147128076 case-ckd-docx
-
Upload
homeworkping3 -
Category
Education
-
view
135 -
download
2
Transcript of 147128076 case-ckd-docx
Get Homework Done Homeworkping.com
Homework Help
https://www.homeworkping.com/
Research Paper help
https://www.homeworkping.com/
Online Tutoring
https://www.homeworkping.com/
click here for freelancing tutoring sites
Case Report Session
PENYAKIT GINJAL KRONIK
( CHRONIC KIDNEY DISEASE )
oleh :
1.Sukhelmi Julisafitria 05120072
2.Naenda Stasya 05120105
3.Mudrikha Suri 05923072
4.Oswaldo 05923087
Perseptor :
dr.Arina Widya Murni , Sp.PD
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2009
CHRONIC KIDNEY DISEASE
(penyakit Ginjal Kronik)
Definisi
Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal secara menetap (irreversible) akibat
kerusakan nefron. Penurunan fungsi ginjal ini terjadi secara kronik dan progresif , dan
umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinik dimana
ginjal tidak mampu lagi menopang kehidupan tanpa dilakukan terapi penggantian ginjal yang
tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit
ginjal kronik ini akan menimbulkan sekumpulan gejala atau sindrom klinik dan laboratorik
pada semua organ yang disebut uremia. Bisa juga ditandai dengan edema seluruh tubuh
(edema anasarka) karena terjadinya hipertensi portal dan kadar klirens kreatinin < 25.
Menurut the National Kidney Foundation Kidney Disease Outcome Quality Initiative
(NKF-K/DOQI) tahun 2002, definisi PGK adalah :
1. Kerusakan ginjal (renal demage) yang terjadi ≥ 3 bulan
Yang dimaksud dengan kerusakan ginjal adalah kelainan struktural atau fungsional,
dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan salah satu
manifestasi :
Kelainan patologis
Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah
atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging test)
2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) < 60ml/menit/1.73m2 ≥ 3 bulan dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.
Pada keadaan tidak terdapat kerusakn ginjal ≥ 3 bulan dan LFG sama atau lebih dari
60 ml/ menit/ 1.73m2 , tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik.
Epidemiologi
Berdasarkan data tahun 1995-1999 di Amerika Serikat diperkirakan terdapat 100 juta
kasus per juta penduduk pertahun. Angka ini meningkat sekitar 8 % setiap tahunnya. Di
Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal
pertahunnya. Di negara berkembang, termasuk Indonesia, kasus ini mencakup 40-60 kasus
per juta penduduk.
Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarakan atas dua hal, yakni :
1. Dasar derajat ( stage ) penyakit
2. Dasar diagnosis etiologi
1. Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan derajat penyakit yaitu :
Derajat Penjelasan LFG ( ml/mnt/1,73 m2 )
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 902 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan 60-893 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ sedang 30-594 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat 15-295 Gagal ginjal < 15 atau dialisi
Klasifikasi di atas dibuat atas dasar LFG/ Laju Filtrasi Glomerulus yang dihitung
dengan mempergunakan rumus Kockroft-Gault., sebagai berikut :
LFG ( ml/mnt/1,73 m2) = (140-umur) x Berat badan x 0,85 ( pada wanita )
72 x kreatinin plasma.
2. Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar diagnosis etiologi :
Penyakit Tipe mayorPenyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular ( penyakit otoimun, infeksi
sistemik, obat, neoplasia)
Penyakit vascular ( penyakit pembuluh darah besar, hipertensi, mikroangiopati )
Penyakit tubulointerstitial ( pielonefritis kronik, batu, obstruksi, keracunan obat )
Penyakit kistik ( ginjal polikistik )Penyakit pada tranplantasi Rejeksi kronik
Keracunan obat ( siklosporin , takrolismus)Penyakit rekuren ( glomerular )
Etiologi
Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara satu negara dengan negara
lain. Penyebab utama penyakit ginjal kronik di Amerika Serikat tahun 1995-1999 :
1. Diabetes mellitus (44%)
a. Tipe I (7%)
b. Tipe II (37%)
2. Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar (27%)
3. Glomerulonefritis (10%)
4. Nefritis interstisialis (4%)
5. Kista dan penyakit bawaan lain (3%)
6. Penyakit sistemik (SLE dan vaskulitis) (2%)
7. Neoplasma (2%)
8. Tidak diketahui (4%)
9. Penyakit lain (4%)
Sedangkan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 mencatat
penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia adalah :
1. Glomerulonefritis (46,39%)
2. Diabetes mellitus (18,65%)
3. Obstruksi dan infeksi (12,85%)
4. Hipertensi (8,46%)
5. Sebab lain (13,65%)
Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses terjadinya lebih kurang sama.
