Post on 05-May-2018
1
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA
BANK HASIL MERGER DI ASEAN
(Studi Perbandingan di Industri Perbankan
Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand
Periode 2005-2009)
Rr. Yulia Anindya Pranawaningsih
Etna Nur Afri Yuyetta
ABSTRACT
Merger is considered as one strategy in facing global competition.
Mergers can create potential synergies. However, mergers can also lead
to inefficiencies entity. There are several factors that can affect the
performance of banks post-merger such as earning diversification, asset
quality, cost efficiency, capital adequacy, liquidity, efficiency asset
management, and market share. The objective of this research is to
analyzes the effect of earning diversification, asset quality, cost efficiency,
capital adequacy, liquidity, efficiency asset management, and market
share on the performance of the merged bank in Indonesia, Malaysia,
Singapore, and Thailand. In addition, this study analyzes the position of
the banks in the ASEAN region through a comparison of the performance
of the merged bank in the State of Indonesia, Malaysia, Singapura and
Thailand.
The sample in this research is the merged bank financial
statements for the period 2005-2009. Total sample is 74 financial
statement from 16 merged bank. This study analyzes the effect of earning
diversification, asset quality, cost efficiency, capital adequacy, liquidity,
efficiency asset management, and market share on the performance of the
merged bank in Indonesia, Malaysia, Singapore, and Thailand by using
regression analysis. This research also analyzes the position of the banks
in the ASEAN region through a comparison of the performance of the
2
merged bank in the State of Indonesia, Malaysia, Singapura and Thailand
by using ANOVA test.
The results find that the earning diversification, capital adequacy
and market share does not have significant influence on the performance
of the merged bank. On the other hand, asset quality, cost efficiency and
liquidity negatively affect the performance of the merged bank. While,
efficiency asset management have a positive impact on the performance of
the merged bank. In addition, studies have found empirical evidence that
there is no significant difference between the performance of the merged
bank in the State of Indonesia, Malaysia, Singapore and Thailand.
Keywords: bank mergers, earning diversification, asset quality, cost
efficiency, capital adequacy, liquidity, efficiency asset management,
market share, the performance of the merged bank.
3
PENDAHULUAN
Globalisasi menghadirkan tantangan yang beragam dan persaingan yang
ketat bagi setiap sektor industri, termasuk bagi industri perbankan. Mulyana
(2009, h.12) menyatakan bahwa “globalisasi bagi perbankan merupakan tantangan
yang tidak dapat dielakkan sekaligus peluang untuk diraih.” Menurut MacDonald
dan Koch (2006) globalisasi merupakan perkembangan yang bertahap dari pasar
dan lembaga-lembaga yang mana batas-batas geografi tidak dapat membatasi
transaksi-transaksi keuangan. Lembaga perbankan dihadapkan dengan tantangan
dan persaingan yang semakin ketat dalam berkompetisi untuk meraih nasabah
dalam lingkup global.
Kompetisi dalam lingkup global tidak hanya terjadi di antara bank
domestik di dalam negeri, tetapi juga melibatkan persaingan dengan bank-bank
asing baik di dalam maupun di luar negeri. Globalisasi ditandai dengan adanya
minat dari investor-investor asing untuk memiliki bank-bank swasta nasional
yang dinilai sehat maupun dengan pembukaan cabang bank lokal di luar negeri.
Globalisasi perbankan berarti persaingan kapabilitas diantara perbankan di suatu
negara dengan negara lain untuk mendapatkan nasabah dan keuntungan
kompetitif.
Era globalisasi ekonomi ditandai dengan semakin terbukanya kesempatan
untuk melakukan perdagangan bebas regional maupun internasional. Beberapa
perdagangan regional di kawasan Association of Southeast Asian Nations
(ASEAN) antara lain kerjasama yang melibatkan negara-negara ASEAN, yaitu
Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Brunei Darusalam, Laos,
Kamboja, Vietnam, dan Myanmar dalam Asean Free Trade Area (AFTA),
kerjasama dalam bidang ekonomi dengan Negara-negara Asia-Pasifik dalam Asia
Pasific Economic Cooperation (APEC), kerjasama dalam bidang perbankan
melalui pembentukan The ASEAN Bankers Association, dan yang terbaru, yaitu
keterlibatan Negara ASEAN dalam bidang ekonomi dengan Negara China dalam
ASEAN-China Free Trade Agreement. Terbukanya perdagangan global dan
perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat akan berpengaruh
4
terhadap pertumbuhan ekonomi dan perbankan nasional di suatu negara. Dalam
perdagangan global, industri perbankan kian dibutuhkan terkait dengan peran
bank sebagai lembaga perantara keuangan.
Indonesian Banks Association atau Perbanas (2009), mengemukakan
bahwa jika melihat peta kekuatan perbankan di ASEAN, perbankan Singapura
lebih unggul dalam jumlah asset maupun tingkat kesehatannya. Perbankan
Thailand menunjukkan kemajuan yang baik, yaitu dengan jumlah bank yang tidak
banyak, namun terdapat bank yang go international seperti Bangkok Bank.
Berbeda dengan kondisi perbankan di kedua negara tersebut, perbankan di
Indonesia dinilai belum mampu bersaing secara maksimal. Dalam sepuluh bank
terbesar di ASEAN, hanya Bank Mandiri yang mampu masuk dalam jajaran
tersebut. Sementara itu, Bank BRI, Bank BCA dan Bank BNI masih berada di dua
puluh besar. Namun demikian, perbankan Indonesia memiliki peluang yang besar
untuk meningkatkan kapabilitas dan pertumbuhan. Hal tersebut disebabkan oleh
beberapa hal, antara lain pertumbuhan PDB Nominal Indonesia yang positif dan
pendapatan per kapita Indonesia yang mengalami pertumbuhan yang cukup stabil
berdasarkan data dari Worldbank dan UNESCAP (2010).
Ketatnya persaingan di sektor perbankan, mengharuskan bank untuk
menerapkan strategi yang tepat maupun melakukan inovasi untuk meningkatkan
kapabilitas perbankan. Kapabilitas perbankan yang dapat diandalkan menjadi
kunci dalam menjalani era globalisasi. Salah satu strategi yang dikembangkan dari
pola pikir global adalah merger dan akuisisi. Mulyana (2009, h.12) memandang
merger sebagai “strategi untuk meningkatkan skala ekonomi, efisiensi, dan
mengurangi persaingan di dalam negeri sedangkan ke luar negeri berarti
membangun kapabilitas guna menghadapi persaingan global”. Sejumlah bank di
kawasan ASEAN telah melakukan konsolidasi sebagai upaya meningkatkan
kapabilitas guna menghadapi persaingan. Dalam Bisnis.com (2009), dinyatakan
bahwa perbankan lokal Singapura mengerucut menjadi tiga bank, dan di Malaysia
menjadi sembilan bank.
Merger dan akuisisi telah menjadi strategi yang populer di kalangan
perusahaan-perusahaan di Amerika dan Eropa karena diyakini berperan penting
5
dalam restrukturisasi yang efektif. Portal Human Resource (2005) menyatakan
bahwa selama tahun 1998, nilai merger dan akuisisi di Amerika lebih dari USD 6
triliun dengan 11.400 transaksi. Hitt, Harrison, Ireland (2002), menyebutkan
bahwa merger terbesar yang diumumkan pada tahun 1998 adalah penggabungan
antara Citicorp dengan Traveler’s Group dengan nilai yang diperkirakan mencapai
USD 77 milyar dan akuisisi Exxon terhadap Mobil dengan perkiraan nilai USD 79
miliar.
Hitt, Harrison, dan Ireland (2002) berpendapat bahwa nilai dari merger
dan akuisisi tercipta jika manfaat sinergi yang diperoleh melalui penggabungan
dan integrasi perusahaan yang dahulunya terpisah lebih besar daripada biaya-
biaya yang dikeluarkan untuk menciptakan sinergi. Menurut Goold dan Campbell
(dalam Hitt, Harrison, dan Ireland, 2002), sinergi merupakan kemampuan dua
atau lebih entitas untuk menciptakan nilai yang lebih besar melalui kerjasama
daripada yang dapat mereka capai dengan bekerja sendiri.
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.22,
paragraf 5, suatu legal merger merupakan merger dua badan usaha melalui
pengalihan aset dan kewajiban dari suatu perusahaan ke perusahaan lain dan
perusahaan yang melakukan pengalihan tersebut dibubarkan, atau pengalihan aset
dan kewajiban dari dua atau lebih perusahaan ke perusahaan baru dan kedua
perusahaan yang melakukan pengalihan tersebut dibubarkan. Terdapat beberapa
motif atau alasan yang melatarbelakangi sebuah entitas melakukan merger.
Pertama, peningkatan skala ekonomi (economies of scale), yang berarti
sumber daya dimanfaatkan secara lebih ekonomis dan sebagai konsekuensinya
akan meningkatkan profitabilitas. Sufian, Majid, dan Haron (2007) berpendapat
bahwa salah satu sumber utama penciptaan sinergi adalah pengurangan biaya
yang terjadi sebagai hasil dari skala ekonomi. Hal tersebut mengimplikasikan
penurunan biaya per-unit yang berasal dari peningkatan ukuran atau skala operasi
perusahaan. Kedua, mengurangi tingkat persaingan dan meningkatkan pangsa
pasar dan distribusi entitas. Menurut Mulyana (2009, h.13), “manajemen atau
pengambil keputusan tidak disibukkan dengan memikirkan strategi menghadapi
pesaing tetapi dapat lebih berkonsentrasi pada pemikiran strategis lainnya.”
6
Penggabungan dua atau lebih entitas dapat memperoleh pasar baru secara lebih
cepat dibandingkan jika mengembangkan sendiri sehingga akan memberikan
hasil yang besar secara keseluruhan.
