1 | Muhammad Furqoni Ramadhan, Muhammad Yasir
Transcript of 1 | Muhammad Furqoni Ramadhan, Muhammad Yasir
1 | Muhammad Furqoni Ramadhan, Muhammad Yasir
Journal of Legal Research. Vol. 1 No. 1 (2019).
147
148
Tanggung Jawab PT. Lintas Kumala Abadi Dalam
Kegiatan Pengangkutan Laut; Analisis Putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Barat
No.642/PDT.G/2011/PN.JKT.BAR.
Muhammad Furqoni Ramadhan,1 Muhammad Yasir2
10.15408/jlr.v1i1.12825
Abstract
This study aims to explain the responsibilities of PT. Lintas Kumala Abadi and
know the parties in the sea transportation agreement in terms of Law Number 17
of 2008 concerning Shipping and Commercial Law Book Article 307-747 in
connection with a claim dispute between PT. Lintas Kumala Abadi and PT. Central
Asia Insurance. This study uses normative juridical research by reviewing the laws
and regulations, books and books related to this journal. There are three legal
materials used in this study, namely primary legal materials, secondary legal
materials, and non-legal materials. In this study, the author uses the decision of the
West Jakarta District Court Number 642 / Pdt.G / 2011 / PN.Jkt.Bar namely a
dispute between PT. Lintas Kumala Abadi as a carrier of goods owned by PT.
Indofood Sukses Makmur (Defendant) against PT. Asuransi Central Asia as a
guarantor for insured goods owned by PT. Indofood Sukses Makmur (Plaintiff).
The results showed that the guarantor who has not paid compensation for the losses
suffered by the insured cannot claim subrogation rights against third parties in this
case the transporter. This was concluded from the consideration and decision of the
judge on the decision of the West Jakarta District Court No. 642 / Pdt.G / 2011 /
PN.Jkt.Bar.
Keywords: Insurer, Insured and Subrogation
Diterima 13 Januari 2019, revisi: 23 Januari 2019, diterima: 27 Januari 2019,
Publish: 30 Januari 2019. 1 Muhammad Furqoni Ramadhan merupakan peneliti pada Prodi Ilmu Hukum
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2 Muhammad Yasir merupakan Dosen Tetap bidang Hukum Bisnis pada Prodi
Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
*Coresponding Author: [email protected]
6
149 | Muhammad Furqoni Ramadhan, Muhammad Yasir
Journal of Legal Research. Vol. 1 No. 1 (2019).
Pendahuluan
Pengangkutan merupakan kegiatan untuk memindahkan
penumpang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan
selamat. Pengangkutan menurut Purwosutjipto adalah perjanjian timbal
balik antara pengangkut dengan pengirim, di mana pengangkut
mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang
dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan
selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang
angkutan.3
Pengangkutan bertujuan untuk tiba di tempat tujuan dengan
selamat dan meningkatkan nilai guna bagi penumpang ataupun barang
yang diangkut. Tiba di tempat tujuan artinya proses pemindahan dari
suatu tempat ke tempat tujuannya berlangsung tanpa hambatan dan
kemacetan, sesuai dengan waktu yang direncanakan. Dengan selamat
artinya penumpang dalam keadaan sehat, tidak mengalami bahaya yang
mengakibatkan luka, sakit atau meninggal dunia. Jika yang diangkut itu
barang, selamat artinya barang yang diangkut tidak mengalami
kerusakan, kehilangan, kekurangan, atau kemusnahan. Meningkatkan
nilai guna artinya nilai sumber daya manusia dan barang di tempat
tujuan menjadi lebih tinggi bagi kepentingan manusia dan pelaksanaan
pembangunan.4
Pengangkutan dapat diklasifikasikan menurut jenisnya yang dapat
ditinjau dari sudut teknis serta alat angkutnya:
1) Pengangkutan jalan raya atau (highway transportation), seperti
pengangkutan dengan menggunakan truk, bus, dan sedan;
2) Pengangkutan rel (rail transportation), yaitu angkutan kereta api,
trem listrik, dan sebagainya;
3 Purwosutjipto, Pengertian pokok Hukum Dagang Indonesia 3, Hukum
Pengangkutan, Djambatan, Jakarta, 1991, h., 2. Lihat juga: A.S. Maggalatung; A.M. Aji; N.R.
Yunus, How The Law Works, Jakarta: Jurisprudence Institute, 2014. 4 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2013, h., 17.
Tanggung Jawab PT. Lintas Kumala Abadi Dalam Kegiatan Pengangkutan Laut; Analisis Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat No.642/PDT.G/2011/PN.JKT.BAR | 150
Pusat Studi Konstitusi dan Legislasi Nasional (POSKO-LEGNAS) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
3) Pengangkutan melalui air di pedalaman (inland transportation),
seperti pengangkutan sungai, kanal, danau, laut, dan sebagainya;
4) Pengangkutan pipa (pipa line transportation), transportasi untuk
mengangkut atau mengalirkan BBM, Gas, dan Air Minum.;
5) Pengangkutan udara (air transportation), yaitu pengangkutan
yang menggunakan kapal terbang dan melalui jalan udara;
6) Pengangkuatan laut atau samudra (ocean transportation), yaitu
angkutan yang menggunakan kapal laut dan mengarungi
samudera.5
Dari keenam jenis angkutan, pengangkutan laut atau samudra
mempunyai peran yang sangat besar dalam pengangkutan di Indonesia.
