7/27/2019 Refrat Bells Palsy
1/19
1
BAB I. PENDAHULUAN
Peralisis bell (bells palsy) atau prosoplegia adalah kelumpuhan nervus
fasialis perifer, terjadi secara akut, dan penyebabnya tidak diketahui atau tidak
menyertai penyakit lain yang dapat mengakibatkan lesi nervus fasialis.
meskipun penyakit ini pertama kali digambarkan oleh Sir charless Bell pada
tahun 1821, namun sampai saat ini masih banyak terdapat kontroversi mengenai
etiologi dan penatalaksanaannya. Bells palsy dapat mengenai semua umur,
namun demikian lebih sering terjadi pada umur 20-50 tahun. Peluang untuk
terjadinya paralisis bell pada laki-laki sama dengan pad wanita. Pada kehamilan
trimester ketiga dan dua minggu pasca persalinan kemungkinan timbulnya
paralisis bell lebih tinggi dari pada wanita tidak hamil, bahkan mencapai 10 kali
lipat. (Harsono)
Para ahli menyebutkan bahwa paralisis bell terjadi proses inflamasi akut
pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, disekitar foramen
stilomastoideus.paralisi bell ini hamper selalu terjadi unilateral. Namun
demikian dalam jarak waktu satu minggu atau lebih dapat terjadi paralisis
bilateral. Penyakit ini dapat berulang atau kambuh. Paralisis fasial perifer dapat
terjadi pada penyakit-penyakit tertentu, misalnya diabetes mellitus, hipertensi
berat, anestesi local pada pencabutan gigi, infeksi telinga bagian tengah, GBS,
kehamilan trimester terakhir, meningitis, perdarahan, dan trauma. Apabila factor
penyebabnya jelas maka disebut paralisis fasialis perifer dan bukannya paralisis
bell.(Harsono)
7/27/2019 Refrat Bells Palsy
2/19
2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1DefinisiPeralisis bell (bells palsy) atau prosoplegia adalah kelumpuhan nervus
fasialis perifer, terjadi secara akut, yang penyebabnya belum diketahui , tanpa
adanya kelainan neurologis lain.(Lumbantobing, 2008).Bells palsy adalah suatu
gangguan neurologis yang disebabkan oleh kerusakan saraf fasialis, yang
menyebabkan kelemahan atau paralisis satu sisi wajah. Paralisis ini
menyebabkan asimetri wajah serta mengganggu fungsi normal, seperti menutup
mata dan makan. Awitan bells palsy biasanya mendadak. Penderita setelah
bangun pagi mendapati salah satu sisi wajahnya asimetris. Gejala awal yang
ringan seperti kesemutan di sekitar bibir atau mata kering biasanya cepat
menjadi berat dalam waktu 48 jam atau kurang (George dewanto,2008).
2.2 Epidemiologi
Merupakan salah satu gangguan neurologi yang paling sering dijumpai.
Bells palsy sebagaian besar mengenai golongan usia 15-45 tahun. Wanita muda
usia 10-15 tahun lebih sering terkena dibandingkan laki-laki. Pasien denga
riwayat diabetes dan saat hamil berpeluang lebih besar terkena bells palsy. Pada
suatu penelitian menyebutkan bahwa wanita hamil memiliki resiko 3,3 kali
lebih tinggi dari wanita yang tidak hamil. Pasien yang sudah pernah mengalami
gangguan ini akan memiliki 8 persen resiko terjadinya kekambuhan.