Pengurangan masa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang
masih tersisa (surviving nefrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul
vasoaktif seperti sitokin dan growth faktor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi,
yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi
ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron
yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti oleh penurunan fungsi nefron yang progresif,
walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktifitas renin
angiotensin aldosteron intrarenal ikut berperan dalam terjadinya hiperfiltrasi, sclerosis,
progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang rennin angiotensin aldosteron, sebagian
diperantarai growth factor seperti transforming growth factor B (TGF-B). selain itu,
albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia juga berpengaruh terhadap progresifitas
penyakit..
Dua pendekatan teoritis yang biasanya diajukan untuk menjelaskan gangguan fungsi
ginjal pada Penyakit ginjal kronis:
1 Sudut pandang tradisional
Mengatakan bahwa semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam stadium
yang berbeda-beda, dan bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi–fungsi
tertentu dapat saja benar-benar rusak atau berubah strukturnya, misalnya lesi organik pada
medula akan merusak susunan anatomik dari lengkung henle.
2 Pendekatan Hipotesis Bricker atau hipotesis nefron yang utuh
Berpendapat bahwa bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur,
namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal. Uremia akan timbul bila jumlah
nefron yang sudah sedemikian berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit
tidak dapat dipertahankan lagi. Adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon
terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang ada
mengalami hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal,
terjadi peningkatan percepatan filtrasi, beban solute dan reabsorpsi tubulus dalam setiap
nefron yang terdapat dalam ginjal turun dibawah normal.
Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil dalam mempertahankan keseimbangan cairan
dan elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi ginjal yang rendah. Namun akhirnya kalau 75 %
massa nefron telah hancur, maka kecepatan filtrasi dan beban solute bagi tiap nefron
sedemikian tinggi sehingga keseimbangan glomerolus-tubulus tidak dapat lagi dipertahankan.
Fleksibilitas baik pada proses ekskresi maupun konsentrasi solute dan air menjadi berkurang.
Perjalanan klinis
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium :
Stadium I
Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % - 75 %). Tahap inilah yang paling
ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita ini belum merasasakan gejala
gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam masih dalam batas normal.
Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal
dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan
memberikan beban kerja yang berat, seperti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan
mengadakan test LFG yang teliti.
Stadium II
Insuffiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % - 50 %). Pada tahap ini penderita dapat
melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjal menurun. Pada
stadium ini pengobatan harus cepat dalam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan
garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan yang bersifat menggnggu
faal ginjal. Bila langkah langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah
penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang
berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan
konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit.pada stadium ini
kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % - 50 %). Pada tahap ini penderita dapat
melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjaL menurun. Pada
stadium ini pengobatan harus cepat dalam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan
garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan yang bersifat menggnggu
faal ginjal. Bila langkah langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah
penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang
berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan
konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit.pada stadium ini
kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.
Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama
menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter / hari.
Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5 % - 25 % . faal
ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala gejala kekurangan darah, tekanan darah akan
naik, aktifitas penderita mulai terganggu.
Stadium III
Uremi gagal ginjal (faal ginjal < 10 %). Semua gejala sudah jelas dan penderita
masuk dalam keadaan dimana tak dapat melakukan tugas sehari-hari sebagaimana mestinya.
Gejal gejala yang timbul antara lain mual, muntah, nafsu makan berkurang., sesak nafas,
pusing, sakit kepala, air kemih berkurang, kurang tidur, kejang kejang dan akhirnya terjadi
penurunan kesadaran sampai koma. Stadium akhir timbul pada sekitar 90 % dari massa
nefron telah hancur. Nilai LFG nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin
sebesar 5-10 ml / menit atau kurang.
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat
mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan
gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis
cairan dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih)
kurang dari 500/ hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula mula
menyerang tubulus ginjal, kompleks menyerang tubulus gijal, kompleks perubahan biokimia
dan gejala gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh.
Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali ia mendapat
pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
Manifestasi Klinik
Gejala yang timbul pada penyakit ginjal kronik erat hubungannya dengan penurunan
fungsi ginjal yaitu :
Kegagalan fungsi eksresi, penurunan LFG, gangguan resorbsi dan sekresi di tubulus,
akibatnya akan terjadi penumpukan toksin uremik dan gangguan keseimbangan
cairan, elektrolit serta asam – basa tubuh.
Kegagalan fungsi hormonal
Penurunan eritropoietin
Penurunan vitamin D3 aktif
Gangguan sekresi renin
Gambaran klinis penyakit ginjal kronik mencakup gejala yang berhubungan dengan
etiologi yang mendasari (diabetes mellitus, infeksi traktus urinarius, batu urinarius,
hipertensi, hiperurikemia, SLE, dll), sindrom uremia (lemah, letargia, anoreksi, mual muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus, perikarditis, kejang, koma),
dan gejala komplikasi (hipertensi, anemia, decompensasio cordis, asidosis metabolik,
gangguan keseimbangan elektrolit).
Dengan demikian, gejala klinis yang timbul pada PGK mengenai seluruh system,
sebagai berikut :
Umum lemah, malaise, gangguan pertumbuhan dan edema
Kulit pucat, gatal
Kepala dan leher foetor uremi
Mata fundus hipertensi, mata merah
Jantung dan vaskuler hipertensi, syndrome overload, payah jantung,
perikarditis uremik, tamponade
Respirasi efusi pleura, edema paru, nafas Kusmaul, pleuritis uremik
Gastrointestinal anoreksia, mual, muntah, gastritis, ulkus, perdarahan saluran
cerna
Ginjal nokturia, poliuria, haus, proteinuria, hematuria
Reproduksi penurunan libido, impotensi, amenorae, infertilitas, ginekomastia
Syaraf letargia, tremor, kejang, koma, penurunan kesadaran
Tulang kalsifikasi di jaringan lunak
Sendi gout, kalsifikasi
Darah anemia, perdarahan kulit
Endokrin intoleransi glukosa, resistensi insulin, hiperlipidemia, penurunan
kadar testosterone dan estrogen
Farmasi penurunan eksresi obat lewat ginjal
Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Dalam anamnesis ditelusuri keluhan-keluhan yang mencakup manifestasi klinik
penyakit ginjal kronik dan keluhan yang berhubungan dengan etiologi yang
mendasari.
2. Pemeriksaan laboratorium
Peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum
Elektrolit serum ( Na, K, Cl, Bikarbonat )
Rasio protein-kreatinin atau rasio albumin – kreatinin pagi hari
Pemeriksaan sedimen urin atau tes dipstick untuk mendeteksi adanya sel darah
merah atau sel darah putih
Sesuai dengan etiologi yang mendasari
3. Gambaran radiologis
USG ginjal ukuran ginjal mengecil; korteks menipis, adanya hidronefrosis,
massa, batu, kista, kalsifikasi
4. Biopsy dan histopatologi ginjal
Hal ini dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal mendekati normal, dan
diagnosis secara non invasive tidak dapat ditegakkan. Pemeriksaan ini bertujuan
untuk mengetahui etiologi, menentukan terapi, prognosis, dan evaluasi terapi yang
diberikan. Biopsi ginjal diindikasikan pada keadaan ukuran ginjal yang mengecil,
ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali.
Penatalaksanaan
Setelah pasien didiagnosis dengan Penyakit Ginjal Kronik, maka harus dilakukan
evaluasi untuk menentukan :
1. Diagnosis dan derajat keparahan ( penurunan fungsi ginjal )
2. Komplikasi yang telah terjadi
Komplikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan derajat keparahan :
Derajat Penjelasan LFG(ml/mnt/ 1,73 m2)
Komplikasi
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑
≥ 90 -
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan
60-89 Tekanan darah mulai meningkat
3 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ sedang
30-59 - hiperfosfatemia
- hipokalsemia
- anemia
- hipertensi
- hiperparatiroid
- hiperhomosisteinemia
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓berat
15-29 - malnutrisi
- asidosi metabolic
- hiperkalemia
- dislipidemia
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis - gagal jantung
- uremia
3. Keadaan komorbid
Faktor komorbid ini antara lain : gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang
tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras.