Jasa produksi angkutan laut biasanya mengenai barang-barang besar dan
juga dapat menempuh jarak jauh, lebih jauh jarak yang ditempuh, relatif
akan lebih murah ongkosnya, ruang angkutan laut jika dibandingkan
dengan angkutan darat memang lebih besar dan luas. Kendaraan
bermotor truck paling tinggi daya angkutnya 5-8 ton untuk kelas I, untuk
kelas II terbatas pendukungnya jalan 5 ton, sedangkan kapal sampai
ratusan ribu ton, demikian pula jalan di laut tidak perlu pemerintah
membuat jalan, jalan di air tidak perlu banyak perawatan, kecuali di jalur
lalu lintas masuk ke pelabuhan perambuan penerangan pantai, sebagai
alur lalu lintas perlu mendapat perhatian.6
Perkembangan usaha dalam bidang jasa pengangkutan yang mulai
mendapat tanggapan positif dari perusahaan-perusahaan industri yang
membutuhkan jasa tersebut untuk mengirimkan barangnya ke
perusahaan lain atau ke konsumen, ternyata juga mengakibatkan
terjadinya kasus-kasus yang pada dasarnya berkaitan dengan masalah
pertanggungjawaban pihak pengangkut.
Perusahaan Pelayaran Perseroan Terbatas Lintas Kumala Abadi (PT
LKA), melakukan pengangkutan barang-barang milik PT. Indofood
5 Herry Gunawan, Pengantar Transportasi dan Logistik, RajaGrafindo, Jakarta, 2014,
h. 2-3. 6 Soegijatna Tjakranegara, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, Rineka
Cipta, Jakarta, h. 24-25.
151 | Muhammad Furqoni Ramadhan, Muhammad Yasir
Journal of Legal Research. Vol. 1 No. 1 (2019).
Sukses Makmur Boga Sari Flour Mills berupa 42.000 (empat puluh dua
ribu) kantong terigu Segitiga Biru, 42.000 (empat puluh dua ribu) kantong
terigu Lencana Merah, 21.000 (dua puluh satu ribu) kantong terigu Cakra
Kembar, dan 21.000 (dua puluh satu ribu) kantong terigu Segi Tiga Hijau.
Barang-barang yang diangkut PT. Lintas Kumala abadi sebelumnya telah
diasuransikan oleh PT. Indofood Sukses Makmur Boga Sari Flour Mills
kepada Perusahaan Asuransi PT. Asuransi Central Asia. Hal tersebut
karena di dalam pengangkutan laut, PT. Indfood Sukses Makmur Boga
Sari Flour Mills sebagai pemilik barang selalu menghadapi resiko bahwa
barang-barang yang diangkut itu kemungkinan sampai di tempat tujuan
akan dapat berkurang nilai dan barangnya baik karena hilang, karena
kerusakan selama berlangsungnya pengangkutan karena musnah,
ataupun karena sebab yang lain.
Untuk itu dibuatlah perjanjian pertanggungan laut, dimana PT.
Asuransi Central Asia sebagai penanggung, dan PT. Indofood Sukses
Makmur Boga Sari Flour Mills sebagai tertanggung yang dalam hal ini
berkewajiban untuk membayar premi. Apabila terhadap barang-barang
yang diasuransikan itu terjadi kehilangan/kerusakan, maka PT. Indfood
Sukses Makmur Boga Sari Flour Mills dapat menuntut ganti kerugian
langsung kepada PT. Auransi Central Asia. Berhasil atau tidaknya
tuntutan yang demikian tentunya bergantung pada polis asuransi yang
telah disetujui dan ditandatangani oleh kedua belah pihak. Apabila
ternyata terhadap tuntutan tersebut telah dibayarkan penggantian
kerugian oleh pihak asuransi kepada penerima sebagai pemilik barang
tadi, maka selanjutnya PT. Asuransi Central Asia dapat bertindak atas
nama penerima dan berhak kemudian menuntut kemungkinan
pembayaran ganti kerugian kepada PT. Lintas Kumala Abadi yang
disebut hak subrogasi.
Apabila PT. Asuransi Central Asia telah membayar kerugian-
kerugian yang dialami PT. Indofood, maka PT. Asuransi Central Asia
boleh mengajukan gugatan subrogasi sebagaimana dalam Pasal 284
KUHD, bahwa penanggung telah membayar kerugian barang
tertanggung terhadap pihak ketiga, apabila penggugat selaku
penanggung tidak melakukan pembayaran kepada PT. Indofood atas
Tanggung Jawab PT. Lintas Kumala Abadi Dalam Kegiatan Pengangkutan Laut; Analisis Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat No.642/PDT.G/2011/PN.JKT.BAR | 152
Pusat Studi Konstitusi dan Legislasi Nasional (POSKO-LEGNAS) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
kerugiannya, maka terhadap hak sebagaimana diatur dalam Pasal 248
KUHD, tidaklah dapat dijadikan dasar hak untuk mengajukan gugatan.
Metode Penelitian
Metode Penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
penelitian kualitatif yang tidak memerlukan sampel dan populasi.
Penelitian yuridis normatif yang bersifat kualitatif adalah penelitian yang
mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan
perundang-undangan dan putusan pengadilan serta norma-norma yang
hidup dan berkembang dalam masyarakat.
