135
PENGARUH INDEKS SAHAM GLOBAL
DAN KONDISI MAKRO INDONESIA TERHADAP
INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN BURSA EFEK
INDONESIA
Pardomuan Sihombing
Magister Ilmu Ekonomi, Universitas Mercu Buana, Indonesia
E-mail: [email protected]
Rizal Magister Ilmu Ekonomi, Universitas Trisakti, Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstract The objective of this research is to examine the effect of global stock indices and marco
economic condition of Indonesia to Jakarta Stock Exchange Composite Index (JCI). The
global stock indices that had been analyzed in this research are Dow Jones Industrial
Average (DJIA), Nikkei 225 (N225), Shanghai Stock Exchange Composite (SSE), Financial
Times Stock Exchange 100 (FTSE 100), and Hang Seng Index (HSI). The macro economic
indicator that had been analyzed in this research are exchange rate United States dollar to
Indonesian rupiah, inflation and BI rate. This research was conducted using secondary data.
Research periods are 10 years for 120 months since January 2008 until December 2012. This
study was analyzed by using error correction model (ECM). By using this method, it can be
analyzed the short and long term influence from the independent variables to the dependent
variable with its analysis techniques to correct long term imbalances. The result shows that
in short term, only DJIA, exchange rate and BI rate have significant effect on JCI. While in
long term, DJIA, N225, SSE, HSI, and BI rate have significant effect on JCI. Adjusted R-
square value of 0.444987 can illustrate that the dependent variable is explained by the
independent variables for 44.499 percent, while the rest are influenced by the other
variables.
Keywords: Error Correction Model, Global Stock Indices, JCI, Macro Economic
Indicator
Media Ekonomi Vol. 22 No. 2 Agustus 2014
136
PENDAHULUAN
Pasar modal dapat
didefinisikan sebagai tempat untuk
mentransaksikan modal jangka
panjang, dimana permintaan
diwakili oleh perusahaan penerbit
surat berharga dan penawaran
diwakili oleh para investor
(Widoatmodjo, 2015). Pasar
modal merupakan salah satu
sarana bagi perusahaan yang ingin
meningkatkan kebutuhan dana
jangka panjang untuk menunjang
kelangsungan usaha. Selain itu,
pasar modal juga bisa menjadi
alternatif bagi para investor yang
hendak menginvestasikan dananya
dengan beragam tingkat
pengembalian dan tingkat risiko
yang dihadapi (Hartono, 2015).
Menurut Undang-Undang
Republik Indonesia No. 8 Tahun
1995 tentang pasar modal, pasar
modal memiliki peran yang
strategis dalam pembangunan
nasional. Hal ini menjadikan pasar
modal di Indonesia telah menjadi
bagian dalam instrumen
perekonomian, sehingga
perkembangannya dapat
digunakan untuk melihat
gambaran perekonomian
Indonesia.
Secara keseluruhan, dapat
dikatakan bahwa pasar modal
Indonesia merupakan pasar yang
sedang berkembang. Hal ini
terlihat dari perkembangan Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG)
yang mengalami pertumbuhan
sebesar 979,15 persen dari Januari
2000 ke Desember 2015. Pada 7
April 2015, IHSG membukukan
rekor tertingginya ketika ditutup
pada level 5.523,29. Hingga 30
Desember 2015, terdapat 521
perusahaan yang tercatat di Bursa
Efek Indonesia (BEI). Meski
demikian, kondisi pasar modal di
Indonesia masih tergolong rentan
dengan kondisi atau kejadian-
kejadian ekonomi dunia secara
umum. Pada 8 Oktober 2008,
IHSG sempat mengalami
penurunan drastis sebesar 10,38
persen atau 168,05 poin ke level
1.451,67. Hal ini terkait dengan
adanya krisis ekonomi di Amerika
Serikat yang disebabkan oleh
subprime mortgage.
Imbas dari krisis di
Amerika Serikat juga terasa
hingga Indonesia. Menurut data
dari Bank Indonesia, besarnya
inflasi pada September 2008
mencapai 12,14 persen, dan nilai
tukar rupiah terhadap dolar
Amerika Serikat terus
terdepresiasi hingga mencapai
Rp12.151,00. Nilai IHSG juga
mengalami kemerosotan hingga
mencapai level 1.451,67 dan
membuat IHSG menutup
perdagangan sementara selama
dua hari pada 8 dan 9 Oktober
Pengaruh Indeks Saham Global dan Kondisi Makro Indonesia Terhadap Indeks
Harga Saham Gabungan Bursa Efek Indonesia
137
2008 (Antara, 2008). Adanya
pengaruh dari krisis di Amerika
Serikat yang berpengaruh terhadap
pasar modal Amerika Serikat dan
Indonesia menunjukkan adanya
integrasi antar bursa. Pada
umumnya para ahli sepakat bahwa
bursa–bursa saham di dunia saling
terkait satu sama lain. Biasanya,
bursa yang lebih besar akan
mempengaruhi bursa yang lebih
kecil (Mansur, 2005). Besarnya
kapitalisasi pasar modal global
terbesar per 31 Desember 2015
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kapitalisasi Pasar
Modal Global Terbesar Pasar
Modal
Negara Kapitalisasi
Pasar*
New York
Stock
Exchange
Amerika
Serikat
17,786.79
NASDAQ Amerika
Serikat
7,280.75
Japan
Exchange
Group
Jepang 4,894.92
Shanghai
Stock
Exchange
China 4,549.29
London
Stock
Exchange
Group
Inggris 3,878.77
Shenzhen
Stock
Exchange
China 3,638.73
Hong Kong
Exchanges
and
Clearing
Hong
Kong
3,184.87
Deutsche
Boerse
Jerman 1,715.80
TMX Kanada 1,591.93
Pasar
Modal
Negara Kapitalisasi
Pasar*
Group
SIX Swiss
Exchanges
Swiss 1,519.32
*dalam miliar dolar Amerika Serikat
Sumber: World Stock Exchange, data
diolah, 2016
Berdasarkan data pada
Tabel 1, maka terdapat lima
negara yang memiliki pasar modal
terbesar di dunia, yakni Amerika
Serikat, Jepang, China, Inggris
dan Hong Kong. Besarnya
kapitalisasi pasar modal Indonesia
yang mencapai Rp4.873 triliun
atau $353.27 miliar tergolong
kecil jika dibandingkan dengan
lima negara berkapitalisasi pasar
terbesar di dunia. Melihat pasar
modal Indonesia sedang
berkembang dengan baik, banyak
investor asing yang tertarik untuk
menginvestasikan dananya di
pasar modal Indonesia.
