2919-7299-1-PB.rtf

download 2919-7299-1-PB.rtf

If you can't read please download the document

Transcript of 2919-7299-1-PB.rtf

1

PEMANFAATAN DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) BAGI SISWA KURANG MAMPUOleh: Ahmed Fernanda Desky@mail: [email protected] Mahasiswa Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Abstract

School Operational Assistance (BOS) allocation at the school to be right on target that the government declared the policy should not the rest of it in improving the quality of education. But the realization of policy dysfunction BOS fund use should conform to the rules set so that it can be said BOS less on target. Documenting the school performed in assessing socio-economic conditions of students families are less able to just look at it subjectively. The method used in this research is quantitative research by the survey method. Samples were taken at two schools respectively were 70 respondents. The end result in this paper is to assess the school's policy that students are not able to do the school still not 100% on target. Because schools do not perform data collection using concrete indicators of poverty such as data collection conducted by the Central Statistics Agency (BPS) resulting latent dysfunction in BOS funds allocated for poor students.

Keywords: Utilization of BOS, Underprivileged Students

PendahuluanUpaya pemerintah dalam menuntaskan pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan dapat dilihat pada UUD RI 1945 dalam perubahan keempatnya tentang pendidikan dan kebudayaan pada pasal 31 ayat (3) bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang tidak sepenuhnya berjalan dengan efektif karena masih banyak masyarakat yang kekurangan dalam mengenyam pendidikan yang lebih baik. Selain itu pemerintah juga menegaskan lagi pada UUD 1945 RI perubahan keempat pada pasal 31 ayat (2) bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Hal ini dapat dilihat bahwa pemerintah bertanggung jawab kepada masyarakatnya dalam memberikan pendidikan yang layak tanpa mengenakan biaya kepada masyarakatnya.

Dalam undang-undang yang tertera di atas, pemerintah memiliki beberapa landasan dalam membuat program kebijakan untuk meningkatkan fasilitas sekolah serta mutu pendidikannya bagi masyarakat terutama pada masyarakat yang memiliki ekonomi lemah, karena di Indonesia kebutuhan pendidikan selalu dikaitkan dengan dana yang cukup mahal sehingga masyarakat kurang mampu masih menjadi salah satu pusat perhatian pemerintah dalam mengentaskan masalah pendidikan yang layak. Salah satu program pemerintah yang tertera dalam undang-undang tersebut adalah program Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Bantuan Operasional Sekolah (BOS) terealisasikan mulai tahun 2005 yang menyediakan bantuan bagi sekolah dengan tujuan membebaskan biaya pendidikan bagi seluruh siswa. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.37 tahun 2011 mengatakan bahwa jumlah dana yang dialokasikan sebanyak 16,265 triliun rupiah. Melalui program ini pemerintah memberikan dana kepada sekolah-sekolah setingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) berupa perlengkapan sekolah berupa alat tulis, perbaikan infrastruktur, gaji guru honor, dan lain-lain. Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) juga dialokasikan dalam bentuk dana khusus bagi siswa yang kurang mampu dalam hal biaya transportasi ke sekolah. Meskipun demikian sekolah memiliki cara yang berbeda-beda dalam memberikan dana bantuan khusus itu tergantung dari kebijakan kepala sekolah. Misalnya saja ada sekolah swasta yang tidak langsung memberikan dana transportasi bagi siswa kurang mampu, tetapi uang tersebut langsung dibayarkan untuk biaya pembangunan sekolah dan hutang uang buku pelajaran dengan guru. Dari hasil observasi penulis di SMPN 1 Bilah Hulu dan SMP Swasta Bina widya Aeknabara, Kabupaten Labuhanbatu bahwa Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang diberikan kepada siswa kurang mampu berupa uang tunai sesuai dengan jumlah siswa kurang mampu yang terdata oleh pihak sekolah. Dengan bantuan uang tunai tersebut, siswa diharapkan tidak memiliki kendala untuk pergi ke sekolah dengan alasan biaya sekolah yang kurang memadai. Sehingga Bantuan Operasional Sekolah (BOS) diharapkan dapat meringankan beban bagi siswa kurang mampu maupun orang tua siswa yang memiliki kondisi sosial ekonomi yang lemah. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah ternyata tidak semuanya berjalan dengan apa yang diharapkan, karena dalam pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) masih banyak sekolah-sekolah yang serba kekurangan dalam melengkapi alat-alat keperluan belajar mengajar. Dapat dilihat pada contoh kasus penyalahgunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang terjadi di salah satu daerah Kabupaten Karo misalnya. Menurut Surbakti (dalam Koran Sinar Indonesia Baru 2012) telah terjadi penyalahgunaan pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan beasiswa di Kecamatan Laubaleng, Kecamatan Mardinding, Tiganderket dan umumnya terjadi di setiap kecamatan di Kabupaten Karo. Salah satunya di SMPN 3 Lau Solu Kecamatan Mardinding, diungkapkan bahwa bantuan beasiswa kepada siswa yang kurang mampu dipotong oknum kepala sekolah sekitar Rp 100.000 per siswa dan penyaluran dan pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tidak dimusyawarahkan dengan komite sekolah, orang tua siswa ataupun para guru yang bersangkutan. Pengurus komite sekolah, oknum guru serta beberapa orangtua siswa mengaku, mereka tidak dilibatkan dan tidak pernah diundang kepala sekolah untuk musyawarah tentang penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan penyaluran beasiswa. Termasuk berapa dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang diterima pun sama sekolah tidak diketahui (Koran Sinar Indonesia Baru, Rabu, 15 Februari 2012, hal 14).SMPN 1 Bilah Hulu dan SMP Swasta Bina Widya telah mendapatkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sejak dikeluarkannya program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pada tahun 2005. Kedua SMP ini penulis menemukan beberapa fenomena yang dianggap menarik untuk di teliti. Misalnya saja di SMPN 1 Bilah Hulu, sejak adanya dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari tahun 2005 sampai pada tahun 2012 telah memiliki penambahan jumlah siswa. Sedangkan SMP Swasta Bina Widya, semenjak hadirnya program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) jumlah siswa yang sekolah di SMP Swasta Bina Widya tersebut telah mengalami penurunan jumlah siswa. Hal tersebut menjadi sebuah fenomena sosial yang menarik dan menimbulkan permasahan baru dalam menanggapi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Untuk itu dipandang perlu untuk melakukan kajian akademik atas hal yang tengah menggejala ini khususnya di SMPN 1 Bilah Hulu dan SMP Swasta Bina WidyaPermasalahan dalam penelitian ini adalah: Apakah alokasi dan pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SMPN 1 Bilah Hulu dan SMP Swasta Bina Widya Aeknabara sudah tepat sasaran?Bagaimana pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SMPN 1 Bilah Hulu dan SMP Swasta Bina Widya Aeknabara bagi siswa kurang mampu?

