PERBEDAAN WAKTU PEMBERIAN KOLOSTRUM TERHADAP KEJADIAN IKTERUS FISIOLOGIS PADA BAYI BARU LAHIR
DI RSU. PROF. DR. MARGONO SOEKARJO TAHUN 2013
Artathi Eka Suryandari 1), Ely Eko Agustina 2)
ABSTRACT
Physiological jaundice is a condition in which in fants have elevated levels of
direct and indirect birilubin which appearson the second day to the third day after
birth. Birilubin exit from the babies body by meconium. Colostrumis a substance
that can accelerate the expenditure of meconium in the baby's body. This research
aim to find out the difference in appearance of physiological jaundice in new
borns by administering early colostrum and not give nearly colostrum.The type of
this research was analitical survey by using the approasch of cohort. Population in
this research was all newborns in RSU. Prof. Dr. Margono Soekarjo. Sample in
research was normal new borns were given early colostrum and were not given
early colostrum, respectively by 30 respondents. Instrumen in this research used
observation sheets. Data analysis usedthe U Mann-Whitney.The result a total of
30new borns who was not givenearly colostrum27(45.0%) of them appear the
physiological jaundice and of the 30 respondents new borns who was given early
colostrum only 2 (3.3%) ) of which appear physiological jaundice. Results of
analysis by U Mann-Whitney obtained numbers of significance (p values) of the
Z count=0,000. The accuracy of prediction was a difference of physiological
jaundice in new borns by timing giving early colostrum and not given early
colostrum.
Keywords : Colostrum, Physiological Jaundice, Newborn
PENDAHULUAN
Kolostrum merupakan zat yang
harus diberikan kepada bayi kerena
mengandung kekebalan atau antibodi,
sehingga bayi tidak mudah sakit, suatu
hal yang salah jika kolostrum (ASI yang
dikeluarkan pertama kali) ini dibuang.
Kolostrumjuga merupakan laksatif alami
yang ideal yang berfungsi sebagai
pencahar dan cocok untuk
mempersiapkan saluran cerna bayi,
selain itu dapat mempercepat
pengeluaran mekonium. Mekonium
merupakan feses pertama yang
dikeluarkan bayi, dalam mekonium
terdapat zat-zat sisa yang nantinya akan
berpengaruh terhadap kesehatan dan
keadaan fisik bayi. Salah satunya adalah
menumpuknya kadar birilubin indirect
atau birilubin direct dalam tubuh bayi
yang muncul pada lebih dari 24 jam
pertama kehidupannya, atau yang sering
disebut ikterus fisiologis. Keadaan ini
tergolong fisiologis, akan tetapi tetap
saja berpengaruh terhadap keadaan fisik
bayi tersebut. Bayi akan tumbuh lebih
optimal dan resiko terjadinya kesakitan
akan berkurang bila tidak ada hal yang
mengganggu (Baskoro, 2008).
Ikterus pada bayi baru lahir
kebanyakan merupakan keadaan
fisiologis normal, yang merupakan
tindakan penyesuaian protektif terhadap
lingkungan di luar uterus. Tercatat bayi
baru lahir memiliki produksi billirubin
dengan kecepatan produksi yang lebih
tinggi, jumlah sel darah merah janin/kg
berat badan ≥ orang dewasa, umur sel
darah merah janin lebih pendek (40-90
hari) dibanding orang dewasa 120 hari.
Dan fakta yang tidak kalah penting
terdapat cukup banyak reabsorbsi
billirubin pada usus halus neonatal
(Bobak, 2006).
Berdasarkan dasar teori tersebut
kolostrum secara dini dapat mencegah
timbulnya ikterus fisiologis pada bayi
baru lahir, karena dapat mempercepat
proses eliminasi mekonium yang
mengandung bilirubin yang tidak
dibuang akan mengendap dalam tubuh
bayi dan menyebabkan bayi mengalami
ikterus fisiologis.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kolostrum
1. Pengertian Kolostrum
Kolostrum (susu awal) adalah ASI
yang keluar pada hari-hari pertama
setelah kelahiran bayi, berwarna
kekuning-kuningan dan lebih kental,
karena mengandung banyak vitamin A,
protein dan zat kekebalan yang penting
2 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 3, No. 5, Januari 2013, 1-12
untuk melindungi bayi dari penyakit
infeksi. Kolostrum juga mengandung
vitamin A, E dan K serta beberapa
mineral seperti natrium dan Zn
(Depkes RI, 2005).