Ketiga, meningkatkan efisiensi. Mulyana (2009, h.13) menyatakan bahwa
peningkatan efisiensi dapat dilakukan dengan “menutup kantor cabang yang
berdekatan tanpa harus kehilangan potensi bisnis bahkan memperluas ruang
lingkup operasi dengan tidak membuka cabang baru”. Selain itu, peningkatan
efisiensi terjadi ketika ada transfer keahlian manajerial dari entitas yang lebih
handal ke entitas yang kurang handal. Tim manajemen yang lebih handal akan
meningkatkan kinerja keuangan. Efisiensi dapat meningkat dengan pengurangan
fasilitas yang tidak diperlukan dan pengurangan karyawan serta adanya sinergi
penguasaan teknologi dari entitas-entitas yang melakukan merger. Motif-motif
tersebut menjadi daya tarik bagi entitas untuk menerapkan strategi merger.
Merger dapat menciptakan sinergi-sinergi yang potensial. Namun
demikian, merger dapat pula berujung pada inefisiensi entitas. Perlu diperhatikan
bahwa setiap merger yang dilakukan belum tentu membawa hasil yang sesuai
dengan yang diharapkan. Kegagalan dalam merger dapat disebabkan oleh
kehilangan produktivitas, ketidaksesuaian budaya, kehilangan sumber daya
manusia yang handal dan benturan gaya manajemen. Merger bank merupakan
sebuah aktivitas yang kompleks dalam melakukan integrasi dua atau beberapa
bank dengan melibatkan banyak pihak, baik internal maupun eksternal, dua
budaya dan kinerja yang berbeda.
Peningkatan pada kinerja bank setelah merger dapat dipengaruhi oleh
sejumlah faktor tertentu. Faktor- faktor tersebut meliputi diversifikasi pendapatan,
kualitas asset, efisiensi biaya, kecukupan modal, likuiditas, efisiensi pengelolaan
aset, dan pangsa pasar bank.
7
TELAAH PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Penggabungan Usaha
Beams dan Jusuf (2004) menyatakan bahwa penggabungan usaha
merupakan salah satu topik yang penting dan menarik dalam teori dan praktik
akuntansi, karena melibatkan transaksi keuangan yang luar biasa besar, kerajaan
bisnis, cerita sukses, kekayaan orang, eksekutif jenius, dan kegagalan manajemen.
Dalam IFRS, istilah penggabungan usaha (business combination) didefinisikan
sebagai “pengambilan bersama perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas
ekonomi sebagai hasil dari satu perusahaan yang memperoleh pengendalian atas
asset bersih dan operasi dari perusahaan lain.” Dalam Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) no. 22 paragraf 8, penggabungan usaha (business
combination) merupakan “penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah
menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan menyatu dengan (uniting
with) perusahaan lain atau memperoleh kendali (control) atas asset dan operasi
perusahaan lain”.
Merger merupakan salah satu bentuk legal dari suatu penggabungan usaha.
Dalam PSAK no.22 paragraf 5, dinyatakan bahwa:
“Penggabungan usaha (business combination) dapat mengakibatkan
terjadinya legal merger. Suatu legal merger biasanya merupakan merger
dua badan usaha melalui salah satu cara berikut:
(a) asset dan kewajiban dari suatu perusahaan dialihkan ke perusahaan lain
dan perusahaan yang melakukan pengalihan tersebut dibubarkan; atau
(b) asset dan kewajiban dari dua atau lebih perusahaan dialihkan ke
perusahaan baru dan kedua perusahaan yang melakukan pengalihan
tersebut dibubarkan.”
Terdapat beberapa motif atau alasan yang melatarbelakangi sebuah entitas
melakukan merger, yaitu antara lain:
1. Peningkatan skala ekonomi (economies of scale), yang berarti sumber
daya dimanfaatkan secara lebih ekonomis dan sebagai konsekuensinya
akan meningkatkan profitabilitas. Menurut Sufian, Majid, dan Haron,
(2007), salah satu sumber utama penciptaan sinergi adalah
8
pengurangan biaya yang terjadi sebagai hasil dari skala ekonomi. Hal
tersebut mengimplikasikan penurunan biaya per-unit yang berasal dari
peningkatan ukuran atau skala operasi perusahaan.
2. Mengurangi tingkat persaingan dan meningkatkan pangsa pasar dan
distribusi entitas. Manajemen atau pengambil keputusan tidak
disibukkan dengan memikirkan strategi menghadapi pesaing tetapi
dapat lebih berkonsentrasi pada pemikiran strategis lainnya.
Penggabungan dua atau lebih entitas dapat memperoleh pasar baru
secara lebih cepat dibandingkan jika mengembangkan sendiri sehingga
akan memberikan hasil yang besar secara keseluruhan.
3. Meningkatkan efisiensi dengan kemungkinan menutup kantor cabang
yang berdekatan tanpa harus kehilangan potensi bisnis bahkan
memperluas ruang lingkup operasi dengan tidak membuka cabang
baru. Selain itu peningkatan efisiensi terjadi ketika ada transfer
keahlian manajerial dari entitas yang lebih handal ke entitas yang
kurang handal. Tim manajemen yang lebih baik akan meningkatkan
kinerja keuangan. Selain itu efisiensi dapat meningkat dengan
pengurangan fasilitas yang tidak diperlukan dan pengurangan
karyawan serta adanya sinergi penguasaan teknologi dari entitas-
entitas yang melakukan merger (Beams dan Jusuf, 2004)
4. Mencegah pengambilalihan (avoidance of takeovers). Beberapa
perusahaan bergabung untuk diakuisisi oleh perusahaan lain. Karena
perusahaan-perusahaan yang lebih kecil cenderung lebih mudah untuk
diambil-alih, beberapa diantaranya memakai strategi pembeli yang
agresif sebagai pertahanan terbaik melawan usaha pengambilalihan
oleh perusahaan lain (Beams dan Jusuf, 2004).
5. Akuisisi harta tidak berwujud (acquisition of intangible assets). Beams
dan Jusuf (2004) menyatakan bahwa “penggabungan usaha melibatkan
penggabungan sumber daya tidak berwujud maupun berwujud. Maka,
akuisisi atas hak paten, hak atas mineral, database pelanggan, atau
9
keahlian manajemen mungkin menjadi faktor utama yang memotivasi
suatu penggabungan usaha “
2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Bank Hasil Merger
2.1.2.1 Diversifikasi Pendapatan
Altunbas dan Ibanez (2004, h.16) menyatakan bahwa “strategi
diversifikasi pendapatan, yang merupakan strategi produk yang luas, mengacu
pada penekanan terhadap sumber pendapatan lain yang terpisah dari pendapatan
bunga bersih tradisional”. Diversifikasi pendapatan dapat diperoleh dari
pendapatan baru potensial, diversifikasi dan akses ke kemungkinan inovasi
keuangan dari memproduksi produk dan jasa yang baru. Menurut MacDonald dan
Koch (2006), inovasi keuangan merupakan katalis dibalik perkembangan industri
jasa keuangan dan restrukturisasi pasar keuangan. Inovasi keuangan dan
pengembangan teknologi bank meliputi penggunaan ATM dan terminal pos di
outlet swalayan, kartu debit, home banking melalui komputer, internet banking,
dan sistem transfer dana elektronik (electronic fund transfer-EFT) nasional dan
internasional.
2.1.2.2 Kualitas Asset
Menurut Altunbas dan Ibanez (2004), kualitas asset mengacu pada risiko
kredit bank. Kualitas asset berhubungan dengan risiko kredit yang dihadapi bank
akibat kredit dan pemberian dana bank. Penilaian kualitas kredit maupun
penanaman dana bank dalam aset produktif melalui penentuan tingkat
kolektibilitasnya yaitu lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan
atau macet. Adanya pembedaan tingkat kolektibilitas diperlukan untuk
mengetahui besarnya cadangan penghapusan asset produktif yang harus
disediakan bank untuk menutup kemungkinan terjadinya kerugian.
2.1.2.3 Efisiensi biaya
Efisiensi biaya menekankan peminimalan biaya dengan menghubungkan
pengeluaran dengan hasil (return). Pasiouras dan Zopounidis (2008, h.204)
menyatakan bahwa “a bank that makes efficient use of inputs (i.e. non-interest
10
expenses) will have a cost efficiency indicator that is a lower number, while a
bank with poor cost efficiency will exhibit a high number” Efisiensi biaya dapat
diukur menggunakan total cost-to-total income ratio (CIR). Cost-to-total income
ratio (CIR) mengukur biaya overhead sebagai proporsi dari pendapatan
operasional.
2.1.2.4 Kecukupan modal
Kecukupan modal menunjukkan kemampuan bank dalam
mempertahankan modal yang memadai dan kemampuan manajemen bank dalam
mengidentifikasi, mengukur, mengawasi dan mengontrol risiko-risiko yang timbul
yang dapat berpengaruh terhadap besarnya modal bank (Kuncoro, 2006). Menurut
Mishkin (2008), modal bank digunakan untuk melindungi bank dari kemungkinan
penurunan nilai aset, yang dapat mendorong bank menjadi insolven, yaitu bank
memiliki kewajiban yang lebih besar daripada asetnya.
2.1.2.5 Likuiditas
Menurut Kuncoro dan Suhardjono, “dalam manajemen likuiditas, bank
memfokuskan pada pengelolaan pada kemampuan bank dalam menyediakan dana
yang cukup untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya setiap saat.” Manajemen
bank harus bertindak dengan memperhatikan proses pengelolaan asset dan arus
kas untuk menjaga kemampuan dalam memenuhi kewajiban sekarang yang jatuh
tempo.