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, menganalisa, serta mengkomparasikan alokasi dan pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi siswa kurang mampu di SMPN 1 Bilah Hulu dan SMP Swasta Bina Widya Aeknabara, kecamatan Bilah Hulu kabupaten Labuhanbatu serta untuk mengetahui perbandingan kebijakan sekolah negeri dana sekolah swasta dalam memberikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi siswa kurang mampu.Manfaat penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat menambah pengetahuan, pemahaman serta menambah rujukan peneliti tentang alokasi dan pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi siswa kurang mampu yang dikaitkan dengan kerangka pemikiran sosiologi terutama dalam perspektif sosiologi pendidikan dan studi kebijakan publik. Sedangkan manfaat Praktisnya diharapkan sebagai bahan latihan dan pembentukan pola pikir ilmiah yang rasional dalam menghadapi realita sosial. Selain itu dapat menjadi masukan kepada pemerintah untuk mengefektifkan program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di seluruh Indonesia. Sehingga dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan selanjutnya bagi dinas pendidikan dan pemerintah daerah kabupaten Labuhanbatu. Tinjauan Pustaka Fungsi Pendidikan Sebagai Pengentasan KemiskinanSaat ini pendidikan diidentikkan sebagai salah satu cara dalam pengentasan kemiskinan, dengan pendidikan maka seseorang dapat merubah nasibnya dengan menerapkan ilmu yang telah di dapatnya. Mahalnya biaya pendidikan membuat sebagian masyarakat miskin tidak mampu untuk mendapatkan pendidikan tersebut, padahal fungsi pendidikan dalam pengentasan kemiskinan dapat dilihat melalui pendekatan ekonomis yang melihat masalah pendidikan sebagai sarana untuk peningkatan produktifitas. Amartya Sen dan Jeffrey Sachs (dalam Djantika, 2009:4) menyatakan bahwa pengentasan kemiskinan melalui pendidikan yang dibutuhkan adalah kemerdekaan dalam pengembangan pribadi manusia. Penuntasan kemiskinan bukan hanya dapat dicapai melalui pengembangan satu sektor tertentu saja tetapi berbagai sektor penting yang berkenaan dengan kepentingan seluruh masyarakat.

Selain itu fungsi pendidikan merupakan jalan bagi mobilitas sosial, dengan adanya pendidikan masyarakat akan terus mengalami pergerakan yang lebih maju dalam mengikuti perkembangan zaman. Masyarakat akan mengalami perubahan baik itu kelas sosial, ekonomi, budaya, teknologi, politik. Terdapat dua pengertian mobilitas sosial, pengertian yang pertama yaitu kemungkinan bagi individu untuk pindah dari lapisan satu ke lapisan sosial lainnya. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan status sosial seorang siswa dibandingkan dengan status orang tuanya. Sedangkan pengertian yang kedua, bahwa suatu sektor dalam masyarakat secara keseluruhan berubah kedudukannya terhadap sektor lain. (Nasution, 2010:38).

