Jurnal MIPA dan Pembelajarannya, 1(5), 2021, 322–333 ISSN: xxxx-xxxx (online) DOI: 10.17977/um067v1i5p322-333
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Pengembangan tes penjelasan ilmiah materi sistem ekskresi
manusia untuk siswa SMP/MTs kelas VIII
Isna Istikhanif Farida, Muntholib*, A. M. Setiawan
Universitas Negeri Malang, Jl. Semarang No. 5 Malang, Jawa Timur, Indonesia
*Penulis korespondensi, Surel: [email protected]
Paper received: 01-05-2021; revised: 15-05-2021; accepted: 31-05-2021
Abstrak Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan produk berupa tes penjelasan ilmiah materi sistem ekskresi manusia untuk siswa SMP/MTs Kelas VIII yang valid dan reliabel serta penerapannya dalam menilai keterampilan penjelasan ilmiah siswa.Metode penelitian yang digunakan merupakan jenis metode penelitian dan pegembangan (Research and Development) dengan model four-D yang dikemukakan oleh Thiagarajan. Model four-D mencakup tahap pendefinisian (define), tahap perancangan (design), tahap pengembangan (develop) dan tahap penyebaran (disseminate). Pada penelitian ini, hanya dibatasi sampai tahap pengembangan, sehingga model four-D disederhanakan menjadi model three-D. Survei keterampilan penjelasan ilmiah dilakukan terhadap 46 siswa MTsN 2 Kota Blitar. Hasil penelitian adalah: 1) diperoleh presentase rata-rata produk tes penjelasan ilmiah pada validasi isi oleh validator ahli sebesar 91,7 persen dengan kriteria sangat layak, 2) uji validitas butir soal telah memenuhi kriteria kelayakan yang mencakup validitas butir soal, reliabilitas, daya beda, dan taraf kesukaran, 3) hasil survei keterampilan penjelasan ilmiah menunjukkan bahwa tingkat keterampilan penjelasan ilmiah pada komponen klaim baik (64,9 persen), komponen bukti cukup (47,7 persen), dan komponen interpretasi cukup (46,2 persen).
Kata kunci: Instrumen Tes; Penjelasan ilmiah; Sistem Ekskresi Manusia
1. Pendahuluan
Penjelasan ilmiah (scientific explanation) merupakan komponen penting dari
pendekatan ilmiah yang merupakan pendekatan pembelajaran resmi Kurikulum 2013 yang
saat ini digunakan di Indonesia (Permendikbud No. 22 Tahun 2016). Salah satu model
pembelajaran yang disarankan dalam pendekatan ilmiah di Kurikum 2013 adalah model
pembelajaran inquiri. Model pembelajaran inquiri merupakan model pembelajaran yang
menekankan proses penyelidikan ilmiah kepada siswa (Harwood dkk., 2002). Penjelasan
ilmiah adalah jenis pemikiran yang mendasari konsep pembelajaran inkuiri (Arends, 2012).
Oleh karena itu, penjelasan ilmiah perlu diajarkan dalam pembelajaran dan keterampilan
penjelasan ilmiah perlu siswa pelu dinilai.
Penjelasan ilmiah dirasa sangat penting agar siswa mampu menalar secara logis dan
memberikan penjelasan yang relevan berdasarkan kajian ilmiah dari hal yang dipelajari
(Ginanjar dkk., 2015). Sejalan dengan pendapat tersebut Safira dkk., 2018) juga
mengungkapkan pentingnya keterampilan penjelasan ilmiah dalam pembelajaran IPA untuk
meningkatkan kemampuan literasi sains pada siswa. Pendapat lain juga dikemukakan oleh
Ogundeji dkk. (2019) bahwa penjelasan ilmiah penting dalam membangun pemahaman
konsep pengetahuan siswa.
Keterampilan penjelasan ilmiah diartikan sebagai suatu keterampilan yang penting
dalam mendefinisikan pemikiran ilmiah, meliputi keterampilan untuk mengartikulasikan
teori, memahami bukti, dan mendukung kebenaran teori yang menjelaskan fenomena (Ningsi
dkk., 2019). Menurut Lu dkk. (2018) penjelasan ilmiah merupakan kegiatan utama dalam
Jurnal MIPA dan Pembelajarannya, 1(5), 2021, 322–333
323
menyusun pengetahuan. Penjelasan ilmiah disusun sebagai hasil dari pengamatan suatu
fenomena, sehingga memudahkan siswa dalam memahami femonema tersebut. Penjelasan
ilmiah melibatkan kemampuan berpikir kritis atau tinggat tinggi dalam membentuk suatu
pengetahuan. Hal ini didukung oleh Pallan dan Lee dalam Wahdan dkk. (2017) bahwa dalam
membuat suatu kesimpulan penjelasan ilmiah dari data atau informasi yang tersedia, siswa
memerlukan keterampilan berpikir kritis dan penalaran ilmiah. Keterampilan
berpikir kritis atau tingkat tinggi dalam taksonomi bloom dapat diukur minimal pada
ranah C4.