2.1.2.6 Efisiensi Pengelolaan Aset
Di dalam menjalankan kegiatan operasional entitas, aset merupakan salah
satu modal yang sangat penting. Aset merupakan poin utama yang memberi
pengaruh langsung bagi pencapaian sasaran-sasaran dan tujuan entitas, termasuk
mendapatkan profitabilitas yang tinggi. Oleh karena itu, setiap entitas berusaha
untuk mengendalikan dan mengelola aset yang dimilikinya dengan sebaik-
baiknya. Pengelolaan aset secara efisien terkait dengan peran manajemen suatu
entitas. Entitas harus memiliki manajemen yang handal dalam mengelola aset
sehingga menghasilkan kinerja yang tinggi. Menurut Nakamura (2010),
perusahaan yang efisien diharapkan mampu menghasilkan kinerja yang tinggi dan
kinerja yang buruk dapat disebabkan oleh manajemen yang tidak efisien. “The
11
inefficient management hypothesis states that acquisitions serve to drive out bad
management” (Manne dalam Pasiouras dan Zopounidis, 2008, h.7).
2.1.2.7 Pangsa Pasar
Pangsa pasar merupakan salah satu karakteristik perusahaan yang paling
kompetitif (David, 2005). Menurut American Marketing Association (1995),
pangsa pasar adalah proporsi dari jumlah penjualan di pasar yang dipegang oleh
masing-masing pesaing.
2.1.5 Kinerja Bank
Analisis kinerja lembaga keuangan, terutama bank, dapat dilakukan
dengan menggunakan rasio keuangan untuk memberikan informasi tentang
kinerja keuangan bank. Pengukuran kinerja bank yang berorientasi profit dapat
melalui analisis profitabilitas. Menurut Raharjo (2005), profitabilitas merupakan
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dari penjualan barang
atau jasa yang diproduksinya. Rasio profitabilitas sering digunakan oleh
manajemen bank untuk menunjukkan kinerja bank adalah return on equity (ROE)
atau return on asset (ROA) (MacDonald dan Koch, 2006). Menurut Hanafi dan
Halim (2000), rasio profitabilitas mengukur kemampuan perusahaan
menghasilkan keuntungan (profitabilitas) pada tingkat penjualan, asset, dan modal
saham tertentu. Ada tiga rasio yang sering digunakan yaitu profit margin, return
on asset (ROA) dan return on equity (ROE).
12
METODE PENELITIAN
3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel yang
Diukur
Indikator Skala Sumber
Data
Instrumen
Variabel Dependen
Kinerja bank hasil
merger (PERF)
Perbandingan
laba bersih
setelah pajak
dengan rata-rata
jumlah ekuitas
(ROE)
Rasio Sekunder Laporan
Keuangan
Variabel
Independen
Diversifikasi
Pendapatan
(EARNDIVER)
Perbandingan
pendapatan
operasional lain
dengan total
asset.
Rasio Sekunder Laporan
Keuangan
Kualitas Asset
(ASSETQ)
Perbandingan
antara
penyisihan
kerugian
pinjaman
(kredit) dengan
pendapatan
bunga bersih
Rasio Sekunder Laporan
Keuangan
Efisiensi biaya
(COSTE)
Perbandingan
antara biaya
operasional
dengan
pendapatan
operasional
Rasio Sekunder Laporan
Keuangan
Kecukupan modal
(CAPITAL)
Perbandingan
modal dengan
total asset
Rasio Sekunder Laporan
Keuangan
Likuiditas (LIQ)
Perbandingan
kredit yang
diberikan
kepada pihak
ketiga dengan
Rasio Sekunder Laporan
Keuangan
13
dana pihak
ketiga
(LDR)
Efisiensi pengelolaan
aset
(ROAA)
Perbandingan
laba bersih
setelah pajak
dengan rata-rata
total asset
Rasio Sekunder Laporan
Keuangan
Pangsa pasar
(SHARE)
Perbandingan
dana pihak
ketiga bank
dengan total
dana pihak
ketiga
perbankan di
negara tersebut.
Rasio Sekunder Laporan
Keuangan,
Statistik
Perbankan
Sumber: Data sekunder diolah, 2010
3.2 Penentuan Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bank umum lokal yang
beroperasi dan berkantor pusat di masing-masing negara yang menjadi obyek
penelitian serta telah melakukan merger di masing-masing Negara ASEAN
selama periode 1999-2004. Aktivitas merger tersebut telah terdaftar dan
tercantum dalam laporan tahunan bank sentral masing-masing negara. Populasi
penelitian yaitu berjumlah 50 bank dan membentuk 20 bank hasil merger. Setiap
bank menggunakan data pengamatan selama 5 tahun yaitu tahun 2005-2009.
Pemilihan sampel menggunakan purposive sampling yang dipilih berdasarkan
kriteria – kriteria sebagai berikut :
Sampel di Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand:
a. Bank hasil merger yang merupakan bank umum lokal yang
beroperasi dan berkantor di masing-masing negara yang menjadi
obyek penelitian (Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand) yang
dibentuk pada periode 1999-2004.
b. Tanggal merger diketahui dengan jelas.
c. Bank hasil merger tidak terlibat permasalahan keuangan yang
buruk maupun melakukan merger baru dengan bank umum lain.
d. Bank hasil merger masih beroperasi pada tahun 2010 .
14
e. Terdapat data laporan keuangan bank hasil merger secara lengkap.
Penelitian ini menggunakan data pengamatan selama 5 tahun keuangan
yaitu tahun 2005-2009 dengan pertimbangan bahwa data pengamatan yang lebih
panjang dapat memberikan hasil yang lebih handal untuk meneliti dan
menganalisis pengaruh diversifikasi pendapatan, kualitas asset, efisiensi biaya,
kecukupan modal, likuiditas, efisiensi pengelolaan aset, dan pangsa pasar terhadap
kinerja bank hasil merger di ASEAN.
3.3 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data dokumenter,
sedangkan sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data-data
tersebut diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara, baik yang
dipublikasikan dan tidak dipublikasikan. Data sekunder yang digunakan dalam
penelitian ini adalah laporan tahunan bank (annual report), laporan keuangan
(financial statement), data bank dari Bank Indonesia, website Bank Negara
Malaysia, Monetary Authority of Singapore, Bank of Thailand, Bursa Efek
Negara Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand, serta data dari jurnal dan
artikel ilmiah, text book, dan internet.
15
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
4.1.1 Merger dan Perbankan di ASEAN
Bagi negara-negara Association of Southeast Asian Nations (ASEAN)
seperti Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand, akuisisi dan merger pada
awalnya dilakukan sebagai salah satu upaya penanggulangan krisis ekonomi Asia
1997 yang melanda sektor perbankan. Namun, seiring dengan tantangan dan
peluang yang semakin beragam di era gobalisasi, merger dan perbankan
dipandang sebagai salah satu solusi untuk mempertahankan eksistensi bank,
membangun kapabilitas, maupun menghadapi persaingan global. Dengan asumsi
bahwa semakin banyak jumlah uang yang ditabung oleh masyarakat maka jasa
keuangan bank semakin dibutuhkan. Dengan demikian pertumbuhan jumlah
tabungan dapat menstimulasi perbankan nasional di suatu Negara. Pertumbuhan
perbankan harus diimbangi dengan kapabilitas yang baik agar mampu bersaing
dengan perbankan lain di kawasan lokal, regional, maupun global.
Dalam peta perbankan ASEAN, perbankan Singapura memiliki
keunggulan dalam jumlah asset maupun tingkat kesehatan bank. Thailand dengan
jumlah bank yang tidak banyak, namun terdapat bank yang go international
seperti Bangkok Bank. Sementara untuk perbankan Malaysia, beberapa bank lokal
Malaysia melakukan ekspansi dengan membuka cabang di luar Negara Malaysia
maupun dengan melakukan merger dan akuisisi dengan bank lokal setempat.
Dilihat dari jumlah asset yang dimiliki bank di ASEAN, tiga bank Singapura
menjadi bank terbesar di ASEAN, yaitu DBS, UOB dan OCBC. Untuk perbankan
Indonesia, hanya Bank Mandiri yang mampu berada dalam sepuluh besar bank
yang memiliki assert terbesar di ASEAN. Sementara itu, Bank BRI, Bank BCA
dan Bank BNI masih berada di dua puluh besar. Sementara itu, bank-bank
Malaysia, seperti Maybank, CIMB, Public Bank dan Rashid Husein Bank berada
di jajaran sepuluh besar. Bank-bank Thailand yang berada di posisi tersebut
16
adalah Bangkok Bank, Krungthai Bank, Siam Commercial Bank dan Kasikorn
Bank (Biro Riset Info Bank dalam Teja, 2004).
4.1.2 Perolehan Sampel
Perolehan sampel dengan metode purposive sampling ditunjukkan oleh
tabel 4.1. Populasi bank umum yang melakukan merger di empat Negara ASEAN
selama periode 1999-2004 berjumlah 50 bank, dan membentuk 20 bank hasil
merger. Dari 20 bank hasil merger tersebut diperoleh 16 bank hasil merger yang
memenuhi kriteria yang telah ditentukan dalam penelitian ini. Sampel tersebut
terdiri dari 3 bank Indonesia, 9 bank Malaysia, 2 bank Singapura, dan 2 bank
Thailand. Oleh karena setiap bank menggunakan data pengamatan selama 5 tahun
(2005-2009), maka pooled data time series yang diperoleh sebesar 80 sampel.
Namun terdapat 6 sampel yang harus dikeluarkan dalam penelitian ini karena
memiliki nilai data yang ekstrim (terlalu rendah), sehingga sampel yang
digunakan dalam penelitian ini berjumlah 74 sampel.