Kondisi ini dapat dilihat
pada
Tabel 2, dimana dalam periode
2011-2015,
Media Ekonomi Vol. 22 No. 2 Agustus 2014
138
Tabel 2. Proporsi kepemilikan saham di Pasar Modal Indonesia
2011 2012 2013 2014 2015
Nilai* % Nilai* % Nilai* % Nilai* % Nilai* %
839,32 40,1
4
1.040,
62
41,2
1
868,80 37,0
6
1.026,
76
35,5
1
948,97 36,0
1
1.251,
89
59,8
6
1.484,
39
58,7
9
1.475,
47
62,9
4
1.864,
98
64,4
9
1.686,
34
63,9
9
2.091,
21
100 2.525,
01
100 2.344,
27
100 2.891,
74
100 2.635,
31
100
*dalam triliun rupiah
Sumber: Kustodian Sentra Efek Indonesia, data diolah, 2016
investor asing lebih mendominasi
kepemilikan saham di Pasar
Modal Indonesia. Tidak bisa
dimungkiri pula bahwa terdapat
kebiasaan dari investor domestik
untuk mengikuti strategi atau
perilaku dari investor asing
sebagai acuan (Cahyono, 2000).
Akibatnya pergerakan IHSG
sangat rentan dengan isu-isu
global di dunia.
Krisis ekonomi yang
dirasakan Amerika Serikat dan
akhirnya merembet menjadi krisis
global, serta jatuhnya nilai DJIA
dan IHSG pada tahun 2008
membuktikan bahwa pergerakan
IHSG dipengaruhi oleh
pergerakan indeks saham global
lainnya dan kondisi ekonomi suatu
negara. Untuk itu, diperlukan
suatu pembuktian secara ilmiah
guna meneliti faktor-faktor apa
saja yang mempengaruhi
pergerakan IHSG. Dengan
demikian, para investor yang
menanamkan modalnya di pasar
modal dapat memaksimalkan
keuntungan dan mengendalikan
risiko.
Blanchard (2006)
menyatakan bahwa beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi
pergerakan indeks saham suatu
negara antara lain adalah indeks
saham global, nilai tukar mata
uang, kondisi makro, dan faktor
lainnya.
Berdasarkan data pada Tabel 1,
terdapat lima negara yang
memiliki pasar modal terbesar di
dunia, yakni Amerika Serikat,
Jepang, China, Inggris dan Hong
Kong. Dengan demikian,
perkembangan pasar modal
Indonesia dapat dipengaruhi oleh
indeks saham lima negara
tersebut. Selain indeks saham
global, perkembangan pasar modal
suatu negara juga dipengaruhi oleh
kondisi ekonomi suatu negara.
Untuk itu, diperlukan indikator
makro ekonomi yang bisa
Pengaruh Indeks Saham Global dan Kondisi Makro Indonesia Terhadap Indeks
Harga Saham Gabungan Bursa Efek Indonesia
139
menggambarkan kondisi ekonomi
suatu negara secara keseluruhan.
Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi pergerakan
IHSG dalam kurun waktu
penelitian (Januari 2006 sampai
dengan Desember 2015). Faktor-
faktor yang diduga mempengaruhi
pergerakan IHSG adalah indeks
saham global dari lima pasar
modal yang memiliki kapitalisasi
pasar terbesar di dunia, yakni Dow
Jones Industrial Average (DJIA,
Amerika Serikat), Nikkei 225
(N225, Jepang), Shanghai Stock
Exchange Composite (SSE,
China), Financial Times Stock
Exchange 100 (FTSE 100,
Inggris) dan Hang Seng Index
(HSI, Hong Kong). Selain itu,
penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh dari
indikator makro ekonomi
Indonesia terhadap IHSG. Adapun
indikator makro ekonomi yang
digunakan dalam penelitian ini
adalah nilai tukar rupiah terhadap
dolar Amerika Serikat, inflasi
(year on year) dan BI rate..
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menguji
pengaruh beberapa indeks saham
global: DJIA, N225, SSE, FTSE
100, HSI dan kondisi makro
Indonesia: nilai tukar, inflasi dan
BI rate terhadap pergerakan
Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG). Penelitian ini
menggunakan periode penelitian
dari tahun 2006-2015. Data yang
digunakan dalam penelitian ini
adalah data sekunder berupa data
harga penutupan akhir bulan yang
telah disesuaikan dari IHSG,
DJIA, N225, SSE, FTSE 100, dan
HSI, serta nilai tukar rupiah
terhadap dolar Amerika Serikat,
inflasi (year on year) dan BI rate
selama Januari 2006 hingga
Desember 2015. Sumber data
diperoleh dari Yahoo Finance,
investing.com dan Bank
Indonesia.
Metode analisis yang
digunakan untuk membuktikan
hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah model
ekonometrika koreksi kesalahan
atau Error Correction Model
(ECM). Menurut Juanda dan
Junaidi (2012) model ECM relatif
baik digunakan karena faktor
gangguan yang merupakan
equilibrium error dapat diukur.
Equilibrium error ini dapat
digunakan untuk mengkaitkan
perilaku jangka pendek terhadap
nilai jangka panjang antara
variabel-variabel ekonomi.
