4
Universitas Muhammadiyah Riau
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
Sahin, (2007) telah melakukan penelitian dengan judul “Evaluation of the
joint-interface properties of austenitic-stainless stell (AISI 304) joined by friction
welding” mengatakan metode pengelasan gesekan continuous drive berhasil
diadopsi kan untuk austenitic-stainless baja (AISI 304), supaya mendapatkan hasil
yang optimal parameter pengelasan yang dipilih harus benar, sehingga akan
mendapatkan kekuatan maksimal sekitar 96% pada hasil pengelasan austenitic-
stainless baja (AISI 304).
Özdemir, Sarsilmaz, & Hasçalik, (2007) telah melakukan penelitian
dengan judul “Effect of rotational speed on the interface properties of friction-
welded AISI 304L to 4340 steel” mengatakan perubahan struktur mikro yang lebih
tinggi terjadi pada daerah HAZ (heat effected zone), hal ini disebabkan terbentuk
nya pengkristalan ulang pada struktur mikro logam, penggunaan kecepatan
putaran ini menghasilkan kekuatan tarik yang lebih besar pada daerah sambungan
las.
Sathiya, Aravindan, & Noorul Haq, (2007) telah melakukan penelitian
dengan judul - “Effect of friction welding parameters on mechanical and
metallurgical properties of ferritic stainless steel” mengatakan kekuatan tekanan
hasil sambungan las gesek mencapai 90-95%, ketangguhan ini terjadi akibat
penyempurnaan ukuran butir pada sambungan las, adaapun kegagalan spesimen
pengujian tarik dikaitkan dengan kerataan permukaan yang di las.
Alfi Junaidi (2013) telah melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh
Waktu Gesek dan Forging Pressure pada sambungan Las Gesek Material Stailess
Steel 202 dan Alumunium AA6103” mengatakan semakin meningkatnya friction
time maka nilai tegangan tarik dan tegangan mulur sambungan las juga akan
semakin meningkat, sedangkan semakin besarnya forging pressure maka tegangan
tariknya semakin menurun.
5
Universitas Muhammadiyah Riau
Nasution, Murni, Sing, Idris, & Hermawan, (2015) telah melakukan
penelitian dengan judul “Partially Degradable Friction-Welded Pure Iron–
Stainless Steel 316L Bone Pin” mengatakan metode Friction welding digunakan
untuk proses penyambungan SS316L dan Fe murni dengan parameter yang
ditentukan. Parameter optimal didapat pada tekanan tempa 33,2 kPa, waktu
gesekan 25 detik, panjang burn-off 15 mm dan panas input 4,58 J / s. Parameter
ini menghasilkan maksimum kekuatan tarik 666 MPa dan perpanjangan 13%.
Husodo, Suseno, W, Hidayat, & Hidayat, (2015) telah melakukan
penelitian dengan judul “Upaya Alternatif Proses Maufaktur Produk Katup Mesin
(Engine Valve) Bahan SS 304 Berbasis Proses Operasional Las Gesek (Friction
Welding)” mengatakan waktu gesekan berpengaruh terhadap temperatur
pengelasan yang selanjutnya akan turut mempengaruhi sifat mekanik yaitu
kekuatan sambungan dan nilai kekerasan serta metalografi benda uji. Pada
tekanan tempa 24,45 kgf/mm2 dan tekanan gesek 12,23 kgf/mm2 dengan waktu
gesekan 35 detik, spesimen hasil proses operasional pengelasan gesek memiliki
kekuatan sambungan yang paling tinggi (532.25 N/mm²) serta nilai kekerasan
pada daerah lasan tertinggi yaitu 59 HRA, dibandingkan dengan spesimen pada
variabel waktu lainnya.
Riski Ramadhan, (2017) telah melakukan penelitian dengan judul
“Pengembnagan Material Batang Katup Kendaraan Menggunakan Alumunium
Dengan Metode Friction Welding” mengatakan metode friction welding dengan
parameter friction time 50s forging pressure 9.3 kpa , hasil pengujian tarik
mengalami patahan berada pada sambungan las bukan pada HAZ (heat effected
zone) hal ini disebabkan oleh permukaan masing masing spesimen tidak rata.