Pelaksanaan Pengangkutan Barang Melalui Laut oleh PT. Lintas
Kumala Abadi
Setelah peneliti melakukan penelitian dengan metode
wawancara, maka hasil yang didapatkan dari PT. Lintas Kumala Abadi
dalam melaksanakan kegiatan pengangkutan barang melalui laut selama
ini telah dilaksanakan sesuai dengan apa yang telah disepakati oleh pihak
PT. Lintas Kumala Abadi dan pemilik barang. Feri Budi Hartono sebagai
General Manager pengiriman PT. Lintas Kumala Abadi mengungkapkan
bahwa “selama ini pelaksanaan pengiriman barang melalui laut harus
sesuai dengan prosedur pengiriman barang yang dibuat oleh PT. Lintas
Kumala Abadi, sebelum PT. Lintas Kumala Abadi mengirim barang yang
akan diangkut, pihak penerima harus menyepakati perjanjian yang
dibuat oleh PT. Lintas Kumala Abadi. Perjanjian yang digunakan adalah
konosemen. Konosemen berisi merek dan nomor barang, banyaknya unit
barang, jenis bungkusan barang, ukuran barang, berat barang, harga tarif
barang, biaya yang harus dikeluarkan sebelum penyerahan barang dari
muatan, dan tujuan.
Tanggung Jawab PT. Lintas Kumala Abadi Sebagai Pengangkut
Menurut Feri Budi Hartono bahwa pada pokoknya tanggung jawab
PT. Lintas Kumala Abadi sebagai pengangkut dimulai sejak dari barang
153 | Muhammad Furqoni Ramadhan, Muhammad Yasir
Journal of Legal Research. Vol. 1 No. 1 (2019).
diserahkannya dalam penguasaan pengangkut di pelabuhan muat,
selama pengangkutan berlangsung dan sampai saat penyerahan di
pelabuhan tujuan kepada penerima barang. Atau tanggung jawab
pengangkut mulai pada saat barang ada di pihak penguasaan
pengangkut sampai barang diserahkan kepada penerima barang.
Adapun batasan tanggung jawab tersebut bervariasi tergantung
dari service yang diberikan dimana kedua belah pihak telah saling
menyetujui diantaranya adalah:
Door to Door
Perusahaan pelayaran atau pengangkut beranggungjawab sejak
barang diterima sampai barang diserahkan di gudang penerima
barang.
FCL/FCL (House to House)
Pelayaran bertanggung jawab sejak dari Container Yard (CY) di
pelabuhan muat sampai dengan Container Yard (CY) di pelabuhan
bongkar.
LCL/LCL (Pier to Pier)
Pelayaran bertanggungjawab sejak barang diterima dari pengirim
di container freight station (CFS) di pelabuhan muat sampai
dengan barang diserahkan ke penerima barang dari CFS
dipelabuhan bongkar.
Menurut Feri Budi Hartono, pemilik barang setelah menyerahkan
barangnya di Container Yard (CY) maka pengirim (shipper) akan menerima
tanda terima yang menyatakan bahwa barang tersebut memang benar
adanya sudah masuk ke dalam CY dan bisa diterima untuk stack
pengapalan sesuai kapal yang diminta dan diterima oleh petugas yang
bertandatangan dalam tanda terima tersebut. Kemudian berdasarkan
tanda terima tersebut maka pengangkut/pelayaran (carrier) juga akan
mengeluarkan tanda terima, yaitu bahwa barang tersebut diterima untuk
direncanakan dimuat pada kapal yang telah disepakati. Dalam hal terjadi
keterlambatan penyerahan barang di CY, maka akan terkena closing time
Tanggung Jawab PT. Lintas Kumala Abadi Dalam Kegiatan Pengangkutan Laut; Analisis Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat No.642/PDT.G/2011/PN.JKT.BAR | 154
Pusat Studi Konstitusi dan Legislasi Nasional (POSKO-LEGNAS) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
yang artinya stack untuk kapal yang diminta telah ditutup, maka barang
tersebut hanya dapat diterima untuk stack kapal berikutnya.
Peraturan di CY mengenai open dan closing stact adalah sebagai
berikut7:
Open stack: stack (penumpukan) dinyatakn open adalah lima hari
sebelum kapal sandar.
Closing stack: stack (penumpukan) dinyatakan ditutup adalah 1
hari sebelum kapal sandar
Jika terjadi barang hilang, rusak, dan keterlambatan penyerahan
barang selama barang tersebut ada dalam penguasaanya PT. Lintas
Kumala Abadi yang mengakibatkan tuntutan ganti rugi, maka PT. Lintas
Kumala Abadi akan bertanggung jawab untuk memenuhi tuntutan ganti
rugi tersebut kecuali jika PT. Lintas Kumala Abadi dapat membuktikan
bahwa hilangnya barang, rusaknya barang dan keterlambatan
penyerahan barang itu bukanlah disebabkan karena kesalahanya.
Dalam hal segala tuntutan pengirim adalah merupakan kesalahan
PT. Lintas Kumala Abadi sebagai pengangkut maka PT. Lintas Kumala
Abadi akan membayar tuntutan ganti rugi tersebut sesuai peraturan yang
berlaku sebagai pertanggungjawabannya.
