Akut Long Edema
-
Upload
rofik-arisandi -
Category
Documents
-
view
49 -
download
0
Transcript of Akut Long Edema
Tuesday, October 18, 2011 KUMPULAN ASKEP
"Askep Acut Lung Oedem or Edema Paru AKut (ALO)"
Bismillah, Semoga Makalah ALO ini Bermanfaat Bagi Pembaca. Makalah ini Saya
Persembahkan Untuk HIMKAJAYA (Himpunan Mahasiswa Keperawatan
Brawijaya) Medical Fakulty of Brawijaya University MALANG.
Kami selaku Mahasiswa PSIK 2007 Mengucapkan: "Wahai KawanQ, SahabatQ
Perawat Indonesia. Mari Kita Buat "PERUBAHAN" di INDONESIA. Nunggu apa
lagi, Kapan lagi, Siapa Lagi Kita Harus BISA dan Pasti BISA Kawan. Mari
CIPTAKAN Profesionalitas Ners di INDONESIA." SALAM SUKSES BUAT
PERAWAT INDONESIA.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Edema paru akut merupakan kondisi di mana cairan terakumulasi di dalam paru-
paru, biasanya diakibatkan oleh ventrikel kiri jantung yang tidak memompa secara
adekuat. Edema paru akut terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari darah ke ruang
intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah
atau melalui saluran limfatik.
Bertambahnya cairan dalam ruang di luar pembuluh darah paru-paru disebut
edema paru akut. Edema paru akut merupakan komplikasi yang biasa dari penyakit
jantung dan kebanyakan kasus dari kondisi ini dihubungkan dengan kegagalan jantung.
Edema paru akut dapat menjadi kondisi kronik atau dapat berkembang dengan tiba-tiba
dan dengan cepat menjadi ancaman hidup. Tipe yang mengancam hidup dari edema paru
terjadi ketika sejumlah besar cairan tiba-tiba berpindah dari pembuluh darah paru ke
dalam paru, dikarenakan masalah paru, serangan jantung, trauma, atau bahan kimia
toksik. Ini dapat juga menjadi tanda awal dari penyakit jantung koroner.
Angka kejadian penyakit ini adalah sekitar 14 diantara 100.000 orang/tahun.
Angka kematian melebihi 40%. Tanpa pengobatan yang tepat, 90% kasus berakhir
dengan kematian. Bila pengobatan yang diberikan sesuai, 50% penderita akan selamat.
Penderita yang bereaksi baik terhadap pengobatan, biasanya akan sembuh total, dengan
atau tanpa kelainan paru-paru jangka panjang.
Mengingat begitu berbahayanya edema paru akut bagi kesehatan maka kelompok
akan membahas mengenai edema paru akut dan asuhan keperawatan yang diberikan.
Diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang efektif dan mampu
ikut serta dalam upaya penurunan angka insiden edema paru akut melalui upaya
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Apa definisi, etiologi, tanda gejala, manifestasi klinis, komplikasi, patofisiologi, serta
pemeriksaan penunjang dari edema paru akut?
1.2.2 Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan edema paru akut?
1.3 TUJUAN
1.3.1 Untuk mengetahui definisi, etiologi, tanda gejala, manifestasi klinis, komplikasi,
patofisiologi, serta pemeriksaan penunjang dari edema paru akut.
1.3.2 Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan edema paru akut.
1.4 MANFAAT
Setelah mengetahui definisi, etiologi, tanda gejala, manifestasi klinis, komplikasi,
patofisiologi, pemeriksaan penunjang, serta asuhan keperawatan dari edema paru akut
diharapkan kita sebagai calon perawat dapat mengaplikasikannya pada saat di klinik
nantinya. Diharapkan ini menjadi suatu bekal agar nantinya jika menemui kasus edema
paru akut dapat memberikan dasar untuk melakukan asuhan keperawatan dengan baik.
BAB II
PEMBAHASAN
Edema Paru Akut (Kardiak) adalah pembengkakan dan/atau akumulasi cairan
dalam paru. Hal ini dapat menyebabkan terganggunya pertukaran gas dan dapat
menyebabkan gagal napas. Edema Paru dapat terjadi akibat kegagalan jantung
memindahkan cairan dari sirkulasi paru (Edema Paru Kardiogenik) atau akibat trauma
langsung pada parenkim paru (Edema Paru Non-Kardiogenik). Pengobatan tergantung
dari penyebab, tapi lebih menitikberatkan pada memaksimalkan fungsi respirasi dan
menyingkirkan penyebab.