2.2 Friction welding
Teknologi friction welding merupakan salah satu metoda proses pengelasan
jenis solid state welding. Panas yang terjadi ditimbulkan oleh dua buah
permukaan logam yang saling begesekan. Dengan mengkombinasikan panas dan
tekanan tempa maka dua buah logam akan tersambung (Husodo, Sanyoto,
Bangun, & Mahirul, n.d.), bentuk lain dari las gesek ialah las gesek puntir
6
Universitas Muhammadiyah Riau
(friction stir welding), yang memiliki sedikit perbedaan dengan las gesek yaitu,
tool yang perputar diantara benda kerja yang akan disambung dengan diberikan
sedikit penekanan (Prabowo et al., 2017).
Pengelasan gesek merupakan salah satu solusi dalam memecahkan
permasalahan penyambungan logam yang sulit dilakukan dengan fusion welding
(pengelasan cair) (Husodo, Suseno, W, Hidayat, & Hidayat, 2015), pengelasan
jenis ini sangat efisien dibandingkan dengan pengelasan jenis lain, hal ini terjadi
karena las gesek tidak memerlukan logam pengisi untuk penyambungan dan
waktu pengelasan yang singkat.
Berdasarkan metode penggesekannya pengelasan gesek dapat
diklasifikasikan menjadi tiga yaitu :
2.2.1 Linier Friction Welding
Linier Friction Welding adalah suatu metode dimana chuck bergerak berosilasi
lateral bukannya berputar. Kecepatan jauh lebih rendah pada umumnya,linier
friction welding membutuhkan mesin lebih kompleks dari pada rotary friction
welding, namun memiliki keuntungan bahwa bagian bentuk apapun dapat
bergabung (Sigit Purnomo, 2016)
Gambar 2.1 Proses Linier Friction Welding
Sumber : ED Nichola, dkk. (2003).
2.2.2 Friction Stir Welding
Stir friction welding merupakan suatu metode pengelasan gesek dengan sumber
panas yang berasal dari gesekan antara benda kerja dengan pahat yang berputar.
Proses pengelasan dengan menggunakan metode stir friction weldingbiasanya
digunakan untuk menyambung pelat (Sigit Purnomo, 2016).
7
Universitas Muhammadiyah Riau
Gambar 2.2 Proses Friction Stir Welding
Sumber :WATechnology. 2003.
2.2.3 Rotary Friction Welding
Rotary friction welding adalah pengelasan yang terjadi terjadi karena panas
yang dihasilkan dari gesekan kedua ujung permukaan benda kerja. Gesekan yang
terjadi disebabkan karena adanya panas yang timbul dari kedua ujung permukaan
benda kerja dan pemberian beban antara material yang berputar dan material yang
diam atau keduanya berputar berlawanan arah. Gambar 2.1 adalah proses atau
tahapan pengelasan rotary friction welding (Sigit Purnomo, 2016).
Gambar 2.3 Proses Pengelasan Gesek (friction welding)
Sumber : ED Nichola, dkk. (2003).
8
Universitas Muhammadiyah Riau
Menurut Sigit Purnomo 2016, Teknologi las gesek ( friction welding)
merupakan salah satu metoda prosespengelasan jenis solid state welding. Panas
yang terjadi ditimbulkan oleh dua logamyang begesekan. Dengan
mengkombinasikan panas dan tekanan tempa maka duabuah logam akan
tersambung. Teknologi las gesek ini mulai banyak diperhatikan,mengingat bahwa
teknologi las gesek ini mudah dioperasikan, proses operasinyacepat, tidak
memerlukan logam pengisi, tidak memerlukan bentuk grooving,
hasilpenyambungan baik. Mudah dioperasikan karena mesin las gesek menyerupai
mesinbubut. Proses operasional cepat karena hanya memerlukan waktu gesek
yang relative cepat. Daerah pengaruh panas ( HAZ) pada logam yang disambung
relative sempitkarena panas yang terjadi tidak sampai mencapai temperature cair
logam dan adanyatekanan tempa memungkinkan efek negative panas logam akan
tereliminasi.
Metode las gesek ( friction welding ) adalah metode proses
penyambungandua buah material logam. Dalam metode ini panas dihasilkan dari
perubahan energy mekanik kedalam energi panas pada bidang interface benda
kerja karena adanya gesekan selama gerak putar dibawah tekanan ( gesekan).