Tabel 4.1 Rincian Perolehan Sampel
Keterangan Indonesia Malaysi
a
Singapur
a
Thailan
d Jumlah
Bank yang melakukan merger
tahun 1999-2004 23 18 4 5 50
Bank hasil merger
tahun 1999-2004 5 10 2 3 20
Bank hasil merger yang
terlibat masalah keuangan
atau sudah tidak beroperasi
pada tahun 2010 2 1 0 1 4
Bank hasil merger (sampel) 3 9 2 2 16
Pooled data (5 tahun) 15 45 10 10 80
Data bernilai ekstrim 0 3 0 3 6
Sampel yang digunakan 15 42 10 7 74
Sumber: Data sekunder diolah, 2010
4.2 Analisis Data
4.2.1 Statistik Deskriptif
Melalui tabel 4.2 dapat diketahui bahwa terdapat 74 sampel yang diteliti.
Dari 74 sampel, rata-rata kinerja bank hasil merger yang diukur dengan return on
17
equity (ROE) adalah 0.129018 atau 12.9% dengan standar deviasi sebesar
0.0505410. Rata-rata diversifikasi pendapatan dari 74 sampel yaitu 0.009509 atau
0.95%. Rata-rata Kualitas Aset yang diukur dengan rasio loan loss provision to
net interest income yaitu sebesar 1.062515. Rata-rata efisiensi biaya, likuiditas
dan pangsa pasar bank hasil merger masing-masing sebesar 43.73%, 79.81%, dan
11.4%, sedangkan rata-rata dari 74 sampel untuk variabel Modal dan Efisiensi
pengelolaan aset masing-masing sebesar 8.23% dan 1.08%.
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif 1
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
PERFORM 74 .0118 .2596 .129018 .0505410
EARNDIVER 74 .0021 .0263 .009509 .0037473
ASSETQ 74 .1695 2.8787 1.062515 .5484560
COSTE 74 .2693 .7001 .437246 .0814102
CAPITAL 74 .0486 .1603 .082327 .0184151
LIQ 74 .4599 1.2536 .798092 .1514012
ROAA 74 .0009 .0335 .010785 .0051040
SHARE 74 .0199 .3822 .113955 .0970712
Valid N (listwise) 74
Sumber : Data sekunder diolah, 2010
Dalam Tabel 4.3, kode negara 1 merupakan negara Indonesia, 2 untuk
Malaysia, 3 untuk Singapura, dan 4 untuk Thailand. Tabel 4 menunjukkan bahwa
jumlah laporan keuangan bank hasil merger (sampel) di tiap negara observasi
berbeda. Namun, rata-rata kinerja bank hasil merger di empat negara tersebut
tidak terlalu berbeda. Rata-rata kinerja bank hasil merger di Indonesia, Malaysia,
Singapura, dan Thailand masing-masing yaitu 14.35%, 12.92%, 12.47%, dan
10.33%.
Tabel 4.3 Statistik Deskriptif 2
Dependent Variable:PERFORM
Negara Mean Std. Deviation N
INDONESIA .143473 .0582070 15
MALAYSIA .129167 .0508111 42
SINGAPURA .124740 .0196236 10
THAILAND .103257 .0602162 7
Total .129018 .0505410 74
Sumber : Data sekunder diolah, 2010
18
4.2.2 Uji Asumsi Klasik
Menurut Ghozali (2005), model regresi harus memenuhi semua asumsi
klasik agar memberikan hasil yang Best Linear Unbiased Estimator. Oleh karena
itu, sebelum melakukan analisis regresi, dilakukan uji asumsi klasik terlebih
dahulu.
4.2.2.1 Uji Normalitas
Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2005).
Dalam penelitian ini, pengujian normalitas dilakukan dengan analisis grafik dan
uji statistik. Berdasarkan tampilan grafik histogram dan grafik normal plot, maka
dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal atau mendekati normal. Grafik
histogram menunjukkan pola distribusi normal dan dalam grafik normal plot,
terlihat bahwa data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal.
Gambar 4.1 Histogram Normalitas Data
Gambar 4.2 Normal Plot
19
Kedua grafik tersebut menunjukkan bahwa model regresi memenuhi
asumsi normalitas. Selain dengan menggunakan analisis grafik, dilakukan uji
Kolmogorov-Smirnov untuk menguji normalitas residual.
Tabel 4.4 menunjukkan nilai K-S adalah 0.751 dan signifikan pada 0.625
maka data residual terdistribusi secara normal. Hasil pengujian statistik konsisten
dengan analisis grafik, sehingga dapat dinyatakan bahwa asumsi normalitas
terpenuhi dalam model regresi.
Tabel 4.4 Pengujian One-Sample Kolmogorov-Smirnov
Unstandardized Residual
N 74
Normal Parametersa,,b
Mean .000000
Std. Deviation .0143363
Most Extreme Differences Absolute .087
Positive .087
Negative -.085
Kolmogorov-Smirnov Z .751
Asymp. Sig. (2-tailed) .625
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Sumber : Data sekunder diolah, 2010
4.2.2.2 Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah terdapat korelasi di
antara variabel independen dalam model regresi. Dalam penelitian ini digunakan
analisis matrik korelasi antar variabel independen dan perhitungan nilai Tolerance
dan Variance Inflation Factor (VIF). Berdasarkan tabel 4.5 terlihat bahwa
korelasi tertinggi yaitu antara variabel Kualitas Asset dan Efisiensi pengelolaan
aset dengan nilai korelasi sebesar 55.4%. Nilai korelasi tersebut masih berada di
bawah 95%, maka dapat dinyatakan bahwa tidak terjadi multikolinearitas yang
serius.
Selain itu, tidak ada variabel independen yang memiliki nilai Tolerance
kurang dari 0.10 atau memiliki nilai VIF lebih dari 10, yang berarti tidak terdapat
korelasi antar variabel yang nilainya melebihi 95%. Jadi dapat ditarik kesimpulan
bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi.
20
Tabel 4.5 Uji Multikolinieritas
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) .205 .019
10.877 .000
EARNDIVER .172 .540 .013 .318 .752 .759 1.317
ASSETQ -.008 .004 -.091 -2.022 .047 .601 1.663
COSTE -.078 .025 -.125 -3.163 .002 .775 1.290
CAPITAL -1.426 .124 -.520 -11.503 .000 .597 1.674
LIQ -.025 .012 -.074 -2.024 .047 .917 1.091
ROAA 9.695 .502 .979 19.330 .000 .475 2.104
SHARE -.017 .020 -.033 -.858 .394 .837 1.194
a. Dependent Variable: PERFORM
Coefficient Correlationsa
Model SHARE CAPITAL LIQ ASSETQ COSTE EARNDIVER ROAA
1 Correlations SHARE 1.000 -.062 .088 .089 .344 -.099 .010
CAPITAL -.062 1.000 -.085 .008 -.279 -.378 -.384
LIQ .088 -.085 1.000 -.082 .069 .146 .112
ASSETQ .089 .008 -.082 1.000 .165 -.119 .554
COSTE .344 -.279 .069 .165 1.000 -.006 .283
EARNDIVER -.099 -.378 .146 -.119 -.006 1.000 -.070
ROAA .010 -.384 .112 .554 .283 -.070 1.000
Covariances SHARE .000 .000 2.118E-5 7.322E-6 .000 -.001 .000
CAPITAL .000 .015 .000 3.866E-6 .000 -.025 -.024
LIQ 2.118E-5 .000 .000 -4.137E-6 2.073E-5 .001 .001
ASSETQ 7.322E-6 3.866E-6 -4.137E-6 1.722E-5 1.686E-5 .000 .001
COSTE .000 .000 2.073E-5 1.686E-5 .001 -7.981E-5 .003
EARNDIVER -.001 -.025 .001 .000 -7.981E-5 .292 -.019
ROAA .000 -.024 .001 .001 .003 -.019 .252
a. Dependent Variable: PERFORM
Sumber : Data sekunder diolah, 2010
21
4.2.2.3 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah terdapat korelasi antar
kesalahan pengganggu pada periode t dengan periode t-1 dalam model regresi.
Untuk mendeteksi autokorelasi, dilakukan Run Test. Run Test digunakan untuk
melihat apakah data residual terjadi secara sistematis (tidak acak) atau random
(acak).
Tabel 4.6 Uji Run-Test
Unstandardized Residual
Test Valuea -.0017
Cases < Test Value 37
Cases >= Test Value 37
Total Cases 74
Number of Runs 34
Z -.936
Asymp. Sig. (2-tailed) .349
a. Median
Sumber : Data sekunder diolah, 2010
Hasil Run Test menunjukkan bahwa nilai test adalah -0.0017 dengan
probabilitas 0.349. Nilai probabilitas lebih tinggi dari α=0.05, sehingga dapat
disimpulkan bahwa residual terjadi secara random (acak) atau tidak terjadi
autokorelasi antar nilai residual.
4.2.2.4 Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang
lain. Pendeteksian heteroskedastisitas dilakukan dengan analisis grafik plot antara
nilai prediksi variabel independen yaitu ZPRED dengan residualnya yaitu
SRESID. Dari gambar 4.2 dapat dilihat bahwa tidak terdapat pola yang jelas
dalam grafik plot tersebut, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0
pada sumbu Y. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
heteroskedastisitas dalam model regresi.
22
Gambar 4.3. Grafik Scatteplot
Sumber : Data sekunder diolah, 2010
4.2.3 Analisis Regresi Berganda
Pengujian hipotesis (H1, H2, H3, H4, H5, H6, H7) terhadap faktor-faktor
yang mempengaruhi kinerja bank hasil merger di ASEAN dilakukan dengan
menggunakan analisis regresi berganda.
4.2.3.1 Uji Koefisien Determinasi
Dari tampilan output SPSS Model Summary, besarnya adjusted R2 yaitu
0.911. Hal tersebut menunjukkan bahwa 91.1% variasi PERFORM dapat
dijelaskan oleh variasi dari variabel independen variabel EARNDIVER.