2. Komposisi Kolostrum
a. Faktor Imunitas
Mempunyai faktor imunitas yang
kuat (Immunoglobulin, Lactoferin,
Lactalbumin, Glycoprotein, Cytokines
dll), membantu mengatasi berbagai
masalah usus, auto imunitas, arthritis,
alergi HIV, membantu
menyeimbangkan kadar gula dalam
darah dan sangat bermanfaat bagi
penderita diabetes, kaya akan
kandungan TgF-B ( Transforming
Growth Factor- Beta)kandungan yang
terdapat pada Ig E yang mendukung
terapi penderita kanker,
pembentukkantulangdanmencegah
penyakit herpes,
mengandung Immunoglobulin yang
telah terbukti dapat berfungsi sebagai
anti virus, anti bakteri, anti jamur dan
antitoksik (Depkes RI, 2005).
b. Faktor Pertumbuhan
Kolostrum mengandung faktor
pertumbuhan alami yang berfungsi
untuk meningkatkan sistem
metabolisme tubuh, memperbaiki
sistem DNA & RNA tubuh,
mengaktifkan sel T, mencegah
penuaan dini, merangsang hormon
pertumbuhan (HGH), membantu
menghaluskan kulit dan menyehatkan
kulit, memperbaiki dan meningkatkan
pertumbuhan jaringan, kolostrum
mengandung mineral, anti oksidan,
enzim, asam amino dan vitamin A,
B12 dan E (Aurbach, 2003).
c. Faktor Nutrisi
Nutrisi kolostrum antara lain
kalsium, protein, vitamin dan tenaga.
3. Manfaat Kolostrum
Menurut Depkes RI (2005),
manfaat kolostrum adalah kolostrum
mengandung zat kekebalan terutama
(IgA) untuk melindungi bayi dari
berbagai penyakit infeksi khususnya
diare. Selain itu mengandung protein,
vitamin A yang tinggi, karbohidrat dan
lemak rendah, sehingga sesuai dengan
kebutuhan gizi bayi pada hari-hari
pertama setelah kelahiran.Jumlah
kolostrum yang diproduksi, bervariasi
tergantung dari hisapan bayi pada hari-
hari pertama kelahiran, walaupun
sedikit namun cukup untuk memenuhi
kebutuhan gizi bayi. Oleh karena itu,
harus diberikan kepada bayi.Kolostrum
membantu pengeluaran mekonium,
Artathi Eka Suryandani, Ely Eko Agustina, Perbedaan Waktu Pemberian… 3
yaitu kotoran bayi yang pertama
berwarna hitam kehijauan.
B. Ikterus
1. Pengertian
Adalah perubahan warna kuning
pada kulit, membrane mukosa, sclera
dan organ lain yang disebabkan oleh
peningkatan kadarbilirubin di dalam
darah dan ikterus sinonim dengan
jaundice (Tarigan, 2003).
Menurut Berhman (2000) ikterus
diamati selama usia minggu pertama
pada sekitar 60% bayi cukup bulan dan
80% bayi preterm. Warna kuning
biasanya akibat di dalam kulit terjadi
akumulasi pigmen bilirubin yang larut
lemak, tak terkonjugasi, nonpolar
(bereaksi indirek) yang dibentuk dari
hemoglobin oleh kerja heme
oksigenase, biliverdin reduktase dan
agen pereduksi nonenzimatik dalam sel
retikuloendotelial, dapat juga sebagian
disebabkan oleh endapan pigmen
sesudah pigmen ini di dalam mikrosom
sel hati diubah oleh enzim asam uridin
difosfoglukoronoat (uridine
diphosphoglucuronic acid), glucoronil
trensfase menjadi blirubin ester
glukoronida yang polar, larut dalam air
(dereaksi-direck). Bentuk tak
terkonjugasi ini bersifat neurotoksik
bagi bayi padakadar tertentu dan pada
berbagai keadaan. Bilirubin
terkonjugasi tidak neurotoksik tetapi
menunjukan kemungkinan terjadi
gangguan yang serius.