Beberapa keuntungan dari friction welding ini adalah penghematan logam pengisi
dan waktu untuk penyambungan dua material yang sama maupun berbeda.
Sedangkan parameter proses yang penting adalah waktu gesekan, tekanan
gesekan, waktu tempa, tekanantempa dan kecepatan putar. Pada proses
penyambungan ini terjadi proses deformasi plastis akibat tekanan tempa dan
terjadi proses diffusi karena adanya panas yang tinggi sehingga menghasilkan
sambungan yang berkualitas tinggi antara bahan serupa maupun berbeda (Sigit
Purnomo, 2016).
Berdasarkan bentuk kurrva, friction welding dibagi menjadi tiga fase yaitu :
Fase 1 : fase gesekan (frictiom phase),
Fase 2 : fase berhenti (breaking phase),
Fase 3: fase penempaan/upset (forging phase).
9
Universitas Muhammadiyah Riau
Gambar 2.4 Parameter Pengelasan Gesek
Sumber : Sahoo dan samantory, (2007).
Daerah pengelasan yang terkena pengaruh panas pada saatpengelasan,
pengaruh panas tersebut menyebabkan perubahan struktur mikro, sifatmekanik
dan ada yang tidak merubah struktur mikro dan sifat mekanik.
Gambar 2.5 Daerah Pengelasan Gesek
Sumber : Gatwick Sales. (2015).
Fase 1 adalah fase gesekan, fase ini adalah fase untuk meningkatkan
temperatur.Peningkatan temperatur terjadi karena adanya sumber panas yaitu
gesekan dua buahlogam. Waktu yang dibutuhkan cukup besar dibanding fase
10
Universitas Muhammadiyah Riau
lainnya. Fase 2 adalah fase berhenti. Fase ini diharapkan durasi waktu secepat
mungkin supaya panas yangterjadi tidak hilang.Jika dibandingkan dengan metode
las fusi maka hasil pengelasan dapat dilihatpada gambar
(a). menunjukkan profil dari daerah pengelasan fusi, di mana terdapat daerah
daerah las yaitu daerah fusi (Fusion Zone), PMZ (Partially Melted Zone), daerah
terpengaruh panas (HAZ), dan logam induk (Base Metal)
(b) menunjukkan profil daerah pengelasan non fusi dimana terdapatdaerah tempa,
daerah terpengaruh panas (HAZ) dan logam induk (Base Metal).Metode ini
bergantung pada perubahan langsung dari energi mekanik ke energi termal untuk
membentuk lasan, tanpa aplikasi panas dari sumber yang lain.
Adapun kelebihan dalam pengelasan gesek (friction welding) adalah :
a. Tidak memakai logam tambahan
b. Dapat dilakukan pada logam yang berbeda jenis.
c. Daerah Heat Affected Zone (HAZ) sempit.
d. Sambungan merata pada semua bagian interface.
2.3 Stainless steel
Menurut Sumarji (2011), Stainless steel merupakan baja paduan yang
mengandung sedikitnya 11,5% krom berdasar beratnya. Stainless steel memiliki
sifat tidak mudah terkorosi sebagaimana logam baja yang lain. Stainless steel
berbeda dari baja biasa dari kandungan kromnya. Baja karbon akan terkorosi
ketika diekspos pada udara yang lembab. Besi oksida yang terbentuk bersifat aktif
dan akan mempercepat korosi dengan adanya pembentukan oksida besi yang lebih
banyak lagi. Stainless steel memiliki persentase jumlah krom yang memadahi
sehingga akan membentuk suatu lapisan pasif kromium oksida yang akan
mencegah terjadinya korosi lebih lanjut.
Untuk memperoleh ketahanan yang tinggi terhadap oksidasi biasanya
dilakukan dengan menambahkan krom sebanyak 13 hingga 26 persen. Lapisan
pasif chromium(III) oxide (Cr2O3) yang terbentuk merupakan lapisan yang sangat
tipis dan tidak kasat mata, sehingga tidak akan mengganggu penampilan dari
11
Universitas Muhammadiyah Riau
stainless steel itu sendiri. Dari sifatnya yang tahan terhadap air dan udara ini,
stainless steel tidak memerlukan suatu perlindungan logam yang khusus karena
lapisan pasif tipis ini akan cepat terbentuk kembali katika mengalami suatu
goresan. Peristiwa ini biasa disebut dengan pasivasi, yang dapat dijumpai pula
pada logam lain misalnya aluminium dan titanium.