ASSETQ, COSTE, CAPITAL, LIQ, ROAA, dan SQSHARE sedangkan sisanya,
8.9% dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar model.
Tabel 4.6 Koefisien Determinasi
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .959a .920 .911 .0150774
a. Predictors: (Constant), SHARE, CAPITAL, LIQ, ASSETQ, COSTE,
EARNDIVER, ROAA
Sumber: Data sekunder diolah, 2010.
4.2.3.2 Uji Pengaruh Simultan (F Test)
Uji pengaruh simultan digunakan untuk menguji apakah variabel
independen secara bersama-sama atau simultan mempengaruhi variabel dependen.
23
Dalam Tabel 4.7 terlihat bahwa nilai F test sebesar 107.753 dan signifikan pada
0.000, yang berarti variabel EARNDIVER. ASSETQ, COSTE, CAPITAL, LIQ,
ROAA, SQSHARE secara simultan mempengaruhi variabel PERFORM.
Tabel 4.7 Uji Pengaruh Simultan
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .171 7 .024 107.753 .000a
Residual .015 66 .000
Total .186 73
a. Predictors: (Constant), SHARE, CAPITAL, LIQ, ASSETQ, COSTE, EARNDIVER, ROAA
b. Dependent Variable: PERFORM
Sumber: Data sekunder diolah, 2010
.
4.2.3.4 Uji Pengaruh Parsial (t-Test)
Uji parsial digunakan untuk menguji apakah masing-masing variabel
independen mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen (Ghozali, 2006).
Pengujian H1 menguji apakah diversifikasi pendapatan merupakan faktor yang
dapat memberikan pengaruh positif terhadap kinerja bank hasil merger. Derajat
kepercayaan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebesar 5%. H1 dapat
diterima apabila besarnya probabilitas signifikansi (p) tidak melebihi 0.05.
Berdasarkan tabel 4.8, nilai koefisien regresi EARNDIVER bernilai positif
sebesar 0.172 dan tidak signifikan pada 0.05. Hal tersebut dapat dilihat dari
probabilitas signifikansi untuk EARNDIVER sebesar 0.752, jauh di atas 0.05.
Berdasarkan hasil regresi dan kriteria pengujian, maka dapat dinyatakan bahwa
H1 ditolak. Dengan demikian, diversifikasi pendapatan tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap kinerja bank hasil merger.
Hipotesis 2 (H2) menyatakan bahwa kualitas aset berpengaruh negatif
terhadap kinerja bank hasil merger. Pada hasil analisis regresi dapat dinyatakan
bahwa variabel ASSETQ memiliki nilai koefisien regresi sebesar -0.008 atau -
0.8% dengan standar eror sebesar 0.004, dan nilai koefisien regresi tersebut
signifikan pada 0.05. Dengan demikian, H2 diterima atau tidak ditolak yaitu
24
kualitas aset yang diproksi dengan loan loss provision to net interest revenue ratio
berpengaruh negatif terhadap kinerja bank hasil merger.
Hipotesis 3 (H3) menyatakan bahwa efisiensi biaya berpengaruh negatif
terhadap kinerja bank. Pada =0.05, H3 akan diterima apabila besarnya
probabilitas signifikansi (p) tidak melebihi 0.05. Berdasarkan tabel 4.9 variabel
COSTE memiliki nilai koefisien regresi sebesar -0.078 atau -0.78% dan signifikan
pada 0.003. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa hipotesis H3 yang diajukan
dalam penelitian ini diterima, yaitu bahwa efisiensi biaya berpengaruh negatif
terhadap kinerja bank hasil merger.
Tabel 4.9 Uji Pengaruh Parsial
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .205 .019 10.877 .000
EARNDIVER .172 .540 .013 .318 .752
ASSETQ -.008 .004 -.091 -2.022 .047
COSTE -.078 .025 -.125 -3.163 .002
CAPITAL -1.426 .124 -.520 -11.503 .000
LIQ -.025 .012 -.074 -2.024 .047
ROAA 9.695 .502 .979 19.330 .000
SHARE -.017 .020 -.033 -.858 .394
a. Dependent Variable: PERFORM
Sumber: Data sekunder diolah, 2010.
Hipotesis 4 (H4) menyatakan bahwa tingkat kecukupan modal
berpengaruh positif terhadap kinerja bank. Berdasarkan tabel 4.9 variabel
CAPITAL memiliki nilai koefisien regresi sebesar -1.434 atau -143.4% dan
signifikan pada 0.000. Besarnya probabilitas signifikansi (p) variabel CAPITAL
signifikan pada 0.05, namun arah hubungan antara variabel CAPITAL dengan
PERFORM tidak sesuai dengan arah hubungan hipotesis yang diajukan,
melainkan menunjukkan hubungan yang negatif. Dengan demikian, H4 ditolak,
kecukupan modal tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja bank hasil
merger.
25
Hipotesis 5 (H5) menyatakan bahwa likuiditas berpengaruh negatif
terhadap kinerja bank. Variabel likuiditas memiliki nilai koefisien regresi sebesar
-0.025 atau -2.5% dan signifikan pada 0.046. Nilai probabilitas sebesar 0.046
kurang dari 0.05, sehingga Hipotesis 5 (H5) diterima. Hal tersebut menunjukkan
bahwa likuiditas yang diproksi dengan loan to deposit ratio berpengaruh negatif
terhadap kinerja bank hasil merger.
Hipotesis 6 (H6) yaitu efisiensi pengelolaan aset berpengaruh positif
terhadap kinerja bank. Berdasarkan tabel 4.9 variabel ROAA memiliki nilai
koefisien regresi sebesar 9.708 atau 970.8% dengan standar error sebesar 0.502
dan signifikan pada 0.000. Besarnya probabilitas signifikansi (p) variabel ROAA
tidak melebihi 0.05, sehingga H5 diterima atau tidak ditolak. Dengan demikian
dapat dinyatakan bahwa efisiensi pengelolaan aset berpengaruh positif terhadap
kinerja bank hasil merger.
Hipotesis 7 (H7) yaitu pangsa pasar berpengaruh positif terhadap kinerja
bank. Berdasarkan tabel 4.9, nilai koefisien regresi pangsa pasar bernilai positif
sebesar -0.011 namun tidak signifikan pada 0.05. Hal tersebut dapat dilihat dari
probabilitas signifikansi pangsa pasar sebesar 0.445, jauh di atas 0.05. Oleh
karena itu, dapat dinyatakan bahwa H7 ditolak, maka pangsa pasar tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja bank hasil merger.
4.2.4 Uji Analysis of Variance (ANOVA)
Pengujian hipotesis (H8) terhadap perbandingan kinerja antara bank hasil
merger di Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand dilakukan dengan
menggunakan uji statistik One-Way ANOVA. Dalam model ANOVA ini, akan
diuji apakah rata-rata variabel kinerja bank hasil merger berbeda atau sama untuk
bank hasil merger di Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand.
Levene’s test of homogeneity of variance digunakan untuk menguji asumsi
ANOVA apakah setiap grup (kategori) variabel independen memiliki variance
yang sama. Hasil levene test menunjukkan bahwa nilai F test sebesar 2.356 dan
tidak signifikan pada 0.05, yang berarti hipotesis nol diterima yang menyatakan
26
variance sama diterima, yang berarti asumsi ANOVA terpenuhi bahwa variance
sama.
Tabel 4.10 Levene's Test
Levene's Test of Equality of Error Variancesa
Dependent Variable:PERFORM
F df1 df2 Sig.
2.356 3 70 .079
Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups.
a. Design: Intercept + Negara
Sumber : Data sekunder diolah, 2010
Nilai F hitung sebesar 294.856 untuk intercept dan signifikan pada 0.05,
namun variabel Negara memiliki nilai F sebesar 1.041 dan tidak signifikan pada
0.05. Oleh karena variabel negara tidak signifikan pada 0.05 maka dapat
disimpulkan bahwa variabel negara tidak mempengaruhi variabel PERFORM.
Tabel 4.11 Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:PERFORM
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .008a 3 .003 1.041 .380
Intercept .752 1 .752 294.856 .000
Negara .008 3 .003 1.041 .380
Error .179 70 .003
Total 1.418 74
Corrected Total .186 73
a. R Squared = .043 (Adjusted R Squared = .002)
Sumber: Data sekunder diolah, 2010.
Turkey test memberikan informasi tambahan melalui tabel 4.11. Tabel ini
memberikan informasi nilai rata-rata dari variabel independen. Berdasarkan subset
1, dapat dinyatakan bahwa rata-rata kinerja bank hasil merger, yang diproksi
dengan ROE, antara bank-bank merger di negara Indonesia, Malaysia, Singapura
dan Thailand tidak berbeda secara statistik.
27
Tabel 4.12 Homogeneous Subset
PERFORM
Negara N
Subset
1
Tukey HSDa,,b,,c
THAILAND 7 .103257
SINGAPURA 10 .124740
MALAYSIA 42 .129167
INDONESIA 15 .143473
Sig. .217
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .003. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 12.000.
b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
c. Alpha = .05.
Sumber : Data sekunder diolah, 2010
4.2 Interpretasi Hasil
4.2.1 Diversifikasi Pendapatan
Hasil pengujian terhadap Hipotesis 1 (H1) menunjukkan bahwa H1 ditolak
dan H0 diterima, yaitu diversifikasi pendapatan tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap kinerja bank hasil merger. Penelitian ini tidak menemukan
bukti empiris mengenai pengaruh yang signifikan dari diversifikasi pendapatan
yang diproksi dengan perbandingan pendapatan operasional lainnya dengan total
asset terhadap kinerja bank hasil merger di ASEAN, yang diproksi dengan return
on equity (ROE). Hasil penelitian ini sejalan oleh hasil penelitian Altunbas dan
Ibanez (2004), yang menemukan bukti bahwa perbedaan pada tipe bisnis antara
bank maupun entitas lain yang di merger dengan bank hasil merger menyebabkan
memburuknya kinerja bank hasil merger. Bank hasil merger tidak dapat
melakukan diversifikasi pendapatan karena dengan melakukan usaha diluar core
business-nya, akan mengakibatkan penurunan pada profitabilitas bank.