Materi sistem ekskresi manusia merupakan salah satu materi ajar yang bersifat
kompleks dan kontekstual. Sistem ekskresi manusia merupakan salah satu sistem didalam
tubuh yang berfungsi untuk mengeluarkan zat-zat hasil metabolisme tubuh yang sudah tidak
diperlukan dan akan menjadi racun jika terlalu lama berada di dalam tubuh. Selain itu, sistem
ekskresi juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai pengatur konsentrasi air dan garam (Zikra
dkk., 2016). Pada materi ajar ini siswa dituntut untuk menjelaskan konsep empat organ
ekskresi dan zat yang dikeluargan, proses yang terlibat didalamnnya, gangguan yang
mungkin terjadi dan upaya menjaga kesehatan sistem ekskresi manusia.
Menurut hasil observasi, ternyata siswa masih mengalami kesulitan dalam
mempelajari materi sistem ekskresi manusia. Hal ini didukung pula oleh penelitian
Rahmayani dkk. (2017) dan Amini dkk. (2018) bahwa siswa masih kesulitan mempelajari
sistem ekskresi manusia karena kesulitan dalam membedakan proses pengeluaran zat sisa,
konsep yang rumit, dan kegiatan praktikum cenderung mempelajari salah satu komponen
IPA yang dominan yaitu kimia. Selain itu, kesulitan mempelajari materi ini juga karena tidak
dilakukannya pembentukan konsep sistem ekskresi manusia secara utuh, serta penilaian
yang dilakukan belum berpusat pada pemahaman konseptual. Hal ini dapat mengakibatkan
siswa kesulitan menerapkan konsep sistem ekskresi untuk menjelaskan fenomena dalam
kehidupan sehari-hari. Instrumen tes keterampilan penjelasan ilmiah dapat menjadi salah
satu faktor keberhasilan dalam mempelajari sistem ekskresi manusia karena melibatkan
siswa dalam menemukan konsep berdasarkan bukti dan alasan secara ilmiah. Melalui tes
keterampilan penjelasan ilmiah, dapat diketahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap
konten materi yang telah dipelajari.
Penjelasan ilmiah memuat tiga komponen atau kerangka proses penjelasan ilmiah
yaitu claim (klaim), evidence (bukti), dan reasoning (alasan) (McNeill & Krajick, 2008).
Kerangka proses penjelasan ilmiah dapat diubah sesuai dengan keadaan yang ada di
lapangan. Pada tingkat SMP/MTs reasoning dideferensiasi menjadi interpretasi atau makna,
sebab penjelasan yang diperlukan tidak sampai menjelaskan teori untuk mendukung
bukti/evidence, akan tetapi cukup menjelaskan makna dari bukti yang mendukung klaim. Hal
ini sejalan dengan pendapat Lu dkk. (2018) bahwa penjelasan ilmiah (scientific explanation)
digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena sehingga dapat dipahami, tidak untuk
membenarkan atau mendukung kebenaran fenomena.
Hasil tes Program for International Student Assessment (PISA) pada tahun 2018
menunjukkan bahwa tingkat literasi sains yang melibatkan penjelasan ilmiah, Indonesia
berada di urutan 70 dari 78 negara (EOCD, 2019). Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Putri (2018) rata-rata keterampilan penjelasan ilmiah siswa SMPN Padang adalah 62,7 dan
meningkat menjadi 94,0 setelah didampingi oleh bahan ajar IPA terpadu. Selain itu penelitian
Jurnal MIPA dan Pembelajarannya, 1(5), 2021, 322–333
324
lain juga dilakukan oleh Safira dkk. (2018) dengan penerapan model pembelajaran ADI
(Argument Driven Inquiry) dimana keterampilan penjelasan awal siswa MTsN 1 Bandar
Lampung berakademik atas dan bawah sebesar 53,8 dan 39,6 meningkat menjadi 71,5 dan
68,7. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa keterampilan penjelasan ilmiah
pada tingkat SMP/MTs ternyata masih berada di bawah taraf yang diharapkan. Selain itu,
rata-rata penelitian yang dilakukan masih terbatas pada penelitian quasi experimental, belum
spesifik pada pengembangan produk tes penjelasan ilmiah.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan dengan guru IPA di MTsN
2 Kota Blitar, diketahui bahwa pembelajaran telah dilaksanakan sesuai dengan Kurikulum
2013, akan tetapi guru masih kesulitan dalam menilai keterampilan penjelasan ilmiah siswa.