Ada berbagai macam jenis dari stainless steel. Ketika nikel ditambahkan
sebagai campuran, maka stainless steel akan berkurang kegetasannya pada suhu
rendah. Apabila diinginkan sifat mekanik yang lebih kuat dan keras, maka
dibutuhkan penambahan karbon. Sejumlah unsur mangan juga telah digunakan
sebagai campuran dalam stainless steel. Stainless steel juga dapat dibedakan
berdasarkan struktur kristalnya menjadi: austenitic stainless steel, ferritic stainless
steel, martensitic stainless steel, precipitation-hardening stainless steel, dan
duplex stainless steel.
2.4 Baja Karbon
Baja karbon terdiri dari besi dan karbon. Baja karbon merupakan baja
yang mengandung karbon antara 0,3% sampai 1,7%. Pada umumnya sebagian
besarbaja hanya mengandung karbon dengan sedikit unsur paduan lainnya. Baja
karbon disebut juga baja mesin karena mengandung sejumlah elemen atau unsur
seperti mangan, fosfor, silikon dan lain sebagainya (Zainuri, 2007).
Baja karbon rendah adalah salah satu jenis baja karbon, di mana
prosentase unsur karbonnya di bawah 0,25%, untuk lebih jelas ditunjukkan pada
Tabel 1, sedangkan unsur pembentuk lainnya seperti Mn tidak lebih dari 0,8%, Si
tidak lebih dari 0,5%, demikian pula unsur Cu tidak lebih dari 0,6%. Di samping
jenis baja karbon berdasarkan kandungan karbonnya, juga dikelompokkan
berdasarkan komposisi prosentasi unsur pemandu karbonnya seperti yang
perlihatkan pada diagram fasa Fe–C, baja hypoeutektoid kurang dari 0,8% C, baja
eutektoid 0,8% C, sedangkan baja hypereutektoid lebih besar dari 0,8% C.
Dengan memperhatikan diagram fasa tersebut maka baja karbon rendah
adalah jenis baja hypoeutektoid karena prosentase unsur pemandu karbonnnya
tidak melebihi 0,8% dan hanya mengandung 0,112% C.
12
Universitas Muhammadiyah Riau
Tabel 2.1. Klasifikasi baja karbon berdasar kandungan karbon
Jenis baja karbon Prosentase unsur karbon (% C)
1 Baja karbon rendah 0,25 %
2 Baja karbon medium 0,55 % 0,25 %
3 Baja karbon tinggi 0,55 %
Berdasarkan kandungan karbon, baja dibagi ke dalam tiga macam yaitu:
2.4.1 Baja karbon rendah (low carbon steel)
Baja karbon rendah merupakan baja yang mengandung karbon kurang dari 0,3%
C.Baja karbon rendah mudah dimachining dan dilas, serta memiliki keuletan dan
ketangguhan sangat tinggi tetapi kekerasannya rendah dan tahan aus. Baja karbon
rendah sering digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan komponen bodi
mobil, struktur bangunan, pipa gedung, jembatan, kaleng, pagar dan lain-lain.
2.4.2 Baja karbon sedang (medium carbon steel)
Baja karbon sedang merupakan baja yang mengandung karbon 0,3%-0,6%
karbon. Baja karbon sedang memiliki kekerasan lebih tinggi daripada baja karbon
rendah. Kekuatan tarik dan batas regang yang tinggi, tidak mudah dibentuk oleh
mesin. Baja karbon sedang banyak digunakan untuk poros, rel kereta api, roda
gigi, pegas, baut dan lain-lain.
