RESUME
UJIAN TENGAH SEMESTER GENAP PROGRAM DIPLOMA III
SPESIALISASI PAJAK
TAHUN AKADEMIK 2014/2015
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
Sejarah Pajak Tidak Langsung
1) Pajak Pembangunan I (PPb I)
a. Mulanya sukarela
b. 1 Juni 1947 resmi dipungut atas rumah makan
c. UU No 32 Tahun 1956 dilimpahkan ke Pemda
2) Pajak Peredaran 1950 (Ppe 1950)
a. Dikenakan atas penyerahan barang/jasa di Indonesia
b. Dikenakan tiap jalur distribusi
c. Satu tarif (single rate) 2,5%
d. Bersifat kumulatif
3) Pajak Penjualan (PPn 1951)
a. UU Darurat No 19 Tahun 1951, berlaku 1 Oktober 1951
b. Ditingkatkan jadi Undang-Undang dg UU No 35 tahun 1953
c. Single stage tax pada tingkat pabrikan (manufacturers sales tax)
d. Mengalami perluasan objek 18 jenis jasa
e. Mengalami perluasan objek umtuk impor
4) Pajak Pertambahan Nilai (PPN 1984)
Karakteristik Pajak Tidak Langsung
1. Pajak Tidak Langsung
Pajak tidak langsung artinya beban pajak dialihkan ke pihak lain, sedangkan tanggung jawab pembayarannya ke kas negara tidak berada pada orang yang menanggung beban pajak tersebut.
2. Pajak Objektif
Timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh peristiwa atau perbuatan hukum yang dapat dikenakan pajak. Tidak melihat kondisi subjek pajak.
3. Pajak atas konsumsi umum dalam negeri
Pajak atas konsumsi mengandung makna bahwa :
a. PPN bukan pajak atas kegiatan bisnis.
b. Pemikul beban pajak adalah konsumen
4. Multi Stage Tax
PPN dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi
5. Indirect Subtraction Method/Credit Method/Invoice Method
6. Bersifat netral
7. Tidak menimbulkan pengenaan pajak berganda
8. Menggunakan tarif tunggal
Diatur dalam pasal 7 UU PPN 1985.
Untuk menghitung PPN dapat dilakukan melalui tiga metode yaitu :
Subtraction method (metode pengurangan secara langsung), yaitu dengan cara mengalikan tarif PPN dengan selisih antara harga jual dengan harga beli.
Indirect subtraction method (metode pengurangan secara tidak langsung), yaitu dengan cara mengurangkan PPN yang dipungut oleh penjual atau pengusaha jasa atas
penyerahan barang atau jasa, dengan PPN yang dibayar kepada penjual atau pengusaha jasa lain atas perolehan barang atau jasa.
Addition method (metode penghitungan nilai tambah), yaitu mengalikan tarif PPN dengan hasil penjumlahan unsur-unsur nilai tambah.
Mekanisme PPN
1. Mekanisme umum
PKP yg melakukan penyerahan BKPJKP) wajib memungut PPN daripembeli/penerima BKP/JKP dg membuat FP.
PPN yg tercantum dlm FP merupakan PK (Out Put Tax) bagi PKP Penjual BKP/JKP, yg sifatnya sbg pjk yg harus dibayar (hutang pjk).
Pada waktu PKP di atas melakukan pembelian/perolehan BKP/JKP yg dikenakan PPN, PPN tersebut merupakan PM (Out Put Tax), yg sifatnya sbg pajak yg dibayar di muka, sepanjang BKP/JKP yg dibeli tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan usahanya.
Untuk setiap masa pajak (setiap bulan), apabila jumlah PK lebih besar dari pada PM, maka selisihnya harus disetor ke Kas Negara. Dan sebaliknya, apabila jumlah PM lebih besar dari pada PK, maka selisih tersebut dapat di kompensasi ke masa pajak berikutnya atau diminta kembali (restitusi)
Pengusaha Kena Pajak di atas wajib menyampaikan Laporan Perhitungan PPN setiap bulan (SPT Masa PPN) ke Kantor Pelayanan Pajak
2. Mekanisme khusus
apabila yg bertindak sebagai pembeli BKP/JKP tsb berstatus Pemungut PPN (Pembeli Khusus), PPN yg terutang atas transaksi penyerahan BKP/JKP tidak dipungut oleh PKP Penjual, malainkan disetor langsung ke kas negara oleh Pemungut PPN tsb. Dg demikian, Pemungut PPN hanya membayar kpd PKP Penjual sebesar harga jual, sedangkan PPN-nya (10%) disetor langsung ke kas negara.
