PTERIGIUM
2.1 Gambaran umum
Pterigium adalah suatu timbunan atau benjolan pada selaput lendir atau konjungtiva yang
bentuknya seperti segitiga dengan puncak berada di arah kornea. Pterigium (pterygium) adalah
kelainan pada konjungtiva bulbi, pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat
degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terdapat pada celah kelopak bagian nasal
ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea. Pterigium berbentuk segitiga
dengan puncak di bagian sentral atau di daerah kornea. Pterigium mudah meradang dan bila
terjadi iritasi, maka bagian pterigium akan berwarna merah. Pterigium sering mengenai kedua
mata.
Timbunan atau benjolan ini membuat penderitanya agak kurang nyaman karena biasanya akan
berkembang dan semakin membesar dan mengarah ke daerah kornea, sehingga bisa menjadi
menutup kornea dari arah nasal dan sampai ke pupil, jika sampai menutup pupil maka
penglihatan kita akan terganggu. Suatu pterygium merupakan massa ocular eksternal superficial
yang mengalami elevasi yang sering kali terbentuk diatas konjungtiva perilimbal dan akan
meluas ke permukaan kornea. Pterygia ini bisa sangat bervariasi, mulai dari yang kecil, jejas
atrofik yang tidak begitu jelas sampai yang besar sekali, dan juga jejas fibrofaskular yang
tumbuhnya sangat cepat yang bisa merusakkan topografi kornea dan dalam kasus yang sudah
lanjut, jejas ini kadangkala bisa menutupi pusat optik dari kornea.
Kondisi pterygium akan terlihat dengan pembesaran bagian putih mata, menjadi merah dan
meradang. Dalam beberapa kasus, pertumbuhan bisa mengganggu proses cairan mata atau yang
disebut dry eye syndrome. Sekalipun jarang terjadi, namun pada kondisi lanjut atau apabila
kelainan ini didiamkan lama akan menyebabkan hilangnya penglihatan si penderita. Evakuasi
medis dari dokter mata akan menentukan tindakan medis yang maksimal dari setiap kasus,
tergantung dari banyaknya pembesaran pterygium. Dokter juga akan memastikan bahwa tidak
ada efek samping dari pengobatan dan perawatan yang diberikan.
2.2 Klasifikasi
Pterygium dapat dibagi ke dalam beberapa klasifikasi berdasarkan tipe, stadium, progresifitasnya
dan berdasarkan terlihatnya pembuluh darah episklera , yaitu:.
1. Berdasarkan Tipenya pterygium dibagi atas 3 :
a. Tipe I : Pterygium kecil, dimana lesi hanya terbatas pada limbus atau menginvasi kornea
pada tepinya saja. Lesi meluas 4 mm dan mengganggu aksis visual. Lesi yang luas khususnya
pada kasus rekuren dapat berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva yang meluas ke
forniks dan biasanya menyebabkan gangguan pergerakan bola mata serta kebutaan
2. Berdasarkan stadium pterygium dibagi ke dalam 4 stadium yaitu:
Stadium I : jika pterygium hanya terbatas pada limbus kornea
Stadium II : jika pterygium sudah melewati limbus dan belum mencapai pupil, tidak lebih
dari 2 mm melewati kornea.
Stadium III : jika pterygium sudah melebihi stadium II tetapi tidak melebihi pinggiran pupil
mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4 mm).
Stadium IV : jika pertumbuhan pterygium sudah melewati pupil sehingga mengganggu
penglihatan.
3. Berdasarkan perjalanan penyakitnya, pterygium dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Pterygium progresif : tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di kornea di depan
kepala pterygium (disebut cap dari pterygium).
b. Pterygium regresif : tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi bentuk membran,
tetapi tidak pernah hilang.
4. Berdasarkan terlihatnya pembuluh darah episklera di pterygium dan harus diperiksa
dengan slit lamp pterygium dibagi 3 yaitu:
a. T1 (atrofi) : pembuluh darah episkleral jelas terlihat
b. T2 (intermediet) : pembuluh darah episkleral sebagian terlihat
c. T3 (fleshy, opaque) : pembuluh darah tidak jelas.
2.3 Etiologi
Etiologi belum diketahui pasti. Namun ada teori yang dikemukakan
1. Paparan sinar matahari (UV)
Paparan sinar matahari merupakan faktor yang penting dalam perkembangan terjadinya
pterigium. Hal ini menjelaskan mengapa insidennya sangat tinggi pada populasi yang
berada pada daerah dekat equator dan pada orang –orang yang menghabiskan banyak
waktu di lapangan.
