A. Skenario B Blok 13 Tahun 2012
Mrs. Mona, a 41-year-old woman came to the clinic with chief complaint of weakness
and palpitation. She is having symptom of nauseous and need medication to relieve it. She has
had suffered from prolonged and excessive menstruation (twice in a month) since 1,5 year ago.
She likes planting and taking care of flowers in her garden without gloves.
Physical examination:
General appearance: pale, fatigue,
HR: 110 x/minute, RR: 22 x/minute, Temperature: 36,6°C, BP: 120/80 mmHg
Liver and spleen non palpable no lymphadenopathy, no epigastric pain
Cheilitis positive, tongue: papil atrophy
Koilonychia positive
Laboratory:
Hb: 6,2 g/dL, Ht: 18 vol%, RBC: 2.480.000/mm3 , WBC: 7.400/mm3 , trombosit: 386.000/mm3,
diff. count: 0/2/5/63/26/4, MCV: 72 fl, MCH: 25 pg, MCHC: 30%
Fecal Occult Blood: Negative
Hookworm’s eggs positive
B. Klarifikasi Istilah
1. Palpitation: Jantung berdebar-debar
2. Nauseous: Berhubungan dengan atau menimbulkn nausea.
1
3. Menstruation: Keadaan fisiologi dan siklik berupa pengeluaran secret yang terdiri dari darah
dan jaringan mukosa dari uterus non gravid melalui vagina.
4. Fatigue: Keadaan meningkatnya ketidaknyamanan dan menurunnya efisiensi akibat pekerjaan
yang berlebihan atau berkepanjangan.
5. Lymphadenopathy: Penyakit pada kelenjar limfe biasanya ditandai dengan pembengkakan.
6. Cheilitis: Peradangan pada bibir.
7. Atrophy: Pengecilan ukuran sel, jaringan, organ, atau bagian tubuh
8. Koilonychia: Distropi kuku jari dengan kuku menjadi tipis dan cekung dengan tepi meninggi.
9. Fecal Occult Blood: Darah dalam feses yang tidak tampak jelas.
C. Identifikasi Masalah
1. Mrs. Mona, a 41-year-old woman, likes planting and taking care of flowers in her garden
without gloves, has chief complaint of weakness and palpitation.
2. She is having symptom of nauseous and has had prolonged and excessive menstruation (twice
in a month) since 1,5 year ago.
3. Physical examination.
4. Laboratory.
D. Analisis Masalah
1. Mrs. Mona, a 41-year-old woman, likes planting and taking care of flowers in her garden
without gloves, has chief complaint of weakness and palpitation.
a. Apa saja etiologi dari palpitasi dan kelelahan?
Jawab: Etiologi palpitasi dapat terjadi disebabkan dari 3 akibat utama, yaitu :
2
1 .Hyperdynamic circulation (inkompetensi katup, tirotoksikosis, hypercapnea, pireksia, anemia)
2.Cardiac Dysrhytmia (kintraksi area premature, junction escape beat, kontraksi ventrikuler
premature, atrial fibrilasi, supraventikular tachycardia, ventikular tachycardia, ventricular
fibrilasi, blok jantung)
3.Sympathetic overdrive (gangguan panic, hipiglikemi, hipoksia, antihistamin, anemia, gagal
jantung)
Etiologi Kelelahan:
Anemia, sleep apnea, tiroid kurang aktif (hypothyroidism), infeksi saluran kemih yang tidak
terdiagnosa, terlalu banyak kafein, alergi makanan, diabetes, dehidrasi, penyakit jantung, tak
cukup bahan bakar, depresi bukan hanya memengaruhi kondisi emosional, namun juga fisik,
obat-obatan, gangguan jam tubuh.
b. Bagaimana hubungan aktivitas yang dilakukanNy. Mona dengan gejala utama?
Jawab: : Aktifitas yang sering dilakukan oleh Ny. Mona adalah Gardening tanpa menggunakan
sarung tangan. Dan saat ini feses sering digunakan sebagai pupuk tanaman. Telur cacing
tambang dikeluarkan dari tubuh melalui fesess. Kemudian dalam waktu 1-2 hari atau 3 minggu
telur akan menetas menjadi larva rabditiform. Selanjutnya larva akan berubah menjadi larva
filariform yang terdapat dalam fesess. Fesess yang terkontaminan ini dapat menginfeksi Ny.
Mona melalui penggunaan pupuk tanpa sarung tangan. Dan larva filariform dapat masuk dalam
tubuuh manusia dengan menembus kulit. Sehingga dapat disimpulkan hubungan aktivitas dengan
gejala utama yang diderita adalah sebab-akhibat, dimana Ny. Mona mengalami gejala utama
karena disebabkan oleh aktifitasnya.
Penyakit cacing tambang menahun dibagi dalam tiga golongan:
Infeksi ringan dengan kehilangan darah yang dapat diatasi tanpa gejala, walaupun
penderita mempunyai daya tahan yang menurun terhadap penyakit lain
Infeksi sedang dengan kehilangan darah yang tidak dapat dikompensasi, dan penderita
kekurangan gizi, mempunyai keluhan pencernaan, anemia, lelah, fisik dan mental kurang baik.
Infeksi berat yang dapat menyebabkan keadaan fisik buruk dan payah jantung dengan
segala akhibatnya.
3
Aktifitas yang dilakukan Ny. Mona tergolong dalam kegiatan ringan, dimana seharusnya
NY. Mona tidak mengalami kelelahan dan palpitation. Sehingga dapat disimpulkan Ny.Mona
yang mengalami kelelahan dan palpitation disebabkan karena terinfeksi cacing tambang yang
menahun dan termasuk kedalam golongan ke-tiga.
c. Bagaimana mekanisme dari palpitasi?
Jawab: Mekanisme yg terjadi adalah suatu kondisi dimana hemoglobin dalam darah penderita,
tidak benar-benar sempurna dalan membawa oksigen ke seluruh sistem saraf di tubuh. karena
tubuh kekurangan zat besi pada darah. Maka keadaan itu menyebabkan irama jantung menjadi
abnormal atau jantung berdebar-debar.
d. Bagaimana mekanisme dari kelelahan?
Jawab: Defisiensi besi menimbulkan penurunan fungsi mioglobin, enzim sitokrom gliserofosfat
oksidase, menyebabkan gangguan glikolisis yang berakibat penumpukan asam laktat sehingga
mempercepat kelelahan otot. Defisiensi besi terbukti menurunkan kesegaran jasmani, dampak
negatif ini dapat dihilangkan jika diberikan preparat besi.
Apabila jumlah efektif sel darah merah berkurang, maka lebih sedikit O2 yang dikirimkan ke
jaringan. Akibatnya jaringan/sel akan mengalami hipoksia. Karena O2 diperlukan untuk
menghasilkan energy, maka sedikitnya jumlah O2 akan menyebabkan sedikit pula energy yang
terbentuk, sehingga penderita mengalami kelemahan dan kelelahan.
e. Apa saja faktor risiko dari palpitasi dan kelelahan?
Jawab: Faktor risiko dari palpitasi:
- Stress
- Memiliki gangguan kecemasan atau secara teratur mengalami serangan panik
- Hamil
- Obat-obatan yang mengandung stimulan, seperti beberapa obat dingin atau asma
- Memiliki hipertiroidisme (kelenjar tiroid yang terlalu aktif)
- Memiliki masalah jantung lainnya, seperti aritmia, cacat jantung atau serangan jantung
sebelumnya
4
Faktor risiko dari kelelahan:
Alergi, anemia, gangguan kecemasan, asthma, kanker, sirosis, gangguan jantung kongestif,
COPD, depresi, diabetes, kecanduan obat, umur muda, infeksi HIV, gagal ginjal, malnutrisi,
Resep obat: efek samping obat yang menyebabkan kelemahan dan kelelahan, obesitas, gangguan
tidur, penyakit tiroid.
2.She is having symptom of nauseous and has had prolonged and excessive menstruation (twice
in a month) since 1,5 year ago.
a. Bagaimana mekanisme dari nausea?
Jawab:
1. Perut mual disebabkan sel parietal lapisan mukosa lambung tidak teroksigenisasi dengan baik
untuk perkembangan sel, akhirnya terjadilah atrofi mukosa lambung, kemudian keadaan yang
atrofi ini menyebabkan tidak berproduksinya asam lambung atau istilahnya akhlorhidria.
Defisiensi asam lambung ini menyebabkan makanan tidak tercena dengan baik, padahal asam
lambung ini berperan dalam mengubah bolus menjadi kismus (kismus bentuk makanan yang siap
untuk diabsorpsi di usus). Makanan yang tidak tercerna dengan baik maka akan merangsang
tubuh untuk mengeluarkan dengan perantara perasaan mual, lebih-lebih protein yang sangat
membutuhkan pH asam dalam siklus cernanya.
2. Di dalam tubuh kita terjadi peradangan lambung akibat kita makan-makanan yang
mengandung alcohol, aspirin, steroid, dan kafein sehingga menyebabkan terjadi iritasi pada
lambung dan menyebabkan peradangan di lambung yang diakibatkan oleh tingginya asam
lambung. Setelah terjadi peradangan lambung maka tubuh akan merangsang pengeluaran zat
yang di sebut vas aktif yang menyebabkan permeabilitas kapilier pembuluh darah naik. Sehingga
menyebabkan lambung menjadi edema (bengkak) dan merangsang reseptor tegangan dan
merangsang hypothalamus untuk mual. (N. Vagus)
3. Pada orang yang mengalami defisiensi besi, akan memiliki gangguan pada kelenjar
endokrinnya. Mekanismenya melalui terganggunya kerja enzim monoaminooksidase yang
tugasnya mengurai serotonin. Akibat gangguan pada enzim ini, maka terjadi penumpukan
5
serotonin. Serotonin kemudian dibawa ke hypothalamus dan terjadi penumpukan di kelenjar
tersebut. Pada kelenjar hipotalamus terhadap rangsangan untuk muntah yang didahului dengan
rasa mual ketika ada peningkatan serotonin. Mekanisme ini merujuk pada manifestasi mual yang
dialami Samson. Perasaan mual ini akan menghalang rangsang lapar pada hipotalamus sehingga
penderita merasa enggan untuk makan. Penumpukan serotonin juga menyebabkan diare,
berkeringat, muntah akut, cepat pernapasan meningkat, peningkatan tekanan darah, dan sakit
kepala.
4. Cacing tambang membuat obstruksi pada mukosa usus, sehingga terjadi penyempitan mukosa
usus, hal ini akan membuat gangguan pada nervus vagus.
b. Bagaimana mekanisme dari menstuasi?
Jawab:
Menstruasi terjadi jika ovum tidak dibuahi, kira-kira 2 hari sebelum akhir siklus bulanan,
korpus luteum di ovarium tiba-tiba berinvolusi, dan hormon-hormon ovarium (estrogen dan
progesteron) menurun dengan tajam sampai kadar ekskresi yang rendah. Menstruasi disebabkan
oleh berkurangnya estrogen dan progesteron, terutama progesteron pada akhir siklus ovarium
bulanan. Efek pertama adalah penurunan rangsangan terhadap sel-sel endometrium oleh kedua
hormon ini, yang diikuti dengan cepat oleh involusi endometrium sendiri menjadi kira-kira 65
persen dari ketebalan semula. Kemudian, selama 24 jam sebelum terjadinya menstruasi,
pembuluh darah yang berkelok-kelok, yang mengarah ke lapisan mukosa endometrium, akan
menjadi vasospastik, mungkin disebabkan oleh efek involusi, seperti pelepasan bahan
vasokonstriktor – mungkin salah satu tipe vasokonstriktor prostaglandin yang terdapat dalam
jumlah sangat banyak pada saat ini. Vasospasme, penurunan zat nutrisi endometrium, dan
hilangnya rangsangan hormonal menyebabkan dimulainya proses nekrosis endometrium,
khususnya dari pembuluh darah. Sebagai akibatnya, darah akan merembes ke lapisan vaskular
endometrium, dan daerah perdarahan akan bertambah besar dengan cepat dalam waktu 24
sampai 36 jam. Perlahan-lahan lapisan nekrotik bagian luar dari endometrium terlepas dari uterus
pada daerah perdarahan tersebut, sampai kira-kira 48 jam setelah terjadinya menstruasi, semua
lapisan superficial endometrium sudah berdeskuamasi. Massa jaringan deskuamasi dan darah di
dalam kavum uteri, ditambah efek kontraksi dari prostaglandin atau zat-zat lain di dalam lapisan
yang terdekuamasi, seluruhnya akan bersama-sama akan merangsang kontraksi uterus yang
6
menyebabkan dikeluarkannya isi uterus. Selama menstruasi normal, kira-kira 40 mililiter darah
dan tambahan 35 ml cairan serosa dikeluarkan. Cairan menstruasi ini normalnya tidak
membentuk bekuan, karena fibrinolisin dilepaskan bersama dengan bahan nekrotik
endometrium. Dalam waktu 4 sampai 7 hari sesudah dimulainya menstruasi, pengeluaran darah
akan berhenti, karena pada saat ini endometrium sudah mengalami epitelisasi kembali.
c. Bagaimana mekanisme dari menstruasi abnormal?
Jawab: Perdarahan menstruasi berkepanjangan dan / atau berlebihan dasarnya terdiri dari dua
kelompok utama:fungsional dan organik. Perdarahan darah fungsional (atau disfungsional) rahim
memiliki alasan utama mereka pada gangguan hormonal atau kongestif, sedangkan yang organik
sebagian besar disebabkan oleh tumor fibroid (leiomyomata rahim), polip dan kanker. Hubungan
antara beberapa perdarahan rahim yang berlebihan dan / atau berkepanjangan dengan beberapa
pre-karsinogenik lesi dan kanker mewajibkan kita untuk memperhatikan semua kasus
hypermenorrhea dan menorrhagia meskipun untungnya sebagian besar dari mereka yang karena
sebab-sebab yang sama sekali tidak berbahaya.
Perdarahan yang paling fungsional (atau disfungsional) rahim disebabkan oleh gangguan
hormonal yang ditandai dengan hyperestrogenism absolut atau relatif [estrogen terlalu banyak]
karena kekurangan progesteron. Ingat bahwa, dalam tahap pertama dari siklus ovulasi normal,
estrogen menghasilkan efek proliferatif yang luar biasa di endometrium yang, setelah ovulasi dan
pada tahap kedua, diimbangi dan ditentang oleh tindakan anti-proliferasi dan sekresi progesteron
pada jaringan ini. Akibatnya, endometrium estrogenik proliferatif yang berubah menjadi
endometrium progesteronic sekresi. Namun demikian, jika ada kekurangan progesteron akibat
insufisiensi luteal atau siklus anovulasi sebagian besar persisten (di mana tidak ada progesteron,
kecuali klinis non-signifikan tingkat basal minimal), efek proliferatif dan terlindung dari estrogen
saja akan berlangsung sepanjang seluruh siklus, mampu menyebabkan penebalan berlebihan dari
endometrium bernama hiperplasia endometrium.