Instrumen tes yang dikembangkan umumnya masih terbatas pada ranah kognitif C1-C3
sehingga masih belum mencerminkan kemampuan berpikir kritis dalam memenuhi penilaian
penjelasan ilmiah. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Yusuf & Widyaningsih (2018) tiga level
awal ranah kognitif yaitu C1 (mengingat), C2 (memahami), dan C3 (menerapkan) merupakan
level kemampuan berpikir tingkat rendah sehingga belum mampu menuntut siswa berbikir
kritis. Kemampuan penjelasan ilmiah diukur dengan menggunakan tes uraian dan isian
singkat tanpa menggunakan kerangka penjelasan ilmiah. Guru jarang menggunakan penilaian
berupa instrumen tes pilihan ganda selama ulangan harian, hal ini karena pilihan ganda
dirasa belum mencerminkan tingkat pemahaman dan penjelasan siswa. Selain itu, siswa
cenderung melakukan kecurangan dan tidak mempertimbangkan alasan jawaban bila
menggunakan tes pilihan ganda.
Instrumen tes penjelasan ilmiah perlu dikembangkan dan diterapkan kepada siswa,
khususnya pada materi sistem ekskresi manusia. Melalui tes keterampilan penjelasan ilmiah
dapat diketahui tingkat kemampuan penjelasan ilmiah siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat
Kadir (2015) bahwa tes merupakan suatu cara atau prosedur yang dilakukan untuk
mengukur atau menilai tingkat kemampuan siswa. Selain itu, tes penjelasan ilmiah
diharapkan dapat membantu siswa dalam mengkontruksi konsep IPA secara utuh. Selain itu,
instrumen tes penjelasan ilmiah diperlukan untuk melatih kempuan siswa dalam berpikir
dan menjelaskan secara ilmiah.
2. Metode
Jenis penelitian yang digunakan adalah Research and Development (R&D) karena
peneliti bermaksud mengembangkan tes penjelasan ilmiah untuk mengetahui tingkat
keterampilan penjelasan ilmiah siswa berdasarkan McNeill & Krajick (2008). Model peneltian
yang digunakan adalah model four-D yang dikemukakan oleh Thiagarajan. Model four-D
meliputi empat tahapan pengembangan, yaitu tahap pendefinisian (define), tahap
perancangan (design), tahap pengembangan (develop), dan tahap penyebaran (disseminate).
Pada penelitian ini, model four-D disederhanakan menjadi three-D karena hanya dilakukan
sampai tahap pengembangan (develop).
Validasi isi dilakukan oleh dua orang validator ahli yaitu satu dosen Prodi Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang dan satu guru IPA MTsN 2 Kota Blitar. Jenis
data yang diperoleh dari validasi isi oleh validator ahli berupa data kuantitatif berupa skor
dan persentase penilaian dari validator dan data kualitatif berupa saran dan komentar dari
validator. Teknik analisis data validasi isi menggunakan skala likert.
Jurnal MIPA dan Pembelajarannya, 1(5), 2021, 322–333
325
Uji coba produk dilakukan terhadap 46 siswa kelas VIII MTsN 2 Kota Blitar. Uji coba
produk meliputi uji validitas, reliabiltas, daya beda, dan taraf kesukaran. Teknik analisis data
validitas dan reliabilitas butir soal menggunakan bantuan SPSS 16 for windows, sementara
untuk daya beda dan taraf kseukaran menggunakan bantuan Microsoft Excel 2016. Untuk
mengetahui tingkat keterampilan penjelasan ilmiah siswa pada komponen klaim, bukti, dan
interpretasi digunakan rumus
Keterangan
P = persentase rata-rata penjelasan ilmiah (klaim/bukti/interpretasi)
Sr = skor rata-rata (klaim/bukti/interpretasi) per butir soal
Sm = skor maksimal (klaim/bukti/interpretasi) per butir soal
Jenis data yang diperoleh dari uji coba produk berupa data kuantitatif. Kriteria tingkat
keterampilan penjelasan ilmiah selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1 Kriteria Tingkat Keterampilan Penjelasan Ilmiah
Rata-rata Skor (%) Tingkat keterampilan
80,00 - 100,00 60,00 - 79,99 40,00 -59,99 20,00 – 39,99 0 – 19,99
Sangat baik Baik Cukup Kurang Sangat kurang
Sumber: (Heng dkk., 2014).