UV-B merupakan mutagenik untuk p53 tumor supressor gen pada stem sel limbal. Tanpa
apoptosis, transforming growth factor-beta over produksi dan memicu terjadinya
peningkatan kolagenasi, migrasi seluler, dan angiogenesis. Selanjutnya perubahan
patologis yang terjadi adalah degenerasi elastoid kolagen dan timbulnya jaringan
fibrovaskuler subepitelial. Kornea menunjukkan destruksi membran Bowman akibat
pertumbuhan jaringan fibrovaskuler.
2. Iritasi kronik dari lingkungan (udara, angin, debu)
Faktor lainnya yang berperan dalam terbentuknya pterigium adalah alergen, bahan kimia
berbahaya, dan bahan iritan (angin, debu, polutan).
Faktor risiko yang mempengaruhi antara lain :
1. Usia
Prevalensi pterygium meningkat dengan pertambahan usia banyak ditemui pada usia
dewasa tetapi dapat juga ditemui pada usia anak-anak. Tan berpendapat pterygium
terbanyak pada usia dekade dua dan tiga.\
2. Pekerjaan
Pertumbuhan pterygium berhubungan dengan paparan yang sering dengan sinar UV.
3. Tempat tinggal
Gambaran yang paling mencolok dari pterygium adalah distribusi geografisnya.
Distribusi ini meliputi seluruh dunia tapi banyak survei yang dilakukan setengah abad
terakhir menunjukkan bahwa negara di khatulistiwa memiliki angka kejadian
pterygium yang lebih tinggi. Survei lain juga menyatakan orang yang menghabiskan
5 tahun pertama kehidupannya pada garis lintang kurang dari 300 memiliki risiko
penderita pterygium 36 kali lebih besar dibandingkan daerah yang lebih selatan. 8
4. Jenis kelamin
Tidak terdapat perbedaan risiko antara laki-laki dan perempuan.
5. Herediter
Pterygium diperengaruhi faktor herediter yang diturunkan secara autosomal dominan.
6. Infeksi
Human Papiloma Virus (HPV) dinyatakan sebagai faktor penyebab pterygium. 8
2.4 Patofisiologi
Terjadinya pterygium sangat berhubungan erat dengan paparan sinar matahari, walaupun
dapat pula disebabkan oleh udara yang kering, inflamasi, dan paparan terhadap angin dan
debu atau iritan yang lain. UV-B merupakan faktor mutagenik bagi tumor supressor gene
p53 yang terdapat pada stem sel basal di limbus. Ekspresi berlebihan sitokin seperti TGF-
β dan VEGF (vascular endothelial growth factor) menyebabkan regulasi kolagenase,
migrasi sel, dan angiogenesis.
Akibatnya terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat jaringan subepitelial
fibrovaskular. Jaringan subkonjungtiva mengalami degenerasi elastoid (degenerasi
basofilik) dan proliferasi jaringan granulasi fibrovaskular di bawah epitel yaitu substansia
propia yang akhirnya menembus kornea. Kerusakan kornea terdapat pada lapisan
membran Bowman yang disebabkan oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular dan sering
disertai dengan inflamasi ringan. Kerusakan membran Bowman ini akan mengeluarkan
substrat yang diperlukan untuk pertumbuhan pterygium. Epitel dapat normal, tebal atau
tipis dan kadang terjadi displasia.
Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan defisiensi limbal
stem cell, terjadi konjungtivalisasi pada permukaan kornea. Gejala dari defisiensi limbal
adalah pertumbuhan konjungtiva ke kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan
membran basement dan pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada
pterygium dan oleh karena itu banyak penelitian yang menunjukkan bahwa pterygium
merupakan manifestasi dari defisiensi atau disfungsi localized interpalpebral limbal stem
cell. Pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik dari kolagen serta proliferasi
fibrovaskuler yang ditutupi oleh epitel. Pada pemeriksaan histopatologi daerah kolagen
abnormal yang mengalami degenerasi elastolik tersebut ditemukan basofilia dengan
menggunakan pewarnaan hematoxylin dan eosin, Pemusnahan lapisan Bowman oleh
jaringan fibrovascular sangat khas. Epitel diatasnya biasanya normal, tetapi mungkin
acanthotic, hiperkeratotik, atau bahkan displastik dan sering menunjukkan area
hiperplasia dari sel goblet
2.5 Manifestasi klinik
1. Mata irritatatif, merah gatal dan mungkin menimbulkan astigmatisme
2. Kemunduran tajam penglihatan akibat pteregium yang meluas ke kornea (Zone Optic)
3. Dapat diserati keratitis Pungtata, delen (Penipisan kornea akibat kering) dan garis besi yang
terletak di ujung pteregium.