Endometrium hiperplastik dan berlebihan menebal tidak desquamate [gudang lapisan
nya] dengan mudah (atau bahkan sepenuhnya) pada akhir siklus, sehingga dalam pendarahan
menstruasi berkepanjangan dan / atau berlebihan. Dengan cara yang sederhana dan didactical,
kita dapat mengatakan bahwa, dalam hiperplasia, ada "endometrium terlalu banyak untuk
7
desquamate" dan, karena itu, mengalami pendarahan. Dengan cara ini, sebagian besar perdarahan
menstruasi disfungsional adalah karena hiperplasia endometrium akibat aksi estrogenik persisten
pada endometrium, dan ini terjadi sebagian besar sebagai konsekuensi dari anovulasi. Dan, jika
siklus anovulasi berlangsung lebih lama dari durasi normal dari siklus menstruasi dan produksi
estrogenik normal atau meningkat, kemungkinan perkembangan hiperplasia endometrium
menjadi lebih besar, bersama-sama dengan terjadinya hypermenorrhea dan menorrhagia.
d. Apa saja etiologi dari menstruasi abnormal?
Jawab:
1. Anovulasi (penyebab paling umum)
2. Defek koagulasi
3. Perimenopause (Pemendekan fase poliferasi dan Disfungsi korpus luteum)
Etiologi diatas merupakan etiologi untuk kasus menstruasi abnormal sesuai scenario mengenai
diagnose penyakit Pendarahan Uterus Disfungsional (PUD) yang disebabkan oleh
Menorrhagia(perdarahan uterus yang eksesif)
3. Physical examination
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik?
Jawab:
Hasil Pemeriksaan Nilai Normal InterpretasiHeart Rate 110 x/menit 60-100 x/menit MeningkatRespiration Rate 22 x/menit 12-20 x/menit
16-24 x/menitNormal
Suhu Tubuh 36,6ºC 36,2 – 37,2ºC NormalTekanan Darah 120/80 mmHg 120/80 mmHg Normal
b. Apa saja anemia yang menyebabkan hati dan limpa tidak teraba/ teraba, tidak ada /ada
limfadenopati, tidak ada/ada nyeri epigatrium (buat dalam tabel) ?
8
Jawab:
N
OJenis Anemia
Non-palpable
liver and spleen
No
Lymphadenopathy
No Epigastric
pain
1 Anemia Def. Besi + + +
2 Anemia Aplastik + + +
3 Anemia Pernisiosa + + +
4 Anemia Hemolitik - - -
5 Anemia Hemoragik + + +
6 Anemia Megaloblastik + + +
c. Apa saja yang menyebabkan cheilitis?
Jawab: Cheilitis atau yang juga disebut angular cheilitis merupakan peradangan pada sudut bibir
terjadi karena infeksi oleh jamur Candida albicans atau oleh bakteri Staphylococcus aureus.
Angular cheilitis merupakan lesi yang ditandai dengan keretakan atau fisur pada sudut mulut.
angular cheilitis disebut juga cheilitis, angular stomatitis atau perleche. Pada Mrs. Mona cheilitis
terjadi akibat defisiensi zat besi yang disebabkan oleh anemia akibat penyakit kronik yang
diderita olehnya sehingga sistem imun dari Mrs. Mona mengalami penurunan. Hal nilah yang
menyebabkan Mrs. Mona mudah terkena infeksi jamur atau bakteri penyebab chielitis.
- Defisiensi Fe dengan anemia atau tanpa anemia
d. Apa saja yang menyebabkan koilonychia?
Jawab:
1. Normal finding in infants: Resolves within first 1-2 years of life
1. Iron Deficiency Anemia
2. Hypothyroidism
3. Trauma
4. Impaired peripheral circulation
9
5. Systemic Lupus Erythematosus
6. Hemochromatosis
7. Raynaud's Disease
8. Contact Dermatitis to petroleum-based solvent
9. Nail-Patella Syndrome (autosomal dominant)
1. Hypoplastic Patella - commonly dislocated
2. Glaucoma
3. Renal disease
4. Musculoskeletal conditions
10. Plummer-Vinson syndrome
e. Apa saja yang menyebabkan atrofi pada papil?
Jawab: Atrofi pada bibir merupakan gejala yang khas dari anemia hipokromik mikrositik dan
hanya akan dijumpai pada anemia jenis ini. Hal ini karena disebabkan oleh suplai oksigen
menuju sel pada papil lidah sangat kurang akibat dari anemia yang diderita oleh Mrs. Mona.
f. Bagaimana mekanisme dari pemeriksaan fisik yang abnormal?
Jawab:
Mekanisme Pale & Fatigue.
Pale: Apabila Hb menurun di bawah batas tertentu, tubuh kita mencoba mengatasinya
dengan meningkatkan denyut jantung. Pembuluh darah tertentu mengembang untuk
memungkinkan lebih banyak darah yang mengandung oksigen masuk ke dalam jaringan.
Pembuluh darah lain berusaha untuk menutup, untuk menyimpan oksigen. Pengalihan darah
10
semacam ini dapat menyebabkan kulit kita tampak pucat dan dingin saat disentuh. Pengalihan ini
bertujuan untuk mempertahankan vaskularisasi ke organ-organ vital.
Fatigue: karena berkurangnya pasokan O2 ke jaringan/sel, maka sel akan melakukan
metabolism anaerob yang menghasilkan produk sampingan yaitu asam laktat, yang dapat
menyebabkan gejala klinis berupa kelelahan.
Terjadi penurunan fungsi mioglobin, enzim sitokrom, dan gliserofosfat oksidase yang
menyebabkangangguan glikolisis sehingga terjadi penumpukan asam laktat yang mempercepat
kelelahan otot.
Koilonikia: Defisiensi zat besi mengganggu proliferasi dan pertumbuhan sel. Yang utama adalah
sel dari sumsum tulang, setelah itu sel dari saluran pencernaan. Akibatnya banyak tanda dan
gejala anemia defisiensi besi terlokalisasi pada sistem organ ini, salah satunya adalah koilonikia
(kuku berbentuk sendok) ; karena pertumbuhan lambat dari lapisan kuku. Koilonikia atau kuku
berbentuk sendok disebabkan oleh pertumbuhan lambat lapisan kuku karena pertumbuhan kuku
memerlukan nutrisi seperti protein, vitamin, dan mineral seperti besi dan zinc
HR 110 x/menit: Apabila jumlah efektif sel darah merah berkurang, maka lebih sedikit O2 yang
dikirimkan ke jaringan.Mekanisme kompensasi tubuh akan bekerja melalui peningkatan curah
jantung dan pernapasan, sehingga akan menambah pengiriman O2 ke jaringan-jaringan oleh sel
darah merah. Sehingga HR akan meningkat
Cheilitis : Kekurangan zat besi juga menyebabkan downregulation genetic dari unsur- unsur
yang mengarah untuk memperbaiki efektif dan regenerasi sel epitel, terutama di mulut dan bibir
yang menyebabkan cheilitis.
Tongue: Papil atrofi : Atrofi papil lidah akibat tidak teroksigenisasinya sel pada papil-papil
lidah akibatnya dengan papil lidah yang atrofi, sensasi rasa makanan semakin berkurang.
Liver and spleen non palpable: Hasil pemeriksaan fisik diketahui tidak ada pembesaran hati
(hepatomegaly) maupun pembesaran limpa (splenomegaly) hal ini menunjukan bahwa anemia
yang diderita Ny. Mona bukan anemia hemolitik. Karena pada anemia hemolitik hati harus
bekerja ektra keras untuk memecah eritrosit yang bila dibiarkan akan menyebabkan pembesaran
hati atau hepatomegali. Sedangkan pada kelenjar limpa, terdapat sel darah merah rapuh pada
11
anemia hemolitik yang melewati kapiler sempit dalam kelenjar limpa. Sel darah merah rapuh ini
pecah di dalam pembuluh tersebut dan meyumbat pembuluh tersebut sehingga terjadi
pembesaran limpa (splenomegali).
Demam yang tidak terlalu tinggi : Kemungkinan besar disebabkan oleh infeksi kronik karena
anemia defisiensi besi sangat rentan terkena infeksi. Sebenarnya demam ini merupakan respon
sistem imun tubuh dalam menanggapi penginfeksi.
4. Laboratory
a. Bagaimana interpretasi dari hasil laboratorium?
Jawab:
Hasil Pemeriksaan Batas Normal Interpetrasi
Hb : 6,2 g/dL Wanita= 12-15 g/dL Tidak normal
Ht : 18 % Wanita = 37-43 % Tidak normal
RBC : 2.480.000 /mm3 Wanita = 4jt-5jt /mm3 Tidak normal
WBC : 7.400/mm3 Wanita/Pria = 5.000-10.000/mm3 Normal
Trombosit : 386.000/mm3 Wanita/Pria = 250.000-400.000/mm3 Normal
Diff. count : 0/2/5/63/26/4 Wanita/Pria = 0-1/1-3/2-6/50-70/20-40/2-8 Semua normal
MCV : 72fL Wanita/Pria = 82-92 fL Tidak normal
MCH : 25 pg Wanita/Pria = 27-31 pg Tidak normal
MCHC : 30% Wanita/Pria = 32-37 % Tidak normal
Fecal Occult Blood (-) (-) Normal
Hookworm’s eggs (+) (-) Tidak normal
b. Bagaimana mekanisme dari abnormalitas hasil laboratorium?
Jawab: Akibat dari anemia zat besi terjadi penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan
saturasi transferin yang rendah. Zat besi yang menurun memepengaruhi eritropoesis serta
pembentukkan heme terganggu sehingga kadar eritrosit, hemoglobin serta hematokrit menurun.
Begitu pula nilai MCV, MCH, MCHC juga ikut penurun.
12
Hb : 6,2 g/dL
Nilai hemoglobin yang rendah ini disebabkan oleh menstruasi yang berkepanjangan dan
berlebihan disertai infeksi oleh cacing tambang/hookworm. Cacing dewasa menghisap langsung
darah dalam tubuh dan di samping itu, bekas gigitan cacing dewasa dapat menimbulkan
pendarahan terus menerus karena sekresi zat antikoagulan oleh cacing dewasa tersebut. Setiap N.
americanus dapat mengakibatkan hilangnya darah 0,05 cc sampai 0,1 cc perhari sedangkan
setiap ekor A. duodenale dapat mencapai 0,08 cc sampai 0,24 cc per hari.
Ht : 18 vol%
Hematokrit rendah dikarenakan rendahnya volume eritrosit.
RBC : 2.480.000/mm3
RBC rendah dikarenakan hilangnya darah pada menstruasi panjang dan berlebih serta infeksi
dari cacing tambang yang menghisap langsung.
WBC : 7.400/mm3 normal
Trombosit : 386.000/mm3 normal
Trombosit normal diduga karena pelepasan zat antikoagulan oleh cacing tambang pada
penderita.
Diff. count : 0/2/5/63/26/4 normal
Seharusnya eosinofilnya meningkat karena merupakan sistem kekebalan selular yang
paling utama pada infeksi cacing tambang. Eosinofil akan melepaskan superoksida yang dapat
membunuh larva filariform dan jumlah eosinofil makin meningkat saat larva berkembang
menjadi bentuk dewasa di traktus digestivus.
MCV : 72 fL (82-92fL)
Interpretasi MCV rendah atau kurang dari normal yang menandakan eritrosit nya
mikrositer. Hal ini terjadi karena sumsum tulang berusaha menggantikan kekurangan zat besi
13
dengan mempercepat pembelahan sel dan menghasilkan sel darah merah dengan ukurang yang
sangat kecil (mikrositer) yang khas untuk anemia karena defisiensi zat besi.
MCH : 25 pg (27-31pg)
Interpretasi MCH rendah atau kurang dari normal menandakan eritrositnya hipokrom
dikarenakan rendahnya nilai Hb dalam darah yang disebabkan oleh menstruasi berkepanjangan
dan berlebihan disertai infeksi oleh cacing tambang.
MCHC : 30% (32-37%)
Interpretasi MCHC rendah atau kurang dari normal menandakan eritrositnya hipokrom
dikarenakan rendah nya nilai hemoglobin dan hematokrit.
Hookworm’s eggs positive
Ditemukannya telur pada feses menandakan bahwa cacing tambang jantan dan betina
dewasa telah berkopulasi pada traktus digestivus penderita sehingga telur yang diproduksi oleh
cacing betina keluar bersamaan dengan feses. Gejala klinis dihubungkan dengan jumlah telur
yang ditemukan dalam feses. Apabila ditemukan 5 telur per mg feses, belum ada gejala yang
berarti tetapi apabila lebih besar dari 20 telur per mg tinja, mulai ada korelasinya dengan gejala
yang ditimbulkan dan apabila ditemukan 50 telur per mg atau lebih, keadaan penderita sudah
mengarah ke infeksi berat.
c. Bagaimana cara memeriksa hasil laboratorium?
Jawab:
1. PEMERIKSAAN HEMOGLOBIN METODE SAHLI
Prinsip: Darah ditambah asam (HCL 0,1 N) akan membentuk asam hematin yang berwarna
coklat. Warna coklat yang terbentuk dibandingkan dengan warna standar.
Nilai normal 12-17 g/dl pada perempuan
2. Hematokrit
14
a. Makrometode menurut Wintrobe
1. Tabung Wintrobe yang sudah dipakai pada (b) diputar selama 10 menit dengan kecepatan
3000 rpm
2. Perhatikan: - berapa hematokrit
- buffy coat
- plasma untuk icterus index
b. Mikrometode
1. Isilah tabung mikrokapiler yang khusus dibuat untuk penetapan mikrohematokrit dengan
darah
2. Tutuplah ujung satu dengan nyala api ( atau dengan bahan penutup khusus)
3. Masukkan tabung kapiler itu ke dalam sentrifuge khusus yang mencapai kecepatan besar,
yaitu lebih dari 16.000 rpm (sentrifuge mikrohematokrit).
4. Pusinglah selama 3-5 menit
5. Bacalah hematokrit dengan menggunakan grafik atau alat khusus
Nilai normal: 37-43 vol % pada wanita
3. Menghitung Jumlah RBC (Eritrosit)
Cara:
1. Isap darah kapiler dengan pipet eritrosit sampai tanda 0.5, hapuslah kelebihan darah yang
melekat di ujung luar pipet.
2. Isap ke dalam pipet (1) cairan Hayem (atau Gower) sampai tanda 101, sambil memutar-
mutar pipetnya, lepaskan karetnya.
3. Kocok pipet 10-15 detik dalam posisi horizontal sambil diputar-putar.
4. Kocok lagi selama 3 menit, buanglah 4 tetesan yang pertama lalu diisikan ke dalam
kamar hitung yang bersih, biarkan 2-3 menit.