Kebijakan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Menurut Perspektif SosiologiKebijakan yang dicanangkan pemerintah melalui program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) telah memiliki berbagai macam hasil yang telah dicapai untuk meringankan beban masyarakat terutama pada masyarakat yang kurang mampu. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang terdahulu, yang melihat berbagai keanekaragaman cara pemerintah maupun sekolah dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut. Menurut Rusdianto (2011) dalam penelitiannya di kecamatan Bluluk kabupaten Lamongan, telah menemui berbagai perbedaan dalam pelaksanaan program tersebut. Dalam pengalokasian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), sekolah masih banyak ditemui kelemahan-kelemahannya. Dimana prioritas penggunaan dana di sekolah belum menunjukkan keberpihakannya terhadap sasaran yang menjadi target kebijakan, yaitu siswa miskin, sebagian besar dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) masih tersedot pada anggaran belanja pegawai. Keberadaan RAPBS yang diterapkan sebagai fungsi kontrol dan acuan dalam penggunaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) belum berjalan sebagaimana mestinya, RAPBS hanya sebatas formalitas bagi sekolah untuk mendapatkan dana BOS. Program BOS juga belum menunjukkan dampak yang progresif dalam menekan laju angka putus sekolah, permasalahan murid putus sekolah ternyata bukan semata-mata karena biaya pendidikan yang membumbung tinggi. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) belum sepenuhnya mengurangi tingkat putus sekolah di Indonesia, karena pemerintah belum matang dalam menyusun strategi untuk meningkatkan mutu pendidikan. Pemerintah masih saja berbicara tentang dana yang di butuhkan sekolah-sekolah. Sekolah juga masih kebingungan untuk membagi waktu dan kebutuhan materi yang paling diprioritaskan demi berjalannya kegiatan belajar mengajar guru dan siswa. Padahal sekolah harus berjalan secara bersamaan dalam melaksanakan program tersebut.