Pemungut PPN (Pembeli Khusus) terdiri dari ;
Bendahara Pemerintah
Kontraktor Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
BUMN
Dasar Hukum PPN
Objek PPN
Umum
Pasal 4
Khusus (mulai ada sejak UU No 11 Tahun 1994)
Pasal 16 C Kegiatan Membangun Sendiri Yang Dilakukan Tidak Dalam Kegiatan Usaha Atau Pekerjaan
Pasal 16 D Penyerahan barang kena pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh pengusaha kena pajak
Terminologi dalam perumusan PPN
1. barang kena pajak
Semua barang pada prinsipnya merupakan Barang Kena Pajak (dikenakan PPN) kecuali yg ditentukan lain oleh UU PPN itu sendiri. (UU PPN menganut azas negatif list)
Barang yang tidak dikenai pajak pertambahan nilai (non BKP) :
barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya
a) barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak
b) makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya
c) uang, emas batangan, dan surat berharga.
2. Jasa kena pajak
Semua jasa pada prinsipnya merupakan Jasa Kena Pajak (dikenakan PPN) kecuali yg ditentukan lain oleh UU PPN itu sendiri. Yang diatur secara rinci oleh Undang Undang PPN adalah jasa-jasa yg tidak dikenakan PPN, yaitu di Pasal 4A ayat (3) Undang Undang Nomor 42 Tahun 2009.
Jasa tidak kena pajak :
a) jasa pelayanan kesehatan medis,
b) jasa pelayanan sosial
c) jasa pengiriman surat dengan perangko
d) jasa keuangan
e) jasa asuransi
f) jasa keagamaan
g) jasa pendidikan
h) jasa kesenian dan hiburan
i) jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan
j) jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri.
k) jasa tenaga kerja
l) jasa perhotelan
m) jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum
n) jasa penyediaan tempat parkir.
o) jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam
p) jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan
q) jasa boga atau katering
3. penyerahan barang kena pajak
yang termasuk penyerahan barang kena pajak:
a) Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian
b) Pengalihan Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa guna usaha (leasing).
c) Penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang.
d) Pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak. Pemakaian sendiri untuk tujuan produktif tidak dilakukan pemungutan PPN.
e) Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan
f) penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang.
g) penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi
h) penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak yang membutuhkan Barang Kena Pajak
Yang tidak termasuk penyerahan barang kena pajak:
a) penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
b) penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang-piutang
c) Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang, dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan pemusatan tempat pajak terutang.
d) pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak
e) Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.
4. Daerah Pabean
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang yang mengatur mengenai kepabeanan.
Impor barang kena pajak
Siapapun yang memasukkan Barang Kena Pajak ke dalam Daerah Pabean, tanpa memperhatikan apakah dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya atau tidak, tetap dikenai pajak
Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud Dari Luar Daerah Pabean Di Dalam Daerah Pabean
atas Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapa pun di dalam Daerah Pabean juga dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapapun di dalam Daerah Pabean dikenai Pajak Pertambahan Nilai
Pengenaan PPN atas barang tidak berwujud atau jasa kena pajak dari luar daerah pabean:
10% x jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak apabila dalam jumlah tersebut tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai; atau
10/110 x jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak apabila dalam jumlah tersebut sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
Saat terutang
pada saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean tersebut
yang terjadi lebih dahulu antara :
a) harga perolehan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut dinyatakan sebagai utang oleh pihak yang memanfaatkannya;
b) harga jual Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau penggantian Jasa Kena Pajak tersebut ditagih oleh pihak yang menyerahkannya; atau
c) harga perolehan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut dibayar baik sebagian atau seluruhnya oleh pihak yang memanfaatkannya
atas PPN yang dipungut harus disetorkan sebelum tanggal 15 bulan berikutnya dan harus dilaporkan sebelum tanggal 20 bulan berikutnya
Ekspor BKP, JKP oleh PKP yang Terutang PPN
Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud adalah setiap kegiatan mengeluarkan Barang Kena Pajak Berwujud dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean. Pengusaha yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud hanya Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1)
Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud hanya pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1) UU PPN.
Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak
penyerahan Jasa Kena Pajak dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan dan melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud atas dasar pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan di luar Daerah Pabean.
Jasa yang tarif PPN nya 0%:
Jasa Maklon yang batasan kegiatannya memenuhi ketentuan
jasa perbaikan dan perawatan yang batasan kegiatannya memenuhi ketentuan;
jasa konstruksi
Mohon maaf apabila ada kesalahan,
Agus Riyanto 085729022128
The only true wisdom is in knowing you know nothing.
(Socrates)
Resume BIDDIK UMMP
Pajak Pertambahan Nilai - 2015
Pasal 4
(1) Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha;
b. impor Barang Kena Pajak;
c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh P engusaha;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean;
e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
f. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena P ajak;
g. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan
h. ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
(2) Ketentuan mengenai batasan kegiatan dan jenis Jasa Kena Pajak yang atas ekspornya dikenai
Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h diatur dengan Peraturan
Menteri Keuangan.
Pasal 4
(1) Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha;
b. impor Barang Kena Pajak;
c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean;
e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
f. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
g. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan
h. ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
(2) Ketentuan mengenai batasan kegiatan dan jenis Jasa Kena Pajak yang atas ekspornya dikenai
Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h diatur dengan Peraturan
Menteri Keuangan.
Top Related