3. Hasil dan Pembahasan
3.1. Penyajian Data Hasil Pengembangan
Hasil validasi isi yang dilakukan oleh dua orang validator ahli menunjukkan
bahwa persentase rata-rata produk tes penjelasan ilmiah yang dikembangkan sebesar
91,7% dengan kategori sangat layak. Persentase ini diperoleh dari rata-rata tiap
aspek validasi isi yang meliputi; 1) materi, dengan persentase sebedar 92,5% kriteria
sangat layak, 2) rubrik penilaian, dengan persentase rata-rata yang dihasilkan pada
validasi materi sebesar 95%, kriteria sangat layak, 3) konstruk, menunjukkan
persentase rata-rata sebesar 91,7% dengan kriteria sangat layak, 4) tampilan dan
keterterapan, dengan hasil persentase 79,2% kriteria layak, dan 5) penggunaan
bahasa, menghasilkan persentase 100% dengan kriteria sangat layak. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa tes penjelasan ilmiah yang dikembangkan dapat
diterapkan dan digunakan untuk mengukur tingkat keterampilan penjelasan ilmiah
siswa kelas VIII SMP/MTs pada materi sistem ekskresi manusia.
Selanjutnya, hasil validitas item soal mencakup uji validitas butir soal, uji
reliabilitas, daya beda (diskriminasi), dan taraf kesukaran. Perhitungan statistik
dalam pengolahan data menggunakan taraf signifikansi 0,05 yang artinya tingkat
kebenaran data 95%. Berdasarkan hasil uji validitas butir soal menggunakan bantuan
SPSS 16 for Windows semua soal dinyatakn valid karena karena memiliki harga r
Jurnal MIPA dan Pembelajarannya, 1(5), 2021, 322–333
326
hitung yang lebih besar dari r tabel (pada taraf signifikansi 0,05 nilai r tabel untuk 46
reponden/siswa adalah 0,291). Hasil uji reliabilitas menunjukkan harga 0,919 dengan
kriteria sangat tinggi. Selanjutnya untuk hasil perhitungan daya beda soal diketahui
sebanyak 13 butir soal memiliki kategori baik, dan 3 soal dikategorikan cukup.
Terakhir, hasil perhitungan taraf kesukaran menunjukkan harga indeks kesukaran
seluruh butir soal berkisar 0,30-0,70 dengan kriteria sedang. Draft akhir yang
dihasilkan dari produk pengembangan tes penjelasan ilmiah pada materi sistem
ekskresi manusia adalah 15 butir soal yang layak digunakan untuk mengukur
kemampuan penjelasan ilmiah siswa. 15 butir soal tersebut telah memenuhi kriteria
validitas, reliabilitas, daya beda, dan taraf kesukaran berdasarkan uji coba yang
dilakukan terhadap 46 siswa kelas VIII MTsN 2 Kota Blitar.
3.2. Deskripsi Hasil Penerapan Tes Penjelasan Ilmiah
Pembahasan terkait deskripsi hasil penerapan tes penjelasan ilmiah siswa kelas
VIII MTsN 2 Kota Blitar pada materi sistem ekskresi manusia dijelaskan sebagai
berikut ini.
3.2.1. Keterampilan Penjelasan Ilmiah Siswa
Keterampilan penjelasan ilmiah siswa dibagi menjadi keterampilan
menentukan klaim, memaparkan bukti, dan menuliskan interpretasi/makna.
Berdasarkan rumus
yang selanjutnya dikategorikan menurut
Heng dkk (2014). Rata-rata keterampilan penjelasan ilmiah siswa dijabarkan
dalam Tabel 2 berikut.
Tabel 2 Persentase Rata-Rata Keterampilan Penjelasan Ilmiah Siswa
No. Soal Klaim Bukti Interpretasi Rata-rata
Keterangan
1 71,7% 52,2% 52,2% 58,7% Cukup 2 64,1% 56,5% 57,6% 59,4% Cukup 3 71,7% 60,9% 55,4% 62,7% Baik 4 73,9% 52,2% 57,6% 61,2% Baik 5 70,7% 60,9% 57,6% 63% Baik 6 67,4% 51,1% 52,2% 56,9% Cukup 7 66,3% 53,3% 55,4% 58,3% Cukup 8 69,6% 50% 51,1% 56,9% Cukup 9 92,4% 57,6% 47,8% 65,9% Baik 10 60,9% 55,4% 53,3% 56,5% Cukup 11 71,7% 48,9% 47,8% 56,2% Cukup 12 52,2% 39,1% 31,5% 40,9% Cukup 13 43,5% 23,9% 22,8% 30,1% Kurang 14 46,7% 26,1% 23,9% 32,3% Kurang 15 50% 27,2% 27,2% 34,8% Kurang Rata-rata 64,9% 47,7% 46,2% 52,9% Cukup
Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa persentase rata-rata
keterampilan penjelasan ilmiah siswa adalah 52,9% dengan kategori cukup.
Keterampilan penjelasan ilmiah pada masing-masing komponen dijelaskan
secara rinci sebagai berikut.