Dapat dilihat berdasarkan pemikiran Robert K. Merton (dalam Ritzer & Goodman, 2008:141) yaitu tentang fungsional, fungsi manifes (nyata), fungsi laten (tersembunyi), disfungsi, dan nonfungsional dalam suatu sistem. Menurutnya pendekatan fungsional bukanlah suatu teori komperehensif dan terpadu, melainkan suatu strategi untuk analisa. Strategi ini merupakan suatu titik tolak dan memberikan suatu bimbingan, tetapi teori-teori taraf menengah yang dikembangkan dari titik tolak ini harus mampu berada dalam kesatuannya sendiri yang didukung oleh data empiris yang sesuai. Dari teori tersebut dapat diartikan bahwa setiap kebijakan yang dibuat pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan melalui pendidikan akan berjalan dengan teratur apabila strategi pengambilan kebijakan harus sesuai dengan sistematika pengawasan, kebutuhan sekolah maupun masyarakat, serta kondisi sosial ekonomi masyarakat di daerah masing-masing sehingga kebijakan yang dikeluarkan dalam mengentaskan kemiskinan dapat berfungsi. Merujuk pada pemikiran Robert K. Merton (dalam Ritzer & Goodman, 2008:141) yaitu fungsi manifes dan fungsi latennya, sehingga penulis mengaitkannya dengan fungsi kebijakan Bantuan Operasional Sekolah (BOS), baik secara manifes maupun laten. Fungsi manifes dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) juga dapat diilihat pada peraturan menteri pendidikan nasional Republik Indonesia nomor 37 tahun 2010 yang mengingat pada UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional sebenarnya sudah mengamanatkan tentang pentingnya alokasi anggaran dana untuk pembiayaan dan pembangunan pendidikan ini. Selain itu di dalam pasal 31 ayat (4) menyatakan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Dari pasal tersebut telah melatarbelakangi terselenggaranya pengalokasian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dibuat oleh pemerintah. Fungsi manifes Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang berisikan tentang alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang telah terulis berdasarkan buku petunjuk teknis penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dalam peraturan menteri pendidikan nomor 37 tahun 2010. Selain itu Robert K. Merton juga mengemukakan tentang konsep disfungsi laten atau masalah yang muncul dari tindakan manusia, banyak fungsi positif yang menguntungkan masyarakat atau diri seseorang sebagai individu berupa hasil produk sampingan yang tidak dimaksudkan dari tindakan-tindakan yang diarahkan pada tujuan-tujuan lain. Dengan kata lain bahwa fungsi kebijakan disalahgunakan oleh sistem dalam mencari keuntungan melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dari peraturan menteri pendidikan Republik Indonesia nomor 37 tahun 2010 sudah terlihat jelas bahwa kebijakan yang akan direalisasikan oleh pemerintah kepada sekolah dan siswanya namun terjadi penyelewengan serta kurangnya pengawasan dalam mengalokasikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dilakukan oleh oknum pendidikan yang tidak bertanggung jawab. Selain itu masih ada infrastruktur sekolah yang tidak layak pakai, masih ada beban siswa dalam pembelian buku pelajaran, gaji para honorer yang tersendat, dan dana khusus untuk siswa kurang mampu dipotong oleh pihak sekolah tanpa ada alasan yang jelas. Dilihat dari disfungsi latennya yaitu fungsi yang diharapkan masyarakat untuk dapat mengenyam pendidikan yang layak telah beralih fungsi menjadi kerugian dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah yang disalahgunakan oleh oknum yang terdapat di instansi pendidikan. Hadirnya kebijakan dalam program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang tujuannya sebagai pemerataan pendidikan dianggap positif dalam kehidupan masyarakat. Tetapi kebijakan tersebut tidak semua dipandang positif bahkan kebijakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bisa dianggap negatif apabila kebijakan tersebut digunakan sebagai alat untuk mencari keuntungan pribadi bagi pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Masyarakat memandang negatif karena merasa telah dirugikan dan tidak sesuai lagi dengan apa yang dijanjikan oleh pemerintah.Sedangkan fungsi latennya merupakan fungsi yang tidak dimaksudkan atau tidak diketahui perubahannya mengenai kebijakan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dapat dilihat dari pengaruh dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) terhadap minat belajar dan prestasi siswa. Pada awalnya kebijakan ini hanya terlihat sebatas kebutuhan materi yang menjadi suatu wadah untuk memenuhi kebutuhan kegiatan belajar mengajar di sekolah, tetapi disatu sisi telah memiliki pengaruh terhadap perkembangan siswa dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dinetralisir dengan cara meningkatkan fasilitas infrastruktur yang baik dan kebutuhan sekolah yang cukup lengkap demi membatu meningkatkan mutu pendidikan siswa terutama bagi siswa kurang mampunya. Selain itu Merton juga mengemukakan konsep nonfungsional yaitu sebagai akibat-akibat yang sama sekali tidak relevan dengan sistem yang sedang diperhatikan (Ritzer & Goodman, 2008:140). Kebijakan Bantuan Operasioanal Sekolah (BOS) dilihat berfungsi apabila seluruh sistem dan struktur sosial yang di dalamnya berjalan sesuai dengan fungsi yang diharapkan. Akan tetapi ketika sudah terjadi kesalahan yang bersifat nonfungsional di dalam sistem berarti salah satu sistem tidak berjalan karena adanya hambatan-hambatan yang terjadi dalam lembaga pendidikan maupun masyarakatnya. Metode PenelitianPendekatan yang digunakan untuk penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode survei. Dalam hal ini data yang telah dikumpulkan akan dikomparasikan antara sekolah swasta dengan sekolah negeri setelah itu dideskripsikan dan dianalisis. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2012 di dua sekolah menengah pertama (SMP) yaitu di SMPN 1 Bilah Hulu dan SMP Swasta Bina Widya Aeknabara, kecamatan Bilah Hulu, kabupaten Labuhanbatu. Teknik sampling yang digunakan di SMPN 1 Bilah Hulu yaitu secara random dengan menggunakan rumus Taro Yamane sebanyak 70 orang siswa kurang mampu dan 70 orang orang tua siswa kurang mampu yang mewakili. Sedangkan teknik sampling yang digunakan di SMP Swasta Bina Widya dengan menggunakan sampling saturasi sebanyak 20 orang dan jumlah orang tua yang mewakili sebanyak 20 orang. Jumlah siswa kurang mampu di SMP Swasta Bina Widya sebanyak 20 orang karena jumlah populasi siswa kurang mampunya sebanyak 20 orang.

Hasil Dan Pembahasan Pengalokasian Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Bagi Siswa Kurang Mampu SMPN 1 Bilah Hulu dan SMP Swasta Bina WidyaDalam pengalokasian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), seluruh siswa mendapatkan jatah yang sama. Pada tahun 2011 pihak sekolah memberikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) kepada siswa kurang mampu di SMPN 1 Bilah Hulu berupa uang transportasi sebesar Rp 350.000 per siswanya berupa uang langsung tunai setiap setahun sekali. Selain digunakan untuk siswa kurang mampu, pengadaan buku perpustakaan, pembangunan dan perbaikan infrastruktur, sekolah ini juga mengalokasikan dana pada kegiatan-kegiatan siswa dalam mengikuti perlombaan maupun latihan ekstrakulikuler. Pada saat pembagian raport, dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) juga digunakan sekolah untuk kebutuhan sekolah berupa dukungan moril yang dapat memberikan semangat kepada siswa maupun guru yang sudah lelah mengisi raport siswa. Sedangkan sistematika pengalokasian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SMP Swasta Bina Widya ini hampir sama dengan SMPN 1 Bilah Hulu. Hanya saja, ada beberapa kebijakan yang cukup berbeda mengalokasikan dana kepada guru maupun siswanya. Pada pengalokasian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi siswa kurang mampu di SMP Swasta Bina Widya, jumlah uang yang diterima siswa kurang mampu sebesar Rp 375.000 per siswanya. Tetapi uang tersebut tidak langsung tunai diberikan kepada siswa. Pihak sekolah langsung memotong uang tersebut dengan cara melihat perkembangan kebutuhan siswa kurang mampu. Meskipun sekolah ini mendapatkan Bantuan Operasional Sekolah (BOS), pihak sekolah masih tetap membebankan uang sekolah kepada setiap siswanya karena dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tidak dapat memenuhi gaji guru di sekolah ini sehingga pihak sekolah masih memberikan beban kepada siswa untuk membayar uang sekolah setiap bulannya sebesar Rp 50.000/siswanya.

