KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO
SWING ARM SEPEDA MOTOR
TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Mesin
Disusun oleh:
BENNY ADITYA KURNIAWAN
005214104
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2007
KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO
SWING ARM SEPEDA MOTOR
TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Mesin
Disusun oleh:
BENNY ADITYA KURNIAWAN
005214104
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2007
i
HARDNESS AND MICRO STRUCTURE
OF MOTOR CYCLE SWING ARM
FINAL PROJECT
Presented as Partial Fulfillment of the Requirements to Obtain the Sarjana Teknik Degree in Mechanical Engineering
by
BENNY ADITYA KURNIAWAN
Student Number : 005214104
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGARAM MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT
SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA 2007
ii
iii
iv
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, 7 Oktober 2007
Penulis
Benny Aditya Kurniawan
v
HALAMAN MOTO
˝ Kegagalan biasanya merupakan langkah awal menuju sukses,
tapi sukses itu sendiri sesungguhnya baru merupakan jalan tak
berketentuan menuju puncak sukses ˝. - Lambert Jeffries
˝ Tiada gading yang tak retak ˝.
- Anonim
˝ Pengetahuan ada dua macam : yang telah kita ketahui dengan
sendirinya atau yang hanya kita ketahui dimana ia bisa
didapatkan ˝.
- Samuel Johnson
˝ Sumber kekuatan baru bukanlah uang yang berada dalam
genggaman tangan beberapa orang, namun informasi di tangan
orang banyak ˝.
- John Naisbitt
vi
Persembahanku
Kupersembahkan karya ini teruntuk :
Yesus sang pembimbingku
Orang tua tercinta, Paulus Sugihardjo
dan Yulia Sulastri
Kakakku Andari serta adikku Cahyo
Teman-teman angkatan 2000 dan 2002
Salamku,
Benny
vii
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala kasih, rahmat dan bimbingan-Nya sehingga dapat menyelesaikan Tugas
Akhir dengan baik. Maksud dan tujuan dari Tugas Akhir ini adalah sebagai
pemenuhan salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik
Mesin Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.
Penulis dalam kesempatan ini mengucapkan banyak terima kasih atas
bantuan, dukungan serta bimbingan yang diberikan dalam proses penyusunan ini,
oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Romo Ir. Greg. Heliarko SJ.,S.S.,B.S.T.,M.A.,M.Sc., Dekan Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bapak Budi Setyahandana, S.T., M.T., Dosen Pembimbing yang telah
membimbing dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
3. Laboran Laboratorium Teknologi Mekanik dan Laboratorium Perpindahan
Panas Universitas Sanata Dharma yang telah membantu penelitian penulis.
4. Segenap dosen dan karyawan Jurusan Teknik Mesin FT-USD yang telah
membantu dan selalu membimbing dalam masa-masa kuliah.
5. Keluarga besarku di Solo, bapak-ibu ( Paulus Sugihardjo ) dan ( Yulia
Sulastri ), kakakku Andari-Kiswi dan adikku Cahyo MKW terima kasih
untuk semuanya.
6. Teman-teman Andri , Rois, Yuris ( 2000 ), Bowo, Haryanto, Tomo, Surya,
Dwi, Dimas, Heri, Yayat, Calvin, Andi, dan semua teman-teman TM
angkatan 2000 yang telah membantu banyak dalam Tugas Akhir ini.
viii
7. Temen-temen di Solo, Topo, Sidik, Feri, Pak Tejo dan temen-temen lain
yang selalu setia menemani di wedangan.
Semoga penulisan Tugas Akhir ini dapat berguna dan memberikan
manfaat baik bagi penulis maupun pihak lain, sebagai ilmu pengetahuan dan
informasi.
ix
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh material yang terbaik untuk
pembuatan swing arm sepeda motor. Penelitian ini meliputi tiga material baja
karbon rendah yang memiliki komposisi dan struktur mikro yang berbeda.
Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian tarik, pengujian komposisi
kimia dan pengujian struktur mikro. Setiap material dipotong menjadi plat,
kemudian beberapa bagian plat tersebut dibentuk menjadi benda uji yang
disesuaikan dengan standar ASTM. Dari hasil pengujian kekerasan diperoleh data
bahwa baja MS 2 memiliki kekerasan tertinggi sebesar 161 kg/mm² dan baja MS
1 merupakan material yang memiliki kekerasan terendah sebesar 137 kg/mm²
sedangkan baja MS 3 memiliki kekerasan sebesar 144 kg/mm². Pada pengujian
komposisi kimia, unsur paduan karbon terbanyak pada baja MS 2 sebesar 0,128 %
dan terendah pada baja MS 1 sebesar 0,09 %. Dari pengujian struktur mikro
terlihat bahwa baja MS 2 memiliki kandungan karbon terbanyak, sedangkan baja
MS 3 memiliki unsur paduan karbon yang sedikit lebih banyak dari baja MS 1.
Dari pengujian-pengujian tersebut, dapat disimpulkan unsur karbon
memiliki pengaruh yang penting terhadap kekerasan material baja. Namun,
kekerasan suatu material tidak hanya dipengaruhi oleh unsur karbon. Perlakuan
panas, proses pembuatan dan pembentukan baja dapat juga mempengaruhi
kekerasan material.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………..…………………………………. i
HALAMAN JUDUL BAHASA INGGRIS………………………..………. ii
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING……………….…………… iii
HALAMAN PERNYATAAN………………………..…………………….. v
HALAMAN MOTO………………………………………………………… vi
HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………..……...………. vii
KATA PENGANTAR…………………………………………..………...… viii
INTI SARI………………………………………..………………………….. x
DAFTAR ISI………………………………………………………….……... xi
DAFTAR GAMBAR…………………………………………..……………. xiv
DAFTAR TABEL………………………………………….………………... xv
BAB I PENDAHULUAN……………………………..…………………. 1
1.1. Latar Belakang…………………………………..…………... 1
1.2. Batasan Masalah…………………………………………..… 3
1.3. Tujuan Penelitian………………………………….………… 3
BAB II DASAR TEORI………………………………………..…………. 4
2.1. Pengertian Baja…………...……………………..…………... 4
2.2. Proses Produksi Baja…………………………………..……. 5
2.3. Struktur Mikro Besi dan Baja…………………..…………… 5
2.3.1. Diagram Fasa Besin Karbon..................................... 5
xi
2.3.2. Perubahan Struktur Pada Perlakuan Panas..………. 9
2.4. Klasifikasi Baja.…………………..…………………………. 11
2.4.1. Baja Karbon Biasa…………………….…………... 12
2.4.2. Baja Paduan Rendah................................................ 13
2.4.3. Baja Tahan Karat..................................................... 15
2.4.4. Baja Cor…………………………………………... 15
2.4.5. Baja Perkakas…………………………………….. 15
2.4.6. Baja Spesial……………………………………….. 16
2.5. Unsur-unsur Yang Terkandung Dalam Baja........................... 16
2.5.1. Karbon ( C )............................................................. 16
2.5.2. Mangan ( Mn )......................................................... 17
2.5.3. Sulfur ( S )................................................................ 17
2.5.4. Nikel ( Ni )............................................................... 17
2.5.5. Chromium ( Cr )....................................................... 17
2.5.6. Molybdenum ( Mo )…………………...………….. 18
2.5.7. Vanadium ( V )……………………………………. 18
2.5.8. Tembaga ( Cu )……………………………………. 18
2.5.9. Wolfram ( W )…………………………………….. 18
2.5.10. Phosfor ( P )………………………………………. 18