2. Patofisiologi
Menurut Wahidayat (2007)
patofisiologi dari ikterus adalah
peningkatan kadarbilirubin tubuh dapat
terjadi pada beberapa keadaan.
Keadaan yang sering ditemukan adalah
apabila terdapat penambahan beban
bilirubin pada sel hati yang berlebihan.
Hal ini dapat ditemukan bila terdapat
peningkatan penghancuran eritrosit,
polisitemia
3. Tanda dan Gejala
Menurut Berhman (2007)
gambaran klinis ikterus fisiologis pada
bayi cukup bulan meliputi puncak
kadarbilirubin indirek tidak berlebih
dari 12 mg/dL pada usia hari ke tiga.
Pada bayi prematur puncaknya lebih
tinggi 15 mg/dL dan terjadi lebih
lambat pada hari ke lima. Bukti fisik
ikterus dapat diamati pada bayi bila
kadarbilirubin mencapai 5-10 mg/dL,
sedangkan pada orang dewasa hanya 2
mg/dL.
4 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 3, No. 5, Januari 2013, 1-12
C. Bayi Baru Lahir
1. Pengertian
Menurut Lissauer (2006) bayi baru
lahir adalah bayi yang baru
lahirdibedakan menjadi beberapa
kelompok yaitu bayi kurang bulan
(pretrm) atau usiakehamilan<37
minggu, cukup bulan (aterm) atau
usiakehamilan 37-41 minggu, lebih
bulan (postterm) atau usia kehamilan
≥42 minggu.
2. Ciri-ciri Bayi Baru Lahir
Menurut Depkes RI (2005) ciri-
ciri bayi baru lahir normal yaitu berat
badan 2500-4000 gram, panjang badan
lahir 48-52 cm, lingkar dada 30-38 cm,
lingkar kepala 33-35 cm, bunyi jantung
dalam menit pertama kira-kira
180x/menit, kemudian menurun
sampai 120 sampai 140x/menit,
pernafasan pada menit-menit pertama
cepat kira-kira 80x/menit, kemudian
menurun setelah tenang kira-kira 40
kali/menit, kulit kemerahan dan licin
karena jaringan subkutan cukup
terbentuk diliputi vernix caseosa,
rambutlanugo telah tidak terlihat,
rambut kepala biasanya tidak
sempurna, kuku agak panjang dan
lemas, genetalia: labia mayora sudah
menutupi labia minora (pada
perempuan), testis sudah turun (pada
laki-laki), reflek hisap dan menelan
baik, reflek moro baik, pengeluaran
baik, urin dan mekoniumakan keluar
dalam 24 jam pertama.
D. Komparasi Waktu Pemberian
Kolostrum Terhadap Kejadian
Ikterus Fisiologis Pada Bayi
BaruLahir
Komparasi waktu pemberian
kolostrum terhadap kejadian ikterus
fisiologis pada bayi laru lahir yaitu
dengan pemberian kolostrum dini
merupakanpencahar alami yang
membantu meningkatkan pengeluaran
mekonium secara dini. Akibatnya,
pemberian kolostrum sering dan dini
akan meningkatkan ekskresi mekonium
dan menurunkan kadar billirubin
(Bobak, 2006). Oleh sebab itu bayi
baru lahir harus minimal disusui sedini
mungkin minimal 1 jam selama IMD
dilanjutkan 6 jam terus secara dini, 8
kali atau lebih dalam sehari dan ibu
dianjurkan menyusui secara teratur
dalam 24 jam.