Jurnal MIPA dan Pembelajarannya, 1(5), 2021, 322–333
327
3.2.2. Keterampilan Menentukan Klaim
Sejauh mana kemampuan siswa menentukan klaim dapat
diketahui berdasarkan perhitungan persentase klaim pada tiap butir soal
yang disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Persentase Keterampilan Penjelasan Ilmiah Siswa pada Komponen
Klaim
No. Soal Klaim Keterangan 1 71,7% Baik 2 64,1% Baik 3 71,7% Baik 4 73,9% Baik 5 70,7% Baik 6 67,4% Baik 7 66,3% Baik 8 69,6% Baik 9 92,4% Sangat Baik 10 60,9% Baik 11 71,7% Baik 12 52,2% Cukup 13 43,5% Cukup 14 46,7% Cukup 15 50% Cukup Rata-rata keseluruhan 64,9% Baik
Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa persentase rata-rata
keterampilan penjelasan ilmiah siswa pada komponen klaim adalah 64,9%
dengan kategori baik. Hal ini mungkin terjadi sebab dalam menentukan klaim,
siswa seringkali tidak melibatkan proses berpikir yang cukup kompleks,
berbeda dengan memaparkan bukti dan menuliskan interpretasi/makna yang
memerlukan konsep berpikir kritis dengan tingkatan lebih tinggi (Heng dkk,
2014). Hal ini didukung pula oleh (Supeno dkk., 2017) bahwa klaim
merupakan komponen yang paling mudah dipahami oleh siswa. Selain itu,
klaim dikatakan sebagai sebuah pernyataan atau kesimpulan (Lu dkk., 2018).
Soal yang disajikan menuntut siswa menyimpulkan jawaban berdasarkan data,
hal ini tergolong mudah bagi siswa karena tidak memerlukan pemikiran yang
kompleks. Tingginya persentase penjelasan ilmiah siswa pada komponen
klaim dibandingkan komponen bukti dan interpretasi juga sesuai dengan hasil
penelitian Muslim (2015) dan Heng dkk. (2014) yang menunjukkan hasil
serupa.
3.2.3. Keterampilan Memaparkan Bukti Keterampilan memaparkan bukti terhadap siswa kelas VIII MTsN 2 Kota
Blitar dapat diketahui berdasarkan perhitungan persentase rata-rata. Hasil
persentase rata-rata keterampilan memaparkan bukti dapat dilihat pada Tabel
4 berikut ini.
Jurnal MIPA dan Pembelajarannya, 1(5), 2021, 322–333
328
Tabel 4 Persentase Keterampilan Penjelasan Siswa pada Komponen Bukti
No. Soal Bukti Keterangan 1 52,2% Cukup 2 56,5% Cukup 3 60,9% Baik 4 52,2% Cukup 5 60,9% Baik 6 51,1% Cukup 7 53,3% Cukup 8 50% Cukup 9 57,6% Cukup 10 55,4% Cukup 11 48,9% Cukup 12 39,1% Kurang 13 23,9% Kurang 14 26,1% Kurang 15 27,2% Kurang Rata-rata keseluruhan 47,7% Cukup
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa persentase penjelasan ilmiah
siswa pada komponen bukti sebesar 47,7% dengan kategori cukup. Meskipun
demikian, masih terdapat beberapa beberapa soal yang memiliki kategori
komponen bukti kurang. Bukti merupakan jawaban berupa data baik hasil
pengukuran maupun pengamatan yang mendukung klaim (McNeill & Martin,
2011). Akan tetapi, jawaban yang ditulis siswa bukan berupa data ilmiah, akan
tetapi justru makna dari bukti. Sebagai contoh pada soal nomor 15 yang
ditunjukkan oleh Gambar 1.
Gambar 1 Jawaban Bukti Siswa pada Soal Nomor 15
Berdasarkan gambar tersebut, diketahui bahwa siswa tidak
memaparkan bukti berupa data ilmiah. Jawaban yang diharapkan adalah siswa
menuliskan bahwa terbentuk kristal didalam ginjal akibat kekurangan
konsumsi air sebagai bukti dari klaim. Terbentuknya kristal didalam ginjal
merupakan data berupa informasi yang terdapat di butir soal.
Kemungkinan lain rendahnya bukti di beberapa butir soal dapat
disebabkan oleh siswa yang terkadang kesulitan dalam memaparkan bukti.
Kesulitan ini terjadi karena siswa sering mengandalkan pandangan pribadi,
atau menyertakan data sebagai bukti tapi bukan data yang sesuai (McNeill
dkk., 2006). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Jurnal MIPA dan Pembelajarannya, 1(5), 2021, 322–333
329
Gambar 2 Jawaban Bukti Siswa pada Soal Nomor 12
Berdasarkan Gambar 2 pada soal nomor 12, siswa tidak menuliskan
bukti berupa data tetapi siswa meuliskan jawaban sesuai dengan pandangan
pribadi mereka.