2.4.3 Baja karbon tinggi (high carbon steel)
Baja karbon tinggi merupakan baja yang mengandung 0,6%-1,7% C. Baja
karbon tinggi memiliki kekerasan tinggi, tetapi keuletannya lebih rendah. Baja
karbon tinggi mempunyai kuat tarik paling tinggi dan banyak digunakan untuk
material tools. Baja karbon ini banyak digunakan dalam pembuatan pegas dan
alat-alat perkakas seperti palu, gergaji, atau pahat potong dan lainnya (ASM
handbook , 1993).
Yureman Zain (1993), komposisi kimia lembaran pelat baja karbon rendah
produk PT. Krakatau Steel sebagai spesimen penelitian ditunjukkan pada Tabel 2.
13
Universitas Muhammadiyah Riau
Tabel 2.2. Komposisi kimia baja karbon rendah
Unsur Prosentase (%) Unsur Prosentase (%)
C 0,112 Ni 0,0143
Si < 0,117 Mo 0,0065
Mn 0,443 Cu 0,0176
P < 0,0008 Al 0,0381
S < 0,0002 Fe 99,350
Cr 0,0085
2.5 Metode Pengujian Tarik
Tujuan dari dilakukannya suatu pengujian mekanis adalah untuk
menentukan respon material dari suatu konstruksi, komponen atau rakitan
fabrikasi pada saat dikenakan beban atau deformasi dari luar. Dalam hal ini akan
ditentukan seberapa jauh prilaku inheren (sifat yang lebih merupakan
ketergantungan atas fenomena atomik atau mikroskopis dan bukan dipengaruhi
bentuk atau ukuran benda uji)dari material terhadap pembebanan tersebut. Di
antara semua pengujian mekanis tersebut, pengujian tarik merupakan jenis
pengujian yang banyak dilakukan karena mampu memberikan informasi dari
prilaku mekanis material.
2.5.1 Prinsip Pengujian
Sampel atau benda uji dengan ukuran dan bentuk tertentu ditarik dengan
beban kontinyu sambil di ukur penambahan panjangnya. Data yang didapat
berupa perubahan panjang dan perubahan beban selanjutnya ditampilkan dalam
bentuk grafik tegangan-regangan, sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 2.6
data-data yang penting yang diharapkan didapat dari pengujian tarik ini adalah:
perilaku mekanik material dan karakteristik perpatahan
14
Universitas Muhammadiyah Riau
.
Gambar 2.6 Tegangan Vs Regangan
2.5.2 Perilaku Mekanik Material
Pengujian tarik yang dilakukan pada suatu material padatan (logam dan
non logam) dapat memberikan keterangan yang relatif lengkap mengenai prilaku
material tersebut terhadap pembebanan mekanis. Informasi penting yang didapat
adalah:
a. Batas elastis (elastic limit)
Daerah elastis adalah daerah dimana bahan akan kembali kepada
panjang semula bila tegangan luar dihilangkan.selanjutnya bila bahan terus
diberikan tegangan (deformasi dari luar) akan menyebabkan terjadinya
deformasi permanen pertama kalinya. Kebanyakan material teknik memiliki
batas elastis yang hampir berimpitan dengan batas proporsionalitasnya
b. Titik Luluh (yield point) dan Kekuatan Luluh (yield strength)
Titik ini merupakan suatu batas dimana material akan terus
mengalami deformasi tanpa adanya penambahan beban. Tegangan (stress)
yang mengakibatkan bahan menunjukkan mekanisme luluh ini disebut
tegangan luluh (yield stress). Titik luluh ditunjukkan oleh titik Y pada
gambar 2.7 gejala luluh umumnya hanya ditunjukkan oleh logam-logam ulet
dengan struktur kristal BCC dan FCC yang membentuk interstitial solid
solution dari atom- atom karbon,boron, hidrogen dan oksigen. Interaksi
antara dislokasi dan atom-atom tersebut menyebabkan baja ulet seperti mild
15
Universitas Muhammadiyah Riau
steel menunjukkan titik luluh bawah (lower yield point) dan titik luluh atas
(upper yield point).
Gambar 2.7 kurva tegangan vs regangan, gejala luluh
c. Kekuatan tarik maksimum (uktimate tensile stremght)
Merupakan tegangan maksimum yang dapat ditanggung oleh material
sebelum terjadinya perpatahan (fracture). Nilai kekuatan tarik maksimum
uts ditentukan dari beban maksimum Fmaks dibagi luas penampang awal
Ao.