Di dalam praktek sehari-hari, kadang-kadang masih saja ada
pengirim yang menuntut ganti rugi kepada pengangkut terhadap hal-hal
yang semestinya itu bukanlah menjadi tanggung jawab pengangkut
untuk membayar ganti rugi akibat kerugian yang diderita pengirim
barang. Karena baik pengirim maupun pengangkut masing-masing telah
mengetahui hak, kewajiban dan tanggung jawabnya dalam pengiriman
barang.
Misalnya dalam hal terjadi keterlambatan barang sampai di
tempat tujuan dimana pengangkut sendiri telah dapat membuktikan
mengenai keterlambatan itu adalah karena suatu sebab yang tidak bisa
dituntut misalnya karena rusaknya kapal sehingga sebagian atau bahkan
7 Feri Budi Hartono, Wawancara dengan General Manager PT. Lintas Kumala
Abadi, tanggal 30 Mei 2017.
155 | Muhammad Furqoni Ramadhan, Muhammad Yasir
Journal of Legal Research. Vol. 1 No. 1 (2019).
seluruh muatan harus dipindahkan ke kapal lain, sehingga tindakan ini
mengakibatkan keterlambatan pengiriman.
Keterlambatan pengiriman inilah yang menjadikan dasar bagi
pengirim/penjual maupun pembeli untuk mengajukan klaim. Meskipun
sudah jelas di dalam klausula Bill of Landing bahwa pengangkut
mempunyai hak untuk memindahkan barang ke kapal lain karena alasan
teknis dan atau karena alasan keselamatan barang dengan tanpa
memberitahu pengirim.
Terhadap tuntutan ganti rugi semacam ini maka tidak seharusnya
pengangkut mau membayar ganti rugi, akan tetapi karena pertimbangan
bisnis, loyalitas, maintenance demi kesimambungan bisnis di masa
mendatang carrier mau membayar ganti rugi setelah disepakati nilai yang
mereka setujui. Sehingga atas celah ini, saller amupun buyer yang nakal
sering kali mencoba menggertak carrier dalam hal terjadi kerugian
apapun meskipun mereka tidak dapat membuktikan bahwa kerugian itu
disebabkan karena kesalahan carrier, dengan harapan dia mendapat
kemujuran karena pertimbangan bisnis, loyalitas, maintenance demi
kesimabungan bisnis di masa mendatang, carrier mau membayar
tuntutan mereka. Hal seperti ini kadang menjadikan hal yang dilematis
bagi carrier antara kehilangan pelanggan atau membayar klaim.8
Perjanjian Pengangkutan Laut
Perjanjian pengangkutan merupakan perjanjian timbal balik.
Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan
kewajiban bagi para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut, yang
dalam hal ini ialah pengangkut dan pengirim barang. Di satu pihak,
pengangkut ingin memikul tanggung jawab yang sekecil-kecilnya,
sedangkan di lain pihak, pengirim barang mengharapkan
pertanggungjawaban yang besar-besarnya dari pengangkut. Oleh karena
itulah, baik dalam undang-undang nasional maupun konvensi
8 Feri Budi Hartono, Wawancara dengan General Manager PT. Lintas Kumala
Abadi, tanggal 30 Mei 2017.
Tanggung Jawab PT. Lintas Kumala Abadi Dalam Kegiatan Pengangkutan Laut; Analisis Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat No.642/PDT.G/2011/PN.JKT.BAR | 156
Pusat Studi Konstitusi dan Legislasi Nasional (POSKO-LEGNAS) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
internasional telah diatur ketentuan-ketentuan mengenai tanggung
jawab dalam proses pengangkutan.
Periode Tanggung Jawab Pengangkut
Sebagaimana dinyatakan pada Pasal 468 Ayat (2) Kitab
UndangUndang Hukum Dagang (KUHD), bahwa kewajiban pengangkut
yang utama ialah menyelenggarakan pengangkutan dan menjaga
keselamatan barang yang diangkut mulai diterimanya dari pengirim
sampai diserahkannya kepada penerima barang. Hal itu berarti, periode
(jangka waktu) mulai dan berakhirnya tanggung jawab pengangkut
tergantung kepada saat penerimaan dan saat penyerahan barang.
Dasar Tanggung Jawab Pengangkut
Dasar tanggung jawab pengangkut ialah kewajiban yang timbul
dari perjanjian pengangkutan. Sehubungan dengan itu perlu
diperhatikan ketentuan Pasal 1 KUHD yang menyatakan bahwa “Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, seberapa jauh dari padanya dalam
kitab ini tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku
juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam kitab ini.”
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 KUHD tersebut, maka ketentuan
umum mengenai perjanjian yang terdapat dalam Buku III Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) berlaku pula bagi perjanjian
pengangkutan laut kecuali ada ketentuan yang bersifat khusus. Untuk itu
perlu diperhatikan (dikutip) Pasal 1235 sampai dengan Pasal 1238 KUH
Perdata.
Pasal 1235 Ayat (1) KUH Perdata menjelaskan bahwa “Dalam
tiap-tiap perikatan untuk memberikan sesuatu adalah termaktub
kewajiban si berhutang untuk menyerahkan kebendaan yang
bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai seorang bapak rumah yang
baik, sampai pada saat penyerahan.”
Selanjutnya, Pasal 1236 menjelaskan bahwa “Si berhutang adalah
berwajib memberikan ganti biaya, rugi dan bunga kepada si berpiutang,
157 | Muhammad Furqoni Ramadhan, Muhammad Yasir
Journal of Legal Research. Vol. 1 No. 1 (2019).
apabila ia telah membawa dirinya dalam keadaan tak mampu untuk
menyerahkan kebendaannya, atau telah tidak merawatnya sepatutnya
guna menyelamatkannya.”