Dalam pengalokasian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di dua sekolah ini memiliki beberapa persamaan yang kurang sesuai dengan peraturan menteri pendidikan nasional nomor 37 tahun 2010. Dalam penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), ketidaksesuaian yang dilakukan pihak SMP swasta Bina Widya dan SMPN 1 Bilah Hulu adalah menggunakan dana tersebut untuk pembiayaan kegiatan kerohanian. Dalam larangan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) telah terlihat jelas pada poin 12 yaitu larangan dalam menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk kegiatan penunjang yang tidak ada kaitannya dengan operasi sekolah, misalnya iuran dalam rangka perayaan hari besar nasional dan upacara keagamaan/acara kerohanian. Dari pernyataan tersebut sudah jelas bahwa kedua sekolah melakukan pelanggaran sistem yang telah dibuat pemerintah. Kalau di SMPN 1 Bilah Hulu menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk kegiatan keagamaan seperti isra miraj, maulid nabi, dan penyambutan natal. Sedangkan di SMP swasta Bina Widya menggunakan dana tersebut untuk acara perpisahan dan kegiatan keagamaan seperti isra miraj, maulid nabi, dan penyambutan natal. Akan tetapi hal tersebut dianggap kedua pihak sekolah wajar karena tidak merugikan siswanya dalam menjalankan aktifitas sekolah tetapi telah melanggar peraturan larangan pengalokasian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Karena secara sistematika pengalokasian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), kebijakan sekolah menjadi disfungsi dalam mengalokasikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang sudah jelas melarang penggunaan dana tersebut untuk kegiatan keagamaan. Kondisi Sosial Ekonomi Siswa Kurang Mampu Di SMPN 1 Bilah Hulu Dan SMP Swata Bina Widya Dari hasil survei yang dilakukan penulis dalam aspek kondisi sosial ekonomi keluarga siswa kurang mampu di SMPN 1 Bilah Hulu dan SMP Swasta Bina Widya ternyata kedua sekolah ini memiliki perbedaan yang signifikan. Selama ini di dua sekolah tersebut melakukan pendataan siswa kurang mampu hanya secara subjektif dan dengan cara melakukan penilaian sesuai dengan kebijakan sekolah tanpa memilki landasan yang kongkrit, misalnya penilaian dari pemerintah pusat atau dari Badan Pusat Satatistik (BPS) dalam menetapkan indikator kemiskinan yang nyata. Sehingga telah terjadi ketimpangan bahwa belum sepenuhnya orang tua sswa jujur memberikan informasi mengenai kondisi keluarga yang sebenarnya kepada pemerintah maupun pihak sekolah. Walaupun tidak semuanya masuk ke dalam indikator kemikinan yang ada di Badan Pusat Statistik (BPS), tapi seharusnya setidaknya mampu mendekati kemiskinan dalam mendata siswa yang layak mendapatkan bantuan tersebut. Oleh sebab itu penulis melakukan survei penelitian dengan menggunakan indikator kemiskinan dari Badan Pusat Statistik (BPS) dengan tujuan agar dapat mengetahui siswa kurang mampu yang telah di data pihak sekolah layak dibantu atau tidak. Meskipun tidak secara keseluruhan menggunakan indikator kemiskinan dari Badan Pusat Statistik (BPS), tetapi setidaknya dapat mendekati penilaian yang diharapkan. Pendataan tersebut akan dideskripsikan melalui penghasilan dan pengeluaran keluarga selama sebulan, status dan kondisi rumah, dan status kepemilikan kendaraan.

Kondisi sosial ekonomi yang mendekati kriteria masyarakat miskin di kabupaten Labuhanbatu menurut Badan Pusat Statistik (BPS) 2011 memiliki penghasilan sebesar Rp 210.241 per bulannya. Penghasilan tersebut merupakan penghasilan minimum setiap salah satu anggota masyarakat yang bekerja. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) 2007 bahwa penghasilan bersih keluarga miskin di Indonesia secara keseluruhan minimal Rp 600.000 per bulan. Sehingga untuk memudahkan penulis dalam melakukan survei tentang penghasilan minimal keluarga selama sebulan, penulis mengukur penghasilan keluarga minimal sebesar Rp 510.000 Rp 1.000.000. Untuk melihat lebih jelas dapat dilihat pada tabel di bawah yang melihat dalam aspek kondisi ekonomi keluarga mengenai perbandingan penghasilan dan pengeluaran keluarga siswa kurang mampu di SMPN 1 Bilah Hulu dengan SMP swasta Bina Widya.Tabel 1. Pengahasilan dan pengeluaran keluarga selama sebulanNomorUraianPenghasilan Keluarga Per BulanPengeluaran Keluarga Per Bulan