Media Ekonomi Vol. 22 No. 2 Agustus 2014
140
Bila dalam jangka pendek
terdapat keseimbangan dalam satu
periode maka model koreksi
kesalahan akan mengoreksi pada
periode berikutnya, sehingga
mekanisme koreksi model
kesalahan dapat diartikan sebagai
penyesuaian perilaku jangka
pendek dan jangka panjang. Untuk
menganalisis pengaruh DJIA,
N225, SSE, FTSE 100, HSI,
inflasi, nilai tukar dan BI rate
terhadap IHSG dalam jangka
panjang, maka disusun dalam
persamaan dalam bentuk berikut:
IHSGt = b0 + b1DJIAt + b2N225t +
b3SSEt + b4FTSE100t + b5HSIt +
b6KURSt + b7INFt + b8BIRt + et (1)
Keterangan:
b0 = koefisien konstanta
b1 = koefisien regresi DJIA
b2 = koefisien regresi N225
b3 = koefisien regresi SSE
b4 = koefisien regresi FTSE 100
b5 = koefisien regresi HIS
b6 = koefisien regresi Kurs
b7 = koefisien regresi Inflasi
b8 = koefisien regresi BI Rate
e = koefisien error
Secara sederhana, model
estimasi ECM untuk persamaan
jangka pendek adalah sebagai
berikut:
ΔIHSGt = b0 + b1ΔDJIAt +
b2ΔN225t + b3ΔSSEt +
b4ΔFTSE100t + b5ΔHSIt +
b6ΔKURSt + b7ΔINFt + b8ΔBIRt +
b9ECTt-1 + et (2)
Keterangan:
Δ = selisih dari nilai variabel pada
t – t-1
t 1t 1 t 1 t 1ˆECT e (IHSG IHSG )
= lag1
et = error yang memenuhi asumsi
klasik
ECT (Error Correction
Term) adalah nilai residual pada
persamaan jangka panjang yang
dapat diinterpretasikan sebagai
kesalahan keseimbangan (error
correction component) dari
periode waktu sebelumnya (t-1).
ECT diperoleh dengan cara
meregresikan variabel dependen
dengan variabel independen secara
OLS pada persamaan jangka
panjang. Residual tersebut harus
stasioner pada tingkat level untuk
dapat dikatakan memiliki
kointegrasi. Agar model ECM
layak digunakan, maka koefisien
hasil regresi dari ECT harus
negatif dan signifikan (Juanda dan
Junaidi, 2012).
Persamaan jangka pendek
menjelaskan bahwa perubahan
variabel IHSG dalam jangka
panjang akan diseimbangkan oleh
ECT pada periode sebelumnya.
Dalam regresi ini, Δ
menggambarkan disturbance
jangka pendek dari masing-masing
variabel independen sementara
Pengaruh Indeks Saham Global dan Kondisi Makro Indonesia Terhadap Indeks
Harga Saham Gabungan Bursa Efek Indonesia
141
ECT menggambarkan penyesuaian
menuju keseimbangan jangka
panjang (Juanda dan Junaidi,
2012). Koefisien b9 merupakan
faktor penyesuaian (adjustment
factor), yang berarti bahwa
apabila fluktuasi dari variabel-
variabel yang diamati ternyata
menyimpang dari long-run track-
nya, maka variabel-variabel
tersebut akan melakukan
penyesuaian untuk kembali
kepada long run track-nya yang
tidak lain adalah track
equilibrium-nya. Setelah
ditemukan persamaan regresi
untuk jangka panjang dan jangka
pendek dari model, maka untuk
mengetahui apakah model regresi
merupakan model yang
menghasilkan estimator linear
yang tidak bias dan terbaik (Best
Linear Unbias Estimator),
diperlukan pengujian asumsi
klasik yang meliputi uji
normalitas, uji multikolinearitas,
uji heteroskedastisitas, dan uji
autokorelasi. Selanjutnya untuk
mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam
menerangkan variasi variabel
dependen, maka dapat dilihat
besarnya koefisien determinasi
yang disesuaikan (adjusted R-
square). Nilai yang mendekati 1
(satu) mengartikan variabel-
variabel independen memberikan
hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi
variasi variabel-variabel dependen
(Basuki dan Prawoto, 2016).
Untuk melihat pengaruh semua
variabel independen terhadap
variabel dependen secara simultan
atau keseluruhan, maka dilakukan
uji statistik F. Jika besarnya
probabilitas F hitung > α, maka
keseluruhan variabel independen
secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap variabel
dependen. Untuk mengetahui
seberapa jauh pengaruh satu
variabel independen secara
individual dalam menjelaskan
variasi variabel dependen, maka
dilakukan uji statistik t. Jika nilai
probabilitas t hitung > α, maka
variabel independen secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap
variabel dependen. (Basuki dan
Prawoto, 2016). Semakin besar
nilai mutlak t hitung atau semakin
kecil nilai probabilitas dari
variabel independen, maka
variabel independen tersebut
semakin berpengaruh dominan
terhadap variabel dependen
(Gujarati dan Porter, 2009).
HASIL DAN PEMBASAHAN
Berdasarkan hasil
pengolahan data, deskripsi
Media Ekonomi Vol. 22 No. 2 Agustus 2014
142
variabel-variabel penelitian
dibawah ini menunjukkan nilai
minimum, nilai maksimum, nilai
rata-rata dan standar deviasi dari
data. Hasil data statistik deskriptif
yang telah diolah ditunjukkan
pada Tabel 3.
Tabel 3. Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
N Mean Maximum Minimum Std.
Deviation
IHSG 120 3.313,45 5.518,68 1.230,66 1.296,73
DJIA 120 12,990.87 18,132.7 7,062.93 2,728.48
N225 120 13,187.10 20,585.24 7,568.42 3,680.67
SSE 120 2,743.23 5,954.77 1,258.05 898.8
FTSE
100
120 5,893.57 6,984.43 3,830.09 712.62
HSI 120 21,315.31 31,352.58 12,811.57 3,300.01
KURS 120 10.311,34 14.735 8.575 1.575,55
INF 120 6,95 17,92 2,41 3,29
BIR 120 7,67 12,75 5,75 1,74 Sumber: data diolah, 2016
Uji Stasioneritas
Pengujian stasioneritas ini
dilakukan dengan menguji akar-
akar unit, yang salah satunya dapat
diuji dengan metode Augmented
Dickey-Fuller (ADF). Jika nilai
probabilitas chi-square (p-value)
lebih kecil dari tingkat taraf nyata
(α), maka data tersebut telah
stasioner (Basuki dan Prawoto,
2016). Hasil uji stasioneritas dari
setiap variabel untuk model
pengaruh indeks global dan
indikator makro terhadap IHSG
disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Pengujian Stasioneritas Variabel Penelitian
Variabel Level First Difference
P-value Keterangan P-value Keterangan
IHSG 0,9375 Tidak Stasioner 0,0000 Stasioner
DJIA 0,9324 Tidak Stasioner 0,0000 Stasioner
N225 0,7122 Tidak Stasioner 0,0000 Stasioner
SSE 0,6881 Tidak Stasioner 0,0000 Stasioner
FTSE 100 0,6765 Tidak Stasioner 0,0000 Stasioner
HSI 0,6810 Tidak Stasioner 0,0000 Stasioner
KURS 0,9221 Tidak Stasioner 0,0000 Stasioner
INF 0,0138 Stasioner 0,0000 Stasioner
Pengaruh Indeks Saham Global dan Kondisi Makro Indonesia Terhadap Indeks
Harga Saham Gabungan Bursa Efek Indonesia
143
Variabel Level First Difference
P-value Keterangan P-value Keterangan
BIR 0,0970 Tidak Stasioner 0,0001 Stasioner Sumber: data diolah, 2016
Hasil uji stasioneritas pada Tabel
4. memperlihatkan bahwa seluruh
variabel, kecuali BIR tidak
signifikan pada taraf nyata
konvensional (5 persen).