5. Hitung di bawah mikroskop dengan:
Kamar hitung Improved Neubauer:
15
Eritrosit : dengan HPF dalam 80 kotak kecil atau dalam 5 x 16 kotak kecil dan hasilnya
dikalikan dengan 10.000 (4 angka 0)
Nilai Normal: 4- 6 juta/ mm3
4. Menghitung Jumlah WBC (Leukosit)
Cara:
1. Isap darah kapiler dengan pipet leukosit sampai tanda 0.5, hapuslah kelebihan darah yang
melekat di ujung luar pipet.
2. Isap ke dalam pipet (1) cairan Turk sampai tanda 11, sambil memutar-mutar pipetnya,
lepaskan karetnya.
3. Kocok pipet 10-15 detik dalam posisi horizontal sambil diputar-putar.
4. Kocok lagi selama 3 menit, buanglah 4 tetesan yang pertama lalu diisikan ke dalam
kamar hitung yang bersih, biarkan 2-3 menit.
5. Hitung di bawah mikroskop dengan:
Kamar hitung Improved Neubauer:
Leukosit : dengan HPF dalam 64 kotak kecil atau dalam 4 x 16 kotak kecil dan hasilnya
dikalikan dengan 50
Nilai Normal: 5.000- 10.000/ mm3
7. Differential Count (Hitung Jenis Lekosit)
Prinsip
Pemeriksaan hapusan degan mikroskop dengan menghitung jenis-jenis lekosit dalam 100
leukosit
Cara Kerja
a.Dihidupkan mikroskop
b.Diperiksa hapusan untuk memeriksa tebal tipisnya hapusan dengan perbesaran 100x
c.Diperiksa dengan perbesaran 100x
16
d.Dihitung jenis-jenis lekosit
e.Disajikan dalam tabel
Nilai normal hitung jenis
1. Basofil 0-1% (absolut 20-100 sel/mm3)
2. Eosinofil 1-3% (absolut 50-300 sel/mm3)
3. Netrofil batang 3-5% (absolut 150-500 sel/mm3)
4. Netrofil segmen 50-70% (absolut 2500-7000 sel/mm3)
5. Limfosit 25-35% (absolut 1750-3500 sel/mm3)
6. Monosit 4-6% (absolut 200-600 sel/mm3)
8. Trombosit
Cara:
1. Isap cairan Rees-Ecker ke dalam pipet eritosit sampai garis tanda 1 dan buanglah lagi
cairan itu
2. Isap darah kapiler dengan pipet eritrosit sampai garis tanda 0.5 dan cairan Rees-Ecker
sampai tanda 101, segera kocok selama 3 menit.
3. Teruskan tindakan-tindakan seperti untuk menghitung eritrosit dalam kamar hitung
4. Biarkan kamar hitung yang telah diisi dengan sikap datar dalam cawan petri yang
tertutup selama 10 menit agar trombosit mengendap.
5. Hitunglah semua trombosit dalam seluruh bidang besar di tengah-tengah memakai
lensa objektif besar.
Jumlah itu dikali 2.000 menghasilkan jumlah trombosit per ul darah
9. MCV (mean corpuscular volume) atau volume eritrosit rata-rata, yaitu volume rata-rata
sebuah eritrosit yang dinyatakan dalam ferntoliter (fl)
MCV= Hematokrit x 10
Eritrosit
Nilai normal : 82-92 fl
10. MCH ( mena corpuscular hemoglobin) atau hemoglobin eritrosit rata-rata yaitu banyaknya
hemoglobin poer eritrosit disebut dengan pikogram (pg)
MCH = Hematokrit x 10
17
Eritrosit
Nilai normal: 27-31 pg
11. MCHC (mean corpuscular hemoglobin consentration) yaitu kadar hemoglobin yang
didapat per eritrosit, dinyatakan dalam persen (%) atau gr/dl)
MCHC= Hematokrit x 10
Hematokrit
Nilai normal: 32-37 %
12. Fecal Occult Blood
Ada empat metode yang digunakan untuk pengujian klinis untuk darah yang tersembunyi
dalam tinja. Ini terlihat pada sifat yang berbeda, seperti antibodi, heme, globin, atau porfirin
dalam darah, atau DNA dari bahan seluler seperti dari lesi pada mukosa usus.
1. Tinja immunochemical Testing (FIT), dan okultisme tes darah tinja immunochemical
(iFOBT). Produk FIT menggunakan antibodi spesifik untuk mendeteksi globin. FIT skrining
lebih efektif dalam hal hasil kesehatan dan biaya dibandingkan dengan guaiac FOBT. Tes FIT
lebih unggul gFOBT sensitivitas rendah untuk skrining kanker kolorektal. Meskipun FIT
mungkin menjadi pertimbangan untuk menggantikan gFOBT dalam skrining kanker usus besar,
sensitivitas gFOBT tinggi, seperti Hemoccult Sensa, tetap merupakan pilihan yang diterima
bersama FIT dalam pedoman baru-baru ini, yang dinilai sebagai memiliki karakteristik yang
sama kinerja keseluruhan di FIT. Jumlah sampel kotoran diajukan untuk FIT dapat
mempengaruhi sensitivitas klinis dan spesifisitas metodologi. Metodologi ini dapat diadaptasi
untuk membaca tes otomatis dan melaporkan hasil kuantitatif, yang merupakan faktor potensial
dalam desain dari skrining widescale. Strategi. FOBT mungkin memiliki peran dalam memantau
kondisi pencernaan seperti kolitis ulserativa.
2. Bangku tes guaiac untuk darah tinja okultisme (gFOBT): - Uji bangku guaiac melibatkan
mengolesi beberapa kotoran pada beberapa kertas penyerap yang telah diperlakukan dengan
bahan kimia yang. Hidrogen peroksida kemudian jatuh di atas kertas, jika jumlah jejak darah
yang hadir, kertas akan berubah warna dalam satu atau dua detik. Metode ini bekerja sebagai
komponen heme dalam hemoglobin memiliki efek peroksidase-seperti, cepat mogok hidrogen
peroksida. Dalam beberapa pengaturan seperti lambung atau usus proksimal perdarahan atas
18
metode guaiac mungkin lebih sensitif dibandingkan dengan tes mendeteksi globin karena globin
dipecah dalam usus atas ke tingkat yang lebih besar daripada yang heme. Ada berbagai tes yang
tersedia secara komersial yang gFOBT telah dikategorikan sebagai sensitivitas rendah atau
tinggi, dan hanya tes sensitivitas tinggi sekarang direkomendasikan dalam skrining kanker usus
besar. Kinerja klinis yang optimal dari tes feses guaiac tergantung pada penyesuaian diet
persiapan.
3. Porfirin kuantifikasi tinja: - HemoQuant, tidak seperti gFOBT dan FIT, memungkinkan
kuantifikasi tepat hemoglobin, dan analitis divalidasi dengan jus lambung dan urin, serta sampel
tinja. Gugus heme dari hemoglobin utuh kimia dikonversi oleh asam oksalat dan oksalat besi
atau besi sulfat ke protoporfirin, dan isi porfirin dari kedua sampel asli dan dari sampel setelah
konversi hemoglobin untuk porfirin yang diukur oleh fluoresensi perbandingan terhadap standar
acuan; yang spesifisitas untuk hemoglobin meningkat dengan mengurangi fluoresensi dari
sampel kosong siap dengan asam sitrat untuk mengoreksi efek pembaur potensial yang ada non-
spesifik zat pengukuran kuantifikasi Precise telah sangat berguna dalam berbagai aplikasi
penelitian klinis.
4. Tes DNA tinja: - The PreGen-Plus tes ekstrak DNA manusia dari sampel tinja dan tes untuk
perubahan yang telah dikaitkan dengan kanker. Tes melihat perubahan DNA 23 individu,
termasuk 21 perubahan titik tertentu dalam APC, gen KRAS dan p53, serta pengujian BAT26,
gen yang terlibat dalam ketidakstabilan mikrosatelit (MSI) dan Integritas DNA milik Assay
(DIA).
d. Bagaiman cara penularan dari cacing tambang/hookworm?
Jawab: Port d’antree dari cacing tambang adalah melalui dua cara, yaitu secara langsung (larva
rabditiform menembus kulit) dan secara tidak langsung (telur infektif / telur matang tertelan
melewati mulut).
e.Bagaimana perbedaan gejala klinis dari orang yang terinfeksi oleh cacing Necator
americanus dan Ancylostoma duodenale?
Jawab:
19
Necator Americanus
Ketika cacing dewasa melekat ke villi usus halus, mereka mengisap darah inang, yang mungkin menyebabkan nyeri abdomen, diare, kejang, dan kehilangan berat badan yang dapat menimbulkan anorexia. Infeksi berat akan menyebabkan defisiensi besi dan anemia hipokrom mikrositer. Infeksi dapat menyebabkan migrans larva kulit, penyakit kulit pada manusia, ditandai dengan pecah kulit dan gatal parah.
Ancylostoma Duodenale
Pada anak – anak dan orang dewasa yang berjalan dengan kaki telanjang, cacing tadmbang ini dapat berpenetrasi melalui telapak kaki dan menyebabkan lesi. Larva ini akan mulai matur dan bergerak menuju usus. Manusia yang terinfeksi akan menunjukkan gejala perdarahan usus, nyeri abdomen, anemia, severe diare, dan malnutrisi.
f. Bagaimana hubungan antara infeksi cacing hookworm dengan menstruasi berlebihan
dan berkepanjangan?
Jawab: Tidak ada hubungan.
g. Apa tujuan dari apusan darah tepi pada scenario ini?Mengapa perlu?
Jawab: Tujuan pemeriksaan sediaan apus darah tepi antara lain adalah menilai berbagai unsur sel
darah tepi seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit, dan mencari adanya parasit seperti malaria
(Plasmodium), tripanosoma, microfilaria, dan lain sebagainya. Pemeriksaan darah tepi adalah
salah satu metode yang cukup mudah dilakukan dan melalui pemeriksaan ini dapat dilihat
gambaran anemia seseorang berdasarkan morfologinya, yang selanjutnya dapat digunakan
sebagai dasar untuk memperkirakan etiologi dari anemia tersebut.
E. Keterkaitan Antarmasalah
20
Gangguan hormonalSering berkebun
Umur
F. Hipotesis
Ny. Mona, 41 tahun mengalami anemia et causa mesruasi berlebihan sejak 1,5 tahun lalu dan
cacingan..
G. Sintesis Masalah
1. ANEMIA
Menurut definisi anemia adalah berkurangnya hingga dibawah nilai normaljumlah SDM,
kuantitas hemoglobin, dan volume paced red blood cells (hematokrit) per 100 ml darah. Dengan
demikian, anemia bukan suatu diagnosis melainkan suatu cerminan perubahan patofisiologik
21
Perdarahan kronik
Menstruasi berlebihan
Anemia defisiensi besi
Cadangan Fe berkurang
Eritropoesis terganggu
Infeksi cacing tambang
Eritrosit: Anemia hipokrom mikrositer
Leukosit dan trombosit normal Symptom : nausea, palpitasi, dan lelah
yang mendasar yang diuraikan melalui anamnesis yang seksama, pemeriksaan fisik, dan
konfirmasi labolatorium.
Salah satu tanda tersering dari anemia adalah pucat. Keadaan ini umumnya diakibatkan
dari berkurangnya volume darah, berkurangnya hemoglobin, dan vasokonstriksi untuk
mmemaksimalkan O2 ke organ-organ vital. Bantalan kuku, telapak tangan, dan membran
mukosa mulut serta konjuntiva merupakan indikator yang baik untuk menilai kepucatan pada
anemia. Pada anemia juga dapat dijumpai takikardi dan bising jantung yang meningkat.
Jenis – jenis Anemia:
1. Anemi Mycrocitic hipochrom
Anemia myrocitic hipocrom adalah anemia dengan ciri ukuran sel darah merah lebih
kecil dari ukuran normal dan berwarna coklat, yang disebabkan kekurangan ion Fe sebagai
komponen hemoglobin. disertai dengan penurunan kuantitatif pada sintesa hemoglobin.
Patofisiologi simpanan zat besi habis, kadar serum menurun,dengan gejala klinis timbul karena
jumlah hemoglobin tidak adekuat untuk mengangkut oksigen ke jaringan tubuh. Manifestasi
klinik pucat, fertigo keletihan, sakit kepala, depresi, takikardi,dan amenore.
1. Anemia Sel Sabit ( Anemia Haemolitic)
Anemi sel sabit bentuk anemi yang bersifat kronis dan bersifat bawaan dimana sebagian
atau seluruh hemoglobin normal diganti dengan hemoglobin abnormal. Penyebabnya bermacam-
macam yaitu: keturunan (herediter), erythroblastosis, malaria, autoimun dan karena bahan kimia
tertentu.
2. Anemia Megaloblastic
Anemia megaloplastic adalah sekelompok anemia yang ditandai oleh adanya eritroblas
yang besar yang terjadi akibat gangguan maturasi inti sel tersebut yang dinamakan megaloblas.
Anemia megaloblas disebabkan oleh defisiensi B 12 , asam folat, gangguan metabolisme vitamin
B 12 dan asam folat, gangguan sintesis DNA akibat dari: defisiensi enzim congenital dan didapat
setelah pemberian obat sitostatik tertentu. Patofisiloginya defisiensi asam folat dan vitamin B 12
22
jelas akan mengganggu sintesis DNA hingga terjadi ganggua maturasi inti sel dengan akibat
timbulnya sel-sel megaloblas.
3. Anemia Aplastic
Anemia aplastic pertama kali diperkenalkan oleh Enrich pada tahun 1988, Ia melaporkan
seorang wanita muda yang pucat dan panas dengan ulserasi gusi, anemia berat, dan leucopenia,
pasien cepat meninggal. Anemia aplastic dapat disebakan oleh defisiensi absolute stem cell sum-
sum tulang atau accessory-helper cells, hambatan pada diferensiasi, supresi imun, kelainan
struma dan kelainan growth faktor. Penyebabnya adalah karena faktor genetic atau keturunan.
Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan sebagian besar dari padanya
diturunkan menurut hukum Mendell.
Patogenesis Anemia
Berdasarkan patogenesisnya, anemia digolongkan dalam 3 kelompok
1. Anemia karena kehilangan darah
Anemia karena kehilangan darah akibat perdarahan yaitu terlalu banyaknya sesl-sel darah
merah yang hilang dari tubuh seseorang, akibat dari kecelakaan dimana perdarahan mendadak
dan banyak jumlahnya, yang disebut perdarahan ekternal Perdarahan dapat pula disebabkan
karena racun, obat-obatan atau racun binatang yang menyebabkan penekanan terhadap
pembuatan sel-sel darah merah. Selain itu ada pula perdarahan kronis yang terjadi sedikit demi
sedikit tetapi terus menerus. Perdarahan ini disebabkan oleh kanker pada saluran pencernaan,
peptic ulser, wasir yang dapat menyebabkan anemia.