Definisi
Edema Paru Akut (Kardiak) adalah edema paru yang disebabkan oleh
meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler yang disebabkan karena meningkatnya tekanan
vena pulmonalis. Edema Paru Akut (Kardiak) menunjukkan adanya akumulasi cairan
yang rendah protein di interstisial paru dan alveoli ketika vena pulmonalis dan aliran
balik vena di atrium kiri melebihi keluaran ventrikel kiri.
Patofisiologi ALO:
Klarifikasi dan etiologi
Edema Paru dapat terjadi oleh karena banyak mekanisme yaitu :
I. Ketidak-seimbangan Starling Forces :
1. Peningkatan tekanan kapiler paru :
1. Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel
kiri (stenosis mitral).
2. Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi
ventrikel kiri.
3. Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan
tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
2. Penurunan tekanan onkotik plasma.
Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-losing
enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.
3. Peningkatan tekanan negatif intersisial :
1. Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).
2. Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas
akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).
4. Peningkatan tekanan onkotik intersisial.
Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.
II. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress
Syndrome)
1. Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
2. Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, NO2, dsb).
3. Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-
naphthyl thiourea).
4. Aspirasi asam lambung.
5. Pneumonitis radiasi akut.
6. Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
7. G Disseminated Intravascular Coagulation.
8. Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin.
9. Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
10. Pankreatitis Perdarahan Akut.
III. Insufisiensi Limfatik :
1. Post Lung Transplant.
2. Lymphangitic Carcinomatosis.
3. C. Fibrosing Lymphangitis (silicosis).
IV. Tak diketahui/tak jelas
1. High Altitude Pulmonary Edema.
2. Neurogenic Pulmonary Edema.
3. Narcotic overdose.
4. Pulmonary embolism.
5. Eclampsia.
6. Post Cardioversion.
7. Post Anesthesia.
8. Post Cardiopulmonary Bypass.
Dari klasifikasi di atas edema paru dapat disebabkan oleh banyak penyakit. Untuk
pengobatan yang tepat tentunya harus diketahui penyakit dasarnya.
Gejala
Gejala-gejalanya dapat terjadi atas :
1. Gejala yang ditimbulkan oleh kegagalan jantung untuk memenuhi oksigenasi pada
jaringan tubuh terutama cerebral, koroner dan ginjal.
a. Cardiac asma
Sesak terjadi secara tiba-tiba biasanya bersifat nocturnal dan orthopnoe,
berkeringat dingin, wheezing dapat terdengar pada seluruh paru, batuk-batuk
dengan expectorasi disebabkan oleh karena congestive paru. Kadang-kadang
terdapat hemoptysis sehingga menyebabkan terjadinya bloody sputum.
b. Tanda-tanda serebral timbul oleh karena penurunan cardiac output sehingga
timbul stuper, coma atau mental depresi.
c. Gejala-gejala cardiovaskuler dapat timbul suatu shock syndrome oleh karena
penurunan cardiac output dengan berbagai gejala cardiogenic shock ditandai
dengan tachycardia, auriculas flutter atau uriculas fibrilasi.
2. Berkumpulnya berbagai zat oleh karena kegagalan fungsi transportasi pembawa
zat sisa.
a. Berkurangnya substrat yang dipengaruhi jaringan terutama glukosa sehingga
jaringan dalam hal ini mempergunakan cadangan energi ataupun sumber energi
yang lainnya misalnya lemak dan protein. Kekurangan substrat ini hanya terjadi
bila kegagalan aliran darah.
b. Pengangkutan zat sisa yang tidak dapat dilakukan tubuh yang disebabkan oleh dua
hal yaitu :
Peranan mikro sirkulasi dan transportasi sisa-sisa bahan makanan tidak sempurna.
Fungsi exkresi dari ginjal tidak sempurna.
Kedua hal ini disebabkan oleh karena gangguan dalam hubungan hemodinamik
dimana transportasi zat dipengaruhi oleh hukum Vick dan hipotesa Starling.
Gejala-gejala retensi dari zat sisa yang terjadi ialah tingginya kadar ureum darah
yang dapat diklarifikasikan sebagai prerenal failure.