4. Gangguan penglihatan
2.5 Komplikasi
Komplikasi dari pterygium meliputi sebagai berikut:
1. Penyimpangan atau pengurangan pusat penglihatan
2. Kemerahan
3. Iritasi
4. Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea
Keterlibatan yang luas otot extraocular dapat membatasi penglihatan dan memberi kontribusi
terjadinya diplopia. Bekas luka yang berada ditengah otot rektus umumnya menyebabkan
diplopia pada pasien dengan pterygium yang belum dilakukan pembedahan. Pada pasien dengan
pterygia yang sudah diangkat, terjadi pengeringan focal kornea mata akan tetapi sangat jarang
terjadi.
Komplikasi postooperasi pterygium meliputi
1. Infeksi
2. Reaksi material jahitan
3. Diplopia\
4. Conjungtival graft dehiscence
5. Corneal scarring
6. Komplikasi yang jarang terjadi meliputi perforasi bola mata perdarahan vitreous, atau retinal
detachment.
Komplikasi akibat terlambat dilakukan operasi dengan radiasi beta pada pterygium adalah
terjadinya pengenceran sclera dan kornea. Sebagian dari kasus ini dapat memiliki tingkat
kesulitan untuk mengatur.
2.6 Penatalaksanaan
Lindungi mata dengan pterygium dari sinar matahari, debu dan udara kering dengan
kacamata pelindung anti UV. Bila terdapat tanda radang berikan air mata
buatan/topicallubricating drops dan bila perlu dapat diberi steroid. Bila terdapat delen
(lekukan kornea) beri air mata buatan dalam bentuk salep. Bila diberi vasokontriktor
maka perlu kontrol 2 minggu dan bila terdapat perbaikkan maka pengobatan dihentikan.
Pterigium dengan inflamasi atau iritasi diobati dengan kombinasi
dekongestan/antihistamin (seperti Naphcon-A) dan/atau kortikosteroid topikal potensi
sedang (seperti FML, Vexol) 4 kali sehari pada mata yang terkena.
Indikasi operasi eksisi pterigium yaitu karena masalah kosmetik dan atau adanya
gangguan penglihatan, pertumbuhan pterigium yang signifikan (> 3-4 mm), pergerakan
bola mata yang terganggu/terbatas, dan bersifat progresif dari pusat kornea/aksis visual.
Operasi mikro eksisi pterigium bertujuan mencapai keadaan yang anatomis, secara
topografi membuat permukaan okuler rata. Teknik operasi yang umum dilakukan adalah
menghilangkan pterigium menggunakan pisau tipis dengan diseksi yang rata menuju
limbus. Meskipun teknik ini lebih disukai dilakukan diseksi ke bawah bare sclera pada
limbus, akan tetapi tidak perlu diseksi eksesif jaringan Tenon, karena kadang
menimbulkan perdarahan akibat trauma terhadap jaringan otot. Setelah eksisi, biasanya
dilakukan kauter untuk hemostasis sclera.
Beberapa teknik operasi
1. Bare Sclera : tidak ada jahitan atau menggunakan benang absorbable untuk melekatkan
konjungtiva pada sklera superfisial di depan insersi tendon rektus, meninggalkan area sklera
yang terbuka. (teknik ini menghasilkan tingkat rekurensi 40% – 50%).
2. Simple Closure : tepi bebas dari konjungtiva dilindungi (efektif jika defek konjungtiva sangat
kecil)
3. Sliding flap : insisi L-shaped dilakukan pada luka sehingga flap konjungtiva langsung
menutup luka tersebut.
4. Rotational flap : insisi U-shaped dibuat membuat ujung konjungtiva berotasi pada luka.
5. Conjunctival graft: graft bebas, biasanya dari konjungtiva bulbar superior dieksisi sesuai
ukuran luka dan dipindahkan kemudian dijahit.
Kategori Terapi Medikamentosa
a. Pemakaian air mata artifisial (obat tetes topikal untuk membasahi mata) untuk membasahi
permukaan okular dan untuk mengisi kerusakan pada lapisan air mata.
Nama obat Merupakan obat tetes mata topikal atau air mata artifisial (air mata penyegar, Gen
Teal (OTC)—air mata artifisial akan memberikan pelumasan pada permukaan mata pada pasien
dengan permukaan kornea yang tak teratur dan lapisan permukaan air mata yang tak teratur.