Diversifikasi pendapatan tidak berpengaruh secara signifikan pada kinerja
bank hasil merger dapat dikarenakan sebagian besar manajemen bank di kawasan
ASEAN masih lebih mengutamakan pendapatan yang berasal dari kegiatan utama
28
bank. Bank cenderung fokus pada core business-nya sehingga inovasi keuangan
dan diversifikasi pendapatan yang diperoleh dari sumber pendapatan selain dari
aktivitas intermediasi masih terbatas atau tidak terlalu berkembang atau apabila
berkembang tidak terlalu signifikan. Sebagai konsekuensinya, pendapatan dari
sumber baru diluar dari kegiatan intermediasi bank tidak dapat memberi
kontribusi yang besar bagi profitabilitas bank hasil merger. Said, Nor, Low,
Rahman (2008) menyimpulkan bahwa bank menjadi lebih fokus pada aktivitas
intermediasi untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih yang tinggi. Dengan
berfokus pada aktivitas intermediasi diharapkan dapat dihasilkan profitabilitas
yang tinggi, yang mampu mengakomodasi kegiatan operasional periode
berikutnya, sehingga tidak memerlukan adanya sumber pendapatan baru.
4.2.2 Kualitas Aset
Hasil pengujian terhadap Hipotesis 2 (H2) menunjukkan bahwa H2
diterima, yaitu kualitas asset berpengaruh negatif terhadap kinerja bank hasil
merger di ASEAN. Dalam penelitian ini, kualitas asset diproksi dengan rasio loan
loss provision to net interest income (LLP/NII). Semakin tinggi nilai LLP/NII
maka semakin rendah nilai dan kualitas kredit yang disalurkan bank. Kredit yang
diberikan kepada pihak ketiga merupakan salah satu komponen aset produktif,
dengan demikian kualitas kredit yang buruk mengindikasikan kualitas aset yang
buruk dan beragam pula. Kredit yang bermasalah berdampak pada penurunan
pendapatan bunga yang diakibatkan oleh belum atau tidak tertagihnya kredit yang
diberikan beserta bunga kredit. Pada akhirnya hal tersebut akan mempengaruhi
profitabilitas bank. Semakin rendah kualitas aset atau semakin beragam kualitas
aset suatu bank yang menyebabkan tingginya penyisihan kerugian aset produktif
(loan loss provision) dan semakin rendah pendapatan bunga bersih bank, maka
semakin rendah pula kinerja bank hasil merger. Dan sebaliknya, semakin baik
kualitas aset, yang mana kualitas kredit semakin baik sehingga jumlah penyisihan
kerugian aset produktif semakin kecil, maka semakin baik pula kinerja bank hasil
merger.
29
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Said, Nor, Low,
Rahman (2008) yang menemukan bahwa cadangan atau penyisihan kerugian
kredit akan memakan porsi yang besar pada laba bank. Dengan kata lain, semakin
tinggi penyisihan kerugian kredit akibat buruknya kualitas aset akan menyebabkan
penurunan pada laba bank. Loan loss reserve ratio (LLRR) berpengaruh secara
signifikan pada ROE bank dan mempunyai hubungan yang berkebalikan atau
negatif. Semakin besar rasio LLR maka semakin kecil nilai ROE bank.
Memburuknya kinerja bank pasca merger dapat terjadi karena bank memiliki
kualitas aset yang sangat beragam (Altunbas dan Ibanez, 2004). Ismail, Davidson,
dan Frank (dalam Ravichandran dan Alkhathlan, 2010) menemukan bahwa
tingkat profitabilitas yang rendah dapat diakibatkan oleh kebijakan kredit yang
terlalu konservatif. Jika kebijakan kredit terlalu konservatif, maka penyisihan
kerugian pinjaman akan segera ditaksir dan seringkali disajikan telalu tinggi.
Kualitas aset yang diproksi dengan rasio LLP/NII digunakan untuk
mengestimasi kerugian pinjaman yang potensial yang termasuk salah satu
pengukuran kualitas asset. Kualitas aset yang beragam dapat menimbulkan
penurunan pada laba bank, untuk itu bank perlu menerapkan penyeleksian debitor
secara hati-hati dan pengestimasian penyisihan kerugian tidak boleh terlalu
konservatif sebab dapat menimbulkan informasi yang kurang handal terkait
dengan laba bank.
4.2.3 Efisiensi Biaya
Cost to income ratio menggambarkan seberapa efisien aktivitas operasi
bank yang dikelola oleh manajemen. Cost to income ratio yang tinggi dapat
disebabkan oleh beban overhead yang tinggi maupun penurunan pada pendapatan
operasi. Rasio cost to income yang tinggi mengindikasikan adanya pemborosan
beban overhead maupun ketidakefisiensian kegiatan operasional bank, yang akan
berdampak pada penurunan laba bank. Bank mengeluarkan banyak pengeluaran
dalam proses operasinya namun tidak mampu menghasilkan pendapatan yang
tinggi. Hasil pengujian terhadap Hipotesis 3 (H3) menunjukkan bahwa H3
30
diterima, yaitu efisiensi biaya yang diukur dengan cost to income ratio memiliki
pengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja bank hasil merger di ASEAN.
Dengan demikian, semakin tinggi rasio CIR, maka kinerja bank akan semakin
menurun, dan sebaliknya, semakin rendah rasio CIR, maka kinerja bank akan
meningkat.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Sufian, Majid, Haron
(2007) yang menemukan bahwa profitabilitas yang rendah dapat disebabkan oleh
kemerosotan dalam efisiensi biaya. Manajemen bank tidak mampu
mengefisiensikan biaya yang dikeluarkan sehingga operasi bank tidak dapat
menghasilkan profitabilitas yang tinggi pula. Said, Nor, Low, Rahman (2008)
menemukan bukti empiris bahwa koefisien efisiensi biaya berpengaruh negatif
dan signifikan pada ROE bank. Ketidakmampuan manajemen menjalankan
aktivitas operasional bank dengan efisien akan terlihat dari peningkatan jumlah
beban yang terjadi dan sebagai konsekuensinya akan memberikan dampak yang
buruk pada profitabilitas bank secara keseluruhan.
4.2.4 Kecukupan Modal
Hasil pengujian terhadap Hipotesis 4 (H4) menunjukkan bahwa H4 tidak
diterima karena arah hubungan antara variabel kecukupan modal dengan kinerja
bank hasil merger pada hasil pengujian tidak sesuai dengan arah hubungan pada
hipotesis yang diajukan. Dalam penelitian ini, kecukupan modal diproksikan
dengan rasio capital to total assets untuk mengukur kemampuan permodalan bank
dalam menutup kemungkinan penurunan asset akibat berbagai kerugian yang
tidak dapat dihindarkan. Hubungan negatif antara kecukupan modal dengan
kinerja bank hasil merger dapat disebabkan oleh adanya penurunan asset yang
tidak dapat dihindarkan, seperti banyaknya kredit bermasalah, sehingga perlu ada
penyisihan kerugian kredit maupun penghapusan kredit yang tidak mungkin lagi
dapat ditagih.
Penurunan asset akibat adanya kerugian pada kredit yang diberikan
menjadikan bank harus menggunakan modalnya untuk membantu menutup
kerugian tersebut. Kemudian secara tidak langsung, hal tersebut mempengaruhi
31
kinerja bank hasil merger. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian
Eibel (1996) yang menyatakan bahwa rasio capital-to-assets berpengaruh negatif
terhadap return on equity (ROE). Tingkat kapitalisasi yang tinggi menunjukkan
ketidakefisienan dalam pemakaian modal. Bagi lembaga keuangan, capital-to-
assets ratio yang tinggi sering kali tidak konsisten dengan pemaksimalan
kekayaan pemegang saham.
4.2.5 Likuiditas
Analisis likuiditas dimaksudkan untuk mengukur seberapa besar
kemampuan bank dalam membayar kewajibannya serta dapat memenuhi
permintaan kredit yang diajukan tanpa terjadi penangguhan. Secara umum, entitas
dapat menyediakan kebutuhan likuiditasnya melalui salah satu dari dua cara
berikut: (1) dengan memegang asset likuid, dan (2) dengan mengeluarkan
kewajiban baru pada harga yang logis (MacDonald dan Koch, 2006). Likuiditas
diproksi dengan rasio loan to deposit. Semakin besar rasio LDR menunjukkan
semakin besar pula porsi kredit yang disalurkan kepada debitor dari dana pihak
ketiga. Hal ini mengindikasikan bahwa bank tidak likuid, yang mana nasabah
akan kesulitan dalam memperoleh dana karena dana yang dimiliki bank sebagian
besar digunakan untuk penyaluran kredit. Bank merger yang dapat memperoleh
manajemen likuiditas yang lebih baik secara tidak langsung akan berimbas pada
kinerja yang lebih baik (Altunbas dan Ibanez, 2004).
Berdasarkan hasil uji hipotesis H5 dapat disimpulkan bahwa H5 diterima
yaitu likuiditas yang diproksi dengan loan to deposit ratio (LDR) berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap kinerja bank yang diproksi dengan return on
equity. Semakin tinggi rasio LDR yang mengindikasikan semakin manajemen
likuiditas bank yang kurang baik, maka akan berimbas pada ROE yang rendah,
yang berarti kinerja bank menurun. Dan sebaliknya, semakin rendah rasio LDR,
yang menandakan manajeman likuiditas yang lebih baik, maka semakin tinggi
rasio ROE, yang berarti kinerja bank mengalami peningkatan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Said, Nor, Low, Rahman
(2008) yang menyatakan bahwa rasio LDR yang tinggi dapat disebabkan oleh
tingginya tingkat kredit yang diberikan atau rendahnya tingkat dana pihak ketiga.