Manifestasi klinis
Manifestasi dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan perubahan radiografi (foto
toraks). Gambaran dapat dibagi 3 stadium, meskipun kenyataannya secara klinik sukar
dideteksi dini.
Stadium 1. Adanya distensi dari pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO.
Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja.
Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi
pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.
Stadium 2. Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru
menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal
(garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor intersisial, akan lebih
memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh
gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea.
Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga
membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial diperlambat.
Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja.
Stadium 3. Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu,
terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih
kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-
to-left intrapulmonary shunt.Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus
yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini
morphin hams digunakan dengan hati-hati.
Edema Paru yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat hipertensi
kapiler paru. Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi arteria koronaria,
terjadi edema paru walaupun tekanan kapiler paru normal, yang dapat dicegah dengan
pemberian indomethacin sebelumnya. Diperkirakan bahwa dengan menghambat
cyclooxygenase atau cyclic nucleotide phosphodiesterase akan mengurangi edema paru
sekunder akibat peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler; pada manusia masih
memerlukan penelitian lebih lanjut. Kadang-kadang penderita dengan Infark Miokard
Akut dan edema paru, tekanan kapiler pasak parunya normal; hal ini mungkin disebabkan
lambatnya pembersihan cairan edema secara radiografi meskipun tekanan kapiler paru
sudah turun atau kemungkinan lain pada beberapa penderita terjadi peningkatan
permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder oleh karena adanya isi sekuncup yang
rendah seperti pada cardiogenic shock lung.
Penatalaksanaan
1. Posisi ½ duduk
2. Oksigen (40%-50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk
(pasien makin sesak, takipneu, ronkhi bertambah, PaO2 tidak bisadipertahankan > 60
mmHg dengan O2 konssentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi atau tidak
mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal,
suction dan ventilator.
3. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila perlu.
4. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin per oral 0,4-0,6 mg tiap 5-10 menit.
Jika tekanan darah sistolik >95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin intravena mulai dosis
3-5 ug/kgBB. Jika tidak memberikan hasil memuaskan maka dapat diberikan
Nitrogliserin IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan
nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan sistolik
85-90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama
dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
5. Morfin sulfat 3-5 mg IV, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya
dihindari).
6. Diuretik Furosemid 40-80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam
atau dilanjutkan drip ontinue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
7. Bila perlu (tekanan darah turun /tanda hipoperfusi) : Dopamin 2-5 ug/kgBB/menit atau
doputamin 2-10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat
ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.
8. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
9. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan
oksigen.
10. Atasi aritmia atau gangguan konduksi.
11. Operasi pada komplikasi akut infark miokard sepertiregurgitasi, VSD dan ruptur dinding
ventrikel/corda tendinae.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 Pengumpulan Data
A. Identitas Klien
Nama : Tn. H
Usia : 79 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Alamat : Jl. MT Haryono VIIID/941 Malang
Telepon : -
Status Pernikahan :Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Swasta
Lama Bekerja : -
Diagnose : Post ALO
No. RM : 832185
Tgl MRS : 23 Desember 2008
Tgl Pengkajian : 23 Desember 2008
Sumber Informasi : klien, keluarga, RM
Nama keluarga dekat yang dapat dihubungi : Paiyah
Hubungan : istri
Alamat : Jl. MT Haryono VIIID/941 Malang
Telepon : -
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Keluhan Utama
Saat MRS : pasien mengeluh sesak napas tiba-tiba, sesak yang dirasakan sangat berat
disertai dengan keringat dingin seluruh tubuh dan dada berdebar-debar.
Saat pengakjian: pasien mengeluh badan lemas dan batuk, pasien mengatakan sudah
tidak sesak (sesak sudah berkurang)
B. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat penyakit masa lalu
Klien mengatakan sebelumnya pernah MRS di RSSA bulan oktober 2007 karena keluhan
yang sama (sesak). Riwayat hipertensi sejak ± 2 tahun lalu. Pasien tidak rutin control dan
hanya datang berobat ke mantri hanya jika klien merasa sesak yang berat. Klien tidak
tahu nama obatnya. Riwayat DM (-).