2. Anemia karena pengrusakan sel-sel darah merah
Anemia karena pengrusakan sel-sel darah merah dapat terjadi karena bibit penyakit atau
parasit yang masuk kedalam tubuh, seperti malaria atau cacing tambang, hal ini dapat
menyebabkan anemia hemolitik. Bila sel-sel darah merah rusak dalam tubuh, zat besi yang ada di
dalam tidak hilang tetapi dapat digunakan kembali untuk membentuk sel- sel darah merah yang
baru dan pemberian zat besi pada anemia jenis ini kurang bermaanfaat. Sedangkan asam folat
23
dirusak dan tidak dapat digunakan lagi oleh karena itu pemberian asam folat sangat diperlukan
untuk pengobatan anemia hemolitik ini.
3. Anemia karena gangguan pada produksi sel-sel darah merah
Sum-sum tulang mengganti sel darah yang tua dengan sel darah merah yang baru sama
cepatnya dengan banyaknya sel darah merah yang hilang, sehingga jumlah sel darah merah yang
dipertahankan selalu cukup banyak di dalam darah, dan untuk mempertahakannya diperlukan
cukup banyak zat gizi. Apabila tidak tersedia zar gizi dalam jumlah yang cukup akan terjadi
gangguan pembentukan sel darah merah baru.
Anemia karena gangguan pada produksi sel-sel darah merah, dapat timbul karena,
kurangnya zat gizi penting seperti zat besi, asam folat, asam pantotenat, vitamin B12, protein
kobalt, dan tiamin, yang kekurangannya biasa disebut “anemia gizi.” Selain itu juga kekurangan
eritrosit, infiltrasi sum-sum tulang, kelainan endokrin dan penyakit ginjal kronis dan sirosis hati.
Menurut Husaini (1998) anemia gizi yang disebabkan kekurangan zat besi sangat umum
dijumpai di Indonesia.
D. Absorbsi Fe dan Faktor yang Mempengaruhinya
Proses yang komplek terjadi ketika zat besi diabsorbsi mulai dari masuknya makanan
hingga akhirnya masuk kedalam plasma. Besi yang masuk kedalam tubuh biasanya dalam bentuk
ferri (Fe3 + ). Besi dalam bentuk ini sulit untuk diserap tubuh, karena sulit larut dalam air jadi
harus dubah terlebih dahulu dalam bentuk ferro (Fe2 + ), sehingga diserap oleh sel-sel epitil
mukosa usus dan akhirnya diteruskan kedalam plasma.
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi zat besi di dalam tubuh adalah:
Vitamin C adalah faktor yang mempermudah penyerapan zat besi, karena I dengan
pemberian vitamin C absorbsi zat besi lebih ditingkatkan. Zat besi diangkut melalui dinding usus
dalam senyawa dengan asam amino atau vitamin C yang terkandung dalam buah-buahan dan
sayur- sayuran. Selai vitamin C, protein juga merupakan senyawa yang mempermudah
penyerapan zat besi (Husaini 1998).
2. Faktor Penghambat Absorbsi Zat Besi
24
Zat besi yang bersenyawa dengan asam folat dan asam fitat membentuk senyawa yang
tidak mudah larut dalam air sehingga sulit untuk diabsorbsi. Asam folat dan asam fitrat banyak
terdapat dalam bahan makanan tumbuh-tumbuhan misalnya sereali
3. Faktor Host
Faktor Host adalah faktor-faktor yang terdapat dalam tubuh manusia sendiri yang ikut
menentukan absorbsi besi. Ada tiga faktor penting yang turut menentukan absorbsi besi yaitu
jumlah zat besi yang disimpan dalam tubuh, keaktifan sum-sum tulang dan kondisi pencernaan.
Apabila simpanan zat besi dan sumsum tulang sedang aktif membentuk sel-sel darah merah,
maka badan akan menyesuaikan dengan membuat semua kegiatan pencernaan dan absorbsi
menjadi efisien, sehingga lebih banyak zat besi yang dapat diserap. Hal ini terjadi pada anak
yang sedang dalam pertumbuhan dan pada ibu hamil. Wanita hamil absorbsi besi mencapai 20%,
dimungkinkan denganadanya isyarat dari sumsum tulang kepada sel mukosa usus untuk
meningkatkan kemampuan penyerapan zat besi karena sumsum tulang sedang membutuhkannya.
ANEMIA DEFISIENSI BESI
1. Definisi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi
untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya
mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang.
Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling parah, yang ditandai
oleh penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi transferin yang rendah, dan
konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun.
2.Absorbsi Besi Untuk Pembentukan Hemoglobin
Menurut Bakta (2006) proses absorbsi besi dibagi menjadi tiga fase, yaitu:
a. Fase Luminal
Besi dalam makanan terdapat dalam dua bentuk, yaitu besi heme dan besi non-heme. Besi
heme terdapat dalam daging dan ikan, tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya tinggi. Besi non-
heme berasal dari sumber nabati, tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya rendah. Besi dalam
makanan diolah di lambung (dilepaskan dari ikatannya dengan senyawa lain) karena pengaruh
25
asam lambung. Kemudian terjadi reduksi dari besi bentuk feri (Fe3+) ke fero (Fe2+) yang dapat
diserap di duodenum.
b. Fase Mukosal
Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejunum proksimal.
Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks dan terkendali. Besi heme
dipertahankan dalam keadaan terlarut oleh pengaruh asam lambung. Pada brush border dari sel
absorptif (teletak pada puncak vili usus, disebut sebagai apical cell), besi feri direduksi menjadi
besi fero oleh enzim ferireduktase (Gambar 2.2), mungkin dimediasi oleh protein duodenal
cytochrome b-like (DCYTB). Transpor melalui membran difasilitasi oleh divalent metal
transporter (DMT 1). Setelah besi masuk dalam sitoplasma, sebagian disimpan dalam bentuk
feritin, sebagian diloloskan melalui basolateral transporter ke dalam kapiler usus. Pada proses
ini terjadi konversi dari feri ke fero oleh enzim ferooksidase (antara lain oleh hephaestin).
Kemudian besi bentuk feri diikat oleh apotransferin dalam kapiler usus.
Sementara besi non-heme di lumen usus akan berikatan dengan apotransferin membentuk
kompleks transferin besi yang kemudian akan masuk ke dalam sel mukosa dibantu oleh DMT 1.
Besi non-heme akan dilepaskan dan apotransferin akan kembali ke dalam lumen usus (Zulaicha,
2009).
26
Besar kecilnya besi yang ditahan dalam enterosit atau diloloskan ke basolateral diatur
oleh “set point” yang sudah diatur saat enterosit berada pada dasar kripta (Gambar 2.3).
Kemudian pada saat pematangan, enterosit bermigrasi ke arah puncak vili dan siap menjadi sel
absorptif. Adapun mekanisme regulasi set-point dari absorbsi besi ada tiga yaitu, regulator
dietetik, regulator simpanan, dan regulator eritropoetik.
c. Fase Korporeal
Besi setelah diserap melewati bagian basal epitel usus, memasuki kapiler usus. Kemudian
dalam darah diikat oleh apotransferin menjadi transferin. Satu molekul transferin dapat mengikat
maksimal dua molekul besi. Besi yang terikat pada transferin (Fe2-Tf) akan berikatan dengan
reseptor transferin (transferin receptor = Tfr) yang terdapat pada permukaan sel, terutama sel
normoblas (Gambar 2.4).
Kompleks Fe2-Tf-Tfr akan terlokalisir pada suatu cekungan yang dilapisi oleh klatrin
(clathrin-coated pit). Cekungan ini mengalami invaginasi sehingga membentuk endosom. Suatu
pompa proton menurunkan pH dalam endosom sehingga terjadi pelepasan besi dengan transferin.
Besi dalam endosom akan dikeluarkan ke sitoplasma dengan bantuan DMT 1, sedangkan ikatan
apotransferin dan reseptor transferin mengalami siklus kembali ke permukaan sel dan dapat
dipergunakan kembali.
Besi yang berada dalam sitoplasma sebagian disimpan dalam bentuk feritin dan sebagian
masuk ke mitokondria dan bersama-sama dengan protoporfirin untuk pembentukan heme.
Protoporfirin adalah suatu tetrapirol dimana keempat cincin pirol ini diikat oleh 4 gugusan metan
hingga terbentuk suatu rantai protoporfirin. Empat dari enam posisi ordinal fero menjadi
chelating kepada protoporfirin oleh enzim heme sintetase ferrocelatase. Sehingga terbentuk
heme, yaitu suatu kompleks persenyawaan protoporfirin yang mengandung satu atom besi fero
ditengahnya (Murray, 2003).
3. Etiologi
Menurut Bakta (2006) anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya
asupan besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun:
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:
27
a. Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker lambung,
divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
b. Saluran genitalia (perempuan): menorrhagia.
c. Saluran kemih: hematuria.
d. Saluran nafas: hemoptisis.
2. Faktor nutrisi, yaitu akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan (asupan yang kurang)
atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang rendah.
3. Kebutuhan besi meningkat, seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan, dan
kehamilan.
4. Gangguan absorbsi besi, seperti pada gastrektomi dan kolitis kronik, atau dikonsumsi bersama
kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan kopi), polyphenol (coklat, teh, dan kopi), dan kalsium
(susu dan produk susu).
4. Patogenesis
Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan besi atau kebutuhan besi yang
meningkat akan dikompensasi tubuh sehingga cadangan besi makin menurun.
Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi yang negatif,
yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin
serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang
28
negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama
sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada
bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron
deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah peningkatan kadar
free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin menurun dan
kapasitas ikat besi total (total iron binding capacity = TIBC) meningkat, serta peningkatan
reseptor transferin dalam serum. Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis
semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun. Akibatnya timbul anemia
hipokromik mikrositik, disebut sebagai anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia).
Normal ADB Anemia penyakit kronik
Thalasemia
MCV 80 – 90 fl Menurun <70 fl Menurun/N MenurunMCH 27 – 31 pg Menurun Menurun/N MenurunBesi serum 50 – 150 μg/dL Menurun
<50 μg/dLMenurun Normal
TIBC 240 – 360 μg/dL Meningkat >360 μg/dL
Menurun Normal/Meningkat
Saturasi transferin
30 – 35% Menurun < 15%
Menurun/N10-20%
Meningkat>20%
Besi sumsum tulang
Positif Negatif Positif Positif kuat
FEP 15 – 18 μg/dL Meningkat >100 μg/dL
Meningkat Normal
Feritin serum
20 – 250 μg/dL Menurun <20 μg/dL
Normal Meningkat>50 μg/dL
Elektrofoesis Hb
Normal Normal Hb A2Meningkat
2. HOOKWORM
Pengertian Infeksi Cacing Tambang
Infeksi cacing tambang pada manusia terutama disebabkan oleh Ancylostoma duodenale
(A. duodenale) dan Necator americanus (N. americanus).18) Kedua spesies ini termasuk dalam
famili Strongyloidae dari filum Nematoda.19) Selain kedua spesies tesebut, dilaporkan juga
infeksi zoonosis oleh A. braziliense dan A. caninum yang ditemukan pada berbagai jenis
29
karnivora dengan manifestasi klinik yang relatif lebih ringan, yaitu creeping eruption akibat
cutaneus larva migrans. Terdapat juga infeksi A. ceylanicum yang diduga menyebabkan enteritis
eosinofilik pada manusia.20) Diperkirakan terdapat 1 miliar orang di seluruh dunia yang
menderita infeksi cacing tambang dengan populasi penderita terbanyak di daerah tropis dan
subtropis, terutama di Asia dan subsahara Afrika. Infeksi N. americanus lebih luas
penyebarannya dibandingkan A. duodenale, dan spesies ini juga merupakan penyebab utama
infeksi cacing tambang di Indonesia.21)
Infeksi A. duodenale Infeksi A. duodenale dan N. americanus merupakan penyebab
terpenting anemia defisiensi besi. Selain itu infeksi cacing tambang juga merupakan penyebab
hipoproteinemia yang terjadi akibat kehilangan albumin, karena perdarahan kronik pada saluran
cerna. Anemia defisiensi besi dan hipoproteinemia sangat merugikan proses tumbuh kembang
anak dan berperan besar dalam mengganggu kecerdasan anak usia sekolah.20) Penyakit akibat
cacing tambang lebih banyak didapatkan pada pria yang umumnya sebagai pekerja di keluarga.
Hal ini terjadi karena kemungkinan paparan yang lebih besar terhadap tanah terkontaminasi larva
cacing.22) Sampai saat ini infeksi cacing tambang masih merupakan salah satu penyakit tropis
terpenting. Penurunan produktifitas sebagai indikator beratnya gangguan penyakit ini. Dalam
kondisi infeksi berat, infeksi cacing tambang ini dapat menempati posisi di atas tripanosomiasis,
demam dengue, penyakit chagas, schisostomiasis dan lepra.23)
Taksonomi
Cacing tambang merupakan salah satu cacing usus yang termasuk dalam kelompok
cacing yang siklus hidupnya melalui tanah (soil transmitted helminth) bersama dengan Ascaris
lumbricoides, Trichuris trichiura dan Strongyloides stercoralis.. Cacing ini termasuk dalam kelas
nematoda dari filum nemathelminthes. Famili Strongyloidae dari kelas nematoda terdiri atas dua
genus, yaitu genus Ancylostoma dan genus Necator. Dari genus Ancylostoma dapat ditemukan
Ancylostoma duodenale, Ancylostoma caninum, Ancylostoma brazilliensis dan Ancylostoma
ceylanicum. Sedangkan dari genus Necator dapat ditemukan Necator americanus. Taksonomi
cacing tambang secara lengkap diuraikan sebagai berikut.24)
Sub Kingdom : Metazoa
Phylum : Nemathelminthes
30
Kelas : Nematoda
Sub Kelas : Phasmidia
Ordo : Rhabtidia
Super Famili : Strongyloidea
Famili : Strongyloidae
Genus : Ancylostoma, Necator
Spesies : • Ancylostoma duodenale,
• Ancylostoma caninum,
• Ancylostoma brazilliensis,
• Ancylostoma ceylanicum,
• Necator americanus
Morfologi
Cacing dewasa berbentuk silindris dengan kepala membengkok tajam ke belakang.
Cacing jantan lebih kecil dari cacing dewasa. Spesies cacing tambang dapat dibedakan terutama
karena rongga mulutnya dan susunan rusuknya pada bursa. Namun telur – telurnya tidak dapat
dibedakan. Telur – telurnya berbentuk ovoid dengan kulit yang jernih dan berukuran 74 –76 μ x
36 – 40 μ. Bila baru dikeluarkan di dalam usus telurnya mengandung satu sel tapi bila
dikeluarkan bersama tinja sudah mengandung 4 – 8 sel, dan dalam beberapa jam tumbuh menjadi
stadium morula dan kemudian menjadi larva rabditiform (stadium pertama).23)
31
Gambar 2.1. Cacing dewasa (a) Ancylostoma duodenale, (b) Necator americanus
Cacing tambang dewasa adalah nematoda yang kecil, seperti silindris. Bentuk kumparan
(fusiform) dan berwarna pulih keabu - abuan. Cacing betina ( 9- 13x 0,35 - 0,6 mm) lebih besar
daripada yang jantan (5 - 11 x 0,3 - 0,45 mm). A.duodenale lebih besar dari pada N. americanus.