2.3EtiologiPenyebab Bells palsy masih belum jelas, kemungkinan bisa disebabkan
karena gangguan vaskular, infeksi, genetic, atau imunologi. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan menyebutkan bahwa bells palsy dapat disebabkan
oleh infeksi virus herpes simpleks tipe 1 dan herpes zoster virus (Holland
Julian, 2004). Suatu studi yang membandingkan 10 pasien bells palsy dengan
10 pasien control menyebutkan bahwa virus herpes simpleks tipe 1 dapat
7/27/2019 Refrat Bells Palsy
3/19
3
diisolasi dari otot auricular posterior pada seorang pasien yang menderita bells
palsy. Sedangkan pada pasien yang lain ditemukan virus varisela zoster (VSV)
pada hasil biopsy. Dan hanya terdapat satu pasien saja dari hasil pemeriksaan
didapatkan peningkatan titer antibody terhadap VSV. Namun tidak didapatkan
peningkatan level serum antibody untuk herpes simpleks tipe 1 pada pasien
bells palsy lainnya. Penelitian lain menyebutkan bahwa dengan pemeriksaan
DNA, tidak berhasil menemukan virus herpes simpleks tipe 1 di dalam cairan
serebrospinal (CSF). Namun, pada salah satu pasien didapatkan DNA dari virus
herpes zoster-6 (HSV-6) yang berhasil diisolasi dari CSF (Charles Vega, 2008).
Inflamasi nervus fasialis pada bells palsy termasuk neuropraksia
reversible. Secara biologis virus herpes zoster lebih agresif dibandingkan
dengan virus herpes simpleks tipe 1 karena HSV menyebar transversal
sepanjang nervus fasialis melalui sel satelit (Holland Julian, 2004). Bells palsy
yang disebabkan oleh HSV sebagian besar akibat reaktivasi virus tersebut di
ganglion genikulatum. Namun mekanisme bagaimana virus ini dapat
menyebabkan bells palsy masih belum diketahui dengan pasti. Selain virus,kemungkinan penyebab bells palsy adalah komplikasi dari infeksi saluran napas
karena infeksi mycoplasma pneumonia. Pada 4 % kasus, factor genetic yakni
autosomal dominan dapat menjadi salah satu predisposisi terjadinya bells palsy
(Bruce Lo, 2010). Beberapa kasus menyebutkan bahwa factor iskemi pada
pasien dengan diabetes dan arteriosclerosis memiliki kecenderungan terkena
bells palsy seiring peningkatan usia. Hal ini dapat didukung dengan adanya
mononeuropati iskemik pada nervus kranial yang lain pada pasien dengan
diabetes (Donald H. Gilden, 2004).
7/27/2019 Refrat Bells Palsy
4/19
4
2.4Patofisiologi2.4.1 Anatomi nervus Fasialis (N VII)
Nervus fasialis atau nervus VII terutama merupakan saraf motoric, tetapi
pada perjalanannya nervus fasialis bergabung dengan nervus intermedius.
Nervus intermedius tersusun oleh serabut sekretomotorik untuk glandula
salivatorius dan serabut yang menghantarkan impuls pengecap dari 2/3 bagian
depan lidah. Inti motoric nervus fasialis terletak di bagian ventrolateral
tegmentum pontis. Akarnya menuju ke dorsomedial dahulu, kemudian
melingkari inti nervus abdusen dan setelah itu baru membelok ke ventrolateral
kembali untuk meninggalkan permukaan lateral pons. Disitu ia berdampingan
dengan nervus oktavus dan nervus intermedius. Bertiga masuk ke dalam liang os
petrosum melalui meatus akustikus internus. Nervus fasialis keluar dari os
petrosum kembali dan tiba di kavum timpani.
Kemudian ia turun dan sedikit membelok ke belakang dan keluar dari
tulang tengkorak melalui foramen stilomastoideum. Pada waktu turun ke bawahdan membelok ke belakang di kavum timpani, disitu ia bergabung dengan
ganglion genikulatum. Ganglion tersebut merupakan sel induk dari serabut
penghantar impuls pengecap yang dinamakan korda timpani. Juluran sel-sel
tersebut yang menuju ke batang otak adalah nervus intermedius. Disamping itu
ganglion tesebut memberikan cabang-cabang kepada ganglion otikum dan
sphenopalatinum yang menghantarkan impuls sekretomotorik otikum dan
sphenopalatinum yang menghantarkan impuls sekretomotorik untuk kelenjar
lender. Liang os petrosum yang nervus fasialis dinamakan akuaduktus Fallopi
atau kanalis fasialis. di situ nervus fasialis memberikan cabang untuk muskulus
stapedius dan lebih jauh sedikit dia menerima serabut-seabut korda timpani.