4. Resiko hilangnya fungsi ginjal
5. Resiko penyakit kardiovaskuler
Faktor klinis Faktor sosiodemografisDiabetes
Hipertensi
Penyakit autoimun
Infeksi sistemik
Infeksi saluran kemih
Batu saluran kemih
Obstruksi saluran kemih
Keganasan
Usia lanjut
Status minoritas ( ras amerika, afrika Indian, spanyol )
Terpapar kondisi kimiawi dan lingkungan
Pendidikan dan pendapatan rendah
Riwayat keluarga dengan PGK
Sembuh dari GGA
Penurunan massa ginjal
Terpapar dengan obat tertentu
Setelah hal di atas ditentukan dikembangkan suatu clinical action plan berdasarkan
stadium PGK , yakni :
Derajat LFG ( ml/mnt/1,73 m2 ) Action1 ≥ 90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,
evaluasi progresivitas fungsi ginjal., memperkecil resiko kardiovaskuler
2 60-89 Menghambat perburukan fungsi ginjal3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi4 15-29 Persiapan untuk terapi penggantian ginjal5 < 15 atau dialysis Terapi pengganti ginjal
Penatalaksanaan ginjal kronik meliputi :
1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasar
2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
3. Memperlambat progresivitas ( pemburukan ) fungsi ginjal
4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
5. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
6. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal
1. Terapi terhadap penyakit dasar :
Terapi yang dimaksud disini adalah pengendalian tekanan darah, regulasi gula darah
pada pasien DM, koreksi jika terdapat obstruksi saluran kemih, serta pengobatan terhadap
infeksi saluran kemih
Terapi ini bertujuan untuk mencegah perburukan fungsi ginjal. Waktu yang pasling
tepat untuk menerapkan terapi ini adalah sebelum terjadinya penurunan LFG. Apabila
LFG sudah menurun hingga 20-30 % dari normal, maka terapi terhadap penyakit dasar
tidak banyak memberikan manfaat.
2. Pencegahan dan terapi kondisi komorbid
Kondisi komorbid (superimposed factors) dapat meperburuk kondisi pasien, sehingga
pencegahan dan terapi terhadap hal ini sangat berperan mencegah progresivitas fungsi
ginjal.
3. Menghambat perburukan fungsi ginjal
Diet rendah protein dan tinggi kalori
Asupan protein dibatasi 0,68-0,8 gram/kgBB/hari apabila fungsi ginjal sudah
menurun dan tidak mengalami dialisis. Sedangkan apabila fungsi ginjal sudah membaik dan
terdapat perlakuan dialisis maka kebutuhan protein adalah 1,2-1,3 gram/kgBB/hari. rata-rata
kebutuhan per hari protein pada penderita PGK adalah 20-40 gram. Kebutuhan kalori
minimal adalah 35 kkal/kgBB/hr. Diet ini bertujuan untuk mengurangi mual, kadar BUN
sehingga memperlambat progresivitas perburukan fungsi ginjal .
Menurut National Kidney Foundation's, kebutuhan kalori pada pasien gagal ginjal
pada hemodialisis dalam kondisi metabolik yang seimbang adalah 30-35 kalori/Kg.
Sedangkan pada pasien yang dihemodialisis dengan menggunakan metode CAPD, sekitar
200-300 kalori dari dekstrose dalam larutan diasylate.
Pengendalian keseimbangan air dan elektrolit.
Pemberian cairan disesuaikan dengan produksi urine, yaitu produksi urine 24 jam di
tambah 500 ml. Asupan garam tergantung evaluasi elektrolit , umunya dibatasi 40-120
mEq (920-2760 mg). Diet normal mengandung rata-rata 150 mEq.
Pengobatan gejala uremi spesifik
Dalam pengendalian hiperfosfatemia, kadar fosfat dipertahankan kurang dari 6 mg/dl .
Hal ini dapat dilakukan dengan diet rendah fosfor disertai medikamentosa dengan obat
pengikat fosfat. Menghindari makanan tinggi fosfor misalnya susu, keju, yogurt, es krim,
ikan, kacang-kacangan. Sebagai terapi pilihan medikamentosa dapat diberikan kalsium
karbonat 500-3000 mg bersama makanan dengan keuntungan , menambah asupan
kalsium dan koreksi hiperfosfatemia.