Kemudian, Pasal 1237 menjelaskan bahwa “Dalam hal adanya
perikatan untuk memberikan suatu kebendaan tertentu, kebendaan itu
semenjak perikatan dilahirkan, adalah atas tanggungan si berpiutang.
Jika si berhutang lalai akan menyerahkannya, maka semenjak saat
kelalaian, kebendaan adalah atas tanggungannya.”
Dan lebih lanjut Pasal 1238 menjelaskan bahwa “Si berhutang
adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta
sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah
jika ini menetapkan, bahwa si berhutang akan harus dianggap lalai
dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”
Di samping pasal-pasal tersebut di atas, Pasal 1706 dan Pasal 1707
mengenai penitipan kiranya dapat pula diperlakukan sebagai dasar
pertanggungjawaban pihak pengangkutan. Pasal 1706 KUH Perdata
menjelaskan bahwa “Si penerima titipan diwajibkan mengenai
perawatan barang yang dipercayakan padanya, memeliharanya dengan
minat yang sama seperti ia memelihara barang-barangnya sendiri.”
Selanjutnya, Pasal 1707 KUH Perdata menjelaskan bahwa
“Ketentuan pasal yang lalu harus dilakukan lebih keras:
1. Jika si penerima titipan telah menawarkan dirinya untuk
menyimpan barangnya;
2. Jika ia telah meminta diperjanjikannya sesuatu upah yang
menyimpan itu;
3. Jika penitipan telah terjadi sedikit banyak untuk kepentingan si
penerima titipan;
4. Jika telah diperjanjikan bahwa si penerima titipan akan
menanggung segala macam kelalaian.”
Berdasarkan Pasal 468 Ayat (3) KUHD, tanggung jawab
pengangkut juga meliputi segala perbuatan mereka yang dipekerjakan
bagi kepentingan pengangkutan itu dan segala barang (alat-alat) yang
Tanggung Jawab PT. Lintas Kumala Abadi Dalam Kegiatan Pengangkutan Laut; Analisis Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat No.642/PDT.G/2011/PN.JKT.BAR | 158
Pusat Studi Konstitusi dan Legislasi Nasional (POSKO-LEGNAS) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
dipakainya untuk menyelenggarakan pengangkutan itu. Jadi, tanggung
jawab pengangkut meliputi:
Pertama: Perbuatan orang-orang yang dipekerjakan untuk
pengangkutan ini. Hal itu adalah wajar, karena orang-orang tersebut
bekerja untuk kepentingan pengangkut, bukan untuk orang lain. Orang-
orang yang dimaksud tadi termasuk juga nakhoda kapal, anak buah
kapal, serta cabang atau agen-agen dari pengangkut.
Mengenai hal di atas, ialah sesuai dengan ketentuan yang terdapat
dalam Pasal 321 KUHD, yang menjelaskan bahwa “Pengusaha adalah
terikat oleh segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh mereka, yang
bekerja tetap atau sementara pada kapalnya, di dalam jabatan mereka
dalam lingkungan kekuasaan mereka. Dia adalah bertanggung jawab
untuk segala kerugian yang diterbitkan pada pihak ke tiga, oleh sesuatu
perbuatan melanggar hukum dari mereka yang bekerja tetap atau
sementara pada kapalnya atau yang melakukan sesuatu pekerjaan di
kapal guna kepentingan kapal atau muatannya, asal perbuatan
melanggar hukum tadi dilakukan dalam jabatan mereka atau pada waktu
mereka itu sedang melakukan pekerjaan mereka.”
Ketentuan tersebut setidaknya memiliki arti bahwa ada 2 (dua)
macam tanggung jawab pengusaha kapal/pengangkut, yaitu:
a. Bertanggung jawab atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh
orang-orang pekerja dari kapal dalam lingkungan
kewenangannya.
b. Bertanggung jawab terhadap kerugian yang disebabkan oleh
perbuatan melawan hukum dari mereka yang dalam melakukan
pekerjaan untuk kapal atau muatannya, dengan syarat perbuatan
itu dilakukan dalam lingkungan pekerjaannya.
Pertanggungjawaban dalam hal yang pertama ialah suatu hakekat
hukum yang sudah termuat dalam Pasal 1792 KUH Perdata mengenai
pemberian kuasa (lastgeving). Hakekat hukum ini menurut Wirjono
Prodjodikoro ialah “Bahwa apabila seseorang memberi kuasa kepada
orang lain guna melakukan sesuatu untuk si pemberi kuasa, maka kini
terselip suatu perwakilan langsung dari si pemberi kuasa seolah-olah
159 | Muhammad Furqoni Ramadhan, Muhammad Yasir
Journal of Legal Research. Vol. 1 No. 1 (2019).
melakukan sendiri perbuatan hukum itu.”9 Oleh karena itu, sudah
semestinya bahwa tanggung jawab pengangkut terhadap orang-orang
yang dia pekerjakan itu dibatasi hanya dalam lingkungan kewenangan
untuk melakukan pekerjaan masing-masing.