Keadaan ini banyak terjadi pada keadaan pterygium.
Dosis dewasa 1 gtt empat kali sehari dan prn untuk irritasi
Dosis anak-anak Berikan seperti pada orang dewasa
Kontra indikasi Bisa menyebabkan hipersensitivitas
Interaksi Tak ada (tak pernah dilaporkan ada interaksi )
Untuk ibu hamil Derajat keamanan A untuk ibu hamil
Perhatian Bila gejala masih ada dan terus berlanjut pemakaiannya
b. Salep untuk pelumas topikal – suatu pelumas yang lebih kental pada permukaan okular
Nama obat Salep untuk pelumas mata topikal (hypotears,P.M penyegar (OTC). Suatu pelumas
yang lebih kental untuk permukaan mata. Sediaan ini cenderung menyebabkan kaburnya
penglihatan sementara; oleh karena itu bahan ini sering dipergunakan pada malam hari.
Dosis obatnya Pergunakan pada cul de sac inferior pada mata yang terserang. Hs
Dosis anak-anak Sama dengan dewasa
Kontra indikasi Bisa menyebabkan terjadinya hipersensitivitas
Interaksi Tidak ada
Untuk ibu hamil Tingkat keamanan A untuk ibu hamil
Perhatian Karena menyebabkan kabur penglihatan sementara dan harus menghindari aktivitas
yang memerlukan penglihatan jelas sampai kaburnya hilang.
c. Obat tetes mata anti – inflamasi – untuk mengurangi inflamasi pada permukaan mata dan
jaringan okular lainnya. Bahan kortikosteroid akan sangat membantu dalam penatalaksanaan
pterygium yang inflamasi dengan mengurangi pembengkakan jaringan yang inflamasi pada
permukaan okular di dekat jejasnya.
Nama obat Prednisolon asetat (Pred Forte 1%) – suatu suspensi kortikosteroid topikal yang
dipergunakan untuk mengu-rangi inflamasi mata. Pemakaian obat ini harus dibatasi untuk mata
dengan inflamasi yang sudah berat yang tak bisa disembuhkan dengan pelumas topikal lain.
Dosis dewasa 1 gtt empat kali sehari pada mata yang terserang, biasanya hanya 1- 2 minggu
dengan terapi yang terus menerus.
Dosis anak-anak Tidak boleh dipergunakan untuk anak-anak oleh karena kasus pterygia sangat
jarang pada anak-anak
Kontra indikasi Pasien dengan riwayat kasus herpes simpleks keratitis dentritis atau glaukoma
steroid yang responsif.
Interaksi Tak ada laporan interaksi
Kehamilan Tingkat keamanan B, biasanya aman akan tetapi kegunaannya harus di perhitungkan
dengan resiko yang di akibatkan
Perhatian Bisa diserap secara sistemik akan tetapi efek samping sistemik biasanya tak
diketemukan pada pasien yang mempergunakan obat tetes mataprednisolon asetat topikal , yang
bisa diekskresi pada ASI yang sedang menyusui.
Perawatan Lanjut pada Pasien Rawat Jalan
Sesudah operasi, eksisi pterygium, steroid topikal pemberiannya lebih di tingkatkan secara
perlahan-lahan. Pasien pada steroid topikal perlu untuk diamati, untuk menghindari
permasalahan tekanan intraocular dan katarak.
Pencegahan Kekambuhan Pterygium
Secara teoritis, memperkecil terpapar radiasi ultraviolet untuk mengurangi resiko
berkembangnya pterygia pada individu yang mempunyai resiko lebih tinggi. Pasien di sarankan
untuk menggunakan topi yang memiliki pinggiran, sebagai tambahan terhadap radiasi ultraviolet
sebaiknya menggunakan kacamata pelindung dari cahaya matahari. Tindakan pencegahan ini
bahkan lebih penting untuk pasien yang tinggal di daerah subtropis atau tropis, atau pada pasien
yang memiliki aktifitas di luar, dengan suatu resiko tinggi terhadap cahaya ultraviolet (misalnya,
memancing, ski, berkebun, pekerja bangunan). Untuk mencegah berulangnya pterigium,
sebaiknya para pekerja lapangan menggunakan kacamata atau topi pelindung.