Dalam pengendalian hiperkalemia, tergantung pada derajat kegawatannya. Pada
kondisi gawat, dapat diberikan glukonas calsicus intravena ( 10-20 ml 10 % Ca
Glukonate), atau glukosa intravena ( 25-50 ml glukosa 50 % ) selain itu dapat dilakukan
peningkatan eksresi kalium melalui pemberian furosemid.
Terapi farmakologis
Digunakan untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pengendalian
tekanan darah mempunyai peran yang sama pentingnya dengan pembatasan asupan
protein dalam memperkecil hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi intraglomerulus.
Target tekanan darah 125/75 mmHg diperlukan untuk menghambat laju progresivitas
penurunan faal ginjal. Beberapa obat hipertensi terutama penghambat enzim konverting
angiotensin (ACE Inhibitor), melalui berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses
pemburukan fungsi ginjal. Hal ini terjadi lewat mekanisme kerjanya sebagi antihipertensi,
antiproteinuria
Penghindaran pemakian obat-obat yang bersifat nefrotoksik misalnya aminoglikosida,
kotrimoksazol, amfotericin. OAINS juga dapat menurunkan fungsi ginjal. Tetrasiklin
dapat meningkatkan katabolisme protein. Nitrofurantoin juga dihindari dan penggunaan
diuretic K- Sparring harus berhati-hati karena dapat mnyebabkan hiperkalemia.
4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler merupakan hal yang penting,
karena 40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit
kardiovaskuler.
Hal-hal yang termasuk kedalam pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskuler adalah
pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian dislipidemia, pengendalian
anemia, pengendalian hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan
keseimbangan elektrolit.
5. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
Terdapat beberapa komplikasi yang merupakan indikasi untuk hemodialisis yaitu ;
ensefalopati uremik, perikarditis, pleuritis, neuropati perifer progesif, sindroma overload,
infeksi yang mengancam dan hiperkalemia yang tidak terkendali dengan medikamentosa.
6. Terapi pengganti ginjal
Terapi ini diberikan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu dengan LFG < 15
ml/mnt. Terapi pengganti ini dapat berupa
Hemodialisis
Transplantasi ginjal (TG)
Transplantasi ginjal adalah pengambilan ginjal dari badan seseorang dan
dicangkokkan ke dalam badan orang lain yang kehilangan fungsi ginjalnya. Arteri dan vena
ginjal baru disambungkan pada arteri dan vena di daerah panggul, ureter dari ginjal
dihubungkan dengan kandung kemih. Transplantasi ginjal merupakan pilihan yang paling
ideal sebagai terapi pengganti ginjal pada CRF/GGK,. namun di seluruh dunia menunjukkan
jumlah yang sangat terbatas dengan jumlah pasien dialisis yang membutuhkannya dan
"waiting list" cenderung makin panjang untuk mendapatkan donor. Kendala akan terbatasnya
donor ginjal baik cadaverik donor maupun living donor memaksa para ilmuan untuk mencari
donor ginjal dari spesies lain (xenotransplans) yang saat ini masih dalam taraf percobaan.
Peritoneal dialisa (PD)
Yaitu suatu metoda pilihan pengganti (renal replacement treatment) pada
GGK dan diperkirakan lebih dari 100.000 pasien di seluruh dunia menggunakan metoda ini
karena simpel dan menyenangkan (convenience) dan relatif lebih ekonomis.
Peritoneal dialisa dibagi menjadi :
1) Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD = DPMB)
2) Automated Peritoneal Dialysis (APD)
3) Continuous Cycling Peritoneal Dialysis (CCPD)
4) Noctural/Night Intermitten Peritoneal Dialysis (NIPD)
.
Dalam pelaksanaan terapi ini diperlukan persiapan dari segi medik dan non-medik.
ILUSTRASI KASUS
Seorang pasien wanita umur 52 tahun dirawat di RSUP Dr.M.Djamil sejak tanggal 28
Desember 2009 dengan :
ANAMNESIS
KU : Mual-mual sejak 1 minggu yang lalu
RPS :
- Mual-mual sejak 1 minggu yang lalu, kadang-kadang muntah, gejala dirasakan sejak
1 bulan yang lalu,muntah berisi apa yang dimakan oleh o.s, muntah darah (-)
- Demam (-)
- Kaki sembab sejak 1 minggu yang lalu,terutama dirasakan saat pagi hari
- muka kadang sembab terutama pada pagi hari
- Nafsu makan menurun sejak 1 minggu
- Pucat-pucat mulai dirasakan 1 bulan ini
- Tidak ada riwayat infeksi tenggorokan.