2.5.11. Aluminium ( Al )………………………………….. 19
2.5.12. Boron…………………………………………….... 19
2.6. Sifat Mekanis Baja………………………………………….. 19
2.7. Pengujian Bahan……………………………………………. 21
xii
2.7.1. Uji Kekerasan Brinell……………………………… 21
2.7.2. Pengamatan Struktur Mikro……………………….. 23
BAB III METODE PENELITIAN……………………………………….. 25
3.1. Skema Penelitian…….……………………………………... 25
3.2. Persiapan Bahan……………...……………..……………… 26
3.3. Peralatan Yang Digunakan...................................................... 26
3.4. Pengujian Bahan...................................................................... 27
3.4.1. Uji Kekerasan Brinell………..……………………. 27
3.4.2. Pengamatan Struktur Mikro..……………………... 29
3.4.3. Uji Komposisi Kimia............................................... 31
BAB IV DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………………….. 33
4.1. Analisis Pengujian Kekerasan Brinell……….……………… 33
4.2. Analisis Pengujian Struktur Mikro………………………...... 35
4.3. Analisis Pengujian Komposisi Kimia…….............................. 36
4.4 Analisis Ketebalan Plat........................................................... 38
BAB V KESIMPULAN DAN PENUTUP……………………………..... 39
5.1. Kesimpulan…………………..……………………………... 39
5.2. Penutup …………………………………..………………… 40
5.3. Saran………………………………..……………………….. 41
DAFTAR PUSTAKA
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Diagram Fasa Besi Karbon…...……………………………….. 7
Gambar 2.2. Struktur Mikro Baja Karbon……………….………………….. 8
Gambar 2.3. Pemantulan Cahaya pada Benda………………………………. 24
Gambar 3.1. Skema Penelitian......................................................................... 25
Gambar 3.2. Mesin Uji Kekerasan……………………………………..……. 29
Gambar 3.3. Mikroskop dan Kamera………………………………….…...... 30
Gambar 3.4. Mesin Uji Komposisi Kimia…………………….…………….. 32
Gambar 4.1. Diagram Nilai Rata-rata Kekerasan Brinell……………...…….. 34
Gambar 4.2. Foto Struktur Mikro Material MS 1……………………………. 35
Gambar 4.3. Foto Struktur Mikro Material MS 2……………….…………… 35
Gambar 4.4. Foto Struktur Mikro Material MS 3………………..…………... 35
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Klasifikasi Baja Menurut SAE dan AISI................................. 12
Tabel 2.2. Diameter Penetrator dan Beban Uji......................................... 23
Tabel 4.1. Data Hasil Pengujian Kekerasan Material Swing Arm............ 33
Tabel 4.2. Nilai Rata-rata Kekerasan .................................................. 33
Tabel 4.3. Nilai Unsur Paduan Karbon Baja Material Swing Arm........... 37
Tabel 4.4. Nilai Unsur Paduan Karbon Setelah Pengujian Ulang pada
Baja MS 3 .............................................................................. 37
Tabel 4.5. Nilai Unsur Paduan Baja Material Swing Arm Setelah Pengujian
Ulang ……………………………………………………….. 38
xv
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Dewasa ini perkembangan dunia otomotif berkembang dengan
pesatnya, maka perancangan dan pemilihan bahan konstruksi ataupun
komponen mesin sangatlah sulit dan rumit serta membutuhkan ketelitian.
Sebagian besar konstruksi mesin dalam aplikasinya selalu menerima beban
yang bervariasi, sehingga diperlukan suatu bahan yang baik dan kuat, untuk
mendapatkan bahan tersebut diperlukan pengujian sifat-sifat fisis dan mekanis
yang meliputi kekerasan, struktur mikro dan komposisi kimianya. Dalam
pengujian ini dibutuhkan pengetahuan tentang teknik manufaktur untuk
mengetahui kemampuan bahan dalam menerima pembebanan, baik dinamis
maupun statis.
Riset dan pengembangan terus dilakukan untuk memperoleh teknologi
baru yang lebih efisien dan efektif baik pengembangan mesin maupun
konstruksi. Salah satu konstruksi yang terus dikembangkan adalah swing arm
sepeda motor. Swing arm merupakan komponen penting pada sepeda motor
yang dapat meredam beban kejut dengan baik sehingga kestabilan sepeda
motor dapat terjaga. Bahan material yang umumnya digunakan dalam
pembuatan swing arm sepeda motor yaitu baja karbon rendah. Material yang
saat ini dipakai sering pecah karena komposisi, perlakuan panas maupun
2
pengerjaan yang salah. Maka dari itu diperlukan adanya penelitian terhadap
material yang baik untuk swing arm sepeda motor.
Penelitian ini meliputi tiga jenis pipa kotak MS yang akan digunakan
dalam pembuatan swing arm sepeda motor. Adapun ketiga baja tersebut
adalah :
1. Pipa kotak putih, MS ukuran 20 mm x 40 mm x 1,8 mm.
2. Pipa kotak coklat, MS ukuran 20 mm x 39,5 mm x 1,8 mm.
3. Pipa kotak hitam, MS ukuran 19,5 mm x 40 mm x 2 mm
3
1.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh sifat-
sifat fisis dan mekanis baja material swing arm sepeda motor terhadap
kekerasannya. Dengan adanya pengujian ini diharapkan diperoleh material
yang sesuai untuk pembuatan swing arm sepeda motor.
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah yang ditentukan penulis dalam penelitian dan
penyusunan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui sifat fisis dan mekanis
dari 3 baja material yang akan digunakan dalam pembuatan swing arm sepeda
motor. Pengujian yang dilakukan meliputi uji kekerasan, pengamatan struktur
mikro dan uji komposisi kimia. Material diperoleh dari PT. Mega Andalan
Kalasan dan pengujiannya di Laboratorium Ilmu Logam Jurusan Teknik
Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Pengertian Baja
Baja merupakan paduan yang terdiri dari besi (Fe), karbon (C) dan
unsur lainnya. Baja dapat dibentuk melalui pengecoron atau penempaan.
Karbon merupakan salah satu unsur terpenting karena dapat meningkatkan
kekerasan dan kekuatan baja.
Besi dan baja merupakan logam yang banyak dipakai dan digunakan
dalam dunia teknik, meliputi 95% dari seluruh produksi logam dunia, baik
dalam bentuk pelat, lembaran, pipa, batang profil dan sebagainya. Untuk
penggunaan tertentu, besi dan baja merupakan satu-satuya logam yang
memenuhi persyaratan teknik maupun ekonomis, tetapi yang paling penting
karena sifat-sifatnya yang bervariasi. Yaitu bahwa bahan tersebut mempunyai
berbagai sifat dari yang paling lunak dan mudah dibuat sampai yang paling
keras dan tajam sekalipun atau apa saja dengan bentuk struktur logam dapat
dibuat dengan metode pengecoran. Dari unsur besi (Fe) berbagai bentuk
struktur logam dapat dibuat, itulah sebabnya mengapa besi dan baja disebut
dengan bahan yang kaya dengan sifat-sifat. Namun di beberapa bidang lainnya
logam ini mulai mendapat persaingan dari logam bukan besi. Besi
diperkirakan telah dikenal manusia sekitar tahun 1200 SM.
5
2.2 Proses Produksi Baja
Untuk memproduksi baja dapat ditempuh dengan cara pengecoran atau
dengan cara metalurgi serbuk. Pengecoran dilakukan dengan cara melebur biji
besi yang diperoleh dari tambang dalam dapur tinggi (blast furnance). Dengan
cara serbuk metalurgi yaitu dengan melebur kembali baja sraps dalam dapur
pengolahan baja (steel furnance). Melalui cara ini , baja diperoleh dengan cara
memadatkan campuran serbuk besi dan serbuk lainnya dalam satu wadah
tertentu dan selanjutnya dilakukan pemanasan terhadap hasil pemadatan.
