 dengan Pendekatan Search Theory.

Program Pascasarjana Universitas Indonesia

Sutomo, AM Susilo dan Lies Susanti. 1999. Analisis Pengangguran Tenaga

Kerja Terdidik di Kotamadya Surakarta. Skripsi

Sutomo, Vincent Hadiwiyono dan Prihartini BS. 1999. Analisis Faktor-Faktor

yang Mempengaruhi Lama Mencari Kerja Terdidik di Kabupaten Klaten

Tahun 1996. Skripsi

Tambunan, Tulus T. H. 2001. Transformasi Ekonomi di Indonesia. Jakarta:

Salemba Empat

Tobing, Elwin. 2003. Pengangguran Tenaga Kerja Terdidik.

Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Trans.

Haris Munandar. Jakarta: Erlangga

Triputrajaya, Ihsan. 2011. Preferensi Pekerja dalam Memilih Pekerjaan

Sektor Formal. Tesis Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin

Yuliantari, Winda. 2010. Ilmu Humaniora, Membangun Pribadi. Blog Pribadi.