METODE Jenis penelitian ini adalah survei
analitik dengan rancangan penelitian
observasional dan menggunakan
pendekatan waktu kohort dan populasi
Artathi Eka Suryandani, Ely Eko Agustina, Perbedaan Waktu Pemberian… 5
dalam penelitian ini adalah dilakukan
terhadap bayi baru lahir normal yang
diberikan kolostrum dini dan tidak
diberikan kolostrum dini, serta bayi
baru lahir yang mengalami dan tidak
mengalami ikterus fisiologis di RSU.
Prof. Dr. Margono Soekarjo yang
memenuhi kriteria seleksi yaitu ibu
post partum dan bayi baru lahir usia
kurang dari sama dengan 24 jam
sampai 3 hari untuk mengetahui
apakah diberikan kolostrum secara dini
atau tidak serta terjadi ikterus fisiologis
atau tidak di ruang bersalin (Ruang
VK) dan ruang nifas dan perinatal
(Ruang Flamboyan) RSU. Prof. Dr.
Margono Soekarjo selama bayi berada
di rumah sakit, penelitian dilakukan
dari tanggal 6 sampai 23 Mei 2013.
Jumlah sampel yang diperoleh
berdasarkan Dahlan (2009) terdiri dari
30 bayi baru lahir yang diberikan
kolostrum secara dini dan 30 bayi baru
lahir yang tidak diberikan kolostrum
secara dini. Data yang sudah terolah,
akan dianalisis dalam dua bentuk
analisis, yaitu: Analisis Univariat dan
Analisis Bivariat. Analisis bivariat
dilakukan dengan Uji beda
nonparametrik U Mann – Whitney
yang digunakan untuk membandingkan
pemberian kolostrum dini dan tidak
diberikan kolostrum dini terhadap
kejadian ikterus pada bayi baru lahir
berdasarkan ranking atau skor.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Status Pemberian Kolostrum
pada Bayi Batu Lahir
Berikut ini adalah data hasil
penelitian mengenai status pemberian
kolostrum pada bayi baru lahir di RSU.
Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto
Diagram 1.Distribusi Frekuensi Status PemberianKolostrum Dini dan Tidak Dini pada Bayi Baru Lahir di RSU. Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto tahun 2013 Sumber : Data Primer, Mei 2013
Dari diagram di atas dapat terlihat
bahwa responden diberikan kolostrum
secara dini dan yang tidak diberikan
kolostrum dini jumlahnya sebanding
yaitu sebanyak 30 responden (50,0%)
yang diberikan kolostrum secara dini,
sedangkan 30 responden (50,0%)
lainnya tidak diberikan kolostrum
secara dini.
30 (50%)
30 (50%)
Tidak Diberi kolostrum secara dini 30 respondenDiberi kolostrum secara dini 30 responden
6 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 3, No. 5, Januari 2013, 1-12
Adapun bayi yang tidak
mendapatkan kolostrum secara dini
adalah karena beberapa hal, antara lain
karena ibu mengalami komplikasi
seperti perdarahan postpartum primer,
kejang (eklamsi), syok, pingsan,
langsung dilakukan MOW,
pertolongan penyakit jantung grade III,
serebral palsi dan inversio uteri. Hal ini
mendukung teori dari Aurbach (2003)
yang menyatakan ada beberapa hal
yang menyebabkan kegagalan proses
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) serta hal
yang menghambat pemberian
kolostrum antara lain karena kondisi
kesehatan ibu yang mengalami
gangguan seperti perdarahan, syok,
kejang, pingsan serta mengalami
kegawatdaruratan yang mengharuskan
ibu mengalami penanganan medis yang
tepat dan bayi tidak mendapat
kolostrum secara adekuat bahkan tidak
mendapatkan sama sekali.