2.3 Struktur Mikro Besi dan Baja
2.3.1 Diagram Fasa Besi Karbon
Dari unsur besi berbagai bentuk struktur logam dapat dibuat, itulah
sebabnya besi dan baja kaya dengan sifat-sifat. Sifat unsur penyusun baja
dan besi dapat dilihat secara jelas dalam diagram fasa besi karbon, seperti
pada gambar 2.1. Gambar tersebut dibawah menunjukan gambar
keseimbangan besi karbon sebagai dasar dari bahan yang berupa besi baja.
Selain karbon pada besi dan baja, terkandung kira-kira 0,25 % Si, 0,3 – 1,5
% Mn, dan unsur pengotor lain P, S dan sebagainya. Karena unsur-unsur ini
tidak memberikan pengaruh utama kepada diagram fasa, maka diagram fasa
tersebut dapat dipergunakan tanpa menghiraukan adanya unsur-unsur
tersebut.
Pada paduan besi karbon fasa karbida yang disebut simentit, dan juga
grafit, grafit lebih stabil dari pada simentit. Yang akan dibahas disini
6
hanyalah diagram Fe-Fe 3 C (simentit mempunyai kadar C = 6,67 %). Titik-
titik penting pada diagram fasa ini adalah :
A. Titik cair besi
B. Titik pada cairan yang ada hubungannya dengan reaksi peritektik
H. Larutan padat δ yang da hubungannya dengan reaksi peritektik. Kelarutan
karbon maksimum, adalah 0,10 %.
J. Titik peritektik selama pendinginan eustenit, pada komposisi J, fase γ
terbebtuk dari larutan padat δ, pada komposisi H, dan cairan komposisi
B.
N. Titik transformasi dari besi δ ↔ besi γ, titik transformasi A 4 dari besi
murni.
C. Titik eutektik. Selama pendinginan fasa γ dengan komposisi E dan
sementit pada komposisi F (6,67 % C) terbentuk dari cairan pada
komposisi C, fasa eutektik ini disebut ledeburit.
E. Titik yang menyatakan fasa γ, ada hubungan dengan reaksi eutektik.
Kelarutan maksimum dari karbon 2,14 %. Paduan besi karbon sampai
pada komposisi ini disebut baja.
G. Titik transformasi besi δ ↔ α. Titik transformasi A 3 untuk besi.
P. Titik yang menyatakan ferit, fasa α ada hubungannya dengan reaksi
eutektoid. Kelarutan maksimum dari karbon kira-kira 0,02 %.
S. Titik eutectoid. Selama pendinginan, ferit pada komposisi P dan sementiti
pada komposisi K (sama dengan F) terbentuk simultat dari austenit pada
7
komposisi S. Reaksi eutektoid ini dinamakan transformasi A1 , dan fasa
eutektoid ini dinamakan perlit.
GS. Garis yang menyatakan hubungan antara temperatur dengan komposisi
di mana mulai terbentuk ferit dari austenit. Garis ini disebut garis A 3 .
ES. Garis yang menyatakan hubungan antara temperature dan komposisi, di
mana mulai terbentuk simentit dari austenit dinamakan garis A cm
A . Titik transformasi magnetik untuk besi atau ferit. 2
A . Titik transformasi magnetik untuk sementit. 0
Gambar 2.1 : Diagram fasa besi karbon Sumber : Prof. Ir. Tata Surdia, M.S. Met.E : Pengetahuan Bahan Teknik, hal 70
8
Gambar 2.2 : Struktur mikro baja karbon Sumber : Prof. Ir. Tata Surdia, M.S. Met.E : Pengetahuan Bahan Teknik, hal 71
Keterangan Gambar 2.2 :
a. Menunjukkan stuktur mikro baja yang mempunyai kandungan karbon
sebesar 0,06 % C.
9
b. Menunjukkan stuktur mikro baja mempunyai kandungan karbon
sebesar 0,25 %. Baja ini dinormalkan pada suhu 930ºC.
c. Menunjukkan stuktur mikro baja mempunyai kandungan karbon
sebesar 0,30 %. Baja ini diaustenitkan pada suhu 930ºC dan
ditransformasikan isothermal pada suhu 700ºC.
d. Menunjukkan stuktur mikro baja mempunyai kandungan karbon
sebesar 0,45 %. Baja ini dinormalkan pada suhu 840ºC.
e. Menunjukkan stuktur mikro baja mempunyai kandungan karbon 0,80
%. Baja ini diaustenitkan pada suhu 1150ºC dan didinginkan pada
tungku.
f. Menunjukkan stuktur mikro baja mempunyai kandungan karbon
sebesar 1 %. Baja ini dirol pada suhu 1050ºC dan pendinginannya
dilakukan dengan udara.
Baja yang berkadar karbon sama dengan komposisi eutektoid
dinamakan baja eutektoid, yang berkadar kurang dari komposisi eutektoid
disebut baja hypoeutektoid dan yang berkadar karbon lebih dari komposisi
eutektoid disebut baja hypopereutektoid.
2.3.2 Perubahan Struktur Pada Perlakuan Panas
Besi dan baja diharapkan mempunyai kekuatan statis dan dinamik,
ulet, mudah diolah, tahan korosi dan mempunyai sifat elektromagnet agar
dapat dipakai sebagai bahan untuk konstruksi dan mesin-mesin. Dilihat
dari transformasi ada tiga macam baja yaitu :
10
1. Baja dengan titik transformasi A 1 berupa ferit di bawah A1 dan
austenit pada A atau diatas A1 . 3
2. Baja dengan titik transformasi A 1 di bawah temperatur kamar,
berupa austenit pada temperatur kamar.
3. Baja dengan daerah austenit yang kecil, berupa ferit sampai
temperatur tinggi pada daerah komposisi tertentu.
Baja yang tergolong macam 1 berupa ferit pada temperatur kamar
(dalam keseimbangan), dapat diproses menjadi berbagai struktur dengan
jalan perlakuan panas. Struktur tersebut diiktisarkan pada tabel 2.1. Fasa
yang ada pada baja. Fasa-fasa tersebut memiliki sifat-sifat khas, sebagai
berikut :
1. Ferit mempunyai sel satuan kubus pusat badan atau body centered
cubic (bcc), menunjukan titik mulur yang jelas dan menjadi getas
pada temperatur rendah.
2. Austenit mempunyai sel satuan kubus pusat muka atau face
centered cubic (fcc), menunjukan titik mulur yang jelas tanpa
kegetasan pada keadaan dingin. Akan tetapi kalau berupa fasa
metastabil bisa berubah menjadi α’ pada temperatur rendah,
dengan pengerjaan.
3. Martensit adalah fasa larutan padat lewat jenuh dari karbon dalam
sel satuan tetragonal pusat badan atau body centered tetragonal
(bct). Makin tinggi derajat kelewat jenuhan karbon, makin besar
11
perbandingan satuan sumbu sel satuannya dan makin keras serta
makin getas martensit tersebut.
4. Bainit mempunyai sifat-sifat antara martensit dan ferit.
Sesuai dengan keanekaragaman strukturnya, maka dapat diperoleh
berbagai sifat baja termasuk kekuatan dan keuletan. Faktor-faktor yang
menentukan sifat-sifat mekanik adalah macam fasa, kadar unsur paduan
dalam fasa, ukuran dan bentuk senyawa. Untuk mendapatkan sifat-sifat
mekanik yang diinginkan perlu mendapat struktur yang cocok dengan
komposisi kimia dan perlakuan panas yang tepat.