2. Riwayat penyakit sekarang
Menurut kleuarga pasien 3 ahri SMRS klien sering mengeluh sesak. Sesak saat
beraktivitas, istirahat dan disertai keringat dingin. Hipertensi sejak ± 2 tahun, riwayat
DM, jantung tidak ada. Klien tidak merokok dan minum alcohol.
3. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga tidak pernah mengalami penyakit yang dialami klien saat ini dan tidak ada
generasi sebelumnya yang menderita hipertensi, DM atau penyakit keturunan yang
lainnya.
Genogram :
K
eterangan:
Laki-laki hubungan pernikahan
Perempuan garis keturunan
X Meninggal tinggak dalam 1 rumah
klien
C. Pola aktivitas sehari-hari
Aktivitas Di Rumah Di RS
Pola nutrisi dan
metabolism
Klien makan 3x/hari, porsi
sedang, komposisi nasi, lauk,
dan sayur. Klien menyukai
masakan bersantan, tidak
banyak konsumsi makanan
Klien hanya minum air
putih
asin/terlalu manis
Pola eliminasi BAK spontan 4-5x/hari, wrana
kuning jernih.
BAB spontan 1-2x/hari,
konsistensi lunak, wrana
kuning
Terpasang dolver kateter
tersambung urobag, urine
berwarna kuning, jernih, PU
(+) ± 400 cc/ 4 jam
BAB 1x/hari konsistensi
lembek
Pola tidur dan
istirahat
Klien beristirahat siang bila
sempat ± 2 jam. Tidur malam
± 6-7 jam
Klien tidur 10-12 jam.
Kadang-kadang terbangun.
Klien bedrest
Pola aktivitas dan
istirahat
ADL mandiri, tanpa bantuan,
mandi 2x/hari. Klien sebagai
takmir masjid.
ADL bantuan total, bedrest
total. Terpasang O2 nasal
canule 4 lpm. Dolver
kateter, IVFD tangan kiri
NS 10 tetes/menit, mintor
EKG dan tensi, mandi
2x/hari dibantu keluarga.
D. Data Psikologis
1. Emosi/ afek : normal
2. Psikomotor : normal
3. Proses berfikir : normal
4. Persepsi : normal
5. Orientasi :waktu, tempat, orang baik
6. Kemauan. : normal
E. Data Psikososial
1. Pola komunikasi :jawa
2. Orang yang palinge dekat dengan klien : istri
3. Hobby/ penggunaan waktu senggang : mengurus masjid (takmir)
4. Hubungan dengan orang lain : baik
F. Data Spiritual
1. Ketaatan beribadah : taat, sholat 5 waktu
2. Keyakinan teradap sehat-sakit : yakin
3. Keyakinan terhadap penyembuhan : yakin
G. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : klien tampak rapi dengan wajah pucat
a. TTV
TD : 156/83 mmHg
N : 73x/ menit
RR : 20x/ menit
MAP : 107 mmHg
PP : 73 mmHg
T : 36,5 ° C
b. TB : tidak terkaji
BB : tidak terkaji
c. Kesadaran : CM, GCS 4 5 6
2. Pemeriksaan Head to toe
a. Kepala
Bentuk kepala
I : bentuk simetris, penyebaran rambut merata, rambut bersih, tidak ada lesi, rambut
beruban
P : tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa dan pembengkakan
Mata
I : bentuk simetris, sclera ikterik -/-, konjungtiva anemis -/-, reflek cahaya +/+, pupil
isokor
P : tidak ada nyeri tekan
Wajah : bentuk simetris dan tampak pucat
Hidung
I : septum nasi simetris, sekrt -/-, sumbatan -/-, PCH (-), terpasang O2 via nasal canule 4
lpm
P : tidak ada nyeri tekan
Telinga : telinga simetris, jejus (-), lesi (-), rhinorea (-), nyeri tekan tidak ada.
Mulut : mukosa bibir lembab, tidak ada sariawan, sianosis (-), tonsil tidak
kemerahan, gigi dan lidah bersih.