Hal lain yang mempengaruhi
proses pemberian kolostrum dini diluar
kompikasi yang dialami ibu adalah
karena keadaan psikologi ibu yang
belum siap untuk menyusui,
pandangan keluarga yang salah
mengenai pemberian kolostrum, puting
susu ibu yang tenggelam dan kebiasaan
memberikan susu formula sejak dini
dalam keluarga. Psikologi ibu akan
berpengaruh pada produksi ASI
(Sayekti, 2006). Kondisi kesehatan
bayi juga merupakan salah satu hal
yang mempengaruhi proses pemberian
kolostrum terkait dengan kemauan dan
kemampuan bayi untuk menyusu yang
cenderung berkurang (Baskoro, 2008).
B. Status Kemunculan Ikterus
Fisiologis pada Bayi Baru Lahir
Berikut ini adalah data hasil
penelitian mengenai status kemunculan
ikterus fisiologis pada bayi baru lahir
di RSU. Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto
Diagram2. Distribusi Frekuensi Status Kemunculan Ikterus Fisiologis pada Bayi Baru Lahir di RSU. Prof. Dr. Margono SoekarjoPurwokerto tahun 2013 Sumber : Data Primer, Mei 2013
Dari tabel di atas dapat terlihat
bahwa responden yang tidak
mengalami ikterus fisiologis yaitu
sebanyak 31 responden (51,7%),
sedangkan 29 responden (48,3%)
lainnya mengalami ikterus fisiologis.
29 (48,3%)
31 (51,7%)
Muncul 29 responden
Tidak muncul 31 responden
Artathi Eka Suryandani, Ely Eko Agustina, Perbedaan Waktu Pemberian… 7
Peneliti memperoleh hasil bayi
yang mengalami ikterus fisiologis dari
observasi dengan metode Kramer. Dari
29 bayi yang mengalami kemunculan
ikterus fisiologis 6 bayi dengan derajat
kramer 1 (5 mg %) kemunculan ikterus
yang terjadi di daerah kepala dan leher.
13 bayi dengan derajat kramer 2 (9 mg
%) kemunculan ikterus yang terjadi di
daerah kepala, leher dan badan bagian
atas, dan 10 bayi dengan derajat
kramer 3 (11 mg %) kemunculan
ikterus yang terjadi di daerah kepala,
leher, badan bagian atas, bagian bawah
dan tungkai.
Jumlah bayi baru lahir yang tidak
mendapat kolostrum secara dini adalah
30 bayi baru lahir, dimana 27 (45,0%)
bayi baru lahir muncul ikterus
fisiologis dan sisanya 3 (5,0%) bayi
baru lahir tidak mengalami ikterus
fisiologis. Hal ini menguatkan hasil
penelitian Sri (2008) asupan nutrisi
yang baik yang diberikan melalui
kolostrum maka akan meningkatkan
daya tahan tubuh bayi dan mencegah
gangguan sistem pencernaan.
Dari 29 bayi baru lahir yang
mengalami ikterus fisiologis 27
diantaranya dari kelompok bayi yang
tidak mendapatkan kolostrum secara
dini dan sisanya 2 bayi dari kelompok
bayi yang diberikan kolostrum secara
dini. Maka bayi yang mengalami
ikterus fisiologis didominasi oleh bayi
– bayi yang tidak diberikan kolostrum
dini. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Sri (2008), pemberian
kolostrum pada bayi baru lahir akan
mengurangi resiko bayi terkena
penyakit menular dan kondisi fisik
yang kurang baik.
C. Perbedaa Waktu Pemberian
Kolostrum Dini dengan
Munculnya Ikterus Fisiologis
pada Bayi Baru Lahir di RSU.
Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto tahun 2013
Hasil dari analisis bivariate dapat
dilihat dari tabel 4 dan tabel 5 berikut:
8 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 3, No. 5, Januari 2013, 1-12
Tabel 4. PerbedaanWaktu Pemberian Kolostrum Dini dengan Munculnya Ikterus Fisiologis pada Bayi Baru Lahir di RSU. Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto tahun 2013
Waktu Pemberian Kolostrum
Total Dini Tidak
Dini Kemunculan Ikterus
Tidak Muncul
n %
28 46,7%
3 5,0%
31 51,7%
Muncul n %
2 3,3%
27 45,0%
29 48,3%
Total n %
30 50,0%
30 50,0%
60 100%
Sumber: Data Primer, Mei 2013
Tabel 4 menunjukkan responden
yang tidak diberi kolostrum secara dini
yaitu dari 30 reponden 27 diantaranya
muncul ikterus fisiologis dan dari 30
responden bayi baru lahir yang diberi
kolostrum secara dini hanya 2
diantaranya yang muncul ikterus
fisiologis. Hal ini menunjukkan bayi
baru lahir yang tidak diberi kolostrum
secara dini cenderung muncul ikterus
fisiologis dengan kata lain bayi baru
lahir normal yang tidak diberi
kolostrum secara dini (27 dibanding 2)
13,5 kalilebih besar mengalami ikterus
fisiologis dibandingkan bayi yang
diberikan kolostrum secara dini.
Sebaliknya responden yang diberikan
kolostrum secara dini cenderung
muncul ikterus fisiologis (2 dibanding
27) 0,074 kali lebih kecil dibanding
bayi baru lahir normal yang tidak
diberikan kolostrum secara dini.
Adanya perbedaan kejadian
ikterus fisiologis pada bayi baru lahir
yang diberikan dan yang tidak
diberikan kolostrum secra dini
dipengaruhi banyak faktor, seperti ibu
yang tidak memungkinkan dalam
pemberian kolostrum dini. Seperti
yang telah disebutkan oleh Baskoro
(2007) kegawatdaruratan, komplikasi,
anatomi payudara yang kurang
mendukung proses menyusui dan
kondisi psikologis ibu yang kurang
mendukung yang dialami ibu selama
persalinan akan menghambat proses
pemberian kolostrum.Kebanyakan bayi
akan mengalami ikterus fisiologis
tergantung pada proses pemberian
kolostrum, pola menyusui, kondisi
Artathi Eka Suryandani, Ely Eko Agustina, Perbedaan Waktu Pemberian… 9
kesehatan ibu dan bayi serta persepsi
menyusui yang benar (Wahidayat,
2007).
Tabel 5. Hasil Uji U – Mann Whitney Perbedaan Waktu Pemberian Kolostrum Dini terhadap Kejadian Ikterus Fisiologis pada Bayi Baru Lahir di RSU. Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto tahun 2013
Jenis Uji Kemunculan ikterus
Mann-
Whitney U
60,000
Wilcoxon W 801,000
Z -6,579
Asymp.Sign.
(2-tailed)
0,000
Sumber : Data Primer, Mei 2013
Tabel 5 menunjukkan hasil uji non
parametrik denganujiU Mann-Whitney
(U) dengan besar sampel lebih dari 20
sampel maka menggunakan nilai
signifikansi dari Z hitung dan
diperoleh angka signifikansi (nilai p)
dari Z hitung = 0,000. Karena nilai p <
0,05 maka ada perbedaan kejadian
ikterus fisiologis pada bayi baru lahir
dengan pemberian kolostrum dini dan
tidak diberi kolostrum secara dini di
RSU. Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto tahun 2013.
Keberhasilan pemberian kolostrum
secara dini di pengaruhi oleh kondisi
fisik maupun psikologi ibu dan bayi,
serta dukungan dari tim medis dan
keluarga. Menurut Depkes RI (2005),
menangani kegawatdaruratan dan
komplikasi sedini mungkin secara tepat
akan mempercepat pulihnya kondisi
ibu sehingga ibu dapat memberikan
kolostrum secara dini kepada bayinya.
Pendidikan kesehatan tentang cara
menyusui yang benar juga alternatif
yang tepat untuk mempersiapkan
kemandirian ibu dalam memberikan
kolostrum secara benar.
Memberikan suport mental dapat
memberikan rasa tenang, mengurangi
stres selama persalinan dapat dilakukan
oleh keluarga dan petugas kesehatan.
Dengan dukungan yang positif maka
ibu akan melewati proses persalinan
dengan nyaman dan tidak
meninggalkan kesan traumatik.