2.4 Klasifikasi Baja
Berdasarkan unsur paduannya, klasifikasi baja mengikuti SAE (Society of
Automotive Engineers) dan AISI (American Iron and Steel Institute). Macam-
macam kategori baja diantaranya sebagai berikut :
- Baja karbon biasa (plain-carbon steel).
- Baja paduan rendah (hight-strength, low alloy steel).
- Low alloy structural steel.
- Baja tahan karat (stainless steel).
- Baja tuang / cor (cast steel).
- Baja perkakas (tool steel).
- Baja penggunaan spesial / khusus (spesial purpose steel)
12
Tabel 2.1. Klasifikasi baja menurut SAE dan AISI
Sumber : Budi Setyahandana. S.T, M.T. : Diktat Material Teknik, hal 12
2.4.1 Baja karbon biasa
Baja karbon biasa merupakan jenis baja yang paling awal dikenal orang.
Baja ini mempunyai komponen utama Fe dan C, baja ini dibedakan lagi
menjadi :
13
1. Baja karbon rendah dengan kandungan karbon berkisar 0,05 – 0,30 %
2. Baja karbon sedang dengan kandungan karbon berkisar 0,30 – 0,50 %
3. Baja karbon tinggi dengan kandungan karbon lebih besar dari 0,50 %
Sifat umum baja karbon berdasarkan kadar % C :
1. Baja karbon rendah (0,05 – 0,30 %)
- Kekuatan sedang, liat dan tangguh tapi lunak.
- Untuk komponen dengan tegangan rendah.
- Mudah dimesin dan dilas.
2. Baja karbon sedang (0,3 – 0,6 %)
- Lebih keras dari pada baja karbon rendah.
- Lebih kuat dan tangguh, tetapi kurang liat.
- Sifat dapat diubah dengan heat treatment.
3. Baja karbon tinggi (0,6 – 0,95 %)
- Lebih keras tetapi kurang liat dan tangguh.
- Dapat di heat treatment untuk memperkeras dan mempertinggi
ketahanan arus.
- Untuk C > 0,96 % digunakan untuk tool steel.
2.4.2 Baja paduan rendah
Baja paduan rendah mengandung unsur-unsur paduan sebagai elemen
tambahan pada Fe dan C, Mo (Molibden), Si (Silicon) dan lain-lain.
Umumnya kandungan masing-masing elemen paduan lebih kecil dari 5 %.
Baja ini pada umunya telah mendapat perlakuan panas (heat treatment) oleh
pabrik pembuatnya.Baja paduan dipisah menjadi :
14
1. Baja paduan rendah (jumlah unsur paduan khusus < 8,0 %)
2. Baja paduan tinggi (jumlah unsur paduan khusus > 8,0 %)
Maksud penambahan unsur-unsur paduan :
1. Meningkatkan kekerasan dan kekuatan baja.
2. Memperbaiki sifat-sifat baja.
Unsur-unsur paduan pada baja dapat digolongkan menjadi :
1. Membuat baja lebih kuat dan ulet yang bereaksi dengan Fe seperti Ni,
Mn, Cr dan Mo.
2. Membuat baja lebih keras jika bereaksi dengan C seperti Cr, W, Mo
dan V.
Penggolongan 1 terutama digunakan untuk baja konstruksi, sedang 2
terutama digunakan untuk baja perkakas dan baja pembentuk seperti
pembentuk huruf nama. Dari segi ilmu bahan, unsur-unsur paduan pada baja
akan memberi pengaruh dalam hal :
1. Perubahan struktur fcc – bcc, suhu kritis akan berpindah ke atas (Cr, W,
Mo, Si) atau ke bawah (Ni, Mn).
Penyimpangan diagram sebanding dengan kadar unsur-unsur paduan yang
terdapat pada baja. Peningkatan cukup banyak kadar Mn dan Ni (12 – 14
%) dapat mengubah suhu kritis bawah, dibawah suhu kamar.
2. Titik eutektik (titik dimana suhu kritis atas dan bawah berada pada tempat
yang sama) akan bergeser ke kiri pada diagram Fe-C.
3. Kecepatan pendinginan kritis akan lambat.
15
2.4.3 Baja tahan karat
Baja tahan karat pada umumnya yang berlaku dipasaran dapat dibedakan
menjadi sebagai berikut :
- Baja tahan karat austenit (Austenite stainlees steel).
- Baja tahan karat ferit (ferit stainlees steel).
- Baja tahan karat martensit (martensite stainlees steel).
Semua jenis baja tahan karat ini mempunyai daya tahan terhadap korosi
yang berbeda, tergantung pada kandungan cromium (Cr). Baja austenit
termasuk kelompok baja Cr – Ni (seri 300). Baja ferit (masuk dalam seri 400)
tidak dapat dikeraskan dengan perlakuan panas.
2.4.4 Baja cor
Baja cor mempunyai komposisi yang hampir sama dengan baja tempa,
kecuali pada komposisi Si dan Mn mempunyai jumlah lebih besar yang
berfungsi untuk mengikat O dan gas-gas lainnya. Baja cor komersial masih
dibedakan atas :
2
- Baja karbon rendah dengan C < 0,2 %.
- Baja karbon sedang dengan C 0,20 – 0 ,50 %.
- Baja karbon tinggi dengan C > 0,50 %.
- Baja paduan rendah dengan jumlah total elemen paduan C < 8 %.
- Baja paduan tinggi dengan jumlah total elemen paduan C > 8 %.
2.4.5 Baja perkakas
Baja perkakas yang beredar secara internasional pada umumnya harus
mempunyai persyaratan sebagai berikut :
16
- Kemampuan mempertahankan kekerasan dan kekuatan pada suhu tinggi.
- Kemampuan terhadap beban kejut/impact.
- Kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap keausan dan gesekan.
Baja perkakas biasanya mengandung unsur-unsur Cr, W, V dan Mo dengan
jumlah cukup besar, sehingga baja tersebut menjadi lebih keras dan tahan
terhadap keausan.
2.4.6 Baja Spesial
Baja special pada umumnya digunakan untuk maksud-maksud tertentu sebagai
berikut :
- Baja tahan suhu tinggi.
- Baja tahan suhu rendah.
- Baja kekuatan tinggi.
Untuk penggunaan pada suhu tinggi (950 – 1100 ºC) dapat dipilih baja
tahan karat austenik (misal seri 302, 309, 310, 316, 321, 327) tetapi
kekuatannya turun dratis sampai pada temperatur 1100 ºC. Dapat juga
digunakan baja tahan karat jenis martensit dan feritik.
2.5. Unsur-unsur Yang Terkandung Dalam Baja
Unsur-unsur paduan baja mempunyai pengaruh sebagai berikut :
2.5.1. Karbon ( C )
Pengaruh unsur karbon adalah menaikkan besaran kekuatan tarik,
kekerasan dan kepekaan takik tetapi menurunkan keliatan ( regangan patah),
kemampuan tempa dan las. Hal ini dapat diatasi dengan cara paduan dan
perlakuan panas.
17
2.5.2. Mangan ( Mn )
Kombinasi Mn + S sebagai MnS ( mangan sulfida lunak ), penambahan
pada besi sulfida untuk mengurangi kegetasan. Pada alloy stell kandungan 11
% - 14 % Mn berfungsi untuk :
- Membentuk paduan austenit yang tidak magnetis.