Tenggorokan : tidak ada nyeri tekan
Leher : trachea simetris, rigiditas (-), pembesaran vena jugularis ± 3 cm, nyeri tekan
pada kelenjar limfe
b. Thoraks
Paru-paru
I : bentuk dada simetris, pergerakan dada simetris, retraksi otot dada (+), tidak ada lesi
P : nyeri tekan (-), vocal vremitu teraba,
P : terdengar hipersonor pada lapang paru kanan dan kiri
A :
Ronkhi wheezing
c. Jantung
I : tidak terlihat pulsasi ictus cordis
P : Nyeri tekan (-), ictus cordis teraba di ICS V mid klavikula kiri ± 2 cm
P : terdengar dullness pada ICS IV sternum dekstra dan sinistra, ICS V mid clavicula line
sinistra, ICS V di anterior axial line, sinistra ICS V mid axial line sinistra
A : BJ I dan II tunggal
d. Abdomen
I : bentuk flat, jejas (-)
A : BU (+), 10x/menit
P : distensi abdomen (-), asites (-), tidak ada pembesaran pada hepar dan lien, nyeri tekan
(-)
P : timpani
e. Ekstremitas
Edema , akral hangat, terpasang IVFD Nacl 0,9% 10 tts/mnt
Kekuatan otot , reflek tidak terkaji, jejas (-), nyeri tekan (-)
f. Genetalia
Terpasang dolver kateter terhubung urobag, memakai pampers. PU (+)400 cc/4 jam
berwarna kuning jernih, anus tidak terkaji
g. Integument
Turgor kulit normal, akral hangat, tidak ada kelainan kulit, jejas (-), CRT < 2 detik
H. Pemeriksaan Penunjang
Lab 23-12-2008 jam 1.20
Darah lengkap
Leukosit: 10.900/ml (N: 3500-10.000/ml)
Hemoglobin: 11,1 gr/dl (N: 11-16,5 gr/dl)
Hemotokrit: 35,5% (N: 35-50%)
Trombosit: 276.000/ml (N: 150.000-390.000/ml)
Kimia darah
GD sesaat : 253 mg/dl (N: <200 mg/dl)
Ureum : 59,9 mg/dl (N: 10-50 mg/dl)
Kreatinin : 1,07 mg/dl (N: 0,7-1,5 mg/dl)
CPK : 97 m/L (N : 30-190 m/L)
CKMB : 49 m/L (N: <25 m/L)
SGOT : 304 m/L (N: 11-14 m/L)
SGPT : 108 m/L (N: 10-14 m/L)
Troponin I : negative (N: negative)
BGA
pH: 7, 236 (N: 7,35-7,45)
pCO2: 67,6 mmHg (N: 35-45 mmHg)
pO2: 65,8 mmHg (N: 80-100 mmHg)
HCO3: 29,6 mmol/L (N: 21-28 mmol/L)
SaO2: 90,1% (N: >95%)
BE: 0,7 mmol (N: -3 – (+3))
Tgl 13-12-2008 jam 15.00
Kimia darah
Kolesterol total: 174 mg/dl (N: 130-220 mg/dl)
Kolesterol HDL: 35 mg/dl (N: >50 mg/dl)
Kolesterol LDL: 121 mg/dl (N: <150 mg/dl)
Trigliserida: 50 mg/dl (N: 34-143 mg/dl)
Asam urat: 8,5 mg/dl (N: 2-6 mg/dl)
Foto rongten
Hasil foto rongten : didapatkan gambaran berkabut pada lapang paru, butterfly
appereance.
CTR:
Diket: a: 6,5 cm b: 7 cm c: 25,5 cm
Dita: CTR?
Jawab: CTR = a+b/ c x 100%
= 6,5+7/25,5 x 100%
= 52.9 % ( N : 50%)
Kesimpulan : terdapat pembesaran jantung (kardiomegali)
EKG
Interpratasi EKG
1) Irama : jarak antara QRS dengan QRS’ sama jadi irama regular
2) Frekuansi : 300/ jumlah kotak besar antara R dan R’
Atau
1500/ jumlah kotak kecil antara R dan R’
3) Gel P : 3 kotak x 0,04 s = 0,12 s
Gel. P tinggi (3 kotak) = P pulmonal (menunjukkan adanya hipertropi atrium kanan ( L
II, III, AVF/ inferior). P mitral di V1)
4) Gel QRS : 1 kotak x 0,04 s = 0,04 s
5) Interval PR : 3 kotak x 0,04 s = 0,12 s (normal)
6) T inversi : di V4 (iskemik)
7) Q patologis : -
8) ST elevasi : -
9) ST depresi : V4 dan V5 (iskemik)
10) Axif
Lead I dan AVF
Lead I : R : 13 13 + 0 = 13
S : 0
AVF : R : 8 8 + (-5) = 3
S : -5
Sumbu jantung : ± 90° ( N : -30° sampai 110°
Kesimpulan: Axif: α = 10° (normal)
I. Terapi
Furosemid : 40 – 0 – 0 mg
Spiromolacton : 25 mg
ISDN : 3 x 10 mg
Captopril : 3 x 10 mg
Ceftriaxon : 2 x 1 gr (IV)
GG : 3 x 100 gr
Azythromycin : 1 x 500 gr
Combivent nebule : 2x/hari
Diagnosa1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontakilitas miokardial
(penurunan).