UTS =Fmax/Ao.............(2.1)
d. Kekuatan Putus (breaking strength)
Kekuatan putus ditentukan dengan membagi beban pada saat benda
uji putus dengan luas penampang awal Ao. Untuk bahan yang bersifat ulet
pada saat beban maksimum M terlampaui dan bahan terus terderformasi
hingga titik putus B maka menjadi mekanisme sebagai akibat adanya suatu
deformasi yang terlokalisasi. Pada bahan ulet kekuatan putus adalah lebih
kecil dari pada kekuatan maksimum sementara pada bahan getas kekuatan
putus adalah sama dengan kekuatan maksimumnya.
e. Keuletan (ductility)
Keuletan merupakan suatu sifat yang menggambarkan kemampuan
logam menahan deformasi hingga terjadinya perpatahan. Sifat ini, dalam
beberapa tingkatan, harus dimiliki oleh bahan bila ingin dibentuk (forming)
melaluiproses rolling, bending, hammering, cutting dan sebagainya.
Pengujian tarik memberikan dua metode pengukuran ke uletan bahan yaitu:
16
Universitas Muhammadiyah Riau
Persentase perpanjangan (elongation)
Diukur sebagai penambahan panjang ukur setelah perpatahan terhadap
panjang.
Elongasi, (%) =[(LF-Lo)/Lo] x 100% ...........(2.2)
Dimana Lf adalah panjang akhir dan Lo panjang awal dari benda uji.
2.6 Uji bending
Alat uji bending adalah alat yang digunakan untuk melakukan
pengujiankekuatan lengkung (bending) pada suatu bahan atau material. Pada
umumnya alatuji bending memiliki beberapa bagian utama, seperti: rangka,
alat tekan, point bending dan alat ukur. Rangka berfungsi sebagai penahan gaya
balik yang terjadi pada saat melakukan uji bending. Rangka harus memiliki
kekuatan lebih besar dari kekuatan alat tekan, agar tidak terjadi kerusakan
pada rangka pada saat melakukan pengujian. Alat tekan berfungsi sebagai alat
yang memberikan gaya tekan pada benda uji pada saat melakukan
pengujian. Alat penekan harus memiliki kekuatan lebih besar dari benda
yang di uji (ditekan). Point bending berfungsi sebagai tumpuan benda uji dan
juga sebagai penerus gaya tekan yang dikeluarkan oleh alat tekan. Panjang
pendek tumpuan point bending berpengaruh terhadap hasil pengujian. Alat
ukur adalah suatu alat yang yang menunjukan besarnya kekuatan tekan yang
terjadi pada benda uji.
Uji bending adalah suatu proses pengujian material dengan cara di tekan
untuk mendapatkan hasil berupa data tentang kekuatan lengkung (bending) suat
material yang di uji. Proses pengujian bending memiliki 2 macam pengujian,
yaitu 3 point bending dan 4 point bending.
Untuk melakukan uji bending ada factor dan aspek yang harus
dipertimbangkan dan dimengerti yaitu :
a. Tekanan (p)
Tekanan adalah perbandingan antara gaya yang terjadi dengan luasan benda
yang dikenai gaya. Besarnya tekanan yang terjadi dipengaruhi oleh dimensi
benda yang di uji. Dimensi mempengaruhi tekanan yang terjadi karena
semakin besar dimensi benda uji yang digunakan maka semakin besar pula
gaya yang terjadi. Selain itu alat penekan juga mempengaruhi besarnya tekanan
17
Universitas Muhammadiyah Riau
yang terjadi. Alat penekan yang digunakan menggunakan system hidrolik.
Hal lain yang mempengaruhi besar tekanan adalah luas penampang dari torak
yang digunakan. Maka daya pompa harus lebih besar dari daya yang dibutuhkan.