Cacing ini mempunyai kutikilum yang relative tebal. Pada ujung posterior terdapat bursa
kopulatrik yang dipakai untuk memegang cacing betina selama kopulasi. Bentuk badan N.
americanus biasanya menyerupai huruf S, sedangkan A. duodenale mempunyai huruf C.25)
Telur kedua cacing ini sulit dibedakan satu sama lainnya. Telur berbentuk lonjong atau
ellips dengan ukuran sekitar 65x40 mikron. Telur yang tidak berwarna ini memiliki dinding tipis
yang tembus sinar dan mengandung embrio dengan empat blastomer. Telur cacing tambang
mempunyai ukuran 56 - 60 x 36 - 40 mikron berbentuk bulat lonjong, berdinding tipis.
Didalamnya terdapat 1- 4 sel telur dalam sediaan tinja segar. 26)
Gambar 2.2. Telur cacing tambang27
Terdapat dua stadium larva, yaitu larva rhabditiform yang tidak infektif dan larva
filariform yang infektif. Larva rhabditiform bentuknya agak gemuk dengan panjang sekitar 250
mikron, sedangkan larva filariform yang bentuknya langsing, panjangnya kira-kira 600
mikron.26)
Patogenesis
Cacing tambang memiliki alat pengait seperti gunting yang membantu melekatkan
dirinya pada mukosa dan submukosa jaringan intestinal. Setelah terjadi pelekatan, otot esofagus
cacing menyebabkan tekanan negatif yang menyedot gumpalan jaringan intestinal ke dalam
kapsul bukal cacing. Akibat kaitan ini terjadi ruptur kapiler dan arteriol yang menyebabkan
perdarahan.
32
Pelepasan enzim hidrolitik oleh cacing tambang akan memperberat kerusakan pembuluh
darah. Hal itu ditambah lagi dengan sekresi berbagai antikoagulan termasuk diantaranya inhibitor
faktor VIIa (tissue inhibitory factor). Cacing ini kemudian mencerna sebagian darah yang
dihisapnya dengan bantuan enzim hemoglobinase, sedangkan sebagian lagi dari darah tersebut
akan keluar melalui saluran cerna.28) Masa inkubasi mulai dari bentuk dewasa pada usus sampai
dengan timbulnya gejala klinis seperti nyeri perut, berkisar antara 1-3 bulan. Untuk meyebabkan
anemia diperlukan kurang lebih 500 cacing dewasa. Pada infeksi yang berat dapat terjadi
kehilangan darah sampai 200 ml/hari, meskipun pada umumnya didapatkan perdarahan intestinal
kronik yang terjadi perlahanlahan. 22) Terjadinya anemia defisiensi besi pada infeksi cacing
tambang tergantung pada status besi tubuh dan gizi pejamu, beratnya infeksi (jumlah cacing
dalam usus penderita), serta spesies cacing tambang dalam usus. Infeksi A. duodenale
menyebabkan perdarahan yang lebih banyak dibandingkan N. americanus.28)
Gejala klinis nekatoriasis dan ankilostomosis ditimbulkan oleh adanya larva maupun
cacing dewasa. Apabila larva menembus kulit dalam jumlah banyak, akan menimbulkan rasa
gatal-gatal dan kemungkinan terjadi infeksi sekunder. Gejala klinik yang disebabkan oleh cacing
tambang dewasa dapat berupa nekrosis jaringan usus, gangguan gizi dan gangguan darah.5)
Gejala Klinis
Anemia defisiensi besi akibat infeksi cacing tambang menyebabkan hambatan
pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak. Pada wanita yang mengandung, anemia defisiensi besi
menyebabkan peningkatan mortalitas maternal, gangguan laktasi dan prematuritas. Infeksi
cacing tambang pada wanita hamil dapat menyebabkan bayi dengan berat badan lahir rendah.
Diduga dapat terjadi transmisi vertikal larva filariform A. duodenale melalui air susu ibu.18)
Pada daerah subsahara Afrika sering terjadi infeksi campuran cacing tambang dan
malaria falsiparum. Diduga infeksi cacing tambang menyebabkan eksaserbasi anemia akibat
malaria falsiparum dan sebaliknya.20) Kebanyakan infeksi cacing tambang bersifat ringan
bahkan asimtomatik. Dalam 7-14 hari setelah infeksi terjadi ground itch. Pada fase awal, yaitu
fase migrasi larva, dapat terjadi nyeri tenggorokan, demam subfebril, batuk, pneumonia dan
pneumonitis. Kelainan paru-paru biasanya ringan kecuali pada infeksi berat, yaitu bila terdapat
lebih dari 200 cacing dewasa. Saat larva tertelan dapat terjadi gatal kerongkongan, suara serak,
mual, dan muntah. Pada fase selanjutnya, saat cacing dewasa berkembang biak dalam saluran
33
cerna, timbul rasa nyeri perut yang sering tidak khas (abdominal discomfort). Karena cacing
tambang menghisap darah dan menyebabkan perdarahan kronik, maka dapat terjadi
hipoproteinemia yang bermanifestasi sebagai edema pada wajah, ekstremitas atau perut, bahkan
edema anasarka.28) Anemia defisiensi besi yang terjadi akibat infeksi cacing tambang selain
memiliki gejala dan tanda umum anemia, juga memiliki manifestasi khas seperti atrofi papil
lidah, telapak tangan berwarna jerami, serta kuku sendok. Juga terjadi pengurangan kapasitas
kerja, bahkan dapat terjadi gagal jantung akibat penyakit jantung anemia.19)
Gejala klinis nekatoriasis dan ankilostomiasis ditimbulkan oleh adanya larva maupun
cacing dewasa. Gejala permulaan yang timbul setelah larva menembus kulit adalah timbulnya
rasa gatal-gatal biasa. Apabila larva menembus kulit dalam jumlah banyak, rasa gatal-gatal
semakin hebat dan kemungkinan terjadi infeksi sekunder. Apabila lesi berubah menjadi vesikuler
akan terbuka karena garukan. Gejala ruam papuloentematosa yang berkembang akan menjadi
vesikel. Ini diakibatkan oleh banyaknya larva filariform yang menembus kulit.
Kejadian ini disebut ground itch. Apabila larva mengadakan migrasi ke paru maka dapat
menyebabkan pneumonia yang tingkat gejalanya tergantung pada jumlah larva tersebut.23)
Gejala klinik yang disebabkan oleh cacing tambang dewasa dapat berupa nekrosis jaringan usus,
gangguan gizi, dan kehilangan darah.
1. Nekrosis jaringan usus, yang lebih diakibatkan dinding jaringan usus yang terluka oleh gigitan
cacing dewasa.
2. Gangguan gizi, penderita banyak kehilangan karbohidrat, lemak dau terutama protein, bahkan
banyak unsur besi (Fe) yang hilang sehingga terjadi malnutrisi.
3. Kehilangan darah, darah yang hilang itu dikarenakan dihisap langsung oleh cacing dewasa. Di
samping itu, bekas gigitan cacing dewasa dapat menimbulkan pendarahan terus menerus karena
sekresi zat anti koagulan oleh cacing dewasa/ tersebut. Setiap ekor Necator americanus dapat
mengakibatkan hilangnya darah antara 0,05 cc sampai 0,1 cc per hari, sedangkan setiap ekor
Ancylostoma duodenale dapat mencapai 0,08 cc sampai 0,24 cc per hari. Cacing dewasa
berpindah – pindah tempat di daerah usus halus dan tempat lama yang ditinggalkan mengalami
perdarahan lokal jumlah darah yang hilang setiap hari tergantung pada (1) jumlah cacing,
terutama yang secara kebetulan melekat pada mukosa yang berdekatan dengan kapiler arteri; (2)
species cacing : seekor A duodenale yang lebih besar daripada N. americanus mengisap 5 x lebih
34
banyak darah; (3) lamanya infeksi. Gejala klinik penyakit cacing tambang berupa anemia yang
diakibatkan oleh kehilangan darah pada usus halus secara kronik. Terjadinya anemia tergantung
pada keseimbangan zat besi dan protein yang hilang dalam usus dan yang diserap dari ma-kanan.
Kekurangan gizi dapat menurunkan daya tahan terhadap infeksi parasit. Beratnya penyakit
cacing tambang tergantung pada beberapa faktor, antara lain umur, lamanya penyakit dan
keadaan gizi penderita.4)
Penyakit cacing tambang menahun dapat dibagi dalam tiga golongan, yaitu infeksi
ringan, sedang dan berat. Infeksi ringan ditandai dengan kehilangan darah yang dapat diatasi
tanpa gejala, walaupun penderita mempunyai daya tahan yang menurun terhadap penyakit lain.
Infeksi sedang ditandai dengan kehilangan darah yang tidak dapat dikompensasi dan penderita
kekurangan gizi, mempunyai keluhan pencernaan, anemia, lemah, fisik dan mental kurang baik.
Sedangkan pada infeksi berat dapat menyebabkan keadaan fisik buruk dan payah jantung dengan
segala akibatnya.23)
Penyelidikan terhadap infeksi cacing tambang pada pekerja di beberapa tempat di Jawa
Barat dan di pinggir kota Jakarta, menunjukkan bahwa mereka semua termasuk golongan infeksi
berat dengan kadar hemoglobin berkisar antara 2,5 – l0,0 g % pada 17 penderita, defisiensi zat
besi terdapat pada semua penderita yang anemia. Disamping itu terdapat kelainan pada leukosit
yaitu hiparsegmentasi sel pada sebagian besar penderita yang diperiksa. Perubahan tersebut
disebabkan oleh difisiensi vitamin B12 dan atau asam folat. Penderita biasanya menjadi anemia
hipokrom mikrositer sehingga daya tahan tubuh bekerja menurun. Pada kasus infeksi akut yang
disertai jumlah cacing yang banyak, penderita mengalami lemah badan, nausea, sakit perut, lesu,
pucat, dan kadang-kadang disertai diare dengan tinja berwarna merah sampai hitam tergantung
jumlah darah yang keluar.
Apabila cacing dewasa yang terdapat pada anak jumlahnya banyak maka dapat
mengakibatkan gejala hebat dan dapat menyebabkan kematian.23) Gejala klinis sering
dihubungkan dengan jumlah telur yang ditemukan dalam tinja. Di laboratorium dapat diketahui
dengan metoda hitung telur per mg (miligram) tinja. Apabila ditemukan 5 per mg tinja, belum
ada gejala yang berarti tetapi apabila lebih besar dari 20 per mg tinja, mulai ada korelasinya
dengan gejala yang ditimbulkan dan apabila ditemukan 50 per mg atau lebih, keadaan
penderita sudah mengarah ke infeksi berat.23)
35
Tabel 2.1. Hubungan tingkat infeksi dengan jumlah telur cacing tambang23)
Tingkat infeksi Jumlah telur per gram tinja
Sangat ringan 100 – 899
Ringan 700 – 595
Sedang 2600 – 12.599
Berat 12.600 – 24.000
Sangat berat > 25.000
Respons Imun Terhadap Infeksi Cacing Tambang
Respon imun dari tubuh manusia sebagai host definitif tergantung dari stadium cacing
tambang yang menginfeksi.
a. Terhadap larva filariform
Saat menembus kulit, larva filariform melepaskan bagian luar kutikula dan mensekresi
berbagai enzim yang mempermudah migrasinya. Pada proses ini banyak larva yang mati dan
mengakibatkan pelepasan berbagai molekul imunoreaktif oleh tubuh. Saat memasuki sirkulasi,
terutama sirkulasi paru-paru, larva filariform menghasilkan berbagai antigen yang bereaksi
dengan system imun peparu dan menyebabkan penembusan sejumlah kecil alveoli. Pada infeksi
zoonotik (melalui vektor), terjadi creeping eruption atau ground itch akibat terperangkapnya
larva dalam lapisan kulit, yang menyebabkan reaksi hipersensitivitas tipe I (alergi). Jumlah larva
yang masuk ke sirkulasi jauh lebih banyak dari yang berdiam di kulit. Pada infeksi antropofilik
(langsung pada manusia) tidak terjadi kumpulan larva di kulit.19) Antibodi humoral terhadap N.
americanus hanya reaktif terhadap lapisan dalam kutikula, hal ini menjelaskan mengenai
minimnya reaksi kulit terhadap parasit ini. Antibodi yang berperan ialah Imunoglobulin M
(IgM), IgG1 dan IgE. Yang paling spesifik ialah IgE yang bersifat cross reactive. Diduga reaksi
hipersensitivitas tipe II (antibody dependent cell mediated cytotoxicity) juga berperan disini.20)
Sistem kekebalan seluler pada infeksi cacing tambang terutama dilakukan oleh eosinofil.
Hal ini dicerminkan oleh tingginya kadar eosinofil darah tepi. Eosinofil melepaskan superoksida
yang dapat membunuh larva filariform. Jumlah eosinofil makin meningkat saat larva
berkembang menjadi bentuk dewasa (cacing) di saluran cerna. Sistem komplemen berperan
36
dalam perlekatan larva pada eosinofil.29) Bukti-bukti penelitian menunjukkan bahwa eosinofil
lebih berperan dalam membunuh larva filariform, bukan terhadap bentuk dewasa. Interleukin-5
(IL-5) yang berperan dalam pertumbuhan dan diferensiasi eosinofil meningkat pada infeksi larva
yang diinokulasikan pada tikus percobaan. Pada manusia hal tersebut belum terbukti.19)
b. Respons terhadap infeksi cacing tambang dewasa
Respons humoral dilakukan oleh IgG1, IgG4 dan IgE, yang dikontrol oleh pelepasan
sitokin pengatur sel Th2. Sitokin yang utama, ialah IL-4. Pada percobaan, setelah 1 tahun
pemberian terapi terhadap infeksi N. americanus, didapatkan bahwa kadar IgG terus menurun
sementara kadar IgM dapat meningkat kembali meskipun tidak setinggi seperti sebelum
dilakukan terapi.
Di sini kadar IgE hanya menurun sedikit, sedangkan kadar IgA dan IgD meningkat
setelah 2 tahun pasca terapi. Para pakar menyimpulkan bahwa dibutuhkan lebih sedikit paparan
antigen untuk meningkatkan IgE, IgA dan IgD dibandingkan untuk meningkatkan IgG dan IgM.