1. DefinisiPterigium adalah suatu timbunan atau benjolan pada selaput lendir
atau konjungtiva yang bentuknya seperti segitiga dengan puncak berada di arah kornea. Timbunan atau benjolan ini membuat penderitanya agak kurang nyaman karena biasanya akan berkembang dan semakin membesar dan mengarah ke daerah kornea, sehingga bisa menjadi menutup kornea dari arah nasal dan sampai ke pupil, jika sampai menutup pupil maka penglihatan kita akan terganggu. Suatu pterygium merupakan massa ocular eksternal superficial yang mengalami elevasi yang sering kali terbentuk diatas konjungtiva perilimbal dan akan meluas ke permukaan kornea. Pterygia ini bisa sangat bervariasi, mulai dari yang kecil, jejas atrofik yang tidak begitu jelas sampai yang besar sekali, dan juga jejas fibrofaskular yang tumbuhnya sangat cepat yang bisa merusakkan topografi kornea dan dalam kasus yang sudah lanjut, jejas ini kadangkala bisa menutupi pusat optik dari kornea.2,5
Kondisi pterygium akan terlihat dengan pembesaran bagian putih mata, menjadi merah dan meradang. Dalam beberapa kasus, pertumbuhan bisa mengganggu proses cairan mata atau yang disebut dry eye syndrome. Sekalipun jarang terjadi, namun pada kondisi lanjut atau apabila kelainan ini didiamkan lama akan menyebabkan hilangnya penglihatan si penderita. Evakuasi medis dari dokter mata akan menentukan tindakan medis yang maksimal dari setiap kasus, tergantung dari banyaknya pembesaran pterygium. Dokter juga akan memastikan bahwa tidak ada efek samping dari pengobatan dan perawatan yang diberikan.2,52. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, kasus pterygium sangat bervariasi tergantung pada lokasi geografisnya. Di daratan Amerika serikat, Prevalensinya berkisar kurang dari 2% untuk daerah di atas 400 lintang utara sampai 5-15% untuk daerah garis lintang 280-360. Hubungan ini terjadi untuk tempat-tempat
yang prevalensinya meningkat dan daerah-daerah elevasi yang terkena penyinaran ultraviolet untuk daerah di bawah garis lintang utara ini.
Di dunia, hubungan antara menurunnya insidensi pada daerah atas lintang utara dan relative terjadi peningkatan untuk daerah di bawah garis balik lintang utara.3. Mortalitas/Morbiditas
Pterygium bisa menyebabkan perubahan yang sangat berarti dalam fungsi visual atau penglihatan bila kasusnya telah lanjut. Mata ini bisa menjadi inflamasi sehingga menyebabkan irritasi okuler dan mata merah.
Berdasarkan beberapa faktor diantaranya :1. Jenis Kelamin
Pterygium dilaporkan bisa terjadi pada golongan laki-laki dua kali lebih banyak dibandingkan wanita.
2. UmurJarang sekali orang menderita pterygia umurnya di bawah 20 tahun. Untuk pasien umurnya diatas 40 tahun mempunyai prevalensi yang tertinggi, sedangkan pasien yang berumur 20-40 tahun dilaporkan mempunyai insidensi pterygia yang paling tinggi.
Pasien yang menderita pterygia sering mempunyai berbagai macam keluhan, yang mulai dari tidak ada gejala yang berarti sampai mata menjadi merah sekali, pembengkakan mata, mata gatal, iritasi, dan pandangan kabur disertai dengan jejas pada konjungtiva yang membesar dan kedua mata terserang penyakit ini.
4. EtiologiPenyebab pterigium belum dapat dipahami secara jelas, diduga
merupakan suatu neoplasma radang dan degenerasi. Namun, pterigium banyak terjadi pada mereka yang banyak menghabiskan waktu di luar rumah dan banyak terkena panas terik matahari. Faktor resiko terjadinya pterigium adalah tinggal di daerah yang banyak terkena sinar matahari, daerah yang berdebu, berpasir atau anginnya besar. Penyebab paling umum
adalah exposure atau sorotan berlebihan dari sinar matahari yang diterima oleh mata. Ultraviolet, baik UVA ataupun UVB, dan angin (udara panas) yang mengenai konjungtiva bulbi berperan penting dalam hal ini. Selain itu dapat pula dipengaruhi oleh faktor2 lain seperti zat allegen, kimia dan zat pengiritasi lainnya. Pterigium Sering ditemukan pada petani, nelayan dan orang-orang yang tinggal di dekat daerah khatulistiwa. Jarang menyerang anak-anak.
5. PatofisiologiPatofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen
dan ploriferasi fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium, Histopatologi kolagen abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan basofilia bila dicat dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan elastic akan tetapi bukan jaringan elastic yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa dihancurkan oleh elastase.