Berkas saraf ini menuju ke tepi atas kendang telinga dan membelok ke depan.
Melalui kanalikulus anterior ia keluar dari tengkorak dan tiba di bawah
pterigodeus eksternus. Di situ korda timpani menggabungkan diri pada nervus
lingualis yang merupakan cabang dari nervus mandibularis. Korda timpani
7/27/2019 Refrat Bells Palsy
5/19
5
menghantarkan impuls pengecap dari dua pertiga bagian depan lidah. Sebagai
saraf motoric mutlak nervus fasialis keluar dari foramen stilomastoideum dan
memberikan cabang-cabang kepada otot stilohioid dan venter posterior
muskulus digastrikus dan otot oksipitalis. Pangkal sisanya menuju ke glandula
parotis. Di situ ia bercabang-cabang lagi untuk menyarafi otot wajah dan
platisma.
Gambar 2.1 Perjalanan N.VII (1)
7/27/2019 Refrat Bells Palsy
6/19
6
Gambar 2.2 Perjalanan Nervus VII (2)
2.4.2 Patofisiologi Bells palsy
Impuls motoric yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat
gangguan di lintasan supranuklear, nuclear dan infranuklear. Lesi supranuklear
(UMN) bisa terletak di daerah wajah korteks motoric primer atau di jaras
kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah
somatotopik wajah di korteks motoric primer. Sedangkan lesi LMN bisa terletak
di pons, di sudut serebelopontin, di os petrosum atau kavum timpani, di foramen
stilomastoideum da pada cabang-cabang tepi nervus fasialis.
Pada kerusakan karena sebab apapun di jaras kortikobulbar atau bagian
bawah korteks motoric primer, otot wajah muka sisi kontralateral akan
memperlihatkan kelumpuhan jenis UMN. Ini berarti bahwa otot wajah bagian
bawah tampak lebih jelas lumpuh daripada bagian atasnya. Sudut mulut sisi
yang lumpuh tampak lebih rendah. Lipatan nasolabial sisi yang lumpuh
mendatar. Jika kedua sudut mulut disuruh diangkat, maka sudut mulut yang
7/27/2019 Refrat Bells Palsy
7/19
7
sehat saja yang dapat diangkat. Otot wajah bagian dahi tidak menunjukkan
kelemahan yang berarti. Juga tanda dari Bell (lagoftalmus dan elevasi bola mata)
tidak dapat dijumpai. Ciri kelumpuhan fasialis UMN ini dapat dimengerti,
karena subdivisi inti fasialis yang mengurus otot wajah di atas alis mendapatkan
innervasi kortikal secara bilateral. Sedangkan subdivisi inti fasialis yang
mengurus otot wajah lainnya hanya mendapat inervasi kortikal secara
kontralateral saja (Mahar mardjono,2008)
Sedangkan pada kelumpuhan jenis LMN seperti lesi pada nervus fasialis
di sekitar foramen stilomastoideum baik yang masih berada di sebelah dalam
maupun disebelah luar foramen tersebut, menimbulkan paralisis nervus fasialis
LMN ipsilateral tanpa gejala pengiring. Adapun paralisis nervus yang disebut
LMN itu ialah sesuai dengan paralisis fasialis perifer yang dapat dipercontohkan
dengan gambaran Bells palsy. Bells palsy merupakan kelumpuhan fasialis
perifer akibat proses non-supuratif, non-neoplastik, non-degeneratif primer
namun sangat dimungkinkan karena edema jinak pada bagian nervus fasialis di
foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yangmulanya akut.
Karena proses yang dikenal awam sebagai masuk angin atau dalam
bahasa inggris cold, nervus fasialis bisa sembab/edema. Karena itu nervus
fasialis bisa terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan
kelumpuhan fasialis LMN yang dinamakan Bells palsy. Bagian atas dan bawah
dari otot wajah seluruhnya lumpuh . dahi tidak dapat dikerutkan. Fisura
palpebral tidak dapat ditutup dan pada usaha memejam mata terlihatlah bola
mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa
dicucurkan dan platisma tidak bisa digerakkan. Karena lagoftalmus, maka air
mata tidak dapat disalurkan secara wajar sehingga tertimbun. Gejala-gejala
pengiring seperti ageusi dan hiperakusis tidak ada karena bagian nervus fasialis
yang terjepit di dalam foramen stilomastoideum sudah tidak mengandung lagi
serabut korda timpani dan serabut yang menyarafi muskulus stapedius.