Selain itu disimpulkan bahwa kadar IgG dan IgM merupakan indikator terbaik untuk infeksi
cacing tambang dewasa dan untuk menilai efikasi pengobatan. Hanya sedikit bukti yang
menyatakan bahwa kadar antibodi berhubungan dengan imunoproteksi terhadap infeksi cacing
tambang dewasa.3) Sitokin perangsang sel T helper 2 (Th2), yaitu IL-4, IL-5 dan IL-13 yang
merangsang sintesis IgE, merupakan sitokin yang predominan, sedangkan sitokin perangsang sel
Th1 seperti interferon yang menghambat produksi IgE, lebih sedikit ditemukan. Para peneliti
membuktikan bahwa IgE lebih sensitif untuk menentukan adanya infeksi baik infeksi larva
maupun cacing tambang dewasa, sedangkan IgG4 lebih spesifik sebagai marker infeksi cacing
dewasa N. americanus. Pada infeksi A. caninum, ternyata IgE lebih spesifik dibandingkan
IgG4.20) Peran IgG4 belum diketahui sepenuhnya. Kemungkinan IgG4 berperan menghambat
respons imun dengan inhibisi kompetitif terhadap mekanisme kekebalan tubuh yang dimediasi
oleg IgE, misalnya aktivasi sel mast. Imunoglobulin G4 tidak mengikat komplemen dan hanya
mengikat reseptor Fc-g secara lemah. Pada infeksi cacing tambang didapatkan fenomena
pembentukan autoantibody IgG terhadap IgE.3 Respons imun seluler terhadap infeksi cacing
tambang dewasa adalah terutama oleh adanya respons sel Th2 yang mengatur produksi IgE dan
menyebabkan eosinofilia. Terjadinya eosinofilia dimulai segera setelah L3 menembus kulit
dengan puncak pada hari ke 38 sampai hari ke 64 setelah infeksi. Sel mast yang terdegradasi
37
akibat pengaruh IgE melepaskan berbagai protease terhadap kutikula kolagen N. americanus.
Selain itu terjadi pelepasan neutralizing antibody terhadap IL-9, yang akan menghambat
perusakan sel mast oleh enzim mast cells protease I. Cacing tambang tampaknya lebih tahan
terhadap reaksi inflamasi dibandingkan dengan family nematoda lainnya.29)
c. Bentuk larva hipobiosis
Pada infeksi A. duodenale dapat terjadi bentuk hipobiosis di mana terjadi penghentian
pertumbuhan larva pada jaringan otot. Pada waktu tertentu, misalnya saat mulai bersinarnya
bulan ini, merupakan saat yang optimal untuk pelepasan larva A. doudenale. Penyebab fenomena
tersebut tidak diketahui. Pada bentuk hipobiosis pelepasan telur cacing melalui feses baru terjadi
40 minggu setelah masuknya larva A. duodenale melalui kulit.
Fenomena ini juga terjadi pada infeksi A. caninum pada anjing. Bukti-bukti menunjukkan
bahwa aktivasi bentuk hipobiosis pada akhir kehamilan yang berakhir dengan penularan
transmamaria/transplasental dari A. duodenale.19) Proteksi sistem imun terhadap infeksi cacing
tambang, tidak terdapat bukti yang jelas mengenai proteksi imunologis tubuh terhadap infeksi
cacing tambang. Beberapa penelitian di Papua New Guinea menunjukkan bahwa penderita yang
memiliki titer IgE lebih tinggi, lebih jarang mengalami reinfeksi N. americanus.29)
Diagnosis Cacing Tambang
Untuk kepentingan diagnosis infeksi cacing tambang dapat dilakukan secara klinis dan
epidemiologis. Secara klinis dengan mengamati gejala klinis yang terjadi pada penderita
sementara secara epidemiologis didasarkan atas berbagai catatan dan informasi terkait dengan
kejadian infeksi pada area yang sama dengan tempat tinggal penderita periode sebelumnya.
Pemeriksaan penunjang saat awal infeksi (fase migrasi larva) mendapatkan: a) eosinofilia (1.000-
4.000 sel/ml), b) feses normal, c) infiltrat patchy pada foto toraks dan d) peningkatan kadar IgE.
Pemeriksaan feses basah dengan fiksasi formalin 10% dilakukan secara langsung dengan
mikroskop cahaya. Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan N. Americanus dan A. duodenale.
Pemeriksaan yang dapat membedakan kedua spesies ini ialah dengan faecal smear pada filter
paper strip Harada-Mori. Kadang-kadang perlu dibedakan secara mikroskopis antara infeksi
larva rhabditiform (L2) cacing tambang dengan larva cacing strongyloides stercoralis.30)
Pemeriksaan penunjang pada cacing tambang dewasa dilakukan dan dapat menemukan
38
telur cacing dan atau cacing dewasa pada pemeriksaan feses. Tanda-tanda anemia defisiensi besi
yang sering dijumpai adalah anemia mikrositik hipokrom, kadar besi serum yang rendah, kadar
total iron binding capacity yang tinggi. Di sini perlu dieksklusi penyebab anemia hipokrom
mikrositer lainnya. Dapat ditemukan peningkatan IgE dan IgG4, tetapi pemeriksaan IgG4 tidak
direkomendasikan karena tinggi biayanya.31)
Hal-hal penting pada pemeriksaan laboratorium, diantaranya adalah telur cacing tambang
yang ditemukan dalam tinja sering dikacaukan oleh telur A. lumbricoides yang berbentuk
dekortikasi. Tinja yang dibiarkan lebih dari 24 jam tanpa diawetkan maka telur yang ada di
dalamnya akan berkembang, menetas dan mengeluarkan larva labditiform. Larva labditiform
cacing tambang harus dibedakan dengan Stronyloides stercoralis dan Trichostrongylus (melalui
pembiakan larva metode Harada Mori). Telur cacing tambang mudah rusak oleh perwanaan
permanen dan telur lebih mudah di lihat pada sediaan basah.32)
Siklus Biologis Cacing Tambang
Cacing tambang jantan berukuran 8-11 mm sedangkan yang betina berukuran 10-13 mm.
Cacing betina menghasilkan telur yang keluar bersama feses pejamu (host) dan mengalami
pematangan di tanah. Setelah 24 jam telur akan berubah menjadi larva tingkat pertama (L1) yang
selanjutnya berkembang menjadi larva tingkat kedua (L2) atau larva rhabditiform dan akhirnya
menjadi larva tingkat ketiga (L3) yang bersifat infeksius. Larva tingkat ketiga disebut sebagai
larva filariform. Proses perubahan telur sampai menjadi larva filariform terjadi dalam 24 jam.19)
Larva filariform kemudian menembus kulit terutama kulit tangan dan kaki, meskipun dikatakan
dapat juga menembus kulit perioral dan transmamaria. Adanya paparan berulang dengan larva
filariform dapat berlanjut dengan menetapnya cacing di bawah kulit (subdermal).
Secara klinis hal ini menyebabkan rasa gatal serta timbulnya lesi papulovesikular dan
eritematus yang disebut sebagai ground itch.30) Dalam 10 hari setelah penetrasi perkutan, terjadi
migrasi larva filariform ke paru-paru setelah melewati sirkulasi ventrikel kanan. Larva kemudian
memasuki parenkim paruparu lalu naik ke saluran nafas sampai di trakea, dibatukkan, dan
tertelan sehingga masuk ke saluran cerna lalu bersarang terutama pada daerah 1/3 proksimal usus
halus. Pematangan larva menjadi cacing dewasa terjadi disini. Proses dari mulai penetrasi kulit
oleh larva sampai terjadinya cacing dewasa memerlukan waktu 6-8 minggu. Cacing jantan dan
39
betina berkopulasi di saluran cerna selanjutnya cacing betina memproduksi telur yang akan
dikeluarkan bersama dengan feses manusia. Pematangan telur menjadi larva terutama terjadi
pada lingkungan pedesaan dengan tanah liat dan lembab dengan suhu antara 23-33o C. Penularan
A. Duodenale selain terjadi melalui penetrasi kulit juga melalui jalur orofekal, akibat
kontaminasi feses pada makanan. Didapatkan juga bentuk penularan melalui hewan vektor
(zoonosis) seperti pada anjing yang menularkan A. brazilienze dan A. caninum. Hewan kucing
dan anjing juga menularkan A. ceylanicum. Jenis cacing yang yang ditularkan melalui hewan
vektor tersebut tidak mengalami maturasi dalam usus manusia.20) Cacing N. americanus dewasa
dapat memproduksi 5.000 - 10.000 telur/hari dan masa hidup cacing ini mencapai 3-5 tahun,
sedangkan A. duodenale menghasilkan 10.000-30.000 telur/hari, dengan masa hidup sekitar 1
tahun.22)
Gambar 2.3. Siklus biologis cacing tambang 20)
Manusia merupakan satu-satunya hospes definitive. Telur yang infektif keluar bersama
tinja penderita. Di dalam tanah, dalam waktu 2 hari menetas menjadi larva filariform yang
infektif. Kemudian larva filaform menembus kulit lalu memasuki pembuluh darah dan jantung
kemudian akan mencapai paru-paru. Setelah melewati bronkus dan trakea, larva masuk ke laring
dan faring akhirnya masuk ke usus halus dan tumbuh menjadi dewasa dalam waktu 4 minggu.26)
Beratnya penyakit cacing tambang tergantung pada beberapa faktor, antara lain
umur,"wormload," lamanya penyakit dan keadaan gizi penderita. Penyakit cacing tambang
menahun dapat dibagi dalam tiga golongan :
40
I. Infeksi ringan dengan kehilangan darah yang dapat diatasi tanpa gejala, walaupun
penderita mempunyai daya tahan yang menurun terhadap penyakit lain.
II. Infeksi sedang dengan kehilangan darah yang tidak dapat dikompensasi dan penderita
kekurangan gizi, mempunyai keluhan pencernaan, anemia, lemah, fisik dan mentaI kurang
baik.
III. Infeksi berat yang dapat menyebabkan keadaan fisik buruk dan payah jantung dengan
segala akibatnya.
Faktor Infeksi Kecacingan Sebagai Penyebab Anemia.
Penyakit kecacingan merupakan salah satu penyakit infeksi yang paling sering ditemukan
di negara-negara berkembang. Pawlowski (1984) mengumpulkan berbagai data dari berbagai
negara berkembang di Asia. Afrika dan Amerika Latin, dan menempatkan kecacingan seperti
infeksi cacing gelang pada tempat ketiga setelah penyakit diare dan tuberkulosis, infeksi cacing
tambang pada tempat keempat dan infeksi cacing cambuk pada tempat ketujuh (10).
Infeksi kecacingan pada manusia baik oleh cacing gelang, cacing cambuk maupun cacing
tambang dapat menyebabkan pendarahan yang menahun yang berakibat menurunnya cadangan
besi tubuh dan akhirnya menyebabkan timbulnya anemia kurang besi (10).
Pada daerah-daerah tertentu anemia gizi diperberat keadaannya oleh investasi cacing.
terutama oleh cacing tambang. Cacing tambang menempel pada dinding usus dan memakan
darah. Akibat gigitan sebagian darah hilang dan dikeluarkan dari dalam badan bersama tinja.
Jumlah cacing yang sedikit belum menunjukkan gejala klinis tetapi bila dalam jumlah yang
banyak yaitu lebih dari 1000 ekor maka. orang yang bersangkutan dapat menjadi anemia (7).
Perdarahan itu terjadi akibat proses penghisapan aktif oleh cacing dan juga akibat
perembesan darah disekitar tempat hisapan. Cacing berpindah tempat menghisap setiap 6 jam
perdarahan ditempat yang ditinggalkan segera berhenti dan luka menutup kembali denqan cepat
karena turn over sel epithel usus sangat cepat (10).
Kehilangan darah yang terjadi pada infeksi kecacingan dapat disebabkan oleh adanya lesi
yang terjadi pada dinding usus juga oleh karena dikonsumsi oleh cacing itu sendiri . walaupun ini
masih belum terjawab dengan jelas termasuk berapa besar jumlah darah yang hilang dengan
infeksi cacing ini (10.7).
41
Untuk mengetahui banyaknya cacing tambang didalam usus dapat dilakukan dengan
menghitung banyaknya telur dalam tinja. Bila didalam tinja terdapat sekitar 2000 telur/ gram
tinja. berarti ada kira-kira 80 ekor cacing tambang didalam perut dan dapat menyebabkan darah
yang hilang kira-kira sebanyak 2 ml per hari. Dengan jumlah 5000 telur/gram tinja adalah
berbahaya untuk kesehatan orang dewasa. Bila terdapat 20.000 telur/gram tinja berarti ada
kurang lebih 1000 ekor cacing tambang dalam perut yang dapat menyebabkan anemia berat
(7,10).
Pengaruh Infeksi Ascaris lumbricoides terhadap Absorbsi Zat Gizi
Cacing dewasa Ascaris lumbricoides pada umumnya tidak menimbulkan kelainan,
kecuali pada infeksi berat. Sejumlah cacing akan menghambat mukosa usus halus, akan
menghambat absorbsi zat-zat gizi ke dalam jaringan tubuh. Akibat infeksi cacing tersebut bentuk
mukosa berubah dan kelainan patologik akan hilang setelah diberikan antelmitik. Secara
mekanik cacing tersebut juga dapat merusak usus.
1. Gangguan Absorbsi Protein
Cacing Ascaris lumbricoides di dalam usus menyebabkan hiperperistaltik, sehingga dapat
menimbulkan diare. Akibat diare akan terjadi keseimbangan protein yang negative dan asam-
asam amino dilepaskan dari otot dan jaringan tepi. Proses ini dapat berlangsung selama beberapa
hari, bahkan kadang-kadang sampai beberapa minggu. Sekitar 7% protein yang terdapat dalam
diet akan hilang dengan terjadinnya infeksi Ascaris lumbricoides dari sedang sampai berat.
2. Gangguan Absorbsi Karbohidrat
Apabila cacing Ascaris lumbricoides dikeringkan dan ditimbang, 24% dari pada angka
tersebut adalah glikogen yang terdapat dalam tubuh cacing, ini menunjukkan adanya kelainan
metabolisme laktosa di dalam tubuh. Juga ditemukan lebih banyak hidrigen (H) dalam
pernapasan dan kenaikan glukosa plasma yang kurang pada anak-anak terinfeksi Ascaris
lumbricoides. Pada anak-anak penderita askariosis, enzim laktosa kurang terabsorbsi dan
menghasilkan gas Hidrogen dalam pernapasan. Pada anak-anak terinfeksi Ascaris lumbricoides
juga ditemukan steatore ringan, sekitar 10,8% dari berat cacing terdiri dari lemak.
3. Gangguan Absorbsi Vitamin
42
Absorbsi vitamin A diteliti pada 29 anak penderita askariosis dibandingkan dengan anak
sehat, ditemukan mal-absorbsi vitamin A pada 70% penderita askariosis. Kasus askariosis di
masyarakat yang disertai dengan vitamin A yang sedikit di dalam makanannya, memberikan
peluang terjadinya defisiensi vitamin A yang secara klinik seperti hemeralopia dan seroftalmi.
Jumlah vitamin A dan karotin pada penderita askariosis dengan dan tanpa hemeralopia, sedikit
lebih rendah dibandingkan dengan anak yang tidak cacingan.