Dan motor harus bias melebihi daya pompa, perhitungan tekanan (Sularso &
Tahara, 1983):
p = …..……..(2.1)
P = tekanan (kgf/ )
F = gaya atau beban (kgf)
A = luas penampang ( )
P = ……….....(2.2)
P = daya (kw)
p = tekanan (bar)
Q = laju aliran (1/min)
b. Benda uji
Benda uji adalah suatu benda yang di uji kekuatan lengkungnya dengan
menggunakan alat uji bending. Jenis material benda uji yang digunakan
sebagai benda uji sangatlah berpengaruh dalam pengujian bending. Karena
tiap jenis material memiliki kekuatan lengkung yang berbeda-beda, yang
nantinya berpengaruh terhadap hasil uji bending itu sendiri.
c. Point Bending
Point bending adalah suatu sistem atau cara dalam melakukan
pengujian lengkung (bending). Point bending ini memiliki 2 tipe, yaitu:
three point bending dan four point bending.
Perbedaan dari kedua cara pengujian ini hanya terletak dari bentuk dan
jumlah point yang digunakan, three point bending menggunakan 2 point
pada bagian bawah yang berfungsi sebagai tumpuan dan 1 point pada bagian atas
yang berfungsi sebagai penekan sedangkan four point bending menggunakan 2
point pada bagian bawah yang berfungsi sebagai tumpuan dan 2 point (penekan)
pada bagian atas yang berfungsi sebagai penekan.
18
Universitas Muhammadiyah Riau
Secara umum proses pengujian bending memiliki 2 cara pengujian,
yaitu:
Three point bending dan Four point bending. Kedua cara pengujian ini memiliki
kelebihan dan kekurangan masing-masing karena tiap cara pengujian memilki
cara perhitungan yang berbeda-beda.
Three point bending adalah cara pengujian yang menggunakan 2
tumpuan dan 1 penekan.
Gambar 2.8. Three point bending (Khamid, 2011)
Perhitungan yang digunakan (West Conshohocken,1996):
= .....................(2.3)
Keterangan rumus :
= tegangan lengkung (kgf/ )
P = beban atau Gaya yang terjadi (kgf)
L = jarak point (mm)
b = lebar benda uji (mm)
d = ketebalan benda uji (mm)
c. Four point bending
Four point bending adalah cara pengujian yang menggunakan 2
tumpuan
dan 2 penekan.
19
Universitas Muhammadiyah Riau
Gambar 2.9. Four point bending (Khamid, 2011)
Perhitungan yang digunakan (West Conshohocken,1996):
= ………..(2.4)
Keterangan rumus :
= tegangan lengkung (kgf/ )
P = beban atau Gaya yang terjadi (kgf)
L = jarak point (mm)
b = lebar benda uji (mm)
d = ketebalan benda uji (mm)
Selain itu juga terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan dari cara
pengujian three point dan four point.
Tabel 2.3. Kelebihan dan Kekurangan Metode Uji Three Point Bending dan
Four Point Bending (Khamid, 2011)
Three Point Bending Four Point Bending
Kelebihan
+ Kemudahan persiapan specimen dan
penguian
+ Pembuatan point lebih mudah
+ Penggunaan rumus perhitungan lebih
mudah
+ Lebih akurat hasil pengujiannya
Kekurangan
20
Universitas Muhammadiyah Riau
- kesulitan menentukan titik tengan
persis, karena jika tidak di tengah persis
penggunaan rumus berubah
- kemungkinan terjadi pergeseran,
sehingga benda yang di uji pecah/patah
tidak tepat di tengah maka rumus yang
di gunakan kombinasi tegangan
lengkung dengan tegangan geser
- Pembuatan point lebih rumit
- 2 point atas harus bersamaan menekan
benda uji. Maka jika salah satu point
lebih dulu menekan benda uji maka
terjadi three point bending, sehingga
rumus yang digunakan berbeda
d. Rangka
Rangka berfungsi sebagai penahan kekuatan balik dari gaya tekan
yang dihasilkan oleh alat penekan pada saat proses pengujian. Selain itu rangka
juga berfungsi sebagai dudukan komponen-komponen lain, sehingga ukuran
dari rangka haruslah lebih besar dari komponen-komponen tersebut.
e. Alat Ukur
Alat ukur befungsi sebagai pembaca data hasil pengukuran pada saat
pengujian berlangsung. Angka-angka yang di tunjukkan oleh alat ukur
nantinya di olah lagi dalam perhitungan untuk mendapatkan data yang
inginkan. Pada umunya alat ukur yang digunakan adalah alat pengukur tekanan.
Top Related