SMPN 1 Bilah HuluSMP Swasta Bina WidyaSMPN 1 Bilah HuluSMP Swasta Bina Widya

F%F(%)F(%)F(%)1Rp 2.010.00045,70022,9152Rp 1.510.000 Rp 2.000.00034,342057,12103Rp 1.010.000 Rp 1.500.0002637,18403245,710504Rp 510.000 Rp 1.000.0003752,98403144,3735Jumlah70100201007010020100Sumber: Data Primer (kuesioner) 2012Pada tabel 1 di atas terlihat bahwa SMPN 1 Bilah Hulu responden yang memiliki penghasilan keluarga sebesar Rp 510.000 Rp 1.000.000 per bulan sebanyak 37 responden atau sekitar 52,9% sedangkan di SMP Swasta Bina Widya, responden yang memiliki penghasilan Rp 510.000 Rp 1.000.000 per bulannya sebanyak 8 responden atau sekitar 40%. Berarti responden yang memiliki penghasilan keluarga sebesar Rp 1.010.000 sampai Rp 2.010.000 per bulan di SMPN 1 Bilah Hulu sebanyak 33 responden atau 47,1% sedangkan di SMP Swasta Bina Widya sebanyak 12 responden atau sekitar 60%. Selain itu, dilihat dari pengeluarannya bahwa indikator penduduk miskin dalam aspek pengeluaran keluarga merupakan kebutuhan hidup penduduk dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan pangan penduduk dikatakan miskin adalah mengkonsumsi kurang dari 2.100 kalori per hari. Di SMPN 1 Bilah Hulu responden yang memiliki pengeluaran Rp 510.000 Rp 1.000.000 sebanyak 31 responden atau sekitar 44,3% sedangkan SMP Swasta Bina Widya sebanyak 7 responden atau sekitar 35%. Pendataan yang dilakukan pihak sekolah dalam melihat kondisi sosial ekonomi keluarga ternyata masih kurang tepat pada sasarannya. Karena masih ada keluarga siswa yang dianggap mampu baik itu dalam mencukupi biaya kehidupan keluarga, status kepemilikan rumah, maupun status kepemilikan kendaraan bermotor. Ada sekitar 47,1% orang tua siswa SMPN 1 Bilah Hulu masih mampu membiayai kebutuhan hidup keluarga setiap bulannya, sekitar 37,2% orang tua siswa memiliki rumah sendiri, dan sekitar 91,4% orang tua siswa memiliki kendaraan bermotor. Sedangkan di SMP Swasta Bina Widya sekitar 60% masih mampu membiayai kebutuhan hidup keluarga setiap bulannya, sekitar 25% orang tua siswa memiliki rumah sendiri, dan sekitar 90% orang tua siswa memiliki kendaraan bermotor. Secara fungsional pengalokasi Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi siswa kurang mampu yang dilakukan pihak sekolah belum 100% akurat dalam melakukan pemerataan pendidikan berupa bantuan moril yang diterima oleh siswa kurang mampu. Karena telah terjadi disfungsi laten dalam pengalokasian kebijakan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang seharusnya dikhususkan untuk siswa kurang mampu dan ternyata masih ada siswa mampu yang mendapatkan bantuan. Selain itu pihak sekolah masih menggunakan kebijakan sendiri dalam melakukan penilaian siswa kurang mampu tanpa mencari bahan informasi dari pemerintah daerah, maupun data dari kepala desa dimana siswa kurang mampu tersebut tinggal, bahkan menggunakan data kemiskinan dari Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai bahan acuan penilaian siswa kurang mampu sehingga dapat memudahkan pihak sekolah dalam menyeleksi siswa yang layak dibantu atau tidak layak dibantu. Pemanfaatan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Bagi Siswa Kurang Mampu di SMPN 1 Bilah Hulu dan SMP Swasta Bina WidyaPada pengalokasian kebijakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SMPN 1 Bilah Hulu dan SMP Swasta Bina Widya memiliki fungsi manifes dan fungsi laten. Dari hasil survei penelitian ini terlihat bahwa fungsi menifes di SMPN 1 Bilah Hulu dan SMP Swasta Bina Widya mendapatkan nilai positif dari orang tua siswa kurang mampu. Hal ini terlihat dari adanya Bantuan Operasional Sekolah (BOS), orang tua siswa tidak bersusah payah membiayai pendidikan anak. Misalnya saja beberapa buku paket dan buku LKS gratis, buku perpustakaan, fasilitas ruangan, biaya kegiatan ekstrakurikuler. Meskipun masih ada yang tidak bisa digratiskan pihak sekolah dalam melaksanakan suatu kegiatan di luar Bantuan Operasional Sekolah (BOS) misalnya uang sekolah per bulannya untuk SMP Swasta Bina Widya, uang perpisahan sekolah, pembelian buku paket, dan biaya kegiatan ekstrakurikuler seperti pramuka yang pergi berkemah ke suatu tempat yang biayanya ditanggung oleh siswanya. Untuk menganalisis data mengenai pengeluaran biaya pendidikan anak dengan pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi siswa kurang mampu agar mendapatkan hasil yang valid dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. Pengeluaran biaya pendidikan keluarga per bulan dengan pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)Nomor UraianPengeluaran Biaya Pendidikan Per BulanNomor UraianPemanfaatan Dana BOS