7/27/2019 Refrat Bells Palsy
8/19
8
Patofisiologi bells palsy masih tetap diperdebatkan, namun teori
inflamasi merupakan salah satu patofisiologi yang dianggap penting. Dalam
teori inflamasi menyebutkan bahwa nervus fasialis mengalami pembengkakan
sehingga terjepit di dalam tulang temporal. Keadaan ini dapat dilihat pada
gambaran MRI. Dalam perjalanannya nervus fasialis melintasi bagian dari
tulang temporal yakni kanal fasial. Bagian awal dari kanal fasial yakni segmen
labirin merupakan daerah yang paling sempit. Kanal fasialis di daerah ini hanya
berdiameter 0,66 mm. Sehingga pada keadaan tertentu yang menyebabkan
nervus fasialis menjadi bengkak, iskemi, demyelinasi, atau proses kompresi
dapat mengakibatkan terjepitnya nervus fasialis (Bruce, 2010).
Gambar 2.3 Gambaran kelainan N VII pusat & perifer
7/27/2019 Refrat Bells Palsy
9/19
9
2.5Gejala Dan Tanda KlinikPada awalnya, penderita merasakan ada kelainan dimulut pada saat
bangun tidur, menggosok gigi atau berkumur, minum atau berbicara. Setelah
merasakan adanya kelainan di daerah mulut maka penderita biasanya
memperhatikannyalebih cermat dengan menggunakan cermin.Kelumpuhan
bells palsy melibatkan seluruh otot wajah sesisi. Bila dahi dikerutkan, lipatan
kulit dahi hanya tampak pada sisi yang sehat saja. Bila orang sakit disuruh
memejamkan matanya, maka pada sisi yang tidak sehat, kelopak mata tidak
dapat menutupi bola mata secara sempurna dan tampak berputarnya bola mata
ke atas. Fenomena tersebut dikenal sebagai tanda bell. Pada observasi sudah
dapat disaksikan juga bahwa gerakan kelopak mata yang tidak sehat lebih
lambat jika dibandingkan dengan gerakan kelopak mata yang sehat, dan kelopak
mata tidak dapat menutup sempurna sehingga terdapat celah mata. Fenomena
tersebut dikenal sebagai lagoftalmus. Lipatan nasolabial pada sisi kelumpuhan
mendatar. Dalam mengembungkan pipi terlihat bahwa pada sisi yang lumpuh
tidak mengembung. Dalam menjungurkan bibir, gerakan bibir tersebutmenyimpang ke sisi yang tidak sehat. Bila pasien disuruh untuk memperlihatkan
gigi geliginya atau disuruh meringis,sudut mulut sisi yang lumpuh tidak
terangkat sehingga mulut tampaknya mencong kearah yang sehat.
Selain kelumpuhan seluruh otot wajah sesisi, tidak didapati gangguan
lain yang mengiringinya. Tetapi dua hal yang harus disebut sehubungan dengan
ini. Pertama, air mata yang keluar secara berlebihan di sisi kelumpuhan dan
pengecapan pada dua per tiga lidah sisi kelumpuhan kurang tajam. Gejala yang
tersebut pertama timbul karena konjungtiva bulbi tidak dapat ditutup penuh oleh
kelopak mata yang lumpuh, sehingga mudah terkena iritasi angina, debu dsb.
Berkurangnya ketajaman pengecapan mungkin sekali disebabkan oleh edema
nervus fasialis di tingkat foramen stilomastoideus yang meluas sampai bagian
nervus dimana korda timpani bergabung (Priguna sidharta, 2008).