3.2.4. Keterampilan Menuliskan Interpretasi/Makna Keterampilan memaparkan bukti terhadap siswa kelas VIII MTsN 2 Kota
Blitar dapat diketahui berdasarkan perhitungan persentase rata-rata. Hasil
persentase rata-rata keterampilan memaparkan bukti dapat dilihat pada Tabel
5 berikut ini.
Tabel 5 Persentase Keterampilan Penjelasan Ilmiah Siswa pada Komponen
Interpretasi
No. Soal Interpretasi Keterangan 1 52,2% Cukup 2 57,6% Cukup 3 55,4% Cukup 4 57,6% Cukup 5 57,6% Cukup 6 52,2% Cukup 7 55,4% Cukup 8 51,1% Cukup 9 47,8% Cukup 10 53,3% Cukup 11 47,8% Cukup 12 31,5% Kurang 13 22,8% Kurang 14 23,9% Kurang 15 27,2% Kurang Rata-rata keseluruhan 46,2% Cukup
Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa perentasi rata-rata penjelasan
ilmiah ilmiah siswa pada komponen interpretasi sebesar 46,2% dengan
kategori cukup. Sama halnya dengan komponen bukti, pada komponen
interpretasi masi terdapat beberapa butir soal yang memiliki nilai persentase
rendah. Interpretasi pada penjelasan ilmiah (scientifict explanation)
merupakan deferensiasi dari reasoning
atau alasan. Interpretasi dimaksudkan untuk menjelaskan bukti yang
digunakan untuk mendukung klaim. Rendahnya persentase penjelasan ilmiah
pada komponen interpretasi kemungkinan juga disebabkan siswa kurang
mampu memberikan penjelasan makna dari bukti. Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian (Hidayah dkk., 2019) yang mengungkapkan bahwa kemampuan
beberapa siswa dalam memberikan penjelasan cukup rendah. Selain itu
menuliskan interpretasi juga erat kaitannya dengan konten materi yang
Jurnal MIPA dan Pembelajarannya, 1(5), 2021, 322–333
330
dipelajari (McNeill dkk., 2006). Apabila siswa tidak memahami materi, akan
kesulitan dalam memberikan makna dari bukti. Contohnya saat disajikan soal
mengenai hasil uji benedict yang mengubah warna urine menjadi merah atau
hasil uji biuret yang mengubah warna urin menjadi ungu. Tentunya siswa
tidak akan kesulitan menjelaskan makna warna pada urine yang berubah
menjadi merah karena mengandung glukosa dan ungu mengandung protein,
apabila siswa tidak paham materi sistem ekskresi manusia.
3.2.5. Keterampilan Penjelasan Ilmiah pada Materi Sistem Ekskresi Manusia
Tingkat keterampilan penjelasan ilmiah rata-rata siswa MTsN 2 Kota
Blitar disajikan dalam Tabel 6.
Tabel 6 Persentase Keterampilan Penjelasan Ilmiah Siswa pada Setiap Sub
Materi Sistem Ekskresi Manusia
No. Sub Materi Persentase Rata-rata Katergori 1. Struktur dan Fungsi Ginjal 53% Cukup
2. Struktur dan Fungsi Kulit, Paru-paru dan Hati
55,1% Cukup
3. Gangguan pada Sistem Ekskresi Manusia
54,1% Cukup
4. Upaya Menjaga Kesehatan Sistem Ekskresi Manusia
34,8% Kurang
Rata-rata 49% Cukup
Berdasarkan Tabel 6 tersebut, dapat diketahui bahwa persentase
keterampilan penjelasan ilmiah siswa pada materi sistem ekskresi manusia
tergolong cukup, yaitu sebesar 46,2%. Akan tetapi ditinjau dari sub materi
upaya menjaga kesehatan sistem ekskresi manusia hanya menunjukkan
persentase sebasar 34,8%, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada sub
materi tersebut siswa tingkat pemahaman siswa masih kurang. Penjelasan
ilmiah dapat digunakan untuk mengukur tingkat pemahaman siswa,
kurangnya tingkat pemahaman siswa berdampak pada rendahnya penjelasan
ilmiah (McNeill & Krajick, 2008). Berikut akan dijelaskan alasan rendahkanya
tingkat keterampilan penjelasan ilmiah siswa pada sub materi upaya menjaga
kesehatan sistem ekskresi.
Keterampilan penjelasan ilmiah pada sub materi upaya menjaga
kesehatan sistem ekskresi manusia terdapat pada soal nomor 15. Pada soal ini
siswa diminta untuk menganalisis upaya apa yang belum dilakukan oleh
sesorang sehingga orang tersebut mengalami gangguan batu ginjal. Seseorang
yang pola hidupnya sehat dengan rajin berolahraga dan istirahat cukup tidak
dapat terlepas dari risiko gangguan batu ginjal jika kurang mengonsumsi air
putih yang cukup. Persentase rata-rata siswa pada sub materi ini kurang yaitu
hanya 34,8%. Hal ini kemungkinan disebabkan siswa tidak memaparkan bukti
secara ilmiah dan juga keliru menuliskan bukti sebagai interpretasi seperti
Gambar 3.