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area intertitial/alveoli)
3. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam paru.
4. Cemas sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).
5. Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah) (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998).
6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan kurang terpajang informasi (Barbara Engram, 1993)
Perencanaan1. Diagnosa Keperawatan I
Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontakilitas miokardial (penurunan).Tujuan : Curah jantung tercukupi untuk kebutuhan individualKriteria hasil : Menunjukkan tanda vital dalam batas normal dan bebas gejala gagal jantung.Rencana tindakan :a. Catat suara jantungRasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena terdapat kelemahan dalam memompa. Irama gallop sering ada (S2 dan S3). Murmur merupakan gambaran adanya ketidaknormalan/stenosis dari katup.b. Monitor tekanan darahRasional : pada awal tekanan darah meningkat karena peningkatan SVR, lama kelamaan badan/body jantung tidak bisa bertambah panjang agar bisa untuk kompensasi dan bisa terjadi hipotensi berat.c. Palpasi denyut peripher.Rasional : Penurunan CO akan menyebabkan kelemhn denyut pada arteri radialis, poplitea,dorsalis pedis dan posttibial. Denyut dapat yang cepat atau reguler dan mungkin juga terdapat pulsus alternans (denyut yang kuat di selingi denyut yang lemah)d. Lihat warna kulit,pucat,cyanosis.Rasional : Pucat menunjukkan berkurangnya perfusi perifer sebagai akibat sekunder dari ketidakadekuatnya CO.e. Nilai perubahan tanggapan panca indera seperti : lethargy, kebingungan, disoientasi cemas dan depresi.Rasional : Menunjukkan tidak adekuatnya perfusi cerebralsebagai akibat sekunder dari penurunan CO .f. Collaborative dalam pemberian O2 lewat canul nasal/masker sesuai indikasi.Rasional : meningkatnya persediaanya O2 untuk kebutuhan myokard untuk menanggulangi efek hypoxia/iskemia.g. Collaborative pemberian diuretik.Rasional : Pengurangan preload penting dalam pengobatan pada pasien cardiac out put yang relative normal yang di sertai oleh gejala-gejala bendungan. Pemberian loup diuretics akan mengurangi reabsorbsi dari sodium dan air.h. Collaborative pemberin digoxin
Rasional : meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan melambatkan kecepatan denyut jantung (heart rate) dengan menurunkan kecepatan konduksi dan memperpanjng periode retrakter dari AV junction untuk meningkatkan efisiensi jantung/cardiac out put.
2. Diagnosa Keperawatan IIGangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area intertitial/alveoli)Tujuan : Pertukaran gas efektifKriteria hasil : menunjukkan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang adekuat pada jringan di tunjukkan oleh GDA/oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasanRencana tindakan : a. Auskultasi suara nafas, catat adanya krekels.Rasional : Menunjukkan adanya bendungan pulmonal/penumpukan secret yang membutuhkan penanganan lebih lanjut.b. Atur posisi fowler dan bed rest.Rasional : merangsang pengembangan paru secara maksimal.c. Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetriRasional : hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru.d. Collaborative pemberian O2 sesuai indikasi.Rasional : meningkatkan konsenterasi O2 alveolar yang akan mengurangi hypoxemia jaringan.e. Collaborative pemberian obat . DiureticRasional : Mengurangi bendungan alveolar sehingga meningkatkan pertukaran gas BronkodilatorRasional : Meningkatkan pemasukan O2 dengan jalan dilatasi saluran nafas.
3. Diagnosa Keperawatan IIIKetidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.Tujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normalKriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas terdengar jelas.Rencana tindakan :a. Identifikasi faktor penyebab.Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat mengambil tindakan yang tepat.b. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi.Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.c. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa
maksimal.d. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).Rasional : Peningkatan RR dan tachicardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.e. Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru.f. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.g. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto thorax.Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.