Kedua: Penyelenggaraan atas kapalnya (to make the ship sea worthy)
dan penyelenggaraan ruang-ruang muatan, serta penempatan barang
yang untuk selanjutnya diangkut ke pelabuhan tujuan (cargo worthiness of
the ship). Jadi, dalam hal ini kapal yang digunakan untuk melakukan
pengangkutan itu harus layak melaut. Jika kapal secara teknis cukup
layak melaut, namun ternyata ruangan muatan tidak cukup wajar untuk
barang yang diangkut, maka kapal tersebut menjadi tidak layak melaut.
Pengangkut yang melaksanakan pengangkutan tidak dengan
sewajarnya sehingga menimbulkan kerusakan atau kehilangan barang-
barang, maka pengangkut itu harus bertanggung jawab untuk mengganti
kerugian atas kerusakan atau kehilangan karena kelalaian atau
kesalahannya tadi.
Pasal 468 Ayat (2) KUHD mewajibkan kepada pengangkut untuk
mengganti kerugian pengirim apabila barang yang diangkutnya tidak
dapat diserahkannya atau mengalami kerusakan, kecuali jika tidak dapat
diserahkannya atau rusaknya barang itu disebabkan oleh:
1. Suatu malapetaka yang tidak dapat dihindarkan terjadinya.
2. Sifat, keadaan, atau cacat dari barang itu sendiri.
3. Suatu kelalaian atau kesalahan si pengirim sendiri.
Mengenai hal tersebut di atas, maka terlihat adanya kesamaan
dengan Pasal 1244 dan Pasal 1245 KUH Perdata. Perbedaannya hanya
terletak dalam perumusan keadaan memaksa. Untuk itu, sebaiknya perlu
disimak isi kedua pasal tersebut.
Pasal 1244 KUH Perdata menjelaskan bahwa “Jika ada alasan
untuk itu, si berhutang harus dihukum mengganti biaya, rugi dan bunga
9 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Laut bagi Indonesia (Bandung: Sumur,
1984), h. 93.
Tanggung Jawab PT. Lintas Kumala Abadi Dalam Kegiatan Pengangkutan Laut; Analisis Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat No.642/PDT.G/2011/PN.JKT.BAR | 160
Pusat Studi Konstitusi dan Legislasi Nasional (POSKO-LEGNAS) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
apabila ia tidak dapat membuktikan, bahwa hal itu tidak atau tidak pada
waktu yang tepat dilaksanakannya perikatan itu, disebabkan karena
suatu hal yang tak terduga, pun tidak dapat dipertanggungjawabkan
padanya, kesemuanya itupun jika itikad buruk tidaklah ada pada
pihaknya.”
Pasal 1245 KUH Perdata menjelaskan bahwa “Tidaklah biaya rugi
dan bunga, harus digantinya, apabila lantaran keadaan memaksa atau
lantaran suatu kejadian tidak disengaja si berhutang berhalangan
memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau lantaran hal-hal
yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang.”
Pasal 1244 KUH Perdata menggunakan kata-kata “Suatu hal yang
tak terduga, pun tidak dapat dipertanggungjawabakan,” sedangkan
Pasal 1245 KUH Perdata menggunakan “keadaan memaksa atau lantaran
suatu kejadian tidak disengaja”, dan Pasal 468 KUHD menggunakan
“Suatu melapetaka yang selayaknya tidak dapat dicegah maupun
dihindarkannya”.
Ketentuan Pasal 468 Ayat (2) ini dapat memberikan pengertian
yang kabur, karena tidak jelas melapetaka yang mana dan yang berupa
apa yang tidak selayaknya dapat dicegah atau dihindarkan. Hal tersebut
tidak juga dijelaskan dalam pasal-pasal selanjutnya. Dengan adanya
ketentuan yang demikian, sering dalam praktiknya pengangkut berdalih
bahwa telah terjadi force majeur untuk menolak tuntutan ganti kerugian
pemilik/penerima barang.
Namun sebenarnya peristiwa yang berupa force majeur tersebut
tidaklah membebaskan sama sekali pengangkut dari kewajiban
melakukan dengan sewajarnya untuk menghindarkan atau memperkecil
kehilangan atau kerusakan barang yang diangkut. Jadi, meskipun dalam
konosemen telah ditegaskan mengenai pembebasan tanggung jawab dari
kehilangan atau kerusakan barang yang disebabkan oleh force majeur,
pengangkut harus tetap membuktikan bahwa dia telah berusaha
menghindarkan atau mengurangi akibat dari force majeur itu secara wajar.
Misalnya, dalam hal terjadinya angin topan, maka harus tetap dibuktikan
apakah si pengangkut telah mengikat dengan sebaik-baiknya (dengan
erat) barang-barang yang diangkutnya. Jika pengangkut tidak dapat
161 | Muhammad Furqoni Ramadhan, Muhammad Yasir
Journal of Legal Research. Vol. 1 No. 1 (2019).
membuktikan usahanya untuk mengikat dengan baik itu, maka
pengangkut harus tetap memberi ganti kerugian.
Selain itu, undang-undang memperbolehkan pengangkut untuk
tidak mengganti kerugian atas kerusakan atau kehilangan barang-barang
yang diangkut yang disebabkan oleh sifat dan cacat barang itu sendiri
atau karena kesalahan pengirim. Misalnya, barang rusak karena akibat
pembungkusan yang tidak sempurna, atau apabila barang yang
dikirimkannya memang sudah terlalu matang, sedangkan jarak yang
akan ditempuh oleh kapal sangat jauh, sehingga menurut sifatnya barang
itu dapat menjadi busuk sesampainya di tempat consignee. Maka, jika si
pengangkut dapat membuktikan kesalahan si pengirim dalam
pembungkusan barang atau cacat barang tersebut ialah karena faktor
sifatnya, pengangkut dapat dibebaskan dari tanggung jawab mengganti
kerugian itu.