- Meningkatkan kekerasan, tahan aus.
- Ideal untuk alat iris yang menderita beban kejut.
2.5.3. Sulfur ( S )
Umumnya tidak dikehendaki karena membuat efek brittle ( getas ). Jika
bersenyawa dengan mangan sifat sulfur berkurang atau membuat baja rapuh
bila tidak ada mangan.
2.5.4. Nikel ( Ni )
Unsur ini berpengaruh untuk meningkatkan ketangguhan dan ketahanan
terhadap beban kejut terutama pada temparatur rendah, membantu pengerasan
inti. Umumnya unsur ini digunakan sebagai paduan sebesar 2 % - 5 %,
biasnya diguanakan pada baja perkakas. Kadar 12 % - 20 % Ni dengan C
rendah dapat meningkatkan ketahanan korosi. Sifat Ni-Cr untuk keliatan,
tahan api dan panas dan tahan terhadap asam.
2.5.5. Chromium ( Cr )
Prosentase Cr dalam jumlah besar dapat berpengaruh terhadap ketahanan
korosi dan tahan panas/api. Kandungan Cr rendah < 2 % berfungsi untuk
mampu keras dan menambah kekuatan, biasanya paduan ini digunakan
bersama Ni dengan perbandingan 1 : 2. Kombinasi Cr dan C menjadi
18
Chromium Carbides yang tahan aus dan dugunakan pada baja karburising,
baja perkakas, baja bantalan tahanaus dan karat.
2.5.6. Molybdenum ( Mo )
Unsur ini digunakan pada baja paduan kurang dari 0,3 % untuk
menaikkan kekerasan dan menaikkan kekuatan terutama terhadap beban
dinamik dan temperatur tinggi, mencegah kegetasan. Mo dapat juga
menggantikan Cr untuk baja yang di temper dan di quench, menggantikan W
untuk baja-baja perkakas.
2.5.7. Vanadium ( V )
Kandungan 0,03 % - 0,25 % pada Vanadium Carbide berguna untuk
menghindari atau menahan pertumbuhan batas butir dan menaikkan kekuatan.
2.5.8. Tembaga ( Cu )
Tembaga mempunyai sifat tahan korosi di udara luar, umumnya sebagai
paduan baja 0,10 % - 0,50 %. Tembaga biasanya digunakan pada low carbon
sheet dan baja struktur karena tahan korosi.
2.5.9. Wolfram ( W )
Wolfram berfungsi untuk menaikkan kekerasan dan keliatan. Biasanya
unsur ini digunakan untuk baja-baja pada pengerjaan panas dengan kadar W
sebesar 3 % - 20 %.
2.5.10. Posfor ( P )
Posfor memperburuk kegetasan pada temperatur rendah dan
meningkatkan sensitivitas dari kegetasan temper karena fasa yang
tersegregasikan pada batas butir, oleh karena itu P harus selalu minimum.
19
2.5.11. Aluminium ( Al )
Unsur ini berfungsi untuk meninggikan pengerasan permukaan dari baja
nitrat dengan membentuk Al-nitrat sebesar 0,95 % - 1,3 %, memperbaiki
ketahanan terhadap panas dan proses penuaan.
2.5.12. Boron
Boron sangat efektif terhadap sifat kekerasan, 250 – 750 kali lebih
efektif dari Ni, 75 – 125 kali lebih efektif dari Mo, 100 kali lebih efektif dari
C. Dengan jumlah yang sangat sedikit boron memberikan sifat yang
dikehendaki pada baja karbon rendah ( efek berkurang drastis seiring kenaikan
kadar C ). Boron tidak membentuk carbide sehingga bersifat machinability
dan cold forming capability.
2.6 Sifat Mekanis Baja
Tujuan pengujian mekanik suatu logam yaitu dengan percobaan-
percobaan yang dilakukan terhadap suatu logam untuk mendapatkan data-
data yang dapat menunjukan sifat-sifat mekanik logam tersebut serta berperan
penting dalam mendesain suatu rancangan.
1. Malleability / dapat ditempa
Logam ini dapat dengan mudah dibentuk dengan suatu gaya, baik dalam
keadaan dingin maupun panas tanpa terjadi retak misalnya hammer
ataupun dengan rol.
2. Ductility / keuletan
Logam dapat dibentuk dengan tarikan tanpa menunjukan gejala putus.
3. Toughness / ketangguhan
20
Kemampuan suatu logam untuk dibengkokan beberapa kali tanpa
mengalami retak.
4. Hardness / kekerasan
Ketahanan suatu logam terhadap penetrasi/penusukan logam lain.
5. Strength / kekuatan
Kemampuan suatu logam untuk menahan gaya yang bekerja atau
kemampuan logam menahan deformasi (perubahan bentuk karena
pengaruh aksi dari luar).
6. Weldability
Kemampuan logam untuk dapat dilas, baik dengan listrik maupun las
karbit/gas.
7. Corrosion resistance / tahan korosi
Kemampuan suatu logam untuk menahan korosi/karat akibat kelembaban
udara, zat-zat kimia dan lain-lainnya.
8. Machinability
Kemampuan suatu logam untuk dikerjakan dengan mesin, misalnya
dengan mesin bubut, mesin frais dan lain-lainnya.
9. Elasticity
Kemampuan suatu logam untuk kembali ke bentuk semula tanpa
mengalami deformasi plastic / permanen.
10. Brittle / kerapuhan
Sifat logam yang mudah retak dan pecah. Sifat ini berhubungan erat
dengan kekerasan dan merupakan kebalikan dari ductility.
21
Baja mempunyai kandungan besi ( Fe ) dan Karbon ( C ) dengan kadar
karbon 0,05 % - 1,7 %. Selain karbon pada baja terkandung kurang lebih 0,25
% Si - 0,3 – 0.15 % Mn dan unsur pengotor lain seperti : Phosfor ( P ) dan
Belerang ( S ) Karena unsur-unsur tidak memberikan pengaruh utama maka
unsur tersebut di abaikan.
Biji besi yang diperoleh dari pertambangan kemudian di lebur dalam
dapur tinggi. Hasil dari dapur tinggi berupa besi kasar cair, di tuang dan di
proses kembali dengan pemanasan lanjutan untuk mengurangi atau menambah
unsur lain pada besi cair. Hasil leburan tersebut di sebut baja..
2.7 Pengujian Bahan
Pengujian bahan ini dilakukan untuk mengetahui sifat fisis dan mekanis
dari benda uji yang diteliti.
2.7.1 Uji Kekerasan Brinell
Pengujian kekerasan menurut Brinell bertujuan untuk menentukan
kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja
yang ditekankan pada permukaan material tersebut. Disarankan agar
pengujian Brinell ini hanya diperuntukkan material yang memiliki kekerasan
Brinell sampai dengan 400 (ditulis 400 HB). Bila kekerasan lebih dari itu,
disarankan memakai pengujian Rockwell atau Vickers. Cara pengujian Brinell
adalah dengan menekankan bola baja yang dikeraskan dengan diameter D
(mm) ke permukaan bagian material yang diuji dengan beban P (kg) tegak
lurus terhadap permukaan tersebut, bebas hentakan (beban kejut) dan secara
demikian berangsur-angsur sehingga beban uji tercapai dalam waktu 15 detik.
22
Lama pengujian (pembebanan uji) untuk :
1. Semua jenis baja : 15 detik
2. Metal bukan besi : 30 detik.
Pada umumnya pusat tempat pengujian berjarak sekurang-kurangnya 2 x
d dari tepi material uji dan jarak tempat pengujian yang satu terhadap yang
lain sekurang-kurangnya 3 x d.