4. Diagnose keperawatan 4Cemas atau ketakutan sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).
: Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi kecemasan.Kriteria hasil : Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi dengan keadaannya.
Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan santai, nafas teratur dengan frekuensi 16-24 kali permenit, nadi 80-90 kali permenit.Rencana tindakan :
a. Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan semi fowler.Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya. Rasional : pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat diajak kerjasama dalam perawatan.
a. Ajarkan teknik relaksasi Rasional : Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan
b. Bantu dalam menggala sumber koping yang ada. Rasional : Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif sangat bermanfaat dalam mengatasi stress.
c. Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien. Rasional : Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik
d. Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas. Rasional : Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien dan membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan.
e. Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya. Rasional : Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah teridentifikasi dengan baik, perasaan yang mengganggu dapat diketahui.
5. Diagnose keperawatan 5Ketidakmampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah).
: Pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal mungkin.
Kriteria hasil : Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan bersemangat, personel hygiene pasien cukup.Rencana tindakan :
a. Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat aktivitas serta adanya perubahan tanda-tanda vital. Raasional : Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.
a. Bantu Px memenuhi kebutuhannya. Rasional : Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri.
b. Awasi Px saat melakukan aktivitas.Rasional : Memberi pendidikan pada Px dan keluarga dalam perawatan selanjutnya.
c. Libatkan keluarga dalam perawatan pasien. Rasional : Kelemahan suatu tanda Px belum mampu beraktivitas secara penuh.
d. Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara aktivitas dan istirahat. Rasional : Istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan metabolisme.
e. Motivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap. Rasional : Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu mengembalikan pasien pada kondisi normal.
6. Diagnose keperawatan 6Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan kurang terpajan informasi.Tujuan : Pasien dan keluarga tahu mengenai kondisi dan aturan pengobatan.Kriteria hasil :
a. Px dan keluarga menyatakan pemahaman penyebab masalah.b. PX dan keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi
medik.c. Px dan keluarga mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup
yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah.Rencana tindakan :
a. Kaji patologi masalah individu. Rasional : Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya intervensi terapeutik.
b. Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat (contoh, nyeri dada tiba-tiba, dispena, distress pernafasan).Rasional : Berulangnya proses penyakit memerlukan intervensi medik untuk mencegah, menurunkan potensial komplikasi.
c. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik (contoh, nutrisi baik, istirahat, latihan). Rasional : Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan.
Analisis Masalah
No Data Pohon Masalah Diagnosa
1. DS:
Sesak nafasBerdebar-debar
DO:KardiomegaliIskemiaTD : 156/83 mmHg
Penurunan Curah Jantung
2. DS:Sesak napasTampak pucatDO:Dyspnea Hasil Rontgen tampak gambaran berkabut pada lapang paru
Ganggun pertukaran gas
3. DS:Sesak nafasDO:Ronkhi HypersonorRR: 20 x / menit
Ketidak efektifan pola nafas
4. DS:Mengeluh lemasDO: Klien BedrestPemenuhan ADL dengan bantuan totalDistensi Vena Jugularis
Intoleransi Aktivitas
5. DS: -DO:PH : 7,236PO2 : 67,6 mmHg PO2 : 65,8 mmHgSaO2 : 90,1 %
Gangguan keseimbangan Asam basa
6. DS: Mengeluh lemasMengeluh keringat dinginDO: -
Gangguan metabolisme
7. DS: Klien kadang-kadang terbangun dari tidurnyaDO: -
Kecemasan
8. DS: Tidak rutin kontrolBerobat ke mantri hanya jika sangat sesakTidak tahu nama obat yang dikonsumsi
Kurangnya pengetahuan
DAFTAR PUSTAKA
1. Ningrum. 2009. Edema Paru Kardiogenik.
http://ningrumwahyuni.wordpress.com/2009/11/26/edema-paru-kardiogenik/trackback/.
Diakses tanggal 6 Desember 2009. Pukul 11.00 WIB.
2. Panji. 2008. Edema Paru Akut (kardiak). http://panji102blogspot.com/2008/06/edema-
paru-akut-kardiak.html. Diakses tanggal 6 Desember 2009. Pukul 11.00 WIB