Secara histopalogis ditemukan epitel konjungtiva irrekuler kadang-kadang berubah menjadi gepeng. Pada puncak pteregium, epitel kornea menarik dan pada daerah ini membran bauman menghilang. Terdapat degenerasi stauma yang berfoliferasi sebagai jaringan granulasi yang penuh pembulih darah. Degenerasi ini menekan kedalam kornea serta merusak membran bauman dan stoma kornea bagian atas.6. Manifestasi Klinis· Mata irritatatif, merah dan mungkin menimbulkan astigmatisme· Kemunduran tajam penglihatan akibat pteregium yang meluas ke kornea (Zone Optic)· Dapat diserati keratitis Pungtata, delen (Penipisan kornea akibat kering) dan garis besi yang terletak di ujung pteregium.7. Klasifikasi dan Grade- Klasifikasi Pterygium:1. Pterygium Simpleks; jika terjadi hanya di nasal/ temporal saja.
2. Pterygium Dupleks; jika terjadi di nasal dan temporal.
- Grade pada Pterygium :· Grade 1 : tipis (pembuluh darah konjungtiva yang menebal dan konjungtiva sklera masih dapat dibedakan), pembuluh darah sklera masih dapat dilihat.· Grade 2 : pembuluh darah sklera masih dapat dilihat.· Grade 3 : resiko kambuh, ngganjel, hiperemis, pada orang muda (20-30 tahun), mudah kambuh.
8. Diagnosis BandingDiagnosis banding dari pterygium adalah pseudopterygium, pannus dan kista dermoid.
9. Diagnosis- Pemeriksaan Fisik
Pterygium bisa berupa berbagai macam perubahan fibrofaskular pada permukaan konjungtiva dan pada kornea. Penyakit ini lebih sering menyerang pada konjungtiva nasal dan akan meluas ke kornea nasal meskipun bersifat sementara dan juga pada lokasi yang lain.
Gambaran klinis bisa dibagi menjadi 2 katagori umum, sebagai berikut :1. Kelompok kesatu pasien yang mengalami pterygium berupa ploriferasi minimal
dan penyakitnya lebih bersifat atrofi. Pterygium pada kelompok ini cenderung lebih pipih dan pertumbuhannya lambat mempunyai insidensi yang lebih rendah untuk kambuh setelah dilakukan eksisi.
2. Pada kelompok kedua pterygium mempunyai riwayat penyakit tumbuh cepat dan terdapat komponen elevasi jaringan fibrovaskular. Ptrerygium dalam grup ini mempunyai perkembangan klinis yang lebih cepat dan tingkat kekambuhan yang lebih tinggi untuk setelah dilakukan eksisi.
10. Faktor ResikoYang pasti belum di ketahui dengan jelas, namun banyak di jumpai di daerah
pantai sehingga kemungkinan pencetusnya adalah adanya rangsangan dari udara panas, juga bagi orang yang sering berkendara motor tapa helm penutup atau
kacamata pelindung, sehingga adanya rangsangan debu jalanan yang kotor bisa mengakibatkan timbunan lemak tersebut. Secara umum faktor resiko pterygium meliputi:· Meningkatnya terkena sinar ultraviolet, termasuk tinggal di daerah yang beriklim subtropis dan tropis. Melakukan pekerjaan dan memerlukan kegiatan di luar rumah.· Faktor predisposisi genetika timbulnya pterygia cenderung pada keluarga tertentu. Kecenderungan laki-laki mengalami kasus ini lebih banyak dibandingkan dengan perempuan, meskipun disini hasil temuan demikian ini lebih banyak disebabkan oleh peningkatan terkena sinar ultraviolet dalam kelompok populasi tertentu.
Gangguan yang lain yang mungkin ikut berperan yaitu berupa Pseudopterygia (misalnya disebabkan oleh bahan kimia atau luka bakar, trauma, penyakit kornea marginal). Neoplasma (misalnya karsinoma in situ yang menyebabkan konjungtiva perilimbal yang tidak meluas sampai ke kornea).
11. Penatalaksanaan Pterygium sering bersifat rekuren, terutama pada pasien yang masih muda.
Bila pterygium meradang dapat diberikan steroid atau suatu tetes mata dekongestan. Pengobatan pterygium adalah dengan sikap konservatif atau dilakukan pembedahan bila terjadi gangguan penglihatan akibat terjadinya astigmatisme ireguler atau pterygium yang telah menutupi media penglihatan.
Lindungi mata dengan pterygium dari sinar matahari, debu dan udara kering dengan kacamata pelindung. Bila terdapat tanda radang berikan air mata buatan dan bila perlu dapat diberi steroid. Bila terdapat delen (lekukan kornea) beri air mata buatan dalam bentuk salep. Bila diberi vasokontriktor maka perlu kontrol 2 minggu dan bila terdapat perbaikkan maka pengobatan dihentikan.