Garis tengah bekas indentor d harus diukur dengan ketelitian 0,01 mm.
Untuk menghindari terjadinya deformasi pada material uji bagian bawah,
maka ditentukan tebal minimal material uji adalah 17 x dalamnya bekas
indentor.
Rumus angka kekerasan Brinell (BHN) :
( )22
2dDDD
PBHN−−
=π
Catatan : d min = 0,25 x D
d maks = 0,5 x D
dengan :
P = gaya yang bekerja pada penetrator (kg)
D = diameter indentor (mm)
d = diameter bekas injakan (mm)
Dalam pengujian ini perlu diperhatikan jenis logam benda uji,
ketebalan benda uji untuk menentukan besarnya beban dan diameter bola baja
yang akan digunakan untuk melakukan penekanan seperti terlihat pada tabel
2.2.
23
Diameter bola baja yang sering digunakan untuk penekanan adalah
sebagai berikut :
Tabel 2.2 Diameter penetrator dan beban yang digunakan pada Brinell.
Tebal benda uji (mm) Diameter penetrator 1 -3 3 – 6 >6
D = 2,5 D = 5 D = 10
HB rata-rata 2DP Bahan
160 160 – 80 80 – 20
30 10 5
Baja, besi cor Kuningan, logam campur Cu
Aluminium, tembaga
52 =DP 102 =
DP 302 =
DP Diameter
penetrator D(mm) Gaya (kg)
2,5 31,25 62,5 187,5 5 125 250 750
10 500 1000 3000 Sumber : Setyahandana B : Materi Kuliah Bahan Teknik Manufaktur, hal 54.
2.7.2 Pengamatan Struktur Mikro
Pengamatan struktur mikro dilakukan dengan tujuan untuk
mempelajari sifat-sifat logam dan perlakuan panas dengan mikroskop, serta
memeriksa struktur logam. Bila cahaya yang dipantulkan masuk ke dalam
lensa mikroskop metal, permukaan akan tampak terlihat dengan jelas. Bila
berkas dipantulkan dan tidak mengenai lensa, daerah itu akan tampak hitam.
Batas butir akan tampak seperti mengelilingi setiap butir dan cahaya
tidak dipantulkan ke dalam lensa. Jadi batas butir tampak seperti garis-garis
hitam Pada gambar berikut akan tampak arah pemantulan cahaya.
24
Gambar 2.3 A contoh sedang diamati Gambar 2.3 B tampilan contoh di okuler
Gambar 2.3 Pemantulan cahaya pada benda Sumber : Avner, S.H., Introduction to Physical Metalurgy, McGraw
Hill, Tokyo, Japan.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Skema Penelitian
Persiapan Bahan
Pembuatan Spesimen
Uji Kekerasan Brinell Uji Struktur Mikro Uji Komposisi Kimia
Analisa Data
Pembahasan
Kesimpulan
Gambar 3.1 Skema Penelitian
26
3.2. Persiapan Bahan
Penelitian ini menggunakan 3 jenis baja MS yang akan diproduksi menjadi
swing arm sepeda motor. Ketiga baja tersebut merupakan baja karbon rendah
yang komposisi utamanya adalah Fe dan karbon serta sisanya adalah unsur
paduan logam lain. Data lengkap komposisi kimia unsur paduan dari ketiga baja
tersebut terdapat dalam lampiran.
3.3. Peralatan Yang Digunakan
Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Alat-alat yang digunakan dalam poses pembuatan benda uji :
1. Mesin Skrap
2. Kikir
3. Jangka sorong
4. Gergaji besi
b. Alat-alat yang digunakan dalam pengujian benda uji :
1. Mesin uji tarik
2. Mikroskop optik dan kamera
3. Amplas
4. Autosol
5. Kain
6. Lampu baca
27
3.4 Pengujian Benda Uji
Pengujian benda uji dilakukan untuk mendapatkan data dari ketiga benda uji
untuk mendapatkan sifat fisis dan mekanis dari ketiga benda uji tersebut, dimana
data-data yang dihasilkan tersebut selanjutnya akan dibandingkan untuk melihat
hasil yang terbaik dari benda uji tersebut.
3.4.1 Uji Kekerasan
Pengujian kekerasan dalam penelitian ini memakai pengujian kekerasan
Brinell dengan diameter bola indentor 2,5 mm dan batasan diameter bekas injakan
bola indentor adalah sebagai berikut :
diameter minimal (dmin) = 0,25 × D = 0,625 mm
diameter maksimal (dmaks) = 0,5 × D = 1,25 mm
beban yang digunakan ( P ) = 187,5 kg
Pada umumnya pengujian kekerasan ini mempunyai tujuan untuk
menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap
bola baja yang ditekankan pada permukaan material tersebut.
Urutan pengujian kekerasan ini sebagai berikut :
a. Permukaan benda uji dihaluskan dengan amplas, dimulai dengan
menggunakan amplas kasar dan selanjutnya memakai amplas yang halus agar
permukaan benda uji tersebut rata dan sejajar.
b. Setelah proses pengamplasan selesai, benda uji dibersihkan dengan digosok
memakai autosol hingga benar-benar bersih.
28
c. Beban penekanan ditentukan sesuai dengan tabel konversi yang ada (dalam
penelitian ini memakai beban 187,5 kg) dan syarat batas bekas injakan bola
indentor (dari perhitungan diperoleh dmin = 0,625 mm dan dmaks = 1,25 mm).
d. Penekanan indentor ke permukaan bagian material yang diuji dengan beban P
(kg) tegak lurus terhadap permukaan tersebut, bebas hentakan (beban kejut)
dan secara demikian berangsur-angsur sehingga beban uji tercapai dalam
waktu 15 detik, dengan cara memutar handel penekan.
e. Pengamatan dan pencatatan data besarnya gaya penekan.
f. Handel penekan di putar balik untuk melepaskan atau menggeser benda uji.
g. Pengujian kekerasan dan pengukuran dilakukan beberapa kali untuk tiap
benda uji di tempat yang berbeda.
h. Benda uji dipindahkan dari alat uji dan amati besarnya lubang bekas injakan
indentor dengan mikroskop.
i. Data dicatat dan dihitung berapa harga kekerasan untuk benda uji tersebut.
29
Gambar 3.2 Mesin Uji Kekerasan
3.4.2 Pengamatan Struktur Mikro
Pengamatan struktur mikro bertujuan untuk membandingkan struktur mikro
dari benda uji yang diteliti dengan kondisi yang berbeda-beda, namum dalam hal
ini yang digunakan yaitu benda uji berupa plat baja yang telah dipotong menjadi
lebih kecil. Prosedur pengamatan struktur mikro adalah sebagai berikut :
a. Permukaan benda uji dihaluskan dengan gerinda dan dibersihkan sehingga
permukaan tersebut rata dan sejajar, kemudian benda uji dihaluskan dengan
amplas yang memiliki tingkat kekasaran yang berbeda mulai dari yang paling
kasar sampai yang paling halus.
b. Benda uji tersebut digosok dengan autosol sehingga permukaannya
mengkilap.
30
c. Benda uji dicuci dengan aquades kemudian keringkan (dilap dengan kain dan
dihembuskan udara).
d. Permukaan benda uji dietsa dengan menggunakan larutan NaOH, kemudian
diamkan selama 60 detik sambil digoyang-goyangkan.
e. Benda uji dimasukan ke dalam alkohol untuk menetralkan bahan etsa
kemudian cuci dengan aquades dan keringkan.
f. Permukaan benda uji yang telah dietsa diamati dengan menggunakan
mikroskop, lakukan pemotretan dan analisa.
g. Dilakukan langkah seperti diatas pada benda uji yang lainnya.