SMPN 1 Bilah HuluSMP Swasta Bina Widya

SMPN 1 Bilah HuluSMP Swasta Bina Widya

F%F(%)

F(%)F(%)1Rp 1.510.000 Rp 2.000.00022,8210Membeli perlengkapan sekolah5548,71770,82Rp 1.010.000 Rp 1.500.00022,815Membantu biaya belanja keluarga108,86253Rp 510.000 Rp 1.000.00068,7210Ditabung untuk biaya SMA1715,114,24 Rp 500.0006085,71575Uang jajan sekolah3127,400Jumlah7010020100Jumlah11310024100Sumber: Data Primer (kuesioner) 2012Dapat dilihat dari tabel 2 di atas menunjukkan bahwa dari pengeluaran biaya pendidikan anak per bulannya memiliki beberapa variasi. Standarisasi pengeluaran biaya pendidikan siswa kurang mampu dalam penelitian ini adalah sekitar Rp 500.000 per bulannya. Tetapi dalam hasil survei di SMPN 1 Bilah Hulu dan SMP Swasta Bina Widya pengeluaran biaya pendidikan anak ada yang dari Rp 510.000 sampai Rp 2.000.000 per bulannya. Responden yang memiliki pengeluaran biaya pendidikan anak sebesar Rp 500.000 di SMPN 1 Bilah Hulu sebanyak 60 responden atau sekitar 85,7% sedangkan di SMP Swasta Bina Widya sebanyak 15 responden atau sekitar 75%. Selain itu responden di SMPN 1 Bilah Hulu yang memiliki pengeluaran dari Rp 510.000 sampai Rp 2.000.000 per bulannya sebanyak 10 orang atau sekitar 14,3% sedangkan di SMP Swasta Bina Widya sebanyak 5 responden atau sekitar 25%. Jadi, pengeluaran biaya pendidikan anak per bulan Rp 510.000 per bulan di SMP swasta Bina Widya sekitar 25% lebih besar dibandingkan dengan SMPN 1 Bilah Hulu sekitar 14,3%. Sehingga kalau dilihat dari kelayakan siswa tersebut mampu atau tidak mampu dalam mencukupi biaya kebutuhan pendidikan di dua sekolah ini masih belum 100% tepat sasaran karena beberapa responden masih mampu membiayai kebutuhan sekolah anak.Dalam mencukupi kebutuhan pendidikan anak, peran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di dua sekolah ini 100% tepat sasaran karena telah mengurangi beban hidup keluarga. Siswa kurang mampu tersebut memanfaatkan dana yang diperoleh sudah tepat pada sasarannya meskipun pengalokasian di dua sekolah ini berbeda-beda keperluan sekolah yang dibutuhkan siswa kurang mampu. Misalnya dana Batuan Operasional Sekolah (BOS) digunakan untuk membeli buku pelajaran yang belum ditanggung pihak sekolah karena pihak sekolah belum mampu memfasilitasi buku pelajaran secara keseluruhan dengan menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), membeli perlengkapan sekolah, membantu biaya belanja keluarga, ditabung untuk biaya SMA, digunakan untuk uang jajan siswa atau untuk ongkos jasa transportasi, dan membayar uang SPP untuk di SMP Swasta Bina Widya. Dengan adanya dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) ini, siswa juga telah membantu orang tua untuk menutupi pengeluaran biaya pendidikan keluarga. Fungsi laten dalam penelitian ini adalah pengaruh dari kebijakan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) terhadap minat dan prestasi belajar siswa kurang mampu yang telah meningkat. Hal ini disebabkan oleh tercukupinya dana untuk kebutuhan sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan yang telah dicanangkan pemerintah melalu program tersebut. 5. Simpulan Dan Saran5.1. Simpulan Selama ini kebijakan sekolah dalam mendata siswa kurang mampu untuk mencapai nilai standarisasi kemiskinan hanya dilihat secara subjektif tanpa menelusuri lebih dalam kondisi sosial ekonomi keluarga siswa. Pendataan siswa dalam melihat kondisi sosial ekonomi keluarga mengenai indikator kemiskinan menurut Badan Pusat Statisik (BPS) pada siswa kurang mampu di SMPN 1 Bilah Hulu dan SMP Swasta Bina Widya dalam melihat kebijakan sekolah belum 100% akurat menetapkan indikator siswa kurang mampu di sekolah tersebut. Pada proses pendataan yang dilakukan pihak sekolah dalam aspek kondisi sosial ekonomi keluarga siswa kurang mampu kurang tepat sasaran atau terjadi disfungsi dalam mengalokasikan kebijakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi siswa kurang mampu. Dapat dilihat bahwa di SMPN 1 Bilah Hulu, responden yang memiliki penghasilan keluarga sebesar Rp 510.000 Rp 1.000.000 sekitar 52,9% sedangkan di SMP Swasta Bina Widya, responden yang memiliki penghasilan Rp 510.000 Rp 1.000.000 per bulannya sekitar 40%. Berarti responden yang memiliki penghasilan keluarga selama sebulan Rp 1.010.000 di SMPN 1 Bilah Hulu sekitar 47,1% sedangkan di SMP Swasta Bina Widya sekitar 60%. Sehingga orang tua siswa kurang mampu yang memiliki penghasilan Rp 1.010.000 lebih banyak adalah SMP Swasta Bina widya yaitu sekitar 60%. Selain itu kalau dilihat berdasarkan rata-rata pengeluaran keluarga per bulan di SMPN 1 Bilah Hulu, responden yang memiliki pengeluaran Rp 510.000 Rp 1.000.000 sekitar 44,3% sedangkan SMP Swasta Bina Widya sekitar 35%. Fungsi manifes kebijakan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi siswa kurang mampu di SMPN 1 Bilah Hulu dan SMP swasta Bina Widya mendapatkan nilai positif dari orang tua siswa kurang mampu. Hal ini terbukti dengan adanya Bantuan Operasional Sekolah (BOS), orang tua siswa tidak bersusah payah membiayai pendidikan anak. Misalnya saja beberapa buku paket dan buku LKS gratis, buku perpustakaan, fasilitas ruangan, biaya kegiatan ekstrakurikuler. Sehingga pengeluaran biaya pendidikan keluarga dapat dialihkan untuk keperluan keluarga yang lain.