- Tindakan OperatifTindakan pembedahan adalah suatu tindak bedah plastik yang dilakukan bila
pterygium telah mengganggu penglihatan. Pterygium dapat tumbuh menutupi seluruh permukaan kornea atau bola mata.
Tindakan operasi, biasanya bedah kosmetik, akan dilakukan untuk mengangkat pterygium yang membesar ini apabila mengganggu fungsi penglihatan
atau secara tetap meradang dan teriritasi. Paska operasi biasanya akan diberikan terapi lanjut seperti penggunaan sinar radiasi B atau terapi lainnya.
Jenis Operasi pada Pterygium antara lain : 1 Bare Sklera
Pterygium diambil, lalu dibiarkan, tidak diapa-apakan. Tidak dilakukan untuk pterygium progresif karena dapat terjadi granuloma → granuloma diambil kemudian digraph dari amnion.2 Subkonjungtiva
Pterygium setelah diambil kemudian sisanya dimasukkan/disisipkan di bawah konjungtiva bulbi → jika residif tidak masuk kornea.3 Graf
Pterygium setelah diambil lalu di-graf dari amnion/selaput mukosa mulut/konjungtiva forniks.
Tindakan pembedahan untuk eksisi pterygium biasanya bisa dilakukan pada pasien rawat jalan dengan menggunakan anastesi topikal ataupun lokal, bila diperlukan dengan memakai sedasi. Perawatan pasca operasi, mata pasien biasanya merekat pada malam hari, dan dirawat memakai obat tetes mata atau salep mata antibiotika atau antiinflamasi.
- Kategori Terapi Medikamentosa a. Pemakaian air mata artifisial (obat tetes topikal untuk membasahi mata) untuk membasahi permukaan okular dan untuk mengisi kerusakan pada lapisan air mata.
Nama obat Merupakan obat tetes mata topikal atau air mata artifisial (air mata penyegar, Gen Teal (OTC)—air mata artifisial akan memberikan pelumasan pada permukaan mata pada pasien dengan permukaan kornea yang tak teratur dan lapisan permukaan air mata yang tak teratur. Keadaan ini banyak terjadi pada keadaan pterygium.
Dosis dewasa 1 gtt empat kali sehari dan prn untuk irritasi Dosis anak-anak Berikan seperti pada orang dewasa
Kontra indikasi Bisa menyebabkan hipersensitivitas Interaksi Tak ada (tak pernah dilaporkan ada interaksi )
Untuk ibu hamil Derajat keamanan A untuk ibu hamil
Perhatian Bila gejala masih ada dan terus berlanjut pemakaiannya
b. Salep untuk pelumas topikal – suatu pelumas yang lebih kental pada permukaan okular
Nama obat Salep untuk pelumas mata topikal (hypotears,P.M penyegar (OTC). Suatu pelumas yang lebih kental untuk permukaan mata. Sediaan ini cenderung menyebabkan kaburnya penglihatan sementara; oleh karena itu bahan ini sering dipergunakan pada malam hari.
Dosis obatnya Pergunakan pada cul de sac inferior pada mata yang terserang. Hs
Dosis anak-anak Sama dengan dewasa
Kontra indikasi Bisa menyebabkan terjadinya hipersensitivitas
Interaksi Tidak ada Untuk ibu hamil Tingkat keamanan A untuk ibu hamil
Perhatian Karena menyebabkan kabur penglihatan sementara dan harus menghindari aktivitas yang memerlukan penglihatan jelas sampai kaburnya hilang.
c. Obat tetes mata anti – inflamasi – untuk mengurangi inflamasi pada permukaan mata dan jaringan okular lainnya. Bahan kortikosteroid akan sangat membantu dalam penatalaksanaan pterygium yang inflamasi dengan mengurangi pembengkakan jaringan yang inflamasi pada permukaan okular di dekat jejasnya.
Nama obat Prednisolon asetat (Pred Forte 1%) – suatu suspensi kortikosteroid topikal yang dipergunakan untuk mengu-rangi inflamasi mata. Pemakaian obat ini harus dibatasi untuk mata dengan inflamasi yang sudah berat yang tak bisa disembuhkan dengan pelumas topikal lain.
Dosis dewasa 1 gtt empat kali sehari pada mata yang terserang, biasanya hanya 1- 2 minggu dengan terapi yang terus menerus.