- Sakit pinggang (+) hilang timbul sejak 1 tahun belakangan, tidak dipengaruhi posisi
- Nyeri saat BAK (-)
- BAK berwarna keruh
- BAK sering (+) tapi sedikit-sedikit, sering lapar disangkal, sering haus-haus disangkal
- BAK mengeluarkan batu disangkal
- BAB biasa.
RPD :
- Tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya
- Tidak ada riwayat hipertensi
- Tidak ada riwayat DM
RPK :
- Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini
- Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat DM
- Tidak ada anggota keluarga dengan Riwayat Hipertensi
Riwayat Sosial, ekonomi, kebiasaan :
O.S adalah seorang Ibu Rumah Tangga
PEMERIKSAAN FISIK
Vital sign :
- Kesadaran : CMC
- Keadan umum : tampak sakit sedang
- Nafas : 21 x / menit
- TD : 150/80
- Nadi : 90x/menit
- Berat Badan : 50 kg
- Suhu : 36,8˚C
STATUS GENERALISATA
Kulit : ikterus (-)
Kepala : Normochepal
KGB : Tidak ditemukan pembesaran KGB
Mata : Konjungtiva anemis (+),
Sklera Ikterik (-)
Telinga : Tidak ada kelainan
Hidung : Tidak ada kelainan
Tenggorokan : Tidak ada kelainan
Gigi dan Mulut: Tidak ada kelainan
Leher : JVP 5-2 cmH2O
Thorax :
PARU
- Inspeksi : Simetris Kiri dan kanan (statis dan dinamis)
- Palpasi : Fremitus kiri=kanan
- Perkusi : Sonor
- Auskultasi : Vesikuler, Rhonki (-), Wheezing (-)
JANTUNG :
- Inspeksi : Ictus tidak terlihat
Palpasi : Ictus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
- Perkusi
Atas : RIC II,
Kanan : LSD
Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V
- Auskultasi :Bunyi jantung murni, irama teratur, M1>M2,
P2<A2,bising (-)
Perut :
- Inspeksi : Tidak tampak membuncit
- Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, balotement (-)
- Perkusi : Tymphani
- Auskultasi : BU (+) N
Punggung
CVA : NT (-), NK (+)
Alat kelamin : tidak diperiksa
Anus : tidak dilakukan
Anggota gerak :
- Reflek Fisiologis +/+,
- Reflek Patologis -/-,
- Oedem +/+
LABORATORIUM :
- Hemoglobin : 6,3
- Leukosit : 8.500
- Hematokrit : 19
- Trombosit : 199.000
- GDS : 162
- Ureum : 267
- Kreatinin : 16,6
- Natrium : 118
- Kalium : 3,3
- Clorida : 92
- TKK : (140-52)x50/(72x267) = 3,68 ml/menit/1,73m3
- Hasil Astrup : pH : 7,12 HCO3- : 5,9 mmol/L
pCO2 : 18 TCO2 : 6,5 mmol/L
pO2 : 56 BE ecf : -23,4 mmol/L
BE (B) : -21,5 mmol/L
SO2 : 76%
- Urinalisa : Protein : ++
Eritrosit (-)
Glukosa (-)
WD/ :CKD stage V ec PNC ec susp.Nefrolithiasis dengan asidosis metabolic
DD/ :
- Urolithiasis
- CKD stage V ec GromeruloNefritis
Anjuran : - DUF
- Exp BNO
- Urinalisa
- USG Ginjal
- Faal Ginjal
PENATALAKSANAAN :
- Istirahat RG II, RP II
- IVFD EASprimer : D 10% 12 jam / kolf
- Lasix 1x1 ampul
- Amlodipin 1x5 mg
- Asam Folat 1x5 mg
- BicNat 2x1 tab
- NTR 3x1 tab
- Koreksi meylon
- Koreksi elektrolit
- Transfusi PRC post lasix
- Siapkan HD