Pengaruh Infeksi Cacing Tambang terhadap Anemia, Defisiensi Zat Besi dan Kekurangan
Protein
Penyakit yang disebabkan cacig tambang (Ankilostomiosis dan Nekatoriosis) pada
hakekatnya merupakan penyakit infeksi menahun (kronik), dan biasanya orang yang terinfeksi
cacing ini sering tidak menunjukkan gejala akut. Pada anak-anak dengan infeksi berat, dapat
mengakibatkan kemunduran fisik dan mental. Tinja penderita mengandung sejumlah darah atau
kadang-kadang darah yang tidak bisa dilihat mata biasa (occult blood) dengan mudah dapat
ditemukan. Apabila diperhatikan dari segi hematology, biokimia, gejala dan terapinya, maka
anemia yang disebabkan oleh cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)
tergolong anemia defisiensi besi. Di daerah tropik kadang-kadang anemia yang disebabkan oleh
infeksi cacing tambang dapat bersifat dimorfik, karena selain ada defisiensi besi juga terjadi
defisiensi zat-zat lainnya (Brown, 1994).
1. Metabolisme Zat Besi
Pola metabolisme pada anemia yang disebabkan infeksi cacing tambang adalah sama
dengan pola metabolisme pada anemia yang di sebabkan oleh terjadinya perdarahan usus secara
menahun dan anemia hipokrom menahun pada perdarahan. Perbedaan patogenitas antara A.
duodenale dan N. americanus dapat terjadi adanya kehilangan jumlah darah yang berbeda.
Kebiasan cacing yang berpindah-pindah tempat dalam usus menye-babkan lebih banyak tempat
di usus yang mengeluarkan darah. Seekor cacing N. americanus dapat menyebabkan kekurangan
darah 0,1 cc perhari, sedangkan A. duodenale sampai 0,34 cc perhari (Gercia and Bruckner,
1998).
43
2. Perdarahan dapat Menghilangkan Zat Besi dan Protein
Dalam 10 ml darah mengandung lebih dari 750 mg protein dan 5 mg besi, aka tetapi
kadar protein di dalam plasma hanya akan berkurang pada kasus-kasus yang berat. Jumlah darah
yang hilang karena infeksi cacing tambang tergantung dari berat atau ringannya infeksi. Makin
berat infeksi semakin rendah kadar hemoglobin (Hb) dalam darah (Gandahusada, dkk.2005).
Teori mengenai sebab terjadinya anemia yang di sebabkan infeksi cacing tambang terjadi sebagai
perdarahan usus yang terjadi pada waktu cacing tambang mengisap darah di dalam usus, dari
dahulu para ahli menganggap sebagai penyebab terjadinya anemia, kemudian diajukan teori-teori
lain seperti teori toksin oleh Loos dan Ashford, teori malnutrisi, teori hemolisis dan teori
perdarahan. Pada kasus anemia yang disebabkan infeksi cacing tambang, kadang-kadang
ditemukan eritropoiesis yang berkurang. Kadar vitamin B-12 di dalam serum lebih rendah pada
kasus anemia yang disebabkan cacing tambang, yaitu 130-160 % pada kasus infeksi berat dan
179 % pada infeksi ringan, sedangkan pada kasus anemia defisiensi besi lainnya rata-rata 232 ug
%.
Pengaruh Infeksi Trichuris trichiura Terhadap Gizi dan Anemia
Untuk mengambil makanan cacing Trichuris trichiura memasukkan tubuh bagian
interiornya ke dalam mukosa usus hospes. Cacing ini dapat hidup beberapa tahun di dalam usus
manusia (Faust et al, 1990). Kerusakan mekanik pada bagian kolon disebabkan oleh kepala
cacing yang masuk ke dalam epitel, tidak dijumpai peradangan kolon yang difus, apabila terjadi
disentri, mukosa menjadi sembab dan rapuh.
Dalam masyarakat, infeksi cacing T. trichiura dengan gejala ringan tidak banyak
menimbulkan perhatian. Pada infeksi berat dengan diare yang terus menerus dengan darah di
dalam tinja. Adanya kasus diare yang sedang berlangsung selama berbulan-bulan menyebabkan
pertumbuhan anak tidak memuaskan, berat badan berkurang dan tidak sesuai dengan umur
(Margono, 2001).
Pada kasus infeksi berat, dapat menimbulkan intoksikasi sistemik dan di ikuti anemia
yang dapat menyertai infeksi dengan kadar Hb 3 mg per 100 ml darah. Rupanya cacing ini juga
mengisap darah hospes, perdarahan dapat terjadi pada tempat melekatnya, kira-kira 0,005 ml
darah setiap hari terbuang akibat di isap oleh se ekor cacing ini (Brown, 1993). Berbagai
44
gangguan tersebut di atas, ternyata dapat mengakibatkan pula gangguan kognitif secara tidak
langsung. Dilaporkan oleh Hadidjaya (1996) bahwa gangguan kognitif bisa terjadi secara
langsung, ia menemukan terdapat hubungan kausal antara infeksi cacing Ascaris lumbricoides
dengan fungsi kognitif. Penelitian Nokes, dkk. (1998) melakukan tes kognitif terhadap anak-anak
usia sekolah (9-12 tahun) yang terinfeksi cacing Trichuris trichiura dari sedang sampai berat.
Hasil tes menunjukkan penurunan kandungan cacing cenderung secara bermakna dapat
meningkatkan daya ingat dan pendengaran. Jadi ada hubungan kausal antara anak usia sekolah
yang terinfeksi cacing dengan kemampuan kognitifnya.
Mohammad (2004) menggunakan TONI-tes (tes non verbal intelligence) untuk melihat
gangguan fungsi kognitif anak-anak yang terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides dan Trichuris
trichiura dari sedang sampai berat pada anak-anak Sekolah Dasar di daerah pedesaan Trengganu
(Malaysia), ternyata intensitas penyakit cacingan tersebut mempunyai pengaruh bermakna
terhadap kemampuan anak dalam memecahkan masalah.
Di Indonesia prevalensi infeksi A. lumbricoides 71 %, T. trichiura 80 % dan Cacing
tambang 40 % pada anak-anak Sekolah Dasar. Adanya gangguan kognitif secara langsung
maupun tidak langsung pada penderita infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah,
menunjukkan bahwa mutu sumber daya manusia di Indonesia paling sedikit 65 % terganggu.
Upaya pemberantasan penyakit cacingan secara berkesinambungan, dapat menurunkan bahkan
mungkin menghilangkan sama sekali infeksi cacing di masyarakat. Dengan upaya ini diharapkan
mutu sumber daya manusia masyarakat Indonesia dapat ditingkatkan.
3. MENSTRUASI
Menstruasi adalah perdarahan periodik pada uterus yang dimulai sekitar 14 hari setelah
ovulasi (Bobak, 2004)
Menstruasi adalah perdarahan vagina secara berkala akibat terlepasnya lapisan
endometrium uterus. Fungsi menstruasi normal merupakan hasil interaksi antara hipotalamus,
hipofisis, dan ovarium dengan perubahan-perubahan terkait pada jaringan sasaran pada saluran
reproduksi normal, ovarium memainkan peranan penting dalam proses ini, karena tampaknya
45
bertanggung jawab dalam pengaturan perubahan-perubahan siklik maupun lama siklus
menstruasi (Greenspan, 1998).
Siklus Menstruasi
1) Gambaran klinis menstruasi
Sebagian besar wanita pertengahan usia reproduktif, perdarahan menstruasi terjadi setiap
25-35 hari dengan median panjang siklus adalah 28 hari. Wanita dengan siklus ovulatorik, selang
waktu antara awal menstruasi hingga ovulasi – fase folikular – bervariasi lamanya. Siklus yang
diamati terjadi pada wanita yang mengalami ovulasi. Selang waktu antara awal perdarahan
menstruasi – fase luteal – relatif konstan dengan rata-rata 14 ± 2 hari pada kebanyakan wanita
(Grenspan, 1998).
46
Lama keluarnya darah menstruasi juga bervariasi; pada umumnya lamanya 4 sampai 6
hari, tetapi antara 2 sampai 8 hari masih dapat dianggap normal. Pengeluaran darah menstruasi
terdiri dari fragmen-fragmen kelupasan endrometrium yang bercampur dengan darah yang
banyaknya tidak tentu. Biasanya darahnya cair, tetapi apabila kecepatan aliran darahnya terlalu
besar, bekuan dengan berbagai ukuran sangat mungkin ditemukan. Ketidakbekuan darah
menstruasi yang biasa ini disebabkan oleh suatu sistem fibrinolitik lokal yang aktif di dalam
endometrium.
Rata-rata banyaknya darah yang hilang pada wanita normal selama satu periode
menstruasi telah ditentukan oleh beberapa kelompok peneliti, yaitu 25-60 ml. Konsentrasi Hb
normal 14 gr per dl dan kandungan besi Hb 3,4 mg per g, volume darah ini mengandung 12-29
mg besi dan menggambarkan kehilangan darah yang sama dengan 0,4 sampai 1,0 mg besi untuk
setiap hari siklus tersebut atau 150 sampai 400 mg per tahun (Cunningham, 1995).
2) Aspek hormonal selama siklus menstruasi
Mamalia, khususnya manusia, siklus reproduksinya melibatkan berbagai organ, yaitu
uterus, ovarium, vagina, dan mammae yang berlangsung dalam waktu tertentu atau adanya
sinkronisasi, maka hal ini dimungkinkan adanya pengaturan, koordinasi yang disebut hormon.
Hormon adalah zat kimia yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin, yang langsung dialirkan dalam
peredaran darah dan mempengaruhi organ tertentu yang disebut organ target. Hormon-hormon
yang berhubungan dengan siklus menstruasi ialah ;
a) Hormon-hormon yang dihasilkan gonadotropin hipofisis :
o Luteinizing Hormon (LH)
o Folikel Stimulating Hormon (FSH)
o Prolaktin Releasing Hormon (PRH)
b) Steroid ovarium
Ovarium menghasilkan progestrin, androgen, dan estrogen. Banyak dari steroid yang
dihasilkan ini juga disekresi oleh kelenjar adrenal atau dapat dibentuk di jaringan perifer melalui
pengubahan prekursor-prekursor steroid lain; konsekuensinya, kadar plasma dari hormon-
hormon ini tidak dapat langsung mencerminkan aktivitas steroidogenik dari ovarium.
3) Fase-fase dalam siklus menstruasi
47
Setiap satu siklus menstruasi terdapat 4 fase perubahan yang terjadi dalam uterus. Fase-
fase ini merupakan hasil kerjasama yang sangat terkoordinasi antara hipofisis anterior, ovarium,
dan uterus. Fase-fase tersebut adalah :
a) Fase menstruasi atau deskuamasi
Fase ini, endometrium terlepas dari dinding uterus dengan disertai pendarahan dan
lapisan yang masih utuh hanya stratum basale. Fase ini berlangsung selama 3-4 hari.
b) Fase pasca menstruasi atau fase regenerasi
Fase ini, terjadi penyembuhan luka akibat lepasnya endometrium. Kondisi ini mulai sejak
fase menstruasi terjadi dan berlangsung selama ± 4 hari.
c) Fase intermenstum atau fase proliferasi
Setelah luka sembuh, akan terjadi penebalan pada endometrium ± 3,5 mm. Fase ini
berlangsung dari hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus menstruasi.
Fase proliferasi dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :
o Fase proliferasi dini, terjadi pada hari ke-4 sampai hari ke-7. Fase ini dapat dikenali dari epitel
permukaan yang tipis dan adanya regenerasi epitel.
o Fase proliferasi madya, terjadi pada hari ke-8 sampai hari ke-10. Fase ini merupakan bentuk
transisi dan dapat dikenali dari epitel permukaan yang berbentuk torak yang tinggi.
o Fase proliferasi akhir, berlangsung antara hari ke-11 sampai hari ke-14. Fase ini dapat dikenali
dari permukaan yang tidak rata dan dijumpai banyaknya mitosis.
d) Fase pramenstruasi atau fase sekresi
Fase ini berlangsung dari hari ke-14 sampai ke-28. Fase ini endometrium kira-kira tetap
tebalnya, tetapi bentuk kelenjar berubah menjadi panjang berkelok-kelok dan mengeluarkan
getah yang makin lama makin nyata. Bagian dalam sel endometrium terdapat glikogen dan kapur
yang diperlukan sebagai bahan makanan untuk telur yang dibuahi.
Fase sekresi dibagi dalam 2 tahap, yaitu :
o Fase sekresi dini, pada fase ini endometrium lebih tipis dari fase sebelumnya karena
kehilangan cairan.
48
o Fase sekresi lanjut, pada fase ini kelenjar dalam endometrium berkembang dan menjadi lebih
berkelok-kelok dan sekresi mulai mengeluarkan getah yang mengandung glikogen dan lemak.
Akhir masa ini, stroma endometrium berubah kearah sel-sel; desidua, terutama yang ada di
seputar pembuluh-pembuluh arterial. Keadaan ini memudahkan terjadinya nidasi (Hanafiah,
1997).
4) Mekanisme siklus menstruasi
Selama haid, pada hari bermulanya diambil sebagai hari pertama dari siklus yang baru.
Akan terjadi lagi peningkatan dari FSH sampai mencapai kadar 5 ng/ml (atau setara dengan 10
mUI/ml), dibawah pengaruh sinergis kedua gonadotropin, folikel yang berkembang ini
menghasilkan estradiol dalam jumlah yang banyak. Peningkatan serum yang terus-menerus pada
akhir fase folikuler akan menekan FSH dari hipofisis. Dua hari sebelum ovulasi, kadar estradiol
mencapai 150-400 pg/ml. Kadar tersebut melebihi nilai ambang rangsang untuk pengeluaran
gonadotropin pra-ovulasi. Akibatnya FSH dan LH dalam serum akan meningkat dan mencapai
puncaknya satu hari sebelum ovulasi. Saat yang sama pula, kadar estradiol akan kembali
menurun. Kadar maksimal LH berkisar antara 8 dan 35 ng/ml atau setara dengan 30-40 mUI/ml,
dan FSH antara 4-10 ng/ ml atau setara dengan 15-45 mUI/ml.
Terjadinya puncak LH dan FSH pada hari ke-14, maka pada saat ini folikel akan mulai
pecah dan satu hari kemudian akan timbul ovulasi. Bersamaan dengan ini dimulailah
pembentukan dan pematangan korpus luteum yang disertai dengan meningkatnya kadar
progesteron, sedangkan gonadotropin mulai turun kembali. Peningkatan progesteron tersebut
tidak selalu memberi arti, bahwa ovulasi telah terjadi dengan baik, karena pada beberapa wanita
yang tidak terjadi ovulasi tetap dijumpai suhu basal badan dan endometrium sesuai dengan fase
luteal.
Awal fase luteal, seiring dengan pematangan korpus luteum. Sekresi progesteron terus
menerus meningkat dan mencapai kadar antara 6 dan 20 ng/ml. Estradiol yang dikeluarkan
terutama dari folikel yang besar yang tidak mengalami atresia, juga tampak pada fase luteal
dengan konsentrasi yang lebih tinggi daripada selama permulaan atau pertengahan fase folikuler.