Selanjutnya, dengan melakukan
pengujian kembali stasioneritas
dari setiap variabel dalam kondisi
pembedaan pertama (first
difference) diperoleh bahwa setiap
variabel hasil pembedaan pertama
sudah stasioner. Dengan kata lain,
data bersifat stasioner pada
pembedaan pertama.
Uji Kointegrasi
Uji kointegrasi diperlukan
untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan jangka panjang dari
variabel-variabel yang digunakan
pada model. Salah satu metode
yang dapat digunakan untuk
melakukan uji kointegrasi, adalah
Engle-Granger Cointegration
Test. Residual harus stasioner
pada tingkat level untuk dapat
dikatakan memiliki kointegrasi
(Basuki dan Prawoto, 2016). Hasil
pengujian kointegrasi dapat dilihat
pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Pengujian Kointegrasi Engle-Granger
Variabel Level
P-value Keterangan
ECT 0,0001 Stasioner
Sumber: data diolah, 2016
Tabel 5 menunjukkan
bahwa terjadi hubungan
kointegrasi yang diperlihatkan
oleh hasil residual (ECT) dari
persamaan jangka panjang yang
stasioner pada tingkat level.
Dengan demikian estimasi model
ECM dapat dilanjutkan.
Uji Normalitas
Uji normalitas dapat
dideteksi melalui uji residual
Jarque-Bera. Variabel-variabel
dalam model dikatakan normal
jika nilai probabilitas lebih besar
dari nilai α (Basuki dan Prawoto,
2016). Hasil uji normalitas dapat
dilihat besarnya nilai Jarque-Bera
Media Ekonomi Vol. 22 No. 2 Agustus 2014
144
adalah 1,058167 dengan besarnya
probabilitas sebesar 0,589145 atau
lebih besar dari nilai taraf nyata
konvensional (0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa model
estimasi persamaan tidak
melanggar asumsi normalitas.
Uji Multikolinearitas
Hasil pengujian
multikolinearitas menunjukkan
bahwa setiap variabel perubahan
yang diuji tidak ada yang melebihi
angka 10, dengan demikian model
estimasi ECM terbebas dari
masalah multikolinearitas.
Uji Heterokedastisitas
Hasil pengujian
heterokedastisitas menunjukkan
bahwa besarnya nilai probabilitas
lebih besar dari nilai taraf nyata
konvensional (0,05). Dengan
demikian, model estimasi ECM
telah terbebas dari masalah
heterokedastisitas.
Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan
menguji apakah dalam suatu
model regresi terdapat korelasi
antar kesalahan pengganggu
(residual) pada periode t dengan
kesalahan pada periode t-1
(sebelumnya) dengan
menggunakan uji Lagrange
Multiplier (LM). Hasil pengujian
LM diperoleh hasil bahwa
besarnya probabilitas adalah
sebesar 0,7744 atau lebih besar
dari nilai taraf nyata konvensional
(0,05). Dengan demikian, model
estimasi ECM telah terbebas dari
masalah autokorelasi.
Uji Adjusted R-square
Koefisien determinasi
yang disesuaikan (adjusted R-
square) pada intinya mengukur
seberapa jauh kemampuan model
dalam menerangkan variasi
variabel dependen. Dari hasil
regresi menunjukkan bahwa
besarnya nilai adjusted R-Square
adalah sebesar 0,444987. Hal ini
berarti bahwa sebanyak 44,4987
persen IHSG dapat dijelaskan oleh
variabel DJIA, N225, SSE, FTSE
100, HSI, KURS, INF, dan BIR,
sedangkan 55,5013 persen dapat
dijelaskan oleh variabel lainnya
diluar penelitian ini. Besarnya
adjusted R-Square yang
mendekati 1 mengartikan variabel-
variabel Uji normalitas bertujuan
untuk menguji apakah dalam
model regresi, variabel
pengganggu atau residual
mempunyai distribusi normal. Jika
terjadi pelanggaran asumsi ini,
maka uji statistik menjadi tidak
valid.independen memberikan
hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi
Pengaruh Indeks Saham Global dan Kondisi Makro Indonesia Terhadap Indeks
Harga Saham Gabungan Bursa Efek Indonesia
145
variasi variabel dependen. Oleh
karena itu persamaan regresi
berganda dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa hubungan
yang terjadi cukup erat.
Uji Statistik F
Uji signifikansi secara
simultan atau uji statistik F
bertujuan untuk mengetahui
apakah terdapat pengaruh yang
signifikan dari variabel
independen secara simultan
(bersama-sama) terhadap variabel
dependen. Hasil perhitungan uji
statistik F dapat dilihat pada Tabel
10 dimana besarnya nilai F hitung
adalah sebesar 11,51194 dengan
besarnya probabilitas F hitung
adalah 0,0000. Karena besarnya
probabilitas F hitung lebih kecil
dari taraf nyata 1 persen, 5 persen
dan 10 persen, dengan demikian
variabel DJIA, N225, SSE, FTSE
100, HSI, KURS, INF, dan BIR
secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap variabel IHSG
selama periode penelitian.