Pasal 469 KUHD menjelaskan bahwa “Untuk dicurinya atau
hilangnya emas, perak, permata dan lain-lain barang berharga, uang dan
surat-surat berharga yang mudah mendapat kerusakan, tidaklah si
pengangkut bertanggung jawab, melainkan apabila tentang sifat dan
harga barang-barang tersebut, diberitahukan kepadanya, sebelum atau
sewaktu barang-barang tadi diterimanya.”
Dengan demikian, kalau orang mengirim barang berharga maka
dia harus memberitahukan kepada pengangkut, bahwa barang itu ialah
emas dan harus pula memberitahukan harganya. Apabila si pengirim
tidak memberitahukan sebelum barang itu diserahkannya untuk
diangkut, atau pada saat barang itu akan diangkut, maka jika barang itu
hilang atau rusak di dalam perjalanan, ini merupakan suatu hal yang
wajar saja kalau akhirnya si pengangkut tidak mau bertanggung jawab.
Apabila telah diberitahukan sifat dan harga barang yang menjadi objek
pengangkutan, maka barulah si pengangkut diwajibkan untuk memberi
ganti kerugian jika terjadi kerusakan atau kehilangan atas barang tadi.
Dengan adanya pemberitahuan kepada pengangkut, dia dapat
menentukan suatu tempat yang aman di dalam kapal untuk
barangbarang berharga tersebut. Demikian pula, dia dapat menentukan
biaya angkutannya (uang tambang). Dari sudut tuntutan ganti kerugian,
Tanggung Jawab PT. Lintas Kumala Abadi Dalam Kegiatan Pengangkutan Laut; Analisis Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat No.642/PDT.G/2011/PN.JKT.BAR | 162
Pusat Studi Konstitusi dan Legislasi Nasional (POSKO-LEGNAS) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
pengirim barang juga mempunyai kepentingan untuk memberitahukan
adanya barang berharga tersebut. Apabila tidak diberitahukan harganya,
jika barang berharga itu hilang, maka pengangkut hanya mengganti
kerugian berdasarkan harga barang-barang biasa saja. Sebaliknya, jika
diberitahukan harganya, maka penggantian kerugian didasarkan kepada
harga yang sebenarnya dari barang-barang berharga tersebut.
Dalam praktik, saat penyerahan barang-barang yang akan diangkut
dari pengirim kepada pengangkut, barang-barang itu telah dikemas
dalam koli-koli10 dan diberi tanda merek atau tanda pengenal lainnya.
Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kerugian karena
kerusakan atau kehilangan barang dalam pengangkutan.
Merek atau tanda pengenal tersebut sangat penting bagi
pengangkut sebagai pedoman dalam menyelenggarakan pengangkutan
barang. Mengenai kebenaran dari merek atau tanda pengenal
sebagaimana telah diberitahukan kepada pengangkut ialah menjadi
tanggung jawab pengirim barang.
Demikian juga tentang isi dan berat koli barang menjadi tanggung
jawab pengirim barang. Pengangkut hanya berpegang pada keterangan
dari pengirim barang, karena barang sudah dikemas dalam koli. Oleh
karena itu, pada konosemen dicantumkan perkataan “said to weight”
untuk berat koli dan “said to contain” untuk isi koli. Hal ini berarti bahwa
pengangkut tidak bertanggung jawab atas isi dan berat koli jika ternyata
isi dan berat koli berkurang atau mengalami kerusakan, asalkan koli
barang diserahkan kepada penerima barang dalam keadaan seperti
ketika diterimanya dari pengirim barang.
Sebaliknya, jika pengangkut menerima barang dari pengirim
barang dalam keadaan utuh tetapi ketika menyerahkannya kepada
penerima barang dalam keadaan rusak atau berkurang jumlahnya, maka
pengangkut harus bertanggung jawab untuk mengganti kerugian.
Di samping hal tersebut di atas, dalam Pasal 477 KUHD ditetapkan
bahwa pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh
pemilik barang jika pengangkut terlambat menyerahkan barang-barang
10 Dalam bahasa Belanda, “colli” berarti barang kiriman atau peti kiriman.
163 | Muhammad Furqoni Ramadhan, Muhammad Yasir
Journal of Legal Research. Vol. 1 No. 1 (2019).
kepada penerima, kecuali pengangkut dapat membuktikan bahwa
keterlambatan tadi disebabkan oleh kejadian yang menurut kepantasan
tidak dapat dihindari atau dicegah oleh pengangkut.
Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Keterlambatan Atau pun
Kerusakan Barang Melalui Jalur Laut
Kejadian yang dapat memperlambat penyerahan barang kepada
penerima yang dapat dianggap sebagai force majeur ialah dalam hal-hal
sebagai berikut:11
1. Mesin atau baling-baling rusak sehingga terpaksa pelayaran
ditunda untuk memperbaiki kerusakan tersebut. Bagian-bagian
kapal yang rusak yang dapat diperbaiki sampai kapal berlayar
tidak termasuk dalam kategori ini.