7/27/2019 Refrat Bells Palsy
10/19
10
Pada sebagian besar penderita Bells palsy kelumpuhannya akan
menyembuh, namun pada beberapa diantara mereka kelumpuhannya sembuh
dengan meninggalkan gejala sisa. Gejala sisa ini dapat berupa:
a. KontrakturHal ini dapat terlihat dari tertariknya otot, sehingga plika nasolabialis
lebih jelas terlihat dibanding pada sisi yang sehat. Bagi pemeriksa yang
belum berpengalaman mungkin bagian yang sehat ini yang disangkanya
lumpuh, sedangkan bagian yang lumpuh disangkanya sehat.
b. Sinkinesia (associated movement)Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu persatu atau
tersendiri, selalu timbul gerakan bersama. Bila pasien disuruh
memejamkan mata, maka otot orbicularis oris pun ikut berkontraksi dan
sudut mulut terangkat. Bila ia disuruh menggembungkan pipi, kelopak
mata ikut merapat.
c. Spasme spontanDalam hal ini otot-otot wajah bergerak secara spontan, tidak terkendali.Hal ini disebut tic fasialis. akan tetapi tidak semua tic fasialis merupakan
gejala sisa dari Bells palsy (Lumbantobing, 2008).
Sindrom air mata buaya (crocodile tears syndrome) merupakan gejala
sisa paralisi bell, beberapa bulan pasca awitan, dengan manifestasi klinis: air
mata bercucuran dari mata yang terkena pada saat penderita makan. Nervus
fasialis menginervasi glandula lakrimalis dan glandula salivarius
submandibularis. Diperkirakan terjadi regenerasi saraf salivarius tetapi dalam
perkembangannya terjadi salah jurusan menuju ke glandula lakrimalis.
7/27/2019 Refrat Bells Palsy
11/19
11
Gambar 2.4. Gambaran klinis pasien dengan Bellss Palsy
2.6 DiagnosisDiagnosis Bells palsy dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisis. Diagnosis Bell's palsy sering didasarkan pada gejala dan
gangguan yang lain yang berkuasa. Kondisi lain yang dapat menyebabkan
kelumpuhan wajah termasuk tumor wajah, kanker tertentu, dan penyakit
autoimun. Dokter biasanya dapat mengecualikan gangguan lain dengan
mengambil sejarah pasien gejala, dan dengan memeriksa kepala, leher, telinga,
dan mata. Selama pemeriksaan fisik, dokter mengamati rentang pasien gerakan
di berbagai bagian wajah (misalnya, menaikkan dan menurunkan alis, menutup
kedua mata). Jika satu alis tidak dapat diangkat atau hanya bisa terangkat
sedikit, ini menunjukkan bahwa satu sisi wajah lebih lemah. Demikian pula, jika
satu mata tidak dapat ditutup rapat, ini menunjukkan masalah dengan otot
pengendali. Jika kelumpuhan atau kelemahan otot dicatat di bagian lain dari
tubuh, Bell's palsy dapat dikesampingkan melalui tes diagnostik. tes Imaging
seperti computerized tomography (CT scan) atau magnetic resonance imaging
7/27/2019 Refrat Bells Palsy
12/19
12
(MRI scan) digunakan untuk mendeteksi infeksi, tumor, patah tulang, atau
kelainan lainnya di dalam dan di sekitar saraf wajah.
Mendengar dan tes keseimbangan yang digunakan untuk menentukan
apakah saraf yang bertanggung jawab atas pendengaran juga rusak dan menilai
cedera pada telinga bagian dalam. Pengujian dapat dilakukan untuk
mengevaluasi kemampuan mata untuk memproduksi air mata. Rasa rasa juga
bisa dievaluasi untuk menentukan lokasi dan tingkat keparahan lesi saraf wajah.
Elektromiografi (EMG) menilai cedera oleh elektrik merangsang syaraf wajah.
Listrik saat ini diterapkan pada kulit alih fungsi saraf dan saraf ditentukan oleh
jumlah arus yang dibutuhkan untuk menyebabkan kontraksi otot-otot wajah. Tes
ini sering diulang untuk menilai perkembangan penyakit dan sejauh mana
cedera. Uji laboratorium dapat membantu dokter menentukan penyebab yang
mendasari. Misalnya, tes darah untuk penyakit Lyme mungkin diperintahkan
jika ada kemungkinan bahwa pasien digigit kutu rusa, atau tes glukosa darah
dapat diperoleh untuk menentukan apakah pasien telah terdiagnosis
diabetes.Pada pemeriksaan nervus kranialis akan didapatkan adanya parese darinervus fasialis yang menyebabkan bibir mencong, tidak dapat memejamkan
mata dan rasa nyeri pada telinga. Hiperakusis dan augesia juga dapat ditemukan.