Produksi estradiol dan progesteron maksimal dijumpai antara hari ke-20 dan 23 (Jacoeb, 1994).
49
50
4. ERITROPOESIS
1. Definisi Eritropoesis
Eritropoesis adalah proses pembuatan eritrosit, pada janin dan bayi proses ini berlangsung di
limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang dewasa terbatas hanya pada sumsum tulang.
(Dorland edisi 31)
2. Mekanisme Eritropoesis
Sel darah berasal dari sel stem hemopoetik pluripoten yang berada pada sumsum tulang. Sel ini
kemudian akan membentuk bermacam macam sel darah tepI. Asal sel yang akan terbentuk
selanjutnya adalah sel stem commited, Sel ini akan dapat meghasilkan Unit pembentuk koloni
eritrosit (CFU-E) dan Unit granulosit dan monosit (CFU-GM).
Pada eritropoesis, CFU-E membentuk banyak sel Proeritroblas sesuai dengan
rangsangan. Proeritroblas akan membelah berkali-kali menghasilkan banyak sel darah merah
matur ya itu Basofil Eritroblas. Sel ini sedikit sekali mengumpulkan hemoglobin. Selanjutnya sel
ini akan berdifferensiasi menjadi Retikulosit dengan sel yang sudah dipenuhi dengan
hemoglobin. Retikulosit masih mengandung sedikit bahan basofilik. Bahan basofilik ini akan
menghilang dalam waktu 1-2 hari dan menjadi eritrosit matur.
3. Sel Seri Eritropoesis
Rubriblast
Rubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritrosit, merupakan sel termuda dalam sel
eritrosit. Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti dan kromatin yang halus. Dengan
51
pulasan Romanowsky inti berwarna biru kemerah-merahan sitoplasmanya berwarna biru. Ukuran
sel rubriblast bervariasi 18-25 mikron. Dalam keadaan normal jumlah rubriblast dalam sumsum
tulang adalah kurang dari 1 % dari seluruh jumlah sel berinti
Prorubrisit
Prorubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik. Pada pewarnaan
kromatin inti tampak kasar dan anak inti menghilang atau tidak tampak, sitoplasma sedikit
mengandung hemoglobin sehingga warna biru dari sitoplasma akan tampak menjadi sedikit
kemerah-merahan. Ukuran lebih kecil dari rubriblast. Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4 %
dari seluruh sel berinti.
Rubrisit
Rubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast polikromatik. Inti sel ini
mengandung kromatin yang kasar dan menebal secara tidak teratur, di beberapa tempat tampak
daerah-daerah piknotik. Pada sel ini sudah tidak terdapat lagi anak inti, inti sel lebih kecil
daripada prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak, mengandung warna biru karena
kandungan asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah karena kandungan hemoglobin,
tetapi warna merah biasanya lebih dominan. Jumlah sel ini dalam sumsum tulang orang dewasa
normal adalah 10-20 %.
Metarubrisit
Sel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik. Inti sel ini
kecil padat dengan struktur kromatin yang menggumpal. Sitoplasma telah mengandung lebih
banyak hemoglobin sehingga warnanya merah walaupun masih ada sisa-sisa warna biru dari
RNA. Jumlahnya dalam keadaan normal adalah 5-10 %.
Retikulosit
Pada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan penglepasan inti sel,
masih diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa RNA. Sebagian proses ini
berlangsung di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi dalam darah tepi. Pada saat proses
maturasi akhir, eritrosit selain mengandung sisa-sisa RNA juga mengandung berbagai fragmen
52
mitokondria dan organel lainnya. Pada stadium ini eritrosit disebut retikulosit atau eritrosit
polikrom. Retikulum yang terdapat di dalam sel ini hanya dapat dilihat dengan pewarnaan
supravital. Tetapi sebenarnya retikulum ini juga dapat terlihat segai bintik-bintik abnormal dalam
eritrosit pada sediaan apus biasa. Polikromatofilia yang merupakan kelainan warna eritrosit yang
kebiru-biruan dan bintik-bintik basofil pada eritrosit sebenarnya disebabkan oleh bahan ribosom
ini. Setelah dilepaskan dari sumsum tulang sel normal akan beredar sebagai retikulosit selama 1-
2 hari. Kemudian sebagai eritrosit matang selama 120 hari. Dalam darah normal terdapat 0,5-2,5
% retikulosit.
Eritrosit
Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkav dengan ukuran diameter 7-8
um dan tebal 1,5-2,5 um. Bagian tengah sel ini lebih tipis daripada bagian tepi. Dengan
pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna kemerah-merahan karena mengandung hemoglobin.
Eritrosit sangat lentur dan sangat berubah bentuk selama beredar dalam sirkulasi. Umur eritrosit
adalah sekitar 120 hari dan akan dihancurkan bila mencapai umurnya oleh limpa. Banyak
dinamika yang terjadi pada eritrosit selama beredar dalam darah, baik mengalami trauma,
gangguan metabolisme, infeksi Plasmodium hingga di makan oleh Parasit.
53
Apabila sumsum tulang mengalami kelainan, misalnya fibrosis, eritropoesis akan terjadi
di luar sumsum tulang seperti pada lien dan hati maka proses ini disebut juga sebagai eritropoesis
ekstra meduler
4. Faktor yang Mempengaruhi Eritropoesis
Keseimbangan jumlah eritrosit yang beredar di dalam darah mencerminkan adanya
keseimbangan antara pembentukan dan destruksi eritrosit. Keseimbangan ini sangat penting,
karena ketika jumlah eritrosit turun akan terjadi hipoksia dan ketika terjadi kenaikan jumlah
eritrosit akan meningkatkan kekentalan darah.
Untuk mempertahankan jumlah eritrosit dalam rentang hemostasis, sel-sel baru
diproduksi dalam kecepatan yang sangat cepat yaitu lebih dari 2 juta per detik pada orang yang
sehat. Proses ini dikontrol oleh hormone dan tergantung pada pasokan yang memadai dari besi,
asam amino dan vitamin B tertentu.
• Hormonal Control
Stimulus langsung untuk pembentukan eritrosit disediakan oleh hormone eritropoetin
( EPO ) dan hormon glikoprotein. Ginjal memainkan peranan utama dalam produksi EPO.
Ketika sel-sel ginjal mengalami hipoksia ( kekurangan O2 ), ginjal akan mempercepat pelepasan
eritropoetin. Penurunan kadar O2 yang memicu pembentukan EPO :
1. Kurangnya jumlah sel darah merah atau destruksi eritrosit yang berlebihan
2. Kurang kadar hemoglobin di dalam sel darah merah ( seperti yang terjadi pada defisiensi besi )
3. Kurangnya ketersediaan O2 seperti pada daerah dataran tinggi dan pada penderita pneumonia.
54
Peningkatan aktivitas eritropoesis ini menambah jumlah sel darah merah dalam darah,
sehingga terjadi peningkatan kapasitas darah mengangkut O2 dan memulihkan penyaluran O2 ke
jaringan ke tingkat normal. Apabila penyaluran O2 ke ginjal telah normal, sekresi eritropoetin
dihentikan sampai diperlukan kembali. Jadi, hipoksia tidak mengaktifkan langsung sumsum
tulang secara langsung, tapi merangsang ginjal yang nantinya memberikan stimulus hormone
yang akan mengaktifkan sumsum tulang.
Selain itu, testosterone pada pria juga meningkatkan produksi EPO oleh ginjal. Hormone sex
wanita tidak berpengaruh terhadap stimulasi EPO, itulah sebabnya jumlah RBC pada wanita
lebih rendah daripada pria.
• Eritropoeitin
- Dihasilkan oleh: sel interstisial peritubular ginjal,hati
- Stimulus pembentukan eritroprotein: tekanan O2 dalam jaringan ginjal.
55
- ↓ penyaluran O2 ke ginjal merangsang ginjal mengeluarkan hormon eritropoetin ke
dalam darah → merangsang eritropoiesis di sumsum tulang dengan merangsang proliferasi dan
pematangan eritrosit →jumlah eritrosit meningkat→kapasitas darah mengangkut O2 ↑ dan
penyaluran O2 ke jaringan pulih ke tingkat normal → stimulus awal yang mencetuskan sekresi
eritropoetin hilang sampai diperlukan kembali.
- Pasokan O2 ↑ ke jaringan akibat peningkatan massa eritrosit/Hb dapat lebih mudah
melepaskan O2 : stimulus eritroprotein turun
- Fungsi: mempertahankan sel-sel precursor dengan memungkin sel-sel tsb terus
berproliferasi menjadi elemen-elemen yg mensintesis Hb.
- Bekerja pada sel-sel tingkat G1
- Hipoksia: rangsang fisiologis dasar untuk eritropoeisis karena suplai O2 & kebutuhan
mengatur pembentukan eritrosit.
5. METABOLISME BESI
Jumlah zat besi di dalam tubuh orang dewasa sehat adalah lebih kurang sebanyak 4 gram.
Sebagian besar yaitu 2,5 gram berada di dalam sel-sel darah merah atau hemoglobin. Zat besi
yang terdapat di dalam pigmen pada otot disebut myoglobin yang berfungsi untuk menangkap
dan memberikan oksigen. Enzim intraselluler yang disebut phorphyrin juga mengandung zat
besi. Enzim lain yang terpenting diantaranya adalah cytochrome yang selalu banyak terdapat di
dalam sel. Pada orang yang sehat. sebagian zat besi yaitu lebih kurang 1 gram disimpan didalam
hati yang berikatan dengan protein yang disebut ferritin (7). Didalam tubuh zat besi mempunyai
fungsi yang berhubungan dengan pengangkutan, penyimpanan dan pemanfaatan oksigen yang
berada dalam bentuk hemoglobin. myoglobin atau cytochrome. Untuk memenuhi kebutuhan
guna pembentukan hemoglobin. sebagian besar zat besi yang berasal dari pemecahan sel darah
akan dimanfaatkan kembali. kemudian baru kekurangannya harus dipenuhi dan diperoleh
melalui makanan (5).
Keseimbangan zat besi di dalam tubuh perlu dipertahankan yaitu jumlah zat besi yang
dikeluarkan dari tubuh sarna dengan jumlah zat besi yang diperoleh tubuh dari makanan. Bila zat
besi dari makanan tidak mencukupi. maka dalam waktu lama akan mengakibatkan anemia. Sel-
56
sel darah merah berumur 120 hari. jadi sesudah 120 hari sel-sel darah merah mati. dan diganti
dengan yang baru. Proses penggantian sel darah merah dengan sel-sel darah merah baru disebut
turn over (6.7).
Setiap hari turn over zat besi ini berjumlah 35 mg, tetapi tidak semuanya harus
didapatkan dari makanan. Sebagian besar yaitu sebanyak 34 mg didapat dari penghancuran sel-
sel darah merah yang tua, yang kemudian disaring oleh tubuh untuk dapat dipergunakan lagi oleh
sum-sum tulang untuk pembentukan sel-sel darah merah baru. Hanya 1 mg zat besi dari
penghancuran sel-sel darah merah tua yang dikeluarkan oleh tubuh melalui kulit, saluran
pencernaan dan air kencing.
Jumlah zat besi yang hilang lewat jalur ini disebut sebagai kehilangan basal (7). Senyawa
zat besi dalam tubuh dapat dibedakan menjadi dua bagian. yaitu:
a). Yang berfungsi untuk keperluan metabolik dan; b). Yang berbentuk simpanan atau reserve.
Yang termasuk bagian pertama adalah hemoglobin. myoglobin dan cytochrom dan beberapa zat
besi lainnya yang berikatan dengan protein. Senyawa ini berfungsi sebagai transport. menyimpan
dan menggunakan oksigen. Senyawa zat besi dalam reserve ini berfungsi mempertahankan
keseimbangan homeostatis. Apabila konsumsi zat besi dari makanan tidak cukup, maka zat besi
dari ferritin dan hemosiderin dimobilisasi untuk mempertahankan produksi hemoglobin yang
normal (7).
57
Kesimpulan
Ny. Mona, 41 tahun, mengalami anemia defisiensi besi disebabkan oleh menstruasi yang
berlebihan dan berkepanjangan dan infeksi cacing tambang.
58
Usia
Gangguan hormonal
Hiperplasi endometrium
Fase luteal memendek
Menstruasi excessive dan prolonged
Perdarahankronik
Cadangan Fe turun
Gangguaneritropoiesis
Anemia defisiensi Fe
hipoksiajaringan
kompensasiatrofimukosalambungenergyturunmetabolismanaerob
pucat HR naik
palpitasi
HClturun
pencernaantidak normal
nausea
LemahAsamlaktat
Lelah
Koilonikiacheilitis
gangguan myoglobin, enzimgliserofosfatoksi
dase
KERANGKA KONSEP
59
DAFTAR PUSTAKA
Andrews, N.C., 2005. Understanding Heme Transport. N Engl J Med; 23: 2508-9).
Buku Patologi Klinik penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Ed IV penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Corwin, Elizabeth J. Buku saku patofisiologi
Dorland, W.A. Newman. 2007. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 31. Jakarta: EGC.
Fifendy, M. 2011. Gangguan Fungsi Kognitif Akibat Infeksi Cacing yang Ditularkan Melalui
Tanah. Padang: FMIPA UNP. Available at: http://fmipa.unp.ac.id/artikel-129-gangguan-
fungsi-kognitif-akibat-infeksi-cacing--yang-ditularkan-melalui-tanah.html. Access on 26
Desember 2012.
Guyton, Arthur C. dkk. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Harmening, Denise. (2009). Clinical Hematology and Fundamentals of Hemostasis. F.A. Davis
Iseelbacher, dkk. Harrison Prinsip – Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. 2000. Jakarta : EGC
Jantung Berdebar, Apa yang Dapat Anda Lakukan?. 2010. Majalah Kesehatan. Available at:
http://majalahkesehatan.com/jantung-berdebar-apa-yang-dapat-anda-lakukan/. Access on:
26 Desember 2012.
Mayo Clinic Staff. Heart Palpitations. Available from: http://www.mayoclinic.com/health/heart-
palpitations/DS01139/DSECTION=risk-factors . Access on 26 Desember 2012.
Patologi Umum dan Khusus UI Edisi 5
Price, Sylvia Anderson, Loraine McCarty Wilson.2005.Patofisiologi:konsep klinis proses-proses
penyakit.Jakarta:EGC.
Tortora, Gerard J; and Derrickson, Bryan. 2009. Principles of Anatomy and Physiology Twelf
Edition. Djvu
Wijaya, Yoppy. 2007. Anemia Defisiensi Zat Besi.pdf
http://bidandesa.com/7-jenis-anemia-dalam-kehamilan.html
http://pushtop.blogspot.com/2012/05/jenis-anemia-dan-penyebabnya.html
60
http://www.psychologymania.com/2012/09/sediaan-apus-darah-tepi.html
http://en.wikipedia.org/wiki/Fecal_occult_blood
http://vetgator.com/berbagai-metode-pemeriksaan-parasit/
http://obgyn-rscmfkui.com/berita.php?id
61
62