Gambar 3.3 Mikroskop dan Kamera
31
3.4.3 Uji Komposisi Kimia
Uji komposisi kimia bertujuan untuk mengetahui unsur-unsur kimia dan
besarnya kandungan unsur-unsur kimia tersebut dalam suatu logam. Proses
pengujian komposisi sebagai berikut :
a. Peralatan pendukung (Argon, printer, dll) disambung dengan arus listrik yang
kemudian dinyalakan.
b. Pengujian dapat dilakukan sampai spektrometer siap dilakukan pengujian
yang kira-kira ± 20 menit.
c. Sebelum melakukan pengujian dilakuakan pemilihan program yang akan diuji
atau Gun Metal sesuai barang yang akan diuji.
d. Lakukan standarisasi alat uji.
e. Setelah selesai standarisasi, lakukan pengujian pada sampel uji. (sampel uji
sebelumnya harus dipreparasi sebelumnya, Al dengan dibubut dan Gun Metal
dengan digrinda).
f. Cara melakukan analisa sampel uji :
1. Meletakkan sampel pada kedudukan kerja,
2. Tombol start ditekan pada alat dimana analisa sampel mulai dilakukan,
penekanan sampel jangan dilepas sampai bunyi spark terdengar,
3. Penembakan dilakukan minimal 3 kali pada tempat yang berbeda,
4. Pin penembak dibersihkan setiap selesai penembakan.
5. Hasil uji yang didapatkan dapat diprint.
32
g. Proses analisa selesai.
Gambar 3.4 Mesin uji komposisi kimia.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisa Pengujian Kekerasan Brinell
Pengujian kekerasan ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan baja
material terhadap deformasi. Hasil pengujian disajikan dalam Tabel 4.1
sampai Tabel 4.2 dan Gambar 4.1.
Tabel 4.1. Data Hasil Pengujian Kekerasan Brinell Pada Baja Material
Swing Arm
No Bahan Diameter Lekukan ( mm ) Kekerasan Brinell ( kg/mm² )
1 Baja MS 1 1,26 140 2 Baja MS 1 1,28 135 3 Baja MS 1 1,28 135 4 Baja MS 1 1,28 135 5 Baja MS 1 1,26 140 6 Baja MS 2 1,16 167 7 Baja MS 2 1,18 161 8 Baja MS 2 1,18 161 9 Baja MS 2 1,20 156 10 Baja MS 2 1,18 161 11 Baja MS 3 1,26 140 12 Baja MS 3 1,24 145 13 Baja MS 3 1,24 145 14 Baja MS 3 1,24 145 15 Baja MS 3 1,24 145
Tabel 4.2. Nilai Rata-Rata Kekerasan Brinell Pada Baja Material
Swing Arm
No Bahan Kekerasan Brinell ( kg/mm² )
1 Baja MS 1 137 2 Baja MS 2 161 3 Baja MS 3 144
34
Tabel 4.2 menunjukan hasil analisa pengujian kekerasan Brinell, baja MS
2 merupakan material yang memiliki kekerasan paling tinggi yaitu 161
kg/mm². Dengan kondisi ini baja MS 2 memiliki ketahanan yang paling baik
terhadap deformasi. Kekerasan lekukan tergantung pada :
- Perilaku pengerasan regang bahan selama diadakan pengujian.
- Perilaku pengerasan regang bahan sebelum di uji.
Perlakuan panas sangat berpengaruh terhadap kekerasan material, Baja
MS 2 dimungkinkan mendapat perlakuan panas yang lebih banyak jika
dibandingkan dengan baja MS lainnya.
137
161
144
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
Baja MS 1 Baja MS 2 Baja MS 3
Bahan
Kek
eras
an B
rinel
l ( k
g/m
m2
)
Gambar 4.1. Diagram Nilai Rata-Rata Kekerasan Brinell Baja Material Swing Arm
35
4.2 Pengujian Struktur Mikro
Foto struktur mikro dapat diamati pada Gambar 4.2 sampai Gambar 4.4.
Gambar 4.2. Foto Struktur Mikro Baja M
1144 mm
1144 Gambar 4.3. Foto Struktur Mikro Baja M
1144
Gambar 4.4. Foto Struktur Mikro Baja M
00 µµ
S 1mm
00 µµ S 2mm
00 µµS 3
36
Dari foto diketahui bahwa baja MS 2 memiliki perlit lebih banyak dan
menyebar merata, sehingga baja ini memiliki kekerasaan terbesar diantara
ketiga baja MS tersebut. Baja MS 3 memiliki unsur paduan karbon yang
sedikit lebih banyak jika dibandingkan dengan baja MS 1. Baja MS 1
memiliki unsur paduan karbon yang paling rendah sehingga kekerasanya
paling kecil tetapi keuletannya yang paling baik dan tidak mudah mengalami
keretakan.
4.3 Pengujian Komposisi Kimia
Dari data hasil pengujian komposisi kimia dapat diketahui, baja MS 2
mempunyai unsur paduan karbon sebesar 0,128 % sedangkan baja MS 3
sebanyak 0,026 % dan baja MS 1 sebanyak 0,090 %. Baja MS 2 memiliki
kekerasan yang paling besar diantara bahan lainnya, tetapi keuletannya lebih
rendah jika dibandingkan dengan material yang lainnya. Pada pengujian
komposisi Baja MS 3 dimungkinkan terjadi kesalahan dalam analisa data atau
tertukar dengan data hasil pengujian yang lain, karena banyaknya unsur
karbon pada material ini terlalu sedikit dan tidak sesuai dengan data hasil
pengujian tarik. Maka dari itu dilakukan pengujian ulang terbatas pada
pangujian baja MS 3 di laboratorium yang lain. Hasil penelitian ini digunakan
sebagai perbandingan dengan hasil pengujian sebelumnya. Data lengkap hasil
pengujian komposisi kimia dilampirkan pada halaman lampiran.
Kekerasan suatu material tidak hanya dipengaruhi oleh banyaknya unsur
paduan karbon tetapi juga dipengaruhi oleh perlakuan panas dan proses
pembuatan material. Perlakuan panas tidak dapat mempengaruhi banyaknya
37
unsur paduan material sekalipun kekerasannya meningkat. Data hasil
pengujian komposisi kimia dapat dilihat pada Tabel 4.6 sampai Tabel 4.7.
Tabel 4.3. Nilai Unsur Paduan Karbon ( C ) Baja Material Swing Arm
No Material Unsur C ( % )
1 Baja MS 1 0,090 2 Baja MS 2 0,128 3 Baja MS 3 0,026
Tabel 4.4. Nilai Unsur Paduan Karbon ( C ) Baja Material Swing Arm Setelah Pengujian Ulang Pada Baja MS 3
No Material Unsur C ( % )
1 Baja MS 1 0,090 2 Baja MS 2 0,128 3 Baja MS 3 0,110
Tabel 4.5 Nilai Unsur Paduan Baja Material Swing Arm
Setelah Pengujian Ulang
Material Unsur
Baja MS 1 Baja MS 2 Baja MS 3
C 0,090 0,128 0,110 Mn 0,472 0,381 0,414 S 0,004 0,008 0,031 Ni 0,034 0,023 0,194 Cr 0,134 0 0 Mo 0,018 0,007 0,004 Cu 0,049 0,053 0,004 W 0 0 0,16 Si 0 0 0,181 Al 0,045 0,004 0 P 0,020 0,020 0,025 Ti 0,036 0,036 0 Nb 0,034 0,022 0,03
38
Dari data hasil pengujian ulang, Baja MS 3 memiliki unsur paduan
karbon sebesar 0,110 %. Berdasarkan hasil pengujian kekerasan dan
pengamatan struktur mikro diperoleh hasil yang sebanding dengan hasil
pengujian ulang komposisi kimia, sehingga dapat disimpulkan telah terjadi
kesalahan dalam pengujian komposisi kimia. Baja MS 3 memiliki unsur S
0,031 % dan unsur P 0,025 %, unsur ini berpengaruh terhadap keuletan suatu
material yaitu dapat mengurangi keuletan suatu material. Unsur Mn terbesar
terdapat pada baja MS 1 sebesar 0,472 %, penambahan unsur Mn pada besi
sulfida dapat mengurangi kegetasan.