Dosis anak-anak Tidak boleh dipergunakan untuk anak-anak oleh
karena kasus pterygia sangat jarang pada anak-anak
Kontra indikasi Pasien dengan riwayat kasus herpes simpleks keratitis dentritis atau glaukoma steroid yang responsif.
Interaksi Tak ada laporan interaksi Kehamilan Tingkat keamanan B, biasanya aman akan tetapi
kegunaannya harus di perhitungkan dengan resiko yang di akibatkan
Perhatian Bisa diserap secara sistemik akan tetapi efek samping sistemik biasanya tak diketemukan pada pasien yang mempergunakan obat tetes mataprednisolon asetat topikal , yang bisa diekskresi pada ASI yang sedang menyusui.
- Perawatan Lanjut pada Pasien Rawat JalanSesudah operasi, eksisi pterygium, steroid topikal pemberiannya lebih di
tingkatkan secara perlahan-lahan. Pasien pada steroid topikal perlu untuk diamati, untuk menghindari permasalahan tekanan intraocular dan katarak.
- Pencegahan Kekambuhan PterygiumSecara teoritis, memperkecil terpapar radiasi ultraviolet untuk mengurangi
resiko berkembangnya pterygia pada individu yang mempunyai resiko lebih tinggi. Pasien di sarankan untuk menggunakan topi yang memiliki pinggiran, sebagai tambahan terhadap radiasi ultraviolet sebaiknya menggunakan kacamata pelindung dari cahaya matahari. Tindakan pencegahan ini bahkan lebih penting untuk pasien yang tinggal di daerah subtropis atau tropis, atau pada pasien yang memiliki aktifitas di luar, dengan suatu resiko tinggi terhadap cahaya ultraviolet (misalnya, memancing, ski, berkebun, pekerja bangunan). Untuk mencegah berulangnya pterigium, sebaiknya para pekerja lapangan menggunakan kacamata atau topi pelindung.
12. KomplikasiKomplikasi dari pterygium meliputi sebagai berikut:
Penyimpangan atau pengurangan pusat penglihatan Kemerahan Iritasi Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea
Keterlibatan yang luas otot extraocular dapat membatasi penglihatan dan memberi kontribusi terjadinya diplopia. Bekas luka yang berada ditengah otot rektus umumnya menyebabkan diplopia pada pasien dengan pterygium yang belum dilakukan pembedahan. Pada pasien dengan pterygia yang sudah diangkat, terjadi pengeringan focal kornea mata akan tetapi sangat jarang terjadi.
Komplikasi postooperasi pterygium meliputi: Infeksi Reaksi material jahitan Diplopia Conjungtival graft dehiscence Corneal scarring Komplikasi yang jarang terjadi meliputi perforasi bola mata perdarahan
vitreous, atau retinal detachment.
Komplikasi akibat terlambat dilakukan operasi dengan radiasi beta pada pterygium adalah terjadinya pengenceran sclera dan kornea. Sebagian dari kasus ini dapat memiliki tingkat kesulitan untuk mengatur.
13. PrognosisEksisi pada pterygia pada penglihatan dan kosmetik adalah baik. Prosedur
baik saat dipahami oleh pasien dan pada awal operasi pasien akan merasa terganggu setelah 48 jam pasca perawatan pasien bisa memulai aktivitasnya. Pasien dengan pterygia yang kambuh lagi dapat mengulangi pembedahan eksisi dan pencangkokan, kedua-duanya dengan konjungtival limbal autografts atau selaput amniotic, pada pasien yang telah ditentukan. Pasien yang ada memiliki resiko tinggi pengembangan pterygia atau karena di perluas ekspose radiasi sinar ultraviolet, perlu untuk dididik penggunaan kacamata dan mengurangi ekspose mata dengan ultraviolet.
Daftar Pustaka1. Junqueira, L Carlos. 1998. Histologi Dasar. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.2. Coroneo MT, Di Girolamo N, Wakefield D: The Pathogenesis of Pterygium. Curr
Opin Ophthalmol 1999 Aug; 10(4): 282-8 [Medline].
3. Whitcher J.P., Pterygium, 2007, http://www.emedicine.com/EMERG/topic284.htm
4. Ferrer F.J.G., Schwab I.R., Shetlar D.J., 2000. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology (16th edition), Mc Graw-Hill Companies, Inc., United States
5. Ilyas S., 2005, Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
6. Misbach J., 1999. Neuro-Oftalmologi Pemeriksaan Klinis dan Interpretasi. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
7. Hartono, 2005. Ringkasan Anatomi dan Fisiologi Mata. Jogjakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Top Related