Harus dibedakan antara lesi UMN dan LMN. Pada Bells palsy lesinya bersifat
LMN
2.7Differensial DiagnosisKondisi lain yang dapat menyebabkan kelumpuhan nervus fasialis
diantaranya tumor, infeksi herpes zoster pada ganglion genikulatum (Ramsay
Hunt syndrom), penyakit Lyme, AIDS dan sarkoidosis) Guillain Barre syndrom,
DiabetesMellitus.
7/27/2019 Refrat Bells Palsy
13/19
13
Tabel 2.1 Differensial diagnosis Bells Palsy
2.8KomplikasiKira-kira 30% pasien Bells palsy yang sembuh dengan gejala sisa seperti
fungsi motorik dan sensorik yang tidak sempurna, serta kelemahan saraf
parasimpatik. Komplikasi yang paling banyak terjadi yaitu disgeusia atau
ageusia, spasme nervus fasialis yang kronik dan kelemahan saraf parasimpatik
yang menyebabkan kelenjar lakrimalis tidak berfungsi dengan baik sehingga
terjadiinfeksipadakornea.
2.9TerapiDasar dari pengobatan pada bells palsy adalah untuk menurunkan
kemungkinan terjadinya kelumpuhan yang sifatnya permanen yang disebabkan
oleh pembengkakan nervus fasialis di dalam kanal fasialis yang sempit. Terapi
harus diberikan seawall mungkin karena proses denervasi terjadi dalam waktu 4
7/27/2019 Refrat Bells Palsy
14/19
14
hari pertam dan Terapi yang biasanya digunakan dalam penatalaksanaan bells
palsy ialah:
1. Antiviral agent.Penemuan genom virus disekitar nervus fasialis memungkinkan
digunakannya agen-agen antivirus pada penatalaksanaan Bells palsy. Acyclovir
(400 mg selama 10 hari) dapat digunakan dalam penatalaksanaan Bells palsy
yang dikombinasikan dengan prednison atau dapat juga diberikan sebagai dosis
tunggal untuk penderita yang tidak dapat mengkonsumsi prednisone.
Penggunaan Acyclovir akan berguna jika diberikan pada 3 hari pertama dari
onset penyakit untuk mencegah replikasi virus.
2. KortikosteroidPemberian kortikosteroid masih tetap kontroversial. Berbagai laporan
menyatakan bahwa kortikosteroid sangat efektif untuk paralisis bell, sementara
itu laporan lainnya menyatakan bahwa kortikosteroid sama sekali tidak
bermanfaat. Di antara kontroversi tadi ada yang mengambil sikap jalan tengahialah dengan memberi saran agar kortikosteroid tetap diberikan hanya saja
cukup dalam waktu 4 hari pertama saja. Alasannya ialah bahwa dalam waktu 4
hari pertama tadi masih mungkin terjadi proses kea rah paralisis total.
Kortikosteroid dalam pengobatan bell palsy berperan sebagai anti inflamasi.
Biasanya dapat digunakan prednisone dengan dosis 1mg/kgBB/hari sampai 60
mg/ hari selama 7-10 hari
7/27/2019 Refrat Bells Palsy
15/19
15
Tabel 2.2 Terapi Medikamentosa Bells Palsy
3. Obat MataMelindungi mata pada saat tidur dan pemberian tetes mata metilselulosa,
memijat otot-otot yang lemah dan mencegah kendornya otot-otot di bagian
bawah wajah merupakan kondisi yang dapat dikelola secara umum. Kornea
harus dilindungi terutama pad waktu tidur karena dapat terjadi kekeringan.
Apabila kornea kering maka akan mudah terjadi ulserasi dan infeksi yang
akhirnya dapat mengalami kebutaan.