32
LDR diproksi sebagai risiko likuiditas bank. Rasio LDR yang tinggi
mengindikasikan bahwa posisi likuiditas bank beresiko. Posisi yang beresiko bagi
bank dapat disebabkan oleh kenaikan portofolio kredit atau penurunan jumlah
dana pihak ketiga.
4.2.6 Efisiensi pengelolaan aset
Aset merupakan poin utama yang memberi pengaruh langsung bagi
pencapaian sasaran-sasaran dan tujuan entitas, termasuk mendapatkan
profitabilitas yang tinggi. Oleh karena itu, setiap entitas berusaha untuk
mengendalikan dan mengelola aset yang dimilikinya dengan sebaik-baiknya.
Pengelolaan aset secara efisien terkait dengan peran manajemen suatu entitas.
Entitas harus memiliki manajemen yang handal dalam mengelola aset sehingga
menghasilkan kinerja yang tinggi. Menurut Nakamura (2010), perusahaan yang
efisien diharapkan mampu menghasilkan kinerja yang tinggi sebaliknya kinerja
yang buruk dapat disebabkan oleh manajemen yang tidak efisien. Pengelolaan aset
secara efisien oleh manajemen diharapkan mampu meningkatkan profitabilitas
dan kinerja bank secara keseluruhan. Efisiensi pengelolaan aset yang diproksikan
dengan return on average assets (ROAA) digunakan untuk mengukur
kemampuan manajemen bank dalam mengelola aset secara efisien sehingga dapat
menghasilkan laba yang besar.
Hasil pengujian hipotesis H6 menunjukkan bahwa efisiensi pengelolaan
aset yang diproksi dengan return on average assets (ROAA) berpengaruh positif
dan signifikan terhadap kinerja bank yang diproksi dengan return on equity.
Semakin besar nilai ROAA maka manajemen semakin efisiesn dalam mengelola
asset bank sehingga profitabilitas bank akan meningkat, yang berarti kinerja bank
semakin membaik. Namun sebaliknya, semakin kecil nilai ROAA maka
manajemen dianggap kurang mampu mengelola asset bank secara efisien sehingga
profitabilitas bank akan menurun, yang berarti kinerja bank menurun pula.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Uri (1988) dalam
Nakamura (2010) yang menyatakan bahwa ketidakefisienan perusahaan
berhubungan dengan kinerja. Perusahaan yang efisien seringkali memiliki kinerja
33
yang tinggi. Menurut Hungenberg, Wulf dan Stein (2005), kemampuan
manajemen dalam mengelola perusahaan secara baik dapat meningkatkan kinerja
perusahaan setelah akuisisi. Hasil penelitian ini mendukung gagasan bahwa
peningkatan pendapatan diperoleh melalui skala ekonomis, yang mana
peningkatan skala ekonomis bank dalam hal ini diperoleh melalui aktivitas
merger. Peningkatan skala ekonomi (economies of scale), berarti sumber daya
dimanfaatkan secara lebih ekonomis. Hal tersebut mengimplikasikan penurunan
biaya per-unit yang berasal dari peningkatan ukuran atau skala operasi
perusahaan. Penurunan biaya dan peningkatan ukuran (aset) bank sebagai
konsekuensinya akan meningkatkan profitabilitas.
4.2.7 Pangsa Pasar
Hasil pengujian terhadap Hipotesis 7 (H7) menunjukkan bahwa pangsa
pasar tidak berpengaruh secara signifikan pada kinerja bank hasil merger atau H7
ditolak. Pangsa pasar tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja bank
hasil merger dapat dikarenakan oleh besarnya kredit atau pinjaman yang menjadi
kurang lancar selama krisis sehingga menyebabkan profitabilitas melemah.
Walaupun pangsa pasar bank hasil merger di ASEAN terbilang cukup besar,
namun tingginya biaya kredit dan adanya krisis global tahun 2008 yang
berdampak pada perbankan di ASEAN menyebabkan penurunan pada kinerja
bank hasil merger.
Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Heggested (1977)
dalam Masood, Aktan dan Chaundhary (2009) yang menemukan bukti empiris
bahwa jumlah dana pihak ketiga memiliki dampak negatif terhadap profitabilitas
bank komersial. Disamping itu, penelitian ini didukung oleh hasil penelitian
Haron dan Azmi (2004) dalam Masood, Aktan dan Chaundhary (2009)
menyatakan bahwa pangsa pasar tidak memiliki pengaruh terhadap profitabilitas
bank.
4.2.8 Perbedaan Kinerja Bank Hasil Merger di ASEAN
Hasil pengujian hipotesis (H8) menunjukkan bahwa H8 ditolak. Maka
dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja
34
bank hasil merger yang diproksi dengan return on equity (ROE) di negara
Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand. Bank hasil merger di Indonesia
memiliki nilai rata-rata kinerja yang tertinggi dibanding tiga negara lainnya,
kemudian Malaysia, Singapura dan Thailand.
Kinerja bank hasil merger yang lebih tinggi dibanding negara lain
disebabkan oleh semakin membaiknya sistem perbankan Indonesia setelah adanya
Arsitektur Perbankan Indonesia serta meningkatnya kinerja dan momentum bank
Mandiri secara konsisten. Bank Mandiri merupakan salah satu dari bank hasil
merger yang menjadi sampel penelitian. Namun, secara statistik tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara kinerja antara bank hasil merger di Indonesia,
Malaysia, Singapura, dan Thailand. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kondisi
pertumbuhan produk domestik bruto yang lebih kuat dan porsi tabungan dalam
produk domestik bruto yang meningkat di negara ASEAN sehingga berimbas
pada pertumbuhan perbankan yang menstimulasi kinerja bank hasil merger di
ASEAN. Kinerja bank hasil merger yang tinggi harus tetap dipertahankan, bahkan
ditingkatkan agar mampu menghadapi pertumbuhan dan persaingan sektor
perbankan baik di level ASEAN maupun global.
35
PENUTUP
5.1. Simpulan
Penelitian ini dilakukan dengan menguji hipotesis tentang pengaruh
diversifikasi pendapatan, kualitas asset, pengendalian biaya, tingkat kecukupan
modal, likuiditas, efisiensi pengelolaan aset, dan pangsa pasar terhadap kinerja
bank hasil merger di Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand. Selain itu,
penelitian ini membandingkan dan menganalisis kinerja bank hasil merger di
Negara Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand. Berdasarkan pada hasil dan
analisis data pada bagian sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Diversifikasi pendapatan yang dilakukan bank hasil merger tidak
mempengaruhi kinerja bank hasil merger.
2. Kualitas aset yang diproksi dengan loan loss provision to net interest
income ratio berpengaruh negatif terhadap kinerja bank hasil merger.
3. Efisiensi biaya yang diproksi dengan cost to income ratio berpengaruh
negatif terhadap kinerja bank hasil merger.
4. Kecukupan modal tidak berpengaruh terhadap kinerja bank hasil
merger.
5. Likuiditas berpengaruh negatif terhadap kinerja bank hasil merger.
6. Efisiensi pengelolaan aset berpengaruh positif terhadap kinerja bank
hasil merger.
7. Besarnya pangsa pasar bank hasil merger tidak mempengaruhi kinerja
bank hasil merger.
8. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja bank hasil
merger yang diproksi dengan return on equity (ROE) antara bank hasil
merger di Negara Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand.
5.2. Keterbatasan Penelitian
1. Penelitian ini memiliki lingkup yang cukup spesifik, yaitu berfokus
pada kinerja bank hasil merger, tidak membandingkan kinerja bank
hasil merger dengan bank yang tidak merger maupun dengan kinerja
bank sebelum merger.
36
2. Bank merger yang diamati dalam penelitian ini merupakan bank
umum domestik atau lokal yang melakukan merger di negara- negara
ASEAN yang menjadi obyek penelitian, yaitu bank lokal yang merger
di Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand.
5.3. Saran
1. Bagi penelitian mendatang disarankan untuk memperluas lingkup
penelitian, seperti membandingkan kinerja bank sebelum dan setelah
merger maupun membandingkan kinerja bank hasil merger dengan
kinerja bank yang tidak merger agar penelitian menjadi lebih
bervariasi.
2. Sampel dalam penelitian mendatang diharapkan tidak hanya mencakup
merger bank domestik yang ada di suatu negara melainkan juga
mencakup merger yang dilakukan oleh bank swasta, bank campuran
maupun bank asing di suatu negara. Dengan demikian dapat diteliti
apakah terdapat perbedaan kinerja bank hasil merger yang diakibatkan
oleh jenis bank yang melakukan merger.
3. Penelitian mendatang dapat menambahkan variabel kontrol yaitu
kinerja bank pengakuisisi sebelum merger dan variabel independen
yang berhubungan dengan sensitivitas pasar, seperti harga saham.
37
DAFTAR PUSTAKA
Adams, Chris dan Andy Neely. 2000. “The Performance Prism to Boost M&A
Success. Measuring Business Excellence.” h.19-23. Diakses tanggal 26
Mei 2010, dari Emerald Insight.
Allen D danV. Boobal-Batchelor. 2005. “The Role Of Post-Crisis Bank Mergers
In Enhancing Efficiency Gains And Benefits To The Public In The
Context Of A Developing Economy: Evidence From Malaysia”, h. 2275-
2282. Diakses tanggal 25 Mei 2010, dari situs google.
Altunbas, Yener dan David Marques Ibanez. 2004. “Mergers and Acquisitions and
Bank performance In Europe: The Role of Strategic Similarities.”