Uji Statistik t
Uji statistik t bertujuan
untuk menguji pengaruh antara
variabel independen terhadap
variabel dependen secara parsial
dengan mengasumsikan bahwa
variabel yang lain dianggap
konstan. Pengujian yang
dilakukan ialah pengujian dua arah
untuk menentukan adanya
pengaruh antara variabel
independen terhadap variabel
dependen. Hasil perhitungan uji
statistik t parsial dapat dilihat pada
Tabel 6
Tabel 6. Hasil Estimasi Regresi dengan Metode ECM Variabel t-statistik P-value Variabel t-statistik P-value
Jangka Pendek Jangka Panjang
D(KURS) -3,320982 0,0012 DJIA 8,885649 0,0000
D(BIR) -2,443092 0,0162 BIR -5,997207 0,0000
D(DJIA) 1,744014 0,0840 SSE -5,390410 0,0000
D(FTSE100) 1,244485 0,2160 HSI 3,172982 0,0020
D(HSI) 0,786892 0,4331 N225 -2,362119 0,0199
D(N225) 0,746498 0,4570 FTSE100 -1,212738 0,2278
D(SSE) -0,280435 0,7797 INF 1,127151 0,2621
D(INF) -0,035971 0,9714 KURS 0,348361 0,7282 Sumber: data diolah, 2016
Berdasarkan hasil
perhitungan uji-t, diperoleh bahwa
DJIA berpengaruh signifikan
secara positif terhadap IHSG baik
secara jangka pendek maupun
jangka panjang. Hasil ini
mengkonfirmasi dan sejalan
Media Ekonomi Vol. 22 No. 2 Agustus 2014
146
dengan hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh Yang dkk (2002),
dan Karim dkk (2009), yang
menyatakan bahwa pasar modal di
Amerika Serikat mempunyai
pengaruh terhadap pasar modal
negara lain. Sukono (2012),
Hartanto (2013), dan Andiyasa
(2014) juga menyatakan bahwa
DJIA berpengaruh signifikan
terhadap IHSG.
Pada persamaan jangka
pendek dan jangka panjang, dapat
dilihat bahwa DJIA merupakan
variabel yang memiliki pengaruh
positif paling dominan terhadap
IHSG. DJIA adalah rata-rata
indeks saham terbesar di dunia,
sementara Amerika Serikat adalah
negara dengan pasar modal yang
memiliki kapitalisasi pasar
terbesar di dunia, oleh karena itu
pergerakan DJIA dapat
mempengaruhi hampir seluruh
indeks saham dunia termasuk
IHSG.
Pengaruh DJIA terhadap
IHSG adalah positif, yang dapat
diartikan bahwa kenaikan
kenaikan DJIA akan memberikan
sentimen positif kepada para
investor untuk menginvestasikan
dananya di pasar modal Indonesia,
sehingga IHSG juga akan
mengalami kenaikan. Begitu pula
sebaliknya, penurunan DJIA akan
memberikan sentimen negatif
kepada para investor untuk
menginvestasikan dananya di
pasar modal Indonesia, sehingga
IHSG juga akan mengalami
penurunan.
Hal ini juga didukung
dengan fakta bahwa krisis
ekonomi AS pada tahun 2008
yang bermula dari krisis Subprime
Mortgage, merambat menjadi
krisis global yang membuat nilai
berbagai indeks dunia seperti
N225, SSE, FTSE 100, HSI, dan
IHSG menurun secara tajam.
Artinya, dominasi AS sebagai
negara adidaya sangat terasa
termasuk ke perekonomian dunia.
Berdasarkan hasil
perhitungan uji-t, diperoleh bahwa
N225 berpengaruh signifikan
secara negatif terhadap IHSG
secara panjang, namun tidak
memiliki pengaruh secara jangka
pendek. Hasil ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh
Yang dkk (2002), Karim dkk
(2009), Hartanto (2013) dan
Andiyasa (2014) yang menyatakan
bahwa pasar modal Jepang
mempunyai pengaruh terhadap
pasar modal negara lain di dunia,
termasuk di Indonesia.
Menurut data dari Bank
Indonesia, Jepang merupakan
salah satu mitra dagang utama
Indonesia selama tahun 2010-
2015. Besarnya nilai ekspor Free
Pengaruh Indeks Saham Global dan Kondisi Makro Indonesia Terhadap Indeks
Harga Saham Gabungan Bursa Efek Indonesia
147
on Board (FOB) Indonesia ke
Jepang mencapai $151.062 miliar,
yang menjadikan Jepang sebagai
negara tujuan ekspor pertama
Indonesia selama periode 2010-
2015. Jepang juga menjadi negara
asal impor terbesar ketiga bagi
Indonesia, dengan besarnya impor
Indonesia dari Jepang selama
periode 2010-2015 mencapai
$106.492 miliar. Dengan
demikian, perekonomian Jepang
juga mempengaruhi perekonomian
Indonesia, termasuk
perkembangan pasar modal
Jepang yang juga mempengaruhi
pasar modal Indonesia.
Pengaruh N225 yang
bersifat negatif menunjukkan
bahwa naiknya N225 akan
menurunkan nilai IHSG, begitu
pula sebaliknya, penurunan pada
N225 akan menaikkan nilai IHSG.
Berdasarkan data dari Kustodian
Sentra Efek Indonesia seperti yang
dipaparkan pada Tabel 2, pasar
modal Indonesia masih didominasi
oleh investor asing. Investor asing,
termasuk investor dari Jepang,
akan memilih untuk berinvestasi
pada pasar modal Jepang
seandainya pasar modal Jepang
lebih berkembang dibanding pasar
modal Indonesia. Hal ini
menjadikan N225 secara jangka
panjang memiliki pengaruh
negatif terhadap IHSG.
Berdasarkan hasil
perhitungan uji-t, diperoleh bahwa
SSE berpengaruh signifikan secara
negatif terhadap IHSG secara
panjang, namun tidak memiliki
pengaruh secara jangka pendek.
Hasil ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Karim dkk
(2009) dan Hartanto (2013) yang
menyatakan SSE mempunyai
pengaruh terhadap IHSG. Menurut
data dari Bank Indonesia, China
merupakan salah satu mitra
dagang utama Indonesia selama
tahun 2010-2015. Besarnya nilai
ekspor FOB Indonesia ke China
mencapai $114.234 miliar,
tertinggi kedua dibawah Jepang.
China juga menjadi negara asal
impor pertama bagi Indonesia
selama periode 2010-2015, dengan
jumlah impor mencapai $164.124
miliar. Dengan demikian,
perekonomian China juga
mempengaruhi perekonomian
Indonesia, termasuk
perkembangan pasar modal China
yang juga mempengaruhi pasar
modal Indonesia.
Pengaruh SSE yang
bersifat negatif menunjukkan
bahwa naiknya SSE akan
menurunkan nilai IHSG, begitu
pula sebaliknya, penurunan pada
Media Ekonomi Vol. 22 No. 2 Agustus 2014
148
SSE akan menaikkan nilai IHSG.