4. OperasiFisioterapi (masase otot wajah, diatermi, faradisasi) dapat dikerjakan
sedini mungkin. Disrankan agar dalam 7 hari pertama cukup diberi diatermi dan
sesudahnya dikombinasi dengan faradisasi. Penderita juga perlu dilatih untuk
dapat melakukan masase otot wajah di rumah.
7/27/2019 Refrat Bells Palsy
16/19
16
Peran operasi sebagai terapi untuk Bell's palsy adalah kontroversial. Jika
pasien tidak sepenuhnya pulih, perawatan bedah dapat diindikasikan. Prosedur-
prosedur kompleks dilakukan pada saraf dan otot wajah untuk mengurangi
distorsi fitur wajah dan membantu mengembalikan fungsi (misalnya, penutupan
mata).Tiga prosedur utama adalah perbaikan saraf saraf wajah dan korupsi,
substitusi saraf, dan transposisi otot. Prosedur-prosedur ini tidak dapat
sepenuhnya mengembalikan fungsi normal, tetapi mereka dapat secara
signifikan meningkatkan fungsi wajah dan penampilan. perbaikan saraf wajah
adalah prosedur yang paling efektif untuk mengembalikan fungsi wajah pada
pasien yang telah mengalami kerusakan saraf dari kecelakaan atau selama
operasi. Ini melibatkan perbaikan mikroskopis dari saraf yang telah dipotong.
Sebuah graft saraf menggantikan yang telah dihapus.
Saraf substitusi ditunjukkan ketika saraf tidak dapat diperbaiki dengan
cara konvensional. Dalam prosedur ini, saraf kranial lain yang terlibat dalam
gerakan wajah terhubung ke saraf yang rusak dan mengambil alih fungsinya
Otot transposisi digunakan pada pasien yang telah mengalami kelumpuhanwajah setidaknya selama 2 tahun dan adalah kandidat tidak mungkin untuk
perbaikan saraf atau substitusi. Prosedur ini melibatkan transfer otot dengan
pasokan saraf aslinya (unit neuromuscular) ke daerah yang terkena. Otot otot
temporalis atau masseter (dua otot di wajah yang tidak dikendalikan oleh saraf
wajah) dipindahkan dan terhubung ke sudut mulut untuk memberikan gerakan
pada bagian bawah wajah. Dalam transfer otot bebas, otot-otot dari kaki akan
dipindah ke wajah untuk memberikan massal dan fungsi. Kelopak mata bawah,
yang mungkin mulai terkulai dan putar luar (ectropion) bisa diperketat dengan
operasi korektif. Berat dapat ditanamkan ke dalam kelopak mata untuk
membantu kedipan mata.
Operasi pengangkatan tulang dekat saraf, yang dikenal sebagai operasi
dekompresi, dilakukan dalam kasus-kasus parah ketika saraf wajah serius
memburuk. Pasien-pasien ini beresiko untuk kelumpuhan permanen dan
memiliki prognosis buruk tanpa intervensi agresif. Penelitian telah menunjukkan
7/27/2019 Refrat Bells Palsy
17/19
17
bahwa prosedur ini efektif dalam meningkatkan hasil dalam kelompok memilih
pasien. Agar efektif, operasi harus dilakukan dalam waktu 2 minggu setelah
timbulnya gejala.
2.10Prognosis
Walaupun tanpa diberikan terapi, pasien Bells palsy cenderung memiliki
prognosis yang baik . Dalam sebuah penelitian pada 1.011 penderita Bells
palsy, 85% memperlihatkan tanda-tanda perbaikan pada minggu ketiga setelah
onset penyakit. 15% kesembuhan terjadi pada 3-6 bulan kemudian. Sepertiga
dari penderita Bells palsy dapat sembuh seperti sedia kala tanpa gejala sisa. 1/3
lainnya dapat sembuh tetapi dengan elastisitas otot yang tidak berfungsi dengan
baik. Penderita seperti ini tidak memiliki kelainan yang nyata.Penderita Bells
palsy dapat sembuh total atau meninggalkan gejala sisa.Faktor resiko yang
memperburuk prognosis Bells palsy adalah
(1) Usia di atas 60 tahun
(2) Paralisis komplit
(3) Menurunnya fungsi pengecapan atau aliran saliva pada sisi yang lumpuh,
(4) Nyeri pada bagian belakang telinga dan
(5) Berkurangnya air mata.