Jurnal MIPA dan Pembelajarannya, 1(5), 2021, 322–333
331
Gambar 3 Jawaban Interpretasi Siswa pada Soal Nomor 15
Pada Gambar 3 siswa menuliskan terbentuknya kristal garam di dalam
ginjal karena kekurangan konsumsi air, yang seharusnya jawaban tersebut
merupakan bukti. Interpretasi yang diharapkan adalah kekurangan air
merupakan ciri orang yang jarang mengkonsumsi air putih.
Berdasarkan pembahasan deskripsi hasil keterampilan penjelasan
ilmiah siswa, dapat disimpulkan bahwa siswa kelas VIII MTsN 2 Kota Blitar
memiliki keterampilan penjelasan ilmiah cukup. Tingkat keterampilan
argumentasi pada komponen klaim dikategorikan baik, komponen bukti
dikategorikan cukup, dan komponen interpretasi/makna dikategorikan cukup.
Meskipun demikian, masih ada beberapa butir soal yang menunjukkan
keterampilan penjelasan ilmiah siswa rendah. Untuk itu penjelasan ilmiah
pada siswa perlu ditingkatkan sebab dengan penjelasan ilmiah, siswa mampu
menjelaskan fenomena secara ilmiah sehingga konsep yang telah dipelajari
dapat benar-benar dipahami oleh siswa (Ginanjar dkk., 2015). Salah satu cara
meningkatkan keterampilan penjelasan ilmiah siswa adalah dengan
menggunakan metode pembelajaran Argument Driver Inquiry yang mampu
menujukkan peningkatan keterampilan penjelasan siswa dibandingkan model
konvensional (Safira dkk., 2018). Selain itu membiasakan siswa mengerjakan
pola soal penjelasan ilmiah juga dapat meningkatkan keterampilan penjelasan
ilmiah siswa.
4. Simpulan
4.1. Kesimpulan
Produk akhir yang dihasilkan dari pengembangan tes penjelasan ilmiah ini
adalah 15 butir soal berbentuk soal essay. 15 butir soal tes penjelasan ilmiah yang
dihasilkan telah memenuhi uji validasi isi oleh dua validator ahli yaitu satu dosen
Prodi Pendidikan IPA Universitas Negeri Malang dan satu guru IPA MTsN 2 Kota
Blitar, dengan persentase 91,7% dan kategori sangat layak. Selain itu soal juga telah
memenuhi validitas butir soal terhadap 46 siswa kelas VIII MTsN 2 Kota Blitar
meliputi uji validitas, reliabilitas, daya beda, dan taraf kesukaran.
Berdasarkan deskripsi hasil keterampilan penjelasan ilmiah dapat diperoleh
kesimpulan bahwa keterampilan penjelasan ilmiah siswa kelas VIII MTsN 2 Kota
Blitar pada materi sistem ekskresi manusia pada komponen klaim dikategorikan baik
(64,9%), komponen bukti dikategorikan cukup (47,7%), dan komponen
interpretasi/makna diketegorikan cukup (46,2%). Keterampilan penjelasan ilmiah
pada setiap sub materi dikategorikan cukup dengan persentase 49%.
Jurnal MIPA dan Pembelajarannya, 1(5), 2021, 322–333
332
4.2. SARAN
Tes penjelasan ilmiah yang telah dihasilkan diharapkan dapat dikembangkan
lebih lanjut dengan mengkaji lebih dalam indikator-indikator soal penjelasan ilmiah
dan juga pada materi yang lebih luas, tidak hanya terbatas pada kerangka argumetasi
oleh (McNeill & Krajick, 2008). Selanjutnya, untuk meningkatkan kemampuan
penjelasan ilmiah siswa, dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya dengan
menggunakan metode pembelajaran Argument Driver Inquiry (ADI) ataupun
membiasakan siswa mengerjakan soal berpola penjelasan ilmiah. Selain itu, penelitian
dan pengembangan tes penjelasan ilmiah diharapkan dijadikan sebagai bahan
rujukan dan memberikan inspirasi bagi peneliti atau pengembang lain dalam
merumuskan tes penjelasan ilmiah, mengingat pengembangan tes penjelasan ilmiah
masih jarang sekali dilakukan di dunia pendidikan Indonesia, pada tingkat SMP/MTs
khususnya mata pelajaran IPA.
Daftar Rujukan Amini, F., Nasution, M. Y., Mulkan, M., & Sugito H. (2018). Analisis kemampuan kognitif dan kesulitan belajar
siswa materi sistem ekskresi di SMA negeri 1 Karang Baru. Jurnal Pelita Pendidikan, 6(4).