Berdasarkan data dari Kustodian
Sentra Efek Indonesia seperti yang
dipaparkan pada Tabel 2, pasar
modal Indonesia masih didominasi
oleh investor asing. Investor asing,
termasuk yang berasal dari China,
akan memilih untuk berinvestasi
pada pasar modal China
seandainya pasar modal China
lebih berkembang ketimbang
pasar modal Indonesia. Hal ini
menjadikan SSE secara jangka
panjang memiliki pengaruh
negatif terhadap IHSG.
Berdasarkan hasil
perhitungan uji-t, diperoleh bahwa
FTSE 100 tidak berpengaruh
signifikan terhadap IHSG baik
secara jangka pendek maupun
jangka panjang. Hasil ini tidak
sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Kazi (2008) yang
menyatakan bahwa pasar modal
Inggris memiliki pengaruh
terhadap pasar modal di Asia.
Namun, hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan
oleh Mansur (2005), Hartanto
(2013), dan Andiyasa (2014) yang
menyatakan bahwa FTSE 100
tidak memiliki pengaruh
signifikan terhadap IHSG.
Menurut data dari Bank Indonesia,
Inggris tidak termasuk sebagai
salah satu negara utama yang
menjadi mitra dagang Indonesia
selama tahun 2010-2015.
Besarnya nilai ekspor FOB
Indonesia ke Inggris hanya
mencapai $9.679 miliar,
sedangkan besarnya impor
Indonesia dari Inggris hanya
$5.902 miliar. Dengan demikian,
perekonomian Inggris juga tidak
berpengaruh signifikan terhadap
perekonomian Indonesia,
termasuk perkembangan pasar
modal Inggris yang juga tidak
berpengaruh signifikan terhadap
pasar modal Indonesia.
Berdasarkan hasil
perhitungan uji-t, diperoleh bahwa
HSI berpengaruh signifikan secara
positif terhadap IHSG secara
panjang, namun tidak memiliki
pengaruh secara jangka pendek.
Hasil ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Sihombing (2013)
yang menyatakan bahwa HSI
berpengaruh signifikan terhadap
IHSG, namun tidak sejalan dengan
penelitian oleh Valadkhani dan
Chancharat (2007), yang
menyatakan bahwa secara jangka
panjang, tidak ada kointegrasi
antara pasar modal Hong Kong
dengan pasar modal Indonesia.
Pengaruh HSI yang
bersifat positif menunjukkan
bahwa kenaikan HSI akan
memberikan sentimen positif
kepada para investor untuk
Pengaruh Indeks Saham Global dan Kondisi Makro Indonesia Terhadap Indeks
Harga Saham Gabungan Bursa Efek Indonesia
149
menginvestasikan dananya di
pasar modal Indonesia, sehingga
IHSG juga akan mengalami
kenaikan. Begitu pula sebaliknya,
penurunan HSI akan memberikan
sentimen negatif kepada para
investor untuk menginvestasikan
dananya di pasar modal Indonesia,
sehingga IHSG juga akan
mengalami penurunan.
Sebagai salah satu negara
berkembang di Asia, pasar modal
Hong Kong menjadi salah satu
pasar modal dengan kapitalisasi
pasar terbesar di dunia, yang
mencapai $3,184.874 miliar.
Kesamaan zona waktu antara
Hong Kong dengan Indonesia
(GMT + 7), menjadikan jam
operasional pasar modal Hong
Kong tidak jauh berbeda dengan
pasar modal Indonesia. Dengan
demikian, perkembangan HSI
yang menjadi acuan
perkembangan pasar modal Hong
Kong, juga menjadi acuan
pergerakan IHSG.
Berdasarkan hasil
perhitungan uji-t, diperoleh bahwa
nilai tukar berpengaruh signifikan
secara negatif terhadap IHSG
secara jangka pendek, namun
tidak berpengaruh signifikan
secara jangka panjang. Pada
persamaan jangka pendek, dapat
dilihat bahwa nilai tukar
merupakan variabel yang memiliki
pengaruh negatif paling dominan
terhadap IHSG. Artinya, apabila
rupiah terdepresiasi terhadap dolar
Amerika Serikat maka pada
jangka pendek, IHSG cenderung
akan melemah dan begitu juga
sebaliknya, apabila rupiah
terapresiasi terhadap dolar
Amerika Serikat maka IHSG akan
mengalami penguatan.
Hasil ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh
Menike (2006), Hasibuan (2009),
Saputra (2011), Singh dkk (2011),
dan Andiyasa (2014), yang
menyatakan bahwa nilai tukar
mata uang suatu negara akan
mempengaruhi pasar modal di
negara tersebut. Pengaruh nilai
tukar yang hanya signifikan pada
jangka pendek menunjukkan
bahwa nilai tukar hanya
mempengaruhi para investor yang
hanya menanamkan modalnya di
pasar modal Indonesia secara
jangka pendek. Sementara itu,
para investor yang berniat
menanamkan modalnya di pasar
modal Indonesia secara jangka
panjang, cenderung tidak
memperhatikan nilai tukar sebagai
acuan berinvestasi.
Berdasarkan hasil
perhitungan uji-t, diperoleh bahwa
inflasi tidak berpengaruh
Media Ekonomi Vol. 22 No. 2 Agustus 2014
150
signifikan terhadap IHSG secara
jangka pendek maupun jangka
panjang. Hasil ini tidak sejalan
dengan penelitian yang dilakukan
oleh Menike (2006) dan Sukono
(2012) yang menyatakan inflasi
berpengaruh signifikan terhadap
IHSG. Penelitian ini juga tidak
sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Bai (2014), yang
menemukan bahwa inflasi di
China berpengaruh signifikan
terhadap pasar modal China.
Namun, penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan
oleh Xuehong dkk (2008) yang
menyatakan bahwa tingkat inflasi
di China tidak berpengaruh
signifikan terhadap perkembangan
pasar modal China.
Inflasi yang terkendali
justru mempunyai pengaruh yang
positif dalam arti dapat
mendorong perekonomian lebih
baik, yaitu meningkatkan
pendapatan nasional dan membuat
orang bergairah untuk bekerja,
menabung dan mengadakan
investasi (Hasoloan, 2014).
Dampak beragam yang bisa
dihasilkan dari inflasi menjadikan
investor khususnya investor asing
tidak terlalu menjadikan tingkat
inflasi sebagai acuan dalam
menginvestasikan dananya di
pasar modal Indonesia. Dengan
demikian, inflasi tidak memiliki
pengaruh signifikan terhadap
IHSG.