Pada penderita kelumpuhan nervus fasialis perifer tidak boleh dilupakan
untuk mengadakan pemeriksaan neurologis dengan teliti untuk mencari gejala
neurologis lain.Pada umumnya prognosis Bells palsy baik: sekitar 80-90 %
penderita sembuh dalam waktu 6 minggu sampai tiga bulan tanpa ada kecacatan.
Penderita yang berumur 60 tahun atau lebih, mempunyai peluang 40% sembuh
total dan beresiko tinggi meninggalkan gejala sisa.
Penderita yang berusia 30 tahun atau kurang, hanya punya perbedaan
peluang 10-15 persen antara sembuh total dengan meninggalkan gejala sisa. Jika
tidak sembuh dalam waktu 4 bulan, maka penderita cenderung meninggalkan
gejala sisa, yaitu sinkinesis, crocodile tears dan kadang spasme hemifasial.
Penderita diabetes 30% lebih sering sembuh secara parsial dibanding penderita
nondiabetik dan penderita DM lebih sering kambuh dibanding yang non DM.
7/27/2019 Refrat Bells Palsy
18/19
18
Hanya 23 % kasus Bells palsy yang mengenai kedua sisi wajah. Bells palsy
kambuh pada 10-15 % penderita. Sekitar 30 % penderita yang kambuh
ipsilateral menderita tumor N.VII atau tumor kelenjar parotis
Antara 80-85 % penderita akan sembuh sempurna dalam waktu 3 bulan.
Paralisis ringan atau sedang pada saat awitan merupakan tanda prognosis baik .
denervasi otot wajah sesudah 2-3 minggu menunjukkan bahwa terjadi
degenerasi aksonal dan hal demikian ini menunjukkan pemulihan yang lebih
lama dan tidak sempurna. Pulihnya daya pengecapan lidah dalam waktu 14 hari
pasca awitan biasanya berkaitan dengan pulihnya paralisis secara sempurna.
Apabila lebih 14 hari, maka hal tersebut menunjukkan prognosis yang buruk.
7/27/2019 Refrat Bells Palsy
19/19
19
DAFTAR PUSTAKA
Mardjono, Mahar. Prof.DR. 2008.Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat
Yulius Djamil & Basjiruddin A. 2009.Kapita Selekta Neurologi. Paralisis Bell.
Gadjah mada university press: Yogyakarta.
[Best Evidence] Sullivan FM, Swan IR, Donnan PT, Morrison JM, Smith BH,
McKinstry B. Early treatment with prednisolone or acyclovir in Bell's palsy. N
Engl J Med. Oct 18 2007;357(16):1598-607. [Medline].
Teixeira LJ, Soares BG, Vieira VP, Prado GF. Physical therapy for Bell s palsy
(idiopathic facial paralysis). Cochrane Database Syst Rev. Jul 16
2008;CD006283. [Medline].
Gilden DH. Clinical practice. Bell's Palsy. N Engl J Med. Sep 23
2004;351(13):1323-31. [Medline].
Salinas RA, Alvarez G, Ferreira J. Corticosteroids for Bell's palsy (idiopathic
facial paralysis). Cochrane Database Syst Rev. 2004;(4):CD001942. [Medline].
Allen D, Dunn L. Aciclovir or valaciclovir for Bell's palsy (idiopathic facial
paralysis). Cochrane Database Syst Rev. 2004;CD001869. [Medline].
Grogan PM, Gronseth GS. Practice parameter: Steroids, acyclovir, and surgery
for Bell's palsy (an evidence-based review): report of the Quality Standards
Subcommittee of the American Academy of Neurology. Neurology. Apr 10
2001;56(7):830-6. [Medline].
Holland, N.J et al. Recent development in bells palsy. 2004.BMJ Medical
Journal.