Arends, R. I. (2012). Learning to teach. McGraw-Hill Companies.
Alberida, H. (2016). Pengembangan compact disc (cd) interaktif materi sistem eksresi pada manusia untuk siswa SMA.
Ginanjar, W. S., & Utari, S. (2015). Penerapan model argument-driven inquiry dalam pembelajaran IPA untuk meningkatkan kemampuan argumentasi ilmiah siswa SMP. Jurnal Pengajaran MIPA, 20(1), 32-37.
Harwood, W. S., Reiff, R., & Phillipson, T. (2002). Scientists' Conceptions of Scientific Inquiry: Voices from the Front.
Heng, L. L., Surif, J. B., & Seng, C. H. (2014). Individual versus group argumentation: Student's performance in a Malaysian context.
Hidayah, N., Rusilowati, A., & Masturi, M. (2019). Analisis Profil Kemampuan Literasi Sains Siswa SMP/MTS Di Kabupaten Pati. Phenomenon: Jurnal Pendidikan MIPA, 9(1), 36-47.
Kadir, A. (2015). Menyusun dan menganalisis tes hasil belajar. Al-TA'DIB: Jurnal Kajian Ilmu Kependidikan, 8(2), 70-81.
Lu, S., Bi, H., & Liu, X. (2018). The effects of explanation-driven inquiry on students’ conceptual understanding of redox. International Journal of Science Education, 40(15), 1857-1873.
McNeill, K. L., Lizotte, D. J., Krajcik, J., & Marx, R. W. (2004, April). Supporting students’ construction of scientific explanations using scaffolded curriculum materials and assessments. In Annual Conference of the American Educational Research Association, San Diego.
McNeill, K. L., & Krajcik, J. (2008). Inquiry and scientific explanations: Helping students use evidence and reasoning. Science as inquiry in the secondary setting, 121, 34.
McNeill, K. L., & Martin, D. M. (2011). Claims, evidence, and reasoning. Science and Children, 48(8), 52.
Muslim, M. (2015). Implementasi Model Pembelajaran Argumentasi Dialogis dalam Pembelajaran Fisika untuk Meningkatkan Kemampuan Argumentasi Ilmiah Siswa SMA. Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika, 1(2), 13-18.
Nasional, D. P. (2016). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan menengah. Jakarta: Depdiknas.
Ningsi, S., Suhandi, A., Kaniawati, I., & Samsudin, A. (2019, February). KTG-SESC: Development of scientific explanation skills test instrument. In Journal of Physics: Conference Series (Vol. 1157, No. 3, p. 032050). IOP Publishing.
Ogundeji, O. M., Madu, B. C., & Onuya, C. C. (2019). Scientific Explanation of Phenomena and Concept Formation as Correlates of Students’ Understanding of Physics Concepts. European Journal of Physics Education, 10(3), 10-19.
Jurnal MIPA dan Pembelajarannya, 1(5), 2021, 322–333
333
Putri, R. E. (2018). Meningkatkan kemampuan argumentasi ilmiah siswa SMP Kelas VII melalui bahan ajar IPA terpadu dengan tema HALO pada topik kalor. SEMESTA: Journal of Science Education and Teaching, 1(1), 34-46.
Rahmayani, R., Sinambela, M., & Rosida, R. ANALISIS FAKTOR KESULITAN BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM EKSKRESI MANUSIA KELAS XI MIA SMA NEGERI 16 MEDAN. Jurnal Pelita Pendidikan, 5(2).
Safira, C. A., Hasnunidah, N., & Sikumbang, D. (2018). Pengaruh Model Pembelajaran Argument-Driven Inquiry (ADI) terhadap Keterampilan Argumentasi Siswa Berkemampuan Akademik Berbeda (The Effects of Argument-Driven Inquiry (ADI) Learning Model on Students’ Argumentation Skills with Various Academic Levels). Indonesian Journal of Biology Education, 1(2), 45-61.
Supeno, S., Kurnianingrum, A. M., & Cahyani, M. U. (2017). Kemampuan Penalaran Berbasis Bukti dalam Pembelajaran Fisika. Jurnal Pembelajaran dan Pendidikan Sains, 2(1), 65-78.
Wahdan, W. Z., Sulistina, O., & Sukarianingsih, D. (2017). Analisis Kemampuan Berargumentasi Ilmiah Materi Ikatan Kimia Peserta Didik SMA, MAN, dan Perguruan Tinggi Tingkat I. J-PEK (Jurnal Pembelajaran Kimia), 2(2), 30-40.
Yusuf, I., & Widyaningsih, S. W. (2018). Profil kemampuan mahasiswa dalam menyelesaikan soal HOTS di Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Papua. Jurnal Komunikasi Pendidikan, 2(1), 42-49.
Top Related