Berdasarkan hasil
perhitungan uji-t, diperoleh bahwa
BI rate berpengaruh signifikan
secara negatif terhadap IHSG
secara jangka pendek maupun
jangka panjang. Pada persamaan
jangka panjang, dapat terlihat
bahwa BI rate merupakan variabel
independen yang paling dominan
berpengaruh negatif terhadap
IHSG. Artinya, apabila nilai BI
rate mengalami kenaikan, maka
IHSG akan melemah dan begitu
juga sebaliknya, apabila BI rate
turun, maka IHSG akan
mengalami penguatan.
Penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan
oleh Menike (2006), dan Saputra
(2011) yang menyatakan BI rate
memiliki pengaruh terhadap
IHSG. Kenaikan BI rate akan
memicu kenaikan tingkat suku
bunga kredit dan deposito, yang
akhirnya meningkatkan tingkat
keuntungan investasi dalam
deposito. Hal ini menjadikan
investor lebih memilih
menanamkan dananya di deposito,
dan IHSG akan mengalami
penurunan. Begitu pula
sebaliknya, penurunan BI rate
akan memicu penurunan tingkat
suku bunga kredit dan deposito,
yang akhirnya mengurangi tingkat
Pengaruh Indeks Saham Global dan Kondisi Makro Indonesia Terhadap Indeks
Harga Saham Gabungan Bursa Efek Indonesia
151
keuntungan investasi dalam
bentuk deposito. Hal ini
menjadikan investor lebih memilih
menanamkan dananya di pasar
modal, yang membuat IHSG akan
ikut naik.
Perubahan BI rate juga
mempengaruhi perekonomian
makro melalui perubahan harga
aset. Kenaikan BI rate akan
menurunkan harga aset seperti
saham dan obligasi sehingga
mengurangi kekayaan individu
dan perusahaan yang pada
akhirnya mengurangi kemampuan
mereka untuk melakukan kegiatan
ekonomi seperti konsumsi dan
investasi (Bank Indonesia, 2016).
Hal ini membuat IHSG akan
mengalami penurunan.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis
dan pembahasan yang telah
dikemukakan, maka secara jangka
pendek, variabel indeks saham
global dan indikator makro yang
berpengaruh signifikan terhadap
IHSG adalah DJIA, nilai tukar,
dan BI rate. Secara jangka
panjang, DJIA, N225, SSE, HSI,
nilai tukar, dan BI rate
berpengaruh signifikan terhadap
IHSG. DJIA menjadi variabel
paling dominan yang berpengaruh
positif terhadap IHSG baik secara
jangka panjang maupun jangka
pendek. Nilai tukar menjadi
variabel paling dominan yang
berpengaruh negatif terhadap
IHSG secara jangka pendek,
sementara BI rate menjadi
variabel paling dominan yang
berpengaruh negatif terhadap
IHSG secara jangka panjang.
SARAN
Hasil penelitian ini
memberikan beberapa hasil
empiris mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi IHSG. Bagi
investor, hendaknya
memperhatikan DJIA sebagai
faktor yang paling dominan
berpengaruh secara positif
terhadap IHSG baik dalam jangka
pendek maupun jangka panjang,
juga nilai tukar sebagai faktor
yang paling dominan berpengaruh
secara negatif terhadap IHSG
dalam jangka pendek, serta BI rate
sebagai faktor yang paling
dominan berpengaruh secara
positif terhadap IHSG dalam
jangka panjang.
Bagi BI, hendaknya BI
memperhatikan besarnya BI rate
yang ditetapkan, karena terlalu
tingginya nilai BI rate akan
membuat investor lebih memilih
untuk menyimpan dananya pada
deposito. Bagi OJK, hendaknya
Media Ekonomi Vol. 22 No. 2 Agustus 2014
152
untuk lebih giat untuk melakukan
sosialisasi pemahaman tentang
pasar modal, untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat terhadap
kepemilikan saham di pasar
modal. Sebagai pembuat kebijakan
ekspor impor Indonesia,
hendaknya Direktorat Jenderal
Perdagangan Luar Negeri
Kementerian Perdagangan
Republik Indonesia untuk
memperhatikan kegiatan
perdagangan Indonesia dengan
negara tujuan ekspor dan negara
asal impor.
Bagi penelitian selanjutnya
diharapkan dapat menambah
variabel-variabel inti lainnya
untuk menentukan faktor-faktor
yang mempengaruhi IHSG, seperti
indeks saham global lainnya
seperti KOSPI (Korea Selatan)
dan STI (Singapura), harga
komoditas emas, kupon obligasi,
ataupun indikator makro lainnya
seperti pertumbuhan ekonomi,
neraca perdagangan, atau
cadangan devisa.
DAFTAR PUSTAKA
Andiyasa, I Gusti Agus. 2014.
“Pengaruh Beberapa
Indeks Saham Dan
Indikator Ekonomi Global
Terhadap Kondisi Pasar
Modal Indonesia”, Tesis,
Universitas Udayana,
Denpasar, diambil 3 Juni
2016, dari
www.pps.unud.ac.id.
Antara. 2008. “Bursa Efek
Indonesia Tutup Sampai
Kamis”. [Online]. Diakses
20 Agustus 2016 dari
www.antaranews.com.
Bai, Zhongqiang. 2014. “Study on
the Impact of Inflation on
the Stock Market in
China”, International
Journal of Business and
Social Science, Volume 5,
No. 7, diambil 12 Juni
2016, dari
www.ijbssnet.com.
Basuki, Agus Tri dan Nano
Prawoto. 2016. Analisis
Regresi dalam Penelitian
Ekonomi dan Bisnis.
Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Bursa Efek Indonesia. 2010. Buku
Panduan Indeks Harga
Saham Bursa Efek
Indonesia. Diakses 11 Juni
2016 dari www.idx.co.id.
Blanchard, Olivier. 2006.
Macroeconomics, 4th
edition. New Jersey:
Pearson Prentice Hall.
Cahyono, Jaka E. 2000. 22
Strategi dan Teknik Meraih
Untung di Bursa Saham,
Pengaruh Indeks Saham Global dan Kondisi Makro Indonesia Terhadap Indeks
Harga Saham Gabungan Bursa Efek Indonesia
153
Jilid 1. Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo.
finance.yahoo.com. (Situs Resmi
Yahoo Finance). Diakses
Juli 2016.