2. Kapal melakukan penyimpangan dari rute yang seharusnya
dilayari untuk menghindari topan.
3. Kapal menolong orang yang berada dalam keadaan bahaya di
lautan, misalnya penumpang kapal yang tenggelam.
4. Kapal terpaksa memasuki suatu pelabuhan yang bukan
pelabuhan yang akan disinggahi untuk meminta pertolongan
dokter atau untuk menurunkan penumpang atau awal kapal yang
perlu segera mendapatkan pertolongan dari dokter untuk
menyelamatkan jiwanya.
5. Kapal dihadang oleh kapal bajak laut, tetapi berhasil melepaskan
diri melalui perjuangan dan perlawanan yang berat.
Kejadian-kejadian yang dialami kapal seperti yang disebutkan di atas
harus dibuktikan oleh nakhoda agar pengangkut dapat bebas dari
tanggung jawab untuk mengganti kerugian.
11 Radiks Purba, Angkutan Muatan Laut, Jilid III (Jakarta: Bharata Karya Ahsna,
1982), h.143.
Tanggung Jawab PT. Lintas Kumala Abadi Dalam Kegiatan Pengangkutan Laut; Analisis Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat No.642/PDT.G/2011/PN.JKT.BAR | 164
Pusat Studi Konstitusi dan Legislasi Nasional (POSKO-LEGNAS) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh
kesimpulan bahwa:
1. Pelaksanaan pengangkutan barang melalui laut oleh PT. Lintas
Kumala Abadi dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan dengan
pihak pemilik barang PT. Indofood Sukses Makmur sebagaimana
telah dimuat dalam Perjanjian Pengangkutan Laut.
2. Faktor yang menyebabkan terjadinya kerusakan barang berupa
faktor bencana alam dan force majeure.
3. Berdasarkan fakta-fakta yang terdapat pada barang bukti,
keterangan-keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan
tergugat yaitu PT. Lintas Kumala Abadi, terbukti bahwa gugatan
Penggugat yaitu PT. Asuransi Central Asia tidak dapat diterima.
Dan dalam putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat telah
memutuskan untuk menghukum penggugat untuk membayar
biaya perkara sebesar Rp. 522.000,- (lima ratus dua puluh dua ribu
rupiah).
Daftar Pustaka
Abbas, Salim. Dasar-dasar Asuransi, Rajawali Pers, Jakarta, 1994.Tim
Penyusun FSH, Pedoman Penulisan Skripsi FSH, Jakarta: Pusat
Peningkatan dan Mutu, 2017.
Abdul, Muhammad Kadir. Hukum Pengangkutan Niaga. Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2013.
Abdulkadir, Muhammad. Hukum Pengangkutan Niaga, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2013.
Aji, A.M.; Yunus, N.R. Basic Theory of Law and Justice, Jakarta:
Jurisprudence Institute, 2018.
165 | Muhammad Furqoni Ramadhan, Muhammad Yasir
Journal of Legal Research. Vol. 1 No. 1 (2019).
Cholid, Narbuko.; & Abu, Ahmadi. Metodologi Penelitian, Jakarta: Bumi
Aksara, 2001.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat
Bahasa Edisi Keempat, Gramedia Pustaka Utama, 2011.
Djoko, Prakoso.; & Murtika, I Ketut. Hukum Asuransi Indonesia, Bina
Aksara, Jakarta, 1987.
Erwin, Moh. Filsafat Hukum; Refleksi Kritis terhadap Hukum, Jakarta:
Rajawali Press, 2011, h. 179.; H. R. Otje Salman, Filsafat Hukum
(Perkembangan & Dinamika Masalah), Bandung: Refika Aditama,
2010.
Hartono, Feri Budi. Wawancara dengan General Manager PT. Lintas Kumala
Abadi, tanggal 30 Mei 2017. pukul 20.130).
Henry, Black Campbell. Blcak’s Law Dictionary, Minnesota, USA: West
Publishing Co, 1982.
Herry, Gunawan. Pengantar Transportasi dan Logistik, Rajagrafindo
Persada, Jakarta, 2014.
Lasse, Manajemen Muatan: Aktivitas Rantai Pasok di Area Pelabuhan, Jakarta:
Raja Grafindo, 2012.
Maggalatung, A.S.; Aji, A.M.; Yunus, N.R. How The Law Works, Jakarta:
Jurisprudence Institute, 2014.
Munir, Fuady. Pengantar Hukum Bisnis, Bandung: Citra Aditya Bakti,
2016.
Purwosutjipto, Pengertian pokok Hukum Dagang Indonesia 3, Hukum
Pengangkutan, Yogyakarta: Djambatan, 1991.
Soegiatna, Tjakranegara. Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang,
Jakarta: Rineka Cipta, 1995.
Sudikno, Mertukusumo. Penemuan Hukum, Yogyakarta: Liberty, 2009.
Suharnoko, Hartari Endah. Doktrin Subrogasi, Novasi dan Cessie, Kencana
Media Grup, Jakarta, 2005.
Tanggung Jawab PT. Lintas Kumala Abadi Dalam Kegiatan Pengangkutan Laut; Analisis Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat No.642/PDT.G/2011/PN.JKT.BAR | 166
Pusat Studi Konstitusi dan Legislasi Nasional (POSKO-LEGNAS) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Zaeni, Asyhadi. Hukum Bisnis (Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia),
Raja Grafindo, Jakarta, 2005.