European Union Working Paper Series, No. 398. Diakses tanggal 23 Mei
2010, dari Social Science Research Network (SSRN) Electronic Library.
American Marketing Association. 1995-2010. “Dictionary”
http://www.marketingpower.com/_layouts/dictionary.aspx?dLetter=M,
diakses tanggal 28 Desember 2010.
Asworo, Hendri T. 2010. “Bank Nasional Naik Peringkat.”
http://bataviase.co.id/node/153988, diakses 25 Oktober 2010.
Baker, Richard E., Valdean C. Lembko, dan Thomas E. King. 2005. Akuntansi
Keuangan Lanjutan. Jakarta: Salemba Empat.
Bank Indonesia, 1999-2006, Direktori Perbankan Indonesia, Jakarta.
Bank Indonesia, 2008, Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia, Jakarta.
Bank Indonesia, 2009, Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, Jakarta.
Bank Indonesia, 2010, Statistik Perbankan Indonesia, Jakarta.
Bank Mandiri. 2010. “Bank Mandiri Optimalkan Momentum Pertumbuhan”
http://ir.bankmandiri.co.id/phoenix.zhtml?c=146157&p=irol-
newsArticle&ID=1456125&highlight=kinerja, diakses 9 Desember 2010.
Beams, Floyd A., dan Amir Abadi Jusuf. 2004. Akuntansi Keuangan Lanjutan di
Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
38
Bisnis Indonesia Online. 2009 “Mediasi, Konsolidasi Bank Lambat.”
http://bisnis.com, diakses 25 Oktober 2010.
David, Fred R. 2005. Strategic Management: Manajemen Strategis Konsep.
Jakarta: Salemba Empat.
DeLong, Gayle L. 2001. “Focusing Versus Diversifying Bank Mergers:Analysis
of Market Reaction and Long-Term Performance.” Diakses tanggal 23
Mei 2010, dari Social Science Research Network (SSRN) Electronic
Library.
Dendawijaya, Lukman. 2004. Lima Tahun Penyehatan Perbankan Nasional
(1998-2003). Bogor: Ghalia Indonesia.
Dwyer, Michael. 2006. “Southeast Asian GDP Growth May Slow, Thailand May
Accelerate”http://www.bloomberg.com/apps/news?pid=newsarchive&sid=
ai166XPjHrmo&refer=asia, diakses tanggal 26 Mei 2010.
Dymski, Gary A., 2002. “The Global Bank Merger Wave: Implications for
Developing Countries.” h. 435–466. Diakses tanggal 25 Mei 2010, dari
dari Emerald Insight.
Eibel, James. 1996. “The effect of public involvement on firm inefficiency:
evidence using Japanese private firms”
http://www.fhlbi.com/news/bckissues/insider14.htm, diakses tanggal 12
Desember 2010.
Epstein, Barry J., dan Eva K. Jermakowics. 2007. IFRS 2007. New Jersey: John
Wiley & Sons, Inc.
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hadiwerdoyo, Cyrillus Harinowo. 2010. “Outlook Perbankan 2010”,
http://www.perbanas.org, diakses 18 September 2010.
Hanafi, Mahmud M.dan Abdul Halim. 2000. Analisis Laporan Keuangan.
Yogyakarta:UPP AMP-YKPN.
Helfert, Erich A. 1996. Teknik Analisis Keuangan. Jakarta: Penerbit Erlangga.
39
Hitt, Michael A., Jeffrey S. Harrison, dan R. Duane Ireland. 2002. Merger dan
Akuisisi Panduan Meraih Laba Bagi Para Pemegang Saham. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Hungenberg, Harald, Torsten Wulf dan Philipp Stein. 2005. “Top management
turnover following acquisitions - An empirical analysis of the relationship
between executive departure and pre- as well as post-acquisition
performance in German companies”. Diakses tanggal 12 Desember 2010
dari situs google.
Ikatan Akuntansi Indonesia, 2009, Pernyatan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) No.22 Tentang Akuntansi Penggabungan Usaha, Jakarta.
International Monetary Fund, 2010, Regional Economic Outlook : Asia and
Pasific, Washington, USA.
Kieso, Donald E., Jerry J. Weygandt, dan Terry D. Warfield. 2007. Intermediate
Accounting. 12th
ed. Asia: John Wiley & Sons.
Kuncoro, Mudrajad dan Suhardjono. 2002. Manajemen Perbankan Teori dan
Aplikasi. Yogyakarta : BPFE.
Kuncoro, Mudrajad. 2006. Strategi Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetitif.
Jakarta: Erlangga.
MacDonald, S. Scott dan Timothy W. Koch. 2006. Management of Banking. 6th
ed. USA: Thomson South-Western.
Masood, Omar, Bora Aktan, dan Sahil Chaudhary. 2009. “An Empirical Study on
Banks Profitability in the KSA: A Co-Integration Approach”, h.374-382.
Diakses tanggal 9 Desember 2010, dari
http://www.academicjournals.org/AJBM
Mishkin, Frederic S. 2008. Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan.
Jakarta: Salemba Empat.
Montgomery, Heather. 2003. “The Role of Foreign Banks in Post-Crisis Asia: The
Importance of Method of Entry.” Diakses tanggal 23 Mei 2010, dari Social
Science Research Network (SSRN) Electronic Library.
Mulyana, Bambang. 2009. “Membangun Kapabilitas Perbankan Nasional Melalui
Merger,” dalam Bank dan Manajemen, Ed. Maret-April, h.12-18.
40
Nakamura, Eri. 2010. “The effect of public involvement on firm inefficiency:
evidence using Japanese private firms, “ Diakses tanggal 12
Desember 2010, dari Spingerlink.
Pasiouras, Fotios dan Constantin Zopounidis. 2008. “Consolidation in the Greek
banking industry: which banks are acquired?.” Managerial Finance, Vol.
34, No. 3, h. 198-213. Diakses tanggal 26 Mei 2010, dari Emerald Insight.
Portal Human Capital. 2005. “Kiat Sukses Merger dan Akuisisi”,
http://www.portalhr.com, diakses 18 September 2010.
Raharjo, Budi. 2005. Laporan Keuangan Perusahaan membaca, memahami, dan
menganalisis. Yogyakarta: Gadjah mada university press.
Ravichandran, K., dan Khalid Abdullah Alkhathlan. 2010. “Market Based
Mergers- Study on Indian & Saudi Arabian Banks.” International Journal
of Economics and Finance, Vol.2, No.1, h.147-153. Diakses tanggal 26
Mei 2010, dari CCSE.
Reed, Stanley Foster dan Alexandra Reed Lajoux. 1999. The Art of M&A: A
Merger Acquisition Buyout Guide. USA: McGraw-Hill.
Sabeni, Arifin. 2005. Pokok-pokok Akuntansi Lanjutan. Yogyakarta: Liberty.
Said, Rasidah Mohd, Fauzias Mat Nor, Soo-Wah Low, dan Aisyah Abdul
Rahman. 2008. “The Efficiency Effects of Mergers and Acquisitions in
Malaysian Banking Institutions.” Asian Journal of Business and
Accounting, h. 47-66.
Samosir, Agunan P. 2003. “Analisis Kinerja Bank Mandiri Setelah Merger dan
Sebagai Bank Rekapitalisasi” Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No.
1 Maret, h.1-38. Diakses tanggal 25 Mei 2010.
Sudarsanam. 1999. The Essense of Merger dan Akuisisi. Europe: Prentice Hall
Europe.
Sufian, Fadzlan. 2005. “An Analysis of the Relevance of Off- Balance Sheet
Items in Explaining Productivity Change in Post- Merger Bank
Performance: Evidence from Malaysia.” Management Research News,
Vol.28, No.4, h.74-92. Diakses tanggal 26 Mei 2010, dari Emerald
Insight.
41
Sufian, Fadzlan, Muhd-Zulkhibri Abdul Majid dan Razali Haron. 2007.
“Efficiency and Bank Merger in Singapore: A Joint Estimation of Non-
Parametric, Parametric and Financial Ratios Analysis.” MPRA Paper No.
12129. Diakses tanggal 26 Mei 2010, dari Munich Personal RePEc
Archive http://mpra.ub.uni-muenchen.de/12129/.
Teja, Hendra. 2004. “Bank Nasional di Tengah Persaingan Global”
http://els.bappenas.go.id/upload/other/Bank%20Nasional%20di%20Tenga
h-MI.htm, diakses tanggal 26 Mei 2010.
Thomson Reuters. 2010. “Strongest Quarter Worldwide for M&A Since 2008,
All-Time Record for High Yield Debt.” http:// www.thomsonreuters.com,
diakses 25 Oktober 2010.
UNESCAP. 2009. South-East Asia GDP (2005 PPP dollars) [Million (2005 PPP
dollars) ] GDP per capita [1990 US dollars]. http://www.unescap.org
UNSD. 2009. South-East Asia GDP (2005 PPP dollars) [Million (2005 PPP
dollars) ] GDP per capita [1990 US dollars]. http://www.unstats.un.org
Viverita. 2007. “The Effect of Mergers on Bank Performance: Evidence From
Bank Consolidation Policy In Indonesia”. Diakses tanggal 25 Mei 2010,
dari situs google.
World Bank. 2010. Bank capital to assets ratio 2005-2008.
http:www.worlbank.org
World Bank. 2010. GDP per capita (current US$) 2005-2009,
http://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.PCAP.CD
World Bank. 2010. World Development Indicators & Global Development
Finance, USA.
Yustika, Ahmad Erani. 2009. “Perbankan, API, dan ASEAN”
http://economy.okezone.com/read/2009/08/10/279/246514/279/perbankan-
api-dan-asean, diakses 12 Desember 2010.