Gujarati, N. Damodar, Dawn C.
Porter. 2009. Basic
Econometrics, 5e. New
York: McGraw-Hill
International Edition.
Halim, Abdul. 2005. Analisis
Investasi, edisi kedua.
Jakarta: Salemba Empat.
Hartanto, Andrew. 2013. “Analisa
Hubungan Indeks Saham
antar Negara G20 dan
pengaruh terhadap Indeks
Harga Saham Gabungan”,
Jurnal Finesta, Volume 1,
No. 2,
Universitas Petra,
Surabaya, diambil 20
Agustus 2016, dari
studentjournal.petra.ac.id.
Hartono, Jogiyanto. 2015. Teori
Portofolio dan Analisis
Investasi, edisi kesepuluh.
Yogyakarta: BPFE.
Hasibuan, Ali Fikri. 2011.
“Pengaruh Indeks Harga
Saham Global Terhadap
Pergerakan Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG)”,
Jurnal Keuangan dan
Bisnis, Volume 3, No. 3,
Universitas Sumatera
Utara, Medan, diambil 12
Juni 2016, dari
download.portalgaruda.org
.
Juanda, Bambang dan Junaidi.
2012. Ekonometrika Deret
Waktu Teori dan Aplikasi.
Bogor: IPB Press.
Kazi, H, Mazharul. 2008. “Is
Australian stock market
integrated to the equity
markets of its major
trading partners?”,
International Review of
Business Research Papers,
Volume 4, No. 5, 247-257,
diambil 13 Juni 2016, dari
www.irbrp.com.
Karim, B. A, Majid, M. S. A, dan
Karim, S. A. A. 2009.
“Integration of Stock
Markets Between
Indonesia and Its Major
Trading Partners”, Journal
of Business, Volume 11,
No. 2, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta, diambil
15 Agustus 2016, dari
jurnal.ugm.ac.id
Mansur, Mohamad. 2005.
“Pengaruh Indeks Bursa
Global terhadap Indeks
Harga Saham Gabungan
(IHSG) pada Bursa Efek
Jakarta (BEJ) Periode
Tahun 2000-2002”, Jurnal
Media Ekonomi Vol. 22 No. 2 Agustus 2014
154
Sosiohumaniora, Volume
7, No. 3, Universitas
Indonesia, Depok, diambil
10 Juni 2016, dari
jurnal.unpad.ac.id.
Menike, L. M. C. S. 2006. “The
Effect of Macroeconomic
Variables on Stock Prices
in Emerging Sri Lankan
Stock Market”, Journal of
Economics, Volume 6, No.
1, Sabaragamuwa
University, diambil 12 Juni
2016 dari suslj.sljol.info.
Rahardja, Pratama dan Mandala
Manurung. 2008. Teori
Ekonomi Makro: Suatu
Pengantar. Jakarta:
Lembaga Penerbit FE UI.
Republik Indonesia. 1995.
Undang-Undang No 8
Tahun 1995 tentang Pasar
Modal. Lembaran Negara
RI Tahun 1995, No. 64.
Jakarta: Sekretariat
Negara.
Saputra, Adi. 2011. “Analisis
Pengaruh Nilai Kurs Dolar
AS (USD) dan Tingkat
Suku Bunga terhadap
Indeks Harga Saham
Gabungan di Bursa Efek
Indonesia”, Tesis,
Universitas Brawijaya,
Malang, diambil 10
Agustus 2016 dari
digilib.ub.ac.id.
Sihombing, Tanggor. 2013.
“Analisa Pengaruh
Indeksharga Saham Luar
Negeri Terhadap Index
Harga Saham Gabungan
Indonesia: Suatu Bukti
Empiris”, Jurnal Ekonomi,
Volume 2, No. 2,
Universitas Advent
Indonesia, Bandung,
diambil 20 Agustus 2016,
dari www.fekonunai.ac.id
Singh, Tarika, Seema Mehta dan
M. S. Varsha. 2011.
“Macroeconomic factors
and stock returns:
Evidence from Taiwan”,
Journal of Economics and
International Finance,
Volume 2, No. 4,
Sukirno, Sadono. 2010.
Makroekonomi. Teori
Pengantar, edisi ketiga.
Jakarta: PT. Raja Grasindo
Perseda.
Sukono, Bambang. 2012.
“Analisis Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi IHSG
di Bursa Efek Indonesia
Periode Tahun 2007-
2011”, Jurnal Dinamika
Manajemen, Volume 1,
No. 2, Universitas Negeri
Semarang, diambil 12 Juni
2016, dari
journal.usm.ac.id.
Pengaruh Indeks Saham Global dan Kondisi Makro Indonesia Terhadap Indeks
Harga Saham Gabungan Bursa Efek Indonesia
155
Sunariyah. 2010. Pengantar
Pengetahuan Pasar Modal,
edisi Keenam. Yogyakarta:
UPP STIM YKPN.
Tandelilin, Eduardus. 2010.
Portofolio dan Investasi:
Teori dan Aplikasi, edisi
pertama. Yogyakarta:
Kanisius.
Valadkhani, Abbas dan S.
Chancharat. 2007.
“Dynamic linkages
between Thai and
international stock
markets”, Journal Faculty
of Commerce, University
of Wollonggong, diambil 5
Juni 2016, dari
citeseerx.ist.psu.edu.
Widoatmodjo, Sawidji. 2015.
Pengetahuan Pasar Modal
untuk Konteks Indonesia.
Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
www.bi.go.id/id. (Situs Resmi
Bank Indonesia). Diakses
Juli 2016.
www.investing.com. (Situs Resmi
Investing). Diakses Juli
2016.
Xuehong, Han, Yanyan Zheng,
dan Wu Siming. 2008. “An
Explanation of the
Relationship between
Stock Returns and Inflation
in China:1992-2007”,
Financial Research,
Volume 4, diambil 13 Juni
2016, dari
www.researchgate.net.
Yang, J, Kolari J, dan Min I. 2003.
“Stock Market Integration
and Financial Crisis: The
Case of Asia”, Journal
Applied Financial
Economics, Volume 13,
diambil 11 Juni 2016, dari
www.unpan1.un.org.
Media Ekonomi Vol. 22 No. 2 Agustus 2014
156
Top Related