4.4 Pengamatan Ketebalan Plat
Baja MS 3 10 % lebih tebal daripada baja MS 1 dan baja MS 2. Baja MS
3 merupakan material yang tidak paling keras dan getas tetapi paling mudah
rusak apabila dirol karena memiliki ketebalan yang paling besar diantara
ketiga material tersebut. Keadaan ini membuat baja MS 3 lebih mudah
mengalami keretakan atau pecah, karena pada batas tekukan pengerolan baja
MS 3 mengalami tarikan dan tekanan yang lebih besar daripada material
lainnya. Material yang tipis dapat menjangkau perlakuan pengerolan sampai
pada sudut kecil atau sempit sedangkan material yang tebal memerlukan
perlakuan pengerolan dengan sudut yang lebih besar.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian, pengujian dan analisis di laboratorium Ilmu Logam
dan laboratorium Teknologi Mekanik jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Sanata Dharma, maka dapat disimpulkan:
1. Hasil penelitian menunjukkan Baja MS memiliki kekerasan tertinggi
terdapat pada Baja MS 2 yaitu sebesar 161 kg/mm2, Sedangkan kekerasan
terendah terdapat pada baja MS 1 sebesar 137 kg/mm2.
2. Material 2 dan 3 mengalami keretakan atau pecah. Hal ini dapat dilihat dari
dua tinjauan yaitu ketebalan dan komposisi kimia. Dari ketebalan, baja MS
3 paling tebal sehingga dalam proses pengerolan mengalami tekanan dan
tarikan yang lebih besar daripada baja MS 2 dan baja MS 1. Pada tekukan
yang mengalami tekanan dan tarikan tersebut baja MS 1 dan baja MS 2
dapat ditekuk sampai sudut yang kecil sedangakan baja MS 3 dapat ditekuk
pada sudut yang lebih besar. Untuk tekukan yang sama sudutnya baja MS 3
mengalami retakan atau pecah, sehingga baja MS 3 tidak dipilih. Untuk baja
MS 2 tidak dipilih karena baja MS 2 paling keras dan getas, sehingga pada
material juga dapat dilihat mengalami keretakan atau pecah. Maka baja MS
40
1 yang dipilih karena memiliki kekerasan yang tidak terlalu keras dan pada
materialnya tidak terdapat keretakan atau pecah.
3. Baja MS 1 merupakan material yang terbaik untuk pembuatan swing arm
sepeda motor karena memiliki ketahanan terhadap deformasi yang paling
baik diantara ketiga baja material tersebut.
5.2. Penutup
Didalam penelitian baja material swing arm sepeda motor ini diharapkan
dapat membantu semua pihak dalam pemahaman tentang material untuk
pembuatan swing arm sepeda motor. Selain itu penelitian ini juga diharapkan
dapat berguna bagi pengembangan teknologi swing arm sepeda motor.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah banyak membantu selama proses penyusunan Tugas Akhir ini. Bila terjadi
ketidak akuratan data, peralatan dan ketilitian dalam pengamatan. Kritik dan
saran untuk kemajuan sangat penulis harapkan, sehingga Tugas Akhir ini dapat
berguna bagi semua pihak.
5.3. Saran
1. Dalam proses pengujian tarik perlu diperhatikan hal-hal yang dapat
menghambat pada penelitian seperti :
Kesimpang siuran data dalam pengujian komposisi kimia.
Ketelitian dan kecermatan dalam pengambilan data.
Keakuratan alat uji kekerasan Brinell.
41
2. Perawatan dan perbaikan alat uji yang ada di setiap laboratorium sebaiknya
dilakukan secara baik dan teratur dan bila memungkinkan dengan alat uji
yang lebih modern agar diperoleh ketelitian yang baik.
3. Buku-buku referensi tentang bahan yang ada di perpustakaan sebaiknya
diperbanyak.
4. Alat-alat pendukung Tugas Akhir, khususnya alat-alat uji komposisi
sebaiknya disediakan dalam laboratorium.
Daftar Pustaka
Avner, S. H. 1989. Introduction to Physical Metalurgy. McGraw Hill : Tokyo.
Dieter, G. E. 1993. Metalurgi Mekanik. Erlangga : Jakarta.
Setyahandana, B. 2004. Diktat Material Teknik. Universitas Sanata Dharma :
Yogyakarta.
Surdia, T. 1991. Pengetahuan Bahan Teknik. Pradnya Paramita : Jakarta.
Suroto, A. 1992. Ilmu Logam/Metalurgi. Erlangga : Jakarta.
LAMPIRAN
DATA-DATA HASIL PENGUJIAN DAN PERHITUNGAN
1. UJI KEKERASAN BRINELL
Rumus yang digunakan untuk perhitungan :
))(2/( 22 dDDDPBHN
−−=
π
dengan :
BHN = Angka kekerasan Brinell (BHN)
P = Beban yang diberikan pada identor/gaya penekanan (kg)
D = Diameter identor (mm)
d = Diameter lubang bekas injakan identor (mm)
Data-data hasil pengujian kekerasan
No Bahan Diameter Lekukan ( mm ) Kekerasan Brinell ( kg/mm² )
1 Baja MS 1 1,26 140 2 Baja MS 1 1,28 135 3 Baja MS 1 1,28 135 4 Baja MS 1 1,28 135 5 Baja MS 1 1,26 140 6 Baja MS 2 1,16 167 7 Baja MS 2 1,18 161 8 Baja MS 2 1,18 161 9 Baja MS 2 1,20 156 10 Baja MS 2 1,18 161 11 Baja MS 3 1,26 140 12 Baja MS 3 1,24 145 13 Baja MS 3 1,24 145 14 Baja MS 3 1,24 145 15 Baja MS 3 1,24 145
Nilai Rata-Rata Kekerasan Brinell Pada Baja Material Swing Arm
No Bahan Kekerasan Brinell ( kg/mm² )
1 Baja MS 1 137 2 Baja MS 2 161 3 Baja MS 3 144
2. UJI STRUKTUR MIKRO
Data-data hasil pengujian struktur mikro
11440 mm
Foto Struktur Mikro Material Swing Arm MS 1
11440 Foto Struktur Mikro Material Swing Arm MS 2
11440 Foto Struktur Mikro Material Swing Arm MS 3
0 µµ
mm
0 µµmm
0 µµIII. UJI KOMPOSISI KIMIA
Data hasil analisa pengujian komposisi kimia :
a. Komposisi kimia baja MS 1
b. Komposisi kimia baja MS 2
c. Komposisi kimia baja MS 3
d. Komposisi kimia baja MS 3 ( PT. ITOKOH CEPERINDO )
Top Related