5.2. SaranPemerintah harus membuat peraturan dalam penetapan penilaian kondisi sosial ekonomi siswa kurang mampu yang dilihat melalui indikator kemiskinan berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) atau Word Bank yang dipercaya dapat menyeleksi siswa tersebut miskin atau tidak dan juga dapat menghindari kebijakan sekolah yang bersifat politisi dalam melakukan pendataan kepada para siswa kurang mampu. Pengawasan pemerintah dalam pengalokasian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) harus lebih intensif turun ke sekolah-sekolah dengan cara melihat kondisi sekolah serta kondisi sosial ekonomi siswanya agar tujuan pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya tercapai dengan baik.Pihak sekolah harus lebih jeli dalam menyeleksi siswa kurang mampu dengan cara melihat langsung kondisi sosial ekonomi keluarga. Serta menjauhi hubungan kekerabatan dengan orang tua siswa karena dapat menimbulkan nepotisme dalam mengalokasikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi siswa kurang mampu.Pemerintah sebaiknya juga melakukan program pengentasan kemiskinan tidak hanya untuk pendidikan dasar saja, tetapi juga sampai pada jenjang perguruan tinggi. Sehingga masyarakat dapat mandiri dalam menciptakan lapangan pekerjaan agar kemiskinan di Indonesia semakin berkurang.

Daftar PustakaBadan Pusat Statistik, 2009. Hasil Sensus Penduduk 2008: Kabupaten Labuhan Batu, Medan:Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara. Badan Pusat Statistik, 2011. Hasil Resmi Statistik: Profil Kemiskinan Di Indonesia Maret 2010,No.45/07/Th. XIIV, 1 Juli 2010, Jakarta: BPS Indonesia Departemen Dalam Negeri. 2007. Diklat Teknis Pengentasan Kemiskinan. Jakarta : Lembaga Administrasi Negara.Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar. 2011. Peningkatan Manajemen Melalui Penguatan Tata Kelola Dan Akuntabilitas Di Sekolah/Madrasah. Jakarta : Kementerian Pendidikan Nasional.Djatnika, Diky. 2009. Peranan Pendidikan Dalam Pengentasan Kemiskinan, (online), Vol.6,No. 1. Diakses pada 23 Oktober 2011 http://ejournal.undip.ac.id/297.Nasution, S, Prof, Dr, MA. 2010. Sosiologi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.Peraturan Mentri Pendidikan Nasional, No.37. Petunjuk Teknis Penggunaan DanaBantuan Operasional Sekolah (BOS) Tahun Anggaran 2011. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar, Jakarta, 2010. Ritzer, George. 2008. Teori Sosiologi Modern. Jakarta : PT. Kencana Prenada Media Group.Rusdianto, M. 2011. Umpan Balik Atas Implementasi Kebijakan Bantuan OperasionalSekolah. Diakses pada 18 September 2012 http://elibrary.ub.ac.id/handle/123456789/25723.Surbakti, Darwin, Drs. 2012. Pengawas Sekolah Temukan Penyalahgunaan PemanfaatanDana BOS dan Beasiswa Di Karo. Medan : Koran Sinar Indonesia Baru, No. 12.386tahun ke-42, hal 14.