Kondisi ibu yang telah mendukung
teori Berhman (2007) psikologi ibu
yang tenang dan dapat melewati proses
persalinan dengan baik maka ibu akan
lebih siap memberikan kolostrum pada
bayi karena tidak merasa terbebani dan
menyusui merupakan hal yang
menyenangkan.
10 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 3, No. 5, Januari 2013, 1-12
Faktor yang berasal dari bayi yang
menghambat pemberian kolostrum
adalah kelainan kongenital, bayi sakit,
tidak mau menyusu, demam, dan
mengalami bingung puting (Lissauer,
2006).
Maka dapat dikatakan bahwa
pemberian kolostrum dini benar-benar
dapat menurunkan waktu kejadian
ikterus fisiologis pada bayi baru lahir.
Keberhasilan ini membuktikan bahwa
dengan pemberian kolostrum secara
dini yaitu ≤ 6 jam setalah proses
persalinan dapat menurunkan waktu
kejadian ikterus fisiologis pada bayi
baru lahir. Memberikan kolostrum
secara dini akan mempercepat proses
pengeluaran feses yang di dalamya
terdapat birilubin direct dan indirect
sehingga tidak terjadi penumpukan
birilubin dalam darah yang merupakan
penyebab ikterus fisiologis pada bayi
baru lahir. Sehingga waktu kejadian
ikterus fisiologis dapat berkurang
dengan pemberian kolostrum secara
dini (Baskoro, 2008).
KESIMPULAN
Jumlah bayi yang diberikan
kolostrum secara dini (≤ 6 jam ) ada 30
responden dan 30 responden tidak
diberikan kolostrum secara dini ( > 6
jam), dari hasil penelitian 30 bayi baru
lahir yang mendapatkan kolostrum
secara dini 28 (46,7%) diantaranya
tidak muncul ikterus fisiologis dan 2
(3,3%) diantaranya mengalami ikterus
fisiologis. Sedangkan dari 30 bayi baru
lahir yang tidak mendapat kolostrum
secara dini, 27 (45,0%) diantaranya
muncul ikterus fisiologis dan 3 (5,0%)
tidak mengalami ikterus
fisiologis.Hasil uji statistik U Mann-
Whitney (U) diperoleh angka
signifikansi (nilai p) = 0,000. Karena
nilai p < 0,05, maka ada perbedaan
kejadian ikterus fisiologis pada bayi
baru lahir dengan pemberian kolostrum
dini dan tidak diberi kolostrum secara
dini.
DAFTAR PUSTAKA
Aurbach, K. G. (2003). Buku saku menyusui dan laktasi. Jakarta: EGC
Baskoro, A. (2008). ASI panduan praktis ibu menyusui. Yogyakrta: Banyu Media
Berhman, Kliegman, Arvin. (2000). Nelson ilmu kesehatan anak vol 1. Jakarta: EGC
Berhman, Kliegman. (2007). Nelson esensi pediatri edisi 4. Jakarta: EGC Dahlan, S. (2009). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Salemba Medika
Artathi Eka Suryandani, Ely Eko Agustina, Perbedaan Waktu Pemberian… 11
Republik Indonesia. (2005). Manajemen laktasi bukupanduan bagi bidan dan petugas kesehatan di puskesmas, Jakarta: Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat
Lissauer, T. (2006). At a glancer neonatologi. Jakarta: Erlangga
Sayekti. (2006). Efektifitas sinar matahari terhadap penurunan ikterus. Malang: Unibra
Sri, A. (2008). Hubungan pemberian ASI terhadap daya tahan tubuh bayi. Solo: Panti Wiloso
Wahidayat. (2007). Ilmu kesehatan anak jilid 1 FKUI. Jakarta: EGC
Wahidayat. (2007). Ilmu kesehatan anak jilid 2 FKUI. Jakarta: EGC
Wahidayat. (2007). Ilmu kesehatan anak jilid 3 FKUI. Jakarta: EGG
12 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 3, No. 5, Januari 2013, 1-12
Top Related